100406051 - yuli elizabeth a (uts).pdf

38
PERENCANAAN KOTA Tugas 3 Penerapan Pedestrian pada Perencanaan Kota Teori/Aturan Dasar, Studi Kasus RTA-3223 DISUSUN OLEH YULY ELIZABETH ARYATNIE 100406051 [email protected] FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN ARSITEKTUR

Upload: abdul-joshua-oh-mandai

Post on 16-Apr-2015

136 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

PERENCANAAN KOTA Tugas 3 – Penerapan Pedestrian pada Perencanaan Kota

Teori/Aturan Dasar, Studi Kasus

RTA-3223

DISUSUN OLEH

YULY ELIZABETH ARYATNIE

100406051 [email protected]

FAKULTAS TEKNIK

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

Page 2: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

ABSTRAK

Dalam paper ini, akan dibahas mengenai teori dasar perencanaan kota yang berkaitan dengan unsur pedestrian yang kemudian akan dikaitkan dengan penerapannya secara nyata di beberapa kota khsuusnya yang akan kita bahas di dalam laporan ini adalah bagaimana penerapan nyatanya di Kota Medan (Jalan Bridgjen Katamso Depan Istana Maimoon Medan) dan di Kota Salatiga (Jalan Sudirman). Pedestrian juga diartikan sebagai pergerakan atau sirkulasi atau perpindahan orang atau manusia dari satu tempat ke titik asal (origin) ke tempat lain sebagai tujuan (destination) dengan berjalan kaki (Rubenstein, 1992). Penyediaan jalur pedestrian kadang kala kurang menjadi perhatian, dianggap kurang penting, padahal peran dari adanya jalur pedestrian ini sangatlah penting karena di area inilah banyak terjadi perkembangan dan interaksi sosial masyarakat. Oleh karena itu, dalam laporan ini akan kita bahas bagaimana sebenarnya teori perencanaan suatu jalur pedestrian yang baik dilengkapi dengan analisa penerapannya secara nyata di beberapa kota yang kemudian akan diberikan gambaran dan saran sehingga diharapkan akan memberikan suatu jalan keluar untuk menciptakan pedestrian yang nyaman dan bersahabat bagi pejalan kaki. Studi kasus di dalam laporan ini kana tertuju pada 2 tempat, yakni: Kota Semarang yakni di Jalan Pahlawan & Jalan Sudirman di Kota Salatiga.

Page 3: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pejalan kaki adalah orang yang bergerak dalam satu ruang dengan berjalan kaki.

Semua orang adalah pejalan kaki, bahkan pengendara kendaraan bermotor pun termasuk

pejalan kaki untuk dapat berpindah dari kendaraan lainnya, untuk menuju ke tempat lain atau

sebaliknya. Jalur pejalan kaki merupakan elemen yang penting dalam perencanaan kota,

tetapi sayangnya seringkali diabaikan begitu saja. Denyut kehidupan kota dan vitalitas kota

terlihat dari adanya aktifitas pejalan kaki di ruang kota. Berjalan kaki merupakan bagian dari

sistem transportasi atau sistem penghubung kota (linkage system) yang cukup penting.

karena dengan berjalan kaki dapat dapat mencapai semua sudut kota yang tidak dapat

ditempuh dengan kendaraan bermotor. Selain itu, suatu jalur pedestrian dikatakan baik

apabila mampu memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki yang memakainya. Dalam

laporan inilah akan dibahas lebih lanjut mengenai tata cara aturan untuk standar

perencanaan pedestrian yang baik.

Lokasi kota pertama yang akan menjadi studi kasus dalam laporan ini adalah di

Kota Semarang yakni di Jalan Pahlawan. Kawasan Jl. Pahlawan merupakan kawasan

yang menjadi landmark kota Semarang. Pada Kawasan Jl. Pahlawan ini, setiap orang

menuju ke pusat kota hampir dipastikan melewati Jl. Pahlawan. Jl. Pahlawan cukup strategis

karena dapat dicapai oleh segala lapisan masyarakat dari berbagai sarana transportasi.

Sebagian pedestrian di jalan ini dimanfaatkan oleh PKL. Walaupun, masih ada tersedianya

area bagi pejalan kaki, namun para pejalan lebih memilih untuk berjalan di badan jalan

dimana akhirnya pemnfaatan pedestrian tidak berlangsung sebagaimana mestinya. Nah,

masalah inilah yang akan menjadi studi pembahasan dalam laporan ini nantinya.

Lokasi kota kedua yang akan menjadi studi kasus dalam laporan ini adalah di Kota

Salatiga tepatnya di Jalan Sudirman. Nah disini kita akan melihat bagaimana penerapan

pedestrian di kota ini yang bukan saja difungsikan untuk pejalan kaki tapi juga difungsikan

untuk aktivitas perdagangan oleh para PKL (Pedagang Kaki Lima) dimana tentu saja akan

sangat mempengaruhi perilaku dan tingkat kenyamanan dari pejalan kaki itu sendiri. .”

Pembahasan lebih lanjut akan dilakukan di subbab laporan berikut.

1.2 Perumusan Masalah

o Bagaimanakah teori perencanaan pedestrian di suatu kota yang baik/sesuai?

o Bagaimanakah penerapan perencanaan pedestrian di kota lainnya seperti di Kota

Medan dan Kota Salatiga?

o Apa saja saran/rekomendasi yang bisa menjadi acuan untuk perbaikan akan unsur

pedestrian di kedua kota tersebut yang masih buruk?

1.3 Tujuan Penulisan Laporan

o Mengetahui perencanaan pedestrian di suatu kota yang baik dan benar berdasarkan

teori perencanaan kota

o Mengetahui dan menganalisa penerapan perencanaan pedestrian di kota lain yakni

Kota Semarang yakni di Jalan Pahlawan.

Page 4: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

o Mengetahui dan menganalisa penerapan perencanaan pedestrian di kota lain yakni

o Kota Salatiga tepatnya di Jalan Sudirman.

1.4 Manfaat Penulisan Laporan

o Memberikan gambaran akan teori perencanaan pedestrian yang baik dan benar

berdasarkan teori perencanaan kota.

o Memberikan gambaran akan penerapan perencanaan pedestrian di Kota Semarang

yakni di Jalan Pahlawan.

o Memberikan gambaran akan penerapan perencanaan pedestrian di Kota Salatiga

tepatnya di Jalan Sudirman.

1.5 Sistematika Penulisan

Pada laporan ini, sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

Bab I. Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang pembuatan laporan.

Gambaran singkat akan lokasi kota yang akan menjadi studi kasus di dalam laporan ini.

Bab II. Teori, meliputi kajian dan pembahasan teori yang berlaku dalam

perencanaan pedestrian di suatu kota yang baik dan benar.

