ulkus.doc

34
Ulkus Diabetik Ulkus diabetik adalah cedera yang paling sering terjadi yang dapat mengarah pada amputasi tungkai bawah. Manajemen kaki diabetik membutuhkan pengetahuan khusus mengenai faktor risiko mayor dari amputasi, frekwensi evaluasi rutin dan perawatan pencegahan yang cermat. Faktor risiko paling sering yang mengubah menjadi bentuk ulkus diantaranya adalah diabetik neuropati, deformitas pada struktur kaki, dan PAOD. Pemeriksaan klinis yang teliti, ditunjang dengan pemeriksaan terhadap neuropati dan insufisensi arteri dapt mengidentifikasi pasien terhadap risiko untuk ulkus pedis dan membagi pasien apakah sudah memiliki ulkus atau hanya komplikasi kaki diabetes yang lain. Edukasi terhadap pasien mencakup hygiene kaki, perawatan kuku dan alas kaki yang tepat sangat penting dalam mengurangi risiko terjadinya perubahan hingga menjadi bentuk ulkus. Komplikasi kaki diabetik adalah penyebab tersering dari amputasi ekstremitas bawah nontraumatik dalam dunia industrialisasi ini. Risiko dari amputasi ekstremitas bawah adalah 15-46 kali lebih tinggi disbanding dengan orang yang tanpa diabetes mellitus. Selain itu, komplikasi kaki merupakan frekuensi paling sering untuk perawatan pasien dengan diabetes, terhitung mencapai 25% dari pasien dirawat dengan diabetes di Amerika serikat dan Inggris. Mayoritas dari komplikasi kaki diabetik yang berakhir dengan amputasi diawali dengan bentuk ulkus kulit. Deteksi dini dan penatalaksanaan yang tepat dari ulkus tersebut mencegah hingga 85% amputasi. Faktor risiko untuk amputasi ekstremitas bawah Risiko yang sering untuk amputasi pada kaki diabetik diantaranya neuropati perifer, deformitas struktur kaki, ulkus, infeksi dan penyakit pembuluh darah perifer (PAOD).

Upload: joseph-morin

Post on 25-Apr-2015

22 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

bedah

TRANSCRIPT

Page 1: Ulkus.doc

Ulkus Diabetik

Ulkus diabetik adalah cedera yang paling sering terjadi yang dapat mengarah pada amputasi tungkai bawah. Manajemen kaki diabetik membutuhkan pengetahuan khusus mengenai faktor risiko mayor dari amputasi, frekwensi evaluasi rutin dan perawatan pencegahan yang cermat. Faktor risiko paling sering yang mengubah menjadi bentuk ulkus diantaranya adalah diabetik neuropati, deformitas pada struktur kaki, dan PAOD. Pemeriksaan klinis yang teliti, ditunjang dengan pemeriksaan terhadap neuropati dan insufisensi arteri dapt mengidentifikasi pasien terhadap risiko untuk ulkus pedis dan membagi pasien apakah sudah memiliki ulkus atau hanya komplikasi kaki diabetes yang lain. Edukasi terhadap pasien mencakup hygiene kaki, perawatan kuku dan alas kaki yang tepat sangat penting dalam mengurangi risiko terjadinya perubahan hingga menjadi bentuk ulkus.

Komplikasi kaki diabetik adalah penyebab tersering dari amputasi ekstremitas bawah nontraumatik dalam dunia industrialisasi ini. Risiko dari amputasi ekstremitas bawah adalah 15-46 kali lebih tinggi disbanding dengan orang yang tanpa diabetes mellitus. Selain itu, komplikasi kaki merupakan frekuensi paling sering untuk perawatan pasien dengan diabetes, terhitung mencapai 25% dari pasien dirawat dengan diabetes di Amerika serikat dan Inggris.Mayoritas dari komplikasi kaki diabetik yang berakhir dengan amputasi diawali dengan bentuk ulkus kulit. Deteksi dini dan penatalaksanaan yang tepat dari ulkus tersebut mencegah hingga 85% amputasi.

Faktor risiko untuk amputasi ekstremitas bawahRisiko yang sering untuk amputasi pada kaki diabetik diantaranya neuropati perifer, deformitas struktur kaki, ulkus, infeksi dan penyakit pembuluh darah perifer (PAOD). Sangat penting untuk diketahui bahwa ulkus kaki dapat memiliki etiologi yang multifaktorial

Faktor risiko ulkus DM- Penderita DM lama- Kadar gula darah tinggi- Jenis kelamin- Umur- Perokok- Hipertensi- Obesitas- Hiperkolesterol

Page 2: Ulkus.doc

PatogenesisIskemia merupakan penyebab berkembangnya gangren pada apsien DM. dua kategori kelainan vaskulera. makrongiopatimakroangiopati yang berupa oklusi pembuluh darah ukuran sedang maupun besar menyebabkan iskemia dan gangren. Dengan adanya DM, proses aterosklerosis berlangsung cepat dan lebih berat dengan keterlibatan pembuluh darah multipel. 90% pasien mengalami tiga atau lebih oklusi pembuluh darah dengan oklusi yang segmental serta lebih panjang dibanding non DM. aterosklerosis biasanya proksimal namun sering berhubungan dengan oklusi arteri distal bawah lutut, terutama arteri tibialis anterior dan posterior, peronealis, metatarsalis, serta arteri digitalis.Faktor yang menerangkan terjadinya akselerasi aterogenesis meliputi kelainan metabolism lipoprotein, hipertensi, merokok, faktor genetik dan ras, serta meningkatnya thrombosisb. mikroangiopatimikroangiopati berupa penebalan membrane basalis arteri kecil, arteriola, kapiler dan venula. Kondisi ini merupakan akibat hiperglikemia menyebabkan reaksi enzimatik dan non enzimatik glukosa kedalam membran basalis. Penebalan membran basalis menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah.

KlasifikasiMenurut berat ringannya lesi, kelainan ulkus diaberikum dibagi menjadi enam derajat menurut Wagner, yaitu :

Derajat 0 tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai dengan kelainan bentuk kaki “claw,callus”Derajat I ulkus superficial terbatas pada kulitDerajat II ulkus dalam, menembus tendon atau tulangDerajat III abses dalam dengan atau tanpa osteomilitasDerajat IV ulkus pada jari kaki atau bagian distal kaki atau tanpa selulitasDerajat V ulkus pada seluruh kaki atau sebagian tungkai

Anamnesis

Informasi penting adalah pasien telah mengidap DM sejak lama. Gejala-gejala neuropati diabetes yang sering ditemukan adalah kesemutan, rasa panas di telapak kaki, kram, badan sakit semua terutama malam hari. Gejala neuropati menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak merasakan nyeri sahingga mengakibatkan luka pada kaki.Manifestasi gangguan pembuluh darah berupa nyeri tungkai sesudah berjalan pada jarak tertentu akibat aliran darah yang ke tungkai berkurang (klaudikasio intermitten). Manifestasi lain berupa ujung jari terasa dingin, nyeri kaki di waktu malam, denyut arteri hilang dan kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati ini menyebabkan penurunan suplai nutrisi dan oksigen sehingga menyebabkan luka yang sukar sembuh.

