universitas indonesia evaluasi kebijakan...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
EVALUASI KEBIJAKAN
PENGGUNAAN FREE/OPEN SOURCE SOFTWARE (F/OSS)
DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN
TESIS
AHMAD RAIS
NPM: 1006741141
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK
JAKARTA
DESEMBER 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
EVALUASI KEBIJAKAN
PENGGUNAAN FREE/OPEN SOURCE SOFTWARE (F/OSS)
DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Ekonomi
AHMAD RAIS
NPM: 1006741141
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK
KEKHUSUSAN MANAJEMEN SEKTOR PUBLIK
JAKARTA
DESEMBER 2012
ii
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
Tesis ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada saya.
Jakarta, Desember 2012
Ahmad Rais
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Ahmad Rais
NPM : 1006741141
Tanda Tangan :
Tanggal : Desember 2012
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh :
Nama : Ahmad Rais
NPM : 1006741141
Program Studi : Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik
Judul Tesis : Evaluasi Kebijakan Penggunaan Free/Open Source
Software (F/OSS) di Lingkungan Pemerintah Kota
Pekalongan
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Ekonomi
pada Program Studi Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, Fakultas
Ekonomi, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr. Aris Yunanto ( )
Ketua Penguji : Dr. Andi Fahmi Lubis ( )
Anggota Penguji : Iman Rozani, S.E., M.Soc.Sc. ( )
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : Desember 2012
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas hidayah-Nya, akhirnya tesis
ini dapat terselesaikan. Tesis ini merupakan tugas akhir yang disusun sebagai
salah satu bentuk penerapan beberapa teori/konsep yang sudah diperoleh di
“bangku kuliah” untuk menganalisis permasalahan publik yang ada. Penelitian
yang kemudian dituangkan dalam format tesis ini, berfokus pada masalah evaluasi
kebijakan penggunaan Free/Open Source Software (F/OSS) di lingkungan
Pemerintah Kota Pekalongan.
Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian tesis ini tidak dapat
dilepaskan dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Aris Yunanto, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
arahan selama proses penyusunan tesis ini;
2. Seluruh dosen MPKP UI, khususnya Bapak Dr. Andi Fahmi Lubis dan Bapak
Iman Rozani, S.E., M.Soc.Sc., selaku dosen penguji yang dengan bijak
mengkritisi dan memberikan masukan terkait dengan penelitian ini;
3. Seluruh staf akademik MPKP UI, atas kerjasamanya selama penulis kuliah di
MPKP UI;
4. Kementerian Riset dan Teknologi, khususnya kepada Asisten Deputi Sumber
Daya Manusia Iptek yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menjalani studi di MPKP UI;
5. Direktur Pusat Pengkajian Kebijakan Difusi Teknologi (PPKDT) serta seluruh
rekan kerja di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) atas
dukungannya;
6. Pegawai di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan, khususnya kepada
Bapak Sri Budi Santoso selaku Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika dan
Bapak Ahmad Husni selaku Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi,
Dinas Komunikasi dan Informatika, Pemerintah Kota Pekalongan, atas
dukungan yang diberikan kepada penulis sehingga proses pengumpulan data
dapat berjalan lancar;
vi
7. Narasumber yang telah memberikan data dan informasinya: Ibu Henny
Hendarti dan Ibu Yunita Sitinjak (Praktisi di Bidang Teknologi Informasi),
Ibu Yeni (Pegiat IGOS Kemenristek), Bapak Wendy Swandoyo (Komunitas
Pengguna Linux Kota Pekalongan), Ibu Betti Alisjahbana dan Bapak
Rusmanto (Asosiasi Open Source Indonesia), Bapak Iska Ricky Malika
(Pendayagunaan Free/Open Source Software - Universitas Indonesia);
8. Rekan-rekan mahasiswa MPKP Angkatan XXII Pagi yang telah memberikan
dukungan kepada penulis selama masa perkuliahan dan penyusunan tesis ini;
9. Keluarga tercinta: Ayu Lydi Ferabianie, isteriku serta Banyu dan Binar,
anakku, atas dukungan dan kesabarannya.
10. Semua pihak yang belum tersebutkan, yang telah berkontribusi dalam proses
penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini, masih jauh dari sempurna,
namun penulis berharap semoga hasil dari penelitian ini dapat memberikan
informasi kepada pihak-pihak yang tertarik dan berkepentingan dengan kebijakan
penggunaan Free/Open Source Software (F/OSS) di Indonesia.
Jakarta, Desember 2012
Penulis
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan
dibawah ini :
Nama : Ahmad Rais
NPM : 1006741141
Program Studi : Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik
Departemen : Ilmu Ekonomi
Fakultas : Ekonomi
Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-Exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Evaluasi Kebijakan Penggunaan Free/Open Source Software (F/OSS)
di Lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non
Eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat
dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Jakarta
Pada tanggal: Desember 2012
Yang menyatakan,
Ahmad Rais
viii
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Ahmad Rais
Program Studi : Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik
Judul : Evaluasi Kebijakan Penggunaan Free/Open Source Software
(F/OSS) di Lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan
Dalam dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) 2011-2025, dinyatakan bahwa sebagai infrastruktur
pemberdaya yang mampu meningkatkan daya guna infrastruktur lainnya (meta
infrastruktur), telematika menjadi prasyarat penting untuk mendukung
keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Sebagai salah satu langkah strategis dalam
mempercepat penguasaan teknologi informasi dan mengurangi pembajakan
perangkat lunak, beberapa instansi Pemerintah di Indonesia telah mendeklarasikan
gerakan untuk menggunakan Free/Open Source Software (F/OSS) sebagai
alternatif dari perangkat lunak berlisensi. Di tingkat Pemerintah Daerah, salah satu
daerah yang secara aktif mengadopsi dan memanfaatkan F/OSS di lingkungan
instansinya adalah Pemerintah Kota Pekalongan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penghematan biaya serta manfaat yang
diperoleh sebagai dampak dari kebijakan penggunaan F/OSS di lingkungan
Pemerintah Kota Pekalongan. Fokus penelitian dibatasi pada kebijakan
penggunaan F/OSS terkait dengan aplikasi perkantoran dan sistem operasi yang
digunakan pada komputer administrasi perkantoran di lingkungan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD).
Dengan menggunakan metode information economics, hasil analisis terhadap
aspek finansial, menunjukkan bahwa Return on Investment (ROI) yang dihasilkan
sebesar 362% dan masuk dalam kategori skor 2 (dari skala 0-5). Hal ini
menunjukkan bahwa kebijakan migrasi F/OSS, memberikan manfaat yang cukup
besar pada efisiensi anggaran belanja pihak Pemerintah Kota Pekalongan,
khususnya di sektor teknologi informasi. Secara keseluruhan, skor akhir dari
information economics bernilai positif (nilai 54 dari skala -25 sampai 95), yang
menunjukkan bahwa aspek manfaat mempunyai nilai yang lebih besar
dibandingkan dengan nilai biaya.
Kata kunci:
Free/Open Source Software (F/OSS), Information Economics, Return on
Investment (ROI), Pemerintah Kota Pekalongan
ix
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Ahmad Rais
Study Program : Master of Planning and Public Policy
Title : Policy Evaluation of Free/Open Source Software (F/OSS)
Adoption at Municipal Government of Pekalongan
In the document Masterplan for Acceleration and Expansion of Indonesia's
Economic Development (MP3EI) 2011-2025, stated that telematics as meta
infrastructure that able to improve the performance of other infrastructures,
becomes an important prerequisite for supporting the sustainability of economic
growth. As a strategic step to accelerate the mastery of information technology
and reduce software piracy, some government agencies in Indonesia have declared
the movement to use Free/Open Source Software (F/OSS) as an alternative to
proprietary software. At the local government level, one of the Municipal
Government that actively adopt and use F/OSS in their institution is Municipal
Government of Pekalongan.
This study analyze the cost savings and benefits impact of the F/OSS adoption
policy in the Municipal Government of Pekalongan. The focus of this research is
limited to the F/OSS adoption policy related to office applications and the
operating system used on computers in the administrative office unit.
By using the method of information economics, the analysis of the financial
aspect shows that the Return on Investment (ROI) generated by 362%, in the
category score of 2 (scale of 0-5). This suggests that migration policy F/OSS,
provide considerable benefits to the efficiency of Municipal Government of
Pekalongan budget, specially in the information technology sector. Overall, the
final score of information economics shows the positive score (54 scale of -25 to
95), indicating that the value benefits aspect greater than the value of the costs.
Keywords:
Free/Open Source Software (F/OSS), Information Economics, Return on
Investment (ROI), Municipal Government of Pekalongan.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR DIAGRAM ...................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii
DAFTAR GRAFIK......................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv
1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 6
1.3. Ruang Lingkup ........................................................................................... 7
1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 7
1.5. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 8
1.6. Sistematika Penulisan.................................................................................. 8
2. STUDI LITERATUR .................................................................................. 10
2.1. Infrastruktur Telematika .............................................................................. 10
2.1.1. Definisi Infrastruktur ........................................................................ 10
2.1.2. Klasifikasi Infrastruktur .................................................................... 11
2.1.3. Telekomunikasi dan Telematika ........................................................ 12
2.2. F/OSS sebagai Barang Publik...................................................................... 14
2.2.1. Definisi dan Klasifikasi Software ...................................................... 14
2.2.2. Definisi Free/Open Source Software ................................................. 16
2.2.3. Karakteristik Barang Publik .............................................................. 19
2.2.4. Eksternalitas ..................................................................................... 21
2.3. Pemerintah dan Kebijakan Publik................................................................ 22
2.3.1. Fungsi Pemerintah ............................................................................ 22
2.3.2. Definisi Kebijakan Publik ................................................................. 24
2.3.3. Evaluasi Kebijakan Publik ................................................................ 25
2.4. Beberapa Kajian tentang F/OSS .................................................................. 26
2.5. Peraturan Penerapan F/OSS di Indonesia..................................................... 29
Universitas Indonesia
xi
3. METODE PENELITIAN ............................................................................ 30
3.1. Desain Penelitian ....................................................................................... 30
3.2. Metode Penelitian: Information Economics ................................................ 32
3.2.1. Pengukuran Tangible Benefit............................................................. 35
3.2.2. Pengukuran Quasi-Tangible Benefit .................................................. 36
3.2.3. Pengukuran Intangible Benefit ......................................................... 37
3.2.4. Nilai Korporat (Corporate Values) .................................................... 39
3.2.5. Information Economics Scorecard .................................................... 42
3.3. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 44
3.4. Responden ................................................................................................. 44
4. KEBIJAKAN KOTA PEKALONGAN GO OPEN SOURCE .................... 46
4.1. Sosialisasi dan Inisiasi................................................................................ 46
4.2. e-Leadership dan Regulasi ......................................................................... 47
4.3. Kelembagaan Tim Migrasi F/OSS .............................................................. 49
4.4. Proses Migrasi F/OSS ................................................................................ 55
4.5. Capaian ...................................................................................................... 58
5. ANALISIS DAN PEMBAHASAN .............................................................. 64
5.1. Pengukuran Tangible Benefit ...................................................................... 65
5.1.1. Biaya Migrasi F/OSS ........................................................................ 65
5.1.2. Manfaat Migrasi F/OSS .................................................................... 67
5.1.3. Lembar Kerja (Worksheet) Tangible Benefit ...................................... 73
5.2. Pengukuran Quasi-Tangible Benefit ............................................................ 74
5.2.1. Lembar Kerja (Worksheet) Tangible dan Quasi-Tangible Benefit ...... 76
5.3. Pengukuran Intangible Benefit .................................................................... 77
5.3.1. Penilaian Domain Organisasi ............................................................ 77
5.3.2. Penilaian Domain Teknologi ............................................................. 86
5.4. Penghitungan Skor Information Economics ................................................. 95
5.4.1. Pembobotan Skor Kuesioner ............................................................. 95
5.4.3. Information Economics Scorecard .................................................... 99
6. PENUTUP .................................................................................................. 103
6.1. Kesimpulan ............................................................................................. 103
6.2. Rekomendasi .......................................................................................... 104
6.3. Saran untuk Penelitian Selanjutnya ......................................................... 105
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 106
LAMPIRAN ................................................................................................... 109
Universitas Indonesia
xii
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1.1. Komposisi Pelaku Industri Sektor Telematika ................................. 3
Diagram 3.1. Desain Penelitian .......................................................................... 30
Diagram 3.2. Tahapan Penelitian ....................................................................... 31
Diagram 5.1. Pilihan Lisensi Produk Perangkat Lunak Microsoft ....................... 68
Universitas Indonesia
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Klasifikasi Software ...................................................................... 15
Gambar 3.1. Matriks Teknik Mengukur Manfaat .............................................. 35
Gambar 3.2. Kuadran Nilai Korporat ................................................................ 39
Gambar 5.1. Posisi Pemkot Pekalongan dalam Kuadran Information Economics
..................................................................................................... 98
Gambar 5.2. Kategori Manfaat Berdasarkan Skor Akhir Information Economics
................................................................................................... 102
Universitas Indonesia
xiv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1. Ekspor-Impor untuk Komoditas TIK Tahun 2005-2009 ..................... 2
Grafik 1.2. Ekspor-Impor Produk Telematika Tahun 2009-Maret 2011 ................ 3
Grafik 4.1. Target dan Capaian Migrasi F/OSS Tahun 2008-2010 ...................... 60
Universitas Indonesia
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Klasifikasi Infrastruktur..................................................................... 12
Tabel 2.2. Karakteristik Lisensi Free/Open Source Software .............................. 19
Tabel 2.3. Klasifikasi Barang Publik .................................................................. 20
Tabel 3.1. Nilai Korporat Kuadaran Investment.................................................. 40
Tabel 3.2. Nilai Korporat Kuadaran Strategic .................................................... 41
Tabel 3.3. Nilai Korporat Kuadaran Infrastructure ............................................. 41
Tabel 3.4. Nilai Korporat Kuadaran Breakthru ................................................... 42
Tabel 3.5. Information Economics Scorecard ..................................................... 43
Tabel 4.1. Capaian Migrasi F/OSS di SKPD Pemkot Pekalongan Sampai dengan
Akhir 2010......................................................................................... 59
Tabel 4.2. Capaian Kegiatan Migrasi F/OSS ...................................................... 61
Tabel 4.3. Sistem Informasi Manajemen Pemkot Pekalongan Berbasis F/OSS ... 62
Tabel 5.1. Biaya Awal Migrasi F/OSS Pemkot Pekalongan ................................ 66
Tabel 5.2. Rincian Biaya Berjalan Migrasi F/OSS Pemkot Pekalongan .............. 67
Tabel 5.3. Rekapitulasi Biaya Berjalan Tahun 2010 sampai dengan 2012........... 67
Tabel 5.4. Perbandingan Antara Select License dan Enterprise Agreement ......... 70
Tabel 5.5. Perkiraan Biaya dengan Skema Full Package Product....................... 72
Tabel 5.6. Resiko Denda Pelanggaran Hak Cipta Program Komputer................. 73
Tabel 5.7. Lembar Kerja Tangible Benefit .......................................................... 73
Tabel 5.8. Nilai Manfat dari Adanya Tim Helpdesk ........................................... 76
Tabel 5.9. Lembar Kerja Tangible dan Quasi-Tangible Benefit .......................... 76
Tabel 5.10. Skor Strategic Match ....................................................................... 79
Tabel 5.11. Skor Competitive Advantage ........................................................... 81
Tabel 5.12. Skor Management Information ........................................................ 82
Tabel 5.13. Skor Competitive Response ............................................................. 84
Tabel 5.14. Skor Project or Organizational Risk ................................................ 85
Tabel 5.15. Skor Strategic Information System Architecture .............................. 88
Tabel 5.16. Skor Definitional Uncertainty.......................................................... 89
Tabel 5.17. Skor Technical Uncertainty ............................................................. 91
Tabel 5.18. Rata-Rata Skor Technical Uncertainty ............................................. 93
Tabel 5.19. Skor Infrastructure Risk .................................................................. 94
Tabel 5.20. PDRB Per Kapita Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Tahun 2007 ..... 96
Tabel 5.21. Corporate Value Pemerintah Kota Pekalongan ................................ 99
Tabel 5.22. Hasil Akhir Information Economics Score ..................................... 100
Tabel 5.23. Nilai Minimum dan Maksimum Information Economics Score ...... 101
Universitas Indonesia
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Panduan Wawancara .................................................................... 109
Lampiran 2. Kuesioner..................................................................................... 110
Lampiran 3. Surat Edaran MenPAN dan RB tentang Penggunaan F/OSS ......... 122
Lampiran 4. Surat Keputusan Walikota Pekalongan tentang Kewajiban Pemakaian
dan Penggunaan F/OSS ............................................................... 124
Universitas Indonesia
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat saat ini telah
menempatkan telematika sebagai sektor yang mempunyai peranan strategis dalam
pembangunan di Indonesia. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 28 Tahun
2008 tentang kebijakan industri nasional, menempatkan sektor telematika sebagi
salah satu pilar industri andalan masa depan yang menjadi penopang bangun
industri nasional. Dalam dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 sebagai dokumen kerja
yang komplementer terhadap dokumen-dokumen perencanaan pembangunan yang
telah ada sebelumnya, dinyatakan bahwa sebagai infrastruktur pemberdaya yang
mampu meningkatkan daya guna infrastruktur lainnya (meta infrastruktur),
telematika menjadi prasyarat penting untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan
ekonomi sehingga pengembangan strategi dan kebijakan untuk meningkatkan
sektor telematika merupakan salah satu dari 8 program yang diprioritaskan.
Dalam dokumen Peta Panduan (Roadmap) Pengembangan Klaster Industri
Prioritas, Industri Elektronika dan Telematika Tahun 2010–2014 yang dikeluarkan
oleh Kementerian Perindustrian dinyatakan bahwa ruang lingkup industri
telematika mencakup:
– Produk Komputer dan Appliances (komputer dan peralatannya, internet dan
sistem komunikasi multimedia).
– Software (aplikasi internet, WEB, WAP dan software di bidang bisnis, kreatif
atau seni dan ilmu pengetahuan))
– Contents (e-Contents, Business Intelligence, Advertisments, Customer
Services, Games, Animasi, Art, Human Interests, Tourism, News, Education,
Health, Facts, Technology)
– Terminal (Telepon, CDMA/GSM/PHS Handset, VoIP, MoIP, 3G-4G
Wireless, Satellite Handset)
Universitas Indonesia
2
Universitas Indonesia
– Jaringan Akses (kabel, fiber, UTP, PLC, 3G-4G wireless Indonesia)
– Hub dan Swicthes (STDIK, PABX, Wartel, IP, Router, MPLS, Hybrid IP-CS,
IP-PABX, 3G Wartel-Warnet, Microsats, HAP)
Beberapa data kuantitatif menunjukkan bahwa sampai saat ini salah satu
hal yang masih menjadi tantangan utama bagi Indonesia adalah masalah
ketergantungan pihak asing. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS), yang diolah
oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menunjukkan bahwa
pada tahun 2005 sampai dengan 2007 terjadi trend penurunan pada neraca
perdagangan untuk komoditas teknologi informasi dan komunikasi sebagai
perangkat utama pendukung sektor telematika. Bahkan mulai tahun 2008, sisi
impor untuk komoditas ini sudah melebihi sisi ekspor.
Grafik 1.1. Ekspor-Impor untuk Komoditas TIK Tahun 2005-2009
Sumber: BPS, BPPT
3
Universitas Indonesia
Dari Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2011, jumlah impor produk-produk di
sektor telematika terus menunjukkan trend meningkat melebihi sisi ekspor.
Berikut disajikan data dari BPS yang telah diolah oleh Kementerian Perindustrian:
Catatan:
Satuan dalam milyar USD
ekspor impor
Sumber: BPS / Kementerian Perindustrian
Keterangan:
Satuan dalam milyar USD
ekspor
impor
Grafik 1.2. Ekspor-Impor Produk Telematika Tahun 2009-Maret 2011
Sumber: BPS, Kementerian Perindustrian
Selain dari sisi produk yang masih impor, penyedia teknologi komponen
pendukung untuk industri di sektor telematika juga masih didominasi oleh pihak
asing. Berikut disajikan data tentang kondisi umum pelaku industri hulu sampai
hilir di sektor telematika.
Diagram 1. 1. Komposisi Pelaku Industri Sektor Telematika
Sumber: Dokumen MP3EI 2011-2025
4
Universitas Indonesia
Selain masalah ketergantungan dengan pihak asing, salah satu isu klasik
terkait dengan industri telematika nasional adalah masalah pembajakan perangkat
lunak. Data yang dikeluarkan oleh sebuah organisasi nirlaba dunia di bidang
perangkat lunak, Business Software Alliance (BSA), menunjukkan bahwa tingkat
pembajakan software di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 86%, dimana 8 dari
10 program yang di install oleh pengguna komputer adalah tanpa lisensi. Nilai
komersial dari pembajakan ini mencapai US$ 1.467 Milyar (sekitar Rp12,8
Ttriliun).
Sebagai bagian dari organisasi perdagangan dunia, tingginya tingkat
pembajakan program komputer yang terjadi di Indonesia, dianggap sebagai
pelanggaran yang cukup berat terhadap hak atas kekayaaan intelektual (HKI)
sehingga Indonesia masuk dalam daftar Priority Watch List yang dikeluarkan oleh
United States Trade Representative (USTR)1. Dengan status tersebut, Indonesia
berpotensi menjadi negara yang dianggap merugikan kepentingan perdagangan
Amerika Serikat. Beberapa sanksi perdagangan dari USTR yang mungkin
diberikan, yaitu: menunda pemberian konsesi yang telah disepakati dalam suatu
perjanjian dagang, menerapkan bea masuk dan cukai atau bentuk pembatasan
impor lainnya, menerapkan biaya atau pembatasan terhadap penyelenggaraan
jasa-jasa, mengadakan perjanjian dengan negara bersangkutan untuk
menghilangkan tindakan yang menimbulkan kerugian atau untuk meminta ganti
rugi, dan/atau membatasi kewenangan sektor pelayanan.
Terkait dengan upaya untuk mengatasi tingginya tingkat pembajakan
perangkat lunak, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan
mengoptimalkan penggunaan Free/Open Source Software (F/OSS). Hasil kajian
yang dilakukan oleh United Nations Conference on Trade and Development
(UNCTAD) pada tahun 2003, menunjukkan bahwa F/OSS memiliki implikasi
yang signifikan bagi negara berkembang dalam hal mengurangi pembajakan dan
monopoli dari perangkat lunak berlisensi.
Pada tanggal 30 Juni 2004 beberapa instansi Pemerintah secara resmi
mendeklarasikan gerakan Indonesia Go Open Source (IGOS) sebagai langkah
1 Uraian lebih detil tentang Priority Watch List dapat dilihat dalam Dokumen “2011 Special 301 Report” yang
dikeluarkan oleh Office of The United States Trade Representative.
5
Universitas Indonesia
awal pengembangan dan pemanfaatan Open Source Software secara nasional.
Deklarasi bersama yang dikenal dengan istilah IGOS tersebut ditandatangani oleh
Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri
Kehakiman dan HAM, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara serta Menteri
Pendidikan Nasional. Empat tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 27 Mei 2008,
gerakan IGOS kembali dideklarasikan dengan melibatkan 18 instansi Pemerintah
(Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Kementerian dan Kepolisian).
Sebagai tindak lanjut dari deklarasi Indonesia Go Open Source,
Pemerintah kemudian melakukan beberapa langkah aksi seperti sosialisasi terkait
dengan penggunaan F/OSS, menyusun panduan dalam pengembangan dan
penggunaan F/OSS, mengadakan pelatihan serta menginisiasi terbentuknya
komunitas open source dan organisasi helpdesk. Selain dari sisi teknis,
Pemerintah Pusat juga menggunakan instrumen hukum untuk mengoptimalkan
penggunaan F/OSS di lingkungan instansi Pemerintah Pusat dan Daerah. Surat
Edaran Nomor: SE/01/M.PAN/3/2009 dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) secara tegas menghimbau kepada
Pimpinan Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk melakukan pengecekan
penggunaan perangkat lunak di lingkungannya dan menghapus semua perangkat
lunak tidak legal, dan selanjutnya menggunakan Free/Open Source Software
(F/OSS) sebagai pengganti perangkat lunak tidak legal.
Salah satu Pemerintah Daerah yang secara aktif merespons himbauan
Pemerintah Pusat untuk mengadopsi dan memanfaatkan F/OSS di lingkungan
instansinya adalah Pemerintah Kota Pekalongan. Dalam situasi dimana antusias
dan respons Pemerintah Daerah pada Gerakan Go Open Source yang rendah2,
Pemerintah Kota Pekalongan secara konsisten melakukan proses migrasi F/OSS
sejak tahun 2008.
2 Menurut Engkos Koswara, Staf Ahli Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi, Kementerian Riset dan
Teknologi, di tingkat Pemerintah Daerah hanya sekitar 25% saja yang merespons surat edaran dari
Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara tentang penggunaan F/OSS. Lebih detil lihat artikel berjudul:
“Baru 25% Pemda yang Pakai Open Source” yang dimuat dalam media online detik, pada hari Selasa,
03/05/2011.
6
Universitas Indonesia
1.2. Rumusan Masalah
Kebijakan Pemerintah Kota Pekalongan untuk melakukan migrasi dari
perangkat lunak bajakan ke perangkat lunak legal berbasis F/OSS tidak hanya
membawa konsekuensi pada masalah teknis semata. Kebijakan tersebut juga
membawa konsekuensi pada perubahan budaya kerja yang mengharuskan adanya
perubahan dari kebiasaan lama menggunakan software bajakan yang sudah
dijalani bertahun-tahun beralih pada kebiasaan baru untuk menggunakan F/OSS
yang merupakan teknologi yang masih relatif asing bagi mereka. Adanya
konsekuensi pada perubahan budaya kerja, menimbulkan keraguan bagi sebagian
kalangan bahwa penerapan F/OSS akan membawa dampak positif pada efisiensi
dan efektifitas kinerja lembaga.
Roach (dalam Indrajit, 2004:1) menyatakan bahwa salah satu fenomena
yang masih menjadi bahan diskusi di kalangan akademisi maupun praktisi di
bidang teknologi informasi dan ekonomi, sejak tahun 1980-an sampai dengan saat
ini adalah masalah “IT Productivity Paradox”3. Menurut Indrajit (2004: 5), salah
satu bentuk dari paradoks produktifitas tersebut adalah kenyataan dari beberapa
kasus yang ada menunjukkan bahwa teknologi informasi memang tidak
memberikan kontribusi apapun terhadap tingkat produktifitas bahkan cenderung
memperburuk kinerja produktifitas organisasi secara keseluruhan.
Melihat kondisi tersebut, perlu dilakukan evalusi terhadap kebijakan
penggunaan F/OSS yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Pekalongan untuk
mengantisipasi potensi adanya kerugian yang mungkin muncul. Pertanyaan yang
kemudian menjadi fokus dalam penelitian ini adalah dari sudut pandang
perbandingan biaya-manfaat, apakah kebijakan penggunaan F/OSS memang
memberikan manfaat bagi Pemerintah Kota Pekalongan.
3 IT productivity paradox atau paradoks produktifitas merupakan istilah yang merujuk pada fenomena
ketidakseimbangan antara besaran jumlah investasi yang dikeluarkan sebuah organisasi untuk menerapkan
dan memanfaatkan teknologi informasi dengan ukuran total output yang dihasilkan. Dimana output yang
dihasilkan lebih kecil daripada besaran input.
7
Universitas Indonesia
1.3. Ruang Lingkup
Dari rangkaian proses utama dalam kebijakan publik yang meliputi
formulasi, implementasi dan evaluasi, secara substansi, penelitian ini hanya akan
berfokus pada salah satu tahapan, yaitu tahap evaluasi. Untuk membatasi
pembahasan, dalam hal ini evaluasi yang dilakukan hanya dari sudut pandang
biaya dan manfaat dari kebijakan penggunaan F/OSS yang sudah dilakukan.
Penggunaan F/OSS sebagai obyek yang akan dievaluasi, dibatasi pada
penggunaan perangkat lunak perkantoran dan sistem operasi yang digunakan pada
komputer administrasi perkantoran di lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD).
Secara lokasi, penelitian ini akan berfokus pada Kebijakan Go Open
Source yang diterapkan di lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah
Kota Pekalongan. Dalam hal ini, penentuan Pemerintah Kota Pekalongan sebagai
obyek penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan
bahwa Pemerintah Kota Pekalongan merupakan instansi di tingkat daerah yang
sudah selesai melakukan migrasi dan sudah secara aktif memanfaatkan perangkat
lunak legal berbasis F/OSS di lingkungan instansinya. Saat ini, kebijakan
penggunaan F/OSS di Pemerintah Kota Pekalongan merupakan praktik terbaik
(best practice) untuk tingkat Pemerintah Daerah di Indonesia.4
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk:
– Mengkaji komponen biaya yang harus dikeluarkan Pemerintah Pekalongan
untuk mendukung proses migrasi dan penggunaan F/OSS di lingkungan
Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) serta efisiensi yang dihasilkan.
– Mengkaji manfaat yang diperoleh dari kebijakan implementasi F/OSS di
lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan.
4 Di tengah lesunya respons dan konsistensi instansi pemerintah terhadap pemanfaatan F/OSS, Pemkot
Pekalongan secara konsisten menuntaskan proses migrasi dan implementasi open source dan berhasil meraih
penghargaan Indonesia Open Source Award (IOSA) dua kali berturut-turut pada tahun 2011 dan 2012. Hal ini
tentunya menarik untuk dijadikan sebagai sebuah studi kasus. Lebih detil tentang IOSA bisa dilihat di situs
resminya: http://www.iosa.web.id/
8
Universitas Indonesia
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi kepada
pihak-pihak yang terkait dan berkepentingan:
– Bagi pihak Pemerintah Kota Pekalongan, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi tentang aspek biaya dan manfaat dari kebijakan
penerapan F/OSS yang sudah ditetapkan.
