ungkapan larangan dalam bahasa ...repo.stkip-pgri-sumbar.ac.id/id/eprint/5188/1/11080142...suku....
TRANSCRIPT
1
UNGKAPAN LARANGAN DALAM BAHASA MINANGKABAU
MASYARAKAT KOTO BERAPAK KECAMATAN BAYANG
KABUPATEN PESISIR SELATAN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memeroleh
Gelar Sarjana Pendidikan (Strata 1)
SRI PUSPITA WILLA
NPM 11080142
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
PADANG
2016
2
3
4
5
ABSTRAK
Sri Puspita Willa (NPM: 11080142), Ungkapan Larangan Dalam Bahasa
Minangkabau Masyarakat Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten
Pesisir Selatan. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra
Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat, Padang, 2016.
Penelitian ini dilakukan untuk melestarikan sastra sebagian lisan salah
satunya adalah ungkapan larangan agar tidak hilang dalam kehidupan masyarakat
dan masih dilestarikan dengan baik oleh masyarakat. khususnya pada masyarakat
Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan. Tujuan dari
penelitian ini adalah mendeskripsikan kategori, fungsi dan makna ungkapan
larangan yang terdapat di Kenagarian Koto Berapak Kecamatan Bayang
Kabupaten Pesisir Selatan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan
metode deskriptif. Informan penelitian ini adalah tiga orang masyarakat asli nagari
Koto Berapak yang dituakan dan mengetahui seluk beluk nagari tersebut. Data
dikumpulkan melalui teknik observasi, wawancara, rekam dan pencatatan data.
Berdasarkan temuan dan pembahasan ditemukan empat puluh ungkapan
larangan pada masyarakat Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir
Selatan. Penelitian ini mendeskripsikan tentang kategori, fungsi dan makna yang
ada dalam ungkapan larangan, dimana kategorinya difokuskan pada lingkaran
hidup manusia dan kategori yang ditemukan terdiri atas: (1) empat ungkapan
larangan mengenai masa lahir, satu ungkapan larangan mengenai masa bayi, dan
dua ungkapan larangan mengenai masa kanak-kanak; (2) satu ungkapan larangan
mengenai rumah dan dua puluh dua ungkapan larangan mengenai pekerjaan
rumah tangga ; (3) dua ungkapan larangan mengenai perjalanan dan
perhubungan; (4) tiga ungkapan larangan mengenai mata pencariandan hubungan
sosial; (4) empat ungkapan larangan mengenai pernikahan. Fungsi yang
ditemukan pada penelitian ini terdiri atas: (1)sebagai penebal emosi keagamaan
sebanyak tujuh data; (2) sebagai alat pendidikan anak atau remaja sebanyak
sembilan belas data; (3) sebagai penjelasan yang dapat diterima akal suatu folk
terhadap gejala alam sebanyak empat belas data. Makna yang ditemukan pada
ungkapan larangan ini adalah makna kias karena pada ungkapan larangan ini
makna yang di temukan bukan makna yang sebenarnya.
i
6
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah Swt atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Ungkapan Larangan dalam Bahasa Minangkabau Masyarakat Koto
Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan”. Penulisan proposal
ini bertujuan untuk melengkapi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan (S1) pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat.
Penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam
proses penyusunan proposal ini. Oleh karena itu, sebagai wujud rasa hormat
penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.
1. Zulfitriyani, S.S., M.Pd. sebagai dosen pembimbing I yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis demi
kesempurnaan skripsi ini.
2. Mila Kurnia Sari, S.S., M.Pd. sebagai pembimbing II yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam
penulisan skripsi.
3. Iswadi Bahardur, S.S., M.Pd. sebagai Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia.
4. Penasehat Akademik (PA) Lira Hayu Afdetis Mana, M.Pd yang telah
membimbing dan memberikan nasehat sejak awal penulisan skripsi ini.
ii
7
5. Orang tua serta kaka yang telah memberikan dukungan dan doa sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan
6. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis berharap semoga bantuan, bimbingan, dan motivasi yang diberikan
menjadi amal ibadah di sisi Allah Swt. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritikan
dan saran demi kesempurnaan. Akhir kata, semoga proposal ini bermanfaat bagi
pembaca.
Padang, Februari 2016
Penulis
iii
8
\DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Fokus Masalah ......................................................................................... 4
C. Rumusan Masalah .................................................................................... 4
D. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
E. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
F. Batasan Istilah .......................................................................................... 5
BAB II KAJIAN TEORI
A. Landasan Teori ............................................................................................... 7
1. Hakikat Folklor ........................................................................................ 7
a. Pengertian Folklor ............................................................................... 7
b. Bentuk- Bentuk Folklor ....................................................................... 8
2. Hakikat Ungkapan Larangan.................................................................... 11
a. Ungkapan Larangan Sebagai Folklor Sebagian Lisan ....................... 11
b. Kategori, Fungsi Dan Makna Ungkapan Larangan............................ 12
1) Kategori Ungkapan Larangan ....................................................... 12
2) Fungsi Ungkapan Larangan ........................................................... 15
3) Makna Ungkapan Larangan........................................................... 17
B. Penelitian Relevan .......................................................................................... 18
C. Kerangka Konseptual ..................................................................................... 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Dan Metode Penelitian .......................................................................... 21
B. Latar, Entri, Dan Kehadiran Peneliti .............................................................. 21
C. Informan Penelitian ........................................................................................ 23
iv
9
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 24
E. Instrumen Penelitian....................................................................................... 25
F. Teknik Pengabsahan Data .............................................................................. 26
G. Teknik Analisis Data ...................................................................................... 26
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Temuan Penelitian .......................................................................................... 28
B. Pembahasan .................................................................................................... 29
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................... 52
B. Saran ............................................................................................................... 53
KEPUSTAKAAN ..................................................................................................... 54
LAMPIRAN .............................................................................................................. 56
Lampiran 1 Transkripsi Rekaman Ungkapan Larangan ............................................ 56
Lampiran 2 Suntingan Teks Dan Terjemahan ........................................................... 58
Lampiran 3 Data Inventarisasi Ungkapan Larangan .................................................. 61
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumatera Barat adalah suatu wilayah yang berkebudayaan Minangkabau.
Setiap daerah yang ada di Sumatera Barat memiliki beragam adat istiadat dan
suku. Keberagaman ini yang menjadikan kebudayaan Minangkabau semakin
berwarna dan menarik. Setiap daerah yang ada di Minangkabau memiliki adat
istiadat berbeda yang yang diwariskan oleh nenek moyang secara turun temurun
sampai sekarang ini dan menjadi ciri khas bagi daerah itu sendiri.
Namun, sekarang ini zaman semakin berkembang dan maju, ilmu
pengetahuan dan teknologi sudah menjadi kebutuhan dalam hidup manusia.
Minangkabau juga termasuk daerah yang sudah maju dan berkembang baik dalam
bidang ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini sangat mempengaruhi
keadaan masyarakat di Minangkabau saat sekarang ini terutama bagi remaja dan
anak-anak. Kemajuan IPTEK banyak membawa dampak terhadap kehidupan
manusia. Perkembangan zaman yang semakin canggih ini juga sangat
mempengaruhi ungkapan larangan yang ada disetiap daerah di Minangkabau.
Perkembangan IPTEK membuat masyarakat berfikir lebih logis. Ungkapan
larangan adalah suatu ungkapan yang mengandung perintah yang melarang suatu
perbuatan dan larangan itu diungkapkan dengan pelbagai bentuk, antara lain
dengan bentuk imperatif jangan atau frasa ingkar tidak dibenarkan. Ungkapan
larangan merupakan bagian dari kepercayaan rakyat. Kepercayaan rakyat atau
juga disebut sebagai takhayul adalah kepercayaan yang oleh orang berpendidikan
1
2
barat dianggap sederhana bahkan pandir, tidak berdasarkan logika sehingga secara
ilmiah tidak dapat dipertanggungjawabkan
Pengaruh IPTEK sangat jelas terlihat pada masyarakat yang sudah banyak
tidak mengenal dan mengabaikan ungkapan-ungkapan yang ada dalam
masyarakat karena mereka disibukkan dengan teknologi yang semakin
berkembang dan menganggap ungkapan itu hal yang bersifat takhayul. Namun,
meskipun masyarakat tidak percaya dengan ungkapan larangan itu dan
menganggap hanya takhayul, tapi tidak sepenuhnya mereka tidak
mempercayainya dengan arti lain mereka secara tidak sadar tetap terikat oleh hal
tersebut. Misalnya seperti ungkapan larangan jan manjujuang tangan ka ateh
kapalo palupo wak (jangan letakkan tangan di atas kepala nanti kita bisa jadi
pelupa). Masyarakat modern banyak yang menganggap itu hanya takhayul namun
mereka tetap menjalaninya dengan tidak meletakkan tangan di atas kepala. Hal
ini membuktikan bahwa masyarakat masih tetap terikat oleh ungkapan larangan
yang ada dalam masyarakat
Masyarakat pada zaman sekarang sudah sangat dipengaruhi oleh kemajuan
IPTEK yang membuat mereka ketergantungan. Namun, kemajuan teknologi dan
ilmu pengetahuan yang menjadikan manusia berpikir lebih maju dan rasional itu
tetap tidak mampu mengubah kebiasaan masyarakat yang masih percaya terhadap
ungkapan yang bersifat takhayul. Masyarakat masih tetap menggunakan
ungkapan itu dalam kehidupan sehari-hari. Ungkapan ini tidak sepenuhnya hilang
tetapi masih aktif dipakai dalam kehidupan. Inilah yang membuat perlunya
dilakukan penelitian untuk mengungkapkan apa saja bentuk ungkapan larangan
3
yang masih ada dan sering dipakai dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.
Masyarakat harus paham dengan makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam
ungkapan larangan itu sendiri.
Dalam ungkapan larangan terdapat kategori atau beragam jenis bentuk.
Selain kategori juga terdapat fungsi yang dapat mengatur kehidupan masyarakat
dan memberikan pendidikan yang baik dari orangtua kepada anak-anak mereka,
agar apa yang dilakukan masih sesuai dengan aturan norma dan adat istiadat yang
ada. Setiap ungkapan larangan juga memiliki makna yang mendalam dan juga
dapat mendidik masyarakat. Para remaja dan anak-anak masih banyak yang
kurang paham dengan makna dari ungkapan yang dituturkan oleh orang tua,
sehingga banyak yang salah menafsirkan arti dari ungkapan tersebut. Bukan hanya
itu ada juga masyarakat yang tidak mengetahui fungsi dari ungkapan larangan itu
sendiri. Jadi, agar tidak terjadi kesalahan dalam mengartikan sebuah ungkapan
larangan maka penelitian ini dibatasi pada kategori fungsi dan makna dalam
ungkapan larangan.
Daerah yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah kenagarian Koto
Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan. Alasan memilih Nagari
ini karena di Koto Berapak masih banyak ungkapan larangan digunakan oleh
kaum tua untuk mendidik anak-anak mereka, walaupun masyarakat kenagarian
tersebut sudah memiliki pola pendidikan yang cukup baik ini terbukti dari
masyarakat tersebut yang yang sudah memiliki pendidikan tinggi. Selain
pendidikan tinggi daerah ini sudah maju karena teknologi sudah berkembang
pesat sehingga pengetahuan luas di luar atau informasi sudah mudah didapat.
4
Salah satu bentuk ungkapan larangan yang ditemukan di ke nagarian Koto
Berapak ini adalah jan pangku pakih, mati laki.(jangan dipeluk sayur paku di
dekat ketiak nanti mati suami) Sebenarnya tidak ada hubungan antara memeluk
sayur paku dengan kematian suami. Dari ungkapan tersebut dapat dipahami
bahwa tidak boleh memeluk sayur paku agar tidak lengket aroma badan kesayur
paku karena untuk dimakan. Tujuan ungkapan tersebut menasehati. Berdasarkan
uraian di atas akan dilakukan penelitian dengan judul “Ungkapan Larangan Dalam
Bahasa Minangkabau Masyarakat Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten
Pesisir Selatan: Kategori, Fungsi dan Makna”.
B. Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas penelitian ini lebih difokuskan
pada ungkapan larangan yang ditinjau dari kategori, fungsi dan makna di
Kenagarian Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan fokus masalah di atas, masalah penelitian
ini dirumuskan bagaimanakah kategori, fungsi, dan makna ungkapan larangan
yang terdapat di Kenagarian Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir
Selatan?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas adapun tujuan dari penelitian ini
adalah mendeskripsikan kategori, fungsi dan makna ungkapan larangan yang
terdapat di Kenagarian Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir
Selatan.
5
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis
maupun secara praktis
1. Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memperluas ilmu pengetahuan tentang
sastra sebagian lisan khususnya ungkapan larangan yang ada di Minangkabau
2. Praktis
a. Bagi pembaca, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi yang
memberikan informasi agar pembaca lebih mengetahui folklor khususnya
ungkapan larangan
b. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat memperdalam lagi pengetahuan
penulis mengenai ungkapan larangan dalam kehidupan masyarakat.
F. Batasan Istilah
Untuk menghindari kesalahan istilah-istilah yang digunakan oleh peneliti
maka dibatasi sebagai berikut.
1. Ungkapan larangan adalah suatu ungkapan yang berisi larangan, dan
nasihat yang disampaikan tidak secara langsung tetapi menggunakan
ungkapan-ungkapan yang mampu mendidik dan membuat orang takut
untuk melakukan hal-hal yang menyimpang atau menyalahi aturan.
2. Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan adalah sebuah
kenagarian yang terletak 8 kilometer di atas permukaan laut Nagari ini
berpotensi dibidang perkebunan, peternakan, pertanian tanaman
holtikultura.
