pemodelan spasial kejadian banjir daerah aliran...

104
UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN CI LIWUNG HULU TESIS SEPANIE PUTIAMINI 1106152325 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM MAGISTER ILMU GEOGRAFI DEPOK JANUARI, 2014 UNIVERSITAS INDONESIA

Upload: donguyet

Post on 02-May-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

UNIVERSITAS INDONESIA

PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN

CI LIWUNG HULU

TESIS

SEPANIE PUTIAMINI

1106152325

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM MAGISTER ILMU GEOGRAFI

DEPOK

JANUARI, 2014

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 2: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN

CI LIWUNG HULU

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister sains

SEPANIE PUTIAMINI

1106152325

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM MAGISTER ILMU GEOGRAFI

DEPOK

JANUARI, 2014

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 3: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya

nyatakan dengan benar.

Nama : Sepanie Putiamini

NPM : 1106152325

Tanda Tangan : ..............................

Tanggal : 7 Januari 2014

Page 4: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

iii

UNIVERSITAS INDONESIA

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :

Nama : Sepanie Putiamini

NPM : 1106152325

Program Studi : Magister Ilmu Geografi

Judul Skripsi : Pemodelan Spasial Kejadian Banjir Daerah Aliran

Ci Liwung Hulu

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister

Sains pada Program Studi Magister Ilmu Geografi, Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Ala,m Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang : Dr. Tarsoen Waryono, MS ( ....................................)

Pembimbing : Dr.rer.nat. Eko Kusratmoko, MS ( ................................. ..)

Pembimbing : Dr.Ir. Fadli Syamsudin, M.Sc ( ....................................)

Penguji : Dr. Rokmatulloh, M.Eng ( ....................................)

Penguji : Dr. Djoko Harmantyo, MS ( ....................................)

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 7 Januari 2014

Page 5: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

iv

UNIVERSITAS INDONESIA

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat

dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan skripsi ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar

Magister Science Jurusan Ilmu Geografi pada Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari

masa perkuliahan sampai pada penyusunan Tesis ini, sangatlah sulit bagi saya

untuk menyelesaikan Tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih

kepada:

(1) Dr.rer.nat. Eko Kusratmoko, MS, selaku dosen pembimbing 1 yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

penyusunan tesis ini;

(2) Dr.Ir. Fadli Syamsudin, M.Sc selaku dosen pembimbing 2 yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

penyusunan tesis ini;

(3) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi yang memberikan kesempatan

kepada saya untuk dapat melanjutkan studi saya di program studi magister

ilmu geografi, FMIPA, Universitas Indonesia serta memberikan banyak

bantuan dukungan data yang saya perlukan.

(4) Gustian Ajie Maskan yang memberikan dukungan moral dan spiritual.

(5) Orang Tua yang telah mendidik saya selama ini serta keluarga besar yang

memberikan dukungan moral dan spiritual.

(6) Balai Besar Sungai Ciliwung dan Cisadane yang telah banyak membantu

dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan;

(7) Teman-teman PTISDA, BPPT khususnya teman-teman Karakterisasi Sumber

Daya Alam yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data dan

dukungan moral.

(8) Teman-teman Magister ilmu geografi yang telah banyak membantu saya dalam

menyelesaikan tesis ini.

Page 6: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

v

UNIVERSITAS INDONESIA

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa

manfaat bagi pengembangan ilmu.

Penulis

Page 7: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

vi

UNIVERSITAS INDONESIA

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TESIS UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sepanie Putiamini NPM : 1106152325 Program Studi : Magister Ilmu Geografi Departemen : Geografi Fakultas : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Pemodelan Spasial Kejadian Banjir Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok Pada tanggal : 7 Januari 2014

Yang menyatakan,

(Sepanie Putiamini)

Page 8: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

vii

UNIVERSITAS INDONESIA

ABSTRAK

Nama : Sepanie Putiamini

Program Studi : Magister Ilmu Geografi

Judul : Pemodelan Spasial Kejadian Banjir Daerah Aliran Ci Liwung

Hulu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh distribusi curah hujan dan

karakteristik fisik setiap sub-DAS Ci Liwung Hulu yang terdiri dari topografi,

jenis tanah dan penggunaan tanah terhadap debit aliran Daerah Aliran Ci Liwung

Hulu. Metode yang digunakan adalah Soil Conservation Service (SCS) yang

disimulasikan menggunakan model hujan-debit HEC-HMS yang di validasi

menggunakan metode RMSE dan Nash.

Hasil pengolahan data menunjukan bahwa karakteristik dan distribusi hujan setiap

sub-DAS mempengaruhi besar kecilnya debit yang dihasilkan. Sub-DAS Ci

Liwung (Tugu) merupakan sub-DAS yang menghasilkan sumbangan debit

terbesar pada DA Ci Liwung Hulu pada kejadian banjir Tahun 2002 dan 2007.

Berdasarkan hasil validasi, simulasi, data curah hujan radar cuaca memiliki nilai

simpangan yang lebih kecil dibandingkan data curah hujan observasi. Penggunaan

data radar cuaca memberikan gambaran distribusi hujan spasial dengan resolusi

tinggi dan dapat digunakan untuk memprediksi debit aliran yang dihasilkan oleh

suatu Daerah Aliran Sungai (DAS)

.

Kata Kunci : Daerah Aliran Sungai (DAS), DA Ci Liwung Hulu, Debit

Banjir, Distribusi Hujan, HEC-HMS, Soil Conservation Service.

xxi+72 halaman : 25 gambar; 23 tabel

Daftar Pustaka : 30 (1987-2012)

Page 9: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

viii

UNIVERSITAS INDONESIA

ABSTRACT

Name : Sepanie Putiamini

Program Study : Magister Science of Geography

Title : Spatial Modeling Of Flood Event On The Upper Ci Liwung

Watershed

This study aims to determine impact of rainfall distribution and physical

characteristics in each sub-watershed towards run-off in the Upper Ci Liwung

Watershed. It consist of topography , soil type and land use. The method

utilizing Soil Conservation Service (SCS ) applied on HEC - HMS rainfall-

runoff model and was validated using the RMSE and Nash .

The results show that the physical characteristics and rainfall distribution of each

sub-watershed has significant impact on the run-off in Upper Ci Liwung

Watershed especially sub-watershed Ci Liwung ( Tugu) on the flood events of

2002 and 2007.

Based on the simulation validation result, weather radar rainfall data has a

deviation value smaller than rainfall data of observation . Weather radar data

provide accurate rainfall measurements at high resolution and can be applied to

predict run-off in watershed.

.

Key Words :Watershed, Upper Ci Liwung Watershed, Run-off, Rainfall

Distribution, HEC-HMS, Soil Conservation Service.

xxi+72 pages : 25 pictures; 23 tables

Bibliography : 30 (1987-2012)

Page 10: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

ix

UNIVERSITAS INDONESIA

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................................iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ..........................vi

ABSTRAK ............................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ..............................................................................................................ix

DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................xiv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................xvi

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1.1.Latar Belakang ........................................................................................................ 1

1.2.Rumusan Permasalahan .......................................................................................... 2

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................................... 3

1.4.Batasan Masalah Penelitian .................................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5

2.1.Pemodelan Spasial .................................................................................................. 5

2.1.1.Komponen Model Dalam Geospasial ...................................................... 5

2.1.2.Fase dalam Model Geospasial ................................................................. 6

2.2.Siklus Hidrologi ...................................................................................................... 7

2.3.Presipitasi ................................................................................................................ 9

2.3.1.Distribusi Curah Hujan ............................................................................ 9

2.3.2.Pengukuran Distribusi Curah Hujan ........................................................ 9

2.4.Aliran Permukaan (Runoff) ................................................................................... 11

2.5.Daerah Aliran Sungai ............................................................................................ 12

2.6.Debit Sungai ......................................................................................................... 15

2.7.Model Hujan - Debit ............................................................................................. 15

2.8.Penelitian Model Hujan-Debit Sebelumnya ......................................................... 17

BAB III METODOLOGI ........................................................................................ 19

3.1.Alur Pikir Penelitian ............................................................................................. 19

Page 11: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

x

UNIVERSITAS INDONESIA

3.2.Data dan Pengumpulan Data ................................................................................. 20

3.3.Metode Pengolahan Data ...................................................................................... 21

3.3.1.Parameter yang digunakan dalam Model HEC HMS ............................ 22

3.3.1.1.Model Basin ............................................................................... 23

3.3.2.Perhitungan Data Time Series ............................................................... 26

3.4.Perhitungan Debit Aliran Sungai .......................................................................... 26

3.5.Analisis Validasi ................................................................................................... 27

BAB IV. KARAKTERISTIK FISIK WILAYAH .................................................. 29

4.1.Wilayah Administrasi ........................................................................................... 29

4.2.Curah Hujan Wilayah Rata- Rata Daerah Aliran Ciliwung Hulu ........................ 31

4.3.Geologi dan Geomorfologi ................................................................................... 32

4.4.Tanah .................................................................................................................... 33

4.5.Kemiringan Lereng ............................................................................................... 35

4.6.Penggunaan Tanah ................................................................................................ 36

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 38

5.1. Karakteristik Fisik Per Sub-DAS Ciliwung Hulu ............................................... 38

5.1.1 Sub-DAS Cisukabirus .......................................................................... 39

5.1.2 Sub-DAS Ciseuseupan .......................................................................... 41

5.1.3 Sub-DAS Cisarua .................................................................................. 42

5.1.4 Sub-DAS Ciliwung (Tugu) .................................................................... 44

5.1.5 Sub-DAS Ciesek .................................................................................... 46

5.1.6 Sub-DAS Cibogo ................................................................................... 47

5.1.6 Analisa Karakteristik fisik per Sub DAS di DA Ciliwung Hulu .......... 49

5.2. Distribusi Hujan Per Sub-DAS di DA Ciliwung Hulu ........................................ 50

5.2.1 Distribusi Curah Hujan Berdasarkan Data Raingage Januari-

Februari Tahun 2002 dan 2007 .............................................................. 51

5.2.1.1.Tahun 2002 ................................................................................ 51

5.2.1.2.Tahun 2007 ................................................................................ 53

5.2.2 Distribusi Curah Hujan Per Kejadian Banjir Berdasarkan Data Radar

Cuaca 16 – 17 Februari Tahun 2013 ...................................................... 53

Page 12: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xi

UNIVERSITAS INDONESIA

5.3 Variasi Simulasi Hujan-Debit Menggunakan HEC HMS .................................... 54

5.3.1 Data Penakar Hujan (Rain gauge) ......................................................... 55

5.3.1.1. Simulasi Hujan-Debit Tahun 2002 ........................................... 55

5.3.1.1. Simulasi Hujan-Debit Tahun 2002 ........................................... 57

5.3.2 Data Radar Cuaca C-Doppler ............................................................... 59

5.4. Hubungan Karakteristik Fisik Per Sub-DAS dengan Hasil Simulasi Hujan-Debit

.................................................................................................................................... 63

5.5.Hasil Validasi ........................................................................................................ 68

5.5.1.Data Penakar Hujan (Rain gauge) ......................................................... 68

5.5.2.Data Radar Cuaca ................................................................................. 70

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 71

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. xvii

LAMPIRAN .............................................................................................................xxi

Page 13: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xii

UNIVERSITAS INDONESIA

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Beberapa Penelitian Mengenai Model hidrologi HEC-HMS dan Radar

Cuaca ...................................................................................................... 17

Tabel 3.1. Metode dan Parameter Simulasi Hujan-Debit menggunakan HEC-HMS

.................................................................................................................. 23

Tabel 4.1. Curah Hujan Wilayah Rata- Rata DA Ci Liwung .................................... 32

Tabel 4.2. Luas Kemiringan Lereng DA Ci Liwung Hulu ....................................... 36

Tabel 4.3 Luas Penggunaan Tanah tanah DA Ci Liwung Hulu ................................ 36

Tabel 5.1 Luas Penggunaan Tanah Per Sub-DAS di Ci Liwung Hulu ..................... 39

Tabel 5.2 Penggunaan Tanah Sub-DAS Cisukabirus Tahun 2011 ............................ 41

Tabel 5.3 Penggunaan Tanah Sub-DAS Ciseuseupan Tahun 2011 ........................... 42

Tabel 5.4 Penggunaan Tanah Sub-DAS 3 Cisarua Tahun 2011 ................................ 43

Tabel 5.5 Penggunaan Tanah Sub-DAS Ciliwung (Tugu) Tahun 2011 ................... 45

Tabel 5.6. Penggunaan Tanah Sub-DAS Ciesek Tahun 2011 ................................... 46

Tabel 5.7. Penggunaan Tanah Sub-DAS Cibogo Tahun 2011 ................................... 48

Tabel 5.8. Nilai Curve Number dan Impervious ....................................................... 49

Tabel 5.9. Bobot Poligon Thiessen Pada Masing-Masing Sub-DAS di DA

Ci Liwung bagian hulu ............................................................................. 51

Tabel 5.10. Rerata Curah Hujan Wilayah Harian Bulan Januari dan Februari Tahun

2002 ........................................................................................................ 52

Tabel 5.11. Rerata Curah Hujan Wilayah Harian Bulan Januari dan Februari Tahun

2007 ........................................................................................................ 53

Tabel 5.12. Debit Puncak Per Sub-DAS di Daerah Aliran Ci Liwung Hulu Tahun

2002 ....................................................................................................... 56

Tabel 5.13. Debit Puncak Per Sub-DAS di Daerah Aliran Ci Liwung Hulu Tahun

2007 ........................................................................................................ 58

Tabel 5.14. Debit Puncak Per Sub-DAS di Daerah Aliran Ci Liwung Hulu16 s.d 17

Januari Tahun 2013 ................................................................................. 62

Page 14: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xiii

UNIVERSITAS INDONESIA

Tabel 5.15. Hubungan Karakteristik Fisik dan Distribusi Hujan Pada Masing-masing

Sub-DAS Terhadap Nilai Debit Kejadian Banjir Tanggal 29 Januari 2002

................................................................................................................. 64

Tabel 5.16. Hubungan Karakteristik Fisik dan Distribusi Hujan Pada Masing-masing

Sub-DAS Terhadap Nilai Debit Kejadian Banjir Tanggal 3 Februari

2007 ........................................................................................................ 65

Tabel 5.17. Hubungan Karakteristik Fisik dan Distribusi Hujan Pada Masing-masing

Sub-DAS Terhadap Nilai Debit Kejadian Banjir Tanggal 16 Januari

2013 ........................................................................................................ 67

Tabel 5.15. Hasil Validasi menggunakan RMSE dan Nash ...................................... 69

Page 15: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xiv

UNIVERSITAS INDONESIA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Fase Desain dan Konstruksi Dalam Model Geo-Spasial ...................... 7

Gambar 2.2. Siklus Hidrologi global ......................................................................... 8

Gambar 2.3. Proses Run-off Pada Lereng Gunung (Hillslope) ............................... 12

Gambar 2.4. Bentuk Daerah Aliran Sungai .............................................................. 14

Gambar 2.5. Diagram Alir Perhitungan metode Soil Conservation Service ............. 15

Gambar 3.1. Diagram Alur Pikir Penelitian ............................................................ 19

Gambar 3.2. Alur Pengolahan Data ......................................................................... 22

Gambar 4.1. Peta Administrasi DA Ci Liwung Hulu .............................................. 29

Gambar 4.2. Peta Sub-DAS di DA Ci Liwung Hulu ............................................... 30

Gambar 4.3 Grafik Rerata Curah Hujan Wilayah DA Ci Liwung Hulu Periode

1970-2000 ............................................................................................ 31

Gambar 4.4 Peta Geologi DA Ci Liwung Hulu (Sumber : Pusat Sumber Daya

Geologi, ESDM) ................................................................................... 33

Gambar 4.5 Peta Jenis Tanah DA Ci Liwung Hulu ................................................ 34

Gambar 4.6. Peta Kemiringan Lereng DA Ci Liwung Hulu .................................... 35

Gambar 4.7. Peta Penggunaan Tanah DA Ci Liwung Hulu Tahun 2011 ................ 37

Gambar 5.1. Peta Luasan Penggunaan Tanah Per Sub-DAS di DA Ci Liwung Hulu

.................................................................................................................................... 38

Gambar 5.2. Peta Penggunaan Tanah Sub-DAS Cisukabirus Tahun 2011 .............. 40

Gambar 5.3. Peta Penggunaan Tanah Sub-DAS Ciseuseupan Tahun 2011 .............. 41

Gambar 5.4. Peta Penggunaan Tanah Sub-DAS Cisarua Tahun 2011 ...................... 44

Gambar 5.5. Peta Penggunaan Tanah Sub-DAS Ciliwung (Tugu) Tahun 2011 ....... 45

Gambar 5.6. Peta Penggunaan Tanah Sub-DAS Ciesek Tahun 2011 ....................... 47

Gambar 5.7. Peta Penggunaan Tanah Sub-DAS Cibogo Tahun 2011 ...................... 48

Gambar 5.8. Peta Nilai Curve Number di DA Ci Liwung Hulu ............................. 50

Gambar 5.9. Peta Poligon Thiessen DA Ci Liwung Hulu ....................................... 51

Gambar 5.10. Curah Hujan DA Ci Liwung Hulu Tanggal 16-17 Januari 2013 .... 54

Gambar 5.11. Basin Model Sub-DAS di DA Ci Liwung Hulu Menggunakan HEC

-HMS .................................................................................................. 55

Page 16: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xv

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 5.12. Hasil Debit Simulasi Hujan-Debit (Januari-Februari 2002) ............... 55

Gambar 5.13. Grafik Hasil Hujan- Debit Simulasi di Katulampa (Januari-Februari

2002) ................................................................................................... 57

Gambar 5.14. Hasil Debit Simulasi Hujan-Debit (Januari-Februari 2002) .............. 57

Gambar 5.15. Grafik Hasil Hujan- Debit Simulasi di Katulampa (Januari-Februari

2007) .................................................................................................. 59

Gambar 5.16. Data Curah Hujan Tanggal 16 Januari Pukul 11:05 s.d 11:59 Dari

Radar Cuaca R- Doppler ........................................................................................... 61

Gambar 5.17. Hasil Simulasi Hujan Debit Kejadian Banjir Pada Tanggal 16 s.d 17

Januari 2013 ........................................................................................ 61

Gambar 5.18. Grafik Hasil Hujan- Debit Simulasi di Katulampa (16-17 Januari

2013) ................................................................................................... 63

Gambar 5.19. Grafik Validasi Hasil Simulasi Tahun 2002 ...................................... 68

Gambar 5.20. Grafik Validasi Hasil Simulasi Tahun 2007 ...................................... 69

Gambar 5.21. Grafik Validasi Hasil Simulasi 16 s.d 17 Januari Tahun 2013 ......... 70

Page 17: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xvi

UNIVERSITAS INDONESIA

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Nilai Curve Number Berdasarkan Jenis Tanah .................................xxi

Lampiran 2. Curah Hujan Harian Pada Masing-Masing Sub-DAS Pada Bulan

Januari dan Februari Tahun 2002 ......................................................xxvi

Lampiran 3. Curah Hujan Harian Pada Masing-Masing Sub-DAS Pada Bulan

Januari dan Februari Tahun 2007 .................................................. xxviii

Lampiran 4. Curah Hujan Perjam Rerata Pada Masing-masing Sub-DAS pada 16 s.d

17 januari 2013 .................................................................................. xxx

Page 18: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

1

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kejadian banjir ditentukan oleh distribusi hujan sepanjang tahun dan

ketersediaan sarana penampungan air untuk mencegah kebanjiran di musim

penghujan. Bentuk transformasi aliran hujan dan simpanan air di wilayah sangat

ditentukan oleh kondisi bentang alam yang terdapat di wilayah jatuhnya hujan.