– Bagi pihak lain (Pemerintah Daerah) yang tertarik dan mempunyai rencana
untuk menerapkan kebijakan penerapan F/OSS di lingkungan instansinya,
hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan
referensi dan pertimbangan.
– Bagi pihak Pemerintah Pusat (khususnya Kementerian Riset dan Teknologi,
Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi selaku inisiator Program IGOS),
hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan
pertimbangan terkait dengan keberlanjutan Program Indonesia Go Open
Source.
1.6. Sistematika Penulisan
Penelitian ini disusun secara deskriptif yang dibagi menjadi lima bagian
dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan yang akan menjadi pengantar penelitian secara
keseluruhan. Dalam bab I dijelaskan tentang latar belakang, permasalahan,
tujuan dan manfaat serta ruang lingkup penelitian.
Bab II berisi tentang studi literatur sebagai referensi yang mendukung
kerangka berfikir dalam melihat permasalahan yang ada.
Bab III berisi tentang desain dan metode penelitian yang digunakan untuk
menganalisis masalah yang ada.
Bab IV merupakan bagian dari penelitian yang dilakukan, berisi tentang
gambaran umum kebijakan penggunaan Free/Open Source Software (F/OSS)
di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan.
9
Universitas Indonesia
Bab V merupakan inti dari penelitian yang dilakukan, berisi tentang analisis
data primer dan skunder terkait dengan evaluasi penggunaan F/OSS di
Pemerintah Kota Pekalongan dengan metode information economics.
Bab VI merupakan penutup yang menjadi bagian akhir dari penelitian. Dalam
bab ini berisi tentang kesimpulan serta rekomendasi yang disusun
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan.
10
BAB 2
STUDI LITERATUR
2.1. Infrastruktur Telematika
2.1.1. Definisi Infrastruktur
Meskipun sejak akhir tahun 1980-an telah banyak penelitian yang
dilakukan untuk mengkaji hubungan antara infrastruktur dan pembangunan
ekonomi yang kemudian menghasilkan kesepakatan umum bahwa infrastruktur
mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, namun
dalam konteks ilmu ekonomi belum ada rumusan baku terkait dengan definisi
tentang infrastruktur yang telah disepakati bersama (Gianpiero, 2009).
Jochimsen (dalam Gianpiero, 2009:7) mendefinisikan infrastruktur
sebagai: the sum of material, institutional and personal facilities and data which
are available to the economic agents and which contribute to realizing the
equalization of the remuneration of comparable inputs in the case of a suitable
allocation of resources, that is complete integration and maximum level of
economic activities. Secara singkat, dapat dijelaskan bahwa infrastruktur
merupakan gabungan dari modal, peralatan, institusi dan data yang digunakan
untuk mendukung alokasi sumber daya dalam kegiatan ekonomi untuk mencapai
hasil yang maksimal.
Di lain pihak, Frischmann (2005: 923-924) menyatakan bahwa
infrastruktur secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu sistem sumber daya
yang dibuat oleh manusia untuk konsumsi publik. Beberapa contoh infrastruktur
yang sering dijumpai adalah: sistem transportasi, seperti sistem jalan raya,
perkeretaapian, sistem penerbangan, dan pelabuhan; sistem komunikasi, seperti
jaringan telepon dan layanan pos; sistem tata laku (governance), seperti sistem
persidangan; dan fasilitas dan jasa publik dasar; seperti sekolah, pipa
pembuangan, dan sistem pengairan.
Universitas Indonesia
11
Universitas Indonesia
2.1.2. Klasifikasi Infrastruktur
Dalam kajian Infrastructure for Development, World Bank (1994:13)
menyatakan bahwa infrastruktur mencakup sektor yang beragam dan kompleks.
World Bank kemudian mengklasifikasikan infrastruktur menjadi 2 kelompok:
a. Infrastruktur ekonomi, yaitu peralatan mesin maupun fasilitas fisik yang
digunakan dalam proses produksi. Infrastruktur ekonomi meliputi public
utilities (telekomunikasi, air minum, sanitasi dan gas), public works
(bendungan, saluran irirgasi dan drainase) serta sektor transportasi (jalan,
kereta api, angkutan pelabuhan dan lapangan terbang).
b. Infrastruktur sosial, merupakan fasilitas yang seringkali terkait dengan sektor
pendidikan dan kesehatan.
Selain klasifikasi dari World Bank, dengan merujuk pada klasifikasi yang
disusun oleh lembaga statistik Italia, The Italian National Institute of Statistics,
Gianpiero (2009: 17) mengklasifikasikan infrastruktur secara lebih detil, sebagai
berikut:
12
Universitas Indonesia
Tabel 2.1. Klasifikasi Infrastruktur
Hansen (1965)
Aschauer (1989)
Sturm, Jacobs et al. (1995)
Di Palma, Mazziotta et al. (1998)
Biehl (1991)
Economic Core Basic (main) Material Network
Roads highways airports
naval transport
sewer networks
aqueducts networks for water distribution gas networks electricity networks irrigation plant structures dedicated to commodities transfer
roads highways airports
public transport
electricity networks
gas networks network for water distribution sewer networks
(main) railways (main) roads Canals
Harbours and docks
electromagnetic telegraph
drainage Dikes
land reclamation
transport network water-system energy network
roads railroads “water highways” networks of communication systems for energy and water provisioning
Social Not-core Complementary Immaterial Nucleus
Schools
structures for public safety council flat plant of waste disposal Hospitals sport structures green areas
residual component
light railways
tramways
gas networks electricity network water supply local telephone network
Structures dedicated to development, innovation and education
schools
hospitals museum
Sumber: Gianpiero (2009: 17)
Dari tabel diatas terlihat bahwa klasifikasi infrastruktur pada umumnya terbagi
menjadi dua kelompok. Meskipun beberapa kalangan menggunakan terminologi
berbeda, tetapi pengelompokan jenis infrastrukturnya relatif sama.
2.1.3. Telekomunikasi dan Telematika
Salah satu infrastruktur dasar yang mempunyai keterkaitan dengan
kegiatan ekonomi adalah telekomunikasi. Freeman (2005: 1) menyatakan bahwa
telekomunikasi merupakan komunikasi jarak jauh yang meliputi pertukaran
informasi dalam bentuk suara, gambar dan data, dengan media seperti televisi dan
faksimili. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 1999
13
Universitas Indonesia
dijelaskan bahwa telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau
penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan,
gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem
elektromagnetik lainnya.
Seiring dengan transformasi peradaban manusia yang saat ini sudah
memasuki era informasi dimana keberadaan informasi dan teknologi
pendukungnya sudah menjadi bagian dari kebutuhan utama bagi sebagian besar
masyarakat, kemudian muncul terminologi telematika. Menurut Niles (1994)
telecommunications and computers have now merged. New terminology like
"telematics" or "National Information Infrastructure (NII)" can best describe the
marriage. Menurut Nora and Minc (1980) the term telematics describes the
combination of the transmission of information over a telecommunication network
and the computerised processing of this information.
Sejalan dengan konsep tersebut, Masyarakat Telematika Indonesia
(Mastel) dalam dokumen Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD-
ART) tahun 2003-2006 menyatakan bahwa telematika merupakan konvergensi
dari telekomunikasi, teknologi informasi dan teknologi penyiaran. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa sektor telematika mempunyai keterkaitan yang
sangat erat dengan teknologi informasi. O’Brien (dalam Hendarti, 2011: 2)
menyatakan bahwa teknologi informasi adalah hardware, software,
telekomunikasi, manajemen database dan teknologi pemrosesan informasi lainnya
yang digunakan dalam sistem informasi berbasis komputer. Sejalan dengan hal
tersebut, Whitten (dalam Hendarti, 2011: 2) menyatakan bahwa information
technology a contemporary term that describe the combination of computer
technology (hardware and software) with the telecommunications technology
(data, image and voice network). Dari beberapa definisi yang dikemukakan
tersebut, dapat dikatakan bahwa dalam konteks telematika, teknologi informasi
merupakan teknologi utama yang menopang perangkat telematika.
14
Universitas Indonesia
2.2. F/OSS sebagai Barang Publik
2.2.1. Definisi dan Klasifikasi Software
Salah satu komponen utama dari teknologi informasi adalah software
(perangkat lunak). Menurut Suber (1988: 89-90) hardware is the tangible
machine and software is the set of instructions that makes the machine operate in
specific ways. Most software for a personal computer comes on disks that are
inserted into the machine, read by the computer, and executed. Sejalan dengan
pendapat tersebut, Turban (dalam Hendarti, 2011: 3) menyatakan bahwa software
merupakan seperangkat program komputer yang memungkinkan hardware
memproses data. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta, dijelaskan bahwa program komputer adalah sekumpulan
instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk
lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer
akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi- fungsi khusus
atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang
instruksi- instruksi tersebut.
Muffatto (2006: 34-39) mengklasifikasikan jenis software berdasarkan
kriteria biaya,distribusi source code serta hukum kepemilikan yang dikenakan,
menjadi 5 jenis :
a. Public Domain Software
Software yang berada dalam kategori ini tidak didasari atas hak cipta.
pengembang public domain software memberikan hak cipta sepenuhnya
kepada publik. Dengan demikian publik secara langsung dapat menggunakan
dan memiliki software ini tanpa harus mempertimbangkan masalah ijin hak
cipta.
b. Free/Open Source Software
Sebuah software dapat dikategorikan ke dalam software free/Open Source
ketika software tersebut didistribusikan kepada khalayak umum dengan
membebaskan biaya terhadap akses source code software tersebut.
Pembahasan tentang software berbasis open source yang menjadi fokus
dalam penelitian ini akan diuraikan pada bagian berikutnya.
15
Universitas Indonesia
c. Freeware
Freeware merupakan istilah yang merujuk pada software yang dapat
didistribusikan secara gratis dan digunakan untuk kepentingan pribadi.
Freeware dapat secara bebas didistribusikan dan dicopy selama tidak
diperjualbelikan atau digunakan untuk kepentingan komersial. Berbeda
dengan open source software, freeware tidak menyertakan akses terhadap
source code software yang bersangkutan.
d. Shareware
Shareware merupakan software yang didistribusikan secara bebas dan dapat
dicopy oleh siapapun. Karakteristik yang menonjol dari shareware adalah
adanya keharusan untuk membayar ketika pengguna ingin mengupgrade atau
memanfaatkan software tersebut pada jangka waktu yang lama. Shareware
seringkali digunakan oleh sejumlah pengembang dan penyedia software
untuk mempromosikan produk mereka.
e. Proprietary Software
Proprietary software merupakan software yang dilindungi oleh hak cipta.
Proprietary software tidak dapat didistribusikan dan disalin tanpa izin dari
pemilik hak cipta. Proprietary software umumnya dijual dengan harga yang
cukup tinggi dan tidak menyertakan source code pada pembelinya. Dalam hal
ini, pembeli diharuskan membayar sejumlah uang berdasarkan fitur dan
fasilitas yang ada di software tersebut.
Gambar 2.1. Klasifikasi Software
Sumber: Chao-Kuei (dalam Coll, 2004)
16
Universitas Indonesia
2.2.2. Definisi Free/Open Source Software
Dari kelima jenis software tersebut, software yang menjadi fokus dalam
penelitian ini adalah Free/Open Source Software. Istilah Free/Open Source
Software (F/OSS) pada prinsipnya merupakan gabungan dari konsep tentang free
software dan open source software. Pihak GNU Operating System menyatakan
bahwa free software adalah perangkat lunak yang memberikan kebebasan kepada
penggunanya untuk menjalankan, mengkopi, mendistribusikan, mempelajari,
mengubah dan menyempurnakannya. Definisi tersebut menjelaskan bahwa
pengguna free software memiliki empat kebebasan yang esensial:
- Kebebasan menggunakan perangkat lunak untuk berbagai tujuan.
- Kebebasan untuk menggandakan dan mendistribusikan ulang perangkat
lunak.
- Kebebasan untuk mempelajari cara kerja perangkat lunak kemudian
memodifikasinya sesuai kebutuhan.
- Kebebasan untuk mendistribusikan perangkat lunak yang sudah dimodifikasi.
Terkait dengan konsep open source, pihak Open Source Initiative
menjelaskan bahwa open source tidak hanya berarti terbukanya akses ke kode
sumber. Sebuah software masuk dalam kategori open source bila memenuhi
kriteria sebagai berikut:
- Free Redistribution
Tidak ada larangan atau batasan lisensi dari pihak manapun terkait dengan
distribusi atau penjualan software yang memuat program-program dari
beberapa sumber yang berbeda. Lisensi tidak mensyaratkan royalti atau biaya
lain untuk penjualan tersebut.
- Open Source Code
Software harus menyertakan kode sumber, dan harus mengizinkan distribusi
kode sumber maupun bentuk kompilasi ulang dari kode sumber tersebut.
Kode sumber harus dalam bentuk yang memudahkan programmer untuk
memodifikasi program. Kode sumber yang secara sengaja dikaburkan tidak
diperbolehkan.
17
Universitas Indonesia
- Derived Works
Lisensi harus memungkinkan modifikasi dan pekerjaan turunan, serta harus
mengizinkannya untuk didistribusikan di bawah persyaratan yang sama
seperti lisensi pada perangkat lunak aslinya.
- Integrity of The Author's Source Code
Lisensi dapat melarang kode sumber untuk didistribusikan ulang dalam
bentuk termodifikasi hanya jika lisensi mengizinkan distribusi "file patch"
dengan kode sumber untuk tujuan memodifikasi program pada waktu
membangun. Lisensi harus secara eksplisit mengizinkan distribusi software
yang dibangun dari modifikasi kode sumber. Lisensi tersebut mungkin
memerlukan pekerjaan turunan untuk menggunakan nama atau versi yang
berbeda dari software aslinya.
- No Discrimination Against Persons or Groups
Lisensi harus berlaku bagi semua orang dan tidak boleh ada diskriminasi pada
seseorang atau sekelompok orang.
- No Discrimination Against Fields of Endeavor
Lisensi tidak boleh melarang siapapun untuk memanfaatkan program dalam
bidang atau usaha tertentu. Misalnya, tidak boleh melarang program untuk
digunakan di bidang bisnis, atau digunakan untuk penelitian genetik.
- Distribution of License
Hak-hak yang melekat pada program harus berlaku untuk semua orang yang
menerima distribusi program tersebut, tanpa perlu eksekusi lisensi tambahan
oleh pihak tersebut.
- License Must Not Be Specific to a Product
Hak-hak yang melekat pada program tidak boleh tergantung pada bagian
program tersebut menjadi suatu distribusi software tertentu. Jika program
tersebut dipisahkan dari distribusi tersebut dan digunakan atau didistribusikan
di bawah lisensi program, semua pihak yang menerima distribusi program
tersebut harus memiliki hak yang sama seperti mereka yang dijamin dalam
hubungannya dengan distribusi perangkat lunak asli.
18
Universitas Indonesia
- License Must Not Restrict Other Software
Lisensi tidak boleh melakukan pembatasan terhadap software lain yang
didistribusikan bersama dengan perangkat lunak berlisensi. Sebagai contoh,
lisensi tidak boleh memaksa agar semua program lain didistribusikan pada
media yang sama harus merupakan Open Source software.
- License Must Be Technology-Neutral
Lisensi suatu software tidak boleh mensyaratkan teknologi tertentu untuk
mendukung proses modifikasi atau pengembangannya.
Secara singkat dapat diidentifikasi bahwa free software lebih menekankan
pada aspek kebebasan dari kontrol pihak lain (pemegang lisensi) sementara open
source software lebih menekankan pada aspek terbukanya kesempatan untuk
memanfaatkan dan mengembangkan program secara optimal sebagai konsekuensi
dari akses kode sumber yang sifatnya terbuka. Byfield (2010) menjelaskan bahwa
untuk menghindari kebingungan terkait dengan kedua definisi yang terkadang
tumpang tindih, kemudian muncul istilah yang menggabungkan kedua definisi
tersebut, yakni Free/Open Source Software (F/OSS).
Dari sisi lisensi, Free/Open Source Software mempunyai karakteristik
yang dapat dikatakan berlawanan secara ekstrim dengan proprietary software.
Untuk memperjelas perbedaan antara kedua jenis software tersebut, Tappler
(2009) menguraikannya dalam tabel berikut:
19
Universitas Indonesia
Tabel 2.2. Karakteristik Lisensi Free/Open Source Software
Attribute Proprietary Software Free/Open Source Software
License Cost No license fee is required for initial
license acquisition; subsequent
license quantity increases; license
renewals, updates, upgrades, and/or
home use.
Payment is required for initial
license acquisition, subsequent
license quantity increases, and
upgrades; additional payment may
be required for license renewals,
updates, and/or home use.
License Terms
Source code is open and
available to all users.
License terms tend to be more
neutral in terms of favoring the
licensor or licensee.
Concise and straightforward
license terms make compliance
easier; there is no requirement to
track license use in relation to
licenses purchased.
Some incompatibility exists
between OSS licenses (for
example, the BSD is compatible
with GPL, but not the inverse),
limiting the ability to use some
OSS products with others.
Source code is available only to
the vendor.
License terms tend to be
significantly more oriented to the
vendor’s benefit than the
licensee.
Lengthy, complex license terms
make compliance more difficult
due to use-tracking requirements
or lack of understanding of
license terms.
License terms can vary widely
from one PS vendor to another.
Sumber: Trappler (2009)
2.2.3. Karakteristik Barang Publik
Merujuk pada pendapat Pyndick dan Rubinfield (2008: 401-402), barang
publik merupakan barang yang mempunyai sifat nonrival dan nonexclusive,
dimana biaya marginal yang dibutuhkan untuk memenuhi tambahan konsumsi
adalah nol dan tidak ada pengecualian bagi setiap orang untuk mengkonsumsi
barang tersebut. Sifat nonrival merujuk pada kondisi dimana konsumsi atau
penggunaan atas suatu barang tidak menimbulkan terjadinya persaingan dengan
orang lain dalam mengkonsumsi barang yang sama tersebut. Karena biaya
marginal yang dibutuhkan untuk memenuhi setiap tambahan konsumsi adalah nol
maka setiap orang dapat mengkonsumsi barang tersebut tanpa mempengaruhi atau
mengurangi kepuasan orang lain dalam mengkonsumsi barang tersebut.
Sedangkan non excludable merujuk pada kondisi dimana konsumsi seseorang
dalam penggunaan suatu barang tidak dapat dibatasi oleh pihak lain. Kebalikan
20
Universitas Indonesia
dari barang publik adalah barang privat. Private Goods (barang privat) adalah
barang yang memiliki sifat rival dan eksklusif, artinya barang tersebut tidak dapat
dinikmati secara bersama tanpa mengurangi kepuasan orang lain yang
mengkonsumsi barang yang sama. Selain itu untuk mengkonsumsi barang privat
diperlukan syarat-syarat tertentu, seperti harus membayar.
Sandler dan Kaul (dalam UNINDO, 2008: 8-9) menjelaskan bahwa
diantara barang yang bersifat barang publik murni dan barang privat murni, ada
barang yang mempunyai sifat semi publik (impure public Goods), common Good
dan club Good. Impure public Goods adalah barang yang sifat nonrival atau
nonexcludable, derajatnya mendekati barang publik murni. Common Good adalah
barang yang tersedia bagi masyarakat dalam jumlah tidak terbatas, namun
memiliki nilai bersaing. Club Good merupakan barang yang tidak bersaing namun
jumlahnya terbatas. Club Good mempunyai sifat tidak bersaing karena bukan
merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat.
Sejalan dengan pendapat Sandler dan Kaul tersebut, Mangkoesoebroto
(2010:5), menjelaskan perbedaan antara barang swasta dan barang publik dengan
mengklasifikasikannya sebagai berikut:
Tabel 2. 3. Klasifikasi Barang Publik
Excludable Non-Excludable
Rival
Barang Swasta Murni
- Dihasilkan oleh swasta atau
pemerintah
- Dijual melalui pasar
- Dibiayai dari hasil penjualan
Contoh: mobil, bahan bakar, sepatu,
pakaian
Barang Campuran (Quasi Public)
- Barang yang manfaatnya
dirasakan bersama dan
dikonsumsikan bersama tetapi
dapat terjadi kepadatan
- Dijual melalui pasar atau
langsung oleh pemerintah
Contoh: taman
Non Rival
Barang Campuran (Quasi Private)
- Barang swasta yang
menimbulkan eksternalitas
- Dibiayai dari hasil penjualan atau
dibiayai dengan APBN
Contoh: rumah sakit, transportasi
umum
Barang Publik Murni
Dihasilkan oleh pemerintah atau
swasta
Didistribusikan oleh pemerintah
Dijual melalui pasar atau langsung
oleh pemerintah
Contoh: pertahanan, peradilan
Sumber: Mangkoesoebroto (2010:5)
21
Universitas Indonesia
Keberadaan barang publik tidak selalu disediakan oleh Pemerintah.
Kingma (2001: 57) menyatakan bahwa terminologi barang publik merujuk pada
sifat barang yang dapat dinikmati oleh lebih dari satu orang tanpa sifat persaingan
dan tanpa eksklusifitas, bukan pada pihak yang menyediakan barangnya. Barang
publik dapat juga disediakan oleh pihak swasta, seperti siaran televisi, suratkabar
dan perangkat lunak komputer. Dengan demikian, Free/Open Source Software
(F/OSS) dapat dikatakan sebagai salah satu barang publik karena memenuhi
karakteristik nonrival dan noneksklusif. Setiap orang dapat menggunakan F/OSS
tanpa mengurangi kepuasan dari pengguna lainnya. Di lain pihak, F/OSS dapat
digunakan oleh semua orang tanpa ada diskriminasi dan tidak dibatasi oleh
larangan hak paten.
2.2.4. Eksternalitas
Tindakan komunitas pengembang F/OSS yang menyediakan perangkat
lunak bagi semua orang yang ingin menggunakannya tanpa mensyaratkan biaya
lisensi tentu akan menimbulkan dampak bagi pihak lain. Dampak yang
ditimbulkan dapat bersifat positif maupun negatif, tergantung dari sisi
kepentingan pihak yang menerimanya. Dalam ekonomi, fenomena seperti ini
sering disebut dengan terminologi eksternalitas. Menurut Pyndick dan Rubinfield
(2008: 374), eksternalitas merupakan tindakan oleh produsen atau konsumen yang
mempengaruhi produsen maupun konsumen lain, tetapi tidak diperhitungkan
dalam harga pasar. Sejalan dengan pendapat tersebut, Mangkoesoebroto (2010:
43) menyatakan bahwa eksternalitas terjadi karena tindakan konsumsi atau
produksi dari suatu pihak mempunyai pengaruh terhadap pihak yang lain dan
tidak ada kompensasi yang dibayar oleh pihak yang menyebabkan atau
kompensasi yang diterima oleh pihak yang terkena dampak tersebut.
Lebih lanjut, Mangkoesoebroto (2010: 110-111) menyatakan bahwa
dilihat dari sisi dampak yang ditimbulkan, eksternalitas dapat dibagi dua, yaitu
eksternalitas positif dan eksternalitas negatif. Eksternalitas positif adalah dampak
yang menguntungkan dari suatu tindakan yang dilakukan oleh suatu pihak
terhadap orang lain tanpa adanya kompensasi dari pihak yang diuntungkan
22
Universitas Indonesia
sedangkan eksternalitas negatif terjadi apabila dampaknya bagi orang lain yang
tidak menerima kompensasi sifatnya merugikan. Inefisiensi dapat terjadi bila
tindakan satu pihak yang berpengaruh pada pihak lain tidak tercermin dalam
sistem harga. Secara umum, eksternalitas tidak akan mengganggu tercapainya
efisiensi masyarakat apabila semua dampak yang menguntungkan maupun
merugikan (eksternalitas positif dan negatif) dimasukkan dalam perhitungan untuk
menetapakan harga dan jumlah barang yang diproduksi.
2.3. Pemerintah dan Kebijakan Publik
2.3.1. Fungsi Pemerintah
Salah satu alasan kuat yang melatarbelakangi campurtangan Pemerintah
dalam perekonomian suatu negara adalah karena ketidakmampuan sektor swasta
untuk menyediakan dan memenuhi seluruh kebutuhan ekonomi masyarakat.
Dalam kondisi tersebut, maka dibutuhkan peranan dari sektor publik. Menurut
Apgar (1987: 292), dalam konsep mikroekonomi, idealnya, Pemerintah harus
mampu menjaga keseimbangan pasar dengan cara:
a) Memastikan adanya persaingan sempurna dimana setiap pihak bebas untuk
masuk dan keluar pasar sehingga mekanisme pasar dapat menciptakan alokasi
sumberdaya secara efisien.
b) Mengatur atau menyediakan barang atau jasa yang secara bersifat monopoli
alamiah yang dapat menyebabkan inefisiensi pasar.
c) Memfasilitasi campur tangan publik untuk mengoreksi mekanisme pasar
ketika terjadi eksternalitas.
d) Mengatur distribusi pendapatan dan kekayaan melalui operasi pasar.
e) Menyediakan kerangka hukum yang mengatur dan melindungi transaksi
sektor swasta.
23
Universitas Indonesia
Menurut Richard Musgrave (dalam Levy, 1995: 80-82), peranan
pemerintah dalam perekonomian modern dapat diklasifikasikan menjadi tiga,
yaitu:
a) Fungsi Stabilisasi
Pemerintah mempunyai peranan untuk menjaga stabilitas perekonomian
negara. Hal yang semestinya dijaga agar kondisinya tidak terlalu fluktuatif
bukan hanya tingkat harga atau inflasi, tetapi juga aspek yang lainnya, seperti
tersedianya kesempatan bekerja. Kondisi yang sangat fluktuatif akan sangat
menyulitkan para pelaku ekonomi untuk merencanakan aktivitasnya secara
baik. Sebagai contoh dari fungsi stabilisasi adalah adanya kebijakan moneter
yang dimaksudkan untuk mengendalikan dan menjaga tingkat inflasi.
b) Fungsi Redistribusi
Distribusi pendapatan dan kekayaan yang ditimbulkan oleh sistem pasar
seringkali bagi sebagaian masyarakat dianggap tidak adil. Dalam hal ini,
peranan pemerintah adalah sebagai pihak yang berwenang mengatur
distribusi pendapatan atau kekayaan. Pemerintah dapat mempengaruhi
proporsi distribusi pendapatan secara langsung dengan cara menetapkan
kebijakan pajak progresif yaitu membebankan pajak lebih besar kepada
masyarakat yang lebih kaya dibandingkan dengan masyarakat yang lebih
misikin. Secara tidak langsung, pemerintah dapat mempengaruhi distribusi
pendapatan dengan kebijakan pengeluaran pemerintah, misalnya subsidi
untuk petani atau subsidi kepemilikan rumah untuk masyarakat dengan
tingkat pendapatan tertentu.
c) Fungsi Alokasi
Tidak semua barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat dapat
disediakan oleh pihak swasta. Dalam kondisi dimana tidak ada satu pihak
yang mau menyediakan suatu jenis barang (biasanya merupakan barang
publik) yang bermanfaat bagi masyarakat, Pemerintah berperan untuk
menyediakan barang tersebut dengan mengalokasikan sumberdaya yang ada.
Peranan pemerintah dalam bidang alokasi adalah untuk mengusahakan agar
alokasi sumber-sumber ekonomi dapat dilaksanakan secara efisien untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
24
Universitas Indonesia
2.3.2. Definisi Kebijakan Publik
William Dunn (2003: 96) mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu
rangkaian pilihan yang saling terkait yang dibuat oleh instansi pemerintah atau
pejabat pemerintah dalam bidang masalah yang luas, misalnya, pertahanan,
energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, pengendalian kriminalitas,
urbanisasi, dan lain-lain. Sedangkan B.G. Peters (dalam Nugroho, 2008: 53)
menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan semua kegiatan yang dilakukan
oleh Pemerintah baik secara langsung maupun melalui pihak lain yang
memberikan pengaruh pada kehidupan warganegara. Secara singkat, Peterson
(dalam Nugroho, 2008: 53) mendefinisikan kebijakan publik sebagai tindakan
pemerintah untuk mengatasi masalah. Dari beberapa definisi tersebut, dapat
diidentifikasi bahwa:
– Kebijakan publik dihasilkan oleh Pemerintah.
– Kebijakan publik merupakan tindakan tertentu yang dilakukan untuk
mengatasi masalah.
– Ruang lingkup kebijakan publik adalah hal-hal yang terkait dengan
kepentingan warga negara secara luas.
Kebijakan publik memainkan peranan strategis dalam menciptakan sebuah
lingkungan yang kondusif bagi setiap aktor dari swasta dan non-swasta untuk
mampu mengembangkan diri menjadi pelaku yang kompetitif dalam konteks
persaingan domestik maupun global. Kebijakan publik berperan dalam mengatur
kehidupan bersama dalam rangka mencapai tujuan (visi-misi) bersama yang telah
disepakati (Nugroho, 2008: 99-101).
Dalam sudut pandang ekonomi politik, Mustopadidjaja (2002: 6)
menyatakan bahwa kebijakan publik dapat dikatakan sebagai bentuk intervensi
pemerintah terhadap mekanisme pasar agar proses perekonomian dalam
masyarakat berlangsung sebagaimana yang diharapkan. Secara konstitusional,
yang menjadi acuan adalah tujuan nasional, secara aktual mungkin mengacu pada
referensi dari pihak yang mendominasi pemerintahan.
25
Universitas Indonesia
2.3.3. Evaluasi Kebijakan Publik
Theodoulou dan Kofinis (2004: 192) menyatakan bahwa policy evaluation
can be better defined as a process by which general judgments about quality, goal
attainment, program effectiveness, impact, and costs can be determined. Sejalan
dengan pendapat tersebut, Dunn (2003: 608-610) menyatakan bahwa evaluasi
merupakan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian
(assessment) yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam
arti satuan nilainya. Dengan kata lain, evaluasi merupakan kegiatan terkait dengan
produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Dalam kerangka
analisis kebijakan, evaluasi mempunyai sejumlah fungsi utama:
– Pertama, dan yang paling penting, evaluasi memberikan informasi yang valid
dan dapat dipercaya terkait dengan kinerja kebijakan. Dalam hal ini evaluasi
mencakup informasi seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.