6
3. Bahasa Minangkabau adalah suatu bahasa daerah yang digunakan oleh
sekelompok masyarakat atau penduduk asli Minangkabau.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Ungkapan larangan merupakan bagian dari folklor sebagian lisan. Teori yang
dijadikan landasan berpikir pada bab ini diantaranya adalah: (1) Hakikat folklor
(2) hakikat ungkapan larangan.
1. Hakikat Folklor
Teori yang diuraikan pada bagian ini adalah (a) pengertian foklor; (b) bentuk-
bentuk folklor.
a. Pengertian Folklor
Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan
diwariskan turun temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional
dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai
dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device)
(Danandjaya, 1991: 2). Ciri utama pengenal folklor pada umumnya. (1)
Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan; (2) Folklor bersifat
tradisional, yakni disebarkan relatif tetap atau dalam bentuk standar; (3) Folklor
ada (exist) dalam versi bahkan varian-varian yang berbeda; (4) Folklor bersifat
anonim; (5)Folklor mempunyai bentuk berumus dan berpola; (6) Mempunyai
kegunaan (function); (7) Bersifat pralogis; (8) Milik bersama; (9)Bersifat polos
dan lugu.
Danandjaya (1991: 13) menyatakan umumnya pengumpulan atau
inventarisasi folklor ada dua macam yakni; (a) pengumpulan semua judul
7
8
karangan (buku dan artikel), yang pernah ditulis orang mengenai folklor
Indonesia. Kemudian diterbitkan berupa buku bibliografi folklor Indonesia (baik
yang beranotasi maupun tidak); (b) pengumpulan bahan-bahan folklor langsung
dari tutur kata orang-orang anggota kelompok yang empunya folklor dan hasilnya
kemudian diterbitkan atau diarsipkan. Metode pengumpulan yang pertama adalah
penelitian di perpustakaan (library research). Macam kedua adalah penelitian di
tempat (field research).
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa folklor adalah
sebagian kebudayaan kolektif yang diwariskan secara turun temurun dari mulut
ke telinga. Pewarisannya baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai
dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Folklor memiliki ciri pengenal
yaitu: penyebaran dan pewarisan biasanya secara lisan, bersifat tradisional,
memiliki varian berbeda (exist), bersifat anonim, berumus dan berpola, memiliki
kegunaan, bersifat pralogis, milik bersama, dan bersifat polos dan lugu.
b. Bentuk-bentuk Folklor
Bruvand (dalam Danandjaya, 1991:21,) seorang ahli folklor dari Amerika
Serikat, menggolongkan folklor ke dalam tiga kelompok besar yaitu folklor lisan,
folklor sebagian lisan, dan folklor bukan lisan.
Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan. Bentuk-
bentuk folklor yang termasuk kedalam kelompok besar ini antara lain: (a) Bahasa
rakyat seperti logat, julukan, pangkat, tradisional, dan titel kebangsawanan; (b)
ungkapan tradisional seperti peribahasa, pepatah, dan pameo; (c) pertanyaan
9
tradisional seperti teka-teki; (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair;
(e) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng; dan (f) nyanyian rakyat
(Danandjaya, 1991: 21-22)
Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan
campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Folklor sebagian lisan ini ditambah
dengan gerak isyarat yang bermakna gaib atau mengandung asosiasi. Folklor
sebagian lisan terdiri dari kepercayaan rakyat (folk Belief), permainan rakyat,
teater rakyat, tari rakyat, adat istiadat, upacara, dan pesta rakyat.
Bentuk folklor sebagian lisan adalah kepercayaan rakyat dan permainan
rakyat. Kepercayaan rakyat atau seringkali disebut takhayul adalah kepercayaan
yang oleh orang berpendidikan barat dianggap sederhana bahkan pandir, tidak
berdasarkan logika sehingga secara ilmiah tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Berhubung kata takhayul mengandung arti merendahkan atau menghina maka ahli
folklor modern lebih senang mempergunakan istilah kepercayaan rakyat (folk
belief) atau keyakinan rakyat. Ungkapan larangan merupakan bagian dari
kepercayaan rakyat menurut Koentjaraningrat (dalam Danandjaya, 1991: 154)
disebut sebagai kepercayaan rakyat karena ada hubungan asosiasi di dalamnya
yaitu persamaan wujud. Maka pada penelitian ini menggunakan ungkapan
larangan bagian dari kepercayaan rakyat.
Permainan rakyat juga merupakan bagian dari folklor sebagian lisan.
Permainan rakyat termasuk kedalam folklor karena diperolehnya melalui lisan.
Hal ini terutuama berlaku pada permainan rakyat kanak-kanak, karena permainan
ini disebarkan hampir murni melalui tradisi lisan dan banyak di antaranya
10
disebarluaskan tanpa bantuan orang dewasa seperti orangtua mereka atau guru
sekolah mereka. Permainan rakyat dapat dibagi menjadi dua yakni (1) permainan
unrtuk bermain bersifat untuk mengisi waktu senggang atau rekreasi. (2)
permainan untuk bertanding memiliki lima sifat khusus yakni (a) terorganisasi,
(b) perlombaan, (c) harus dimainkan paling sedikit dua orang peserta, (d)
mempunyai kriteria yang menentukan siapa yang menang dan yang kalah, (e)
mempunyai peraturan permainan yang telah diterima bersama oleh para
pesertanya.
Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun
cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar ini dapat dibagi
menjadi dua kelompok yaitu yang material dan yang bukan material. Bentuk-
bentuk folklor tergolong ke yang material antara lain: arsitektur rakyat (bentuk
rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya), kerajinan tangan
rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat, dan
obat-obatan tradisional. Sedangkan, yang termasuk yang bukan material adalah:
gerak isyarat tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat, dan
musik rakyat.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat dilihat perbedaan antara folklor
lisan, folklor sebagian lisan, dan folklor bukan lisan. Folklor lisan adalah folklor
yang murni dalam bentuk lisan disampaikan dari mulut ke telinga tanpa perlu
adanya media tulisan, folklor sebagian lisan yaitu campuran dari unsur lisan
dengan unsur tulisan, sedangkan folklor bukan lisan yaitu folklor yang bentuknya
bukan lisan, akan tetapi lebih mengarah kepada benda, gesture, dan musik. Dari
11
penjelasan di atas juga dapat disimpulkan bahwa ungkapan larangan bagian dari
kepercayaan rakyat (folk belief) dan juga bagian dari folklor sebagian lisan.
2. Hakikat Ungkapan Larangan
Pada bagian subbab ini teori yang akan diuraikan adalah: (a) ungkapan
larangan sebagai folklor sebagian lisan (b) kategori, fungsi, dan makna ungkapan
larangan.
a. Ungkapan Larangan sebagai Folklor Sebagian Lisan
Ungkapan (expression) adalah ”aspek fonologis atau grafemis dari unsur
bahasa yang mendukung makna” (Kridalaksana, 2008: 250). Sementara itu, dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Departemen Pendidikan Nasional,
2008: 1529) disebutkan ungkapan dapat berarti (1) apa-apa yang diungkapkan, (2)
kelompok kata atau gabungan kata yang menyatakan makna khusus (makna
unsur-unsurnya sering kali menjadi kabur).
Larangan menurut Kridalaksana (2008: 140) adalah ”makna ujaran yang
bersifat melarang; diungkapkan dengan pelbagai bentuk, antara lain dengan
bentuk imperatif negatif jangan atau dengan frase ingkar tidak dibenarkan”.
Larangan ini sangat erat kaitannya dengan aspek kehidupan manusia yang berlaku
dalam masyarakat, seperti kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan, adat istiadat,
norma/hukum, yang didapatkan secara tradisi turun-temurun dari nenek
moyangnya.
Berdasarkan konsep ungkapan dan larangan di atas, yang dimaksud
ungkapan larangan dalam penelitian ini adalah aspek fonologis atau grafemis dari
unsur bahasa yang mendukung makna larangan. Dengan kata lain, ungkapan
12
larangan maksudnya ungkapan yang mengandung larangan. Ungkapan larangan
merupakan bagian dari kepercayaan rakyat menurut Koentjaraningrat (dalam
Danandjaya, 1991: 154) disebut sebagai kepercayaan rakyat karena ada hubungan
asosiasi di dalamnya yaitu persamaan wujud.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ungkapan larangan
bagian dari kepercayaan rakyat karena ada hubungan asosiasi di dalamnya, yaitu
persamaan wujud. larangan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah suatu
ujaran yang mengandung perintah (aturan) yang melarang suatu perbuatan.
Larangan itu diungkapkan dengan pelbagai bentuk, antara lain dengan bentuk
imperatif negatif jangan atau dengan frasa ingkar tidak dibenarkan.
b. Kategori, Fungsi, dan Makna Ungkapan Larangan
Pada subbab ini akan diuraikan teori mengenai kategori, fungsi, dan
makna ungkapan larangan dalam masyarakat
1) Kategori Ungkapan Larangan
Ungkapan larangan termasuk ke dalam kepercayaan rakyat atau biasa
disebut takhayul dan juga bagian dari folklor sebagian lisan. Hand (dalam
Danandjaya, 1991: 155) menggolongkan takhayul (kepercayaan rakyat) ke dalam
empat golongan besar yaitu: (1) takhayul di sekitar lingkaran hidup manusia, (2)
takhayul mengenai alam gaib, (3) takhayul mengenai terciptanya alam semesta
dan dunia, (4) jenis takhayul lainnya.
Kategori pertama takhayul disekitar lingkungan hidup manusia terbagi
menjadi tujuh kategori; (a) Lahir, masa bayi, dan masa kanak-kanak. Misalnya
contoh dari kategori ini, di Minangkabau wanita yang sedang mengandung tidak
13
boleh duduk di depan pintu karena dapat mempersulit kelahiran. (b) Tubuh
manusia dan obat-obatan rakyat misalnya pada orang Indonesia bagian tubuh yang
harus dilindungi adalah kepala karena di situ terletak tenaga hidupnya. (c) Rumah
dan pekerjaan rumah tangga umpamanya bagi orang Minangkabau tidak
diperbolehkan memasak dengan kayu yang berduri dapat membuat badan menjadi
bengkak-bengkak. (d) Mata pencaharian dan hubungan sosial misalnya bagi orang
Jawa Timur, jika ada tamu yang terlalu lama bertamu dan tidak mau segera
pulang, maka dapat “dipaksa” pergi dengan jalan membawa (secara tersembunyi)
sebuah alat ulegan untuk menguleg cabai atau bumbu masakan lain dihadapannya.
(e) perjalanan dan perhubungan, misalnya di Minangkabau orang yang memiliki
tanda khas dileher belakangnya yang biasa disebut pusa-pusa harimau tidak
diperbolehkan pergi ke hutan. (f) Cinta pacaran dan menikah, misalnya orang
Betawi keturunan Cina percaya bahwa cinta itu dapat ditimbulkan dengan cara
gaib yang dapat dilakukan dengan pertolongan dukun. (g) Kematian dan adat
pemakaman misalnya orang betawi keturunan Cina di Jawa Timur, tidak senang
kerabatnya meninggal hari sabtu karena menurut kepercayaannya almarhum akan
membawa salah seorang kerabatnya dalam waktu dekat.
Kategori kedua takhayul mengenai alam gaib yaitu kepercayaan rakyat
mengenai para dewa, roh-roh, makhluk-makhluk gaib, kekuatan sakti dan alam
gaib. Contoh mengenai makhluk gaib Geertz (dalam Danandjaya, 1991:158)
membagi makhluk gaib orang Jawa Tengah menjadi empat golongan besar yaitu:
(a) memedi (makhluk gaib yang menakutkan), (b) lelembut (makhluk gaib yang
dapat memasuki tubuh kasar manusia), (c) thuyul (makhluk gaib yang dapat
14
diperbudak), (d) dhemit (makhluk gaib setempat), dan dhanyang (makhluk gaib
penjaga keselamatan seseorang). Adapun makhluk gaib yang terdapat di
Minangkabau yakni. (a) Palasik( makhluk gaib yang makanannya adalah bayi dan
balita), (b) sibunian (makhluk halus yang tinggal di hutan atau di rimba, di pinggir
bukit, di dekat pekuburan).
Kategori ketiga takhayul mengenai terciptanya alam semesta dan dunia.
Kategori ini dibagi lagi menjadi empat subkategori yaitu: (a) ungkapan larangan
mengenai gejala alam atau fenomena kosmik. Misalnya, kepercayaan rakyat
mengenai gempa yang ada di Nias dianggap sebagai akibat bergoyangnya ular
besar yang mendukung bumi ini. (b) ungkapan larangan mengenai cuaca.
Misalnya, pada malam hari jika ada orang yang melihat lingkaran cahaya putih
disekeliling bulan, maka hal itu merupakan alamat bahwa pada keesokan harinya
akan turun hujan. (c) ungkapan larangan mengenai binatang dan peternakan.
Misalnya, burung-burung tertentu dan binatang seperti ular, dianggap dapat
memberi alamat-alamat pada manusia. (d) ungkapan larangan mengenai
penangkapan ikan dan berburu seperti halnya dengan perjudian, permainan
bertanding, penyakit, panen, cuaca, dan lain-lain. Hasil penangkapan ikan dan
berburu tidak dapat diramalkan dari semula. (e) ungkapan larangan mengenai
tanam-tanaman, misalnya tumbuh-tumbuhan yang dianggap mempunyai kekuatan
sakti, seperti pohon pisang, pepaya dan labu siam. Kekuatan sakti yang terdapat
dalam tanaman-tanaman itu bersifat buruk karena dapat mencelakai penanamnya,
seperti dapat menyebabkan penanamnya sakit lalu meninggal.
