variabilitas spasial gambut tropis daerah muara …mempengaruhinya dapat digunakan sebagai studi...

12
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA 13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA 680 VARIABILITAS SPASIAL GAMBUT TROPIS DAERAH MUARA SIRAN, KALIMANTAN TIMUR Guritno Safitri Muchitawati 1 Ferian Anggara 2 1 Program Studi S1 Teknik Geologi, Departemen Teknik Geologi, FT UGM 2 Departemen Teknik Geologi, FT UGM ABSTRAK Gambut merupakan tanah dengan kandungan material organik lebih dari 65% dan terendapkan pada lingkungan basah dimana laju akumulasi material organiknya melampui laju dekomposisinya (Wust, 2003). Luas lahan gambut meliputi 3% luas dunia dengan 11 % dari totalnya merupakan gambut tropis (Page dkk, 2011, dalam Osaki dan Tsuji, 2016). Gambut tropis memiliki karakter berbeda dari gambut yang ada di lintang sedang, karena vegetasi penyusunnya yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik gambut tropis dalam suksesi vertikal dan lateral. Sampel gambut diambil dari 19 titik pemboran di daerah Muara Siran, Kalimantan Timur menggunakan bor tangan jenis MacCaulay. Lahan gambut Siran terbentang di antara dua sungai yaitu Sungai Kedang Kepala dan Sungai Belayan dan di dalamnya terletak Danau Siran. Sampel gambut dideskripsi menggunakan klasifikasi tekstural oleh Esterle (1990). Ketebalan gambut berkisar dari 0,5 m hingga lebih dari 6 m. Tipe gambut sapric menyusun bagian dasar dan tepi lahan gambut. Di bagian atasnya, terakumulasi tipe gambut hemic dengan tingkat pembusukan sedang. Tipe gambut fibric dijumpai di atas hemic , dominan pada endapan gambut yang dengan ketebalan >6 m dan jauh dari tubuh air danau dan sungai. Secara vertikal, semakin ke bagian atas endapan gambut, tingkat dekomposisi jaringan tumbuhan penyusun gambut semakin rendah. Sedangkan secara lateral, tingkat dekomposisi jaringan tumbuhan penyusun gambut semakin rendah ke bagian tengah endapan gambut. Variasi tingkat dekomposisi dipengaruhi oleh jarak relatif endapan gambut terhadap tubuh perairan yang bersirkulasi dan membawa sedimen inorganik. Karakteristik gambut dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat digunakan sebagai studi analog pembentukan batubara dan rekonstruksi iklim purba. Kata kunci: gambut tropis, variabilitas spasial, Muara Siran 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Gambut merupakan tanah dengan kandungan material organik lebih dari 65% dan terendapkan pada lingkungan basah dengan laju akumulasi material organiknya melampui laju dekomposisinya (Wust, 2003). Luas lahan gambut meliputi 3% luas dunia dan 11% dari totalnya merupakan gambut tropis (Page dkk, 2011, dalam Osaki dan Tsuji, 2016). Sebanyak 56% gambut tropis dunia tersebar di wilayah Asia Tenggara dan Indonesia memiliki sebanyak 47% dari total luasnya (Page dkk, 2011, dalam Osaki dan Tsuji, 2016). Gambut tropis memiliki karakter berbeda dari gambut yang terdapat di lintang sedang (Cameron dkk, 1989). Karakter tersebut meliputi morfologi gambut dan komponen penyusun gambut. Perbedaan karakter tersebut disebabkan oleh vegetasi asal gambut yang berbeda antara gambut lintang sedang dan gambut tropis, tatanan geologi, serta iklim. Gambut tropis memiliki morfologi kubah dengan permukaan mencembung di atas permukaan sungai dan bagian dasar berbentuk cekung. Stratigrafi gambut tropis menunjukkan sebaran jenis gambut berbeda yang berubungan dengan tingkat pembanjiran oleh sungai dan jenis vegetasi penyusun. Jenis gambut sapric dengan tingkat dekomposisi jaringan tumbuhan tinggi menyusun bagian dasar dan tepi endapan gambut. Bagian atas dari sapric disusun oleh hemic

Upload: others

Post on 23-Jan-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: VARIABILITAS SPASIAL GAMBUT TROPIS DAERAH MUARA …mempengaruhinya dapat digunakan sebagai studi analog pembentukan batubara dan rekonstruksi iklim purba. Kata kunci: gambut tropis,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

