vania kirana f. navalina / 125120300111013 · pdf filefroebel menyusun metode pendidikan...

14
Kids Project: Mainan, Dari Anak Untuk Anak Vania Kirana F. Navalina / 125120300111013 Pendahuluan Anak usia dini adalah anak dengan masa emas dimana anak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Pada usia ini anak paling potensial dan peka untuk mempelajari sesuatu, rasa ingin tahu anak sangat besar. Apabila anak diberikan stimulasi positif secara intensif dari lingkungannya, maka anak akan mampu menjalani tugas perkembangannya dengan baik. Itulah mengapa anak seharusnya dibiarkan mengenal fenomena lewat aktivitas bermain karena bermain dapat merangsang anak untuk berpikir konstruktif serta menuangkan kreativitasnya. Anak usia dini ibarat kaset kosong yang mampu merekam apa saja yang mereka terima. Adalah Froebel, tokoh pendidikan Jerman yang pertama kali memprakarsai taman kanak- kanak (kindergartens). Menurutnya, anak-anak adalah benih kemanusiaan yang membutuhkan perhatian dan perawatan, sepertinya halnya kuncup bunga yang ada di taman. Anak dipandang sebagai tanaman indah yang diberi kesempatan bertumbuh dalam suasana kasih. Oleh karena itu, metode pembelajaran Froebel lebih kepada belajar dan bermain, sehingga tidak mengutamakan materi baca-tulis-hitung (calistung). Froebel menyusun metode pendidikan sesuai dengan konteks perkembangan individu. Dalam tahapan permulaan dia menganjurkan agar seharusnya menggunakan metode yang memungkinkan ekspresi spontan dalam diri individu. Dengan demikian dalam dunia anak-anak metode harus disesuaikan dengan sifat atau dunia anak. Dalam hubungan dengan konteks anak- anak, perlu diperhatikan perkembangan yang mengarahkan anak pada suatu kesadaran diri dalam suasana bebas, dimana seorang individu dibiarkan untuk menunjukkan, mengekspresikan yang ada dalam dirinya dengan bebas. Menurut Froebel permainan merupakan metode yang paling cocok dan penting bagi penerapan ekspresi ini. Dalam pendidikan ini Froebel kemudian menyusun dan mengembangkan kurikulum pendidikan yang terecana dan sistematis. Bagi dia yang menjadi dasar bagi kurikulum tersebut adalah gift dan occupation: pemberian yang menyediakan permainan-permainan dan usaha, kerja yang bisa dibuat dengan permainan yang ada.

Upload: truongnhan

Post on 30-Jan-2018

242 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Kids Project: Mainan, Dari Anak Untuk Anak

Vania Kirana F. Navalina / 125120300111013

Pendahuluan

Anak usia dini adalah anak dengan masa emas dimana anak sedang mengalami

pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Pada usia ini anak paling potensial dan peka untuk

mempelajari sesuatu, rasa ingin tahu anak sangat besar. Apabila anak diberikan stimulasi positif

secara intensif dari lingkungannya, maka anak akan mampu menjalani tugas perkembangannya

dengan baik. Itulah mengapa anak seharusnya dibiarkan mengenal fenomena lewat aktivitas

bermain karena bermain dapat merangsang anak untuk berpikir konstruktif serta menuangkan

kreativitasnya. Anak usia dini ibarat kaset kosong yang mampu merekam apa saja yang mereka

terima.

Adalah Froebel, tokoh pendidikan Jerman yang pertama kali memprakarsai taman kanak-

kanak (kindergartens). Menurutnya, anak-anak adalah benih kemanusiaan yang membutuhkan

perhatian dan perawatan, sepertinya halnya kuncup bunga yang ada di taman. Anak dipandang

sebagai tanaman indah yang diberi kesempatan bertumbuh dalam suasana kasih. Oleh karena itu,

metode pembelajaran Froebel lebih kepada belajar dan bermain, sehingga tidak mengutamakan

materi baca-tulis-hitung (calistung).

