100406051 - yuli elizabeth a (uts).pdf
TRANSCRIPT
PERENCANAAN KOTA Tugas 3 – Penerapan Pedestrian pada Perencanaan Kota
Teori/Aturan Dasar, Studi Kasus
RTA-3223
DISUSUN OLEH
YULY ELIZABETH ARYATNIE
100406051 [email protected]
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
ABSTRAK
Dalam paper ini, akan dibahas mengenai teori dasar perencanaan kota yang berkaitan dengan unsur pedestrian yang kemudian akan dikaitkan dengan penerapannya secara nyata di beberapa kota khsuusnya yang akan kita bahas di dalam laporan ini adalah bagaimana penerapan nyatanya di Kota Medan (Jalan Bridgjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan) dan di Kota Salatiga (Jalan Sudirman). Pedestrian juga diartikan sebagai pergerakan atau sirkulasi atau perpindahan orang atau manusia dari satu tempat ke titik asal (origin) ke tempat lain sebagai tujuan (destination) dengan berjalan kaki (Rubenstein, 1992). Penyediaan jalur pedestrian kadang kala kurang menjadi perhatian, dianggap kurang penting, padahal peran dari adanya jalur pedestrian ini sangatlah penting karena di area inilah banyak terjadi perkembangan dan interaksi sosial masyarakat. Oleh karena itu, dalam laporan ini akan kita bahas bagaimana sebenarnya teori perencanaan suatu jalur pedestrian yang baik dilengkapi dengan analisa penerapannya secara nyata di beberapa kota yang kemudian akan diberikan gambaran dan saran sehingga diharapkan akan memberikan suatu jalan keluar untuk menciptakan pedestrian yang nyaman dan bersahabat bagi pejalan kaki. Studi kasus di dalam laporan ini kana tertuju pada 2 tempat, yakni: Kota Semarang yakni di Jalan Pahlawan & Jalan Sudirman di Kota Salatiga.
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pejalan kaki adalah orang yang bergerak dalam satu ruang dengan berjalan kaki.
Semua orang adalah pejalan kaki, bahkan pengendara kendaraan bermotor pun termasuk
pejalan kaki untuk dapat berpindah dari kendaraan lainnya, untuk menuju ke tempat lain atau
sebaliknya. Jalur pejalan kaki merupakan elemen yang penting dalam perencanaan kota,
tetapi sayangnya seringkali diabaikan begitu saja. Denyut kehidupan kota dan vitalitas kota
terlihat dari adanya aktifitas pejalan kaki di ruang kota. Berjalan kaki merupakan bagian dari
sistem transportasi atau sistem penghubung kota (linkage system) yang cukup penting.
karena dengan berjalan kaki dapat dapat mencapai semua sudut kota yang tidak dapat
ditempuh dengan kendaraan bermotor. Selain itu, suatu jalur pedestrian dikatakan baik
apabila mampu memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki yang memakainya. Dalam
laporan inilah akan dibahas lebih lanjut mengenai tata cara aturan untuk standar
perencanaan pedestrian yang baik.
Lokasi kota pertama yang akan menjadi studi kasus dalam laporan ini adalah di
Kota Semarang yakni di Jalan Pahlawan. Kawasan Jl. Pahlawan merupakan kawasan
yang menjadi landmark kota Semarang. Pada Kawasan Jl. Pahlawan ini, setiap orang
menuju ke pusat kota hampir dipastikan melewati Jl. Pahlawan. Jl. Pahlawan cukup strategis
karena dapat dicapai oleh segala lapisan masyarakat dari berbagai sarana transportasi.
Sebagian pedestrian di jalan ini dimanfaatkan oleh PKL. Walaupun, masih ada tersedianya
area bagi pejalan kaki, namun para pejalan lebih memilih untuk berjalan di badan jalan
dimana akhirnya pemnfaatan pedestrian tidak berlangsung sebagaimana mestinya. Nah,
masalah inilah yang akan menjadi studi pembahasan dalam laporan ini nantinya.
Lokasi kota kedua yang akan menjadi studi kasus dalam laporan ini adalah di Kota
Salatiga tepatnya di Jalan Sudirman. Nah disini kita akan melihat bagaimana penerapan
pedestrian di kota ini yang bukan saja difungsikan untuk pejalan kaki tapi juga difungsikan
untuk aktivitas perdagangan oleh para PKL (Pedagang Kaki Lima) dimana tentu saja akan
sangat mempengaruhi perilaku dan tingkat kenyamanan dari pejalan kaki itu sendiri. .”
Pembahasan lebih lanjut akan dilakukan di subbab laporan berikut.
1.2 Perumusan Masalah
o Bagaimanakah teori perencanaan pedestrian di suatu kota yang baik/sesuai?
o Bagaimanakah penerapan perencanaan pedestrian di kota lainnya seperti di Kota
Medan dan Kota Salatiga?
o Apa saja saran/rekomendasi yang bisa menjadi acuan untuk perbaikan akan unsur
pedestrian di kedua kota tersebut yang masih buruk?
1.3 Tujuan Penulisan Laporan
o Mengetahui perencanaan pedestrian di suatu kota yang baik dan benar berdasarkan
teori perencanaan kota
o Mengetahui dan menganalisa penerapan perencanaan pedestrian di kota lain yakni
Kota Semarang yakni di Jalan Pahlawan.
o Mengetahui dan menganalisa penerapan perencanaan pedestrian di kota lain yakni
o Kota Salatiga tepatnya di Jalan Sudirman.
1.4 Manfaat Penulisan Laporan
o Memberikan gambaran akan teori perencanaan pedestrian yang baik dan benar
berdasarkan teori perencanaan kota.
o Memberikan gambaran akan penerapan perencanaan pedestrian di Kota Semarang
yakni di Jalan Pahlawan.
o Memberikan gambaran akan penerapan perencanaan pedestrian di Kota Salatiga
tepatnya di Jalan Sudirman.
1.5 Sistematika Penulisan
Pada laporan ini, sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:
Bab I. Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang pembuatan laporan.
Gambaran singkat akan lokasi kota yang akan menjadi studi kasus di dalam laporan ini.
Bab II. Teori, meliputi kajian dan pembahasan teori yang berlaku dalam
perencanaan pedestrian di suatu kota yang baik dan benar.
Bab III. Studi Kasus, membahas tentang bagaimana penerapan perencanaan
pedestrian di 2 Kota yang menjadi bahan studi kasus yaitu Kota Semarang yakni di
Jalan Pahlawan dan Kota Salatiga tepatnya di Jalan Sudirman.