Bab III. Studi Kasus, membahas tentang bagaimana penerapan perencanaan

pedestrian di 2 Kota yang menjadi bahan studi kasus yaitu Kota Semarang yakni di

Jalan Pahlawan dan Kota Salatiga tepatnya di Jalan Sudirman.

Bab IV. Kesimpulan, menjelaskan tentang kesimpulan akhir dari berbagai studi

kasus dan teori yang telah dibahas di dalam laporan yang diikuti dengan

rekomendasi/saran perbaikan untuk studi kasus.

Daftar Pustaka, berisi referensi bahan untuk pembuatan laporan ini.

Page 5: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

BAB II. Kajian Teori

Pedestrian berasal dari bahasa latin “Pedos” yang artinya kaki, sehingga Pedestrian

berarti: orang yang berjalan kaki. Pejalan kaki adalah orang yang bergerak/berpindah dari

suatu tempat titik tolak ke tempat tujuan dengan berjalan. Jalur pedestrian sebenarnya

merupakan elemen mendasar yang sangatlah penting di dalam perencanaan kota. Mengapa

demikian? Bayangkan saja, apabila suatu kota mempunyia sistem pedestrian yang baik,

otomatis akan mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian sepeda motor atau

kendaran lainnya untuk berpergian, meningkatkan aktivitas sosial para masyarakat kota serta

sangat membantu meningkatkan kualitas udara yang saat ini sangatlah buruk.

Nah di dalam bab ini, kita akan mengkaji berbagai teori perencanaan pedestrian yang

berkaitan dengan definisi pedestrian, perilaku manusia, lingkungan, posisinya sebagai

pedestrian, jalur pedestrian, fasilitas pedestrian, standar bagi kebutuhan elemen-elemen

pedestrian meliputi trotoar, aksesibilitas, usaha pedestrianisasi di kawasan pusat kota.

2.1 Definisi Pedestrian

o Definisi Pejalan Kaki (Pedestrian) : setiap orang yang menggunakan tenaga

manusia diluar sepeda.

o Definisi Pejalan Kaki yang memiliki kelemahan (Handicapped Pedestrian) :

pejalan kaki dengan kursi roda yang memiliki keterbatasan mobilitas, stamina,

kemampuan, waktu bertindak, keterbatasan penglihatan/pendengaran, atau mereka

yang sulit berjalan dengan atau tanpa peralatan pendukung. Disini, permainan roller

skate, in line skate dan skateboard juga termasuk pejalan kaki.

o Definisi Pedestrianisasi : sebuah metode untuk mengubah sebuah kawasan seperti

koridor jalan secara eksklusif untuk penggunaan pedestrian yang bertujuan untuk

menciptakan lingkungan pedestrian yang baik dengan udara yang bersih, tidak bising

serta aman.

o Menurut Murtomo dan Aniaty (1991) jalur pedestrian di kota-kota besar mempunyai fungsi terhadap perkembangan kehidupan kota, antara lain adalah:

Pedestrianisasi dapat menumbuhkan aktivitas yang sehat sehingga mengurangi kerawanan kriminalitas.

Pedestrianisasi dapat merangsang berbagai kegiatan ekonomi sehingga akan berkembang kawasan bisnis yang menarik.

Pedestrianisasi sangat menguntungkan sebagai ajang kegiatan promosi, pameran, periklanan, kampanye.

Pedestrianisasi dapat menarik bagi kegiatan sosial, perkembangan jiwa dan spiritual.

Pedestrianisasi mampu menghadirkan suasana dan lingkungan yang spesifik, unik dan dinamis di lingkungan pusat kota.

Pedestrianisasi berdampak pula terhadap upaya penurunan tingkat pencemaran udara dan suara karena berkurangnya kendaraan bermotor yang lewat.

2.2 Keselamatan Pedestrian

o Kecelakaan yang sering menimpa pejalan kaki, yang kurang menjadi perhatian para

pengendara kenderaan bermotor:

Ketidakhati-hatian pengendera kendaraan bermotor.

Tertabrak oleh kenderaan bermotor pada saat hendak menyeberang di persimpangan.

Page 6: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

Tertabrak oleh kenderaan bermotor pada saat berjalan di depan jalan dengan arah yang sama dengan lalu lintas.

Kecepatan kenderaan yang melampaui batas.

Tiba-tiba berjalan pada suatu kawasan (banyak dialami pejalan kaki usia anak-anak).

Pejalan kaki yang berada di belakang kenderaan.

Kecelakaan/konflik di kawasan kota.

2.3 Kebutuhan Pedestrian

o Perancangan jalur pedestrian dikatakan berhasil apabila mampu memenuhi berbagai

kebutuhan pejalan kaki yang memakainya. Seperti yang kita ketahui, pejalan kaki

yang memakai jalur pedestrian sangatlah beragam dari segi umur dan kecepatan

berjalan. Contohnya saja kecepatan berjalan kaki yang normal adalah 4,8 km/jam

sampai dengan 6.4 km/jam. Namun, untuk anak-anak dan orang tua akan memiliki

kecepatan berjalan yang lebih lambat yaitu dibawah 3,2 km/jam. Nah, disini haruslah

dipikirkan bagaimana jalur pedestrian yang dirancang mampu memenuhi kebutuhan

para pejalan kaki tersebut. Berikut beberapa kebutuhan standar yang dibutuhkan

pejalan kaki:

Jalur/kawasan berjalan yang aman dan nyaman dan terlindung.

Lokasi yang dekat untuk berjalan.

Jalur pedestrian yang mudah dilihat dari jauh.

Jalur pedestrian yang menarik dengan lingkungan yang bersih.

Adanya akses yang cukup untuk berjalan

Adanya objek-objek menarik di sekitar jalur pedestrian yang bisa dilihat/dinikmati pejalan kaki

Adanya interaksi sosial

2.4 Faktor penentu jarak tempuh pejalan kaki

o Ada 4 faktor yang menentukan kemampuan pejalan kaki untuk berjalan apakah itu

lama atau cepat, berikut ini:

Waktu/Time, bergantung pada tujuan pejalan kaki. Kalau untuk rekreasi/berbelanja, tentunya pejalan kaki akan mampu berjalan dalam waktu yang sangat lama dibanding pejalan kaki yang berjalan dengan tujuan untuk berangkat kerja, dimana pejalan kaki tentunya akan memilih jalan yang dapat ditempuh dalam waktu singkat.

Sesuai/Convenience, merencanakan jalur pedestrian sebaik dan senyaman mungkin seperti disediakannya trotoar dan perlindungan terhadap gangguan iklim serta cuaca tentu saja akan mendorong pejalan kaki untuk berjalan sampai ke tempat tujuannya.

Ketersediaan akan kenderaan bermotor.

