ulkus.doc
DESCRIPTION
bedahTRANSCRIPT
Ulkus Diabetik
Ulkus diabetik adalah cedera yang paling sering terjadi yang dapat mengarah pada amputasi tungkai bawah. Manajemen kaki diabetik membutuhkan pengetahuan khusus mengenai faktor risiko mayor dari amputasi, frekwensi evaluasi rutin dan perawatan pencegahan yang cermat. Faktor risiko paling sering yang mengubah menjadi bentuk ulkus diantaranya adalah diabetik neuropati, deformitas pada struktur kaki, dan PAOD. Pemeriksaan klinis yang teliti, ditunjang dengan pemeriksaan terhadap neuropati dan insufisensi arteri dapt mengidentifikasi pasien terhadap risiko untuk ulkus pedis dan membagi pasien apakah sudah memiliki ulkus atau hanya komplikasi kaki diabetes yang lain. Edukasi terhadap pasien mencakup hygiene kaki, perawatan kuku dan alas kaki yang tepat sangat penting dalam mengurangi risiko terjadinya perubahan hingga menjadi bentuk ulkus.
Komplikasi kaki diabetik adalah penyebab tersering dari amputasi ekstremitas bawah nontraumatik dalam dunia industrialisasi ini. Risiko dari amputasi ekstremitas bawah adalah 15-46 kali lebih tinggi disbanding dengan orang yang tanpa diabetes mellitus. Selain itu, komplikasi kaki merupakan frekuensi paling sering untuk perawatan pasien dengan diabetes, terhitung mencapai 25% dari pasien dirawat dengan diabetes di Amerika serikat dan Inggris.Mayoritas dari komplikasi kaki diabetik yang berakhir dengan amputasi diawali dengan bentuk ulkus kulit. Deteksi dini dan penatalaksanaan yang tepat dari ulkus tersebut mencegah hingga 85% amputasi.
Faktor risiko untuk amputasi ekstremitas bawahRisiko yang sering untuk amputasi pada kaki diabetik diantaranya neuropati perifer, deformitas struktur kaki, ulkus, infeksi dan penyakit pembuluh darah perifer (PAOD). Sangat penting untuk diketahui bahwa ulkus kaki dapat memiliki etiologi yang multifaktorial
Faktor risiko ulkus DM- Penderita DM lama- Kadar gula darah tinggi- Jenis kelamin- Umur- Perokok- Hipertensi- Obesitas- Hiperkolesterol
PatogenesisIskemia merupakan penyebab berkembangnya gangren pada apsien DM. dua kategori kelainan vaskulera. makrongiopatimakroangiopati yang berupa oklusi pembuluh darah ukuran sedang maupun besar menyebabkan iskemia dan gangren. Dengan adanya DM, proses aterosklerosis berlangsung cepat dan lebih berat dengan keterlibatan pembuluh darah multipel. 90% pasien mengalami tiga atau lebih oklusi pembuluh darah dengan oklusi yang segmental serta lebih panjang dibanding non DM. aterosklerosis biasanya proksimal namun sering berhubungan dengan oklusi arteri distal bawah lutut, terutama arteri tibialis anterior dan posterior, peronealis, metatarsalis, serta arteri digitalis.Faktor yang menerangkan terjadinya akselerasi aterogenesis meliputi kelainan metabolism lipoprotein, hipertensi, merokok, faktor genetik dan ras, serta meningkatnya thrombosisb. mikroangiopatimikroangiopati berupa penebalan membrane basalis arteri kecil, arteriola, kapiler dan venula. Kondisi ini merupakan akibat hiperglikemia menyebabkan reaksi enzimatik dan non enzimatik glukosa kedalam membran basalis. Penebalan membran basalis menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah.
KlasifikasiMenurut berat ringannya lesi, kelainan ulkus diaberikum dibagi menjadi enam derajat menurut Wagner, yaitu :
Derajat 0 tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai dengan kelainan bentuk kaki “claw,callus”Derajat I ulkus superficial terbatas pada kulitDerajat II ulkus dalam, menembus tendon atau tulangDerajat III abses dalam dengan atau tanpa osteomilitasDerajat IV ulkus pada jari kaki atau bagian distal kaki atau tanpa selulitasDerajat V ulkus pada seluruh kaki atau sebagian tungkai
Anamnesis
Informasi penting adalah pasien telah mengidap DM sejak lama. Gejala-gejala neuropati diabetes yang sering ditemukan adalah kesemutan, rasa panas di telapak kaki, kram, badan sakit semua terutama malam hari. Gejala neuropati menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak merasakan nyeri sahingga mengakibatkan luka pada kaki.Manifestasi gangguan pembuluh darah berupa nyeri tungkai sesudah berjalan pada jarak tertentu akibat aliran darah yang ke tungkai berkurang (klaudikasio intermitten). Manifestasi lain berupa ujung jari terasa dingin, nyeri kaki di waktu malam, denyut arteri hilang dan kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati ini menyebabkan penurunan suplai nutrisi dan oksigen sehingga menyebabkan luka yang sukar sembuh.