Banjir yang datang secara tiba-tiba merupakan bencana alam yang sangat merugikan

bagi masyarakat sekitar wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS). Hal tersebut

dikarenakan hujan dengan intensitas yang tinggi.(Tramblay, 2011).

Curah hujan dengan intensitas tinggi yang jatuh pada sistem Daerah Aliran Ci

Liwung Hulu yang merupakan salah satu penyumbang debit limpasan di wilayah

Jakarta, dan dapat mempengaruhi besarnya limpasan dan pola aliran yang dapat

menyebabkan perubahan dalam frekuensi dan intensitas banjir. Hal tersebut secara

signifikan memberikan dampak yang salingm empengaruhi ekosistem, lingkungan

dan ekonomi lokal disekitar Daerah Aliran Ci Liwung Hulu. Oleh karena itu, peran

curah hujan sangatlah esensial bagi hidrologi perkotaan, Setiap kali musim

penghujan tiba, banjir terjadi baik dalam skala kecil maupun besar. Salah satu

penyebabnya adalah hujan dengan intensitas cukup tinggi dan durasi cukup lama.

Selain itu, berbagai aktivitas manusia dan derap pembangunan yang

berkembang pesat di sekitar wilayah Daerah Aliran Ci Liwung Hulu merupakan

konsekuensi terhadap peningkatan aktivitas manusia yang akan menimbulkan

perubahan penggunaan tanah. Perubahan penggunaan tanah di Daerah Aliran Ci

Liwung Hulu mempunyai pengaruh yang signifikan t erhadap debit aliran yang

mengalir menuju Kota Jakarta sebagai wilayah hilirnya. Hal tersebut diakibatkan air

hujan tidak dapat mengalir sebagaimana mestinyadan menimbulkan genangan-

genangan pada saat musim penghujan tiba. Kejadian banjir merupakan salah satu

konsekuensi dari perubahan tataguna tanah pada suatu wilayah DAS yang

diakibatkan oleh perkembangan penduduk dan kebutuhan tanah.

Oleh karena itu dalam penelitiannya, Ali, et,al (2009) (seperti yang dikutip

dalam Defries & Eshleman, 2004; Potter, 1991; Riebsame,Meyer, & Turner, 1994;

Page 19: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

2

UNIVERSITAS INDONESIA

Vorosmarty, Green, Salisbury, &Lammers,2000; Wang, Liu, Kubota, & Chen, 2007)

menerangkan bahwa pemahaman mengenai dampak penggunaan tanah pada proses

hidrologi DAS adalah sangat penting dalam memprediksi potensi banjir dan

mitigasinya. Hal tersebut yang menjadi isu penting untuk perencanaan, manajemen,

dan pengembangan berkelanjutan dari DAS.

Daerah Aliran Ci Liwung Hulu merupakan DAS yang mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap debit aliran yang mengalir menuju Kota Jakarta sebagai

wilayahhilirnya. DAS ini memiliki 6 (enam) sub DAS yang memiliki karakteristik

fisik yang unik yang membedakan satu sama lain. Karakteristik fisik ini sangat

berpengaruh dalam limpasan air permukaan (runoff) yang dihasilkan jika hujan

turun. Karakteristik fisik tersebut di dapatkan dari gambaran suatu wilayah antara

lain: (1). Penggunaan tanah, (2). jenistanah, dan (3). Kemiringan lereng dengan

menggunakan metode Soil Conservation Service (SCS) .

Dalam mitigasinya, pemodelan debit limpasan menggunakan Hydrologic

Engineering Center– Hydrologic Modeling System (HEC-HMS, versi 3.3) yang

dikembangkan olehUnited States Army Corps of Engineers (USACE), dirancang

untuk mensimulasikan proses hujan-debit dengan system daerah aliran sungai

(USACE, 2000). Pemodelan hujan-debit menggunakan HEC HMS merupakan

model hujan-debit yang dapatdijadikan sebuah alat untuk memonitor dan

mengevaluasi debit sungai melalui pendekatan potensi sumberdaya air permukaan

yang ada (Affandy,2011). Penggunaan komponen model HEC-HMS untuk

mensimulasikan hujan-debit DA Ciliwung dinilai diperlukan, dimana komponen

model yang digunakan adalah model DA Ciliwung, model meteorologi, dan input

data hidrologi termasuk periode waktu, dan data time-series, yang diperlukan sebagai

kondisi batas di wilayah DA Ciliwung dalam model meteorologi.

1.2. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya bahwa kebutuhan akan

tanah dan jumlah penduduk yang terus meningkat merubah penggunaan tanah

wilayah resapan air menjadi pemukiman, distribusi curah hujan dengan intesitas yang

tinggi mengakibatkan aliran tidak meresap kedalam tanah dan menjadi aliran

Page 20: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

3

UNIVERSITAS INDONESIA

limpasan yang dapat menggenang ataupun langsung mengalir kelaut. Oleh karena itu

penelitian ini akan mengkaji aspek permasalahan tersebut, antara lain:

a. Bagaimanakah karakteristik fisik pada setiap sub-DAS di Ciliwung Hulu?

b. Bagaimanakah pengaruh karakteristik fisik pada setiap sub-DAS terhadap

debit limpasan yang dihasilkan dari masing-masing sub-DAS di Ciliwung

Hulu menggunakan simulasi hujan-debit?

c. Apakah hasil simulasi hujan-debit dari distribusi curah hujan dan

karakteristik fisik pada setiap sub-DAS memberikan validasi yang baik

terhadap hasil observasi?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka

tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Mengetahui karakteristik fisik 6 (enam) sub-DAS Ciliwung Hulu yang

berperanan terhadap debit aliran tertinggi di Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

b. Mengetahui pengaruh distribusi hujan dan karakteristik fisik dari masing-

masing sub-DAS Ciliwung Hulu menggunakan simulasi hujan-debit

c. Mendapatkan hasil validasi hasil model HEC HMS tersebut dengan data

observasi

Manfaat dari penelitian ini diharapkan mendapatkan informasi model hujan-debit

yang sesuai dengan kondisi Daerah Aliran Ciliwung Hulu dengan menggunakan

beberapa parameter yang akan ditetapkan, sehingga model hujan debit tersebut dapat

digunakan dalam memprediksi dan sistem peringatan dini kejadian banjir di Daerah

Aliran Ci Liwung Hulu dan DKI Jakarta.

Page 21: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

4

UNIVERSITAS INDONESIA

1.4. Batasan Masalah Penelitian

Batasan masalah penelitian ini adalah sebagaiberikut:

Wilayah penelitian adalah Daerah Aliran Ci Liwung Hulu yang secara

geografis terletakantara106º 49º 40” – 107º 00’ 15” BT dan 6o38’ 15“ LS

– 6º 46’ 05” LS.

Data-data yang digunakan merupakan data sekunder dari hasil observasi

Dan hasilpenelitian yang telah dipublikasikan.

Pemodelan spasial yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan

simulasi hujan-debit berdasarkan data karakteristik masing-masing sub-

DAS di Daerah Aliran Ci Liwung Hulu dan distribusi curah hujan dengan

mengabaikan kondisi air tanah

Program yang dipergunakan adalah HEC HMS

Dalam konteks mensimulasikan banjir, penelitian ini juga menggunakan

data curah hujan radar cuaca sebagai masukan data hujan realtime.

Data penggunaan tanah dianggap sama pada setiap simulasi.

Page 22: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

5

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pemodelan adalah sebuah cara yang membantu peneliti, perencana,

politisi, dan banyak ahli lainnya dalam membuat prediksi masa depan dalam

waktu atau estimasi spasial suatu wilayah. (Zekai, 2009) . Dalam penelitian ini

pemodelan yang digunakan adalah pemodelan spasial DA Ci liwung Hulu yang

diharapkan suatu saat dapat menjadi acuan dalam memprediksi. Adapun beberapa

tinjauan pustaka yang mencadi acuan penulis dalam melakukan penelitian ini

adalah sebagai berikut:

2.1. Pemodelan Spasial

Menurut Rahman dan Pilouk (seperti yang dikutip dalam Burrough & Frank,

1995), Pemodelan data spasial adalah proses menggambarkan objek dunia nyata

secara spasial, sehingga obyek dapat terlihat dan direpresentasikan dalam bentuk

notasi yang kita pahami.

2.1.1. Komponen Model Dalam Geospasial

Penelitian oleh Rahman & Pilouk (2008:47) menyebutkan bahwa

komponen dari geospasial Model meliputi:

a. jenis Obyek

Jenis objek adalah kelas-kelas dari entitas spasial dalam model geo-

spasial.jenis objek tersebut dapat berupa jalan, sungai, kota, penggunaan

lahan, dan sebagainya.

b. Hubungan

Hubungan spasial adalah hubungan antara dua objek spasial atau lebih.

Misalnya, hubungan antara jalan kota A dan kota B, (seperti yang dikutip

dalam Molenaar,1994b)

c. Atribut,

Atribut adalah suatu gambaran dari objek yang diamati, merupakan unit

terkecil (non spasial) dalam model yang membuat tipe objek menjadi

dimengerti. Atribut tidak dapat berdiri sendiri dalam suatu model.

Page 23: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

6

UNIVERSITAS INDONESIA

d. Konvensi (Conventions)

Hasil dari sebuahKonvensi (Conventions) berupa aturan dan batasan yang

mengatur konten, struktur, integritas, dan operasional dalam sebuah

model.Sebuah konvensi berlaku untuk seluruh model. (seperti yang dikutip

dalam Molenaar ,1991)

e. Pengoperasian (Operations)

Pengoperasian secara spasial adalah tindakan mengubah keadaan

representasi dari objek dunia nyata menjadi model, atau yang berasal

informasi tambahan dari representasi saat ini.Operasi dapat diidentifikasi

oleh suatu peristiwa.

2.1.2. Fase dalam Model Geospasial

Berdasarkan Gambar2.1, terdapat 2 fase dalam membangun pemodelan

3D berbasis GIS yaitu:

a. Fase Desain

Fase desain adalah mendesain data model yang sudah terintegrasi dari

representasi geometris objek dunia nyata, yang diperoleh dari pengukuran

langsung atau database. Setiap komponen geometris harus mampu

mewakili objek dunia.

b. Fase Konstruksi

Fase konstruksi merupakan metode akuisisi data 3D, yaitu:

Mengkoordinasi transformasi menjadi georeferencing umum ketika

beberapa komponen yang berbeda harus dimasukkan ke dalam satu

database;

Pengembangan metode penataan data yang menyatukan data dari

berbagai sumber dalam satu database terintegrasi yang mampu

disimpan oleh manajemen sistem database tunggal;

Men-desain kelas tematik untuk mengatur representasi objek dunia

nyata dengan aspek umum dalam kategori yang sama;

Memecahkan ketidakpastian yang timbul dari perbedaan data yang

berbeda selama proses integrasi dan menyajikan data berkualitas.

Page 24: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

7

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 2.1. Fase Desain dan Konstruksi Dalam Model Geo-Spasial

(Sumber : Rahman dan Pilouk (2008:51))

2.2. Siklus Hidrologi

Menurut Davie (2002), seperti yang dikutip dalam Stumm (1986:201),

menyebutkan bahwa air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi

kelangsungan hidup tumbuhan, hewan dan manusia. Seharusnya Total kuantitas

air bersih di bumi dapat memenuhi kebutuhan manusia jika terdistribusikan dan

terakses dengan baik. Namun, untuk mendistribusikan air dengan baik perlu

pemahaman mengenai siklus hidrologi, dimana pergerakan air di bumi dengan

sistem atmosfer di representasikan dalam siklus hidrologi global yang

Realita (Keadaan Yang Riil)

Design yang Konseptual

Melihat Realita Melihat Realita Melihat Realita

Design Secara logika

Design Secara Fisik

Model Geo-spasial

F

a

s

e

D

e

s

a

i

n Fa

s

e

K

on

s

tr

u

ks

i

Skema Model

Representatif

Sistem Informasi Geo-spasial

Page 25: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

8

UNIVERSITAS INDONESIA

memilikitiga (3) komponen penting dalam siklus nya yaitu evaporasi, presipitasi,

dan run-off.

Siklus hidrologi adalah proses fisik yang mengontrol distribusi dan

pergerakan air. Berdasarkan Gambar 2.2, Hujan yang jatuh ke bumi dapat masuk

ke badan air (water body), menjadi aliran air permukaan, atau melakukan infiltrasi

kedalam tanah. (McCuen, 1998:3-4).Aliran air yang terjadi di permukaan tanah

yang disebabkan oleh hujan yang memiliki intensitas tinggi melibihi tingkat

infiltrasi dan jenuhnya lapisan tanah permukaan yang disebabkan disebut run-off.

Pembangunan secara besar-besaran di wilayah DA Ci Liwung hulu

menyebabkan siklus hidrologi ini menjadi tidak seimbang, dimana jumlah curah

hujan yang turun tidak dapat lagi meresap kedalam tanah secara maksimal

dikarenakan tutupan lahan oleh bangunan atau pemukiman yang tidak terkontrol,

sehingga menyebabkan limpasan dan menimbulkan genangan.

Gambar 2.2. Siklus Hidrologi global

(Sumber : McCuen, 1998)

Page 26: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

9

UNIVERSITAS INDONESIA

2.3. Presipitasi

Presipitasi merupakan air (salju,hujan es, hujan) yang jatuh dari atmosfer ke

permukaan bumi, yang merupakan input utama dari air yang masuk kedalam

Daerah Aliran Sungai (DAS). (Davie, 2002) Curah hujan adalah jumlah air yang

jatuh di permukaan tanah, yang berasal dari atmosfer, selama periode tetentu dan

diukur dengan tinggi diatas permukaan horizontal, apabila tidak terjadi kehilangan

oleh proses penguapan, pengaliran, dan peresapan, yang selanjutnya diukur dalam

satuan millimeter. (Prawirowardoyo, 1996)

2.3.1. Distribusi Curah Hujan

Jumlah presipitasi yang jatuh dalam suatu wilayah memiliki variasi secara

spasial dan temporal (waktu). Hal tersebut disebabkan dari pengaruh yang

berbeda, yaitu statik dan dinamis. Pengaruh yang statik adalah ketinggian,

bentang alam, dan lereng. Sedangkan pengaruh yang dinamis adalah variasi curah

hujan. (Davie,2002)

Kualifikasi dari pola curah hujan secara spasial dan temporal sangatlah

penting dalam pembangunan model limpasan air.Intensitas dandistribusi hujan

spasial dapat mempengaruhi besar dan durasi dari limpasan air yang

dihasilkan.(Tao, 2009). Menurut Tramblay (2011) dalam penelitiannya (seperti

yang dikutip dalam LeLay, 2009; Andr´eassian et al., 2004) bahwa, karakteristik

curah hujan, dalam distribusi curah hujan spasial dan intensitas tertentu dapat

mempengaruhi pemodelan kejadian banjir.

2.3.2. Pengukuran Distribusi Curah Hujan

Dalam menganalisis hidrologi sangatlah penting untuk mengetahui

besarnya hujan yang turun dan kapan hujan itu terjadi. (Davie,2002) Oleh karena

itu, data pengukuran Curah hujan sangat dibutuhkan dalam penelitian ini.Data

yang digunakan adalah data pengukuran penakar hujan (Rain gauge) dan Radar

cuaca C-band Doppler.

Page 27: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

10

UNIVERSITAS INDONESIA

a. Penakar Hujan (Rain gauge)

Data curah hujan dari stasiun pengamatan meteorologi Badan Meteorologi,

Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang tersebar disekitar wilayah DA Ci

Liwung Hulu, merupakan data yang sangat diperlukan dalam penelitian ini. Curah

hujan harian hingga bulanan secara distribusi temporal dan spasial dianalisis agar

dapat mengetahui karakteristik hujan wilayah DAS Ciliwung.Seperti kita ketahui

bahwa curah hujan di wilayah ini sangat dipengaruhi olah curah hujan lokal dan

Monsun.

b. Radar Cuaca

Penggunaan data curah hujan dari radar cuaca dalam sistem drainase

perkotaan merupakan perangkat yang baik dalam mengestimasi curah hujan dan

sangat unggul dalam aplikasi online dan analisis offline dalam kajian tertentu.

Data radar berguna untuk mengidentifikasi akurasi prediksi curah hujan dan

hidrologi dengan menggabungkan secara spasial dan didistribusikan dalam bentuk

pemodelan pada drainas perkotaan. (Einfalt et al., 2004)

Data digital radar cuaca memberikan data yang berguna mengenai data

distribusi spasial dari curah hujan, namun data ini memiliki nilai error, antara lain:

(1) Hubungan yang digunakan dalam menghitung curah hujan dari reflektivitas

radar diasumsikan dalam kondisi yang standar (terdapat penurunan nilai) yang

dapat menyebabkan tidak representatif dengan keadaan sebenarnya; (2) Perbedaan

dari tipe presipitasi (hujan, hujan es, salju) memiliki perbedaan reflektifitas juga

yang tidak dapat di representasikan dalam satu hubungan; (3) Kondisi atmosfer

terkadang menyebabkan anomali yang propaganda pada radar sehingga seringkali

hujan diindikasikan tidak ada hujan (none); (4) Pengukuran besarnya curah hujan

pada radar terdapat peningkatan volume, bukan besaran curah hujan yang terdapat

pada permukaan tanah (ground level), evaporasi dan arus udara dapat mengubah

besarnya nilai hujan secara signifikan. Namun Wilson (1970) menjelaskan bahwa,

para peneliti berpendapat bahwa data radar cuaca dapat digunakan dengan

melakukan kalibrasi menggunakan data observasi penakar hujan (Rain Gauge).

