epidemiologi spasial kejadian tuberkulosis · pdf fileepidemiologi. spasial kejadian ....

102
EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS (TB) DI KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2009-2013 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Oleh SOFWATUN NIDA NIM: 1110101000024 PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/1435 H

Upload: phungdan

Post on 01-Feb-2018

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS (TB)

DI KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2009-2013

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh

SOFWATUN NIDA

NIM: 1110101000024

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M/1435 H

Page 2: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

Skripsi, August 2014

Sofwatun Nida, NIM: 1110101000024

Epidemiologi Spasial Kejadian Tuberkulosis (TB) di Kota Tangerang Selatan

Tahun 2009-2013

xi + 75 halaman; 9 tabel; 2 gambar; 5 lampiran

ABSTRAK

Laporan penemuan kasus TB yang akurat sangat dibutuhkan untuk

mengetahui besar masalah sebagai landasan dalam penyusunan perencanaan

pengendalian TB yang tepat. Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan dalam

laporannya belum melakukan pemisahan kasus TB yang berdomisili di luar Kota

Tangerang Selatan sehingga dikhawatirkan terjadi bias informasi. Untuk itu

penelitian ini bertujuan mengetahui kejadian TB di Kota Tangerang Selatan dengan

mengeluarkan kasus TB yang berdomisili di luar Kota Tangerang Selatan.

Penelitian ini juga menganalisis kasus TB secara spasial dari tahun 2009-2013

untuk mengetahui kejadian TB berdasarkan tempat dan waktu. Desain penelitian

yang digunakan adalah ecology study.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata proporsi kasus TB yang

berdomisili di Kota Tangerang Selatan diantara semua kasus yang terlaporkan dinas

kesehatan sebesar 85.4%. Selama lima tahun kasus TB cenderung mengalami

peningkatan dengan peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2012 dari 1.160 kasus

menjadi 1680 kasus (naik 45%). Pada tahun tersebut angka penjaringan suspek juga

meningkat sebesar 23.5%. CNR TB meningkat hanya pada tahun 2010-2011 (>5%).

Selama lima tahun proporsi TB BTA (+) diantara suspek diantara angka 9.4%-

10.7% masih sesuai target (5-10%), sedangkan proporsi TB BTA (+) diantara

pasien TB tercatat/diobati kurang dari 65%. Rasio puskesmas terhadap jumlah

penduduk belum ideal 1:>30.000). Kejadian TB tahun 2009-2012 cenderung terjadi

di sebelah timur Kota Tangerang Selatan kemudian tersebar merata di tahun 2013.

Kasus TB lebih banyak ditemukan di kelurahan tempat puskesmas berada. Kasus

Tb cenderung lebih banyak ditemukan di kelurahan dengan kepadatan rendah.

Kementerian Kesehatan perlu menyempurnakan kartu register TB.03

elektronik dengan membagi kolom alamat menjadi beberapa bagian kolom seperti

nama jalan, nomor rumah, RT, RW, kelurahan, dan kecamatan dan di setting agar

wajib diisi. Sistem informasi TB perlu dikembangkan menjadi sistem online sampai

tingkat puskesmas. Pemerintah Kota Tangerang Selatan perlu melakukan

pemekaran puskesmas di wilayah kerja Puskesmas Benda Baru dan Puskesmas

Pamulang serta di Kecamatan Serpong Utara dan Serpong.

Kata kunci: TB, epidemiologi spasial, Tangerang Selatan

Page 3: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

EPIDEMIOLOGY

Undergraduated Thesis, August 2014

Sofwatun Nida, NIM: 1110101000024

Spatial Epidemiology of Tuberculosis Incidence in South Tangerang City,

Year 2009-2013

xi + 75 pages; 9 tables; 2 pictures; 5 attachments

ABSTRACT

Reports accurate TB case very necessary to know the problems of TB

which will then be used as the basis of the disease control planning in the region.

Health Department of South Tangerang City has made TB report without separating

case who live outside South Tangerang City so that would be bias. The aim of this

study to determine the incidence of TB in South Tangerang City without TB case

who live this city. Then analyze spatially TB cases from the year 2009-2013 to

describe based on place and time. This research used ecological study.

The results showed that among all the cases reported in health

department, an average of only 85.4% were residing in South Tangerang City.

Increased number of TB cases highest in 2012 which is 45%. CNR of TB all types

declined 0.7% in 2013, while CNR smear (+) increased during 2011-2013. Figures

crawl suspected increase >7% per year (2011-2013). Years 2009-2013 the

proportion of smear (+) between 9.4% -10.7 suspected among%, while the

proportion of smear (+) TB patients registered between less than 65%. TB incidence

in 2009-2012 tended to occur in the east of South Tangerang City and spread evenly

in the year 2013, TB cases are found in the villages close to the health center.

Village with many cases of TB does not always have a high population density.

Ministry of Health: card TB.03 electronic registers need to be detailed

in the address column into sections such as street name, house number, RT, RW,

villages, and districts and in settings that are required. TB information system needs

to be developed into an online system to rate puskesmas. Government of South

Tangerang City need to build public health center in Pamulang, Benda Baru,

Serpong Utara and Serpong villages.

Keywords: Tuberculosis, Epidemiology, South Tangerang City

Page 4: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

iv

Page 5: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

v

Page 6: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

vi

Page 7: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur senantiasa peneliti

panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan seluruh alam, Yang Maha Pengasih dan

Penyayang, pemilik ilmu yang Maha Mengetahui dan Maha Berkehendak atas

segala yang terjadi di langit dan bumi. Atas izin dan petunjuk-Nya skripsi dengan

judul “Epidemiologi Spasial Kejadian Tuberkulosis (TB) di Kota Tangerang

Selatan Tahun 2009-2013” dapat terselesaikan. Proposal skripsi ini disusun dalam

rangka memenuhi syarat mendapatkan gelar Strata I (S1), Sarjana Kesehatan

Masyarakat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Sholawat serta salam tak lupa peneliti hadirkan kepada baginda tercinta,

Nabi Muhammad saw, yang mengeluarkan umatnya dari zaman kebodohan ke

zaman ilmu pengetahuan. Peneliti juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada

pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan proposal ini, yaitu kepada:

1. Hambari Hairi S.Pd dan Djuhairiyah, ayah dan ibu yang telah memberikan

kepercayaan, dukungan moril dan do’a.

2. Ahmad Lutfie, Ahmad Zaky, Badru Tamam dan Nurul Ihsani yang telah

memberikan dukungannya sehingga peneliti dapat menjalani pendidikan S1.

3. Minsarnawati Tahangnacca, SKM. M.Kes selaku penanggungjawab

peminatan epidemiologi dan pembimbing skripsi I peneliti yang selalu

memberikan yang terbaik untuk perkuliahan di peminatan epidemiologi,

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing peneliti dalam

penyusunan skripsi ini.

Page 8: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

viii

4. Yuli Amran, SKM. M.KM selaku pembimbing II yang dengan sabar

mengoreksi skripsi peneliti, selalu memberikan arahan dan masukan dalam

penyusunan skripsi ini.

5. Budiarti SKM. M.Kes, Hoirunnisa Ph.D, dan Dr. Ela Laelasari yang telah

memberikan banyak masukan dalam skripsi peneliti.

6. Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan yang telah mengizinkan penelitian

ini dan memberikan data kejadian TB tahun 2009-2013.

7. Hidayatul Mustafid, wasor TB Dinkes Tangerang Selatan yang telah

menjelaskan kejadian TB dan permasalahannya kepada peneliti.

8. Badan Pusat Statistik yang telah mengizinkan peneliti memiliki laporan

Kecamatan Dalam Angka Kota Tangerang Selatan tahun 2010-2013.

9. Puskesmas Ciputat Timur yang telah mengizinkan peneliti melakukan

validasi data register TB.03.

10. Fajar Nugraha, M.Si yang telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi

dengan peneliti dan memberikan pengarahan mengenai penelitian spasial.

11. Wiwid Handayani yang telah berbagi informasi mengenai kejadian TB di

Kota Tangerang Selatan

12. Zata Ismah yang telah memberikan banyak masukan dan bantuan kepada

peneliti dalam setiap proses penyusunan skripsi.

13. Tri Bayu Purnama dan Najah Syamiyah yang telah memberikan banyak

referensi kepada peneliti.

14. Karlina Sulistiani, Harun Al-Rasyid serta Nurluthfiyah yang telah membantu

peneliti dalam proses pengumpulan data.

Page 9: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

ix

15. Siti Malati Ummah dan Rizka Rohman atas segala dukungan dan motivasinya

terutama menjelang sidang skripsi.

16. Kartika Andriyani dan Mayli Faroh yang membanu peneliti mempersiapkan

persidangan.

17. Ana Erviana, Putri Khairina dan Fajriatin atas do’a dan dukungan yang telah

diberikan.

18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Page 10: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

x

DAFTAR ISI

ABSTRAK .......................................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................................iv

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... x

DAFTAR TABEL .............................................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xiii

DAFTAR ISTILAH .......................................................................................................... xiv

1. BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 5

1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................................. 6

1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................... 7

1.4.1 Tujuan Umum ............................................................................................. 7

1.4.2 Tujuan Khusus ............................................................................................ 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................................... 7

1.6 Manfaat Penelitian ................................................................................................. 8

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 10

2.1 Pengertian dan Etiologi TB .................................................................................. 10

2.2 Cara Penularan TB ............................................................................................... 11

2.3 Riwayat Alamiah TB............................................................................................ 14

2.4 Diagnosis TB ........................................................................................................ 16

2.5 Indikator Program Pengendalian TB .................................................................... 20

2.6 Epidemiologi ........................................................................................................ 22

2.7 Epidemiologi Deskriptif ....................................................................................... 24

2.8 Sistem Informasi Geografis .................................................................................. 27

2.9 Analisis Spasial .................................................................................................... 29

Page 11: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

xi

2.10 Model Spasial Epidemiologi ................................................................................ 30

2.11 Kerangka Teori .................................................................................................... 32

3. BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ........................ 35

3.2 Definisi Operasional............................................................................................. 36

4. BAB IV METODOLOGI ............................................................................................ 38

4.1 Jenis dan Desain Penelitian .................................................................................. 38

4.2 Lokasi, Waktu, dan Populasi Penelitian ............................................................... 38

4.3 Pengumpulan Data ............................................................................................... 39

4.4 Keabsahan Data .................................................................................................... 41

4.5 Rancangan Manajemen Data ................................................................................ 41

4.6 Analisis Data ........................................................................................................ 42

5. BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................... 43

5.1 Distribusi Kejadian TB yang Terlaporkan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Selatan Menurut Keterangan Domisili Penderita Tahun 2009-2013 ................... 43

5.2 Kejadian TB Menurut Distribusi Tempat di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009-

2013 ...................................................................................................................... 46

5.3 Kejadian TB Menurut Distribusi Waktu di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009-

2013 ...................................................................................................................... 53

BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................................ 59

6.1 Keterbatasan Penelitian ........................................................................................ 59

6.2 Distribusi Kejadian TB yang Terlaporkan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Selatan Menurut Keterangan Domisili Penderita Tahun 2009-2013 ................... 59

6.3 Kejadian TB Menurut Distribusi Tempat di Kota Tangerang Selatan Tahun 2010-

2012 ...................................................................................................................... 65

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 74

Page 12: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................................ 36

Tabel 5.1 Rata-rata Proporsi Kasus TB yang Terlaporkan di Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan Menurut Keterangan Domisili Penderita Tahun

2009-2013........................................................................................... 44

Tabel 5.2 Proporsi Kasus TB di Luar Wilayah Tangerang Selatan Berdasarkan

Kasus yang Terlaporkan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Tahun 2009-2013 ............................................................................... 44

Tabel 5.3 Distribusi Kejadian TB Luar Kota Tangerang Selatan dan Keterangan

Domisili Tidak Jelas/Lengkap Menurut Fasyankes Tahun 2009-2013

............................................................................................................ 45

Tabel 5.4 Kepadatan Penduduk Menurut Kelurahan di Kota Tangerang Selatan

Tahun 2010-2012 ............................................................................... 49

Tabel 5.5 Distribusi Kasus TB (semua tipe) Menurut Kelurahan di Kota Tangerang

Selatan Tahun 2010-2012................................................................... 50

Tabel 5.6 Kejadian TB di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009-2013 ................ 54

Tabel 5.7 Persentase Trend CNR TB Semua Tipe dan TB BTA Positif di Kota

Tangerang Selatan Tahun 2010-2013 ................................................ 55

Tabel 5.8 Proporsi Puskesmas yang Memiliki Rasio Ideal dan Tidak Ideal Terhadap

Jumlah Penduduk di Wilayah Kerjanya Di Kota Tangerang Selatan

Tahun 2010-2012 ............................................................................... 58

Page 13: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.1 Distribusi Kejadian TB Menurut Kelurahan Tempat Puskesmas Berada

di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009-2013.................................... 47

Gambar 5.2 Kejadian TB Berdasarkan Kepadatan Penduduk Di Kota Tangerang

Selatan Tahun 2010-2012................................................................... 51

Page 14: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

xiv

DAFTAR ISTILAH

AIDS Acquired Immuno Deficiency Syndrome

ARTI Annual Risk of Tuberculosis Infection

BAPPEDA Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

BPS Badan Pusat Statistik

BTA Basil Tahan Asam

CDC Center for Deasese Control and Prevention

CNR Case Notification Rate

CR Cure Rate

Dinkes Dinas Kesehatan

DOTS Directly Observed Treatemen Short-course

Droplet Percikan dahak

Epidemiologi Ilmu yang mempelajari distribusi, frekuensi dan

determinan penyakit

Fasyankes Fasilitas Pelayanan Kesehatan

GIS Geographic Information System

HIV Human Immunodeficiency Virus

KCDA Kecamatan Dalam Angka

Kemenkes Kementerian Kesehatan

MDGs Millennium Development Goals

MDR Multi Drug Resistance

OAT Obat Anti Tuberkulosis

SIG Sistem Informasi Geografi

SPSS Statitical Package for Social Sciences

SR Success Rate

TB Tuberkulosis

WHO World Health Organization

Page 15: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

1

1. BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit TB (tuberkulosis) telah menjadi masalah global selama

kurang lebih dua puluh satu tahun atau sejak tahun 1993 (WHO, 2013).

Penyakit ini telah menyebabkan kecacatan dan kematian hampir di sebagian

besar negara di seluruh dunia (Chin, 2009). TB menjadi penyebab kematian

kedua tertinggi di dunia diantara penyakit menular setelah HIV. WHO

mengestimasikan pada tahun 2012 jumlah kasus baru TB mencapai 8.6 juta

namun hanya 5.7 juta kasus baru yang berhasil tercatat atau diobati pada

program TB nasional. Artinya masih ada 3 juta kasus TB lagi yang harus

ditemukan (WHO, 2013). Sementara itu, menurut estimasi proporsi kasus

baru TB, penyumbang terbesar kasus baru TB atau 40% dari seluruh kasus di

wilayah WHO adalah Asia Tenggara (WHO, 2012). Berdasarkan laporan

MDGs Asia Pasifik 2011/12, Indonesia menempati urutan ke-5 yang

memiliki kasus TB terbanyak diantara negara-negara Asia Tenggara.

Di Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

364/MENKES/SK/V/2009, penyakit TB merupakan penyakit menular yang

masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Beban TB di Indonesia masih

sangat tinggi mengingat setiap tahun masih ada 450.000 kasus baru.

Penurunan insiden di Indonesia belum signifikan namun jumlah kasus yang

ternotifikasi telah mengalami kenaikan. Perkiraan insiden pada tahun 2011

Page 16: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

2

adalah sebesar 450.000 kasus. Sedangkan kasus yang ternotifikasi oleh

program sebesar 321.308 kasus. Sehingga terdapat kesenjangan (gap) sebesar

128.629 kasus (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Penghitungan kasus baru

TB yang ternotifikasi atau Case Notification Rate (CNR) digunakan untuk

melihat tren penemuan kasus TB di suatu wilayah (Kementerian Kesehatan

RI, 2011). CNR mulai disosialisasikan ke daerah sejak dikeluarkannya buku

pedoman nasional pengendalian TB tahun 2011 oleh Kementerian Kesehatan

RI. CNR digunakan karena CDR (Case Detection Rate) dianggap kurang

sensitif untuk melihat kejadian TB di masyarakat.

Kejadian TB di masyarakat dapat diketahui dengan baik dengan

melakukan studi epidemiologi terutama epidemiologi deskriptif. Studi ini

merupakan langkah awal untuk mengetahui adanya besar masalah kesehatan

di suatu wilayah. Walaupun suatu deskripsi epidemiologi itu sederhana

tidaklah berarti tidak memberikan arti yang penting. Deskripsi yang tepat

tidak hanya berguna untuk menggambarkan besarnya masalah tetapi juga

memberikan gambaran tentang aspek-aspek tambahan pengetahuan yang

berkaitan dengan deskripsi itu (Bustan, 2006).