– Kedua, evaluasi memberi kontribusi pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-
nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan
mendefinisikan dan merinci/ menGoperasionalkan tujuan dan target.
Kemudian nilai dikritisi dengan menguji kesesuaian antara target dengan hasil
yang dicapai.
– Ketiga, evaluasi memberi kontribusi pada tahapan lain dalam kerangka
analisis kebijakan, termasuk tahapan perumusan masalah dan rekomendasi.
Ruang lingkup evaluasi kebijakan secara komprehensif dapat meliputi
penilaian mengenai latar belakang dan alasan-alasan dari suatu kebijakan, tujuan
dan kinerja kebijakan, instrumen kebijakan yang dikembangkan dan dilaksanakan,
respons kelompok sasaran dan stakeholder, konsistensi aparat, dampak yang
ditimbulkan, perkiraan perkembangan tanpa adanya kebijakan serta kemajuan
yang dicapai bila kebijakan dilanjutkan atau diperluas (Mustopadidjaja, 2002: 46).
Theodoulou dan Kofinis (2004: 193-194) menyatakan ada empat jenis
tipologi evaluasi kebijakan yang umum digunakan, yaitu: evaluasi proses,
evaluasi hasil, evaluasi dampak, dan evaluasi biaya-manfaat.
26
Universitas Indonesia
a) Evaluasi Proses
Sesuai dengan namanya, jenis evaluasi ini menganalisis seberapa baik
pelaksanaan kebijakan atau program yang sedang dijalankan. Jenis evaluasi
ini umumnya digunakan oleh manajer program untuk menentukan apa yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan program. Evaluasi jenis ini
tidak secara langsung membahas apakah kebijakan atau program mencapai
hasil atau dampak yang diinginkan.
b) Evaluasi Hasil
Dalam hal ini, evaluasi hasil berkaitan dengan output. Evaluasi Hasil lebih
berfokus pada hasil nyata dari kebijakan.
c) Evaluasi Dampak
Evaluasi dampak merupakan upaya untuk menentukan apakah suatu program
atau kebijakan publik tertentu telah mencapai dampak seperti yang
dimaksudkan pada tahap perencanaan. Evaluasi dampak berkaitan dengan
aktivitas menilai apakah target populasi terpengaruh dengan implementasi
kebijakan.
d) Evaluasi Biaya-Manfaat
Secara sederhana, analisis biaya-manfaat adalah perbandingan antara biaya
yang dikeluarkan untuk mendukung implementasi kebijakan atau program
dengan manfaat yang dihasilkan oleh kebijakan. Mengingat sulitnya
mengukur aspek biaya dan manfaat secara akurat karena ada hal-hal yang
bersifat intangible, analisis biaya-manfaat sebaiknya digunakan sebagai salah
satu dari beberapa metode yang digunakan untuk menentukan keberhasilan
atau efisiensi dari sebuah kebijakan.
2.4. Beberapa Kajian tentang F/OSS
a) United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD). 2003. E-
Commerce and Development Report (Chapter 4: Free and Open-Source
Software: Implications for ICT Policy and Development).
Berdasarkan kajian E-Commerce and Development yang dilakukan oleh
United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) pada
tahun 2003, dinyatakan bahwa Free/Open Source Software (F/OSS) memiliki
27
Universitas Indonesia
implikasi yang signifikan bagi negara berkembang dalam hal mengurangi
pembajakan dan monopoli dari perangkat lunak berlisensi. Rendahnya biaya
dalam penggunaan F/OSS dapat mempercepat adopsi teknologi informasi
oleh masyarakat di negara-negara berkembang.
b) Nah Soo Hoe. 2006. Breaking Barriers, The Potential of Free/Open Source
Software for Sustainable Human Development, A Compilation of Case
Studies from Across the World.
Studi kasus dari proyek yang dilakukan oleh UNDP Asia-Pacific
Development Information Programme (APDIP) di beberapa Negara Afrika,
Asia-Pasifik, Eropa dan Amerika Latin menunjukkan bahwa:
– F/OSS mampu memberikan alternatif yang terjangkau untuk
masyarakat miskin tanpa mengorbankan kualitas dan fungsionalitas.
Selain manfaat biaya, F/OSS dapat memberikan kontribusi terhadap
pengembangan teknologi (bukan hanya sekedar sebagai pengguna
tetap dari teknologi yang dihasilkan oleh orang lain).
– Keempat kebebasan fundamental yang melekat dalam F/OSS (free to
run, study, redistribute and improve the software) menjadi pilihan
ideal untuk menjembatani kesenjangan digital untuk semua orang,
terlepas dari struktur ekonomi, geografis dan budaya.
– Untuk proyek-proyek yang melibatkan inisiatif pemerintah, untuk
menyediakan layanan dan meningkatkan interaksinya dengan warga,
F/OSS adalah pilihan yang tersedia untuk semua warga negara dengan
tanpa mendiskriminasikan siapa pun.
– Banyak proyek berurusan dengan masyarakat yang tidak cerdas
teknologi, yang memperlambat adopsi teknologi baru. Hal yang harus
diingat bahwa pengguna biasanya enggan untuk mencoba dan
menggunakan hal-hal dan atau fitur baru jika manfaatnya tidak segera
jelas terwujud.
– Untuk keberhasilan program pemerintah seperti proyek e-
Government, perlu dikembangkan kebijakan dan perundang-undangan
28
Universitas Indonesia
yang memadai untuk mengantisipasi kurangnya dukungan politik
yang dapat memperlambat proses dan tingkat adopsi.
c) Ghosh, Risyabh Aiyer and Philipp Schmidt. 2006. Open Source and Open
Standards: A New Frontier for Economic Development?
Ada alasan kuat mengapa negara maju dan negara-negara berkembang harus
sama-sama mengadopsi perangkat lunak bebas sebagai bagian dari kebijakan
yang terkait dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mereka.
Selain keuntungan biaya yang jelas, studi terakhir menunjukkan bahwa proses
belajar dan mengadaptasi perangkat lunak bebas memungkinkan
penggunanya untuk menjadi 'pencipta pengetahuan' bukan konsumen pasif
dari teknologi berlisensi (proprietary).
Pada tahun 2003 negara bagian terkaya kedua di Amerika Serikat, The
Commonwealth of Massachusetts, mulai menerapakan F/OSS. Sebelumnya
pada tahun 2002, Information Technology Division (ITD) mulai menurunkan
anggaran belanja sektor TIK karena adanya penurunan pemasukan di sektor
fiskal. ITD kemudian mulai menyusun modul tentang Open Standards, Open
Source Enterprise Technical Reference Model (ETRM) untuk mendukung
kebijakan penggunaan F/OSS. Kemudian dilaksanakan kursus selama 18
bulan. Versi final ETRM menyatakan bahwa mulai 1 January 2007, semua
dokumen perkantoran harus disusun dalam format OASIS-Open Document
Format.
d) Maldonado, Edgar. 2010. The Process of Introducing FLOSS in the Public
Administration: The Case of Venezuela. Journal of the Association for
Information Systems Vol. 11 Special Issue pp. 756-783.
Studi ini menganalisis kebijakan mandatory yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Republik Venezuela tentang penggunaan Free/Open Source
Software di lingkungan pemerintahan. Studi ini menemukan bahwa ideologi
politik dari pemegang otoritas di Venezuela jelas mempengaruhi pengambilan
keputusan dan proses pelaksanaan migrasi F/OSS. “The migration to
Software Libre is not a technical matter, it is a political one. A country’s
29
Universitas Indonesia
migration to Software Libre is not a technical issue. There are no technical
issues. It is about political will and knowledge; a lot of political will”. Secara
umum, Pemerintah Venezuela memiliki tiga strategi utama untuk mengadopsi
FLOSS: proselytize (membujuk untuk melakukan sesuatu), pelatihan, dan
stimulasi sektor perangkat lunak berbasis FLOSS.
2.5. Peraturan Penerapan F/OSS di Indonesia
Beberapa peraturan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia
dalam rangka mengoptimakan penggunaan dan pendayagunaan Free/Open Source
Software, adalah sebagai berikut:
a) Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2001.
Pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia agar
memberikan perhatian khusus pada pendayagunaan Open Source Software
(dijabarkan di lampiran no.5 Inpres tersebut).
b) Peraturan Presiden No.7, Tahun 2005 tentang RPJMN 2004-2009.
Dalam dokumen tersebut tercantum “Program Peningkatan Penggunaan Open
Source System ke Seluruh Institusi Pemerintah dan Lapisan Masyarakat”
(Matriks Program Pembangunan Tahun 2007, nomer 4.6.)
c) Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika No.
05/SE/M.KOMINFO/10/2005.
Berisi anjuran kepada seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah untuk
menggunakan software legal dengan pilihan cerdas menggunakan Open
Source Software.
d) Surat Edaran Nomor: SE/01/M.PAN/3/2009.
Secara tegas menghimbau kepada Pimpinan Instansi Pemerintah Pusat dan
Daerah untuk melakukan pengecekan penggunaan perangkat lunak di
lingkungannya dan menghapus semua perangkat lunak tidak legal, dan
selanjutnya menggunakan Free/Open Source Software (F/OSS) yang
berlisensi bebas dan legal sebagai pengganti perangkat lunak tidak legal.
30
BAB 3
DESAIN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini diarahkan pada upaya untuk mengidentifikasi biaya dan
manfaat dari kebijakan Kota Pekalongan Go Open Source yang sudah diterapkan
sejak tahun 2008. Dalam hal ini, penelitian tidak berorientasi pada masalah
pengujian teori. Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini digambarkan
dalam bentuk diagram, sebagai berikut:
Sumber: Penulis
Top Down Project
Legalisasi Perangkat Lunak (software)
Choice
Adopsi Software Berlisensi vs Adopsi Free/Open Source Software
Decision
Migrasi dari Software Bajakan ke Free/Open Source Software
Action
Program Kota Pekalongan Go Open Source
Evaluation
Analisis Information Economics
Value
Information Economics Score
Diagram 3. 1. Desain Penelitian
Universitas Indonesia
31
Universitas Indonesia
Dari desain penelitian tersebut kemudian diuraikan menjadi beberapa tahapan
penelitian yang digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
Sumber: Penulis
Obyek Penelitian: Kebijakan Pekalongan Go Open Source
Studi Literatur: – Infrastruktur TIK – F/OSS Sebagai Barang
Publik – Evaluasi Kebijakan
Pengumpulan Data: – Wawancara – Kuesioner – Dokumen Pendukung
Kesimpulan Information Economics Score
Saran
Analisis Aspek Tangible
(analisis biaya-manfaat)
Analisis Aspek Quasi-Tangible
(analisis biaya-manfaat / scoring)
Analisis Aspek Intangible
(scoring)
Diagram 3. 2. Tahapan Penelitian
32
Universitas Indonesia
3.2. Metode Penelitian: Information Economics
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode information
economics. Konsep information economics diperkenalkan oleh Marilyn Parker,
Robert Benson, dan Trainor pada tahun 1988. Dalam bukunya: Information
economics, Linking Business Performance to Information Technology, mereka
mengemukakan bahwa information economics dikembangkan sebagai upaya
untuk memberikan “concept and tools” kepada pihak manajemen untuk mengukur
konsekuensi biaya dan manfaat yang ditimbulkan dari sebuah proyek teknologi
informasi. Parker, et al. (1988:5) mendefinisikan information economics sebagai a
collection of computational tools for quantifying benefits and costs for
information technology projects. Menurut Indrajit (2004:20-21), metode
information economics pada prinsipnya merupakan modifikasi dari Cost Benefit
Analysis (CBA), yang kemudian disesuaikan secara khusus untuk mengukur
berbagai faktor intangible yang sering ditemukan dalam proyek teknologi
informasi. Metode ini dikatakan sebagai CBA yang diperluas karena adanya tiga
proses tambahan yang diberlakukan, yaitu:
– Value Linking, membahas dampak dari perubahan utama di berbagai
fungsi organisasi akibat diterapkannya sistem teknologi informasi;
– Value Acceleration, mendefinisikan nilai tambah yang diperoleh oleh
organisasi sebagai akibat dari penggunaan sistem teknologi informasi; dan
– Job Enrichment, menggambarkan hasil evaluasi terhadap nilai tambah
lainnya terkait dengan peningkatan kompetensi dan keahlian dari
karyawan perusahaan yang diperoleh karena diterapkannya sistem
teknologi informasi yang baru.
Indrajit (2004: 55) menyatakan bahwa information economics merupakan
salah satu metode yang dinilai paling komprehensif dan akurat untuk menganalisis
aspek biaya dan manfaat dari sebuah proyek teknologi informasi. Dalam
information economics, semua hal yang bersifat tangible dikalkulasikan dengan
menggunakan metode return on investment (ROI) konvensional. Sedangkan untuk
proses-proses yang bersifat intangible dan memiliki unsur resiko, digunakan
instrumen kuesioner yang kemudian dioalah secara ranking dan scoring. Secara
33
Universitas Indonesia
singkat dapat dikatakan bahwa metode ini bertujuan untuk mengidentifikasi,
mengukur, dan meranking dampak ekonomis yang timbul sebagai akibat dari
penerapan proyek teknologi informasi.
Untuk menganalisis penerapan Free/Open Source Software (F/OSS) di
lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan dengan metode information economics,
dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi biaya dan manfaat yang sifatnya kasat mata (tangible
benefit), manfaat setengah kasat mata (quasi tangible benefit), dan manfaat
yang bersifat tidak kasat mata (intangible benefit). Biaya dan manfaat yang
kasat mata dihitung dengan cara membandingkan antara penghematan biaya
yang dihasilkan dengan seluruh biaya operasional yang dikeluarkan mengacu
pada analisis traditional cost and benefit untuk menghasilkan return on
investmnet (ROI). Untuk menghitung manfaat setengah kasat mata dilakukan
dengan cara scoring terkait dengan konsep value linking, value acceleration,
value restructuring, dan innovation valuation, sehingga menghasilkan ROI
yang baru. Sedangkan manfaat yang bersifat tidak kasat mata dihitung dengan
cara scoring terkait dengan organizational domain dan technology domain
dari penerapan F/OSS di Pemkot Pekalongan.
2. Menghitung hasil skor dari hasil perhitungan ROI sederhana dan skor dari
faktor-faktor yang terkait dengan organizational domain dan technology
domain sehingga didapatkan nilai total skor dari program penerapan F/OSS di
Pemkot Pekalongan.
Dalam penelitian ini, untuk menghitung biaya dan manfaat yang diperoleh Pemkot
Pekalongan sebagai dampak dari penggunaan perangkat lunak berbasis F/OSS
digunakan pendekatan sebagai berikut:
Weighted
Simple ROI +
Weighted
Organizational
Domaian
+ Weighted
Technology Domaian =
Project
Score
(Quantification) (Assessment/Scoring) (Assessment/Scoring)
Sumber: Parker, et al. (1988: 102)
34
Universitas Indonesia
Dalam konteks metode information economics, Parker, et al. (1988: 90)
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan biaya adalah sejumlah sumber daya
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah proyek. Dalam hal ini, biaya
dibedakan menjadi dua, yaitu biaya pengembangan (development cost) dan biaya
pemeliharaan atau biaya berjalan (maintenance/ongoing cost). Untuk menghitung
biaya investasi yang diperlukan untuk mengadopsi perangkat lunak berbasis
F/OSS dan biaya perawatan yang harus dikeluarkan, dilakukan dengan
menghitung realisasi anggaran belanja yang dikeluarkan oleh Dinas Komunikasi
dan Informatika Pemerintah Kota Pekalongan (Diskominfo Pemkot Pekalongan).
Sedangkan manfaat, menurut Parker, et al. (1988: 90) merupakan sejumlah
nilai pengembalian yang didapat oleh organisasi sebagai akibat dari pelaksanaan
proyek teknologi informasi. Untuk mengukur manfaat yang diperoleh sebagai
dampak dari penggunaan F/OSS tidak serta merta dapat dilakukan dengan hanya
merujuk pada dokumen anggaran saja, karena tidak semua manfaat dapat dengan
mudah dikonversikan dalam bentuk satuan rupiah. Parker, et al. (1988: 92)
membagi manfaat menjadi tiga, yaitu:
a) Tangible Benefit, merupakan manfaat yang secara nyata nilainya dapat
dihitung dari arus kas keuangan organisasi.
b) Quasi-Tangible Benefit, merupakan manfaat yang bentuknya berupa
peningkatan efisiensi proses kerja organisasi sebagai dampak dari
pemanfaatan teknologi informasi.
c) Intangible Benefit, merupakan manfaat yang bentuknya berupa peningkatan
efektifitas proses kerja organisasi sebagai dampak dari pemanfaatan teknologi
informasi.
Di lain pihak, Remenyi (dalam Indrajit, 2004: 30) membagi manfaat
menjadi dua macam, yaitu manfaat yang bersifat tangible dan intangible. Manfaat
tangible adalah yang secara langsung berpengaruh terhadap keuntungan sebuah
organisasi, baik berupa pengurangan atau penghematan biaya (cost) maupun
peningkatan pendapatan (revenue). Di sisi lain, manfaat intangible didefinisikan
sebagai manfaat positif yang diperoleh oleh organisasi sebagai dampak dari
35
Universitas Indonesia
pemanfaatan teknologi informasi, namun tidak secara langsung berhubungan
dengan keuntungan finansial organisasi.
Dalam menentukan teknik untuk mengukur manfaat berdasarkan
karakteristik tangible-intangible dan measurable-unmeasurable, matriks berikut
digunakan sebagai pedoman untuk memilih teknik yang cocok.
Gambar 3. 1. Matriks Teknik Mengukur Manfaat
Sumber: Remenyi (dalam Indrajit, 2004: 32)
3.2.1. Pengukuran Tangible Benefit
Bila dibandingkan dengan perangkat lunak berlisensi (proprietary
software), Free/Open Source Software (F/OSS) berpotensi memberikan
keuntungan dari sisi penghematan biaya dan keamanan dari sisi teknis. Menurut
Chirca (2010: 90) sebuah organisasi mungkin mempunyai beberapa alternatif
alasan untuk menerapkan F/OSS, tetapi hanya analisis biaya manfaat (cost benefit
analysis) yang dapat menunjukkan apakah memilih F/OSS adalah sebuah
keputusan yang baik atau tidak. Analisis biaya manfaat untuk menilai investasi
penerapan F/OSS, menggunakan prinsip membandingkan seluruh biaya yang
harus dikeluarkan untuk mendukung proses migrasi dan adopsi dengan manfaat
36
Universitas Indonesia
yang diperoleh oleh organisasi sebagai akibat dari penerapan F/OSS. Pendekatan
ini digunakan untuk menilai biaya dan manfaat yang sifatnya kasat mata
(tangible) dan dapat diukur (measurable) secara kuantitatif.
3.2.2. Pengukuran Quasi-Tangible Benefit
Untuk mengukur manfaat yang sifatnya quasi-tangible, dilakukan dengan
mengidentifikasi dan menghitung value dari organisasi. Menurut Parker, et al.
(1988:65), value merupakan substitusi dari manfaat. Pengukuran value didasarkan
pada keuntungan yang diperoleh organisasi sebagai dampak dari pemanfaatan
teknologi informasi yang tercermin dalam peningkatan kinerja organisasi baik di
masa sekarang maupun masa yang akan datang. Dalam hal ini, value organisasi
yang dihitung meliputi value linking, value acceleration, value restructuring dan
innovation valuation dari Pemkot Pekalongan setelah menggunakan F/OSS.
a) Value Linking, merupakan nilai yang terkait dengan pengaruh penerapan
teknologi informasi terhadap peningkatan pendapatan, penurunan biaya dan
peningkatan kinerja sebagai dampak sinergi antar fungsi-fungsi dalam sebuah
organisasi.
b) Value Acceleration, merupakan nilai yang terkait dengan efisiensi waktu
sebagai dampak dari penerapan teknologi informasi. Value acceleration
digunakan untuk mengevaluasi secara finansial manfaat
pengurangan/percepatan waktu kinerja sebuah organisasi.
c) Value Restructuring, merupakan nilai yang berhubungan dengan perubahan
suatu pekerjaan atau fungsi bagian. Value restructuring digunakan untuk
mengukur peningkatan produktivitas yang terjadi karena adanya perubahan
pola pekerjaan sebagai dampak dari penerapan teknologi informasi.
d) Innovation Valuation, merupakan nilai yang terkait dengan terbentuknya
fungsi-fungsi atau ketrampilan baru sebagai dampak dari penerapan teknologi
informasi. Aspek innovation valuation digunakan untuk mengukur perubahan
tata kelola organisasi dan peningkatan kapasitas pegawai.
37
Universitas Indonesia
3.2.3. Pengukuran Intangible Benefit
Untuk mengukur biaya dan manfaat yang sifatnya tidak kasat mata
(intangible) dilakukan dengan cara menilai aspek proses bisnis (organizational
domain) dan aspek teknologi (technology domain) dari organisasi sebagai dampak
dari penerapan teknologi informasi. Dalam hal ini penilaian dilakukan dengan
menggunakan instrumen kuesioner berdasarkan pada kaidah dan format yang
telah disusun oleh Marilyn Parker dan timnya.
a) Penilaian Organizational Domain
Penilaian aspek organisasional meliputi aspek strategic match, competitive
advantage, management information, competitive response, dan project or
organizational risk.
– Strategic Match
Merupakan indikator yang dipakai untuk mengetahui seberapa besar
kontribusai dukungan proyek teknologi informasi terhadap kebijakan
strategis organisasi.
– Competitive Advantage
Merupakan indikator yang dipakai untuk mengetahui tingkat pelayanan
yang dihasilkan organisasi dengan adanya proyek teknologi informasi
yang dibangun. Istilah kompetitif pada Competitive Advantage di sini
merujuk pada terjadinya pertukaran data antara organisasi dengan pihak
luar. Dengan adanya pertukaran data ini diharapkan dapat menciptakan
layanan internal yang lebih efisien dan meningkatkan produktifitas para
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sehingga pada akhirnya juga
menciptakan pengurangan biaya.
– Management Information Support
Merupakan indikator yang dipakai untuk mengetahui peran proyek
teknologi informasi dalam menyediakan informasi dalam mendukung
tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) organisasi.
– Competitive Response
38
Universitas Indonesia
Merupakan indikator yang dipakai untuk mengetahui kemungkinan
hilangnya peluang yang hendak dicapai organisasi karena kegagalan atau
penundaan pembangunan proyek teknologi informasi.
– Organizational Risk
Merupakan indikator yang dipakai untuk mengetahui kesiapan bagi para
pengguna dalam organisasi terhadap perubahan yang akan terjadi.
b) Penilaian Faktor-Faktor Technology Domain
Penilaian terhadap technology domain meliputi faktor-faktor yang terkait dengan
strategic information technology architecture, definitional uncertainty, technical
uncertainty dan infrastructure risk.
– Strategic Information Technology Architecture
Merupakan indikator yang dipakai untuk mengetahui apakah proyek
teknologi informasi telah sejalan dengan rencana strategis organisasi di
bidang teknologi informasi.
– Definitional Uncertainty
Merupakan indikator yang dipakai untuk mengetahui tingkat kompleksitas
proyek teknologi informasi yang akan diterapkan, dan kemungkinan
terjadinya perubahan-perubahan yang timbul.
– Technical Uncertainty
Merupakan indikator yang dipakai untuk mengetahui resiko terkait dengan
kemudahan pengoperasian maupun tingkat kesulitan dalam melakukan
pemeliharaan teknologi informasi.
– Infrastructure Risk
Merupakan indikator yang dipakai untuk mengetahui resiko perubahan
konfigurasi infrastruktur dan implikasi pembiayaan yang harus
dikeluarkan oleh organisasi.
39
Universitas Indonesia
3.2.4. Nilai Korporat (Corporate Values)
Menurut Parker, et al. (1988: 180-182), salah satu cara yang dapat
digunakan untuk menentukan nilai korporat adalah dengan merujuk pada aspek
budaya organisasi. Lebih lanjut, Parker mendefinisikan budaya organisasi sebagai
sistem yang diyakini bersama terkait dengan sejarah organisasi, kepercayaan dan
nilai tertentu yang diyakini. Sebagai sebuah sistem nilai yang diyakini bersama,
budaya organisasi berpengaruh pada gaya pimpinan dalam penetapan misi dan
membuat keputusan terkait dengan pencapaian tujuan. Dalam konteks information
economics, penentuan nilai korporat dapat diidentifikasi dari dua aspek, yaitu:
Kondisi organisasi yang merujuk pada hal-hal yang terkait dengan kondisi
keuangan, produk/jasa yang dihasilkan sehingga dapat diidentifikasi
apakah organisasi dalam keadaan baik atau tidak.
Kondisi infrastruktur teknologi informasi, khususnya dukungan sistem
informasi berbasis komputer terhadap upaya pencapaian misi organisasi.
Merujuk pada dua aspek tersebut, Parker, et al. (1988) kemudian
mengklasifikasikan tipikal organisasi menjadi 4 kuadran sebagai berikut:
Kuadran A
INVESTMENT
Kuadran B
STRATEGIC
Kuadran C
INFRASTRUCTURE
Kuadran D
BREAKTHRU;
MANAGEMENT
kuat lemah Dukungan Teknologi Informasi
Gambar 3.2. Kuadran Nilai Korporat
Sumber: Parker, et al. (1988: 187)
lem
ah
kuat
K
on
dis
i Org
an
isa
si
40
Universitas Indonesia
Organisasi yang masuk dalam kategori “Investment” (kuadran A) adalah
organisasi yang kuat dengan tingkat dukungan teknologi informasi yang lemah.
Biasanya organisasi ini baru mulai menginvestasikan teknologi informasi. Dengan
kekuatan organisasi yang ada, mereka memiliki kesempatan untuk meningkatkan
investasi yang mereka miliki di masa mendatang, dengan konsekuensi mereka
harus terus berfokus pada pembangunan infrastrukturnya. Organisasi dengan tipe
ini mempunyai nilai korporat positif 20 dan nilai korporat negatif -10 dengan
rincian bobot korporat sebagai berikut:
Tabel 3.1. Nilai Korporat Kuadaran Investment
Likely Resulting
Value Weight
Business Domain
Return on Investment medium 2
Strategic Match low 0
Competitive Advantage low 0
Management Information medium 2
Competitive Response highest 8
Project Organization Risk medium -2
Technology Domain
Definitional Uncertainty medium -4
Technical Uncertainty medium -4
Strategic Information System Architecture high 8
Information System Infrastructure Risk low 0
Total Value 20
Total Risk and Uncertainty -10
Domain
Sumber: Parker, et al. (1988: 188)
Organisasi yang masuk dalam kategori “Strategic” (kuadran B) adalah
organisasi yang kuat dengan tingkat dukungan teknologi informasi yang kuat
juga. Organisasi dengan karakteristik tersebut memposisikan teknologi informasi
sebagai salah satu infrastruktur utama untuk mendukung kinerja organisasi.
Organisasi tipe “Strategic” ini mempunyai nilai korporat positif 19 dan nilai
korporat negatif -5, dengan rincian bobot korporat sebagai berikut:
41
Universitas Indonesia
Tabel 3.2. Nilai Korporat Kuadaran Strategic
Likely Resulting
Value Weight
Business Domain
Return on Investment medium 2
Strategic Match high 4
Competitive Advantage highest 6
Management Information medium 2
Competitive Response high 4
Project Organization Risk low -1
Technology Domain
Definitional Uncertainty medium -2
Technical Uncertainty low -1
Strategic Information System Architecture low 1
Information System Infrastructure Risk low -1
Total Value 19
Total Risk and Uncertainty -5
Domain
Sumber: Parker, et al. (1988: 188)
Organisasi yang berada pada kategori “Infrastructure” (kuadran C) adalah
organisasi yang lemah dengan tingkat dukungan teknologi informasi yang lemah
juga. Dengan kondisi organisasi yang masih lemah, tingkat ketergantungan
organisasi pada teknologi informasi juga dinilai sangat lemah. Organisasi dengan
tipe ini, mempunyai nilai korporat positif 20 dan nilai korporat negatif -10 dengan
rincian bobot korporat sebagai berikut:
Tabel 3.3. Nilai Korporat Kuadaran Infrastructure
Likely Resulting
Value Weight
Business Domain
Return on Investment medium 2
Strategic Match high 4
Competitive Advantage low 0
Management Information high 4
Competitive Response medium 2
Project Organization Risk high -4
Technology Domain
Definitional Uncertainty high -4
Technical Uncertainty medium -2
Strategic Information System Architecture highest 8
Information System Infrastructure Risk low 0
Total Value 20
Total Risk and Uncertainty -10
Domain
Sumber: Parker, et al. (1988: 189)
42
Universitas Indonesia
Organisasi yang masuk dalam kategori “Breakthru or Management”
(kuadran D) adalah organisasi yang lemah tetapi tingkat dukungan teknologi
informasinya kuat. Dengan adanya dukungan dari teknologi informasi yang kuat
dimungkinkan tercipta kekuatan pada fungsi-fungsi organisasi yang ada.
Organisasi dengan tipe ini mempunyai nilai korporat positifnya 20 dan nilai
korporat negatifnya -10, dengan rincian bobot korporat sebagai berikut:
Tabel 3.4. Nilai Korporat Kuadaran Breakthru
Likely Resulting
Value Weight
Business Domain
Return on Investment high 4
Strategic Match highest 6
Competitive Advantage low 0
Management Information high 4
Competitive Response low 0
Project Organization Risk high -4
Technology Domain
Definitional Uncertainty medium -2
Technical Uncertainty medium -2
Strategic Information System Architecture highest 6
Information System Infrastructure Risk medium -2
Total Value 20
Total Risk and Uncertainty -10
Domain
Sumber: Parker, et al. (1988: 190)
3.2.5. Information Economics Scorecard
Data yang telah dikumpulkan dari hasil wawancara, kuesioner dan
dokumen pendukung lainnya kemudian dioalah dan dianalisis menurut kerangka
kerja information economics. Semua skor yang diperoleh dari perhitungan Return
On Investment sederhana, skor dari kelima faktor organizational domain dan skor
dari keempat faktor technology domain, dimasukkan ke masing-masing kolom
yang telah disediakan dalam lembar penilaian (scorecard) yang dapat dilihat pada
tabel 3.5. di bawah.