15
Kategori keempat jenis takhayul lainnya. Seperti takhayul orang Jawa
Tengah mengenai maling, yaitu maling krowodan (maling yang mencuri apa saja
tanpa pilih-pilih), maling ketut (maling yang hanya mencuri hewan ternak dan
sangat terkenal karena tidak mudah takut), maling tengahan (maling yang dapat
digolongkan antara pertama dan kedua).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam ungkapan
larangan terdapat empat kategori yaitu: (1) takhayul di Sekitar Lingkaran Hidup
Manusia, (2) takhayul mengenai alam gaib, (3) takhayul mengenai terciptanya
alam semesta dan dunia, (4) jenis takhayul lainnya. Pada penelitian ini lebih
difokuskan pada kategori di sekitar lingkaran hidup manusia karena kategori ini
banyak di temui di dalam ungkapan larangan.
2) Fungsi Ungkapan Larangan
Ungkapan larangan adalah bagian dari kepercayaan rakyat dan memiliki
fungsi untuk memberikan pendidikan dan juga pembentuk kepribadian seseorang.
Menurut Danandjaya (1991:169-170) fungsi kepercayaan rakyat dalam kehidupan
masyarakat adalah pertama sebagai penebal emosi keagamaan atau kepercayaan.
Hal ini dikarenakan manusia yakin akan adanya makhluk-makhluk gaib yang
menempati alam sekeliling tempat tinggalnya dan yang berasal dari jiwa-jiwa
orang mati. Hingga manusia dihinggapi emosi kesatuan dalam masyarakatnya
atau manusia mendapat suatu firman dari tuhan. Fungsi kedua adalah sistem
proyeksi khayalan suatu kolektif yang berasal dari halusinasi seseorang yang
sedang mengalami gangguan jiwa, dalam bentuk makhluk-makhluk alam gaib.
16
Fungsi kepercayaan rakyat atau ungkapan larangan yang ketiga adalah
sebagai alat pendidikan anak atau remaja. Di Indonesia petuah sering diberikan
dalam bentuk takhayul, misalnya diantara orang Betawi jika ingin mendidik
anaknya agar tidak membuang-buang makanan terutama nasi, maka anak-anak itu
akan diperingati dengan ungkapan larangan. Fungsi yang keempat sebagai
penjelasan yang dapat diterima akal suatu folk terhadap gejala alam yang sangat
sukar dimengerti sehingga sangat menakutkan. Fungsi yang kelima adalah untuk
menghibur orang yang sedang mengalami musibah. Misalnya orang Betawi
keturunan Cina harta bendanya dicuri maling, akan menghibur diri dengan
takhayul yang akan mengatakan bahwa dengan hilangnya barang itu kesialannya
akan diambil alih oleh pencurinya.
Salah satu contoh ungkapan larangan yang memiliki fungsi mendidik
adalah jan basiu sanjo naik ula karumah (jangan bersiul di waktu senja akan
membuat ular masuk rumah). Pada contoh di atas orangtua melarang anak bersiul
malam hari karena malam adalah waktu orang shalat dan istirahat jika bersiul
maka itu akan menganggu orang lain.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ungkapan larangan
memiliki lima fungsi untuk masyarakat yaitu: (a) sebagai penebal emosi
keagamaan atau kepercayaan, (b) sistem proyeksi khayalan suatu kolektif, (c)
sebagai alat pendidikan anak atau remaja, (d) sebagai penjelasan yang dapat
diterima akal suatu folk terhadap gejala alam yang sangat sukar dimengerti
sehingga sangat menakutkan, (e) untuk menghibur orang yang sedang mengalami
musibah.
17
3) Makna Ungkapan Larangan
Makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem,
baik yang disebut morfem dasar maupun morfem afiks (Chaer, 1994: 287). Makna
itu tidak lain daripada sesuatu atau referen yang diacu oleh kata atau leksem itu.
Berdasarkan keakuratan makna dan ruang lingkup pemakaiannya.
Makna adalah unsur dari sebuah kata atau lebih tepat sebagai gejala dalam
ujaran. Dalam menganalisis sebuah kalimat seseorang harus paham makna dari
setiap kata. Manaf (2008:61) menyatakan tipe makna satuan bahasa
dikelompokkan menjadi beberapa bentuk yaitu makna leksikal, makna gramatikal,
makna referensial, makna nonreferensial, makna denotatif, makna konotatif,
makna kata, makna istilah, makna idiomatik, dan makna kias.
Selanjutnya, Poerwadarminta (dalam Chaer 2009:77) menyatakan
penggunaan istilah kiasan sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu
semua bentuk bahasa (baik kata,frase, maupun kalimat) yang tidak merujuk pada
arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut
mempunyai arti kiasan.
Berdasarkan pendapat ahli di atas maka ungkapan larangan termasuk
kedalam bentuk makna kias karena dalam ungkapan larangan tidak mengarah
pada arti yang sebenarnya namun memiliki arti yang berbeda. Salah satu contoh
ungkapan larangan yang ditemukan pada masyarakat koto berapak kecamatan
bayang kabupaten pesisir selatan jan manjaik baju di badan ndak lapeh dari
hutang hiduik (jangan menjahit baju yang sedang dikenakan nanti hidup tidak
lepas dari hutang). Sebenarnya tidak ada hubungan antara menjahit dengan hutang
18
yang tak pernah lepas dari hidup. Dari ungkapan itu dapat diartikan bahwa tidak
boleh menjahit saat baju melekat di badan hal itu dapat melukai diri tertusuk
jarum. maksud dari ungkapan diatas tidak merujuk pada makna atau arti yang
sebenarnya.
B. Penelitian yang Relevan
Fitri (2007) mahasiswa Universitas Negeri Padang dengan judul
Ungkapan Larangan Masyarakat Dalam Bahasa Minangkabau Dalam Masyarakat
Tabek Kecamatan Periangan Kabupaten Tanah Datar Analisis Semiotik. Hasil
penelitiannya menyatakan bahwa folklor masih hidup dan dipakai ditengah-tengah
masyarakat dan terancam punah. antara penelitian ini memiliki kesamaan yang
terletak pada masalah yang akan dikaji yaitu sama-sama tentang ungkapan
larangan yang membedakannya adalah pada penelitian relevan ini menganalisis
tentang tanda atau semiotik, sedangkan pada penelitian ini mengkaji tentang
kategori, fungsi dan makna dari ungkapan larangan yang akan diteliti
Ramadhani (2013) mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat dengan judul
Ungkapan Larangan Pada Masyarakat Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao
Selatan Kabupaten Pasaman. Hasil penelitiannya adalah ungkapan larangan
adalah tradisi lisan yang diwariskan secara turun temurun. ungkapan larangan
banyak mengandung nilai-nilai keagamaan, kesopanan, moral dan etika pada
anak. Persamaannya terletak pada masalah yang akan dikaji sedangkan
perbedaannya adalah pada penelitian relevan ini mengkaji tentang suntingan teks
dan fungsi sosialnya.
19
Rahmadani (2012) mahasiswa Universitas Negeri Padang dengan judul
Ungkapan Larangan Dalam Bahasa Minang Kabau Masyarakat Lubuk Sariak
Kenagarian Kambang Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan. Hasil
penelitiannya adalah ungkapan larangan merupakan salah satu alat untuk
mengatur mengendalikan dan memberikan arah pada tindakan, kelakuan dan
perbuatan manusia dalam masyarakat. kesamaannya terletak pada masalah yang
akan dikaji dan juga membahas tentang kategori fungsi dan makna yang
membedakan adalah objek yang akan diteliti. Pada penelitian relevan ini objeknya
adalah masyarakat Lubuk Sariak Kenagarian Kambang Kecamatan Lengayang.
Sedangkan pada penelitian ini objek kajiannya adalah Masyarakat Koto Berapak
Kecamatan Bayang.
Perbedaan penelitian ini secara umum antara penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya adalah pada objek penelitiannya. Objek penelitian ini
adalah Masyarakat Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan.
Persamaan dengan penelitian terdahulu adalah masalah yang dikaji yaitu tentang
ungkapan larangan
C. Kerangka Konseptual
Folklor merupakan suatu kebudayaan kolektif, yang tersebar dan
diwariskan secara secara turun temurun dan memiliki versi yang berbeda-beda,
baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk gerak isyarat. Folklor di bagi
kedalam tiga kelompok yaitu: folklor lisan, folklor sebagian lisan dan folklor
bukan lisan.
20
Penelitian ini lebih menekankan pada folklor sebagian lisan dan lebih
difokuskan pada kategori, fungsi dan makna yang terdapat dalam Ungkapan
Larangan Masyarakat Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir
Selatan. Adapun bentuk kerangka konseptualnya sebagai berikut.
Gambar 1 Bagan Kerangka Konseptual
Folklor
Folklor
Lisan
Folklor Sebagian
Lisan Folklor
Bukan Lisan
Kepercayaan
Rakyat
Ungkapan
Larangan
Kategori Fungsi Makna
Ungkapan Larangan Minangkabau Masyarakat Koto Berapak
Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Dikatakan penelitian
kualitatif karena dalam penelitian ini tidak menggunakan angka dan prosedur
statistik atau bentuk hitungan lainnya tapi hanya mendeskripsikan atau
memaparkan apa yang diteliti. Flick (dalam Gunawan, 2013: 81) ) menyatakan
penelitian kualitatif adalah keterkaitan spesifik pada studi hubungan sosial yang
berhubungan dengan fakta dari pluralisasi dunia kehidupan. Penelitian kualitatif
mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan
fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena
sosial dari sudut pandang partisipan
Metode ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah
suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set
kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang (Nazir, 2011: 54). Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
B. Latar, Entri, dan Kehadiran Peneliti
1. Latar
Penelitian ini dilakukan di nagari Koto Berapak, Kecamatan Bayang,
Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Luas wilayah ini sebesar
2.215 ha dengan luas tanah sawah sebesar 254 ha, luas tanah
21
22
pekarangan/perumahan sebesar 204 ha, luas tanah tegalan sebesar 167 ha, luas
perkebunan/perbukitan sebesar 840 ha, luas perkebunan sebesar 750 ha. Letak
nagari Koto Berapak memanjang dari utara ke selatan, maka nagari Koto Berapak
berpotensi dibidang perkebunan, peternakan, pertanian tanaman holtikultura.
Sampai saat ini jumlah masyarakat Koto Berapak sekitar 3557 jiwa, terdiri dari
1787 laki-laki, dan 1770 perempuan. Desa ini dibatasi sebelah Selatan nagari
Talaok, sebelah Utara nagari Kapelgam, sebelah Timur nagari Gurun Panjang, dan
sebelah Barat dibatasi dengan kecamatan Koto XI Tarusan.
Mata pencaharian yang paling dominan di nagari ini rata-rata adalah
bertani. Hasil pertanian di desa ini yaitu jagung, cabe, getah, padi, semangka, dan
masih banyak lagi. Selain bertani masyarakat di nagari ini juga ada yang bekerja
sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan Wiraswasta.
2. Entri
Entri dalam penelitian ini adalah ungkapan larangan Masyarakat Koto
Berapak Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan. Penelitian yang
difokuskan pada kategori, fungsi dan makna yang ada pada ungkapan larangan itu
sendiri. Ungkapan larangan itu adalah suatu kebiasaan masyarakat yang bersifat
takhayul. Masyarakat di nagari Koto Berapak masih mempercayai dan
menerapkan ungkapan masyarakat ini dalam kehidupan sehari-hari.
3. Kehadiran Peneliti
Penelitian ini termasuk pada penelitian terlibat „participant observation’
dan mesti membina rasa saling percaya antara peneliti dan sumber data ’rapport’,
seperti yang di ungkapkan oleh Danandjaya (1991: 194-199). Peneliti adalah
23
penduduk asli Koto Berapak, oleh karena itu peneliti mengetahui bagaimana
kehidupan masyarakat Koto Berapak. Dalam mengumpulkan data peneliti
mendatangi langsung rumah informan sehingga peneliti dapat melakukan
wawancara dengan informan sesuai dengan cara-cara wawancara yang telah
disiapkan sebelumnya
C. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini adalah penduduk asli Desa Koto Berapak
Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan. Peneliti memilih tiga orang
informan yang memiliki pengetahuan tentang ungkapan larangan. Informan yang
pertama yaitu pertama Sijas 70 tahun yaitu orang yang banyak mengetahui seluk-
beluk adat dan sejarah nagari koto berapak. Kedua Yusna 65 tahun, dan ketiga
zainab 70 tahun, mereka berdua adalah orang yang dituakan di nagari koto
berapak dan sangat mengetahui adat istiadat di nagari yang akan diteliti ini.
Informan pertama adalah informan utama, sedangkan informan yang kedua dan
ketiga adalah informan pendamping. Peneliti mewawancarai informan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.
Selanjutnya, peneliti merekam dan mencatat ungkapan larangan masyarakat Koto
Berapak yang disampaikan oleh informan.
Menurut Mahsun (2005: 142), pada tiap daerah pengamatan dibutuhkan
paling sedikit tiga informan, dan dari tiga orang tersebut, haruslah ditentukan satu
orang sebagai informan utama, sedangkan yang lainnya sebagai pendamping.
Agar tidak terjadi perebutan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan.
24
Seseorang yang akan dijadikan informan harus memenuhi beberapa syarat-
syarat. Menurut Mahsun (2005:141), syarat-syarat seorang informan adalah
sebagai berikut: (1) Berjenis kelamin Pria atau Wanita; (2) berusia antara 25-65
tahun; (3) orangtua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan disana serta
jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya; (4) berpendidikan minimal tamat
pendidikan dasar (SD, SLTP); (5) berstatus sosial menengah (tidak rendah atau
tidak tinggi) dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya; (6) pekerjaannya
bertani atau buruh; (7) memiliki kebanggaan terhadap isoleknya; (8) dapat
berbahasa Indonesia; (9) sehat rohani dan jasmani.
