1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/jppp7105-bcd03328d5fullabstract.pdf · hurlock, elizabeth,...

14
1 / 3

Upload: vocong

Post on 20-Aug-2019

322 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/JPPP7105-bcd03328d5fullabstract.pdf · Hurlock, Elizabeth, B., (1999). Psikologi Perkembangan: â Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupanâ

1 / 3

Page 2: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/JPPP7105-bcd03328d5fullabstract.pdf · Hurlock, Elizabeth, B., (1999). Psikologi Perkembangan: â Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupanâ

Table of Contents

No. Title Page

1 Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Tawuran pada RemajaLaki-laki yang Pernah Terlibat Tawuran di SMK 'B' Jakarta

1 - 11

2 Pengaruh Fear Of Failure Dan Motivasi Berprestasi Terhadap ProkrastinasiAkademik Pada Mahasiswa Yang Berasal Dari Program Akselerasi

12 - 20

3 Hubungan Antara Perceived Autonomy Support Siswa terhadap Guru denganKreativitas Siswa Kelas XI SMA Insan Mulia Surabaya

21 - 29

4 MOTIVASI BERPRESTASI PADA MAHASISWA BERPRESTASI DARIKELUARGA TIDAK MAMPU SECARA EKONOMI

30 - 36

5 Coping Pada Ibu yang Berperan Sebagai Orangtua Tunggal Pasca KematianSuami

37 - 41

6 Hubungan Antara Self Efficacy Dengan Penyesuaian Diri Pada Taruna AkademiAngkatan Laut

42 - 49

7 Psychological Well-Being Ayah Tunggal Dengan Anak Penderita Cerebral Palsy 50 - 58

8 Hubungan Tingkat Self-Efficacy dengan Tingkat Burnout pada Guru SekolahInklusif di Surabaya

59 - 68

9 Confirmatory Factor Analysis Tes Inteligensi Kolektip Indonesia Tingkat Menengah(TIKI-M)

69 - 76

2 / 3

Page 3: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/JPPP7105-bcd03328d5fullabstract.pdf · Hurlock, Elizabeth, B., (1999). Psikologi Perkembangan: â Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupanâ

Vol. 3 - No. 1 / 2014-04TOC : 1, and page : 1 - 11

Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Tawuran pada Remaja Laki-laki yang Pernah Terlibat Tawuran diSMK 'B' Jakarta

Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Tawuran pada Remaja Laki-laki yang Pernah Terlibat Tawuran diSMK 'B' Jakarta

Author :Herdina Indrijati |Fakultas PsikologiNuri Aprilia | [email protected] Psikologi

Abstract

This research was intended to found out if there is any relationship between emotional intelligence and Vandalism in maleadolescents that involve in Vandalism at SMK 'B' Jakarta. Emotional itelligence revealed by Salovey and Mayer (1997)while the juvenille delliquincies mentioned by Jensen (1992). This research was applied to 44 male adolescents,between the age of 15-18 years old, involved in vandalisme between schools and currently studying in SMK 'B' Jakarta.Respondents are male. quessionares was used in this reseach. Emotional intelligence scale that are being used in thisresearch MSCEIT from the research of schutte, mal-ouff, and bhullar (2009) reliability score is 0.924 and for thevandalism scale was contructed by researcher with the reliability score of 0.917. Data analysis used is parametric statisticwith Pearson correlation test using SPSS 16.0 program from windows. The result reveals that emotional intelligencecorrelates with juvenille deliquincies. The correlations coefficient between two variables is 0.702 with the significants of0.000. This proves that the results denied the zero hypothesis and accepted the alternate hypothesis. This result showednegatif relations between emotional intelligence and Vandalism in male adolescents that involve in Vandalism at SMK 'B'Jakarta.

Keyword : Emotional, Intelligence, Juvenile, Delinquency, Adolescent, Tawuran, ,

Daftar Pustaka :1. Dariyo, A,, (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor : Ghalia Indonesia2. Goleman D., (1997). Kecerdasan Emosional: Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ. Heryana T, penerjemah.Jakarta (ID) : PT Gramedia Pustaka Utama3. Hurlock, Elizabeth, B., (1999). Psikologi Perkembangan: “Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan―(Terjemahan Istiwidayanti & Soedjarno). Jakarta : Penerbit Erlangga

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

3 / 3

Page 4: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/JPPP7105-bcd03328d5fullabstract.pdf · Hurlock, Elizabeth, B., (1999). Psikologi Perkembangan: â Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupanâ

Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Tawuran pada Remaja Laki-laki yang Pernah Terlibat Tawuran di SMK 'B' Jakarta

Nuri Aprilia

Herdina Indrijati

Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Korespondensi: Nuri Aprilia, Departemen Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, e-mail: [email protected]

Abstract This research was intended to found out if there is any relationship between

emotional intelligence and Vandalism in male adolescents that involve in Vandalism at SMK 'B'

Jakarta. Emotional itelligence revealed by Salovey and Mayer (1997) while the juvenille

delliquincies mentioned by Jensen (1992). This research was applied to 44 male adolescents, between

the age of 15-18 years old, involved in vandalisme between schools and currently studying in

SMK 'B' Jakarta. Respondents are male. quessionares was used in this reseach. Emotional intel-

ligence scale that are being used in this research MSCEIT from the research of schutte, mal-

ouff, and bhullar (2009) reliability score is 0.924 and for the vandalism scale was contructed by

researcher with the reliability score of 0.917. Data analysis used is parametric statistic with Pearson

correlation test using SPSS 16.0 program from windows. The result reveals that emotional intel-

ligence correlates with juvenille deliquincies. The correlations coefficient between two variables

is 0.702 with the significants of 0.000. This proves that the results denied the zero hypothesis

and accepted the alternate hypothesis. This result showed negatif relations between emotional

intelligence and Vandalism in male adolescents that involve in Vandalism at SMK 'B' Jakarta.