(Charley, 1987)

Page 28: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

11

UNIVERSITAS INDONESIA

Radar Cuaca yang digunakan dalam penelitian ini adalan Radar cuaca C-

Doppler PUSPITEK, Serpong yang memiliki jangkauan di wilayah Jabodetabek

(Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) yang memiliki spesifikasi antara

lain:

Frekuensi: 5320 MHz

Peak power: 140 kW

Surveillance PPI mode: 175 km

Volume scan mode: 105 km

Resolusi: 1 km

Radar Sistem Prosessing : Sigmet RVP8 + IRIS Radar/Analysis ver. 8.12.1.1

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi mengoperasikan Radar C-Band

Doppler pada frekuensi 5.32 GHz. Radar ini memiliki jangkauan maksimum 250

km tetapi digunakan kisaran 100-130 km yang mencakup kawasan Provinsi

Banten (kecuali Ujung Kulon) di sebelah barat, kota Purwakarta di sebelah timur,

dan kota Sukabumi hingga sekitar 25 km di selatan. Radar ini merekam kejadian

hujan setiap 6 menit. Resolusi yang digunakan 500 x 500 m. Informasi dari data

radar cuaca C-Band Doppler tersebutlah yang akan digunakan dalam penelitian

ini.

2.4. Aliran Permukaan (Run-off)

Jumlah air dalam sungai dan aliran sungai merupakan produk akhir dari

seluruh proses dalam siklus hidrologi, dimana dalam jumlah nya dapat di analisis

dari rekaman data secara historis. Aliran air yang terjadi di permukaan tanah yang

disebabkan oleh proses hujan yang memiliki intensitas tinggi melibihi tingkat

infiltrasi dan jenuhnya lapisan tanah permukaan yang disebabkan disebut run-off.

Terdapat dua jenis limpasan (run-off ) yaitu aliran diatas permukaan (overland

flow) dan aliran dibawah permukaan (subsurface flow). Penelitian ini

memfokuskan pada aliran diatas permukaan (overland flow). Robert Horton

(1875–1945), Dalam papernya pada tahun 1993 menuliskan sebuah hipotesa yang

disebut sebagai hipotesis Horton yang menyebutkan bahwa aliran diatas

permukaan (overland flow) terjadi ketika jumlah curah hujan lebih tinggi dari

Page 29: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

12

UNIVERSITAS INDONESIA

kemampuan air berinfiltrasi kedalam tanah. Ketika kapasitas infiltrasi tanah

sangat rendah maka aliran diatas permukaan (overland flow) pasti terjadi. aliran

diatas permukaan (overland flow) umumnya terjadi pada daerah di lereng gunung

(Hillslope) seperti yang terlihat pada Gambar 2.3. (Davie,2002:78-100)

.

Gambar 2.3. Proses Runoff Pada Lereng Gunung (Hillslope)

(Sumber : Davie, 2002:80., diadopsi dari Dunne,1978)

Berdasarkan pada Gambar 2.3, bahwa air yang berasal dari hujan akan

masuk ke dalam tanah. Namun tidak semua air dapat ditampung oleh tanah. Hal

ini disebabkan karena setiap jenis batuan memilki kemampuan menyerap yang

berbeda-beda. Sebagian air yang lain akan menjadi air yang mengalir di

permukaan tanah disebut limpasan (run-off).

2.5. Daerah Aliran Sungai

Menurut Undang-undang No. 7 Tahun 2004 dijelaskan bahwa, Daerah

Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan

dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,

menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke

laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di

laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Menurut Davie (2002), DAS merupakan Daerah tangkapan (the catchment) yang

didefinisikan sebagai suatu area dimana semua aliran air masuk kedalam sungai

menuju ke laut. Area tersebut dianalogikan sebagai lembah sungai (basin), dimana

Page 30: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

13

UNIVERSITAS INDONESIA

semua pergerakan air menuju titik temu yang biasa kita sebut sebagai muara

sungai.Davie (2002) juga menjelaskan bahwa dimanapun hujan turun selalu

berakhir pada satu tempat yaitu laut, kecuali yang hilang karena penguapan

(evaporasi).

DAS adalah suatu wilayah geografis yang memiliki suatu kesatuan

hidrologi, sehingga air terkonsentrasi dalam lokasi tertentu, seperti sungai dan

waduk.DAS terdiri dari susunan tanah yang komplex, Bentuk lahan (landform),

vegetasi, dan penggunahan lahan (Lal, 2000:4). DAS juga merupakan suatu

sistem yang

Setiap DAS memiliki karakteristik fisik yang unik yang membedakan satu

sama lain. Karakteristik fisik ini sangat berpengaruh dalam run-off yang

dihasilkan jika hujan turun. Karakteristik fisik tersebut di dapatkan dari gambaran

suatu wilayah antara lain:

a. Topografi

Topografi adalah properti dari permukaan darat bumi yang dapat

digunakan untuk menggambarkan karakteristik DAS.Topografi dapat

menentukan kemiringan lereng dan bentuk permukaan tanah.

b. Penggunaan lahan (Landuse)

c. Karakteristik bawah permukaan

Selain fitur permukaan, bawah permukaan fitur juga penting dalam

perspektif DAS.Karakteristik bawah permukaan yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah daya permeabilitas tanah dalam menyerapkan

air.Dimana diketahui bahwa tiap jenis tanah memiliki nilai permeabilitas

yang berbeda-beda.

Aktivitas manusia dalam sistem DAS dapat merubah perilaku sungai

sehingga dapat meningkatkan debit tahunan, atau juga dapat menyebabkan

penurunan debit tahunan.

Menurut Ramdan, 2004 dalam bukunya yang berjudul Prinsip Dasar

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai disebutkan bahwa Daerah Aliran Sungai

memiliki 3 (tiga) jenis Bentuk DAS, yaitu: (Gambar 2.4)

Page 31: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

14

UNIVERSITAS INDONESIA

Bentuk Bulu Burung

Karakteristik Bentuk DAS ini adalah jalur anak sungai di kiri-kanan

sungai utama mengalir menuju sungai utama, debit banjir yang dihasilkan

relatif kecil, karena waktu tiba banjir dati tiap anak-anak sungai berbeda

Bentuk Radial (Menyebar)

Karakteristik Bentuk DAS ini adalah menyerupai kipas atau lingkaran,

anak-anak sungai berkonsentrasi pada satu titik secara radial, yang

menyebabkan banjir besar terjadi di titik pertemuan anak sungai.

Bentuk paralel :

Karakteristik Bentuk DAS ini adalah mempunyai corak dimana dua aliran

sungai yang sejajar bersatu dibagian hilir, banjir terjadi di pertemuan anak

sungai.

(a)

Keterangan: (a). Bulu burung;

(b). Radial/Menyebar;

(c). Paralel

[Sumber: Ramdan, 2004]

Gambar 2.4. Bentuk Daerah Aliran Sungai

(a) (b)

(c)

Page 32: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

15

UNIVERSITAS INDONESIA

2.6. Debit Sungai

Menurut Dermawan (2007) dalam penelitiannya (seperti yang dikutip dalam

Soemarto,1987 : 103), debit sungai adalah volume air yang mengalir persatuan

waktu melewati suatu penampang melintang sungai, pipa, dan sebagainya Aliran

air yang memberikan sumbangan paling cepat terhadap pembentukan debit

adalah curah hujan yang jatuh langsung diatas saluran air (sungai) atau dikenal

dengan intersepsi saluran (channel interception). Dan besar kecilnya suatu debit

aliran pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) dipengaruhi oleh beberapa faktor

yang diantaranya faktor yang berhubungan dengan iklim dan yang berhubungan

dengan karakteristik DAS itu sendiri. (Dermawan,2007).

2.7. Model Hujan - Debit

Model hidrologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi yang

berbasis GIS yang memodelkan debit limpasan (Runoff) dengan Soil Conservation

Service (SCS) menggunakan HEC HMS.

[Sumber : Lubis,A dan Herlianti, I. 2007]

Gambar 2.5. Diagram Alir Perhitungan metode Soil Conservation Service

Dalam penelitian sebelumnya oleh Lubis & Herlianti (2007) menjelaskan

bahwa, Soil Conversation Service (SCS) adalah suatu metode yang dikembangkan

oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat sejak tahun 1947. Metode ini

Hydrologic Soil Group

(A, B ,C, D )

Retensi Maksimum

S = 1000 – 10

CN

Direct Run Off

Q = (P-0.2S)

(P+0.8S)

Curah Hujan Harian ( P )

Tutupan Lahan

Jenis Tanah

Curve Number ( ARC ) Tabel CN

Page 33: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

16

UNIVERSITAS INDONESIA

digunakan untuk menghitung nilai Direct Run Off (DRO) menggunakan Curve

Number (CN) dari suatu kejadian hujan. Perhitungan DRO dengan menggunakan

Metode Soil Conservation Service cukup baik, sebab sudah memperhitungkan

tutupan lahan, jenis tanah juga kelembaban tanah.Untuk menentukan besar CN,

ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu, jenis tanah, tutupan lahan,

kondisi hidrologi dan kelembaban tanah. Tabel CN mengacu pada metode yang

digunakan oleh United States Department of Agriculture(USDA,1985). Alur

perhitungan metode Soil Conservation Service ini dijelaskanpada Gambar 2.5.

HEC-HMS adalah model numerik dapat memprediksi aliran air yang

digunakan untuk mensimulasikan DAS, dan struktur perilakukontrol air.

Hydrologic Engineering Center (HEC) yang merupakan satu divisi di dalam

Institute for Water Resources (IWR), di bawah US Army Corps of Engineers

(USACE). Metode HEC-HMS dapat menentukan Besaran volume Limpasan

yang dihasilkan berdasarkan karakteristik DAS dan Curah hujan yang jatuh di

wilayah DAS dengan mengubah data curah hujan yang turun di wilayah DAS

menjadi besaran debit aliran yang keluar di DAS tersebut. Selain itu, Dalam

penelitian Affandy dan Anwar (2008) menyebutkan bahwa dalam model hidrologi

HEC-HMS terdapat fasilitas validasi, kemampuan simulasi model dengan data

terdistribusi, model aliran kontinyu dan kemampuan GIS.

Suriya, et.al., (2012) dalam penelitiannya (seperti yang dikutip dalam

Schumann et al., 2008) bahwa, model hidrologi yang berdasarkan penginderaan

jauh (HEC HMS) (USACE, 2003) digunakan untuk mensimulasikan limpasan dan

distribusi curah hujan selama periode waktu tertentu. Shuttle TheRadar Topografi

Mission (SRTM) Digital Elevation Model (DEM)gunakan untuk

mendefinisikanjaringan sungai dan memisahkan DAS menjadi serangkaiansub

cekungan yang saling berhubungan.

Penggunaan HEC-HMS memungkinkan untuk penciptaan model hidrologi

menggunakan data fisik. Model hidrologi terdistribusi menggunakan estimasi data

grid curah hujan radar cuaca, yang akan dapat menghasilkan model curah hujan

yang komplek secara akurat. (Hoblit & Curtis, 2001).

Page 34: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

17

UNIVERSITAS INDONESIA

2.8. Penelitian Model Hujan-Debit Sebelumnya

Beberapa penelitian terkait dengan analisis curah hujan-debit pada DAS

menggunakan model hidrologi HEC HMS dan Radar Cuaca dapat dilihat pada

Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Beberapa Penelitian Mengenai Model hidrologi HEC HMS dan Radar

Cuaca

No. Peneliti Judul Metode yang digunakan Tahun

1 William J.

Charley

The Estimation Of

Rainfall For Flood

Forecasting Using

Radar And Rain

Gauge Data

Menganalisis data radar

cuaca dengan data rain

gauge dalam model

banjir

1987

2. Brian C.

Hoblit &

David C.

Curtis

Integrating Radar

Rainfall Estimates

with Digital Elevation

Models and Land Use

Data to Create an

Accurate Hydrologic

Model

Menganalisis

penggunaan radar cuaca,

dan data karakteristik

fisik menggunakan

model hidrologi HEC

HMS

2001

3. W.Al-

Sabhan,

M.Mulliga

n, & G.A.

Blackburn

A real-time

hydrological model for

flood

prediction using GIS

and the WWW

Menganalisis

perkembangan dalam

pemodelan hidrologi

untuk mitigasi bencana

banjir secara real time

menggunakan radar

cuaca dan GIS (HEC

HMS)

2003

Page 35: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

18

UNIVERSITAS INDONESIA

4. Einfalt,

et.al.,

Towards a roadmap

for use of radar

rainfall data in urban

drainage

Menganalisis aplikasi

data radar cuaca terhadap

drainase perkotaan

(urban drainage)

2004

5. Nur Azizah

Affandy

dan

Nadjadji

Anwar

Pemodelan Hujan-

Debit menggunakan

model HEC HMS di

DAS Sampean Baru

Model HEC HMS untuk

memodelkan hujan debit

menggunakan data

AWLR untuk wilayah

DAS Sampean Baru

2008

6. Muhamma

d Ali; Sher

Jamal

Khan; Irfan

Aslam;&

Zahiruddin

Khan

Simulation of the

impacts of land-use

change on surface

runoff of Lai Nullah

Basin in Islamabad,

Pakistan

Model HEC HMS, untuk

menganalisis aliran

permukaan yang

diakibatkan perubahan

penggunaan lahan di

Islamabad, Pakistan

2011

7 S. Suriya &

B.V.

Mudgal

Impact of urbanization

on flooding: The

Thirusoolam sub

watershed – A case

study

Menganalisis dampak

urbanisasi terhadap banjir

menggunakan model

hidrologi HEC HMS di

DAS Thirusoolam

2012

Page 36: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

19

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Alur Pikir Penelitian

Daerah penelitian ini adalah Daerah Aliran Ci Liwung Hulu, Jawa Barat.

Pada DAS ini diperoleh data karakteristik fisik tiap-tiap sub-DAS berupa

informasi topografi, jenis tanah, dan penggunaan tanah. Dari data topografi akan

diperoleh data spasial jaringan sub-DAS di Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

Ciliwung Hulu, sedangkan dari data jenis tanah dan penggunaan lahan akan

menghasilkan nilai Curve Number (CN), data curah hujan harian dari data

observasi penakar hujan (Rain Gauge) yang akan disimulasikan dengan model

hujan-debit menggunakan HEC-HMS untuk mengetahui pengaruh dari

karakteristik fisik wilayah dan distribusi curah hujan di Daerah Aliran Ci Liwung

Hulu. Secara ringkas alur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1.Diagram Alur Pikir Penelitian

Debit per sub-DAS CiliwungHulu

Debit CiliwungHulu

Validasi Data Observasi

Simulasi Hujan-

Debit Berdasarkan

distribusi hujan per

kejadian banjir

Topografi Penggunaan

Tanah Jenis Tanah

NilaiCurve

Number

Jaringan Sungai di sub-DAS

Ciliwung Hulu

Curah Hujan Radar

Cuaca

Karakteristik hujan

per sub-DAS

Data curah hujan

Rain Gauge

Karakteristik Fisik sub-DAS Ciliwung

Hulu

Distribusi Curah

Hujan

Ciliwung Hulu

Page 37: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

20

UNIVERSITAS INDONESIA

Dengan menggunakan data jaringan sub-DAS di Daerah Aliran Ci Liwung

Hulu, Nilai CN, dan curah hujan wilayah yang dihasilkan dari informasi

karakteristik fisik dan distribusi curah hujan harian dari data penakar hujan

(raingauge), akan menghasilkan data debit per sub-DAS di Daerah Aliran Ci

Liwung Hulu menggunakan pemodelan hujan-debit. Hasil pemodelan tersebut

akan di validasi oleh data observasi di pintu air katulampa.

3.2. Data dan Pengumpulan Data

Berdasarkan Gambar3.1, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

merupakan data sekunder dari beberapa institusi terkait, yaitu:

a. Data Curah Hujan

Data curah hujan yang digunakan adalah data pengamatan penakar hujan

(raingauge )dari BadanMeteorologi, Geofisika dan Klimatologi (BMKG);

data Automatic Rainfall Recorder (ARR) dari Balai Besar Sungai Ciliwung

dan Cisadane (BBWSCC); data radar cuaca dari Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi.

b. Data karakteristik fisik sub-DAS Ciliwung Hulu, antara lain:

Topografi, didapatkan dari data Digital Elevation Model (DEM) Shuttel

Radar Topography (SRTM) Daerah Aliran Ci Liwung Hulu. Digital

elevation model (DEM) adalah data topografi grid yang

mewakilielevasidarigrid cell. (Hoblit& Curtis, 2001). DEM

denganresolusi horizontal 30 m tersediadari U.S. Geologic Survery

(USGS) dandigunakanuntukanalisisini. data ini digunakan untuk membuat

Peta Digital Jaringan Daerah Aliran Ci Liwung Hulu, yang digunakan

untuk melihat aliran air di Daerah Aliran Ci Liwung Hulu.

Data jenis tanah

Peta jenis tanah di dapatkan dari BalaiPenelitian tanah, data ini digunakan

untuk melihat kemampuan permeabilitas tanah di Daerah Aliran Ci

Liwung Hulu.

Page 38: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

21

UNIVERSITAS INDONESIA

Penggunaan lahan

Peta Penggunaan Tanah yang digunakan adalah data dari hasil pengolahan

data Citra Ikonos oleh PUSDATIN Departemen Pertanian. Digunakan

untuk menganalisis penggunaan lahan terbangun dan tidakterbangun di

Daerah Aliran Ci Liwung Hulu.

Software yang digunakan dalam pengolahan data digital Daerah Aliran Ci

Liwung Hulu iniadalah ArcGIS 10 dan HEC-HMS 3.5

c. Data Debit Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

Data Debit Daerah Aliran Ci Liwung Hulu didapatkan dari Balai Besar Sungai

Ciliwung-Cisadane, Dinas Pekerjaan Umum. Data tersebut digunakan untuk

memvalidasi hasil simulasi hujan-debit yang dihasilkan oleh model.

3.3. Metode Pengolahan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data tabular dan data

spasial yang di analisis terlebih dahulu menggunakan analisis statistik, kemudian

diolah dengan basis Sistem Informasi Geografi (SIG) menggunakan perangkat

lunak ARC GIS 10. Model hidrologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

model HEC-HMS. Beberapa tahapan pemodelan ini dapat dilihat pada Gambar

3.2.