Pemeriksaan fisik
InspeksiKesan umum akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah akibat berkurangnya produksi keringat. Hal ini disebabkan karena denervasi struktur kulit. Tampak pula hilangnya rambut kaki atau jari kaki, penebalan kuku, kalus pada daerah yang mengalami penekanan seperti pada tumit, plantar aspek kaput metatarsal. Adanya deformitas berupa claw toe sering pada ibu jari. Pada daerah yang mengalami penekanan tersebut merupakan lokasi ulkus diabetikum karena trauma yang berulang-ulang tanpa atau sedikit dirasakan pasien. Terutama dari derajatnya saat ditemukan, ulkus yang trelihat mungkin hanya suatu ulkus superfisial yang hanya terbatas pada kulit dengan dibatasi kalus yang secara klinis tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi. Pada derajat 3 tampak adanya pus yang keluar dari ulkus. Gangren tampak sebagai daerah kehitaman yang terbatas pada jari atau melibatkan seluruh kaki
PalpasiKulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan kulit yang sehat. Oklusi arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta hilangnya pulsasi pada arteri yang terlibat. Kalus disekeliling ulkus akan terasa sebagai daerah yang tebal dan keras. Deskripsi ulkus harus jelas karena sangat mempengaruhi prognosis serta tindakan yang akan dilakukan. Apabila pus tidak tampak maka penekanan pada daerah sekitar ulkus sangat penting untuk mengetahui ada tidaknya pus. Eksplorasi dilakukan untuk melihat luasnya kavitas serta jaringan bawah kulit, otot, tendo serta tulang yang terlibat.
Pemeriksaan sensorikRisiko pembentukan ulkus sangat tinggi pada penderita neuropati sehingga apabila belum tampak adanya ulkus namun sudah ada neuropati sensorik maka proses pembentukan ulkus dapat dicegah.Cara termudah dan murah adalah dengan pemakaian nilon monofilamen 10 gauge. Test positif apabila pasien tidak mampu merasakan sentuhan monofilamen ketika ditekankan pada kaki walau monofilamennya sampai bengkok. Kegagalan merasakan monofilamen 4 kali dari sepuluh tempat yang berbeda mempunyai spesifitas 97% serta sensitifitas 83%
Pemeriksaan vaskulerDisamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa dengan test vaskuler noninvasive yang meliputi pungukuran oksigen transkutaneus, ankle-brachial index (ABI), dan absolute toe systolic pressure. ABI didapat dengan cara membagi tekanan sistolik betis denga tekanan sistolik lengan. Apabila didapat angka yang abnormal perlu dicurigai adanya iskemia. Arteriografi perlu dilakukan untuk memastikan terjadinya oklusi arteri
Pemeriksaan radiologisPemeriksaan radiologi akan dapat mengetahui apakah didapat gas subkutan, benda asing serta adanya osteomielitis.
Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan darah rutin menunjukkan angka lekosit yang meningkat bila sudah terjadi infeksi. Gula darah puasa dan 2 jam PP harus diperiksa untuk mengetahui kadar gula dalam lemak. Albumin diperiksa untuk mengetahui status nutrisi pasien.
Pengelolaan1. Kontrol nutrisi dan metabolikFaktor nutrisi meru[akan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 g/dL dan mempertahankan albumin diatas 3,5 g/dL. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%.Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaiknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehinga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.
2.kontrol stres mekanikPerlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi bed rest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat di tempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilundungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang di tempat yang sama menyebabkan bakteri masuk ke tempat luka.
3. obat-obatanPencegahan infeksi sistemik karena luka lama yang sukar sembuh dan penanganan pengobatan DM merupakan faktor utama keberhasilan pengobatan secara keseluruhan. Pemberian obat untuk sirkulasi darah perifer dengan pendekatan multidisiplin (reologi-vasoaktif-neurotropik-antiagregasi-antioksidan-antibiotika).
4. tindakan bedahBerdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner, maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:Derajat 0 perawatan lokal secara khusus tidak adaDerajat I-IV pengelolaan medik dan bedah minorDerajat V amputasiDebridemen yang adekuat merupakan langkah awal tindakan bedah. Debridemen harus
meliputi seluruh jaringan nekrotik dan kalus yang mengelilinginya sampai tampak tepi luka yang sehat dengan ditandai adanya perdarahan.
Secara teknis, amputasi kaki atau mutilasi jari dapat dilakukan menurut tingkatan sebagai berikut- Jari nekrotik: disartikulasi (tanpa pembiusan)- Mutilasi jari terbuka (pembiusan setmpat)- Osteomioplasti: memotong bagian tulang di luar sendi- Amputasi miodesis (dengan otot jari/ kaki)- Amputasi transmetatarsal- Amputasi syme
Bila daerah gangrene menyebar lebih kranial, maka dilakukan amputasi bawah lutut atau bahkan amputasi atas lutut. Tujuan amputasi atau mutilasi adalah:- Membuang jaringan nekrotik- Menghilangkan nyeri- Drainase nanah dan penyembuhan luka sekunder- Merangsang vaskularisasi baru- Rehabilitasi yang terbaik
PencegahanPemakaian sepatu harus pas dengan lebar serta kedalaman yang cukup untuk jari-jari kaki. Sepatu kulit lebih dianjurkan karena mudah beradaptasi dengan bentuk kaki serta bisa ‘bernapas’. Kaos kaki juga harus pas, tidak boleh melipat. Hindari pemakaian sandal atau alas kaki dengam jari terbuka. Hindari berjalan tanpa alas kaki.Trauma minor dan infeksi kaki seperti terpotong, lecet, lepuh, dan tinea pedis bila diobati sendiri oleh pasien denga obat bebas dapat menghambat penyembuhan luka. Membersihkan dengan hati-hati trauma minor sert aplikasi antibiotika topical bias mencegah infeksi lebih lanjut serta memlihara kelembaban kulit untuk mencagah pembentukan ulkus.
