uveitis.docx

Upload: esaa-felicia

Post on 13-Jan-2016

34 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

uveitis

TRANSCRIPT

23

BAB IPENDAHULUAN

I. Latar BelakangOrgan penglihatan manusia terdiri atas banyak elemen yang saling bersinergi untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Salah satu organ yang berperan penting dalam melaksanakan fisiologis dari penglihatan ini adalah suatu lapisan vaskular pada mata yang dilindungi oleh kornea dan sklera yang disebut uvea. Uvea terdiri atas 3 struktur yaitu iris, badan siliar, dan koroid. (Ilyas, 2008)Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid yang disebabkan oleh infeksi, trauma , neoplasia, atau proses autoimun. Radang uvea (uveitis) dan tumor merupakan dua penyakit terbanyak yang mempengaruhi struktur-struktur tersebut. Banyak kelainan inflamasi dan neoplastik ditraktus uvealis berhubungan dengan penyakit-penyakit sistemik, yang beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa bila tidak dikenal (Bruce & Chris, 2005).Prevalensi uveitis diperkirakan 38 kasus per 100.000 orang. Sekitar 75% merupakan uveitis anterior. Sekitar 50% pasien uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Di Amerika Serikat, uveitis merupakan penyebab kebutaan nomor tiga setelah retinopati diabetik dan degenerasi macular. Umur penderita biasanya bervariasi antara usia prapubertal sampai 50 tahun atau sekitar kurang dari 40 tahun. Morbiditas akibat uveitis terjadi karena terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intraokuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul katarak akibat penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis yang meliputi anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan penunjang dan penanganan yang tepat (Barisani et all, 2012: Ilyas, 2008).

1.2 Tujuan dan Manfaat1.2.1 TujuanTujuan dari referat ini adalah :1. Untuk mengetahui anatomi uvea2. Untuk mengetahui definisi uveitis3. Untuk mengetahui klasifikasi uveitis4. Untuk mengetahui manifestasi klinis uveitis5. Untuk mengetahui pendekatan klinis diagnosis uveitis6. Untuk mengetahui penanganan uveitis7. Untuk mengetahui komplikasi uveitis8. Untuk mengetahui prognosis uveitis.

1.2.2 Manfaat1. Bagi MahasiswaManfaat dari referat ini adalah sebagai bahan bacaan teman-teman mahasiswa agar dapat mengetahui dan memahami dengan baik tentang uveitis dari definisi, manifestasi klinis sampai penanganannya.

2. Bagi PenulisDengan referat ini diharapkan penulis dapat menerapkan dan lebih memahami ilmu yang diperoleh khususnya tentang penyakit uveitis.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi UveaUvea atau traktus uvealis merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid.

Gambar 1. Bola Mata

a. Iris Iris merupakan suatu membran datar sebagai lanjutan dari badan siliar ke depan (anterior). Di bagian tengah iris terdapat lubang yang disebut pupil yang berfungsi untuk mengatur besarnya sinar yang masuk mata. Permukaan iris warnanya sangat bervariasi dan mempunyai lekukan-lekukan kecil terutama sekitar pupil yang disebut kripte. Pada iris terdapat 2 macam otot yang mengatur besarnya pupil, yaitu : Musculus dilatator pupil yang berfungsi untuk melebarkan pupil dan Musculus sfingter pupil yang berfungsi untuk mengecilkan pupil. Kedua otot tersebut memelihara ketegangan iris sehingga tetap tergelar datar. Dalam keadaan normal, pupil kanan dan kiri kira-kira sama besarnya, keadaan ini disebut isokoria. Apabila ukuran pupil kanan dan kiri tidak sama besar, keadaan ini disebut anisokoria. Iris menipis di dekat perlekatannya dengan badan siliar dan menebal di dekat pupil. (Vaughan et all, 2009)Perdarahan iris didapat dari circulus arteriosus major iri. Kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tak berlubang (nonfenestrated) sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresein yang disuntikan secara intravena. Persarafan sensoris iris melalui serabut-serabut dalam nervi ciliares. Iris mrngendalikan banyaknya cahaya yang masuk kedalam mata. Ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara kontriksi akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatis (Bruce & Chris, 2005).b. Korpus Siliar Korpus siliaris merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem eksresi dibelakang limbus. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris. Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi. (Ilyas, 2008)Badan siliar berbentuk cincin yang terdapat di sebelah dalam dari tempat tepi kornea melekat di sklera. Badan siliar merupakan bagian uvea yang terletak antara iris dan koroid. Badan siliar menghasilkan humor akuos. Humor akuos ini sangat menentukan tekanan bola mata (tekanan intraokular = TIO). Humor akuos mengalir melalui kamera okuli posterior ke kamera okuli anterior melalui pupil, kemudian ke angulus iridokornealis, kemudian melewait trabekulum meshwork menuju canalis Schlemm, selanjutnya menuju kanalis kolektor masuk ke dalam vena episklera untuk kembali ke jantung. (Vaughan et all, 2009)