Page 3: Ulkus.doc

Pemeriksaan fisik

InspeksiKesan umum akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah akibat berkurangnya produksi keringat. Hal ini disebabkan karena denervasi struktur kulit. Tampak pula hilangnya rambut kaki atau jari kaki, penebalan kuku, kalus pada daerah yang mengalami penekanan seperti pada tumit, plantar aspek kaput metatarsal. Adanya deformitas berupa claw toe sering pada ibu jari. Pada daerah yang mengalami penekanan tersebut merupakan lokasi ulkus diabetikum karena trauma yang berulang-ulang tanpa atau sedikit dirasakan pasien. Terutama dari derajatnya saat ditemukan, ulkus yang trelihat mungkin hanya suatu ulkus superfisial yang hanya terbatas pada kulit dengan dibatasi kalus yang secara klinis tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi. Pada derajat 3 tampak adanya pus yang keluar dari ulkus. Gangren tampak sebagai daerah kehitaman yang terbatas pada jari atau melibatkan seluruh kaki

PalpasiKulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan kulit yang sehat. Oklusi arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta hilangnya pulsasi pada arteri yang terlibat. Kalus disekeliling ulkus akan terasa sebagai daerah yang tebal dan keras. Deskripsi ulkus harus jelas karena sangat mempengaruhi prognosis serta tindakan yang akan dilakukan. Apabila pus tidak tampak maka penekanan pada daerah sekitar ulkus sangat penting untuk mengetahui ada tidaknya pus. Eksplorasi dilakukan untuk melihat luasnya kavitas serta jaringan bawah kulit, otot, tendo serta tulang yang terlibat.

Pemeriksaan sensorikRisiko pembentukan ulkus sangat tinggi pada penderita neuropati sehingga apabila belum tampak adanya ulkus namun sudah ada neuropati sensorik maka proses pembentukan ulkus dapat dicegah.Cara termudah dan murah adalah dengan pemakaian nilon monofilamen 10 gauge. Test positif apabila pasien tidak mampu merasakan sentuhan monofilamen ketika ditekankan pada kaki walau monofilamennya sampai bengkok. Kegagalan merasakan monofilamen 4 kali dari sepuluh tempat yang berbeda mempunyai spesifitas 97% serta sensitifitas 83%

Pemeriksaan vaskulerDisamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa dengan test vaskuler noninvasive yang meliputi pungukuran oksigen transkutaneus, ankle-brachial index (ABI), dan absolute toe systolic pressure. ABI didapat dengan cara membagi tekanan sistolik betis denga tekanan sistolik lengan. Apabila didapat angka yang abnormal perlu dicurigai adanya iskemia. Arteriografi perlu dilakukan untuk memastikan terjadinya oklusi arteri

Page 4: Ulkus.doc

Pemeriksaan radiologisPemeriksaan radiologi akan dapat mengetahui apakah didapat gas subkutan, benda asing serta adanya osteomielitis.

Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan darah rutin menunjukkan angka lekosit yang meningkat bila sudah terjadi infeksi. Gula darah puasa dan 2 jam PP harus diperiksa untuk mengetahui kadar gula dalam lemak. Albumin diperiksa untuk mengetahui status nutrisi pasien.

Pengelolaan1. Kontrol nutrisi dan metabolikFaktor nutrisi meru[akan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 g/dL dan mempertahankan albumin diatas 3,5 g/dL. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%.Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaiknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehinga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.

2.kontrol stres mekanikPerlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi bed rest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat di tempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilundungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang di tempat yang sama menyebabkan bakteri masuk ke tempat luka.

3. obat-obatanPencegahan infeksi sistemik karena luka lama yang sukar sembuh dan penanganan pengobatan DM merupakan faktor utama keberhasilan pengobatan secara keseluruhan. Pemberian obat untuk sirkulasi darah perifer dengan pendekatan multidisiplin (reologi-vasoaktif-neurotropik-antiagregasi-antioksidan-antibiotika).

4. tindakan bedahBerdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner, maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:Derajat 0 perawatan lokal secara khusus tidak adaDerajat I-IV pengelolaan medik dan bedah minorDerajat V amputasiDebridemen yang adekuat merupakan langkah awal tindakan bedah. Debridemen harus

Page 5: Ulkus.doc

meliputi seluruh jaringan nekrotik dan kalus yang mengelilinginya sampai tampak tepi luka yang sehat dengan ditandai adanya perdarahan.

Secara teknis, amputasi kaki atau mutilasi jari dapat dilakukan menurut tingkatan sebagai berikut- Jari nekrotik: disartikulasi (tanpa pembiusan)- Mutilasi jari terbuka (pembiusan setmpat)- Osteomioplasti: memotong bagian tulang di luar sendi- Amputasi miodesis (dengan otot jari/ kaki)- Amputasi transmetatarsal- Amputasi syme

Bila daerah gangrene menyebar lebih kranial, maka dilakukan amputasi bawah lutut atau bahkan amputasi atas lutut. Tujuan amputasi atau mutilasi adalah:- Membuang jaringan nekrotik- Menghilangkan nyeri- Drainase nanah dan penyembuhan luka sekunder- Merangsang vaskularisasi baru- Rehabilitasi yang terbaik

PencegahanPemakaian sepatu harus pas dengan lebar serta kedalaman yang cukup untuk jari-jari kaki. Sepatu kulit lebih dianjurkan karena mudah beradaptasi dengan bentuk kaki serta bisa ‘bernapas’. Kaos kaki juga harus pas, tidak boleh melipat. Hindari pemakaian sandal atau alas kaki dengam jari terbuka. Hindari berjalan tanpa alas kaki.Trauma minor dan infeksi kaki seperti terpotong, lecet, lepuh, dan tinea pedis bila diobati sendiri oleh pasien denga obat bebas dapat menghambat penyembuhan luka. Membersihkan dengan hati-hati trauma minor sert aplikasi antibiotika topical bias mencegah infeksi lebih lanjut serta memlihara kelembaban kulit untuk mencagah pembentukan ulkus.