Keterangan kapan, dan dimana pada epidemiologi deskriptif

semakin tergambarkan dengan menggunakan analisis spasial. Analisis spasial

adalah satu bidang utama di mana sistem informasi geografis dan penelitian

kesehatan digabungkan melalui studi epidemiologi lingkungan (Gatrell &

Loytonen, 2003). GIS merupakan alat yang baik untuk meningkatkan

pemahaman data melalui visualisasi dan analisis, dan penggunaannya

Page 17: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

3

meningkat di kalangan professional kesehatan masyarakat untuk membuat

perencanaan, monitoring dan surveilan. Menampilkan data dalam bentuk peta

mampu memberikan wawasan yang lebih daripada bentuk tabel dengan data

yang sama, menampilkan penilaian yang cepat pada trend dan hubungan

(Fisher & Myers, 2011).

Sistem pencatatan dan pelaporan program TB nasional

dikembangkan mengacu pedoman internasional dari WHO dengan TB.03

sebagai register utama yang dikelola oleh wasor kabupaten/kota sebagai

penanggung jawab. Meskipun pencatatan dan pelaporan dari tingkat fasilitas

pelayanan kesehatan ke pusat telah semakin membaik, rekapitulasi data tahun

2009 masih menunjukkan beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut

meliputi ketepatan waktu pelaporan, kelengkapan data, akurasi data

(misalnya tidak mengikuti kaidah dalam penutupan data, registrasi ganda)

serta kemampuan untuk memilah berdasarkan jenis fasilitas pelayanan

kesehatan. Selain itu, analisis data dan indikator program di beberapa daerah

juga masih lemah. Meskipun berbagai perbaikan sistem telah mulai diujicoba,

yaitu penyempurnaan TB elektronik, pengisian dan distribusi data berbasis

web, otomatisasi software, akan tetapi inovasi ini masih membutuhkan

investasi waktu, tenaga dan biaya yang cukup besar sebelum dapat diterapkan

secara optimal (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Data sementara tahun 2012 sampai dengan triwulan 4 (per 11

Februari 2013) tercatat bahwa angka notifikasi kasus (CNR) semua kasus

baru TB sebesar 132 per 100.000 penduduk (Kementerian Kesehatan RI,

Page 18: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

4

2013). Provinsi Banten merupakan salah satu provinsi dengan CNR melebihi

angka nasional yakni sebesar 286.4 per 100.000 penduduk pada tahun 2012

(Dinas Kesehatan Provinsi Banten, 2012). Pada tahun yang sama wilayah di

Provinsi Banten yang memiliki CNR TB tertinggi adalah Kota Tangerang

Selatan yakni sebesar 1.644 per 100.000 penduduk. CNR tersebut sangat jauh

lebih besar dibanding wilayah lainnya di Provinsi Banten yang hanya berkisar

antara 61-118 per 100.000 penduduk (Dinas Kesehatan Provinsi Banten,

2012).

Perbedaan yang jauh ini sangat menarik untuk diteliti. Setelah

dilakukan studi pendahuluan di Kota Tangerang Selatan yakni melihat kasus

TB yang terlaporkan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Hasilnya

diketahui bahwa CNR TB di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2012 adalah

sebesar 107.5 per 100.000 penduduk. Perbedaan ini disebabkan jumlah kasus

TB yang berbeda antara yang terlaporkan di Dinas Kesehatan Provinsi Banten

dengan yang terlaporkan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Di

Dinas Kesehatan Provinsi Banten jumlah kasus baru TB di Kota Tangerang

Selatan sebanyak 22.478 kasus. Sedangkan Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Selatan melaporkan kasus baru TB sebanyak 1.511 kasus. Perbedaan ini dapat

menyebabkan kesalahan pada interpretasi permasalahan TB di Kota

Tangerang Selatan.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan ditemukan pula beberapa

permasalahan yang menyebabkan laporan TB dari Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan menjadi kurang valid. Hal ini disebabkan karena jumlah

Page 19: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

5

kasus TB yang diolah adalah semua kasus TB yang terlaporkan dari semua

fasyankes di Kota Tangerang Selatan. Padahal tidak semua kasus TB yang

terlaporkan berdomisili di Kota Tangerang Selatan. Oleh sebab itu, peneliti

tertarik melakukan penelitian epidemiologi spasial TB di Kota Tengerang

Selatan tahun 2009-2013.

1.2 Rumusan Masalah

Penyakit TB telah menjadi masalah global yang menyebabkan

kematian dan kecacatan di hampir sebagian besar negara di dunia. Negara-

negara yang paling banyak menyumbangkan kasus baru adalah dari Asia

Tenggara dimana Indonseia sendiri berada diurutan keempat teratas. Profil

Dinas Kesehatan Provinsi Banten tahun 2012 menunjukkan besar CNR TB

Provinsi Banten dua kali CNR nasional pada tahun yang sama. CNR tertinggi

di Provinsi Banten tahun 2012 ditemukan di Kota Tangerang Selatan yang

jauh melebihi wilayah lainnya.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan diketahui adanya perbedaan

jumlah kasus TB yang cukup besar di Kota Tangerang Selatan antara yang

dilaporkan Dinas Kesehatan Provinsi Banten dengan Dinas Kota Tangerang

Selatan dengan perbedaan lebih dari dua kali lipat. Di Dinas Kesehatan

Tangerang Selatan juga ditemukan adanya kemungkinan bias informasi

kejadian TB karena jumlah kasus TB yang diolah atau dihitung masih

tercampur dengan jumlah kasus TB dari luar wilayah Kota Tangerang

Selatan. Penghitungan ulang kasus TB yang benar-benar berdomisili di Kota

Page 20: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

6

Tangerang Selatan menjadi penting dilakukan agar informasi kejadian TB di

kota ini lebih valid. Kejadian TB akan semakin tergambarkan dengan baik

dengan menggunakan studi epidemiologi deskriptif dan analisis spasial.

Epidemiologi deskriptif akan menggambarkan distribusi kejadian TB

menurut fakto waktu, tempat dan orang sedangkan analisis spasial digunakan

untuk mempertajam analisis dari sudut pandang keruangan. Oleh karena itu,

peneliti tertarik melakukan penelitian epidemiologi spasial TB di Kota

Tangerang Selatan dari awal berdiri (2009) sampai tahun 2013.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1.3.1 Bagaimana distribusi kejadian TB berdasarkan kasus yang terlaporkan

di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan menurut keterangan

domisili penderita tahun 2009-2013?

1.3.2 Bagaimana kejadian TB menurut distribusi tempat (kelurahan tempat

puskesmas berada dan kepadatan penduduk) secara spasial di Kota

Tangerang Selatan tahun 2010-2012?

1.3.3 Bagaimana kejadian TB menurut distribusi waktu (trend kasus dan

jumlah puskesmas) di Kota Tangerang Selatan tahun 2009-2013?

Page 21: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

7

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

bagaimana kejadian TB berdasarkan waktu dan tempat melalui

pendekatan epidemiologi spasial di Kota Tangerang Selatan tahun

2009-2013.

1.4.2 Tujuan Khusus

1 Mengetahui distribusi kejadian TB berdasarkan kasus yang

terlaporkan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan menurut

keterangan domisili penderita tahun 2009-2013.

2 Mengetahui kejadian TB menurut distribusi tempat (kelurahan

tempat puskesmas berada dan kepadatan penduduk) secara

spasial di Kota Tangerang Selatan tahun 2010-2012.

3 Mengetahui kejadian TB menurut distribusi waktu (trend kasus

dan jumlah puskesmas) di Kota Tangerang Selatan tahun 2009-

2013.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian mengenai epidemiologi spasial

kejadian TB di Kota Tangerang Selatan tahun 2009-2013. Penelitian ini

menggunakan desain studi ekologi. Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui bagaimana kejadian TB berdasarkan waktu dan tempat melalui

Page 22: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

8

pendekatan epidemiologi spasial di Kota Tangerang Selatan. Analisis yang

akan dilakukan adalah analisis univariat dan spasial. Analisis univariat yakni

mendeskripsikan epidemiologi kejadian TB berdasarkan waktu dengan

melihat penemuan kasus dan CNR baik kasus TB semua tipe maupun TB

BTA positif. Sedangkan analisis spasial yakni melihat distribusi kejadian TB

menurut letak puskesmas dan kepadatan penduduk.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi bagi Dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan karena penelitian ini telah

memisahkan kasus TB yang berasal dari dalam dan luar Tangerang

Selatan serta digambarkan berdasarkan tingkat kelurahan, dengan

begitu Dinas Kesehatan dapat mengetahui besar masalah TB yang

terjadi di Kota Tangerang Selatan. Selain itu dijelaskannya kejadian

TB berdasarkan tingkat kelurahan akan mempermudah Dinas

Kesehatan dalam penyusunan perencanaan.

1.6.2 Bagi Peneliti

Bagi peneliti yang hendak melakukan penelitian TB di Kota

Tangerang Selatan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai latar

belakang penelitian karena penelitian ini akan menjelaskan seberapa

besar masalah TB yang ada di Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini

juga telah memisahkan kasus TB yang berasal dari luar Tangerang

Page 23: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

9

Selatan sehingga dapat mengurangi bias penelitian. Peneliti juga dapat

menentukan lokasi mana yang memiliki besar masalah TB paling

tinggi di Tangerang Selatan. Peneliti lain pun dapat meneruskan

penelitian ini terkait temuan-temuan yang akan dihasilkan dari

penelitian ini.

Page 24: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

10

2. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Etiologi TB

2.1.1 Pengertian TB

TB merupakan penyakit menular, pada manusia sering

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. TB sering menyerang

paru-paru tetapi bisa juga menyerang bagian lain dari tubuh.

Penyebarannya melalui udara ketika penderita batuk, bercicara

ataupun bersin. Kebanyakn infeksi pada manusia bersifat laten dan

tanpa gejala, satu diantara sepuluh yang terinfeksi akan menjadi sakit.

Jika dibiarkan dan tidak diobati maka TB aktif akan membunuh lebih

dari 50% korbannya (OECD/WHO, 2012).

2.1.2 Etiologi TB

Penyebab TB adalah adalah kompleks Mycobacterium

tuberculosis. Kompleks ini termasuk M. tuberculosis dan M.

africanum terutama berasal dari manusia dan M. bovis yang berasal

dari sapi (Chin, 2009). Diantara ketiganya yang paling sering

menyebabkan TB pada manusia adalah M. tuberculosis

(Notoatmodjo, 2007). Bakteri ini berbentuk batang, berukuran

panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron dan tahan terhadap asam

pada pewarnaan sehingga disebut Basil Tahan Asam (BTA). Bakteri

Page 25: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

11

ini cepat mati bila terkena sinar matahari langsung tetapi dapat

bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembab. Dalam

jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant atau tertidur lama selama

beberapa tahun.

Bakteri TB mati pada pemanasan 100oC selama 5-10 menit

atau pada pemanasan 60oC selama 30 menit dan dengan alcohol 70-

95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama1-2 jam di udara di

tempat lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan

terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993 menunjukkan

bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi bakteri

memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam (Widoyono, 2002).

2.2 Cara Penularan TB

Penularan TB terjadi melalui udara yang mengandung bakteri TB

dalam percikan ludah yang dikeluarkan oleh penderita TB paru atau TB laring

pada waktu mereka batuk, bersin atau pada waktu bernyanyi. Infeksi melalui

selaput lender atau kulit yang lecet bisa terjadi namun sangat jarang. Secara

teoritis seorang penderita akan tetap menular sepanjang ditemukannya hasil

TB di dalam tubuh mereka. Penderita yang tidak diobati atau yang diobati

tidak sempurna dahaknya akan tetap mengandung bakteri TB selama

bertahun-tahun (Chin & Kandun, 2012).

Page 26: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

12

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu

batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk

percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan 3000

percikan droplet. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana

percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi

jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.

Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan

lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman

yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil

pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. faktor yang

memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi

percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Kementerian

Kesehatan RI, 2011).

Bakteri TB bila sering masuk dan terkumpul dalam paru-paru

akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya

tahan tubuh yang rendah) dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau

kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TB dapat menginfeksi hampir

seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan,

kelenjar getah bening, tulang dan lain-lain. Meskipun demikian organ tubuh

yang paling sering terkena adalah paru-paru. Saat bakteri TB berhasil

menginfeksi paru-paru maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang

berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian seraksi imunologis

bakteri TB ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di

Page 27: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

13

sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu

membuat jaringan disekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TB akan

menjadi dormant (tidur). Bentuk-bentuk dormant inilah yang terlihat sebagai

tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen. Pada sebagian orang dengan sistem

imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya.

Sedangkan pada orang-orang dengan kekebalan tubuh yang kurang maka

bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel menjadi

banyak. Tuberkel yang banyak ini membuat sebuah ruang di dalam paru-paru.

Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak).

Seseorang yang telah memproduksi sputum diperkirakan sedang mengalami

pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TB (Nisa, 2007).

Daya penularan dari seorang penderita TB ditentukan oleh

banyaknya bakteri TB yang terdapat dalam paru penderita, penyebaran

bakteri TB di udara dan Penyebaran bakteri TB bersama dahak berupa droplet

dan berada disekitar penderita TB. Makin tinggi derajat positif pemeriksaan

dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak

negatif, maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Begitupula dengan

TB ekstra paru yang juga tidak menular (Notoatmodjo, 2007). Kemungkinan

seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsenterasi droplet dalam udara dan

lamanya menghirup udara tersebut serta virulensi dari bakteri TB (Chin &

Kandun, 2012). Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi

penderita TB, hanya 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita

TB (Nisa, 2007).

Page 28: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

14

2.3 Riwayat Alamiah TB

Riwayat alamiah penyakit adalah perjalanan atau proses

terjadinya suatu penykit dari awal sampai akhir. Tiap penyakit memiliki

riwayat alamiah masing-masing (Nuning, et al., 2006). Pada penyakit TB

riwayat alamiahnya terdiri dari infeksi primer dan pasca primer. Berikut

penjelasannya.

1. Infeksi Primer

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan

bakteri TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya sehingga dapat

melewati sistem pertahanan muskosillier bronkus dan terus berjalan

sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat

bakteri TB berhasil berkembangbiak dengan cara pembelahan diri di Paru

yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran linfe akan

membawa bakteri TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut

dengan kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai

pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat

dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberculin dari negatif

menjadi positif.

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung bakteri yang masuk

dan besarnya respondaya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya

reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan

bakteri TB. Meskipun demikian, ada beberapa bakteri akan menetap

sebagai bakteri persister atau dormant. Kadang-kadang daya tahan tubuh

Page 29: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

15

tidak mampu menghentikan perkembangan bakteri, akibatnya dalam

beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita TB. Masa

inkubasi yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi

sakit diperkirakan sekitar 6 bulan (Nisa, 2007). Namun ada juga yang

mengatakan masa inkubasi atau mulai saat masuknya bibit penyakit

sampai timbul gejala adanya lesi primer atau reaksi tes TB positif kira-kira

memakan 2-10 minggu (Chin & Kandun, 2012).

2. Pasca Primer

TB pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau

tahun sesudah infeksi primer misalnya karena daya tahan tubuh menurun

akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Cirri khas dari TB pasca

primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau

efusi pleura. Perjalanan infeksi selanjutnya pasca infeksi primer

tergantung jumlah kuman yang masuk dan respon imunitas seluler.

Beberapa kemungkinan perjalanan klinis selanjutnya pasca

infeksi primer:

a. Imunitas seluser dapat menghentikan perkembangan/proses infeksi,

namun beberapa bakteri dapat menetap dan bertahan sebagai persister

atau dorman

b. Imunitas tidak dapat menghentikan perkembangan bakteri dan dalam

beberapa bulan akan berkembangan menjadi penderita TB paru.

Page 30: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

16

2.4 Diagnosis TB

2.4.1 Diagnosis TB Paru

Diagnosis TB paru berdasarkan Kementerian Kesehatan RI (2011)

ialah:

1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,

yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).

2. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan

ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional,

penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan

diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji

kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang

sesuai dengan indikasinya.

3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan

foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang

khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

4. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan

aktifitas penyakit.

2.4.2 Diagnosis TB ekstra paru

Diagnosis TB ekstra paru berdasarkan Kementerian Kesehatan RI

(2011) ialah :

1. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku

kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis),

Page 31: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

17

pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan

deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan

lainlainnya.

2. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja

dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif)

dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan

diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan

dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi,

patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.

2.4.3 Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya disebut

sebagai tipe pasien (Kementerian Kesehatan RI, 2011), yaitu:

1. Kasus Baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

Pemeriksaan BTA bisa positif atau negatif.

2. Kasus yang Sebelumnya Diobati

a. Kasus Kambuh (Relaps)

Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau

pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif

(apusan atau kultur).

Page 32: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

18

b. Kasus Setelah Putus Berobat (Default)

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan

atau lebih dengan BTA positif.

c. Kasus Setelah Gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif

atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih

selama pengobatan.

3. Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register

TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

4. Kasus lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas,

seperti:

a. tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya

b. pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya

c. kembali diobati dengan bta negatif

2.4.4 Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif

Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif

1. Sembuh

Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan

pemeriksaan apusan dahak ulang (follow-up) hasilnya negatif pada

AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya

Page 33: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

19

2. Pengobatan Lengkap

Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara

lengkap tetapi tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang

pada AP (akhir pengobatan) dan pada satu pemeriksaan

sebelumnya.