Page 39: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

22

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 3.2.AlurPengolahan Data

3.3.1. Parameter Yang Digunakan Dalam Model HEC-HMS

Model HEC-HMS menggunakan data dari model meteorologi dan model

sub-das, dimana setiap parameter dianggap konstan dalam model ini. HEC-HMS

menciptakan koreksi hidrologis (hydrologically corrected ) dari Data DEM, yang

menjamin bahwa setidaknya salah satu dari delapan sel tetangga (neighboring

cell) lebih rendah dari sel (cell) asli. Sebuah penjelasan mendalam tentang proses

ini dapat ditemukan di Kull dan Feldman (1998). Dalam penggunaan model HEC-

HMS, diperlukan penentuan aliran dasar yang benar, unit hidrograf, tingkat

NilaiCurve

Number (CN)

Jaringan Sungai sub-DAS

CiliwungHulu

DEM SRTM Peta Penggunaan Tanah Peta Tanah

Klasifikasi Penggunaan Tanah sub-

DAS Ciliwung Hulu

Kalasifikasitanah

Model Sub-DAS

Jenis Tanah

Model Debit Aliran

Debit

Lapangan Validasi Data

Curah Hujan (Rain

Gauge)

Curah Hujan Per

Kejadian Banjir

Model

Meteorologi

Data Curah Hujan

Model Hujan-

debit HEC-

HMS

Page 40: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

23

UNIVERSITAS INDONESIA

kerugian, dan koefisien pengulangan (routing) agar model DAS dapat akurat

dalam suatu peristiwa hujan. (Hoblit& Curtis, 2001)

Pembangunan model dari HEC-HMS yang menghasilkan simulasi banjir

memberikan informasi genangan dan banjir yang terjadi di wilayah Daerah Aliran

Ci Liwung Hulu pada satu kejadian hujan. Dalam penelitian ini akan dibuat

skenario curah hujan dan melihat signifikansi curah hujan terhadap genangan dan

debit banjir yang terjadi. Dalam mensimulasikan suatu DAS dalam HEC-HMS

dibutuhkan parameter yang digunakan sebagai input data agar dapat menghasilkan

nilai menyerupai keadaan sebenarnya.

3.3.1.1. Model Basin

Penyusunan model basin pada penelitian ini adalah memiliki 6 sub-DAS, 5

reach, 5 Junction, dan 1 outlet. Semua parameter yang dipilih yang dimasukan

dalam simulasi hujan-debit menggunakan HEC-HMS dihitung pada masing-

masing sub-DAS. Pada Tabel 3.1 dapat kita lihat penggunaan parameter yang

dipilih dalam penelitian ini.

Tabel 3.1 Metode dan Parameter Simulasi Hujan-Debit Menggunakan HEC-HMS

Model Metode Parameter

Kehilangan (Loss) SCS Curve Number Resapan Awal (Initial

Abstraction);Curve

Number; dan

Nilai Kedap Air

(Impervious)

Transformasi

(Transform)

Model Hidrograf Snyder Waktu Tenggang (Lag

Time); Koefisien Puncak

(Peaking Coefficient)

Aliran Dasar (Baseflow) Resesi (Recession) Debit Aliran Awal

(Initial Discharge) dan

Resesi Konstan

(Recession Constant)

Page 41: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

24

UNIVERSITAS INDONESIA

Rute Aliran Sungai

(Routing)

Rute Muskingum Muskingum K

Muskingum X

Jumlah Anak Sungai

a. Soil Conservation Service (SCS)

Perhitungan direct runoff dengan Metode Curve Number dapat digunakan

untuk menentukan daerah genangan banjir yaitu dengan melihat besarnya nilai

DRO (Lubis,AdanHerlianti, I. 2007). Perhitungan DRO dengan menggunakan

Metode Soil Conservation Service cukup baik digunakan untuk menghitung

DRO, sebab sudah memperhitungkan tutupan lahan, jenis tanah juga

kelembaban tanah (Lubis,AdanHerlianti, I. 2007)

Metode Soil Conservation Service (SCS) merupakan suatu metode yang

dikembangkan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat sejak tahun 1947.

Metode SCS digunakan untuk menghitung jumlah direct runoff dari suatu

kejadian hujan (USDA, 1986 dalam Lubis,A dan Herlianti, I. 2007 ). Untuk

menentukan besar CN, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu,

jenis tanah, tutupan lahan, kondisi hidrologi dan kelembaban tanah (USDA,

1986 dalam Lubis,A dan Herlianti, I. 2007).

Parameter yang digunakan adalah Resapan awal (Ia), Curve Number, nilai

kedap air (Impervious). Nilai Resapan awal didapat dengan menggunakan

persamaan:

Ia = 0.2 S , dimana S =

…..(3.1)

Keterangan:

Ia : Resapan Awal (Initial Abstraction)

S : Potensi Retensi Maksimum

CN : Curve Number

Sedangkan untuk nilai Curve number dan nilai kedap air (impervious) dapat

dilihat pada Lampiran 1.

Page 42: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

25

UNIVERSITAS INDONESIA

b. Model Hidrograf Snyder

Snyder mengembangkan model dengan koefisien-koefisien empirik yang

menghubungkan unsur-unsur hidrograf satuan dengan karakteristik DAS.Hal

tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa pengalihragaman hujan menjadi

aliran baik pengaruh translasi maupun tampungannya dapat dijelaskan oleh

pengaruh sistem DAS-nya (Sri Harto, 1993 dalam Siswoyo).

Metode synder dalam SCS dikembangkan dengan menghubungkan unsur-

unsur hidrograf satuan dengan karakteristik DAS. Persamaan yang

dikembangkan adalah sebagai berikut (Wanielista et.al, 1997):

tl= ( )

………………(3.2)

Dimana:

tl : Waktu Tenggang (Time lag)

L : Panjang Aliran Sungai Utama

S : Potensi Retensi Maksimum

Y : KemiringanLereng

c. Aliran Dasar (Baseflow)

Aliran dasar adalah komponen aliran sungai yang berasal dari air yang

diperkolasikan kebawah hingga mencapai kolam air tanah dan kemudian

mengalir kealiran permukaan sebagai keluaran air tanah. Biasanya, saluran

dalam suatu DAS memiliki sejumlah tertentu aliran dasar selama hamper

sepanjang tahun. Aliran ini dating dari sumbangan air bawah tanah atau mata

air dan dapat dianggap sebagai aliran normal sepanjang hari.(Viessman et al.

1989 dalamTrisnadi, 2006).

Metode yang digunakan sebagai masukan nilai aliran dasar tiap sub-DAS

adalah resesi. Hal ini dikarenakan ketiadaan data sekunder yang dapat

digunakan jika menggunakan metode yang lainnya.

Page 43: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

26

UNIVERSITAS INDONESIA

3.3.2. Perhitungan Data Hujan Time Series

Selain model basin, aplikasi ini juga membutuhkan masukan data hujan.

Data hujan yang digunakan adalah data penakar hujan (rain gauge) untuk simulasi

hujan-debit dengan data rata-rata harian, sedangkan data Radar Cuaca C-Doppler

digunakan untuk mensimulasikan dengan data curah hujan rata-rata per jam.

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air

dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah

yang bersangkutan. Untuk data penakar hujan (rain gauge), pengukuran jumlah

hujan yang jatuh di wilayah tertentu dihitung menggunakan metode poligon

thiessen.

Perhitungan curah hujan wilayah menggunakan metode spasial interpolasi

untuk data curah hujan atau metode polygon thiessen digunakan untuk

mempresentasikan sebaran curah hujan di suatu wilayah. Perhitungan curah hujan

wilayah dengan metode ini dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

( )

Dimana:

A : Luas areal (km2) ,

d : Tinggi curah hujan rata-rata areal ,

d1, d2, d3,...dn : Tinggi curah hujan di pos 1, 2, 3,...n

A1, A2, A3,...An : Luas daerah pengaruh pos 1, 2, 3,...n .

3.4. Perhitungan Debit Aliran (Sungai)

Menurut Badan Besar Sungai Ciliwung dan Cisadane, data debit Ciliwung

Hulu tahun 2013 untuk bending Katulampa yang berupa tinggi muka air dapat di

konversi menggunakan persamaan hubungan antara ketinggian muka air dengan

debit. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut :

Q = 13,3 ( H + 0.20 )2.079

.....................(3.4)

Page 44: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

27

UNIVERSITAS INDONESIA

Dimana:

Q : debit sungai (m3/det)

H : tinggi muka air (m)

3.5. Analisis Validasi

Tujuan validasi adalah untuk menyesuaikan parameter model untuk

mengurangi perbedaan antara hasil observasi dan simulasi nilai debit sungai.

(Norbiato, et.al., 2008). Adapun metode untuk menentukan criteria kalibrasi

model terhadap hasil pengamatan dilapangan menurut Andiek, M., Anwar, N,

2009 (seperti yang dikutip dalam Drogue, et.al) adalah sebagai berikut:

a. Root Mean Square Errors (RMSE)

RMSE bertujuan untuk mempresentasikan rata-rata kuadratsimpangan

(selisih) antara nilai keluaran model terhadap nilai pengukuran atau target.

NilaiRoot Mean Square Errors (RMSE) mensyaratkan mendekati nol (0).

……………(3.5)

Dimana :

Qobs = debit hasil pengamatan dilapangan (m3/dt)

Qsim = debit hasil pemodelan (m3/dt)

b. Nash

Metode validasi dengan menggunakan Nash ini adalah dengan

membandingkan kuadrat selisih debit hasil simulasi dan debit hasil

pengamatan dengan kuadrat selisih debit pengamatan dan rata-rata debit

pengamatan. Metode Nash mensyaratkan pemodelan dikatakan valid jika

nilainya mendekati satu (1). Nash memberikan persamaan sebagai berikut :

…………………(3.6)

Page 45: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

28

UNIVERSITAS INDONESIA

Dimana :

Qobs = debit hasil pengamatan dilapangan (m3/dt)

Qsim = debit hasil simulasi (m3/dt)

= rata-rata debit hasil pengamatan dilapangan (m3/dt)

Page 46: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

29

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB IV

KARAKTERISTIK FISIK WILAYAH DAERAH ALIRAN CI LIWUNG

HULU

4.1. Wilayah Administrasi

Secara geografis Daerah Aliran (DA) Ci Liwung Hulu terletak pada 6º37’-

6º46’ LS dan 106º50’ - 107º0’ BT dan memiliki luas sebesar 151.46 km2. Batas

administrasi Daerah Aliran Ci Liwung Hulu ini adalah:

Sebelah Utara :DA Ci Keas Bekasi

Sebelah Barat :DA Ci Sadane

SebelahTimur :DA Ci Karang Gabah, DA Ci Tarum

Sebelah Selatan :DA Ci Kundul

Seperti pada Gambar 4.1wilayah Daerah Aliran Ci Liwung Hulu memiliki 6(enam)

Kecamatan, antara lain: Kecamatan Megamendung, Kecamatan Ciawi, Kecamatan

Jonggol, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Cisarua, Kecamatan Sukaraja.

Gambar 4.1. Peta Administrasi Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

Page 47: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

30

UNIVERSITAS INDONESIA

Seperti pada Gambar 4.2, Daerah Aliran Ci Liwung Hulu memiliki 6 sub-DAS

yaitu:

a. Sub-DAS Cisukabirus, sub-DAS ini terletak di Kecamatan Ciawi dan

Megemendung yang memiliki luas sebesar 18,81 km2,

b. Sub-DAS Ciseuseupan, sub-DAS ini terletak Kecamatan Ciawi dan

Megamendung yang memiliki luas sebesar 11,39 km2,

c. Sub-DAS Cisarua, sub-DAS ini terletak di Kecamatan Cisarua yang memiliki

luas sebesar 22,70 km2,

d. Sub-DAS Ciliwung (Tugu), sub-DAS ini terletak di Kecamatan Ciawi,

Megamendung dan Cisarua yang memiliki luas sebesar 60,79 km2,

e. Sub-DAS Ciesek, sub-DAS ini terletak di Kecamatan Megamendung dan

Cisarua yang memiliki luas sebesar 25,29 km2,

f. Sub-DAS Cibogo, sub-DAS ini terletak di Kecamatan Ciawi, Megamendung

dan Cisarua yang memiliki luas sebesar 13,002 km2.

Gambar 4.2. Peta Sub-DAS di Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

Page 48: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

31

UNIVERSITAS INDONESIA

4.2. Curah Hujan Rata- Rata Wilayah Daerah Aliran Ciliwung Hulu

Daerah Aliran Ci Liwung Hulu merupakan wilayah yang memiliki pola curah

hujan monsun (Bayong, TJHK). Seperti yang terlihat pada Gambar 4.3, bahwa

karaktersistik pola curah hujan monsun ini yaitu memiliki distribusi curah hujan

bulanan berbentuk ‘V’ dengan curah hujan minimum pada bulan juni, juli, dan

agustus dan tinggi pada bulan desember, januari dan februari. Polacurah hujan ini

akan menghasilkan jumlah curah hujan berlimpah pada monsun barat dan jumlah

curah hujan sedikit pada monsun timur.

[Sumber :Pengolahan data tahun 2013, Badan Meteorologi, Geofisika dan Klimatologi]

Gambar 4.3. Grafik Rerata Curah Hujan Wilayah Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

Periode Tahun 1970-2000

Seperti pada Tabel 4.1, Daerah Aliran Ci Liwung Hulu memiliki nilai curah hujan

wilayah tertinggi pada bulan januari sebesar 556,62 mm dan nilai hujan terendah

padabulan Agustus sebesar 114,17 mm,

Page 49: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

32

UNIVERSITAS INDONESIA

Tabel 4.1. Rerata Curah Hujan Wilayah Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

4.3. Geologi dan Geomorfologi

Berdasarkan Gambar 4.4 kondisi geologi Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

terbagi menjadi 3 formasig eologi:

Formasi Qvu : Formasi ini berasal dari batuan gunung api Gunung

Pangrango, yang merupakan Endapan lebih tua, lahar dan lava, basal andesit

dengan oligoklas-andesin, labradorit, olivin, piroksen dan horenblenda

Formasi Qvba :Formasi ini berasal dari batuan gunung api Gunung Gede

yang merupakan Aliran lava besar Gunung Gegerbentang.

Formasi Qvb : Formasi ini berasal dari batuan gunung api Gunung Gede

yang merupakan breksi dan lava Gunung Kencanadan Gunung Limo

Bulan Rerata Curah Hujan Wilayah

(mm)

Januari 556.62

Februari 447.10

Maret 380.13

April 311.48

Mei 223.26

Juni 133.56

Juli 119.60

Agustus 114.17

September 182.80

Oktober 241.59

Nopember 328.98

Desember 361.52

Page 50: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

33

UNIVERSITAS INDONESIA

[Sumber :Pengolahan data tahun 2013, PusatSumberDayaGeologi, ESDM]

Gambar 4.4. Peta Geologi Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

Ditinjau dari kondisi geomorfologinya, Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

didominasi oleh dataran volkanik tuadengan bentuk wilayah bergunung, hanya

sebagian kecil merupakan dataran aluvial. Geomorfologi daerah penelitian ini

dibentuk oleh gunung api mudadari Gunung Salak (2.211 m) dan Gunung Gede-

Pangrango (3.019m); rangkaian pegunungan api tuadariGunung Malang (1.262 m),

Gunung Limo, Gunung Kencana dan Gunung Gedongan (Riyadi, 2003 dalam

Janudianto, 2004).

4.4. Tanah

Berdasarkan Peta Tanah Semi Detail Tahun 1992 skala 1:50.000 yang

dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat ( Gambar 4.5), terdapat 3

jenis tanah di wilayah Daerah Aliran Ci Liwung Hulu, yaitu:

Page 51: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

34

UNIVERSITAS INDONESIA

Latosol

Jenis tanah ini berasal dari Batuan indukTuf Volkan Intermedier. Terdapat 2

macam tanah latosol pada wilayah ini yaitu Latosol Coklat TuaKemerahan

dan Asosiasi Latosol Coklat dan Latosol Coklat Kemerahan. Jenis tanah ini

memiliki pH rendah antara 4.5-5.5, kandungan bahan organic rendah, dan

struktur remah. (Rachim, 2011)

Andosol

Jenis tanah ini berasal dari Batuan induk Abu/pasir dan Tuf Volkan

Intermedier yang berupa Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat.

Andosol hanyaditemukan pada bahan volkanik yang tidak padu, yang

memiliki kadar organik tinggi dan struktur remah. (Rachim, 2011)

Regosol

Jenis tanah ini berasal dari Batuan induk Abu/pasir, Tuf dan batuan volkan

intermedier sampai basis yang berupa kelompok Regosol Kelabu dan Litosol

[Sumber :Pengolahan data tahun 2013, PusatPenelitian Tanah, Balai Penelitian Tanah, 1992]

Gambar 4.5. Peta Jenis Tanah Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

Page 52: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

35

UNIVERSITAS INDONESIA

4.5. Kemiringan Lereng

Berdasarkan data Digital Elevation Model (DEM), bahwa wilayah Daerah

Aliran Ci Liwung Hulu merupakan wilayah yang bergunung dan berbukit, karena

hanya 3.04 % yang merupakan wilayah datar, seperti yang terlihat pada Gambar 4.6.

[Sumber: Data DEM U.S. Geologic Survery (USGS)]

Gambar 4.6. Peta Kemiringan Lereng Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

Pada Tabel 4.2 terlihat bahwa sebesar 9,53 % wilayah Daerah Aliran Ci Liwung

Hulu memiliki kemiringan yang curam di wilayah selatan. Selain itu, 28,11 %

wilayah ini merupakan daerah yang landai dan 24,67 % merupakan wilayah yang

sangat landai. Hal tersebut memungkinkan populasi terkonsentrasi pada wilayah ini.

Page 53: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

36

UNIVERSITAS INDONESIA

Tabel 4.2. Luas Kemiringan Lereng Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

No. Kemiringan

Lereng Luas (%) Keterangan

1 0 - 3 % 3.04 Datar

2 3 - 8 % 24.67 Sangat Landai

3 8 - 15 % 28.11 Landai

4 15 - 25 % 19.01 Agak Curam

5 25 - 40 % 15.64 Curam

6 > 40 % 9.53 Sangat Curam

[Sumber :Pengolahan DEM]

4.6. Penggunaan Tanah

Berdasarkan hasil pengolahan citra Ikonos oleh PUSDATIN Departemen

Pertanian Tahun 2011 bahwa 31.29% luasan Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

merupakan hutan, 23.44% kebun, 18.68% pertanian tanah kering semusim, 14.41%

pemukiman, 8.64% persawahan, 2.99 % padang rumput, 0.31% perairan darat, dan

0.24% industri, seperti pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Luas Penggunaan Tanah Daerah Aliran Ci Liwung Hulu Tahun 2011

No Penggunaan Tanah Luas (km2)

1 Pertanian Tanah KeringSemusim 28.39

2 Kebun 35.62

3 Padang Rumput 4.55

4 Persawahan 13.13

5 Hutan 47.56

6 PerairanDarat 0.47

7 Industri 0.36

8 Pemukiman 21.91

[Sumber :Pengolahan data Penggunaan Tanah Tahun 2011, BPN]

Page 54: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

37

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 4.7 mempresentasikan bahwa Daerah Aliran Ci Liwung Hulu masih

didominasi oleh hutan, perkebunan dan pertanian. Seperti kita ketahui bahwa

wilayah ini sebagian besar merupakan perkebunan the dan beberapa masih

merupakan persawahan. Tentunya suatu wilayah memiliki populasi penduduk yang

memerlukan penggunaan tanah untuk pemukiman, seperti kita lihat padaTabel 4.3.

wiayah terbangun sebagai pemukiman di Daerah Aliran Ci Liwung Hulu yaitu

sebesar 21,91%.