Pola Tata Guna Lahan.

2.5 Jarak Perjalanan yang sesuai

o Berikut merupakan ketentuan jarak berjalan yang logis/masuk akal:

Penempatan fasilitas-fasilitas masyarakat, taman-taman lingkungan dan kawasan

umum lain yang sering menjadi tujuan pejalan kaki dengan jarak tidak lebih dari

400 meter dari tempat asal pejalan kaki.

Jarak maksimum dari tempat parkir dan lokasi sirkulasi pejalan kaki menuju pintu

masuk suatu bangunan sebesar 90 meter.

Page 7: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

Penyeberangan jalan ditempatkan 120-180 meter di kawasan yang sering

digunakan pejalan kaki.

Pejalan kaki diharapan berjalan sejauh 300 meter ke kawasan parkir dan sekitar

535 meter menuju stasium kereta komuter.

o Berikut kegiatan berjalan yang perlu diterapkan dalam perencanaan pedestrian:

Berjalan untuk mendapatkan bus.

Berjalan sambil melihat-lihat window shopping.

Berjalan dari tempat kerja.

Berjalan dengan kekasih.

Berjalan ke sekolah.

Berjalan-jalan sore di hari minggu.

2.6 Kebutuhan Ruang

o Kita harus mampu menyediakan jalur pejalan kaki (pedestrian) yang cukup bagi para

pejalan kaki karena salah satu alasan mengapa orang tidak cenderung ingin jalan

kaki hanya dikarenakan keterbatasan jalur pejalan kaki yang tersedia bagi mereka

sedangkan volume pejalan kaki meningkat pula.

o Karakteristik pejalan kaki berdasarkan pembagian usia:

Usia 0-4 tahun

- Belajar berjalan.

- Membutuhkan pengawasan orangtua.

- Pengembangan kemampuan melihat dan persepsi yang lebih mendalam.

Usia 5-12 tahun

- Lebih bebas, masih butuh pengawasan.

- Kedalaman persepsi kurang.

- Pelanggaran/kecelakaan di persimpangan jalan.

Usia 13-18 tahun

- Perasaan Kebal.

- Pelanggaran/kecelakaan di persimpangan jalan.

Usia 19-40 tahun

- Aktif, berhati-hati akan lalu lintas.

Usia 45-65 tahun

- Refleksi yang menurun

Usia 65 tahun ke atas

- Kesulitan menyeberang jalan

- Penglihatan yang kurang

- Kesulitan mendengar suara kenderaan yang mendekat dari belakang

Nah, dari karakteristik pejalan kaki dari berbagai usia yang sudah diuraikan di atas,

akan menunjukkan bagaimana pedestrian itu seharusnya drancang sesuai

kebutuhan yang diperlukan.

Untuk pejalan kaki dengan usia lanjut/usia tua perlu adanya perhatian dalam

merancang/merencanakan jalur pejalan kaki /pedestrians, yaitu:

Penambahan pembatas/curb (bulb-outs dan curb extensions).

Tanda-tanda yang memperlihatkan jarak, setiap 60 kaki dengan tanda mudah

untuk dibaca.

Pendisiplinan lalu lintas.

Page 8: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

Pelindung dan peneduh.

Pegangan tangan (handrails)

Permulaan jalur pejalan kaki yang rata tanpa halangan

Tanda-tanda kecepatan berjalan yang lebih rendah dari pada kecepatan berjalan

normal.

o Pejalan kaki dengan kelemahan tertentu (disabilities)

Elemen yang perlu diperhatikan dalam perencanaan jalur pejalan kaki bagi para

pejalan kaki dengan kelemahan tertentu (disabilities), berikut:

Ramp dan cut penahan.

Peringatan taktis .

Tombol tombol aktivasi yang gampang diraih.

Sistem pemberuan tanda dan pesan yang dapat didengar.

Huruf braille untuk komunikasi.

Tanda untuk keceptana berjalan yang lebih rendah dari kecepatan jalan normal.

Maksimum level/tingkat 1:20 dan lereng penyeberangan 1:5 (ram 1:12).

Tanpa perlindungan pada jalur kenderaan.

Mengurangi jarak penyeberangan jalan (perluasan buld-culb and curb).

Pendisiplinan lalu lintas.

Pegangan tangan (hand rails).

Permukaan jalur pejalan yang rata dan terhalang.

2.7 Tingkat Karakteristik Pengunaan dan Pejalan Kaki

o Berikut ini merupakan alasan yang mengakibatkan rendahnya tingkat pejalan kaki,

yang bisa menjadi bahan pertimbangan dalam merancang/merencanakan jalur

pedestrian yang baik dan nyaman:

Kurangnya fasilitas seperti trotoar.

Kegagalan menyediakan sistem yang saling berhubungan antara fasilitas-fasilitas

pejalan kaki.

Tidak mampunya menyediakan fasilitas ke dan dari kawasan kawasan tujuan

yang diminati.

Cuaca yang buruk.

Kurangnya pencahayaan.

2.8 Faktor Meningkatkan Aktivitas Berjalan

o Berikut beberapa faktor penentu untuk meningkatkan aktivitas berjalan menurut

Richard K. Untermann dalam bukunya yang berjudul Accomodating the

Pedestrian.

Safety / Keamanan Pedestrian.

Convenience / Sesuai.

Pleasure / Kenyamanan.

2.9 Fasilitas Pedestrian

o Menurut Pedestrians Facilities Guidebook, fasilitas pejalan kaki meliputi:

Trotoar dan fasilitas-fasilitas di jalan.

Page 9: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

Jalur Pejalan Kaki dan Jalan Kecil (Pathways).

Ramp Penahan.

Pengatur Lalu Lintas dan Alat-Alat Pengontrol.

Jalur Penyeberangan.

Pemisah yang baik seperti jalan lintang jembatan penyeberangan.

Bahu Jalan yang luas di daerah pemukiman.

Elemen elemen seperti tanaman, semak-semak, landscaping dan bangku.

Teknologi lainnya seperti pembatas kecepatan/speed humps, penanaman

tanaman/planting strips, shelter/tempat berteduh, semi budaya dan pencahayaan.

o Trotoar merupakan kepemilikan antara garis penahan pada jalur lalu lintas dan

bersebelahan, dibuat dan dimaksudkan untuk kegunaan pejalan kaki, kepemilikan

pribadi yang pararel yang didekat dengan jalan raya.

2.10 Sistem Pedestrian Yang Efektif

o Untuk menciptakan sistem pedestrian yang efektif, berikut:

Memperluas bahu jalan, untuk meningkatkan keamanan pejalan kaki.

Trotoar, jalan kecil dan jalur pejalan kaki yang lebar, bebas dari kerusakan,

terpisah dari jalur lalu lintas.