Tips perawatan kaki yang dianjurkan- Inspeksi kaki tiap hari terhadapa adanya lesi, perdarahan diantara jari-jari.- Gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan tumit- Cuci kaki tiap hari dengan air sabun dan keringkan, terutama diantara jari- Gunakan krim atau losion pelembab- Jangan gunakan larutan kimia/ asam untuk membuang kalus- Potong kuku dengan hati-hati, hindari terjadinya luka- Hindari merokok- Hindari suhu yang terlalu panas

Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum pada Pedis Sinistra

Dibuat oleh: Nur Hamam P,Modifikasi terakhir pada Wed 18 of Apr, 2012 [23:09]

Page 6: Ulkus.doc

Abstrak

Diabetes mellitus adalah salah satu penyakit metabolik berupa gangguan metabolisme karbohidrat, yakni penurunan kemampuan penggunaan glukosa sehingga   mengkibatkan   adanya   penumpukan   glukosa   di   dalam   darah (hiperglikemia). Adapun penyebab terjadinya penimbunan kadar glukosa di dalam darah tersebut ialah adanya gangguan berupa kurangnya sekresi enzim insulin pada pancreas / defisiensi insulin absolute (DM tipe 1), atau terjadin gangguan fungsi pada enzim insulin tersebut dalam metabolisme glukosa / defisiensi insulin relatif (DM tipe 2)1,2,3

 

Isi

Pasien baru datang ke IGD dengan keluhan  terdapat   luka   pada   kaki   kirinya   yang   tak sembuh. Luka   diakui   pasien   timbul   sejak   kurang   lebih   4 bulan yang lalu setelah kecelakaan ditabrak truk, semakin lama luka semakin membengkak   dan   bernanah   sejak   1 minggu SMRS. Pasien sudah   mencoba   mengobati   lukanya   dengan   betadine   tapi   luka   tak kunjung sembuh sehingga pasien berobat ke IGD.

Pasien juga mengeluh adanya  mual dan lemas, nafsu   makan menurun. Pasien mengeluh sering haus, sering merasa lapar dan sering kencing, kemudian pasien juga   mengeluh   berat   badannya   terus   menurun, sejak kurang lebih 1 tahun terakhir,  pasien sudah memeriksakan diri ke puskesmas, dan dikatakan bahwa pasien memiliki penyakit gula dan dianjurkan untuk rutin meminum obat, tetapi obat tidak diminum rutin.

Pemeriksaan fisik didapatkan ulkus pada kaki kiri, dan pada pemeriksaan  laboratorium awal didapatkan nilai GDS 394 mg/dl dengan nilai AL 18,2 ribu.

 

Diagnosis

-    Diabetes Mellitus Tipe 2 non-obese dengan Ulkus Pedis Sinistra

-    Dispepsia

 

Terapi

1.   Non Farmakologis

-      Istirahat baring

-      Diet tinggi protein ( Ekstra putih telur )

Page 7: Ulkus.doc

-      Edukasi perawatan kaki dan pencegahan luka berikutnya

2.   Farmakologis

-      IVFD NaCl 0,9 % 30 tpm

-      Inj. Ceftriaxon 2x1 gr (IV)

-      Clindamycin 2x300mg

-      Inj Ranitidin 2x1A prn (IV)

-      RI 3x 10 IU (SC) Hr-1

-      RI 3x 14 IU (SC) Hr-2

-      RI 3x 16 IU (SC) Hr-3

-      Glibenclamid 1-1/2-0 (PO) Hr-4

-      Metformin 3x1/2tab  (PO) Hr-4

3.   Cek GDS pagi-sore

 

Diskusi

Diabetes mellitus adalah salah satu penyakit metabolik berupa gangguan metabolisme karbohidrat, yakni penurunan kemampuan penggunaan glukosa sehingga   mengkibatkan   adanya   penumpukan   glukosa   di   dalam   darah (hiperglikemia).

Diagnosis Diabetes Mellitus dapat ditegakkan jika5:

1.  Kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL pada orang yang memiliki tanda klinis / gejala khas diabetes mellitus, atau

2.  Kadar gula darah puasa  >126 mg/dL. Puasa berarti tidak ada asupan kalori selama 10 jam sebelum pengambilan sampel darah vena, atau

3.  Kadar glukosa plasma  >200 mg/dL, pada 2 jam sesudah pemberian beban glukosa oral 75g.

Ulkus   diabetikum   merupakan   salah   satu   komplikasi   diabetes mellitus yang   berupa   kematian   jaringan   akibat   kekurangan   aliran   darah,   biasanya terjadi dibagian ujung kaki atau tempat tumpuan tubuh.  Namun   untuk menegakkan  derajat  kaki

Page 8: Ulkus.doc

diabetik  pada pasien ini diperlukan rontgen pada kaki   pasien   yang   mengalami   ulkus   untuk   melihat   kedalaman   dan mengklasifikasikan derajat ulkus.

1.         Klasifikasi Menurut Wagner

Klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner adalah sebagai berikut 6,7

-    Derajat 0   : Tidak ada lesi terbuka, kulit masi utuh

-    Derajat I    : Ulkus superficial, tanpa infeksi, terbatas pada kulit

-    Derajat II  : Ulkus dalam disertai selulitis tanpa abses atau kehilangan tulang

-    Derajat III : Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luas yang dalam   hingga   mencapai   tendon   dan   tulang,   dengan   atau   tanpa osteomyelitis

-    Derajat IV : gangren terbatas, yaitu pada ibu jari kaki atau tumit

Pengelolaan

Berdasarkan   patogenesisnya,   maka   langkah   pertama   yang   harus dilakukan  pada   pasien   diabetes   mellitus   adalah   pengendalian   glukosa darah. Tiga studi epidemiologi besar, Diabetes Control and Complication Trial   (DCCT)   dan   United   Kingdom   Prospective   Study   (UKPDS) membuktikan   bahwa   dengan   mengendalikan   glukosa   darah,   komplikasi kronik diabetes dapat dikurangi6. Pengendalian kadar glukosa darah dapat dilakukan   antara   lain   dengan   cara   mengatur   pola   makan,   latihan   fisik teratur,   serat   dengan   obat-obatan   antihiperglikemi.   Salah   satu   obat antihiperglikemi yang diberikan pada pasien ini adalah insulin.