Bab IV. Kesimpulan, menjelaskan tentang kesimpulan akhir dari berbagai studi
kasus dan teori yang telah dibahas di dalam laporan yang diikuti dengan
rekomendasi/saran perbaikan untuk studi kasus.
Daftar Pustaka, berisi referensi bahan untuk pembuatan laporan ini.
BAB II. Kajian Teori
Pedestrian berasal dari bahasa latin “Pedos” yang artinya kaki, sehingga Pedestrian
berarti: orang yang berjalan kaki. Pejalan kaki adalah orang yang bergerak/berpindah dari
suatu tempat titik tolak ke tempat tujuan dengan berjalan. Jalur pedestrian sebenarnya
merupakan elemen mendasar yang sangatlah penting di dalam perencanaan kota. Mengapa
demikian? Bayangkan saja, apabila suatu kota mempunyia sistem pedestrian yang baik,
otomatis akan mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian sepeda motor atau
kendaran lainnya untuk berpergian, meningkatkan aktivitas sosial para masyarakat kota serta
sangat membantu meningkatkan kualitas udara yang saat ini sangatlah buruk.
Nah di dalam bab ini, kita akan mengkaji berbagai teori perencanaan pedestrian yang
berkaitan dengan definisi pedestrian, perilaku manusia, lingkungan, posisinya sebagai
pedestrian, jalur pedestrian, fasilitas pedestrian, standar bagi kebutuhan elemen-elemen
pedestrian meliputi trotoar, aksesibilitas, usaha pedestrianisasi di kawasan pusat kota.
2.1 Definisi Pedestrian
o Definisi Pejalan Kaki (Pedestrian) : setiap orang yang menggunakan tenaga
manusia diluar sepeda.
o Definisi Pejalan Kaki yang memiliki kelemahan (Handicapped Pedestrian) :
pejalan kaki dengan kursi roda yang memiliki keterbatasan mobilitas, stamina,
kemampuan, waktu bertindak, keterbatasan penglihatan/pendengaran, atau mereka
yang sulit berjalan dengan atau tanpa peralatan pendukung. Disini, permainan roller
skate, in line skate dan skateboard juga termasuk pejalan kaki.
o Definisi Pedestrianisasi : sebuah metode untuk mengubah sebuah kawasan seperti
koridor jalan secara eksklusif untuk penggunaan pedestrian yang bertujuan untuk
menciptakan lingkungan pedestrian yang baik dengan udara yang bersih, tidak bising
serta aman.
o Menurut Murtomo dan Aniaty (1991) jalur pedestrian di kota-kota besar mempunyai fungsi terhadap perkembangan kehidupan kota, antara lain adalah:
Pedestrianisasi dapat menumbuhkan aktivitas yang sehat sehingga mengurangi kerawanan kriminalitas.
Pedestrianisasi dapat merangsang berbagai kegiatan ekonomi sehingga akan berkembang kawasan bisnis yang menarik.
Pedestrianisasi sangat menguntungkan sebagai ajang kegiatan promosi, pameran, periklanan, kampanye.
Pedestrianisasi dapat menarik bagi kegiatan sosial, perkembangan jiwa dan spiritual.
Pedestrianisasi mampu menghadirkan suasana dan lingkungan yang spesifik, unik dan dinamis di lingkungan pusat kota.
Pedestrianisasi berdampak pula terhadap upaya penurunan tingkat pencemaran udara dan suara karena berkurangnya kendaraan bermotor yang lewat.
2.2 Keselamatan Pedestrian
o Kecelakaan yang sering menimpa pejalan kaki, yang kurang menjadi perhatian para
pengendara kenderaan bermotor:
Ketidakhati-hatian pengendera kendaraan bermotor.
Tertabrak oleh kenderaan bermotor pada saat hendak menyeberang di persimpangan.
Tertabrak oleh kenderaan bermotor pada saat berjalan di depan jalan dengan arah yang sama dengan lalu lintas.
Kecepatan kenderaan yang melampaui batas.
Tiba-tiba berjalan pada suatu kawasan (banyak dialami pejalan kaki usia anak-anak).
Pejalan kaki yang berada di belakang kenderaan.
Kecelakaan/konflik di kawasan kota.
2.3 Kebutuhan Pedestrian
o Perancangan jalur pedestrian dikatakan berhasil apabila mampu memenuhi berbagai
kebutuhan pejalan kaki yang memakainya. Seperti yang kita ketahui, pejalan kaki
yang memakai jalur pedestrian sangatlah beragam dari segi umur dan kecepatan
berjalan. Contohnya saja kecepatan berjalan kaki yang normal adalah 4,8 km/jam
sampai dengan 6.4 km/jam. Namun, untuk anak-anak dan orang tua akan memiliki
kecepatan berjalan yang lebih lambat yaitu dibawah 3,2 km/jam. Nah, disini haruslah
dipikirkan bagaimana jalur pedestrian yang dirancang mampu memenuhi kebutuhan
para pejalan kaki tersebut. Berikut beberapa kebutuhan standar yang dibutuhkan
pejalan kaki:
Jalur/kawasan berjalan yang aman dan nyaman dan terlindung.
Lokasi yang dekat untuk berjalan.
Jalur pedestrian yang mudah dilihat dari jauh.
Jalur pedestrian yang menarik dengan lingkungan yang bersih.
Adanya akses yang cukup untuk berjalan
Adanya objek-objek menarik di sekitar jalur pedestrian yang bisa dilihat/dinikmati pejalan kaki
Adanya interaksi sosial
2.4 Faktor penentu jarak tempuh pejalan kaki
o Ada 4 faktor yang menentukan kemampuan pejalan kaki untuk berjalan apakah itu
lama atau cepat, berikut ini:
Waktu/Time, bergantung pada tujuan pejalan kaki. Kalau untuk rekreasi/berbelanja, tentunya pejalan kaki akan mampu berjalan dalam waktu yang sangat lama dibanding pejalan kaki yang berjalan dengan tujuan untuk berangkat kerja, dimana pejalan kaki tentunya akan memilih jalan yang dapat ditempuh dalam waktu singkat.
Sesuai/Convenience, merencanakan jalur pedestrian sebaik dan senyaman mungkin seperti disediakannya trotoar dan perlindungan terhadap gangguan iklim serta cuaca tentu saja akan mendorong pejalan kaki untuk berjalan sampai ke tempat tujuannya.
Ketersediaan akan kenderaan bermotor.
Pola Tata Guna Lahan.