Pemisah penyeberangan yang lebih tinggi

Perencanaan pedestrian yang baik dengan adanya perkembangan komersil.

Sirkulasi lalu lintas dan daya pandang.

Disain dan operasi yang baik bagi lalu lintas dan tanda-tanda pejalan kaki,

termasuk tombol tombol bagi pejalan kaki.

Pemisah antara pejalan kaki dengan kendaraan bermotor pada lokasi tertentu.

2.11 Jalan yang Bersahabat Bagi Pejalan Kaki

o Berikut karakteristik jalan yang bersahabat bagi pejalan kaki:

Jalan yang berhubungan dan memiliki pola blok blok kecil yang memberikan

kesempatan baik bagi mobilitas dan akses pejalan kaki.

Jalan yang lebih sempit, menciptakan skala pejalan kaki dan dapat menurunkan

kecepatan kenderaan.

Alat pendisiplinan lalu lintas untuk memperlambat lalu lintas dan menurunkan

batas kecepatan.

Pulau pulau jalan di tengah untuk memberikan kawasan istirahat bagi

penyeberangan pejalan kaki.

Penempatan ruang-ruang umum dan kantong kantong pejalan kakidi jalur

perjalanan utama pejalan kaki, bersamaan dengan disediakanya tempat

beristirahat dan berinteraksi.

Entrance bangunan yang tertutup yang dapat melindungi pejalan kaki dari cuaca.

Penanaman semak-semak/tanaman, landscaping dan pohon pohon jalan.

Lampu lampu jalan yang didesain.

Trotoar yang lebar dan menerus atau jalur berjalan terpisah yang mudah diakses.

Arah dan jalur pejalan kaki yang jelas, tombol pengaktifan mudah dicapai.

Page 10: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

Fasad bangunan, relief arsitektural, jendela yang menarik.

Adanya banner, spanduk, patung-patung (fasilitas umum).

Adanya tanda informasi, kios, peta dan elemen lainnya yang dapat membanu

pejalan kaki.

2.11 Jalur Pedestrian

o Jalur Pedestrian merupakan jalur khusus bagi orang yang berjalan kaki.

o Fungsi Jalur Pedestrian, berikut:

Sebagai fasilitas Pejalan Kaki.

Penghubung antara kawasan yang satu dengan lainnya terutama kawasan

perdagangan, budaya dan pemukiman.

Sebagai unsur keindahan kota

Sebagai media/tempat terjadinya interaksi sosial

Sebagai sarana konservasi kota

2.12 Ketentuan Umum Jalur Pedestrian

o Berikut ini ketentuan dalam merencanakan jalur pedestrian kota:

Lintasan pejalan kaki dibuat sedekat mungkin, nyaman, lancar, aman dari

gangguan.

Jalur pejalan kaki yang menghubungkan tempat asal ke tempat tujuan dan

sebaliknya.

Jalur pejalan kaki yang dilengkapi dengan fasilitas meliputi: rambu-rambu,

penerangan.

Jalur pejalan kaki harus diperkeras agar permukaan jalan tidak licin saat hujan,

tidak tergenang serta lengkapilah jalur pejalan kaki dengan peneduh.

Pemisahan fisik antara jalur pejalan kaki dan jalur lalu lintas kenderaan.

2.13 Faktor Pendukung Jalur Pedestrian

o Elemen faktor pendukung jalur pedestrian, berikut:

Transit Umum berupa pemberhentian bus.

Perparkiran, yang diharapkan dapat mempersingkat jarak jalan kaki menuju jalur

pedestrian.

Jangkauan pelayanan kawasan pedestrian.

Kelancaran sirkulasi pejalan kaki dan memperhatikan keselamatan pejalan kaki

dari bahay kecelakaan dengan sistem penyekat waktu dan ruang. Sstem penyekat

waktu berupa rambu-rambu lalu lintas dan sistem penyekat ruang berupa

jembatan penyeberangan di atas jalan atau di bawah permukaan jalan.

Kehadiran jalur pedestrian yang dapat memperkuat karakter dari bangunan yang

ada.

Adanya perabotan jalan seperti tempat duduk, bak bunga, lampu penerangn, bak

sampah, rambu-rambu jalan, halte bus, telepon umu, bis surat dan sebagainya.

Perawatan jalur pedestrian secara intensif seperti pembersihan, pengangkutan

sampah, penggantian elemen-elemen yang rusak, penyiraman tanaman dan

pemupukan, pemangkasan dan sebagainya.

Page 11: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

2.14 Jenis Jalur Pedestrian

o Berikut ini jenis-jenis jalur pedestrian di dalam bangunan:

Tempat berjalan kaki yang berarah vertikal seperti tangga dan ramp.

Tempat berjalan kaki yang berarah horizontal seperti koridor dan hall.

o Berikut ini jenis-jenis jalur pedestrian di luar bangunan yang terlindungi:

Arcade

Gallery

Selasar

Shopping Mall

Jembatan penyeberangan dan Terowongan

o Berikut ini jenis-jenis jalur pedestrian di luar bangunan yang tidak terlindungi:

Trotoar / Sidewalk

Jalan Setapak

Plaza

Pedestrian Mall

Penyeberangan sebidang berupa penyeberangan zebra cross dan pelikan

Lapak tunggu

2.15 Trotoar / Walkways

o terbuat dari beton, dinaikkan dari permukaan jalan, bersebelahan dengan pembatas,

terpisah dari pembatas oleh barisan pohon. o Lebar trotoar: 1,5 meter (5 kaki) di kawasan pemukiman; 1.8 meter sampai 4.6 meter

(6 sampai 15 kaki) o Walkways berbeda dari trotoar, dibuat di atas permukaan tanah tanpa kenaikan. o Walkways dipisahkan secara horisontal dengan semak semak atau parit. o Walkways terbuat dari beton seperti aspal, batu padat atau batu hancur.

o Kriteria Trotoar/Walkways yang baik:

Kemudahan mengakses koridor trotoar bagi semua pemakai.

Lebar yang sesuai.

Keamanan/safety.

Rute berjalan di sepanjang koridor trotoar yang jelas.

Adanya lansekap, pohon-pohon dan tanaman di koridor trotoar yang emberikan

kenyaman psikologi dan visual bagi pengguna trotoar.

Page 12: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

Adanya ruang sosial di koridor trotoar berupa tempat berdiri, berkunjung dan

duduk dimana anak-anak bisa turut berpartisipasi secara aman.

Koridor trotoar mampu memberikan karakter suatu kawasan dimana koridor

trotoar itu berada. o Dimensi Jalur Trotoar:

Jalan distrik Arteri dengan lebar 2,45 meter harus mempunyai zona trotoar 4,6

meter.