Menurut   adam   (1998)   pada   keadaan   infeksi   berat terutama pada ulkus DM, penggunaan   antibiotika   harus   dilakukan   semaksimal mungkin, dengan pemikiran bahwa infeksi berat umumnya disebabkan oleh lebih dari satu jenis kuman, disamping itu juga sering disertai kuman anaerob 6

Selain   pemberian   antibiotika, juga   diberikan   obat-obat   untuk   menghilangkan gejala   yang   ada. Terapi simptomatik pada pasien dengan   ulkus   pedis   diabetik   meliputi   semua   tindakan   medis   yang bertujuan   menghilangkan   atau   mengurangi   gejala   sekunder   akibat peningkatan   glukosa   darah. Pada   pasien   diabetes   melitus   dengan   ulkus pedis,   seringkali   ditemukan   penyebaran   infeksi   melalui   ulkus,   demam, nyeri dan gangguan pencernaan.6, 10

Eradikasi total diabetik foot jarang terjadi. Meskipun dapat mengering, resiko   timbulnya   ulkus   berulang   tetap   tinggi   jika   glukosa  darah   tidak terkendali.   Oleh   karena   itu,   edukasi   pasien   untuk   beradaptasi   dengan situasi   tersebut   menjadi   sangat   penting   dalam   pengelolaan   diabetes mellitus dengan ulkus. Ward et al 11 meneliti bahwa kepuasan pasien paska perawatan   ulkus   pedis   diabetikum   lebih   tinggi   pada  

Page 9: Ulkus.doc

mereka   yang sebelumnya diberikan edukasi dan psikoterapi. Perlu penjelasan terhadap pasien tentang bahaya kurang atau hilangnya sensasi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan   kaki   pada   setiap   pertemuan   dengan   dokter,   dan   perlunya evakuasi secara teratur terhadap kemungkinan timbulnya kembali ulkus pedis paska perawatan sebelumnya.12

Berdasarkan klasifikasi Wagner, dapat ditentukan tindakan yang tepat sesuai dengan derajat ulkus yang ada. Tindakan tersebut yaitu :7

-    Derajat 0   : tidak ada perawatan lokal secara khusus

-    Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor

-    Derajat V  :   tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan  dengan bedah mayor misalnya amputasi

Debridemen yang adekuat merupakan langkah awal tindakan bedah. Debridemen   harus   meliputi   seluruh   jaringan   nekrotik   dan   kalus   yang mengelilinginya   sampai   tampak   tepi   luka   yang   sehat   dengan   ditandai adanya perdarahan. Pasien bahkan dokter kadang ragu terhadap tindakan ini,   namun   akan   terkejut   saat   melihat   munculnya   jaringan   baru   yang tumbuh.

Secara teknis amputasi kaki atau mutilasi jari dapat dilakukan menurut tingkatan sebagai berikut:  

· jari nekrotik: disartikulasi (tanpa pembiusan) 

· mutilasi jari terbuka (pembiusan setempat) 

· osteomioplasti: memotong bagian tulang diluar sendi 

· amputasi miodesis (dengan otot jari/kaki) 

· amputasi transmetatarsal 

· amputasi syme 

Bila daerah gangren menyebar lebih kranial, maka dilakukan amputasi bawah   lutut   atau   bahkan   amputasi   atas   lutut.  Tujuan   amputasi   atau mutilasi adalah :  

·          membuang jaringan nekrotik 

·          menghilangkan nyeri 

·          drainase nanah dan penyembuhan luka sekunder 

·          merangsang vaskularisasi baru. 

Page 10: Ulkus.doc

·          rehabilitasi yang terbaik 8 

 

Kesimpulan

Diabetes mellitus adalah salah satu penyakit metabolik berupa gangguan metabolisme karbohidrat, yakni penurunan kemampuan penggunaan glukosa sehingga   mengkibatkan   adanya   penumpukan   glukosa   di   dalam   darah (hiperglikemia). Ulkus   diabetikum   merupakan   salah   satu   komplikasi   diabetes mellitus yang   berupa   kematian   jaringan   akibat   kekurangan   aliran   darah,   biasanya terjadi dibagian ujung kaki atau tempat tumpuan tubuh.  Namun   untuk menegakkan  derajat  kaki diabetik  pada pasien ini diperlukan rontgen pada kaki   pasien   yang   mengalami   ulkus   untuk   melihat   kedalaman   dan mengklasifikasikan derajat ulkus

Page 11: Ulkus.doc

Diabetes Melitus dan Ulkus DiabetikumBAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Diabetes   adalah   penyakitseumur   hidupditandai   denganpeningkatan   kadarguladalamdarah. Diabetes   adalah   penyebabutama   yangmenyebabkankebutaandan   penyakitginjaldi   seluruh dunia.Diabetes   mellitusadalah   penyakitkronis   yang   disebabkan   olehketurunanatau diperolehkarena kekuranganproduksi   insulinoleh   pankreas,   atau   olehtidakefektifnyainsulinyang dihasilkan (Riaz, 2009).

Diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa   datang.   Diabetes   sudah  merupakan   salah   satu   ancaman   utama   bagi   kesehatan   umat manusia  pada  abad  21.  Perserikatan  Bangsa-Bangsa   (WHO)  membuat  perkiraan  bahwa  pada tahun 2000 jumlah pngidap diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang  dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang (Suyono, 2009).

Menurut   penelitian   epidemiologi   yang   sampai   saat   ini   dilaksanakan   di   Indonesia,   kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 sampai 1,6%, kecuali di dua tempay yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang 2,3% dan di Manado 6% (Suyono, 2009).

Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (Dep.Kes.RI).

Diperkirakan   masih   banyak   (sekitar   50%)   penyandang   diabetes   yang   belum   terdiagnosis   di Indonesia.Selain  itu hanya dua pertiga saja dari yang terdiagnosis yang menjalani pengobatan, baik  non   farmakologis  maupun   farmakologis.Dari   yang  menjalani  pengobatan   tersebut  hanya sepertiga   saja   yang   menjalani   pengobatan   dengan   baik.Bukti-bukti   menunjukkan   bahwa komplikasi diabetes dapat dicegah dengan kontrol glikemik yang optimal.Kontrol glikemik yang optimal   sangatlah   penting,   namun   demikian   di   Indonesia   sendiri   target   pencapaian   kontrol glikemik belum tercapai, rerata HbA1c masih 8%, masih di atas target yang diinginkan yaitu 7% (Soewondo, 2011).