3. Meninggal

Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena

sebab apapun.

4. Putus berobat (Default)

Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih

sebelum masa pengobatannya selesai.

5. Gagal

Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

6. Pindah (Transfer out)

Adalah pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan

(register) lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.

Page 34: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

20

2.5 Indikator Program Pengendalian TB

Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan pengendalian TB

digunakan beberapa indikator. indikator pengendalian TB secara nasional ada

2 yaitu (Kementerian Kesehatan RI, 2011):

1. Angka penemuan pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate =

CDR) dan

2. Angka keberhasilan pengobatan (Success Rate = SR)

Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator

nasional tersebut di atas, yaitu:

1. Angka penjaringan suspek

Angka penjaringan suspek adalah jumlah suspek yang

diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk pada suatu wilayah

tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya

penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu dengan memerhatikan

kecenderungannya dari waktu ke waktu (triwulan/tahunan).

2. Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara suspek yang diperiksa

dahaknya

Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara suspek yang

diperiksa dahaknya adalah persentase pasien TB BTA positif yang

ditentukan diantara seluruh suspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini

menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien

Page 35: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

21

serta kepekaan menetapkan kriteria suspek. Angka ini diperkirakan

sekitar 5-15%. Bila terlalu kecil (<5%) kemungkinan disebabkan

penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhi

kriteria suspek atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium

(negatif palsu). Namun bila angka ini terlalu besar (>15%) kemungkinan

disebabkan penjaringan terlalu ketat atau ada masalah dalam

pemmeriksaan laboratorium (positif palsu).

3. Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru

Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara seluruh pasien

TB paru adalah persentase kasus TB paru BTA positif diantara semua

kasus TB paru tercatat/diobati. Indikator ini menggambarkan prioritas

penemuan kasus TB yang menular diantara seluruh kasus TB paru yang

tercatat/diobati. Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka

ini jauh lebih rendah, itu berarti mutu diagnosis rendah dan kurang

memberikan prioritas untuk menemukan kasus yang menular (kasus TB

BTA positif).

4. Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien

Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien adalah

persentase kasus TB anak (<15tahun) diantara seluruh kasus TB tercatat.

Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan

dalam mendiagnosis TB pada anak. Angka ini berkisar 15%. Bila angka

ini terlalu besar atau lebih dari 15% kemungkinan terjadi overdiagnosis.

Page 36: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

22

5. Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate)

Angka notifikasi kasus adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien

baru yang ditemukan dan tercatat diantara 100.000 penduduk di suatu

wilayah tertentu. Angka ini apabila dikumpulkan serial akan

menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun ke tahun di

wilayah tersebut. Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan

(trend) meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah

tersebut.

6. Angka kesembuhan (Cure Rate)

Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan

persentase kasus baru TB BTA positif yang sembuh setelah selesai masa

pengobatan, diantara kasus TB baru BTA positif yang tercatat. Angka

minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angka kesembuhan digunakan

untuk mengetahui hasil pengobatan.

2.6 Epidemiologi

Epidemiologi merupakan ilmu yang kompleks dan senantiasa

berkembang. Oleh karena itu, tidak mudah untuk menentukan batasan yang

baku. Hal ini tampak dengan berbagai batasan yang dinyatakan oleh para ahli

epidemiologi sebagai berikut (Budiarto & Anggraeni, 2003).

1. Mac Mahon B dan Pugh, T. F., 1970: epidemiologi ialah ilmu yang

mempelajari distribusi penyakit dan determinan yang mempengaruhi

frekuensi penyakit pada kelompok manusia.

Page 37: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

23

2. Lowe C. R. dan Koestrzewski J., 1973: epidemiologi adalah studi tentang

faktor yang menentukan frekuensi dan distribusi penyakit pada populasi

manusia.

3. Mausner J. S. dan Bahn, 1974: epidemiologi adalah ilmu yang

mempelajari distribusi dan determinan penyakit dan ruda paksa pada

populasi manusia.

4. Lilienfeld A.M., dan D. E. Lilienfeld, 1980: epidemiologi ialah ilmu yang

mempelajari distribusi penyakit atau keadaan fisiologis pada penduduk

dan determinan yang mempengaruhi distribusi tersebut.

5. Barker, D. J. P., 1982: epidemiologi ialah suatu studi tentang distribusi dan

determinan penyakit pada populasi manusia.

Dari batasan tersebut terdapat persamaan yaitu semua menyatakan

epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi, frekuensi, dan

determinan penyakit, hanya terdapat dua perbedaan yaitu tambahan fenomena

fisiologis (Lilienfeld & Lilienfeld) dan ruda paksa (Mausner & Bhan).

Berdasarkan definisinya, pengetahuan epidemiologi penting dimiliki

oleh petugas kesehatan. Hal ini berkaitan dengan upaya meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat melalui peningkatan pelayanan kesehatan maka,

dibutuhkan informasi tentang siapa, dimana, kapan dan bagaimana suatu

penyakit atau masalah kesehatan terjadi. Informasi tersebut dapat diperoleh

melalui studi epidemiologi (Budiarto & Anggraeni, 2003). Epidemiologi

juga digunakan untuk menentukan kebutuhan akan program-program

pengendalian penyakit, mengembangkan program pencegahan dan kegiatan

Page 38: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

24

perencanaan layanan kesehatan serta untuk menetapkan pola penyakit

endemi, epidemi, dan pandemi (Timmreck, 2004).

2.7 Epidemiologi Deskriptif

Epidemiologi menekankan upaya menerangkan bagaimana

distribusi penyakit dan bagaimana komponen menjadi faktor penyebab

penyakit tersebut. Untuk mengungkapkan dan menjawab masalah tersebut,

epidemiologi melakukan berbagai cara yang selanjutnya menjadikan

epidemiologi dapat dibagi dalam beberapa jenis yakni epidemiologi

deskriptif, analitik dan eksperimental (Bustan, 2006). Berikut akan dijelaskan

epidemiologi deskriptif.

Studi deskriptif biasanya menjadi studi epidemiologi pertama yang

dilakukan terhadap suatu penyakit. Pola kasus yang terdeteksi membekali

penyelidik dengan gagasan yang dapat memunculkan hipotesis tentang

penyebab atau sumber suatu penyakit (McKenzie, et al., 2007). Hal yang

sama juga dijelaskan oleh Sulistyaningsih (2010) bahwa epidemiologi

deskriptif mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran suatu masalah

kesehatan tanpa mencari jawaban terhadap faktor-faktor penyebab

munculnya masalah tersebut. Epidemiologi deskriptif merupakan dasar

berpijak dalam proses berfikir deduktif guna menyusun hipotesis mengenai

hubungan kausal yang akan dibuktikan pada fase berikutnya. Sementara itu,

Bustan (2006) menjelaskan bahwa epidemiologi deskriptif berkaitan dengan

definisi epidemiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang distribusi

penyakit atau masalah kesehatan masyarakat. Di sini dipelajari tentang

Page 39: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

25

frekuensi dan distribusi suatu masalah kesehatan dalam masyarakat.

Keterangan tentang frekuensi dan distribusi suatu penyakit atau masalah

kesehatan menunjukkan tentang besarnya masalah itu dalam masyarakat.

Hasil pekerjaan epidemiologi deskriptif diharapkan mampu menjawab

pertanyaan mengenai faktor who, where, dan when. Di sini epidemiologi

merupakan langkah awal untuk mengetahui adanya masalah kesehatan

dengan menjelaskan siapa yang terkena dan di mana serta kapan terjadinya

masalah itu (Bustan, 2006; McKenzie et al., 2007; dan Sulistyaningsih, 2010).

1. Who merupakan pertanyaan tentang faktor orang yang akan dijawab

dengan mengemukakan perihal mereka yang terkena masalah, bisa

mengenai variabel umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan

pekerjaan dan pendapatan. Faktor-faktor ini biasa disebut sebagai

variabel epidemiologi atau demografi. Kelompok orang yang potensial

atau punya peluang untuk menderita sakit atau mendapatkan risiko

biasanya disebut population at risk (populasi berisiko) (Bustan, 2006).

Untuk menjawab pertanyaan “who”, pertama-tama seorang epidemiolog

akan melakukan “beadcount” (menghitung jumlah orang yang ada) untuk

menentukan jumlah kasus penyakit yang terjadi dan berupaya

menentukan siapa yang sakit (anak-anak, dewasa, lansia, pria, wanita).

Data yang dikumpulkan harus dapat memungkinkan mereka menyusun

suatu rangkuman berdasarkan usia, jenis kelamin, ras, status perkawinan,

dan jenis pekerjaan (McKenzie, et al., 2007).

Page 40: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

26

2. Where merupakan pertanyaan mengenai faktor tempat di mana

masyarakat tinggal atau bekerja, atau dimana saja ada kemungkinan

mereka menghadapi masalah kesehatan. Faktor tempat ini dapat berupa

kota (urban) dan desa (rural); pantai, pegunungan, daerah pertanian,

industri, tempat bermukim atau bekerja (Bustan, 2006). Untuk

memastikan tempat yang menjadi sumber penyakit, alamat penduduk dan

riwayat perjalanan setiap kasus dicatat. Informasi ini akan memberikan

distribusi kasus secara geografis dan membantu menemukan luas

penyebaran kasus. Dengan menandai kasus-kasu di dalam sebuah peta

berikut karakteristik alam seperti jeram atau benda buatan manusia

seperti pabrik, dapat membantu mempelajari segala sesuatu tentang

sumber penyakit (McKenzie, et al., 2007).

3. When yakni pertanyaan tentang kejadian penyakit yang berhubungan

dengan waktu. Faktor waktu ini dapat berupa jam, hari, minggu, bulan,

dan tahun; musim hujan dan musim kering. Untuk menjawab pertanyaan

“when”, ahli epidemiologi harus memastikan waktu dimulainya penyakit

untuk setiap kasus. Data yang didapatkan dapat digunakan untuk

membuat kurva epidemic, suatu tampilan grafik yang dapat

memperlihatkan kasus penyakitberdasarkan waktu atau tanggal mulainya

gejala (McKenzie, et al., 2007).

Page 41: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

27

2.8 Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis atau Geographic Information System

secara komprehensif adalah sistem untuk mengumpulkan, menyimpan,

mengintegrasi, analisis dan menampilkan data secara spasial (Gatrell &

Loytonen, 2003). Sistem Informasi geografis merupakan sebuah sistem yang

saling berangkaian satu dengan yang lainnya. Sistem informasi geografis

sebagai kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat

lunak, data geografi dan personel yang didesain untuk memperoleh,

menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan

semua bentuk informasi lingkungan dan geografi. Dengan demikian, basis

analisis dari sistem informasi geografis adalah data spasial dalam bentuk

digital yang diperoleh melalui data satelit atau data lain terdigitasi (Nuarsa,

2004).

GIS merupakan alat yang baik untuk meningkatkan pemahaman data

melalui visualisasi dan analisis, dan penggunaannya meningkat di kalangan

professional kesehatan masyarakat untuk membuat perencanaan, monitoring

dan surveilan. Menampilkan data dalam bentuk peta mampu memberikan

wawasan yang lebih daripada bentuk tabel dengan data yang sama,

menampilkan penilaian yang cepat pada trend dan hubungan. Kemampuan ini

dapat membantu dalam penargetan inisiatif kesehatan masyarakat serta

mengevaluasi program kesehatan dan menginformasikan perencanaan jangka

panjang. Memberikan pelayanan kesehatan minimum yang adil merupakan

tantangan khusus di negara-negara berkembang di mana sumber daya

Page 42: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

28

kesehatan dan infrastruktur transportasi sering miskin. Akses ke pelayanan

kesehatan adalah penentu utama penggunaan layanan ini dan alat-alat GIS

sedang semakin digunakan untuk mengevaluasi distribusi sumber daya

kesehatan (Fisher & Myers, 2011).

Sistem informasi geografis diharapkan mampu memberikan

menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan (Nuarsa, 2004):

1. Penanganan data geospasial menjadi lebih baik dalam format baku

2. Revisi dan pemutakhiran data menjadi lebih muda

3. Data geospasial dan informasi menjadi lebih mudah dicari, dianalisa dan

direpresentasikan

4. Menjadi produk yang mempunyai nilai tambah

5. Kemampuan menukar data geospasial

6. Penghematan waktu dan biaya

7. Keputusan yang diambil menjadi lebih baik.

Sistem informasi geografis dapat diaplikasikan di dunia kesehatan.

Aplikasi utama Sistem Informasi Geografis dalam kesehatan masyarakat

adalah (Nuarsa, 2005)

1. Membuat gambaran spasial dari peristiwa kesehatan.

2. Identifikasi risiko pekerjaan, lingkungan, kelompok risiko tinggi dan

daerah kritis

3. Stratifikasi faktor risiko

4. Analisis situasi kesehatan di suatu daerah geografis tertentu

5. Analisis pola penyakit pada berbagai tingkat agregasi

Page 43: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

29

6. Surveilans dan monitoring kesehatan masyarakat

7. Perencanaan dan target upaya kesehatan

8. Alokasi sumber daya kesehatan

9. Evaluasi suatu intervensi kesehatan.

2.9 Analisis Spasial

Analisis spasial adalah satu bidang utama di mana sistem informasi

geografis dan penelitian kesehatan digabungkan melalui studi epidemiologi

lingkungan. Ketika mencari hubungan antara penyakit dan lingkungan fisik

dapat membedakan definisi geografis atau spasial epidemiologi yang lebih

sempit di mana deskripsi, eksplorasi dan pemodelan kejadian penyakit tidak

selalu melibatkan hubungan langsung dengan pencemaran lingkungan.

Metode ini menggambarkan klaster penyakit, identifikasi klaster, asosiasi

dengan potensi titik dan garis sumber polusi, dan kejadian penyakit ruang-

waktu (Gatrell, 1998).

Pendekatan analisis melihat kejadian penyakit ruang dan waktu

disebut dengan analisis spasial. Spasial mempunyai arti sesuatu yang dibatasi

oleh ruang, komunikasi dan atau transformasi sedangkan data spasial

menunjukkan posisi, ukuran dan kemungkinan hubungan topologis (bentuk

dan tata letak) dari obyek di muka bumi (Ruswanto,2010). Selanjutnya

analisis spasial adalah bagian manajemen penyakit berbasis wilayah yang

menguraikan data penyakit secara geografi yang berkenaan dengan

Page 44: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

30

kependudukkan, persebaran, lingkungan, perilaku, sosial ekonomi, kasus

kejadian penyakit dan hubungan antar variabel tersebut (Ahmadi, 2005).

2.10 Model Spasial Epidemiologi

Elliot dan Watrtenberg (2004) dalam Achmadi (2014) mengem

bangkan metode spasial epidemiologi yang memberikan pengertian sebagai

suatu analisis dan uraian tentang kejadian penyakit pada sebuah wilayah

berikut berbagai variabel yang berperan dalam kejadian penyakit tersebut,

berkenaan dengan kondisi geografi, topografi, demografi serta berbagai risiko

lainnya.

Spatial epidemiology is the description and analysis of

geographic variations in disease eith respect to demographic, environmental,

behavioral, socioeconomic, genetic, and infectious risk factors (Elliot dan

Wartenberg, 2004).

Kategori analisis spasial dibagi menjadi tiga kelompok utama

(Achmad, 2014):

1. Pemetaan Kasus Penyakit

Pemetaan penyakit memberikan suatu ringkasan visual yang

cepat tetang informasi geografis yang amat kompleks dan dapat

mengidentifikasi hal-hal atau beberapa informasi yang hilang apabila

disajikan dalam bentuk tabel. Pemetaan dapat dilakukan untuk tujuan

deskriptif, baik untuk menghasilkan hipotesis seperti etiologi, surveilans

Page 45: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

31

untuk pengawasan yang menyoroti area pada risiko yang tinggi dan untuk

membantu alokasi sumber daya dan kebijaksanaan. Pemetaan penyakit

secara khusus dapat menunjukkan angka mortalitas atau morbiditas untuk

suatu area geografi seperti suatu negara, provinsi atau daerah.

Pemetaan penyakit mempunyai dua aspek yakni gambaran

visual dan pendekatan intuitif, perlu diperhatikan juga pada penafsiran.

Pada gambaran yang menyakngkut gambaran citra satelit dengan adanya

perbedaan resolusimeski data dan ukuran sama juga dapat menimbulkan

salah tafsir.

2. Studi Hubungan Geografis

Studi hubungan geografis bertujuan untuk menguji variasi

geografi disilangkan dengan populasi kelompok pemajanan ke variabel

lingkungan (yang mungkin diukur di udara, air atau tanah), ukuran

demografi dan sosial ekonomi (seperti pendapatan dan ras), atau faktor

gaya hidup (seperti merokok dan diet) dalam hubungan dengan hasil

kesehatan mengukur pada suatu skala geografi.

3. Pengelompokan Penyakit

Penyakit tertentu yang mengelompok pada wilayah tertentu

patut dicurigai. Dengan bantuan pemetaan yang baik, insidensi penyakit

diketahui berada pada lokasi tertentu. Dengan penyelidikan lebih

mendalam, maka dapat dihubungkan dengan sumber-sumber penyakit

seperti tempat pembuangan sampah akhir, jalan raya, pabrik tertentu,

pembangkit atau saluran udara tinggi.