Tips perawatan kaki yang dianjurkan- Inspeksi kaki tiap hari terhadapa adanya lesi, perdarahan diantara jari-jari.- Gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan tumit- Cuci kaki tiap hari dengan air sabun dan keringkan, terutama diantara jari- Gunakan krim atau losion pelembab- Jangan gunakan larutan kimia/ asam untuk membuang kalus- Potong kuku dengan hati-hati, hindari terjadinya luka- Hindari merokok- Hindari suhu yang terlalu panas
Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum pada Pedis Sinistra
Dibuat oleh: Nur Hamam P,Modifikasi terakhir pada Wed 18 of Apr, 2012 [23:09]
Abstrak
Diabetes mellitus adalah salah satu penyakit metabolik berupa gangguan metabolisme karbohidrat, yakni penurunan kemampuan penggunaan glukosa sehingga mengkibatkan adanya penumpukan glukosa di dalam darah (hiperglikemia). Adapun penyebab terjadinya penimbunan kadar glukosa di dalam darah tersebut ialah adanya gangguan berupa kurangnya sekresi enzim insulin pada pancreas / defisiensi insulin absolute (DM tipe 1), atau terjadin gangguan fungsi pada enzim insulin tersebut dalam metabolisme glukosa / defisiensi insulin relatif (DM tipe 2)1,2,3
Isi
Pasien baru datang ke IGD dengan keluhan terdapat luka pada kaki kirinya yang tak sembuh. Luka diakui pasien timbul sejak kurang lebih 4 bulan yang lalu setelah kecelakaan ditabrak truk, semakin lama luka semakin membengkak dan bernanah sejak 1 minggu SMRS. Pasien sudah mencoba mengobati lukanya dengan betadine tapi luka tak kunjung sembuh sehingga pasien berobat ke IGD.
Pasien juga mengeluh adanya mual dan lemas, nafsu makan menurun. Pasien mengeluh sering haus, sering merasa lapar dan sering kencing, kemudian pasien juga mengeluh berat badannya terus menurun, sejak kurang lebih 1 tahun terakhir, pasien sudah memeriksakan diri ke puskesmas, dan dikatakan bahwa pasien memiliki penyakit gula dan dianjurkan untuk rutin meminum obat, tetapi obat tidak diminum rutin.
Pemeriksaan fisik didapatkan ulkus pada kaki kiri, dan pada pemeriksaan laboratorium awal didapatkan nilai GDS 394 mg/dl dengan nilai AL 18,2 ribu.
Diagnosis
- Diabetes Mellitus Tipe 2 non-obese dengan Ulkus Pedis Sinistra
- Dispepsia
Terapi
1. Non Farmakologis
- Istirahat baring
- Diet tinggi protein ( Ekstra putih telur )
- Edukasi perawatan kaki dan pencegahan luka berikutnya
2. Farmakologis
- IVFD NaCl 0,9 % 30 tpm
- Inj. Ceftriaxon 2x1 gr (IV)
- Clindamycin 2x300mg
- Inj Ranitidin 2x1A prn (IV)
- RI 3x 10 IU (SC) Hr-1
- RI 3x 14 IU (SC) Hr-2
- RI 3x 16 IU (SC) Hr-3
- Glibenclamid 1-1/2-0 (PO) Hr-4
- Metformin 3x1/2tab (PO) Hr-4
3. Cek GDS pagi-sore
Diskusi
Diabetes mellitus adalah salah satu penyakit metabolik berupa gangguan metabolisme karbohidrat, yakni penurunan kemampuan penggunaan glukosa sehingga mengkibatkan adanya penumpukan glukosa di dalam darah (hiperglikemia).
Diagnosis Diabetes Mellitus dapat ditegakkan jika5:
1. Kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL pada orang yang memiliki tanda klinis / gejala khas diabetes mellitus, atau
2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dL. Puasa berarti tidak ada asupan kalori selama 10 jam sebelum pengambilan sampel darah vena, atau
3. Kadar glukosa plasma >200 mg/dL, pada 2 jam sesudah pemberian beban glukosa oral 75g.
Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi diabetes mellitus yang berupa kematian jaringan akibat kekurangan aliran darah, biasanya terjadi dibagian ujung kaki atau tempat tumpuan tubuh. Namun untuk menegakkan derajat kaki
diabetik pada pasien ini diperlukan rontgen pada kaki pasien yang mengalami ulkus untuk melihat kedalaman dan mengklasifikasikan derajat ulkus.
1. Klasifikasi Menurut Wagner
Klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner adalah sebagai berikut 6,7
- Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masi utuh
- Derajat I : Ulkus superficial, tanpa infeksi, terbatas pada kulit
- Derajat II : Ulkus dalam disertai selulitis tanpa abses atau kehilangan tulang
- Derajat III : Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luas yang dalam hingga mencapai tendon dan tulang, dengan atau tanpa osteomyelitis
- Derajat IV : gangren terbatas, yaitu pada ibu jari kaki atau tumit
Pengelolaan
Berdasarkan patogenesisnya, maka langkah pertama yang harus dilakukan pada pasien diabetes mellitus adalah pengendalian glukosa darah. Tiga studi epidemiologi besar, Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Study (UKPDS) membuktikan bahwa dengan mengendalikan glukosa darah, komplikasi kronik diabetes dapat dikurangi6. Pengendalian kadar glukosa darah dapat dilakukan antara lain dengan cara mengatur pola makan, latihan fisik teratur, serat dengan obat-obatan antihiperglikemi. Salah satu obat antihiperglikemi yang diberikan pada pasien ini adalah insulin.