Froebel menyusun metode pendidikan sesuai dengan konteks perkembangan individu.

Dalam tahapan permulaan dia menganjurkan agar seharusnya menggunakan metode yang

memungkinkan ekspresi spontan dalam diri individu. Dengan demikian dalam dunia anak-anak

metode harus disesuaikan dengan sifat atau dunia anak. Dalam hubungan dengan konteks anak-

anak, perlu diperhatikan perkembangan yang mengarahkan anak pada suatu kesadaran diri dalam

suasana bebas, dimana seorang individu dibiarkan untuk menunjukkan, mengekspresikan yang

ada dalam dirinya dengan bebas. Menurut Froebel permainan merupakan metode yang paling

cocok dan penting bagi penerapan ekspresi ini.

Dalam pendidikan ini Froebel kemudian menyusun dan mengembangkan kurikulum

pendidikan yang terecana dan sistematis. Bagi dia yang menjadi dasar bagi kurikulum tersebut

adalah gift dan occupation: pemberian yang menyediakan permainan-permainan dan usaha, kerja

yang bisa dibuat dengan permainan yang ada.

Gifts adalah obyek yang dapat dipegang dan dipergunakan anak sesuai dengan instruksi

dari guru dan dengan demikian anak dapat belajar tentang bentuk, ukuran warna serta konsep

yang diperoleh melalui menghitung, mengukur, membedakan dan membandingkan. Gifts

pertama adalah enam buah bola dari gulungan benang, masing-masing berbeda warnanya, dan

enam helai benang yang panjang yang warnanya sama dengan warna bola yang ada. Terdapat 10

Gifts, yaitu 10 kotak kayu yang berisi perangkat permainan yang berarti juga ada 10 tahapan

karena semakin ke atas levelnya, semakin kompleks dan detail pula arti dibaliknya. Terlihat pola

yang semakin mengerucut dari setiap tahapan giftnya. Mengerucut artinya semakin kecil yang

bisa dipegang dan makin rumit dalam perangkaiannya.

Fröbelgaben atau Froebel Gift inilah sarana bagi anak-anak untuk belajar dengan

bermain, untuk membantu mengembangkan kemampuan dan keterampilan motorik mereka.

Froebel Gift kemudian banyak diadaptasi oleh dunia pendidikan di banyak negara dan

merupakan salah satu bagian materi penting di lembaga pendidikan anak pra sekolah.

Pun begitu, tidak harus terpaku oleh Froebel Gift atau mainan-mainan yang sudah

tersedia, anak bisa mencoba membuat mainannya sendiri. Anak akan mendapat manfaat banyak

jika mampu membuat mainan dari tangannya sendiri. Dimulai dari proses pengerjaaan, anak

sudah belajar mengikuti arahan dan instruksi. Sesudah itu, anak juga sadar bahwa ada alur dalam

sebuah pengerjaan. Ini sangat penting bagi kesadaran psikologisnya bahwa semua hal

membutuhkan proses. Otak anak pun dirangsang untuk berkreasi ketika membuat mainan

sendiri. Dengan sendirinya, imajinasinya berkembang pesat. Ketika sudah jadi, mainan buatan

sendiri memberi kebanggaan tersendiri bagi anak. Mereka merasa puas karena dapat membuat

sesuatu. Pada saat itu, orang tua dianjurkan untuk memberi pujian agar anak lebih percaya diri.

Karena dibuat sendiri, besar kemungkinan anak tidak mudah bosan terhadap mainan tersebut

Kajian Teoritis

Ahli psikologi dan pendidik berpendapat, bahwa bermain merupakan pekerjaan anak-anak

dan cermin pertumbuhan anak (Gordon & Browne, 1985). Oleh karena itu dalam pendidikan

anak usia dini metode bermain sifatnya adalah wajib adanya. Informasi apapun yang akan

diberikan kepada anak, hendaknya dikemas dalam kegiatan bermain yang menyenangkan dan

mengasyikkan.

