unijunction transistor

12
190 TRANSISTOR SAMBUNGAN TUNGGAL (Unijunction Transistor) 7.1 Pendahuluan (a) (b) (c) Gambar 7.1. Berbagai macam transistor sambungan tunggal (unijunction transistor). Pada prinsipya sebuah transistor sambungan tunggal atau yang disebut juga dengan unijunction transistor seperti yang terlihat pada gambar 7.1 di samping ini merupakan sebuah komponen 3 (tiga) terminal yang dikemas dengan cara yang sama seperti transistor dikemas. Transistor sambungan tunggal (unijunction transistor) tersebut memiliki 2 (dua) karakteristik yang berbeda dari transistor, yaitu: 1. Transistor sambungan tunggal (unijunction transistor) hanya memiliki 1 (satu) persambungan, oleh karena itu transistor ini disebut transistor sambungan tunggal. 2. Transistor sambungan tunggal (unijunction transistor) transistor memiliki sebuah tahanan negatif atau yang disebut dengan negative resistance. Pada dasarnya tahanan negatif (negative resistance) pada sebuah transistor sambungan tunggal (unijunct-

Upload: umar-sidik

Post on 23-Mar-2016

217 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Umar Sidik, CV. Electronusa Mechanical Engineering, 2013

TRANSCRIPT

Page 1: Unijunction Transistor

190

TRANSISTOR SAMBUNGAN TUNGGAL

(Unijunction Transistor)

7.1 Pendahuluan

(a)

(b)

(c)

Gambar 7.1. Berbagai macam transistor

sambungan tunggal (unijunction

transistor).

Pada prinsipya sebuah transistor

sambungan tunggal atau yang disebut

juga dengan unijunction transistor

seperti yang terlihat pada gambar 7.1 di

samping ini merupakan sebuah

komponen 3 (tiga) terminal yang

dikemas dengan cara yang sama seperti

transistor dikemas. Transistor

sambungan tunggal (unijunction

transistor) tersebut memiliki 2 (dua)

karakteristik yang berbeda dari

transistor, yaitu:

1. Transistor sambungan tunggal

(unijunction transistor) hanya

memiliki 1 (satu) persambungan,

oleh karena itu transistor ini

disebut transistor sambungan

tunggal.

2. Transistor sambungan tunggal

(unijunction transistor) transistor

memiliki sebuah tahanan negatif

atau yang disebut dengan negative

resistance.

Pada dasarnya tahanan negatif

(negative resistance) pada sebuah

transistor sambungan tunggal (unijunct-

Page 2: Unijunction Transistor

191

ion transistor) akan meningkatkan arus pada transistor sambungan tunggal

tersebut di saat terjadi penurunan tegangan yang melintasi transistor sambungan

tunggal. Tahanan negatif (negative resistance) yang terdapat pada transistor

sambungan tunggal (unijunction transistor) tersebut umumnya dimanfaatkan pada

aplikasi-aplikasi rangkaian osilator (oscillator circuit), pewaktuan (timing circuit)

dan pemicu SCR (SCR trigger circuit).

7.1.1 Simbol

Gambar 7.2. Simbol transistor

sambungan tunggal (unijunction

transistor).

Pada umumnya transistor

persambungan tunggal (unijunction

transistor) disimbolkan seperti yang

terlihat pada gambar 7.2 di samping ini.

7.1.2 Konstruksi

Gambar 7.3. Konstruksi fisik dari

sebuah transistor sambungan tunggal

(unijunction transistor).

Konstruksi dari transistor

sambungan tunggal (unijunction

transistor) seperti yang terlihat pada

gambar 7.3 tersebut adalah sangat

berbeda dengan konstruksi transistor

bipolar. Perbedaan antara konstruksi

transistor persambungan tunggal

(unijunction transistor) dan konstruksi

transistor bipolar menunjukan bahwa

kedua jenis transistor tersebut juga

memiliki cara kerja yang berbeda. Pada

konstruksi transistor persambungan

tunggal (unijunction transistor) tersebut

Page 3: Unijunction Transistor

192

terlihat 2 (dua) terminal basis, yaitu 1B dan 2B , serta 1 (satu) terminal emitter,

yaitu E .

7.2 Pengoperasian Transistor Sambungan Tunggal

Gambar 7.4. Rangkaian ekivalen dari

sebuah transistor sambungan tunggal

(unijunction transistor).