Menurut adam (1998) pada keadaan infeksi berat terutama pada ulkus DM, penggunaan antibiotika harus dilakukan semaksimal mungkin, dengan pemikiran bahwa infeksi berat umumnya disebabkan oleh lebih dari satu jenis kuman, disamping itu juga sering disertai kuman anaerob 6
Selain pemberian antibiotika, juga diberikan obat-obat untuk menghilangkan gejala yang ada. Terapi simptomatik pada pasien dengan ulkus pedis diabetik meliputi semua tindakan medis yang bertujuan menghilangkan atau mengurangi gejala sekunder akibat peningkatan glukosa darah. Pada pasien diabetes melitus dengan ulkus pedis, seringkali ditemukan penyebaran infeksi melalui ulkus, demam, nyeri dan gangguan pencernaan.6, 10
Eradikasi total diabetik foot jarang terjadi. Meskipun dapat mengering, resiko timbulnya ulkus berulang tetap tinggi jika glukosa darah tidak terkendali. Oleh karena itu, edukasi pasien untuk beradaptasi dengan situasi tersebut menjadi sangat penting dalam pengelolaan diabetes mellitus dengan ulkus. Ward et al 11 meneliti bahwa kepuasan pasien paska perawatan ulkus pedis diabetikum lebih tinggi pada
mereka yang sebelumnya diberikan edukasi dan psikoterapi. Perlu penjelasan terhadap pasien tentang bahaya kurang atau hilangnya sensasi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki pada setiap pertemuan dengan dokter, dan perlunya evakuasi secara teratur terhadap kemungkinan timbulnya kembali ulkus pedis paska perawatan sebelumnya.12
Berdasarkan klasifikasi Wagner, dapat ditentukan tindakan yang tepat sesuai dengan derajat ulkus yang ada. Tindakan tersebut yaitu :7
- Derajat 0 : tidak ada perawatan lokal secara khusus
- Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
- Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan bedah mayor misalnya amputasi
Debridemen yang adekuat merupakan langkah awal tindakan bedah. Debridemen harus meliputi seluruh jaringan nekrotik dan kalus yang mengelilinginya sampai tampak tepi luka yang sehat dengan ditandai adanya perdarahan. Pasien bahkan dokter kadang ragu terhadap tindakan ini, namun akan terkejut saat melihat munculnya jaringan baru yang tumbuh.
Secara teknis amputasi kaki atau mutilasi jari dapat dilakukan menurut tingkatan sebagai berikut:
· jari nekrotik: disartikulasi (tanpa pembiusan)
· mutilasi jari terbuka (pembiusan setempat)
· osteomioplasti: memotong bagian tulang diluar sendi
· amputasi miodesis (dengan otot jari/kaki)
· amputasi transmetatarsal
· amputasi syme
Bila daerah gangren menyebar lebih kranial, maka dilakukan amputasi bawah lutut atau bahkan amputasi atas lutut. Tujuan amputasi atau mutilasi adalah :
· membuang jaringan nekrotik
· menghilangkan nyeri
· drainase nanah dan penyembuhan luka sekunder
· merangsang vaskularisasi baru.
· rehabilitasi yang terbaik 8
Kesimpulan
Diabetes mellitus adalah salah satu penyakit metabolik berupa gangguan metabolisme karbohidrat, yakni penurunan kemampuan penggunaan glukosa sehingga mengkibatkan adanya penumpukan glukosa di dalam darah (hiperglikemia). Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi diabetes mellitus yang berupa kematian jaringan akibat kekurangan aliran darah, biasanya terjadi dibagian ujung kaki atau tempat tumpuan tubuh. Namun untuk menegakkan derajat kaki diabetik pada pasien ini diperlukan rontgen pada kaki pasien yang mengalami ulkus untuk melihat kedalaman dan mengklasifikasikan derajat ulkus
Diabetes Melitus dan Ulkus DiabetikumBAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes adalah penyakitseumur hidupditandai denganpeningkatan kadarguladalamdarah. Diabetes adalah penyebabutama yangmenyebabkankebutaandan penyakitginjaldi seluruh dunia.Diabetes mellitusadalah penyakitkronis yang disebabkan olehketurunanatau diperolehkarena kekuranganproduksi insulinoleh pankreas, atau olehtidakefektifnyainsulinyang dihasilkan (Riaz, 2009).
Diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pngidap diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang (Suyono, 2009).
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 sampai 1,6%, kecuali di dua tempay yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang 2,3% dan di Manado 6% (Suyono, 2009).
Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (Dep.Kes.RI).