Weighted value diperoleh dari hasil perkalian antara factor (yang
merupakan bobot dari nilai korporat yang besarnya sesuai dengan karakteristik
43
Universitas Indonesia
organisasi seperti yang dirumuskan oleh Parker, et al. yang terbagi dalam 4
kuadran seperti diuraikan sebelumya) dengan skor dari organizational domain dan
skor dari technology domain berdasarkan hasil kuesioner. Sedangkan weighted
score merupakan nilai total yang besarannya diperoleh dari penjumlahan secara
horisontal dari semua nilai yang ada di kolom weighted value.
Tabel 3. 5. Information Economics Scorecard
Evaluator Organizational Domain Technology Domain Weighted
Score
Corporate
Value
ROI SM CA MI CR OR SA DU TU IR
Organizational
Domain + + + + + -
Technology
Domain
+ - - -
Weighted
Value
Keterangan:
ROI : Return on Invesment
SM : Strategic Match
CA : Competitive Advantage
MI : Management Information
CR : Competitive Response
OR : Organizational Risk
SA : Strategic Architechture
DU : Definitional Uncertainty
TU : Technical Uncertainty
IR : Infrastructure Risk
Sumber: Parker, et.al. (1988: 145)
Skor total yang diperoleh kemudian dimasukkan dalam interval nilai
minimum dan nilai maksimum sebagai landasan untuk mengidentifikasi posisi
dan besaran manfaat dari penerapan F/OSS di lingkungan Pemkot Pekalongan.
Dalam hal ini, nilai minimum dan maksimum diperoleh dari hasil identifikasi nilai
korporat kemudian dikalikan dengan skor maksimum dari kuesioner yang disebar,
yaitu 5 (lima). Hasil perkalian dari masing-masing aspek kemudian
diklasifikasikan berdasarkan nilai positif dan negatif kemudian dijumlahkan. Hasil
penjumlahan dari semua skor yang bernilai negatif menjadi nilai minimum,
44
Universitas Indonesia
sedangkan hasil penjumlahan dari semua skor yang bernilai positif akan menjadi
nilai maksimum dalam skala pengukuran.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dan skunder dalam penelitian ini dilakukan
dengan beberapa cara, sebagai berikut:
a. Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan pengumpulan data sekunder dengan cara mengkaji
beberapa literatur berupa buku, jurnal ilmiah, karya tulis maupun dokumen
pendukung lain yang berhubungan dengan obyek penelitian.
b. Pengamatan langsung (observasi)
Observasi lapangan dilakukan dengan cara berkunjung ke Kota Pekalongan
sebagai tempat penelitian, kemudian mengamati kondisi penggunaan
perangkat lunak berbasis Free/Open Source (F/OSS) di lingkungan instansi
tersebut.
c. Kuesioner
Kuesioner disusun dengan mengacu pada kaidah yang ditetapkan dalam
metode information economics dan disebarkan kepada pegawai Pemkot
Pekalongan sebagai responden dari penelitian ini.
d. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan panduan daftar pertanyaan yang telah disusun
untuk mendukung pengumpulan data sesuai dengan arah penelitian. Panduan
wawancara berupa daftar pertanyaan yang sifatnya terstruktur ditujukan untuk
mengumpulkan data yang formatnya sudah jelas. Selain wawancara
terstruktur, dilakukan juga wawancara tidak terstruktur dengan beberapa
narasumber untuk menggali informasi kualitatif yang lebih mendalam.
3.4. Responden
Dalam metode information economics, pemilihan responden dilakukan
berdasarkan pertimbangan bahwa orang yang dipilih dianggap mampu
45
Universitas Indonesia
menjelaskan atau memberi pendapat tentang hal-hal yang terkait dengan proyek
teknologi informasi yang akan dievaluasi (Hendarti, 2011: 28-30). Dalam
penelitian ini pemilihan responden dilakukan secara sengaja (teknik purposive
sampling), yaitu bagian dari pegawai tetap di lingkungan Pemerintah Kota
Pekalongan yang terbiasa menggunakan komputer yang dianggap mampu
menjelaskan atau memberi pendapat tentang hal-hal yang terkait dengan migrasi
dan penggunaan F/OSS. Program Kota Pekalongan Go Open Source berada di
bawah koordinasi Bagian Pusat Data dan Elektronik (PDE) Sekretariat Daerah
yang kemudian pada tahun 2011 berubah menjadi Dinas Komunikasi dan
Informatika. Menurut informasi dari Sri Budi Santoso selaku Kepala Dinas
Kominfo Pemkot Pekalongan, selain Dinas Kominfo, SKPD yang menjadi aktor
utama sekaligus sebagai pihak yang dijadikan sebagai percontohan dari
penggunaan F/OSS adalah Sekretariat Daerah (Setda), Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan
Aset Daerah (DPPKAD) dan Inspektorat. Selain perwakilan dari organisasi inti
tersebut, responden dalam penelitian ini juga mencakup perwakilan dari seluruh
SKPD di lingkungan Pemkot Pekalongan yang berjumlah 33 Unit Kerja, meliputi
9 Dinas Daerah, 11 Lembaga Teknis (Badan / Kantor), 9 Bagian Setda dan 4
Kecamatan.
46
BAB 4
KEBIJAKAN KOTA PEKALONGAN GO OPEN SOURCE
Sebagai upaya menindaklanjuti Surat Edaran Menkominfo Nomor
05/SE/Kominfo/10/2005 tentang Kewajiban Pemakaian dan Pemanfaatan
Penggunaan Legal Software di Lingkungan Instansi Pemerintah, Surat Edaran
MenPAN Nomor SE/01/M.PAN/3/2009 tentang Pemanfaatan Perangkat Lunak
Legal dan Open Source Software, dan Surat Edaran Menristek Nomor
030/M/IV/2009 tentang Tindak Lanjut Migrasi Open Source di Instansi
Pemerintah, Pemerintah Kota Pekalongan secara resmi mendeklarasikan
kebijakan penggunaan F/OSS pada tanggal 18 Juni 2008.
4.1. Sosialisasi dan Inisiasi
Tahap awal merupakan tahap sosialisasi, inisiasi dan pembelajaran
penggunaan F/OSS di lingkungan SKPD yang dimulai pada bulan Juni 2008.
Tahapan ini dimulai dengan penjabaran visi dan misi Walikota Pekalongan terkait
Good Government Governance. Kebijakan migrasi dari perangkat lunak bajakan
pada perangkat lunak legal berbasis F/OSS (migrasi F/OSS) merupakan salah satu
upaya mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung
percepatan Good Government Governance, efisiensi dan akuntabilitas kepada
publik. Pokok kebijakan migrasi F/OSS adalah mewajibkan pemakaian dan
pemanfaatan perangkat lunak legal berbasis F/OSS di lingkungan Pemerintah
Kota Pekalongan. Kebijakan pemilihan perangkat lunak legal berbasis F/OSS ini
dilandasi semangat “manajemen halalan toyiban menuju kebaikan dan
keberkahan” dengan tujuan untuk:
a) Meningkatkan kemandirian, daya saing, kreatifitas serta inovasi daerah;
b) Melakukan upaya dalam rangka menguasai, mendayagunakan dan
memanfaatkan teknologi informasi;
c) Mempercepat penguasaan teknologi informasi melalui pengembangan dan
penggunaan F/OSS;
d) Menggunakan perangkat lunak legal di setiap SKPD;
Universitas Indonesia
47
Universitas Indonesia
e) Menyebarluaskan penggunaan F/OSS di Pemerintah Kota Pekalongan; dan
f) Melakukan efisiensi anggaran pengadaan perangkat lunak legal.
4.2. e-Leadership dan Regulasi
Pihak Pemerintah Kota Pekalongan berpendapat bahwa migrasi F/OSS
bukan hanya merupakan masalah teknis, tetapi juga merupakan uji kepemimpinan
bagi pejabat SKPD. Upaya untuk menumbuhkan kesadaran dan komitmen
pimpinan SKPD terhadap pemakaian dan pemanfaatan perangkat teknologi
informasi (dalam hal ini perangkat lunak legal berbasis F/OSS) dilakukan dengan
menetapkan proses migrasi F/OSS dimulai dari pusat birokrasi (Setda, Bappeda,
DPPKAD, Inspektorat, BKD, Diskominfo). Secara formal, komitmen pimpinan
SKPD juga dituangkan dalam bentuk pakta intergritas yang ditandatangani oleh
seluruh pejabat struktural SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan.
Pakta integritas tersebut berisi beberapa komitmen berikut:
a) Akan mematuhi ketentuan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
b) Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, berjanji akan memakai dan
memanfaatkan perangkat lunak legal, baik perangkat lunak berbasis F/OSS
maupun bersifat proprietary software;
c) Akan mengoptimalkan pemakaian dan pemanfaatan perangkat lunak legal
dan F/OSS sebagai langkah untuk mempercepat Good Governance,
efisiensi dan akuntabilitas kepada publik; dan
d) Akan mengerahkan segala kemampuan dan sumber daya secara optimal
untuk memberikan hasil kerja terbaik dalam perencanaan, manajemen
belanja/investasi, realisasi, pengoperasian, pemeliharaan, dan monitoring
dan evaluasi perangkat lunak legal dan F/OSS.
Kebijakan migrasi F/OSS di Kota Pekalongan juga mendapatkan
dukungan penuh dari pihak walikota selaku pimpinan tertinggi di daerah tersebut.
Dukungan walikota dituangkan dalam bentuk Peraturan maupun Keputusan
48
Universitas Indonesia
Walikota Pekalongan pelengkap dari peraturan hukum dari Pemerintah Pusat.
Beberapa Peraturan maupun Keputusan Walikota Pekalongan yang dikeluarkan
untuk mendukung proses migrasi, meliputi:
a) Peraturan Walikota Pekalongan Nomor 46 Tahun 2010 tentang Rencana
Strategis sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Tahun 2009-
2013;
b) Peraturan Walikota Pekalongan Nomor 9 Tahun 2010 tentang Panduan
Umum Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK);
c) Peraturan Walikota Pekalongan Nomor 12A Tahun 2010 tentang Migrasi
Perangkat Lunak Legal Berbasis F/OSS;
d) Keputusan Walikota Pekalongan Nomor 020/024 Tahun 2010 tentang
Kewajiban Pemakaian dan Pemanfataan Perangkat Lunak Legal dan
F/OSS;
e) Keputusan Walikota Pekalongan Nomor 020/026 Tahun 2010 tentang Tim
Migrasi Perangkat Lunak Legal Berbasis F/OSS;
f) Keputusan Walikota Pekalongan Nomor 020.05/101 Tahun 2010 tentang
Tim Help Desk Perangkat Lunak Legal Berbasis F/OSS;
g) Keputusan Walikota Pekalongan Nomor 020.05/102 Tahun 2010 tentang
Tim Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Perangkat Lunak Legal
Berbasis F/OSS;
h) Keputusan Walikota Pekalongan Nomor 020.05/185 Tahun 2010 tentang
Tim Fasilitasi Penerapan Software Legal berbasis F/OSS;
i) Keputusan Walikota Pekalongan Nomor 020.05/184 Tahun 2010 tentang
Tim Penegak Kepatuhan Penerapan Software Legal dalam Pemanfaatan
Sarana TIK;
j) Keputusan Walikota Pekalongan Nomor 020/071 Tahun 2011 Tentang
Integrasi dan Migrasi Aplikasi/SIM TIK Berbasis F/OSS;
k) Keputusan Walikota Pekalongan Nomor 020/142 Tahun 2011 Tentang
Integrasi dan Migrasi Simkeuda Berbasis F/OSS.
49
Universitas Indonesia
4.3. Kelembagaan Tim Migrasi F/OSS
Untuk melaksanakan program migrasi F/OSS, Pemerintah Kota
Pekalongan membentuk beberapa Tim Migrasi F/OSS yang dikukuhkan dengan
surat Keputusan Walikota.
a) Tim Migrasi Perangkat Lunak Legal Berbasis F/OSS.
Dalam hal ini, Tim Migrasi terdiri atas Tim Pengarah, Tim Pelaksana, dan
Tim Pendamping.
Tim Pengarah (8 orang pelaksana internal), bertugas:
– Memberikan arahan, kebijakan, dan strategi migrasi perangkat lunak
legal berbasis F/OSS di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan;
– Mengkoordinasikan pemakaian dan pemanfaatan perangkat lunak legal
berbasis F/OSS di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan;
– Mendorong percepatan migrasi perangkat lunak legal berbasis F/OSS di
setiap SKPD Pemerintah Kota Pekalongan;
– Menumbuhkan komitmen pimpinan SKPD terhadap kewajiban
pemakaian dan pemanfaatan perangkat lunak legal berbasis F/OSS di
lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan;
– Melaporkan pelaksanaan migrasi perangkat lunak legal berbasis F/OSS
di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan kepada Walikota
Pekalongan.
Tim Pelaksana (7 orang pelaksana internal), bertugas:
– Menyusun rencana dan strategi migrasi perangkat lunak legal berbasis
F/OSS di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan;
– Menyelenggarakan sosialisasi migrasi, pemakaian dan pemanfaatan
perangkat lunak legal berbasis F/OSS di lingkungan Pemerintah Kota
Pekalongan;
– Membuat jadwal dan target migrasi perangkat lunak legal berbasis F/OSS
di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan;
50
Universitas Indonesia
– Melaksanakan migrasi perangkat lunak legal berbasis F/OSS di
lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan yang meliputi inventarisasi
perangkat keras dan perangkat lunak, instalasi perangkat lunak legal
berbasis F/OSS, pendidikan dan pelatihan perangkat lunak legal berbasis
F/OSS bagi user, administrator, dan trainer;
– Mendokumentasikan migrasi perangkat lunak legal berbasis F/OSS di
lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan;
– Bekerjasama dengan pengawas internal melakukan monitoring dan
evaluasi migrasi, pemakaian dan pemanfaatan perangkat lunak legal
berbasis F/OSS di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan;
– Melaporkan pelaksanaan migrasi perangkat lunak legal berbasis F/OSS
di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan kepada Tim Pengarah.
Tim Pendamping (8 orang pelaksana internal), bertugas:
– Melakukan pendampingan sebelum dan sesudah migrasi perangkat lunak
legal berbasis F/OSS di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan;
– Melakukan pendampingan inventarisasi, instalasi, dan pendidikan dan
pelatihan perangkat lunak legal berbasis F/OSS di lingkungan Pemerintah
Kota Pekalongan;
– Memberikan solusi pemecahan masalah migrasi perangkat lunak legal
berbasis F/OSS di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan;
– Memberikan dukungan yang cukup terhadap perkembangan perangkat
lunak legal berbasis F/OSS;
– Melaporkan pelaksanaan pendampingan migrasi perangkat lunak legal
berbasis F/OSS di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan kepada Tim
Pelaksana Teknis.
b) Tim Help Desk Perangkat Lunak Legal Berbasis F/OSS
Tim Help Desk (7 orang pelaksana internal), bertugas:
– Mensosialisasikan arah, kebijakan, dan strategi migrasi, serta pemakaian
dan pemanfaatan perangkat lunak legal berbasis F/OSS di lingkungan
Pemerintah Kota Pekalongan;
51
Universitas Indonesia
– Memberikan dukungan teknis maupun non teknis terkait pemakaian dan
pemanfaatan perangkat lunak legal berbasis F/OSS di lingkungan
Pemerintah Kota Pekalongan;
– Memberikan asistensi atas kendala dan permasalahan dalam implementasi
migrasi, pemakaian dan pemanfaatan perangkat lunak legal berbasis
F/OSS di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan;
– Menerima dan menyelesaikan keluhan pengguna atas kebijakan migrasi,
pemakaian dan pemanfaatan perangkat lunak legal berbasis F/OSS di
lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan;
– Melakukan koordinasi dengan Tim Monitoring dan Evaluasi Penggunaan
Perangkat Lunak Legal Berbasis F/OSS Pemerintah Kota Pekalongan
secara periodik;
– Melaporkan pelaksanaan migrasi perangkat lunak legal berbasis F/OSS di
lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan kepada Walikota Pekalongan Cq.
Tim Migrasi Perangkat Lunak Legal Berbasis F/OSS Pemerintah Kota
Pekalongan.
c) Tim Monitoring dan Evaluasi
Tim Monitoring dan Evaluasi (7 orang pelaksana internal), bertugas:
– Melakukan pemutakhiran data inventarisasi perangkat keras dan perangkat
lunak legal berbasis F/OSS di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan;
– Melakukan pendataan kendala dan permasalahan dalam implementasi
migrasi, pemakaian dan pemanfaatan perangkat lunak legal berbasis
F/OSS di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan;
– Melakukan pendataan pegawai yang telah mengikuti pelatihan pemakaian
dan pemanfaatan perangkat lunak legal berbasis F/OSS di lingkungan
Pemerintah Kota Pekalongan;
– Menyusun daftar peripheral yang didukung oleh F/OSS;
– Melakukan standarisasi aplikasi berbasis F/OSS di di lingkungan
Pemerintah Kota Pekalongan;
– Melakukan koordinasi dengan Tim Helpdesk Perangkat Lunak Legal
Berbasis F/OSS Pemerintah Kota Pekalongan secara periodik;
52
Universitas Indonesia
– Melaporkan pelaksanaan migrasi perangkat lunak legal berbasis F/OSS di
lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan kepada Walikota Pekalongan Cq.
Tim Migrasi Perangkat Lunak Legal Berbasis F/OSS Pemerintah Kota
Pekalongan.
d) Tim Fasilitasi Penerapan Software Legal berbasis F/OSS
Tim Fasilitasi tersebut terdiri atas Tim Pengarah dan Tim Pelaksana.
Tim Pengarah (9 orang pelaksana internal dan 5 orang pelaksana eksternal),
bertugas:
– Memberikan arahan kepada Tim Pelaksana dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pelaporan teknis kegiatan fasilitasi penerapan software
legal berbasis F/OSS;
Tim Pelaksana (20 orang pelaksana internal dan 77 orang pelaksana eksternal),
bertugas:
– Merumuskan dan melaksanakan langkah-langkah dan pentahapan teknis
operasional untuk perencanaan dan pelaksanaan kegiatan fasilitasi
penerapan software legal berbasis F/OSS;
– Melakukan percepatan migrasi ke sistem operasi dan aplikasi perkantoran
berbasis F/OSS pada komputer administrasi perkantoran di lingkungan
SKPD Pemerintah Kota Pekalongan;
– Melakukan kajian kondisi, permasalahan dan kebutuhan hardware dan
software di SKPD/Unit Kerja di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan
untuk penerapan software legal berbasis F/OSS;
– Memfasilitasi pengembangan sumber daya manusia SKPD/Unit Kerja di
lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan dalam rangka penguasaan dan
pengembangan teknologi berbasis F/OSS;
– Memfasilitasi proses instalasi sistem operasi dan aplikasi perkantoran
berbasis F/OSS serta melakukan penghapusan (uninstall) software ilegal
pada sarana TIK SKPD;
– Melakukan pendampingan implementasi penggunaan sistem operasi dan
aplikasi perkantoran berbasis F/OSS dalam pemanfaatan sarana TIK
SKPD/Unit Kerja di lingkungan Pemeirntah Kota Pekalongan;
53
Universitas Indonesia
– Mengkoordinasikan proses perencanaan dan penganggaran sarana TIK
SKPD/Unit Kerja di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan guna
mendorong dan sinkronisasi penerapan F/OSS di lingkungan Pemerintah
Kota Pekalongan;
– Memberikan rekomendasi kepada Walikota Pekalongan melalui Tim
Pengarah tentang kebijakan pengembangan dan pengadaan sarana TIK
Pemerintah Kota Pekalongan untuk mendorong dan sinkronisasi
penerapan F/OSS di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan;
– Memberikan rekomendasi kepada Walikota Pekalongan dan Tim
Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) tentang prioritas pengembangan
dan pengadaan sarana TIK SKPD dalam proses perencanaan dan
penganggaran daerah guna sinkronisasi penerapan F/OSS di lingkungan
Pemerintah Kota Pekalongan.
e) Tim Penegak Kepatuhan Penerapan Software Legal
Tim Penegak Kepatuhan tersebut terdiri atas Tim Pengarah dan Tim Pelaksana.
Tim Pengarah (7 orang pelaksana internal), bertugas:
– Memberikan arahan kepada Tim Pelaksana dalam melaksanakan penelitian
dan penilaian penerapan software legal dalam pemanfaatan sarana TIK
SKPD/unit kerja di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan;
– Berdasarkan laporan hasil penelitian dan penilaian Tim Pelaksana, Tim
Pengarah dapat memberikan rekomendasi administratif maupun teknis
kepada Walikota Pekalongan untuk pengambilan kebijakan lebih lanjut.
Tim Pelaksana (8 orang pelaksana internal), bertugas:
– Melakukan penelitian dan penilaian mengenai kepatuhan penerapan
software legal dalam pemanfaatan sarana TIK di SKPD/Unit Kerja di
lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan;
– Melaporkan hasil penelitian dan penilaian mengenai kepatuhan penerapan
software legal dalam pemanfaatan sarana TIK kepada Walikota
Pekalongan melalui Sekretaris Daerah Kota Pekalongan, dengan tembusan
kepada anGoota Tim Pengarah.
54
Universitas Indonesia
f) Tim Migrasi Perangkat Lunak Legal Berbasis F/OSS di SKPD
Tim Migrasi SKPD (6 orang pelaksana internal SKPD), bertugas:
– Melakukan pengecekan penggunaan perangkat lunak legal di
lingkungannya. Hal tersebut perlu dilakukan guna menghindari
terganggunya pelayanan publik akibat pelanggaran Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;
– Memakai dan memanfaatkan perangkat lunak legal berbasis F/OSS,
apabila SKPD tidak cukup mampu untuk mengadakan perangkat lunak
yang bersifat proprietary software;
– Memakai dan memanfaatkan perangkat lunak legal yang bersifat
proprietary software, hanya diperbolehkan untuk perangkat lunak legal
yang bersifat proprietary software yang belum dapat digantikan oleh
perangkat lunak berbasis F/OSS;
– Melakukan koordinasi dengan Asisten Ekonomi Pembangunan dan Kesra
Sekda Kota Pekalongan selaku Koordinator Teknologi dan Informasi
(TIK) Kota Pekalongan c.q SKPD Pengelola TIK terkait pemakaian dan
pemanfatan perangkat lunak legal berbasis F/OSS;
– Mengatur agenda pentahapan migrasi perangkat lunak legal berbasis
F/OSS SKPD;
– Melakukan pengaturan dan pemantauan terhadap pemakaian dan
pemanfataan perangkat lunak legal berbasis F/OSS di lingkungan SKPD
masing-masing;
– Mengikuti sosialisasi migrasi, pemakaian dan pemanfaatan perangkat
lunak legal berbasis F/OSS;
– Mengikuti pendidikan dan pelatihan perangkat lunak legal berbasis F/OSS
bagi user, administrator, dan trainer;
– Monitoring dan evaluasi migrasi, pemakaian dan pemanfaatan perangkat
lunak legal berbasis F/OSS di masing-masing SKPD;
– Membiayai migrasi perangkat lunak legal berbasis F/OSS yang meliputi
inventarisasi, instalasi, pendidkan dan pelatihan dengan anggaran masing-
masing SKPD;
55
Universitas Indonesia
– Mendokumentasikan migrasi perangkat lunak legal berbasis F/OSS di
lingkungan SKPD masing-masing;
– Melaporkan pelaksanaan migrasi perangkat lunak legal berbasis F/OSS di
masing-masing SKPD kepada Tim Migrasi Tim Migrasi Perangkat Lunak
Legal Berbasis F/OSS Pemerintah Kota Pekalongan melalui Sekretaris
Daerah Kota Pekalongan Cq. SKPD Pengelola TIK.
4.4. Proses Migrasi F/OSS
Secara teknis proses migrasi dilakukan melalui beberapa tahapan yang
dimulai dengan menginventarisasi perangkat yang akan dimigrasi. Pendataan
dilakukan untuk mengetahui kondisi terakhir komputer yang akan dimigrasi, baik
terkait dengan spesifikasi perangkat keras informasi penunjang lainnya. Database
ini diupdate setiap 6 bulan sekali. Dari hasil inventarisasi perangkat yang ada di
seluruh SKPD kemudian disusun jadwal dan target migrasi selama tahun 2008
sampai dengan tahun 2010, yaitu migrasi F/OSS di lingkungan SKPD atau
organisasi inti di Pemkot Pekalongan sebanyak 33 Unit Kerja, meliputi 9 Dinas
Daerah, 11 Lembaga Teknis (Badan / Kantor), 9 Bagian Setda dan 4 Kecamatan
dengan jumlah komputer sebanyak 717 unit.
Berdasarkan pada hasil inventarisasi, kemudian dilakukan backup data
dari perangkat yang akan dimigrasi. Kemudian dilakukan proses penyelesaian
aspek teknis (koneksi printer, dan sejenisnya), instalasi F/OSS, pemasangan
template naskah dinas Pemkot Pekalongan dan uninstall software ilegal. Dalam
hal ini, paket sistem operasi yang digunakan adalah Ubuntu. Menurut Pihak
Pemkot Pekalongan, penetapan Ubuntu sebagai distro utama perangkat lunak
legal berbasis F/OSS dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a) Keumuman distro yang digunakan oleh komunitas nasional, regional,
maupun lokal;
b) Volume instalasi yang ringan bagi ukuran RAM (Random Access Memory),
HD (Hard Disk), mainboard, dan VGA (Video Graphics Adapter);
c) Distro dapat digunakan untuk server, PC (Personal Computer) desktop,
notebook, dan netbook;
56
Universitas Indonesia
d) Popularitas atau ranking distro di internet berdasarkan HPD (Hit Per Day);
e) Garansi distro yang meliputi keaktifan pengembangan, milestone
pengembangan distro, dan lisensi;
f) Ketersediaan support oleh pihak ketiga maupun komunitas;
Setelah sistem operasi dan aplikasi perkantoran berbasis F/OSS terpasang
di komputer kemudian ditempel stiker untuk memberikan label pada kompouter
yang sudah termigrasi beserta identitas penanggungjawab pejabat struktural
terendah atas setiap komputer apabila ditemukan instalasi kembali software ilegal.
Di lain pihak, proses migrasi menimbulkan konsekuensi pada perubahan cara
pengoperasiannya. Untuk meminimalisir kesulitan pengguna untuk
mengoperasikannya maka diadakan pelatihan serta pendampingan dan
penanganan masalah terkait dengan penggunaan F/OSS. Pelatihan Teknis terkait
penggunaan Open Source diadakan di sebuah laboratorium bernama Broadband
Learning Center (BLC) yang berada di Dinas Komunikasi dan Informatika
Pemkot Pekalongan. Semua SKPD dan Masyarakat diperbolehkan mendaftar
pelatihan kapan saja, dengan ketentuan maksimal 15 orang per hari dengan lama
waktu 2-3 jam per hari. Selain pelatihan, untuk menjaga konsistensi penggunaan
F/OSS dilakukan juga proses pendampingan sebelum dan sesudah migrasi
perangkat lunak legal berbasis F/OSS serta pembentukan helpdesk perangkat
lunak legal berbasis F/OSS yang bertugas memberikan solusi terhadap masalah-
masalah yang muncul.
Di samping migrasi dalam sektor aplikasi perkantoran, Pemerintah Kota
Pekalongan juga melakukan integrasi dan migrasi Sistem Informasi Manajemen
TIK, dengan nama SIM Kota Batik (SIMKOTA Batik) serta Sistem Informasi
Manajemen Keuangan Daerah, dengan nama SIM Kota Batik Keuangan Daerah
(SIMKOTA Batik Keuangan Daerah) berbasis Free/Open Source Software
(F/OSS). Integrasi tersebut dilakukan dengan cara melakukan integrasi semua
aplikasi/SIM TIK dan keuangan di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan
melalui infrastruktur jaringan Batik-Net dalam rangka pengembangan Pusat Data
dan Informasi Terpadu (Integrated Information and Data Center) Pemerintah
Kota Pekalongan. Migrasi dan integrasi aplikasi/SIMKOTA Batik dan SIMKOTA
57
Universitas Indonesia
Batik Keuangan Daerah berbasis web menggunakan 5 (lima) pilar utama
Free/Open Source Software (F/OSS), meliputi:
– Sistem operasi : Linux Ubuntu
– Web server : Apache
– Database server : MySQL atau PostgreSQL
– Script bahasa pemrograman : PHP atau Java
– Web browser : Mozilla Firefox
Penggunaan aplikasi/SIM yang bersifat proprietary software, hanya
diperuntukkan untuk aplikasi/SIM yang bersifat pemberian dari Pemerintah Pusat
dan/atau Pemerintah Provinsi dan terintegrasi dengan Aplikasi/SIM sejenis di
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Provinsi serta secara teknis tidak
memungkinkan untuk disubstitusi dengan aplikasi/SIM berbasis F/OSS.
Penggunaan aplikasi/SIM yang bersifat proprietary software tersebut harus
mendapatkan izin tertulis dari Walikota Pekalongan selaku Chief Information
Officer (CIO) Pemerintah Kota Pekalongan dengan permohonan izin diajukan
melalui Sekretaris Daerah Kota Pekalongan selaku CIO Harian dengan tembusan
SKPD Pengelola TIK.
Proses migrasi F/OSS didukung oleh anggaran sebesar Rp. 259.805.000,-
pada tahun 2010 atau 17.40% dari total anggaran Bagian Pengelolaan Data
Elektronik Setda Kota Pekalongan sebesar Rp. 1.493.309.100,00. Berbagai
kegiatan terkait dengan migrasi F/OSS dilakukan dengan melibatkan peran serta
dari komunitas dan entitas TIK, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Beberapa
lembaga pusat yang menjadi mitra Pemkot Pekalongan adalah dari pihak
Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Riset dan Teknologi,
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Asosiasi Open Source Indonesia (AOSI). Di tingkat daerah,
program migrasi F/OSS melibatkan Perguruan Tinggi, SMK serta
Komunitas/Pegiat Open Source di sekitar Kota Pekalongan.