Berdasarkan pendapat ahli di atas maka informan dalam penelitian ini
adalah penduduk asli Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir
Selatan, sebanyak tiga orang, berusia 25-65 tahun, berstatus sosial menengah,
tidak pernah meninggalkan desanya, sehat jasmani dan rohani serta memiliki
pengetahuan mengenai ungkapan larangan masyarakat.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan
teknik observasi, wawancara, dan rekam. Sebelum melakukan teknik observasi.
Harus disediakan terlebih dahulu lembar observasi. Cartwright (dalam
Herdiansyah, 2012:131) menyatakan observasi merupakan suatu proses melihat,
mengamati, dan mencermati serta “merekam” perilaku secara sistematis untuk
suatu tujuan tertentu. Setelah dilakukan teknik observasi, baru dilanjutkan dengan
wawancara. Menurut Moleong (2010:186) wawancara merupakan percakapan
dengan maksud tertentu, percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu
25
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara. merekam menggunakan perekam audio, kemudian hasil
rekaman tuturan informan di transkrip ke dalam bentuk tulisan, dan setelah itu
transkrip di transliterasi dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia.
Untuk memudahkan penelitian, maka penulis menggunakan format
penelitian sebagai berikut.
Format 1
Transliterasi ungkapan larangan dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia
No Bahasa Daerah Bahasa Indonesia
Format 2
Inventarisasi data ungkapan larangan
No Ungkapan kepercayaan rakyat kenagarian
koto berapak
Analisis data
kategori fungsi makna
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri dan dibantu dengan
perangkat yaitu (1) perekam audio berupa handphone yang digunakan untuk
merekam tuturan yang di tuturkan oleh informan; (2) lembaran pencatatan sebagai
26
bentuk tertulis hasil pengamatan penyampaian tuturan; dan (3) pedoman
wawancara yang digunakan sebagai panduan untuk mewawancarai informan
yang berkaitan dengan sastra lisan.
F. Teknik Pengabsahan Data
Teknik pengabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik triangulasi. Menurut Moleong (2010:330) teknik triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik
triangulasi yang digunakan adalah dengan cara membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dalam penelitian kualitatif.
G. Teknik Analisis Data
Hutomo (dalam Sadikan 2001:180) memberi petunjuk dalam
mentranskripsi dari lisan ketulisan diantaranya melalui tahapan sebagai berikut:
(1) transkripsi secara kasar, artinya semua suara dalam rekaman dipindahkan
ketulisan tanpa mengindahkan tanda baca, dalam hal ini penulis harus bertindak
jujur, maksudnya tidak memanipulsi data yang ada. (2) transkripsi kasar tersebut
selanjutnya disempurnakan, hasil penyempurnaan dicocokkan kembali dengan
hasil rekaman. (3) setelah transkripsi disempurnakan mulailah peneliti menekuni
hasil transkripsinya. (4) setelah hasil transkripsi diberi tanda-tanda baca dan
perwajahan yang s empurna, selanjutnya diketik (manual atau komputer). Teks
yang telah melalui tahapan keempat itulah yang dinamakan teks lisan, teks
tersebut yang digunakan sebagai bahan analisis.
27
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data sebagai
berikut.
1. Mentranskripsi dan menyunting tuturan informan ke dalam tulisan, lalu
menterjemahkannya dari bahasa minangkabau kebahasa Indonesia
2. Mengelompokkan ungkapan larangan berdasarkan kategori dan fungsinya
3. Memaknai atau mengartikan ungkapan larangan yang telah
ditranskripsikan
4. Menulis laporan penelitian.
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Temuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Nagari Koto Berapak Kecamatan Bayang
Kabupaten Pesisir Selatan. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 20 November
2015 dan data yang diperoleh adalah sebanyak empat puluh data yang didapat dari
tiga narasumber yaitu. Sijas, Zainab, dan Yusna. Ungkapan larangan ini
ditampilkan dalam bentuk tulisan kemudian bahasa daerah dari ungkapan larangan
itu ditransliterasi ke bahasa Indonesia. Setelah itu ungkapan larangan
dikelompokkan berdasarkan kategori dan fungsi kemudian akan dianalisis
berdasarkan kategori, fungsi dan makna.
Dari beberapa kategori ungkapan larangan maka ditemukan kategori masa
lahir,bayi dan kanak-kanak (lima ungkapan larangan mengenai masa lahir, satu
ungkapan larangan mengenai masa bayi dan dua ungkapan larangan mengenai
masa kanak-kanak), rumah dan pekerjaan rumah tangga (satu ungkapan larangan
mengenai rumah dan dua puluh tiga ungkapan larangan mengenai pekerjaan
rumah tangga), perjalanan dan perhubungan (dua ungkapan larangan mengenai
perjalanan), mata pencaharian dan hubungan sosial (dua ungkapan larangan
mengenai mata pencaharian dan satu ungkapan larangan mengenai hubungan
sosial), pernikahan (tiga ungkapan larangan mengenai pernikahan). Fungsi
ungkapan yang ditemukan dalam ungkapan larangan ini adalah fungsi ungkapan
larangan sebagai penebal emosi keagamaan sebanyak enam ungkapan larangan,
fungsi ungkapan larangan sebagai alat pendidikan anak atau remaja sebanyak
Sembilan belas ungkapan larangan, fungsi ungkapan larangan sebagai penjelasan
28
29
yang dapat diterima akal suatu folk terhadap gejala alam sebanyak lima belas
ungkapan larangan. Makna yang ditemukan dalam ungkapan larangan dalam
bahasa minangkabau masyarakat Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten
Pesisir Selatan adalah makna kias karena pada ungkapan larangan ini makna yang
di temukan bukan makna yang sebenarnya.
Pada bagian ini akan diuraikan beberapa kategori ungkapan larangan,
fungsi ungkapan larangan, dan makna ungkapan larangan secara sekaligus.
Kategori ungkapan larangan pada penelitian ini hanya menganalisis tentang
kategori disekitar lingkaran hidup manusia. Uraiannya adalah sebagai berikut.
1) Urang hamil jan duduak di pintu, tasakang anak
(orang hamil jangan duduk di pintu susah melahirkan)
Pada data 1 kategorinya adalah masa lahir. Hal ini disebabkan karena
ungkapan tersebut terdapat suatu larangan yang berkaitan dengan seseorang yang
sedang hamil kemudian pada mitos dijelaskan orang hamil tidak boleh duduk di
depan pintu, jika tetap dilakukan maka akan menyebabkan susah saat akan
melahirkan. Fungsinya adalah sebagai penjelasan yang dapat diterima akal suatu
folk terhadap gejala alam, karena pada ungkapan ini terdapat suatu pemaparan
tentang suatu akibat yang akan terjadi jika orang hamil duduk di pintu, dan akibat
yang dijelaskan berupa hal yang membuat orang hamil menjadi takut dan tidak
ingin melakukannya karena mereka takut akan kesusahan saat melahirkan. Makna
dari ungkapan ini sebenarnya adalah orang tidak boleh duduk di pintu karenaakan
menghalangi orang keluar masuk ruangan . larangan ini sebenarnya tidak hanya
berlaku kepada ibu hamil saja , tetapi juga berlaku pada semua orang.
30
2) Urang nganduang jan minum digaleh ratak, sumbiang bibi anak
(orang hamil tidak boleh minum dengan gelas retak nanti sumbing bibir
anak)
Pada data 2 kategori ungkapan larangannya adalah masa lahir. Hal ini
dikarenakan dalam ungkapan tersebut adanya penjelasan yang berkaitan dengan
bayi yang ada di dalam rahim sang ibu, dimana jika ungkapan larangan tersebut
dilanggar maka akan berakibat pada bayi yang akan dilahirkan menjadi sumbing.
Fungsi pada ungkapan ini adalah sebagai penjelasana yang dapat diterima oleh
akal suatu folk terhadap gejala alam. Hal ini dikarenakan pada ungkapan ini
terdapat sebuah penjelasan akibat yang akan terjadi jika seorang ibu hamil
melanggarnya dan akibat tersebut membuatnya takut dan tidak mau
melakukannya karena akan berdampak terhadap anaknya nanti. Makna dari
ungkapan ini sebenanya adalah semua orang bukan hanya ibu hamil tidak boleh
minum digelas yang retak karena itu dapat melukai bibir karena kaca yang
sumbing atau retak sangat tajam dan bisa membuat bibir terluka.
3) Urang nganduang lakinyo ndak buliah mambunuah ula, basisik kulik
anak beko.
(suami ibu hamil tidak boleh membunuh ular nanti anaknya bersisik )
Pada data 3 kategori ungkapan larangan tersebut adalah masa lahir karena
dalam ungkapan ini memaparkan suatau akibat yang akan terjadi terhadap anak
yang ada dalam rahim ibu jika calon ayahnya tetap melanggar larangan di atas.dan
akibatnya adalah kulit anak menjadi bersisik saat dilahirkan nanti. Fungsinya
adalah sebagai penjelasan yang dapat diterima akal suatu folk terhadap gejala
alam yaitu pada ungkapan ini terdapat penjelasan bahwa adanya suatu akibat
yang akan terjadi pada seorang istri hamil jika suaminya membunuh ular. Akibat
31
tersebut dapat membuat suami takut dan tidak mau melakukannya, karena dia
takut akan terjadi hal yang buruk kepada anak yang lahir nanti. Makna ungkapan
ini sebenarnya hewan adalah makhluk hidup yang juga punya hak untuk hidup,
jadi manusia tidak boleh sembarangan membunuh binatang agar tetap lestari dan
tidak punah.
4) Anak ketek jan baok kalua barabuik sanjo, baulahnyo beko
(anak yang masih bayi tidak boleh dibawa keluar saat magrib nanti dia
rewel)
Pada data 4 ungkapan larangan di atas kategorinya adalah masa bayi. Hal
ini disebabkan karena pada ungkapan di atas adanya pernyataan yang menjelaskan
tentang suatu hal yang akan terjadi pada seorang bayi jika orangtua mereka
membawa keluar rumah pada waktu senja. Fungsi ungkapan ini adalah sebagai
penebal emosi keagamaan karena ungkapan ini memberikan suatu pesan yang
tidak secara langsung kepada umat muslim agar lebih mendekatkan diri kepada
sang pencipta yaitu menunaikan ibadah salat. Makna yang sebenarnya adalah
senja adalah waktu untuk anak beristirahat dan tidur karena bayi tidak baik tidur
terlalu malam. Selain itu, senja adalah waktu untuk shalat jadi ada baiknya
melakukan ibadah dan setelah itu berkumpul dengan keluarga.
5) Urang nganduang ndak buliah makan sambia bajalan, paranyang anak
(orang hamil tidak boleh makan sambil berjalan nanti anaknya rewel)
Pada data 5 Kategorinya adalah masa bayi karena pada ungkapan ini
adanya larangan pada ibu hamil agar tidak makan sambil berjalan karena anaknya
akan menjadi rewel jika sudah lahir nanti. Termasuk kedalam kategori masa bayi
karena dalam ungkapan ini terdapat uraian yang menjelaskan bahwa jika orang
hamil makan sambil berjalan maka akan berdampak terhadap anaknya sudah lahir
32
atau masih bayi karena pada masa bayi anak-anak sering rewel.. Fungsinya adalah
sebagai penjelasan yang dapat diterima akal suatu folk terhadap gejala alam
karena terdapat penjelasan akibat jika ibu hamil makan sambil berjalan dan pada
ungkapan ini diberikan penjelasan yang akan berakibat pada bayi yang lahir nanti
dan membuat ibu hamil menjadi takut dan takut untuk melakukannya. Maknanya
adalah orang hamil tidak boleh makan sambil berjalan karena orang yang makan
di jalan kurang bagus dipandang dan terlihat kurang beretika, apalagi seorang ibu
hamil bisa membahayakan bayinya karena ia bisa terjatuh sebab terlalu asyik
makan sambil berjalan.
6) Urang nganduang jan makan karak, lakek kakak anak
(orang mengandung atau hamil tidak boleh makan kerak nasi nanti kakak
anak melekat kerahim ibu)
Pada data 6 kategorinya adalah masa lahir. hal ini dikarenakan pada
ungkapan tersebut terdapat pernyataan yang menjelaskan tentang suatu larangan
yang berkaitan dengan dengan masa lahir. Pada data ini menyatakan bahwa jika
memakan sesuatu yang dilarang akan berdampak pada saat akan melahirkan.
Fungsinya adalah penjelasan yang dapat diterima akal suatu folk terhadap gejala
gejala alam . dikatakan termasuk pada fungsi tersebut karena pada ungkapan ini
menjelaskan suatu akibat yang terjadi terhadap seorang ibu hamil jika memakan
kerak nasi dan akibat tersebut membuatnya menjadi takut karena akan berdampak
pada saat akan melahirkan nanti. Maknanya adalah pada ungkapan larangan ini
merupakan suatu kepercayaan dari masyarakat nagari Koto Berapak dan kerak
nasi melekat pada periuk jadi diasosiasikan ke kakak anak yang akan melekat
pada rahim.
33
7) Urang nganduang ndak buliah manyalepakan salendang, malilik tali
pusek ka lihia anak
(orang hamil tidak boleh melilitkan selendang keleher nanti leher anak
juga di lilit tali pusar bayi)
Pada data 7 kategorinya adalah masa bayi karena pada ungkapan tersebut
terdapat pernyataan yang menjelaskan tentang suatu larangan yang berkaitan
dengan masa lahir. Pada pernyataan ini menjabarkan tentang suatu akibat yang
akan berdampak buruk terhadap bayi yang masih ada dalam kandungan. Fungsi
ungkapan larangan di atas adalah sebagai penjelasan yang dapat diterima akal
suatu folk terhadap gejala alam. Fungsinya adalah sebagai penjelasan yang dapat
diterima akal suatu folk terhadap gejala alam, termasuk ke dalam fungsi tersebut
karena pada ungkapan ini menjelaskan suatu akibat yang akan terjadi jika orang
hamil melilitkan selendang kelehernya. Maknanya adalah melilitkan selendang ke
leher juga membahayakan karena jika lilitnnya terlalu erat akan mencekik leher
dan membuat ibu hamil susah untuk bernafas.