680

VARIABILITAS SPASIAL GAMBUT TROPIS DAERAH MUARA SIRAN,

KALIMANTAN TIMUR

Guritno Safitri Muchitawati1

Ferian Anggara2

1Program Studi S1 Teknik Geologi, Departemen Teknik Geologi, FT UGM

2Departemen Teknik Geologi, FT UGM

ABSTRAK

Gambut merupakan tanah dengan kandungan material organik lebih dari 65% dan terendapkan

pada lingkungan basah dimana laju akumulasi material organiknya melampui laju dekomposisinya

(Wust, 2003). Luas lahan gambut meliputi 3% luas dunia dengan 11 % dari totalnya merupakan

gambut tropis (Page dkk, 2011, dalam Osaki dan Tsuji, 2016). Gambut tropis memiliki karakter

berbeda dari gambut yang ada di lintang sedang, karena vegetasi penyusunnya yang berbeda.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik gambut tropis dalam suksesi vertikal dan

lateral. Sampel gambut diambil dari 19 titik pemboran di daerah Muara Siran, Kalimantan Timur

menggunakan bor tangan jenis MacCaulay. Lahan gambut Siran terbentang di antara dua sungai yaitu

Sungai Kedang Kepala dan Sungai Belayan dan di dalamnya terletak Danau Siran. Sampel gambut

dideskripsi menggunakan klasifikasi tekstural oleh Esterle (1990). Ketebalan gambut berkisar dari 0,5

m hingga lebih dari 6 m. Tipe gambut sapric menyusun bagian dasar dan tepi lahan gambut. Di bagian

atasnya, terakumulasi tipe gambut hemic dengan tingkat pembusukan sedang. Tipe gambut fibric

dijumpai di atas hemic , dominan pada endapan gambut yang dengan ketebalan >6 m dan jauh dari

tubuh air danau dan sungai. Secara vertikal, semakin ke bagian atas endapan gambut, tingkat

dekomposisi jaringan tumbuhan penyusun gambut semakin rendah. Sedangkan secara lateral, tingkat

dekomposisi jaringan tumbuhan penyusun gambut semakin rendah ke bagian tengah endapan gambut.

Variasi tingkat dekomposisi dipengaruhi oleh jarak relatif endapan gambut terhadap tubuh perairan

yang bersirkulasi dan membawa sedimen inorganik. Karakteristik gambut dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya dapat digunakan sebagai studi analog pembentukan batubara dan rekonstruksi iklim

purba.

Kata kunci: gambut tropis, variabilitas spasial, Muara Siran

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Gambut merupakan tanah dengan kandungan material organik lebih dari 65% dan

terendapkan pada lingkungan basah dengan laju akumulasi material organiknya melampui

laju dekomposisinya (Wust, 2003). Luas lahan gambut meliputi 3% luas dunia dan 11% dari

totalnya merupakan gambut tropis (Page dkk, 2011, dalam Osaki dan Tsuji, 2016). Sebanyak

56% gambut tropis dunia tersebar di wilayah Asia Tenggara dan Indonesia memiliki sebanyak

47% dari total luasnya (Page dkk, 2011, dalam Osaki dan Tsuji, 2016).

Gambut tropis memiliki karakter berbeda dari gambut yang terdapat di lintang sedang

(Cameron dkk, 1989). Karakter tersebut meliputi morfologi gambut dan komponen penyusun

gambut. Perbedaan karakter tersebut disebabkan oleh vegetasi asal gambut yang berbeda

antara gambut lintang sedang dan gambut tropis, tatanan geologi, serta iklim. Gambut tropis

memiliki morfologi kubah dengan permukaan mencembung di atas permukaan sungai dan

bagian dasar berbentuk cekung. Stratigrafi gambut tropis menunjukkan sebaran jenis gambut

berbeda yang berubungan dengan tingkat pembanjiran oleh sungai dan jenis vegetasi

penyusun. Jenis gambut sapric dengan tingkat dekomposisi jaringan tumbuhan tinggi

menyusun bagian dasar dan tepi endapan gambut. Bagian atas dari sapric disusun oleh hemic