Pada prinsipnya sebuah transistor

sambungan tunggal (unijunction

transistor) merupakan komponen

pengganti dari rangkaian yang terlihat

pada gambar 7.4 di samping ini dan

rangkaian tersebut dinyatakan sebagai

rangkaian ekivalen UJT. Rangkaian

ekivalen UJT tersebut disusun oleh

sebuah dioda D , sebuah tahanan

variabel 1BR dan sebuah tahanan tetap

2BR .

Pada rangkaian ekivalen UJT ters-

ebut terlihat bahwa di antara 1B dan 2B terdapat 2 (dua) buah tahanan, yaitu

sebuah tahanan variabel 1BR dan sebuah tahanan tetap 2BR . Tahanan variabel

1BR dan tahanan tetap 2BR pada rangkaian ekivalen UJT tersebut membentuk

sebuah tahanan antar basis (inter-base resistance) serta disimbolkan dengan BBR .

Tahanan variabel pada 1BR disebut demikian karena nilai tahanan tersebut akan

berubah-ubah sesuai dengan arus emiter EI sehingga membuat tahanan pada

1BR tersebut beroperasi layaknya sebuah tahanan variabel (variable resistance).

Rangkaian ekivalen UJT tersebut juga menunjukan sebuah persambungan PN (PN

junction) yang dibuat oleh dioda D dan tegangan yang melintasi dioda tersebut

dinyatakan sebagai tegangan dioda serta disimbolkan dengan DV . Tahanan

variabel 1BR dan tegangan pada titik A AV di dalam rangkaian ekivalen UJT

tersebut membentuk sebuah pembagi tegangan (voltage division). Secara

Page 4: Unijunction Transistor

193

matematis pembagi tegangan AV dapat ditulis sebagai berikut:

BBBB

BA V

RR

RV

21

1

BBA VV

Di mana:

AV = Teangan pada titik A volt

1BR = Tahanan variabel 1B

2BR = Tahanan tetap 2B

BBV = Tegangan voltBB 21

= Rasio pengimbang (intrinsic standoff ratio)

Di mana merupakan rasio pengimbang (intrinsic standoff ratio) adalah:

BB

B

BB

B

R

R

RR

R 1

21

1

7.2.1 Cara Kerja Transistor Sambungan Tunggal

Pada prinsipnya sebuah tegangan yang diberikan kepada transistor

sambungan tunggal (unijunction transistor) melalui 1B dan 2B akan

menyebabkan terjadinya aliran arus listrik yang kecil pada transistor sambungan

tunggal tersebut. Tegangan yang diberikan kepada transistor sambungan tunggal

(unijunction transistor) melalui 1B dan 2B tersebut juga akan membuat sebuah

tegangan di antar 1B dan E . Tegangan di antara 1B dan E tersebut nilainya akan

sesuai dengan hasil antara rasio pengimbang (intrinsic standoff ratio) dan

tegangan 21 BB BBV , yaitu sebesar BBV dan dinyatakan sebagai tegangan

basis1-emiter 1EBV .

Pada umumnya nilai rasio pengimbang (intrinsic standoff ratio) dari sebuah

transistor sambungan tunggal (unijuntion transistor) adalah bernilai di antara 0,5

dan 0,8, namun nilai rasio pengimbang tersebut menjadi lebih bermanfaat bila

bernilai sama dengan tegangan jatuh basis-emiter BEV yaitu sebesar 0,7.

Page 5: Unijunction Transistor

194

Tegangan basis1-emiter 1EBV pada tingkat tertentu akan membuat dioda

D menjadi berkondisi prategangan maju (forward bias), yaitu nilai tegangan

basis1-emiter 1EBV cukup untuk melewati potensial barrier (barrier potential)

pada dioda D . Dioda D yang sedang dalam kondisi prategangan maju

(forward bias) tersebut akan memiliki tegangan maju (forward voltage) sebesar

FV yang mampu mengaktifkan persambungan basis1-emiter (base1-emitter

junction). Persambungan basis1-emiter (base1-emitter junction) yang telah aktif

tersebut akan menyebabkan nilai tahanan pada 1B , yaitu 1BR , menjadi rendah

sehingga arus emiter EI akan mengalir pada transistor sambungan tunggal

(unijunction transistor).