8) Jan agiah anak siso makan wak, panuruiknyo beko
(jangan beri anak makanan sisa nanti dia jadi penurut pada orang yang
memberi sisa makanan)
Pada data 8 ini Kategori yang ditemukan adalah masa kanak-kanak. hal
ini dikarenakan karena adanya penyataan larangan yang berkaitan dengan anak-
anak yaitu tidak memberikan anak makanan sisa. Pada ungkapan ini adanya
pernyataan memberikan makanan sisa dari orang dewasa, dan sudah jelas bahwa
anak-anak yang bisa mencerna makanan orang dewasa bukan bayi. Fungsinya
adalah mendidik karena pada ungkapan ini mengajarkan kepada orangtua agar
tidak membiasakan memberi anak makanan sisa dari mereka. Maknanya adalah
jika memberikan makanan sisa orang lain kepada anak, itu akan menularkan
34
kuman dan penyakit dengan mudah karena bayi dan anak-anak sangat mudah
tertular.
9) Jan manjaik baju sadang lakek, ndak lapeh dari hutang hiduik
(Jangan menjahit baju yang dikenakan nanti hidup tak lepas dari hutang)
Pada data 9 kategorinya adalah pekerjaan karena dalam ungkapan larangan
tersebut terdapat pernyataan yang menjelasakan mengenai suatu pekerjaan atau
kegiatan yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat dan
jenis kegiatan yang dimaksud adalah menjahit baju. Fungsinya adalah sebagai alat
pendidikan karena dalam ungkapan ini orangtua memberikan suatu didikan yang
mengarahkan anak kepada hal yang lebih baik yaitu melakukan sesuatu dengan
baik dan tidak sembarangan melakukan suatu hal yang dapat membahayakan diri
mereka. makna dari ungkapan tersebut adalah larangan dari orangtua untuk tidak
menjahit baju yang sedang dikenakan karena itu sangat membahayakan terhadap
diri sendiri karena saat menjahit nanti bisa saja tubuh akan terluka oleh tusukan
jarum penjahit karena kurang hati-hati dan ceroboh sehingga melukai tubuh.
10) Jan malagu sadang mamasak dapek laki rando
(jangan menyanyi saat memasak nanti dapat suami duda)
Pada data 10 Kategorinya adalah pekerjaan. hal ini disebabkan karena
ungkapan larangan di atas terdapat penjelasan yang berkaitan dengan pekerjaan
sehari-hari dalam kehidupan rumah tangga dan pekerjaan yang dimaksud pada
ungkapan ini adalah kagiatan memasak. Fungsinya adalah mendidik karena pada
ungkapan ini terlihat adanya maksud yang disampaikan oleh orangtua kepada
anak atau para remaja agar selalu serius dan fokus dalam melakukan suatu
pekerjaan agar mendapatkan hasil yang lebih baik. Maknanya adalah tidak boleh
35
menyanyi disaat memasak karena saat memasak kita harus fokus agar masakan
menjadi enak, jika menyanyi saat memasak itu akan merusak konsentrasi dan
dapat mengakibatkan masakan yang dimasak tidak enak.
11) Anak gadih jan mancotok samba dalam kuali, ndak tampan jadi anak
daro
(anak gadis tidak boleh memakan sambal langsung dari kuali, tidak
menarik saat jadi pengantin)
Pada data 11 kategorinya adalah menikah karena pada ungkapan tersebut
terdapat pernyataan tentang hal yang berkaitan dengan seorang wanita yang belum
menikah dan pada ungkapan ini dijelaskan anak gadis tidak boleh makan langsung
dari kuali, jika tetap dilakukan maka akan menyebabkan tidak menarik saat
menjadi pengantin. Fungsinya adalah sebagai alat pendidikan karena pada
ungkapan ini terdapat suatu didikan yang dilakukan oleh orangtua agar anaknya
tidak membiasakan diri melakukan hal yang tidak bagus dan terlihat tidak beretika
dalam kehidupan sehari-hari.. Makna dari ungkapan ini sebenarnya adalah
seorang anak gadis tidak boleh makan langsung dari kuali karena kuali adalah
tempat memasak di dapur yang hitam dan kotor jadi, memakan langsung dari
kuali itu adalah suatu kegiatan yang kurang sopan karena hal ini dapat membuat
orang yang melihat tidak mau memakan masakan itu sebab di anggap makanan
sisa.
12) Jan basiu malam, naik ula
(jangan bersiul pada waktu malam nanti naik ular)
Pada data 12 kategorinya adalah pekerjaan karena dari ungkapan itu terdapat
suatu penjelasan yang berkaitan dengan seorang yang suka bersiul pada
sembarang tempat dan waktu. Ungkapan ini termasuk pada pekerjaan karena
36
terdapat kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Pekerjaan yang
dimaksud adalah bersiul dan bersiul termasuk dalam kegiatan yang di lakukan
sehari-hari saat bersantai. Fungsinya adalah sebagai penjelasan yang diterima akal
suatu folk tentang gejala alam karena ungkapan larangan ini terdapat suatu
larangan untuk tidak bersiul jika tetap dilakukan maka akan ada akibat yang akan
terjadi dan membuat ia menjadi takut. Maknanya adalah jika bersiul pada malam
hari itu sangat berisik dan menganggu orang lain karena pada malam hari adalah
waktu orang untuk shalat dan juga beristirahat.
13) Jan duduak di puntuang kayu, nyo cakau dirimau beko
(jangan duduk di atas arang kayu nanti diterkam harimau)
Pada data 13 Kategorinya adalah pekerjaan karena dalam ungkapan larangan
ini terdapat penjelasan yang berkaitan dengan suatu pekerjaan yang dilakukan
dalam kehidupan, pekerjaan yang dimaksud adalah duduk. Fungsi ungkapan
larangan ini adalah sebagai penjelasan yang dapat diterima akal suatu folk
terhadap gejala alam. Hal ini karena pada ungkapan tersebut adanya penjelasan
yang memiliki akibat yang akan terjadi jika seseorang duduk di atas arang kayu
dan dapat membuat seseorang menjadi takut untuk melakukannya. Maknanya
adalah tidak boleh duduk di atas arang kayu karena arang kayu adalah bekas
pembakaran dari kayu jadi jika duduk di atasnya akan membuat pakaian menjadi
hitam dan kotor.
37
14) Rumah nan baru siap jan dihuni sabalun di doakan, dapek musibah
beko.
(rumah yang baru selesai dibangun tidak boleh dihuni sebelum di doakan
nanti dapat musibah)
Pada data 14 kategorinya adalah rumah karena pada ungkapan tersebut
terdapat penjelasan yang berkaitan dengan sebuah rumah. Pada ungkapan ini
menjelaskan agar rumah yang baru selesai dibangun di doakan terlebih dahulu
sebelum dihuni. Jika tidak dilakukan maka akan terjadi suatu musibah yang akan
terjadi Fungsinya adalah sebagai penebal emosi keagamaan hal ini dikarenakan
pada ungkapan tersebut terdapat anjuran untuk lebih mendekatkan diri kepada
allah dan ada suruhan agar mendoakan rumah yang baru selesai terlebih dahulu
sebelum dihuni . Maknanya ungkapan ini sebenarnya adalah rumah yang baru
selesai dibangun sebaiknya di doakan terlebih dahulu. Mendoakan rumah adalah
acara makan-makan dan berdoa sebagai wujud rasa syukur atas rumah yang baru
saja selesai dibangun.
15) Jan jujuang tangan ka ateh kapalo, palupo wak
(jangan letakkan tangan ke atas kepala nanti pelupa)
Pada data 15 kategorinya adalah pekerjaan rumah tangga karena adanya
penjelasan yang berkaitan dangan pekerjaan sehari-hari dan pekerjaan yang
dimaksud adalah meletakkan tangan di atas kepala. Fungsinya adalah sebagai alat
pendidikan karena pada ungkapan ini adanya didikan dari orangtua yang
mengajarkan kepada anak untuk melakukan hal yang baik dan lebih beretika lagi.
Maknanya adalah meletakkan tangan di atas kepala adalah suatu hal yang tidak
bagus di pandang karena bagi masyarakat Koto Berapak orang yang suka
meletakkan tangan ke atas kepala adalah orang yang pemalas dan bodoh.
38
16) Jan mangguntiang kuku malam nyo, ambek di rimau
(jangan menggunting kuku pada malam hari nanti di cegat oleh harimau)
Pada data 16 kategorinya adalah pekerjaan karena pada ungkapan ini terdapat
suatu pernyataan yang menjelaskan mengenai suatu pekerjaan yang dilakukan
dalam kegiatan sehari-hari dan pekerjaan yang dimaksud adalah menggunting
kuku. Fungsinya adalah sebagai alat pendidikan karena pada ungkapan ini orang
tua memberikan didikan yang baik terhadap anaknya untuk lebih berhati-hati
dalam melakukan sesuatu dan juga melakukan sesuatu sesuai dengan waktu yang
tepat dan menggunting kuku saat malam hari itu tidak baik dan membahayakan
karena pada malam hari cahaya tidak terlalu terang. Makna ungkapan ini
sebenarnya adalah orang tidak boleh menggunting kuku malam hari karena pada
waktu malam itu gelap jadi kalau kurang hati-hati memotong kuku bisa saja jari
akan terluka oleh gunting kuku tersebut.
17) Jan manyapu sanjo, tailak rasaki
(jangan menyapu saat senja jauh reski)
Pada data 17 kategorinya adalah pekerjaan karena pada ungkapan ini terdapat
pernyataan yang berkaitan dengan suatu pekerjaan sehari-hari yang dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari dan pekerjaan tersebut adalah menyapu rumah.
Fungsinya adalah sebagai penebal emosi keagamaan karena pada ungkapan ini
adanya larangan menyapu pada waktu senja karena senja adalah waktu untuk
beribadah dengan adanya larangan ini dapat menambah iman dan takwa dan juga
lebih mendekatkan diri kepada allah dengan cara beribadah. Maknanya adalah
tidak boleh menyapu pada waktu senja karena senja adalah waktu untuk ibadah
39
salat maghrib dan jika di dahulukan menyapu rumah maka akan meninggalkan
salat karena waktu salat magrib singkat.
18) Jan lalok sanjo, panyakitan wak
(jangan tidur saat senja nanti penyakitan)
Pada data 18 Kategorinya adalah pekerjaan rumah tangga karena pada
ungkapan ini adanya suatu pernyataan yang menjelaskan suatu pekerjaan yang
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari pada ungkapan ini dijelaskan agar tidak
tidur pada waktu senja apabila tetap dilakukan akan menjadi sakit. Pekerjaan
yang dimaksud adalah tidur dan senja yang dimaksud dalam ungkapan ini adalah
menjelang salat maghrib. Fungsinya adalah sebagai penebal emosi keagamaan
karena pada ungkapan ini adanya larangan tidur pada waktu senja karena bagi
umat islam senja adalah waktu untuk beribadah dan waktu untuk mendekatkan
diri kepada sang pencipta. Maknanya ungkapan ini adalah orang tidak boleh tidur
di saat senja karena itu adalah waktu untuk beribadah dan juga bukan waktu untuk
tidur.
19) Jan mamasak jo kayu baduri, bangkak-bangkak badan
(jangan memasak dengan kayu berduri nanti badan menjadi bengkak-
bengkak)
Pada data 19 kategorinya adalah pekerjaan hal ini karena pada data di atas
menjelaskan sebuah pekerjaan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dan
pada ungkapan tersebut mengungkapkan tidak boleh memasak dengan kayu
berduri jika tetap dilakukan maka akan terjadi suatu akibat yang tidak di inginkan,
dan pekerjaan yang dimaksud adalah memasak. Fungsinya adalah sebagai alat
pendidikan karena pada ungkapan ini terdapat didikan dari orang tua kepada
anaknya untuk tidak memasak dengan kayu berduri karena itu berbahaya.
40
Maknanya adalah tidak boleh memasak dengan kayu berduri karena kayu berduri
jika dibakar apinya akan memercik dan itu bisa mengenai tubuh dan melukainya.
20) Jan mandi sanjo, dipiciak antu aia wak
(Jangan mandi waktu senja nanti disakiti hantu air)
Pada data 20 kategorinya adalah pekerjaan hal ini disebabkan karena pada
ungkapan di atas terdapat suatu kegiatan atau pekerjaan yang sering dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari, dan pekerjaan yang dimaksud pada ungkapan
tersebut adalah mandi serta senja yang dimaksud dalam ungkapan ini adalah
waktu menjelang maghrib. Fungsi pada ungkapan di atas adalah sebagai penebal
emosi keagamaan karena pada pernyataan ini terlihat maksud dari ungkapan
tersebut menyuruh masyarakat untuk lebih mendekatkan diri kepada allah dengan
tidak melakukan apapun pada waktu ibadah telah datang. Maknanya adalah tidak
boleh mandi di waktu senja karena itu adalah waktu untuk salat magrib dan waktu
salat magrib sangat singkat. Selain itu mandi pada waktu senja juga akan merusak
kesehatan.
21) Kalau makan jan barimah, banyak anak tiri bisuak
(kalau makan nasinya tidak boleh berserakan nanti banyak anak tiri)
Pada data 21 kategorinya adalah pekerjaan. Hal ini disebabkan karena pada
ungkapan tersebut terdapat suatu pekerjaan atau kegiatan yang sering dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari. Ungkapan ini melarang melakukan suatu hal dan
jika dilakukan maka akan ada akibat yang akan terjadi. Pekerjaan yang dimaksud
dalam ungkapan ini adalah makan. Fungsi dari ungkapan tersebut adalah
mendidik karena pada ungkapan larangan ini terdapat pernyataan yang mendidik
anak –anak untuk lebih beretika dan lebih berhati-hati saat makan agar nasi tidak
41
berserakan dan mubazir. Maknanya adalah tidak boleh makan berserakan karena
nasi itu adalah makanan dan tidak baik jika dibuang-buang.