Page 2: VARIABILITAS SPASIAL GAMBUT TROPIS DAERAH MUARA …mempengaruhinya dapat digunakan sebagai studi analog pembentukan batubara dan rekonstruksi iklim purba. Kata kunci: gambut tropis,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

681

dengan tingkat dekomposisi lebih rendah dibanding sapric. Sedangkan bagian pucak dari

kubah gambut tersusun oleh gambut dengan tingkat dekomposisi paling rendah dengan jenis

vegetasi penyusun relatif bertubuh kurang kokoh (Esterle dan Ferm, 1994).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik gambut tropis dalam suksesi

vertikal dan lateral di daerah Muara Siran, Kecamatan Muara Kaman, Provinsi Kalimantan

Timur. Manfaat dari penelitian ini di antaranya dapat digunakan sebagai analog pembentukan

batubara mengacu pada konsep bahwa batubara terbentuk dari gambut.

1.2 Lokasi penelitian

Endapan gambut yang diteliti pada penelitian ini terletak di Desa Siran, Kecamatan

Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur pada 446000 – 470000

UTM dengan luas 426.893,6 m2. Endapan gambut terbentang di antara dua sungai yaitu

Sungai Belayan di bagian barat dan Sungai Kedang Kepala di sisi timur. Di antara kedua

sungai tersebut, terdapat Danau Siran yang memanjang relatif utara-selatan (Gambar 6).

Endapan gambut yang menjadi obyek penelitian termasuk dalam lahan gambut Kutai

yang pembentukannya dominan dikontrol oleh akresi sungai (Hope dkk, 2005). Daerah

penelitian termasuk dalam daerah beriklim tropis tipe Af menurut sistem Koppenn-Geiger

(Climate-Data.org, 2017) dengan curah hujan rata-rata bulanan sebesar 174,8 mm (Badan

Pusat Statistik Kalimantan Timur, 2015).

2. Metode

Pengambilan data dilakukan dengan pengeboran endapan gambut. Titik pengeboran

ditentukan berdasarkan jarak relatif terhadap tubuh perairan besar yaitu Danau Siran, Sungai

Belayan, dan Sungai Kedang Kepala, untuk mengetahui pengaruh tubuh perairan terhadap

jenis gambut yang terbentuk. Lokasi titik pengeboran direkam menggunakan Global

Positioning System (GPS).

Pengambilan inti gambut menggunakan bor tangan jenis MacCaulay atau Russian peat

corer dengan diameter bor 2 inci dan panjang container 0,5 m mengacu pada metode dalam

Wust, dkk (2003) (Gambar 8.1). Panjang tangkai bor ekstensi maksimum sebesar 6 m,

sehingga inti gambut maksimum yang dapat diambil setebal 6 m. Gambut yang terambil

dalam container selanjutnya dideskripsi secara langsung di lapangan menggunakan klasifikasi

lapangan gambut tropis oleh Esterle (1990) dalam Wust dkk (2003) (Error! Reference

source not found.). Gambut yang terambil selanjutnya disimpan dalam pipa PVC yang

dibelah menjadi dua dan diisi dengan plastik gelembung untuk mengisi ruang kosong dalam

pipa. Selanjutnya, sampel gambut dibungkus rapat menggunakan plastik untuk menghindari

kontak dengan udara dan mencegah air gambut merembes keluar. Sampel selanjutnya diberi

keterangan berupa nomor titik pengeboran dan nomor segmen.

Bagian akar atau sisa batang yang tidak dapat ditembus oleh mata bor terkadang

dijumpai di beberapa titik pengeboran. Apabila dijumpai keadaan demikian, maka lokasi

pengeboran harus digeser atau pengeboran dihentikan sehingga segmen terakhir tidak

mencapai dasar endapan gambut atau mencapai ketebalan maksimum. Dengan demikian,

sampel gambut yang terambil tidak mengandung fragmen tumbuhan yang bersifat kokoh dan

berukuran besar seperti akar dan batang. Pengeboran juga dihentikan ketika dasar endapan

telah dijumpai, yang ditandai oleh adanya sedimen non-gambut sesuai deksripsi dalam Error!

Reference source not found..