Page 46: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

32

Elliot P, et al. (1992) menyebutkan bahwa geografikasl-

eppidemiologi dapat didefinisikan sebagai deskripsi pola-pola spasial

insiden penyakit dan kematian. Ini merupakan bagian dari epidemiologi

deskriptif yang mana lebih umunya mengenai penggambaran kejadian

penyakit berkenaan dengan karakteristik demografi (seperti umur, ras,

jenis kelamun), tempat dan waktu.

2.11 Kerangka Teori

Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi, frekuensi,

dan determinan penyakit (Mac Mahon & Pugh, 1970; Lowe & Koestrzewski,

1973; Mausner & Bahn, 1974). Epidemiologi menekankan upaya

menerangkan bagaimana distribusi penyakit dan bagaimana komponen

menjadi faktor penyebab penyakit tersebut. Untuk mengungkapkan dan

menjawab masalah tersebut, epidemiologi melakukan berbagai cara yang

selanjutnya menjadikan epidemiologi dapat dibagi dalam beberapa jenis

yakni epidemiologi deskriptif, analitik dan eksperimental (Bustan, 2006).

Studi deskriptif biasanya menjadi studi epidemiologi pertama yang dilakukan

terhadap suatu penyakit. Pola kasus yang terdeteksi membekali penyelidik

dengan gagasan yang dapat memunculkan hipotesis tentang penyebab atau

sumber suatu penyakit (McKenzie, et al., 2007).

Epidemiologi deskriptif diharapkan mampu menjawab pertanyaan

mengenai faktor who, where, dan when (Bustan, 2006 dan McKenzie et al.,

2007). Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka digunakan segitiga

Page 47: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

33

distribusi epidemiologi. Ketiga faktor tersebut yang akan membentuk

gambaran distribusi masalah atau penyakit. Informasi orang, tempat dan

waktu berguna untuk menggambarkan adanya perbedaan dalam keterpaparan

dan susceptibilitas. Artinya jika ada perbedaan dalam orang-tempat-waktu

maka itu dapat menjadi petunjuk adanya perbedaan paparan (exposure) agen

dan kepekaan (susceptibility) pejamu. Perbedaan ini dapat dipakai sebagai

petunjuk tentang sumber, agen yang bertanggungjawab, transmisi dan

penyebaran suatu penyakit (Bustan, 2006).

1. Faktor Orang dan Tempat

Hal yang sangat berguna bagi ahli epidemiologi adalah penempatan

penyakit, kondisi, kesakitan dan pengklasterannya pada peta serta

penggunaan perangkat terkait lainnya untuk menempatkan berbagai kasus

penyakit. Peta dan pengkajian pengklasteran sangat berguna terutama

selama berlangsungnya KLB khususnya jika penyakit tersebut

memberikan konsekuensi besar bagi penduduk, mempengaruhi populasi

yang besar dan secara geografis sekaligus reservoir dari organism juga

harus dipertimbangkan dalam analisis (Timmreck, 2004).

2. Faktor Orang dan Waktu

Sebagian atau seluruh waktu, konfigurasi, atau segmen yang berkaitan

dengan penyakit atau faktor risiko dapat dipakai dalam studi epidemiologi.

Tipe penyakit atau kondisi dengan karakteristiknya akan menentukan

elemen waktu yang perlu dipertimbangkan dan digunakan (Timmreck,

2004).

Page 48: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

34

3. Faktor Waktu dan Tempat

Waktu sebagai elemen dasar dalam ukuran epidemiologi dan sebagai

pertimbangan dasar dalam investigasi digunakan untuk mengetahui

penyebab penyakit, ketidakmampuan, dan kondisi. Suatu episode penyakit

dapat dialokasikan berdasarkan dimana (tempat) terjadinya dan

berdasarkan waktu terjadinya dan keduanya sama pentingnya. Jika elemen

tempat dan waktu berpadu dalam suatu KLB penyakit, perpaduan itu akan

sangat berguna untuk memperlihatkan hubungan etiologis. Penggabungan

kedua eleman tersebut menjadi sorotan khusus jika interval waktu antara

pajanan dan awitan sangat dekat (Timmreck, 2004).

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Modifikasi dari: Kementerian Kesehatan RI (2011);

Malnutrisi

Diabetes Melitus

Immuno supresan

10%

Lama Kontak

Jumlah Kasus TB BTA

(+)

Lingkungan

1. Ventilasi

2. Kepadatan dalam

ruangan

3. Kepadatan penduduk

Faktor Perilaku

Pajanan Infeksi TB

HIV (+)

Risiko menjadi TB bila dengan

HIV:

5-50% setiap tahun

>30% lifetime

Page 49: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

35

3. BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori maka peneliti membuat kerangka

konsep seperti yang terlihat pada bagan 2.2. Tidak semua faktor yang ada

di kerangka teori dijadikan variabel penelitian. Hal tersebut dikarenakan

penelitian ini menggunakan data sekunder yang memiliki keterbatasan

data dimana data lama kontak, ventilasi dan faktor perilaku tidak dapat

diukur.

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

Kerangka konsep menunjukkan alur terjadinya penyakit TB yang

diawali dengan pajanan kemudian infeksi TB. Rangkaian ini tidak dapat

dipisahkan karena tidak semua orang yang terinfeksi bakteri TB

berkembang menjadi sakit TB. Adapun yang akan diteliti dalam penelitian

ini adalah gambaran kejadian TB berdasarkan distribusi tempat dan waktu.

Distibusi tempat yang diteliti adalah berdasarkan kelurahan tempat

puskesmas dan kepadatan penduduk. Sementara distribusi waktu yang

diteliti adalah trend kasus TB dan kejadiannya berdasarkan jumlah

puskesmas.

Trend kasus TB

Jumlah Puskesmas

Keberadaan

Puskesmas

Kepadatan

Penduduk

Pajanan Infeksi

TB semua

tipe

TB BTA (+)

Page 50: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

36

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1

Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Pengukuran Skala

Ukur

1 Kejadian TB/ TB

semua tipe

Kejadian TB baik kasus TB BTA (+), TB

BTA (-), ataupun TB ekstra paru yang

tercatatat dalam register TB.03 elektronik

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Data sekunder Register TB.03 Jumlah kasus TB Rasio

2 TB BTA (+) kasus TB dengan hasil pemeriksaan dahak

BTA positif yang tercatatat dalam register

TB.03 elektronik Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan

Data sekunder Register TB.03 Jumlah kasus TB BTA (+) Rasio

3 Domisili Lokasi kasus TB menurut alamat dalam

register TB.03 elektronik Dinas Kesehatan

Kota Tangerang Selatan

Data sekunder Register TB.03 1. Kota Tangerang Selatan

2. Luar Kota Tangerang Selatan

Nominal

4 Jumlah penemuan

kasus TB

Jumlah kasus TB yang tercatat di register

TB.03 elektronik Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan dan berdomisili di Kota

Tangerang Selatan

Data sekunder Register TB.03 Jumlah kasus TB Rasio

5 CNR (Case

Notification Rate)

Jumlah kasus baru TB yang tercatatat

dalam register TB.03 elektronik Dinas

Data sekunder Register TB.03 kasus TB per 100.000 penduduk Rasio

Page 51: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

37

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Pengukuran Skala

Ukur

Kesehatan Kota Tangerang Selatan dibagi

jumlah penduduk dikali 100.000

6 Keberadaan Puskesmas kelurahan tempat puskesmas berada Data sekunder KCDA Kota

Tangerang

Selatan

Kelurahan Nominal

9 Kepadatan penduduk Jumlah penduduk (jiwa) dibagi luas

wilayah (KM2) yang dihitung per

kelurahan

Data sekunder Laporan BPS

KCDA Tangerang

selatan

1. Rendah jika <150 jiwa/ha

2. Sedang jika sama dengan 150-

200 jiwa/ha

3. Tinggi jika >200 jiwa/ha

Sumber: Standar Nasional Indonesia

(SNI) 03-1733-2004

Ordinal

Page 52: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

38

4. BAB IV

METODOLOGI

4.1 Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi spasial kejadian

TB di KotaTangerang Selatan tahun 2009-2013. Desain penelitian ini adalah

desain studi ekologi yakni studi yang fokus pada pembandingan kelompok

daripada individu atau unit analisisnya adalah kelompok (Morgenstren, 1995;

Bonita, et al., 2006 dan Carr, et al., 2007). Variabel pada studi ekologi dapat

berupa ukuran agregat (aggregate measures), ukuran lingkungan

(environment measures) ataupun ukuran global (global measures)

(Morgenstern, 1995). Pada penelitian ini ukuran yang digunakan adalah

ukuran agregat (kejadian TB per-kelurahan) dan ukuran lingkungan

(kepadatan penduduk).

4.2 Lokasi, Waktu, dan Populasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Tangerang Selatan pada bulan Juni–

Agustus tahun 2014. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi dengan

data agregat kasus TB per kelurahan sehingga penelitian ini tidak

menggunakan sampel melainkan populasi. Adapun populasi penelitian ini

adalah semua puskesmas di Kota Tangerang Selatan.

Page 53: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

39

4.3 Pengumpulan Data

4.3.1 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

beberapa instansi pemerintahan di Kota Tangerang Selatan, berikut

penjelasannya.

A. Data kejadian TB tahun 2009-2013 diperoleh dari Dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan dalam bentuk laporan TB03

elektronik.

B. Data kepadatan penduduk diperoleh dari BPS Kota Tangerang

Selatan dalam bentuk laporan Kecamatan Dalam Angka (KCDA)

tahun 2010-2012.

C. Data base digital Kota Tangerang Selatan diperoleh dari Badan

Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota

Tangerang Selatan.

4.3.2 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data

sekunder. Adapun pengumpulannya dilakukan oleh masing-masing

instansi yang berwenang. Berikut akan diuraikan cara pengumpulan

data yang dilakukan oleh instansi terkait.

1. Kejadian TB

Data kejadian TB diperoleh dari fasyankes yang

melaksanakan TB DOTS di Tangerang Selatan yakni 25

Page 54: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

40

puskesmas, LKC Ciputat, Poliklinik PT. Pratama dan RSU Kota

Tangerang Selatan. Data yang dilaporkan dari masing-masing

fasyankes tersebut berdasarkan surveilan pasif yakni menunggu

pasien yang berkunjung ke fasyankes. Setiap pasien yang datang

dengan gejala TB dianggap suspek TB dan dilakukan pemeriksaan

dahak. Jika berdasarkan hasil pemeriksaan SPS (sewaktu pagi

sewaktu) positif TB atau berdasarkan diagnosis dokter pasien

tersebut positif TB maka, pasien akan menerima terapi DOTS dan

riwayat pengobatan pasien dicatat oleh fasyankes terkait sampai

akhir masa pengobatan. Dari hasil pencatatan tersebut maka

diketahui identitas pasien, jenis/klasifikasi penyakit, tipe pasien,

hasil pemeriksaan dahak dan hasil pengobatan.

2. Kepadatan Penduduk

Data kepadatan penduduk didapat BPS dari laporan rutin

tahunan masing-masing kecamatan yang ada di Kota Tangerang

Selatan.

4.3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

register TB.03 elektronik yang kemudian disalin dalam dummy tabel

untuk variabel kejadian TB. Kemudian, instrumen kepadatan

penduduk adalah KCDA yang juga disalin dalam dummy.

Page 55: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

41

4.4 Keabsahan Data

Data kejadian TB yang diperoleh dari register TB.03 elektronik diuji

keabsahannya dengan cara mencocokkannya dengan data pada register TB di

Puskesmas Ciputat Timur.

4.5 Rancangan Manajemen Data

4.5.1 Pemeriksaan Data

Data kejadian TB yang telah diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan diperiksa kelengkapan pencatatannya seperti ada

tidaknya data mengenai nama, alamat, umur, jenis kelamin, tipe

pasien, klasifikasi TB, hasil pengobatan dan tanggal mulai

pengobatan. Kemudian diperiksa pula kelengkapan data menurut

triwulan dari tahun 2009-2013. Begitu pula dengan data kepadatan

penduduk.

4.5.2 Pemasukan Data

Data yang telah diperoleh dan diperiksa kelangkapannya di-entry dan

dibersihkan ke dalam komputer dalam bentuk tabular. Sedangkan

untuk data spasial data akan disimpan dalam bentuk dbf.

4.5.3 Pembersihan Data

Data kejadian TB yang telah di-entry dipilah kembali berdasarkan

alamat paien. Kejadian TB yang berasal dari luar Kota Tangerang

Selatan dan tidak memiliki alamat yang jelas maka akan dikeluarkan.

Page 56: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

42

4.6 Analisis Data

Data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan:

1. Analisis univariat, untuk mengetahui besar masalah TB di Kota

Tangerang Selatan dengan memisahkan kasus berdasarkan keterangan

domisili penderita dari semua kasus TB yang terlaporan di dinas

kesehatan. Kemudian mendeskripsikan kejadian TB menurut distribusi

waktu dengan melihat jumlah kasus, angka penjaringan suspek, CNR,

proporsi TB BTA positif diantara suspek dan semua kasus yang

tercatat/diobati di Kota Tangerang Selatan tahun 2009-2013.

2. Analisis spasial, untuk mengetahui distribusi kejadian TB berdasarkan

jumlah puskesmas dan kepadatan penduduk dengan menggunakan

software dengan cara menggabungkan (join) data base digital kelurahan

Kota Tangerang Selatan dengan jumlah kasus TB masing-masing

kelurahan. Kemudian pada attributable, tiap kelurahan akan diberi

warna sesuai klasifikasi kepadatan penduduk dan jumlah kasus TB-nya.

Page 57: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

43

5. BAB V

HASIL PENELITIAN

Berikut ini akan dijelaskan kejadian TB yang terlaporkan di Dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan menurut keterangan domisili penderita tahun

2009-2013. Penyajian ini dimasudkan untuk melihat besar masalah TB di Kota

Tangerang Selatan. Selain itu, kejadian TB akan dijelaskan menurut distribusi

tempat dan waktu.

5.1 Distribusi Kejadian TB yang Terlaporkan di Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan Menurut Keterangan Domisili Penderita Tahun 2009-

2013

Untuk mengetahui kejadian TB di Kota Tangerang Selatan maka,

kasus TB yang terlaporkan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan perlu

dipisahkan menurut keterangan domisili penderita. Adapun hasilnya

ditunjukkan pada grafik 5.1 berikut ini.

Grafik 5.1

Proporsi Kejadian TB yang Terlaporkan

di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Menurut Keterangan Domisili Penderita

Tahun 2009-2013

1284 12401362

19792074

1104 10161158

16801849

124 188 135 204 9056 36 69 95 35

0

500

1000

1500

2000

2500

2009 2010 2011 2012 2013

kas

us

TB

Tahun

Kasus terlaporkan

Kasus Tangsel

Kasus luar Tangsel

Ket. Domisili tdklengkapLinear (Kasusterlaporkan)Linear (KasusTangsel)

Page 58: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

44

Grafik 5.1 menunjukkan bahwa dari semua kasus TB yang

terlaporkan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ditemukan kasus TB

yang berasal dari luar wilayah Tangerang Selatan dan ditemukan pula kasus

TB dengan alamat tidak jelas. Selama lima tahun, kasus TB yang berdomisili

di luar wilayah Tangerang Selatan paling banyak ditemukan pada tahun 2012

dan paling sedikit tahun 2013.

Tabel 5.1

Rata-rata Proporsi Kasus TB yang Terlaporkan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Menurut Keterangan Domisili Penderita Tahun 2009-2013

Keterangan Domisili Kasus TB (%) Rata-rata per

tahun (%) 2009 2010 2011 2012 2013

Tangsel 86 82 85.1 85.1 89 85.4

Luar Tangsel 9.7 15.2 9.9 10.3 9.3 10.9

Alamat tdk jelas/kosong 4.3 2.8 5.0 4.6 1.7 3.7

Total kasus terlaporkan 100 100 100 100 100 100 Sumber: Dinkes Kota Tangsel Tahun 2009-2013

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa selama lima tahun, rata-

rata proporsi kasus TB yang berasal dari wilayah Tangerang Selatan sebesar

85.4% dan dari luar wilayah Tangerang Selatan sebesar 10.9%. Sedangkan

rata-rata proporsi kasus TB dengan alamat tidak jelas sebesar 3.7%.

Alamat kasus TB yang tinggal di luar wilayah Tangerang Selatan

dapat diketahui dengan melihat tabel berikut ini.

Tabel 5.2

Proporsi Kasus TB di Luar Wilayah Tangerang Selatan Berdasarkan Kasus yang

Terlaporkan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2009-2013

Tahun Kasus TB Luar

Tangsel

Jakarta Depok Bogor Tangerang Lain-lain Tertinggi

n % n % n % n % n %

2009 124 47 37.9 31 25.0 17 13.7 19 15.3 10 8.1 Jakarta

2010 183 38 20.8 19 10.4 44 24.0 54 29.5 28 15.3 Tangerang

2011 135 25 18.5 10 7.4 31 23.0 53 39.3 20 14.8 Tangerang

2012 204 46 22.5 13 6.4 19 9.3 114 55.9 12 5.9 Tangerang

2013 90 16 17.8 22 24.4 22 24.4 35 38.9 5 5.6 Tangerang

Page 59: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

45

Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa kasus TB yang tinggal di

luar wilayah Tangerang Selatan kebanyakan berasal atau tinggal di wilayah

Jakarta, Depok, Bogor dan Tangerang dengan proporsi terbesar (>29%)

terdapat di wilayah Tangerang (selama empat tahun).