Jalan Lokal dengan lebar 18,2 meter harus mempunyai lebar zona trotoar 3,7

meter.

Berikut ini dimensi jalur pedestrian menurut Kelas Jalan:

- Jalan Kelas Satu dengan lebar 20 meter, daerah pejalan kaki 7 meter.

- Jalan Kelas Dua dengan lebar 15 meter, daerah pejalan kaki 3,5 meter.

- Jalan Kelas Tiga dengan lebar 10 meter, daerah pejalan kaki 2 meter.

Berikut ini dimensi jalur pedestrian berdasarkan lignkungan:

- Lingkungan pertokoan, lebar daerah pejalan kaki adalah 5 meter.

- Lingkungan perkantoran, lebar daerah pejalan kaki adalah 3,5 meter.

- Lingkungan Perumahan, lebar daerah pejalan kaki adalah 3 meter.

Gambar. Lebar Bersih Minimum Trotoar

Gambar. Lebar Minimum Trotoar dan Parkir Mobil

Page 13: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

o Zona yang ada pada trotoar:

Gambar. Tipikal Zona Pedestrian Perkotaan

Pembatas / Curb Zone

- Mencegah air pada jalan memasuki kawasan pedestrian, mencegah kenderaan

berjalan di atas kawasan pedestrian, membuat jalan gampang dibersihkan.

- Memiliki lebar 150 mm, tinggi 150 mm untuk kawasan pemukiman ; lebar 175

mm dan tinggi 175 mm untuk kawasan komersil.

- Ketinggian curb tidak boleh kurang dari 100 mm, kecuali untuk kawasan

persimpangan dimana ketinggian dapat diturunkan untuk mengakomodasi

peletakan ramp.

Zona Perabotan (The Furnishing Zone)

- Membatasi pedestrian dari jalur lalu lintas dan juga merupakan kawasan tempat

pepohonan, tombol-tombol tanda, tombol-tombol utilitas, lampu-lampu jalan,

kotak-kotak control, hydrant, tanda-tanda meteran parkir dsb.

- Kawasan dimana bebas dari mobil mobil yang parkir.

- Zona ini diekspos dengan dinding dinding pohon, pepohonan, semak belukar

dan bunga.

Zona laluan pedestrian (The Through Pedestrian Zone)

- Diperuntukkan untuk lahan pedestrian.

- Bebas dari ojek permanen ataupun non permanen.

- Lebar minimum untuk zona ini adalah 1.5 meter

- Permukaan harus kuat dan stabil, anti licin, bisa dilalui oleh pedestrian yang

menggunakan tongkat, kursi roda, maupun alat bantu lainnya.

- Trotoar terbuat dari semen portland (PCC).

Zona depan bangunan (The Frontage Pedestrian Zone)

- Kawasan antara zona laluan pedestrian dan garis kepemilikan.

- Bebas dari ojek permanen ataupun non permanen.

- Lebar minimum untuk zona ini adalah 1.5 meter

- Permukaan harus kuat dan stabil, anti licin, bisa dilalui oleh pedestrian yang

menggunakan tongkat, kursi roda, maupun alat bantu lainnya.

- Trotoar terbuat dari semen portland (PCC).

Page 14: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

BAB III. STUDI KASUS

3.1 Studi Kasus 1 : Kota Semarang

Studi Kasus yang akan kita bahas di bagian ini berkaitan dengan perencanaan

pedestrian di Kota Semarang, tepatnya di Jalan Pahlawan. Kawasan di sekitar Jalan

Pahlawan ini merupakan kawasan yang strategis. Di Jalan ini terdapat bangunan

perkantoran yang menjadi landmark Kota Semarang. Ini juga menjadi salah satu alasan

mengapa Jalan Pahlawan di Kota Semarang ini selalu dipenuhi dengan berbagai

aktivitas/pusat kegiatan seperti kegiatan pertunjukkan musik, lari pagi, tempat berkumpul

berbagai klub otomotif, upacara atau kegiatan tertentu.

Jalan Pahlawan di Kota Semarang ini mengalami perkembangan yang sangat pesat,

bisa dilihat dari jalan yang sudah ditata sedemikian baiknya dengan lampu kota dan utilitas

kota yang baik. Nah letak jalan yang strategis ini mengundang masyarakat dari berbagai

lapisan untuk datang dan melakukan berbagai aktivitas di kawasan jalan ini bila kita melewati

jalan ini kita bisa melihat betapa hidupnya kota semarang. Namun, semua itu kurang

didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Selain itu masalah lain yang timbul

berkaitan dengan pemanfaatan pedestrian jalan oleh para PKL sehingga mendorong pejalan

kaki untuk cenderung berjalan bukan di pedestrian jalan yang telah disediakan tapi di

bibir/badan jalan.

Gambaran kondisi Jalan Pahlawan di Kota Semarang

Kondisi Trotoar Jalan yang sudah dipaving block

Jalur Pedestrian yang sudah dipaving block

Page 15: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

o Kondisi Jalan Pahlawan, Kota Semarang

Jl. Pahlawan Semarang merupakan suatu open space yang dibatasi oleh:

Sisi utara adalah lapangan Pancasila.

Sisi barat adalah bangunan perkantoran.

Sisi selatan adalah jalur menuju Semarang bagian atas (Jl. Siranda).

Sisi timur adalah Pertokoan Ramayana dan Perkantoran (Departemen Sosial yang

terletak di jalan Imam Bardjo, PT. Telkom, Kejaksaan dan Taman Makam Pahlawan

Giri Tunggal).

Berikut ini kita akan melihat posisi titik-titik crowded (titik keramaian) yang ada di Jalan

Pahlawan, Kota Semarang ini:

Trotoar yang sudah dikeraskan (plesteran)

Pulau Jalan yang sudah dirapikan menjadi taman dan untuk tempat pemasangan

baliho

Trotoar yang sudah dipaving block

Tepi jalan untuk tempat parkir dan jalur pedestrian untuk tempat berjualan PKL pada

malam hari

Page 16: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

Zona 1, pertemuan antara Simpang Lima dengan Jl. Pahlawan ( Ramayana

Departement Store ).

Zona 2, Jl. Pahlawan.

Zona 3, pertemuan antara Jl. Menteri Supeno dengan Jl. Pahlawan (Bundaran Air

Mancur).

Zona 4, pertemuan antara pertemuan Jl. Imam Bardjo dengan Jl. Pahlawan.

Zona 5, pertemuan antara pertemuan antara Jl. Kusumawardani dengan Jl.

Pahlawan.

Page 17: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

Zona 6, pertemuan antara pertemuan antara Jl. Diponegoro (Siranda), Jl. Veteran, Jl.

Sriwijaya dengan Jl. Pahlawan.