Beberapa karakteristik bermain (Sofia Hartati, 2005: 30-34), antara lain: a) bermain dilakukan

dengan sukarela, b) bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan, mengasyikkan, dan

menggairahkan, c) bermain dilakukan tanpa “iming-iming” apapun, d) bermain lebih mengutamakan

aktivitas/kegiatan daripada tujuan. Tujuan bermain adalah aktivitas itu sendiri, e) bermain menuntut

partisipasi aktif baik fisik maupun psikis, f) kegiatan bermain yang bebas. Anak bebas membuat

aturan sendiri dan mengoperasikan fantasinya, g) bermain sifatnya spontan, sesuai dengan yang

diinginkan saat itu, h) makna dan kesenangan bermain ditentukan oleh anak itu sendiri yang sedang

bermain.

Sedangkan lima tingkat perkembangan bermain menurut Parten (Slamet Suyanto, 2003: 138-

139) yaitu: Tingkat pertama, bermain sendiri. Anak bermain sendiri karena sifat egosentris yang

dimilikinya. Anak asyik dengan permainannya sendiri dan tidak memperdulikan dengan apa yang

dimainkan oleh teman yang berada di sekitarnya. Tingkat kedua, bermain dengan melihat cara

temannya bermain yaitu anak yang tadinya bermain sendiri mulai melihat apa dan bagaimana

temannya bermain. Anak kadang berhenti bermain dan mengamati bagaimana temannya bermain lalu

ia menirunya. Tingkat ketiga, bermain secara paralel dengan temannya yaitu anak bermain secara

berdampingan/berdekatan, mereka menggunakan permainan yang sama tetapi tiap anak bermain

sendiri-sendiri. Kadang mereka saling melihat, saling memberi komentar ataupun bercakap-cakap.

Tingkat keempat, bermain secara bersama-sama. Pada tahap ini anak mulai bermain secara bersama-

sama dan beramai-ramai. Tingkat kelima, bermain dengan aturan yaitu anak bermain bersama

temannnya dalam bentuk kelompok. Mereka menentukan jenis permainan, menentukan aturan,

pembagian peran dan siapa yang akan main lebih dahulu.

Menurut Elizabeth Hurlock dalam bukunya yang berjudul Perkembangan Anak Jilid I,

Erlangga, Jakarta 1978, ada dua jenis macam permainan, yaitu :

Permainan aktif

Bermain aktif dapat diartikan sebagai kegiatan yang banyak melibatkan aktivitas tubuh,

pemain dalam permainan ini membutuhkan energi yang besar. Contoh : bermain bebas

dan spontan (eksplorasi) yaitu anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya,

tidak ada aturan-aturan dalam permainan tersebut; bermain drama; bermain musik;

mengumpulkan atau mengkoleksi sesuatu; permainan olah raga; permainan dengan

balok; permainan lukis tempel dan menggambar.

Permainan pasif/hiburan

Dalam bermain pasif/hiburan, kesenangan diperoleh dari kegiatan orang lain. Pemain

menghabiskan sedikit energi. Contoh: menonton adegan lucu, membaca buku,

mendengarkan cerita, menonton televisi dan mengingat nama-nama benda adalah

bermain tanpa mengeluarkan banyak tenaga, tetapi tingkat kesenangannya hampir

seimbang dengan anak yang menghabiskan sejumlah besar tenaganya di tempat olah raga

atau tempat bermain.

Menurut Dr. Kartini Kartono dalam bukunya yang berjudul Psikologi Anak, ada 3 bentuk

permainan, yaitu:

Permainan gerakan. Anak-anak bermain bersama teman-temannya, melakukan kerja

sama dengan beraneka ragam gerak dan olah tubuh.

Permainan memberi bentuk. Kegiatan memberi bentuk pada fase permulaan berupa

kegiatan destruktif seperti meremas-remas, merusak, mencabik-cabik, mempreteli dan

lain-lain. Makin lama anak dapat memberikan bentuk yang lebih konstruktif pada

macam-macam materi yang disediakan.