Gambut dideskripsi secara langsung di lapangan, segera setelah dikeluarkan dari

container. Parameter yang dideskripsi secara megaskopis antara lain adalah warna gambut,

Page 3: VARIABILITAS SPASIAL GAMBUT TROPIS DAERAH MUARA …mempengaruhinya dapat digunakan sebagai studi analog pembentukan batubara dan rekonstruksi iklim purba. Kata kunci: gambut tropis,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

682

pH, ukuran dan jenis fragmen, kelimpahan fragmen dan matriks secara kualitatif, serta hasil

uji pemerasan (squeezing test). Warna gambut mencerminkan derajat pembusukan. Warna

yang gelap cenderung menunjukkan tingkat pembusukan tinggi, sedangkan warna yang lebih

muda relatif menunjukkan tingkat pembusukan rendah dan ditandai dengan banyaknya

fragmen. Warna yang relatif cerah dan kontras dari spektrum warna gambut biasanya

merupakan warna sedimen non gambut. Warna dideskripsi menggunakan diagram warna

Munsell 10YR (Wust dkk, 2003). Rasio kelimpahan fragmen dan matriks berguna dalam

menentukan tipe gambut. Uji pemerasan berguna untuk mengetahui seberapa besar kemiripan

gambut dengan koloid atau pasta. Sifat tersebut juga digunakan untuk mendeterminasi tipe

gambut. Berdasarkan Tabel 1, tipe gambut dibagi secara mayor menjadi tiga, yaitu fibric,

hemic, dan sapric. Fibric mengandung serat atau fragmen tumbuhan paling banyak, dengan

tingkat dekomposisi paling kecil (Gambar 8.2). Hemic adalah tipe gambut dengan tingkat

dekomposisi sedang, memiliki banyak fragmen batang (Gambar 8.4) dan sapric adalah tipe

gambut dengan tingkat pembusukan paling tinggi (Gambar 8.2). Endapan yang tidak memiliki

karakteristik gambut seperti pada Tabel 1 dikategorikan sebagai organic-rich mud atau

mineral soil (Gambar 8.5).

Sampel diambil dari 19 titik pengeboran dengan total segmen sebanyak 137.

Berdasarkan titik-titik pengeboran tersebut, dibuat sayatan melintang (transect) yang disebut

Transect NE-SW (Error! Reference source not found.). Sayatan memanjang timur laut-

barat daya, berawal dari Sungai Kedang Kepala dan berakhir di titik pengeboran 10 di sisi

barat Danau Siran.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Data Lapangan

Deskripsi inti gambut dan profil Transect NE-SW ditunjukkan oleh Gambar 9.

Berdasarkan profil tersebut, dapat diketahui stratigrafi gambut yang tersusun oleh lapisan

gambut dengan jenis berbeda-beda.

Berdasarkan profil tersebut dapat diketahui bahwa secara umum, tipe gambut fibric

menyusun bagian atas endapan gambut, dan di bawah fibric terendapkan hemic dan sapric.

Bagian dasar endapan gambut ditandai dengan dijumpainya jenis gambut organic-rich mud.

Tipe gambut sapric di daerah Muara Siran merupakan tipe gambut dengan tingkat

pembusukan paling tinggi yang diketahui dari besarnya proporsi matriks terhadap fragmen

serta warnanya. Sapric umumnya merupakan jenis gambut yang berasosiasi dengan sedimen

non gambut yang menjadi batas antara endapan gambut dan endapan yang mengalasinya.

Jumlah fragmen yang dijumpai pada sapric relatif tidak melimpah, diakibatkan oleh tingkat

pembusukannya. Namun pada beberapa sampel masih dijumpai fragmen-fragmen yang

bahkan dalam ukuran >10 cm. Fragmen-fragmen tersebut diduga merupakan allochton atau

fragmen ex situ yang masuk selama proses pengeboran. Selain berasosiasi dengan sedimen

non gambut, umumnya sapric menyusun endapan gambut yang dekat dengan tubuh perairan.

