uji aktivitas enzim diastase, hidroksimetilfurfural (h...

161
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.1-4) 978-602-60766-3-2 1 UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (HMF), KADAR GULA PEREDUKSI, DAN KADAR AIR PADA MADU HUTAN BATTANG Ariandi 1) , Khaerati 2) 1) Dosen Program Studi Biologi, Fakultas Sains, Universitas Cokroaminoto Palopo 2) Dosen Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Cokroaminoto Palopo, Sulawesi Selatan ABSTRACT Honey is a natural liquid that generally has a sweet taste produced by honey bee (Apis sp.) from plant flower extract (flora nectar) or other parts of the plant (extra floral) (SNI 01-3545-2013). Bees sucked a variety of flowers and fruit juice, collected in the body, then taken to the nest and formed into honey. Honey can be used to a drug because it contains antioxidants and antimicrobials. Sweet and bitter honey were mostly produced by Apis dorsata forest bee species in the forest of Battang which now can not be cultivated properly. Characteristics of physical and chemical quality of honey vary depending on internal and external factors. Internal factors include the type of interest. External factors are like seasons, soil conditions and geographical location as well as processing and storage. Diastase enzymes, hydroxymethylfurfural (HMF), reducing sugars and moisture content, have important parameters for the quality of honey. This study aims to determine the quality of honey based on diastase enzyme activity test, HMF test, reducing sugar content and moisture content in two samples of Battang forest honey. The results showed that diastase enzyme activity 5,06 DN and hydroxymethylfurfural were not detected in honey sweet sample of Battang forest and have fulfilled honey quality requirement based on SNI 01-3545-2013. The result of moisture content analysis 22,96% and reducing sugar level 64, 91% almost reach the standard quality requirement of honey. The bitter honey sample of Battang forest, only hydroxymethylfurfural (not detected) analysis has fulfilled the quality requirement of honey based on SNI 01-3545-2013, but diastase enzyme activity <1 DN, moisture content 31,11% , and the reducing sugar content of 54,75% don’t qualified based on SNI 01-3545-2013 standard. Key words: Quality Battang Forest Honey, diastase, HMF, reducing sugar, moisture content 1. PENDAHULUAN Madu merupakan salah satu bahan pengobatan luka dari zaman dahulu yang kembali diperkenalkan pada pengobatan modern di Australia dan Eropa yang diikuti dengan pengembangan regulasi produk-produk perawatan luka. Khasiat terapeutiknya dihubungkan dengan aktivitas antimikroba dan kemampuannya untuk menstimulasi penyembuhan luka dengan cepat (Cooper, 2007). Madu adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar) atau ekskresi serangga (Gebremariam, 2014). Madu mengandung sejumlah senyawa dan sifat antioksidan yang telah banyak diketahui. Sifat antioksidan dari madu yang berasal dari zat-zat enzimatik (misalnya, katalase, glukosa oksidase dan peroksidase) dan zat-zat non- enzimatik Hutan yang terdiri dari berbagai tanaman akan mempengaruhi lebah untuk mengambil nektar dari beberapa bunga sehingga madu hutan biasanya dihasilkan dari nektar multiflora, yaitu tidak hanya dikhususkan satu tanaman saja. Beberapa kawasan hutan Indonesia merupakan penghasil madu hutan diantaranya pulau Sumbawa, Provinsi Riau (Kawasan Hutan Taman Nasional Tesso Nilo), Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara (Hadisoesilo et. al. 2011). Di Sulawesi Selatan, khususnya kota Palopo dikelurahan Battang merupakan daerah penghasil madu hutan yang belum dipasarkan secara luas hanya terbatas di wilayah Palopo. Madu didaerah ini memiliki tiga jenis rasa, yaitu madu manis, madu asam dan madu pahit. Madu dihasilkan dari nektar yang berasal dari bunga pohon durian, mahoni, mangga, rambutan, langsat, dan bunga lainnya. Madu hutan yang diproduksi oleh hutan Battang berasal dari lebah hutan jenis Apis dorsata yaitu salah satu spesies lebah hutan yang hidupnya liar. Kualitas madu ditentukan oleh beberapa hal di antaranya waktu pemanenan madu, kadar air, warna, rasa dan aroma madu. Waktu pemanenan madu harus dilakukan pada saat yang tepat, yaitu ketika madu telah matang dan sel-sel madu mulai ditutup oleh lapisan lilin, madu tersebut telah memenuhi syarat kadar air dan siap untuk dipanen (Suranto, 2004). 1 Korespondensi : Ariandi, Telp 082190797971, [email protected]

Upload: others

Post on 24-Oct-2019

61 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.1-4) 978-602-60766-3-2

1

UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (HMF), KADARGULA PEREDUKSI, DAN KADAR AIR PADA MADU HUTAN BATTANG

Ariandi1), Khaerati2)

1) Dosen Program Studi Biologi, Fakultas Sains, Universitas Cokroaminoto Palopo2) Dosen Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Cokroaminoto

Palopo, Sulawesi Selatan

ABSTRACT

Honey is a natural liquid that generally has a sweet taste produced by honey bee (Apis sp.) from plant flowerextract (flora nectar) or other parts of the plant (extra floral) (SNI 01-3545-2013). Bees sucked a variety of flowers andfruit juice, collected in the body, then taken to the nest and formed into honey. Honey can be used to a drug because itcontains antioxidants and antimicrobials. Sweet and bitter honey were mostly produced by Apis dorsata forest beespecies in the forest of Battang which now can not be cultivated properly. Characteristics of physical and chemicalquality of honey vary depending on internal and external factors. Internal factors include the type of interest. Externalfactors are like seasons, soil conditions and geographical location as well as processing and storage. Diastase enzymes,hydroxymethylfurfural (HMF), reducing sugars and moisture content, have important parameters for the quality ofhoney. This study aims to determine the quality of honey based on diastase enzyme activity test, HMF test, reducingsugar content and moisture content in two samples of Battang forest honey. The results showed that diastase enzymeactivity 5,06 DN and hydroxymethylfurfural were not detected in honey sweet sample of Battang forest and havefulfilled honey quality requirement based on SNI 01-3545-2013. The result of moisture content analysis 22,96% andreducing sugar level 64, 91% almost reach the standard quality requirement of honey. The bitter honey sample ofBattang forest, only hydroxymethylfurfural (not detected) analysis has fulfilled the quality requirement of honey basedon SNI 01-3545-2013, but diastase enzyme activity <1 DN, moisture content 31,11% , and the reducing sugar content of54,75% don’t qualified based on SNI 01-3545-2013 standard.

Key words: Quality Battang Forest Honey, diastase, HMF, reducing sugar, moisture content

1. PENDAHULUAN

Madu merupakan salah satu bahan pengobatan luka dari zaman dahulu yang kembali diperkenalkanpada pengobatan modern di Australia dan Eropa yang diikuti dengan pengembangan regulasi produk-produkperawatan luka. Khasiat terapeutiknya dihubungkan dengan aktivitas antimikroba dan kemampuannya untukmenstimulasi penyembuhan luka dengan cepat (Cooper, 2007). Madu adalah cairan alami yang umumnyamempunyai rasa manis yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagianlain dari tanaman (ekstra floral nektar) atau ekskresi serangga (Gebremariam, 2014). Madu mengandungsejumlah senyawa dan sifat antioksidan yang telah banyak diketahui. Sifat antioksidan dari madu yangberasal dari zat-zat enzimatik (misalnya, katalase, glukosa oksidase dan peroksidase) dan zat-zat non-enzimatik

Hutan yang terdiri dari berbagai tanaman akan mempengaruhi lebah untuk mengambil nektar daribeberapa bunga sehingga madu hutan biasanya dihasilkan dari nektar multiflora, yaitu tidak hanyadikhususkan satu tanaman saja. Beberapa kawasan hutan Indonesia merupakan penghasil madu hutandiantaranya pulau Sumbawa, Provinsi Riau (Kawasan Hutan Taman Nasional Tesso Nilo), ProvinsiKalimantan Barat, Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara (Hadisoesilo et. al. 2011). Di SulawesiSelatan, khususnya kota Palopo dikelurahan Battang merupakan daerah penghasil madu hutan yang belumdipasarkan secara luas hanya terbatas di wilayah Palopo. Madu didaerah ini memiliki tiga jenis rasa, yaitumadu manis, madu asam dan madu pahit. Madu dihasilkan dari nektar yang berasal dari bunga pohon durian,mahoni, mangga, rambutan, langsat, dan bunga lainnya. Madu hutan yang diproduksi oleh hutan Battangberasal dari lebah hutan jenis Apis dorsata yaitu salah satu spesies lebah hutan yang hidupnya liar. Kualitasmadu ditentukan oleh beberapa hal di antaranya waktu pemanenan madu, kadar air, warna, rasa dan aromamadu. Waktu pemanenan madu harus dilakukan pada saat yang tepat, yaitu ketika madu telah matang dansel-sel madu mulai ditutup oleh lapisan lilin, madu tersebut telah memenuhi syarat kadar air dan siap untukdipanen (Suranto, 2004).

1 Korespondensi : Ariandi, Telp 082190797971, [email protected]

Page 2: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.1-4) 978-602-60766-3-2

2

Selain itu, kadar air yang terkandung dalam madu juga sangat berpengaruh terhadap kualitas madu.Madu yang baik adalah madu yang mengandung kadar air sekitar 17-21% (Sihombing, 2005). Standarkualitas madu ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 3545:2013. Standartersebut merupakan kriteria dari mutu madu yang telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional(BSN) dan merupakan hasil revisi dari SNI tentang syarat mutu madu tahun 2013.

Parameter penentu kualitas madu berdasarkan SNI 01-3545-2013, diantaranya adalah enzimdiastase, hidroksimetilfurfural (HMF), gula pereduksi dan kadar air. Komponen utama madu adalahkarbohidrat dari golongan monosakarida yang terdiri atas glukosa dan fruktosa, kedua monosakarida tersebutdiistilahkan sebagai gula pereduksi dalam pengujian mutu madu menurut SNI. Kandungan gula pereduksi(dihitung sebagai glukosa) pada madu yang disyaratkan yaitu minimal 60%. Enzim diastase merupakanenzim yang ditambahkan lebah pada saat pematangan madu,sehingga keberadaan enzim diastase dapatdijadikan indikator untuk melihat kemurnian madu. Aktivitas enzim tersebut akan berkurang akibat daripenyimpanan dan pemanasan madu. Indikator lain yang diperlukan untuk menentukan apakah madu telahmengalami proses pemanasan yaitu dengan memperhatikan nilai 5-hidroximetilfurfural (HMF), selanjutnyakadar air madu yang ditentukan SNI adalah 22%, kadar air dalam madu dapat menentukan keawetan madu.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu madu berdasarkan uji aktivitas enzim diastase,hidroksimetilfurfural, kadar gula pereduksi dan kadar air pada madu hutan Battang kota Palopo.

2. METODE PENELITIAN

Sampel yang digunakan adalah madu manis dan madu pahit yang diperoleh dari hutan Battang kotaPalopo.Bahan-bahan yang digunakan adalah reagen Luff Schoorl, larutan KI 20%, larutan H2SO4 25%,Na2S2O3 0,1 N, HCl 25%, larutan kanji 0,5% dan 1%, larutan NaOH 4 N, indikator fenolftalin, larutan(NH4)2HPO4 10%, larutan iod 0,0007 N, NaCl 0,5 M, buffer asetat, larutan Carrez, NaHSO3 0,20% danalkohol. Alat yang digunakan adalah neraca analitik, spektrofotometer, refraktometer, penangas air,erlenmeyer, pipet, termometer, tabung reaksi, labu ukur, stopwatch dan peralatan titrasi. Metode pengolahandata yang digunakan berdasarkan hasil data yang dianalisis dilaboratorium ditabulasikan dan dijelaskansecara deskriptif. Analisis aktivitas enzim diastase, hidroksimetilfurfural, dan kadar air menggunakan SNI01-3545-2013 dan analisa gula pereduksi menggunakan metode Luff Schoorl berdasarkan SNI 01-2892-1992.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

SNI 01-3545-2013 Sampel Madu

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan Madu ManisHutan Battang

Madu PahitHutan Battang

1 Aktivitas Enzim Diastase DN min 3 5,06 < 1

2Gula Pereduksi(dihitung sebagaiglukosa)

% b/b min 65 64,91 54,75

3Hidroksimetilfurfural(HMF)

mg/kg maks 50 tidak terdeteksi tidak terdeteksi

4 Kadar Air % b/b maks 22 22,96 31,11

Enzim DiastaseMenurut Standar Mutu Madu dan Standar Internasional, dari Komisi Madu Internasional, aktivitas

diastase tidak boleh kurang dari atau sama dengan 8, dinyatakan sebagai nomor diastase (DN). DN dalamskala Schade, yang sesuai dengan nomor skala Gothe, didefinisikan sebagai total gram pati yang terhidrolisisdalam 1 jam pada 40°C per 100 gram madu. Codex Alimentarius (2001) telah menetapkan nilai aktivitasminimum diastase 3, untuk madu alam dengan kandungan enzim rendah. Pada madu dengan DN kurang dari8 dan lebih tinggi dari atau sama dengan 3, HMF tidak boleh lebih tinggi dari 15 mg/kg. Jika DN samadengan atau lebih tinggi dari 8, batas HMF adalah 60 mg/kg.

Page 3: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.1-4) 978-602-60766-3-2

3

Pada penelitian ini enzim diastase madu manis Battang senilai 5,06 DN sesuai dengan syarat mutumadu SNI 01-3545-2013, sedangkan aktivitas enzim diastase madu pahit Battang <1 DN, nilai tersebutsangat rendah dibandingkan dengan aktivitas enzim diastase madu manis, hal ini disebabkan karena sampelmadu pahit dipanen pada saat musim hujan sehingga lebih encer dan disimpan satu minggu sebelumdilakukan pengujian dilaboratorium. Semakin lama penyimpanan madu dapat menyebabkan penurunanaktivitas enzim diastase atau enzim diastase menjadi tidak aktif. Enzim diastase adalah enzim yangmengubah karbohidrat kompleks (polisakarida) menjadi karbohidrat yang sederhana (monosakarida)(Suranto, 2004). Enzim diastase ditambahkan oleh lebah pada saat pematangan madu. Enzim ini hanyaterdapat pada madu yang baru dipanen atau madu murni tanpa pengolahan. Aktivitas enzim diastase dapatdigunakan sebagai indikator untuk mendeteksi perlakuan panas pada madu. Enzim merupakan protein, danhanya aktif pada keadaan tertentu. Enzim akan cepat rusak apabila kondisi terlalu asam, terlalu basa, terkenapanas atau logam berat (Achmadi, 1991). Pemanasan pada suhu di atas 40oC menyebabkan aktivitas enzimdiastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan enzim tersebut menjadi tidak aktif dan semakinlama penyimpanan dapat menyebabkan enzim tersebut menjadi tidak aktif.

Kadar Gula ReduksiKomponen utama madu adalah karbohidrat dari golongan monosakarida yang terdiri atas glukosa

dan fruktosa. Dalam pengujian mutu madu menurut SNI, kedua monosakarida tersebut diistilahkan sebagaigula pereduksi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sampel madu hampir memenuhi syarat mutumadu SNI 01-3545-2013. Menurut SNI syarat mutu gula pereduksi minimal adalah 65%. Pada sampelmadu manis kadar gula pereduksi adalah 64.91% dan sampel madu pahit adalah 54,75%. Kucuk et. al. (2007)menyatakan bahwa perbedaan kandungan gula pereduksi dapat terjadi karena madu yang belum matangsudah dipanen padahal proses inversi oleh enzim invertase lebah dari sukrosa nektar menjadi glukosa danfruktosa pada madu belum sempurna. Penyebab lain yang bisa terjadi adalah karena adanya pencampurandengan zat-zat lain (sukrosa atau air) sehingga gula reduksi menjadi lebih rendah. Oleh karena itu SNI madumensyaratkan kandungan sukrosa dalam madu kurang dari 5%. Rendahnya kadar glukosa bisa disebabkankarena telah terjadinya proses fermentasi pada madu yang dapat dilakukan oleh khamir dari genusZygosaccharomyces (Kuntadi, 2002).

Hidroximetilfurfural (HMF)Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3545-2013 HMF dalam madu maksimal 50 mg/kg.

Kadar HMF ini dapat menjadi indikator kerusakan madu oleh pemanasan yang berlebihan. Hasil penelitianmenunjukkan sampel madu manis dan madu pahit Battang tidak terdeteksi kandungan hidroksimetilfurfural,hal tersebut menunjukkan bahwa madu Battang merupakan madu murni tanpa mengalami proses pemanasandan tidak mengandung gula tambahan. Menurut Achmadi (1991), menyatakan bahwa HMF merupakan hasildekomposisi glukosa, fruktosa dan monosakarida lain yang memiliki enam atom C yang dalam suasana asamdan pembentukannya dapat dipercepat dengan bantuan panas. Selama persiapan dan penanganannya, maduhanya boleh dipanaskan semiminal mungkin, untuk memeriksa derajat pemanasan madu, dapat dilakukananalisa terhadap keaktifan enzim diastase dan kadar 5-hidroksi-metilfurfural. Bila keaktifan diastase menurundan kadar HMF meningkat sampai batas yang diizinkan berarti ada pemanasan berlebihan, sehingga kualitasmadu menurun. Bahkan bila keaktifan diastase sampai 0, kemungkinan madunya palsu atau tiruan. Demikianjuga bila kadar HMF >40mg/kg madu kemungkinan adanya pemalsuan dengan gula invert. Madu asli akanmemiliki sifat optis aktif ke kiri, tapi bila ada pemalsuan dengan cara penambahan gula invert atau gula pasir,maka akan memutar ke kanan. (Maun, 1999)

Kadar AirKadar air dalam madu menentukan kualitas madu, apabila kadar airnya tinggi maka kualitas madu

menjadi rendah. Kadar air madu dipengaruhi oleh iklim, dan penanganan pasca panen (Gairola et al. 2013).Standar Nasional Indonesia (SNI 3545:2013) menyebutkan bahwa kadar air madu yang baik maksimal 22%.Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa kedua sampel madu Battang mempunyai kadar air melebihibatas SNI 2013 (maksimum 22%). Tingginya kadar air madu tidak mengindikasikasikan adanya pemalsuanmadu dengan penambahan air, tetapi disebabkan karena pada saat panen sarang lebah tersebut belum semuamadu tertutup lilin. Pada umumnya pemanenan madu dari jenis lebah Apis dorsata yang biasa dilakukanpemungut madu dengan mengambil semua sisiran tanpa memisahkan sisiran madu yang sudah tertutup danbelum tertutup (Ajeng et al. 2014). Prasetya dan Andi (2014) menjelaskan bahwa kandungan kadar air yang

Page 4: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.1-4) 978-602-60766-3-2

4

tinggi pada madu akan merangsang aktifitas khamir untuk tumbuh dan berkembang dalam madu. Umurpanen juga mempengaruhi komposisi air pada madu. Madu yang dipanen pada umur tua mempunyai kadarair lebih sedikit daripada madu yang dipanen pada umur yang lebih muda. Semakin lama madu dalam saranglebah maka penguapan kadar air pada madu akan semakin sempurna Pematangan madu ditandai dengantertutupnya sel madu oleh lilin.

Madu murni di Indonesia yang baru diambil dari sarangnya biasanya memiliki kandungan airsebanyak 25% dari beratnya dan biasanya mencapai 33% jika terkontaminasi udara luar (Bogdanov et.al.2004). Indonesia mempunyai kelembaban yang tinggi yakni berkisar 60-90% (Sihombing, 2005). Kadar airmadu dipengaruhi kelembaban lingkungan yang ada. Hal ini disebabkan karena madu mempunyai sifathigroskopis, yaitu mudah menyerap air. Semakin tinggi kelembaban lingkungan maka kadar air madu akansemakin tinggi pula. Jika kelembapan 51%, kadar air madu 16,1%. Jika kelembapan 81%, kadar air madu33,4% (Sarwono, 2007). Kadar air madu sangat berpengaruh terhadap fermentasi, yang mana semakinrendah kadar air akan menjaga madu dari kerusakan untuk jangka waktu yang relatif lama. Pengeringanadsorpsi merupakan salah satu alternatif penurunan kadar air madu yang berguna untuk meningkatkankualitas madu dan efisiensi energi proses pengeringan.

4. KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas enzim diastase dan hidroksimetilfurfural sampelmadu manis hutan Battang telah memenuhi syarat mutu madu menurut SNI 01-3545-2013, tetapi hasilanalisis kadar air dan kadar gula pereduksi hampir mencapai standar syarat mutu madu SNI 01-3545-2013,sedangkan sampel madu pahit hutan Battang, hanya analisis hidroksimetilfurfural yang telah memenuhisyarat mutu madu, kadar air, enzim diastase dan kadar gula pereduksi tidak memenuhi standar SNI 01-3545-2013

5. DAFTAR PUSTAKAAchmadi, S., 1991, Analisis Kimia Produk Lebah Madu dan Pelatihan Staf Laboratorium Pusat Perlebahan Nasional

Parung Panjang, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Institut Pertanian Bogor.Ajeng P., Minarti S., Junus M., 2014, Perbandingan Kadar Air Dan Aktivitas Enzim Diastase Madu Lebah Apis

mellifera Di Kawasan Pengembangan Mangga (Mangivera indica) Dan Kawasan Pengembangan Karet(Hevea brasilliensis), Universitas Brawijaya, Malang.

Badan Standarisasi Nasional, SNI 01-2892-1992, Cara Uji Gula, Jakarta.Badan Standarisasi Nasional, SNI 01-3545-2013, Madu, Jakarta.Bogdanov. S.K. Ruoff. and L. Persano Oddo, 2004, Physico-Chemical Methods for The Characterisation of Unifloral

Honeys, A Review. Apidologie 35: s4-s17.Codex Alimentarius, 2001, Codex Alimentarius Standard for Honey: Draf Revised, Alinorm 01/25 19-26, FAO and

WHO, Rome.Cooper, R., 2007, Honey in Wound Care: Antibacterial Properties, GMS Krankenhaushygiene Interdisziplinar, 2(2).Gairola A., Tiwari P., Tiwari JK., 2013, Physico-Chemical Properties of Apis cerana-indica, Honey From Uttarkashi

District of Uttarakhand, India. J. Global Biosci 2 (1): 20-25.Hadisoesilo, S., Kahono, S dan Suwandi, 2011, Potensi Lebah Madu Hutan Apisdorsata Di Kawasan Hutan

Taman Nasional Tesso Nilo, Riau dan Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Pontianak.Kucuk, M., Kolaylh S., Karaoglu, S., Ulusoy, E., Baltaci, C., Candan, F., 2007, Biological Activities and Chemical

Composition of Three Honeys of Different Types From Anatolia, Food Chemistry, 100(2), 526-534.Kuntadi, 2002, Madu Komposisi Sifat dan Khasiatnya, Sylva Tropika Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Populer No. 07 Edisi November 2002, Jakarta.Maun, Sukmariah, 1999, Pemalsuan Madu Dengan Sakarosa, Jurnal Kedokteran Trisakti. Januari: 18 (1).Prasetya and Andi, B., 2014, Perbandingan Mutu Madu Lebah Apis mellifera Berdasarkan Kandungan Gula Pereduksi

Dan Non Pereduksi Di Kawasan Karet (Hevea brasiliensis) Dan Rambutan (Nephelium Lappaceum),Universitas Brawijaya, Malang.

Sarwono, B., 2007, Lebah Madu, AgroMedia Pustaka, Jakarta Selatan.Sihombing, D., 2005, Ilmu Ternak Lebah Madu, Gadjah Mada Universitas Press, Yogyakarta.Suranto, A., 2004, Khasiat dan Manfaat Madu Herbal, Agro Media Pustaka, Jakarta.

Page 5: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.5-10) 978-602-60766-3-2

5

ISOLASI DAN KARAKTERISASI INOSITOL DARI BIJI JAGUNG (ZEA MAYSSACCHARATA) DENGAN METODE ULTRASOUND -ASSISTED SOLVENT EXTRACTION

DAN GAS CHROMATOGRAFY MASS SPECTROMETRY (GCMS)

Andi Muhamad Iqbal Akbar Asfar1, Setyo Erna Widiyanti 2

1,2Dosen Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

This research was simply isolated inositol and physic characterisation from sweetcorn (Zea Mays Saccharata). Extractedused Ultrasound - Assisted Solvent Extraction (high frequency signal of 20 kHz). Comparation solvent this research(C2H5OH dan H2O) through variances ethanol dan water as solvent consist of 70%, 75%, 80%, dan 85% for ethanolvariances and 5 gr, 10 gr, 15 gr, dan 20 gr for variances of water as solvent through watered down until 100 ml in beakerglass. Yield extracted as isolated in 75% of ethanol solvent is 76%. Water content and ash content from sweetcorn seedeach of gave result are 76,48% and 0,7979%. Isolated after vaporated characterized with Gas Chromatografy MassSpectrometry (GCMS), the results were not able to detect the presence of Inositol (myo-inositol), but detected the othermonosaccharide content of 2-Furaldehyde. It is estimated that inositol (myo-inositol) is still detectable as 2-Furaldehydewith a very small percentage of abundance.

Keywords : sweetcorn seed, inositol, Ultrasound - Assisted Solvent Extraction, GCMS

1. PENDAHULUAN

Jagung manis, atau yang sering disebut dengan Zea Mays Saccharata ialah tanaman jagung yangsering sekali dikonsumsi sebagai jagung bakar atau sayur. Karena tren gula yang rendah kalori saat ini mulaimenjadi perhatian masyarakat, maka gula yang berasal dari serealia dan biji-bijian seperti jagung manismenjadi kajian untuk dikembangkan. Jagung manis memberikan keuntungan relatif tinggi bila dibudidayakandengan baik. Selain bagian biji, bagian lain dari tanaman jagung manis memiliki nilai ekonomis diantaranyabatang dan daun muda untuk pakan ternak, batang dan daun tua (setelah panen) untuk pupuk hijau /kompos,batang dan daun kering sebagai bahan bakar pengganti kayu bakar, buah jagung muda untuk sayuran,perkedel, bakwan dan berbagai macam olahan makanan lainnya. Umur produksi jagung manis lebih singkat(genjah), sehingga dapat menguntungkan dari sisi waktu (Ayunda, 2014).

Jagung manis mengandung 2,22 % (maksimum basis kering) inositol atau dalam bentuk esternyadisebut pula sebagai phytic acid. Inositol digunakan sebagai pemanis dimana kandungan gulanya setengahdari sukrosa serta renda kalori. Sehingga sangat cocok digunakan sebagai zat aditif makanan penggantiglukosa atau sukrosa dengan rendah kalori. Inositol dalam buah dalam bentuk gula alkohol (Lee dan Coates,2000). Sumber penelitian lain menyebutkan bahwa inositol (C6H1206) merupakan karbohidrat dan cyclitolsatau alkohol siklis yang menyerupai glukosa terdapat dalam banyak bahan makanan, terutama dalam sekamserealia dimana merupakan polyols dari cyclohexane dengan kemungkinan 9 isomer yang dapat terbentuk(McDonald et al., 2012). Bentuk esternya dengan asam fitat menghambat absorpsi kalsium dan zat besidalam usus halus dengan suhu leleh yang tinggi pada 224-2270C (Solé, 2014). Inositol digolongkan ke dalamVitamin tipe B sebagai sumber nutrisi manusia (Indyk, 2016). Asam fitat (phytic acid) adalah myo-inositol1,2,3,4,5,6-hexakis phosphate. Formula dari asam fitat yaitu C6H18O24P6 (Liu, Guo, dan Huang, 2011;Danelutti dan Matos, 2014; Joy dan Balaji, 2015). Asam fitat adalah bentuk penyimpanan utama fosfor yangbanyak terdapat dalam sereal, kacang-kacangan, minyak sayur, dan serbuk sari bunga. Asam fitat jugamemiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan fosfor, menyimpan energi, sumber kation, sumber myo-inositol(prekursor dinding sel) dan inisiasi dormansi. Kehadiran asam fitat pada usus besar dapat melindunginya dariperkembangan karsinoma usus besar (Kerovuo, 2000).

Inositol atau myo-nositol dapat diperoleh dari biji jagung melalui proses ektraksi. Penelitian inimengidentifikasi isolat inositol yang diperoleh dari biji jagung manis (Zea Mays sachharata) sertamengkomparasi pelarut antara etanol dan air.

1 Korespondensi : Andi Muhamad Iqbal Akbar Asfar, Telp 08114181441, [email protected]

Page 6: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.5-10) 978-602-60766-3-2

6

2. METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini mencakup alat, bahan serta prosedur penelitian yang dijabarkan sebagaiberikut:

AlatAlat-alat yang digunakan antara lain neraca analitik, alat ekstraksi ultrasonik, beaker glass (Pyrex), corongkaca (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), spatula, penyaring vakum, vacuum rotary evaporator, botol sampel, corongplastik, dan pipet tetes, glassware (Pyrex), desikator, GCMS (Shimadzu GC 2010 Plus), pH meter, bolahisap, pipet volume (Pyrex), termometer, corong kaca (Pyrex), dan oven listrik (Karl Fischer).

BahanBeberapa bahan yang digunakan adalah biji jagung manis, Pelarut C2H5OH dan H2O, indikator myo-inositolmurni.

Prosedur Penelitian

a) Penyiapan bahan bakuBahan baku berupa biji jagung (Zea Mays Saccharata) ditimbang sebanyak 150 gr kemudian dihaluskan dengan crusher hingga berukuran kecil sekitar 1-2 mm untuk memudahkan proses ekstraksi.Kemudian ± 10 gr diambil untuk dilakukan ekstraksi menggunakan rotavapor untuk satu variasi.Pengujian kadar air dan kadar abu menggunakan sampel jagung manis sebanyak ± 5 gr.

b) Analisis kadar AirJagung manis (Zea Mays Saccharata) yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 5 gr kedalam cawandengan terlebih dahulu cawan ditimbang dalam keadaan kosong setelah diovenkan hingga berat konstan.Cawan dan sampel jagung manis dimasukkan kedalam oven untuk dilakukan gravimetri terhadapsampel. Cawan dan sampel yang telah diovenkan selama ± 4 jam didinginkan ke dalam desikator selama10 menit kemudian ditimbang hingga berat konstan.

c) Analisis kadar AbuAnalisa kadar abu merupakan kelanjutan dari proses kadar air. Cawan dan sampel dimasukkan ke dalamtanur (furnace) kemudian suhu diatur pada suhu 5500C selama ± 5 jam atau hingga sampel berubahmenjadi abu. Cawan serta sampel yang telah menjadi abu ditimbang untuk diketahui berat abu yangdihasilkan.

d) Isolasi InositolIsolasi inositol dilakukan dengan melakukan ekstraksi Biji jagung yang telah dihaluskan ditimbangsebanyak 10 gram lalu dimasukkan ke dalam beaker gelas serta ditambahkan etanol (C2H5OH) 70%.Penentuan kadar pelarut didasarkan pada penelitian sebelumnya pada kacang kedelai, inositol padakacang kedelai optimum pada pelarut etanol 80% (McDonald, 2012). Sampel tersebut kemudiandimasukkan ke dalam ekstraksi ultrasonik (sonikator) dengan metode Ultrasonic-Assited SolventExtraction. Ekstraksi berbantuan gelombang ultrasonik dilakukan dengan frekuensi 20 KHz. Temperaturdan waktu ekstraksi diatur sebagai variabel tetap yakni pada kondisi operasi dengan suhu 500C denganwaktu 60 menit. Hasil ekstraksi disaring dengan kertas saring Whattman nomor 311844, kemudianpelarut diuapkan dengan menggunakan Rotary Vacum Evaporator pada tekanan 24 KPa dan temperatur600C hingga didapatkan produk inositol. Percobaan dilakukan dengan perbedaan konsentrasi pelarutC2H5OH masing-masing 70%, 75%, 80%, dan 85%. dan untuk variasi pelarut air (H2O) digunakanvariasi berat sampel yaitu 5 gr, 10 gr, 15 gr, dan 20 gr yang diencerkan hingga 100 ml pada beaker gelas,sehingga secara keseluruahn diperoleh 8 sampel.

e) Analisis kadar RendemanEkstrak yang diperoleh dari berbagai variasi pelarut dipekatkan dengan alt rotavapor hingga semuapelarut menguap dengan kondisi operasi 600C selama ± 1 jam per sampel atau memastikan pelarut telahmenguap semuanya. Hasil larutan yang telah dipekatkan di pipet sebanyak 5 ml ke dalam cawan petriuntuk diukur kadar rendeman tiap sampel dengan terlebih dahulu mengetahui berat cawan petri kosong.Menentukan berat residu dan berat rendeman.

f) Karaterisasi

Page 7: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.5-10) 978-602-60766-3-2

7

Karakterisasi awal produk inositol diuji dengan serangkaian pengujian yaitu, kadar air, kadar abu, dankadar rendeman. Kemudian dilanjutkan dengan GCMS. Sebelum karaterisasi dilakukan pemekatanmelalui alat rotavapor kemudian diuji karakterisasi dengan GCMS. Karakterisasi menggunakan GCMS(gas chromatography mass spektrofotometry).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang telah diperoleh adalah karakterisasi awal dari larutan/isolat yang mengandung inositoldengan perlakukan secara fisik serta uji visual yaitu keadaan inositol setelah ekstraksi serta analisis kadar airdan kadar abu.

Kadar Air

Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan oven sebagai media pengeringan (gravimetri).Sampel di masukkan ke dalam oven, sehingga semua air dalam sampel menguap yang ditunjukkan beratsampel konstan. Kehilangan berat menunjukkan bahwa jumlah air yang terkandung dalam sampel. Pada hasilanalisis kandungan air pada sampel yaitu 3,8751 gr. Untuk persentase kadar air dapat dihitung dengan rumusberikut:

%Air = (B − (C − A)B x 100%Keterangan:A : Berat CawanB : Berat SampelC : Berat Cawan + Sampel

%Air = (52,1419 gr − (53,3331 − 5,0663)gr52,1419 gr x 100%%Air = 76,48%Kadar air yang diperoleh pada sampel jagung manis mengandung 76,48% air.

Kadar Abu

Proses pengabuan yang dilakukan adalah proses pengabuan kering. Pengabuan ini menggunkan panastinggi dengan adanya oksigen. Sampel didetruksi pada tanur tinggi (furnace) tanpa nyala api sampai terbentukabu berwarna putih dan berat konstan tercapai. Oksidasi komponen pada tanur dilakukan pada suhu 5000C.Residu hasil pengabuan pada tanur diperoleh adalah 1,1811 gr abu dengan persentase kadar abu sebagaiberikut:

Kadar Abu = C − AB − A x 100%Keterangan:A : Cawan kosongB : Berat Cawan + SampelC : Berat Cawan dan Sampel setelah pengabuan

Kadar Abu = 52,1514 gr − 52,141953,3325 − 52,1514 x 100%Kadar Abu = 0,007979 atau 0,7979%Kadar abu yang diperoleh adalah 0,007979 yang menunjukkan bahwa pada tiap 5 gram sampel diperolehkadar abu 0,7979%.

Page 8: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.5-10) 978-602-60766-3-2

8

Kadar Rendeman

Rendeman adalah perbandingan jumlah (kuantitas) produk yang dihasilkan dari ekstraksi jagungmanis atau persentase produk yang diperoleh dari membandingkan berat awal dengan berat akhirnya.Sehingga dapat diketahui kehilangan beratnya pada proses pengolahan. Semakin tinggi nilai rendeman yangdihasilkan menandakan semakin banyaknya produk yang dihasilkan. Analisis kadar rendeman dilakukansetelah proses pemekatan menggunakan rotavapor. Setiap sampel dipipet 5 ml Data hasil analisis kadarrendeman sebagai berikut:

Tabel 1. Analisis Rendeman

SampelVolume

Total Sampel(mL)

BeratPetri +Residu

(gr)

BeratPetri Kosong

(gr)

BeratResidu

(gr)

BeratRendemen

(gr)

5 G 78,0 35,1618 35,1609 0,0009 0,0140

10 G 75,0 34,0036 34,0025 0,0011 0,0165

15 G 48,0 33,9320 33,9212 0,0108 0,1037

25 G 60,0 33,2557 33,2456 0,0101 0,1212

70% 76,0 31,7578 31,7187 0,0391 0,5943

75% 80,0 31,7589 31,7114 0,0475 0,760080% 82,0 35,0279 34,9881 0,0398 0,652785% 77,0 35,1905 35,1455 0,0450 0,6930

Kadar Rendeman = Volume Total SampelVolumen Sampel Analisa x Berat ResiduKadar Rendeman = 78 ml5 ml x 0,0009 grKadar Rendeman = 0,0140 gr atau 1,4%Kadar rendeman pada 8 sampel yang diperoleh dari hasil ekstraksi dalam bentuk isolat diperolehmenunjukkan perbedaan yang cukup signifikan. Dari tabel di atas menunjukkan bahwa penggunaan pelarutetanol memberikan hasil kadar rendeman lebih tinggi di atas 0,5 gram yaitu kadar rendeman masing-masingkonsentrasi 70%, 75%, 80%, dan 85% yaitu 0,5943 gr, 0,7600 gr, 0,6527 gr, dan 0,6930 gr, sedangkan padapenggunaan pelarut air memiliki kadar rendeman tertinggi pada 25 gram sampel jagung manis yaitu 0,1212gram.

Gambar 1. Analisis Kadar Rendeman

Page 9: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.5-10) 978-602-60766-3-2

9

Kadar rendeman pada pada variasi pelarut etanol lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut air. Kadarrendeman tertinggi pada variasi pelarut etanol adalah 0,7600 gram pada kadar etanol 75%, sedangan padavariasi pelarut air berat rendeman tertinggi pada variasi berat jagung manis pada 25 gram yaitu 0,1212 gram.Hal ini menunjukkan bahwa sampel jagung setiap 5 ml larutan inositol pada konsentrasi pelarut etanol 75%memiliki memiliki kadar rendeman sebesar 76%.

KarakterisasiKarakterisasi menggunakan GCMS diperoleh struktur dari golongan monosakarida dan persen

kelimpahan dari bahan penyusun biji jagung manis khususnya golongan monosakarida yaitu 2-furaldehydeatau Furfural. Hasil GCMS tidak mampu mengidentifikasi Inositol pada sampel tetapi hanya mampumendeteksi keberadaan kandungan gula lainnya yaitu 2-furaldehyde atau Furfural.

Gambar 2. Struktur 2-Furaldehyde

Persen kelimpahan 2-furaldehyde cukup besar yaitu 26,94%. Ketidakmampuan identifikasi Inositol padasampel biji jagung manis disebabkan sampel seharusnya diderivatisasi dengan reagen TMSI (trimethyl silylimidazole) pada penelitian menggunakan Asetat. Meskipun asetat cocok untuk memecah kandungan guladalam sampel tetapi ketika dilakukan karakterisasi menggunakan metode GCMS, hasil pada spektrogramtidak mampu mendeteksi keberadaan Inositol. Inositol diperkirakan ikut dalam persen kelimpahan 2-Furaldehyde sebab baik 2-furaldehyde atau Inositol (myo-nositol) merupakan bagian dari sakarida ataumonosakarida dimana myo-inositol menyerupai glukosa yang berbentuk gula alkohol (polyol).

4. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan pelarutetanol jauh lebih baik dibandingkan menggunakan pelarut air. Hal ini sesuai dengan hasil analisis kadarrendeman dimana kadar rendeman terbesar pada konsentrasi pelarut 75% dengan rendeman sebesar 76%.Hasil analisis kadar air dan kadar abu menunjukkan bahwa kadar air sampel jagung manis untuk setiap 5gram sampel mengandung air sebanyak 76,48% atau 0,7648 gram. Kadar abu untuk sampel jagung manisdengan bobot sampel 5 gram sebesar 0,79% atau 0,0079 gram abu. Hasil uji visual terhadap perbandingankedua pelarut yang digunakan (etanol dan air), pelarut etanol menghasilkan ekstrak dengan daya simpan yangjauh lebih baik dengan tidak adanya perubahan warna dan bau, sedangkan pada pelarut air terjadi perubahanterhadap ekstrak setelah disimpan dalam jangka waktu tertentu. Persentase rendeman terbesar pada 75%sebesar 0,76 gram atau 76%. Hasil karakterisasi GCMS tidak mendeteksi keberadaan Inositol, tetapimendeteksi kandungan gula lainnya yaitu 2-Furaldehyde atau furfural. Diperkirakan inositol ikut terdeteksidi dalam kandungan 2-Furaldehyde yang keduanya merupakan bagian dari monosakarida.