Keywords: Emotional Intelligence, Juvenile Delinquency, Adolescent, Tawuran

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antar

kecerdasan emosi dengan perilaku delinkuesi pada remaja yang pernah terlibat tawuran di

Jakarta. Kecerdasan emosi yang dimaksud dalam penelitian ini diungkapkan oleh Salovey dan

Mayer (1997), sedangkan perilaku delinkuensi diungkap oleh Jensen (1992). Penelitian ini

dilakukan pada 44 remaja laki-laki berusia 15-18 tahun, pernah terlibat dalam tawuran, dan

bersekolah di SMK 'B' Jakarta. Keseluruhan responden adalah laki-laki. Alat pengumpulan

data berupa kuisioner. Skala kecerdasan emosi penulis mentranslasi alat ukur Mayer-Salovey-

Carusso Emotional Intelligence Test (MSCEIT) dalam penelitian Schutte, Malouff, & Bhullar

(2009), nilai reliabilitasnya adalah 0,924, sedangkan untuk skala perilaku

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 3 No.01 , April 2014 1

Page 5: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/JPPP7105-bcd03328d5fullabstract.pdf · Hurlock, Elizabeth, B., (1999). Psikologi Perkembangan: â Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupanâ

PENDAHULUAN

Kota Jakarta adalah Ibukota Negara

Indonesia, dimana penduduknya dituntut untuk

berpikiran maju dan mempunyai perkembangan

yang pesat. Namun sebagai kota besar Jakarta tak

lepas dari banyak permasalahan. Salah satu

masalah yang terjadi adalah pada remajanya. Dari

sekian banyak permasalahan yang dialami oleh

remaja, yang cukup mencolok di Jakarta adalah

mengenai perkelahian antar pelajar atau tawuran

pelajar.

Melanjutkan data tawuran pelajar oleh

Bimmas Polda Metro Jaya tersebut, Komisi

Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan

sedikitnya sudah 17 pelajar meninggal dunia akibat

tawuran di wilayah Jabodetabek sejak 1 Januari 2012

hingga 26 September 2012. Jumlah ini meningkat

dari tahun sebelumnya yang memakan korban 12

jiwa pelajar. Pada enam bulan pertama tahun 2012

saja telah terjadi 128 kasus tawuran di Jakarta dan 12

kasus perkelahian menyebabkan kematian.

Sementara itu pada tahun 2011 terjadi 335 kasus

tawuran yang menyebabkan 82 anak meninggal

dunia. (“Tawuran Pelajar Meningkat”, 2012). Data

terbaru yang d idapatkan o leh Komis i

Perlindungan Anak tercatat sepanjang Januari-

November 2013 ini terdapat 255 kasus tawuran

pelajar di kota Jakarta. Menurut Komnas Anak

jumlah ini meningkat sekitar 44 persen di

bandingkan tahun lalu yang hanya 128 kasus.

Dalam 255 kasus kekerasan antarpelajar SMP dan

SMA yang tercatat, 20 siswa meninggal dunia. Dan

ratusan lainnya mengalami luka berat dan luka

ringan. (“2013, Tawuran Meningkat Tajam”, 2013).

Peneliti melakukan penelitian di SMK 'B'

Jakarta, namun peneliti tidak bisa mendapatkan

data resmi mengenai jumlah siswa yang pernah

melakukan tawuran dari pihak sekolah.

Dikarenakan pihak sekolah merasa jika

sekolahnya sedang menjadi sorotan. Dan mereka

mengatakan tidak dapat memberikan data

dikarenakan untuk nama baik sekolah itu sendiri.

Namun Informasi yang peneliti dapat dari staff

pendidik di SMK tersebut, yaitu guru bimbingan

konseling sekolah ini, mereka mengakui jika

memang para siswanya sering terlibat di dalam

sebuah tawuran. Ini di dapatkan dari hasil

wawancara singkat peneliti dengan guru

bimbingan konseling SMK 'B' Jakarta. Berikut

pernyataan dari guru bimbingan konseling

sekolah tersebut.

“Setiap bulan sih pasti ada mbak

kasus yang berhubungan dengan

tawuran. Guru bolak-balik dipanggil

kepolisian itu sudah biasa. Beberapa

siswa kami juga ada yang meninggal

karena tawuran. Tapi dari sekolah

sendiri sudah melakukan banyak

cara untuk mengatasi tawuran.

Misalnya memberi penyuluhan,

memberikan sanksi berat kepada

siswa yang terlibat tawuran, dan

sekolah sudah melakukan banyak

cara untuk mengatasi tawuran.

Misalnya memberi penyuluhan,

memberikan sanksi berat kepada

2

Nuri Aprilia, Herdina Indrijati

tawuran disusun sendiri oleh penulis dengan nilai reliabilitas 0,917. Analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah statistic parametric dengan teknik uji korelasi Pearson. Uji korelasi Pearson

menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for Windows. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecer-

dasan emosi memiliki korelasi dengan perilaku delinkuensi. Besarnya koefisiensi korelasi (r) antara

dua variabel tersebut adalah 0,702 dengan taraf signifikansi 0,000. Sehingga hal ini membuat hipotesis

nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Hasil temuan ini menunjukkan jika terdapat hubungan

negatif antara kecerdasan emosi dengan Perilaku Tawuran pada Remaja Laki-laki yang Pernah Terlibat

Tawuran di SMK 'B' Jakarta.

Kata kunci : Kecerdasan emosi, perilaku delinkuensi, tawuran, remaja

Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 3 No. 01 , April 2014

Page 6: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/JPPP7105-bcd03328d5fullabstract.pdf · Hurlock, Elizabeth, B., (1999). Psikologi Perkembangan: â Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupanâ

siswa yang terlibat tawuran, dan

sekolah sudah melakukan sweeping

ke lokasi-lokasi yang biasa dijadikan

tempat berkumpul para siswa setiap

pulang sekolah dan melakukan

tawuran. Tapi kadang anak kami

tawuran itu untuk melindungi

dirinya karena diserang duluan sama

sekolah lain”

Pernyataan dari guru SMK 'B' Jakarta

tersebut menggambarkan jika tawuran

memang pernah beberapa kali terjadi pada

siswa sekolah ini. Walaupun tidak dapat

diketahui secara kuantitatif berapa kali

jumlah pasti siswa yang melakukan

tawuran.

Dari data-data mengenai tawuran diatas,

memang hampir seluruhnya dilakukan para

pelajar SMA maupun SMP. Para pelajar ini masih

masuk ke dalam kategori remaja. Dimana masa

remaja awal dalam rentang 12-15 tahun, masa

remaja pertengahan dalam rentang 15-18 tahun

dan masa remaja akhir dalam rentang 18-21 tahun

(Monks, 1999). Umumnya di Indonesia usia 12-18

tahun merupakan usia bagi pelajar Sekolah

Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas.