Secara vertikal, sapric berubah gradual menjadi hemic, sedangkan secara horizontal,

keduanya berhubungan menjari. Hemic dikarakterisasi dengan memiliki lebih banyak fragmen

dibanding sapric. Dalam satu lapisan hemic, dapat dijumpai fragmen dengan ukuran dan

kenampakan yang bervariasi. Coarse hemic umumnya tersusun oleh fragmen akar, sedangkan

hemic dan fine hemic lebih dominan tersusun oleh fragmen batang. Fragmen batang yang

menyusun hemic umumnya adalah fragmen jaringan kayu. Beberapa sampel hemic juga

tersusun oleh fragmen berukuran >10 cm yang berupa dahan kayu. Berdasarkan karakteristik

Page 4: VARIABILITAS SPASIAL GAMBUT TROPIS DAERAH MUARA …mempengaruhinya dapat digunakan sebagai studi analog pembentukan batubara dan rekonstruksi iklim purba. Kata kunci: gambut tropis,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

683

tersebut, diduga bahwa hemic berasal dari sisa-sisa tubuh tumbuhan berbatang kayu yang

relatif berukuran besar dengan struktur tubuh yang kokoh.

Fibric terdistribusi secara umum di bagian atas inti gambut atau yang paling dekat

dengan permukaan. Secara horizontal, fibric dijumpai pada jarak yang relatif jauh dari tubuh

perairan dan pada elevasi di atas muka air tubuh perairan terdekat. Fragmen akar pada fibric

umumnya berupa serat berukuran kecil dan panjang serta berongga. Fragmen batang

umumnya berupa dahan, sedangkan fragmen daun relatif banyak berupa daun pandan.

Berdasarkan karakteristik tersebut, diduga bahwa fibric tersusun oleh sisa tumbuhan yang

relatif bertubuh sedang-kecil dan tumbuhan jenis pandan yang tergolong tumbuhan berbatang

herba.

3.2 Jenis dan ukuran fragmen gambut

Hubungan antara jenis tumbuhan yang menjadi fragmen dan ukurannya terhadap jenis

gambut ditunjukkan oleh diagram padaGambar 10. Fragmen dideterminasi pada pengamatan

lapangan yaitu bagian tumbuhan yang secara megaskopis dapat dikenali atau lebih besar dari

0.5 mm. Fragmen dibedakan secara sederhana menjadi tiga jenis bagian tumbuhan yaitu akar,

batang, dan daun. Akar memiliki karakteristik berupa serat tumbuhan ramping dan panjang,

seringkali dijumpai berongga atau serat kosong. Fragmen berupa serabut akar dan rhizoid juga

termasuk dalam kategori akar pada deskripsi lapangan. Fragmen batang dicirikan oleh bentuk

yang relatif persegi tercacah dengan ukuran berkisar 0,5-1 cm dan meliputi jaringan batang

yang keras atau telah mengkayu dan yang masih lunak seperti pelepah. Sedangkan fragmen

daun memiliki kenampakan pipih dan tipis, serta pada beberapa sampel masih menunjukkan

serat atau tulang daun. Pada umumnya, fragmen daun berwarna hitam atau lebih gelap serta

memiliki bentuk tidak beraturan.

Tipe gambut fibric tersusun dominan oleh fragmen berukuran ≤5 cm berupa batang

dan daun. Fragmen batang yang umum dijumpai relatif lunak berbentuk persegi dengan

ukuran 0,5 cm. Fragmen daun umumnya dijumpai berukuran sekitar 1 cm dengan serat/tulang

daun memanjang, diduga merupakan fragmen daun vegetasi kelompok pandan. Fragmen akar

yang menyusun fibric umumnya berupa serat panjang, pipih, dan berongga, dengan diameter

<1 cm.

Tipe gambut hemic juga tersusun paling banyak oleh fragmen berukuran ≤5 cm.

Berbeda dari dua jenis gambut yang lain, hemic adalah jenis gambut yang tersusun paling

banyak oleh fragmen berukuran > 10 cm. Serupa dengan fibric, hemic juga tersusun dominan

oleh fragmen berupa batang, baik bagian lunak maupun keras dari batang. Fragmen daun

dominan pada ukuran <5 cm.

Tipe gambut sapric tersusun paling banyak oleh fragmen berukuran ≤5 cm dengan

jenis fragmen dominan berupa batang. Beberapa sampel sapric juga disusun oleh fragmen

berukuran >10 cm berupa akar dan batang. Sapric di lapangan memiliki kenampakan amorf,

dengan rasio matriks dibanding fragmen tinggi, melebihi 70%. Sapric memiliki warna relatif

paling gelap dibanding dua jenis gambut lainnya dan bersifat paling mendekati koloid pada

pengujian dengan memeras (squeezing test). Fragmen daun juga dijumpai pada sampel sapric,

dengan ukuran berkisar 0,5-1 cm. Fragmen daun umumnya dijumpai berwarna hitam dan

menunjukkan kenampakan terbakar.