Diperkirakan masih banyak (sekitar 50%) penyandang diabetes yang belum terdiagnosis di Indonesia.Selain itu hanya dua pertiga saja dari yang terdiagnosis yang menjalani pengobatan, baik non farmakologis maupun farmakologis.Dari yang menjalani pengobatan tersebut hanya sepertiga saja yang menjalani pengobatan dengan baik.Bukti-bukti menunjukkan bahwa komplikasi diabetes dapat dicegah dengan kontrol glikemik yang optimal.Kontrol glikemik yang optimal sangatlah penting, namun demikian di Indonesia sendiri target pencapaian kontrol glikemik belum tercapai, rerata HbA1c masih 8%, masih di atas target yang diinginkan yaitu 7% (Soewondo, 2011).
Tingginya prevalensi DM di Indonesia, dan perkiraan adanya peningkatan di tahun-tahun mendatang menyebabkan perlunya antisipasi dan tidakan segera dalam penatalaksanaan DM. Penatalaksanaan DM meliputi dua pendekatan, yaitu pendekatan tanpa obat dan pendekatan dengan obat. Pendekatan tanpa obat dilakukan dengan cara pengaturan pola makanan dan latihan jasmani, sedangkan pendekatan dengan obat dilakukan manakala pendekatan tanpa obat saja kurang efektif (Kusumadewi, 2009).
B. Tujuan
Penulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada tenaga medis dan dokter mengenai penyakit diabetes melitus sehingga dengan mengetahui lebih dini, maka untuk penegakan diagnosis dalam perjalanan penyakitnya bisa terdiagnosa secara cepat dan tepat serta mendapatkan penanganan yang lebih baik, efektif dan efisien dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Tn. H
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Alamat : Baki, Sukoharjo
No RM : 190610
Masuk Rumah Sakit : 5 Mei 2012
Jam : 14.34 WIB
Tanggal pemeriksaan : 9 Mei 2012
ANAMNESA
Autoanamnesa
Keluhan Utama :
Luka pada kaki kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo pada tanggal 5 Mei 2012 jam 14.34 WIB dengan keluhan luka pada kaki kiri 1 minggu yang lalu. Sebelumnya pasien merasa jimpe-jimpe di kaki dan tangannya, lalu pasien menghangatkan kakinya di atas jerami panas, dan timbul luka. Dirasa luka makin meluas dan pasien merasa pusing terutama saat memulai beraktifitas, maka pasien berobat ke IGD RSUD Sukoharjo. Hari pemeriksaan (9 Mei 2012) pasien mengeluh pusing cenut-cenut, dan
jimpe di kaki dan tanggannya, pasien juga mengeluh banyak makan, banyak minum dan sering kencing. BAB normal, mual (-), muntah (-). Pasien merupakan penderita DM sejak 5 tahun yang lalu, tetapi tidak teratur berobat.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit serupa disangkal.
Riwayat stroke disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat mondok di RS (-).
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat stroke disangkal.
Riwayat diabetes disangkal.
Riwayat Lingkungan Sosial :
- Pasien adalah seorang suami.
- Pasien tinggal bersama istrinya dan anaknya.
- Pasien sudah tidak bekerja.
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis :
Keadaan umum : cukup (lemas), kesadaran compos mentis.
Vital Sign : TD = 120/70 mmHg, Suhu = 35,8ºC, Nadi = 100x/menit, Respirasi = 24x/menit.
Mata : Kornea mata kiri terdapat sikatrik, conjunctiva anemis tidak didapatkan, sklera tidak ikterik, reflek cahaya positif.
Leher : pembesaran kelenjar getah bening tidak didapatkan, peningkatan tekanan vena jugularis tidak ada.
Thorax : Inspeksi dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Palpasi cor : ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan gerak (-)
Perkusi cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra. Pulmo : sonor diseluruh lapang paru,
Auskultasi cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler, kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abdomen : Inspeksi sikatrik (-), dinding perut sama tinggi dari dinding dada
Auskultasi peristaltik (+) Normal
Palpasi nyeri tekan epigastrium (+), hepatomegali (-), splenomegali (-) turgor elastisitas kulit normal
Perkusi timpani di keempat kuadran, nyeri ketok kostovertebral (-)
Extremitas : tidak ditemukan oedema, terdapat ulkus diabetikum pedis sinistra.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 5 Mei 2012 :
Creatinin1,06 mg/dl, SGOT26,62 U/L, SGPT34,94 U/L, Urea35,43 mg/dl, HbsAG(-),GDS491 mg/dl
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 6 Mei 2012:
WBC 19800/µL, RBC 3,09.106/µL, Hemoglobin 9,6 g/dL, HCT26,4%, MCV85,4 fL, MCH 31,1 Pg, MCHC 36,4 g/dL, PLT 451.103/µL. RDW 13,3 %, PCT 0,20%, MPV 4,6 fL, PDV 17,9 %.Gol. darah B
Hasil Pemeriksaan EKG: Sinus takikardi, HR 115 x/menit
DIAGNOSIS
Diabetes Melitus dengan ulkus diabetikum kaki kiri.
TERAPI
Infus RL 20 tpm
Cefotaxim 1gr/12 jam
Antalgin 1gr/12 jam
Ranitidin 1gr/12 jam
Insulin 10-10-10
Medikasi kaki
FOLLOW UP
Tanggal 6 Mei 2012
S:Keluhan(-), pusing(-), mual (-), muntah(-), lemas(-), BAB (+), BAK (+)
O: TD: 110/60 mmHg T:37,60C
N: 100x/menit Rr: 24x/menit
Kep: CA-/- SI -/-
Tho: Inspeksi dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Palpasi cor : ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan gerak (-)
Perkusi cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra. Pulmo : sonor diseluruh lapang paru,
Auskultasi cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler, kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abd: Supel, peristaltik (+), hepar/lien tak teraba.