5. DAFTAR PUSTAKA

Ayunda, Nesia. 2014. Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea Mays Saccharata Sturt.) Pada BeberapaKonsentrasi Sea Minerals. Fakultas Pertanian, Universitas Taman Siswa, Padang.

Daneluti, André Luis Máximo & Matos, Jivaldo do Rosário. 2013. Study of thermal behavior of phytic acid. BrazilianJournal of Pharmaceutical Sciences, Vol. 49, No. 2, April-Juni 2013, Hal. 275-283.

Indyk, Harvey E., Saldo, Sheila C., White, Peter M., Dole, Mumtaz N., Gill, Brendon D., & Woollard, David C. 2016.The Free And Total Myo-Inositol Contents Of Early Lactation And Seasonal Bovine Milk. International DairyJournal 56 (2016), hal. 33-37.

Jian-Rui Liu, Yi-Na Guo, Wei-Dong Huang. 2011. Formation Process and Properties of Phytic Acid ConversionCoatings on Magnesium. Journal of Surface Engineered Materials and Advanced Technology, 2011, 1, hal. 15-21.

Page 10: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.5-10) 978-602-60766-3-2

10

Joy, Amitha & Balaji, S. 2015. Drug-Likeness of Phytic Acid and Its Analogues. The Open Microbiology Journal, 2015,Vol. 9, Hal. 141-149.

Kerovuo, J. 2000. A Novel Phytase From Bacillus: Characterization And Production Of The Enzyme. Ph.D dissertation,Univ. Helsinki, Finland.

Lee A, H. S & G. A. Coates. 2000. Quantitative Study Of Free Sugars and Myo-Inositol In Citrus Juices By HPLC andA Literature Compilation. Journal of Liquid Chromatography & Related Technologies 23(14), hal. 2123–2141.

McDonald, L. W., Goheen, S. C., Donald P. A., & Campbell, J. A. 2012. Identificat Ion And Quantitat Ion Of Va RiousInositols And O-Methylinositols Present In Plant Roots Relate D to Soybean Cyst Nemat Ode Host Stat US.NEMATROPICA Vol. 42, No. 1, 2012, hal. 1-8.

Solé, Aran., Neumann, Hannah., Niedermaier, Sophia., Cabezaa Luisa F., & Palomo, Elena. 2014. Thermal StabilityTest Of Sugar Alcohols As Phase Change Materials For Medium Temperature Energy Storage Application. EnergyProcedia 48, 2014, hal. 436 – 439.

Winarto, W.P. 2004. Memanfaatkan Tanaman Sayur untuk Mengatasi Aneka Penyakit. Tangerang: AgroMedia Pustaka.

Page 11: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.11-14) 978-602-60766-3-2

11

PEMANFAATAN KULIT SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATANBIOBRIKET

Tri Hartono1), Hastami Murdiningsih2), Yuliani HR3)

1,2,3)Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang

ABSTRAK

Crude oil and its derivative products are categorized as unrenewable energy. It is widely used in daily life andconsidered to be an important fuel resource. Many efforts have been done to overcome energy crisis by finding analternative energy resources. One of alternative energy is bio-mass energy. Indonesia as an agrarian country, producesmany agricultural product wastes but their uses are still rarely, one of which is cassava shield wastes. The aims of thisresearch are: (1) to use cassava skin waste to produce bio-briquettes, (2) to determine the composition of raw materialand adhesive agents to yield the best heating value of bio-briquettes. This research will eventually decrease the pollutionand give added value of cassava skin wastes. The manufacture process began with carbonization of cassava skin,crushed it into desired particulate sizes, and then mixed it with the adhesive agent (tapioca/sago) with the compositionsof 100:10; 100:20; 100:30; and 100:40 w/w. The results show by using tapioca agent as an adhesive, the water contentsof bio-briquettes are 8.0479-8.643%, ash contents are 16.1092-18.5093%, loss of ignition are 83.0326-86.4499%, andthe heating values are 5243.1234-537.4715 cal./g. The best quality of bio- briquettes produced is on the composition ofcharcoal and adhesive agent of 100:30 w/w for both tapioca and sago as adhesive agents. Their heating values fulfill thestandard solid fuel and its textures are fine and less breakable.

Keywords : Cassava Skin Wastes, Carbonization, Bio-briquettes

1. PENDAHULUANKrisis bahan bakar minyak di Indonesia semakin krusial dengan meningkatnya populasi penduduk.

Bahan bakar minyak digunakan oleh masyarakat selain untuk memenuhi sarana transportasi dan aktivitasindustri juga digunakan untuk keperluan sehari-hari dalam skala rumah tangga. Mulai tahun 2008 Pemerintahmelakukan konversi pemakaian minyak tanah menjadi gas elpiji untuk keperluan sehari-hari, namunpemanfaatan gas elpiji ini menemui beberapa masalah. Usaha untuk mengantisipasi terjadinya krisis energimaka diperlukan pengembangan sumber daya energi alternatif. Pemerintah mendukung hal ini denganmenerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor: 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasionaluntuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Energi biomassaperlu mendapat perhatian khusus, karena negara kita merupakan negara agraris yang banyak menghasilkanlimbah pertanian dimana pemanfaatannya masih kurang. Salah satu limbah pertanian adalah limbah kulitsingkong.

Tujuan penelitian ini menentukan kadar air, kadar abu, bagian yang hilang pada pemanasan 9500C,dan nilai kalor briket arang kulit singkong dengan variasi perbandingan arang kulit singkong terhadap bahanperekat dan jenis perekat. Penelitian ini berperan sangat penting karena biobriket yang dihasilkan dapatmeningkatkan nilai ekonomi limbah kulit singkong. Selain itu juga dapat mengurangi limbah yang dihasilkanoleh hasil pertanian, karena melimpahnya limbah pertanian kalau tidak ditangani dengan baik akanberpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan.

Biobriket merupakan briket yang dibuat dari bahan biomassa. Biomassa adalah suatu limbah bendapadat yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar meliputi limbah kayu, limbah pertanian, limbahperkebunan, limbah hutan, dan komponen organik dari industri maupun rumah tangga. Menurut Hidayah(2004), secara umum teknologi konversi biomassa menjadi bahan bakar dapat dibedakan menjadi tiga.Pertama adalah pembakaran langsung, yang merupakan teknologi yang paling sederhana karena padaumumnya biomassa dapat dibakar secara langsung. Kedua adalah konversi termokimiawi, merupakanteknologi yang memerlukan perlakuan termal untuk memicu terjadinya reaksi kimia dalam menghasilkanbahan bakar. Ketiga adalah konversi biokimia yang merupakan teknologi konversi menggunakan bantuanmikroba dalam menghasilkan bahan bakar. Beberapa parameter kualitas briket yang mempengaruhipemanfaatannya antara lain: kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, dan nilai kalor.

1 Korespondensi : Tri Hartono, Telp 081343859643, [email protected]

Page 12: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.11-14) 978-602-60766-3-2

12

2. METODE PENELITIANPenelitian ini dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah drum, crusher, ayakan. Instrumen untuk pengujian adalahneraca , mesin press, oven, furnace, bomb calorimeter. Bahan yang digunakan sebagai bahan baku adalahlimbah kulit singkong, sedangkan bahan perekat pembuatan briket adalah tepung kanji dan tepung sagu.

Proses pembuatan briket kulit singkong diawali dengan mengeringkan kulit singkong yang sudahdihilangkan kulit luarnya dengan menggunakan sinar matahari. Kemudian dimasukkan dalam reaktor untukmelakukan proses pengarangan. Arang yang dihasilkan dari proses pengarangan selanjutnya dihaluskan agarbutiran arang kulit singkong lebih halus. Arang kulit singkong yang telah dihaluskan kemudian dicampurdengan perekat kanji dengan perbandingan berat arang : berat perekat adalah 100:5; 100:10; 100:15; 100:20.Campuran ini selanjutnya dicetak dan dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari. Hasilnya berupabriket diuji kualitasnya dengan menganalisis kadar air, kadar abu, bagian yang hilang pada pemanasan 9500C,dan nilai kalor.

Tahapan pembuatan briket dari kulit singkong digambarkan dalam bagan seperti berikut.

Pengujian briket meliputi penentuan kadar air, kadar abu, bagian yang hilang pada pemanasan 9500C, dannilai kaor.

Penentuan kadar air:Botol timbang dikeringkan pada temperatur 105°C selama 30 menit. Setelah didinginkan dalamdesikator selama 15 menit, kemudian ditimbang. Kira-kira 3 gram sampel dimasukkan dalam botoltimbang, kemudian dikeringkan pada temperatur 105°C hingga bebas air selama ± 60 menit. Setelahdidinginkan dalam desikator selama 15 menit, botol timbang dan isinya ditimbang.

%100xawalberat

akhirberatawalberatairKadar

Penentuan kadar abu:Cawan porselin dikeringkan pada temperatur 600°C selama 30 menit, dinginkan dalam eksikatorkemudian ditimbang. Kira-kira 2 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin. Cawan danisinya dipanaskan dengan nyala bunsen sampai tidak berasap lagi. Kemudian dimasukkan ke dalamtanur listrik dengan temperatur 600°C selama 30 menit. Setelah didinginkan dalam desikator, cawandan isinya ditimbang.

%100xawalberat

akhirberatabuKadar

Penentuan bagian yang hilang pada pemanasan 9500C:

karbonisasi

Penggilingan dan Pengayakan

Pencampuran serbuk arang dengan perekat

Pencetakan briket

Pengujian briket

Menyiapkan bahan kulit singkong

Page 13: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.11-14) 978-602-60766-3-2

13

Sampel dipanaskan sampai suhu 9500C dalam furnace. Setelah suhu tercapai, karbon dibiarkandingin dalam furnace dengan tidak berhubungan dengan udara luar. Setelah dingin dimasukkan kedalam desikator dan ditimbang.

%100xawalberat

akhirberatawalberathilangyangBagian

Penentuan nilai kalor:Penentuan nilai kalor dengan menggunakan alat bomb calorimeter. Sampel dimasukkan ke dalambejana logam yang kemudian diisi oksigen pada tekanan tinggi. Bom ditempatkan di dalam bejanaberisi air dan sampel dinyalakan dengan sambungan listrik dari luar. Suhu diukur sebagai fungsiwaktu setelah penyalaan. Pada saat pembakaran suhu bom tinggi oleh karena itu untuk menjagakeseragaman suhu air sekeliling bom diperlukan pengadukan, dalam beberapa hal tertentu diberikanpemanasan dari luar melalui selubung air untuk menjaga supaya suhu seragam agar kondisi bejana airadiabatik.

3. HASIL DAN PEMBAHASANTabel 1. Hasil Analisis Briket Kulit Singkong:

No

Sampel(%w/w)

arang:perekat

Parameter UjiKadar Air (%) Kadar Abu (%) LOI (%) Nilai Kalor (kal/g)

Perekatkanji

Perekatsagu

Perekatkanji

Perekatsagu

Perekatkanji

Perekatsagu

Perekatkanji

Perekatsagu

1 100 : 0 7,1439 15,1921 79,7883 5678,41342 100 : 10 8,0479 6,1998 16,1092 15,9287 83,0326 79,7883 5537,4715 5510,40443 100 : 20 8,4808 7,2856 16,5242 15,4665 85,2207 83,0326 5444,3755 5413,38494 100 : 30 8,6431 6,0073 17,4966 17,6922 86,4499 85,2207 5243,1234 5144,65895 100 : 40 8,6000 7,9599 18,5093 18,7874 85,8244 86,4499 5303,9818 4963,8998

Kadar Air.Air merupakan komponen yang penting dalam penentuan kualitas briket, dengan adanya air

di dalam briket akan mengakibatkan nilai kalornya rendah, karena sebagian kalornya digunakanuntuk menguapkan air terlebih dahulu. Tabel 1 menunjukkan bahwa untuk sampel yangmenggunakan kanji sebagai perekat nilai kadar airnya 8,0479 – 8,643%, nilai ini hampir samadengan nilai kadar air untuk sampel yang menggunakan sagu sebagai perekat yaitu 6,0073 –7,9599%. Nilai kadar air sampel yang menggunakan kanji sedikit lebih besar dari SNI: Kadar Airbriket arang kayu ≤ 8 %. Hal ini disebabkan kanji memiliki sifat yang mudah menyerap air dariudara. Dari tabel hasil analisis di atas kadar air untuk semua sampel hampir sama dan memenuhistandar mutu yaitu antara 6,3554 – 6,8983 % ( SNI, kadar air briket arang kayu ≤ 8%). Briketdengan kadar air lebih tinggi akan mengurangi nilai kalor, namun memperlambat prosespembakaran, dan menambah volume gas buang.Kadar Abu.

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa briket yang menggunakan kanji sebagai perekat kadarabunya 16,1092 – 18,5093%, sedangkan untuk briket yang menggunakan sagu sebagai perekatkadar abunya 15,9287 – 18,7874% . Nilai ini sangat berbeda dengan SNI: Kadar Abu briket arangkayu ≤ 8 %. Hal ini terjadi pada saat karbonisasi banyak udara yang masuk ke dalam tongpembakaran, sehingga terjadi pembakaran sempurna yang menyebabkan terbentuknya abu. Semakinbanyak kadar abunya, kualitas briket tidak bagus karena nilai kalornya semakin rendah. Hal inidisebabkan karena abu akan mencair pada saat dibakar dan membentuk kerak dalam tungkupembakaran. Jenis bahan baku briket juga berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar abu briketyang dihasilkan. Hal ini dikarenakan bahan baku yang digunakan memiliki komposisi kimai danjumlah partikel yang berbeda-beda sehingga mengakibatkan kadar abu yang dihasilkan berbedapula.Kadar Bahan yang Hilang pada Pemanasan 9500C

Page 14: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.11-14) 978-602-60766-3-2

14

Tabel hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar zat terbang untuk sampel yang menggunakan kanjisebagai perekat 83,0326 – 86,4499%, sedangkan nilai untuk sampel yang menggunakan sagu sebagai perekat79,7883 – 86,4499%. Nilai ini jauh dari SNI: kadar zat terbang arang kayu ≤ 15%. Nilai tersebut tidakberbeda jauh dengan briket dari sekam padi yang memiliki kadar zat terbang sebesar 78,96% (Rahman, 2011)dan briket dari bungkil jarak pagar yang memiliki kadar zat terbang sebesar 62,29% (Liliana, 2010). Kadarbahan yang hilang pada suhu 9500C (kadar zat terbang) diakibatkan oleh kecepatan, waktu pembakaran, danbanyaknya asap yang ditimbulkan. Semakin besar kandungan zat terbang, maka semakin banyak asap yangditimbulkan pada saat pembakaran briket tersebut. Kadar LOI (bagian/zat yang hilang) tinggimenandakan bahwa proses karbonisasi kurang sempurna sehingga masih terdapat kandungan zatterbang yang tinggi.Nilai Kalor.

Nilai kalor merupakan parameter utama dalam menentukan kualitas suatu briket sebagai bahan bakar.Semakin besar nilai kalornya, maka semakin baik kulaitas briket tersebut. Tabel 1, menunjukkan bahwasemakin banyak perekatnya maka semakin rendah nilai kalornya. Hal ini disebabkan karena adanya perekatakan menghasilkan kadar abu pada saat briket dibakar. Nilai kalor untuk sampel yang menggunakan kanjisebagai perekat adalah 5243,1234 – 5537,4715 kal/g, sedangkan untuk sampel yang menggunakan sagusebagai perekat adalah 4963,8998 – 5510,4044 kal/g. Nilai ini sudah memenuhi SNI: nilai kalor arang kayu ≥5000 kal/g.Nilai kalor briket kulit singkong hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibanding dengan nilai kalor kayu bakaryang sering digunakan oleh masyarakat desa yang mempunyai nilai kalor 3500 kal/g.4. KESIMPULAN

Briket arang kulit singkong dengan menggunakan perekat kanji maupun menggunakan perekatsagu mempunyai kualitas yang hampir sama baik kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, maupunnilai kalornya.

5. REFERENSIAgustina, S.E. dan Syafrian A. 2005. Mesin Pengempaan Briket Limbah Biomassa, Salah Satu Solusi Penyediaan

Bahan Bakar Pengganti BBM untuk Rumah Tangga dan Industri Kecil. Bandung: dalam Seminar Nasionaldan Konggres Perteta.

Badan Pusat Statistik. 2008. Data jumlah produksi hasil pertanian sekunder di Indonesia.Bhattacharya, S.C., R. Bhatia, M.N. Islam, dan N. Shah. 1985. Densified Biomass in Thailand: Potensial, Status and

Problem. Biomass 8: 255-266.Fatimah I.,2004. Pengaruh Laju Pemanasan Terhadap Komposisi Biofuel Hasil Pirolisis Serbuk Kayu. Vol. I, No. I.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Islam Indonesia.Grace, M. R. 1977. Cassava Processing: Food and Agriculture Organization. Roma: Honiiee.Grover V.I., V.K. Grover dan W. Hogland. 2002. RecoveringEnergy from Waste. USA: various Aspects Eds. Scince

Publisher Inc. Enfield.Liliana W. 2010. Peningkatan Kualitas Biopelet Bungkil Jarak Pagar sebagai Bahan Bakar melalui Teknik

Karbonisasi. Bogor: Program Pasca Sarjana, Intitut Pertanian Bogor.Palz W. dan Coombs J. 1985. Energy from Biomass. 3rd Edition. London: Elsevier Aplied Science.Rahman. 2011. Uji Keragaan Biopelet dari Limbah Sekam Padi (Oryza Sativa sp.) sebagai Bahan Bakar Alternatif

Terbarukan. Bogor: Fateta, IPB.Sinurat E. 2011. Studi Pemanfaatan Briket Kulit Jambu Mete dan Tongkol Jagung Sebagai Bahan Bakar Alternatif.

Makassar: Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin.Wijayanti Diah Sundari. 2009. Karakteristik Briket Arang dari Serbuk Gergaji dengan Penambahan Arang Cangkang

Kelapa Sawit. Medan: Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Page 15: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.15-20) 978-602-60766-3-2

15

OPTIMASI VOLUME DAN JENIS PEMLASTIS (Plasticizer) UNTUK PROSESPEMBUATAN PLASTIK BIODEGRADABEL PATI UMBI UWI (Deoscorea Alata)

Zulmanwardi1), Abigael Todingbua2), Muhammad Saleh3)

1,2,3)Dosen Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang

ABSTRACT

Biodegradable plastic will be completely destroyed by microorganisms. One type of starch-patian which began tobe developed as plastic raw materials biodegradabel is starch from tubers of Uwi (deoscorea alata). The purpose of thisresearch is to 1) determine the optimum conditions) the concentration of the solvent acetone; 2) determine the optimumcondition) volume of plasticizers; 3) Looking for plasticizers best between glycerol with sorbitol; 4) heat endurance;tensile strength; and test period explained or biodegradabilitas plastic biodrgradabel. Plastic manufacturing processbiodegradabel method this is a tuber starch dissolved in acetone solvent in the starch from tubers of Uwi with thevariation of the solvent concentration: 5%, 10%, 15%, 20%, then added glycerol or sorbitol (plastisers) with variations:2 ml, 3 ml, 4, and 5 ml. Next the mixture poured into a mold (casting), and then silenced during 2-3 days at roomtemperature and pressure until the plastic film is formed. The results showed that the optimum conditions: concentrationof the solvent acetone is 5%, type plasticizers best is sorbitol with volume 3 ml. Test results the characteristics of plasticfilm biodegradabel, i.e. the value of the highest tensile strength is 5.5109 N/mm2, with powerful plastic 20.64%. Periodexplained biodegradability for the variation of the fastest is 12 days, and the maximum heat resistance in may at atemperature of 140 0C. Biodegradable plastic quality is determined by the parameters: heat resistance, take apart(biodegrability), and strong pull.

Keywords: plastic, biodegradable, starch,tuber of uwi, tensile strength.