Tingginya   prevalensi   DM   di   Indonesia,   dan   perkiraan   adanya   peningkatan   di   tahun-tahun mendatang menyebabkan perlunya antisipasi  dan tidakan segera dalam penatalaksanaan DM. Penatalaksanaan DM meliputi dua pendekatan,  yaitu pendekatan tanpa obat  dan pendekatan dengan  obat.   Pendekatan   tanpa   obat   dilakukan   dengan   cara   pengaturan   pola  makanan  dan latihan jasmani, sedangkan pendekatan dengan obat dilakukan manakala pendekatan tanpa obat saja kurang efektif (Kusumadewi, 2009).

Page 12: Ulkus.doc

B.     Tujuan

Penulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada tenaga medis dan dokter mengenai penyakit diabetes   melitus sehingga   dengan   mengetahui   lebih   dini,   maka   untuk   penegakan diagnosis   dalam   perjalanan   penyakitnya   bisa   terdiagnosa   secara   cepat   dan   tepat   serta mendapatkan penanganan yang  lebih baik,  efektif  dan efisien dan mencegah komplikasi   lebih lanjut.

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama                           : Tn. H

Umur                           : 52 tahun

Jenis Kelamin              : Laki – laki

Agama                         : Islam

Status perkawinan       : Menikah

Alamat                                    : Baki, Sukoharjo

No RM                        : 190610

Masuk Rumah Sakit    : 5 Mei 2012

Jam                              : 14.34 WIB

Tanggal pemeriksaan   : 9 Mei 2012

ANAMNESA

Autoanamnesa

Keluhan Utama :

Luka pada kaki kiri.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo pada tanggal 5 Mei 2012 jam 14.34 WIB dengan keluhan luka  pada   kaki   kiri   1  minggu   yang   lalu.   Sebelumnya   pasien  merasa   jimpe-jimpe  di   kaki   dan tangannya, lalu pasien menghangatkan kakinya di atas jerami panas, dan timbul luka. Dirasa luka makin meluas dan pasien merasa pusing terutama saat memulai beraktifitas, maka pasien berobat ke IGD RSUD Sukoharjo. Hari pemeriksaan (9 Mei 2012) pasien mengeluh pusing cenut-cenut, dan 

Page 13: Ulkus.doc

jimpe di kaki dan tanggannya, pasien juga mengeluh banyak makan, banyak minum dan sering kencing. BAB normal, mual (-),  muntah (-). Pasien merupakan penderita DM sejak 5 tahun yang lalu, tetapi tidak teratur berobat.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit serupa disangkal.

Riwayat stroke disangkal.

Riwayat hipertensi disangkal.

Riwayat mondok di RS (-).

Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat hipertensi disangkal.

Riwayat stroke disangkal.

Riwayat diabetes disangkal.

Riwayat Lingkungan Sosial :

- Pasien adalah seorang suami.

- Pasien tinggal bersama istrinya dan anaknya.

- Pasien sudah tidak bekerja.

PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis :

Keadaan umum              : cukup (lemas), kesadaran compos mentis.

Vital   Sign                       :   TD   =   120/70  mmHg,   Suhu   =   35,8ºC,  Nadi   =   100x/menit,   Respirasi   = 24x/menit.

Mata                               :  Kornea mata kiri  terdapat sikatrik, conjunctiva anemis tidak didapatkan, sklera tidak ikterik, reflek cahaya positif.

Leher                              : pembesaran kelenjar getah bening tidak didapatkan, peningkatan tekanan vena jugularis tidak ada.

Thorax                            : Inspeksi       dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)

                                        Palpasi          cor   :   ictus   cordis   di   SIC   V   linea   midclavicularis   sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan  gerak (-)

Page 14: Ulkus.doc

Perkusi          cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra. Pulmo : sonor diseluruh lapang paru,

Auskultasi     cor   :   suara   jantung  S1-S2   tunggal   reguler,   kesan  normal.  Pulmo  :   suara  dasar vesikuler (+/+),  suara tambahan (-/-)

Abdomen                       : Inspeksi       sikatrik (-), dinding perut sama tinggi dari  dinding dada

                                        Auskultasi    peristaltik (+) Normal

                                        Palpasi          nyeri tekan epigastrium (+), hepatomegali (-), splenomegali (-)  turgor elastisitas kulit normal

                                       Perkusi          timpani di keempat kuadran,  nyeri ketok kostovertebral (-)

Extremitas                      : tidak ditemukan oedema, terdapat ulkus diabetikum pedis sinistra.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 5 Mei 2012 :

Creatinin1,06 mg/dl, SGOT26,62 U/L, SGPT34,94 U/L, Urea35,43 mg/dl, HbsAG(-),GDS491 mg/dl

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 6 Mei 2012:

WBC   19800/µL,   RBC   3,09.106/µL,   Hemoglobin   9,6   g/dL,   HCT26,4%,  MCV85,4   fL,  MCH   31,1 Pg, MCHC 36,4 g/dL, PLT 451.103/µL. RDW 13,3 %, PCT 0,20%, MPV 4,6 fL, PDV 17,9 %.Gol. darah B

Hasil Pemeriksaan EKG: Sinus takikardi, HR 115 x/menit

DIAGNOSIS

Diabetes Melitus dengan ulkus diabetikum kaki kiri.

TERAPI

Infus RL 20 tpm

Cefotaxim 1gr/12 jam

Antalgin 1gr/12 jam

Ranitidin 1gr/12 jam

Insulin 10-10-10

Medikasi kaki

Page 15: Ulkus.doc

FOLLOW UP

Tanggal 6 Mei 2012

S:Keluhan(-), pusing(-), mual (-), muntah(-), lemas(-), BAB (+), BAK (+)

O: TD: 110/60 mmHg T:37,60C

N: 100x/menit Rr: 24x/menit

Kep: CA-/- SI -/-

Tho:    Inspeksi                dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)

 Palpasi                cor :   ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan  gerak (-)

Perkusi                cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra. Pulmo  : sonor diseluruh lapang paru,

Auskultasi           cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler,   kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+),  suara tambahan (-/-)

Abd: Supel, peristaltik (+), hepar/lien tak teraba.

GDS: 226 mg/dl

A: DM dengan ulkus diabetikum

P: RL 20 tpm

Cefotaxim igr/12 jam

Antalgin 1gr/12 jam

Ranitidine 1gr/12 jam

Sohobion 2x1 tab

Insulin 10-10-1

Tanggal 7 Mei 2012

S: jimpe-jimpe (+), pusing (-), BAB (+) BAK (+)

O: TD: 110/70 mmHg, N: 80 x/mnt, Rr: 20 x/mnt, T: 360C

GDS: 281 mg/dl

Kep: CA-/- SI-/-

Page 16: Ulkus.doc

Tho: Kep: CA-/- SI -/-

Tho:    Inspeksi                dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)

 Palpasi                cor :   ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan  gerak (-)

Perkusi                cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra. Pulmo  : sonor diseluruh lapang paru,

Auskultasi           cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler,   kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+),  suara tambahan (-/-)

Abd: Supel, peristaltik (+), hepar/lien tak teraba.