2.5 Jarak Perjalanan yang sesuai
o Berikut merupakan ketentuan jarak berjalan yang logis/masuk akal:
Penempatan fasilitas-fasilitas masyarakat, taman-taman lingkungan dan kawasan
umum lain yang sering menjadi tujuan pejalan kaki dengan jarak tidak lebih dari
400 meter dari tempat asal pejalan kaki.
Jarak maksimum dari tempat parkir dan lokasi sirkulasi pejalan kaki menuju pintu
masuk suatu bangunan sebesar 90 meter.
Penyeberangan jalan ditempatkan 120-180 meter di kawasan yang sering
digunakan pejalan kaki.
Pejalan kaki diharapan berjalan sejauh 300 meter ke kawasan parkir dan sekitar
535 meter menuju stasium kereta komuter.
o Berikut kegiatan berjalan yang perlu diterapkan dalam perencanaan pedestrian:
Berjalan untuk mendapatkan bus.
Berjalan sambil melihat-lihat window shopping.
Berjalan dari tempat kerja.
Berjalan dengan kekasih.
Berjalan ke sekolah.
Berjalan-jalan sore di hari minggu.
2.6 Kebutuhan Ruang
o Kita harus mampu menyediakan jalur pejalan kaki (pedestrian) yang cukup bagi para
pejalan kaki karena salah satu alasan mengapa orang tidak cenderung ingin jalan
kaki hanya dikarenakan keterbatasan jalur pejalan kaki yang tersedia bagi mereka
sedangkan volume pejalan kaki meningkat pula.
o Karakteristik pejalan kaki berdasarkan pembagian usia:
Usia 0-4 tahun
- Belajar berjalan.
- Membutuhkan pengawasan orangtua.
- Pengembangan kemampuan melihat dan persepsi yang lebih mendalam.
Usia 5-12 tahun
- Lebih bebas, masih butuh pengawasan.
- Kedalaman persepsi kurang.
- Pelanggaran/kecelakaan di persimpangan jalan.
Usia 13-18 tahun
- Perasaan Kebal.
- Pelanggaran/kecelakaan di persimpangan jalan.
Usia 19-40 tahun
- Aktif, berhati-hati akan lalu lintas.
Usia 45-65 tahun
- Refleksi yang menurun
Usia 65 tahun ke atas
- Kesulitan menyeberang jalan
- Penglihatan yang kurang
- Kesulitan mendengar suara kenderaan yang mendekat dari belakang
Nah, dari karakteristik pejalan kaki dari berbagai usia yang sudah diuraikan di atas,
akan menunjukkan bagaimana pedestrian itu seharusnya drancang sesuai
kebutuhan yang diperlukan.
Untuk pejalan kaki dengan usia lanjut/usia tua perlu adanya perhatian dalam
merancang/merencanakan jalur pejalan kaki /pedestrians, yaitu:
Penambahan pembatas/curb (bulb-outs dan curb extensions).
Tanda-tanda yang memperlihatkan jarak, setiap 60 kaki dengan tanda mudah
untuk dibaca.
Pendisiplinan lalu lintas.
Pelindung dan peneduh.
Pegangan tangan (handrails)
Permulaan jalur pejalan kaki yang rata tanpa halangan
Tanda-tanda kecepatan berjalan yang lebih rendah dari pada kecepatan berjalan
normal.
o Pejalan kaki dengan kelemahan tertentu (disabilities)
Elemen yang perlu diperhatikan dalam perencanaan jalur pejalan kaki bagi para
pejalan kaki dengan kelemahan tertentu (disabilities), berikut:
Ramp dan cut penahan.
Peringatan taktis .
Tombol tombol aktivasi yang gampang diraih.
Sistem pemberuan tanda dan pesan yang dapat didengar.
Huruf braille untuk komunikasi.
Tanda untuk keceptana berjalan yang lebih rendah dari kecepatan jalan normal.
Maksimum level/tingkat 1:20 dan lereng penyeberangan 1:5 (ram 1:12).
Tanpa perlindungan pada jalur kenderaan.
Mengurangi jarak penyeberangan jalan (perluasan buld-culb and curb).
Pendisiplinan lalu lintas.
Pegangan tangan (hand rails).
Permukaan jalur pejalan yang rata dan terhalang.
2.7 Tingkat Karakteristik Pengunaan dan Pejalan Kaki
o Berikut ini merupakan alasan yang mengakibatkan rendahnya tingkat pejalan kaki,
yang bisa menjadi bahan pertimbangan dalam merancang/merencanakan jalur
pedestrian yang baik dan nyaman:
Kurangnya fasilitas seperti trotoar.
Kegagalan menyediakan sistem yang saling berhubungan antara fasilitas-fasilitas
pejalan kaki.
Tidak mampunya menyediakan fasilitas ke dan dari kawasan kawasan tujuan
yang diminati.
Cuaca yang buruk.
Kurangnya pencahayaan.
2.8 Faktor Meningkatkan Aktivitas Berjalan
o Berikut beberapa faktor penentu untuk meningkatkan aktivitas berjalan menurut
Richard K. Untermann dalam bukunya yang berjudul Accomodating the
Pedestrian.
Safety / Keamanan Pedestrian.
Convenience / Sesuai.
Pleasure / Kenyamanan.
2.9 Fasilitas Pedestrian
o Menurut Pedestrians Facilities Guidebook, fasilitas pejalan kaki meliputi:
Trotoar dan fasilitas-fasilitas di jalan.
Jalur Pejalan Kaki dan Jalan Kecil (Pathways).
Ramp Penahan.
Pengatur Lalu Lintas dan Alat-Alat Pengontrol.
Jalur Penyeberangan.
Pemisah yang baik seperti jalan lintang jembatan penyeberangan.
Bahu Jalan yang luas di daerah pemukiman.
Elemen elemen seperti tanaman, semak-semak, landscaping dan bangku.
Teknologi lainnya seperti pembatas kecepatan/speed humps, penanaman
tanaman/planting strips, shelter/tempat berteduh, semi budaya dan pencahayaan.
o Trotoar merupakan kepemilikan antara garis penahan pada jalur lalu lintas dan
bersebelahan, dibuat dan dimaksudkan untuk kegunaan pejalan kaki, kepemilikan
pribadi yang pararel yang didekat dengan jalan raya.
2.10 Sistem Pedestrian Yang Efektif
o Untuk menciptakan sistem pedestrian yang efektif, berikut:
Memperluas bahu jalan, untuk meningkatkan keamanan pejalan kaki.
Trotoar, jalan kecil dan jalur pejalan kaki yang lebar, bebas dari kerusakan,
terpisah dari jalur lalu lintas.
Pemisah penyeberangan yang lebih tinggi
Perencanaan pedestrian yang baik dengan adanya perkembangan komersil.