Pada tabel 5.3 akan diketahui fasilitas pelayanan kesehatan

(fasyankes) yang paling banyak melaporkan kasus TB yang berdomisili dari

luar wilayah Tangerang Selatan dan atau keterangan domisili tidak jelas.

Tabel 5.3

Distribusi Kejadian TB Luar Kota Tangerang Selatan dan Keterangan Domisili Tidak

Jelas/Lengkap Menurut Fasyankes Tahun 2009-2013

Tahun

Kasus Luar Kota Tangerang Selatan Keterangan Domisili Tidak Jelas

Total Tertinggi

Total Tertinggi

n % Fasyankes n % Fasyankes

2009 124 80 64.5 LKC 56 26 46.4 Pkm Pamulang

2010 188 188 55.9 LKC 36 12 33.3 Pkm Pamulang

2011 135 36 26.7 LKC 69 15 21.7 Pkm Pamulang

2012 204 40 19.8 LKC 95 45 47.4 RSUD Tangsel

2013 90 39 20.5 RSUD Tangsel 35 6 17.1 RSUD Tangsel Sumber: Dinkes Kota Tangsel Tahun 2009-2013

Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa selama empat tahun kasus

TB dari luar Kota Tangerang Selatan paling banyak dilaporkan oleh LKC.

Sedangkan untuk kasus TB dengan keterangan domisili tidak jelas paling

banyak dilaporkan oleh Puskesmas Pamulang. Namun, pada tahun 2013 baik

kasus TB dari luar Kota Tangerang Selatan maupun kasus dengan keterangan

domisili tidak jelas paling banyak dilaporkan oleh RSUD Tangerang Selatan.

Page 60: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

46

5.2 Kejadian TB Menurut Distribusi Tempat di Kota Tangerang Selatan Tahun

2009-2013

Kejadian TB selanjutnya akan diuraikan menurut distribusi

tempat yakni melihat kejadian TB berdasarkan kelurahan tempat puskesmas

berada dan kepadatan penduduk di Kota Tangerang Selatan.

5.2.1 Kejadian TB Menurut Kelurahan Tempat Puskesmas di Kota

Tangerang Selatan Tahun 2009-2013

Kejadian TB menurut kelurahan tempat puskesmas akan

disajikan dalam bentuk gambar (gambar 5.1). Kejadian TB akan

diamati berdasarkan wilayah (kelurahan) tempat puskesmas berada.

Pada gambar tersebut puskesmas disimbolkan dalam bentuk dot dan

diletakkan sesuai kelurahan tempat puskesmas berada (bukan

berdasarkan koordinat). Warna dalam gambar menunjukkan jumlah

kasus TB. Semakin gelap warna di suatu wilayah maka jumlah kasus

TB-nya semakin tinggi. Kasus terendah (1-4 kasus) ditandai dengan

warna putih dan kasus tertinggi (>65 kasus) ditandai dengan warna

hitam. Wilayah dalam gambar tersebut dibatasi menurut wilayah

kelurahan.

Page 61: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

47

Gambar 5.1

Distribusi Kejadian TB Menurut Kelurahan Tempat Puskesmas di Kota Tangerang Selatan Tahun

2009-2013

Batas Wilayah

Utara : Kota Tangerang dan DKI Jakarta

Timur : Kota Depok dan DKI Jakarta

Selatan : Kabupaten Bogor dan Kota Depok

Barat : Kabupaten Tangerang

Page 62: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

48

Berdasarkan gambar 5.1 secara spasial, distribusi kasus TB

di Kota Tangerang Selatan sampai tahun 2012 (empat tahun) cenderung

berada di sebelah timur Kota Tangerang Selatan yang berbatasan

dengan Kota Depok dan DKI Jakarta. Namun, pada tahun 2013

sebarannya hampir meliputi seluruh Kota Tangerang Selatan.

Sedangkan wilayah yang paling rendah jumlah kasusnya adalah

wilayah selatan Kota Tangerang Selatan.

Pada tahun 2009, terlihat bahwa kelurahan yang terdapat

puskesmas di wilayahnya ditemukan kasus TB tidak kurang dari 16

kasus. Tetapi, ada pula kelurahan yang berada jauh dari puskesmas

namun ditemukan kasus TB cukup tinggi (46-55 kasus) yaitu Kelurahan

Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. Kedua kelurahan

tersebut berada di wilayah pusat pemerintahan Kota Tangerang Selatan.

Tahun 2010 jumlah kasus TB yang ditemukan berkurang

sebesar 8% (tabel 5.3), namun secara spasial terjadi peningkatan pada

beberapa kelurahan yang awalnya antara 1-4 kasus (wara putih)

menjadi diatas 4 kasus seperti Kelurahan Kranggan dan Kelurahan

Perigi. Pada tahun ini di dua kelurahan tersebut didirikan puskesmas

baru sehingga total puskesmas di Kota Tangerang Selatan menjadi 12

unit.

Pada tahun 2011 kasus TB di sebelah timur (Kecamatan

Pondok Aren dan Kecamatan Ciputat Timur) wilayah Kota Tangerang

Selatan semakin meningkat. Sedangkan di sebelah selatan (Kecamatan

Page 63: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

49

Serpong Utara) wilayah Kota Tangerang Selatan, kasus TB terlihat

menurun dari tahun sebelumnya. Pada tahun ini jumlah puskesmas

semakin banyak yakni menjadi 25 unit yang tersebar merata di Kota

Tangerang Selatan.

Pada tahun 2012, secara spasial, pola peningkatan kasus TB

tidak berbeda dari tahun 2011. Padahal tahun ini kasus TB meningkat

dari 1.158 kasus menjadi 1.680 kasus atau meningkat sebesar 45%

(tabel 5.3). Sebaliknya pada tahun 2013, terlihat banyak kelurahan yang

mengalami peningkatan jumlah kasus TB meskipun peningkatan kasus

pada tahun ini hanya 10% dari tahun sebelumnya. Pada tahun ini

penyebaran kasus terlihat merata ke seluruh penjuru Kota Tangerang

Selatan.

5.2.2 Kejadian TB Menurut Kepadatan Penduduk di Kota Tangerang

Selatan Tahun 2010-2012

Distribusi kejadian TB menurut kepadatan penduduk di

Kota Tangerang Selatan dapat dilihat pada tabel 5.4 dan 5.5 berikut

ini.

Tabel 5.4

Kepadatan Penduduk Menurut Kelurahan di Kota Tangerang Selatan

Tahun 2010-2012

Tahun

Kepadatan (jiwa/ha)

Tangerang

Selatan Terendah Tertinggi

2010 87.7 26.5 (Kranggan) 215.6 (Jelupang)

2011 92.1 26.6 (Kranggan) 232.6 (Jelupang)

2012 95.5 26.5 (Kranggan) 246.8 (Jelupang) Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan Tahun 2010-2012

Page 64: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

50

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1733-2004

tentang tatacara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan,

suatu wilayah dikatakan memiliki kepadatan rendah jika kurang dari

150 jiwa/ha, kepadatan sedang jika 151-200 jiwa/ha, kepadatan tinggi

jika 201-400 jiwa/ha, dan sangat padat jika lebih dari 400 jiwa/ha.

Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa rata-rata kepadatan penduduk

di kelurahan-kelurahan yang ada di Kota Tangerang Selatan adalah

rendah. Kepadatan terendah dan tertinggi di kota ini selama tiga tahun

terjadi pada kelurahan yang sama yaitu Kelurahan Kranggan dan

Kelurahan Jelupang.

Tabel 5.5

Distribusi Kasus TB (semua tipe) Menurut Kelurahan

di Kota Tangerang Selatan Tahun 2010-2012

Tahun

Kasus TB (Semua Tipe)

Tangerang

Selatan Terendah Tertinggi

2009 1104 1 (Lekong Gudang Timur) 63 (Kedaung)

2010 1016 4 (Pondok Jagung Timur) 54 (Kedaung)

2011 1158 1 (Lekong Wetan) 65 (Pondok Kacang Timur)

2012 1680 2 (Lekong Gudang Timur) 98 (Kedaung)

2013 1849 1 (Pondok Jagung Timur) 102 (Pondok Benda) Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2010-2012

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa selama lima tahun,

kasus TB tertinggi terdapat paling sering di Kelurahan Kedaung.

Sedangkan kasus TB terendah terdapat paling sering di Kelurahan

Lekong Gudang Timur dan Kelurahan Pondok Jagung Timur.

Page 65: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

51

Gambar 5.2

Kejadian TB Berdasarkan Kepadatan Penduduk Di Kota Tangerang Selatan Tahun 2010-

2012

Batas Wilayah

Utara : Kota Tangerang dan DKI Jakarta

Timur : Kota Depok dan DKI Jakarta

Selatan : Kabupaten Bogor dan Kota Depok

Barat : Kabupaten Tangerang

Page 66: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

52

Gambar 5.2 merupakan gambaran kejadian TB berdasarkan

kepadatan penduduk di Kota Tangerang Selatan. Pada gambar tersebut

terlihat adanya perubahan kepadatan penduduk dan jumlah kasus TB dari

tahun ke tahun.

Pada tahun 2010, kelurahan dengan jumlah kasus TB tertinggi

(63 kasus) terdapat pada kelurahan dengan kepadatan sedang yakni

Kelurahan Kedaung. Sedangkan kelurahan dengan kepadatan tinggi

(Kelurahan Jelupang, Kelurahan Pondok Pucung dan Kelurahan Pondok

Betung) ditemukan kasus TB kurang dari 27 kasus.

Tahun 2011 terdapat beberapa kelurahan yang mengalami

peningkatan kepadatan penduduk dari kepadatan rendah menjadi kepadatan

sedang yang diiringi dengan penambahan jumlah kasus TB. Kelurahan

tersebut adalah Kelurahan Cireundeu, Kelurahan Jurang Mangu Timur,

Kelurahan Jombang dan Kelurahan Rawa Buntu. Tetapi ada pula yang

mengalami penurunan kasus seperti Kelurahan Pamulang Barat dan

Kelurahan Kademangan.

Tahun 2012 jumlah kelurahan dengan tingkat kepadatan sedang

berkurang atau sama jumlahnya seperti tahun 2010. Kelurahan yang

kepadatannya menurun, jumlah kasus TB nya bertambah. Namun

pertambahan kasus TB ini juga dialami oleh kelurahan-kelurahan dengan

kepadatan rendah.

Page 67: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

53

Secara garis besar gambar 5.2 menunjukkan bahwa jumlah kasus

TB yang tinggi tidak selalu terjadi pada kelurahan dengan kepadatan

penduduk tinggi. Meskipun terjadi peningkatan kepadatan penduduk di

beberapa kelurahan, kasus TB justru mengalami penurunan.

5.3 Kejadian TB Menurut Distribusi Waktu di Kota Tangerang Selatan Tahun

2009-2013

Kejadian TB di Kota Tangerang Selatan menurut distribusi

waktu/tahun akan dibahas menurut trendnya dan jumlah puskesmas selama

lima tahun. Hal ini dilakukan untuk melihat kecenderungan kejadian TB dan

faktor yang mempengaruhinya.

5.3.1 Trend Kejadian TB di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009-2013

Trend kejadian TB di Kota Tangerang Selatan selama lima

tahun akan dilihat berdasarkan jumlah kasus, angka penjaringan suspek,

angka default, proporsi TB BTA (+) diantara suspek, proporsi TB BTA

(+) diantara semua kasus yang tercatat/diobati dan angka notifikasi

kasus (Case Notification Rate/CNR) TB.

Page 68: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

54

Grafik 5.2

Trend Kasus TB di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009-2013

Grafik 5.2 menunjukkan bahwa selama lima tahun trend

kasus TB di Kota Tangerang Selatan cenderung mengalami

peningkatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut

ini.

Tabel 5.6

Kejadian TB di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009-2013

Tahun

Angka Penjariang

Suspek (per

100.000 pddk)

Angka Default Kasus TB (Semua Tipe) Proporsi TB BTA (+)

n % n % peningkatan/

penurunan diantara suspek

(%)

diantara pasien TB

tercatat/diobati (%)

2009 - 10 2.1 1104 - 9.8 50.7

2010 382.5 21 4.6 1016 8.0 (turun) 10.1 54.5

2011 411.5 25 5.2 1158 14.0 (naik) 9.4 51.1

2012 508.0 54 7.7 1680 45.0 (naik) 10.7 49.5

2013 605.2 - - 1849 10.0 (naik) 9.7 52.8

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2009-2013

Pada tabel 5.6 diketahui bahwa peningkatan kasus TB

paling tinggi terjadi pada tahun 2012 (45%). Peningkatan tersebut

kemungkinan dipengaruhi oleh angka penjaringan suspek yang juga

meningkat di tahun tersebut yaitu sebesar 23.5%. Selama empat tahun

angka default selalu meningkat. Selanjutnya, proporsi TB BTA (+)

1104 10161158

16801849

505 496 526765 847

0

500

1000

1500

2000

2009 2010 2011 2012 2013

Jum

lah k

asus

TB

Tahun

TOTAL KASUS TB TB BTA +

Page 69: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

55

diantara semua suspek berada diantara angka 9.4%-10.7%, artinya

mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien masih sesuai

standar (5-15%). Sedangkan proporsi TB BTA positif (kasus baru dan

kambuh) diantara pasien TB tercatat/diobati selama lima tahun masih

dibawah target nasional (65%) dengan proporsi paling rendah pada

tahun 2012 yakni 49.5%.

Trend CNR TB semua tipe dan CNR TB BTA (+) di Kota

Tangerang Selatan tahun 2009-2013 dapat dilihat pada grafik 5.3 dan

tabel 5.7 berikut ini.

Grafik 5.3

Trend CNR Kejadian TB (per 100.000 penduduk) di Kota Tangerang Selatan

Tahun 2010-2013

Tabel 5.7

Persentase Trend CNR TB Semua Tipe dan TB BTA Positif di Kota Tangerang

Selatan Tahun 2010-2013

Tahun

TB (Semua Tipe) TB BTA Positif

CNR (per

100.000 pddk)

% peningkatan/

penurunan

CNR (per

100.000 pddk)

%

peningkatan/

penurunan

2010 66.9 - 35.4 -

2011 75 12.1 (naik) 35.8 1.1 (naik)

2012 107.5 43.3 (naik) 50.2 40.2 (naik)

2013 106.8 0.7 (turun) 58.7 16.9 (naik)

66,975

107,5 106,8

35,4 35,8

50,258,7

0

20

40

60

80

100

120

2010 2011 2012 2013

CN

R (

per

10

0.0

00

pd

dk)

Tahun

CNR TB (semua tipe) CNR TB BTA +

Page 70: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

56

Grafik 5.3 menunjukkan bahwa CNR kejadian TB selama

empat tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan kecuali pada

tahun 2013 menurun sebesar 0.7% (tabel 5.7). CNR TB diharapkan

meningkat minimal 5% setiap tahun (minimal 3 tahun berturut-turut).

Berdasarkan tabel 5.4, Kota Tangerang Selatan belum mencapai target

yang diharapkan baik untuk CNR TB semua tipe maupun CNR TB

BTA (+).

5.3.2 Perkembangan Puskesmas di Kota Tangerang Selatan dan

Hubungannya dengan Kejadian TB Tahun 2010-2013

Berikut ini akan disajikan tabel jumlah puskesmas yang

terdapat di Kota Tangerang Selatan selama lima tahun dan rasionya

terhadap jumlah penduduk.

Grafik 5.4

Jumlah Puskesmas di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009-2013

Grafik 5.4 menunjukkan bahwa terjadi pemekaran

puskesmas pada tahun 2010 dan 2011. Pemekaran terbanyak terjadi

pada tahun 2011 yaitu jumlah puskesmas bertambah sebanyak 13 unit.

Dilakukannya pemekaran puskesmas ternyata berbanding lurus

dengan bertambahnya kasus TB di Kota ini (tabel 5.6).

10 12

25 25 25

0

10

20

30

2009 2010 2011 2012 2013

Pu

skes

mas

Tahun

Page 71: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

57

Adanya pemekaran puskesmas di Kota Tangerang Selatan

menandakan jumlah puskesmas di kota ini bertambah. Penambahan

ini umunya dilakukan untuk menyesuaikan dengan jumlah penduduk

yang dilayani. Untuk itu, pada grafik berikut ini akan disajikan jumlah

penduduk di setiap wilayah kerja puskesmas yang ada di Kota

Tangerang Selatan.

Grafik 5.5

Jumlah Penduduk di Setiap Wilayah Kerja Puskesmas di Kota Tangerang Selatan

Tahun 2010-2012

Grafik 5.5 menunjukkan bahwa selama tiga tahun, jumlah

penduduk paling banyak terdapat di wilayah kerja Puskesmas

Pamulang sedangkan yang paling sedikit terdapat di Puskesmas Setu.