Permainan ilusi. Pada permainan jenis ini unsur fantasi memegang peranan penting,

misalnya sebuah sapu difantasikan sebagai kuda tunggangan, bermain dokter-dokteran

dan lain-lain. Melalui permainan ini anak menggunakan fantasi mereka untuk

mewujudkan kreasinya.

Melalui kegiatan bermain inilah seluruh potensi kecerdasan yang dimiliki oleh anak dapat

dikembangkan, seperti kecerdasan linguistic, logic-matematik, visual-spasial, interpersonal,

intrapersonal, musical, kinestetik, natural dan spiritual. Bermain bagi anak sangat mempengaruhi

perkembangannya, setidaknya ada 11 pengaruh bermain bagi perkembangan anak, yaitu :

Perkembangan fisik,

Dorongan berkomunikasi,

Penyaluran bagi energi emosional yang terpendam,

Penyaluran bagi keinginan dan kebutuhan,

Sumber belajar,

Rangsangan bagi kreativitas,

Perkembvangan wawasan diri,

Belajar bermasyarakat,

Standar moral,

Belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin dan

Perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan (Harlock, 1991).

Sedangkan menurut Mayke Sugianto. T dalam Badru Zaman, dkk (2007: 63) alat permainan

edukatif (APE) adalah permainan yang sengaja dirancang secara khusus untuk kepentingan

pendidikan. Adams (1975) berpendapat bahwa permainan edukatif adalah semua bentuk

permainan yang dirancang untuk memberikan pengalaman pendidikan atau pengalaman belajar

kepada para pemainnya, termasuk permainan tradisional dan modern yang diberi muatan

pendidikan dan pengajaran. Atas dasar pengertian itu, permainan yang dirancang untuk memberi

informasi atau menanamkan sikap tertentu, misalnya untuk memupuk semangat kebersamaan

dan kegotongroyongan, termasuk dalam kategori permainan edukatif karena permainan itu

memberikan pengalaman belajar kognitif dan afektif (Adams, 1975).

Pada saat ini terdapat berbagai jenis APE untuk anak yang telah dikembangkan yakni:

1. Boneka Tangan untuk kemampuan berbahasa Peabody yang dikembangkan oleh

Elizabeth Peabody.

2. Puzzle geometri ciptaan Dr. Maria Montessori.

3. Balok Cruissenaire ciptaan George Cruissenaire.

4. Balok Blocdoss ciptaan Froebel.

5. Boneka Jari

6. Legpuzzle atau teka-teki.

7. Kotak Alfabet.

8. Kartu Lambang Bilangan.

9. Kartu Pasangan.

10. Puzzle Jam.

11. Loto warna dan bentuk.

Menurut Badru Zaman (2007: 6.18) terdapat dua kategori APE yaitu:

1. Kategori APE diluar ruangan yakni APE yang dimainkan anak untuk bermain bebas

sehingga memerlukan tempat yang luas dan lapang. Contohnya seperti tangga pelangi,

jungkitan, ayunan, papan luncur dan lain-lain.

2. Kategori APE di dalam ruangan adalah APE jenis manipulatif yakni APE yang dapat

dimainkan anak dengan diletakkan di atas meja, dapat dibongkar pasang, dijinjing dan

lain-lain. Contohnya seperti puzzle, balok bangunan, kotak pos, boneka dan lain-lain.

Yang mencakup tujuan penggunaan APE dalam proses belajar anak, diantaranya:

1. Memperjelas materi yang diberikan pada anak.

2. Memberikan motivasi dan merangsang anak untuk melakukan eksplorasi dan

bereksperimen dalam peletakan dasar kea rah pertumbuhan dan mengembangkan bahasa,

kecerdasan, fisik, social dan emosional anak.