Beberapa sampel yang diambil memiliki lapisan berwarna hitam yang tersusun oleh

fragmen tumbuhan yang terbakar. Lapisan tersebut seringkali dijumpai berasosiasi dengan

sedimen non-gambut seperti mineral soil atau organic-rich mud.

3.3 Rekonstruksi Pembentukan Gambut

Page 5: VARIABILITAS SPASIAL GAMBUT TROPIS DAERAH MUARA …mempengaruhinya dapat digunakan sebagai studi analog pembentukan batubara dan rekonstruksi iklim purba. Kata kunci: gambut tropis,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

684

Sebaran spasial jenis gambut di Muara Siran cenderung sesuai dengan model gambut tropis

menurut Esterle dan Ferm (1994) di lahan gambut Sungai Baram (Gambar 11Error!

Reference source not found.). Endapan gambut Muara Siran terendapkan di antara dua

sungai, serupa dengan endapan gambut Sungai Baram yang membentang di antara Sungai

Baram dan Sungai Karap. Berdasarkan kesamaan tersebut, maka pembentukan gambut

Muara Siran dapat mengacu pada teori pembentukan gambut Sungai Baram. Esterle dan

Ferm (1994) mengacu teori pembentukan gambut tropis Anderson (1964) dalam

Cameron, dkk (1989).

Aliran sungai membawa sedimen yang kemudian membentuk tanggul di kedua sisi

sungai (Gambar 13.1). Tanggul ini kemudian diisi oleh vegetasi bakau dan vegetasi air tawar

lain yang menghalangi akumulasi sedimen klastik lebih lanjut (Gambar 13.2). Vegetasi yang

tumbuh dekat dengan tubuh sungai ini membentuk gambut yang berasosiasi dengan sedimen

klastik yang terbawa sungai. Sedimen klastik membawa material klastik yang mengandung

nutrien yang dibutuhkan oleh pertumbuhan bermacam-maacam tumbuhan, sehingga pada

zona yang relatif dekat dengan tubuh perairan umum dijumpai vegetasi yang variatif dan

bertubuh kayu. Area yang kaya akan suplai nutrien juga menjadi tempat bakteri pengurai

dapat beraktivitas dengan lebih baik, sehingga tingkat pembusukan juga meningkat. Faktor

lain yang juga mempengaruhi tingkat pembusukan adalah adanya pembanjiran oleh air

sungai. Peristiwa tersebut memungkinkan terjadinya sirkulasi air yang membawa oksigen, dan

mengakibatkan oksidasi pada endapan gambut. Proses tersebut menjelaskan terbentuknya

endapan gambut dengan tingkat pembusukan tinggi (sapric) di area yang dekat dengan tubuh

sungai serta di bagian dasar dan tepi endapan gambut yang berkontak dengan sedimen

inorganik. Sapric kebanyakan menyusun gambut dengan tingkat nutrien relatif tinggi atau

disebut minerotrophic peat.

Vegetasi yang tumbuh pada bagian tengah yang jauh dari pengaruh sungai

selanjutnya membentuk gambut yang minim pengaruh sedimen klastik. Vegetasi yang muncul

pertama kali adalah vegetasi berbatang lunak semacam rumput dan ilalang, sehingga

membentuk marsh (Gambar 13.2). Vegetasi yang berukuran lebih besar dan berbatang kayu

kemudian muncul. Kumpulan dari vegetasi ini pada akhirnya membentuk swamp (Gambar

13.3). Tipe gambut hemic terbentuk pada tahap ini. Hemic tersusun oleh fragmen tumbuhan

yang relatif bervariasi dan umumnya berkayu, yang berarti berasal dari vegetasi yang

mendapat suplai nutrien yang cukup untuk membentuk struktur tubuhnya yang kompleks,

namun dalam zona yang bersifat cukup asam untuk mencegah aktivitas pembusukan yang

intensif (Esterle dan Ferm, 1994). Akumulasi lebih lanjut menjadikan deposit gambut

melebihi akumulasi sedimen inorganik pada tepi sungai sehingga bentuk gambut yang

mencembung mulai terbentuk. Perbedaan ketinggian ini semakin menghalangi banjir dari

sungai untuk mencapai bagian tengah. Tanpa adanya pengaruh banjir, bagian tengah-atas

deposit gambut semakin bersifat asam dan miskin nutrien (oligotrophic peat) (Gambar 13.4),

yang semakin menurunkan kemampuan mikroba pengurai. Fibric terbentuk pada kondisi

tersebut.