Titik keramaian terbesar di Traffic depan Gubenuran dan Bundaran Air Mancur

(pertemuan antara Jl. M. Supeno dengan Jl. Pahlawan) yang terjadi mulai pagi hari

saat masyarakat melakukan aktivitas untuk berangkat ke kantor masing-masing.

Gambaran titik keramaian di Traffic depan Gubenuran dan Bundaran

Air Mancur (pertemuan antara Jl. M. Supeno dengan Jl. Pahlawan

Page 18: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

Gambaran titik keramaian di depan gubernuran pada siang hari

Gambaran titik keramaian sedang di depan PT.Telkom pada pagi hari

Page 19: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

Gambaran titik keramaian sedang di depan PT.Telkom pada siang hari

Selain pada pagi dan siang hari, titik keramaian juga terjadi pada malam hari dengan

aktivitas yang berbeda dibanding aktivitas saat pagi dan saing hari. Keramaian malam

hari lebih banyak disebabkan oleh aktivitas berdagang seperti banyaknya rumah makan

tenda, tempat pertemuan komunitas serta tepat parkir kenderaan. Inilah yang

sebenarnya menjadi permsalahan pemanfaatan pedestrian di jalan Pahlawan pada saat

malam hari. Akibat aktivitas malam hari yang telah disebutkan sebelumnya, fungsi

pedestrian yang tadinya untuk pejalan kaki berjalan menjadi fungsi lain seperti tempat

mangkal PKL dsb dan pejalan kaki lebih memilih untuk berjalan di luar pedestrian yaitu di

badan jalan atau di bibir jalan.

Gambaran titik keramaian sedang di depan PT.Telkom pada malam hari

Page 20: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

Titik teramai terjadi pada titik 3,5 dan 6, karena di tiga titik tersebut adalah tempat

berkumpulnya klub otomotif maupun masyarakat umum (komunitasnya).

Tititk keramaian terjadi pada titik 4 dan 5 , tempat berkumpulnya klub otomotif dan

tempat parkir kendaraan roda dua masyarakat umum. Titik keramaian 2 dan 3 terdapat

warung tenda/rumah makan tenda. Sedangkan pada titik 1 adalah tempat

berkumpulnya anak muda yang ingin menikmati malam di jalan Pahlawan Semarang.

o Pembahasan Permasalahan Pedestrian Jalan Pahlawan, Kota Semarang

Jalur pedestrian Jl. Pahlawan, Semarang selain digunakan sebagai wadah sirkulasi

pejalan kaki juga digunakan sebagai peletakan street furniture, tempat pedagang kaki

lima berjualan, parkir kendaraan, pangkalan taxi, angkota dan tempat berkumpulnya

atau bersosialisasinya klub otomotif atau masyarakat yang hanya sekedar

menghabiskan waktu di kawasan Jl. Pahlawan, Semarang.

Berkembangnya aktifitas kota yang cukup pesat berpengaruh pada meningkatnya

arus lalu lintas yang pada akhirnya akan mengurangi keamanan dan kenyamanan

bagi pejalan kaki baik yang melintasi maupun yang berada di tepi Jl. Pahlawan,

Semarang.

Fungsi pedestrian di Jalan Pahlawan, Semarang yang harusnya diperuntukkan pada

pejalan kaki saja sekarang telah berubah fungsi pemakaiannya, bukan hanya untuk

pejalan kaki tapi juga untuk aktivitas lainnya, seperti aktivitas dagang dan pertemuan

komunitas dsb, berikut:

Page 21: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

Pedagang, menggunakan jalur pedestrian sebagai tempat berjualan sehari-hari.

Fisik dari jalur pedestrian yang rata dan cukup luas dalam penataan dapat

digunakan sebagai tempat berjualan, tetapi kondisi sekarang ini jalur pedestrian Jl.

Pahlawan Semarang yang sudah dipaving blok tersebut telah rusak akibat dari

pemasangan tenda-tenda dan pemasangan papan reklame pada jalur pedestrian.

Hal ini sebenarnya sangat menggangu, merusak dan mempersempit jalur

pedestrian untuk kegiatan berjalan.

Pejalan kaki/ Pengunjung, merupakan pelaku atau pengguna jalur pedestrian di

Jl. Pahlawan yang menggunakan jalur pedestrian sebagai tempat berkumpul dan

duduk sambil ngobrol dengan komunitasnya. Fisik dan penataan jalur pedestrian

yang baik dapat membuat kenyamanan pejalan kaki karena tidak membuat pejalan

kaki lelah dan merasa nyaman untuk dirasakan pancaindra mereka, secara

otomatis pejalan kaki merasa tenang dalam menikmati aktivitas berjalan

disepanjang Jl. Pahlawan Semarang tersebut, tetapi saat ini kondisi jalur pedestrian

Jl. Pahlawan Semarang penuh sesak dengan adanya orang yang berkumpul di

daerah tersebut selain itu banyaknya paving blok yang rusak karena dipakai untuk

sandaran kendaraan mereka untuk parkir kendaraan.

Nah, dari penjelasan kondisi jalan di atas, jelas bahwa aktivitas perdagangan

jelas sangat menganggu kenyamann aktivitas pejalan kaki. Oleh karena itu,

perlunya penempatan para PKL dan pertemuan komunitas di area lain di sekitar

kawasan jalan Pahlawan yang jauh lebih luas agar pejalan kaki kembali

menggunakan pedestrian yang memang seharusnya dipakai oleh mereka.

Permasalahan lainnya adalah berkaitan dengan kurangnya penerangan jalan dan

kurangnya penanaman pohon-pohon peneduh.

Sepanjang Jl. Pahlawan dari sisi depan Gurbenuran lebih sepi dibanding dengan

sepanjang Jl. Pahlawan depan PT. Telkom. Trotoar pedestriannya lebih sempit dan

tidak rata, papan reklamenya yang terpasang juga lebih sedikit dan lebih gelap karena

penerangannya kurang, padahal sebagai jalur pedestrian harusnya terang karena ada

batas minimum penerangan untuk kenyamanan pejalan kaki yang menggunakan

jalur pedestrian yakni minimal 75 watt.

Di sisi depan PT. Telkom penerangannya banyak

Kebutuhan akan keteduhan dapat dipenuhi melalui penanaman pohon-pohon

peneduh.

Apa langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan

pedestrian di Jl. Pahlawan, Semarang?

Bagi masyarakat yang menggunakan jalur pedestrian sepanjang Jl.Pahlawan

Semarang sebagai tempat untuk berdagang dan berkumpul, sebaiknya tidak

menggunakan jalur pedestrian sepenuhnya karena hal ini tidak sesuai dengan tujuan

adanya jalur pedestrian. Memberikan ruang bagi pejalan kaki yang melewati jalur

pedestrian tersebut untuk berjalan dengan nyaman.