Pembahasan

Media sosial adalah wadah untuk mengungkapkan pendapat atau opini, maupun hanya

sekedar berbagi (sharing). Tidak terkecuali instagram. Instagram adalah salah satu aplikasi

berbagi foto yang memungkinkan penggunanya untuk mengambil dan berbagi foto ke berbagai

jejaring sosial, termasuk milik instagram sendiri. Hal ini kemudian mendorong banyak ibu-ibu

muda untuk mendokumentasikan kegiatan anak-anaknya yang masih berusia dini. Mereka

senang berbagi tentang bagaimana perkembangan anaknya setiap hari, quality time antara orang

tua, khususnya ibu, dan anak; dan tidak luput juga, mainan-mainan sederhana yang bisa dibuat

sendiri oleh si anak dengan pendampingan orang tua di rumah.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat beberapa jenis alat permainan

untuk anak yang telah dikembangkan seperti Boneka Tangan oleh Elizabeth Peabody yang terdiri

atas dua boneka tangan yang berfungsi sebagai tokoh mediator. Boneka ini dapat dilengkapi pula

dengan papan magnet, gambar-gambar, atau kantong pintar sebagai pelengkap. Fungsinya adalah

untuk memberikan program pengetahuan dasar yang mengacu pada aspek pengembangan

bahasa. Salah seorang ibu dengan akun instagram @iburakarayi berbagi ceritanya tentang hand

puppet yang dibuatnya bersama si anak dari bekas botol air mineral. Sang ibu memotong-motong

dan melubangi botol, sisanya si anak yang menyobek-nyobek kertas, menempel satu persatu,

hingga proses mengecat.

Ada juga boneka jari yang terbuat dari kain yang tidak mudah robek dan lembut sifatnya,

biasanya terbuat dari wol, flanel atau kain perca. Untuk membuat boneka jari ini biasanya kain

dibentuk sesuai dengan figur cerita. Banyak bentuk dan jenisnya, sesuai dengan tema yang ingin

dimainkan, seperti seri binatang, keluarga, kartun, dan lain sebagainya. Raka, anak dari pemilik

akun instagram @iburakarayi juga sempat membuat finger puppet sederhana yang terbuat dari

kertas.

Froebel di salah satu giftnya, memiliki permainan khusus yang disebut dengan balok

Blocdoss. Blocdoss berupa balok bangunan, yaitu suatu kotak besar berukuran 20 x 20 cm yang

terdiri dari balok-balok kecil berbagai ukuran yang merupakan kelipatannya. Balok Blocdoss

dikenal dengan istilah kotak kubus. Kotak kubus ini pun banyak digunakan sebagai salah satu

jenis Alat Permainan Edukatif untuk melatih motorik dan daya nalar anak. Kiranya

@stellasutjiadi dalam akun instagramnya, mengadaptasi Blocdoss dengan menggabungkan balok

dan playdough (lilin mainan) untuk anaknya, Daffa. Hasilnya berbagai gedung beraneka bentuk

dan rumah-rumahan karya sang anak.

Kotak alfabet dan kartu lambang bilangan tidak ketinggalan menjadi contoh dari alat

permainan edukatif yang ada di Indonesia. Kotak alfabet misalnya, kotak ini berisi huruf-huruf

alfabet yang dibuat di atas potongan karton dupleks berukuran 5x5 cm. Kotak ini berfungsi untuk

anak yang sedang belajar membaca. Sedangkan kartu lambang bilangan berisikan tulisan angka

dari 1-50 atau 1-100. Biasanya dibuat dari bahan dupleks berukuran 5x5 cm yang bertujuan agar

anak mengenal lambang bilangan dan belajar menghitung. Dengan sedikit modifikasi,

@stellasutjiadi berhasil membuat alat permainan edukatif tersebut untuk Daffa di rumah.

Macam-macam alat permainan tidak sampai di situ. Ada Hammer, yang berfungsi untuk

melatih koordinasi mata dan tangan, serta konsentrasi saat berusaha mengenai palu ke setiap

tuasnya.

Dilihat dari gambar di atas, selain manfaat-manfaat yang sudah disebutkan, manfaat lainnya

menurut @stellasutjiadi yaitu anak dapat mempelajari warna saat anak berusaha mencocokkan

tiap warna badut dengan petunjuk bintang di setiap lubang. Untuk anak yang sudah hapal dengan

warna, bermain bisa dikembangkan dengan mengajak anak untuk mendengarkan instruksi warna

mana yang dipukul oleh orang yang mendampinginya bermain.