7.2.2 Karakterisitik

Gambar 7.5. Kurva karakteristik dari sebuah transistor sambungan tunggal

(unijunction transistor).

Pada prinsipnya karakteristik dari sebuah transistor sambungan tunggal

(unijunction transistor) dapat dijelaskan secara sederhana melalui sebuah kurva

seperti yang terlihat pada gambar 7.5 di atas. Kurva tersebut merupakan kurva

Page 6: Unijunction Transistor

195

dari tegangan emiter EV dan arus emiter EI pada sebuah transistor sambungan

tunggal (unijunction transistor) serta dinyatakan sebagai kurva UJT.

Pada kurva UJT tersebut dapat kita lihat bahwa saat tidak ada tegangan

emiter voltVE 0 maka dioda berkondisi prategangan balik (reverse bias).

Dioda yang sedang dalam kondisi prategangan balik (reverse bias) tersebut akan

mengalirkan sebuah arus listrik yang sangat kecil, yaitu arus jenuh balik (reverse

saturation current) dan disimbolkan dengan 0EI . Saat tegangan emiter EV

mulai dinaikan maka dioda D menjadi kurang berkondisi prategangan balik

(reverse bias) dan arus emiter EI menjadi kurang bernilai negatif. Saat tegangan

emiter EV menjadi cukup tinggi maka dioda D akan berubah kondisi menjadi

prategangan maju (forward bias). Dioda yang berkondisi prategangan maju

(forward bias) tersebut akan memasukan lubang-lubang (holes) ke dalam tahanan

basis1 1BR sehingga menyebabkan tahanan basis1 1BR tersebut akan memiliki

kelebihan lubang-lubang (holes) dan akhirnya akan menurunkan nilai tahanan

basis1 1BR . Sebagai contoh, ketika 0EI maka 000.51BR dan ketika

mAI E 50 maka 401BR . Kurva UJT tersebut memperlihatkan bahwa

tahanan basis1 1BR akan menurun di saat tegangan emiter EV menurun dan

arus emiter EI meningkat sehingga membuat tahanan basis1 1BR tersebut

memiliki konduktivitas yang tinggi. Perilaku menurunnya 1BR akibat EV dan EI

tersebut dinyatakan sebagai tahanan negatif atau negative resistance.

Pada kurva UJT tersebut dapat kita perhatikan bahwa tegangan dan arus pada

titik puncak (peak point) dari kurva tersebut adalah sama dengan tegangan puncak

PV (peak voltage) dan arus puncak PI (peak current). Tegangan puncak PV

pada kurva tersebut merupakan tegangan emiter EV yang membuat sebuah

transisi dari daerah terputus (cutoff region) menuju daerah tahanan negatif

(negative resistance region), sedangkan arus puncak PI pada kurva tersebut

merupakan arus minimum yang dibutuhkan untuk mengaktifkan transistor

sambungan tunggal (unijunction transistor).

Page 7: Unijunction Transistor

196

Pada kurva UJT tersebut juga terlihat bahwa tegangan dan arus pada titik

lembah (valley point) dari kurva tersebut adalah sama dengan tegangan lembah

VV (valley voltage) dan arus lembah VI (valley current). Tegangan lembah VV

pada kurva tersebut merupakan tegangan emiter EV yang membuat sebuah

transisi dari daerah tahanan negatif (negative resistance region) menuju daerah

jenuh (saturation region). Pada daerah jenuh (saturation region) tersebut tahanan

basis1 1BR akan beroperasi layaknya sebuah tahanan positif (positive

resistance), yaitu peningkatan nilai tahana pada 1BR dan nilai arus pada EI akan

menyebabkan kenaikan tegangan pada EV . Pada kurva UJT tersebut juga terlihat

tegangan satEBV 1 yang merupakan tegangan yang melintasi basis1 1B dan emiter

E .