Bagi pemerintah dan pihak yang terkait, sebaiknya melakukan revitalisasi terhadap

jalur pedestrian di sepanjang Jl. Pahlawan Semarang dengan menertibkan pedagang

dan menertibkan tempat parkir yang dapat mengganggu pejalan kaki di jalur pedestrian.

Page 22: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

3.2 Studi Kasus 1 : Kota Salatiga

Studi Kasus yang akan kita bahas di bagian ini berkaitan dengan perencanaan

pedestrian di Kota Salatiga khususnya di Jalan Sudirman, dimana di jalan ini aktivitas

perdagangan sangatlah menonjol. Banyaknya PKL yang mangkal di sekitar are pedestrian

Jaln Sudirman ini memberikan dampak yang cukup besar, merubah fungsi pedestrian yang

sesungguhnya. Para pejalan kaki kurang berminat untuk berjalan di area pedestrian jalan

yang telah disediakan. Berikut ini kita akan membahas berbagai permasalahan yang timbul

di Jalan Sudirman di Kota Salatiga ini beserta alasan timbulnya permasalahan. Nah, Jalan

Sudirman yang akan menjadi studi kasus dalma laporan ini akan dibagi ke dalam 4:

Gambar. Pembagian Segmen Jalan

Di Jalan Sudirman ini sebenarnya sudah tersedia jalur pedestrian untuk melayani para

pejalan kaki. Namun masalah muncul pada kondisi fisik dari jalur pedestrian yang tersedia

diaman kondisi ketinggian jalur pedestrian yang tidak rata, kurang memadai bagi pejalan

kaki. Pejalan kaki yang banyak melewati jalur pedestrian ini adalah orang yang beraktivitas di

sepanjang jalan sudirman, yakni pegawai, karyawan toko, pembeli dan pedagang.

Berikut ini kita akan melihat bagaimana karakteristik segmen penggal jalan sudirman yang

telah dibagi ke dalam 4 segmen diatas tadi:

Page 23: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

o Segmen I, penggal jalan Sudirman sampai pertigaan Jl. Langensuko

Dimensi dan Kondisi Jalur Pejalan Kaki

Gambar. Peta Jalan Sudirman dan Potongan Jalan Segmen I Jalan Sudirman dari

Bundaran Tamansari sampai Jl. Langensuko

Pada segmen ini terdapat jalur pejalan kaki selebar 2 meter,

- Sisi timur masih baik, tapi tidak dimanfaatkan pejalan kaki

- Sisi Barat masih baik, tapi dimensi jalan agak sempit akibat adanya elemen street

furniture pada jalur pejalan kaki.

Page 24: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf
Page 25: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

Alasan mengapa sisi timur jalur pejalan kaki pada segmen I tidak dimanfaatkan

pejalan kaki:

- Kesulitan pejalan kaki mengakses jalur pejalan kaki.

- Keberadaan jalur pejalan kaki yang tertutup oleh tenda PKL dan becak.

- Bilamana ada pejalan kaki yang melewati pedestrian itu adalah pejalan kaki yang

berjalan santai, pejalan yang berjalan cepat, terburu-buru yang cenderung berjalan

di pinggir jalan.

Alasan mengapa sisi barat jalur pejalan kaki pada segmen I tidak dimanfaatkan

pejalan kaki:

- Adanya aktivitas informal di pinggir jalan.

- Adanya elemen street furniture di jalur pejalan kaki.

- Jalur pejalan kaki terpotong oleh jalan masuk bangunan.

o Segmen II, penggal jalan Langensuko sampai pertigaan jalan Bungur

Masih adanya PKL ynag berjualan di pinggir jalan, sehingga mengurangi lahan parkir

kenderaan, posisi parkir kenderaan menjadi menjorok ke badan jalan, badan jalan

menyempit dan memperlambat arus kenderaan.

Dimensi dan Kondisi Jalur Pejalan Kaki

Page 26: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

Gambar. Peta Jalan Sudirman dan Potongan Jalan Segmen II dari Jalan Langensuko

Sampai Jalan Bungur

Page 27: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf
Page 28: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

Alasan mengapa sisi timur jalur pejalan kaki pada segmen II tidak dimanfaatkan

pejalan kaki:

- Kondisi jalur pejalan kaki yang sebagian sudah rusak.

- Keberadaan tenda PKL yang menghalangi jalur pejalan kaki.

- Bilamana ada pejalan kaki yang melewati pedestrian itu adalah pejalan kaki yang

berjalan santai, pejalan yang berjalan cepat, terburu-buru yang cenderung berjalan

di pinggir jalan.

Alasan mengapa sisi barat jalur pejalan kaki pada segmen II tidak dimanfaatkan

pejalan kaki:

- Adanya aktivitas informal di pinggir jalan.

- Adanya elemen street furniture di jalur pejalan kaki.

- Jalur pejalan kaki terpotong oleh jalan masuk kampung (gang)

o Segmen III, penggal jalan Bungur sampai jalan Sukowati

Masih adanya PKL ynag berjualan di pinggir jalan, sehingga mengurangi lahan parkir

kenderaan, posisi parkir kenderaan menjadi menjorok ke badan jalan, badan jalan

menyempit dan memperlambat arus kenderaan.

Dimensi dan Kondisi Jalur Pejalan Kaki

Page 29: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

Gambar. Peta Jalan Sudirman dan Potongan Jalan Segmen III dari Jalan Bungur

Sampai Jalan Sukowati

Page 30: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf
Page 31: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

Alasan mengapa sisi timur jalur pejalan kaki pada segmen II tidak dimanfaatkan

pejalan kaki:

- Adanya aktivitas informal di pinggir jalan.

- Keberadaan tenda PKL yang menghalangi jalur pejalan kaki.

- Bilamana ada pejalan kaki yang melewati pedestrian itu adalah pejalan kaki yang

berjalan santai, pejalan yang berjalan cepat, terburu-buru yang cenderung berjalan

di pinggir jalan.

Alasan mengapa sisi barat jalur pejalan kaki pada segmen II tidak dimanfaatkan

pejalan kaki:

- Adanya aktivitas informal di pinggir jalan.

- Adanya elemen street furniture di jalur pejalan kaki.

- Jalur pejalan kaki terpotong oleh jalan masuk bangunan

o Segmen IV, penggal jalan Sukowati sampai pertigaan Jl. A. Yani

Merupakan areal perdagangan dan jasa. Banyak terdapat ruko-ruko.

Dimensi dan Kondisi Jalur Pejalan Kaki

Page 32: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

Gambar. Peta Jalan Sudirman dan Potongan Jalan Segmen III dari Jalan Sukowati

Sampai Jalan A. Yani

Page 33: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf
Page 34: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

Alasan mengapa pejalan kaki cenderung berjalan di pinggir jalan ketimbang di

jalur pejalan kaki:

- PKL yang memanfaatkan jalur pejalan kaki untuk berdagang sehingga dimensi

ketersediaan jalur pejalan kaki menjadi berkurang.