Bermain intinya adalah bersenang-senang dan berkreasi dengan mengoptimalkan

perkembangan anak, disesuaikan dengan usia dan tingkat perkembangannya. Untuk

pengembangan aspek fisik yang dapat merangsang motorik halus, anak bisa banyak

menggunakan gunting, pensil, lilin mainan, balok, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk

pengembangan aspek kognitif yaitu dengan pengenalan suara, ukuran, bentuk, dan warna. Alat

permainan yang bisa digunakan contohnya adalah buku gambar, pensil warna, spidol, boneka,

dan lain sebagainya. Seperti yang terlihat pada akun instagram @ummuumar18, ia membiarkan

anaknya berkreasi menggunakan bahan-bahan sederhana yang mudah didapat:

Selain dari hal-hal tersebut di atas, kita sebagai orang Indonesia juga mengenal permainan

tradisional yang tak kalah edukatif. Karena sederhana, mainan-mainan ini bisa dibuat sendiri dan

harganya relatif murah bahkan tidak perlu mengeluarkan rupiah sepeserpun dalam

pengaplikasiannya. Beberapa diantaranya adalah:

1. Engklek, adalah permainan yang mengharuskan anak-anak untuk melompati kotak-

kotak dengan tulisan angka di atasnya. Untuk bermain engklek, seseorang diharuskan

melemparkan batu kecil, karet penghapus atau penanda lainnya pada nomor tertentu. Ia

kemudian harus melompati kotak yang tidak terisi karet penghapus hanya dengan satu

kaki. Engklek melatih anak untuk berhitung dan mengenal angka. Permainan tradisional

ini juga melatih keseimbangan tubuh, yang berperan penting dalam perkembangan

kemampuan sensori integrasi pada anak.

2. Kapal-kapalan yang terbuat dari kulit jeruk Bali. Kreasi semacam ini mengajarkan pada

anak-anak untuk mendaur ulang barang bekas atau sampah menjadi sesuatu yang

berguna. Berkreasi dengan kulit jeruk Bali juga melatih kreativitas anak untuk

bereksplorasi dengan imajinasi yang ia miliki.

3. Gobak sodor atau galah asin adalah permainan daerah yang melibatkan dua kelompok

beranggotakan sekitar tiga sampai lima orang anak. Permainan khas Indonesia ini cukup

menguras tenaga karena mengharuskan tiap kelompok untuk mempertahankan

barisannya selagi anggota kelompok lainnya berusaha untuk menerobos melewati garis

“pertahanan” lawan. Selain menyehatkan bagi anak-anak karena mengharuskan anak

untuk bergerak dan berlari, gobak sodor juga mengajarkan anak-anak tentang

pentingnya kerja sama dalam tim. Dengan bermain dalam kelompok, para pemain

berlatih untuk saling bertanggung jawab dan bekerja sama dengan anggota

sekelompoknya untuk mencapai tujuan yang sama: mempertahankan “benteng”.

4. Bekel, permainan tradisional favorit yang biasanya dimainkan anak-anak perempuan.

Bekel adalah permainan yang menggunakan sebuah bola karet (disebut juga bola bekel)

dan biji-bijian. Dalam permainan ini, para pemain ditantang untuk mengambil biji bekel

satu per satu selagi bola dilempar dan dipantulkan. Cara bermain bekel yang

mengharuskan anak untuk berkonsentrasi pada gerakan bola sekaligus pada posisi biji

bekel amat baik untuk melatih sistem koordinasi motorik. Tangan kanan, tangan kiri dan

mata harus bergerak beriringan dalam permainan ini.

5. Congklak (dikenal pula dengan berbagai nama lain seperti dakon atau dhakonan) adalah

permainan tradisional Indonesia yang melibatkan dua pemain yang diharuskan untuk

mengumpulkan biji congklak yang tersebar di tiap-tiap cekungan papan congklak

sebanyak-banyaknya. Banyaknya biji congklak yang digunakan dalam permainan ini

mengajarkan anak untuk berhitung. Anak juga sekaligus belajar mengatur strategi

melalui peraturan permainan yang telah ditetapkan.