58
Universitas Indonesia
4.5. Capaian
Sejak dideklarasikan pada tahun 2008, pihak Pemkot Pekalongan
menyatakan bahwa pada akhir tahun 2010 semua SKPD sudah beralih dari
perangkat lunak bajakan ke sistem operasi dan aplikasi perkantoran berbasis
F/OSS (jumlah 33 unit terdiri dari Badan, Dinas dan Kantor dengan jumlah
komputer 617 unit). Berikut disajikan data terkait dengan capaian migrasi F/OSS
yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Kota Pekalongan:
59
Universitas Indonesia
NO
SKPD
JUMLAH
KOMPUTER
TARGET MIGRASI
CAPAIAN IMPLEMENTASI MIGRASI SISA KOMPUTER YANG BELUM DIMIGRASI KOMPUTER NON TARGET MIGRASI KE OS FOSS KOMPUTER NON TARGET MIGRASI KE AP FOSS
TARGET MIGRASI
SITEM OPERASI
TARGET
INSTALASI
APLIKASI
PERKANT
ORAN OPEN
SOURCE
TARGET UNINSTAL (PENGHAPUSAN)
APLIKASI PERKANTOR AN
ILEGAL
CAPAIAN MIGRASI SISTEM OPERASI KE OPEN
SOURCE (FOSS)
INSTALASI APLIKASI
PERKANTORAN BERBASIS OPEN
SOURCE (OPEN OFFICE)
UNISTALL
(PENGHAPUSAN)
APLIKASI PERKANTORAN
Ilegal
INSTALASI
SISTEM
OPERASI
INSTALASI
PERKANT
ORAN
BERBASIS
OPEN SOURCE
(OPEN
OFFICE)
UNISTALL (PENGHAP
USAN) APLIKASI PERKANT
ORAN Ilegal
SISTEM OPERASI LEGAL
PROPIETARY
APLIKASI KHUSUS (SISTEM OPERASI)
PROPRIETARY ILEGAL)
HW TDK
SUPPORT
LEGAL
PROPIETARY
APLIKASI
PERKANTOR AN
APLIKASI KHUSUS (SISTEM
OPERASI) PROPRIETARY
ILEGAL)
HARDWARE TDK
SUPPORT
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) KELOMPOK DINAS TEKNIS
1 Dindikpora 34 17 30 30 14 82.35 30 100.00 30 100.00 3 0 0 13 6 4 0 0 4 2 Dinas Kesehatan 152 89 151 151 89 100.00 151 100.00 151 100.00 0 0 0 62 1 0 0 0 1 3 Dindukcapil 19 2 14 14 2 100.00 14 100.00 11 78.57 0 0 3 10 3 4 0 0 5 4 Dinsosnakertrans 47 17 45 45 17 100.00 45 100.00 45 100.00 0 0 0 6 10 14 0 0 2 5 Dishubkominfoparbud 18 9 17 17 8 88.89 17 100.00 17 100.00 1 0 0 3 5 1 0 0 1 6 DPUPT 30 21 29 29 21 100.00 29 100.00 29 100.00 0 0 0 0 8 1 0 0 1 7 Disperindagkop & UMKM 22 17 22 22 14 82.35 22 100.00 22 100.00 3 0 0 1 4 0 0 0 0 8 DPPK 17 12 17 17 12 100.00 17 100.00 17 100.00 0 0 0 1 4 0 0 0 0 9 DPPKAD 49 16 47 45 16 100.00 47 100.00 44 97.78 0 0 1 17 14 2 2 0 0
KELOM POK LEMTEKDA & LEMBAG A LAINNYA 10 Inspektorat 17 11 17 17 11 100.00 17 100.00 17 100.00 0 0 0 6 0 0 0 0 0 11 Bappeda 21 14 21 21 14 100.00 21 100.00 21 100.00 0 0 0 0 6 1 0 0 0 12 BPMPKB dan KP 25 20 24 23 20 100.00 24 100.00 23 100.00 0 0 1 0 4 1 0 0 1 13 BPPT 29 16 28 28 16 100.00 28 100.00 28 100.00 0 0 0 11 1 1 0 0 1 14 KKD 10 6 8 9 6 100.00 8 100.00 8 88.89 0 0 0 1 2 1 1 0 1 15 Kantor Kesbangpol&Linmas 8 6 8 8 6 100.00 8 100.00 7 87.50 0 0 1 0 2 0 0 0 0 16 KLH 15 7 15 15 7 100.00 15 100.00 15 100.00 0 0 0 6 2 0 0 0 0 17 KPAD 16 7 14 14 7 100.00 14 100.00 14 100.00 0 0 0 2 4 3 0 0 2 18 RSUD Bendan 29 7 28 28 7 100.00 28 100.00 28 100.00 0 0 0 0 22 0 0 0 1 19 Satpol PP 7 6 7 7 6 100.00 7 100.00 7 100.00 0 0 0 1 0 0 0 0 0 20 Setwan 15 12 15 15 12 100.00 15 100.00 15 100.00 0 0 0 0 3 0 0 0 0
KELOM POK BAGIAN SETDA 21 Bagian Tapem 5 2 4 4 2 100.00 4 100.00 4 100.00 0 0 0 2 0 1 0 0 1 22 Bagian Hukum 5 4 5 5 4 100.00 5 100.00 5 100.00 0 0 0 0 1 0 0 0 0 23 Bagian Humas&Protokol 9 4 5 5 4 100.00 5 100.00 5 100.00 0 0 0 4 1 0 4 0 0 24 Bagian Perekonomian 5 4 5 5 4 100.00 5 100.00 5 100.00 0 0 0 0 1 0 0 0 0 25 Bagian Minbang 10 4 6 6 4 100.00 6 100.00 6 100.00 0 0 0 0 2 4 0 0 4 26 Bagian Kesra 5 3 5 5 3 100.00 5 100.00 5 100.00 0 0 0 1 1 0 0 0 0 27 Bagian Organisasi 5 4 5 5 4 100.00 5 100.00 5 100.00 0 0 0 0 1 0 0 0 0 28 Bagian PDE 25 19 25 25 19 100.00 25 100.00 25 100.00 0 0 0 2 2 2 0 0 0 29 Bagian Umum&Keuangan 21 9 17 16 9 100.00 17 100.00 14 87.50 0 0 2 6 4 2 3 0 1
KELOM POK KECAMATAN 30 Kec. Pekalongan Barat 14 10 14 14 10 100.00 14 100.00 14 100.00 0 0 0 0 4 0 0 0 0 31 Kec. Pekalongan Timur 10 7 10 10 7 100.00 10 100.00 10 100.00 0 0 0 0 3 0 0 0 0 32 Kec. Pekalongan Utara 9 3 6 6 3 100.00 6 100.00 6 100.00 0 0 0 0 3 3 0 0 3 33 Kec. Pekalongan Selatan 9 3 7 7 3 100.00 7 100.00 7 100.00 0 0 0 3 1 2 0 0 2
JUMLAH 712 388 671 668 381 98.20 671 100.00 660 98.80 7 0 8 158 125 47 10 0 31
Sumber: Dinas Komunikasi dan Informatika, Pemkot Pekalongan
Tabel 4. 1. Capaian Migrasi F/OSS di SKPD Pemkot Pekalongan Sampai dengan Akhir 2010
60
Dari data tersebut, terlihat bahwa Pemerintah Kota Pekalongan telah
berhasil menuntaskan proses migrasi dalam waktu selama kurang lebih dua tahun,
yaitu sejak tahun 2008 sampai dengan 2010. Capaian yang ada menunjukkan
bahwa hampir 100% target yang ditetapkan pada awal deklarasi program, tahun
2008 dapat direalisasikan. Hanya ada sedikit kasus dimana proses migrasi tidak
dapat dilanjutkan karena alasan teknis, seperti perangkat keras sudah rusak, tidak
memenuhi persyaratan ataupun tidak sesuai dengan perangkat lunak berbasis
F/OSS.
Untuk kasus migrasi sitem operasi, ada sekitar 2% yang tidak dapat
diproses (7 dari total 388 unit komputer yang ditargetkan). Di lain pihak ada
sekitar 1% (8 dari 668 unit komputer target) komputer yang tidak dapat diproses
untuk penghapusan aplikasi perkantoran ilegal. Sementara, untuk proses migrasi
aplikasi perkantoran dari perangkat lunak ilegal ke F/OSS semuanya dapat
diproses.
Migrasi Sistem Operasi
Migrasi Aplikasi Perkantoran
Penghapusan Aplikasi
Perkantoran Ilegal
Target 388 671 668
Capaian 381 671 660
Sisa 7 0 8
0
100
200
300
400
500
600
700
800
Grafik 4. 1. Target dan Capaian Migrasi F/OSS Tahun 2008-2010
Sumber: Diskominfo Pemerintah Kota Pekalongan, diolah
61
Universitas Indonesia
Dari beberapa kegiatan yang telah direncanakan dan ditargetkan pada
tahap awal saat program dideklarasikan pada tahun 2008, sampai dengan akhir
tahun 2010, Pihak Pemkot Pekalongan menyatakan bahwa secara umum semua
kegiatan yang direncanakan sudah berhasil dilaksanakan. Berikut adalah
rangkaian kegiatan proses migrasi di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan:
Tabel 4. 2. Capaian Kegiatan Migrasi F/OSS
Tahun 2008-2009 Tahun 2010
Kegiatan Tahun 2008:
– Deklarasi Gerakan Peralihan ke Open
Source System sebagai Legal Software
– Sosialisasi Migrasi Ke Open source
– Peresmian Widya Pratama IGOS Center
Kota Pekalongan
– Launching SKPD dan Organisasi
Percontohan Pengguna Legal Software
– Inventarisasi Hardware dan Software
– Perencanaan Migrasi F/OSS
– Instalasi F/OSS 50 unit komputer di
SKPD Percontohan
– Pelatihan dan Workshop Migrasi Ke
Software Legal
Kegiatan Tahun 2009:
– Penetapan Distro Linux Ubuntu Sebagai
Standar F/OSS Pemerintah Kota
Pekalongan
– Pelatihan Sumberdaya Manusia Bidang
Komunikasi dan Informasi
– Instalasi Perangkat Lunak Open Source
– Pelatihan Open source
– Pengaturan dan Konfigurasi Repository
Open source
– Fasilitasi Pembentukan Komunitas Open
Source Kota Pekalongan
– Pembentukan Tim Helpdesk
Mitra Pusat:
– KemenKominfo; BPPT; KRT; AOSI
Mitra Lokal:
– Perguruan Tinggi; SMK;
Komunitas/Pegiat Open source.
Kegiatan Tahun 2010:
– Talkshow IT “F/OSS for Education and
Government”
– Mengikuti Pelatihan ToT OSS Angkatan I
KNRT
– Persetujuan Kerjasama Model Implementasi
OSS
– Instalasi, Pendampingan, Monitoring dan
Evaluasi
– Legal Software F/OSS Award [SKPD]
– Pelatihan OSS untuk Pengguna dan
Administrator
– Pencanangan Gerakan Percepatan Program
Migrasi ke Software Legal
– Sosialisasi Kebijakan Percepatan Program
Migrasi F/OSS
– Instalasi F/OSS
– ICT Excecutive Forum dan ICT Technical
Forum
– Pendampingan Implementasi OpenOffice
– Monitoring dan Evaluasi oleh Tim Penegak
Kepatuhan Penerapan Software Legal
– Verifikasi Penggunaan Software Legal oleh
Tim Pusat
Deklarasi semua SKPD dan semua
komputer beralih ke F/OSS (Aplikasi
Perkantoran) telah diverifikasi teknis oleh
KemKominfo; Pusat Audit Teknologi
BPPT; KemenPAN; Pusat TIK BPPT.
(29 Desember 2010)
Mitra Pusat:
– KemenKominfo; BPPT; KRT; AOSI
Mitra Lokal:
– Perguruan Tinggi; SMK; Komunitas/Pegiat
Open source.
Sumber: Dinas Kominfo Pemkot Pekalongan, diolah
62
Universitas Indonesia
Sistem operasi Linux juga telah digunakan untuk komputer server di
SKPD Pengelola TIK maupun SKPD Pemilik Proses Bisnis yang
mengembangkan aplikasi berbasis F/OSS. Pengecualian (disclaimer) penggunaan
sistem operasi Linux dilakukan terhadap komputer fungsi non administrasi
perkantoran, meliputi sistem operasi propietary software legal, pendukung
aplikasi khusus (misalnya Legacy SIMDA Keuangan, Legacy SIMDA Barang
Daerah, SIM pemberian pemerintah pusat/provinsi, program pengolah citra,
audio, video, multimedia), dan hardware tidak support, laboratorium komputer
sekolah (double booting, proprietary software dan F/OSS).
Tabel 4. 3. Sistem Informasi Manajemen Pemkot Pekalongan Berbasis F/OSS
No. Nama Aplikasi Kegunaan dan Lokasi (Unit Kerja)
Pengguna
1 Aplikasi SIMDA Keuangan Daerah Pengelolaan Keuangan Daerah
Diskominfo
2 Aplikasi SIM Rumah Sakit Pengelolaan Rumah Sakit
RSUD Bendan
3 Aplikasi Kantaya e-Office
Diskominfo
4 SI Hukum Pengelolaan dokumentasi hukum
Diskominfo
5 SI Pariwisata Pengelolaan data dan informasi pariwisata.
Diskominfo
6 SI Pendidikan e-Education
Diskominfo
7 SI Perikanan Pengelolaan data dan informasi perikanan.
Diskominfo
8 SI Perkebunan Pengelolaan data dan informasi perkebunan
Diskominfo
9 SI Pertanian Pengelolaan data dan informasi pertanian
Diskominfo
10 SI Peternakan Pengelolaan data dan informasi peternakan
Diskominfo
11 SI Pendapatan Daerah Penyajian data dan informasi pendapatan
daerah
Diskominfo
12 SI Kearsipan Pengelolaan data dan informasi naskah dinas
Diskominfo
13 SI Kepegawaian Pengelolaan data dan informasi kepegawaian.
Diskominfo
14 SMS Center Pengaduan masyarakat
Bagian Humas dan Protokol
63
Universitas Indonesia
Sambungan Tabel 4.3.
15 SI Administrasi Kelurahan Pengelolaan data dan informasi kelurahan
Diskominfo
16 SI Buku Sekolah Elektronik e-Learning
Diskominfo
17 SI Pustaka Islam Islamic e-Book
Diskominfo
18 SI Dokumentasi dan Arsip Pendokumentasian dan pengarsipan naskah
dinas digital
Diskominfo
19 Aplikasi Repository Penyimpanan dan pengarsipan perangkat
lunak Open Source Ubuntu
Diskominfo
20 Website PEMKOT CMS website
Diskominfo
21 Website SKPD CMS website
Diskominfo
22 Aplikasi Teleconference Komunikasi jarak jauh menggunakan kamera
Diskominfo
23 Aplikasi VOIP Komunikasi suara melalui jaringan intranet
Diskominfo
24 Aplikasi Load Balancer Pengaturan bandwidth akses internet
Diskominfo
25 Aplikasi LPSE e-Procurement
Bagian Administrasi Pembangunan
26 Aplikasi LEPPK Laporan monitoring dan evaluasi
pembangunan daerah
Bappeda
27 Aplikasi RENJA Perencanaan kinerja
Bappeda
28 Aplikasi GIS GIS Bisnis
Diskominfo
29 Aplikasi SI Dokumentasi Pengelolaan Foto-foto kegiatan
Diskominfo
Sumber: Dinas Kominfo Pemkot Pekalongan, diolah
64
BAB 5
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pengukuran manfaat penerapan Free/Open Source Software (F/OSS) di
lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kota Pekalongan
dengan metode information economics, secara umum dilakukan dalam 3 tahap,
yaitu:
a) Pengukuran tangible benefit, merupakan langkah untuk mengukur manfaat
yang secara nyata nilainya dapat dihitung dari arus kas keuangan organisasi.
Analisis terkait dengan aspek keuangan yang meliputi penghitungan biaya
yang dikeluarkan untuk proses migrasi dan manfaat yang diperoleh
dilakukan dengan pendekatan simple Return on Investment (ROI);
b) Pengukuran quasi-tangible benefit, merupakan langkah untuk mengukur
manfaat yang bentuknya berupa peningkatan efisiensi proses kerja
organisasi sebagai akibat dari penggunaan F/OSS. Penghitungan manfaat
quasi-tangible dilakukan dengan mengidentifikasi value linking, value
acceleration, value restructuring dan innovation valuation yang terjadi di
lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan sebagai akibat dari penggunaan
F/OSS;
c) Pengukuran intangible benefit, merupakan langkah untuk mengukur
manfaat yang bentuknya berupa peningkatan efektifitas proses kerja
organisasi sebagai akibat dari penggunaan F/OSS. Penghitungan manfaat
intangible dilakukan dengan menghitung skor terkait dengan aspek
organisasi (yang meliputi strategic match, competitive advantage,
management information, competitive response, serta project or
organizational risk) dan aspek teknologi (yang meliputi strategic
information system architecture, definitional uncertainty, technical
uncertainty, dan information system infrastructure risk).
Universitas Indonesia
65
Universitas Indonesia
5.1. Pengukuran Tangible Benefit
Dalam kerangka kerja information economics, langkah untuk mengukur
manfaat yang secara nyata nilainya dapat dihitung dilakukan dengan metode
Simple Return On Investment (ROI). Dalam ROI sederhana, total manfaat yang
diperoleh dalam suatu periode waktu tertentu dibandingkan terhadap total
investasi sehingga menghasilkan suatu persentase. Pendekatan ROI sederhana
yang digunakan untuk menghitung aspek keuangan dalam penelitian ini,
dirumuskan sebagai berikut:
ROI = manfaat – biaya
x 100%
biaya awal
5.1.1. Biaya Migrasi F/OSS
Biaya investasi untuk mendukung Kebijakan Go Open Source yang telah
dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Pekalongan, dapat diklasifikasikan menjadi 2
macam biaya, yakni biaya awal dan biaya berjalan.
a) Biaya Awal
Biaya investasi awal yang dikeluarkan Pemerintah Kota Pekalongan
meliputi biaya untuk sosialisasi kebijakan, pelatihan F/OSS bagi administrator
(Training of Trainers /TOT) dan pengguna umum (user) serta instalasi F/OSS.
Total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 259,805,000,- dengan rincian
sebagai berikut:
66
Universitas Indonesia
Tabel 5. 1. Biaya Awal Migrasi F/OSS Pemkot Pekalongan
Kegiatan Volume Biaya
Sosialisasi 31,437,500
Deklarasi dan Sosialisasi Kebijakan Kota Pekalongan Go Open source
5 x 125 orang 31,437,500
Pelatihan 149,867,500
Training of Trainers (ToT) Migrasi FOSS 3 x 5 hari x 25 orang 17,812,500
(Pelatihan F/OSS untuk Pengguna dan Administrator)
Pelatihan Penggunaan F/OSS untuk Pengguna Umum 5 x 5 hari x 150 orang
115,625,000
ICT Excecutive Forum dan ICT Technical Forum 2 x 50 orang 7,750,000
ATK dan Lain-Lain paket 8,680,000
Migrasi 49,750,000
Launching SKPD dan Organisasi Percontohan Pengguna Legal
1 hari x 100 orang 7,500,000
Instalasi Free/Open Source Software 712 unit komputer di 33 SKPD
37,500,000
– Inventarisasi Hardware dan Software
– Pengaturan dan Konfigurasi Repository Open source
Peralatan Pendukung Migrasi 4,750,000
Monitoring Evaluasi 28,750,000
Monitoring dan Evaluasi 5 x (1 pakar + 3 koordinator + 5 pelaksana)
28,750,000
– Verifikasi Penggunaan Software Legal
Total Biaya 259,805,000
Sumber: Dinas Kominfo Pemkot Pekalongan, diolah
b) Biaya Berjalan (On-Going Cost)
Selain biaya investasi awal, sebagai sebuah kebijakan baru yang
mengubah kebiasaan lama yang sudah ada sebelumnya, Pemerintah Kota
Pekalongan juga mengeluarkan biaya untuk menjaga keberlangsungan kebijakan.
Biaya berjalan yang dikeluarkan meliputi biaya pendampingan serta monitoring
dan evaluasi. Untuk biaya pemeliharaan, anggaran yang dialokasikan sejumlah
Rp. 25,980,500,- atau sekitar 10% dari total biaya awal.
67
Universitas Indonesia
Tabel 5. 2. Rincian Biaya Berjalan Migrasi F/OSS Pemkot Pekalongan
Kegiatan Volume Biaya
Pendampingan dan Monev 1 paket 25,980,500
Sumber: Dinas Kominfo Pemkot Pekalongan, diolah
Alokasi anggaran untuk biaya pemeliharaan program relatif kecil
mengingat Pihak Pemkot Pekalongan menjalin kemitraan yang cukup intensif
dengan beberapa pihak yang berkompeten di bidang F/OSS untuk mendukung
kebijakan mereka, seperti Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi, Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (PTIK-BPPT), Sekolah Tinggi Manajemen
Informatika dan Komputer (STMIK) Widya Pratama, serta Komunitas Pengguna
Linux Indonesia (KPLI) Kota Pekalongan. Dengan demikian, diasumsikan bahwa
biaya berjalan yang dianggarkan tidak berubah secara drastis dalam jangka waktu
3 tahun pertama sejak kebijakan Go Open Source ditetapkan.
Tabel 5. 3. Rekapitulasi Biaya Berjalan Tahun 2010 sampai dengan 2012
Tahun Biaya Pendampingan
(dalam Rupiah)
2010 25,980,500
2011 25,980,500
2012 25,980,500
Sumber: Dinas Kominfo Pemkot Pekalongan, diolah
5.1.2. Manfaat Migrasi F/OSS
Manfaat yang secara langsung diperoleh oleh Pemerintah Kota Pekalongan
setelah melakukan migrasi dan memanfaatkan F/OSS adalah pengurangan biaya
untuk membayar lisensi perangkat lunak dan terhindar dari denda akibat dari
perangkat lunak bajakan.
68
Universitas Indonesia
a) Pengurangan biaya lisensi perangkat lunak
Biaya yang secara langsung mengalami pengurangan akibat dari
penggunaan F/OSS adalah biaya lisensi perangkat lunak sistem operasi dan
aplikasi perkantoran. Penggunaan F/OSS merupakan pilihan untuk beralih dari
perangkat lunak yang berlisensi dari Microsoft kepada perangkat lunak berlisensi
free/open (bebas untuk menggunakan, mendistribusikan maupun memodifikasi
perangkat lunak tanpa harus membayar royalti kepada pengembang sebelumnya).
Dengan demikian, pengurangan biaya lisensi yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah biaya lisensi dari pihak Microsoft. Penentuan jenis lisensi merujuk pada
dokumen Volume Licensing Guide yang dikeluarkan oleh PT. Microsoft
Indonesia. Dalam dokumen tersebut, terdapat sebuah diagram yang
mengklasifikasikan jenis lisensi berdasarkan jumlah komputer yang dimiliki.
Sumber: PT. Microsoft Indonesia
Diagram 5. 1. Pilihan Lisensi Produk Perangkat Lunak Microsoft
Apakah Pelanggan Membeli
Personal Computer (PC) Baru?
Piranti Lunak dengan Lisensi
Original Equipment Manufacturing
(OEM)
Apakah Pelanggan Membeli
Lisensi Sebanyak 5 Atau Lebih?
ya tidak
Pelanggan Membutuhkan
Aplikasi Tambahan
ya tidak
Piranti Lunak Paket Retail dengan Lisensi
Full Package Product (FPP)
Apakah Pelanggan Memiliki Personal Computer (PC)
Sejumlah 250 Unit Atau Lebih?
ya tidak
Piranti Lunak dengan Lisensi
Microsoft Select License
Piranti Lunak dengan Lisensi
Microsoft Open License
Piranti Lunak dengan Lisensi
Microsoft Enterprise Agreement
69
Universitas Indonesia
Sebagai sebuah organisasi dengan jumlah komputer lebih dari 250 unit,
maka berdasarkan pada ketentuan tersebut, lisensi yang dapat digunakan oleh
Pemerintah Kota Pekalongan adalah Microsoft Select License atau Microsoft
Enterprise Agreement.
Microsoft Select License
Microsoft Select License merupakan solusi untuk organisasi yang ingin
memiliki lisensi atas produk Microsoft dengan perencanaan pembelian yang
sudah ditetapkan. Select License didasarkan atas perencanaan pengadaan
jumlah total lisensi piranti lunak Microsoft dalam periode 3 tahun ke depan.
Perencaan tersebut didasarkan atas jumlah total lisensi yang dibutuhkan oleh
sebuah organisasi untuk masing-masing product pool yaitu Aplikasi, Sistem
dan Server. Beberapa lisensi produk Microsoft mempunyai nilai investasi
yang lebih tinggi dibanding produk Microsoft yang lain. Oleh karena itu,
perkiraan nilai lisensi Microsoft dihitung menggunakan sistem poin untuk
tiap produknya bukan berdasarkan jumlah lisensi produk. Software
Assurance1 merupakan pilihan tambahan yang dapat dibeli selama berlakunya
perjanjian Select License.
Enterprise Agreement
Microsoft Enterprise Agreement merupakan solusi lisensi yang ditawarkan
pihak Microsoft untuk mempermudah standarisasi sebagian atau seluruh
perangkat lunak yang dibutuhkan oleh organisasi. Jumlah personal computer
yang terdapat dalam organisasi digunakan untuk menentukan tingkat harga
paket dalam Enterprise Agreement. Dengan adanya Enterprise Agreement,
organisasi akan memperoleh kemudahan dari segi administrasi dengan
melakukan sekali transaksi untuk mendapatkan lisensi produk-produk
Enterprise dan membantu memenuhi ketentuan-ketentuannya. Selain itu
organisasi juga akan memperoleh layanan Software Assurance yang sudah
masuk dalam paket Enterprise Agreement.
1 Software Assurance merupakan dukungan pemeliharaan program dari pihak Microsoft yang diberikan
kepada pelanggan corporate. Dukungan tersebut, diantaranya dalam bentuk layanan bantuan dari telepon dan
web selama 24 jam sehari, 7 kali seminggu serta dukungan pelatihan. Lebih detil tentang Software Assurance,
dapat dibaca di situs resmi Microsoft http://www.microsoft.com/Licensing/software-assurance/Default.aspx
70
Universitas Indonesia
Select License 6.1 Enterprise Agreement 6.1
Jenis Pelanggan
Diperuntukkan bagi pelanggan korporat dan lembaga akademi berskala menengah besar dan perusahaan multinasional yang sekurang- kurangnya memiliki 250 PC dan dapat melakukan perencanaan (forecasting) terhadap jumlah pembelian/kebutuhan yang akan dilakukan ke depan.
Diperuntukkan bagi pelanggan korporat berskala menengah besar dan perusahaan multinasional yang sekurang- kurangnya memiliki 250 PC dan menginginkan standarisasi produk Microsoft di dalam perusahaan.
Keuntungan Pelanggan
Memberikan potongan harga yang bervariasi, tergantung atas kebutuhan yang sudah direncanakan untuk jangka waktu 3 tahun ke depan.
Memberikan potongan harga yang lebih besar terhadap kebutuhan pelanggan yang lebih tinggi. Memberikan kepastian dari sisi pengeluaran dana.
Produk yang termasuk
Seluruh produk komersial Microsoft yang terdapat dalam daftar produk.
Produk Platform Microsoft Enterprise: • Office Professional • Windows_ Professional upgrade • Core CAL : SMS CAL, SPS CAL, Windows CAL, Exchange CAL Produk tambahan tersedia berdasarkan kebutuhan per PC.
Lisensi yang ditawarkan
License (L), License & Software Assurance Package (L&SA), dan Software Assurance (SA) untuk perpanjangan.
L&SA (SA, hanya untuk perpan - jangan).
Pilihan dalam Pengelolaan Piranti Lunak
SA tersedia pada saat kepemilikan lisensi (L&SA) atau saat perpan - jangan SA. Pembayaran dapat dilakukan pada saat kepemilikan lisensi atau bertahap secara tahunan. Proteksi SA berlaku selama 3 tahun atau sampai berakhirnya per- janjian Select License Agreement, yang mana yang tercapai lebih dahulu.
Memperoleh proteksi SA selama tiga tahun masa perjanjian berlaku dan sudah menjadi bagian dari Enterprise Agreement.
Tingkat Harga dan Poin
Setiap produk dan SA memiliki nilai poin yang digunakan untuk menentukan tingkat harga. Tingkat harga berdasarkan atas perkiraan kebutuhan selama 3 tahun ke depan, untuk masing- masing product pool.
Tingkat harga berdasarkan atas jumlah PC yang digunakan di dalam perusahaan.
Masa Perjanjian
Tiga tahun dengan pilihan untuk periode perpanjangan selama satu atau tiga tahun.
Pilihan Pembayaran
Pembayaran di awal atau dilakukan bertahap secara tahunan untuk pembelian L&SA.
Pembayaran bertahap secara tahunan dengan jumlah yang sama untuk periode 3 tahun. Pembayaran untuk produk tambahan hanya dapat dilakukan secara bertahap pada saat penandatanganan perjanjian.
Jalur Penjualan
Hanya melalui Microsoft Authorized Large Account Resellers (LAR).