Dalam masa remaja juga disebutkan

sebagai masa badai dan stress (storm and stress)

yaitu suatu masa di mana ketegangan emosi

meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan

kelenjar. Meningginya emosi disebabkan karena

remaja berada dalam sebuah tekanan yang

menuntutnya untuk menjadi harapan baru yang

baik di masa depan. Keadaan tertekan semacam

ini juga dapat menyebabkan gagalnya seorang

remaja menyelesaikan sebuah permasalahannya,

sehingga masa remaja sering dikatakan sebagai

usia bermasalah. Masalah-masalah yang terjadi

pada remaja sering menjadi masalah yang sulit

untuk diatasi juga dikarenakan para remaja merasa

mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi

masalahnya sendiri dan menolak bantuan

keluarga, orangtua dan guru. Selain itu, remaja

juga dituntut untuk bertanggung jawab terhadap

pengendalian perilaku sosialnya sendiri, sesuai

dengan harapan sosial (Hurlock, 1999).

Banyak faktor yang dapat menyebabkan

terjadinya kenakalan yang dilakukan oleh remaja,

misalnya tumbuh dalam keluarga yang

berantakan, kemiskinan dan lain sebagainya.

Namun ada peran yang dilakukan oleh

keterampilan atau kecerdasan emosional yang

melebihi kekuatan keluarga dan ekonomi, dan

peran itu sangat penting dalam menentukan

sejauh mana remaja atau seorang anak tidak

dipengaruhi oleh kekerasan atau sejauh mana

mereka menemukan inti ketahanan guna

menanggung kekerasan. (Goleman, 2000).

Kecerdasan emosional diartikan sebagai

kemampuan mengenali perasaan sendiri dan

orang lain serta mampu mengelola emosi tersebut

dengan memotivasi diri sendiri. Kecerdasan emosi

sangat diperlukan oleh anak, terutama remaja

yang sangat rentan dengan tindakan delinkuen

(Gottman, 1992), bahwa anak-anak yang bisa

mengenali dan menguasai emosinya lebih percaya

diri, lebih baik prestasinya dan akan menjadi orang

dewasa yang mampu mengendalikan emosinya.

Kecerdasan emosi menunjukkan pada suatu

kemampuan untuk mengatur dan mengelola

dorongan-dorongan emosi yang terdapat dalam

diri individu. Keberhasilan atau kegagalan remaja

dalam mengelola emosinya inilah yang digunakan

peneliti untuk menyoroti apakah kecerdasan

emosi memiliki hubungan dengan terjadinya

perilaku delinkuensi pada remaja yang pernah

terlibat tawuran. Peneliti tertarik meneliti

mengenai kenakalan remaja dilihat dari sudut

pandang individualnya yaitu sisi kecerdasan

emosinya.

TINJAUAN PUSTAKA

Remaja Laki-Laki

Banyak teor i yang menje laskan

bagaimana sebuah agresivitas muncul, apakah

karena pengaruh biologis genetis, pengaruh

3

Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Tawuran pada Remaja Laki-laki yang PernahTerlibat Tawuran di SMK 'B' Jakarta

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 3 No. 01, April 2014

Page 7: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/JPPP7105-bcd03328d5fullabstract.pdf · Hurlock, Elizabeth, B., (1999). Psikologi Perkembangan: â Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupanâ

lingkungan atau karena pengaruh dari

proses pembelajaran. Selain itu, ada pula yang

mengansumsikan bahwa, pengaruh budaya sangat

mempengaruhi perilaku agresif, setidaknya

muncul dalam stereotip budaya. Dalam psikologi

gender, juga ada anggapan bahwa, sikap agresivitas

juga dipengaruhi oleh jenis kelamin.

Sering diungkapkan bahwa laki-laki lebih

agresif daripada perempuan, ini dibuktikan dari

banyaknya penelitian yang berbeda dengan

indicator yang sama. Penelitian eksperimen yang

dilakukan oleh Bandura menguatkan pernyataan,

bahwa laki-laki lebih agresif dari pada perempuan.

Hasil penelitian lintas budaya yang dilakukan oleh

Whiting dan Edward (dalam Segall dkk, 1999),

dalam penelitian ini menunjukkan bahwa: Anak

lelaki lebih menunjukkan ekspresi dominan, Anak

laki-laki merespon secara agresif hingga memulai

tingkah laku agresif, Anak laki-laki lebih

menampilkan agresi dalam bentuk fisik atau

verbal. Pada anak perempuan, agresivitas

diwujudkan secara tidak langsung. Bentuknya

adalah menyebarkan gossip atau kabar burung,

atau dengan menolak atau menjauhi seseorang

sebagai bagian dari lingkungan pertemanan

(Baron & Byrne, 1994).

Penelitian-penelitian ini menunjukkan

bahwa, memang terdapat bukti kuat yang

membedakan perilaku agresivitas antara laki-laki

dan perempuan, baik dari segi intensitas, arah, dan

bentuk-bentuk agresi yang dimunculkan. Remaja

laki-laki lebih menujukkan agresivitas dalam

ekspresi fisik, sedangkan perempuan lebih kepada

ekspresi emosional. Hal ini juga sejalan dengan

kasus-kasus tawuran pelajar yang terjadi hampir

seluruhnya dilakukan oleh anak laki-laki.

Perilaku Tawuran

Menurut Kartono (2006), kelompok tawuran

remaja ini pada masa awalnya merupakan

kelompok bermain yang dinamis. Permainan yang

mula-mula bers i f a t net ra l , ba ik , dan

menyenangkan, kemudian berubah menjadi

sebuah perilaku eksperimental yang berbahaya

dan sering mengganggu atau merugikan orang

lain. Pada akhirnya kegiatan tersebut menjadi

sebuah tindakan kriminal. Dengan semakin sering

frekuensi kegiatan bersama dalam bentuk

keberandalan dan kejahatan itu membuat

kelompok remaja ini menjadi semakin “ahli”

dalam berkelahi dan terbentuk sebuah perilaku

“perkelahian kelompok”, pengeroyokan, perang

batu, dan termasuk perkelahian antarsekolah.