22) Jan bapayuang di dalam rumah, kanai tembak patuih beko
(jangan menggunakan payung di dalam rumah nanti disambar petir)
Pada data 22 kategorinya adalah pekerjaan karena pada ungkapan ini terdapat
pernyataan yang berisi tentang suatu pekerjaan atau kegiatan. Dan kegiatan yang
dimaksud adalah sebuah hal yang sering dilihat dalam kehidupan sehari-hari dan
kegiatan tersebut adalah memakai payung. Fungsi dari ungkapan larangan ini
adalah mendidik, karena pada ungkapan ini orang tua mengajarkan dan mendidik
anak-anaknya untuk tidak melakukan hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat, akan
tetapi hanya membuang-buang waktu. Makna ungkapan ini sebenarnya adalah
melarang orang memakai payung di rumah sebab itu adalah hal yang sia-sia
karena rumah sudah terlindung dari hujan jadi tidak ada gunanya memakai payung
di rumah.
23) Jan makan jo panutuik panci tatutuik pangana
(jangan makan dengan tutup panci nanti tertutup pikiran)
Pada data 23 Kategorinya adalah pekerjaan karena pada ungkapan ini
terdapat pernyataan yang menjelaskan tentang suatu pekerjaan yang dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari, dan pekerjaan yang dimaksud dalam ungkapan ini
adalah makan. Fungsinya adalah untuk mendidik, hal ini disebabkan karena pada
ungkapan ini terdapat ajaran dari orang tua kepada anak-anak untuk lebih berlaku
sesuai dengan apa yang seharusnya, salah satunya adalah melakukan sesuatu
barang harus sesuai dengan fungsinya dan makan seharusnya menggunakan piring
bukan dengan penutup. Makna yang sebenarnya adalah makan dengan penutup
42
panci tidak bagus dilihat orang lain dan terlihat tidak mempunyai etika oleh orang
lain karena yang namanya penutup adalah untuk menutup jadi itu tidak layak
dijadikan tempat makan.
24) Jan duduk di ateh banta, kanai bisua wak
(jangan duduk di atas bantal nanti bisa bisulan kita)
Pada data 24 kategorinya adalah pekerjaan. Hal ini disebabkan karena
pada ungkapan larangan ini terdapat suautu kegiatan atau pekerjaan yang tidak
hanya dilakukan oleh anak-anak namun juga oleh orang dewasa dan pekerjaan
yang dimaksud adalah duduk di atas bantal. Fungsinya adalah mendidik karena
pada ungkapan ini orangtua mengajarkan anak-anaknya untuk bersikap sopan dan
menggunakan barang sesuai dengan fungsinya dan tidak sembarangan. Bantal
untuk alas kepala bukan untuk tempat duduk. Maknanya duduk di atas bantal
adalah hal yang tidak bagus di lihat karena seperti yang diketahui bahwa bantal
adalah tempat untuk alas kepala saat berbaring Jadi tidak bagus dilihat jika
diduduki.
25) Jan makan sabalun mandi buncik paruik
(jangan makan sebelum mandi nanti perutnya bisa buncit)
Pada data 25 kategorinya adalah pekerjaan. hal ini dikarenakan ungkapan
larangan di atas member pernyataan yang berisi tentang suatu pekerjaan dalam
kehidupan sehari-hari dan pekerjaan yang dimaksud adalah makan sebelum
mandi.Kategori ungkapan larangan di atas adalah pekerjaan rumah tangga karena
adanya larangan untuk makan sebelum mandi. Fungsinya adalah mendidik karena
pada ungkapan ini diajarkan agar melakukan sesuatu itu secara runtut, jika makan
sebelum mandi maka setelah selesai mandi bisa saja akan lapar kembali.
43
Maknanya adalah dalam melakukan suatu hal harus secara runtut karena jika
sebelum mandi makan maka aroma tubuh yang bau akan membuat selera makan
orang lain terganggu dan dilanjutkan mandi maka akan terasa lapar kembali.
26) Jan mamasang paga tabaliak nyo cakau di rimau
(jangan memasang pagar terbalik nanti di terkam harimau)
Pada data 26 kategorinya adalah adalah pekerjaan rumah tangga karena
pada ungkapan tersebut ada larangan agar memasang pagar tidak terbalik dan
pada pernyataan ini adanya penjelasan tentang suatu pekerjaan yaitu memasang
pagar. Fungsinya adalah sebagai penjelasan yang dapat diterima akal suatu folk
terhadap gejala alam karena pada ungkapan ini adanya penjelasan apa akibat jika
memasang pagar terbalik dan akibat yang dijelaskan tersebut terasa menakutkan
sehingga orang takut melakukannya. Maknanya adalah sebuah pagar harus
dipasang dengan baik, harus sama dan sejajar. Jadi, jika memasang pagar terbalik
itu tidak akan rapi karena pemasangannya tidak sesuai dan tidak bagus dipandang.
27) Jan mandi tangah hari tasapo beko
(jangan mandi saat tengah hari nanti sakit)
Pada data 27 Kategorinya adalah pekerjaan rumah tangga karena pada
ungkapan ini berkaitan dengan pekerjaan yang rutin dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari. Dan dalam ungkapan ini menjelaskan agar tidak mandi pada tengah
hari karena jika tetap dilakukan maka tubuh akan menjadi sakit. Fungsinya adalah
mendidik karena pada ungkapan ini terdapat didikan terhadap anak untuk tidak
mandi di tengah hari karena tengah hari cuaca sangat panas dan bisa
menyebabkan sakit. Maknanya adalah tengah hari merupakan waktu yang sangat
44
terik karena matahari tepat di atas kepala,jika terik seperti itu mandi maka akan
menyebabkan sakit karena saat panas mandi.
28) Jan manyapu di tangah malam dimakan mancik padi di sawah
(jangan menyapu rumah saat tengah malam nanti padi disawah dimakan
tikus)
Pada data 28 Kategorinya adalah mata pencaharian karena dalam ungkapan
larangan ini ada larangan yang dapat menyebabkan padi di sawah dimakan tikus,
dan padi adalah salah satu hasil pertanian yang menjadi mata pencaharian
masyarakat. Fungsinya adalah sebagai penjelasan yang dapat diterima akal suatu
folk terhadap gejala alam karena pada ungkapan ini terdapat penjelasan apa
akibatnya jika menyapu pada malam hari. Maknanya adalah tidak boleh menyapu
rumah pada tengah malam karena tengah malam adalah waktu istirahat dan juga
tidak akan ada tamu pada malam hari.
29) Siap diagiah jan mintak baliak taulu lidah
(setelah diberi jangan diminta kembali menjulur lidah keluar)
Pada data 29 kategorinya adalah hubungan sosial karena pada ungkapan ini
terdapat pernyataan yang berhubungan dengan interaksi sosial atau hubungan
sosial sesama masyarakat dan hubungan sosial yang dimaksud yaitu adanya
sikap saling memberi terhadap sesama. Fungsinya adalah mendidik karena pada
ungkapan yang mendidik anak untuk tidak mengambil kembali barang yang sudah
diberi karena itu akan membuat orang tersinggung. Maknanya adalah jika kita
memberi sesuatu kepada orang lain kemudian diminta kembali itu sangat
menyakiti hati orang yang diberi, karena dia akan merasa sedih sebab apa yang
sudah menjadi miliknya di ambil kembali.
45
30) Jan mamanuang sanjo nyo baok lari di dubilih
(jangan bermenung saat senja nanti dibawa lari oleh setan atau iblis)
Pada data 30 kategorinya adalah pekerjaan, hal ini karena ungkapan
tersebut terdapat pernyataan yang berkaitan dengan suatu pekerjaan yang ada
dalam kehidupan sehari-hari dan pekerjaan yang dimaksud adalah bermenung
Senja yang dimaksud dalam ungkapan ini adalah menjelang salat maghrib.
Fungsinya adalah sebagai penebal emosi keagamaan karena senja adalah waktu
untuk beribadah mendekatkan diri kepada sang pencipta bukan untuk bermenung.
Makna ungkapan ini sebenarnya adalah orang tidak boleh bermenung dan tidak
hanya pada waktu senja namun juga pada waktu yang lain sebab bermenung akan
membahayakan karena dapat membuat pikiran menjadi kosong dan pikiran yang
kosong akan mudah dimasuki oleh makhluk halus sehingga dapat membuat
seseorang.
31) Kok manggaleh jan heboh pagi-pagi kabaji galeh.
(kalau jualan jangan ribut pagi hari jualan jadi tidak laku)
Pada data 31 kategorinya adalah mata pencaharian karena ungkapan tersebut
berisi larangan orang jualan tidak boleh bertengkar pagi hari, dan berjualan adalah
salah satu mata pencaharian masyarakat. Fungsinya adalah mendidik karena pada
ungkapan ini mengajarkan agar tidak membiasakan ribut pada waktu pagi. Makna
dari ungkapan di atas adalah orang yang jualan tidak boleh ribut pada waktu pagi
karena pada pagi hari orang masih ada yang istirahat dan juga akan membuat
orang malas untuk belanja ke warung karena adanya keributan.
46
32) Nan punyo pusa-pusa rimau jan pai karimbo, nyo cakau di rimau
(yang punya tanda khas dileher belakang atau biasa disebut pusa-pusa
harimau tidak boleh pergi ke hutan nanti di makan harimau)
Pada data 32 kategorinya adalah perjalanan karena terdapat pernyataan yang
berkaitan dengan perjalanan. Dimana pada ungkapan di atas ada larangan untuk
melakukan perjalanan ke hutan jika seseorang itu memiliki tanda yang khas di
lehernya. Fungsinya adalah sebagai penjelasan yang dapat diterima akal suatu folk
terhadap gejala alam karena pada ungkapan ini terdapat penjelasan apa akibatnya
jika seseorang yang memiliki tanda khas di leher pergi ke hutan dan akibat yang
dijelasakn membuat orang takut untuk melakukannya. Maknanya adalah menurut
kepercayaan masyarakat koto berapak jika seseorang yang memiliki tanda khas
dibagian lehernya jika pergi ke hutan akan diterkam oleh harimau karena harimau
suka dengan tanda khas itu dan mudah tercium tanda khas itu oleh harimau
tersebut.
33) Kalau ka pai bajalan jan pulang baliak balangga beko
(kalau berangkat dari rumah dan akan bepergian jangan balik kembali
kerumah nanti kecelakaan)
Pada data 33 kategorinya adalah perjalanan karena pada ungkapan ini adanya
larangan yang berkaitan dengan perjalanan dan pada pernyataan ini dijelaskan
jika melakukan perjalanan jauh tidak boleh bolak-balik ke rumah apabila masih
dilakukan maka akan terjadi suatu akibat yang tidak diinginkan. Fungsinya adalah
sebagai penjelasan yang dapat diterima akal suatu folk terhadap gejala alam
karena pada ungkapan ini terdapat penjelasan apa akibatnya jika bepergian
kembali lai ke rumah dan akibat yang dijelaskan tersebut membuat orang takut
untuk melakukannya. Maknanya adalah tidak boleh balik kerumah jika sudah
47
berangkat karena itu akan menghabiskan waktu karena kembali lagi kerumah dan
membuyarkan konsentrasi karena pikiran terbagi-bagi antara tempat tujuan dan
rumah sehingga bisa mengakibatkann kecelakaan.
34) Anak gadih jan duduak-duduak di lamin baralek payah dapek laki
(anak gadis tidak boleh duduk di pelaminan pengantin nanti susah dapat
jodoh)
Pada data 34 kategorinya adalah menikah dikatakan sebagai kategori
menikah karena pada ungkapan larangan ini mengaitkan dengan pernikahan yaitu
anak gadis itu akan mengalami kesulitan mendapatkan suami untuk menikah.
Fungsi pada ungkapan ini adalah untuk mendidik karena pada ungkapan ini
orangtua dapat memberikan didikan kepada anak gadis untuk lebih sopan dan
menggunakan sesuatu sesuai dengan fungsinya. Maknanya adalah tidak boleh
duduk di pelaminan karena itu akan membuat pelaminan menjadi rusak sebelum
diduduki oleh pengantinnya.
35) Anak daro manjalang kabaralek ndak buliah bajalan, hilang manih
basuntiang
(mempelai menjelang menikah tidak boleh pergi kemana-mana nanti tidak
cantik saat basuntiang)
Pada data 35 kategorinya adalah adalah menikah alasan ungkapan larangan
ini termasuk pada kategori pernikahan karena pada ungkapan larangan ini
menjelaskan suatu larangan mempelai yang akan menikah tidak boleh bepergian
kemana-mana karena akan berakibat pada pernikahannya nanti.. Fungsinya adalah
mendidik karena pada ungkapan ini adanya didikan dari orangtua kepada anak
mereka agar tidak berkeliaran lagi menjelang menikah, untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan. Maknanya adalah pengantin yang akan menikah tidak pergi
48
kemana-mana untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan sehingga dapat
menggagalkan pernikahannya.