GDS: 226 mg/dl
A: DM dengan ulkus diabetikum
P: RL 20 tpm
Cefotaxim igr/12 jam
Antalgin 1gr/12 jam
Ranitidine 1gr/12 jam
Sohobion 2x1 tab
Insulin 10-10-1
Tanggal 7 Mei 2012
S: jimpe-jimpe (+), pusing (-), BAB (+) BAK (+)
O: TD: 110/70 mmHg, N: 80 x/mnt, Rr: 20 x/mnt, T: 360C
GDS: 281 mg/dl
Kep: CA-/- SI-/-
Tho: Kep: CA-/- SI -/-
Tho: Inspeksi dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Palpasi cor : ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan gerak (-)
Perkusi cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra. Pulmo : sonor diseluruh lapang paru,
Auskultasi cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler, kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abd: Supel, peristaltik (+), hepar/lien tak teraba.
Ekst: ulkus pedis sinistra
A: DM dengan ulkus diabetikum
P: RL 20 tpm
Cefazolin 1gr/12 jam
Antalgin K/P
Ranitidine 1gr/12 jam
Metronidazole 500mg/12 jam
Insulin 14-14-12
Tanggal 8 Mei 2012
S: Jimpe-jimpe (+),pusing (-), BAB (+) BAK (+)
O: TD: 110/60 mmHg, N: 83 x/mnt, Rr: 20 x/mnt, T: 380C
GDS: 240 mg/dl
Kep: CA-/- SI-/-
Tho Kep: CA-/- SI -/-
Tho: Inspeksi dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Palpasi cor : ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan gerak (-)
Perkusi cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra. Pulmo : sonor diseluruh lapang paru,
Auskultasi cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler, kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abd: Supel, peristaltik (+), hepar/lien tak teraba.
Ekst: ulkus pedis sinistra
A: DM dengan ulkus diabetikum
P: RL 20 tpm
Cefazolin 1gr/12 jam
Antalgin K/P
Ranitidine 1gr/12 jam
Metronidazole 500mg/12 jam
Insulin 16-16-14
Tanggal 9 Mei 2012
S: Jimpe-jimpe (+),pusing (+), BAB (+) BAK (+)
O: TD: 120/70 mmHg, N: 108 x/mnt, Rr: 24 x/mnt, T: 35,80C
GDS: 290 mg/dl
Kep: CA-/- SI-/-
Tho: Kep: CA-/- SI -/-
Tho: Inspeksi dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Palpasi cor : ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan gerak (-)
Perkusi cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra. Pulmo : sonor diseluruh lapang paru,
Auskultasi cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler, kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abd: Supel, peristaltik (+), hepar/lien tak teraba.
Ekst: ulkus pedis sinistra
A: DM dengan ulkus diabetikum
P: RL 20 tpm
Cefazolin 1gr/12 jam
Antalgin K/P
Ranitidine 1gr/12 jam
Insulin 18-18-16
Tanggal 10 Mei 2012
S: Jimpe-jimpe (+),pusing (-), mual muntah (-), BAB(+),BAK(+)
O: TD: 130/70 mmHg, N: 84 x/mnt, Rr: 20 x/mnt, T: 360C
GDS: 200 mg/dl
Kep: CA-/- SI-/-
Tho: Kep: CA-/- SI -/-
Tho: Inspeksi dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Palpasi cor : ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan gerak (-)
Perkusi cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra. Pulmo : sonor diseluruh lapang paru,
Auskultasi cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler, kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abd: Supel, peristaltik (+), hepar/lien tak teraba.
Ekst: ulkus pedis sinistra
A: DM dengan ulkus diabetikum
P: RL 20 tpm
Cefazolin 1gr/12 jam
Antalgin 1A/12j
Ranitidin1gr/12 j
Metronidazole 500mg/12 jam
Pamol KP
Insulin 14-14-12
Saat kasus dibuat pasien masih rawat inap.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Purnamasari, 2009).
B. Etiologi
Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin. Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes yang tergantung kepada insulin) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun (Purnamasari, 2009).
Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas.Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik (Purnamasari, 2009).
Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen.Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin, NIDDM), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal.Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif.Diabetes tipe II bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas,80-90% penderita mengalami obesitas.Diabetes tipe II juga cenderung diturunkan (Purnamasari, 2009).
Penyebab diabetes lainnya adalah kadar kortikosteroid yang tinggi, kehamilan (diabetes gestasional), obat-obatan, racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin (Purnamasari, 2009).
C. Gejala Klinis
Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita) (Purnamasari, 2009).