Aksi demikian ini mempunya tujuan khusus yaitu

mendapatkan prestige individual juga memiliki

dalih untuk menjunjung tinggi nama sekolah.

Mustofa (1998) membagi jenis-jenis tawuran

pelajar menjadi:

a. Tawuran pelajar antara dua kelompok

pelajar dari sekolah yang berbeda yang

mempunyai rasa permusuhan yang telah

terjadi turun-temurun / bersifat tradisional.

b. Tawuran pelajar antara dua kelompok

pelajar. Kelompok yang satu berasal dari satu

sekolah, sedangkan kelompok yang lainnya

berasal dari suatu perguruan yang didalamnya

tergabung beberapa jen is sekolah .

Permusuhan yang terjadi di antara dua

kelompok ini juga bersifat tradisional.

c. Tawuran pelajar antara dua kelompok

pelajar dari sekolah yang berbeda yang bersifat

insidental. Perkelahian jenis ini biasanya

dipicu situasi dan kondisi tertentu. Misalnya

suatu kelompok pelajar yang sedang menaiki

bus secara kebetulan berpapasan dengan

kelompok pelajar yang lainnya. Selanjutnya

terjadilah saling ejek-mengejek sampai

akhirnya terjadi tawuran.

d. Tawuran pelajar antara dua kelompok

pelajar dari sekolah yang sama tetapi berasal

dari jenjang kelas yang berbeda, misalnya

tawuran antara siswa kelas II dengan siswa

kelas III.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya

Tawuran

Menurut Kartono (2006) ada beberapa faktor yang

menyebabkan terjadinya perkelahian antar

kelompok atau tawuran, dan faktor-faktor itu

4

Nuri Aprilia, Herdiana Indrijati

Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. No. 01 , April 2014

Page 8: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/JPPP7105-bcd03328d5fullabstract.pdf · Hurlock, Elizabeth, B., (1999). Psikologi Perkembangan: â Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupanâ

terbagi ke dalam dua jenis yaitu faktor internal dan

faktor eksternal.

1. Faktor Internal

Faktor internal mencakup reaksi frustasi negatif,

gangguan pengamatan dan tanggapan pada diri

remaja,gangguan cara berfikir pada diri remaja,

dan gangguan emosional/perasaan pada diri

remaja. Tawuran pada dasarnya dapat terjadi

karena tidak berhasilnya remaja untuk

mengontrol dirinya sendiri.

Gangguan pengamatan dan tanggapan pada diri

remaja antara lain berupa : ilusi, halusinasi, dan

gambaran semu. Pada umumnya remaja dalam

memberi tanggapan terhadap realita cenderung

melalui pengolhan batin yang keliru, sehingga

timbullah pengertian yang salah. Hal ini

disebabkan oleh harapan yang terlalu muluk-

muluk dan kecemasan yang terlalu berlebihan.

aman dan takut terhadap sesuatu yang tidak jelas;

dan perasaan rendah diri yang dapat melemahkan

cara berfikir, intelektual dan kemauan anak.

2. Faktor Eksternal

Selain faktor dari dalam (internal) yang dapat

menyebabkan tawuran juga ada beberapa faktor

dari luar, yaitu keluarga, lingkungan sekolah yang

tidak menguntungkan dan lingkungan sekitar.

Keluarga memegang peranan penting dalam

membentuk watak anak. Kondisi keluarga sangat

berdampak pada perkembangan yang dialami

seorang anak, apabila hubungan dalam

keluarganya baik maka akan berdampak positif

begitupun sebaliknya, jika hubungan dalam

keluarganya buruk maka akan pula membawa

dampak yang buruk terhadap perkembangan

anak. Misalnya rumah tangga yang berantakan

a k a n m e n ye b a b k a n a n a k m e n g a l a m i

ketidakpastian emosional, perlindungan dari

orang tua, penolakan orang tua dan pengaruh

buruk orang tua.

Bentuk-Bentuk Perilaku Tawuran

Menurut sarwono (2010) ada beberapa bentuk

perilaku yang biasa muncul pada saat suatu

kelompok tawuran yaitu:

1. Perkelahian, pengancaman atau

intimidasi pada orang lain,

2. Merusak fasilitas umum. Seperti

melakukan penyerangan ke sekolah lain, dll.

3. Mengganggu jalannya aktifitas orang lain.

Tawuran yang terjadi juga menyebabkan

terganggunya aktifitas orang lain atau

masyarakat d i seki tarnya . Sepert i

pembajakan bus atau kendaraan umum.

4. Melanggar aturan sekolah,

5. Melanggar undang-undang hukum yang

berlaku di suatu Negara

6. Melanggar aturan orang tua

Perilaku tawuran pelajar yang dilakukan oleh para

remaja ini memang sudah dikategorikan sebagai

bentuk tindakan kriminal karena tidak hanya

membahayakan bagi diri sendiri namun juga

menjadikan pihak lain sebagai korban, bahkan

masyarakat sekitar yang tidak ikut terlibat dalam

perilaku tawuran ini juga mendapatkan kerugian

fisik maupun materi. Bentuk tindakan tawuran ini

sudah termasuk ke dalam bentuk perilaku

delinkuensi (juvenile delinquency).

Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosional merupakan tipe

dari kecerdasan sosial yang melibatkan

kemampuan untuk memonitor emosi diri dan

orang lain, membedakan jenis emosi tersebut dan

menggunakannya untuk mengerahkan pikiran

dan kemampuan dirinya sendiri. Konsep ini

kemudian dikembangkan oleh Goleman sendiri

sebagai suatu kecakapan emosional yang meliputi

kemampuan mengendalikan diri, memiliki

semangat dan ketekunan, kemampuan

memotivasi diri, ketahanan menghadapi frustasi,

kemampuan mengatur suasana hati, dan

kemampuan menunjukkan empati, harapan serta

optimism. Individu juga mampu membina

hubungan yang baik dengan orang lain dan mudah

mengenali emosi pada orang lain dengan penuh

perhatian (Goleman, 1997).