36) Jan makan di rumah kalau maik sadang tabujua, sakik beko
(jangan makan saat ada jenazah di dalam rumah nanti sakit)
Pada data 36 kategorinya adalah pekerjaan, dikatakan sebagai pekerjaan
karena dalam ungkapan ini menjelaskan suatu hal yang berkaitan dengan
pekerjaan sehari-hari. Pekerjaan yang dimaksud dalam ungkapan ini adalah
kegiatan makan. Fungsinya adalah sebagai penjelasan yang dapat diterima akal
suatu folk terhadap gejala alam karena pada ungkapan ini terdapat penjelasan apa
akibatnya jika makan di tempat orang meninggal dan penjelasan ini membuat
seseorang takut untuk melakukannya. Maknanya adalah jika ada orang yang
meninggal dan kita makan di rumah tersebut maka itu tidak sopan karena orang-
orang sedang berduka dan kita malah makan di depan orang tersebut.
37) Jan pangku tangan ka balakang mati mudo beko
(tidak boleh berpangku tangan ke belakang, nanti mati muda)
Pada data 37 kategorinya adalah pekerjaan karena pada ungkapan ini terdapat
suatu pernyataan yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. pekerjaan yang dimaksud adalah
memangku tangan. Meskipun tidak terlalu berat namun memangku tangan juga
termasuk pada pekerjaan karena melakukan suatu kegiatan. Fungsinya adalah
mendidik dikatakan sebagai pendidikan terhadap anak dan remaja karena pada
ungkapan ini orangtua mengajarkan untuk tidak membiasakan berpangku tangan
karena memangku tangan adalah suatu ciri dari orang yang pemalas. Makna
49
ungkapan ini sebenarnya adalah dalam masyarakat berpangku tangan adalah
sebuah ciri-ciri untuk orang yang pemalas.
38) Jan mamasak di rumah urang maningga nyo kacau samba di dubilih
(jangan memasak dirumah orang yang sedang kemalangan, nanti masakan
diaduk-aduk oleh setan)
Pada data 38 kategorinya adalah pekerjaan, ungkapan ini dikatakan termasuk
pada kategori pekerjaan karena terdapat kutipan memasak dalam ungkapan
larangan ini dan memasak merupakan suatu pekerjaan atau kegiatan sehari-hari
yang dilakukan dalam rumah tangga. Fungsinya adalah sebagai penjelasan yang
dapat diterima akal suatu folk terhadap gejala alam karena pada ungkapan ini
terdapat penjelasan apa akibatnya jika memasak di rumah orang meninggal dan
hal ini memberikan penjelasan yang membuat orang tidak berani melakukannya.
Maknanya adalah tidak boleh memasak di tempat orang meninggal karena di
tempat itu orang banyak yang sibuk mengurus jenazah dan juga banyak para
pelayat yang datang. Jadi, jika kita memasak itu akan menganggu sekali.
39) Jan mamendo sadang bajalan mati mudo wak
(jangan berdandan atau bercermin sedang berjalan nanti mati diusia muda)
Pada data 39 kategorinya adalah pekerjaan karena pada ungkapan ini
menjelaskan suatu kegiatan yang sering dilakukan oleh para perempuan yaitu
berdandan, dan berdandan itu adalah suatu kegiatan yang sering dilakukan sehari-
hari oleh para wanita. Fungsinya adalah mendidik karena ungkapan ini dapat
mendidik anak-anak dan remaja agar melakukan segala sesuatu sesuai dengan
tempat yang seharusnya agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Maknanya
adalah tidak boleh berdandan saat berjalan karena itu akan merusak konsentrasi
50
saat berjalan karena kita akan sibuk dengan dandanan dan tidak memperhatikan
jalan sehingga dapat membahayakan diri sendiri.
40) Ndak buliah lalok manilungkuik, mati amak
(tidak boleh tidur tengkurap nanti orang tuanya meninggal)
Pada data 40 kategorinya adalah pekerjaan dikatakan sebagai kategori
pekerjaan karena pada ungkapan ini terdapat sebuah pekerjaan sehari-hari yaitu
tidur dan tidur juga termasuk sebuah pekerjaan karena merupakan kegiatan sehari-
hari. Fungsinya adalah mendidik karena pada ungkapan ini terdapat didikan yang
diberikan oleh orangtua kepada anknya untuk tidak melakukan hal yang dapat
menyakiti dirinya sendiri dan lebih beretika dalam melakukan sesuatu. Maknanya
adalah kalau tidur menelungkup itu akan membuat dada sakit karena tertindih oleh
tubuh dan juga akan membuat kita susah untuk bernapas.
B. Pembahasan
Setelah penelitian ini dilakukan dan temuan penelitian telah dikumpulkan
maka, dapat dijawab pertanyaan penelitian tentang ungkapan larangan yang ada
pada nagari koto berapak kecamatan bayang kabupaten pesisir selatan. Isi
penjelasan informan yang di wawancarai hampir keseluruhannya sama yaitu pada
daerah yang diteliti memiliki banyak ungkapan larangan, dan informan
mendapatkan ungkapan larangan itu dari orangtua dan juga masyarakat
dilingkungannya, dan informan serta masyarakat masih banyak yang percaya
dengan ungkapan larangan ini. Para informan juga masih aktif menggunakan
ungkapan larangan ini kepada anak-anak mereka.
Pada temuan penelitian ditemukan beberapa bentuk kategori, fungsi dan
makna dari ungkapan larangan. Pada kategori ditemukan kategori masa lahir,
51
masa bayi dan kanak-kanak, rumah dan pekerjaan rumah tangga, perjalanan dan
perhubungan, mata pencarian dan hubungan sosial, serta pernikahan. namun, pada
ungkapan yang terdapat di nagari koto berapak ini lebih banyak ditemukan
kategori tentang pekerjaan rumah tangga. dibandingkan dengan kategori yang
lain. Sedangkan fungsi yang ditemukan pada penelitian adalah sebagai penebal
emosi keagamaan, sebagai alat pendidikan anak dan remaja, dan penjelasan yang
dapat dditerima oleh akal suatu folk terhadap gejala alam. Namun, pada ungkapan
yang telah diteliti ini fungsi yang paling banyak ditemukan adalah sebagai alat
pendidikan anak atau remaja dan penjelasan yang dapat diterima akal suatu folk
tentang gejala alam. Adapun makna yang ditemukan pada ungkapan yang diteliti
ini adalah makna kias karena pada ungkapan ini makna yang ditemukan bukan
makna yang sebenarnya. Berdasarkan temuan penelitian dan dibandingkan
dengan daerah lain mengenai ungkapan larangan ini dapat dijelaskan bahwa
ungkapan larangan masyarakat Koto Berapak ini tidak hanya digunakan oleh
masyarakat setempat namun, juga banyak ditemui pada daerah-daerah lain yang
ada di Minangkabau. jadi, ungkapan larangan ini tidak hanya dipahami oleh
masyarakat koto berapak namun juga dipahami oleh masyarakat dari daerah lain.
52
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka ditemukan 40 ungkapan larangan yang
terdapat di nagari Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan.
Dari 40 ungkapan larangan terdapat kategori ungkapan larangan yang
berhubungan dengan kategori masa lahir, masa bayi, dan masa kanak-kanak,
kategori rumah dan pekerjaan rumah tangga, kategori perjalanan dan
perhubungan, kategori mata pencaharian dan hubungan sosial, kategori cinta serta
pacaran dan menikah.
Pada penelitian ini juga ditemukan tiga fungsi ungkapan larangan yaitu fungsi
sebagai penebal emosi keagamaan, fungsi sebagai alat pendidikan anak dan
remaja, dan fungsi sebagai penjelasan yang dapat diteima akal suatu folk.
Ungkapan larangan masyarakat Koto Berapak Kecamatan Bayang ini memiliki
makna kias karena pada ungkapan larangan tersebut tidak ditemui makna yang
sebenarnya dan hanya orang tua yang masih memahami dan mengerti fungsi
ungkapan larangan tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ungkapan larangan yang
ditemui di kenagarian Koto Berapak Kecamatan Bayang hanya digunakan oleh
sebagian orangtua untuk mendidik anak mereka, dan hal ini bisa mengancam
keberadaan ungkapan larangan yang secara perlahan akan hilang begitu saja,
karena hanya sebagian yang menggunakan ungkapan larangan ini dan para remaja
tidak peduli dengan ungkapan larangan yang ada dalam masyarakat Koto Berapak
52
53
Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan tersebut. Jadi, supaya ungkapan
larangan itu tidak hilang begitu saja ditengah masyarakat ungkapan larangan ini
perlu diajarkan lagi oleh orangtua kepada anak-anaknya dan para remaja harus
melestarikan ungkapan larangan tersebut agar tidak hilang begitu saja.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian tentang ungkapan larangan yang terdapat di
kenagarian Koto Berapak Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan, maka
dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut. Pertama dengan adanya
penelitian ini semoga menambah pengetahuan peneliti mengenai folklor sebagian
lisan, kedua untuk peneliti selanjutnya dapat meneliti kategori, fungsi dan makna
yang belum ditemukan pada penelitian ini dan dengan adanya penelitian ini dapat
menjadi referensi dan dapat mempermudah peneliti selanjutnya, ketiga penelitian
ini masih jauh dari kesempurnaan, maka diharapkan kepada pembaca memberikan
kritik dan saran agar penelitian ini bisa bermanfaat dimasa yang akan datang.
54
KEPUSTAKAAN
Chaer,Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 2009. Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Danandjaya, James. 1991. Folklor Indonesia “Ilmu Gosip,Dongeng dan Lain-
lain” Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Fitri, Laila. 2007. “Ungkapan Larangan Masyarakat Dalam Bahasa Minangkabau
Dalam Masyarakat Tabek Kecamatan Periangan Kabupaten Tanah Datar
Analisis Semiotik.” Skripsi. Padang: Universitas Negeri Padang
Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Teori Dan Praktik. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif “Untuk Ilmu Sosial”.
Jakarta: Salemba Humanika
https://id.wikipedia.org/wiki/Pelesit. diunduh tanggal 24 agustus 2015. Pukul
11:45.
http://versesofuniverse.blogspot.com/2013/03/orang-bunian-mahluk-halus-atau-
hominid.html. diunduh tanggal 24 agustus 2015.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pusta ka
Utama
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa “Tahapan, Strategi, Metode, Dan
Tekniknya” . Jakarta:PT Grafindo.
Manaf. Ngusman abdul. 2008. Semantik Teori Dan Terapannya Dalam Bahasa
Indonesia. Padang: Sukabina Offset.
Moleong, lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT remaja
Rodaksraya Offset.
Nazir, 2011. Metode Penelitian . Bogor: Ghalia Indonesia
Rahmadani, Yelvi. 2012. “Ungkapan Larangan Dalam Bahasa Minangkabau
Masyarakat Lubuk Sariak Kenagarian Kambang Kecamatan Lengayang
Kabupaten Pesisir Selatan.” Skripsi. Padang: Universitas Negeri Padang
Ramadhani, Nadia. 2013. “Ungkapan Larangan Pada Masyarakat Nagari Lansek
Kadok Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman.” Skripsi. Padang:
STKIP PGRI Sumatera Barat.
54
55
Sudikan, Setya Yuwana. 2010. Metode Penelitian Sastra Lisan. Jakarta: Bentara
Budaya
56
Lampiran 1 Transkripsi Rekaman Ungkapan Larangan
1. Urang hamil jan duduak di pintu, tasakang anak.
2. Urang nganduang jan minum digaleh ratak, sumbiang bibi anak.
3. Urang nganduang lakinyo ndak buliah mambunuah ula, basisik kulik anak
beko.
4. Anak ketek jan baok kalua barabuik sanjo, baulahnyo beko.
5. Urang nganduang ndak buliah makan sambia bajalan, paranyang anak.
6. Urang nganduang jan makan karak, lakek kakak anak.
7. Urang nganduang ndak buliah manyalepakan salendang, malilik tali
pusek ka lihia anak
8. Jan agiah anak siso makan wak panuruiknyo beko
9. Jan manjaik baju sadang lakek, ndak lapeh dari hutang hiduik
10. Jan malagu sadang mamasak, dapek laki rando.
11. Anak gadih jan mancotok samba dalam kuali, ndak tampan jadi anak
daro.
12. Jan basiu malam naik ula.
13. Jan duduak di puntuang kayu, nyo cakau dirimau beko.
14. Rumah nan baru siap jan dihuni sabalun di doakan, dapek musibah beko.
15. Jan jujuang tangan ka ateh kapalo, palupo wak.
16. Jan mangguntiang kuku malam, nyo ambek di rimau.
17. Jan manyapu sanjo tailak rasaki.
18. Jan lalok sanjo panyakitan wak.
19. Jan mamasak jo kayu baduri, bangkak-bangkak badan
57
20. Jan mandi sanjo, dipiciak antu aia wak
21. Kalau makan jan barimah, banyak anak tiri bisuak.
22. Jan bapayuang di dalam rumah, kanai tembak patuih beko
23. Jan makan jo panutuik panci, tatutuik pangana.
24. Jan duduk di ateh banta, kanai bisua wak.
25. Jan makan sabalun mandi, buncik paruik.
26. Jan mamasang paga tabaliak, nyo cakau di rimau.
27. Jan mandi tangah hari, tasapo beko.
28. Jan manyapu di tangah malam, dimakan mancik padi di sawah.
29. Nan punyo pusa-pusa rimau jan pai ka rimbo, nyo cakau dirimau.
30. Siap diagiah jan dimintak baliak, taulu lidah.
31. Jan mamanuang sanjo, nyo baok lari di dubilih.
32. Kok manggaleh jan heboh pagi-pagi, kabaji galeh.
33. Kalau ka pai bajalan jan pulang baliak, balangga beko.
34. Anak gadih jan duduak-duduak di lamin baralek, payah dapek laki.
35. Anak daro manjalang kabaralek ndak buliah bajalan, hilang manih
basuntiang.