[Sumber : Pengolahan data citra Ikonos PUSDATIN Departemen Pertanian Tahun 2011]

Gambar 4.7. Peta Penggunaan Tanah Daerah Aliran Ci Liwung Hulu Tahun 2011

Page 55: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

38

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB V

HASIL DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Karakteristik Fisik Per Sub-DAS di Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

Daerah Aliran Ci Liwung Hulu memiliki 6 (enam) sub-DAS yang

memiliki karakteristik fisik yang berbeda-beda dilihat penggunaan tanah, jenis

tanah dan topografi nya. Seperti pada Gambar 5.1 dan Tabel 5.1 dapat kita lihat

luasan pemukiman terbesar terdapat di sub-DAS Ciliwung (Tugu) sebesar 6,71 %

dari luasan Daerah Aliran Ci Liwung Hulu dan luasan pemukiman terkecil

terdapat di sub-DAS Cisukabirus yaitu sebesar 0,62 % dari luasan DA Ci Liwung

Hulu.

Gambar 5.1 Peta Luasan Penggunaan Tanah Per Sub-DAS di Daerah Aliran Ci

Liwung Hulu

Wilayah Daerah Aliran Ci Liwung Hulu memiliki hutan Sebesar 47,55

km2, terutama di wilayah sub-DAS Ciliwung (Tugu) sebesar 9,87 %. Selain itu

Daerah Aliran Ci Liwung Hulu ini juga didominasi oleh tutupan tanah kebun dan

pertanian.

Page 56: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

39

UNIVERSITAS INDONESIA

Tabel 5.1. Luas Penggunaan Tanah Per Sub-DAS di Ciliwung Hulu

Penggunaan

Tanah

Cisukabirus Ciseuseupan Cisarua Ciliwung (Tugu) Ciesek Cibogo

(km2)

Pertanian

Tanah Kering

Semusim

1.83 0.70 4.41 12.11 5.89 3.45

Kebun 2.75 1.82 1.53 17.18 4.94 7.40

Padang

Rumput 0.55 0.48 2.02 1.07 0.40 0.02

Persawahan 1.85 4.38 0.30 4.83 0.53 1.24

Hutan 10.90 0.00 11.34 14.95 10.21 0.15

Industri 0.00 0.06 0.04 0.16 0.10 0.00

Pemukiman 0.93 3.93 3.04 10.17 3.09 0.75

Penggunaan tanah dan jenis tanah merupakan faktor yang berpengaruh dalam

penggunaan metode SCS dalam peneletian ini.Hasil analisis dari pengolahan data

didapatkan karakteristik fisik keenam sub-DAS di Daerah Aliran Ciliwung Hulu

adalah sebagai berikut:

5.1.1. Sub-DAS Cisukabirus

Sub-DAS Cisukabirus berbentuk sejajar (pararel) yang memiliki

karakteristikapabila terjadi debit banjir maka akan terjadi di titik-titik pertemuan

sungai.dimanadua jalur daerah pengaliran yang bersatu di bagian hilir sub-DAS

Cisukabirus. sub-DAS ini memiliki 3 (tiga) jenis tanah yaitu:

Abu/pasir dan Tuf Volkan intermedier ; Asosiasi Andosol Coklat dan

Regosol Coklat

Tuf Volkan Internedier ; Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol

Coklat

Abu/pasir, Tuf , dan batuan Volkan intermedier sampai Basis ; Kompleks

Regosol Kelabu dan Litosol

Page 57: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

40

UNIVERSITAS INDONESIA

Jenis tanah diatas memiliki permeabilitas yang cepat, dan erodibilitas tinggi.

Selain itu sebesar 69,02 % kemiringan lereng di sub-DAS ini agak curam (15-

25%) hingga sangat curam >40%).

Gambar 5.2.Peta Penggunaan Tanah Sub-DAS Cisukabirus Tahun 2011

Sedangkan penggunaan tanah di sub-DAS ini di dominasi oleh Hutan

sebesar 57,93 %, Kebun sebesar 14,62 %, Persawahan sebesar 9,84 %,

Pertanian Tanah Kering Semusim sebesar 9,71 %, Pemukiman sebesar 4,96

%, dan Padang Rumput sebesar 2,94 %, seperti yang terdapat pada Gambar

5.2 dan Tabel 5.2

Page 58: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

41

UNIVERSITAS INDONESIA

Tabel 5.2 Penggunaan Tanah Sub-DAS Cisukabirus Tahun 2011

No Penggunaan Tanah Luas (km2)

1. Pertanian Tanah Kering Semusim 1.83

2. Kebun 2.75

3. Padang 0.55

4. Persawahan 1.85

5. Hutan 10.90

6. Pemukiman 0.93

5.1.2. Sub-DAS Ciseuseupan

Sub-DAS Ciseuseupan merupakan sub-DAS berbentuk sejajar (pararel).

Sub-DAS ini memiliki 2 (dua) jenis tanah yaitu Tuf Volkan Intermedier (Latosol

Coklat Tua Kemerahan), dan Tuf Volkan Internedier (Asosiasi Latosol Coklat

Kemerahan dan Latosol Coklat). Jenis tanah ini memiliki permeabilitas yang

sedang, dan erodibilitasnya rendah. Selain itu sebesar 69,11 % kemiringan lereng

di subdas ini agak landai (3-8%)

Gambar 5.3.Peta Penggunaan Tanah Sub-DAS Ciseuseupan Tahun 2011

Page 59: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

42

UNIVERSITAS INDONESIA

Sedangkan penggunaan tanah di sub-DAS Ciseuseupan ini di dominasi

oleh %, Persawahan sebesar 38,45%, pemukiman sebesar 34,52 %, Kebun

sebesar 16%, Pertanian Tanah Kering Semusim sebesar 6,17 %, Padang

rumput sebesar 4,24%, dan Industri sebesar 0.54 %, seperti yang terdapat pada

Gambar 5.3 dan Tabel 5.3

Tabel 5.3 Penggunaan Tanah Sub-DAS Ciseuseupan Tahun 2011

No Penggunaan Tanah Luas (km2)

1 Pertanian Tanah Kering Semusim 0.70

2 Kebun 1.82

3 Padang 0.48

4 Persawahan 4.38

5 Perairan Darat 0.01

6 Industri 0.06

7 Pemukiman 3.93

Selain itu sub-DAS ini memiliki 69,11 % kemiringan lereng agak landai (3-8%).

kemiringan lereng yang landai dimanfaatkan oleh penduduk setempat sebagai

pemukiman seperti pada Tabel 5.3 sebesar 3,93 % dan pertanian sebesar 4,38 %.

5.1.3. Sub-DAS Cisarua

Sub-DAS Cisarua berbentuk bulu burung dmana jalur anak sungai di kiri-

kanan sungai utama mengalir menuju sungai utama, debit banjir yang dihasilkan

relatif kecil, karena waktu tiba banjir dati tiap anak-anak sungai berbeda ,

mempunyai corak dimana dua aliran sungai yang sejajar bersatu dibagian hilir,

banjir terjadi di pertemuan anak sungai. Selain itu, Sebesar sebesar 69,11 % sub

das ini memiliki kemerengan lereng yang agak landai yaitu 3-8 % dan memiliki 3

(tiga) jenis tanah yaitu:

Page 60: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

43

UNIVERSITAS INDONESIA

Abu/pasir dan Tuf Volkan intermedier yang merupakan Asosiasi Andosol

Coklat dan Regosol Coklat

Tuf Volkan Internedier yang merupakan Asosiasi Latosol Coklat

Kemerahan dan Latosol Coklat

Abu/pasir, Tuf , dan batuan Volkan intermedier sampai Basis yang

merupakan Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol

Tabel 5.4 Penggunaan Tanah Sub-DAS Cisarua Tahun 2011

Sedangkan penggunaan tanah di sub-DAS Cisarua ini di dominasi oleh

Hutansebesar 49,97%, Pertanian Tanah Kering Semusim sebesar 19,44 %,

pemukiman sebesar 13,38 %,Padang rumput sebesar 8,89 %, Kebun sebesar 6,74

%,Persawahan sebesar 1,32 %, sebesar 0.9%, dan Industri sebesar 0,17 %, seperti

yang terdapat pada Gambar 5.4 dan Tabel 5.4

No Penggunaan Tanah Luas (km2)

1 Pertanian Tanah Kering Semusim 4.41

2 Kebun 1.53

3 Padang 2.02

4 Persawahan 0.30

5 Hutan 11.34

6 Perairan Darat 0.02

7 Industri 0.04

8 Pemukiman 3.04

Page 61: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

44

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 5.4.Peta Penggunaan Tanah Sub-DAS Cisarua Tahun 2011

5.1.4. Sub-DAS Ciliwung (Tugu)

Sub-DAS Ciliwug (Tugu) berbentuk radial menyerupai kipas atau

lingkaran, anak-anak sungai berkonsentrasi pada satu titik secara radial, yang

menyebabkan banjir besar terjadi di titik pertemuan anak sungai.Sub DAS 3

memiliki 63,01 % daerah yang agakcuram (15-25%) hingga curam (>40%) dan

memiliki 3 (Tiga) jenis tanah yaitu:

Tuf Volkan Intermedier yang merupakan Latosol Coklat Tua Kemerahan

Abu/pasir dan Tuf Volkan intermedier yang merupakan Asosiasi Andosol

Coklat dan Regosol Coklat

Tuf Volkan Internedier yang merupakan Asosiasi Latosol Coklat

Kemerahan dan Latosol Coklat

Jenis tanah ini memiliki permeabilitas yang sedang, dan erodibilitasnya rendah

Page 62: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

45

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 5.5.Peta Penggunaan Tanah Sub DASCiliwung (Tugu) Tahun 2011

Sedangkan Penggunaan tanah di sub-DAS Ciliwung (Tugu) ini di

dominasi oleh Kebun sebesar 28,27 %, Hutan sebesar 24,61 %, Pertanian Tanah

Kering Semusim sebesar 19,92 %, pemukiman sebesar 16,73 %, Persawahan

sebesar 7,94%, dan Padang rumput sebesar 1,76 %,dan Industri 0,26 %,seperti

yang terdapat pada Gambar 5.5 dan Tabel 5.5

Tabel 5.5 Penggunaan Tanah Sub-DAS Ciliwung(Tugu) Tahun 2011

No Penggunaan Tanah Luas (km2)

1 Pertanian Tanah Kering Semusim 12.11

2 Kebun 17.18

3 Padang Rumput 1.07

4 Persawahan 4.83

5 Hutan 14.95

6 Perairan Darat 0.31

7 Industri 0.16

8 Pemukiman 10.17

Page 63: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

46

UNIVERSITAS INDONESIA

5.1.5. Sub-DAS Ciesek

Sub-DAS Ciesek berbentuk bulu burung, dmana jalur anak sungai di kiri-

kanan sungai utama mengalir menuju sungai utama, debit banjir yang dihasilkan

relatif kecil, karena waktu tiba banjir dati tiap anak-anak sungai berbeda ,

mempunyai corak dimana dua aliran sungai yang sejajar bersatu dibagian hilir,

banjir terjadi di pertemuan anak sungai. Sebesar 52,38 % kemiringan lereng di

sub-DAS ini cenderung agak curam (15-25%) hingga sangat curam (>40%) dan

memiliki Jenis Tanah Tuf Volkan Internedier yang merupakan Asosiasi Latosol

Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat

Tabel 5.6 Penggunaan Tanah Sub-DAS Ciesek Tahun 2011

Sedangkan penggunaan tanah di sub-DAS Ciesek ini di dominasi oleh

Hutan sebesar 40,37%, Pertanian Tanah Kering Semusim sebesar 23,28%, Kebun

sebesar 19,54 %, Pemukiman sebesar 12,20 %, Persawahan sebesar 2,11%,

Padang rumput sebesar 1,57%, , dan Industri sebesar 0,38%, seperti yang terdapat

pada Gambar 5.6 dan Tabel 5.6

No Penggunaan Tanah Luas (km2)

1 Pertanian Tanah Kering Semusim 5.89

2 Kebun 4.94

3 Padang 0.40

4 Persawahan 0.53

5 Hutan 10.21

6 Perairan Darat 0.14

7 Industri 0.10

8 Pemukiman 3.09

Page 64: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

47

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 5.6.Peta Penggunaan Tanah Sub-DAS Ciesek Tahun 2011

5.1.6. Sub-DAS Cibogo

Sub-DAS Cibogo berbentuk sejajar (pararel). Sub-DAS ini memiliki

kemiringan lereng yang cenderung curam, sebesar 70.81 %kemiringan lereng di

sub-DAS ini cenderung agak curam (15-25%) hingga sangat curam (>40%) dam

memiliki 2 Jenis Tanah yaitu : (1). Tuf Volkan Internedier yang merupakan

Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat (2). Abu/pasir dan Tuf

Volkan intermedier yang merupakan Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol

Coklat. Jenis tanah Andosol.

Page 65: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

48

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 5.7.Peta Penggunaan Tanah Sub DAS Cibogo Tahun 2011

Sedangkan penggunaan tanah di sub-DAS Cibogo ini di dominasi oleh

Kebun sebesar 56,87 %, Pertanian Tanah Kering Semusim sebesar 26,52 %,

persawahan sebesar 9,56 %, pemukiman sebesar 5,75 % , Hutan sebesar 1,12 %,

dan Padang rumput sebesar 0,17%, seperti yang terdapat padaGambar 5.7 dan

Tabel 5.7

Tabel 5.7. Penggunaan Tanah Sub-DAS Cibogo Tahun 2011

No Penggunaan Tanah Luas (km2)

1 Pertanian Tanah Kering Semusim 3.45

2 Kebun 7.40

3 Padang 0.02

4 Persawahan 1.24

5 Hutan 0.15

6 Pemukiman 0.75

Page 66: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

49

UNIVERSITAS INDONESIA

5.1.7. Analisa Karakteristik fisik per Sub-DAS di Daerah Aliran Ci Liwung

Hulu

Berdasarkan karakteristik masing- masing sub-DAS diatas didapatkan

nilai curve number dan luasan wilayah yang tidak dapat meresapkan air kedalam

tanah dalam persen (impervious) seperti pada Tabel 5.8

Tabel 5.8.Nilai Curve Number dan Kedap air (Impervious)

Nama Sub-DAS Nilai CN Nilai Kedap Air

(Impervious) (%)

Ciesek 71.14 16.00

Ciseuseupan 72.55 12.91

Cibogo 62.27 12.91

Ciliwung 66.55 17.30

Cisarua 59.00 17.07

Cisukabirus 60.78 6.11

sub-DAS Ciliwung (Tugu) yang memiliki Nilai kedap air (impervious) tertinggi

yaitu 17,3% dengan nilai curve number 66,55. Sedangkan sub-DAS yang

memiliki nilai kedap air (impervious) terendah yaitu sub-DAS Cisukabirus yaitu

6,1 %. Dari nilai curve number tersebut didapatkan sebesar 62,74 % wilayah

Daerah Aliran Ci Liwung Hulu merupakan wilayah yang memiliki nilai curve

number diatas 55 dan rentan memberikan limpasan air permukaan yang tinggi,

seperti pada Gambar 5.8.

Page 67: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

50

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 5.8. Peta Klasifikasi Curve Number di Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

5.2. Distribusi Hujan Per Sub-DAS di Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

Dalam penelitian ini, pengolahan data curah hujan dari penakar hujan (rain

gauge) pada Tahun 2002 dan 2007 menggunakan metode poligon thiessen untuk

melihat bobot dari kelima stasiun pengamatan meteorologi terhadap masing-

masing sub-DAS di DA Ci Liwung Hulu, seperti pada Gambar 5.9. dengan

perhitungan curah hujan wilayah ini diasumikan bahwa curah hujan yang turun di

satu wilayah sub-DAS adalah sama.

Page 68: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

51

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 5.9. Peta Poligon Thiessen Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

Ada lima (5) stasiun pengamatan meteorologi yang berpengaruh dalam distribusi

hujan di Daerah Aliran Ci Liwung Hulu, yaitu : (1) Gunung Mas, (2) Citeko, (3).

Gadog, (4). Ciawi, dan (5) Katulampa. Pada Tabel 5.9.dapat kita lihat nilai bobot

dari masing-masing Sub DAS.

Tabel. 5.9. Bobot Poligon Thiessen Pada Masing-Masing Sub-DAS di Daerah

Aliran Ci Liwung Hulu

Nama Sub-DAS Nilai Bobot

Gunung Mas Citeko Gadog Ciawi Katulampa

Cisukabirus 0.21 0.67 0.12 0.00 0.00

Ciseuseupan 0.00 0.14 0.36 0.36 0.14

Cisarua 0.61 0.34 0.05 0.00 0.00

Ciliwung (Tugu) 0.54 0.22 0.21 0.00 0.02

Ciesek 0.07 0.48 0.46 0.00 0.00

Cibogo 0.03 0.83 0.15 0.00 0.00

Page 69: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

52

UNIVERSITAS INDONESIA

5.2.1. Distribusi Curah Hujan Berdasarkan Data Penakar Hujan (Rain

gauge) Januari-Februari Tahun 2002 dan 2007

Berdasarkan data karakteristik fisik DA Ci Liwung Hulu, bahwa daerah ini

mempunyai curah hujan tertinggi di bulan januari dan februari, maka penelitian

ini mengambil sampel penelitian pada kedua bulan ini saja.