Kemudian, untuk mengetahui berapa proporsi puskesmas di

Kota Tangerang Selatan yang meiliki rasio ideal terhadap jumlah

penduduk di wilayah kerjanya dapat dilihat pada tabel 5.8

0

50000

100000

150000

200000

250000

300000

350000

pam

ula

ng

Ben

da

Bar

u

Jura

ng

man

gu

Raw

a B

un

tu

Po

nd

ok

Jagu

ng

Po

nd

ok

Bet

un

g

Jom

ban

g

Pis

anga

n

Po

nd

ok

Kac

ang

Pak

u a

lam

Cip

uta

t Ti

mu

r

Po

nd

ok

Ben

da

Kam

pu

ng

Saw

ah

cip

uta

t

Po

nd

ok

Are

n

Po

nd

ok

Ran

ji

Situ

Gin

tun

g

Serp

on

g 2

Po

nd

ok

Pu

cun

g

Per

igi

Serp

on

g 1

Ren

gas

Kra

ngg

an

Bak

ti J

aya

Setu

2010

2011

2012

Page 72: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

58

Tabel 5.8

Proporsi Puskesmas yang Memiliki Rasio Ideal dan Tidak Ideal Terhadap Jumlah

Penduduk di Wilayah Kerjanya Di Kota Tangerang Selatan Tahun 2010-2012

Tahun

Jumlah Puskesmas

Rasio Ideal

(1:30.000) Rasio Tidak ideal

(1:>30.000) n % n %

2010 1 8.3 11 91.7

2011 5 20 20 80

2012 4 16 21 84

Menurut Depkes RI (2005), rasio ideal antara jumlah

penduduk dengan puskesmas adalah 30.000:1 atau setiap 30.000

penduduk terdapat 1 puskesmas. Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa

selama tiga tahun, lebih dari 80% puskesmas di Kota Tangerang Selatan

memiliki rasio tidak ideal terhadap jumlah penduduk yang ada di

wilayah kerjanya.

Page 73: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

59

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini berusaha menampilkan analisis kejadian TB selama

lima tahun namun, dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hambatan yang

menyebabkan keterbatasan penelitian. Keterbatasan tersebut disebabkan

oleh:

1. Tidak adanya data jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan tahun 2009

karena data tersebut tidak terdapat di BPS sehingga penelitian ini tidak

dapat menampilkan jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas, CNR,

dan angka penjaringan suspek TB pada tahun tersebut.

2. Tidak adanya data jumlah penduduk setiap kelurahan di Kota Tangerang

Selatan pada tahun 2013 karena sampai penelitian ini berakhir data

tersebut belum dipublikasiskan oleh BPS sehingga penelitian ini tidak

dapat menampilkan jumlah penduduk di wilayah puskesmas dan

kepadatan penduduk di setiap kelurahan.

6.2 Distribusi Kejadian TB yang Terlaporkan di Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan Menurut Keterangan Domisili Penderita Tahun 2009-

2013

Penemuan kasus TB merupakan langkah pertama dalam kegiatan

tatalaksana kasus TB. Penemuan kasus TB, secara umum dilakukan secara

pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka kasus dilakukan di fasilitas

Page 74: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

60

pelayanan kesehatan (fasyankes) didukung dengan penyuluhan secara aktif,

baik oleh petugas maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan

penemuan tersangka kasus TB. Pelibatan semua layanan dimaksudkan untuk

mempercepat penemuan dan mengurangi keterlambatan pengobatan

(Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Kejadian TB di Kota Tangerang Selatan diketahui dari laporan

fasyankes yang melakukan terapi DOTS. Berdasarkan hasil penelitian,

diantara semua kasus TB yang terlaporkan, selama lima tahun, rata-rata

proporsi kasus TB yang berasal atau tinggal di Kota Tangerang Selatan adalah

sebesar 85.4%. Fakta tersebut memang masih menjadi salah satu

permasalahan nasional yang menjadi catatan Kementerian Kesehatan RI

karena tidak dipisahkannya kasus TB berdasarkan tempat oleh wasor TB

setempat (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Akibatnya, laporan situasi TB

yang disampaikan setiap wilayah menjadi bias.

Bias informasi pada laporan situasi TB disebabkan karena

ditemukannya kasus TB yang berasal atau tinggal di luar wilayah

Kota/Kabupaten yang melaporkan. Seperti yang terjadi di Kota Tangerang

Selatan, diantara semua kasuaTB yang terlaporkan di Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan ditemukan sebesar 10.9% kasus TB berasal atau tinggal di

luar wilayah Tangerang Selatan. Kejadian ini wajar terjadi dan mungkin

terjadi pula di daerah lainnya. Menurut wasor TB Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan, hal tersebut terjadi karena fasyankes tidak mungkin

menolak pasien yang datang. Akses ke pelayanan kesehatan bagi penderita

Page 75: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

61

TB merupakan salah satu upaya pengendalian TB nasional yaitu menuju

akses universal yang terdapat dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

364/MENKES/SK/V/2009. Terlebih jika pasien tersebut didiagnosa

menderita TB paru BTA (+). Seseorang yang menderita TB dengan BTA (+)

harus segera diobati untuk menghentikan penularan yang lebih luas. Menurut

Kementerian Kesehatan (2011), Notoadmodjo (2007), dan Nisa (2007),

penularan penyakit TB disebabkan oleh penderita TB dengan hasil

pemerikasaan dahak BTA (+).

Akses yang lebih mudah ke fasyankes yang ada di Kota

Tangerang Selatan juga dapat menyebabkan ditemukannya kasus TB dari luar

wilayah ini diantara semua kasus TB yang terlaporkan di Dinas Kesehatan

Kota Tangerang Selatan. Hal ini dikarenakan diantara kasus TB tersebut ada

yang berasal atau tinggal di wilayah Tangerang, Jakarta, Bogor dan Depok.

Keempat wilayah tersebut merupakan wilayah yang berbatasan dengan

wilayah Tangerang Selatan. Wilayah yang berada di sebelah timur Tangerang

Selatan adalah Depok dan Jakarta; sebelah barat adalah Kabupaten

Tangerang; sebesar selatan adalah Kabupaten Bogor dan Depok; sedangkan

sebelah utara adalah Kota Tangerang dan Jakarta.

Selain itu, promosi aktif dari fasyankes sepertinya turut memiliki

peranan. Berdasarkan hasil penelitian, selama empat tahun, kasus TB yang

berasal dari luar wilayah Tangerang Selatan paling banyak dilaporkan oleh

LKC. LKC atau Lembaga Kesehatan Cuma-Cuma milik Yayasan Dompet

Dhuafa memang memiliki komitmen untuk melakukan pengendalian

Page 76: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

62

penyakit TB. LKC telah melakukan berbagai promosi aktif ke beberapa

daerah termasuk daerah di luar Kota Tangerang Selatan. Jaminan pelayanan

gratis, promosi aktif dan letak yang strategis menjadikan LKC sebagai

fasyankes pilihan masyarakat luar Kota Tangerang Selatan untuk

mendapatkan pengobatan (LKC, 2010). Oleh karena itu tidak heran bila LKC

menjadi fasyankes yang paling banyak melaporkan kasus TB dari luar Kota

Tangerang Selatan.

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan seyogyanya

mengetahui bahwa dari kasus yang dilaporkan terdapat kasus yang berasal

dari luar wilayah Tangerang Selatan. Namun, hal ini tetap masuk dalam

laporan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan sebab ada

pertanggungjawaban secara administratif yang harus dilaporkan.

Pertanggungjawaban tersebut terkait dengan masalah logistik pengobatan

penyakit TB. Menurut wasor TB, Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

memfasilitasi logistik pengobatan penyakit TB di setiap fasyankes yang

menjalankan terapi DOTS sehingga laporan jumlah kasus TB dengan

penggunaan logistik harus sesuai.

Namun demikian, terlaporkannya kasus TB dari luar wilayah

Tangerang Selatan akan menimbulkan bias informasi apabila data tersebut

turut digunakan untuk menganalisis situasi TB di Kota Tangerang Selatan.

Informasi yang bias dapat menyebabkan perencanaan pengendalian TB di

Kota Tangerang Selatan menjadi tidak tepat. Pada akhirnya pengendalian TB

yang selama ini dilakukan tidak dapat menyelesaikan masalah yang ada. Oleh

Page 77: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

63

karena itu, Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan sebaiknya membuat dua

laporan yang berbeda, yaitu laporan kasus TB di Kota Tangerang Selatan

yang digunakan untuk perencanaan dan kasus TB sesuai dengan penggunaan

logistik pengobatan.

Selain ditemukan kasus TB yang berdomisili di luar Kota

Tangerang Selatan ditemukan pula kasus yang tidak memiliki alamat yang

jelas sebesar 3.9%. Tidak memiliki alamat yang jelas artinya alamat tidak

ditulis secara lengkap pada kartu register TB.03, ada yang ditulis nama

kecamatannya saja, komplek perumahan, nama jalan, RT dan RW sehingga

tidak diketahui dengan jelas di kelurahan apa kasus tersebut tinggal. Padahal

dalam register TB.03 terdapat keterangan untuk menuliskan nama alamat

kasus dengan lengkap. Fasyankes yang paling banyak melaporkan kasus

dengan alamat tidak jelas atau bahkan kosong adalah Puskesmas Pamulang

dan RSUD Tangerang Selatan. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan perlu melakukan teguran kepada dua fasyankes tersebut

untuk melengkapi pencatatan data TB.

Pencatatan data TB merupakan bagian dari kegiatan surveilans

yaitu pengumpulan data. Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis

kemudian diinterpretasi dan hasilnya didesiminasikan untuk kepentingan

kesehatan masyarakat dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan

kematian serta untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

(Kementerian Kesehatan RI, 2011). Apabila informasi mengenai masalah

penyakit TB sesuai dengan yang terjadi di masyarakat solusi maka, kebijakan

Page 78: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

64

yang dikeluarkan akan lebih tepat. Meskipun permasalahan ini cukup

kompleks, namun ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk

memperoleh jumlah kasus TB sesuai dengan lokasi domisilinya. Mengingat

adanya kemungkinan terjadinya hal yang sama di beberapa daerah lainnya

maka, hal ini perlu menjadi perhatian Kementerian Kesehatan RI untuk

menyempurnakan sistem registrasi TB.

Penyempuranaan sistem registrasi yang dimaksud adalah register

TB elektronik menjadi lebih detail pada kolom alamat. Sama seperti format

pada kolom tipe kasus, klasifikasi penyakit, dan hasil pengobatan yang harus

diisi sesuai format yang telah ditetapkan. Misalnya pada tipe pasien yang

dibuatkan lima kolom sesuai dengan tipe apa saja yang ada pada kasus TB.

Pada kolom alamat sebaiknya didetailkan menjadi beberapa kolom seperti

kolom RT, RW, kelurahan, nomor rumah, dan kecamatan serta diberikan

format agar kolom tersebut wajib diisi dan tidak dapat diteruskan sebelum

semua terisi. Hal ini perlu dilakukan juga pada kolom umur sebab pada tahun

2009 terdapat kasus yang tidak diketahui umurnya. Dengan demikian kasus

TB dengan alamat tidak jelas dapat di minimalisisr dan diharapkan wasor

akan lebih mudah melakukan pensortiran kasus yang bukan berasal dari

wilayahnya.

Page 79: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

65

6.3 Kejadian TB Menurut Distribusi Tempat di Kota Tangerang Selatan Tahun

2010-2012

Variabel tempat merupakan salah satu variabel penting dalam

epidemiologi deskriptif karena pengetahuan tentang tempat atau lokasi

penyakit endemis sangat dibutuhkan ketika melakukan penelitian untuk

mengetahui sebaran berbagai penyakit di suatu wilayah (Budiarto &

Anggraeni, 2003). Peranan karakteristik faktor tempat dalam studi

epidemiologi dapat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk dan ketersediaan

fasilitas pelayanan kesehatan (Noor, 2008).

Ketersediaan fasilitas pelayanan (puskesmas) di suatu wilayah

dapat menjadi penyebab tingginya kasus TB dibandingkan dengan wilayah

lain. Seperti halnya kasus TB di Kota Tangerang Selatan yang lebih banyak

ditemukan pada kelurahan dimana tempat puskesmas berada dibandingkan

dengan kelurahan lain meskipun masih termasuk wilayah kerja puskesmas

tersebut. Hal ini terlihat pada Puskesmas Ciputat yang terletak di Kelurahan

Ciputat, wilayah kerjanya adalah Kelurahan Ciputat dan Kelurahan

Cipayung. Akan tetapi selama lima tahun kasus TB di Kelurahan Ciputat

selalu lebih tinggi daripada Kelurahan Cipayung.

Luas wilayah kerja puskesmas nampaknya juga mempengaruhi

penemuan kasus TB. Secara spasial, terlihat bahwa jumlah kasus TB lebih

banyak ditemukan di sebelah timur Kota Tangerang Selatan dimana jumlah

puskesmas lebih banyak daripada di sebelah selatan. Sebelah timur,

Page 80: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

66

Kecamatan Pondok Aren dan Ciputat, rata-rata satu puskesmas memiliki

wilayah kerja kurang dari 5km2. Sedangkan sebelah selatan, Kecamatan

Serpong dan Serpong Utara, rata-rata satu puskesmas memiliki wilayah kerja

lebih dari 8km2. Luasnya wilayah puskesmas akan mempersulit puskesmas

untuk menjangkau masyarakat begitu pula sebaliknya.

Dalam penanggulangan kasus TB bukan hanya puskesmas saja

yang memiliki peran penting, tetapi juga fasyankes lain seperti klinik dan

rumah sakit swasta. Survei nasional tahun 2010 menunjukkan bahwa lebih

banyak penderita TB yang menggunakan RS, B/BKPM dan dokter praktik

swasta (63.89%) dibanding dengan puskesmas (36.2%) untuk diagnosis TB

(Kementerian Kesehatan, 2011). Hal ini yang mendorong pemerintah pusat

membuat program Public Privat Mix (PPM) yaitu mengajak semua penyedia

kesehatan untuk bekerjasama dalam pengendalian TB di Indonesia.

Menurut wasor TB Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

terdapat ratusan klinik swasta yang belum tergabung dalam program

penanggulangan TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Apabila

pembangunan puskesmas sulit dilakukan karena beban anggaran yang besar

dan laju pertumbuhan penduduk selalu meningkat maka, pemerintah Kota

Tangerang Selatan harus membantu dinas kesehatan untuk membuat

kebijakan yang mewajibkan setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di

Kota Tangerang Selatan bekerjasama dalam program penanggulangan TB

dengan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

Page 81: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

67

Berdasarkan hasil penelitian, secara spasial kejadian TB di Kota

Tangerang Selatan lebih banyak ditemukan di kelurahan dengan kepadatan

penduduk rendah. Hal ini terlihat pada Kelurahan Pondok Kacang Timur,

Kelurahan Serpong, Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Sawah, Kelurahan

Sawah Baru dan Kelurahan Pamulang Barat yang memiliki kepadatan rendah

namun selama tiga tahun jumlah kasus TB selalu meningkat hingga lebih dari

56 kasus. Sedangkan Kelurahan Jelupang dan Kelurahan Pondok Betung

yang memiliki kepadatan penduduk tinggi, kasus TB yang ditemukan tidak

pernah lebih dari 25 kasus. Bahkan Kelurahan Jelupang menjadi kelurahan

dengan jumlah kasus TB terendah kedua pada tahun 2011 (hanya 4 kasus).

Tidak adanya korelasi kejadian TB dengan kepadatan penduduk

dibuktikan juga oleh Fachrudin (2010) yang melakukan penelitian penyakit

TB BTA (+) di Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2007-2009. Hasilnya,

secara statistik menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara kepadatan

penduduk dengan jumlah kasus TB paru BTA (+) dengan nilai p>0.05. Hasil

yang sama juga ditunjukkan oleh hasil riskesdas tahun 2013 yaitu terdapat

provinsi yang memiliki kepadatan penduduk hampir sama, Provinsi Jawa

Barat (1.262 jiwa/km2) dan DI Yogyakarta (1.125 jiwa/km2), namun memiliki

perbedaan prevalensi TB yang cukup jauh. Provinsi Jawa Barat memiliki

prevalensi TB sebesar 0.7% (jumlah penduduk 44.655.786 jiwa) sedangkan

DI Yogyakarta memiliki prevalensi TB sebesar 0.3% (jumlah penduduk

3.525.870 jiwa). Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah kasus TB di

Page 82: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

68

Provinsi Jawa Barat lebih besar dibandingkan Yogyakarta meskipun tingkat

kepadatan penduduknya hampir sama.

Kepadatan penduduk memang bukan satu-satunya faktor yang

menyebabkan terjadianya infeksi bakteri TB. Banyak faktor lain yang dapat

menyebabkan seseorang terinfeksi bakteri TB seperti: keadaan pemukiman

yang kumuh, kemiskinan (Bonita, et al., 2006), kontak dengan penderita TB

BTA (+) dan status gizi (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Selain itu, orang

yang terinfeksi bakteri TB belum tentu menjadi sakit TB (Nisa, 2007;

Notoatmodjo, 2007; Kementerian Kesehatan RI, 2013). Seseorang yang

terinfeksi bakteri TB akan menjadi sakit ketika sistem imunnya melemah.