Gambar 2. Aliran Humor aquaeusc. Koroid Koroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sklera. Khoroid merupakan lapisan yang banyak mengandung pembuluh darah dan sel-sel pigmen sehingga tampak berwarna hitam. Lapisan ini tersusun dari jaringan penyambung jarang yang mengandung serat-serat kolagen dan elastin, sel-sel fibroblas, pembuluh darah dan melanosit. Koroid terdiri atas 4 lapisan yaitu:1. Epikoroid merupakan lapisan khoroid terluar tersusun dari serat-serat kolagen dan elastin.2. Lapisan pembuluh merupakan lapisan yang paling tebal tersusun dari pembuluh darah dan melanosit. 3. Lapisan koriokapiler, merupakan lapisan yang terdiri atas pleksus kapiler, jaring-jaring halus serat elastin dan kolagen, fibroblas dan melanosit. Kapiler-kapiler ini berasal dari arteri khoroidalis. Pleksus ini mensuplai nutrisi untuk bagian luar retina. 4. Lamina elastika, merupakan lapisan koroid yang berbatasan dengan epitel pigmen retina. Lapisan ini tersusun dari jarring-jaring elastik padat dan suatu lapisan dalam lamina basal yang homogen. (Vaughan et all, 2009)Koroid tersusun atas tiga lapis pembuluh darah koroid: besar, sedang dan kecil. Semakin dalam pembuluh daram didalam koroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh darah koroid dikenal sebagai koriokapilaris. Darah dari pembuluh koroid dialirkan melalui empat vena vorticosa, satu ditiap kuadran posterior. Koroid disebelah dalam dibatasi oleh membran Bruch dan disebelah luar oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak diantara koroid dan sklera. Koroid melekat erat keposterior pada tepi-tepi nervus optikus. Disebelah anterior, koroid bergabung dengan corpus ciliare (Kanski, 2007).

2.2 Definisi UveitisUveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid yang disebabkan oleh infeksi, trauma, neoplasma, atau proses auto imun (Ilyas, 2008)

Gambar 3. Okular Eksterna pada Uveitis

2.3 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis UveitisPeradangan pada uvea (uveitis) dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa parameter. Adapun parameter yang digunakan menurut Standarization of Uveitis Nomenclature (SUN) pada tahun 2005. Klasifikasi berdasarkan letak anatomis yaitu :Gambar 4. Klasifikasi Uveitisa. Uveitis Anterior Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagaian depan badan siliar (pars plicata) biasanya unilateral dengan onset akut. Pada uveitis anterior dapat di jumpai dari keadaan mata tenang yang menunjukan proses inflamasi ringan, mata merah dan nyeri pada inflamasi sedang sampai berat. (Jayne, 2011)Gejala yang khas yang timbul meliputi nyeri, fotophobia, dan pengelihatan kabur dan mata merah. Pada pemeriksaan ditemukan kemerahan sirkumkorneal dengan injeksi konjungtiva dan sekret yang minimal. Pupil dapat ditemukan dalam keadaan miosis atau irregular karena terdapat sinekia posterior. Peradangan yang terbatas pada bilik mata depan disebut iritis, peradangan pada bilik mata depandan vitreus anterior disebut dengan iridosiklitis. Sensasi kornea dan tekanan intraokular harus diperiksa pada setiap pasien uveitis. Penurunan sensasi (reflek kornea) sering terjadi pada kasus uveitis yang disebabkan oleh infeksi herpes simplek atau zooster atau M. Leprae. Sedangkan peningkatan tekanan intra okuler dapat terjadi pada iridosiklitis, herpes simplek, herpes zoster, toksoplasmosis, sifilis. (Vaughan, 2009)Penyebab Uveitis Anterior

Autoimun: Artitis rheumatoid juvenilis - Uveitis terinduksi-lensa Spondilitis ankilosa - Sarkoidosis Sindrom reiter - Penyakit chron Kolitis ulserativa - Psoriasis

Infeksi: Sifilis - Herpes Simpleks Tuberkulosis - Onkoserkiasis Lepra (morbus hensen) - Adenovirus Herpes Zoster

Keganasan: Sindrom Masquerade - Limfoma Retinoblastoma - Melanoma Maligna Leukemia

Lain-lain: Idiopatik - Iridosiklitis heterokromik Fuchs Uveitis traumatika - Gout Ablatio retina - Krisis glaukomatosiklik