Sirkulasi lalu lintas dan daya pandang.
Disain dan operasi yang baik bagi lalu lintas dan tanda-tanda pejalan kaki,
termasuk tombol tombol bagi pejalan kaki.
Pemisah antara pejalan kaki dengan kendaraan bermotor pada lokasi tertentu.
2.11 Jalan yang Bersahabat Bagi Pejalan Kaki
o Berikut karakteristik jalan yang bersahabat bagi pejalan kaki:
Jalan yang berhubungan dan memiliki pola blok blok kecil yang memberikan
kesempatan baik bagi mobilitas dan akses pejalan kaki.
Jalan yang lebih sempit, menciptakan skala pejalan kaki dan dapat menurunkan
kecepatan kenderaan.
Alat pendisiplinan lalu lintas untuk memperlambat lalu lintas dan menurunkan
batas kecepatan.
Pulau pulau jalan di tengah untuk memberikan kawasan istirahat bagi
penyeberangan pejalan kaki.
Penempatan ruang-ruang umum dan kantong kantong pejalan kakidi jalur
perjalanan utama pejalan kaki, bersamaan dengan disediakanya tempat
beristirahat dan berinteraksi.
Entrance bangunan yang tertutup yang dapat melindungi pejalan kaki dari cuaca.
Penanaman semak-semak/tanaman, landscaping dan pohon pohon jalan.
Lampu lampu jalan yang didesain.
Trotoar yang lebar dan menerus atau jalur berjalan terpisah yang mudah diakses.
Arah dan jalur pejalan kaki yang jelas, tombol pengaktifan mudah dicapai.
Fasad bangunan, relief arsitektural, jendela yang menarik.
Adanya banner, spanduk, patung-patung (fasilitas umum).
Adanya tanda informasi, kios, peta dan elemen lainnya yang dapat membanu
pejalan kaki.
2.11 Jalur Pedestrian
o Jalur Pedestrian merupakan jalur khusus bagi orang yang berjalan kaki.
o Fungsi Jalur Pedestrian, berikut:
Sebagai fasilitas Pejalan Kaki.
Penghubung antara kawasan yang satu dengan lainnya terutama kawasan
perdagangan, budaya dan pemukiman.
Sebagai unsur keindahan kota
Sebagai media/tempat terjadinya interaksi sosial
Sebagai sarana konservasi kota
2.12 Ketentuan Umum Jalur Pedestrian
o Berikut ini ketentuan dalam merencanakan jalur pedestrian kota:
Lintasan pejalan kaki dibuat sedekat mungkin, nyaman, lancar, aman dari
gangguan.
Jalur pejalan kaki yang menghubungkan tempat asal ke tempat tujuan dan
sebaliknya.
Jalur pejalan kaki yang dilengkapi dengan fasilitas meliputi: rambu-rambu,
penerangan.
Jalur pejalan kaki harus diperkeras agar permukaan jalan tidak licin saat hujan,
tidak tergenang serta lengkapilah jalur pejalan kaki dengan peneduh.
Pemisahan fisik antara jalur pejalan kaki dan jalur lalu lintas kenderaan.
2.13 Faktor Pendukung Jalur Pedestrian
o Elemen faktor pendukung jalur pedestrian, berikut:
Transit Umum berupa pemberhentian bus.
Perparkiran, yang diharapkan dapat mempersingkat jarak jalan kaki menuju jalur
pedestrian.
Jangkauan pelayanan kawasan pedestrian.
Kelancaran sirkulasi pejalan kaki dan memperhatikan keselamatan pejalan kaki
dari bahay kecelakaan dengan sistem penyekat waktu dan ruang. Sstem penyekat
waktu berupa rambu-rambu lalu lintas dan sistem penyekat ruang berupa
jembatan penyeberangan di atas jalan atau di bawah permukaan jalan.
Kehadiran jalur pedestrian yang dapat memperkuat karakter dari bangunan yang
ada.
Adanya perabotan jalan seperti tempat duduk, bak bunga, lampu penerangn, bak
sampah, rambu-rambu jalan, halte bus, telepon umu, bis surat dan sebagainya.
Perawatan jalur pedestrian secara intensif seperti pembersihan, pengangkutan
sampah, penggantian elemen-elemen yang rusak, penyiraman tanaman dan
pemupukan, pemangkasan dan sebagainya.
2.14 Jenis Jalur Pedestrian
o Berikut ini jenis-jenis jalur pedestrian di dalam bangunan:
Tempat berjalan kaki yang berarah vertikal seperti tangga dan ramp.
Tempat berjalan kaki yang berarah horizontal seperti koridor dan hall.
o Berikut ini jenis-jenis jalur pedestrian di luar bangunan yang terlindungi:
Arcade
Gallery
Selasar
Shopping Mall
Jembatan penyeberangan dan Terowongan
o Berikut ini jenis-jenis jalur pedestrian di luar bangunan yang tidak terlindungi:
Trotoar / Sidewalk
Jalan Setapak
Plaza
Pedestrian Mall
Penyeberangan sebidang berupa penyeberangan zebra cross dan pelikan
Lapak tunggu
2.15 Trotoar / Walkways
o terbuat dari beton, dinaikkan dari permukaan jalan, bersebelahan dengan pembatas,
terpisah dari pembatas oleh barisan pohon. o Lebar trotoar: 1,5 meter (5 kaki) di kawasan pemukiman; 1.8 meter sampai 4.6 meter
(6 sampai 15 kaki) o Walkways berbeda dari trotoar, dibuat di atas permukaan tanah tanpa kenaikan. o Walkways dipisahkan secara horisontal dengan semak semak atau parit. o Walkways terbuat dari beton seperti aspal, batu padat atau batu hancur.
o Kriteria Trotoar/Walkways yang baik:
Kemudahan mengakses koridor trotoar bagi semua pemakai.
Lebar yang sesuai.
Keamanan/safety.
Rute berjalan di sepanjang koridor trotoar yang jelas.
Adanya lansekap, pohon-pohon dan tanaman di koridor trotoar yang emberikan
kenyaman psikologi dan visual bagi pengguna trotoar.
Adanya ruang sosial di koridor trotoar berupa tempat berdiri, berkunjung dan
duduk dimana anak-anak bisa turut berpartisipasi secara aman.
Koridor trotoar mampu memberikan karakter suatu kawasan dimana koridor
trotoar itu berada. o Dimensi Jalur Trotoar:
Jalan distrik Arteri dengan lebar 2,45 meter harus mempunyai zona trotoar 4,6
meter.
Jalan Lokal dengan lebar 18,2 meter harus mempunyai lebar zona trotoar 3,7
meter.