5.2.1.1. Tahun 2002

Dari hasil pengolahan didapatkan bahwa pada bulan januari dan februari

tahun 2002 rerata curah hujan wilayah harian di masing-masing sub-DAS di

Daerah Aliran Ci Liwung Hulu dapat dilihat pada Tabel 5.10, sedangkan curah

hujan harian pada masing-masing sub-DAS pada bulan januari dan februari tahun

2002 dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel. 5.10. Rerata Curah Hujan Wilayah Harian Bulan Januari dan Februari

Tahun 2002

Nama Sub-DAS

Rerata CH Wilayah Harian

(mm)

Januari Februari

Cisukabirus 20.72 23.66

Ciseuseupan 20.64 17.74

Cisarua 20.63 25.95

Ciliwung (Tugu) 20.56 24.50

Ciesek 21.35 20.77

Cibogo 20.74 22.64

Pada bulan januari 2002 distribusi curah hujan di masing-masing sub-DAS

merata, sedangkan pada bulan februari distribusi curah hujan tertinggi terdapat di

wilayah sub-DAS Cisarua sebesar 25,95 mm dan terendah pada sub-DAS

Ciseuseupan sebesar 17,74 mm.

Page 70: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

53

UNIVERSITAS INDONESIA

5.2.1.2. Tahun 2007

Dari hasil pengolahan didapatkan bahwa pada bulan januari dan februari

tahun 2007 curah hujan harian rerata di masing-masing sub-DAS di Daerah

Aliran Ciliwung Hulu dapat dilihat pada Tabel 5.11, sedangkan curah hujan

harian pada masing-masing sub-DAS pada bulan januari dan februari tahun 2007

dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel. 5.11. Rerata Curah Hujan Wilayah Harian Bulan Januari dan Februari

Tahun 2007

Nama Sub-DAS CH Rata-rata (mm)

Januari Februari

Cisukabirus 13.95 31.17

Ciseuseupan 12.63 29.27

Cisarua 14.59 28.22

Ciliwung (Tugu) 15.10 28.16

Ciesek 15.07 31.49

Cibogo 13.60 32.58

Pada bulan januari 2007 distribusi curah hujan di masing-masing sub-DAS merata

dan memiliki nilai curah hujan yang lebih kecil dibandingkan nilai curah hujan

pada bulan februari. Pada bulan februari distribusi curah hujan tertinggi terdapat

di wilayah sub-DAS Cibogo sebesar 32,58 mm dan terendah pada sub-DAS

Ciliwung (Tugu) sebesar 28,22 mm.

5.2.2. Distribusi Curah Hujan Per Kejadian Banjir Berdasarkan Data Radar

Cuaca 16 – 17 Februari Tahun 2013

Selain menganalisis data penakar hujan (rain gauge), penelitian ini juga

menganalisis distribusi curah hujan menggunakan data radar per kejadian banjir.

Sampel yang diambil adalah kejadian banjir pada tanggal 16-17 januari 2013

Page 71: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

54

UNIVERSITAS INDONESIA

menggunakan data hujan radar cuaca C-doppler. Dari hasil pengolahan data radar

didapatkan distribusi curah hujan dimasing-masung sub-DAS di Daerah Aliran Ci

Liwung Hulu seperti pada Gambar 5.10 dan Lampiran 4.

Dari Gambar 5.10. dapat dilihat bahwa terdapat kenaikan curah hujan

pada pukul 8:00 s.d 12:00 di seluruh sub-DAS di Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

dan curah hujan tertinggi terjadi pada sub DAS Ciesek pada pukul 11:00 sebesar

95,41 mm.

[Sumber : Data Radar Cuaca, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi]

Gambar 5.10. Curah Hujan Daerah Aliran Ciliwung HuluTanggal 16-17 Januari

2013

5.3.Variasi Simulasi Hujan-Debit Menggunakan HEC-HMS

Seperti pada Gambar 5.11, simulasi hidrologi dengan menggunakan

aplikasi HEC-HMS ini dengan menggunakan input data karakteristik masing-

masing sub-DAS yang menggunakan parameter SCS Curve Number, metode

Transformasi Unit Hidrograf Snyder, metode Resesi Aliran Dasar, dan metode

Muskingum sebagai masukan pada Model Basin.

Page 72: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

55

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 5.11. Model Basin Sub-DAS di Daerah Aliran Ci liwung Hulu

Menggunakan HEC-HMS

Dengan menggunakan parameter diatas maka dihasilkan simulasi hujan-debit per

sub-DAS di Daerah Aliran Ci Liwung Hulu sebagai berikut:

5.3.1. Data Penakar Hujan (Rain gauge)

5.3.1.1. Simulasi Hujan-Debit Tahun 2002

Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan nilai debit hasil simulasi

hujan-debit pada bulan januari s.d februari tahun 2002 seperti pada Gambar 5.12.

Gambar 5.12. Debit Hasil Simulasi Hujan-Debit (Januari-Februari 2002)

Page 73: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

56

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 5.12 dan Tabel 5.12 menjelaskan debit puncak pada kejadian banjir

tahun 2002 terjadi pada tanggal 29 januari. Sub-DAS Ciliwung (Tugu)

merupakan penyumbang debit tertinggi yaitu sebesar 44,4 m3/s yang dihasilkan

karena hujan sebesar 119.43 mm. Debit volume yang dihasilkan Sub-DAS

Ciliwung (Tugu) sebesar 117,28 mm, hal tersebut dikarenakan sub-DAS ini

memiliki luasan 39,9 % dari luasan DA Ci Liwung Hulu sehingga luasan

distribusi hujan di wilayah ini mempengaruhi besarnya debit yang dihasilkan.

Sedangkan, sub-DAS Ciseuseupan dan sub-DAS Cibogo memberikan distribusi

debit volume yang rendah masing-masing sebesar 35,81 mm dan 32,92 mm yang

dihasilkan karena hujan masing-masing sub-DAS sebesar 45,46 mm dan 12,76

mm.

Tabel 5.12. Debit Puncak Per Sub-DAS di Daerah Aliran Ci Liwung Hulu Tahun

2002

Sub-DAS Luas

(km2)

Tanggal Curah Hujan

(mm)

Q

maks Q vol

Cisukabirus 18,81 29-Jan-02 132,69 15,50 38,32

Ciesek 25,29 29-Jan-02 95,96 28,00 70,38

Cisarua 22,70 29-Jan-02 14,22 22,20 55,37

Cibogo 13,002 29-Jan-02 12,76 13,30 32,92

Ciliwung (Tugu) 60,79 29-Jan-02 119,43 44,40 117,28

Ciseuseupan 11,39 29-Jan-02 45,46 13,30 35,81

Keterangan:

Q maks : Debit Puncak (m3/s)

Q Vol : Debit Volume Tanggal 25 Januari s.d 1 Februari (mm)

Grafik pada Gambar 5.13, menggambarkan bahwa besarnya debit limpasan di

katulampa dipengaruhi oleh distribusi hujan yang jatuh pada suatu luasan wilayah

pada masing-masing sub-DAS. Internsitas hujan yang tinggi pada tanggal 29

Januari menyebabkan nilai debit meningkat. Selain itu, besarnya debit limpasan

disebabkan oleh daya serap tanah dari jenis tanah dan penggunahan tanah di

wilayah itu sendiri.

Page 74: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

57

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 5.13. Grafik Hasil Hujan- Debit Simulasi di Katulampa (Januari-

Februari 2002)

5.3.1.2. Simulasi Hujan-Debit Tahun 2007

Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan nilai debit hasil simulasi

pada bulan januari s.d februari tahun 2007 seperti pada Gambar 5.14.

Gambar 5.14. Debit Hasil Simulasi Hujan-Debit (Januari-Februari 2007)

Page 75: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

58

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 5.14 dan Tabel 5.13 menggambarkan bahwa debit puncak pada

kejadian banjir tahun 2007 terjadi pada tanggal 3 Februari, dimana Sub-DAS

Ciliwung (Tugu) merupakan penyumbang volume debit tertinggi yaitu sebesar

124,21 mm yang dihasilkan karena hujan sebesar 186,18 mm, sama halnya

dengan kejadian banjir pada tahun 2002 bahwa luasan sub-DAS ini

mempengaruhi jumlah distribusi hujan yang turun dikarenakan luasan wilayah

yang besar dibandingkan sub-DAS lainnya. Selain itu, sub-DAS Ciseseupan

merupakan sub-DAS yang memiliki distribusi debit volume terendah yaitu

sebesar 41,33 mm yang dihasilkan karena hujan sebesar 164,2 mm

Tabel 5.13. Debit Puncak Per Sub-DAS di Daerah Aliran Ci Liwung Hulu Tahun

2007

Sub-DAS Luas

(km2)

Tanggal Curah Hujan

(mm) Q maks Q vol

Cisukabirus 18,81 3-Feb-02 223,96 30,20 48.95

Ciesek 25,29 3-Feb-02 239,10 56,60 91.70

Cisarua 22,7 3-Feb-02 183,42 38,60 62.48

Cibogo 13,002 3-Feb-02 242,96 27,70 44.80

Ciliwung (Tugu) 60,79 3-Feb-02 186,18 77,70 124.21

Ciseuseupan 11,39 3-Feb-02 164,20 24,40 41.33

Keterangan:

Q maks : Debit Puncak (m3/s)

Q Vol : Debit Volume Tanggal 1 Februari s.d 5 Februari (mm)

Gambar 5.15 menggambarkan bahwa distribusi hujan yang jatuh pada suatu

wilayah mempengaruhi nilai debit banjir yang terjadi. Kenaikan debit seiring

dengan kenaikan hujan di wilayah itu sendiri. Selain itu tinggat kejenuhan tanah

yang disebabkan karakteristik fisik masing-masing sub-DAS mempengaruhi

tinggi dan rendahnya nilia debit yang dihasilkan.

Page 76: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

59

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 5.15. Grafik Hasil Hujan- Debit Simulasi di Katulampa (Januari-

Februari 2007)

5.3.2. Data Radar Cuaca C-Doppler

Penggunaan data radar cuaca C-doppler, bermaksud melihat kejadian

hujan dan debit yang dihasilkan secara rinci pada tiap-tiap sub-DAS. Hal tersebut

dikarenakan radar cuaca dapat merekam secara otomatis setiap 6 menit kejadian

hujan yang terjadi di tiap wilayah termasuk masing-masing sub-DAS di DA Ci

Liwung ini. Diharapkan dapat melihat bagaimana distribusi hujan mempengaruhi

debit secara lebih detail berdasarkan waktu turun dan kenaikan hujan. Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data pada tanggal 16 s.d 17 Januari 2013,

Data tersebut didapatkan dalam data ASCII yang dihasilkan oleh Radar Cuaca R-

Doppler yang berupa titik-titik hujan yang memiliki radius jangkauan 500 x 500

m dan memiliki nilai hujan dalam bentuk mm/6s yang diubah menjadi kedalam

bentuk mm/jam.

Gambar 5.17 menunjukan jumlah hujan tertinggi terjadi pada pukul

11:00 dan letak hujan itu terjadi di masing-masing sub-DAS di Daerah Aliran Ci

Liwung Hulu tersebut digambarkan oleh Gambar 5.16.

Page 77: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

60

UNIVERSITAS INDONESIA

Keterangan:

0 - 3 mm

3 - 6 mm

6 - 9 mm

9 - 12 mm

12 - 15 mm

15 - 18 mm

18 - 21 mm

21 - 24 mm

24 - 27 mm

27 - 30 mm

30 - 33 mm

33 - 36 mm

36 - 39 mm

39 - 42 mm

42 - 45 mm

Keterangan:

0 - 3 mm

3 - 6 mm

6 - 9 mm

9 - 12 mm

12 -15 mm

15 - 18 mm

18 - 21 mm

21 - 24 mm

24 - 27 mm

27 - 30 mm

30 - 33 mm

33 - 36 mm

36 - 39 mm

39 - 43 mm

Keterangan:

0 - 3 mm

3 - 6 mm

6 - 9 mm

9 - 12 mm

12 - 15 mm

15 - 18 mm

18 - 21 mm

21 - 24 mm

24 - 27 mm

27 - 30 mm

30 - 33 mm

Keterangan:

0 - 3 mm

3 - 6 mm

6 - 9 mm

9 - 12 mm

12 - 15 mm

15 - 18 mm

18 - 21 mm

21 - 24 mm

24 - 27 mm

24 - 30 mm

Keterangan:

0 - 3 mm

3 - 6 mm

6 - 9 mm

9 - 12 mm

12 - 15 mm

15 - 18 mm

18 - 21 mm

21 - 24 mm

24 - 27 mm

Keterangan:

0 - 3 mm

3 - 6 mm

6 - 9 mm

9 - 12 mm

12 - 15 mm

15- 18 mm

18 - 21 mm

21 - 25 mm

Keterangan:

0 - 3 mm

3 - 6 mm

6 - 9 mm

9 - 12 mm

12 - 15 mm

15 - 18 mm

18 - 21 mm

Keterangan:

0 - 3 mm

3 - 6 mm

6 - 9 mm

9 - 12 mm

12 - 15 mm

15 - 18 mm

18 - 21 mm

21 - 24 mm

24 - 27 mm

11:05 11:11

11:17 11:23

11:41

11:29 11:35

11:41 11:47

Page 78: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

61

UNIVERSITAS INDONESIA

Keterangan:

0 - 3 mm

3 - 6 mm

6 - 9 mm

9 - 12 mm

12 - 15 mm

15 - 18 mm

18 - 21 mm

Keterangan:

0 - 3 mm

3 - 6 mm

6 - 9 mm

9 - 12 mm

12 - 15 mm

15 - 18 mm

18 - 22 mm

[Sumber :Pengolahan data tahun 2013, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi]

Gambar 5.16. Data Curah Hujan Tanggal 16 Januari Pukul 11:05 s.d 11:59 Dari

Radar Cuaca R- Doppler

Gambar 5.16 menggambarkan sebaran distribusi hujan di Daerah Aliran Ci

Liwung Hulu pada tanggal 16 Januari 2013, pukul 11:05 s.d 11:59. Sub-DAS

Ciliwung (Tugu) dan Sub-DAS Ciesik merupakan sub-DAS yang memiliki

sebaran curah hujan tinggi sehingga menghasilkan curah hujan masing-masing

sebesar 77,9 mm/jam dan 95,41 mm/jam.

Gambar 5.17. Hasil Simulasi Hujan-Debit Kejadian Banjir Pada Tanggal 16 s.d

17 Januari 2013

11:53 11:59

Page 79: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

62

UNIVERSITAS INDONESIA

Berdasarkan hasil pengolahan data pada Gambar 5.17, sub-DAS Ciliwung

(Tugu) merupakan penyumbang debit tertinggi untuk katulampa yaitu sebesar

75,1 m3/s pada Pukul 14:00 yang dihasilkan karena hujan sebesar 77,9 mm pada

pukul 11:00 . Selain itu, sub-DAS sebesar 66,3 m3/s pada Pukul 14:00 yang

dihasilkan karena hujan sebesar 95,41 mm pada pukul 11:00, seperti pada Tabel

5.14.

Tabel 5.14. Debit Puncak Per Sub-DAS di Daerah Aliran Ci Liwung Hulu16 s.d

17 Januari Tahun 2013

Sub-DAS Luas

(km2)

Tanggal Jam Curah Hujan

(mm)

Q

maks

Q

vol

Cisukabirus 18.81 16-Feb-13 11:00 12,09 13,20 22.80

Ciseuseupan 11.39 16-Feb-13 11:00 14,23 15,10 41.50

Cisarua 22.7 16-Feb-13 11:00 22,53 16,00 28.25

Ciliwung (Tugu) 60.79 16-Feb-13 11:00 77,90 23,60 26.66

Ciesek 25.29 16-Feb-13 11:00 95,41 21,20 45.65

Cibogo 13.002 16-Feb-13 11:00 13,81 15,20 27.00

Keterangan:

Q maks : Debit Puncak (m3/s)

Q Vol : Debit Volume Tanggal 16 Januari Pukul 10:00 s.d 12:00 (mm)

Hasil simulasi hujan-debit menunjukan bahwa puncak nilai debit terjadi pada

tanggal 16 januari pukul 11:00. Berdasarkan Tabel 5.14, menunjukan bahwa debit

puncak tertinggi terdapat di sub-DAS Ciliwung (Tugu) sebesar 23,6 m3/s dan

debit puncak terendah terdapat di sub-DAS Cisukabirus sebesar 13,2 m3/s.

Sedangkan Gambar 5.18. menunjukan bahwa nilai debit di Katulampa pada

meningkat pada pukul 13:00 akibat curah hujan yang tinggi pada pukul 11:00

sebesar 89 mm3/s.

Page 80: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

63

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 5.18. Grafik Hasil Hujan- Debit Simulasi di Katulampa (16-17 Januari

2013)

5.4. Hubungan Karakteristik Fisik dan Distribusi Hujan Per Sub-DAS

Terhadap Hasil Simulasi Hujan-Debit

Berdasarkan Tabel 5.15, debit volume tertinggi pada tanggal 29 Januari 2002

adalah 117,28 mm yang dihasilkan oleh sub-DAS Ciliwung (Tugu). Hal tersebut

dikarenakan nilai curah hujan sebesar 119.43 mm yang turun di sub-DAS yang

memiliki luas 44,8 % dari luas keseluruhan DA Ci Liwung Hulu, berbentuk

sungai radial yang menyebabkan debit terkonsentrasi pada pertemuan anak

sungai, kemiringan lereng dari agak curam hingga sangat curam sebesar 40,74 %

dan hanya memiliki hutan sebesar 24,61 % dari luas keseluruhan sub-DAS

Ciliwung (Tugu), dan jenis tanah dengan permeabilitas sedang.

Sedangkan sub-DAS Cibogo merupakan sub-DAS yang menghasilkan

debit volume yang rendah sebesar 32,92 mm yang dihasilkan oleh hujan yang

tinggi yaitu 129,76 mm. Hal ini disebabkan hujan terjadi pada luasan sub-DAS

yang kecil yaitu 13,002 km2 yang memiliki jenis tanah dengan permeabilitas

sedang.