Menurut Salovey dan Mayer (1990)

medefinisikan arti formal dari kecerdasan

5Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 3 No. 01 , April 2014

Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan

Perilaku Tawuran pada Remaja Laki-laki yang

Pernah Terlibat Tawuran di SMK 'B' Jakarta

Page 9: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/JPPP7105-bcd03328d5fullabstract.pdf · Hurlock, Elizabeth, B., (1999). Psikologi Perkembangan: â Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupanâ

emosional adalah Kemampuan untuk

memonitor perasaan diri sendiri dan perasaan

orang lain, untuk membedakan diantara

mereka, dan menggunakan informasi ini untuk

menjadi suatu dasar pemikiran dan tindakan

dari seseorang. Kemudian definisi ini

disempurnakan dan dipecah menjadi empat

bagian kemampuan yang berbeda namun tetap

berkaitan, yaitu: mengamati, menggunakan,

memahami, dan mengelola emosi (Mayer &

Salovey, 1997).

1. Cabang pertama dari kecerdasan

emosional, perceiving emotions atau

mengamati emosi, adalah kemampuan

untuk mendeteksi dan mengartikan emosi

di wajah, gambar, suara, dan artefak budaya.

Ini juga mencakup kemampuan untuk

mengidentifikasi emosi sendiri. Mengamati

emosi merupakan aspek yang paling dasar

kecerdasan emosional, karena membuat

semua proses lainnya dari informasi

emosional menjadi mungkin.

2. Cabang kedua kecerdasan emosional,

using emotions atau menggunakan emosi,

adalah kemampuan untuk memanfaatkan

emosi untuk memfasilitasi berbagai

kegiatan kognitif, seperti berpikir dan

memecahkan suatu masalah.

3. Cabang ketiga kecerdasan emosional,

understanding emotions atau pemahaman

emosi , adalah kemampuan untuk

memahami bahasa emosi dan untuk

menghargai hubungan yang rumit antara

emosi.

4. C a b a n g k e e m p a t k e c e r d a s a n

emosional, managing emotions atau

mengelola emosi, terdiri dari kemampuan

untuk mengatur emosi dalam diri kita

sendiri dan orang lain. Semua orang pasti

sudah akrab dengan waktu dalam hidup

mereka yang kapan akan mereka miliki

s e m e n t a r a , d a n k a d a n g - k a d a n g

memalukan, kehilangan mengendalikan

emosi mereka. Oleh karena itu, orang yang

cerdas emosi dapat memanfaatkan emosi,

bahkan yang negatif, dan mengatur mereka

untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

METODE PENELITIAN

Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti

adalah penelit ian kuantitat i f. teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah

teknik survey. Berdasarkan tujuannya,

penelitian ini termasuk dalam penelitian

eksplanasi. Penelitian eksplanasi adalah

penelitian yang berusaha untuk menjelaskan

sebab dari suatu fenomena yang terjadi

(Neuman, 2006). Populasi penelitian ini adalah

seluruh siswa laki-laki di kelas XII di SMK 'B'

Jakarta. Pengisian alat ukur dilakukan oleh

seluruh siswa laki-laki kelas XII di SMK 'B'

Jakarta. Namun untuk analisis data hanya

menggunakan data dari 44 siswa yang pernah

terlibat dalam tawuran di Jakarta.

Penelitian ini dilakukan pada 44 remaja laki-laki

berusia 15-18 tahun, pernah terlibat dalam

tawuran, dan bersekolah di SMK 'B' Jakarta.

Keseluruhan responden adalah laki-laki. Alat

pengumpulan data berupa 2 buah kuisioner.

Skala kecerdasan emosi penulis mentranslasi

alat ukur milik Mayer-Salovey-Carusso

Emotional Intelligence Test (MSCEIT) dalam

penelitian Schutte, Malouff, & Bhullar (2009),

nilai reliabilitasnya adalah 0,924, sedangkan

untuk skala perilaku tawuran disusun sendiri

oleh penulis dengan nilai reliabilitas 0,917.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah statistic parametric dengan teknik uji

korelasi Pearson. Uji korelasi Pearson

menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for

Windows.

HASIL PENELITIAN

Hasil uji korelasi antara kecerdasan emosi

dengan perilaku tawuran menunjukkan bahwa

nilai p kedua variabel tersebut sebesar p = .000.

Berdasarkan dasar pengambilan keputusan uji

korelasi maka dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan diantara kedua variabel

6

Nuri Aprilia, Herdina Indrijati

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 3 No. 01 , April 2014

Page 10: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/JPPP7105-bcd03328d5fullabstract.pdf · Hurlock, Elizabeth, B., (1999). Psikologi Perkembangan: â Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupanâ

tersebut sebesar -0.702, arti tanda (-) berarti hasil

uji korelasi adalah negatif. Dapat dilihat jika

korelasi antara kedua variabel cukup tinggi

diantara 0,50 – 1,0 (Cohen, dalam Pallant 2011),

sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa arah

hubungan kedua variabel tersebut adalah negatif.

Dari hasil analisis data tersebut berarti bisa

diartikan jika kecerdasan emosi tinggi maka

perilaku tawuran pada Remaja Laki-laki yang

Pernah Terlibat Tawuran di SMK 'B' Jakarta akan

cenderung rendah begitu juga sebaliknya.

PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini hasil analisa data

menunjukkan jika terdapat hubungan negatif

antara kecerdasan emosi dengan perilaku

tawuran pada remaja laki-laki yang terlibat

tawuran. Dari hasil analisis data tersebut berarti

bisa diartikan jika kecerdasan emosi tinggi maka

perilaku tawuran pada remaja akan cenderung

rendah. Kecerdasan emosi dalam penelitian ini

mencakup kemampuan seseorang mengamati

emosi, kemampuan menggunakan emosi,

memahami emosi, dan kemampuan mengelola

emosi. Untuk perilaku tawuran yang termasuk ke

dalam perilaku delinkuensi, maka dikategorikan

ke dalam kenakalan yang menimbulkan korban

fisik pada orang lain, menimbulkan korban

materi pada orang lain, dan kenakalan yang

melawan status. Penelitian ini sejak awal telah

menyebutkan jika perilaku tawuran adalah salah

satu bentuk dari perilaku delinkuensi,

sebagaimana yang telah dijelaskan dalam

tinjauan pustaka.