Berikut ini dimensi jalur pedestrian menurut Kelas Jalan:
- Jalan Kelas Satu dengan lebar 20 meter, daerah pejalan kaki 7 meter.
- Jalan Kelas Dua dengan lebar 15 meter, daerah pejalan kaki 3,5 meter.
- Jalan Kelas Tiga dengan lebar 10 meter, daerah pejalan kaki 2 meter.
Berikut ini dimensi jalur pedestrian berdasarkan lignkungan:
- Lingkungan pertokoan, lebar daerah pejalan kaki adalah 5 meter.
- Lingkungan perkantoran, lebar daerah pejalan kaki adalah 3,5 meter.
- Lingkungan Perumahan, lebar daerah pejalan kaki adalah 3 meter.
Gambar. Lebar Bersih Minimum Trotoar
Gambar. Lebar Minimum Trotoar dan Parkir Mobil
o Zona yang ada pada trotoar:
Gambar. Tipikal Zona Pedestrian Perkotaan
Pembatas / Curb Zone
- Mencegah air pada jalan memasuki kawasan pedestrian, mencegah kenderaan
berjalan di atas kawasan pedestrian, membuat jalan gampang dibersihkan.
- Memiliki lebar 150 mm, tinggi 150 mm untuk kawasan pemukiman ; lebar 175
mm dan tinggi 175 mm untuk kawasan komersil.
- Ketinggian curb tidak boleh kurang dari 100 mm, kecuali untuk kawasan
persimpangan dimana ketinggian dapat diturunkan untuk mengakomodasi
peletakan ramp.
Zona Perabotan (The Furnishing Zone)
- Membatasi pedestrian dari jalur lalu lintas dan juga merupakan kawasan tempat
pepohonan, tombol-tombol tanda, tombol-tombol utilitas, lampu-lampu jalan,
kotak-kotak control, hydrant, tanda-tanda meteran parkir dsb.
- Kawasan dimana bebas dari mobil mobil yang parkir.
- Zona ini diekspos dengan dinding dinding pohon, pepohonan, semak belukar
dan bunga.
Zona laluan pedestrian (The Through Pedestrian Zone)
- Diperuntukkan untuk lahan pedestrian.
- Bebas dari ojek permanen ataupun non permanen.
- Lebar minimum untuk zona ini adalah 1.5 meter
- Permukaan harus kuat dan stabil, anti licin, bisa dilalui oleh pedestrian yang
menggunakan tongkat, kursi roda, maupun alat bantu lainnya.
- Trotoar terbuat dari semen portland (PCC).
Zona depan bangunan (The Frontage Pedestrian Zone)
- Kawasan antara zona laluan pedestrian dan garis kepemilikan.
- Bebas dari ojek permanen ataupun non permanen.
- Lebar minimum untuk zona ini adalah 1.5 meter
- Permukaan harus kuat dan stabil, anti licin, bisa dilalui oleh pedestrian yang
menggunakan tongkat, kursi roda, maupun alat bantu lainnya.
- Trotoar terbuat dari semen portland (PCC).
BAB III. STUDI KASUS
3.1 Studi Kasus 1 : Kota Semarang
Studi Kasus yang akan kita bahas di bagian ini berkaitan dengan perencanaan
pedestrian di Kota Semarang, tepatnya di Jalan Pahlawan. Kawasan di sekitar Jalan
Pahlawan ini merupakan kawasan yang strategis. Di Jalan ini terdapat bangunan
perkantoran yang menjadi landmark Kota Semarang. Ini juga menjadi salah satu alasan
mengapa Jalan Pahlawan di Kota Semarang ini selalu dipenuhi dengan berbagai
aktivitas/pusat kegiatan seperti kegiatan pertunjukkan musik, lari pagi, tempat berkumpul
berbagai klub otomotif, upacara atau kegiatan tertentu.
Jalan Pahlawan di Kota Semarang ini mengalami perkembangan yang sangat pesat,
bisa dilihat dari jalan yang sudah ditata sedemikian baiknya dengan lampu kota dan utilitas
kota yang baik. Nah letak jalan yang strategis ini mengundang masyarakat dari berbagai
lapisan untuk datang dan melakukan berbagai aktivitas di kawasan jalan ini bila kita melewati
jalan ini kita bisa melihat betapa hidupnya kota semarang. Namun, semua itu kurang
didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Selain itu masalah lain yang timbul
berkaitan dengan pemanfaatan pedestrian jalan oleh para PKL sehingga mendorong pejalan
kaki untuk cenderung berjalan bukan di pedestrian jalan yang telah disediakan tapi di
bibir/badan jalan.
Gambaran kondisi Jalan Pahlawan di Kota Semarang
Kondisi Trotoar Jalan yang sudah dipaving block
Jalur Pedestrian yang sudah dipaving block
o Kondisi Jalan Pahlawan, Kota Semarang
Jl. Pahlawan Semarang merupakan suatu open space yang dibatasi oleh:
Sisi utara adalah lapangan Pancasila.
Sisi barat adalah bangunan perkantoran.
Sisi selatan adalah jalur menuju Semarang bagian atas (Jl. Siranda).
Sisi timur adalah Pertokoan Ramayana dan Perkantoran (Departemen Sosial yang
terletak di jalan Imam Bardjo, PT. Telkom, Kejaksaan dan Taman Makam Pahlawan
Giri Tunggal).
Berikut ini kita akan melihat posisi titik-titik crowded (titik keramaian) yang ada di Jalan
Pahlawan, Kota Semarang ini:
Trotoar yang sudah dikeraskan (plesteran)
Pulau Jalan yang sudah dirapikan menjadi taman dan untuk tempat pemasangan
baliho
Trotoar yang sudah dipaving block
Tepi jalan untuk tempat parkir dan jalur pedestrian untuk tempat berjualan PKL pada
malam hari
Zona 1, pertemuan antara Simpang Lima dengan Jl. Pahlawan ( Ramayana
Departement Store ).
Zona 2, Jl. Pahlawan.
Zona 3, pertemuan antara Jl. Menteri Supeno dengan Jl. Pahlawan (Bundaran Air
Mancur).
Zona 4, pertemuan antara pertemuan Jl. Imam Bardjo dengan Jl. Pahlawan.
Zona 5, pertemuan antara pertemuan antara Jl. Kusumawardani dengan Jl.
Pahlawan.
Zona 6, pertemuan antara pertemuan antara Jl. Diponegoro (Siranda), Jl. Veteran, Jl.
Sriwijaya dengan Jl. Pahlawan.