Page 81: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

64

UNIVERSITAS INDONESIA

Tabel 5.15. Hubungan Karakteristik Fisik dan Distribusi Hujan Pada Masing-masing Sub-DAS Terhadap Nilai Debit Kejadian Banjir

Tanggal 29 Januari 2002

Keterangan

Luas Penggunaan Tanah (%)

Jenis Tanah

Kemiringan Hujan Q Vol

Km2 Hutan Persawahan

Pertanian

Lahan Kering

Lahan

Terbangun

Lereng

(>15%) (mm) (mm)

Cisukabirus 18.81 57.93 9.84 27.27 4.96 Andosol, Regosol dan

Latosol 69.02% 132.69 38.32

Ciesek 25.29 40.37 2.11 44.39 12.59 Latosol 52.38% 95.96 70.38

Cisarua 22.7 49.97 1.32 35.07 13.56 Andosol, Regosol dan

Latosol 62.45% 141.22 55.37

Cibogo 13.00

2 1.12 9.56 83.56 5.75

Andosol, Regosol dan

Latosol 14.66% 129.76 32.92

Ciliwung (Tugu) 60.79 24.61 7.94 49.95 17.00 Andosol, Regosol dan

Latosol 40.74% 119.43 117.28

Ciseuseupan 11.39 - 38.45 26.41 35.05 Latosol 0.07% 45.46 35.81

Page 82: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

65

UNIVERSITAS INDONESIA

Tabel 5.16. Hubungan Karakteristik Fisik dan Distribusi Hujan Pada Masing-masing Sub-DAS Terhadap Nilai Debit Kejadian Banjir

Tanggal 3 Februari 2007

Sub-DAS Luas

Km2

Penggunaan Tanah (%)

Jenis Tanah

Kemiringan

Lereng

(>15%)

Hujan

(mm)

Q Vol

(mm) Hutan Persawahan Pertanian

Lahan Kering

Lahan

Terbangun

Cisukabirus 18.81 57.93 9.84 27.27 4.96 Andosol, Regosol dan

Latosol 69.02% 223.96 48.95

Ciesek 25.29 40.37 2.11 44.39 12.59 Latosol 52.38% 239.1 91.70

Cisarua 22.7 49.97 1.32 35.07 13.56 Andosol, Regosol dan

Latosol 62.45% 183.42 62.48

Cibogo 13.002 1.12 9.56 83.56 5.75 Andosol, Regosol dan

Latosol 14.66% 242.96 44.80

Ciliwung (Tugu) 60.79 24.61 7.94 49.95 17 Andosol, Regosol dan

Latosol 40.74% 186.18 124.21

Ciseuseupan 11.39 - 38.45 26.41 35.05 Latosol 0.07% 164.20 41.33

Page 83: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

66

UNIVERSITAS INDONESIA

Tabel 5.16. Menunjukkan nilai debit volume tertinggi bahwa kejadian banjir

tanggal 3 Februari 2007 dihasilkan oleh Sub-DAS Ciliwung (Tugu) yaitu 124,21

mm yang disebabkan hujan sebesar 186,18 mm di sub-DAS yang memiliki luas

44,8 % dari luas keseluruhan DA Ci Liwung Hulu. Sama halnya dengan kejadian

banjir pada tahun 2002, bahwa luasan sub-DAS mempengaruhi besarnya luasan

distribusi hujan yang turun.

Sedangkan Tabel 5.17. menunjukkan bahwa sub-DAS Ciliwung (Tugu)

dan sub-DAS Ciesek menghasil debit volume yang tinggi masing-masing 45,65

mm dan 41,5 mm. Penggunaan data radar cuaca ini dapat memberikan data hujan

spasial yang baik sehingga kita dapat melihat seperti pada Gambar 5.16 bahwa

kedua sub-DAS tersebut memiliki luasan distribusi hujan yang tinggi pada pukul

11.05 s.d 11:59 masing-masing sebesar 77,9 mm dan 95,41 mm.

Sub-DAS Ciesek merupakan sub-DAS yang lebih kecil luasannya

dibandingkan sub-DAS Ciliwung (Tugu) namun distribusi hujan yang tinggi di

wilayah ini menyebabkan nilai debit volume menjadi tinggi hampir sebesar debit

volume yang dihasilkan sub-DAS Ciliwung (Tugu). Selain itu wilayah ini hanya

memiliki hutan sebesar 40,37 %, kemiringan lereng yang curam sebesar 52,38 %,

dan permeabilitas tanah yang sedang.

Page 84: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

67

UNIVERSITAS INDONESIA

Tabel 5.17. Hubungan Karakteristik Fisik dan Distribusi Hujan Pada Masing-masing Sub-DAS Terhadap Nilai Debit Kejadian Banjir

Tanggal 16 Januari 2013

Sub-DAS Luas

Km2

Penggunaan Tanah (%)

Jenis Tanah Kemiringan

Lereng (>15%)

Hujan

(mm)

Q Vol

(mm) Hutan Persawahan Pertanian

Lahan Kering

Lahan

Terbangun

Cisukabirus 18.81 57.93 9.84 27.27 4.96 Andosol, Regosol dan Latosol 69.02% 12.09 22.80

Ciesek 25.29 40.37 2.11 44.39 12.59 Latosol 52.38% 95.41 41.50

Cisarua 22.70 49.97 1.32 35.07 13.56 Andosol, Regosol dan Latosol 62.45% 22.53 28.25

Cibogo 13.00 1.12 9.56 83.56 5.75 Andosol, Regosol dan Latosol 14.66% 13.81 26.66

Ciliwung (Tugu) 60.79 24.61 7.94 49.95 17.00 Andosol, Regosol dan Latosol 40.74% 77.90 45.65

Ciseuseupan 11.39 - 38.45 26.41 35.05 Latosol 0.07% 14.23 27.00

Page 85: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

68

UNIVERSITAS INDONESIA

5.5. Validasi

Dalam menganalisa hasil pemodelan tersebut perlu dilakukan analisa apakah

model tersebut menggunakan 2 metode Validasi yaitu RMSE dan Nash.Berikut

hasil kalibrasi dari pemodelan.

5.4.1. Data Penakar Hujan (Rain gauge)

Validasi data pengamatan dan hasil simulasi diperlukan untuk

mengevaaluasi hasil pengolahan data model sudah mendekati nilai sebenarnya.

Grafik kalibrasi debit pengamatan dan debit simulasi dapat dilihat pada Gambar

5.19 dan Gambar 5.20

Gambar 5.19. Grafik Validasi Hasil Simulasi Tahun 2002

Gambar 5.19 menggambarkan bahwa hasil debit puncak dari pemodelan sebesar

56,1 m3/s pada tanggal 29 Januari 2002, sedangkan data debit puncak dilapangan

sebesar 42,1 m3/s pada tanggal 30 januari 2002. Namun pola debit pengamatan

dan pemodelan memiliki kemiripan.

Sedangkan pada Gambar 5.20 menggambarkan pola debit puncak dari

pemodelan memiliki kemiripan, dengan nilai debit hasil pemodelan sebesar 115,1

m3/s pada tanggal 4 Februari 2007, sedangkan data debit puncak dilapangan

sebesar 98,49 m3/s pada tanggal 4 Februari 2007.

Page 86: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

69

UNIVERSITAS INDONESIA

Gambar 5.20. Grafik Validasi Hasil Simulasi Tahun 2007

Kedua Grafik pada Gambar 5.19 dan Gambar 5.20 memiliki pola yang sama

namun nilai debit yang dihasilkan berbeda, sehingga memiliki nilai simpangan.

Nilai simpangan yang dihasilkan dari hasil pemodelan debit pada tahun 2002

memberikan nilai RMSE 0,35 (mendekati 0) dan nilai Nash 0,65 (mendekati 1),

hal tersebut mempresentasikan rata-rata kuadrat simpangan (selisih) antara nilai

keluaran model terhadap nilai pengukuran mendekati nilai sebenarnya,

dibandingkan hasil pemodelan pada tahun 2007. Walaupun dalam nilai peak debit

yang dihasilkan dari pemodelan debit tahun 2007 lebih mendekati nilai

sebenarnya,seperti pada Tabel 5.18.

Tabel 5.18. Hasil Validasi menggunakan RMSE dan Nash

No Keterangan Metode Validasi

RMSE Nash

1 Menggunakan Data Rain gauge Tahun 2002 pada bulan Jan-

Feb

0.35 0.65

2 Menggunakan Data Rain gauge Tahun 2007 pada bulan Jan-

Feb

0.58 0.42

Page 87: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

70

UNIVERSITAS INDONESIA

5.4.2. Data Radar Cuaca C-Doppler

Hasil validasi pemodelan debit menggunakan data radar cuaca dan data

observasi memiliki pola yang sama dan menghasilkan nilai simpangan yang kecil,

dengan nilai RMSE sebesar 0,21 (mendekati 0) dan nilai Nash sebesar 0,79

(mendekati 1).Hal tersebut mempresentasikan bahwa penggunaan data radar

antara nilai keluaran model terhadap nilai pengukuran mendekati nilai sebenarnya,

terlihat pada Gambar 5.21.

Gambar 5.21. Grafik Validasi Hasil Simulasi16 s.d 17 Januari Tahun 2013

Page 88: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

71

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Dilihat dari Hasil dan pembahasan pada BAB sebelumnya di dapatkan kesimpulan

bahwa:

1. Daerah Aliran Ci Liwung Hulu memiliki 6 (enam) Sub-DAS yang

memiliki karakteristik fisik yang berbeda-beda. Karakteristik fisik dan luas

distribusi hujan di masing-masing sub-DAS sangat mempengaruhi nilai

debit yang dihasilkan.

2. Hasil simulasi hujan debit pada bulan januari-februari Tahun 2002; bulan

Januari s.d Februari 2007; dan 16 s.d 17 Januari 2013 pada masing-masing

sub-DAS menunjukan bahwa distribusi hujan di masing-masing sub-DAS

sangat beragam. Namun tinggi dan rendahnya nilai debit yang dihasilkan

pada masing-masing sub-DAS tidak hanya dipengaruhi oleh distribusi

curah hujan tetapi juga karakteristik fisik suatu wilayah.

3. Berdasarkan hasil validasi menggunakan metode RMSE dan Nash, hasil

simulasi hujan-debit data radar cuaca pada tanggal 16 s.d 17 Januari 2013

memiliki nilai simpangan yang kecil dibandingkan hasil simulasi hujan-

debit data penakar hujan (rain gauge) pada januari s.d februari tahun 2002

dan 2007. Walaupun dalam nilai peak debit yang dihasilkan dari simulasi

hujan-debit data penakar hujan (rain gauge) tahun 2007 lebih mendekati

tanggal kejadian sebenarnya.

Sedangkan saran untuk penelitian selanjutnya adalah:

1. Setelah dilakukan validasi terhadap pengolahan data radar dalam

simulasi hujan-debit. Data radar cuaca harus menjadi masukan sistem

prediksi banjir di Jakarta, terutama banjir yang disebabkan oleh limpasan

di Daerah Aliran Ci Liwung Hulu

Page 89: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

72

UNIVERSITAS INDONESIA

2. Data radar cuaca C-doppler dapat dijadikan sistem peringatan dini banjir

di jakarta dengan akurasi yang baik

3. Penelitian ini sebaiknya digunakan data time series radar cuaca yang

lebih panjang, agar lebih mengetahui karakteristik limpasan yang lebih

baik

Page 90: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xvii

UNIVERSITAS INDONESIA

DAFTAR PUSTAKA

Affandy, N.A., & Anwar, N., : Pemodelan Hujan-Debit menggunakan model HEC

HMS di DAS Sampean Baru, Paper, Program Magister Jurusan Teknik Sipil,

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Surabaya, 2008.

Ali, M., Khan., S. J., Aslam, I., & Khan, Z., : Simulation of the impacts of land-

use change on surface runoff of Lai Nullah Basin in Islamabad,

Pakistan. Institute of Environmental Science and Engineering, School of

Civil and Environmental Engineering, National University of Sciences

and Technology (NUST), Islamabad, Pakistan. Landscape and Urban

Planning, 102, 271– 279. 2011.

Al-Sabhan, W., Mulligan, M., & Blackburn, G.A., : A real-time Hydrological Model

For Flood Prediction Using GIS And The WWW. Department of Geography,

Kings College London, University of London, Strand, London, WC2R 2LS,

UK. Computers, Environment and Urban System, 27, 9–32, 2003.

Andiek, M., Anwar, N., : Pemodelan Hujan Debit Daerah Aliran Sungai Deluwang

Dengan Pembagian Sub Catchment Area Berdasarkan Orde Sungai. Program

Magister Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Institut Teknologi Surabaya, 2009

Charley, W.J., : The Estimation Of Rainfall For Flood Forecasting Using Radar And

Rain Gauge Data, dipresentasikan dalam The ASCE Symposium On

Engineering Hydrology, Williamsburg, 1987

Davie, T., : Fundamental Of Hydrology Second Edition, Routledge Fundamentals of

Physical Geography, 1-100, 2002

Einfalt,T., Arnbjerg-Nielsenb, K., Golza, C., Jensenc, N., Quirmbachd, M., Vaese,

G., & Vieux, B., : Towards A Roadmap For Use Of Radar Rainfall Data In

Urban Drainage. Journal of Hydrology 299, 186–202, 2004.

Hoblit, B.C., & Curtis, D.C., : Integrating Radar Rainfall Estimates with Digital

Elevation Models and Land Use Data to Create an Accurate Hydrologic

Model, Presented at the Floodplain Management Association Spring 2001

Conference, San Diego, California, 13 – 16 Maret, 2001.

Page 91: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xviii

UNIVERSITAS INDONESIA

Janudianto, : Analisis Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan dan Pengaruhnya

Terhadap Debit Maksimum-Minimum Di Sub DAS Ciliwung, Program Studi

Ilmu Tanah s1, Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Bogor, 2004.

Lal, R., : Integrated Watershed Management In The Global Ecosystem. Soil and

Water Conservation Society. CRC Press, Boca Raton London New York

Washington, D.C., 4, 2000.

Lubis, A., & Herlianti, I., : Simulasi Perubahan Tata Guna LAhan Terhadap Banjir

Jakarta Tahun 2007. Institut Teknologi Bandung, 2007.

McCuen, R.H., : Hydraulic Analysis And Design Second Edition, Department of

Civil EngineeringUniversity of Maryland, Prentice Hall, 3-4, 1998

Norbiato, D., Borga, M., Esposti, S.D., Gaume, E., & Anquetin, S.,:Flash flood

warning based on rainfall thresholds and soil moisture conditions: An

assessment for gauged and ungauged basins. Journal of Hydrology, 362,

274– 290, 2008.

Prawirowardoyo, S., : Meteorologi. Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung,

1996

Pudjiastuti, E., : Hubungan Antara Curah Hujan Di Jakarta dan Bogor Dengan Banjir

Di Daerah Aliran Ciliwung Di DKI Jakarta. Skripsi . Jurusan Geografi.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia.

1999

Rahman, A., & Pilouk, M., : Spatial Data Modelling for 3D GIS. Springer-Verlag

Berlin Heidelberg, 2008.

Ramdan, 2004 : Prinsip Dasar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Laboratorium

Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti. Agustus,

2004.

Sandy, I Made., : Republik Indonesia Geografi Regional. Jurusan Geografi. Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. 1985.

Schuurmans & Bierkens. 2007. Effect of spatial distribution of daily rainfall on

interior catchment response of a distributed hydrological model. Copernicus

GmbH on behalf of the European Geosciences Union. Hydrology Earth

System Scince., 11, 677–693, 2007

Page 92: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xix

UNIVERSITAS INDONESIA

Siswoyo,. : Pengembangan Model Hidrograf Satuan Sintetis Snyder Untuk Daerah

Aliran Sungai di Jawa Timur. Jurusan Pengairan, Fakultas Teknik Universitas

Brawijaya

Sularto, E., : Hubungan Penggunaan Lahan dan Kejadian Banjir Pada DAS Ciliwung

Hulu, Katulampa Menggunakan Model Answers. Departemen Ilmu Tanah

dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 2006.

Suriya, S., & Mudgal, B.V., Impact Of Urbanization On Flooding: The Thirusoolam

Sub watershed – A case study. Centre for Water Resources, Anna University,

Chennai 600 025, India. Journal of Hydrology 412–413, 210–219, 2012

Sosrodarsono, et.al. 1994. Perbaikan dan Pengaturan Sungai. Terjemahan dari River

Improvement Works.PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Subandono, A., : Hubungan Tutupan Tahan (Land Cover) Dengan Debit Daerah

Aliran Cisadane Bagian Hulu. Skripsi. Jurusan Geografi. Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. 2007.

Tao,T., Bernard, C., Suiqing, L., & Kunlun,X., : Uncertainty Analysis of

Interpolation Methods in Rainfall Spatial Distribution–A Case of Small

Catchment in Lyon. J. Water Resource and Protection, No. 2, 136-144, 2009.

Tramblay, Y., Bouvier, C., Ayral., & Marchandise, A,. : Impact Of Rainfall Spatial

Distribution On Rainfall-Runoff Modeling Efficiency And Initial Soil

Moisture Conditions Estimation. Copernicus Publications on behalf of the

European Geosciences Union. Natural Hazards Earth System. Science., 11,

157–170, 2011.

Zekai, S., : Spatial Modeling Principles in Earth Sciences. Springer Dordrecht

Heidelberg London New York, 204, 2009.

Undang-undang No. 7 Tahun 2004

USACE, : Hydrologic Modelling System HEC HMS Technical Reference Manual.

http://www.hec.usace.army.mil, 2000.

USACE, : Geospatial Hydrologic Modelling Extension HEC GeoHMS Users

Manual. Juli 2000. http://www.hec.usace.army.mil, 2000

Page 93: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xx

UNIVERSITAS INDONESIA

USACE, : Hydrologic Modelling System HEC HMS Applications Guide.

http://www.hec.usace.army.mil, 2002.

Wanielista., & Martin, P., 1997, Hidrologi Water Quantity and Quality Control,

Canada: John Wliey & Sons. Inc

Page 94: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xxi

UNIVERSITAS INDONESIA

LAMPIRAN 1

NILAI CURVE NUMBER BERDASARKAN JENIS TANAH

Tabel L1.1 Kelompok Jenis Tanah

(Sumber : USDA, 1986)

Grup

Tanah Keterangan

Nilai

Infiltrasi

(mm/jam)

Tekstur

Tanah

A

Memiliki Potensi limpasan (run-off)

rendah; lapisan pasir yang dalam dengan

sedikit lumpur dan lempung.; Memiliki

drainase yang baik (pasir dan kerikil) dan

Permeabilitas cepat,

8 - 12

mm/jam

Pasir, Pasir

berlempung;

Lempung

berpasir

B

Memiliki Potensi limpasan (run-off)

sedang . lapisan pasir sedang ; Memiliki

drainasi sedang; permeabilitas sedang;;

Memilki tekstur yang halus hingga kasar

4 - 8

mm/jam

Lumpur

berlempung,

lempung

C

Memiliki Potensi limpasan (run-off)

sedang hingga tinggi. Memiliki drainase

yang sedang hingga rendah;

Permeabilitas rendah

1 - 4

mm/jam

Lempung

berpasir,

lempung

D

Memiliki Potensi limpasan (run-off)

tinggi; Drainase rendah, dapat

menyebabkan kenaikan muka air

permanen; Permeabilitas sangt rendah

0 - 1

mm/jam

Lempung

berpasir,

Lempung

berlumpur,

Lempung,

Page 95: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xxii

UNIVERSITAS INDONESIA

Tabel L1.2. Nilai Curve Number untuk daerah Perkotaan

(Sumber : USDA, 1986)

Tutupan Tanah

Nilai Curve Number

berdasar kan Grup

Tanah

Tipe Tutupan Tanah dan Kondisi Hidrologi A B C D

Daerah perkotaan

Ruang Terbuka (lapangan berumput, Taman, lapangan golf, tempat pemakaman,

dll.)