Keterangan: CAL – Client Access License ; EA – Enterprise Agreement; L – License; SA – Software Assurance; L&SA – License & Software Assurance
Sumber: PT. Microsoft Indonesia, diolah
Dari perbandingan anatara Select License dan Enterprise Agreement
tersebut, terlihat bahwa keduanya mempunyai layanan yang relatif sama. Dalam
pandangan penulis, untuk konteks organisasi Pemerintah Daerah dimana
kebutuhan perangkat lunak utamanya adalah aplikasi untuk mendukung
administrasi perkantoran maka lisensi yang tepat adalah jenis Enterprise
Agreement, dengan alasan sebagai berikut:
Tabel 5. 4. Perbandingan Antara Select License dan Enterprise Agreement
71
Universitas Indonesia
Kemudahan dari segi administrasi dengan melakukan sekali transaksi
untuk mendapatkan lisensi produk-produk dalam paket enterprise;
Memberikan potongan harga yang lebih besar terhadap kebutuhan
pelanggan;
Sudah mencakup layanan Software Assurance.
Berdasarkan pada argumentasi tersebut, maka penghitungan biaya yang
harus dibayar oleh Pemerintah Kota Pekalongan bila menggunakan produk
perangkat lunak dari pihak Microsoft semestinya menggunakan skema lisensi
jenis Enterprise Agreement. Namun dalam penelitian ini penghitungan biaya
dilakukan dengan menggunakan skema lisensi Full Package Product (FPP)2
karena ada keterbatasan penelitian terkait dengan informasi harga produk
Microsoft dengan lisensi Enterprise Agreement.
Seperti dipaparkan dalam tabel 5.4., perangkat lunak legal berlisensi
Microsoft Select License dan Enterprise Agreement yang diproduksi Microsoft
hanya dapat dibeli melalui Microsoft Authorized Large Account Resellers (LAR).
Terbatasnya jumlah pihak yang berperan sebagai Microsoft Authorized Large
Account Resellers membawa konsekuensi pada terbatasnya informasi terkait
dengan harga produk Microsoft berlisensi Enterprise Agreement. Ketika penulis
menghubungi salah satu reseller yang secara resmi diakui oleh PT. Microsoft
Indonesia3, mereka menyatakan tidak bersedia untuk mengeluarkan daftar harga
perangkat lunak berlisensi Enterprise Agreement seperti yang dimaksud dalam
penelitian ini (Microsoft XP dan aplikasi perkantoran Microsoft Office 2007).4
2 Lisensi Full Package Product (FPP) semestinya digunakan untuk produk Microsoft paket retail yang
digunakan secara perseorangan seperti terlihat pada Diagram 5.1. 3 Untuk mendapatkan informasi harga produk Microsoft berlisensi Enterprise Agreement, pada awalnya
penulis menghubungi PT. Microsoft Indonesia. Oleh pihak PT. Microsoft Indonesia kemudian penulis dirujuk
kepada beberapa pihak yang menjadi agen resmi mereka. Dalam hal ini, secara random penulis kemudian
menghubungi PT. Sarana Solusindo Informatika. 4 Untuk mendapatkan daftar harga produk Microsoft berlisensi Enterprise Agreement, harus ada permohonan
resmi dari Perusahaan/Organisasi dengan melampirkan data-data terkait dengan Nama
Perusahaan/Organisasi, Alamat Perusahaan/Organisasi (lengkap dengan kota dan kode pos), No. Telpon dan
Fax, Alamat email serta Nama Contact Person di Perusahaan/Organisasi.
72
Universitas Indonesia
Tabel 5. 5. Perkiraan Biaya dengan Skema Full Package Product
Software Harga Satuan Volume Total Harga Keterangan
Operating System 1,104,575 381 420,843,075
Jenis sistem operasi yang digunakan dalam simulasi ini adalah Windows XP Profesional dengan lisesnsi FPP, dengan asumsi sistem operasi tersebut sesuai dengan kebutuhan dan spesifikasi perangkat keras yang ada.
Office Application 3,678,715 671 2,468,417,765
Jenis aplikasi perkantoran yang digunakan dalam simulasi ini adalah Microsoft Office 2007 Standard dengan lisensi FPP, dengan asumsi aplikasi tersebut tersebut sesuai dengan kebutuhan dan spesifikasi perangkat keras yang ada.
2,889,260,840
sumber: toko software online (http:// software-murah.co.cc dan
http://www.indorayacomputer.com/ yang diakses pada tanggal 4/12/2012), diolah
Berdasarkan pada tabel 5.5. di atas, maka biaya yang harus dibayar oleh
Pemerintah Kota Pekalongan bila menggunakan produk perangkat lunak dari
pihak Microsoft, berjumlah sekitar Rp. 2,889,260,840. Dengan keterbatasan yang
ada, seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, hasil perhitungan tersebut belum
sepenuhnya mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Selain karena skema lisensi
yang digunakan sebagai dasar penghitungan bukanlah lisensi jenis Enterprise
Agreement, di lain pihak ada kemunginan perbedaan harga bila proses transaksi
dilakukan oleh pejabat berwenang dari lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan
dengan pihak PT. Microsoft Indonesia secara langsung.
b) Terhindar dari resiko denda akibat penggunaan perangkat lunak bajakan
Selain manfaat berupa pengurangan biaya lisensi perangkat lunak,
penggunaan F/OSS di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan juga memberikan
manfaat pada terhindarnya resiko denda akibat penggunaan perangkat lunak
73
Universitas Indonesia
bajakan. Sebagai organisasi dengan jumlah komputer lebih dari 250 unit,
diasumsikan Pemkot Pekalongan berpotensi mendapatkan denda maksimal
sebesar Rp. 500.000.000,-
Tabel 5. 6. Resiko Denda Pelanggaran Hak Cipta Program Komputer
Uraian Nilai Manfaat
Keterangan (dalam Rupiah)
Terhindar dari Resiko Denda Akibat Pelanggaran Hak Cipta
500,000,000 Berdasarkan Ketentuan dalam UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Pasal 72 ayat 3.
Jumlah 500,000,000
Sumber: UU No. 19 Tahun 2002, diolah
5.1.3. Lembar Kerja (Worksheet) Tangible Benefit
Hasil dari penghitungan biaya awal, biaya berjalan dan manfaat yang
diperoleh dari penggunaan F/OSS kemudian dimasukkan dalam sebuah lembar
kerja untuk mempermudah penghitungan simple return on investment.
Tabel 5. 7. Lembar Kerja Tangible Benefit
A Biaya Awal 259,805,000
B Aliran Kas 3 Tahun
Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012
Penghematan Biaya Lisensi 2,889,260,840
Biaya Pemeliharaan Program 25,980,500 25,980,500 25,980,500
Penghematan Dikurangi Biaya 2,863,280,340 (25,980,500) (25,980,500)
Total Penghematan
2,811,319,340
C Simple Return On Investment
361%
D Skoring Dampak Ekonomi Skor Simple ROI
0 zero or loss (0)
1 1% - 299%
2 300% - 499%
3 500% - 699%
4 700% - 899%
5 over
Sumber: data primer, diolah
74
Universitas Indonesia
Berdasarkan pada tabel 5.7. terlihat bahwa ROI yang dihasilkan sebesar
360% dan masuk dalam kategori skor 2. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan
migrasi F/OSS, secara finansial memberikan manfaat keuangan yang cukup besar
bagi pihak Pemerintah Kota Pekalongan. Manfaat ini diperoleh sebagai dampak
dari berkurangnya biaya untuk membeli lisensi perangkat lunak dan terhindar dari
resiko pelanggaran hak cipta program komputer.
5.2. Pengukuran Quasi-Tangible Benefit
Penghitungan manfaat quasi-tangible dilakukan dengan mengidentifikasi
value linking, value acceleration, value restructuring dan innovation valuation
yang terjadi di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan sebagai dampak dari
penggunaan F/OSS.
a) Value Linking (VL) merupakan nilai yang terkait dengan pengaruh
penggunaan teknologi informasi terhadap penurunan biaya atau peningkatan
kinerja organisasi sebagai dampak dari sinergi antar fungsi yang ada dalam
sebuah organisasi. Setelah dilakukan pengamatan terhadap aktifitas pegawai
dan analisis terhadap beberapa dokumen pendukung, dapat dikatakan bahwa
tidak ada manfaat terkait dengan aspek value linking.
b) Value Acceleration (VA), merupakan nilai yang terkait dengan efisiensi waktu
sebagai efek dari penerapan teknologi informasi. Value acceleration
digunakan untuk mengevaluasi secara finansial manfaat
pengurangan/percepatan waktu karena adanya hubungan sebab-akibat antara
dua bagian atau lebih di sebuah organisasi. Setelah dilakukan pengamatan
terhadap aktifitas pegawai dan analisis terhadap beberapa dokumen
pendukung, dapat dikatakan bahwa tidak ada manfaat terkait dengan aspek
value acceleration.
c) Value Restructuring (VR), merupakan nilai yang berhubungan dengan
perubahan suatu pekerjaan atau fungsi bagian. Value restructuring digunakan
untuk mengukur peningkatan produktivitas yang terjadi karena adanya
perubahan pola pekerjaan sebagai efek dari penerapan teknologi informasi.
Setelah dilakukan pengamatan terhadap aktifitas pegawai dan analisis
75
Universitas Indonesia
terhadap beberapa dokumen pendukung, dapat dikatakan bahwa tidak ada
manfaat terkait dengan aspek value restructuring.
d) Innovation Valuation (IV), merupakan nilai yang terkait dengan terbentuknya
fungsi-fungsi baru sebagai efek dari penggunaan F/OSS. Aspek innovation
valuation digunakan untuk mengukur perubahan pada tata kelola organisasi.
Setelah dilakukan pengamatan terhadap aktifitas pegawai dan analisis
terhadap beberapa dokumen pendukung, dapat dikatakan bahwa terjadi
peningkatan ketrampilan dalam menggunakan komputer. Adanya pelatihan
yang dilakukan beberapa kali terkait dengan pemanfaatan aplikasi berbasis
F/OSS telah meningkatkan ketrampilan pegawai yang sebelumnya belum
mengenal dan tidak mengoperasikan aplikasi berbasis F/OSS.
Berdasarkan informasi dari pihak Dinas Komunikasi dan Informatika, Pemkot
Pekalongan, terkait dengan program migrasi dan penggunaan F/OSS, pada
tahun 2010 terdapat 7 Pegawai yang ditetapkan dengan Surat Keputusan
Walikota sebagai tim help desk internal. Tim helpdesk merupakan pegawai
terseleksi yang dianggap sudah menguasai F/OSS dengan baik (tingkat
advance/mahir) dan siap untuk menyelesaikan permasalahan teknis terkait
dengan penggunaan F/OSS di lingkungan SKPD Pemkot Pekalongan.
Dengan asumsi bahwa setiap 4 bulan, pihak Pemkot membutuhkan tim
helpdesk (instruktur atau teknisi F/OSS) untuk menjaga kestabilan dan
keberlanjutan penggunaan F/OSS, maka potensi pengurangan biaya jasa
instruktur yang tidak jadi dikeluarkan akibat adanya tim helpdesk internal,
dalam jangka waktu satu tahun, adalah sebagai berikut:
76
Universitas Indonesia
Tabel 5. 8. Nilai Manfat dari Adanya Tim Helpdesk
Uraian Volume
Penghematan Per Tahun Keterangan
(dalam Rupiah)
Jasa Helpdesk 3 x 1 paket
(1 pakar + 1 asisten) 4,500,000
Biaya yang tidak jadi dibelanjakan kepada pihak luar karena ada tim helpdesk internal. Asumsi, tim helpdesk internal tidak dibayar.
Jumlah 4,500,000
Sumber: data primer, diolah
5.2.1. Lembar Kerja (Worksheet) Tangible dan Quasi-Tangible Benefit
Hasil dari penghitungan manfaat tangible yang telah dilakukan
sebelumnya kemudian digabungkan dengan penghitungan manfaat quasi-tangible
dan dimasukkan kembali dalam sebuah lembar kerja untuk menghitung simple
return on investment yang baru. Dengan asumsi bahwa kebutuhan tim helpdesk
untuk tahun 2011 dan 2012 sama setiap tahunnya, maka penghitungan untuk
mendapatkan simple return on investment yang baru, adalah sebagai berikut:
Tabel 5. 9. Lembar Kerja Tangible dan Quasi-Tangible Benefit
A Biaya Awal 259,805,000
B Aliran Kas 3 Tahun
Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012
Penghematan Biaya Lisensi 2,889,260,840
Penghematan Biaya Helpdesk
4,500,000 4,500,000
Biaya Pemeliharaan Program 25,980,500 25,980,500 25,980,500
Penghematan Dikurangi Biaya 2,863,280,340 (21,480,500) (21,480,500)
Total Penghematan
2,820,319,340
C Simple Return On Investment
362%
D Skoring Dampak Ekonomi Skor Simple ROI
0 zero or loss (0)
1 1% - 299%
2 300% - 499%
3 500% - 699%
4 700% - 899%
5 over
Sumber: data primer, diolah
77
Universitas Indonesia
Berdasarkan pada tabel 5.9. terlihat bahwa ROI baru yang dihasilkan
sebesar 362% dan masuk dalam kategori skor 2. Hal ini menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan manfaat keuangan yang diperoleh oleh pihak Pemerintah Kota
Pekalongan setelah melakukan migrasi ke perangkat lunak berbasis F/OSS
meskipun peningkatannya masih sangat kecil. Peningkatan ini diperoleh sebagai
dampak dari meningkatnya ketrampilan sebagian kecil pegawai setelah mengikuti
beberapa pelatihan terkait dengan migrasi dan pemanfaatan F/OSS.
5.3. Pengukuran Intangible Benefit
Dalam kerangka kerja information economics, analisis terhadap manfaat
yang sifatnya tidak kasat mata (intangible) dilakukan dengan cara menilai aspek
organisasi /organizational domain (yang meliputi Strategic Match, Competitive
Advantage, Management Information, Competitive Response, dan Project or
Organitional Risk) dan aspek teknologi/technology domain (yang meliputi
Strategic Information Technology (IT) Architecture, Definition Uncertainty, IT
Infrastructure, dan Technical Uncertainty) sebagai akibat dari penggunaan F/OSS
di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan. Penilaian dilakukan dengan
menghitung skor hasil kuesioner yang telah disebarkan kepada responden.
5.3.1. Penilaian Domain Organisasi
Penilaian terhadap domain organisasi dilakukan untuk mengetahui manfaat
migrasi F/OSS bagi Pemerintah Kota Pekalongan khususnya keterkaitannya
dengan keunggulan kompetitif, serta kebutuhan infomasi yang dibutuhkan oleh
setiap bagian. Lima faktor dari domain organisasi yang dinilai, meliputi Strategic
Match, Competitive Advantage, Management Information, dan Competitive
Response yang sifatnya bernilai positif (menambah nilai manfaat dari F/OSS),
serta Project or Organitional Risk yang sifatnya bernilai negatif (mengurangi nilai
manfaat dari penggunaan F/OSS).
Dalam kerangka kerja information economics, penilaian terhadap domain
organisasi dilakukan dengan mengacu pada skor hasil kuesioner yang telah
dibagikan kepada pihak yang dianggap memahami proses migrasi dan
78
Universitas Indonesia
penggunaan F/OSS bagi Pemerintah Kota Pekalongan. Program migrasi dan
penggunaan F/OSS di Pemerintah Kota Pekalongan berada di bawah koordinasi
Bagian Pusat Data dan Elektronik (PDE) Sekretariat Daerah yang kemudian pada
tahun 2011 berubah menjadi Dinas Komunikasi dan Informatika. Menurut
informasi dari Sri Budi Santoso selaku Kepala Dinas Kominfo, SKPD yang
menjadi pihak utama sekaligus sebagai percontohan dari penggunaan F/OSS
adalah Sekretariat Daerah (Setda), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda), Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah
(DPPKAD) dan Inspektorat.
5.3.1.1. Strategic Match
Penilaian terhadap aspek Strategic Match merupakan evaluasi kesesuaian
dari kebijakan migrasi dan penggunaan F/OSS dengan upaya pencapaian tujuan
strategis (visi/misi) lembaga. Dalam Pembangunan Jangka Menengah Daerah
2010-2015, Pemerintah Kota Pekalongan mempunyai visi untuk mewujudkan
Kota Pekalongan sebagai kota jasa yang berwawasan lingkungan menuju
masyarakat madani berbasis nilai-nilai religiusitas. Tiga pokok pemikiran yang
tersurat dalam visi tersebut adalah kota jasa, berwawasan lingkungan dan
masyarakat madani berbasis religiusitas.
Dari 22 kuesioner yang dikembalikan oleh responden di lingkungan
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang menjadi pusat birokrasi dan
percontohan program migrasi dan penggunaan F/OSS di Pemerintah Kota
Pekalongan (Diskominfo, Setda, Bappeda, DPPKAD dan Inspektorat), didapatkan
hasil sebagai berikut:
79
Universitas Indonesia
Tabel 5. 10. Skor Strategic Match
Responden
Skor
Strategic Match
Responden 1 4
Responden 2 2
Responden 3 2
Responden 4 2
Responden 5 2
Responden 6 4
Responden 7 2
Responden 8 4
Responden 9 2
Responden 10 4
Responden 11 4
Responden 12 4
Responden 13 4
Responden 14 4
Responden 15 4
Responden 16 5
Responden 17 4
Responden 18 5
Responden 19 4
Responden 20 5
Responden 21 5
Responden 22 3
Skor Frequency Percentage
0 0 0%
1 0 0%
2 6 27%
3 1 5%
4 11 50%
5 4 18%
Strategic Match
Mean 3.590909
Standard Error 0.234097
Median 4
Mode 4
Standard Deviation 1.098011
Range 3
Minimum 2
Maximum 5
Sum 79
Count 22
Sumber: data primer, diolah
Dari hasil pengolahan data kuesioner terlihat bahwa separuh responden
(50%) memilih jawaban dengan skor 4. Nilai rata-rata yang dihasilkan juga
mendekati pada skor 4 (pembulatan dari 3,59). Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar responden berpendapat bahwa kebijakan penerapan F/OSS
memiliki keterkaitan langsung dalam mencapai sebagian tujuan strategis
organisasi. Menurut Sri Budi Santoso selaku Kepala Dinas Komunikasi dan
Informatika Pemerintah Kota Pekalongan (Diskominfo Pemkot Pekalongan),
kebijakan migrasi dan penggunaan F/OSS terkait dengan upaya untuk
mewujudkan masyarakat madani berbasis religiusitas, yaitu mendukung upaya
untuk mewujudkan kota unggul yang berdaya saing secara berkerlanjutan,
berbasiskan pada sumber daya manusia yang memiliki kemampuan Iptek dan
80
Universitas Indonesia
moral (Imtaq) yang tinggi. Lebih lanjut, Santoso menyatakan bahwa kebijakan
migrasi F/OSS memberikan kontribusi dalam mewujudkan efisiensi dalam
pemanfaatan TIK, mewujudkan manajemen barokah (bekerja dengan barang legal
dan legal) serta mendorong Pemkot Pekalongan menjadi 'Organisasi Pembelajar'
(Sikap dan pola pikir yang siap mempelajari hal-hal baru serta adaptif dan inovatif
merespon dinamika perubahan lingkungan strategis).
Nilai standard deviasi yang relatif kecil (1.09) menunjukkan bahwa tidak
terjadi variasi pendapat responden yang terlalu jauh dari nilai rata-rata. Dari 22
responden yang ada, dapat dikatakan bahwa mereka memiliki tingkat
keseragaman pendapat yang cukup tinggi dan tidak menunjukkan adanya nilai
yang ekstrem. Dalam hal ini tidak ada responden yang berpendapat bahwa
penerapan F/OSS tidak memiliki keterkaitan langsung maupun tidak langsung
terhadap proses pencapaian tujuan strategis organisasi (skor bernilai nol).
5.3.1.2. Competitive Advantage
Penilaian terhadap aspek Competitive Advantage merupakan upaya untuk
mengukur sejauh mana implementasi kebijakan penggunaan F/OSS dapat
meningkatkan keunggulan kompetitif lembaga. Dari 22 kuesioner yang
dikembalikan oleh responden di lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yang menjadi pusat birokrasi dan percontohan program migrasi dan
penggunaan F/OSS di Pemerintah Kota Pekalongan (Diskominfo, Setda, Bappeda,
DPPKAD dan Inspektorat), didapatkan hasil sebagai berikut:
81
Universitas Indonesia
Tabel 5. 11. Skor Competitive Advantage
Responden
skor
Competitive Advantage
Responden 1 5
Responden 2 1
Responden 3 2
Responden 4 1
Responden 5 2
Responden 6 4
Responden 7 0
Responden 8 4
Responden 9 1
Responden 10 5
Responden 11 4
Responden 12 4
Responden 13 5
Responden 14 4
Responden 15 4
Responden 16 2
Responden 17 2
Responden 18 3
Responden 19 4
Responden 20 2
Responden 21 2
Responden 22 0
Skor Frequency Percentage
0 2 9%
1 3 14%
2 6 27%
3 1 5%
4 7 32%
5 3 14%
Competitive Advantage
Mean 2.772727
Standard Error 0.34145
Median 2.5
Mode 4
Standard Deviation 1.601541
Range 5
Minimum 0
Maximum 5
Sum 61
Count 22
Sumber: data primer, diolah
Dari hasil pengolahan data kuesioner terlihat bahwa pilihan responden
tersebar dari jawaban dengan skor 0 sampai dengan jawaban dengan skor 5.
Meskipun jawaban yang paling banyak dipilih adalah jawaban dengan skor 4
namun nilai rata-rata yang dihasilkan hanya mendekati pada skor 3 (pembulatan
dari 2,7). Rata-rata responden berpendapat bahwa penggunaan F/OSS sedikit
mempermudah proses pertukaran data dengan instansi di tingkat Pemerintah
Daerah maupun Pemerintah Pusat, dan memberikan sedikit kontribusi untuk
meningkatkan posisi kompetitif organisasi. Sebagai sebuah kebijakan terkait
dengan hal baru, pandangan responden masih terkesan ragu-ragu dengan
kontribusi penggunaan F/OSS dalam mendukung keunggulan kompetitif
82
Universitas Indonesia
organisasi. Hal ini menjadi wajar mengingat Pemkot Pekalongan bukanlah sebuah
organisasi berorientasi bisnis, tetapi merupakan instansi pemerintah yang
menyediakan pelayanan publik dan tidak berorientasi pada persaingan bisnis.
5.3.1.3. Management Information
Penilaian terhadap aspek Management Information merupakan upaya
untuk mengetahui kontribusi penggunaan F/OSS dalam menyediakan informasi
untuk mendukung tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) lembaga. Dari 22 kuesioner
yang dikembalikan oleh responden di lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yang menjadi pusat birokrasi dan percontohan program migrasi dan
penggunaan F/OSS di Pemerintah Kota Pekalongan (Diskominfo, Setda, Bappeda,
DPPKAD dan Inspektorat), didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 5. 12. Skor Management Information
Responden
Skor
Management Information
Responden 1 5
Responden 2 2
Responden 3 2
Responden 4 1
Responden 5 2
Responden 6 3
Responden 7 2
Responden 8 2
Responden 9 2
Responden 10 4
Responden 11 5
Responden 12 2
Responden 13 5
Responden 14 3
Responden 15 3
Responden 16 4
Responden 17 4
Responden 18 5
Responden 19 4
Responden 20 4
Responden 21 4
Responden 22 2
Skor Frequency Percentage
0 0 0%
1 1 5%
2 8 36%
3 3 14%
4 6 27%
5 4 18%
Management Information
Mean 3.1818182
Standard Error 0.2683634
Median 3
Mode 2
Standard Deviation 1.2587357
Range 4
Minimum 1
Maximum 5
Sum 70
Count 22
Sumber: data primer, diolah
83
Universitas Indonesia
Dari hasil pengolahan data kuesioner terlihat bahwa pilihan responden
tersebar dari jawaban dengan skor 1 sampai dengan jawaban dengan skor 5.
Meskipun jawaban yang paling banyak dipilih adalah jawaban dengan skor 2
namun karena presentasenya kecil, nilai rata-rata yang dihasilkan lebih tinggi
yaitu pada skor 3 (pembulatan dari 3,2). Rata-rata responden berpendapat bahwa
penggunaan F/OSS banyak mendukung penyediaan informasi untuk bagian-
bagian yang mendukung program utama organisasi. Dalam hal ini tidak ada
responden yang memilih skor 0 dimana penggunaan F/OSS tidak memberikan
kontribusi pada program utama organisasi.
5.3.1.4. Competitive Response
Penilaian terhadap aspek Competitive Response merupakan upaya untuk
mengetahui potensi kerugian yang akan diterima oleh organisasi apabila terjadi
penundaan dalam melakukan proses migrasi dan penggunaan F/OSS. Dari 22
kuesioner yang dikembalikan oleh responden di lingkungan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) yang menjadi pusat birokrasi dan percontohan program
migrasi dan penggunaan F/OSS di Pemerintah Kota Pekalongan (Diskominfo,
Setda, Bappeda, DPPKAD dan Inspektorat), didapatkan hasil sebagai berikut:
84
Universitas Indonesia
Tabel 5. 13. Skor Competitive Response
Responden
Skor
Competitive Response
Responden 1 5
Responden 2 5
Responden 3 2
Responden 4 3
Responden 5 3
Responden 6 3
Responden 7 3
Responden 8 3
Responden 9 2
Responden 10 5
Responden 11 5
Responden 12 1
Responden 13 5
Responden 14 2
Responden 15 2
Responden 16 5
Responden 17 3
Responden 18 4
Responden 19 5
Responden 20 5
Responden 21 5
Responden 22 2
Skor Frequency Percentage
0 0 0%
1 1 5%
2 5 23%
3 6 27%
4 1 5%
5 9 41%
Competitive Response
Mean 3.545454545
Standard Error 0.292231841
Median 3
Mode 5
Standard Deviation 1.370688834
Range 4
Minimum 1
Maximum 5
Sum 78
Count 22
Sumber: data primer, diolah
Dari hasil pengolahan data kuesioner terlihat bahwa pilihan responden
tersebar dari jawaban dengan skor 1 sampai dengan jawaban dengan skor 5.
Meskipun hampir dari separuh responden (41%) memilih jawaban dengan skor 5
namun nilai rata-rata yang dihasilkan lebih rendah yaitu mendekati pada skor 4
(pembulatan dari 3,6). Rata-rata responden berpendapat bahwa penundaan
penerapan F/OSS dimungkinkan dapat mengurangi pencapaian output dan
keunggulan kompetitif organisasi. Bila dikaitkan dengan himbauan dari
Kementerian Aparatur Negara yang menetapakan akhir Desember 2011 sebagai
batas akhir migrasi F/OSS, dan diasumsikan ada sanksi bagi yang tidak mematuhi,
hal tersebut merepresentasikan bahwa pihak Pemkot Pekalongan merupakan
Pemkot yang menganggap bahwa migrasi F/OSS merupakan salah satu program
yang menjadi prioritas.
85
Universitas Indonesia
5.3.1.5. Project or Organizational Risk
Penilaian terhadap aspek Project or Organizational Risk, dilakukan untuk
mengetahui tingkat kesiapan Pemkot Pekalongan dalam melakukan perubahan
sebagai konsekuensi dari kebijakan untuk beralih dari pemanfaatan perangkat
lunak bajakan ke F/OSS. Dari kuesioner yang disebarkan kepada responden di
lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang menjadi pusat birokrasi
dan percontohan program migrasi dan penggunaan F/OSS di Pemerintah Kota
Pekalongan (Diskominfo, Setda, Bappeda, DPPKAD dan Inspektorat), didapatkan
hasil sebagai berikut:
Tabel 5. 14. Skor Project or Organizational Risk
Responden
Skor
Project or Organizational Risk
Responden 1 0
Responden 2 3
Responden 3 0
Responden 4 3
Responden 5 5
Responden 6 1
Responden 7 2
Responden 8 2
Responden 9 3
Responden 10 0
Responden 11 0
Responden 12 0
Responden 13 0
Responden 14 0
Responden 15 1
Responden 16 1
Responden 17 0
Responden 18 0
Responden 19 0
Responden 20 1
Responden 21 1
Responden 22 2
Skor Frequency Percentage
0 10 45%
1 5 23%
2 3 14%
3 3 14%
4 0 0%
5 1 5%
Project or Organizational Risk
Mean 1.136364
Standard Error 0.29641
Median 1
Mode 0
Standard Deviation 1.390288
Range 5
Minimum 0
Maximum 5
Sum 25
Count 22
Sumber: data primer, diolah
86
Universitas Indonesia
Dari hasil pengolahan data kuesioner terlihat bahwa pilihan responden
tersebar dari jawaban dengan skor 0 sampai dengan jawaban dengan skor 5.
Meskipun hampir dari separuh responden (45%) memilih jawaban dengan skor 0
namun sisa pendapat dari responden yang lain dapat dikatakan cukup beragam
mengingat nilai standard deviasinya sedikit lebih tinggi daripada nilai rata-
ratanya. Nilai rata-rata yang mendekati pada skor 1 (pembulatan dari 1,13)
menunjukkan pendapat responden yang menyatakan bahwa Pemkot Pekalongan
memiliki rencana yang terformulasi dengan baik untuk melaksanakan proses
migrasi dan memanfaatkan F/OSS, ada dukungan manajemen yang memadai serta
cukup tersedia dokumentasi terkait dengan proses dan prosedur migrasi dan
penggunaan F/OSS.
5.3.2. Penilaian Domain Teknologi
Penilaian terhadap domain teknologi dilakukan untuk mengetahui manfaat
penggunaan F/OSS bagi Pemerintah Kota Pekalongan khususnya terkait dengan
pengaruhnya terhadap kinerja pegawai. Empat aspek dari domain teknologi
meliputi definitional uncertainty, Technical Uncertainty, strategic information
system architecture, dan information system Infrastructure Risk. Dari keempat
faktor tersebut, strategic information system architecture merupakan satu-satunya
faktor yang bernilai positif dan menambah nilai manfaat, sementara tiga faktor
lainnya semuanya bernilai negatif yang merepresentasikan resiko dari penggunaan
F/OSS.