Tajam penglihatan tidak selalu menurun drastis (20/40 atau kadang masih lebih baik, walaupun pasien melaporkan pandangannya berkabut). Daya akomodasi menjadi lebih sulit dan tidak nyaman. Inspeksi difokuskan pada kongesti palpebra ringan hingga sedang dan menyebabkan pseudoptosis. Kadang dapat ditemukan injeksi perilimbus dari konjungtiva dan sklera, walaupun konjungtiva palpebra normal. Kornea dapat terlihat edem pada pemeriksaan slitlamp. Pada beberapa kondisi yang lebih parah, dapat ditemukan deposit endotel berwarna coklat keabu-abuan yang disebut keratic precipitates (KP) yang biasanya tampak jelas pada endotel kornea pada pasien dengan peradangan aktif. Keratic precipitate granulomatosa atau non-granulomatosa biasa ya terdapat disebelah inferior, di daerah segitiga nodul-nodul iris dapat terlihat pada tepi iris (noduli koeppe) atau pada sudut mata bilik depan (nodul busacca). (Vaughan, 2009)

Gambar 5. Keratic Precipitates (KP)Tanda patagonomis dari uveitis anterior adalah ditemukannya sel leukosit (hipopion); dan flare (protein bebas yang lepas dari iris dan badan siliar yang meradang; dan dapat ditemukan pada kamera okuli anterior sehingga kamera okuli anterior tampat kotor dan berkabut). Iris dapat mengalami perlengketan dengan kapsul lensa (sinekia posterior) atau kadang dapat terjadi perlengketan dengan kornea perifer (sinekia anterior). Sebagai tambahan kadang terlihat nodul granulomatosa pada stroma iris. (Vaughan, 2009)b. Uveitis Intermediet Uveitis intermediet terutama mengenai mata bagian tengah (intermediet) yaitu corpus ciliare, pars plana, retina perifer, dan vitreus. Tanda uveitis intermediet yang terpenting yaitu adanya peradangan pada vitreus. Uveitis intermediet khasnya bilateral dan cenderung mengenai pasien pada masa remaja akhir atau dewasa muda. Pria lebih banyak yang terkena dibandingkan wanita. Gejala-gejala khas meliputi floaters dan penglihatan kabur. Nyeri, fotofobia dan mata merah biasanya tidak ada atau hanya sedikit. Pemeriksaan corpus ciliare, pars plana dan retina perifer yang adekuat memerlukan sebuah oftalmoskop indirek dengan teknik penekanan sklera, yang sering menunjukan kondesat vitreus berbentuk bola salju (snowballs) atau gumpalan salju (snowbanking). Vaskulitis retina sering kali ada didekatnya peradangan pada bilik mata depan hampir selalu ringan dan sinekia posterior jarang terjadi. Penyebab uveitis intermediet tidak diketahui pada sebaian besar pasien, tetapi sarkoidosis dan sklerosis multipel berperan pada 10-20% kasus. Sifilis dan tuberkulosis (walaupun jarang) harus disingkirkan dulu kemungkinannya pada setiap pasien. Komplikasi uveitis intermediet yang tersering meliputi edem makula kistoid, vaskulitis retina, dan neovaskularisasi pada diskus optikus (Vaughan, 2009). c. Uveitis PosteriorUveitis posterior adalah peradangan yang mengenai uvea bagian posterior yang meliputi retinitis, koroiditis, vaskulitis retina dan papilitis yang bisa terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Gejala yang timbul adalah floaters, kehilangan lapang pandang atau scotoma, penurunan tajam penglihatan. Sedangkan pada koroiditis aktif pada makula atau papillomacular bundle menyebabkan kehilangan penglihatan sentral dan dapat terjadi ablasio retina. Pada umumnya segmen anterior bola mata tidak menunjukan tanda-tanda peradangan sehingga seringkali proses uveitis posterior tidak disadari oleh penderita sampai penglihatan kabur (Vaughan, 2009). Penyebab Uveitis Posterior

1. Penyakit Infeksi Virus: CMV, herpes simpleks, herpes zoster, rubella, virus defisiensi imun manusia HIV, virus eipstein Barr, virus coxsackie, nekrosis retina akut.Bakteri: Mycobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis sporadic dan endemic nocardia, mycobacterium avium-intracellulare, yarsinia, dan borella (penyebab penyakit lyme).Fungus: Candida, histoplasma, cryptococcus, dan aspergillus Parasit: Toxoplasma, toxocara, cysticercus, dan onchocerca