Ekst: ulkus pedis sinistra

A: DM dengan ulkus diabetikum

P: RL 20 tpm

Cefazolin 1gr/12 jam

Antalgin K/P

Ranitidine 1gr/12 jam

Metronidazole 500mg/12 jam

Insulin 14-14-12

Tanggal 8 Mei 2012

S: Jimpe-jimpe (+),pusing (-), BAB (+) BAK (+)

O: TD: 110/60 mmHg, N: 83 x/mnt, Rr: 20 x/mnt, T: 380C

GDS: 240 mg/dl

Kep: CA-/- SI-/-

Tho Kep: CA-/- SI -/-

Tho:    Inspeksi                dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)

 Palpasi                cor :   ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan  gerak (-)

Perkusi                cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra. Pulmo  : sonor diseluruh lapang paru,

Page 17: Ulkus.doc

Auskultasi           cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler,   kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+),  suara tambahan (-/-)

Abd: Supel, peristaltik (+), hepar/lien tak teraba.

Ekst: ulkus pedis sinistra

A: DM dengan ulkus diabetikum

P: RL 20 tpm

Cefazolin 1gr/12 jam

Antalgin K/P

Ranitidine 1gr/12 jam

Metronidazole 500mg/12 jam

Insulin 16-16-14

Tanggal 9 Mei 2012

S: Jimpe-jimpe (+),pusing (+), BAB (+) BAK (+)

O: TD: 120/70 mmHg, N: 108 x/mnt, Rr: 24 x/mnt, T: 35,80C

GDS: 290 mg/dl

Kep: CA-/- SI-/-

Tho: Kep: CA-/- SI -/-

Tho:    Inspeksi                dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)

 Palpasi                cor :   ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan  gerak (-)

Perkusi                cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra. Pulmo  : sonor diseluruh lapang paru,

Auskultasi           cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler,   kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+),  suara tambahan (-/-)

Abd: Supel, peristaltik (+), hepar/lien tak teraba.

Page 18: Ulkus.doc

Ekst: ulkus pedis sinistra

A: DM dengan ulkus diabetikum

P: RL 20 tpm

Cefazolin 1gr/12 jam

Antalgin K/P

Ranitidine 1gr/12 jam

Insulin 18-18-16

Tanggal 10 Mei 2012

S: Jimpe-jimpe (+),pusing (-), mual muntah (-), BAB(+),BAK(+)

O: TD: 130/70 mmHg, N: 84 x/mnt, Rr: 20 x/mnt, T: 360C

GDS: 200 mg/dl

Kep: CA-/- SI-/-

Tho: Kep: CA-/- SI -/-

Tho:    Inspeksi                dinding dada simetris kanan dan kiri, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)

 Palpasi                cor :   ictus cordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, pulmo : fremitus (+), simetris kanan kiri, ketinggalan  gerak (-)

Perkusi                cor : batas atas jantung SIC III linea parasternalis sinistra batas jantung bawah SIC V linea midclavicularis sinistra. Pulmo  : sonor diseluruh lapang paru,

Auskultasi           cor : suara jantung S1-S2 tunggal reguler,   kesan normal. Pulmo : suara dasar vesikuler (+/+),  suara tambahan (-/-)

Abd: Supel, peristaltik (+), hepar/lien tak teraba.

Ekst: ulkus pedis sinistra

A: DM dengan ulkus diabetikum

P: RL 20 tpm

Cefazolin 1gr/12 jam

Antalgin 1A/12j

Ranitidin1gr/12 j

Metronidazole 500mg/12 jam

Page 19: Ulkus.doc

Pamol KP

Insulin 14-14-12

Saat kasus dibuat pasien masih rawat inap.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A.    Definisi

Diabetes  mellitus   (DM)  merupakan   suatu   kelompok   penyakit  metabolic   dengan   karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Purnamasari, 2009).

B.     Etiologi

Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula  darah  yang  normal  atau   jika   sel  tidak  memberikan   respon  yang   tepat   terhadap   insulin. Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes yang tergantung kepada insulin) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun (Purnamasari, 2009).

Para  ilmuwan percaya bahwa faktor  lingkungan (mungkin berupa  infeksi  virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil   insulin   di   pankreas.Untuk   terjadinya   hal   ini   diperlukan   kecenderungan   genetik (Purnamasari, 2009).

Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen.Terjadi kekurangan   insulin   yang   berat   dan   penderita   harus   mendapatkan   suntikan   insulin   secara teratur.Pada diabetes mellitus tipe II   (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin,  NIDDM), pankreas   tetap  menghasilkan   insulin,   kadang   kadarnya   lebih  tinggi   dari   normal.Tetapi   tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif.Diabetes tipe II bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas,80-90% penderita mengalami obesitas.Diabetes tipe II juga cenderung diturunkan (Purnamasari, 2009).

Penyebab   diabetes   lainnya   adalah   kadar   kortikosteroid   yang   tinggi,   kehamilan   (diabetes gestasional),   obat-obatan,   racun   yang   mempengaruhi   pembentukan   atau   efek   dari   insulin (Purnamasari, 2009).

C.     Gejala Klinis

Page 20: Ulkus.doc

Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang   jelas,   sedangkan   gejala   tidak   khas   DM   diantaranya   lemas,   kesemutan,   luka   yang   sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita) (Purnamasari, 2009).

D.    Patofisiologi

Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara klinis.Pada saat tersebut sel beta pancreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel   beta   pancreas,   baru   akan   terjadi   diabetes  mellitus   secara   klinis,   yang   ditandai   dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi criteria diagnosis diabetes mellitus. Otot   adalah  pengguna  glukosa   yang  paling  banyak   sehingga   resistensi   insulin  mengakibatkan kegagalan  ambilan  glukosa  oleh  otot.Fenomena   resistensi   insulin   ini   terjadi  beberapa  decade sebelum onset DM dan telah dibuktikan pada saudara kandung DM tipe 2 yang normogenik.Selain genetic,   factor   lingkungan  juga  mempengaruhi  kondisi   resistensi   insulin.Pada awalnya,  kondisi resistensi insulin ini dikompensasi oleh peningkatan sekresi insulin oleh sel beta pancreas.Seiring dengan progresifitas penyakit maka produksi insulin ini berangsur menurun menimbulkan klinis hiperglikemia yang nyata.Hiperglikemia awalnya terjadi pada fase setelah makan saat otot gagal melakukan   ambilan   glukosa   dengan   optimal.   Pada   fase   berikutnya   dimana   produksi   insulin semakin  menurun,  maka   terjadi   produksi   glukosa  hati   secara  berlebihan  dan  mengakibatkan meningkatnya  kadar  glukosa darah pada saat  puasa.  Hiperglikemia  yang terjadi  memperberat gangguan   sekresi   insulin   yang   sudah   ada   dan   disebut   dengan   fenomena   glukotoksisitas (Soegondo, 2009).