D. Patofisiologi
Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara klinis.Pada saat tersebut sel beta pancreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pancreas, baru akan terjadi diabetes mellitus secara klinis, yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi criteria diagnosis diabetes mellitus. Otot adalah pengguna glukosa yang paling banyak sehingga resistensi insulin mengakibatkan kegagalan ambilan glukosa oleh otot.Fenomena resistensi insulin ini terjadi beberapa decade sebelum onset DM dan telah dibuktikan pada saudara kandung DM tipe 2 yang normogenik.Selain genetic, factor lingkungan juga mempengaruhi kondisi resistensi insulin.Pada awalnya, kondisi resistensi insulin ini dikompensasi oleh peningkatan sekresi insulin oleh sel beta pancreas.Seiring dengan progresifitas penyakit maka produksi insulin ini berangsur menurun menimbulkan klinis hiperglikemia yang nyata.Hiperglikemia awalnya terjadi pada fase setelah makan saat otot gagal melakukan ambilan glukosa dengan optimal. Pada fase berikutnya dimana produksi insulin semakin menurun, maka terjadi produksi glukosa hati secara berlebihan dan mengakibatkan meningkatnya kadar glukosa darah pada saat puasa. Hiperglikemia yang terjadi memperberat gangguan sekresi insulin yang sudah ada dan disebut dengan fenomena glukotoksisitas (Soegondo, 2009).
E. Diagnosis
Diagnosis diabetes mellitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar glukosuria.Guna menentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa darah secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka criteria diagnostic yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO (Soewondo, 2011).
Kecurigaan DM perlu difikirkan apabila terdapat keluhan klasik:
- Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO).
(Soewondo, 2011)
Kriteria diagnosis Diabetes Melitus bisa dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Kriteria Diagnostik DM
Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
Atau
Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Atau
Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
(Sumber: Soewondo, 2011)
F. Penatalaksanaan
Pilar penatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan non farmakologi, yaitu berupa pemberian edukasi, perencanaan makan/terapi nutrisi medic, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila terdapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dalam langkah-langkah non farmakologi tersebut belum mampu mencapai sasaran pengendalian DM, maka dilanjutkan dengan penggunaan perlu terapi medika mentosa atau intervensi farmakologi di samping tetap melakukan pengaturan makan dan aktivitas fisik yang sesuai (Soegondo, 2009).
Macam-macam obat antihiperglikemik oral:
a. Golongan insulin sensitizing
1. Biguanid
Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia (Muchid, et.al., 2005).
2. Glitazone
Glitazone (Thiazolidinedines), merupakan agonist peroxisome proliferator-activated reseptor gama (PPARa) yang sangat selektif dan poten. Reseptor PPARa terdapat di jaringan target kerja
insulin seperti jaringan adipose, otot, skelet dan hati. Glitazone merupakan regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposity, dan kerja insulin.Sama seperti metformin, glitazone tidak menstimulasi produksi insulin lebi besar daripada metformin.Mengingat pentingnya dalam metabolism glukosa dan lipid, glitazone dapat meningkatkan efisiensi dan respons sel beta pancreas dengan menurunkan glukotoksisitas dan lipotoksisitas (Soegondo, 2009).
b. Golongan sekretatorik insulin.
1. Sulfonilurea
Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar pancreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans pancreas masih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pancreas.ang saat ini beredar adalah obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea generasi kedua yang dipasarkan setelah 1984, antara lain gliburida (glibenklamida), glipizida, glikazida, glimepirida, dan glikuidon (Munchid, et.al., 2005)
2. Glinid
Mekanisme kerja glinid juga melalui reseptor sulfonylurea (SUR) dan mempunyai struktur yang mirip dengan sulfonylurea, perbedaannya denga SUR adalah pada masa kerjanya yang lebih pendek.Mengingat lama kerjanya yang pendek, maka glinid digunakan sebagai obat prandial (Soegondo, 2009).
c. Penghambat alfa glukosidase
Acarbose hamper tidak diabsorbsi dan bekerja local pada saluran pencernaan. Acarbose mengalami metabolism di dalam saluran pencernaan.Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial (Soegondo, 2009).
d. Golongan incretin
Terdapat 2 hormon incretin yang dikeluarkan oleh saluran cerna yaitu glucose dependent insulinotropic polypeptide (GIP) dan glucagon like peptide-I (GLP-I) kedua hormone ini dikeluarkan sebagai respon terhadap asupan makanan sehingga meningkatkan sekresi insulin (Soegondo, 2009).
G. Komplikasi
Komplikasi kronik akibat DM akan meningkatkan angka kematian dan kesakitan; dapat dibagi menjadi 2 yaitu komplikasi vaskular dan non vaskular.Komplikasi vaskular dibagi menjadi komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular.Komplikasi makrovaskular adalah penyakit jantung koroner,cerebrovascular disease, gangguan pembuluh darah perifer.Komplikasi mikrovaskular adalah retinopati, neuropati, nefropati.Komplikasi non vaskular misalnya : gangguan fungsi seksual, gastroparesis, dan gangguan pada kulit. Peningkatan risiko terjadinya komplikasi ini berhubungan dengan hiperglikemi jangka lama; biasanya terjadi pada dekade kedua setelah melalui masa asimtomatik (Singgih, et.al., 2003).
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien ini didiagnosa diabetes melitus. Penegakan diagnosa ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sebagai berikut ini.
Dari hasil anamnesis riwayat penyakit sekarang didapatkan keluhan kaki kiri terdapat luka. Jimpe-jimpe di telapak tangan, BAB normal BAK normal, pusing (-), riwayat penyakit diabetes mellitus (+) sejak 5 tahun, pasien tidak rutin berobat.
Dari pemeriksaan fisik pada pasien, didapatkan beberapa tanda klinis, antara lain : ulkus pedis sinistra.