Kesimpulan

Anak usia dini adalah anak yang tugas perkembangannya diberikan stimulasi positif melalui

metode bermain karena dapat merangsang berpikir konstruktif dan kreatifitasnya. Apapun jenis

atau bentuknya, permainan yang sifatnya mengedukasi adalah penting untuk pertumbuhan

maupun perkembangan anak usia dini, baik dari aspek fisik yang mencakup motorik kasar dan

halus, aspek kognitif, aspek perkembangan bahasa, maupun aspek sosialnya.

Intinya, bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan, mengasyikkan, dan menggairahkan,

yang dilakukan dengan sukarela tanpa “iming-iming” apapun. Bermain adalah kegiatan yang bebas.

Anak bebas membuat aturan sendiri dan mengoperasikan fantasinya. Memang banyak mainan-

mainan edukatif yang sudah tersedia, tetapi lebih baik lagi apabila anak bisa membuat mainannya

sendiri. Karena dengan berkarya, anak memulai sesuatu dari awal, dari proses, kemudian belajar

mengikuti arahan dan instruksi. Ketika sudah jadi, mainan buatan sendiri memberi kebanggaan

tersendiri bagi anak. Mereka merasa puas karena dapat membuat sesuatu. Selama tidak keluar

dari syarat-syarat yang sudah ditentukan bahwa mainan harus mengandung nilai pendidikan;

aman atau tidak berbahaya; menarik dilihat dari warna dan bentuknya; sesuai dengan minat dan

taraf perkembangan anak; sederhana, murah, dan mudah diperoleh; ukuran dan bentuknya sesuai

dengan usia anak; berfungsi mengembangkan kreatifitas dan kecerdasan anak, jangan batasi anak

untuk berkreasi.

Referensi

Afifah, N. (2015, Februari 9). Alasan Pembelajaran PAUD Menggunakan Pendekatan Bermain . Dipetik

April 17, 2015, dari Membumikan Pendidikan: http://membumikan-

pendidikan.blogspot.com/2015/02/alasan-pembelajaran-paud-menggunakan.html

Afifah, N. (2015, Maret 23). Macam-Macam dan Bentuk-Bentuk Permainan Pendidikan Anak Usia Dini .

Dipetik April 17, 2015, dari Membumikan Pendidikan: http://membumikan-

pendidikan.blogspot.com/2015/03/macam-macam-dan-bentuk-bentuk-permainan.html

Budi, A. (2015, April 6). Manfaat Membuat Mainan Sendiri Bagi Anak. Dipetik April 18, 2015, dari

Mainan Edukatif: http://mainanedukatif.net/manfaat-membuat-mainan-sendiri-bagi-anak/

Lailakhoiris. (2012). Makalah APE. Dipetik April 18, 2015, dari Laila Khoiris:

https://lailakhoiris.wordpress.com/makalah-ape/

Nisa, B. (2014, Oktober 2). 5 mainan tradisional Indonesia yang “jadul” namun edukatif. Dipetik April

19, 2015, dari Aquila Style Bahasa: http://bahasa.aquila-style.com/wisata-gaya-hidup/gaya-hidup-

kosmopolita/5-mainan-tradisional-indonesia-yang-jadul-namun-edukatif/51313/

Skb, A. (2014, Maret 1). Jenis-jenis Alat Permainan Edukatif - APE. Dipetik April 19, 2015, dari Anak

PAUD Bermain Belajar: http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/2014/03/jenis-jenis-alat-

permainan-edukatif-ape.html

Temorubun, K. I. (2011). Pandangan Pestalozzi dan Froebel Tentang Pendidikan. Dipetik April 17,

2015, dari https://leonardoansis.wordpress.com/goresan-pena-sahabatku-yono/pandangan-

pestalozzi-dan-froebel-tentang-pendidikan/