E.     Diagnosis

Diagnosis diabetes mellitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak   dapat   ditegakkan   atas   dasar   glukosuria.Guna   menentuan   diagnosis   DM,   pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa darah secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood),  vena,  ataupun angka criteria diagnostic yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO (Soewondo, 2011).

Kecurigaan DM perlu difikirkan apabila terdapat keluhan klasik:

-          Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

-          Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

1.      Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.

2.      Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl dengan adanya keluhan klasik.

3.      Tes toleransi glukosa oral (TTGO).

(Soewondo, 2011)

Page 21: Ulkus.doc

Kriteria diagnosis Diabetes Melitus bisa dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Kriteria Diagnostik DM

Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)

Glukosa plasma sewaktu merupakan pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

Atau

Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L)

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

Atau

Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol)

TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

(Sumber: Soewondo, 2011)

F.      Penatalaksanaan

Pilar penatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan non farmakologi, yaitu berupa pemberian edukasi, perencanaan makan/terapi  nutrisi medic, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila   terdapat   berat   badan   lebih   atau   obesitas.   Bila   dalam   langkah-langkah   non   farmakologi tersebut   belum   mampu   mencapai   sasaran   pengendalian   DM,   maka   dilanjutkan   dengan penggunaan   perlu   terapi   medika   mentosa   atau   intervensi   farmakologi   di   samping   tetap melakukan pengaturan makan dan aktivitas fisik yang sesuai (Soegondo, 2009).

Macam-macam obat antihiperglikemik oral:

a.       Golongan insulin sensitizing

1.      Biguanid

Obat   hipoglikemik  oral   golongan  biguanida  bekerja   langsung  pada  hati   (hepar),  menurunkan produksi  glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi   insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia (Muchid, et.al., 2005).

2.      Glitazone

Glitazone   (Thiazolidinedines),   merupakan   agonist   peroxisome   proliferator-activated   reseptor gama (PPARa) yang sangat selektif dan poten. Reseptor PPARa terdapat di jaringan target kerja 

Page 22: Ulkus.doc

insulin seperti jaringan adipose, otot, skelet dan hati. Glitazone merupakan regulator homeostasis lipid,   diferensiasi   adiposity,   dan   kerja   insulin.Sama   seperti   metformin,   glitazone   tidak menstimulasi   produksi   insulin   lebi   besar   daripada   metformin.Mengingat   pentingnya   dalam metabolism   glukosa   dan   lipid,   glitazone   dapat  meningkatkan   efisiensi   dan   respons   sel   beta pancreas dengan menurunkan glukotoksisitas dan lipotoksisitas (Soegondo, 2009).

b.      Golongan sekretatorik insulin.

1.      Sulfonilurea

Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar pancreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans pancreas masih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa  darah yang   terjadi   setelah  pemberian  senyawa-senyawa sulfonilurea  disebabkan  oleh perangsangan   sekresi   insulin   oleh   kelenjar   pancreas.ang   saat   ini   beredar  adalah   obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea generasi kedua yang dipasarkan setelah 1984, antara lain gliburida (glibenklamida), glipizida,  glikazida, glimepirida, dan glikuidon (Munchid, et.al., 2005)

2.      Glinid

Mekanisme kerja glinid juga melalui reseptor sulfonylurea (SUR) dan mempunyai struktur yang mirip   dengan   sulfonylurea,   perbedaannya  denga   SUR  adalah  pada  masa   kerjanya   yang   lebih pendek.Mengingat   lama  kerjanya   yang  pendek,  maka   glinid  digunakan   sebagai  obat  prandial (Soegondo, 2009).

c.       Penghambat alfa glukosidase

Acarbose   hamper   tidak   diabsorbsi   dan   bekerja   local   pada   saluran   pencernaan.   Acarbose mengalami   metabolism   di   dalam   saluran   pencernaan.Obat   ini   bekerja   secara   kompetitif menghambat   enzim   alfa   glukosidase   di   dalam   saluran   cerna   sehingga   dapat   menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial (Soegondo, 2009).

d.      Golongan incretin

Terdapat   2   hormon   incretin   yang   dikeluarkan   oleh   saluran   cerna   yaitu   glucose   dependent insulinotropic polypeptide (GIP) dan glucagon like peptide-I (GLP-I) kedua hormone ini dikeluarkan sebagai   respon   terhadap  asupan  makanan   sehingga  meningkatkan   sekresi   insulin   (Soegondo, 2009).

G.    Komplikasi

Komplikasi  kronik  akibat  DM akan meningkatkan  angka kematian dan kesakitan;  dapat  dibagi menjadi   2   yaitu   komplikasi   vaskular   dan   non   vaskular.Komplikasi   vaskular dibagi   menjadi komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular.Komplikasi makrovaskular adalah penyakit jantung koroner,cerebrovascular disease,   gangguan   pembuluh   darah   perifer.Komplikasi  mikrovaskular adalah   retinopati,   neuropati,   nefropati.Komplikasi   non   vaskular misalnya   :   gangguan   fungsi seksual,   gastroparesis,   dan   gangguan   pada   kulit.   Peningkatan   risiko   terjadinya   komplikasi   ini berhubungan  dengan  hiperglikemi   jangka   lama;   biasanya   terjadi   pada   dekade   kedua   setelah melalui masa asimtomatik (Singgih, et.al., 2003).

Page 23: Ulkus.doc

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada  pasien   ini   didiagnosa diabetes  melitus.   Penegakan  diagnosa   ini   berdasarkan   anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sebagai berikut ini.

Dari hasil anamnesis riwayat penyakit sekarang didapatkan keluhan  kaki kiri terdapat luka. Jimpe-jimpe di telapak tangan, BAB normal BAK normal, pusing (-), riwayat penyakit diabetes mellitus (+) sejak 5 tahun, pasien tidak rutin berobat.