Titik keramaian terbesar di Traffic depan Gubenuran dan Bundaran Air Mancur
(pertemuan antara Jl. M. Supeno dengan Jl. Pahlawan) yang terjadi mulai pagi hari
saat masyarakat melakukan aktivitas untuk berangkat ke kantor masing-masing.
Gambaran titik keramaian di Traffic depan Gubenuran dan Bundaran
Air Mancur (pertemuan antara Jl. M. Supeno dengan Jl. Pahlawan
Gambaran titik keramaian di depan gubernuran pada siang hari
Gambaran titik keramaian sedang di depan PT.Telkom pada pagi hari
Gambaran titik keramaian sedang di depan PT.Telkom pada siang hari
Selain pada pagi dan siang hari, titik keramaian juga terjadi pada malam hari dengan
aktivitas yang berbeda dibanding aktivitas saat pagi dan saing hari. Keramaian malam
hari lebih banyak disebabkan oleh aktivitas berdagang seperti banyaknya rumah makan
tenda, tempat pertemuan komunitas serta tepat parkir kenderaan. Inilah yang
sebenarnya menjadi permsalahan pemanfaatan pedestrian di jalan Pahlawan pada saat
malam hari. Akibat aktivitas malam hari yang telah disebutkan sebelumnya, fungsi
pedestrian yang tadinya untuk pejalan kaki berjalan menjadi fungsi lain seperti tempat
mangkal PKL dsb dan pejalan kaki lebih memilih untuk berjalan di luar pedestrian yaitu di
badan jalan atau di bibir jalan.
Gambaran titik keramaian sedang di depan PT.Telkom pada malam hari
Titik teramai terjadi pada titik 3,5 dan 6, karena di tiga titik tersebut adalah tempat
berkumpulnya klub otomotif maupun masyarakat umum (komunitasnya).
Tititk keramaian terjadi pada titik 4 dan 5 , tempat berkumpulnya klub otomotif dan
tempat parkir kendaraan roda dua masyarakat umum. Titik keramaian 2 dan 3 terdapat
warung tenda/rumah makan tenda. Sedangkan pada titik 1 adalah tempat
berkumpulnya anak muda yang ingin menikmati malam di jalan Pahlawan Semarang.
o Pembahasan Permasalahan Pedestrian Jalan Pahlawan, Kota Semarang
Jalur pedestrian Jl. Pahlawan, Semarang selain digunakan sebagai wadah sirkulasi
pejalan kaki juga digunakan sebagai peletakan street furniture, tempat pedagang kaki
lima berjualan, parkir kendaraan, pangkalan taxi, angkota dan tempat berkumpulnya
atau bersosialisasinya klub otomotif atau masyarakat yang hanya sekedar
menghabiskan waktu di kawasan Jl. Pahlawan, Semarang.
Berkembangnya aktifitas kota yang cukup pesat berpengaruh pada meningkatnya
arus lalu lintas yang pada akhirnya akan mengurangi keamanan dan kenyamanan
bagi pejalan kaki baik yang melintasi maupun yang berada di tepi Jl. Pahlawan,
Semarang.
Fungsi pedestrian di Jalan Pahlawan, Semarang yang harusnya diperuntukkan pada
pejalan kaki saja sekarang telah berubah fungsi pemakaiannya, bukan hanya untuk
pejalan kaki tapi juga untuk aktivitas lainnya, seperti aktivitas dagang dan pertemuan
komunitas dsb, berikut:
Pedagang, menggunakan jalur pedestrian sebagai tempat berjualan sehari-hari.
Fisik dari jalur pedestrian yang rata dan cukup luas dalam penataan dapat
digunakan sebagai tempat berjualan, tetapi kondisi sekarang ini jalur pedestrian Jl.
Pahlawan Semarang yang sudah dipaving blok tersebut telah rusak akibat dari
pemasangan tenda-tenda dan pemasangan papan reklame pada jalur pedestrian.
Hal ini sebenarnya sangat menggangu, merusak dan mempersempit jalur
pedestrian untuk kegiatan berjalan.
Pejalan kaki/ Pengunjung, merupakan pelaku atau pengguna jalur pedestrian di
Jl. Pahlawan yang menggunakan jalur pedestrian sebagai tempat berkumpul dan
duduk sambil ngobrol dengan komunitasnya. Fisik dan penataan jalur pedestrian
yang baik dapat membuat kenyamanan pejalan kaki karena tidak membuat pejalan
kaki lelah dan merasa nyaman untuk dirasakan pancaindra mereka, secara
otomatis pejalan kaki merasa tenang dalam menikmati aktivitas berjalan
disepanjang Jl. Pahlawan Semarang tersebut, tetapi saat ini kondisi jalur pedestrian
Jl. Pahlawan Semarang penuh sesak dengan adanya orang yang berkumpul di
daerah tersebut selain itu banyaknya paving blok yang rusak karena dipakai untuk
sandaran kendaraan mereka untuk parkir kendaraan.
Nah, dari penjelasan kondisi jalan di atas, jelas bahwa aktivitas perdagangan
jelas sangat menganggu kenyamann aktivitas pejalan kaki. Oleh karena itu,
perlunya penempatan para PKL dan pertemuan komunitas di area lain di sekitar
kawasan jalan Pahlawan yang jauh lebih luas agar pejalan kaki kembali
menggunakan pedestrian yang memang seharusnya dipakai oleh mereka.
Permasalahan lainnya adalah berkaitan dengan kurangnya penerangan jalan dan
kurangnya penanaman pohon-pohon peneduh.
Sepanjang Jl. Pahlawan dari sisi depan Gurbenuran lebih sepi dibanding dengan
sepanjang Jl. Pahlawan depan PT. Telkom. Trotoar pedestriannya lebih sempit dan
tidak rata, papan reklamenya yang terpasang juga lebih sedikit dan lebih gelap karena
penerangannya kurang, padahal sebagai jalur pedestrian harusnya terang karena ada
batas minimum penerangan untuk kenyamanan pejalan kaki yang menggunakan
jalur pedestrian yakni minimal 75 watt.
Di sisi depan PT. Telkom penerangannya banyak
Kebutuhan akan keteduhan dapat dipenuhi melalui penanaman pohon-pohon
peneduh.
Apa langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan
pedestrian di Jl. Pahlawan, Semarang?
Bagi masyarakat yang menggunakan jalur pedestrian sepanjang Jl.Pahlawan
Semarang sebagai tempat untuk berdagang dan berkumpul, sebaiknya tidak
menggunakan jalur pedestrian sepenuhnya karena hal ini tidak sesuai dengan tujuan
adanya jalur pedestrian. Memberikan ruang bagi pejalan kaki yang melewati jalur
pedestrian tersebut untuk berjalan dengan nyaman.