Hasil pemeriksaan Laboratorium 5 Mei 2012 Creatinin1,06 mg/dl, SGOT26,62 U/L,SGPT34,94 U/L, Urea35,43 mg/dl, HbsAG(-), GDS491 mg/dl. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 6 Mei 2012 : WBC 19800/µL, RBC 3,09.106/µL, Hemoglobin 9,6 g/dL, HCT26,4%, MCV85,4 fL, MCH 31,1 Pg, MCHC 36,4 g/dL, PLT 451.103/µL. RDW 13,3 %, PCT 0,20%, MPV 4,6 fL, PDV 17,9 %.Gol. darah B. Hasil Pemeriksaan EKG: Sinus takikardi, HR 115x/menit
Terapi yang diberikan pada pasien berupa :
1. Infus RL ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh dan memudahkan dalan pemberian terapi obat-obat parenteral.
2. Injeksi cefotaxim 1 gr/12jam
Cephalosporin spektrum luas semisintetik yang diberikan secara parenteral. Intramuscular diberikan sebasar 500 mg atau 1 gram, IV sebesar 500 mg, 1 g, dan 2 g.
3. Ranitidin 1 ampul/12 jam
Pada pasien ini diberikan obat golongan antihistamin, antagonis reseptor H2 sebab obat ini bekerja dengan cara memblok efek histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung sehingga dapat mengurangi keluhan perut dan mencegah stress ulcer pada pasien ini.
4. Cefazolin 1 ampul/12 jam
Antibiotik golongan cephalosporin, diindikasikan untuk infeksi gram positif atau gram negative.
5. Metronidazole 500 mg/12 jam
Antibakteri dan antiprotozoa sintetik derivat nitroimidazoi yang mempunyai aktifitas bakterisid, amebisid dan trikomonosid.Dalam sel atau mikroorganisme metronidazole mengalami reduksi menjadi produk polar. Hasil reduksi ini mempunyai aksi antibakteri dengan jalan menghambat sintesa asam nukleat.Metronidazole efektif terhadap Trichomonas vaginalis, Entamoeba histolytica, Gierdia lamblia. Metronidazole bekerja efektif baik lokal maupun sistemik.
6. Antalgin 1 ampul/8 jam
Merupakan obat antiinflamasi non steroid, digunakan untuk mengatasi nyeri.
7. Sohobion 2X1 tab
Vitamin B1, B6, B12. Digunakan untuk defisiensi vit B1, B6, B12, neuritis perifer, dan neuralgia.
8. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
a. Penurunan berat badan yang cepat.
b. Hiperglikemia yang berat yang disertai ketosis
c. Ketoasidosis diabetic.
d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik.
e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat.
f. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal.
g. Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke).
h. Kehamilan dengan DM/ diabetes mellitus gestational yang tidak terkendali dengan perencanaan makan.
i. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan pasien laki – laki usia 52 tahun dengan keluhan luka pada kaki kiri kurang lebih 1 minggu yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan keadaan cukup. Ekstremitas terdapat ulkus pedis sinistra.
Hasil pemeriksaan Laboratorium 5 Mei 2012 Creatinin1,06 mg/dl, SGOT26,62 U/L,SGPT34,94 U/L, Urea35,43 mg/dl, HbsAG(-), GDS491 mg/dl. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 6 Mei 2012 : WBC 19800/µL, RBC 3,09.106/µL, Hemoglobin 9,6 g/dL, HCT26,4%, MCV85,4 fL, MCH 31,1 Pg, MCHC 36,4 g/dL, PLT 451.103/µL. RDW 13,3 %, PCT 0,20%, MPV 4,6 fL, PDV 17,9 %.Gol. darah B. Hasil Pemeriksaan EKG: Sinus takikardi, HR 115 x/menit
Terapi pada pasien ini bersifat simtomatis dengan mengurangi gejala klinis. Pada pasien ini telah dilakukan penanganan terapi simtomatikyang maksimal, dan dalam evaluasinya pasien memberikan perkembangan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Dep.Kes.RI. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang. Diakses tanggal 8 Mei 2012.http://m.depkes.go.id/index.php.
Kusumadewi, S. 2009. Aplikasi Informatika Medis Untuk Penatalaksanaan Diabetes Melitus Secara Terpadu.Dalam Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009).Yogyakarta.
Muchid, A., Umar,, F., Ginting, M.N., Basri, C., Wahyuni, R., Helmi, R., et.al., 2005.Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus.Jakarta: Direktorat Bina Rarmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Kesehatan Departemen Kesehatan.
Purnamasari, D. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal:1880-4.
Rani, A., Soegondo, S., Nasir, A.U.Z., Wijaya, I.P., Nafrialdi, Mansjoer, A. 2006.Paduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Riaz, S. 2009. Diabetes Mellitus.Department of Microbiology and Molecular Genetics. Pakistan: Punjab University.
Singgih, B., Jim, E., Pandelaki, K. 2003. Pola Komplikasi Kronik Pada Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUP Manado.Cermin Dunia Kedokteran no. 140.
Soegondo, S. 2009. Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes Melitu Tipe 2.Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal:1884-91.
Soewondo, P. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
Suharjo, J.B., Cahyono, B., 2007. Manajemen Ulkus Kaki Diabetik.Dexa Media vol. 20 no. 3
Suyono, S. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia. . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 1877-84.
Waspadji, S., 2009. Komplikasi Klonik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi. . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 1922-30.