Kondisi Buruk (Tutupan rumput < 50%) 68 79 86 89

Kondisi Sedang (Tutupan rumput 50% - 75%) 49 69 79 84

Kondisi Baik (Tutupan rumput > 75%) 39 61 74 80

Daerah Kedap Air (Impervious area)

Tempat parkir beraspal, Jalan raya, dll. 98 98 98 98

Jalan Raya

Beraspal; trotoar dan saluran air kotor 98 98 98 98

Beraspal; selokan terbuka 83 89 92 93

Kerikil 73 85 89 91

Tanah berlumpur 72 82 87 89

Daerah perkotaan berpadang pasir

Bentang alam gurun alami (hanya area yang tidak

kedap air) 63 77 85 88

Bentang alam gurun buatan 96 96 96 96

Kawasan Perkotaan

Bisnis dan komersial 89 92 94 95

Industri 81 88 91 93

Kawasan pemukimn berdasarkan rerata ukuran luasan

1/8 acre or kurang (town houses) 77 85 90 92

1/4 acre 61 75 83 87

1/3 acre 57 72 81 86

1/2 acre 54 70 80 85

1 acre 51 68 79 84

2 acre 46 65 77 82

Pengembangan daerah perkotaan

Wilayah baru (hanya daerah tidak kedap air, tidak

ada vegetasi) 77 86 91 94

Page 96: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xxiii

UNIVERSITAS INDONESIA

Tabel L1.3. Nilai Curve Number untuk daerah Pertanian (1)

(Sumber : USDA, 1986)

Tutupan Tanah Kondisi

Hidrologi

Nilai Curve Number

Berdasarkan Grup

Tanah

Tipe Tutupan

Tanah Perlakuan A B C D

Lahan Partanian

yang baru dibajak

Lahan gundul - 77 86 91 94

Terdapat sisa tanaman

pertanian

Buruk 76 85 90 93

Baik 74 83 88 90

Tanaman

(berbaris)

Baris lurus Buruk 72 81 88 91

Baik 67 78 85 89

Baris lurus dan Terdapat

sisa tanaman pertanian

Buruk 71 80 87 90

Baik 64 75 82 85

Berkontur Buruk 70 79 84 88

Baik 65 75 82 86

Berkontur dan Terdapat

sisa tanaman pertanian

Buruk 69 78 83 87

Baik 64 74 81 85

Berkontur dan

terasering

Buruk 66 74 80 82

Baik 62 71 78 81

Berkontur; terasering;

dan Terdapat sisa

tanaman pertanian

Buruk 65 73 79 81

Baik 61 70 77 80

Pertanian

(padi,gandum,biji-

bijian)

Baris lurus Buruk 65 76 84 88

Baik 63 75 83 87

Baris lurus dan Terdapat

sisa tanaman pertanian

Buruk 64 75 83 86

Baik 60 72 80 84

Berkontur Buruk 63 74 82 85

Baik 61 73 81 84

Berkontur dan Terdapat

sisa tanaman pertanian

Buruk 62 73 81 84

Baik 60 72 80 83

Berkontur dan

terasering

Buruk 63 72 79 82

Baik 59 70 78 81

Berkontur; terasering;

dan Terdapat sisa

tanaman pertanian

Buruk 60 71 78 81

Baik 58 69 77 80

Pertanian

(kacang-

kacangan) atau

Pergiliran padang

rumput

Baris lurus Buruk 66 77 85 89

Baik 58 72 81 85

Berkontur Buruk 64 75 83 85

Baik 55 69 78 83

Berkontur dan

terasering

Buruk 63 73 80 83

Baik 51 67 76 80

Page 97: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xxiv

UNIVERSITAS INDONESIA

Tabel L1.4. Curve Number untuk daerah Pertanian (2)

(Sumber : USDA, 1986)

Tutupan Tanah Nilai Curve Number

Berdasarkan Grup

Tanah Tipe Tutupan Tanah Kondisi Hidrologi

A B C D

Padang rumput, dan rumput

makanan ternak

Buruk 68 79 86 89

Sedang 49 69 79 84

Baik 39 61 74 80

Padang rumput (jerami)

- 30 58 71 78

Semak-semak

Buruk 48 67 77 83

Sedang 35 56 70 77

Baik 30 48 65 73

Hutan dengan kombinasi

padang rumput (anggrek dan

kebun the)

Buruk 57 73 82 86

Sedang 43 65 76 82

Baik 32 58 72 79

Hutan

Buruk 45 66 77 83

Sedang 36 60 73 79

Baik 30 55 70 77

Rumah-rumah pertanian , jalan

raya, lumbung - 59 74 82 86

Page 98: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xxv

UNIVERSITAS INDONESIA

Tabel L1.5. Curve Number untuk ARC I, II dan III

(Sumber : USDA, 2004)

CN for ARC II CN for ARC

CN for ARC II CN for ARC

I III I III

100 100 100 60 40 78

99 97 100 59 39 77

98 94 99 58 38 76

97 91 99 57 37 75

96 89 99 56 36 75

95 87 98 55 35 74

94 85 98 54 34 73

93 83 98 53 33 72

92 81 97 52 32 71

91 80 97 51 31 70

90 78 96 50 31 70

89 76 96 49 30 69

88 75 95 48 29 68

87 73 95 47 28 67

86 72 94 46 27 66

85 70 94 45 26 65

84 68 93 44 25 64

83 67 93 43 25 63

82 66 92 42 24 62

81 64 92 41 23 61

80 63 91 40 22 60

79 62 91 39 21 59

78 60 90 38 21 58

77 59 89 37 20 57

76 58 89 36 19 56

75 57 88 35 18 55

74 55 88 34 18 54

73 54 87 33 17 53

72 53 86 32 16 52

71 52 86 31 16 51

70 51 85 30 15 50

69 50 84 25 12 43

68 48 84 20 9 37

67 47 83 15 6 30

66 46 82 10 4 22

65 45 82 5 2 13

64 44 81 0 0 0

63 43 80

62 42 79

61 41 78

Page 99: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xxvi

UNIVERSITAS INDONESIA

LAMPIRAN 2

CURAH HUJAN HARIAN RERATA PADA MASING-MASING SUB DAS

PADA BULAN JANUARI DAN FEBRUARI TAHUN 2002

Tanggal

Jumlah Hujan (mm)

Cisukabirus Ciesek Cisarua Cibogo Ciliwung

(Tugu) Ciseuseupan

1-Jan-02 13.76 17.22 13.25 13.89 14.66 22.96

2-Jan-02 2.45 1.99 4.24 1.61 3.99 1.64

3-Jan-02 6.44 4.56 5.79 6.81 4.66 1.50

4-Jan-02 18.20 11.55 24.85 15.22 21.17 3.52

5-Jan-02 4.21 3.23 9.64 1.63 9.17 7.65

6-Jan-02 10.82 13.28 11.82 10.26 12.83 11.69

7-Jan-02 9.02 8.13 5.54 10.71 4.78 5.32

8-Jan-02 29.24 21.81 33.90 27.24 29.50 11.12

9-Jan-02 45.12 33.91 41.98 46.98 35.07 19.18

10-Jan-02 27.22 18.17 28.45 26.91 23.19 14.89

11-Jan-02 0.20 0.14 0.10 0.25 0.07 1.84

12-Jan-02 2.21 7.83 0.90 2.67 3.67 18.34

13-Jan-02 2.29 3.96 2.58 2.10 3.39 4.13

14-Jan-02 7.27 5.04 4.72 8.57 3.34 1.84

15-Jan-02 2.65 2.13 4.34 1.85 4.06 5.99

16-Jan-02 17.65 15.47 13.91 19.51 12.27 11.00

17-Jan-02 33.42 68.51 27.89 34.96 44.81 82.13

18-Jan-02 37.49 46.79 35.40 38.20 39.16 40.13

19-Jan-02 5.62 10.19 3.14 6.66 5.27 29.80

20-Jan-02 4.83 5.70 4.38 5.02 4.69 5.35

21-Jan-02 11.87 15.62 13.79 10.82 15.46 11.29

22-Jan-02 21.75 13.22 29.69 18.20 25.37 5.74

23-Jan-02 8.68 8.12 8.36 8.85 7.85 14.25

24-Jan-02 0.45 0.69 0.22 0.56 0.57 2.52

25-Jan-02 10.03 22.24 9.06 10.11 15.00 29.72

26-Jan-02 27.15 26.64 21.10 30.08 20.51 27.44

27-Jan-02 32.74 33.13 24.36 36.76 23.54 31.78

28-Jan-02 49.79 77.11 41.87 52.72 55.85 103.97

29-Jan-02 132.69 95.96 141.22 129.76 119.43 45.46

30-Jan-02 52.47 53.99 57.68 49.92 58.69 56.41

31-Jan-02 53.96 38.15 59.07 52.00 49.80 16.71

1-Feb-02 9.15 5.75 11.70 8.03 10.05 5.20

2-Feb-02 10.70 26.71 11.75 9.69 21.65 43.91

3-Feb-02 36.49 24.96 25.68 42.05 20.57 21.93

4-Feb-02 7.75 8.02 8.86 7.21 8.84 7.45

5-Feb-02 23.18 27.57 24.92 22.20 26.63 25.46

6-Feb-02 35.48 35.00 41.76 32.48 42.52 35.68

Page 100: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xxvii

UNIVERSITAS INDONESIA

7-Feb-02 30.90 20.22 33.85 29.82 27.71 11.42

8-Feb-02 8.99 13.20 7.84 9.41 10.23 17.85

9-Feb-02 30.41 27.72 30.30 30.54 28.18 18.61

10-Feb-02 31.35 20.21 36.09 29.43 30.77 15.17

11-Feb-02 15.90 31.56 16.36 15.18 24.83 45.02

12-Feb-02 84.86 51.93 103.16 77.12 87.00 27.99

13-Feb-02 7.71 6.61 8.40 7.42 9.32 21.82

14-Feb-02 12.98 30.88 10.82 13.45 20.06 40.49

15-Feb-02 11.79 8.51 10.02 12.74 8.80 7.97

16-Feb-02 1.65 2.77 2.28 1.31 2.83 5.11

17-Feb-02 26.05 18.82 34.29 22.32 30.17 13.50

18-Feb-02 23.92 22.39 24.52 23.69 23.36 20.05

19-Feb-02 32.15 49.18 30.43 32.43 38.45 40.43

20-Feb-02 116.73 76.32 125.38 113.86 102.92 31.80

21-Feb-02 21.88 14.02 27.74 19.32 23.95 8.37

22-Feb-02 15.13 8.08 24.33 10.94 20.58 1.76

23-Feb-02 3.89 1.29 11.04 0.54 9.79 0.73

24-Feb-02 7.16 8.07 3.55 8.87 3.74 4.22

25-Feb-02 5.70 0.59 2.11 0.74 1.80 0.12

26-Feb-02 5.60 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

27-Feb-02 5.40 2.92 0.43 1.21 1.37 7.96

Page 101: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xxviii

UNIVERSITAS INDONESIA

LAMPIRAN 3

CURAH HUJAN HARIAN RERATA PADA MASING-MASING SUB DAS

PADA BULAN JANUARI DAN FEBRUARI TAHUN 2007

Tanggal

Hujan

Cisukabirus Ciesek Cisarua Cibogo Ciliwung

(Tugu) Ciseuseupan

1-Jan-02 8.83 5.99 6.52 10.03 4.80 1.73

2-Jan-02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

3-Jan-02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

4-Jan-02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

5-Jan-02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

6-Jan-02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

7-Jan-02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

8-Jan-02 1.06 0.34 3.06 0.13 2.71 5.74

9-Jan-02 8.53 7.94 4.29 10.58 3.67 3.51

10-Jan-02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

11-Jan-02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

12-Jan-02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

13-Jan-02 0.21 0.07 0.61 0.03 0.54 0.00

14-Jan-02 0.98 3.64 0.39 1.18 1.83 3.56

15-Jan-02 10.52 14.32 15.12 8.20 17.05 9.85

16-Jan-02 12.78 16.72 13.74 12.19 16.35 15.02

17-Jan-02 11.37 9.07 6.77 13.65 5.21 8.75

18-Jan-02 18.89 22.05 24.33 16.18 26.34 16.83

19-Jan-02 25.47 18.23 13.01 31.69 8.39 5.52

20-Jan-02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.12 1.40

21-Jan-02 5.02 7.86 9.90 2.59 11.96 21.03

22-Jan-02 25.72 28.74 25.74 25.60 27.96 39.85

23-Jan-02 37.51 47.43 18.38 46.38 22.05 26.79

24-Jan-02 18.13 6.68 49.49 3.43 43.97 0.58

25-Jan-02 24.54 15.22 31.12 21.68 25.92 17.55

26-Jan-02 18.37 33.90 18.60 17.76 26.06 25.89

27-Jan-02 45.26 54.76 51.27 42.07 55.76 37.38

28-Jan-02 49.40 80.17 43.55 51.24 60.04 90.79

29-Jan-02 78.49 55.97 81.09 77.96 67.93 21.77

30-Jan-02 17.35 18.15 16.15 17.90 17.14 23.78

31-Jan-02 55.82 40.04 39.01 64.40 29.72 26.23

1-Feb-02 10.62 21.23 6.91 12.06 11.97 42.76

2-Feb-02 96.02 113.06 125.36 81.38 136.64 149.14

3-Feb-02 223.96 239.10 183.42 242.96 186.18 164.20

4-Feb-02 113.46 104.81 83.06 128.33 76.24 82.18

5-Feb-02 31.65 24.83 25.08 35.02 20.66 9.72

6-Feb-02 2.54 1.74 1.80 2.92 1.31 1.22

Page 102: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xxix

UNIVERSITAS INDONESIA

7-Feb-02 4.09 4.96 3.01 4.57 3.33 11.76

8-Feb-02 2.96 1.04 8.05 0.58 7.12 2.55

9-Feb-02 4.79 3.01 4.96 4.76 3.94 0.81

10-Feb-02 1.31 4.16 1.05 1.35 2.69 4.47

11-Feb-02 7.76 11.24 13.75 4.78 17.11 39.10

12-Feb-02 31.71 31.55 17.86 38.36 16.71 15.29

13-Feb-02 0.64 0.21 1.83 0.08 1.80 2.04

14-Feb-02 37.27 22.23 54.70 29.37 47.80 24.27

15-Feb-02 66.27 75.55 38.29 79.41 42.38 75.35

16-Feb-02 24.32 19.12 26.36 23.51 25.11 23.52

17-Feb-02 36.97 32.99 45.63 32.93 43.62 23.09

18-Feb-02 38.61 45.08 29.06 42.99 31.74 32.24

19-Feb-02 38.23 37.90 33.13 40.69 31.89 29.78

20-Feb-02 8.42 9.20 7.18 8.99 7.34 4.88

21-Feb-02 1.05 0.42 2.55 0.35 2.24 0.04

22-Feb-02 7.54 6.60 9.81 6.48 9.96 18.46

23-Feb-02 6.75 8.79 3.80 8.10 4.60 5.08

24-Feb-02 7.61 6.67 16.34 3.45 15.89 9.24

25-Feb-02 10.97 14.84 5.34 13.55 7.45 18.19

26-Feb-02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.20 2.53

27-Feb-02 1.49 1.47 2.75 0.89 2.73 1.52

Page 103: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xxx

UNIVERSITAS INDONESIA

LAMPIRAN 4

CURAH HUJAN PERJAM RERATA PADA MASING-MASING SUB DAS

PADA 16 S.D 17 JANUARI 2013

Jam Cisukabirus Ciseuseupan Cisarua Ciliwung

(Tugu) Ciesek Cibogo

16 Januari 2013

12:00 AM 0.13 0.08 0.15 0.05 0.76 0.23

1:00 AM 0.31 0.08 0.15 0.75 0.05 0.42

2:00 AM 0.04 0.00 0.01 0.41 0.53 0.00

3:00 AM 0.16 0.15 0.12 0.41 2.69 0.09

4:00 AM 0.26 0.96 0.65 2.58 17.18 0.75

5:00 AM 0.86 0.66 1.29 2.75 11.88 1.22

6:00 AM 0.08 1.01 0.36 0.70 0.19 0.31

7:00 AM 1.62 1.56 1.23 2.69 1.92 0.97

8:00 AM 2.77 2.83 3.57 5.02 5.88 2.49

9:00 AM 4.21 2.13 3.93 7.04 3.19 3.81

10:00 AM 20.31 24.73 16.19 35.89 29.46 27.18

11:00 AM 12.09 14.23 22.53 77.90 95.41 13.81

12:00 PM 9.15 12.70 13.66 42.77 45.63 14.38

1:00 PM 0.09 0.02 0.49 0.33 0.01 0.05

2:00 PM 0.04 0.00 0.65 1.10 0.58 0.29

3:00 PM 0.68 0.36 1.59 2.59 2.11 0.96

4:00 PM 0.08 0.07 0.26 0.45 0.51 0.00

5:00 PM 0.03 0.01 0.01 0.03 0.00 0.00

6:00 PM 0.01 0.06 0.01 0.08 0.03 0.01

7:00 PM 0.05 0.29 0.00 0.23 0.03 0.04

8:00 PM 0.00 0.18 0.00 0.20 0.00 0.00

9:00 PM 0.01 0.34 0.00 0.35 0.02 0.00

10:00 PM 0.00 0.08 0.00 0.16 0.09 0.00

11:00 PM 0.00 0.00 0.00 0.05 0.03 0.00

17 Januari 2013

12:00 AM 0.23 0.85 0.19 0.54 0.80 0.25

1:00 AM 0.00 0.00 0.00 0.09 0.06 0.00

2:00 AM 0.23 1.71 0.10 0.38 0.54 0.39

3:00 AM 1.64 4.59 1.28 2.69 2.72 2.11

4:00 AM 10.32 19.50 6.11 11.93 17.27 12.58

5:00 AM 4.99 4.33 5.14 13.33 11.99 5.12

6:00 AM 3.38 4.86 3.13 7.67 6.34 2.87

7:00 AM 1.76 2.06 1.34 2.90 4.56 1.65

8:00 AM 4.18 2.89 3.77 5.86 6.99 3.23

Page 104: PEMODELAN SPASIAL KEJADIAN BANJIR DAERAH ALIRAN …digilib.bppt.go.id/sampul/SepaniePutiamini_1106152325_Tesis.pdfdepok . januari, 2014. universitas indonesia . pemodelan spasial kejadian

xxxi

UNIVERSITAS INDONESIA