Maka dari beberapa uraian diatas dan

hasil uji analisis, hasil penelitian ini mendukung

penelitian sebelumnya yaitu sebuah penelitian

yang dilakukan oleh Lomas, Stough, Hansen &

Downey (2011) yang mengatakan jika kecerdasan

emosi memiliki hubungan dengan keterlibatan

remaja melakukan perilaku delinkuensi atau

kenakalan pada remaja.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Castillo, Salguero,

Berrocal, & Balluerka (2013) pada remaja di

Negara Spanyol menemukan sebuah hasil

penelitian jika remaja yang mempunyai

kecerdasan emosi yang baik akan membuat

tingkat perilaku delinkuensi seseorang menjadi

rendah, begitu pula sebaliknya. Penelitian

selanjutnya dilakukan oleh Setyowati (1999) yang

menunjukkan bahwa remaja yang memiliki

kecerdasan emosi rendah cenderung melakukan

perbuatan delinkuen daripada mereka yang

memiliki kecerdasan emosi yang tinggi.

Penelitian ini menggunakan hipotesis

berarah dikarenakan ingin mendukung

penelitian yang telah dilakukan oleh Moesono

dkk (1996) yang mengatakan jika terdapat

perbedaan gambaran kecerdasan emosi pada

siswa yang sering ikut terlibat dalam tawuran.

Remaja yang memiliki kecerdasan emosi yang

baik akan dapat mengontrol diri agar tidak

melakukan tindakan-tindakan kekerasan yang

merugikan diri mereka sendiri maupun orang

lain. Penelitian lainnya yang juga mendukung

penelitian ini adalah penelitian dari Moskat dan

Sorensen (2012). Penelitian tersebut meyebutkan

jika individu yang memiliki kecerdasan

emosional yang lebih tinggi akan lebih mampu

menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial

yang terbentuk sebelumnya, sehingga menjadi

kurang agresif dan kurang cenderung untuk

melanggar hukum juga melakukan perilaku

kekerasan atau perilaku delinkuensi.

Hasil hubungan antara kecerdasan emosi

dengan perilaku delinkuensi pada remaja yang

terlibat tawuran di Jakarta pada penelitian ini

tergolong besar, yakni 0,702. Berarti terdapat

hubungan yang cukup kuat dari kecerdasan

emosi terhadap terjadinya perilaku delinkuensi.

Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Goleman

(2000) yang menyatakan jika banyak faktor yang

dapat menyebabkan terjadinya kenakalan yang

dilakukan oleh remaja, misalnya tumbuh dalam

keluarga yang bermasalah, kemiskinan dan lain

sebagainya. Namun ada peran yang dilakukan

oleh keterampilan atau kecerdasan emosional

yang melebihi kekuatan keluarga dan ekonomi,

7Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 3 No. 01 , April 2014

Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan

Perilaku Tawuran pada Remaja Laki-laki yang

Pernah Terlibat Tawuran di SMK 'B' Jakarta

Page 11: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/JPPP7105-bcd03328d5fullabstract.pdf · Hurlock, Elizabeth, B., (1999). Psikologi Perkembangan: â Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupanâ

dan peran itu sangat penting dalam menentukan

sejauh mana remaja atau seorang anak tidak

dipengaruhi oleh kekerasan atau sejauh mana

mereka bertahan saat menghadapi kekerasan.

Kecerdasan emosi dari subjek penelitian

ini sebagian besar tergolong pada kategori

sedang dan rendah (tabel 4.6). Dari data tersebut

telah digabungkan antara subjek penelitian yaitu

44 remaja laki-laki yang pernah terlibat tawuran

di SMK 'B' Jakarta, dan populasi yaitu jumlah

keseluruhan kelas XII di SMK 'B' Jakarta. Dari 127

siswa yang mengikuti pengisian kuisioner dalam

penelitian ini terdapat 44 siswa yang pernah

terlibat tawuran dan 83 siswa yang tidak pernah

melakukan tawuran. Dari norma untuk

kecerdasan emosi dapat dilihat jika terdapat 26

subjek yang tergolong ke dalam kecerdasan

emosi rendah dan sangat rendah. Jumlah

keseluruhan subjek yang tergolong rendah dan

sangat rendah terdapat pada subjek yang pernah

terlibat tawuran, dan 18 subjek yang pernah

terlibat tawuran memiliki kecerdasan emosi

yang tergolong sedang. Dari data norma yang ada

dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosi dari

subjek penelitian cenderung rendah.

Sedangkan untuk perilaku tawuran dari

subjek penelitian ini sebagian besar tergolong

sedang, tinggi, dan sangat tinggi (tabel 4.9). dari

127 siswa yang mengisi kuisioner terlihat jelas

pada tabel 4.9 jika 44 subjek yang pernah terlibat

tawuran tergolong ke dalam kategori tinggi dan

sangat tinggi. Hanya 4 subjek yang masuk ke

dalam kategori sedang. Terlihat jelas perbedaan

antara siswa yang pernah terlibat dalam tawuran

dan yang tidak pernah terlibat dalam tawuran.

Dari kecerdasan emosinya-pun terlihat jika siswa

yang pernah terlibat tawuran memiliki

kecerdasan emosi yang cenderung rendah.

Analisis norma ini semakin menguatkan hasil

penelitian ini jika terdapat hubungan negatif

antara kecerdasan emosi dengan perilaku

tawuran pada remaja laki-laki di SMK 'B' Jakarta.

Walaupun dari 127 remaja laki-laki di

SMK 'B' Jakarta hanya 44 siswa yang dapat

dijadikan subjek penelitian untuk remaja yang

pernah terlibat tawuran, namun hal ini cukup

mengkhawatirkan dikarenakan hanya dalam

satu sekolah di Jakarta jumlah siswa yang

melakukan perilaku tawuran cukup tinggi. Jika

dikaitkan dengan data dari Komisi Perlindungan

Anak Indonesia mengenai kasus tawuran pelajar

di DKI Jakarta pada tahun 2013 yang berjumlah

255 kasus, maka bisa dikatakan jika remaja yang

terlibat dalam tawuran di Jakarta ini sangat

banyak jumlahnya.

Dengan banyaknya remaja yang terlibat

d a l a m t a w u r a n i n i m e n j a d i s a n g a t

mengkhawatirkan mengingat salah satu tugas

perkembangan pada masa remaja adalah

menjadi warga Negara yang bertanggung jawab.