. Dalam kerangka kerja information economics, penilaian terhadap domain
organisasidilakukan dengan mengacu pada skor hasil kuesioner yang telah
dibagikan kepada pihak yang telah menggunakan teknologi informasi yang
diterapkan. Menurut data dari pihak Dinas Kominfo Pemkot Pekalongan, pada
akhir tahun 2010, program migrasi F/OSS telah selesai dilaksanakan di 33 SKPD
yang ada, meliputi: Dinas Pekerjaan Umum Pertamanan dan Tata Ruang Kota
(DPUPT), Dinas Peternakan, Pertanian dan Kelautan (DPPK), Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD), Dinas Pendidikan Pemuda
dan Olah Raga, Dinas Kesehatan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas
Sosial dan Tenaga Kerja, Dinas Komunikasi dan Informatika, Disperindagkop dan
87
Universitas Indonesia
UMKM, Inspektorat, Bappeda, Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan
Keluarga Berencana dan Ketahanan Pangan (BPMPKB dan KP), Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT), Kantor Kepegawaian Daerah (KKD),
Kantor Lingkungan Hidup (KLH), Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota
Pekalongan (KPAD), Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), RSUD
Bendan, Satpol PP, Sekretariat Dewan, Bagian Tata Pemerintahan Setda, Bagian
Hukum Setda, Bagian Humas dan Protokol Setda, Bagian Perekonomian Setda,
Bagian Administrasi Pembangunan Setda, Bagian Kesra Setda, Bagian Organisasi
Setda, Bagian Bagian Umum dan Keuangan Setda, Kecamatan Pekalongan Barat,
Kecamatan Pekalongan Timur, Kecamatan Pekalongan Utara, Kecamatan
Pekalongan Selatan. Berdasarkan pada data tersebut, maka responden yang
dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah perwakilan dari 33 SKPD tersebut.
5.3.2.1. Strategic Information System Architecture
Penilaian terhadap aspek strategic information system architecture
dilakukan untuk mengetahui tingkat kesesuaian program migrasi F/OSS dengan
keseluruhan strategi atau arsitektur sistem informasi yang diterapkan di
lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan. Dari kuesioner yang disebarkan kepada
responden perwakilan dari 33 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di
lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan yang telah menggunakan perangkat
lunak berbasis F/OSS, didapatkan hasil sebagai berikut:
88
Universitas Indonesia
Tabel 5. 15. Skor Strategic Information System Architecture
Responden skor strategic
IS architecture
Responden skor strategic
IS architecture
Responden 1 3
Responden 26 3
Responden 2 4
Responden 27 1
Responden 3 0
Responden 28 3
Responden 4 0
Responden 29 2
Responden 5 3
Responden 30 1
Responden 6 1
Responden 31 0
Responden 7 4
Responden 32 3
Responden 8 4
Responden 33 4
Responden 9 1
Responden 34 3
Responden 10 4
Responden 35 3
Responden 11 2
Responden 36 3
Responden 12 0
Responden 37 5
Responden 13 4
Responden 38 5
Responden 14 3
Responden 39 3
Responden 15 1
Responden 40 5
Responden 16 3
Responden 41 3
Responden 17 3
Responden 42 3
Responden 18 3
Responden 43 4
Responden 19 3
Responden 44 4
Responden 20 1
Responden 45 5
Responden 21 3
Responden 46 4
Responden 22 3
Responden 47 4
Responden 23 3
Responden 48 4
Responden 24 2
Responden 49 1
Responden 25 1
Skor Frequency Percentage
0 4 8%
1 8 16%
2 3 6%
3 19 39%
4 11 22%
5 4 8%
strategic IS architecture
Mean 2.755102
Standard Error 0.201040
3
Median 3
Mode 3
Standard Deviation 1.407281
8
Range 5
Minimum 0
Maximum 5
Sum 135
Count 49
Sumber: data primer, diolah
Dari hasil pengolahan data kuesioner terlihat bahwa kebanyakan
responden (39%) memilih jawaban dengan skor 3. Nilai rata-rata yang dihasilkan
juga mendekati pada skor 3 (pembulatan dari 2,75). Hal ini menunjukkan rata-rata
responden berpendapat bahwa program penerapan F/OSS terkait dan cukup sesuai
dengan struktur sistem teknologi informasi yang ada di organisasi. Meskipun
pendapat responden tersebar dari jawaban dengan skor 0 sampai dengan jawaban
dengan skor 5, namun nilai standard deviasinya relatif kecil dan masih jauh di
bawah nilai rata-rata. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mereka memiliki
tingkat keseragaman pendapat yang cukup tinggi.
89
Universitas Indonesia
5.3.2.2. Definitional Uncertainty
Penilaian terhadap aspek definitional uncertainty dilakukan untuk
mengetahui keterkaitan program penerapan Free/Open Source Software (F/OSS)
dengan kejelasan spesifikasi dari teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang
dibutuhkan organisasi. Dari kuesioner yang disebarkan kepada perwakilan dari 33
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Kota
Pekalongan yang telah menggunakan perangkat lunak berbasis F/OSS, didapatkan
hasil sebagai berikut:
Tabel 5. 16. Skor Definitional Uncertainty
Responden skor
definition uncertainty
Responden skor
definition uncertainty
Responden 1 2
Responden 26 0
Responden 2 0
Responden 27 0
Responden 3 0
Responden 28 3
Responden 4 4
Responden 29 0
Responden 5 2
Responden 30 1
Responden 6 1
Responden 31 1
Responden 7 1
Responden 32 1
Responden 8 2
Responden 33 0
Responden 9 0
Responden 34 3
Responden 10 1
Responden 35 0
Responden 11 2
Responden 36 0
Responden 12 2
Responden 37 0
Responden 13 2
Responden 38 1
Responden 14 2
Responden 39 2
Responden 15 4
Responden 40 4
Responden 16 1
Responden 41 3
Responden 17 2
Responden 42 3
Responden 18 2
Responden 43 0
Responden 19 3
Responden 44 2
Responden 20 4
Responden 45 3
Responden 21 2
Responden 46 0
Responden 22 2
Responden 47 0
Responden 23 3
Responden 48 0
Responden 24 1
Responden 49 2
Responden 25 5
Skor Frequency Percentage
0 14 29%
1 9 18%
2 14 29%
3 7 14%
4 4 8%
5 1 2%
definition uncertainty
Mean 1.612244
9
Standard Error 0.195215
6
Median 2
Mode 2
Standard Deviation 1.366509
Range 5
Minimum 0
Maximum 5
Sum 79
Count 49
Sumber: data primer, diolah
90
Universitas Indonesia
Dari hasil pengolahan data kuesioner terlihat bahwa pilihan responden
cenderung berpusat pada jawaban dengan skor 0 dan skor 2. Namun rata-rata yang
dihasilkan berada pada nilai 2. Hal ini menunjukkan rata-rata responden
berpendapat bahwa program penerapan F/OSS merupakan kebutuhan yang cukup
jelas, spesifikasi dan ruang lingkupnya cukup jelas. Meskipun pendapat responden
tersebar dari jawaban dengan skor 0 sampai dengan jawaban dengan skor 5,
namun nilai standard deviasinya relatif kecil dan masih di bawah nilai rata-rata.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mereka memiliki tingkat keseragaman
pendapat yang cukup tinggi.
5.3.2.3. Technical Uncertainty
Penilaian terhadap aspek Technical Uncertainty dilakukan untuk
mengetahui kesiapan organisasi khususnya terkait dengan teknis untuk melakukan
migrasi dan memanfaatkan F/OSS. Penilaian terkait dengan Technical
Uncertainty meliputi 4 faktor, yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
menggunakan aplikasi berbasis F/OSS, kesesuaian aplikasi berbasis F/OSS
dengan perangkat keras (hardware) yang ada, kesesuaian aplikasi berbasis F/OSS
dengan perangkat lunak (software) lainnya serta kemudahan penggunaan aplikasi
berbasis F/OSS. Dari kuesioner yang disebarkan kepada perwakilan dari 33
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Kota
Pekalongan yang telah menggunakan perangkat lunak berbasis F/OSS, didapatkan
hasil sebagai berikut:
91
Universitas Indonesia
Tabel 5. 17. Skor Technical Uncertainty
Pelatihan
yang
dibutuhkan
Kesesuaian
dengan
perangkat keras
Kesesuaian
dengan piranti
lunak lain
Kemudahan
penggunaan
Responden 1 2 2 2 0
Responden 2 3 1 0 0
Responden 3 2 2 1 0
Responden 4 2 1 2 2
Responden 5 3 3 1 1
Responden 6 5 3 1 2
Responden 7 0 1 1 1 Skor Pelatihan Frequency Percentage
Responden 8 2 0 0 0 0 1 2%
Responden 9 1 2 1 1 1 3 6%
Responden 10 2 2 1 1 2 17 35%
Responden 11 2 2 2 0 3 10 20%
Responden 12 3 3 0 1 4 10 20%
Responden 13 3 1 3 1 5 8 16%
Responden 14 4 1 1 1
Responden 15 2 4 2 1
Responden 16 2 3 3 1 Skor Hardware Frequency Percentage
Responden 17 3 1 1 0 0 1 2%
Responden 18 4 2 1 0 1 14 29%
Responden 19 3 3 2 2 2 24 49%
Responden 20 5 3 5 2 3 9 18%
Responden 21 4 2 1 0 4 1 2%
Responden 22 4 2 1 0 5 0 0%
Responden 23 3 2 1 1
Responden 24 5 3 2 1
Responden 25 5 3 3 3 Skor Software Frequency Percentage
Responden 26 5 2 2 4 0 5 10%
Responden 27 4 1 1 1 1 29 59%
Responden 28 5 2 1 1 2 11 22%
Responden 29 1 2 1 1 3 3 6%
Responden 30 3 2 1 2 4 0 0%
Responden 31 1 2 2 1 5 1 2%
Responden 32 2 2 2 2
Responden 33 2 2 0 1
Responden 34 3 2 1 1 Skor Kemudahan Frequency Percentage
Responden 35 4 2 1 1 0 12 24%
Responden 36 4 1 1 2 1 28 57%
Responden 37 2 2 1 0 2 7 14%
Responden 38 2 2 1 1 3 1 2%
Responden 39 2 1 1 1 4 1 2%
Responden 40 5 1 1 0 5 0 0%
Responden 41 2 2 1 1
Responden 42 2 2 1 1
Responden 43 4 1 1 1
Responden 44 2 2 1 0
Responden 45 3 3 2 1
Responden 46 2 1 0 1
Responden 47 4 1 1 1
Responden 48 4 1 1 1
Responden 49 5 2 2 1
Sum 147 93 65 49
Mean 3 1.897959184 1.326530612 1
Minimal 0 0 0 0
Maximal 5 4 5 4
Modus 2 2 1 1
Count 49 49 49 49
Responden
Skor Technical Uncertainty
Sumber: data primer, diolah
92
Universitas Indonesia
Hasil pengolahan data kuesioner terkait dengan 4 faktor dalam aspek Technical
Uncertainty dapat diuraikan sebagai berikut:
Faktor pelatihan yang dibutuhkan
Jawaban yang paling banyak dipilih oleh responden adalah jawaban
dengan skor 2 dengan persentase sebesar 35%. Namun dengan pendapat
responden yang tersebar dari jawaban dengan skor 0 samapai 5, rata-rata
yang dihasilkan berada pada nilai 3. Hal ini menunjukkan rata-rata
responden berpendapat bahwa untuk mengadopsi F/OSS dibutuhkan
beberapa pelatihan baru untuk staff, terlebih untuk manajemen atau dalam
hal ini adalah pejabat struktural.
Faktor kesesuaian dengan hardware
Hampir separuh dari responden (49%) memilih jawaban dengan skor 2.
Meskipun pilihan responden tersebar dari jawaban dengan skor 0 samapai
4, namun dengan banyaknya responden yang memilih jawaban dengan
skor 2 membuat nilai rata-rata yang dihasilkan mendekati angka 2
(pembulatan dari 1,89). Hal ini menunjukkan rata-rata responden
berpendapat bahwa aplikasi berbasis F/OSS dapat diaplikasikan dengan
sebagian besar perangkat keras yang sudah ada. Dalam hal ini tidak ada
responden yang memilih jawaban dengan skor 0 yang menyatakan bahwa
F/OSS tidak sesuai dengan semua perangkat keras yang ada.
Faktor kesesuaian dengan software lain
Lebih dari separuh responden (59%) memilih jawaban dengan skor 1.
Meskipun pilihan responden tersebar dari jawaban dengan skor 0 samapai
5, namun dengan banyaknya responden yang memilih jawaban dengan
skor 1 membuat nilai rata-rata yang dihasilkan mendekati angka 1
(pembulatan dari 1,32). Hal ini menunjukkan rata-rata responden
berpendapat bahwa aplikasi berbasis F/OSS dapat dioperasikan dengan
perangkat lunak lainnya, tetapi dengan sedikit masalah.
Faktor kemudahan penggunaan
Lebih dari separuh responden (57%) memilih jawaban dengan skor 1.
Dalam hal ini rata-rata yang dihasilkan juga bernilai 1. Hal ini
menunjukkan rata-rata responden berpendapat bahwa aplikasi berbasis
93
Universitas Indonesia
F/OSS sedikit susah digunakan. Meskipun demikian, tidak ada responden
yang menyatakan bahwa aplikasi F/OSS sangat kompleks sehingga sangat
susah digunakan dan dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk
mempelajarinya.
Bila dihitung secara keseluruhan, dari 4 faktor yang dinilai terkait dengan aspek
technical uncertainty, maka nilai rata-rata yang dihasilkan bernilai 2 (pembulatan
dari 1,75) dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 5. 18. Rata-Rata Skor Technical Uncertainty
Faktor Skor
ketrampilan yang dibutuhkan 3
kesesuaian dengan perangkat keras 2
kesesuaian dengan piranti lunak lain 1
kemudahan penggunaan 1
Rata-Rata 1.75
Sumber: data primer, diolah
5.3.2.4. Information System Infrastructure Risk
Penilaian terhadap aspek information system Infrastructure Risk dilakukan
untuk mengetahui resiko perubahan konfigurasi infrastruktur teknologi informasi
yang sudah ada dan implikasi pembiayaan yang harus dikeluarkan oleh
Pemerintah Kota Pekalongan sebagai konsekuensi dari penerapan F/OSS. Dari
kuesioner yang disebarkan kepada perwakilan dari 33 Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan yang telah
menggunakan perangkat lunak berbasis F/OSS, didapatkan hasil sebagai berikut:
94
Universitas Indonesia
Tabel 5. 19. Skor Infrastructure Risk
Responden Infrastructure
Risk
Responden Infrastructure
Risk
Responden 1 0
Responden 26 0
Responden 2 2
Responden 27 0
Responden 3 0
Responden 28 4
Responden 4 0
Responden 29 1
Responden 5 3
Responden 30 3
Responden 6 0
Responden 31 3
Responden 7 2
Responden 32 2
Responden 8 0
Responden 33 0
Responden 9 1
Responden 34 3
Responden 10 1
Responden 35 2
Responden 11 1
Responden 36 0
Responden 12 2
Responden 37 2
Responden 13 1
Responden 38 2
Responden 14 2
Responden 39 1
Responden 15 2
Responden 40 2
Responden 16 3
Responden 41 2
Responden 17 2
Responden 42 2
Responden 18 2
Responden 43 1
Responden 19 3
Responden 44 2
Responden 20 3
Responden 45 4
Responden 21 2
Responden 46 0
Responden 22 2
Responden 47 1
Responden 23 2
Responden 48 1
Responden 24 2
Responden 49 3
Responden 25 3
Skor Frequency Percentage
0 10 20%
1 9 18%
2 19 39%
3 9 18%
4 2 4%
5 0 0%
Infrastructure Risk
Mean 1.6734694
Standard Error 0.160748
Median 2
Mode 2
Standard Deviation 1.1252362
Range 4
Minimum 0
Maximum 4
Sum 82
Count 49
Sumber: data primer, diolah
Dari hasil pengolahan data kuesioner terlihat bahwa pilihan responden
cenderung berpusat pada jawaban dengan skor 2 dengan persentase sejumlah
39%. Rata-rata yang dihasilkan juga mendekati pada nilai 2 (pembulatan dari
1,67). Hal ini menunjukkan rata-rata responden berpendapat bahwa program
penerapan F/OSS membutuhkan sedikit perubahan pada beberapa elemen
infrastruktur teknologi informasi yang sudah ada dan dimungkinkan adanya biaya
lebih lanjut yang dibutuhkan. Nilai standard deviasinya yang relatif kecil dan
masih berada di bawah nilai rata-rata menunjukkan bahwa responden memiliki
tingkat keseragaman pendapat yang cukup tinggi.
95
Universitas Indonesia
5.4. Penghitungan Skor Information Economics
5.4.1. Pembobotan Skor Kuesioner
Pembobotan skor hasil penilaian aspek tangible, quasi tangible dan
intangible mengacu pada nilai korporat (corporate value) dari Pemerintah Kota
Pekalongan sebagai pihak yang menerapkan kebijakan penggunaan F/OSS.
Dengan merujuk pada pendapat Parker, et al. (1988: 180-182), penentuan nilai
korporat dapat diidentifikasi dari 2 aspek, yaitu:
Kondisi organisasi yang merujuk pada hal-hal yang terkait dengan kondisi
keuangan, produk/jasa yang dihasilkan sehingga dapat diidentifikasi
apakah organisasi dalam keadaan baik atau tidak.
Kondisi infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, khususnya
dukungan sistem informasi berbasis komputer terhadap upaya pencapaian
misi organisasi.
Mengingat Pemkot Pekalongan merupakan sebuah organisasi Pemerintah
yang aktifitas utamanya berfokus pada pembangunan yang berorientasi pada
pelayanan publik dan bukan merupakan sebuah organisasi swasta yang
berorientasi pada pencapaian laba, maka indikator yang digunakan untuk
mengidentifikasi kondisi organisasi, merujuk pada indikator yang sering
digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan, yaitu indikator moneter
dan indikator non moneter.
Indikator moneter yang digunakan, meliputi data tentang Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) per Kapita yang merupakan angka PDRB atas dasar
harga pasar dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Sedangkan
indikator non meneter/sosial yang digunakan adalah angka Indeks Pembangunan
Manusia (IPM)/Human Development Index (HDI) yang merupakan indeks terkait
dengan kondisi harapan hidup, tingkat melek huruf, pendidikan dan standar hidup
yang digunakan untuk mengklasifikasikan kemajuan/kesejahteraan sebuah
wilayah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa
Tengah, PDRB per kapita Kota Pekalongan pada tahun 2007 sebesar 6,7 juta
96
Universitas Indonesia
rupiah. Dengan nilai yang besarnya di atas rata-rata PDRB dari ke 35
Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Jawa Tengah (nilai rata-rata sebesar 4,3 juta
rupiah), PDRB per kapita kota Pekalongan berada dalam urutan 5 besar. Pada
tahun 2010, PDRB per Kapita Pemkot Pekalongan mencapai 7,42 juta rupiah.
Tabel 5. 20. PDRB Per Kapita Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Tahun 2007
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000
No. Kabupaten / Kota PDRB per Kapita Laju Pertumbuhan Ekonomi
(ribu rupiah) (%)
1 Kab. Kudus 15,125.94 3.23
2 Kota Semarang 12,516.96 5.98
3 Kota Surakarta 8,351.81 5.82
4 Kota Magelang 7,828.48 5.17
5 Kota Pekalongan 6,691.43 3.68
6 Kab. Cilacap 6,181.62 4.87
7 Kab. Karanganyar 5,488.43 5.74
8 Kab. Semarang 5,410.19 4.72
9 Kab. Sukoharjo 5,222.68 5.11
10 Kab. Kendal 5,072.83 4.28
11 Kota Salatiga 4,537.41 5.39
12 Kota Tegal 4,502.55 5.21
13 Kab. Boyolali 3,964.17 4.08
14 Kab. Purworejo 3,602.38 6.08
15 Kab. Jepara 3,467.37 4.74
16 Kab. Klaten 3,392.00 3.31
17 Kab. Rembang 3,349.67 3.81
18 Kab. P a t i 3,182.12 5.19
19 Kab. Pekalongan 3,152.30 4.59
20 Kab. Temanggung 3,030.59 4.03
21 Kab. Magelang 3,021.26 5.21
22 Kab. Batang 3,001.96 3.49
23 Kab. Sragen 2,982.98 5.73
24 Kab. Banjarnegara 2,753.62 5.01
25 Kab. Brebes 2,742.70 4.79
26 Kab. Demak 2,561.17 4.15
27 Kab. Banyumas 2,527.46 5.3
28 Kab. Purbalingga 2,414.09 6.19
29 Kab. Wonogiri 2,307.12 5.07
30 Kab. Pemalang 2,189.24 4.47
31 Kab. Wonosobo 2,164.19 3.58
32 Kab. Blora 2,140.86 3.95
33 Kab. Tegal 2,097.29 5.51
34 Kab. Kebumen 2,096.04 4.52
35 Kab. Grobogan 2,024.50 4.37
Rata-Rata 4,317.01 4.75
Sumber: BPS Propinsi Jawa Tengah
97
Universitas Indonesia
Sejalan dengan tingkat PDRB per Kapitanya, Pihak Pemkot Pekalongan
menyatakan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pemkot Pekalongan
pada tahun 2010 juga berada di atas rata-rata IPM tingkat Propinsi. IPM Pemkot
Pekalongan tahun 2010 sebesar 74,47 (peringkat 5 besar di propinsi Jawa
Tengah), sementara rata-rata IPM propinsi Jawa Tengah sebesar 71,6. Selain IPM,
indikator non moneter yang digunakan untuk mengidentifikasi kondisi kinerja
organisasi Pemkot Pekalongan adalah angka tingkat kemiskinan yang ada. Data
dari BPS Kota Pekalongan menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di
wilayah Pemkot Pekalongan pada tahun 2008 sebesar 10,29 % kemudian pada
tahun 2009 turun menjadi 8,56 %. Angka kemiskinan ini masih berada di bawah
rata-rata tingkat kemiskinan propinsi Jawa Tengah yang mencapai 19,23% pada
tahun 2008 dan 17,72% pada tahun 2009.
Di lain pihak, untuk mengidentifikasi kondisi dukungan sistem informasi
berbasis komputer (infrastruktur teknologi informasi) terhadap upaya pencapaian
misi organisasi, digunakan indikator berupa pencapaian prestasi Pemkot
Pekalongan di bidang TIK. Dari 165 Kabupaten/Kota yang diteliti, pada tahun
2011, Pemkot Pekalongan mendapatkan penghargaan ICT Pura tingkat Madya
(dari 3 kategori yang ada, yaitu utama, madya dan mula) dari Kementerian
Komunikasi dan Informatika.5 Pada tahun 2012, Pemkot Pekalongan (bersama
Kota Surabaya, Kota Malang, Kabupaten Lamongan, Kota Medan dan Kota
Surakarta) mendapatkan E-Government Award sebagai bentuk penghargaan dari
Kementerian Komunikasi dan Informatika terhadap komitmen pembangunan Kota
Pekalongan dalam mendorong pengembangan Teknologi, Informasi dan
Komunikasi (TIK) untuk percepatan pembangunan.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk tingkat Propinsi Jawa
Tengah, Pemerintah Kota Pekalongan dapat dikatakan sebagai daerah yang maju
5 Dalam buku Panduan Pelaksanaan Program ICT Pura yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
dijelaskan bahwa ICT Pura merupakan sebuah upaya untuk melakukan gerakan bersama seluruh komponen
bangsa dalam memetakan, mengukur, dan mengapresiasi kota-kota dan kabupaten-kabupaten di nusantara
terkait dengan kesiapan yang bersangkutan dalam memasuki era digital. Program ICT Pura pada tahun 2011
memiliki 3 (tiga) tujuan utama, yaitu: (i) memetakan kondisi riil setiap daerah basis pengamatan yang dipilih
terkait dengan sejumlah aspek/komponen teknologi informasi dan komunikasi; (ii) menghitung indeks
kesiapan daerah basis pengamatan dalam memasuki atau menjawab tantangan abad digital; dan (iii)
memeringkat kesiapan wilayah basis pengamatan berdasarkan kategori tertentu sebagai dasar pemberian
apresiasi/penghargaan dari pemerintah pusat.
98
Universitas Indonesia
karena memiliki PDRB per kapita yang lebih tinggi daripada rata-rata di tingkat
Propinsi meskipun tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibanding rata-
rata di tingkat Propinsi. Di lain pihak, kondisi teknologi informasi Pemkot
Pekalongan dapat dikatakan sudah maju dilihat dari beberapa penghargaan yang
sudah diraih. Dalam konteks information economics, kondisi tersebut
mencerminkan organisasi yang masuk dalam kategori “strategic” (kuadran B),
yaitu organisasi yang kuat dengan tingkat dukungan teknologi informasi dan
komunikasi yang kuat juga.
Kuadran A
INVESTMENT
Kuadran B
STRATEGIC
Kuadran C
INFRASTRUCTURE
Kuadran D
BREAKTHRU;
MANAGEMENT
kuat lemah Dukungan Teknologi Informasi
Gambar 5. 1. Posisi Pemkot Pekalongan dalam Kuadran Information Economic
Sumber: data skunder, diolah
Setelah diketahui bahwa kondisi organisasi dan dukungan teknologi
informasi berada pada kuadran “strategic”, sesuai dengan teori information
economics, bobot dari beberapa faktor dari domain organisasi dan domain
teknologi dapat diuraikan sebagai berikut:
lem
ah
kuat
K
on
dis
i Org
an
isa
si
99
Universitas Indonesia
Tabel 5. 21. Corporate Value Pemerintah Kota Pekalongan
Domain
Corporate Kuesioner Weighted
Value Score Score
(a) (b) (axb)
Return on Investment 2 2 4
Organizational Domain
Strategic Match 4 4 16
Competitive Advantage 6 3 18
Management Information 2 3 6
Competitive Response 4 4 16
Project or Organization Risk -1 1 -1
Technology Domain
Definitional Uncertainty -2 3 -6
Technical Uncertainty -1 2 -2
Strategic Information System Architecture 1 2 2
Information System Infrastructure Risk -1 2 -2
Total Value 19
63
Total Risk and Uncertainty -5
-9
Sumber: data primer, diolah
5.4.3. Information Economics Scorecard
Information economics scorecard merupakan sebuah lembar kerja yang
digunakan untuk memetakan skor dari penilaian terhadap domain keuangan,
domain organisasi, domain teknologi serta corporation value yang telah dilakukan
sebelumnya. Di dalam scorecard ini akan diperoleh skor akhir dari penilaian
penggunaan F/OSS di lingkungan Pemkot Pekalongan. Baris “weighted value”
dalam scorecard merupakan hasil perkalian antara bobot corporate dengan skor
domain organisasi dan skor domain teknologi. Sedangkan kolom “weighted
score” nilainya diperoleh dari penjumlahan pada semua baris weighted value
sehingga didapatkan total nilai yanag kemudian digunakan untuk menganalisa
seberapa besar manfaat yang diperoleh sebagai dampak dari kebijakan
penggunaan F/OSS.
100
Universitas Indonesia
Tabel 5. 22. Hasil Akhir Information Economics Score
Evaluator Organizational Domain Technology Domain Weighted
Score
Corporate Value
ROI SM CA MI CR OR DU TU SA IR
2 4 6 2 4 -1 -2 -1 1 -1
Financial Domain
2
Organizational Domain 4 3 3 4 1
Technology Domain
2 2 3 2
Weighted Value
4 16 18 6 16 -1 -4 -2 3 -2 54
Keterangan:
ROI : return on invesment
SM : strategic match
CA : competitive advantage
MI : management information
CR : competitive response
OR : organizational risk
DU : definitional uncertainty
TU : technical uncertainty
SA : strategic architechture
IR : infrastructure risk
Sumber: data primer, diolah
Untuk mengetahui ukuran manfaat hasil perhitungan pada information
scorecard, kemudian ditentukan nilai minimum dan maksimum sebagai batas
range nya. Dalam hal ini, nilai minimum diperoleh dengan cara menjumlahan
semua nilai negatif dari domain organisasidan teknologi kemudian dikalikan
dengan skor maksimum dari kuesioner yang disebarkan, yaitu 5. Dengan prinsip
yang sama, nilai maksimum diperoleh dengan cara menjumlahan semua nilai
positif dari domain organisasidan teknologi kemudian dikalikan dengan skor
maksimum dari kuesioner yang disebarkan, yaitu 5. Dengan cara tersebut,
kemudian dihasilkan nilai minimum adalah -25 sedangkan nilai maksimumnya
adalah 95.
101
Universitas Indonesia
Tabel 5. 23. Nilai Minimum dan Maksimum Information Economics Score
Domain
Corporate Kuesioner Weight
Weight Max Score Value
(a) (b) (axb)
Return on Investment 2 5 10
Strategic Match 4 5 20
Competitive Advantage 6 5 30
Management Information 2 5 10
Competitive Response 4 5 20
Strategic Information System Architecture 1 5 5
Total Nilai Maksimum 95
Project Organization Risk -1 5 -5
Definitional Uncertainty -2 5 -10
Technical Uncertainty -1 5 -5
Information System Infrastructure Risk -1 5 -5
Total Nilai Minimum -25
Sumber: data primer, diolah
Hasil dari penghitungan nilai minimum dan maksimum kemudian dibagi
menjadi 5 interval, dengan cara mengurangi nilai maksimum dengan nilai
minimum kemudian hasilnya dibagi menjadi 5 ((95 - (-25)) / 5). Lima interval
yang dihasilkan digunakan sebagai pedoman untuk menilai manfaat yang ada
berdasarkan pada kategori berikut:
Interval Skor Kategori
-25 sampai -1 : sangat kurang bermanfaat
-1 sampai 23 : kurang bermanfaat
23 sampai 47 : cukup bermanfaat
47 sampai 71 : bermanfaat
71 sampai 95 : sangat bermanfaat
102
Universitas Indonesia
Berdasarkan pada penghitungan biaya-manfaat dengan metode
information economics, seperti terlihat dalam tabel 5.20. nilai akhir yang
dihasilkan dalam penelitian ini adalah 54. Untuk mengetahui kategori manfaat
yang diperoleh, nilai tersebut kemudian dimasukkan dalam 5 interval yang
diuraikan sebelumnya, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
Sangat Kurang Bermanfaat
Kurang Bermanfaat
Cukup Bermanfaat Bermanfaat Sangat
Bermanfaat
-25 -1 23 47 71 95
Gambar 5. 2. Kategori Manfaat Berdasarkan Skor Akhir Information Economics
Sumber: data primer, diolah
Dari interval tersebut, dapat diketahui bahwa skor 54 masuk dalam kategori
“bermanfaat”. Dengan demikian, kebijakan migrasi dari perangkat lunak bajakan
beralih ke perangkat lunak berbasis F/OSS dapat dikatakan bermanfaat bagi
Pemerintah Kota Pekalongan.