Bagi pemerintah dan pihak yang terkait, sebaiknya melakukan revitalisasi terhadap
jalur pedestrian di sepanjang Jl. Pahlawan Semarang dengan menertibkan pedagang
dan menertibkan tempat parkir yang dapat mengganggu pejalan kaki di jalur pedestrian.
3.2 Studi Kasus 1 : Kota Salatiga
Studi Kasus yang akan kita bahas di bagian ini berkaitan dengan perencanaan
pedestrian di Kota Salatiga khususnya di Jalan Sudirman, dimana di jalan ini aktivitas
perdagangan sangatlah menonjol. Banyaknya PKL yang mangkal di sekitar are pedestrian
Jaln Sudirman ini memberikan dampak yang cukup besar, merubah fungsi pedestrian yang
sesungguhnya. Para pejalan kaki kurang berminat untuk berjalan di area pedestrian jalan
yang telah disediakan. Berikut ini kita akan membahas berbagai permasalahan yang timbul
di Jalan Sudirman di Kota Salatiga ini beserta alasan timbulnya permasalahan. Nah, Jalan
Sudirman yang akan menjadi studi kasus dalma laporan ini akan dibagi ke dalam 4:
Gambar. Pembagian Segmen Jalan
Di Jalan Sudirman ini sebenarnya sudah tersedia jalur pedestrian untuk melayani para
pejalan kaki. Namun masalah muncul pada kondisi fisik dari jalur pedestrian yang tersedia
diaman kondisi ketinggian jalur pedestrian yang tidak rata, kurang memadai bagi pejalan
kaki. Pejalan kaki yang banyak melewati jalur pedestrian ini adalah orang yang beraktivitas di
sepanjang jalan sudirman, yakni pegawai, karyawan toko, pembeli dan pedagang.
Berikut ini kita akan melihat bagaimana karakteristik segmen penggal jalan sudirman yang
telah dibagi ke dalam 4 segmen diatas tadi:
o Segmen I, penggal jalan Sudirman sampai pertigaan Jl. Langensuko
Dimensi dan Kondisi Jalur Pejalan Kaki
Gambar. Peta Jalan Sudirman dan Potongan Jalan Segmen I Jalan Sudirman dari
Bundaran Tamansari sampai Jl. Langensuko
Pada segmen ini terdapat jalur pejalan kaki selebar 2 meter,
- Sisi timur masih baik, tapi tidak dimanfaatkan pejalan kaki
- Sisi Barat masih baik, tapi dimensi jalan agak sempit akibat adanya elemen street
furniture pada jalur pejalan kaki.
Alasan mengapa sisi timur jalur pejalan kaki pada segmen I tidak dimanfaatkan
pejalan kaki:
- Kesulitan pejalan kaki mengakses jalur pejalan kaki.
- Keberadaan jalur pejalan kaki yang tertutup oleh tenda PKL dan becak.
- Bilamana ada pejalan kaki yang melewati pedestrian itu adalah pejalan kaki yang
berjalan santai, pejalan yang berjalan cepat, terburu-buru yang cenderung berjalan
di pinggir jalan.
Alasan mengapa sisi barat jalur pejalan kaki pada segmen I tidak dimanfaatkan
pejalan kaki:
- Adanya aktivitas informal di pinggir jalan.
- Adanya elemen street furniture di jalur pejalan kaki.
- Jalur pejalan kaki terpotong oleh jalan masuk bangunan.
o Segmen II, penggal jalan Langensuko sampai pertigaan jalan Bungur
Masih adanya PKL ynag berjualan di pinggir jalan, sehingga mengurangi lahan parkir
kenderaan, posisi parkir kenderaan menjadi menjorok ke badan jalan, badan jalan
menyempit dan memperlambat arus kenderaan.
Dimensi dan Kondisi Jalur Pejalan Kaki
Gambar. Peta Jalan Sudirman dan Potongan Jalan Segmen II dari Jalan Langensuko
Sampai Jalan Bungur
Alasan mengapa sisi timur jalur pejalan kaki pada segmen II tidak dimanfaatkan
pejalan kaki:
- Kondisi jalur pejalan kaki yang sebagian sudah rusak.
- Keberadaan tenda PKL yang menghalangi jalur pejalan kaki.
- Bilamana ada pejalan kaki yang melewati pedestrian itu adalah pejalan kaki yang
berjalan santai, pejalan yang berjalan cepat, terburu-buru yang cenderung berjalan
di pinggir jalan.
Alasan mengapa sisi barat jalur pejalan kaki pada segmen II tidak dimanfaatkan
pejalan kaki:
- Adanya aktivitas informal di pinggir jalan.
- Adanya elemen street furniture di jalur pejalan kaki.
- Jalur pejalan kaki terpotong oleh jalan masuk kampung (gang)
o Segmen III, penggal jalan Bungur sampai jalan Sukowati
Masih adanya PKL ynag berjualan di pinggir jalan, sehingga mengurangi lahan parkir
kenderaan, posisi parkir kenderaan menjadi menjorok ke badan jalan, badan jalan
menyempit dan memperlambat arus kenderaan.
Dimensi dan Kondisi Jalur Pejalan Kaki
Gambar. Peta Jalan Sudirman dan Potongan Jalan Segmen III dari Jalan Bungur
Sampai Jalan Sukowati
Alasan mengapa sisi timur jalur pejalan kaki pada segmen II tidak dimanfaatkan
pejalan kaki:
- Adanya aktivitas informal di pinggir jalan.
- Keberadaan tenda PKL yang menghalangi jalur pejalan kaki.
- Bilamana ada pejalan kaki yang melewati pedestrian itu adalah pejalan kaki yang
berjalan santai, pejalan yang berjalan cepat, terburu-buru yang cenderung berjalan
di pinggir jalan.
Alasan mengapa sisi barat jalur pejalan kaki pada segmen II tidak dimanfaatkan
pejalan kaki:
- Adanya aktivitas informal di pinggir jalan.
- Adanya elemen street furniture di jalur pejalan kaki.
- Jalur pejalan kaki terpotong oleh jalan masuk bangunan
o Segmen IV, penggal jalan Sukowati sampai pertigaan Jl. A. Yani
Merupakan areal perdagangan dan jasa. Banyak terdapat ruko-ruko.
