ulasan film

Upload: farlianrs

Post on 14-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tugas Bahasa Indonesia

TRANSCRIPT

No.Struktur Ulasan FilmIsi Teks

1.Orientasi Gending Sriwijayaadalahfilmbergenre drama dan laga kolosal dariIndonesiayang dirilis pada2013yang disutradarai oleh Hanung Bramantyodan merupakan proyek kedua sutradara ini bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Proyek sebelumnya adalah filmPengejar Angin.Film ini diinspirasikan dari lagu dan tarian tradisional kebudayaan Palembang, Sumatera Selatan dan penggarapan direncakan akan dilakukan kolosal, namun dipertimbangkan untuk semi kolosal terkait kesulitan situs Sriwijaya banyak yang tidak bersisa yang mengakibatkan film beresiko tidak otentik.

2.Tafsiran Meski mengambil latar belakang sejarah sebagai bangunan cerita, sejatinya apa yang dituturkan oleh Hanung Bramantyo tidak lebih dari sebuah kisah fiksi. Film berlatar di abad ke-16, 300 tahun setelah Kerajaan Sriwijaya mengakhiri masa kejayaannya. Semenjak itu, munculah kerajaan-kerajaan kecil yang saling memperebutkan kekuasaan. Salah satunya, dan yang menjadi sorotan utama, adalah Kedatuan Bukit Jerai yang dipimpin oleh Dapunta Hyang (Slamet Rahardjo) dan Ratu Kalimanyang (Jajang C. Noer). Dengan usia yang kian uzur, Dapunta Hyang kudu segera mencari pewaris yang sanggup menggantikannya dalam memimpin kerajaan. Dua putranya, Awang Kencana (Agus Kuncoro) dan Purnama Kelana (Sahrul Gunawan), dirasa telah siap untuk dijadikan pemimpin. Ketika tradisi mengharuskan putra tertua dinobatkan sebagai pewaris tampuk kekuasaan, Dapunta Hyang memutuskan untuk melanggarnya dengan menunjuk Purnama Kelana sebagai pengganti. Keputusan Sang Raja disambut petaka. Belum juga Purnama Kelana naik tahta, Dapunta Hyang ditemukan tewas terbunuh. Bukti yang tertinggal di tempat kejadian perkara mengarah pada Purnama Kelana. Tak bisa mengelak, si bungsu pun melarikan diri dari istana dan menetap sementara bersama pemimpin kelompok perampok, Ki Goblek (Mathias Muchus), dan putrinya, Malini (Julia Perez). Di waktu bersamaan, Awang Kencana mendapatkan keinginannya untuk menduduki tampuk pimpinan tertinggi dalam kerajaan.

3.Penilaian Menyaksikan film semacam ini kerapkali membawa kesenangan tersendiri terlebih jika dipenuhi dengan berbagai intrik dan konflik kepentingan yang melingkupi kehidupan kerajaan di dalamnya.Gending Sriwijayamemiliki itu. Dengan Hanung Bramantyo merancang film ini sebagai sebuah fantasi yang tak patuh pada sejarah, maka dia bisa dengan leluasa dan sesuka hatinya dalam berceloteh termasuk untuk urusan sindir menyindir kondisi pemerintahan Indonesia masa kini dan mengapungkan isu-isu sosial tanpa harus mengkhawatirkan akurasi sejarah. Durasi sepanjang 138 menit dimanfaatkan dengan sangat baik untuk menghantarkan kisah meski tetap saja ada satu dua bagian yang dirasa kurang perlu dan berpanjang-panjang. Yang menjadi permasalahan utama sebenarnya bukanlah terletak pada jalinan penceritaan yang draggy, melainkan upaya pemadatan kisah sehingga film tidak kelewat panjang. Beberapa momen penting yang seharusnya mampu meningkatkan intensitas cerita dihadirkan selewat diakali dengan memanfaatkan teknik animasi. Apakah ada maksud lain di balik penyampaian cara ini selain untuk menghemat durasi dan biaya? Karena sungguh sayang sekali titik-titik penting dalam film malah justru tidak digali lebih mendalam.

4.Rangkuman MeskiGending Sriwijayamempunyai kekurangan disana-sini, terutama untuk departemen artistik dan skrip rekaan sang sutradara yang masih kurang mendalam dalam pembentukan karakter serta penggalian kisah, akan tetapi upaya Hanung Bramantyo untuk menghadirkan sebuah variasi tontonan serta menghidupkan kembali film silat dengan percampuran antara fantasi dan sejarah patut mendapat apresiasi lebih. Bahkan, sejujurnya,Gending Sriwijayapun bukan film yang buruk. Malahan sama sekali tidak buruk. Ini adalah sebuah film yang seharusnya tidak dilewatkan oleh mereka yang mengaku pecinta film, terlebih bagi yang belum sempat berkenalan dengan genre ini.Gending Sriwijayasukses dihantarkan sebagai sebuah hidangan yang lezat berkat kepiawaian Hanung Bramantyo dalam menjejalkan intrik kerajaan yang memikat demi menutupi lemahnya pendalaman kisah, tata produksinya yang mengagumkan terutama di sektor koreografi laga, serta jajaran pemainnya yang berakting cemerlang dalam menghidupkan tokoh-tokoh yang mereka perankan, khususnya Agus Kuncoro dan Julia Perez.