1. PENDAHULUANSalah satu permasalahan mengenai lingkungan adalah limbah plastik. Sampah plastik merupakan

sampah yang sulit terurai oleh lingkungan. Selain itu, plastik yang umum digunakan saat ini adalah polimersintetik yang terbuat dari bahan kimia yang tidak dapat terurai oleh mikroorganisme (non biodegradable),dan menggunakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resource), misalnyanaptha yang berasal dari produk turunan minyak bumi yang keberadaannya semakin menipis. Kelemahanplastik dari polimer sintetik yang lain adalah berbahaya bagi kesehatan manusia akibat migrasi residumonomer vinil klorida sebagai unit penyusun polivinilklorida (PVC) yang bersifat karsinogenik (Siswono,2008). Akibatnya semakin banyak penggunaan plastik semakin meningkat pula pencemaran lingkungan.Oleh karena itu, salah satu alternatif untuk memecahkan masalah ini adalah dengan mengembangkan bahanplastik biodegradable.

Plastik biodegradable adalah plastik yang dapat digunakan untuk kemasan pembungkus bahan panganlayaknya seperti plastik konvensional yang selama ini kita gunakan, namun plastik biodegradable akanhancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir berupa air dan gas karbondioksida setelahhabis terpakai dan terbuang ke lingkungan. Kualitas tanah akan meningkat dengan adanya plastikbiodegradable karena hasil penguraian mikroorganisme dapat meningkatkan unsur hara dalam tanah (Firdausdkk, 2004).

Plastik biodegradable dapat dibuat dari pati-patian tropis, seperti ubi kayu, jagung, dan sagu(Pranamuda,2001). Salah satu jenis pati-patian yang layak dikembangkan sebagai bahan baku plastikbiodegradabel adalah pati dari Umbi Uwi (Dioscorea alata). Umbi tersebut mengandung pati (karbohidrat)yang tinggi sekitar 43% (Ubaidillah, 2009), Sebagai bahan pangan, umbi uwi tidak disukai sebab rasanyahambar. Kajian tentang pemanfaatan umbi uwi sebagai bahan baku plastik biodegradabel diperlukan untukmengurangi penggunaan bahan baku plastik dari pati-patian yang umum digunakan untuk pangan, misalnyajagung, tapioka, dan sagu, sehingga mengancam ketahanan pangan nasional.

Plastik biodegradabel dari pati masih memiliki kekurangan sehingga dibutuhkan zat aditif untukmemperbaiki sifatnya, seperti pemlastis (plasticizer) karena dapat meningkatkan elastisitas pada suatumaterial (Darmi, dkk dalam Romadloniyah, F, 2012), zat aditif tersebut antara lain gliserol dan sorbitol.Sedangkan untuk meningkatkan kekuatan tarik, zat aditif lain yang digunakan antara lain khitosan.

1 Korespondensi : Zulmanwardi, Telp 081243924542, [email protected]

Page 16: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.15-20) 978-602-60766-3-2

16

Penelitian penggunaan pati sebagai bahan plastik biodegradabel sudah banyak dilakukan, diantaranya(Pranamuda, 2001) melakukan pencampuran antara polimer plastik dengan pati tapioka dan sagu, dimanahasilnya adalah semakin besar kandungan pati dalam campuran maka semakin tinggi tingkatbiodegradabilitasnya. Hasil ini didapat dari uji penguburan lempengan film plastik setebal 0,5 mm selama 1-6bulan. Hasil lain adalah sifat mekanik yang meliputi kekuatan tarik dan elongasi dari plastik biodegradabel,tergantung dari keadaan penyebaran pati dalam fase plastik, di mana bila pati tersebar merata dalam ukuranmikron dalam fase plastik, maka produk plastik biodegradable yang didapat mempunyai sifat mekanik yangbaik.

Firdaus dkk. (2007, mensintesis komposit pati singkong dan khitosan, di mana khitosan berfungsimeningkatkan kharakteristik yaitu sifat mekanik plastik biodegradabel.

Nasir (2003), membuat plastik dari pati jagung, hasil yang diperoleh yaitu terjadi biodegradasisetelah dilakukan penguburan dalam tanah sampah selama 12-16 hari. Sedangkan pengujian sifatbiodegradabilitas film plastik, mengunakan Bacillus cereus dalam limbah cair tahu terjadi biodegradasi lebihcepat yaitu 8-12 hari. Selain itu, pada pengujian ketahanan panas film plastik diperoleh kesimpulan bahwajika semakin tebal film plastik maka suhu maksimum ketahanan terhadap panas juga semakin tinggi.

Zulmanwardi, dkk (2013), membuat plastik dari pati umbi uwi dengan menggunakan pelarut etanoldan aseton, dengan bahan pemlastis (plasticizer) gliserol. Hasil uji kharakteristik film plastik yang dihasilkan(kuat tarik tertinggi), maka didapat pelarut terbaik adalah aseton

Bertitik tolak dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penelitian pembuatan plastikbiodegradabel dari pati sudah banyak dilakukan, namun bahan baku yang digunakan merupakan bahan yangumum digunakan untuk pangan, yaitu jagung, tapioka (singkong), dan sagu, sehingga dapat mengancamketahanan pangan nasional apabila digunakan sebagai bahan baku plastik. Selain itu, kualitas plastikbiodegradabel diantaranya kharakteristik fisik (kekuatan tarik) masih dibawah standar, sehingga perludilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah bahan aditif berupa biopolimer lain untuk meningkatkankualitas. Sehingga didapat kondisi proses produksi yang optimum, dan memungkinkan industri dapatmemproduksi dengan biaya yang murah tanpa mengurangi mutu produknya. Namun demikian hasil-hasilpenelitian tersebut menjadi dasar penelitian ini.

Oleh sebab itu, penelitian ini menggunakan biopolimer khitosan untuk meningkatkan kharakteristikfisik mekanik (kekuatan tarik) plastik biodegradabel. Semakin besar konsentrasi khitosan , maka akansemakin banyak ikatan hidrogen yang terdapat di dalam film plastik sehingga ikatan kimia dari plastik akansemakin kuat. (Coniwanti, C, dkk., 2014). Pati umbi uwi (deoscorea alata) dipilih sebagai bahan bakupembuatan plastik biodegradabel mengingat potensi umbi uwi di Sulawesi Selatan sangat banyak tumbuhsecara alamiah (belum banyak dibudidayakan). Umbi ini belum memiliki nilai ekonomi dan belumdimanfaatkan dengan maksimal sebagai bahan pangan, penggunaannya masih sebatas umbi rebus dan masihsebatas makanan rakyat golongan bawah. Selain itu kandungan pati (karbohidrat) umbi uwi 43%(Ubaidillah,2009). Dengan demikian pengembangan pati umbi uwi sebagai bahan plastik biodegradabel tidakmengancam ketahanan pangan nasional dan akan meningkatkan nilai ekonomis umbi uwi.

Tujuan penelitian ini adalah: a). menentukan kondisi optimum konsentrasi pelarut aseton; b).menentukan kondisi optimum volume pemlastis (plasticizer) gliserol atau sorbitol; b). mencari pemlastis(plasticizer) terbaik antara gliserol dengan sorbitol; dan c). menguji daya tahan panas; kekuatan tarik; danmenguji masa urai atau biodegradabilitas plastik biodrgradabel.

Penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk membuat plastik biodegradabel dari pati umbi uwi yangmerupakan bahan baku alternatif dari bahan nabati yang dapat diperbaharui. Pemanfaatan pati umbi uwitersebut diharapkan akan meningkatkan nilai ekonomis umbi uwi, dan dapat mengurangi penggunaan bahanpati dari sumber bahan pangan yang telah umum dikonsumsi masyarakat (misal jagung, ubi kayu, dan sagu),sehingga tidak mengganggu ketahanan pangan nasional. Hasil Penelitian ini sebagai informasipengembangan Ipteks

2. METODE PENELITIAN2.1. Penyiapan peralatan

Peralatan yang dipakai adalah gelas kimia (beaker glass) yang berfungsi sebagai reaktor, laludicelupkan ke dalam bak minyak (oil bath). Untuk mendapatkan suhu reaksi yang konstan (90 0C), oil bathdipanaskan menggunakan koil pemanas yang dihubungkan dengan sistem peralatan pengatur suhu(temperature regulator). Pengadukan di dalam reaktor dilakukan dengan menggunakan motor pengaduk yangdihubungkan dengan batang pengaduk. Selain itu juga digunakan peralatan untuk analisis sampel yang diuji.

Page 17: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.15-20) 978-602-60766-3-2

17

2.2. Penyediaan Bahan Baku, Bahan Kimia, dan Bahan PendegradasiBahan baku yang digunakan untuk percobaan adalah tepung umbi uwi dari Bantaeng Sulawesi

Selatan. Untuk mendapatkan pati umbi uwi yang bersih, maka dilakukan perlakuan awal, yaitu umbi uwidiproses menjadi tepung, lalu dibersihkan dengan cara mencuci kembali, lalu diendapkan, dan selanjutnyaendapan (pati umbi uwi) dikeringkan hingga kadar air kurang dari 15 %.

Bahan kimia yang digunakan adalah: Gliserol, Sorbitol, Aseton, asam asetat, dan bahan-bahan kimiauntuk analisis. Bahan pendegradasi adalah bakteri Bacillus cereus2.3. Pembuatan Film Plastik

Menimbang pati umbi uwi 5 gram, lalu masukkan ke dalam gelas kimia 100 ml, selanjutnyamenambahkan larutan aseton 5% sebanyak 60 ml, dan gliserol 2 ml. Kemudian campuran dipanaskan sambildiaduk selama 20 menit dalam oil bath yang sudah disiapkan pada suhu 90 0C, campuran diangkat danmenuangkannya ke dalam talang atau alat cetak (casting) dalam keadaan panas. Selanjutnya diamkan padasuhu dan tekanan ruang sampai terbentuk film plastik. Film plastik yang terbentuk dilepas dari castingnya,untuk selanjutnya dianalisis. Kemudian mengulang proses pembuatan film plastik untuk variasi lain.2.4. Kondisi Operasi

1. Volume pemlastis (gliserol) divariasikan: 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL2. Pemlastis (plasticizer) divariasikan: gliserol dan sorbitol.3. Konsentrasi pelarut 5%, 10%, 15%, dan 20%.4. Pelarut Aseton5. Suhu pemanasan 90 0C6. Waktu pemanasan 20 menit

2.5. Metode AnalisisAnalisis dilakukan untuk:

1. Pengukuran masa urai (biodegradabilitas)2. Pengukuran kekuatan tarik3. Pengukuran ketahanan panas (alat pemanas oven)Metode dan dasar prosedur untuk analisis tersebut adalah sebagai berikut:1). Pengukuran masa urai (biodegradabilitas)

Pengukuran menggunakan metode standar pengujian sifat biodegradabilitas bahan plastik, yaitu ISO14853 dengan cara penentuan biodegradabilitas aerobik final dan disintegrasi dari bahan plastik dalamkondisi komposting terkendali-metode analisa karbondioksida yang dihasilkan (Pranamuda, H, 2001).

Pengukuran dilakukan dengan dua cara: (1). Penguburan dalam tanah sampah, dengan intervalwaktu pengamatan setiap 4 hari untuk melihat perubahan yang terjadi pada sampel film plastik. (2).Menggunakan kultur Bacillus cereus, di mana sampel film plastik direndam dalam wadah yang berisilarutan yang telah dikembang- biakan bakteri bacillus cereus, pengamatan dilakukan setiap 4 hari.2). Pengukuran kekuatan tarik

Untuk mengukur maksimum beban yang dapat ditahan oleh film plastik selama uji pembebananberlangsung. Metode yang digunakan adalah ASTM Methode D-882, yaitu Methode Static WeighingConstan Rate of Grip Separation Test. Alat yang digunakan Tension and Compression Testing Machine.3). Pengukuran ketahanan panas

Prinsip pengukuran dilakukan dalam alat pemanas oven, dengan cara film plastik dimasukkan kedalam oven pada suhu 30 0C, lalu menaikkan suhu oven dengan interval 10 0C selama 5 menit, lalumencatat perubahan yang terjadi pada film plastik hingga film hangus.

2.6. Pengolahan DataData yang diperoleh dari percobaan ini adalah kekuatan tarik, ketahanan panas, dan masa urai

(biodegradabilitas) film plastik, pada berbagai variasi volume pemlastis (plasticizer) dan jenis pemlastis. Daridata tersebut dapat dilakukan evaluasi untuk menentukan kondisi optimum dari parameter yang diuji.Evaluasi pertama mencari volume pemlastis terbaik, dengan indikator nilai kekuatan tarik dan ketahananpanas tertinggi, serta masa urai (biodegradabilitas) film plastik terendah atau paling cepat. Denganindikator yang sama dapat dicari jenis pemlastis terbaik antara gliserol dan sorbitol.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN3.1 Pembuatan Film Plastik Biodegradabel

Plastik biodegradabel yang dihasilkan dibuat dari pati umbi uwi (Dioscorea alata) dengan berbagaivariabel proses diantaranya perbandingan volume pemlastis (plasticizer), dan perbandingan jenis pemlastis

Page 18: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.15-20) 978-602-60766-3-2

18

(gliserol dan sorbitol),. Adapun film plastik yang dihasilkan antara lain film plastik yang kualitas baik (layakuji) dan tidak mudah robek serta film plastik yang mudah robek (tidak layak uji).

Film plastik yang baik dan tidak mudah robek memiliki karakteristik dan kondisi mekanik sepertifilm plastik yang dihasilkan mudah dilepas dari cetakan dan setelah dikeringkan sampel elastis dan tidakmudah robek. Sedangkan untuk sampel film plastik yang mudah robek memiliki karakteristik dan kondisimekanik seperti film plastik sulit dilepas dari cetakan dan setelah dikeringkan sampel agak kaku dan mudahrobek.

Secara fisik film plastik yang dihasilkan pada penelitian ini, terlihat bahwa film plastik yang baikadalah menggunakan pelarut aseton dengan konsentrasi 5%, dan pemlastis sorbitol dengan volume 3 ml, sertapelarut aseton 10% dan pelastis gliserol dengan volume 2 ml. Untuk pemlastis sorbitol dan gliserol padavariasi volume lainnya dengan penambahan pelarut aseton pada konsentrasi yang lebih tinggi mengalamikondisi robek-robek, robek, atau mudah robek/tidak utuh, Hal tersebut terjadi disebabkan karena ikatan antarmolekul karbohidrat yang awalnya sangat kuat dengan adanya penambahan pemlastis dapat mereduksi ikatanhidrogen internal pada rantai karbohidrat sehingga struktur jaringan karbohidrat kurang padat (Putera, 2009).Namun, pada konsentrasi tersebut dengan penambahan gliserol yang rendah memiliki karakteristik dankondisi mekanik pada film plastik yang baik dan tidak mudah robek. Demikian juga halnya dengan pemlastissorbitol, semakin tinggi volume pemlastis sorbitol produk plastik yang dihasilkan kaku, mudah robek/retakdan rapuh. Hal ini disebabkan campuran tidak homogen, dan beberapa film plastik sulit dilepas dari cetakan.3.2 Pengaruh Konsentrasi Pelarut Terhadap Kharakteristik Film Plastik Biodegradabel

Pelarut yang digunakan adalah aseton, dengan variasi konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20%. Hasilpengamatan pada konsentrasi pelarut untuk pengukuran masa urai didapatkan sampel yang paling cepatmengalami kondisi degradasi terhadap mikroba tanah pada kedua jenis pemlastis (gliserol dan sorbitol)adalah konsentrasi 5% adalah 12 hari, hal ini disebabkan karena adanya kandungan air yang lebih tinggidibandingkan dengan jumlah konsentrasi yang lain sehingga aktivitas mikroorganisme akan semakin baik.Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan dengan waktu degradasi untuk konsentrasi 10%, 15% dan 20%sehingga waktu degradasinya hampir bersamaan, kecuali untuk pemlastis sorbitol 4 ml dengan konsentrasipelarut 20% waktu degradasi paling lama 16 hari.

Keberhasilan suatu proses pembuatan film plastik biodegradabel dapat dilihat dari karakteristik filmyang dihasilkan. Karakteristik film plastik yang dapat diuji adalah karakteristik mekanik yang meliputifleksibilitas. Fleksibilitas diuji dengan menggunakan alat Material Testing Machine LR 10 K Plus denganmenggunakan metode ASTM Methode D-882, yaitu Methode Static Weighing Constan Rate of GripSeparation Test. Pengukuran kuat tarik dan kuat mulur pada film plastik merupakan pengujian yang sangatpenting kaitannya dengan kualitas film plastik yang dihasilkan.

Data pengukuran kuat tarik dan kuat mulur yang memiliki nilai yang tertinggi yaitu pada konsentrasi5% pada sampel yang menggunakan pemlastis sorbitol dengan nilai kuat tarik tertinggi 5,5109 N/mm2

dengan kuat mulur sebesar 53,41%, sedangkan pada sampel yang menggunakan pemlastis gliserol diperolehnilai kuat tarik tertinggi pada konsentrasi pelarut 10% dengan nilai kuat tarik 2,7020 N/mm2 dan kuat mulur21,37%.

Menurut standar plastik internasional (ASTM 5336) dalam (Averous, 2009) besar kuat tarik untukplastik dari Jepang 20,5 N/mm2, dan dari Inggris mencapai 19 N/mm2. Besarnya kuat tarik film plastik yangdihasilkan belum mendekati standar ASTM 5336. Rendahnya kekuatan tarik pada plastik biodegradabledipengaruhi oleh ukuran partikel pati dan kecepatan pengadukan. Ukuran partikel pati dan kecepatanpengadukan berpengaruh terhadap ketahanan tarik pada plastik ramah lingkungan. Semakin besar ukuranpartikel pati, semakin sulit bahan bercampur karena butirannya tidak menyebar secara merata. Penyebaranyang kurang merata ini disebabkan oleh kecilnya luas permukaan butiran pati tersebut, sehingga pada saatproses gelatinisasi, pati tersebut tidak sanggup mengalami pembengkakan secara maksimal. Akibatnya,bahan tersebut menjadi elastis, sehingga menurunkan ketahanan tarik bahan tersebut (Sari, 2015).

Pengukuran ketahanan panas, konsentrasi pelarut film plstik yang memiliki ketahanan panasmaksimum yang tertinggi pada penggunaan pemlastis gliserol adalah konsentrasi pelarut 10% yaitu 150 0C,sedangkan pada jenis pemlastis sorbitol yaitu pada konsentrasi 5% yaitu 140 0C. Hal ini disebabkan karenaadanya kandungan air didalam film plastik yang mengalami penguapan, yakni dalam proses penguapan airtersebut partikel-partikel bahan akan bergerak ke atas, yang menyebabkan lapisan antar sel menyatu,sehingga film plastik lebih mudah menjadi kering, lalu menjadi kaku dan semakin lama akan menjadirapuh/hancur pada kondisi suhu tertentu (Setiani et al,2013).3.3 Pengaruh Jenis dan Volume Pemlastis Terhadap Karakteristik Film Plastik Biodegradable

Page 19: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.15-20) 978-602-60766-3-2

19

Jenis pemlastis yang digunakan adalah gliserol dan sorbitol. Adapun volume yang digunakan padapemlastis gliserol adalah 2 ml, 3ml, 4ml, dan 5ml. Secara umum hasil pengamatan secara visual terlihatbahwa film plastik yang cepat mengalami proses penguraian terhadap mikroba tanah adalah film plastikdengan penambahan jumlah pemlastis gliserol sebanyak 5 ml yaitu 12 hari. Kandungan gliserol pada filmplastik mampu mempercepat penguraian karena gliserol merupakan senyawa organik yang mudahdidegradasi oleh mikroorganisme. Namun hal ini tidak dipengaruhi oleh banyaknya penambahan volumegliserol pada film plastik. Terlihat dari film plastik dengan penambahan volume gliserol sebanyak 2 ml, 3ml, dan 4 ml tidak ada perbedaan yang signifikan dengan volume gliserol sebanyak 5 ml terhadap waktuterdegradasi. Pada penggunaan pemlastis sorbitol, volume yang digunakan juga sama yaitu 2 ml, 3ml, 4ml,dan 5 ml. Hasil pengamatan terlihat bahwa film plastik yang cepat mengalami proses penguraian terhadapmikroba tanah adalah sampel dengan penambahan jumlah pemlastis sorbitol 5 ml, yaitu 12 hari. Namun halini juga tidak dipengaruhi oleh banyaknya penambahan volume sorbitol, terlihat dari penambahan volumesorbitol sebanyak 2 ml, 3 ml, dan 4 ml tidak ada perbedaan yang signifikan dengan penambahan jumlahgliserol 5 ml terhadap waktu degradasi.