Dari  pemeriksaan fisik  pada pasien,  didapatkan beberapa tanda klinis,  antara  lain  : ulkus pedis sinistra.

Hasil   pemeriksaan   Laboratorium 5   Mei   2012 Creatinin1,06   mg/dl, SGOT26,62   U/L,SGPT34,94 U/L, Urea35,43 mg/dl, HbsAG(-), GDS491 mg/dl. Hasil  pemeriksaan  laboratorium tanggal  6  Mei 2012 : WBC     19800/µL, RBC 3,09.106/µL, Hemoglobin 9,6 g/dL, HCT26,4%, MCV85,4 fL, MCH 31,1 Pg, MCHC 36,4 g/dL, PLT 451.103/µL. RDW 13,3 %, PCT 0,20%, MPV 4,6 fL, PDV 17,9 %.Gol. darah B. Hasil Pemeriksaan EKG: Sinus takikardi, HR 115x/menit

Terapi yang diberikan pada pasien berupa :

1.      Infus RL ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh dan memudahkan dalan pemberian terapi obat-obat parenteral.

2.      Injeksi cefotaxim 1 gr/12jam

Cephalosporin   spektrum   luas   semisintetik   yang   diberikan   secara   parenteral.   Intramuscular diberikan sebasar 500 mg atau 1 gram, IV sebesar 500 mg, 1 g, dan 2 g.

3.      Ranitidin 1 ampul/12 jam

Pada  pasien   ini   diberikan  obat   golongan   antihistamin,   antagonis   reseptor  H2   sebab  obat   ini bekerja dengan cara memblok efek histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung sehingga dapat mengurangi keluhan perut dan mencegah stress ulcer pada pasien ini.

4.      Cefazolin 1 ampul/12 jam

Antibiotik golongan cephalosporin, diindikasikan untuk infeksi gram positif atau gram negative.

5.      Metronidazole 500 mg/12 jam

Antibakteri dan antiprotozoa sintetik derivat nitroimidazoi yang mempunyai aktifitas bakterisid, amebisid  dan  trikomonosid.Dalam sel  atau  mikroorganisme metronidazole  mengalami   reduksi menjadi produk polar. Hasil  reduksi  ini  mempunyai aksi antibakteri  dengan jalan menghambat sintesa   asam   nukleat.Metronidazole   efektif   terhadap   Trichomonas   vaginalis,   Entamoeba histolytica, Gierdia lamblia. Metronidazole bekerja efektif baik lokal maupun sistemik.

Page 24: Ulkus.doc

6.      Antalgin 1 ampul/8 jam

Merupakan obat antiinflamasi non steroid, digunakan untuk mengatasi nyeri.

7.      Sohobion 2X1 tab

Vitamin B1, B6, B12. Digunakan untuk defisiensi vit B1, B6, B12, neuritis perifer, dan neuralgia.

8.      Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:

a.       Penurunan berat badan yang cepat.

b.      Hiperglikemia yang berat yang disertai ketosis

c.       Ketoasidosis diabetic.

d.      Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik.

e.       Hiperglikemia dengan asidosis laktat.

f.       Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal.

g.      Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke).

h.      Kehamilan   dengan   DM/   diabetes   mellitus   gestational   yang   tidak   terkendali   dengan perencanaan makan.

i.        Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

j.        Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

BAB V

KESIMPULAN

     Telah dilaporkan pasien laki – laki usia 52 tahun dengan keluhan luka pada kaki kiri kurang lebih 1 minggu yang lalu.

     Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan keadaan cukup. Ekstremitas terdapat ulkus pedis sinistra.

Hasil   pemeriksaan   Laboratorium 5   Mei   2012 Creatinin1,06   mg/dl, SGOT26,62   U/L,SGPT34,94 U/L, Urea35,43 mg/dl, HbsAG(-), GDS491 mg/dl. Hasil  pemeriksaan laboratorium tanggal 6 Mei 2012 : WBC    19800/µL, RBC 3,09.106/µL, Hemoglobin 9,6 g/dL, HCT26,4%, MCV85,4 fL, MCH 31,1 Pg, MCHC 36,4 g/dL, PLT 451.103/µL. RDW 13,3 %, PCT 0,20%, MPV 4,6 fL, PDV 17,9 %.Gol. darah B. Hasil Pemeriksaan EKG: Sinus takikardi, HR 115 x/menit

Page 25: Ulkus.doc

    Terapi  pada pasien  ini  bersifat  simtomatis dengan mengurangi  gejala  klinis.  Pada pasien  ini telah   dilakukan   penanganan   terapi   simtomatikyang  maksimal,   dan   dalam   evaluasinya   pasien memberikan perkembangan yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Dep.Kes.RI. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang. Diakses tanggal 8 Mei 2012.http://m.depkes.go.id/index.php.

Kusumadewi, S. 2009. Aplikasi Informatika Medis Untuk Penatalaksanaan Diabetes Melitus Secara Terpadu.Dalam Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009).Yogyakarta.

Muchid, A., Umar,, F., Ginting, M.N., Basri, C., Wahyuni, R., Helmi, R., et.al., 2005.Pharmaceutical Care Untuk   Penyakit  Diabetes  Mellitus.Jakarta:  Direktorat   Bina  Rarmasi   Komunitas   dan   Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Kesehatan Departemen Kesehatan.

Purnamasari, D. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus  A.,  Marcellus   S.K.,   Siti   S.   Buku  Ajar   Ilmu  Penyakit  Dalam Edisi   Kelima.   Jakarta:   Interna Publishing. Hal:1880-4.

Rani, A., Soegondo, S., Nasir, A.U.Z., Wijaya, I.P., Nafrialdi, Mansjoer, A. 2006.Paduan Pelayanan Medik   Perhimpunan   Dokter   Spesialis   Penyakit   Dalam   Indonesia.   Jakarta:   Pusat   Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Riaz,  S. 2009. Diabetes Mellitus.Department of Microbiology and Molecular Genetics. Pakistan: Punjab University.

Singgih, B., Jim, E., Pandelaki, K. 2003. Pola Komplikasi Kronik Pada Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUP Manado.Cermin Dunia Kedokteran no. 140.

Soegondo,  S.  2009. Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes Melitu Tipe 2.Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal:1884-91.

Soewondo,   P.   2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.

Suharjo, J.B., Cahyono, B., 2007. Manajemen Ulkus Kaki Diabetik.Dexa Media vol. 20 no. 3

Suyono, S. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia. . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 1877-84.

Waspadji, S., 2009. Komplikasi Klonik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi. . Dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. Hal: 1922-30.

Page 26: Ulkus.doc