54
103
BAB 6
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil evaluasi kebijakan penggunaan Free/Open Source
Software di lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Kota
Pekalongan dengan metode information economics, dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Penghitungan terhadap biaya awal, biaya berjalan dan manfaat yang diperoleh
terlihat bahwa return on investment (ROI) yang dihasilkan sebesar 361% dan
masuk dalam kategori skor 2 (dari skala 0-5). Hal ini menunjukkan bahwa
kebijakan migrasi F/OSS, memberikan manfaat yang cukup besar pada aspek
finansial. Kebijakan migrasi F/OSS memberikan kontribusi pada efisiensi
anggaran belanja pihak Pemerintah Kota Pekalongan, khususnya di sektor
teknologi informasi. Manfaat ini diperoleh sebagai dampak dari berkurangnya
biaya untuk membeli lisensi perangkat lunak dan terhindar dari resiko denda
akibat pelanggaran hak cipta program komputer.
2. Analisis terhadap aspek innovation valuation yang merupakan nilai manfaat
terkait dengan terbentuknya fungsi atau ketrampilan baru sebagai dampak
dari penerapan sebuah sistem teknologi informasi, menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan manfaat keuangan yang diperoleh oleh pihak Pemerintah
Kota Pekalongan setelah melakukan migrasi ke perangkat lunak berbasis
F/OSS. Meskipun sangat kecil, terjadi peningkatan pada hasil penghitungan
ROI yang sebelumnya sebesar 361% (skor 2 dari skala 0-5) meningkat
menjadi 362% (masih dalam kategori skor 2 dari skala 0-5). Peningkatan ini
diperoleh sebagai dampak dari meningkatnya ketrampilan beberapa pegawai
setelah mengikuti serangkaian pelatihan terkait dengan migrasi dan
penggunaan F/OSS.
3. Penghitungan hasil akhir information economics score yang merupakan
gabungan penghitungan dari domain keuangan, domain organisasi dan
Universitas Indonesia
104
Universitas Indonesia
domain teknologi didapatkan nilai sebesar 54 (dari skala -25 sampai dengan
95). Nilai positif ini menunjukkan bahwa aspek manfaat lebih besar dari pada
aspek resiko. Meskipun demikian, beberapa aspek teknis seperti definitional
uncertainty, technical uncertainty, dan information system infrastructure risk
masih bernilai negatif (idealnya bernilai nol) sehingga berpotensi mengurangi
nilai manfaat.
6.2. Rekomendasi
Merujuk pada beberapa kesimpulan dari penelitian ini, dan dengan
mempertimbangkan masukan dari beberapa pihak yang terlibat dan berkompeten
terkait dengan kebijakan penggunaan F/OSS di lingkungan SKPD Pemerintah
Kota Pekalongan, diusulkan beberapa rekomendasi sebagai berikut :
1. Terkait dengan aspek definitional uncertainty, disarankan agar Pemerintah
Kota Pekalongan menjaga kesinambungan kebijakan penggunaan F/OSS
yang telah diterapkan agar kinerja organisasi tetap stabil. Dalam konteks yang
lebih luas, keberlangsungan dan mekanisme reward and punishment
semestinya juga dilakukan oleh Pemerintah Pusat untuk menjaga konsistensi
kebijakan.
2. Untuk mengurangi tingkat technical uncertainty, perlu terus dilakukan
pelatihan secara berkala terlebih untuk pihak manajemen atau dalam hal ini
adalah pejabat struktural agar aplikasi F/OSS yang dianggap sedikit susah
digunakan dapat menjadi aplikasi yang mudah digunakan. Di lain pihak, perlu
adanya kerjasama dengan pihak yang berkompeten di bidang F/OSS
(komunitas Open Source maupun lembaga Pemerintah), baik di tingkat pusat
maupun daerah setempat untuk terus menyempurnakan aplikasi F/OSS agar
dapat dioperasikan dengan perangkat lunak lainnya dengan tanpa masalah.
3. Dalam upaya mengantisipasi aspek information system infrastructure risk,
dimana penerapan F/OSS berpotensi membawa dampak perubahan pada
beberapa elemen infrastruktur teknologi informasi yang sudah ada, pihak
Pemerintah Kota Pekalongan disarankan agar mengalokasikan anggaran
belanja di bidang F/OSS secara rutin sampai aplikasi F/OSS benar-benar
dinyatakan stabil.
105
Universitas Indonesia
4. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa nilai manfaat lebih besar daripada
aspek resiko menunjukkan bahwa kebijakan migrasi dari perangkat lunak
bajakan beralih ke perangkat lunak berbasis F/OSS yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Pekalongan layak untuk terus dipertahankan. Dalam konteks
yang lebih luas, hasil ini menunjukkan bahwa kebijakan serupa layak untuk
dikembangkan di daerah lain.
6.3. Saran untuk Penelitian Selanjutnya
Dalam penelitian ini, ruang lingkup yang menjadi fokus pembahasan
terbatas pada evaluasi kebijakan migrasi F/OSS di bidang sistem operasi dan
aplikasi perkantoran. Bagi pihak yang tertarik untuk mengadakan penelitian
dengan tema terkait dengan penelitian ini, disarankan agar memperluas obyek
penelitian pada kebijakan migrasi F/OSS terkait dengan Sistem Integrasi Data
antar SKPD (saat penelitian ini dilakukan pada tahun 2012, Sistem Integrasi Data
di Lingkungan Pemkot Pekalongan sedang dibangun) sehingga aspek terkait
dengan biaya-manfaat yang sifatnya tangible, quasi tangible maupun intangible
dapat teridentifikasi dengan lebih komprehensif.
106
DAFTAR PUSTAKA
Apgar, William C. 1987. Microeconomics and Public Policy. London: Scott,
Foresman and Company
Business Software Alliance. 2012. Global Software Piracy Study 2011.
Byfield, Bruce. 2010. F/OSS: Free and Open Source Software.
http://itmanagement.earthweb.com/osrc/article.php/3885101/F/OSS-Free-
and-Open-Source-Software.htm
Coll, Edward. 2004. Computer Supported Collaborative Learning, And Open
Source Software Showcase. University of Hawai‘i, Honolulu Community
College, Honolulu, USA.
Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik (Edisi
Kedua). Diterjemahkan oleh: Samodra Wibawa, dkk. Yogyakarta. Gadjah
Mada University Press.
Freeman, Roger L. 2005. Fundamentals of Telecommunications, Second Edition.
New Jersey: John Wiley & Sons Inc.
Frischmann, Brett M. 2005. An Economic Theory of Infrastructure and Commons
Management. The Berkeley Electronic Press.
Ghosh, Risyabh Aiyer and Philipp Schmidt. 2006. Open Source and Open
Standards: A New Frontier for Economic Development?. United Nations
University-Maastricht Economics and Social Research Institute on
Innovation Technology (UNU-MERIT).
GNU Operating System. The Free Software Definition.
http://www.gnu.org/philosophy/free-sw.html
Hendarti, Henny. 2011. Evaluasi Investasi Teknologi Informasi. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Indrajit, Richardus Eko. 2004. Kajian Strategis Cost Benefit Teknologi Informasi.
Yogyakarta: Andi Publisher.
Kementerian Perindustrian. 2009. Peta Panduan (Roadmap) Pengembangan
Klaster Industri Prioritas, Industri Elektronika dan Telematika Tahun
2010–2014.
Kingma, Bruce R. 2001. The Economics of Information: A Guide to Economic
and Cost Benefit Analysis for Information Professionals (Second Edition).
Colorado: Libraries Unlimited Inc. Englewood.
Universitas Indonesia
107
Universitas Indonesia
Levy, John M. 1995. Essential Microeconomics for Public Policy Analysis.
United States of America: Greenwood Publishing Group, Inc.
Maldonado, Edgar. 2010. The Process of Introducing FLOSS in the Public
Administration: The Case of Venezuela. Journal of the Association for
Information Systems Vol. 11 Special Issue pp. 756-783.
Mangkoesoebroto, Guritno. 2010. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE.
Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel). Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga (AD-ART) tahun 2003-2006
Mufatto, Moreno. 2006. Open source: A Multidisciplinary Approach. London:
Imperial College Press.
Mustopadidjaja. 2002. Manajemen Proses Kebijakan Publik (Formulasi,
Implementasi dan Evaluasi Kinerja). Jakarta: Lembaga Administrasi
Negara.
Nah Soo Hoe. 2006. Breaking Barriers, The Potential of Free/Open Source
Software for Sustainable Human Development, A Compilation of Case
Studies from Across the World. United Nations. Development Programme,
UNDP Asia-Pacific Development Information Programme (UNDP-
APDIP).
Niles, John S. 1994. Beyond Telecommuting: A New Paradigm For The Effect Of
Telecommunications On Travel. U.S. Department of Energy. Chapter 1.
Nugroho, Riant. 2008. Public Policy. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Open Source Initiative. The Open Source Definition.
http://www.opensource.org/docs/osd
Parker, Marilyn. et.al. 1988. Information economics, Linking Business
Performance to Information Technology. New Jersey: Prentice Hall.
Pindyck, Robert S and Rubinfield, Daniel L. 2008. Mikroekonomi (Edisi Keenam
Jilid 2). Diterjemahkan oleh Nina Kurnia Dewi dkk. Jakarta: PT. Indeks.
PT. Microsoft Indonesia. 2002. Volume Licensing Guide.
Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No. 36 tentang Telekomunikasi.
Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.
Republik Indonesia. 2008. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 28 Tahun
2008 tentang Kebijakan Industri Nasional.
Republik Indonesia. 2011. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025.
108
Universitas Indonesia
S. Nora and A. Minc. 1980. The Computerization of Society. A Report to the
President of France (English version of L'Informatisation de la société.
Rapport à M. le Président de la République. La Documentation). MIT
Press, Cambridge, Massachusetts.
Suber, Peter. 1988. What is Software. Journal of Speculative Philosophy Vol.II
No.2.:89-119.
Theodoulou, Stella Z. and Chris Kofinis. 2004. The Art of the Game:
Understanding American Public Policy Making. Belmont, USA:
Wadsworth Thomson Publishing.
The World Bank. 1994. World Development Report, Infrastructure for
Development. New York: Oxford University Press.
Torrisi, Gianpiero (2009): Public Infrastructure: Definition, Classification and
Measurement Issues. Published in: Economics, Management, and F
inancial Markets , Vol. 4, No. 3 (2009): pp. 100-124.
Trappler, Thomas. 2009. Is There Such a Thing as Free Software? The Pros and
Cons of Open-Source Software. Educausereview,
http://www.educause.edu/
UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development). 2003. E-
Commerce And Development Report 2003.
UNINDO (United Nations Industrial Development Organization). 2008. Public
Goods for Economic Development.
USTR (United States Trade Representative). Dokumen “2011 Special 301
Report”.
109
LAMPIRAN
Lampiran 1. Panduan Wawancara
1. Sejak kapan Program Kota Pekalongan Go Open Source ditetapkan?
2. Apa motivasi penetapan Program Kota Pekalongan Go Open Source?
3. Bagaimana spesifikasi F/OSS yang dipakai di lingkungan SKPD?
4. Apakah investasi terkait dengan penerapan F/OSS dilakukan dengan membeli
atau memanfaatkan produk yang ada di pasar atau dengan merancang sendiri
sesuai dengan kebutuhan organisasi?
5. Bagaimana proses dan tahapan migrasi dilakukan? Apakah ada dokumen
pelaksanaan program migrasi F/OSS?
6. Bagaimana dukungan dari pihak Walikota terkait dengan program
penggunaan F/OSS? Kalau ada, apakah tertuang secara resmi dalam bentuk
kerangka legal?
7. Berapa besar biaya yang dikeluarkan terkait dengan penggunaan F/OSS?
8. Manfaat tangible dan intangible apa yang diperoleh setelah penggunaan
F/OSS?
110
Lampiran 2. Kuesioner
EVALUASI KEBIJAKAN PENGGUNAAN FREE/OPEN SOURCE SOFTWARE
DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN
Yth, Bapak/Ibu
di Tempat
Dengan hormat,
Seperti kita ketahui bersama bahwa Pemerintah Kota Pekalongan berhasil
meraih juara pertama dalam Rangkaian Kegiatan Indonesia Open Source Award
(IOSA), secara berturut-turut untuk Tahun 2011 dan 2012. Terkait dengan hal
tersebut, saya sebagai Pegawai di Pusat Pengkajian Kebijakan Difusi Teknologi,
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (PPKDT-BPPT) yang sedang
menyelesaikan tugas belajar di Program Magister Perencanaan dan Kebijakan
Publik, Universitas Indonesia tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan
penerapan Free/Open Source Software (F/OSS) di Pemerintah Kota Pekalongan.
Untuk mendukung proses penyelesaian penelitian tersebut, dengan ini,
saya mohon kesediaan Bapak/ Ibu untuk ikut berpartisipasi menjadi responden
dalam penelitian ini. Saya menyadari waktu Bapak/ Ibu sangat berharga dan
terbatas. Namun partisipasi Bapak/Ibu akan sangat berarti dalam menentukan
keberhasilan penelitian ini dan memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu
pengetahuan di Indonesia.
Atas kesediaan dan partipasi Bapak/Ibu sekalian, saya ucapkan
terimakasih.
Hormat saya,
Ahmad Rais
111
A. PENJELASAN KUESIONER
1. Kuesioner ini merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk
mengumpulkan data yang akan digunakan untuk mendukung proses
penyelesaian tesis.
2. Tujuan dari kuesioner ini adalah untuk mengkaji aspek yang terkait dengan
domain organisasi (meliputi: Strategic Match, Competitive Advantage,
Management Information, Competitive Response, Project Organizational
Risk) serta domain teknologi (meliputi: Strategic Information System
Architecture, Definitional Uncertainty, Technology Uncertainty, Information
System Infrastructure Risk) dari penerapan F/OSS di lingkungan Pemerintah
Kota Pekalongan. Dalam hal ini aplikasi berbasis F/OSS yang dimaksud,
merujuk pada aplikasi perkantoran dan sistem operasi yang telah dimigrasi
dari perangkat lunak bajakan ke perangkat lunak berbasis F/OSS.
3. Bahwa untuk memperoleh data atau informasi terkait dengan poin 2 (dua)
diatas, maka pihak yang dijadikan responden adalah pegawai yang
menggunakan F/OSS dalam mendukung aktifitas pekerjaannya.
B. PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER
Responden dimohon untuk menjawab setiap pertanyaan dengan memberikan
tanda silang (X) pada kolom skor di lembar pertanyaan.
Contoh:
Bagaimana dampak penerapan Free/Open Source Software (F/OSS) dalam
mendukung pencapaian tujuan strategis jangka panjang dari organisasi?
Keterangan Skor
Penerapan F/OSS tidak memberikan dampak langsung maupun tidak
langsung.
0
Penerapan F/OSS tidak memberikan dampak langsung maupun tidak
langsung, tetapi meningkatkan efisiensi aktivitas organisasi.
1
Penerapan F/OSS tidak memberikan dampak langsung maupun tidak
langsung, tetapi merupakan salah satu prasyarat untuk mencapai tujuan
strategis organisasi.
2
Penerapan F/OSS tidak memberikan dampak langsung, tetapi
merupakan salah satu prasyarat untuk mencapai tujuan strategis
organisasi.
3
Penerapan F/OSS memberikan dampak langsung dalam mencapai
sebagian tujuan strategis organisasi.
4
Penerapan F/OSS memberikan dampak langsung dalam mencapai
seluruh tujuan strategis organisasi.
5
C. DATA RESPONDEN
Nama : ....................................
Instansi : ………………………
Jabatan :……………………….
X
112
Tanda tangan :………………………..
D. DAFTAR PERTANYAAN
D.1. Domain Organisasi
D.1.1. Strategic Match
Bagaimana keterkaitan penerapan Free/Open Source Software (F/OSS) dalam
mendukung pencapaian tujuan strategis dari organisasi?
Keterangan Skor
Penerapan F/OSS tidak memiliki keterkaitan langsung maupun tidak langsung
terhadap proses pencapaian tujuan strategis organisasi.
0
Penerapan F/OSS tidak memiliki keterkaitan langsung maupun tidak langsung,
tetapi meningkatkan efisiensi organisasi.
1
Penerapan F/OSS tidak memiliki keterkaitan langsung, tetapi merupakan salah satu
prasyarat dari sistem yang lain.
2
Penerapan F/OSS tidak memiliki keterkaitan langsung, tetapi merupakan salah satu
prasyarat untuk mencapai sebagian tujuan strategis organisasi.
3
Penerapan F/OSS memiliki keterkaitan langsung dalam mencapai sebagian tujuan
strategis organisasi.
4
Penerapan F/OSS memiliki keterkaitan langsung dalam mencapai seluruh tujuan
strategis organisasi.
5
113
D.1.2. Competitive Advantage
Bagaimana dampak penerapan Free/Open Source Software (F/OSS) dalam
mendukung pertukaran data yang dilakukan oleh organisasi?
Keterangan Skor
Penerapan F/OSS tidak mempermudah proses pertukaran data dengan instansi di
tingkat Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat.
0
Penerapan F/OSS tidak mempermudah proses pertukaran data dengan instansi di
tingkat Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat, tetapi meningkatkan posisi
kompetitif organisasi.
1
Penerapan F/OSS tidak mempermudah proses pertukaran data dengan instansi di
tingkat Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat, tetapi meningkatkan posisi
kompetitif organisasi dan efisiensi operasional dalam mencapai program strategis
organisasi.
2
Penerapan F/OSS sedikit mempermudah proses pertukaran data dengan instansi di
tingkat Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat, dan memberikan sedikit
kontribusi untuk meningkatkan posisi kompetitif organisasi.
3
Penerapan F/OSS cukup mempermudah proses pertukaran data dengan instansi di
tingkat Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat, dan memberikan kontribusi
yang cukup banyak untuk meningkatkan posisi kompetitif organisasi.
4
Penerapan F/OSS sangat mempermudah proses pertukaran data dengan instansi di
tingkat Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat, dan memberikan kontribusi
yang banyak untuk meningkatkan posisi kompetitif organisasi sehingga tidak
memiliki pesaing.
5
114
D.1.3. Management Information
Bagaimana dampak penerapan Free/Open Source Software (F/OSS) dalam hal
penyediaan informasi untuk mendukung kegiatan pokok organisasi?
Keterangan Skor
Penerapan F/OSS tidak memberikan kontribusi dalam hal penyediaan informasi
untuk mendukung program utama organisasi.
0
Penerapan F/OSS sedikit mendukung penyediaan informasi untuk bagian-
bagian yang mendukung program utama organisasi.
1
Penerapan F/OSS cukup mendukung penyediaan informasi untuk bagian-bagian
yang mendukung program utama organisasi.
2
Penerapan F/OSS banyak mendukung penyediaan informasi untuk bagian-
bagian yang mendukung program utama organisasi.
3
Penerapan F/OSS memberikan kontribusi sangat penting dalam hal penyediaan
informasi untuk mendukung program utama organisasi di masa yang akan
datang.
4
Penerapan F/OSS memberikan kontribusi sangat penting dalam hal penyediaan
informasi untuk mendukung program utama organisasi di masa sekarang.
5
115
D.1.4. Competitive Response
Bila penundaan penerapan Free/Open Source Software (F/OSS) dilakukan,
bagaimanakah pengaruhnya terhadap kinerja kompetitif organisasi?
Keterangan Skor
Program penerapan F/OSS dapat ditunda sampai 1 tahun kedepan tanpa
mempengaruhi output organisasi maupun posisi kompetitif organisasi.
0
Program penerapan F/OSS tidak mempengaruhi output organisasi maupun
posisi kompetitif organisasi. Penggunaan piranti lunak lain tetap akan
memberikan pencapaian output yang sama.
1
Program penerapan F/OSS tidak mempengaruhi output organisasi maupun
posisi kompetitif organisasi, tetapi penggunaan piranti lunak lain membutuhkan
biaya lebih tinggi agar tetap memberikan pencapaian output yang sama.
2
Jika penerapan F/OSS ditunda, organisasi tidak akan kehilangan
kemampuannya untuk berubah dalam lingkungan yang kompetitif.
3
Penundaan penerapan F/OSS dimungkinkan dapat mengurangi pencapaian
output organisasi.
4
Penundaan penerapan F/OSS dimungkinkan dapat mengurangi keunggulan
kompetitif organisasi.
5
116
D.1.5 Project or Organizational Risk
Bagaimana organisasi beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang mungkin
terjadi sebagai dampak dari penerapan Free/Open Source Software (F/OSS)?
Keterangan Skor
Organisasi memiliki rencana yang terformulasi dengan baik untuk
melaksanakan proses migrasi dan memanfaatkan F/OSS, ada manajemen yang
memadai serta tersedia dokumentasi terkait dengan proses dan prosedur migrasi
dan penggunaan F/OSS.
*) bila responden tidak memilih jawaban dengan skor 0 atau 5, maka khusus
untuk pertanyaan di tabel berikut, responden dimohon mengisi dengan tanda
silang (x) pada kolom “ya”/ “tidak” / “tidak tahu”.
Setelah itu responden dimohon mengisi kolom skor dengan nilai antara 1-4.
0
Aspek organizational risk ya tidak Tidak
tahu
Rencana yang terformulasi dengan baik
Manajemen yang memadai
Rencana darurat
Dokumentasi proses dan prosedur
Pelatihan untuk pegawai
1-4
Organisasi tidak memiliki rencana yang terformulasi dengan baik untuk
melaksanakan proses migrasi dan memanfaatkan F/OSS, tidak ada manajemen
yang memadai serta tidak tersedia dokumentasi terkait dengan proses dan
prosedur migrasi dan penggunaan F/OSS.
5
117
D.2. Domain Teknologi
D.2.1. Strategic Architecture
Bagaimana keterkaitan penerapan Free/Open Source Software (F/OSS) terhadap
pencapaian rencana strategis (renstra) organisasi, khususnya yang terkait dengan
bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK)?
Keterangan Skor
Program penerapan F/OSS tidak terkait dengan renstra TIK organisasi 0
Program penerapan F/OSS merupakan bagian dari renstra TIK organisasi, tetapi
prioritasnya tidak ditentukan.
1
Program penerapan F/OSS merupakan bagian dari renstra TIK organisasi, tetapi
outputnya rendah dan tidak terkait dengan program lain dari organisasi.
2
Program penerapan F/OSS merupakan bagian dari renstra TIK organisasi,
dengan output cukup dan sedikit terkait dengan program lain dari organisasi.
3
Program penerapan F/OSS merupakan bagian dari renstra TIK organisasi,
dengan output yang tinggi dan sangat terkait dengan program lain dari
organisasi.
4
Program penerapan F/OSS merupakan bagian integral dari renstra TIK
organisasi, menjadi prasyarat bagi keberhasilan program lain sehingga harus
diimplementasikan terlebih dahulu.
5
118
D.2.2. Defitional Uncertainty
Bagaimana keterkaitan program penerapan Free/Open Source Software (F/OSS)
dengan kejelasan spesifikasi dari teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang
dibutuhkan organisasi?
Keterangan Skor
Program penerapan F/OSS merupakan kebutuhan yang jelas dan disetujui
pimpinan yang berwenang secara formal. Spesifikasi dan ruang lingkupnya
jelas. Kemungkinan besar tidak terjadi perubahan.
0
Program penerapan F/OSS merupakan kebutuhan yang cukup jelas dan secara
informal disetujui pimpinan yang berwenang. Spesifikasi dan ruang lingkupnya
jelas. Memiliki sedikit kemungkinan terjadi perubahan.
1
Program penerapan F/OSS merupakan kebutuhan yang cukup jelas, spesifikasi
dan ruang lingkupnya cukup jelas. Memiliki kemungkinan perubahan yang
beralasan.
2
Program penerapan F/OSS merupakan kebutuhan yang cukup jelas, spesifikasi
dan ruang lingkupnya cukup jelas. Memiliki kemungkinan perubahan yang
hampir pasti dan sifatnya segera.
3
Program penerapan F/OSS merupakan kebutuhan yang tidak jelas, spesifikasi
dan ruang lingkupnya kompleks dengan kemungkinan terjadi perubahan hampir
pasti selama program berlangsung.
4
Program penerapan F/OSS merupakan kebutuhan yang tidak diketahui,
spesifikasi dan ruang lingkupnya tidak diketahui dan pasti terjadi perubahan
selama program berlangsung.
5
119
D.2.3. Technical Uncertainty
Bagaimana proses migrasi dan pemanfaatan Free/Open Source Software (F/OSS)
di lingkungan organisasi Anda?
Pelatihan Penggunaan F/OSS Skor
Tidak dibutuhkan pelatihan untuk staff maupun manajemen. Keduanya telah
berpengalaman.
0
Dibutuhkan beberapa pelatihan untuk staff, tetapi tidak untuk manajemen. 1
Dibutuhkan beberapa pelatihan untuk staff dan manajemen. 2
Dibutuhkan beberapa pelatihan untuk staff, terlebih untuk manajemen. 3
Dibutuhkan banyak pelatihan untuk staff, beberapa untuk manajemen. 4
Dibutuhkan banyak pelatihan untuk staff dan juga manajemen. 5
Kesesuaian dengan Perangkat Keras Skor
Aplikasi berbasis F/OSS sesuai dengan semua perangkat keras yang sudah ada. 0
Aplikasi berbasis F/OSS sesuai dengan hampir semua perangkat keras yang
sudah ada.
1
Aplikasi berbasis F/OSS sesuai dengan sebagian besar perangkat keras yang
sudah ada.
2
Aplikasi berbasis F/OSS sesuai dengan sebagian kecil perangkat keras yang
sudah ada.
3
Aplikasi berbasis F/OSS sesuai dengan sedikit sekali perangkat keras yang
sudah ada.
4
Aplikasi berbasis F/OSS telah diuji dan tidak dapat dioperasikan pada semua
perangkat keras yang sudah ada.
5
120
Kesesuaian dengan Perangkat Lunak Lainnya Skor
Aplikasi berbasis F/OSS dapat dioperasikan dengan perangkat lunak lainnya
tanpa masalah.
0
Aplikasi berbasis F/OSS dapat dioperasikan dengan perangkat lunak lainnya,
tetapi dengan sedikit masalah.
1
Aplikasi berbasis F/OSS dapat dioperasikan dengan perangkat lunak lainnya,
tetapi dengan cukup banyak masalah.
2
Aplikasi berbasis F/OSS dapat dioperasikan dengan perangkat lunak lainnya,
tetapi dengan banyak masalah.
3
Aplikasi berbasis F/OSS dapat dioperasikan dengan perangkat lunak lainnya,
tetapi dengan sangat banyak masalah.
4
Aplikasi berbasis F/OSS sama sekali tidak dapat dioperasikan dengan perangkat
lunak lainnya.
5
Kemudahan Penggunaan Skor
Tidak membutuhkan keahlian khusus untuk menjalankan aplikasi berbasis
F/OSS, mudah digunakan.
0
Dibutuhkan sedikit keahlian khusus untuk menjalankan aplikasi berbasis
F/OSS, karena sedikit susah digunakan.
1
Dibutuhkan cukup banyak keahlian khusus untuk menjalankan aplikasi berbasis
F/OSS, karena cukup susah digunakan.
2
Dibutuhkan banyak keahlian khusus untuk menjalankan aplikasi berbasis
F/OSS, karena susah digunakan.
3
Dibutuhkan sangat banyak keahlian khusus untuk menjalankan aplikasi berbasis
F/OSS, karena sangat susah digunakan.
4
Dibutuhkan sangat banyak keahlian khusus untuk menjalankan aplikasi berbasis
F/OSS, karena aplikasinya sangat kompleks sehingga sangat susah digunakan
dan dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk mempelajarinya.
5
121
D.2.4. Infrastructure Risk
Bagaimana efek penerapan Free/Open Source Software (F/OSS) terhadap resiko
perubahan konfigurasi infrastruktur dan implikasi pembiayaan yang harus
dikeluarkan oleh organisasi Anda?
Keterangan Skor
Program penerapan F/OSS menggunakan infrastruktur yang sudah ada. Tidak
diperlukan antisipasi biaya investasi awal.
0
Dibutuhkan perubahan dalam satu elemen infrastruktur terkait dengan program
penerapan F/OSS.Diperlukan investasi awal relatif kecil.
1
Dibutuhkan sedikit perubahan dalam beberapa elemen infrastruktur terkait
dengan program penerapan F/OSS. Investasi lebih lanjut mungkin dibutuhkan.
2
Dibutuhkan perubahan cukup besar dalam beberapa elemen infrastruktur terkait
dengan program penerapan F/OSS. Dibutuhkan investasi awal dan investasi
lanjutan yang cukup besar.
3
Dibutuhkan perubahan besar dalam beberapa elemen infrastruktur terkait
dengan program penerapan F/OSS. Dibutuhkan investasi awal dan investasi
lanjutan yang besar.
4
Dibutuhkan perubahan sangat besar dalam beberapa elemen infrastruktur terkait
dengan program penerapan F/OSS. Dibutuhkan investasi awal dan investasi
lanjutan yang sangat besar.
5
122
Lampiran 3. Surat Edaran MenPAN dan RB tentang Penggunaan F/OSS
123
124
Lampiran 4. Surat Keputusan Walikota Pekalongan tentang Kewajiban
Pemakaian dan Penggunaan F/OSS
125
126