Kenampakan tahap-tahap pembentukan endapan gambut tropis yang sesuai dengan

model Anderson (1964) dalam Cameron, dkk (1989) dapat diamati di lapangan (Gambar 12).

Vegetasi di tepian sungai menunjukkan variasi dan karakter berkayu oleh suplai nutrien yang

relatif tinggi dari sedimen klastik (Gambar 7.1). Kemudian tahap pembentukan gambut di

cekungan tepi sungai diawali dengan marsh, dicirikan oleh vegetasi jenis rumput-rumputan di

atas permukaan air yang stagnan (Gambar 7.2). Swamp terbentuk di tepi tubuh perairan dan

dikarakterisasi dengan tumbuhan jenis pohon berbatang kayu (Gambar 7.3). Sedangkan

bagian dari hutan gambut yang lebih dalam dan mendekati puncak kubah dicirikan oleh

Page 6: VARIABILITAS SPASIAL GAMBUT TROPIS DAERAH MUARA …mempengaruhinya dapat digunakan sebagai studi analog pembentukan batubara dan rekonstruksi iklim purba. Kata kunci: gambut tropis,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

685

vegetasi pepohonan berbatang kayu dengan diameter kecil, akar panjang, dan air gambut

berwarna hitam (Gambar 7.4).

Lapisan berwarna hitam yang tersusun atas fragmen tumbuhan terbakar pada beberapa

sampel diinterpretasi sebagai gambut yang sempat mengalami penyingkapan ke udara

sehingga mengalami oksidasi. Penggenangan oleh air kembali menyebabkan akumulasi

gambut baru di atas lapisan gambut yang telah terbakar tersebut.

4. Kesimpulan

Tipe gambut yang menyusun endapan gambut Muara Siran terdiri atas fibric, hemic ,

dan sapric. Fibric merupakan gambut dengan ciri fragmen lebih melimpah dibanding matriks,

tingkat pembusukan paling rendah, dan dijumpai relatif di bagian tengah-atas endapan

gambut. Hemic dominan menyusun bagian tengah endapan gambut dengan ciri kelimpahan

fragmen lebih sedikit dibanding fibric, tingkat pembusukan sedang, dan jenis fragmen paling

variatif. Sapric dominan menyusun bagian tepi dan dasar deposit dicirikan oleh kenampakan

tidak beraturan, menyerupai pasta, dan tingkat pembusukan paling tinggi. Jenis vegetasi yang

menyusun gambut dan tingkat pembusukan gambut dipengaruhi oleh kadar nutrien yang

terdapat pada zona dimana gambut tersebut terakumulasi. Kadar nutrien yang tinggi

memungkinkan pertumbuhan vegetasi berbatang kokoh namun juga tingkat pembusukan

tinggi akibat aktivitas mikroba pengurai yang lebih intensif. Kadar nutrien dipengaruhi oleh

keberadaan sedimen inorganik yang terdapat pada bagian tepi dan dasar endapan gambut dan

pembanjiran oleh sungai. Tingkat pembusukan juga dipengaruhi oleh kadar oksigen yang

dikontrol oleh sirkulasi air akibat pembanjiran sungai.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Departemen Teknik Geologi FT UGM yang

mendukung penelitian ini; Bapak Danang Suto Budi dari Yayasan Biosfer Manusia yang

membantu penyediaan peta; serta Bapak Sahlan, Bapak Roi, Bapak Rahmad, dan Bapak

Sabri, yang membantu pengambilan sampel.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur. 2015. Kalimantan Timur Dalam Angka. Samarinda:

Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur

Cameron, C.C., Esterle, J.S., Palmer, C.A., 1989. The geology, botany, and chemistry of

selected peat-forming environments from temperate and tropical latitudes.

International Journal of Coal Geology, Volume 12, pp. 105-156.

Chokkalingam, U., Kurniawan, I., Ruchiat, Y, 2005. Fire, Livelihood, and Environmental

Change in The Middle Mahakam Peatlands, East Kalimantan. Ecology and Society,

10(1), p. 26.