Lemahnya sistem imun biasanya disebabkan oleh kondisi gizi yang menurun,

menderita penyakit lain seperti diabetes mellitus atau tertular HIV

(Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Banyaknya faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang

menjadi sakit TB maka, perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai

faktor-faktor yang menyebabkan penyakit TB di Kota Tangerang Selatan.

Penelitian sebaiknya dilakukan pada wilayah dengan jumlah kepadatan yang

rendah namun memiliki jumlah kasus TB tinggi seperti Kelurahan Pondok

Kacang Timur, Kelurahan Serpong, Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan

Sawah, Kelurahan Sawah Baru dan Kelurahan Pamulang Barat.

Page 83: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

69

6.4 Kejadian TB di Kota Tangerang Selatan Menurut Distribusi Waktu Tahun

2009-2013

Faktor waktu merupakan faktor yang cukup penting dalam

menentukan definisi setiap ukuran epidemiologi dan merupakan komponen

dasar dalam konsep penyebab. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan

timbulnya penyakit yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu,

meliputi: jenis penyebab dan keadaan serta kegiatan faktor penyebab yang

mungkin mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Dilain pihak, terjadi

pula perubahan pola penyakit di masysrakat dari waktu ke waktu sebagai

akibat keberhasilan usaha pencegahan maupun penanggulangan penyakit

disamping munculnya masalah kesehatan lain di masyarakat (Noor, 2008).

Kejadian TB di Kota Tangerang Selatan cenderung mengalami

peningkatan selama lima tahun terakhir. Peningkatan kasus yang terjadi lebih

dari 9% setiap tahunnya. Peningkatan kasus tertinggi terjadi pada tahun 2012

yaitu dari 1.158 kasus menjadi 1.680 kasus atau meningkat sebesar 45%.

Tidak hanya meningkat secara absolut, tetapi juga angka notifikasi kasus

(CNR) TB pun meningkat yaitu dari 66.9 per 100.000 penduduk menjadi

107.5 per 100.000 penduduk. Namun angka tersebut menurun pada tahun

2013 sebesar 0.7% atau menjadi 106.8 per 100.000 penduduk.

Meningkatnya kejadian TB di Kota Tangerang Selatan salah

satunya disebabkan karena upaya penemuan kasus TB di kota ini juga

meningkat. Hal ini dibuktikan dengan angka penjaringan suspek yang

mengalami peningkatan yaitu dari 382.5 per 100.000 penduduk menjadi

Page 84: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

70

605.2 per 100.000 penduduk. Angka penjaringan suspek adalah jumlah

suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk pada suatu

wilayah tertentu dalam satu tahun (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Selain angka penjaringan suspek yang tinggi, mutu dari

penjaringan suspek atau kepekaan menetapkan kriteria suspek TB di Kota

Tangerang Selatan masih sesuai standar nasional (tidak terlalu longgar

ataupun ketat). Hal ini dapat dilihat dari salah satu indikator yaitu proporsi

kasus TB BTA (+) diantara suspek. Hasilnya, selama lima tahun, proporsi

kasus TB BTA (+) diantara suspek di Kota Tangerang Selatan berada diantara

angka 9.4%-10.7%. Angka tersebut lebih besar dari 5% yang menandakan

penjaringan suspek tidak terlalu longgar tetapi, tidak lebih dari 15% yang

menandakan penjaringan suspek tidak terlalu ketat. Angka tersebut juga

menunjukkan tidak terdapat masalah pada pemeriksaan laboratorium baik itu

negatif palsu maupun positif palsu (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Meskipun angka penjaringan suspek tinggi dan kepekaan

menetapkan kriteria suspek dinilai baik atau sesuai standar, mutu diagnosis

pasien di Kota Tangerang Selatan dinilai masih rendah. Hal ini ditunjukkan

dengan proporsi TB BTA (+) diantara pasien TB tercatat/diobati selama lima

tahun masih dibawah 65% (49.5%-54.5%). Menurut Kementerian Kesehatan

RI (2011), apabila proporsi tersebut lebih rendah dari 65% berarti mutu

diagnosis rendah dan wilayah tersebut dinilai kurang memberikan prioritas

penemuan kasus yang menular (kasus TB BTA positif).

Page 85: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

71

Pada program pengendalian TB, penemuan kasus TB dengan

hasil pemeriksaan dahak BTA (+) menjadi sangat penting. Hal ini

dikarenakan TB BTA (+) merupakan sumber penularan penyakit TB.

Seseorang yang terdiagnosa TB dengan status BTA positif dapat menularkan

sekurang-kurangnya 10-15 orang lain setiap tahunnya (Kementerian

Kesehatan RI, 2013). Risiko penularan dari penderita TB BTA (+) juga

dibuktikan oleh Ekowati et.al (2010). Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa 80% orang yang tinggal serumah dengan penderita TB BTA (+)

terinfeksi TB.

Peningkatan kejadian TB di Kota Tangerang Selatan juga dapat

disebabkan karena angka default pada hasil pengobatan kasus baru TB BTA

(+) selalu mengalami peningkatan selama empat tahun (masa pengobatan

tahun 2013 belum selesai). Angka default meningkat dari 2.1% menjadi 7.7%.

Apabila peningkatan ini terus terjadi maka, angka ini dapat melebihi 10%.

Pasien dinyatakan default apabila pasien yang putus berobat selama 2 bulan

berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.Menurut

Kementerian Kesehatan RI (2011), angka default jika lebih dari 10% akan

menghasilkan proporsi kasus retreatmen yang tinggi dimasa mendatang.

Kejadian TB di Kota Tangerang Selatan yang mengalami

peningkatan selama lima tahun terakhir diikuti dengan peningkatan angka

penjaringan suspek dan angka default. Namun demikian diketahui bahwa

mutu diagnosis selama lima tahun masih rendah sehingga Dinas Kesehatan

Kota Tangerang Selatan perlu melakukan evaluasi untuk mengetahui

Page 86: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

72

penyebabnya. Kemudian perlu dilakukan penelitian lebih mendalam untuk

mengetahui penyebab terjadinya peningkatan angka default.

Selain berbanding lurus dengan peningkatan penjaringan suspek

dan angka default, peningkatan kasus TB di Kota Tangerang Selatan ternyata

berbanding lurus dengan bertambahnya jumlah fasilitas pelayanan kesehatan

(fasyankes) terutama puskesmas. Relasi antara jumlah fasyankes dengan

kasus TB dibuktikan dengan meningkatnya jumlah kasus TB setelah

dilakukannya pemekaran wilayah kerja puskesmas. Pada tahun 2010, jumlah

puskesmas di Kota Tangerang Selatan terdapat 12 unit dan kasus TB yang

ditemukan sebanyak 1.016 kasus. Kemudian tahun 2011 jumlah puskesmas

meningkat menjadi 25 unit begitu pula dengan kasus TB yang juga meningkat

menjadi 1.158 kasus (naik 14%). Bertambahnya jumlah puskesmas akan

meningkatkan akses masyarakat ke pelayanan kesehatan.

Selain melihat akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan,

avaibility puskesmas juga perlu diperhitungkan. Idealnya rasio puskesmas

terhadap jumlah penduduk adalah 1:30.000 atau satu puskesmas melayani

30.000 penduduk (Depkes, 2005). Oleh sebab itu, dalam pembangunan

puskesmas di suatu wilayah perlu mempertimbangkan laju pertumbuhan

penduduk (Gondodiputro, 2013).

Di Kota Tangerang Selatan laju pertumbuhan penduduk selalu

meningkat setiap tahun. Pada tahun 2012 jumlah penduduk mencapai

1.405.179 jiwa, dengan jumlah tersebut maka jumlah puskesmas yang ideal

Page 87: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

73

adalah 47 puskesmas. Sementara jumlah puskesmas saat itu hanya 25

puskesmas. Artinya, perlu dilakukan pemekaran atau penambahan sebanyak

22 puskesmas. Pemekaran ini sebaiknya dilakukan pada puskesmas yang

memiliki wilayah kerja dengan jumlah penduduk tinggi. Sampai tahun 2012

terdapat 19 puskesmas dari total 25 puskesmas yang melayani lebih dari

30.000 penduduk dan 2 puskesmas melayani lebih dari 100.000 penduduk

(Puskesmas Pamulang dan Puskesmas Benda Baru). Jumlah kebutuhan

puskesmas dapat bertambah apabila terjadi peningkatan jumlah penduduk.

Pentingnya peranan puskesmas dalam penanggulangan

penyakit TB maka, pemerintah Kota Tangerang Selatan khususnya

BAPPEDA (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) perlu

merencanakan pembangunan puskesmas baru. Pembangunan sebaiknya

dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pamulang dan Puskesmas Benda Baru.

Page 88: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

74

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

7.1.1 Selama lima tahun rata-rata proporsi kasus TB yang berdomisili di Kota

Tangerang Selatan sebesar 85.4% diantara semua kasus yang

terlaporkan. Sedangkan rata-rata proporsi kasus TB dengan alamat tidak

jelas sebesar 3.7%. Selama empat tahun kasus TB dari luar Kota

Tangerang Selatan paling banyak dilaporkan oleh LKC. Sedangkan

untuk kasus TB dengan alamat tidak jelas paling banyak dilaporkan oleh

Puskesmas Pamulang. Namun pada tahun 2013, baik kasus TB di luar

Kota Tangerang Selatan maupun kasus dengan alamat tidak jelas

dilaporkan paling banyak oleh RSUD Tangerang Selatan.

7.1.2 Peningkatan kejadian TB di Kota Tangerang Selatan berbanding lurus

dengan penambahan jumlah puskesmas. Rasio puskesmas terhadap

jumlah penduduk belum ideal (1: >30.000). Kasus TB cenderung lebih

banyak pada kelurahan tempat puskesmas berada. Selama tiga tahun,

kasus TB cenderung terjadi di sebelah timur Kota Tangerang Selatan

kemudian tersebar merata di tahun 2013. Kasus TB lebih banyak

ditemukan di kelurahan dengan kepadatan penduduk rendah.

7.1.3 Selama lima tahun kasus TB di Kota Tangerang Selatan cenderung

mengalami peningkatan dari 1104 kasus menjadi 1849 kasus.

Peningkatan tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh angka penjaringan

suspek yang juga meningkat dari 382.5 menjadi 605.2 per 100.000

Page 89: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

75

penduduk. Kualitas kepekaan penjaringan suspek masih sesuai standar

karena proporsi TB BTA (+) diantara semua suspek berada diantara

angka 9.4%-10.7%. Sedangkan mutu diagnosis pasien tergolong rendah

karena proporsi TB BTA positif (kasus baru dan kambuh) diantara pasien

TB tercatat/diobati selama lima tahun masih dibawah target nasional

(<65%). CNR kejadian TB selama empat tahun terakhir cenderung

mengalami peningkatan kecuali pada tahun 2013 menurun sebesar 0.7%.

7.2 Saran

7.2.1 Untuk Kementerian Kesehatan, kartu register TB.03 elektronik perlu

didetailkan pada kolom alamat menjadi beberapa bagian kolom seperti

nama jalan, nomor rumah, RT, RW, kelurahan, dan kecamatan dan di

setting agar wajib diisi.

7.2.2 Sistem informasi TB perlu dikembangkan menjadi sistem online tidak

hanya sampai pada kabupaten/kota tetapi sampai tingkat puskesmas.

7.2.3 Pemerintah Kota Tangerang Selatan khususnya BAPPEDA perlu

merencanakan pemekaran puskesmas di wilayah kerja Puskesmas

Pamulang dan Puskesmas Setu serta di Kecamatan Serpong Utara dan

Kecamatan Serpong.

7.2.4 Pemerintah Kota Tangerang Selatan juga perlu membuat kebijakan

untuk mewajibkan semua fasyankes yang ada di Kota Tangerang

Selatan agar bekerjasama dalam pengendalian TB dengan Dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

Page 90: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

76

7.2.5 Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan perlu melakukan evaluasi

untuk mengetahui penyebab rendahnya mutu diagnosis TB.

7.2.6 Bagi peneliti lain perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai

penyebab meningkatnya angka default di Kota Tangerang Selatan.

Page 91: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

77

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U. F., 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: Kompas

Media Indonesia.

Achmad, U. F., 2014. Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi. 1 ed. Jakarta:

Rajawali Pers.

Alisjahbana, B., Crevel, R. V., Sahiratmadja, E. & Hejjer, M. D., 2006. Diabetes

Mellitus is Strongly Associated With Tuberculosis In Indonesia.

International Journal Tuberculosis lung Disease, Volume 10, pp. 696-

700.

Anon., 2010. Dompet Dhuafa. [Online]

Available at: http://dompetdhuafa.com

[Accessed 13 8 2014].

Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, 2013. Kota Tangernag Selatan

Dalam Angka, Tangernag Selatan: Badan Pusat Statistik Kota

Tangerang Selatan.

Bonita, R., Beaglehole, R. & Kjellstrom, T., 2006. Basic Epidemiology. 2nd ed.

Geneva: WHO Press.

BPS Kota Tangerang Selatan, 2013. Kota Tangerang Selatan Dalam angka.

Tangerang Selatan: BPS Kota Tangerang Selatan.

Budiarto & Anggraeni, D., 2003. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC.

Bulango, Z., 2012. Analisis Penyebab Kejadian Tuberkulosis Paru di wilayah

Kerja Puskesmas Dulalowo di Kota Gorontalo , Gorontalo: Universitas

Negeri Gorontalo.

Bustan, M. N., 2006. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.

C.GATRELL, A. & LÖYTÖNEN, M., 2003. GIS and Health. London: Taylor &

Francis e-Library.

Carr, S., Unwin, N. & Ples-Mulloli, T., 2007. An Introduction to Public Health and

Epidemiology. 2nd ed. New York: Open University Press.

Page 92: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

78

CDC, 2012. Basic TB Facts. [Online]

Available at: www.cdc.gov/tb

[Accessed 8 April 2014].

Chin, J., 2009. Tuberkulosis. In: I. N. Kandun, ed. Manual Pemberantasan Penyakit

Menular. Jakarta: Infomedika, p. 637.

Chin, J. & Kandun, I. N., 2012. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta:

CV Infomedika.

Crofton, J., Horne, N. & Miller, F., 2002. Tuberkulosis Klinis. 2nd ed. Jakarta:

Widya Medika.

D.U, P. & Hugh, J., 2002. Geographical Information System as a Tool in

Epidemiological Assassment and Wildlife Disease Management. OIE

Magazine, Volume 21, pp. 91-102.

Departemen Kesehatan RI, 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis. II ed. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI, 2006. Penanggulangan Tuberkulosis. II ed. Jakarta:

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Departemen Kesehatan RI, 2009. KMK RI nomor 346/MENKES/V/2009, s.l.: s.n.

Dinas Kesehatan Provinsi Banten, 2012. Profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun

2012, s.l.: Dinas Kesehatan Provinsi Banten.

Dinas Kesehatan Tangerang Selatan, 2013. Monitoring dan Evaluasi Program TB,

Tangerang selatan: Dinkes Tangsel.

Dinkes Kab. Tangerang, 2010. Profil Kesehatan Kabupaten Tangerang 2010,

Tangerang: Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang.

Dwolatzky, B. et al., 2006. Linking The Global Positioning System (GPS) to a

Personal Digital Assistant (PDA) to Support Tuberculosis Control In

South Africa; a Pilot Study. International Journal of Health

Geographics, Volume 5, pp. 1-6.

ESCAP, 2012. Asia-Pacific Regional MDG Report 2011/12, Accelerating

Equitable Achievement of The MDGs, Closing Gaps in Health and

Nutrition Outcomes, s.l.: UNDP.

Page 93: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

79

Fisher, R. P. & Myers, B. A., 2011. Free and Simple GIS As Appropriate for Health

Mapping In A Low Resource Setting: A Case Study In Eastern

Indonesia. Internasional Journal Of Health Geographics, Volume 10.

Gatrell, A. C. & Loytonen, M., 2003. GIS and Health Research: An Introduction.

In: A. C. Gatrell & M. Loytonen, eds. GIS and Health . London: Taylor

& Francis, pp. 3-16.

Glazio, P., 2010. Molecular Tuberculosis: Global Epidemiology of Tuberculosis.

[Online]

Available at:

http://www.moleculartb.org/gb/pdf/transcriptions/01_PGlaziou.pdf

[Accessed 5 August 2014].

Glaziou, P. et al., 2013. Global Epidemiology of Tuberculosis. Seminars in

Respiratory and Critical Care Medicine, 34(1), pp. 3-16.

Gondodiputro, S., 2013. Primary Health Center (PHC/Puskesmas) Preparedness

to Support The Indonesian National Health Insurance in 2019.

Bandung, s.n.

Gustafson, P., Gomes, V. F., Vieira, C. S. & Samb, B., 2004. Tuberculosis In

Bissau: Incidence and Risk Factor In An Urban Community In Sub-

Sahara Africa. International Journal of Epidemiology, Volume 33, pp.