7.3 Parameter Transistor Sambungan Tunggal

Pada dasarnya transistor sambungan tunggal (unijunction transistor)

memiliki 8 (delapan) parameter yang sebaiknya diketahui untuk mengoperasikan

transistor sambungan tunggal tersebut, yaitu:

1. Tegangan maksimum emiter (peak emitter voltage).

2. Arus maksimum emiter (peak emitter current).

3. Tegangan lembah emiter (valley emitter voltage).

4. Arus lembah emiter (valley emitter current).

5. Tegangan antar-basis (inter-base voltage).

6. Tegangan jenuh emiter (emitter saturation voltage).

7. Tahanan antar-basis (inter-base resistance).

8. Rasio pengimbang (intrinsic standoff ratio)

7.3.1 Tegangan Maksimum Emiter (Peak Emitter Voltage)

Pada dasarnya tegangan maksimum emiter atau yang disebut juga dengan

peak emitter voltage merupakan tegangan maksimum dari emiter sebelum

transistor sambungan tunggal (unijunction transistor) memasuki daerah tahanan

Page 8: Unijunction Transistor

197

negatif (negative resistance region). Secara matematis tegangan maksimum

emiter (peak emitter voltage) tersebut disimbolkan dengan PV .

7.3.2 Arus Maksimum Emiter (Peak Emitter Current)

Pada prinsipnya arus maksimum emiter atau yang disebut juga dengan peak

emitter current merupakan arus maksimum dari emiter sebelum transistor

sambungan tunggal (unijunction transistor) memasuki daerah tahanan negatif

(negative resistance region). Arus maksimum emiter (peak emitter current)

tersebut juga dapat dipahami sebagai arus minimum yang dibutuhkan oleh emiter

untuk mengaktifkan transistor sambungan tunggal (unijunction transistor). Secara

matematis arus maksimum emiter (peak emitter current) tersebut disimbolkan

dengan PI .

7.3.3 Tegangan Lembah Emiter (Valley Emitter Voltage)

Pada prinsipnya tegangan lembah emiter atau yang disebut juga dengan

valley emitter voltage merupakan tegangan emiter pada titik lembah (valley point).

Secara matematis tegangan lembah emiter (valley emitter voltage) tersebut

disimbolkan dengan VV .

7.3.4 Arus Lembah Emiter (Valley Emitter Current)

Pada prinsipnya arus lembah emiter atau yang disebut juga dengan valley

emitter current merupakan arus emiter pada titik lembah (valley point). Secara

matematis arus lembah emiter (valley emitter current) tersebut disimbolkan

dengan VI .

7.3.5 Tegangan Antar-Basis (Inter-Base Voltage)

Pada prinsipnya tegangan antar-basis atau yang disebut juga dengan inter-

base voltage merupakan tegangan di antara basis1 1B dan basis2 2B . Secara

matematis tegangan antar-basis (inter-base voltage) tersebut disimbolkan dengan

BBV .

Page 9: Unijunction Transistor

198

7.3.6 Tegangan Jenuh Emiter (Emitter Saturation Voltage)

Pada prinsipnya tegangan jenuh emiter atau yang disebut juga dengan emitter

saturation voltage merupakan tegangan yang melintasi emiter E dan basis1 1B

pada arus emiter EI dan tegangan antar-basis BBV tertentu. Secara matematis

tegangan jenuh emiter (emitter saturation voltage) tersebut disimbolkan dengan

satBEV ,1 .

7.3.7 Tahanan Antar-Basis (Inter-Base Resistance)

Pada prinsipnya tahanan antar-basis atau yang disebut juga dengan inter-base

resistance merupakan tahanan dc (direct current) di antara basis1 1B dan basis2

2B saat emiter E dalam kondisi terbuka (opened circuit). Secara matematis

tahanan antar-basis (inter-base resistancce) tersebut disimbolkan dengan BBR .

7.3.8 Rasio Pengimbang (Intrinsic Standoff Ratio)

Pada prinsipnya rasio pengimbang atau yang disebut juga dengan intrinsic

standoff ratio merupakan perbandingan antara tahanan basis1-emiter 1BR dan

tahanan antar-basis BBR . Secara matematis rasio pengimbang (intrinsic standoff

ratio) tersebut disimbolkan dengan .

BB

B

R

R 1

7.4 Analisa Transistor Sambungan Tunggal

Pada dasarnya transistor sambungan tunggal (unijuntion transistor) banyak

dimanfaatkan pada berbagai aplikasi. Berikut ini adalah analisa dari sebuah

rangkaian yang menggunakan transistor sambungan tunggal (unijunction

transistor).

Page 10: Unijunction Transistor

199

7.4.1 Rangkaian Gigi Gergaji (Sawtooth Waveform)

Gambar 7.6. Rangkaian gigi gergaji

(sawtooth waveform circuit) dengan

menggunakan transistor sambungan

tunggal (unijunction transistor).