2. Penyakit Non Infeksi: Autoimun: Penyakit Bechet - oftalmia simpleksSindrom vogt-koyanagi-harada - Vaskulitis retinaPoliarteritis nodosa Keganasan: Sarkoma sel reticulum - leukimia Melanoma maligna - Lesi metastatic

Etiologi tak diketahui: Sarkoidosis - Retinopati birdshotKoroditis geografik - Epiteliopati pigmen retina Epitelopati pigmen piakoid multifocal akut

Patofisiologi dari uveitis posterior yaitu pada stadium awal terjadi kongestif dan infiltrasi dari sel-sel radang seperti limfosit dan fibrin pada koroid dan retina yang terkena. Apabila inflamasi berlanjut, lamina vitrea akan robek sehingga lekosit pada retina akan menginvasi rongga vitreum yang menyebabkan timbulnya proses supurasi di dalamnya (Guyton, 1997).Pada uveitis granulomatosa kronis tampak sel mononuklear, sel epiteloid, dan giant cell sebagai nodul granulomatosa yang tipikal. Kemudian eksudat menghilang dengan disertai atrofi dan melekatnya lapisan koroid dan retina yang terkena. Eksudat dapat menjadi jaringan parut. Keluarnya granula pigmen akibat nekrosis atau atrofi dari kromatofor dan sel epitelia pigmen akan difagositosis oleh makrofag dan akan terkonsentrasi pada tepi lesi (Vaughan, 2009) .

Gambar 7. Uveitis PosteriorSel-sel radang pada humor vitreus, lesi berwarna putih atau putih kekuningan pada retina dan atau koriod, eksudat pada retina, vaskulitis retina dan edema nervus optikus dapat ditemukan pada uveitis posterior. (Vaughan, 2009)

d. Uveitis Difus atau Panuveitis (Peradangan pada Kamera Okuli Anterior, Vitreous, Retina dan Koroid)Istilah uveitis difus merupakan kondisi terdapat infiltratnya sel kurang lebih merata dari semua unsur di traktus uvealis atau dengan kata lain pada uveitis difus tidak memiliki tempat peradangan yang predominan dimana peradangan merata pada kamera okuli anterior, vitreous, retina dan koroid seperti retinitis, koroiditis, dan vaskulitis retinal). Keadaan ini seringnya disebabkan karena infeksi yang berkembang pada toxocariasis infantil, endoftalmitis bakterial postoprasi, atau toksoplasmosis yang berat, ciri morfologis khas seperti infiltrat geografik secara khas tidak ada (Ilyas, 2008).Klasifikasi Uveitis Berdasarkan SUN (Standardization Of Uveitis Nomenclature)TipeLetak peradanganKelainan

Uveitis AnteriorRuang anteriorIritis

Iridosiklitis

Anterior siklitis

Uveitis intermediateVitreusPars planitis

Posterior siklitis

Hyalitis

Uveitis PosteriorRetina dan KoroidFocal, multifokal atau difuse koroiditis

Korioretinitis

Retinokoroiditis

Retinitis

Neuroretinitis

PanuveitisRuang anterior, vireus, dan retina atau koroid

2.4 Pemeriksaan Laboratorium uveitisPemeriksaan laboratorium umumnya tidak diperlukan pada pasien uveitis ringan dan pasien dengan riwayat trauma atau pembedahan baru-baru ini atau dengan tanda-tanda infeksi virus herpes simplex atau herpes zoster yang jelas, seperti dermatitis vesikular penyerta, keratitis dendritik atau disciformis, atau atrofi iris sektoral. Di lain pihak, pemeriksaan sebaiknya juga ditunda pada pasien muda hingga pertengahan yang sehat dan asimptomatik, yang mengalami episode pertama iritis atau iridosiklitis unilateral akut ringan sampai sedang yang cepat berespoon terhadap pengobatan kortiskosteroid topikal dan sikloplegik (Vaughan, 2009). Pasien uveitis difus, posterior atau intermediet, dengan kelainan granulomatosa bilateral, berat, dan rekuren harus diperika sebagaimana setiap pasien uveitis yang tidak cepat merespons pengobatan standar. Pemeriksaan sifilis harus mencakup uji Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) atau rapid plasma reagin (RPR), dan uji antibiodi anti-Treponema yang lebih spesifik, seperti FTA-ABS atau MHA-TP assays. Kemungkinan tuberkulosis dan sarkoidosis harus disingkirkan dengan pemeriksaan sinar-X dada dan uji kulit-menggunakan purified protein derivative (PPD) dan kontrol untuk energi, seperti campak dan candida. Riwayat vaksinasi BCG dimasa lampau tidak boleh mencegah dilakukannya uji PPD karena hasil uji akan negatif (indurasi