- Terhalangnya akses untuk menuju ke jalur pejalan kaki akibat parkir mobil.

o Upaya apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan dalam hal

perencanaan pedestrian yang trejadi di Jalan Sudirman, Kota Salatiga ?

Menciptakan aksesbilitas pada jalur pejalan kaki, berupa:

- Menciptakan rute yang jelas dimana pejalan kaki dapat melihat dengan jelas ke

tempat tujuannya. Minimal jarak pandang yang dibutuhkan untuk dapat melihat

aktivitas manusia adalah 130 meter.

- Jarak yang lebih singkat/pendek agar pejalan kaki merasa senang untuk berjalan

kaki.

- Menyediakan jalur pejalan kaki yang mudah untuk dilalui, tidak berliku, mudah untuk

berpindah arah gerak.

- Jalur pejalan kaki yang bebas hambatan.

- Sediakan dimensi jalur pejalan kaki yang sesuai dengan kebutuhan aktivitas pejalan

kaki.

- Sediakan jalur pejalan kaki yang terlindung dari pengaruh cuaca, sediakan peneduh.

Page 35: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

Selain itu, perlu juga adanya upaya dari pemerintah Kota Salatiga itu sendiri melalui

cara:

- Melakukan pengawasan ketat dan berkala di Jalan Sudirman.

- Membongkar tenda PKL ynag menhalangi akses pejalan kaki di jalur pejalan kaki

yang bersangkutan.

- Menyamakan ketinggian jalur pejalan kaki.

- Memberi pagar pembatas pada pulau jalan, agar tidak semua pulau jalan

dimanfaatkan untuk menyeberang dan berhenti.

- Melengkapi jalur pejalan kaki dengan elemen peneduh berupa pohon, jalur pejalan

kaki beratap, sehingga kondisi cuaca tidak akan menganggu pejalan kaki.

- Mengatur ulang peletakan elemen street furniture yang ada di jalur pejalan kaki.

Page 36: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

BAB IV. KESIMPULAN

Dari Teori Perencanaan Jalur Pedestrian yang telah disebutkan di atas, kita sudah

memahami bagaimana merencanakan suatu jalur pedestrian yang baik dan benar, yang

mampu memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pejalan kaki sehingga mereka lebih

ingin berjalan kaki daripada mengendarai kenderaan.

Lalu, berdasarkan dari studi kasus yang dibahas di dalam laporan ini menyangkut

perencanaan dan perancangan pedestrian di Kota Salatiga dan Kota Semarang, kita bisa

menarik kesimpulan bahwa masalah utama yang selalu menjadi penyebab dari kegagalan

penyediaan jalur pejalan kaki yang baik adalah keberadaan PKL (Pedagang Kaki Lima) di

jalur pejalan kaki yang menghalangi kemudahan aksesbilitas pejalan kaki di jalur pejalan

kaki sehingga akhirnya pejalan kaki lebih cenderung memilih untuk berjalan di bibir/badan

jalan ketimbang di jalur pedestrian yang disediakan walaupun sebenarnya masih ada space

bagi pejalan kaki untuk berjalan di jalur pejalan kaki yang teah disediakan walaupun ada PKL

yang mangkal di jalur tersebut. Nah, akhirnya yang terjadi disini adalah terjadinya

penyalahgunaan akan pemanfaatan jalur pejalan kaki yang awalnya khusus disediakan dan

menjadi hak penuh bagi pejalan kaki menjadi area PKL untuk berdagang.

Hal lain yang menjadi permasalahan adalah kondisi fisik dari jalur pejalan kaki yang

kurang layak dikatakan sebagai jalur pejalan kaki. Seharusnya pemerintah harus melakukan

perbaikan pada jalur-jalur pejalan kaki yang sudah rusak, tidak rata permukaaannya dsb.

Nah, dari permasalahan yang sering timbul yang menyebabkan kegagalan pada

perencanaan jalur pedestrians di suatu kota, sebaiknya pemerintah mengambil langkah

tegas untuk menindak PKL yang berdagang secara liar di jalur pejalan kaki yang seharusnya

diperuntukkan untuk pejalan kaki bukan untuk berdagang. Dengan digusurnya PKL dari jalur

pejalan kaki, otomatis pejalan kaki akan terdorong untuk melewati jalur pejalan kaki bukan

lagi berjalan di badan jalan. Mungkin para PKL dipindahkan ke suatu area lain yang lebih

luas yang tidak menganggu aktivitas pejalan kaki.

Selain itu, perlu disediakannya fasilitas jalur pejalan kaki yang memadai, yang mampu

menciptakan kenyamanan bagi para pejalan kaki. Fasilitas disini berupa penerangan jalan

yang cukup supaya jalur pejalan kaki tidak terlalu gelap untuk dilewati saat malam hari,

adanya penanaman pohon hijau dan semak semak dsb.

Jadi sebenarnya, untuk mampu mencapai perencanaan jalur pejalan kaki yang baik

dan benar perlu adanya kerjasama antara masyrakat sendiri dengan perhatian dari

pemerintah akan kondisi dan keadaan jalur pejalan kaki yang ada.

Page 37: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pekerjaan Umum, Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki pada Jalan

Umum, Jakarta, 1999.

Direktorat Jenderal Bina Marga: Direktorat Pembinaan Jalan Kota, Standar Perencanaan

Geometrik Untuk Jalan Perkotaan, Jakarta, 1992.

Listianto Pawaka Indra, Terstiervy, ST, 2006, Hubungan Fungsi dan Kenyamanan Jalur

Pedestrian, Tesis, Universitas Diponegoro.

Rahadi Anindya, Fitra, 2003, Jalur Pedestrian Di Kawasan Perdagangan dan Jasa Ditinjau

Dari Aksesbilitas dan Kenyamanan Pengguna, Tesis, Universitas Diponegoro.

Mulyadi Widodo, 2001, Jalur Pejalan Kaki Jalan Pandanaran Semarang, Tesis, UNDIP.

Widyanigrum, 2001, Jalur Pejalan Kaki di Kawasan Ruang Publik Pendekatan Perilaku

Pejalan Kaki, Tesis, UNDIP.

Washington State Department Of transportation, Pedestrian Facilities Guidebook, Otak,

Washington, 1977.

http://leumburkuring.wordpress.com/2012/05/06/standar-ruang-terbuka-kawasan-pejalan-

sirkulasi-pejalan-kaki/

Page 38: 100406051 - Yuli Elizabeth A (UTS).pdf