Hasil pengukuran kuat tarik pada jenis pemlastis gliserol menunjukkan bahwa semakin besar volumegliserol yang ditambahkan maka semakin rendah nilai kuat tariknya. Penambahan pemlastis (plastisizer)lebih dari jumlah tertentu akan menghasilkan film dengan kuat tarik yang lebih rendah (Lai et al., 1997). Halini disebabkan akibat volume gliserol yang terlalu tinggi menyebabkan distribusi komponen penyusun tidakmerata (Buzarovska. et. al, 2008). Nilai kuat tarik yang tertinggi dengan penambahan pemlastis gliseroldidapat untuk volume 2 mL dengan nilai sebesar 2,1244 N/mm2. Sedangkan pada penggunaan pemlastissorbitol diperoleh nilai kuat tarik yang paling tinggi pada penambahan volume sorbitol sebanyak 3 ml dengannilai kuat tarik sebesar 5,5109 N/mm2. Berdasarkan hasil pengukuran kuat tarik dari kedua jenis pemlastis,sorbitol memliki nilai kuat tarik yang lebih tinggi dibandingkan dengan gliserol. Kuat mulur atau prosespemanjangan merupakan perubahan panjang maksimum pada saat terjadi peregangan hingga sampel filmplastik terputus. Pada umumnya keberadaan plastisizer dalam proporsi lebih besar akan membuat nilai persenpemanjangan (kuat mulur) suatu film meningkat lebih besar, hal ini ditunjukan berdasarkan hasil analisa daripenggunaan pemlastis sorbitol diperoleh nilai kuat mulur tertinggi pada penambahan volume sorbitolsebanyak 5 ml dengan nilai kuat mulur sebesar 53,41%. Konsentrasi sorbitol yang tinggi menyebabkankekurangan pada kekuatan tarik bioplastik, namun menyebabkan elastisitas yang baik bagi bioplastik(Sirikhajornnam, 2004). Sedangkan pada pemlastis gliserol nilai kuat mulur tertinggi diperoleh sebesar21,37% pada penambahan volume gliserol sebesar 2 ml. Hal ini disebabkan oleh semakin menurunnya jarakikatan intermolekulernya (Saleh dalam Aris Rachman, 2009).

Ketahanan panas merupakan salah satu karakteristik mekanik film plastik yang dapat dijelaskansebagai panas maksimum yang dapat ditahan film plastik selama pengukuran berlangsung. Prinsippengukuran dilakukan dengan cara film plastik dipanaskan ke dalam oven pada suhu awal 10 0C, lalumenaikkan suhu oven dengan interval 10 0C selama 5 menit, kemudian mencatat perubahan yang terjadi padafilm plastik hingga film hangus.

Berdasarkan data hasil pengukuran ketahanan panas pada masing-masing film plastik menunjukkanbahwa film plastik dengan penambahan pemlastis sorbitol dengan volume 2 ml dan 3 ml mengalami kondisimulai hancur/hangus pada suhu 120°C, dan pada suhu 130 0C film plastik mengalami kondisi hancur.Sedangkan penambahan pemlastis sorbitol dengan volume 4 ml dan 5 ml mengalami kondisi mulai hancur/hangus pada suhu 130 0C, dan pada suhu 140 0C film plastik mengalami kondisi hancur.

Uji ketahanan panas sampel film plastik dengan penambahan pemlastis gliserol untuk semua variasivolume (2 ml, 3 ml, 4 ml, dan 5 ml), mengalami kondisi mulai hancur/hangus pada suhu 140 0C, dan padasuhu 150 0C semua sampel plastik mengalami kondisi hacur. Perubahan kondisi film plastik secarakeseluruhan dari keadaan semula menjadi kaku dan mulai hangus terlihat pada suhu diatas 110-140°C.

Kondisi di atas menunjukkan bahwa, sampel plastik biodegradabel dengan penambahan pemlastisgliserol dalam campuran bahan baku lebih tinggi ketahanan panasnya dibandingkan penambahan pemlastissorbitol. Ketebalan sampel plastik dipengaruhi oleh volume pemlastis yang ditambahkan dalam campuranbahan baku dengan berat pati umbi uwi dan volume pelarut aseton tetap, sehingga volume total campuranbahan baku semakin besar. Jika dicetak pada ukuran cetakan yang sama, maka ketebalan film plastikdipengaruhi oleh volume total campuran bahan baku. Namun demikian penambahan jumlah pemlastis tidakberbanding lurus dengan kualitas campuran plastik, hal ini dikarenakan semakin tinggi jumlah pemlastismaka campuran bahan baku sulit homogen, sehingga penyebaran pati dalam capuran tidak merata.

Page 20: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.15-20) 978-602-60766-3-2

20

Ketahanan panas plastik dipengaruhi oleh ketebalan film plastik, di mana semakin tebal film plastik,maka semakin tinggi daya tahan panas yang dicapai. (Pranamuda, 2001), menjelaskan bahwa film plastikdengan struktur agak tebal akan memiliki daya tahan panas cukup tinggi dibandingkan dengan film plastikyang stukturnya lebih tipis.

4. KESIMPULANHasil penelitian tahap I dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain:

1. Kondisi optimum konsentrasi pelarut aseton adalah 5%;2. Kondisi optimum volume pemlastis (platicizer) adalah 3 ml;3. Pemlastis terbaik adalah sorbitol;4. Ketahanan panas tertinggi adalah 140 0C, dengan nilai kekuatan tarik 5,5109 N/mm2, kuat mulur

20,64%, dan masa urai (biodegradabilitas) adalah 12 hari.

5. DAFTAR PUSTAKABuzarovska A, Bogoeva-Gaceva G, Grozdanov A, Avella M, Gentile G, dan Errico M. 2008. Potential use of rice straw

as filler in eco-composite materials. Australian Journal of Crop Science. 1(2):37-42Careda, M.P,et.,al. 2007. Characterization of Edible Films of Cassava Strach by Electron Microscopy. Braz, Journal

Food Technology page: 91-95.Coniwanti, C, dkk, 2014. Pembuatan Film Plastik Biodegradabel dari Pati Jagung Dengan Penambahan Khitosan dan

Pemlastis Gliserol, Jurnal Teknik Kimia, No.4, Vol. 20, Desember 2014.Firdaus, 2007. Bahan Plastik Ramah Lingkungan. Puslit Bioteknologi LIPI. Jakarta.Hidayati, S. Dkk. 2015. Aplikasi Sorbitol Pada Produksi Biodegradable Film Dari Nata De Cassava. Bandar Lampung.

Jurnal Reaktor, Vol. 15 No. 3, Hal. 196-204.Huri, D. dkk. 2014. Pengaruh Konsentrasi Gliserol dan Ekstrak Ampas Kulit Apel Terhadap Karakteristik Fisik dan

Kimia Edible Film. Malang. Jurnal Pangan dan Argoindustri Vol. 2 No 4p.29-40,.Indrastuti, Erning. 2012. Karakteristik Tepung Uwi Ungu (Dioscorea alataI) yang Direndam dan Dikeringkan Sebagai

Bahan Edible Paper. Laporan Tugas Akhir. Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Pontianak.Pontianak.

Ita Indriana Sari. 2015. Pemanfaatan tepung kulit singkong (manihot utilissima) untuk pembuatan plastik ramahlingkungan (biodegradable) dengan penambahan gliserol dari minyak jelantah. Fakultas keguruan dan ilmupendidikan universitas muhammadiyah surakarta.

Julianto, G.E. et al. 2011. Karakteristik Edible Film Dari Gelatin Kulit Nila Merah Dengan Penambahan PlaticizerSorbitil dan Asam Palmitat. Yogyakarta. Jurnal Perikanan (J. Ish. Sci.) XIII (1) : 27-34 ISSN : 0853-6384.

Narayan, Ramani. 2003. Biobased Biodegradable Products - An Assesment. Michigan State University. Michigan. PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation: Jakarta

Nasir, Y. 2003. Pembuatan Bahan Kemasan Plastik Biodegradabel dari Tepung Maezena, Laporan Hasil Penelitian.Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang.

Papilaya, Eddy Ch. dan Janes Alfons. 2008. Kembali(kan) ke Sagu(ku), http://www.hotlinkfiles.com. [13 Maret 2016].Pranamuda, H. 2001, Pengembangan Bahan Plastik Biodegradabel Berbahan Baku Pati Tropis. BPPT. JakartaRomaddloniyah, F, 2012. Pembuatan dan Karakterisasi Plastik Biodegradabel dari Onggok Singkong dengan

Plasticizer Sorbitol, Skripsi, PS. Kimia, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.Setiani, et al., 2013. Preparasi Dan Karakterisasi Edible Film Dari Poliblend Pati Sukun-Kitosan. Jurnal Kimia Valensi

Vol. 3 No. 2. November 2013 (100-109) ISSN : 1978 – 8193. Jurusan Kimia Fakultas Sains dan TeknologiUIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Sirikhajornnam, P. dan Panu D. 2006. A Preliminary Study of Preparing Biodegradable FilmFrom Starch. Thailand :Thammasat University

Siswono. 2008. Jaringan Informasi pangan dan Gizi, volume XIV. Ditjen Bina Gizi Masyarakat. Jakarta.Ubaidillah, 2009. Forum Kerjasama Agribisnis. http://www.sifat tumbuh uwi.com [25 Februari 2016]Wikipedia, 2011. Umbi Uwi. http://en.wikipedia.org/wiki/Umbi_uwi. [26 Maret 2016].Zulmanwardi, dkk. 2013. Pemanfaatan Pati umbi uwi (Deoscorea alata) Sebagai Bahan Baku Alternatif Pembuatan

Plastik Biodegradabel, Laporan Hasil Penelitian Hibah Bersaing. Politeknik Negeri Ujung Pandang.

Page 21: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.21-24) 978-602-60766-3-2

21

UJI KINERJA ALAT DESTILASI DENGAN VARIASI TEMPERATUR KOLOM UNTUKPEMURNIAN BIOETANOL BERBASIS NIRA SORGUM MANIS

Rosalia Sira Sarungallo1), Lyse Bulo2), Maxie Djonny3)

1,2,3)Dosen Prodi Teknik Kimia Universitas Kristen Indonesia Paulus, Makassar

ABSTRACT

Fermentation of sweet sorghum through engineering-BioProcess batch, in a laboratory-scale has beenexamined in previous research, the concentration of the resulting bioetanol in range 9-11%. Bioetanol fermented juice ofsweet sorghum can be distilled using distillation tool. This research aims to test the performance of the tools ofdistillation. The specific purpose of this research was to determine the optimum temperature of distillation columns,against bietanol volume using the juice of sweet sorghum, determines rendemen bioetanol and determining yieldbioetanol. The research method through 3 (three) stages is the production stage of sorghum sauce obtained from thepressed sweet sorghum staple, the fermentation stage of sweet sorghum juice 16 Brix using batch biochemicalengineering system, and purification stage of bioethanol carried out on the distillation device built in this research . Theresult of the research shows that the temperature of 87OC column can produce 13% bioethanol by 1368 ml forfermentation process of engine batch system, with yield of 5.9% and yield of 9.8%.

Keywords: Distillation Device, Batch, Bioetanol, and Sweet Sorgum.

1. PENDAHULUANProses fermentasi sorgum manis sistem batch terekayasa skala laboratorium yang telah dikaji pada

penelitian sebelumnya memberikan kadar bioetanol yang dihasilkan berkisar antara 9-11%. Untukmeningkatkan kemurnian bioetanol kadar air yang terkandung di dalam bioetanol harus dikurangi dengancara destilasi bioetanol. Untuk memurnikan bioetanol dibutuhkan alat destilasi berkinerja tinggi, karenanyadiperlukan kajian agar diperoleh data-data untuk memodifikasi alat destilasi bioetanol berbasis sorgum manispada karakteristik kolom yang salahsatunya dipengaruhi oleh temperatur kolom. Dengan memodifikasiperangkat alat destilasi, maka diharapkan kemurnian bioetanol dapat ditingkatkan dengan maksimal sertabiaya produksi bioetanol dapat ditekan.

Potensi sorgum manis di Indonesia sebagai bahan baku untuk produksi bioetanol sangat besar karenatingginya produksi etanol dari batang sorgum manis dipengaruhi oleh rendemen nira dan produksi biomassbatang per ha. Selain itu sorgum merupakan salah satu komoditas yang mempunyai kemampuan adaptasitinggi terhadap perubahan iklim seperti kekeringan dan genangan.

Proses fermentasi dapat dilakukan pada keadaan/kondisi tanpa udara (anaerob) dan kondisimenggunakan udara (aerob). Saccharomyces Cerevisiae akan merubah gula menjadi etanol lebih cepat padakondisi tanpa udara dibandingkan pada kondisi menggunakan udara. Ini dikarenakan pada kondisi aerob,Saccharomyces cerevisiae cenderung melakukan proses perkembangbiakan untuk meningkatkan jumlahselnya, sedangkan pada kondisi anaerob Saccaromyces Cerivisiae lebih cenderung melakukan fermentasiglukosa menjadi etanol (Prescott & Dunn 1959). Upaya untuk meningkatkan rendemen bioetanol yaitupengembangan teknologi fermentasi melalui rekayasa bioproses proses fermentasi sistem batch yangdilaporkan dapat meningkatkan produktivitas bioetanol (Didu 2010 dan Wahyuni 2008) yang akandilaksanakan dalam penelitian ini, yang selanjutnya hasil fermentasi (crude) dimurnikan menggunakan alatdestilasi yang dibangun.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji kinerja alat destilasi Sedangkan tujuan khusus dari penelitianini adalah menentukan temperatur optimum pada kolom alat destilasi terhadap jumlah bietanol berbasis nirasorgum manis yang dihasilkan, menentukan rendemen bioetanol dan menentukan yield bioetanol.

Nira sorgum manis merupakan cairan yang mengandung gula, dapat dihasilkan dengan cara ekstraksiatau pengepresan batang sorgum manis. Nira sorgum manis belum dikembangkan dan dimanfaatkan secaraoptimal untuk menghasilkan produk yang bernilai lebih ekonomis.

Oleh karenanya, sangatlah wajar untuk mengembangkan bioetanol dan memanfatkan nira sorgummanis sebagai bahan baku bioetanol. Selain itu dengan merancang dan membuat alat destilasi yang berskala

1 Korespondensi: Rosalia Sira Sarungallo, Telp 081343815281, [email protected]

Page 22: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.21-24) 978-602-60766-3-2

22

rumah tangga untuk nira sorgum manis diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat danmengawali upaya pemenuhan kebutuhan bioetanol sebagai sumber energi alternatif terbarukan.

2. METODE PENELITIANAlat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain : satu unit alat destilasi, alat fermentor, refraktometer, neraca digitalanalitik, gelas piala 600 ml, Erlenmeyer 300 ml, pipet tetes,statif, selang, bulb, botol, klem, hot plate,penangas air, oven, labu ukur 250 ml, pengaduk, spatula,dan airator. Bahan baku utama dalam penelitian iniadalah batang sorgum manis. Sedangkan bahan-bahan pendukungnya terdiri dari : Fermipan (Ragi), aquadeststeril, aquadest, kapas, NPK, Urea, dan alkohol.Prosedur Kerja

Penelitian yang akan dilakukan meliputi 3 (tiga) tahap yaitu: (1) Produksi nira sorgum; (2) Prosesfermentasi; (3) Proses Destilasi; Sedangkan parameter dianalisa adalah analisis kadar gula menggunakanrefraktometer dan kadar bioetanol menggunakan refraktometer. Kegiatan penelitian mengikuti diagram alirberikut:

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

3. HASIL DAN PEMBAHASANHasil Fermentasi Proses Batch dan Batch Terekayasa

Proses fermentasi dilaksanakan menggunakan 18 liter nira sorgum manis yang telah disterilkandengan kadar gula Brix 16 %, dimasukkan dalam fermentor steril. Tahap berikutnya adalah memasukkaninokulasi ke dalam bioreaktor yang telah dilengkapi dengan sistem aerasi. Inokulum yang digunakan adalahstarter bermedia nira sorgum manis dengan yeast Saccaromyces serevisiae. Proses fermentasidilangsungkan selama 5 hari. Selanjutnya larutan fermentasi didestilasi menggunakan alat destilasi yangtelah dibangun. Berikut ini tabel hasil fermentasi yang telah dilakukan.

Tabel 1. Konsentrasi Bioetanol setelah fermentasiSebelum Fermentasi Setelah Fermentasi

Gula Brix Kadar Bioetanol, % Gula Brix Kadar Bioetanol, %Fermentasi sistem Batch 16 0 8 18Fermentasi sistem Batch Terekayasa 16 0 8 22

Page 23: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.21-24) 978-602-60766-3-2

23

Pada Tabel 1. menampilkan selama fermentasi terjadi penurunan kadar gula nira yaitu kadar gula brixsebelum fermentasi 16 % sedangkan sesudah fermentasi 8%, hal ini disebabkan oleh terkonsumsinya gulanira oleh mikroorganisme yang mengkonversi sumber karbon dari gula menjadi produk (bioetanol).Sedangkan terlihat juga fermentasi sistem batch terekayasa menghasilkan crude dengan kadar bioetanol yanglebih tinggi yaitu 22% dari fermentasi sistem batch.

Hasil Proses Destilasi (Uji Kinerja Alat Destilasi yang Dibangun)Variasi yang dilakukan adalah variasi temperatur kolom dari umpan crude hasil fermentasi

menggunakan proses sistem batch dan batch terkayasa. Proses destilasi dilangsungkan selama150 menit dengan temperatur kolom yang divariasikan yaitu 80OC, 85OC dan 87OC. Volume nira hasilfermentasi dibagi 3 masing-masing 6 liter untuk proses destilasi. Berikut tabel hasil destilasi:

Tabel 2. Data-data konsentrasi bioetanol dengan variasi kolom alat destilasi

No. Proses Fermentasi Temperatur Kolom,OCSebelum Destilasi Destilat

Volume, ml Bioetanol, % Volume, ml Bioetanol, %1.

Batch80 6000 18 576 52

2. 85 6000 18 1008 443. 87 6000 18 864 524.

Batch Terekayasa80 6000 22 658 55

5. 85 6000 22 1032 476. 87 6000 22 1368 43

Gambar 2 berikut menyajikan pengaruh temperatur kolom destilasi terhadap yield.

Gambar 2. Pengaruh Temperatur Kolom Alat Destilasi terhadap Yield

Nilai yield rata-rata yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 4,99-9,8 %, dengan yield tertinggiadalah 9,8% pada temperatur 87OC proses fermentasi sistem batch terekayasa. Dari hasil perhitunganmenampilkan bahwa temperatur kolom destilasi dan proses fermentasi memiliki pengaruh yang nyataterhadap nilai yield. Sedangkan rendemen yang diperoleh dari hasil fermentasi dan menggunakan alatdestilasi disajikan pada histogram berikut:

Gambar 3. Pengaruh Temperatur Kolom Alat Destilasi terhadap Rendemen

Page 24: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.21-24) 978-602-60766-3-2

24

Hasil rendemen yang diperoleh dari penelitian ini masih rendah berkisar antara 2,442 %-5,923% dengannilai tertinggi pada perlakuan temperatur 87OC dan proses fermentasi sistem batch terekayasa yaitu sebesar5,923%. Rendemen pada temperatur 80OC dan 85OC baik proses batch maupun batch terekayasa, tidakmemberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen. Rendemen pada temperatur 87OC menyajikanpengaruh nyata untuk proses fermentasi sistem batch terekayasa. Crude proses fermentasi tersebut,memberikan hasil konsentrasi bioetanol mencapai 22%, sedangkan proses fermentasi sistem batchmenghasilkan konsentrasi bioetanol sebesar 18%.Penentuan Konsentrasi Bioetanol Murni Hasil Destilasi

Hasil pengujian alat destilasi berdasarkan pengaruh temperatur kolom terhadap volume etanoldestilat untuk umpan crude hasil Proses Fermentasi Sistim Batch dan Batch terekayasa ditampilkan padagambar berikut:

Ket.: Vbd = Volume Bioetanol DestilatGambar 4. Pengaruh Temperatur Kolom terhadap Volume Etanol Destilat

Destilasi pada temperatur 80OC menghasilkan etanol destilat yang lebih rendah dibandingkan variasitemperatur 85OC dan 87OC. Jumlah bioetanol murni hasil destilasi tertinggi diperoleh pada temperatur kolom87OC dengan volume total destilat 1368 ml konsentrasi bioetanol 43 % diperoleh bioetanol murni sebesar588,24 ml.

4. KESIMPULANBerdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pengujian kinerja alat destilasi yang dibangun dapat

menghasilkan yield sebesar 9,8%; rendemen 5,92% dan bioetanol murni sebanyak 588,24 dari 6000 mlcrude 22%, pada temperatur kolom alat destilasi 87OC dan fermentasi sistem batch terekayasa.

5. DAFTAR PUSTAKADidu Nurhidayah. 2010. Produksi Bioetanol dari sirup glukosa Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) secara Feb

Batch dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Sekolah Pasca Sarjana, Institut PertanianBogor.

Prescott S.C., Dunn M. 1981. Industrial Microbiology, New York: Mc. Graw Hill Book. Co. Ltd.Reed, G dan H. J. Rehm. 1983. Biotechnology Vol III. Industrial Microbiology. AVI Publishing Company

Inc. Westport, Conecticut.Wahyuni A. 2008. Rekayasa Bioproses Pembuatan Bioetanol dari Sirup Glukosa Ubi Jalar (Ipomoea batatas

L.) dengan Menggunakan Saccharomyces cerevisiae [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, InstitutPertanian Bogor.

6. UCAPAN TERIMA KASIHPenulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat yang telah

mendanai kegiatan Penelitian ini melalui Program Penelitian Produk Terapan (PPT) yang dilaksanakan padatahun 2017.

Page 25: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.25-30) 978-602-60766-3-2

25

CARRAGEENAN EXTRACTION FROM SEAWEED EUCHEUMA COTTONII TYPE BYULTRASONIC WAVES

Hastami murdiningsih1), Barlian Hasan2)

1,2)Lecturer Chemical Engineeing Department Politeknik Negeri Ujung Pandang

ABSTRACT

Conventional extraction using solvent with high volume is no longer and effectively applied since it requireslonger process and yields less product. Therefore, another alternative of extractions must be reviewed, for instanceextraction using ultrasonic waves. The purposes of this research are 1. To compare the carrageenan yield betweenconventional and ultrasonic waves extractions, 2. To compare the quality of carrageenan between conventional andultrasonic waves extractions, and 3. To identify the type of carrageenan in the extract. Conventional extraction carriedout by heating of seaweed in KOH solution of pH 9 in 3 hours at temperature of 90 oC, provided by composition ofseaweed and solvent is 1:40 (w/w). On ultrasonic waves extraction, optimum operational condition is determined attemperature 50 oC and frequency of 40 kHz with variation of extraction times (10, 15, 20, 25,30, 40, 45, and 50minutes), power vibration of ultrasonic waves (low, medium, and high), and ratio between seaweed and solvent (1:10, 1:15, 1:20, 1:25, and 1:30 w/w). The quality parameters tested are water content, viscosity, and gel strength. Carrageenanidentification in the extract is then examined its functional group using IR-Spectrophotometer Fourier Transform(FTIR). The yield of carrageenan products of conventional extraction is 65% in 3 hours of extraction with ratio betweenseaweed and solvent of 1:40 (w/w), pH 9, and temperature of 90 oC . Whereas on ultrasonic waves extraction producedyield 65,79 % in 40 minutes of extraction with ratio between seaweed and solvent of 1:30 (w/w), at temperature of 50oC, and on medium ultrasonic waves power. The parameters carrageenan quality produced by conventional extraction,which are water content 17.61%, viscosity 7.74 cP, and gel strength 49.55 g/cm2, are not much different compared tothat of ultrasonic waves extraction, which are water content 16.30%, viscosity 6 cP, gel strength 51,69 g/cm2. FTIRtesting shows carrageenan in seaweed of eucheuma cottonii is kappa type. This research shows that on ultrasonic wavesextraction is more efficient compared to conventional extraction in terms of temperature, solvent, and time required toproduce the same yield and quality of product.

Keywords : Seaweed , extraction , ultrasonic waves, carrageenan.

1. PENDAHULUAN. Salah satu hasil ekstrak rumput laut yang penting adalah karagenan. Karagenan merupakan salah satu

jenis hidrokoloid yang diekstrak dari rumput laut golongan ganggang merah (Rhodophyceae). Spesies dariRhodophyceae yang menjadi sumber karagenan adalah Eucheuma cotonii penghasil kappa karagenan (Istini& Zatnika 1991). Kappa karagenan dalam produk pangan banyak dimanfaatkan sebagai pengental,pembentuk gel, bahan penstabil, pengemulsi, perekat, pensuspensi, pembentukan tekstur, menjaga bentukkristal es, dan lain-lain terutama pada produk susu, jeli, jamu, permen, sirup, dan pudding. Pada produk nonpangan sebagai pembentuk gel, pengental, yang diaplikasikan pada industri-industri kosmetik, tekstil, cat,obat-obatan, pakan ternak, dan lain-lain

Gambar 1. Struktur kimia karagenan (Tojo dan Prado,2003)

Menurut Winarno (1996), karagenan terdiri dari tiga fraksi yaitu kappa, iota dan lambda karagenan.Kappa-karagenan tersusun dari α(1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan β(1,4)-3,6-anhidro-D-galaktosa. Kappa-karagenan juga mengandung D-galaktosa-6-sulfat ester dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat ester. Adanyagugusan 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari kappa-karagenan, tetapi dengan pemberian alkalimampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan 3,6-anhidro-D-

1 Koresponding : Hastami Murdiningsih, Telp 081343738205, [email protected]

Page 26: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.25-30) 978-602-60766-3-2

26

galaktosa. Dengan demikian derajat keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah(Winarno,1996)

Iota karagenan diisolasi dari eucheuma spinosum mengandung kira-kira 30% 3,6 anhidro-D-galaktosadan 32% ester sulfat. Iota mempunyai gel yang bersifat elastis, bebas sineresis (Anonim 1977). Gel yangterbentuk berwarna lebih jernih dibandingkan jenis kappa karagenan dan mempunyai tekstur empuk danelastis (Fardiaz 1989). Molekul iota karagenan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D-galaktosa dan gugus 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6 anhidro-D-galaktosa. Karagenan tipe lambdaberbeda dengan kappa dan iota kargenan, karena mengandung residu disulfat-D-galaktose, sedangkan kappadan iota karaginan selalu memiliki gugus 4-fosfat ester. Ketiganya berbeda dalam sifat gel dan reaksinyaterhadap protein (Anggadiredja dkk, 2006).

Teknik ekstraksi konvensional yang digunakan selama ini (maserasi, soxhlet, dan hidrodistilasi) padaumumnya berdasarkan pada pemilihan dan penggunaan sejumlah besar volume pelarut yang tepat disertaidengan pemanfaatan panas dan/atau pengadukan untuk memperbaiki kelarutan komponen sehingga dapatmeningkatkan laju perpindahan massa-nya. Teknik tersebut membutuhkan banyak waktu dan beresikoterjadinya degradasi thermal terhadap sebagian atau sejumlah besar konstituen nabati yang terkandungdidalamnya serta pemanfaatan sejumlah besar volume pelarut berdampak pada penambahan biaya produksi,yaitu saat pengadaan maupun pembuangan racun pelarut yang berbahaya bagi lingkungan. Pada dekadeterakhir diperkenalkan beberapa teknik ekstraksi alternatif untuk meminimalkan keterbatasan tersebut,diantaranya ekstraksi ultasonik dan gelombang mikro . Pourhossein et al. (2009) berpendapat bahwaekstraksi ultrasonik termasuk salah satu alternatif dari preparasi sampel padat, karena dapat mepermudah danmempercepat beberapa langkah preparasi, seperti pelarutan, fusi dan leaching. Hal ini dikarenakan efek darigelombang ultrasonik yang membentuk local high temperature dan gerakan mekanik antarmuka zat padatdan zat cair, sehingga akan mempercepat laju perpindahan massa-nya.

2. METODE PENELITIANRumput laut eucheumma cottonii diperoleh di Dusun Puntondo, Desa Laikang, Kecamatan

Mangngara’ Bombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Setelah disortir dari kotoran-kotoran dandibersihkan dengan menggunakan air tawar, rumput laut direndam dalam larutan kaporit 1 % sampaiberwarna putih dan dibilas dengan air bersih. Rumput laut dikeringkan dengan sinar matahari selama 5 hari.Selanjutnya dilakukan proses ekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan dua cara yaitu ekstraksi konvensionaldilakukan pada suhu 90 oC, pH 8,5- 9, waktu ekstraksi 3 jam, dan rasio berat rumput laut dengan larutanalkali 1/40 (Anggadireja, 2006, dan Bawa,2007). Ekstraksi ini hasilnya akan dibandingkan dengan ekstraksigelombang ultrasonik . Gelombang ultrasonik digerakkan oleh suatu alat yang namanya power sonic 445yang bekerja pada suhu 50 oC, pH 9 , frekuensi 40 kHz yang merambat kedalam sampel yang akandiekstraksi melalui medium air. Daya getar gelombang divariasikan low, medium, dan heigh , Waktuekstraksi divariasikan 20, 25, 30, 35, 40, 45 dan 50 menit. Rasio rumput laut dan pelarut 1:10, 1:15, 1:20,1:25, dan 1:30 b/b.

3. HASIL DAN PEMBAHASANMenurut Anggadireja dkk. (2006), Bawa dkk, (2007), ekstraksi karagenan dari rumput laut dengan

kondisi terbaik yaitu menggunakaan pelarut KOH (pH) 8,5-9, perbandingan rumput laut terhadap pelarut1:40 (b/b) suhu 90 oC, waktu ekstraksi 3 jam, dan perbandingan berat rumput laut dengan larutan alkali 1/40diperoleh yield 34,65%. Pada penelitian ini ekstraksi karagenan dari rumput laut jenis eucheuma cottoniipada kondisi yang sama diperoleh hasil (yield) 65 %.Ektraksi dengan gelombang ultrasonik

Pengaruh rasio berat rumput laut dengan pelarut dan daya getar terhadap yield terlihat pada Gambar1 terlihat yield karagenan mengalami peningkatan mulai dari perbandingan pelarut KOH1:15 sampai 1:30(b/b) pada daya getar low, medium, high, hal ini disebabkan karena semakin besar konsentrasi volume danberat pelarut digunakan maka semakin besar yield . Hal ini disebabkan karena dengan volume ataupun beratpelarut yang semakin besar melalui pori-pori dinding sel rumput laut yang akan membawa karagenansemakin besar pula. Proses ekstraksi dengan gelombang ultrasonik dalam percobaan ini menunjukkan bahwayield karagenan tertinggi dicapai pada ekstraksi dengan perbandingan pelarut KOH 1:30 (b/b) baik padaperlakuan daya getar low, medium, dan high dimana besar yield masing-masing adalah 61,99%, 65,06%, dan59,37 dengan waktu

Page 27: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.25-30) 978-602-60766-3-2

27

ekstraksi 30 menit, pH 9 dan suhu 50 oC. Ekstraksi dengan perbandingan lebih dari 1:30 (b/b) menghasilkanyield karagenan yang cenderung konstan, malah menurun seiring dengan bertambahnya jumlah pelarut. Halini karena jumlah pelarut yang dibutuhkan untuk mengekstrak karagenan dari dalam dinding sel sudah cukupuntuk mendapatkan karagenan yang terkandung dalam rumput laut. Hal ini dapat terlihat pada yieldkaragenan yang mulai konstan pada perbandingan pelarut KOH 1:30 (b/b) sampai 1:40 (b/b). Sehinggadidapatkan perbandingan pelarut yang tepat untuk ekstraksi dengan gelombang ultrasonik adalah 1:30 (b/b)sedangkandaya getar gelombang ultrasonik optimum adalah medium dengan yield 65,06% . Yield tinggi yangdiperoleh dalam waktu yang cepat disebabkan oleh medium yang dilewati (aqudes ) akan mengalami getaranyang disebabkan oleh gelombang elektronik. Getaran yang diberikan gelombang ultrasonik akan memberikanpengadukan yang intensif terhadap proses ekstraksi. Proses Pengadukan akan meningkatkan osmosis antarabahan dengan pelarut sehingga akan mempercepat proses ekstraksi. (Sari dkk. 2012)

Gambar .1. Grafik Pengaruh pelarut KOH dan daya getar ekstraksi ultrasonik terhadap yield karagenan

Pada percobaan rasio rumput laut dengan pelarut dan daya getar ultrasonic bervariasi, pengaruhnyahanya ditinjau terhadap yield. Sedangkan ekskstraksi ultrasonik dengan daya low, medium ,dan heigh, rasiorumput laut dengan pelarut 1:30, suhu 50 oC, pH 9, dengan waktu ekstraksi divariasikan 20,25,30,35,40,45,dan 50 menit dilakukan untuk menentukan waktu optimum untuk menghasilkan yield tinggi serta mutukaragenan. Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi semakin besar nilai yield yangdiperoleh. Hal ini disebabkan karena waktu ekstraksi yang lama mengakibatkan waktu kontak antara rumputlaut dan pelarut juga semakin lama sehingga karagenan semakin banyak yang terekstrak dari dinding selrumput laut.Yield tertinggi dicapai pada ekstraksi ultrasonik dengan waktu 40 menit pada daya getar mediumyaitu sebesar 65,79%. Sebenarnya pada waktu ekstraksi 30 menit telah mencapai 65,06%, namun kekuatangelnya masih rendah.. Ekstraksi dengan waktu lebih dari 30 menit menghasilkan yield karagenan yangcenderung konstan seiring dengan bertambahnya waktu. Hal ini terjadi karena kandungan karagenan dalamsampel rumput laut eucheuma cottonii telah habis diekstrak.

.Gambar 2. Grafik Hubungan waktu dan daya getar gelombang ultrasonik terhadap yield karagenan

Pengaruh waktu ekstraksi dan daya getar terhadap mutu karagenan

0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.00

10 20 30 40 50

yiel

d (%

)

perbandingan pelarut KOH (1:X)

lowmediumhigh

40.0045.0050.0055.0060.0065.0070.00

15 20 25 30 35 40 45 50 55

Yiel

d(%

)

Waktu (menit)

highmediumlow

Page 28: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.25-30) 978-602-60766-3-2

28

Parameter mutu karagenan yang diuji adalah kadar air dengan AOAC 1995, viscositas dengan AOAC 1995dan FMC Corp. 1977, dan kekuatan gel AOAC 1995 dan FMC Corp. 1977. Standar Nasional Indonesia(SNI) untuk mutu karagenan belum tersedia sehingga mutunya akan dibandingkan mutu karagenan hasilekstraksi konvensional dan karagenan komersil.

Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi maka semakin tinggi kadar air yangdihasilkan. Dalam hal ini semakin lama ekstraksi berlangsung semakin banyak air yang terikat padakaragenan. Demikian juga dengan daya getar gelombang ultrasonik, semakin rendah daya getarnya semakintinggi kadar airnya. Tingginya kadar air pada penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh karagenan yangbersifat hidrofilik (Syamsuari , 2006) sehingga pada kondisi penyimpanan yang lembab dan pengemasanyang kurang baik dapat menyerap air. Ketebalan bahan juga berpengaruh terhadap hasil pengeringan. Hal initerjadikarena semakin tebal bahan, transfer massa dan panas pada bahan akan lebih sulit untuk diuapkandibandingkan air bebas. Nilai kadar air karagenan pada penelitian ini berkisar antara 12,34%-19,54%.

Gambar 3. Grafik pengaruh waktu dan daya getar gelombang ultrasonik terhadap kadar airKadar air pada waktu 40 menit , daya getar medium, suhu 50 oC, rasio rumput laut dengan pelarut 1:30(kondisi pada saat nilai yield tertinggi) yaitu 16,30 % lebih kecil dari pada kadar air karagenan yangdiekstraksi secara konvensional yaitu 17,61. Namun, nilainya belum memenuhi standar mutu karagenan yangditetapkan oleh standar karagenan komersial, yaitu maksimum 14,34±0,25 (A/S Kobenhvas Pektufabrikdalam Wenno, 2009).Pengaruh waktu ekstraksi dan daya getar terhadap viskositas

Viskositas karagenan diukur dengan viskometer brookfiled.Hasil pengujian viskositas dengan variasiwaktu dan daya getar gelombang ultrasonik tersaji dalam gambar .4.

Gambar 4. Hubungan waktu dan daya getar gelombang ultrasonik terhadap viskositasPada gambar 4 menunjukkan nilai viskositas karagenan semakin menurun seiring dengan

bertambahnya waktu ekstraksi. Hal ini disebabkan karena viskositas karagenan berbanding lurus dengankadar sulfatnya, dimana waktu ekstraksi yang lama mampu menurunkan kadar sulfat karagenan sehingganilai viskositas juga semakin menurun Adanya garam-garam yang terlarut dalam karaginan akan menurunkanmuatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan penurunan gaya tolakan(repulsion) antar gugus-gugus sulfat, sehingga sifat hidrofilik polimer semakin lemah dan menyebabkanviskositas larutan menurun.

0.005.00

10.0015.0020.0025.0030.00

15 20 25 30 35 40 45 50

Kada

r air

(%)

Waktu (menit)

4

5

6

7

8

15 20 25 30 35 40 45 50 55

Visk

osita

s (cP

)

Waktu (menit)

lowmediumhigh

Page 29: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.25-30) 978-602-60766-3-2

29

Nilai viskositas karagenan berkisar 5,02 cP – 7,38 cP. Viskositas karagenan pada waktu 40 menit ,daya getar medium, suhu 50 oC, rasio rumpu laut dengan pelarut 1:30 (kondisi pada saat nilai yield tertinggi)yaitu 6 cP, sedangkan viskositas karagenan hasil ekstraksi konvensional 7,74 cP. Hal ini telah memenuhipersyaratan karagenan komersil yaitu minimal 5 cP (A/S Kobenhvas Pektufabrik dalam Wenno,2009).Gambar 5 menunjukkan bahwa waktu ekstraksi berpengaruh sangat nyata terhadap nilai kekuatan gelkaragenan. Dimana semakin lama waktu ekstraksi maka nilai kekuatan gel semakin tinggi karena ikatan 3,6-anhidrogalaktosa terbentuk semakin banyak. Adanya 3,6-anhidrogalaktosa menyebabkan sifat anhidrofilikdan meningkatkan pembentukan heliks rangkap sehingga terbentuk gel tinggi (Suryaningrum, 1988). Polakekuatan gel karagenan yang dihasilkan dari beberapa kombinasi perlakukan yang diterapkan adalah tetapdan polanya berlawanan dengan viskositas tepung karagenan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai viskositasberbanding terbalik dengan nilai kekuatan gel, yaitu jika viskositas tinggi maka kekuatan gel cenderungrendah, demikian pula sebaliknya jika nilai viskositas yang diperoleh rendah maka kekuatan gel akan tinggi.