36. Jan makan di rumah kalau maik sadang tabujua, sakik beko.
37. Jan pangku tangan ka balakang, mati mudo beko.
38. Jan mamasak di rumah urang maningga, nyo kacau samba di dubilih.
39. Jan mamendo sadang bajalan, mati mudo wak
40. Ndak buliah lalok manilungkuik, mati amak.
58
No Ungkapan Larangan
Bahasa Minangkabau Bahasa Indonesia
1. Urang hamil jan duduak di pintu
tasakang anak
orang hamil jangan duduk di pintu
susah melahirkan
2. Urang nganduang jan minum digaleh
ratak sumbiang bibi anak
orang hamil tidak boleh minum
dengan gelas retak nanti sumbing
bibir anak
3. Urang nganduang lakinyo ndak
mambunuah ula basisik kulik anak
beko
suami ibu hamil tidak boleh
membunuh ular nanti anaknya
bersisik.
4. Anak ketek jan baok kalua barabuik
sanjo baulahnyo beko
anak yang masih bayi tidak boleh
dibawa keluar saat magrib nanti dia
rewel
5. Urang nganduang ndak buliah makan
sambia bajalan paranyang anak
orang hamil tidak boleh makan sambil
berjalan nanti anaknya rewel
6. Urang nganduang jan makan karak
lakek kakak anak
orang mengandung atau hamil tidak
boleh makan kerak nasi nanti kakak
anak melekat kerahim ibu
7. Urang nganduang ndak buliah
manyalepakan salendang malilik tali
pusek ka lihia anak
orang hamil tidak boleh melilitkan
selendang keleher nanti leher anak
juga di lilit tali pusar bayi
8. Jan agiah anak siso makan wak
panuruiknyo beko
jangan beri anak makanan sisa nanti
dia jadi penurut pada orang yang
memberi sisa makanan.
9. Jan manjaik baju sadang lakek ndak
lapeh dari hutang hiduik
Jangan menjahit baju yang dikenakan
nanti hidup tak lepas dari hutang.
10. Jan malagu sadang mamasak dapek
laki rando
Jangan menyanyi saat memasak nanti
dapat suami duda
11. Anak gadih jan mancotok samba
dalam kuali ndak tampan jadi anak
daro
anak gadis tidak boleh memakan
sambal langsung dari kuali, tidak
menarik saat jadi pengantin
12. Jan basiu malam naik ula jangan bersiul pada waktu malam
nanti naik ular
13. Jan duduak di puntuang kayu nyo
cakau dirimau beko
jangan duduk di atas arang kayu nanti
diterkam harimau.
14. Rumah nan baru siap jan dihuni
sabalun di doakan dapek musibah
beko.
rumah yang baru selesai dibangun
tidak boleh dihuni sebelum di doakan
nanti dapat musibah
15. Jan jujuang tangan ka ateh kapalo
palupo wak
jangan letakkan tangan ke atas kepala
nanti pelupa.
16. Jan mangguntiang kuku malam nyo
ambek di rimau
jangan menggunting kuku pada
malam hari nanti di cegat oleh
harimau.
Lampiran 2 Suntingan teks dan terjemahan
59
17. Jan manyapu sanjo tailak rasaki jangan menyapu saat senja jauh reski.
18. Jan lalok sanjo panyakitan wak jangan tidur saat senja nanti
penyakitan.
19. Jan mamasak jo kayu baduri
bangkak-bangkak badan
jangan memasak dengan kayu berduri
nanti badan menjadi bengkak-
bengkak.
20. Jan mandi sanjo, dipiciak antu aia
wak
Jangan mandi waktu senja nanti
disakiti hantu air.
21. Kalau makan jan barimah banyak
anak tiri bisuak.
kalau makan nasinya tidak boleh
berserakan nanti banyak anak tiri.
22. Jan bapayuang di dalam rumah, kanai
tembak patuih beko
jangan menggunakan payung di dalam
rumah nanti disambar petir.
23. Jan makan jo panutuik panci tatutuik
pangana
jangan makan dengan tutup panci
nanti tertutup pikiran.
24. Jan duduk di ateh banta, kanai bisua
wak
jangan duduk di atas bantal nanti bisa
bisulan kita.
25. Jan makan sabalun mandi buncik
paruik
jangan makan sebelum mandi nanti
perutnya bisa buncit.
26. Jan mamasang paga tabaliak nyo
cakau di rimau
jangan memasang pagar terbalik nanti
di terkam harimau
27. Jan mandi tangah hari tasapo beko jangan mandi saat tengah hari nanti
sakit
28. Jan manyapu di tangah malam
dimakan mancik padi di sawah
jangan menyapu rumah saat tengah
malam nanti padi disawah dimakan
tikus.
29. Nan punyo pusa-pusa rimau jan pai
karimbo nyo cakau dirimau
yang punya tanda khas dileher
belakang atau biasa disebut pusa-pusa
harimau tidak boleh pergi ke hutan
nanti di makan harimau.
30. Siap diagiah jan mintak baliak taulu
Lidah
setelah diberi jangan diminta kembali
menjulur lidah keluar
31. Jan mamanuang sanjo nyo baok lari
di dubilih
jangan bermenung saat senja nanti
dibawa lari oleh setan atau iblis
32. Kok manggaleh jan heboh pagi-pagi
kabaji galeh
kalau jualan jangan ribut pagi hari
jualan jadi tidak laku.
33. Kalau ka pai bajalan jan pulang
baliak balangga beko
kalau berangkat dari rumah dan akan
bepergian jangan balik kembali
kerumah nanti kecelakaan.
34. Anak gadih jan duduak-duduak di
lamin baralek payah dapek laki
anak gadis tidak boleh duduk di
pelaminan pengantin nanti susah
dapat jodoh.
60
35. Anak daro manjalang kabaralek ndak
buliah bajalan, hilang manih
basuntiang
mempelai menjelang menikah tidak
boleh pergi kemana-mana nanti tidak
cantik saat basuntiang.
36. Jan makan di rumah kalau maik
sadang tabujua sakik beko
Jangan makan saat ada jenazah di
dalam rumah nanti sakit.
37. Jan pangku tangan ka balakang mati
mudo beko
tidak boleh berpangku tangan ke
belakang, nanti mati muda.
38. Jan mamasak di rumah urang
maningga
nyo kacau samba di dubilih
jangan memasak dirumah orang yang
sedang kemalangan, nanti masakan
diaduk-aduk oleh setan.
39. Jan mamendo sadang bajalan mati
mudo wak
jangan berdandan atau bercermin
sedang berjalan nanti mati diusia
muda
40. Ndak buliah lalok manilungkuik mati
amak
tidak boleh tidur tengkurap nanti
orang tuanya meninggal
61
Lampiran
No Ungkapan Larangan Kenagarian
Koto Berapak
Analisis Data
Kategori Fungsi Makna
41. Urang hamil jan duduak di pintu
tasakang anak
Masa lahir Penjelasan yang dapat
diterima akal suatu folk
Susah orang lewat
42. Urang nganduang jan minum digaleh
ratak sumbiang bibi anak
Masa lahir Penjelasan yang dapat
diterima akal suatu folk
Akan melukai bibir
43. Urang nganduang lakinyo ndak
mambunuah ula basisik kulik anak beko
Masa lahir Penjelasan yang dapat
diterima akal suatu folk
Binatang juga memiliki hak
untuk hidup, jadi jika tidak
menganggu tidak boleh
dibunuh
44. Anak ketek jan baok kalua barabuik
sanjo baulahnyo beko
Masa bayi Penebal emosi keagamaan Senja adalah waktu untuk
beribadah
45. Urang nganduang ndak buliah makan
sambia bajalan paranyang anak
Masa kanak-kanak Penjelasan yang dapat
diterima akal suatu folk
Tidak bagus di pandang
46. Urang nganduang jan makan karak lakek
kakak anak
Masa lahir Penjelasan yang dapat
diterima akal suatu folk
Suatu kepercayaan
masyarakat setempat kerak
nasi melekat ke periuk di
asosiasikan ke kakak anak
47. Urang nganduang ndak buliah
manyalepakan salendang malilik tali
pusek ka lihia anak
Masa lahir Penjelasan yang dapat
diterima akal suatu folk
Akan mencekik leher ibu
hamil
48. Jan agiah anak siso makan wak
panuruiknyo beko
Masa kanak-kanak Penjelasan yang dapat
diterima akal suatu folk
Sisa makanan akan
menularkan berbagai kuman
terhadap anak
Lampiran 3
Data Inventarisasi Ungkapan Larangan
62
49. Jan manjaik baju sadang lakek ndak
lapeh dari hutang hiduik
Pekerjaan Penjelasan yang dapat
diterima akal suatu folk
Akan melukai tubuh
50. Jan malagu sadang mamasak dapek laki
rando
Pekerjaan Mendidik Merusak konsentrasi saat
memasak
51. Anak gadih jan mancotok samba dalam
kuali ndak tampan jadi anak daro
Menikah Mendidik Tidak sopan
52. Jan basiu malam naik ula Pekerjaan Penejelasan yang dapat
diterima akal suatu folk
Menganggu orang beribadah
dan istirahat
53. Jan duduak di puntuang kayu nyo cakau
dirimau beko
Pekerjaan Penjelasan yang dapat
diterima akal suatu folk
pakaian menjadi kotor
54. Rumah nan baru siap jan dihuni sabalun
di doakan dapek musibah beko.
Rumah Penebal emosi keagamaan Agar rumah makin tentram
55. Jan jujuang tangan ka ateh kapalo
palupo wak
Pekerjaan Mendidik Tidak sopan dan tidak bagus
dipandang
56. Jan mangguntiang kuku malam nyo
ambek di rimau
Pekerjaan Mendidik Akan melukai tangan
57. Jan manyapu sanjo tailak rasaki Pekerjaan Penebal emosi keagamaan Senja adalah waktu untuk
beribadah
58. Jan lalok sanjo panyakitan wak Pekerjaan Penebal emosi keagamaan Senja adalah waktu untuk
beribadah
59. Jan mamasak jo kayu baduri bangkak-
bangkak badan
Pekerjaan Mendidik Kayu berduri jika di bakar
akan memercikkan api dan
mengenai tubuh
60. Jan mandi sanjo, dipiciak antu aia wak
Pekerjaan Penebal emosi keagamaan Waktu senja adalah untuk
beribadah.
61. Kalau makan jan barimah banyak anak
tiri bisuak.
Pekerjaan Mendidik Membuang-buang makanan
63
62. Jan bapayuang di dalam rumah, kanai
tembak patuih beko
Pekerjaan Mendidik Pekerjaan yang sia-sia
63. Jan makan jo panutuik panci tatutuik
pangana
Pekerjaan Mendidik Tidak sopan
64. Jan duduk di ateh banta, kanai bisua wak Pekerjaan Mendidik Tidak sopan
65. Jan makan sabalun mandi buncik paruik Pekerjaan Mendidik Akan membuat lapar kembali
setelah mandi
66. Jan mamasang paga tabaliak nyo cakau
di rimau
Pekerjaan Penjelasan yang dapat
diterima akal suatu folk
Pagar yang dipasang terbalik
terlihat tidak bagus
67. Jan mandi tangah hari tasapo beko Pekerjaan Mendidik Cuaca sangat panas dan bisa
menjadi sakit
68. Jan manyapu di tangah malam dimakan
mancik padi di sawah
Mata pencaharian Penjelasan yang dapat
diterima akal suatu folk
Malam adalah waktu untuk
istirahat
69. Nan punyo pusa-pusa rimau jan pai
karimbo nyo cakau dirimau
Perjalanan Penjelasan yang dapat
diterima akal suatu folk
Suatu kepercayaan
masyarakat setempat
70. Siap diagiah jan mintak baliak taulu
Lidah
Hubungan sosial Mendidik Akan membuat orang lain
tersinggung
71. Jan mamanuang sanjo nyo baok lari di
dubilih
Pekerjaan Penebal emosi keagamaan Senja adalah waktu untuk
beribadah
72. Kok manggaleh jan heboh pagi-pagi
kabaji galeh
Mata pencaharian Penjelasan yang dapat
diterima akal suatu folk
Menganggu orang lain
73. Kalau ka pai bajalan jan pulang baliak
balangga beko
Perjalanan Penjelasan yang dapat
diterima akal suatu folk
Jika bolak-balik saat
bepergian maka akan merusak
kosentrasi dan bisa terjadi
kecelakaan
64
74. Anak gadih jan duduak-duduak di lamin
baralek payah dapek laki
Pernikahan Mendidik Merusak pelaminan
75. Anak daro manjalang kabaralek ndak buliah bajalan, hilang manih basuntiang
Pernikahan Mendidik Nanti kecelakaan
76. Jan makan di rumah kalau maik sadang
tabujua sakik beko
Pekerjaan Penjelasan yang dapat
diterima akal suatu folk
Tidak sopan
77. Jan pangku tangan ka balakang mati
mudo beko
Pekerjaan Mendidik Tanda pemalas
78. Jan mamasak di rumah urang maningga
nyo kacau samba di dubilih
Pekerjaan Penjelasan yang dapat
diterima akal suatu folk
Tidak sopan
79. Jan mamendo sadang bajalan mati mudo
wak
Pekerjaan Mendidik Merusak konsentrasi berjalan
dan terjatuh
80. Ndak buliah lalok manilungkuik mati
amak
Pekerjaan mendidik Menyakiti dada karena
tertindih
65
DATA PENUTUR
Nama : Sijas
Tempat : Koto Berapak, Bayang
Umur : 75 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Petani
Bahasa Yang Dikuasai: Minangkabau
Tempat Perekaman : Rumah Penutur
66
Nama : Yusna
Tempat : Koto Berapak, Bayang
Umur : 70 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Bahasa yang Dikuasai: Minangkabau
Tempat Perekaman : Rumah Penutur
67
Nama : Zainab
Tempat : Koto Berapak, Bayang
Umur : 79 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Bahasa yang Dikuasai : Minangkabau
Tempat Perekaman : Rumah Penutur
68
69
70