Dimana untuk dapat mewujudkan tugas ini,

umumnya remaja berusaha mempersiapkan diri

dengan menempuh pendidikan formal dan non-

formal agar memiliki taraf ilmu pengetahuan,

keterampilan/ keahlian yang professional

Havighurst (dalam Dariyo, 2004). Schaie (dalam

Dariyo, 2004) mengatakan jika masa tersebut

diistilahkan sebagai masa aquisitif yakni masa di

mana remaja berusaha untuk mencari bekal

pengetahuan dan keterampi lan guna

mewujudkan cita-citanya agar menjadi seorang

ahli yang profesional di bidangnya. Karena itu

adalah hal wajar agar remaja dipersiapkan dan

mempersiapkan diri secara matang dan sebaik-

baiknya. Setiap sekolah yang ada pastinya

mengajarkan hal-hal baik kepada siswanya guna

mempersiapkan diri para siswa untuk terjun ke

masyarakat. Namun kenyataan yang terjadi pada

saat ini marak terjadi tawuran atau perkelahian

antar sekolah yang dilakukan oleh para siswa.

Tentu saja tawuran ini adalah kegiatan yang

negatif dan tidak ada manfaatnya untuk para

remaja. Tawuran hanya akan menyebabkan

korban dan kerugian fisik maupun materi.

Perilaku penyerangan atau tawuran ini

adalah perilaku yang diakibatkan kurangnya

kemampuan seorang remaja untuk mengelola

emosi atau kemarahannya. Hal ini sejalan

8

Nuri Aprilia, Herdina Indrijati

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 3 No. 01 , April 2014

Page 12: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/JPPP7105-bcd03328d5fullabstract.pdf · Hurlock, Elizabeth, B., (1999). Psikologi Perkembangan: â Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupanâ

dengan pernyataan Salovey dan Mayer (1990)

yang mengatakan jika orang yang memiliki

kecerdasan emosi mampu menyalurkan

kemarahannya untuk hal-hal yang positif. Bisa

dicontohkan dalam hal tawuran remaja ini. Jika

seorang remaja yang merasa marah atau tidak

terima jika sekolahnya diserang atau diperolok

oleh sekolah yang dianggap 'musuh'nya, remaja

yang mempunyai kecerdasan emosi yang baik

akan dapat menyalurkan kemarahannya melalui

hal yang lebih positif, contohnya mungkin

dengan melakukan sesuatu yang bisa membuat

s e k o l a h n y a l e b i h b e r p r e s t a s i l a g i .

Kemarahannya bisa dijadikan sebuah motivasi

untuk menjadi lebih baik. Sehingga hasil yang

didapat dari penelitian ini adalah remaja yang

memiliki kecerdasan emosi yang tinggi maka

akan membuat perilaku delinkuensi pada

remaja cenderung menjadi rendah.

Dari hasil wawancara singkat dengan

guru sekolah tersebut, yang hasil wawancara

terdapat pada latar belakang, dapat diambil

kesimpulan jika sekolah sendiri sudah cukup

banyak mengupayakan cara agar meminimalisir

terjadinya tawuran ini. Namun kembali lagi

kepada siswanya masing-masing. Tiap-tiap

individu pastinya memiliki cara berpikir dan

kemampuan mengolah emosi yang berbeda.

Dan kemampuan mengolah emosi yang rendah

inilah yang membuat seorang remaja akan

melakukan tawuran. Semua doktrin ataupun

ajakan untuk melakukan tawuran, perkelahian,

ataupun penyerangan terhadap sekolah lain

tidak akan berpengaruh untuk remaja yang

memiliki kecerdasan emosi yang tinggi.

Penelitian ini dilakukan hanya pada

subjek laki-laki. Dikarenakan dalam beberapa

teori mengenai peri laku del inkuensi

menyebutkan jika anak laki-laki lebih banyak

y a n g m e l a k u k a n ke n a k a l a n r e m a j a

dibandingkan anak perempuan. Anak laki-laki

lebih sering terlibat dalam perilaku kekerasan.

Menurut penelitian dari Saad (2003)

perbandingan anak laki-laki dan anak

perempuan melakukan tindakan perkelahian

pelajar adalah 50:1.

Penelitian ini tentunya memiliki

beberapa kelemahan yang dapat mempengaruhi

pembahasan atau analisis pada subjek. Beberapa

kelemahan dalam penelitian ini yaitu : Metode

pengambilan data menggunakan uji terpakai.

Dimana alat ukur yang digunakan pada subjek

tidak melalui uji coba awal sebelumnya. Uji coba

berguna untuk mengetahui apakah aitem-aitem

yang tersedia sudah cukup jelas dan mudah

dipahami. Sedang dalam penelitian ini

penyusunan alat ukur hanya dibantu oleh rater

atau professional judgment dalam menilai

perbaikan kalimat yang digunakan dalam alat

ukur tersebut. Namun uji coba terpakai

digunakan karena keterbatasannya jumlah

populasi subjek. Kelemahan selanjutnya

penelitian ini hanya dilakukan di satu sekolah.

Sehingga jumlah subjek yang didapat tidak

terlalu banyak.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil uji analisa data

didapatkan sebuah kesimpulan jika terdapat

hubungan negatif antara kecerdasan emosi

dengan perilaku delinkuensi pada remaja yang

pernah terlibat tawuran di Jakarta. Hubungan

negative ini menunjukkan jika semakin tinggi

kecerdasan emosi seorang remaja makan akan

semakin rendah perilaku delinkuensi atau

kenakalan pada remaja. Saran untuk peneliti

selanjutnya : mengumpulkan data pasti jumlah

pelajar yang tawuran sehingga memungkinkan

untuk menggunakan metode random sampling.

Jika ingin meneliti mengenai tawuran pelajar

bisa melakukan penelitian di beberapa sekolah

agar mendapat subjek yang lebih banyak. Saran

untuk sekolah yang siswanya terlibat tawuran :

bisa memberikan pendekatan secara individual

kepada siswa yang terlibat tawuran. Karena

pendekatan individual ini dapat melatih siswa

agar lebih memiliki keterampilan memahami

emosi. Saran untuk remaja yang terlibat tawuran

: untuk mencegah terjadinya tawuran sebaiknya

9

Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan

Perilaku Tawuran pada Remaja Laki-laki yang

Pernah Terlibat Tawuran di SMK 'B' Jakarta

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 3 No. 01 , April 2014

Page 13: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/JPPP7105-bcd03328d5fullabstract.pdf · Hurlock, Elizabeth, B., (1999). Psikologi Perkembangan: â Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupanâ

siswa langsung kembali ke rumah masing-masing setelah pulang sekolah. Jika ingin melakukan aktifitas

lain bisa dilakukan di sekolah karena akan lebih aman dengan pengawasan guru, dan kemungkinan

terjadinya penyerangan dari sekolah lainpun semakin kecil. Untuk para remaja yang merasa mudah

terpancing emosi akibat penyerangan sekolah lai dapat mencoba untuk menyalurkan kemarahannya pada

kegiatan seperti olahraga dan ekstrakulikuler lainnya di sekolah.