Pada prinsipnya sebuah transistor

sambungan tunggal (unijunction

transistor) dapat dimanfaatkan untuk

membuat sebuah rangkaian gigi gergaji

atau yang disebut juga dengan sawtooth

waveform circuit. Bentuk gelombang

gigi gergaji (sawtooth waveform) yang

dihasilkan pada rangkaian tersebut

diperoleh dengan memanfaatkan daerah

terputus (cutoff region) dan daerah

tahanan negatif (negative resistance

region) pada transistor sambungan

tunggal (unijunction transistor).

Perhatikan rangkaian gigi gergaji (sawtooth waveform circuit) pada gambar

7.6 di atas.

Pada rangkaian gigi gergaji (sawtooth waveform circuit) tersebur terlihat

bahwa sebuah transistor sambungan tunggal (unijunction transistor) disusun

secara bersama dengan 2 (dua) buah resistor 1RdanR dan 1 (satu) buah

kapasitor C . Kapasitor C pada rangkaian gigi gergaji tersebut awalnya adalah

tidak bermuatan listrik (uncharged), kemudian saklar SW akhirnya tertutup

hingga membuat rangkaian gigi gergaji tersebut menjadi sebuah rangkaian

tertutup. Rangkaian gigi gergaji (sawtooth waveform circuit) yang telah tertutup

tersebut menyebabkan kapasitor C mulai terisi oleh muatan listrik hingga

mencapai BBE volt. Transistor sambungan tunggal (unijuntion transistor) pada

rangkaian gigi gergaji tersebut akan aktif bila tegangan emiter EV adalah sama

dengan tegangan puncak PV , tetapi bila tegangan emiter `EV pada rangkaian

gergaji tersebut adalah kurang dari tegangan puncak PV maka transistor

sambungan tunggal berada di dalam kondisi terputus (cutoff). Saat tegangan

Page 11: Unijunction Transistor

200

emiter EV tersebut telah menyamai tegangan puncak PV , maka kapasitor C

juga akan terisi muatan hingga menyamai tegangan puncak PV tersebut.

Kapasitor C yang telah terisi muatan yang sama besarnya dengan tegangan

puncak PV tersebut menyebabkan transistor sambungan tunggal (unijunction

transistor) menjadi aktif. Transistor sambungan tunggal (unijunction transistor)

yang telah aktif tersebut menyebabkan nilai tahanan pada 1BR menurun sehingga

arus emiter EI dapat mengalir menuju 1R .

Pada saat tegangan emiter EV pada rangkaian gergaji tersebut adalah sama

dengan tegangan lembah VV , maka transistor sambungan tunggal (unijunction

transistor) akan berkondisi terputus (cutoff). Pada saat transistor sambungan

tunggal (unijunction transistor) tersebut berkondisi terputus (cutoff), maka

peristiwa seperti di awal akan terulang kembali dan terus seperti itu untuk

berikutnya.

Gambar 7.7. Bentuk gelombang gergaji (sawtooth waveform) yang diperoleh dari

rangkaian gigi gergaji (sawtooth waveform ciruit).

Peristiwa yang berkelanjutan tersebut menyebabkan transistor sambungan

tunggal (unijunction transistor) menghasilkan 2 (dua) buah bentuk gelombang

yang berbeda pada kapasitor C dan resistor1 1R . Kedua gelombang pada

Page 12: Unijunction Transistor

201

kapasitor C dan resistor1 1R tersebut merupakan gelombang yang berbentuk

gigi gergaji (sawtooth waveform). Gelombang gergaji (sawtooth waveform) yang

dihasilkan oleh rangkaian tersebut , seperti yang terlihat pada gambar 7.7,

memiliki amplitudo (peak-to-peak amplitude) yang besarnya adalah sama dengan

besarnya perbedaan di antara tegangan puncak (peak voltage) dan tegangan

lembah (valley voltage).

Pada umumnya rangkaian gigi gergaji (sawtooth waveform circuit) tersebut

digunakan sebagai pemicu (trigger) SCR pada aplikasi-aplikasi rangkaian kendali

fase (phase controller circuit). Rangkaian gigi gergaji tersebut dimanfaatkan

melalui arus yang mengalir pada resistor1 1RI saat kapasitor C melepaskan

muatan.