Climate-Data.Org. 2017. 'Iklim: Muara Kaman Ilir'. http//www.id.climate-

data.org/location/588542

Esterle, J.S., Ferm, J.C., 1994. Spatial variability in modern tropical peat deposits from

Sarawak, Malaysia, and Sumatra, Indonesia: analogous for coal. International journal

of coal geology, Volume 26, pp. 1-41.

Page 7: VARIABILITAS SPASIAL GAMBUT TROPIS DAERAH MUARA …mempengaruhinya dapat digunakan sebagai studi analog pembentukan batubara dan rekonstruksi iklim purba. Kata kunci: gambut tropis,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

686

Flores, R., 2014. Coal and Coalbed Gas : Fueling the Future. San Diego: Elsevier.

Hope, G., Chokkalingam, U., Anwar, S. , 2005. The stratigraphy and fire history of the Kutai

Peatlands, Kutai, Indonesia. Quartenary Research, Volume 64, pp. 407-417.

Osaki, M., Tsuji, N., 2016. Tropical Peatlands Ecosystems. Tokyo: Springer Japan.

Wust, R.A.J., Bustin, R.M., Lavkulich, L.M. , 2003. New classification system for tropical

organic-rich deposits based on studies of the Tasek Bera Basin, Malaysia. Catena,

Volume 53, pp. 133-163

Yayasan Biosfer Manusia Samarinda. "Dataset Ketebalan Gambut Kalimantan Timur".

Samarinda: Tidak dipublikasikan. Diperoleh pada 23 April 2017 dari Yayasan Biosfer

Manusia Samarinda.

Gambar 6. Lokasi penelitian (Dimodifikasi dari Chokkalingam dkk, 2005)

Page 8: VARIABILITAS SPASIAL GAMBUT TROPIS DAERAH MUARA …mempengaruhinya dapat digunakan sebagai studi analog pembentukan batubara dan rekonstruksi iklim purba. Kata kunci: gambut tropis,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

687

Gambar 7. Peta ketebalan gambut Muara Siran yang menunjukkan sebaran lokasi pengambilan sampel dan arah

sayatan (transect) (Sumber: Yayasan Biosfer Manusia, tidak dipublikasikan, dengan modifikasi)

Gambar 8. (1) Proses pengeboran gambut pada sumur 2 di utara Danau Siran. (2) Fibric (3) Sapric (4) Hemic

(5) Mineral soil

Page 9: VARIABILITAS SPASIAL GAMBUT TROPIS DAERAH MUARA …mempengaruhinya dapat digunakan sebagai studi analog pembentukan batubara dan rekonstruksi iklim purba. Kata kunci: gambut tropis,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

688

Gambar 9. Profil Transect NE-SW

Gambar 10. Diagram presentase kelimpahan fragmen berdasarkan jenis, ukuran maksimum, dan hubungannya

dengan tipe gambut

Page 10: VARIABILITAS SPASIAL GAMBUT TROPIS DAERAH MUARA …mempengaruhinya dapat digunakan sebagai studi analog pembentukan batubara dan rekonstruksi iklim purba. Kata kunci: gambut tropis,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

689

Gambar 11. Penampang gambut Sungai Baram (Esterle dan Ferm, 1994)

Gambar 12. (1) Vegetasi di tepi Sungai Kedang Kepala. (2) Marsh di tepi Danau Siran. (3) Swamp di tepi

Danau Siran). (4) Hutan di bagian kubah gambut.

Page 11: VARIABILITAS SPASIAL GAMBUT TROPIS DAERAH MUARA …mempengaruhinya dapat digunakan sebagai studi analog pembentukan batubara dan rekonstruksi iklim purba. Kata kunci: gambut tropis,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

690

Gambar 13. Ilustrasi pembentukan kubah gambut di lokasi penelitian tanpa skala (Dimodifikasi dari Flores,

2014)

Page 12: VARIABILITAS SPASIAL GAMBUT TROPIS DAERAH MUARA …mempengaruhinya dapat digunakan sebagai studi analog pembentukan batubara dan rekonstruksi iklim purba. Kata kunci: gambut tropis,

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

691

Tabel 4. Klasifikasi tekstural gambut tropis untuk deskripsi lapangan (Esterle, 1990 dalam Wust dkk, 2003)