DAFTAR PUSTAKABaron, R.A., Byrne, D. (1994). Social psychology: understanding human interaction, (10th ed.), Allyn &

Bacon, A Division of Simon & Schuster, Inc, Boston.Castillo R, Salguero JM, Fernández-Berrocal P, Balluerka N. (2013). Effects of an emotional intelligence

intervention on aggression and empathy among adolescents. Journal of adolescent.Dariyo, A, (2004). Psikologi Perkembangan Remaja, Bogor : Ghalia Indonesia. E. Bynum, Jack. Dan E. Thompson, William. (2002). Juvenile Delinquency a Sociological Approach. Boston:

A Pearson Education Company. Fifth editions.Goleman D. (1997). Kecerdasan Emosional: Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ. Heryana T,

penerjemah. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.Hurlock, Elizabeth, B. (1999). Psikologi Perkembangan: “Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan” (Terjemahan Istiwidayanti & Soedjarno). Jakarta: Penerbit Erlangga.Jensen, G., & Rojek, D. G. (1992). Delinquency and youth crime. Prospect Heights, Ill: Waveland.Kartono, Kartini. (2006). Kenakalan Remaja. Jakarta: Raja Grafindo PersadaKim, D. H., Wang, C., Ng, K. M. (2010). A rasch rating scale modeling of the schutte self - Report

emotional intelligence scale in a sample of international students. Assessment, 17,4, 484-496.Lomas, J., Stough, C., Hansen, K. e Downey, L. A. (2011) Brief report: Emotional intelligence,

victimisation and bullying in adolescents. Journal of Adolescence, doi:10.1016/j.adolescence.2011.03.002.

Magai, C., Distel, N., & Liker, R. (1995). Emotion socialisation, attachment and patterns of adult emotional traits. Cognition and Emotion, 9(5),461–481.

Mayer, J. D., & Salovey, P. (1997). What is emotional intelligence? In P. Salovey & D. Sluyter (Eds.), Emotional development and emotional intelligence: Educational implications (pp. 3–31). New York, NY: Basic Books.

Moskat,H.J., & Sorensen, K.M. (2012). Let's talk about feelings: Emotional Intelligence and Aggression Predict Juvenile Offense. Honors in Psychology, Whitman College.

Moesono, A. dkk. (1996). Faktor-faktor pendukung terjadinya perkelahian sekolah dan kecenderungan pemecahan masalah oleh siswa. Kerjasama proyek Pembinaan Anak & Remaja Dirjend Kebudayaan dan Pusat Penelitian Kemasyarakatan & Budaya Lembaga Penelitian UI.

Monks, F.J., Knoers, A.M.P., Rahayu, Haditono, Siti, (1999). Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya, Cetakan 2, Gadjah Mada University Press, Yogjakarta.

Munthe, J. (2013, 21 Desember). 2013, Tawuran meningkat tajam. sh.news [on-line]. Diakses pada tanggal 27 Desember 2013 dari http://www.shnews.co/detile-29900-2013-tawuran-pelajar-meningkat-tajam.html

Mustofa, M. (1998). Perkelahian massal pelajar antar sekolah di DKI Jakarta Studi kasus berganda, rekonstruksi berdasarkan paradigma konstruksivisme. Disertasi (Tidak Diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Pallant, J. (2011). SPSS Survival Manual (4th Ed). Sydney: Midland Typesetter.thPapalia, D.E., Olds, S.W. dan Feldman, R.D. (2007). Human Development. 10 edition. New York :

McGraw Hill. International Edition.

10

Nuri Aprilia, Herdina Indrijati

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol.3 No.01 , April 2014

Page 14: 1 / 3journal.unair.ac.id/downloadfull/JPPP7105-bcd03328d5fullabstract.pdf · Hurlock, Elizabeth, B., (1999). Psikologi Perkembangan: â Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupanâ

Priliawito, E & Ruqoyah, S. (2012, 28 September). Sederet Tawuran Pelajar di Jabodetabek Sejak Awal 2012 Metronews [on-line]. Diakses pada tanggal 18 April 2013 dari http://metro.news.viva.co.id/news/read/354946-sederet-tawuran-pelajar-di-jabodetabek-sejak-awal-2012

Saad, Hasballah M. (2003). Perkelahian Pelajar: Potret Siswa SMU di Jakarta. Yogyakarta: Galang Press.

Salovey P and Mayer J. (1990). Emotional Intellidence. Imagination, cognition, and personality, 9(3), 185-21

Santrock, John W, (2007). Adolescence (�nd ed). Washingtin, DC:Mc Graw-Hill.

Sarwono, S. W. (2010). Psikologi Remaja, Edisi Revisi., Jakarta: PT Raja Grafindo.

Schutte, N. S., Malouff, J. M., & Bhullar, N. (2009). The Assessing Emotions Scale. In C. Stough, D.Saklofske & J. Parker (Eds.), The Assessment of emotional intelligence (pp. 119-135). New York: Springer.

Segall, M. H., Berry, J. W., Poortinga, Y. H., & Dasen, P. R. (1999). Cross-cultural psychology: Research and applications. Cambridge: Cambridge University Press

Teja, M. (2012).Tawuran Pelajar dan Pendidikan Karakter di Jakarta. Info Singkat Kesekahteraan Sosial. IV (19), 9-10.

Tawuran pelajar meningkat (2012, 23 November) Antara.news [on-line]. Diakses pada tanggal 18 April 2013 dari http://www.antaranews.com/berita/322987/tawuran-pelajar-meningkat

11Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 3 No.01 , April 2014

Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan

Perilaku Tawuran pada Remaja Laki-laki yang

Pernah Terlibat Tawuran di SMK 'B' Jakarta