163-172.

Haining, R., 2004. Spatial Data Analysis Theory and Practice. United Kingdom:

Cambridge.

Hino, P., Santos, D. & TCS, V., 2005. Spatial Temporal Patterns of Tuberculosis

in The City of Ribelrao Preto, Brazil form 1998-2002. J. Bras.

Pneumol, Volume 31, pp. 523-527.

Keman, S., 2005. Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman. Jurnal

Kesehatan Lingkungan, 2(1), pp. 29-42.

Kementeran Kesehatan RI, 2011. Rencana Aksi Nasional Informasi Strategis

Pengendalian Tuberkulosis Indonesia 2011-2014. Jakarta: P2PL.

Kementerian Kesehatan RI, 2007. Riset Kesehatan Dasar , s.l.: s.n.

Kementerian Kesehatan RI, 2011. Pedoman nasional Pengendalian Tuberkulosis.

Jakarta: Kemenkes RI.

Page 94: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

80

Kementerian Kesehatan RI, 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.

Jakarta: Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan RI, 2011. Rencana Aksi Nasional Logistik Pengendalian

Tuberkulosis 2011-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI, 2011. Rencana Aksi Nasional: Informasi Strategis

Pengendalian Tuberkulosis Indonesia 2011-2014. Jakarta:

Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI, 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia

2010-2014. Jakarta: Direktorat Jendral Oengendalian Penyakitr dan

Penyehatan Lingkungan.

Kementerian Kesehatan RI, 2012. Modul Pelatihan Pemeriksaan Dahak

Mikroskopis TB. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI, 2012. Ringkasan Eksekutif Data dan Informasi

Kesehatan DKI Jakarta, Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI, 2012. Ringkasan Eksekutif Data dan Informasi

Kesehatan Provinsi Banten, Jakarta: Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan RI, 2013. Fakta Seputar Tuberkulosis Pengendalian

Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI, 2013. Laporan Riskesdas 2013, Jakarta: Kementerian

Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013, Jakarta:

Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan, 2011. Rencana Aksi Nasional Public Private Mix

Pengendalian Tuberculosis Indonesia 2011-2014. Jakarta:

Kementerian Kesehatan Indonesia.

Koh, G. C. K. W. et al., 2013. Tuberculosis Insidence Correlates with Suhshine: An

Ecological 28 Year Time Series Study. Plos One, 8(3).

Krieger, N., 2011. Epidemiology and The People's Health; Theory and Context.

New York: Oxford University Press.

Kumar, R. & Behera, D., 2012. Smoking and Tuberculosis. Indian Journal of

Tuberculosis, Volume 59, pp. 125-129.

Page 95: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

81

Lai, P. C. & Mak, A. S., 2007. GIS for Health and the Environment. Verlag Berlin

Heidelberg: Springer.

Lai, P. C., So, F. M. & Wing.Chan, K., 2009. Spatial Epidemiological Approaches

in Disease Mapping and Analysis. New York: CRC Press.

Laswon, 2006. Stastical Methods in Saptial Epidemiology, England: John Wiley.

Lawson, A. B., 2006. Statistical Methods in Spatial Epidemiologi. Columbia, USA:

Department of Epidemiology and Biostatistics, University of South

Carolina.

Lawson, A. B., 2006. Statistical Methods in Spatial Epidemiology. England: John

Wiley & Sons Ltd.

Liengardt, C. et al., 2005. Investigation of The Risk Factor For Tuberculosis: A

Case Control Study for Three Countries in West Africa. International

journal of Epidemiology, Volume 34, pp. 914-923.

Liu, Y., Jiang, S., Liu, Y. & Wang, R., 2011. Spatial Epidemiology and Spatial

Ecology Study of Worlwide Drug-Resistant Tuberculosis.

International Journal of Health Geographics, Volume 10, p. 50.

Maantay, J. A. & McLafferty, S., 2011. Geospatial Analysis of Environmental

Health. New York: Springer.

McKenzie, J. F., Pinger, R. R. & Kotecki, J. E., 2007. Kesehatan Masyarakat: Suatu

Pengantar. 4 ed. Jakarta: EGC.

Meyrs, W. P., L.Wetenhouse, J., Flood, J. & riley, L. W., 2006. an Ecological Study

of Tuberculosis Transmission in california. American Journal of Public

Health, Volume 96, pp. 685-690.

Morgenstern, 1995. Ecologic Studies In Epidemiology: Concepts, Principle, and

Methods. NCBI, Volume 16, pp. 61-81.

Musenge, e. et al., 2013. The Contribution of Spatial Analysis to Understanding

HIV/TB Mortality in Children: a Structural Equation Modelling

Approach. Glob Health Action, Volume 6, pp. 39-47.

Nisa, H., 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. 1 ed. Jakarta: UIN Jakarta Press.

Nisa, H., 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. 1 ed. Jakarta: UIN Jakarta Press.

Noor, N. N., 2008. Epidemiologi. 1 ed. Jakarta: Rineka Cipta.

Page 96: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

82

Notoatmodjo, S., 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka

Cipta.

Nuarsa, 2005. Belajar Sendiri: Menganalisis Data Spasial dengan Arcview GIS 3.3

Untuk Pemula. Jakarta: Elex Media Computindo.

Nuarsa, I. W., 2005. Belajar Sendiri: Menganalisis Data Spasial Dengan Arcview

GIS 3.3 Untuk Pemula. Jakarta: Elex Media Computindo.

Nuning, Hoirunnisa & Pawitan, J. A., 2006. Modul Dasar-dasar Epidemiologi.

Jakarta: UIN Jakarta Press.

OECD/WHO, 2012. Tuberculosis. Health at A Glance: Asia/Pacific 2012.

Pfeiffer, D. U. et al., 2008. Spatial Analysis in Epidemiology. New York: Oxford

University Press.

Prasetyowati, I. & Wahyuni, C. U., 2009. Hubungan antara Pencahayaan Rumah,

Kepadatan Penghuni, Kelembaban dan Risiko Terjadinya TB Anak SD

di Kabupaten Jember. Jurnal Kedokteran Indonesia, Volume 1, pp. 88-

93.

Retnaningsih, E., Taviv, Y. & Yahya, 2010. Model Prediksi Faktor Risiko Infeksi

TB Paru Kontak Serumah untuk Perencanaan Program di Kabupaten

OKU Provinsi Sumatra Selatan Tahun 2010. Jurnal Pembangunan

Manusia, Volume 4.

Ruswanto, B., 2010. analisisi Spasial Sebaran Kasus Tuberkulosis Paru Ditinjau

dari Faktor Lingkungan Dalam dan Luar Rumah di Kabupaten

Pekalongan, Semarang: s.n.

Schmidt, C., 2008. Linking TB and The Environment an Overlooked Mitigation

Strategy. Environmental Health Prospective, 116(11), pp. 479-485.

Slama, K., Tachfouti, N., Obtel, M. & Nejjar, C., 2013. Factors Associated With

Treatment Default By Tuberculosis Patients In Fez Morocco. Eartern

Mediterranean Health Journal , 9(8), pp. 687-693.

Sulistyaningsih, 2011. Epidemiologi dalam Praktik Kebidanan. 1 ed. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Tao, W. et al., 2012. The Spatian Epidemiology of Tuberculosis in Linyi City,

China, 2005-2010. BMC Public Health, Volume 12, p. 885.

Timmreck, T. C., 2004. Epidemiologi Suatu Pengantar. 2nd ed. Jakarta: EGC.

Page 97: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

83

Wang, T., Fuzhong Xue, Y. C., Ma, Y. & Liu, Y., 2012. The Spatian Epidemiology

of Tuberculosis in Linyi City, China, 2005-2010. BMC Public Health,

Volume 12, p. 885.

WHO, 2010. Global Epidemiology of Tuberculosis, Manila: WHO.

WHO, 2012. Tuberculosis Control in South-East Asia Region 2012, New Delhi:

WHO SEA Region.

WHO, 2013. Global Tuberculosis Report , Geneva: WHO.

WHO, 2013. Systematic Screening For Active Tuberculosis: Principle and

Recommendations. Geneva: WHO.

Widoyono, 2002. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &

Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.

Wijaya, A. A., 2012. Merokk dan Tuberkulosis. Jurnal Tuberkulosis Indonesia,

Volume 8, pp. 18-23.

Wise, S. & Craglia, M., 2008. GIS and Evidence-Based Policy Making. Boca Raton:

CRC Press.

Page 98: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

84

Page 99: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

85

Page 100: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

86

CNR TB Menurut Kelurahan di Kota Tangerang Selatan Tahun 2010-2012

No. KELURAHAN CNR (100.000 pddk)

No. KELURAHAN CNR (100.000 pddk)

2010 2011 2012 2010 2011 2012

1 Babakan 18.2 29.0 36.5 28 Pamulang Timur 29.4 38.2 71.3

2 Bakti Jaya 23.1 43.7 32.6 29 Perigi 42.1 47.5 71.2

3 Bambu Apus 44.5 13.9 66.3 30 Perigi Baru 33.3 30.0 44.3

4 Benda Baru 41.7 113.7 121.0 31 Pisangan 35.1 50.4 49.0

5 Buaran 60.7 39.3 98.8 32 Pondok Aren 52.5 46.4 103.4

6 Cempaka Putih 86.5 102.8 88.8 33 Pondok Benda 67.9 93.5 165.7

7 Ciater 81.8 71.5 174.7 34 Pondok Betung 28.6 63.5 83.1

8 Cilenggang 276.3 256.3 147.2 35 Pondok Cabe Ilir 60.6 46.7 91.2

9 Cipayung 195.8 237.2 460.4 36 Pondok Cabe Udik 36.4 13.3 41.6

10 Ciputat 143.2 169.3 242.7 37 Pondok Jagung 62.2 54.1 98.6

11 Cireundeu 100.5 184.9 201.9 38 Pondok Jagung Timur 10.9 5.2 12.7

12 Jelupang 233.3 48.8 110.4 39 Pondok Jaya 64.9 105.2 65.8

13 Jombang 204.3 171.5 473.9 40 Pondok Kacang Barat 94.9 121.8 133.9

14

Jurang Manggu

Barat 71.1 70.5 98.0 41 Pondok Kacang Timur 159.2 327.9 328.3

15

Jurang Manggu

Timur 81.7 85.2 121.6 42 Pondok Karya 34.5 35.8 71.4

16 Kademangan 116.8 138.8 141.9 43 Pondok Pucung 96.5 163.9 148.7

17 Kedaung 117.8 177.8 285.4 44 Pondok Ranji 170.2 211.9 347.5

18 Kranggan 45.1 47.5 86.3 45 Rawa Buntu 67.6 196.7 252.9

19 Lengkong Gudang 35.5 27.6 34.0 46 Rawa Mekar Jaya 64.8 131.2 142.7

20

Lengkong Gudang

Timur 53.5 42.1 8.1 47 Rempoa 182.6 358.2 306.6

21 Lengkong Karya 45.7 47.3 94.2 48 Rengas 136.6 167.1 429.9

22 Lengkong Wetan 14.0 2.7 10.5 49 Sarua 58.9 71.7 67.5

23 Muncul 34.5 64.6 30.8 50 Sarua Indah 24.2 45.8 35.2

24 Paku Alam 47.1 28.7 42.9 51 Sawah 154.9 77.3 179.1

25 Paku Jaya 117.5 47.0 73.2 52 Sawah Baru 230.1 141.2 265.3

26 Pakulonan 27.4 42.0 43.3 53 Serpong 202.0 255.8 351.4

27 Pamulang Barat 79.5 51.6 87.7 54 Setu 41.5 65.6 51.1

Page 101: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

87

Kejadian TB di Kota Tangerang Selatan Tahun 2009-2013

Kelurahan TB BTA + TB BTA - Ekstra Paru

2009 2010 2011 2012 2013 2009 2010 2011 2012 2013 2009 2010 2011 2012 2013

Babakan 5 3 8 6 6 2 2 3 8 1 0 1 0 0 0

Bakti Jaya 2 8 8 12 15 4 1 8 3 0 0 0 0 0 1

Bambu Apus 10 7 3 12 19 14 6 4 13 17 0 0 1 0 1 Benda Baru 10 6 15 14 7 14 3 4 7 20 0 0 0 0 2

Buaran 14 13 7 24 14 6 6 7 13 10 0 0 0 0 1

Cempaka Putih 7 7 9 10 12 10 12 13 10 6 0 0 0 0 0 Ciater 5 9 6 21 17 10 9 8 22 9 0 0 1 0 0

Cilenggang 5 6 6 1 6 13 9 7 7 4 0 0 0 0 0

Cipayung 8 10 4 8 7 12 7 13 30 18 1 0 0 3 0 Ciputat 13 12 16 20 17 17 10 15 32 24 0 2 1 1 2

Cireundeu 5 3 17 16 20 8 7 9 11 11 1 0 1 0 1

Jelupang 13 10 4 5 7 12 7 0 4 6 0 0 0 0 0 Jombang 23 17 15 34 26 7 12 9 28 35 0 0 1 1 0

Jurang Manggu Barat 8 14 10 24 18 12 12 11 9 22 1 1 4 2 1

Jurang Manggu Timur 10 10 18 22 14 22 5 4 12 14 1 6 5 5 5 Kademangan 22 20 20 16 18 7 9 13 23 12 1 0 0 0 0

Kedaung 26 28 22 39 24 25 19 33 52 40 1 0 0 2 3

Kranggan 1 8 6 13 10 0 4 7 9 4 0 0 0 1 0 Lengkong Gudang 7 3 2 7 10 5 8 8 5 8 0 0 0 0 1

Lengkong Gudang Timur 1 5 5 1 1 0 1 0 0 4 0 0 0 0 0

Lengkong Karya 6 7 6 15 13 4 2 2 4 5 0 1 1 1 1 Lengkong Wetan 1 3 1 3 6 0 2 0 3 3 0 0 0 0 0

Muncul 5 2 5 3 10 1 4 6 4 6 0 0 0 0 1

Paku Alam 5 11 3 6 11 3 5 5 8 3 0 1 0 0 0 Paku Jaya 6 8 2 3 6 3 3 2 4 3 0 0 0 0 0

Pakulonan 10 6 10 7 2 5 2 3 9 5 1 1 0 0 0

Pamulang Barat 14 25 8 20 31 37 19 14 21 24 0 2 1 1 5 Pamulang Timur 3 9 7 15 19 8 5 10 15 8 0 0 0 0 2

Perigi 5 4 10 12 14 8 8 8 14 10 1 0 0 0 2

Perigi Baru 2 4 10 13 13 3 9 3 3 11 0 1 0 0 0 Pisangan 12 9 10 12 31 10 4 10 13 12 0 0 1 0 1

Pondok Aren 16 10 12 22 17 5 13 10 19 9 1 0 1 0 0 Pondok Benda 21 15 16 26 50 28 18 14 31 35 0 1 2 2 4

Pondok Betung 6 1 13 12 16 5 3 2 8 17 0 1 1 2 1

Pondok Cabe Ilir 16 14 10 20 22 19 13 11 18 12 0 0 0 0 1 Pondok Cabe Udik 11 11 4 8 10 9 8 5 12 3 0 1 1 0 2

Pondok Jagung 17 11 12 17 14 7 3 1 10 7 0 1 0 1 0

Pondok Jagung Timur 2 3 2 3 0 1 0 0 3 1 0 0 0 0 0 Pondok Jaya 1 6 6 5 12 2 3 9 3 7 0 0 0 0 0

Pondok Kacang Barat 10 10 9 14 15 10 9 16 15 11 0 0 1 0 1

Pondok Kacang Timur 15 16 24 21 19 8 8 30 25 17 0 0 2 2 0 Pondok Karya 4 5 6 12 15 5 3 1 7 12 0 1 2 4 0

Pondok Pucung 2 6 14 9 14 4 11 15 23 25 0 0 0 0 2

Pondok Ranji 14 9 9 16 15 5 7 11 16 23 1 2 1 0 2 Rawa Buntu 10 6 14 23 22 5 2 11 13 6 0 1 0 1 2

Rawa Mekar Jaya 4 3 7 9 12 4 3 8 7 1 0 0 0 0 0

Rempoa 10 1 20 16 23 7 11 10 15 14 0 2 2 0 4

Rengas 2 5 9 33 33 5 5 7 12 11 0 0 1 1 0

Sarua 5 8 11 9 8 4 7 9 12 11 0 0 0 1 2

Sarua Indah 3 1 5 3 5 3 4 3 5 5 0 0 1 0 2 Sawah 23 20 10 24 42 17 14 7 15 9 0 1 1 0 1

Sawah Baru 14 24 14 23 30 19 11 10 15 15 0 0 0 0 1

Serpong 19 19 18 18 17 15 15 22 42 24 0 1 0 1 1 Setu 16 7 8 8 12 6 4 9 7 5 0 0 0 0 0

Tangerang Selatan 505 498 526 765 847 475 387 460 729 635 10 28 33 32 56

Page 102: EPIDEMIOLOGI SPASIAL KEJADIAN TUBERKULOSIS  · PDF fileepidemiologi. spasial kejadian . tuberkulosis ... bab iii kerangka konsep dan definisi operasional ... determinan penyakit

88