Dimensi dan Kondisi Jalur Pejalan Kaki
Gambar. Peta Jalan Sudirman dan Potongan Jalan Segmen III dari Jalan Sukowati
Sampai Jalan A. Yani
Alasan mengapa pejalan kaki cenderung berjalan di pinggir jalan ketimbang di
jalur pejalan kaki:
- PKL yang memanfaatkan jalur pejalan kaki untuk berdagang sehingga dimensi
ketersediaan jalur pejalan kaki menjadi berkurang.
- Terhalangnya akses untuk menuju ke jalur pejalan kaki akibat parkir mobil.
o Upaya apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan dalam hal
perencanaan pedestrian yang trejadi di Jalan Sudirman, Kota Salatiga ?
Menciptakan aksesbilitas pada jalur pejalan kaki, berupa:
- Menciptakan rute yang jelas dimana pejalan kaki dapat melihat dengan jelas ke
tempat tujuannya. Minimal jarak pandang yang dibutuhkan untuk dapat melihat
aktivitas manusia adalah 130 meter.
- Jarak yang lebih singkat/pendek agar pejalan kaki merasa senang untuk berjalan
kaki.
- Menyediakan jalur pejalan kaki yang mudah untuk dilalui, tidak berliku, mudah untuk
berpindah arah gerak.
- Jalur pejalan kaki yang bebas hambatan.
- Sediakan dimensi jalur pejalan kaki yang sesuai dengan kebutuhan aktivitas pejalan
kaki.
- Sediakan jalur pejalan kaki yang terlindung dari pengaruh cuaca, sediakan peneduh.
Selain itu, perlu juga adanya upaya dari pemerintah Kota Salatiga itu sendiri melalui
cara:
- Melakukan pengawasan ketat dan berkala di Jalan Sudirman.
- Membongkar tenda PKL ynag menhalangi akses pejalan kaki di jalur pejalan kaki
yang bersangkutan.
- Menyamakan ketinggian jalur pejalan kaki.
- Memberi pagar pembatas pada pulau jalan, agar tidak semua pulau jalan
dimanfaatkan untuk menyeberang dan berhenti.
- Melengkapi jalur pejalan kaki dengan elemen peneduh berupa pohon, jalur pejalan
kaki beratap, sehingga kondisi cuaca tidak akan menganggu pejalan kaki.
- Mengatur ulang peletakan elemen street furniture yang ada di jalur pejalan kaki.
BAB IV. KESIMPULAN
Dari Teori Perencanaan Jalur Pedestrian yang telah disebutkan di atas, kita sudah
memahami bagaimana merencanakan suatu jalur pedestrian yang baik dan benar, yang
mampu memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pejalan kaki sehingga mereka lebih
ingin berjalan kaki daripada mengendarai kenderaan.
Lalu, berdasarkan dari studi kasus yang dibahas di dalam laporan ini menyangkut
perencanaan dan perancangan pedestrian di Kota Salatiga dan Kota Semarang, kita bisa
menarik kesimpulan bahwa masalah utama yang selalu menjadi penyebab dari kegagalan
penyediaan jalur pejalan kaki yang baik adalah keberadaan PKL (Pedagang Kaki Lima) di
jalur pejalan kaki yang menghalangi kemudahan aksesbilitas pejalan kaki di jalur pejalan
kaki sehingga akhirnya pejalan kaki lebih cenderung memilih untuk berjalan di bibir/badan
jalan ketimbang di jalur pedestrian yang disediakan walaupun sebenarnya masih ada space
bagi pejalan kaki untuk berjalan di jalur pejalan kaki yang teah disediakan walaupun ada PKL
yang mangkal di jalur tersebut. Nah, akhirnya yang terjadi disini adalah terjadinya
penyalahgunaan akan pemanfaatan jalur pejalan kaki yang awalnya khusus disediakan dan
menjadi hak penuh bagi pejalan kaki menjadi area PKL untuk berdagang.
Hal lain yang menjadi permasalahan adalah kondisi fisik dari jalur pejalan kaki yang
kurang layak dikatakan sebagai jalur pejalan kaki. Seharusnya pemerintah harus melakukan
perbaikan pada jalur-jalur pejalan kaki yang sudah rusak, tidak rata permukaaannya dsb.
Nah, dari permasalahan yang sering timbul yang menyebabkan kegagalan pada
perencanaan jalur pedestrians di suatu kota, sebaiknya pemerintah mengambil langkah
tegas untuk menindak PKL yang berdagang secara liar di jalur pejalan kaki yang seharusnya
diperuntukkan untuk pejalan kaki bukan untuk berdagang. Dengan digusurnya PKL dari jalur
pejalan kaki, otomatis pejalan kaki akan terdorong untuk melewati jalur pejalan kaki bukan
lagi berjalan di badan jalan. Mungkin para PKL dipindahkan ke suatu area lain yang lebih
luas yang tidak menganggu aktivitas pejalan kaki.
Selain itu, perlu disediakannya fasilitas jalur pejalan kaki yang memadai, yang mampu
menciptakan kenyamanan bagi para pejalan kaki. Fasilitas disini berupa penerangan jalan
yang cukup supaya jalur pejalan kaki tidak terlalu gelap untuk dilewati saat malam hari,
adanya penanaman pohon hijau dan semak semak dsb.
Jadi sebenarnya, untuk mampu mencapai perencanaan jalur pejalan kaki yang baik
dan benar perlu adanya kerjasama antara masyrakat sendiri dengan perhatian dari
pemerintah akan kondisi dan keadaan jalur pejalan kaki yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pekerjaan Umum, Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki pada Jalan
Umum, Jakarta, 1999.
Direktorat Jenderal Bina Marga: Direktorat Pembinaan Jalan Kota, Standar Perencanaan
Geometrik Untuk Jalan Perkotaan, Jakarta, 1992.
Listianto Pawaka Indra, Terstiervy, ST, 2006, Hubungan Fungsi dan Kenyamanan Jalur
Pedestrian, Tesis, Universitas Diponegoro.
Rahadi Anindya, Fitra, 2003, Jalur Pedestrian Di Kawasan Perdagangan dan Jasa Ditinjau
Dari Aksesbilitas dan Kenyamanan Pengguna, Tesis, Universitas Diponegoro.
Mulyadi Widodo, 2001, Jalur Pejalan Kaki Jalan Pandanaran Semarang, Tesis, UNDIP.
Widyanigrum, 2001, Jalur Pejalan Kaki di Kawasan Ruang Publik Pendekatan Perilaku
Pejalan Kaki, Tesis, UNDIP.
Washington State Department Of transportation, Pedestrian Facilities Guidebook, Otak,
Washington, 1977.
http://leumburkuring.wordpress.com/2012/05/06/standar-ruang-terbuka-kawasan-pejalan-
sirkulasi-pejalan-kaki/