Gambar 5 Grafik Hubungan waktu dan daya getar gelombang ultrasonik terhadap kekuatan gel karagenan

Kekuatan gel karagenan tertinggi diperoleh pada kondisi optimum yaitu pada waktu 40 menit, dayagetar medium, suhu 50 oC, rasio rumput laut dengan pelarut 1:30 yaitu 51,69 g/cm2, sedangkan kekuatan gelkaragenan hasil ekstraksi konvensional 49,55 g/cm2. Hal ini belum memenuhi persyaratan karagenankomersil yaitu minimal 685 ±13,43 g/cm2(A/S Kobenhvas Pektufabrik dalam Wenno, 2009).Identifikasi jenis karagenan

Analisis FTIR ini dimaksudkan untuk memastikan (secara kualitatif) gugus apa saja yang terdapatpada suatu senyawa. Hasil pengukururan FTIR untuk senyawa karaginan dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Spektrum FTIR karagenan hasil percobaanTabel 1.Analisis panjang gelombang pada ikatan karagenan

Panjang Gelombang(1/cm)

Pita serapan gugus fungsionalIdentifikasi spectrum FT-IR

analisa

3200 – 3600 O-H 3458,481220 – 1260 Ester sulfate 1264,38

928 – 933 3,6-anhydrogalactose 928,76840 – 850 Galactose-4-sulfate 847,74800 – 805 3,6-anhydrogalactose-2sulfate -

1010 – 1080 Glikosidic linkage 1042,56Sumber: Van, 2002

semua jenis karagenan. Gugus fungsi ester sulfat dan ikatan glikosidik terdapat pada semua tipekaragenan, gugus 3,6 – anhidrogalaktosa terdapat pada karagenan tipe kappa, dan gugus galaktosa-4

0.0020.0040.0060.0080.00

100.00

15 20 25 30 35 40 45 50 55

Keku

atan

Gel

(dyn

e/cm

2 )

Waktu (menit)

lowmdmhigh

Page 30: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.25-30) 978-602-60766-3-2

30

sulfat terdapat pada semua tipe karagenan (Rachmaniar, 1999). Spektra FTIR menunjukkan bahwakaragenan hasil penelitian ini memperlihatkan struktur kimia karagenan jenis kappa. Karagenan yangdihasilkan dari eucheuma cottonii pada penelitian ini menunjukkan spektrum 1264 cm-1 (ester sulfat),928,76cm-1 (3,6-anhydrogalaktosa), dan 847,74 cm-1 (galaktosa-4-sulfat).

4. KESIMPULANEksrak karagenan hasil ekstraksi kovensional yield sebesar 65% pada waktu 3 jam, rasio rumput

terhadap pelarut 1:40 (b/b), pH 9, dan suhu 90 oC , sedangkan pada ekstraksi dengan gelombang ultrasonikdiperoleh yield sebesar 65,79 % pada kondisi operasi optimum yaitu waktu ekstraksi 40 menit, rasio rumputlaut dengan pelarut 1:30 (b/b), suhu 50 oC, dan daya gelombang ultrasonik medium.Mutu karagenan hasil ekstaksi konvensional dengan kadar air 17, 61 %, viscositas 7,74 cP, dan kekuatan gel49,55 g/cm2 tidak jauh berbeda dengan ekstraksi menggunakan gelombang ultrasonik pada kondisi optimumdengan kadar air 16,30%, viskositas 6 cP, dan kekuatan gel 51,69 g/cm2

Karagenan dalam rumput laut eucheuma cottonii adalah jenis kappaWaktu pengeringan perlu ditambah agar kadar air menurun, ekstraktor power sonic 445 memerlukan

jeda waktu 3-6 jam untuk setiap pengambilan data, agar data tidak menyimpang.,dan frekuensi gelombangultrasonik perlu divariasikan untuk memperoleh frekuensi optimum.

5. DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, J.T., 2006. Rumput Laut. Jakarta:Penebar Swadaya.Anggadireja,J.T. Zatnika.A, Purwoto, dan Istini.S. 2008. Rumput Laut.Jakarta: Penebar Swadaya.AOAC.1995. Official Methode of Analysis of the association of Official Analytical Chemist. Inc.Washington DC.Anonim, 1977. Carragenan. USA: Marine Colloids Division, FMC. Corporation. 1-35P.Dalam Pengaruh Pencampuran

Kappa dan Iota Karagenan Terhadap Viskositas dan Kekuatan Gel Karagenan Campuran. Institut PetanianBogor.

Bawa, I.G.A.G, Bawa Putra, A.A, dan Laila, I.R. 2007. Jurnal Kimia 1 (1): 15-20.Denpasar:Univ.Udayana.http://abumie.wordpress.com/2007/06/28/rumput-laut-kayaserat-penuh-manfaat/(diakses tanggal 8 Februari 2008).

FMC Corp. 1977. Carrageenan.New Jersey, USA:Marine Colloid Monograph Number One.Glicksman, 1983. Seaweed extracts. Di dalam Glicksman M (ed). Food Hydrocolloids Vol II. CRC Press. Boca Raton.

Florida.Pourhossein, A., M. Madani, and M. Shahlaei. 2009."Valuation of an Ultrasound– assisted Digestion Method for

Determination of Arsenic and Lead in Edible Citric Acid Samples by ETAAS." Canadian Journal of AnalyticalSciences and Spectroscopy 54 (1) (2009): 39–44.

Rachmaniar, 1999.Karagenen tipe lambda dalam kappa karaginofit eucheuma alvareezii yang dibudidayakan diIndonesia.Prosiding Pra Kipnas VII Forkom I IFI. Puspitek, Serpong, Jakarta

Samsuari. 2006. Penelitian Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii di Wilayah PerairanKabupaten Jeneponto propinsi Sulawesi Selatan. Institut Pertanian Bogor.

Sari Denni Kartika, Wardhani Dyah Hesti, Prasetyaningrum Aji, 2012, Pengujian Kandungan Total Fenol KapphycusAlvarezzi Dengan Metode Ekstraksi Ultrasonik dengan Variasi Suhu dan Waktu, (online),(http://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/index.php/PROSIDING_SNST_FT/article/view/19 diakses tanggal 29April 2017

Suryaningrum TD. 1988. Sifat-sifat Mutu Komoditi Rumput Laut Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Bogor:Institut Pertanian Bogor

Tojo, E., Prado, J., 2003. Chemical composition of carrageenan blends determined by IR spectroscopy combined with aPLS multivariate calibration method. Carbohydrate Research.

Towle, A.G., 1973. Carrageenan. In : R.L Whistler (Ed). Industrial Gum : Polysacharides and Their Derivates. London:Academic Press.

Van de Velde,F,.Knudsen, S.H., Usov, A.I., Rumella, H.S., and Cerezo, A.S., 2002,1H and 13 C High Resolution NMR Spectoscopy of Carrageenans: Aplication in Research and Industry, Trend inFood Science and Technology, 13,73-92

Winarno, FG., 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Page 31: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.31-36) 978-602-60766-3-2

31

PENENTUAN KONSENTRASI BIOSOLAR BERDASARKAN KARBON-14 DENGANMETODE LIQUID SCINTILLATION COUNTING (LSC)

Rahmawati1), Alfian Noor2), Maming2), Muhammad Zakir2)

1Dosen Akademi Analis Kesehatan Muhammadiyah, Makassar2Dosen Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin

ABSTRACT

Biosolar is one of bio-fuels derived from biomass, especially from plants (vegetable material). Biosolar is soldon the market consisting of a mixture of a number of products produced by the blending process of biodiesel with dieselbased on certain concentrations. Biodiesel is chemically formed by the process of transesterification and esterificationtriglycerides are converted into methyl esters with the help of H2SO4 and NaOH as a catalyst. The determination ofbiosolar concentrations was based on the radiocarbon method on the specific sample activity measurements obtainedfrom the Hidex 300 SL Liquid Scintilation Counting (LSC). The result showed that the total carbon of the samplesolution was 6.0113 g / 8 mL while the specific activity value was 5.0700 DPM / gC so that the biosolar concentrationcan be determined by measuring the standard and specific activity through linear regression equation of 8.83%. Thus themethod of measuring the carbon-14 activity can be used to verify the biosolar concentrations produced by pertamina.

Keywords: Biofuels, radiocarbon method, specific activity, LSC

1. PENDAHULUANSumber energi terbarukan mulai mendapat perhatian secara konstitusional pada tahun 2008 dengan

pengesahan Permen No. 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan BakarNabati (biofuel) sebagai bahan bakar. Pengembangan EBT ini telah mendapat dukungan dari wargaInternasional, seperti Uni Eropa yang menetapkan target penggunaan energi daur ulang sebesar 20% dariseluruh pencampuran penggunaan energi di tahun 2020, termasuk minimum 10% dari bahan bakar nabatiuntuk sektor transportasi pada Maret 2007. Telah terbit target sasaran energi (primer) campuran di Indonesiapada tahun 2006 melalui Perpres No.5 tahun 2006, yaitu 5% kebutuhan energi nasional dipenuhi dari sumberenergi biofuel hingga tahun 2025 (Azmi dkk, 2014). Sejak tahun 2006, Pertamina telah menjual biosolardengan campuran solar 95% dan biodiesel 5% (Wirawan dkk, 2006). Kemudian pada tanggal 1 September2013 Pertamina sudah menyalurkan biosolar dengan kandungan biodiesel 10% (Kemenperin, 2013).

Menurut Anggraini (2002), biodiesel adalah bahan bakar cair dari hasil proses transesterifikasi minyakatau lemak. Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi adalah reaksi antarasenyawa ester dari minyak kelapa sawit dengan senyawa alkohol (metanol) dengan menggunakan katalisatorKOH atau NaOH. Proses ini menghasilkan dua produk yaitu metil ester (biodiesel) dan gliserin. Prosestransesterifikasi dilakukan selama ½ sampai 1 jam pada suhu kamar atau pada suhu yang lebih tinggi,campuran yang terjadi didiamkan sehingga terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan bawah (gliserin) dan lapisanatas adalah metil ester. Dibanding bahan bakar solar, biodiesel memiliki beberapa keunggulan, yaitu: (i)biodiesel diproduksi dari bahan pertanian, sehingga dapat diperbaharui, (ii) memiliki bilangan setana yangtinggi, (iii) ramah lingkungan karena biodiesel tidak mengandung sulfur sehingga tidak ada emisi SOx, (iv)menurunkan ketergantungan suplai minyak dari negara asing dan (v) biodegradabel: jauh lebih mudah teruraioleh mikroorganisme dibandingkan minyak mineral (Susilo, 2006; Georgogianni dkk, 2007).

Kendala yang dihadapi industri kecil menengah adalah bagaimana melakukan uji mutu sebagaipengontrol kualitas produk dengan akurat, tetapi dengan biaya yang murah. Oleh karena itu, perludikembangkan suatu uji mutu yang dapat menjaga kualitas biosolar yang dihasilkan sehingga aman bagipengguna, dengan waktu analisa yang singkat (Solikhah, 2010). Negara-negara anggota Uni Eropamengembangkan penerapan metode LSC langsung untuk menentukan kualitas berdasarkan jumlah bahannabati yang terdapat dalam biofuel. Metode LSC adalah salah satu metode yang cocok untuk pengukurankuantitas biofuel melalui penentuan karbon-14 (Kristof dkk., 2014). Seperti diketahui jumlah karbon-14dalam minyak bumi fosil sangat berbeda jauh dibanding dalam bahan nabati. Dalam contoh fosil jumlahkarbon-14 antara sangat kecil sampai tidak ada sehingga carbon dating sudah mati sementara dalam bahannabati merupakan karbon modern yang diikat dari bahan-bahan alam dengan aktivitas yang masih relatif baru

1 Koresponding : Rahmawati, Telp 085396959640, [email protected]

Page 32: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.31-36) 978-602-60766-3-2

32

mendekati jumlah maksimum yaitu 15,3 DPM/gC (Dijs et al., 2006; Noakes et al., 2006; Yunoki and Saito,2009; Takahashi et al., 2011). Kristof dan Logar (2013) telah melakukan pengukuran biokomponen dalambahan bakar menggunakan metode LSC diantaranya bioetanol dalam etanol 79,8%, bioetanol dalam bensin5,8%, HVO dalam solar 18,7% dan HVO dalam bensin 12,1%.

Jumlah kandungan bahan nabati yang telah ditambahkan dalam minyak bumi fosil dihitungberdasarkan pengukuran besar aktivitas karbon-14. Semakin besar jumlah karbon-14 yang terlacak, makasemakin besar jumlah bahan nabati dalam contoh tersebut. Hasil penentuan ini dapat menjadi bahan dansyarat pertimbangan untuk menetapkan berapa besar subsidi yang diberikan kepada produsen biosolar.

Terdapat 3 protokol analisis resmi untuk penentuan karbon-14. Metode pengujian ini berlaku untuksemua produk yang mengandung komponen berbasis karbon yang dapat berubah menjadi gas CO2 melaluipembakaran. Tiga metode uji tersebut yaitu Akselerator Spektrometri Massa, Pencacahan Sintilasi Cair danGas Proportional Counter (Satrio dan Abidin, 2007; Canducci, dkk, 2013; Varlam, dkk, 2007).American Society for Testing and Material (ASTM) D6866-06 mengembangkan standarisasi untuk metodepengujian dalam menentukan bahan berbasis bio pada sampel padat, cair dan gas dengan menggunakananalisis radiokarbon. Sebuah perusahaan yang bernama Parkin Elmer (2009) menggunakan metode langsungLiquid Scintillation Counting (LSC) yaitu dengan menambahkan sampel bahan bakar dengan koktail. Sinyalkarbon-14 dalam sampel dideteksi langsung oleh sintilasi cair. Pengukuran karbon-14 dari campuranbioetanol, bensin, dan etanol oleh LSC menunjukkan bahwa fraksi karbon yang berasal dari biofuel (fraksiBiokarbon) dapat ditentukan secara kuantitatif.

Persentase massa campuran kalibrasi dihitung sebagai perbandingan massa biofuel antara jumlah biodan fossil komponen berdasarkan kurva kalibrasi untuk penentuan biokomponen. Persentase massakomponen dalam campuran disiapkan untuk masing-masing jenis bahan bakar dan spesifik bio-fuel. Kurvakalibrasi diukur (dalam dpm/g) sehingga dapat diketahui persentase massa komponen bio. Hal iniberdasarkan dengan pendekatan nilai karbon-14 sampel dengan komponen standar. Jenis kurva kalibrasi yanglebih umum dan dapat diterapkan untuk semua kombinasi dari bio komponen dan matriks fosil, sehinggadapat diketahui dengan metode LSC.

Instrumen pencacah yang memenuhi standar pengukuran radiasi karbon-14 adalah pencacah sintilasicair atau LSC (Liquid Scintillation Counting), yang secara geometri pengukurannya dapat mencapai efisiensipencacahan sekitar 99,99 %. Hal tersebut disebabkan oleh pencacah sintilasi cair dilengkapi dengan detektoryang peka terhadap radiasi dan sampel radioaktif yang akan diukur, sehingga mendapatkan ketelitian yangtinggi dalam menginterpretasi data hasil cacahan (Tjahaja dan Mutia, 2000). Metode ini sederhana, aman,dan hasil secara signifikan mengurangi waktu analisis dan biaya dibandingkan dengan metode konvensional.

2. METODE PENELITIANAlat dan Bahan PenelitianBahan-bahan penelitian ini adalah minyak kelapa sawit, solar, metanol p.a, H2SO4 pekat, NaOH p.a, MetilOrange (MO), Phenolpthalein (PP), Larutan induk C-Organik, Larutan Sintilator Ultima Gold XR danakuades. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat batang pengaduk, botol reagent, corong,corong pisah, erlemeyer, gelas beaker, gelas ukur, Hot Plate/ pemanas, Klamp & statif, Neraca, Piknometer,Pipet Volume, Spatula, Stirer, Thermometer serta alat pencacah LSC Hidex 300 SL.Penentuan Total Karbon dalam Sampel (BBLK, 2014)

Total karbon dalam sampel dapat dihitung dari konsentrasi karbon organik yang diperoleh dari hasilabsorbansi yang di ukur menggunakan alat spektrofotometer uv-vis. Sampel Biosolar, dipipet sebanyak 0,5mL kemudian ditambahkan K2Cr2O7 sebnayak 5 mL dan H2SO4 pekat 7,5 mL. Dihomogenkan lalu didiamkan selama 30 menit. Selanjutnya pada persiapan pengujian, larutan standar C-organik konsentrasi 0ppm, 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, dan 250 ppm dibuat dengan memipet 0 mL, 1 mL, 2 mL, 3 mL,4 mL, 5 mL, dari larutan induk C-organik 5000 mg/L. Masing-masing dimasukkan kedalam tabung nessler100 mL. Selanjutnya ditambahkan K2Cr2O7 1N sebanyak 5 mL. Didiamkan selama 24 jam. kemudianmasing-masing serapan larutan di ukur dengan spektrofotometer panjang gelombang 561 nm.Pengukuran Aktivitas 14C pada Sampel (Maming, 2014)

Aktivitas 14C dalam sampel dan standar dinyatakan dalam satuan aktivitas, yang merupakanpeluruhan setiap menit (DPM) dari karbon-14. Hasil pencacahan sampel dengan pencacah sintilasi cairHidex 300 SL menghasilkan data dalam satuan cacahan per menit (CPM) dan efisiensi pencacah (TDCR)atau E.

Page 33: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.31-36) 978-602-60766-3-2

33

E =Cpm

Dpmx 100%

Penentuan aktivitas 14C dalam sampel dapat diketahui melalui pencacahan sampel dengan LSC Hidex 300SL. Campuran homogen 8 mL sampel dan 12 mL sintilator ke dalam vial 20 mL dicacah dalam hal inisampel biosolar yang telah dipasarkan dan biosolar (standar) dengan perangkat LSC Hidex 300 SL denganwaktu pencacahan 5-240 menit.3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan total karbon dapat dilakukan dengan metode spektrofotometer uv-vis. Pengukurandilakukan pada masing-masing larutan pada panjang gelombang 561 nm sehingga dihasilkan absorbansimasing-masing larutan. Persamaan hubungan antara absorbansi dan konsentrasi adalah berbanding lurus,sehingga konsentrasi karbon pada masing masing larutan dapat dihitung. Total massa karbon yang diperolehdari masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Total Karbon dalam Sampel

Total massa karbon yang diperolehdigunakan untuk menghitung aktivitasspesifik karbon-14 yang dinyatakandalam satuan desintegrasi per menitper satuan massa karbon (DPM/gC).

Pemilihan larutan sintilator dilakukan berdasarkan pengukuran nilai efisiensi pencacahan (TDCR)untuk sampel biosolar yang menggunakan larutan sintilator Ultima Gold XR menunjukkan nilai rata-ratadiatas 0,5. Dengan demikian bahwa larutan sintilator ini memiliki nilai efisiensi pencacahan (TDCR) yangstabil sebagai tanda bahwa proses pencacahan untuk sampel biosolar berjalan maksimal.

Pencacahan dengan LSC Hidex 300 SL dilakukan dalam rentang waktu 5–240 menit. Pencacahansampel dilakukan dalam 2 tahap yaitu, tahap penentuan waktu optimum pencacahan dan tahap penentuanrata-rata nilai cacahan sampel pada waktu optimum.

Tabel 2. Data Hasil Pencacahan Sampel dalam rentangwaktu cacahan 5-240 menit.

Sampel Biosolar

No. Waktu Cacahan(menit) CPM DPM TDCR

1. 5 279,010 2994,090 0,093

2. 10 192,400 1312,750 0,146

3. 15 150,000 732,130 0,204

4. 30 121,230 491,020 0,246

5. 60 110,060 423,600 0,259

6. 90 93,920 294,380 0,319

7. 120 80,150 220,380 0,363

8. 150 77,800 210,640 0,369

9. 180 71,500 175,380 0,407

10. 210 66,200 145,870 0,45311. 240 68,300 157,770 0,432

Keterangan :

Sampel Total Karbon (g/8mL)Minyak Kelapa Sawit 3,6290Biodiesel 4,0431Biosolar 6,0113S1 (5%) 3,1311S2 (10%) 2,8616S3 (15%) 2,7724S4 (20%) 2,9288S5 (25%) 3,1729

Page 34: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.31-36) 978-602-60766-3-2

34

CPM = Nilai cacahan sampel per menitDPM = Jumlah peluruhan sampel per menitTDCR = Efisiensi pencacahan Sampel

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa pada waktu cacahan selama mulai dari 5-210 menit mengalamipenurunan nilai cacahan dari 279,010–66,200 dan pada nilai cacahan pada menit ke-210 hingga menit ke 240nilai aktivitas 14C mulai mencapai kestabilan. Penyebabnya adalah kondisi fisik dan kimia larutan sampeldengan sintilator yang mulai stabil. Kestabilan fasa larutan berpengaruh terhadap efisiensi pencacahan(TDCR) dimana efisiensi pencacahan 14C yang tertinggi yaitu sekitar 80 % atau 0,8. Adanya efek quenchingmenyebabkan jumlah foton yang dihasilkan dalam proses pengemisian partikel beta oleh sintilator berkurangsehingga menyebabkan efisiensi pencacahan kecil. Pemadaman atau quenching bersumber dari oksigen ataukotoran dalam botol/vial yang terlarut dalam sampel (Elistina, 2007).

Penentuan waktu pencacahan optimum dilakukan untuk menentukan waktu yang dihasilkan nilai DPMdan nilai efisiensi pencacahan (TDCR) yang stabil sebagai tanda bahwa proses pencacahan sampel berjalanmaksimal. Hasil cacahan pada waktu optimum digunakan untuk menghitung aktivitas spesifik dari 14C dalamsampel. Berikut data hasil pencacahan sampel pada waktu pencacahan optimum selama 210 menit dengan 5kali pengulangan

Tabel 3. Data hasil pencacahan sampel pada waktu optimum Pencacahan selama 210 menit dengan 5 kalipengulangan.

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh nilai rata-rata CPM sampel sebesar 66,202 nilai rata-rata DPMsebesar 143,792 dan nilai rata-rata TDCR yaitu 0,456. Perlakuan yang sama juga dilakukan terhadappencacahan background dan standar dengan menambahkan 12 mL sintilator dimasukkan kedalam vial yangberisi 8 mL larutan standar kemudian dicacah dengan alat LSC Hidex 300 SL.

Aktivitas spesifik sampel dapat ditentukan dari selisih hasil cacahan Disintegration Per Minute (DPM)sampel terhadap hasil cacahan Disintegration Per Minute (DPM) background dibagi dengan kadar totalkarbon dalam 8 mL sampel yang dicampur dengan 12 mL larutan sintilator. Dari penjelasan tersebut makadapat dilakukan penentuan aktivitas spesifik sampel. Aktivitas spesifik rata-rata (As) sampel dari hasilperhitungan disintegrasi per menit (DPM) per satuan masa karbon sampel dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Data Aktivitas Spesifik Rata-rata 14C Biosolar Standar

Standar DPMs DPMb DPMk C-Total (g) As 14C(DPMk/gC)

S1 (5%) 119,326 112,693 6,633 3,131 2,1184

S2 (10%) 127,568 112,693 14,875 2,862 5,1981

S3 (15%) 142,100 112,693 29,407 2,772 10,6071

S4 (20%) 150,948 112,693 38,255 2,923 13,0885

S5 (25%) 159,004 112,693 46,311 3,173 14,5958

Tabel 5. Data Aktivitas Spesifik Rata-Rata 14C SampelStandar DPMs DPMb DPMk C-Total (g) As 14C

Sampel Biosolar

No.Waktu Cacahan

(menit)CPM DPM TDCR

1. 210 63,410 135,550 0,467

2. 210 65,600 148,730 0,441

3. 210 66.120 144,640 0,457

4. 210 66,780 131,590 0,477

5. 210 69,100 158,450 0,436

Rata-rata 66,202 143,792 0,456

Page 35: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.31-36) 978-602-60766-3-2

35

(%) (DPMk/gC)

Biodiesel 172,522 112,693 59,829 4,0431 14,7978

X3 142,992 112,693 30,299 5,9761 5,0700Keterangan :DPMs = Desintegrasi per menit standarDPMb = Desintegrasi per menit backgroundDPMk = DPMs – DPMb (Koreksi)

Efisiensi = ×100

Berdasarkan data hasil pencacahan sampel pada Tabel 4, terlihat aktivitas spesifik 14C pada standarS1(5%), S2 (10%), S3 (15%), S4 (20%), dan S5 (25%) berturut-turut adalah 2,1184 dpm/ gC; 5,1981 dpm/gC; 10,6071 dpm/ gC; 13,0885 dpm/gC; dan 14,5958 dpm/gC. Semakin tinggi konsentrasi biosolar makasemakin tinggi pula nilai aktivitas spesifiknya karena konsentrasi tersebut menunjukkan banyaknyakandungan biodiesel yang terdapat dalam sampel biosolar tersebut. Sedangkan pada sampel terlihat padaTabel 5 adalah 5,0700 dpm/ gC. Grafik hubungan antara aktivitas spesifik dengan konsentasi standar dapatdilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Grafik hubungan konsentrasi standar dengan aktivitas spesifik

Nilai disintegrasi spesifik 14C yang diperoleh menunjukkan jumlah atom 14C yang meluruh setiapmenit (DPM) dalam setiap satu gram unsur karbon. Nilai disintegrasi spesifik (aktivitas spesifik) yangdiperoleh dari sampel tersebut adalah 0.5460.

Nilai disintegrasi spesifik (aktivitas sesifik) rata-rata karbon-14 yang diperoleh dari sampel tersebutlebih rendah jika dibandingkan dengan nilai aktivitas spesifik rata-rata standar karbon modern yang seringdigunakan dalam praktek yang berkisar antara 15,3 ± 0,1 dpm/ gC (Libby, 1960; Yuliati, 2005). Nilaidisintegrasi spesifik rata-rata karbon-14 yang diperoleh menunjukan jumlah sebenarnya dari atom karbon-14yang meluruh setiap menit (DPM) dalam setiap satu gram unsur karbon pada 8 mL sampel. Nilai disintegrasispesifik menunjukan bahwa telah terjadi peluruhan pada inti atom yang dimulai dari sampel tersebut matisehingga aktivitas karbon-14 yang terkandung dalam sampel berkurang dan lebih kecil dari aktivitas spesifikkarbon modern 15,3 ± 0,1 dpm/gC (Libby, 1960).

Konsentrasi dari masing-masing sampel biosolar dapat ditentukan dari persamaan regresi lineardiperoleh 8,83%. Nilai konsentrasi tersebut juga terlihat pada Gambar 1 dengan membandingkan antara nilaiaktivitas spesifik sampel dengan standar. Konsentrasi sampel tersebut menunjukkan besarnya kandungankomponen biologi yaitu biodiesel dalam sampel biosolar.

y = 64.319x - 0.5076R² = 0.9376

0.0000

2.0000

4.0000

6.0000

8.0000

10.0000

12.0000

14.0000

16.0000

18.0000

0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%

Akt

ifit

as14

C

Konsentrasi Standar

Page 36: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.31-36) 978-602-60766-3-2

36

4. KESIMPULANBerdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh besar aktivitas spesifik 14C dalam sampel

biosolar berdasarkan pengukuran aktivitas 14C melalui metode Pencacah Sintilasi Cair adalah 5,0700DPM/gC dan konsentrasi biosolar sebesar adalah 8,83%.

5. DAFTAR PUSTAKAAnggraini, Ananta Andy. 2002. Biodiesel dari Minyak Jelantah. KOMPAS. Diakses pada 15 Januari 2015.Azmi, Riza dan Hidayat Amir . 2014. Ketahanan Energi: Konsep, Kebijakan dan Tantangan

Bagi Indonesia, Jakarta.Balai Besar Laboratorium Kesehatan, 2014, Instruksi Kerja Metode Pemeriksaan C-Organik, Instalasi Kimia Kesehatan

Dan Toksikologi, Makassar.Canducci, C., Bartolomei, P., Magnani, G., Rizzo, A., 2013, Upgrade Of The CO2 Direct Absorption Method For Low

Level 14C Liquid Scintillation Counting, Radiocarbon, 55 (2-3): 260-267.Dijs, I.J, Vander Windt, E., Kaihola, L., vander Borg, K., 2006. Quantitative Determination By 14C Analysis Of The

Biological Component In Fuels. Radiocarbon, 48 (3):315–323.Elistina, 2007, Akurasi Penentuan Kadar Tritium (3H) dalam Urin Menggunakan Indikator Quenching (Pemadam)

tSIE, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Fungsional Pengembangan Teknologi Nuklir 1, Pusat TeknologiKeselamatan dan Metrologi Radiasi, Badan Tenaga Atom Nasional, Jakarta.

Georgogianni, K. G., Kontiminas, M. G., Tegou, E., Avlonitis, D., dan Gergis, V., 2007. Biodiesel Production: ReactionAnd Process Parameters Of Alkali-Catalyzed Transesterification Of Waste Frying Oils, Energy & Fuels, 21: 3023-3027.

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2014, Pertamina Realisasikan Biofuel 10 Persen Esters, Berita Industri,Jakarta.

Kristof, R., Hirsch, M., and Logard, J.K., 2014, Implementation of Direct LSC Method for Diesel Samples on The FuelMarket, Applied Radiation and Isotopes, 1-5.

Kristof, R., and Logar, J.K., 2013, Direct LSC Method for Measurements of Biofuels in Fuel, Talanta, 1-6.Libby, W.F., 1960, Radiocarbon Dating, Nobel Lecture, Elsevier Publishing Company, Amsterdam.Maming, Noor, A., Zakir, M., Raya, I., Jauhari, Kartika, S.A., 2014, Aplication in Liquid Scintillation Method on

Carbon Dating in Determination of Coral Ages from Spermonde Archipelagos, Mar. Chim. Acta, 15(1): 31-35.Noakes, J., Norton, G., Culp,R., Nigam,M., Dvoracek,D., 2006. A Comparison Of Analytica Lmethods For The

Certification Of Biobased Products. In: Chalupnik, S., Schonhofer,F., Noakes, J. (Eds.), LSC 2005, Advances inLiquid Scintillation Spectrometry. Radiocarbon, Tuscon, pp. 259–271.

Satrio dan Abidin, Z., 2007, Perbandingan Metode Sintesis Benzena Dan Absorpsi CO2 Untuk Penanggalan Radioisotop14C, Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop Dan Radiasi, 3(1): 1-34.

Sholikhah, M.D., 2010, Pengembangan Metoda Kontrol Kualitas untuk Uji Mutu Biodiesel yang Dapat DiterapkanOleh Industri Kecil-Menengah, Laporan Akhir, Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT.

Susilo, B., 2006. Biodiesel Sumber Energi Alternatif Pengganti Solar Yang Terbuat Dari Ekstraksi Minyak JarakPagar, Trubus Agrisarana, Surabaya.

Takahashi, Y., Sakurai,H., Inui,E., Namai,S., Sato,T., 2011. Radiocarbon Measurement Of Biodiesel Fuel Using TheLiquid Scintillation Counter Quantulus. In: Cassette, P.(Ed.), LSC 2010, Advances in Liquid ScintillationSpectrometry. Radiocarbon, Tuscon, pp.41–46.

Tjahaja, P.I., dan Mutiah, 2000, Metode Pencacahan Sintilasi Cair: Salah Satu Alternatif untuk Pengukuran α dan βTotal dalam Sampel Lingkungan, Jurnal Sains dan Tekhnologi Nuklir Indonesia, 1 (1), 31-46.

Varlam, C, Stefanescu, I., Varlam, M., Popescu, I., Faurescu, I., 2007, Applying the Direct Absorption Method AndLSC For 14C Concentration Measurement In Aqueous Samples, Radiocarbon, 49(2), 281-289

Wirawan, S.S., dan A.H. Tambunan, 2006, The Current Status and Prospects of Biodiesel Development in Indonesia : AReview, Prosiding of Third Asia Biomass Workshop, 16 November 2006. Tsukuba. Japan. 1-15.

Yuliati, H., Akhadi, M., 2005, For Cosmogenic Radionuclide Dating, Center for Biomedical Radiation and NuclearSafety. Radiation Center. Batam.

Yunoki, S., Saito, M., 2009. A Simple Method To Determine Bioethanol Contentin Gasoline Using Two-StepExtraction And Liquid Scintillation Counting. Bioresour. Technol. 100: 6125–6129.

6. UCAPAN TERIMA KASIHPenulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Kemristekdikti untuk mendapatkan dukungan finansialmelalui program Penelitian Disertasi Doktor Tahun 2017 .

Page 37: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.37-42) 978-602-60766-3-2

37

PENGARUH KONSENTRASI SILIKON OKSIDA (SiO2) DAN ALUMINA (Al2O3)TERHADAP LAJU ABRASI DAN EROSI PADA SUDU GERAK TURBIN AIR

Muhammad Afifuddin1), Rahmat Hidayat Bahtiar2) , Firman3) , Sri Suwasti4) , Rustan Effandy5)

1),2),3)4) Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar5) PLP Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

This research is aims to determine the influence of the concentration of Silicon oxide (SiO2) and alumina (Al2O3)contained in the sediments towards the rate of abrasion and erosion on the motion of water turbine methods used in thisstudy by testing in the lab using testing digital microscopy and flow profile to take images of the damage that occurs instainless steel material by varying Silicon oxide (SiO2) and alumina (Al2O3) concentration, namely 90%: 10%, 80%:20%, and 70%: 30%. Based on the testing performed against the weight of the stainless steel material which is donebefore the test and after testing the concentration of SiO2 70% and Al2O3 30% it has a very significant influence with therate of abrasion 0.022 gr/h this indicates that there is a mass of lost resulting of the abrasion that occurs in the material.The damage that occurs in stainless material steel in the form of abrasion and erosion due to the collision of the waterthat has been mixed with the concentration of Silicon oxide (SiO2) and alumina (Al2O3).

Keywords: Abrasion, Erosion, Silicon Oxide, Alumina

1. PENDAHULUANMengingat kebutuhan masyarakat akan energi listrik yang cukup tinggi pada masa sekarang ini, maka

sangat dibutuhkan pusat-pusat tenaga listrik (Power Plant) umtuk menyediakan energi listrik yang cukupuntuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) merupakan salah satu jenispembangkit listrik yang banyak dioperasikan di indonesia. Keberadaan PLTA sebagai suplai penghasil energilistrik di Indonesia mempunyai posisi yang sangat strategis. Posisi strategis ini mengharuskan untuk selaluberoperasi dengan kondisi optimal guna mereduksi berhentinya operasi yang akan berdampak pada kerugianbanyak pihak. Pada tahun 2011 dan 2012 terdapat temuan bahwa biaya pemeliharaan merupakan presentaseterbesar dari keseluruhan variabel biaya operasi, yaitu mencapai 50,35% (PLN, 2012).

Salah satu penyebab tingginya biaya pemeliharaan PLTA ialah kerusakan yang ditimbulkan olehsedimen. Wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat sektor Bakaru priode Juni 2005, menunjukkan bahwavolume sedimen mengalami peningkatan yang signifikan yaitu 0 m3 pada tahun 1990 menjadi 6.331.400 m3

pada tahun 2005 (PLN, 2015). Peningkatan volume sedimen yang sangat cepat, mengakibatkan kerusakanterhadap komponen turbin. Komponen turbin yang mengalami kerusakan karena sedimen ialah sudu gerak.Akibatnya, interval waktu pemeliharaan semakin singkat (4 tahun). Sementara menurut buku manualpengoperasian PLTA, interval pemeliharaan ialah 8 sampai 10 tahun. Dengan demikian, biaya pemeliharaanakan semakin meningkat pula. Di samping itu, dapat mengakibatkan penghentian pengoperasian PLTA jikaterjadi kerusakan yang sangat parah.

Pasir kuarsa yang terkandung dalam sedimen memiliki komposisi kimia SiO2 55,30 – 99,37% dansisanya Fe2O3, Al2O3, TiO2, dll (Prayogo, 2009). Hasil pengujian menunjukkan bahwa sedimen di DamPLTA Bakaru terdiri atas 47% pasir kuarsa dan 53% pasir halus (Pratiwi, 2015). Pasir kuarsa mengandungSiO2 sebanyak 53.64%, Al2O3 22.93%, Fe2O3 9.24%, MgO 4.0%, K2O 3.84%, Na2O 2.4%, CaO 1.71%, danTiO2 sebesar 1.06% (Firman, 2016). Data tersebut menunjukkan bahwa komposisi terbesar yang terkandungdalam pasir kuarsa ialah silikon oksida (SiO2) dan alumina (Al2O3).

Dampak yang ditimbulkan oleh sedimen tidak hanya abrasi dan erosi terhadap lingkungan,melainkan juga terjadi abrasi dan erosi pada sudu turbin. Konsentrasi sedimen yang tinggi dapatmengakibatkan abrasi dan erosi pada sudu gerak turbin (Gogstad, 2012). Selain konsentrasi, ukuran sedimenjuga dapat menimbulkan mikroerosi pada sudu gerak turbin (Karelin, 2004). Semakin besar diameter partikeldan konsentrasi sedimen semakin besar pula tingkat kerusakan yang terjadi pada sudu gerak turbin (Pratiwi,2016) Di samping itu, pengaruh konsentrasi silikon oksida (SiO2) dan alumina (Al2O3) terhadap kerusakankhususnya laju kerusakan pada sudu gerak turbin belum diungkapkan. Oleh karena itu, diperlukan penelitianlebih lanjut khususnya pengaruh konsentrasi silikon oksida (SiO2) dan alumina (Al2O3) terhadap laju

1 Korespondensi: Muhammad Afifuddin, Telp 089626877599, [email protected]

Page 38: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.37-42) 978-602-60766-3-2

38

kerusakan sudu gerak turbin air secara kuantitatif. Penelitian ini sangat penting dilakukan karena berkaitandengan penyediaan energi listrik dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Indonesia.

2. METODE PENELITIANPenelitian “ Pengaruh Konsentrasi Silikon Oksida (SiO2) dan Alumina (Al2O3) Terhadap Laju Abrasi

dan Erosi Pada Sudu Gerak Turbin Air ” dilaksanakan di Laboratorium Sistem Pembangkit Tenaga II JurusanTeknik Mesin Politeknik Negeri Ujung Pandang. Pengujian laju abrasi dan erosi material stainless steeldengan tiga tingkat perbandingan konsentrasi SiO2 dan Al2O3 yaitu : 90% : 10%, 80% : 20% dan 70% : 30%dengan menggunakan skema alat pengujian laju abrasi dan erosi seperti pada gambar 1.

Gambar 1. Skema pengujian Laju Abrasi dan Erosi

Pengujian morfologi erosi menggunakan microscopy digital, dari percobaan pengujian morfologimikro erosi dengan menggunakan microscopy digital sistem akusisi data dengan spesifikasi USB digitalmiscroscope ”scorpio” 500 × pembesaran , dengan 1600×1200 resolusi dan dilengkapi 8 LED untukpencahayaan rekaman. Sedangkan material yang digunakan adalah stainless stell 304 dengan waktupengunjian selama 50 jam setiap konsentrasinya.

Gambar 2. USB Digital Microscope Gambar 3. 3D Model Blade

Page 39: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.37-42) 978-602-60766-3-2

39

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4. Pengujian material stainless steeldengan konsentrasi 100 % silicon oksida(SiO2) setelah 50 jam.

Gambar 5. Pengujian material stainless steeldengan konsentrasi 90 % silicon oksida(SiO2) dan 10% Alumina (Al2O3) setelah 50jam.

Gambar 6. Pengujian material stainless steeldengan konsentrasi 80 % silicon oksida(SiO2) dan 20% Alumina (Al2O3) setelah 50jam.

Gambar 7. Pengujian material stainless steeldengan konsentrasi 70 % silicon oksida (SiO2)dan 30% Alumina (Al2O3) setelah 50 jam.

Tabel 1. Laju abrasi yang terjadi pada setiap konsetrasi setelah 50 jam pengujian material stainlesssteel.

KonsentrasiSiO2 dan Al2O3

Berat awal(gr)

Berat Akhir(gr)

Selisih Berat(gr)

Laju Abrasi(gr/jam)

100% 30,8 30,5 0,3 0,00690% : 10% 30,5 30,1 0,4 0,00880% :20% 31,6 31,2 0,4 0,00870% : 30% 32,1 31 1,1 0,022

Berdasarkan hasil pengujian analisa yang telah di lakukan menunjukkan bahwa hasil pengujianmorfologi mikro erosi dengan menggunkan microscopy digital sistem akuisisi data pada material stainlesssteel dengan masing-masing konsentrasi 100% silikon oksida, 90% silikon oksida, 80% silikon oksida, 70%silikon oksida, 10% alumina, 20% alumina, 30% alumina. Menggambarkan terjadinya kerusakan pada

Page 40: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.37-42) 978-602-60766-3-2

40

material tersebut, kerusakan yang terjadi pada material tersebut yaitu abrasi dan erosi akibat tumbukan airyang telah tercampurkan dengan konsentrasi silikon oksida dan alumina. Selain itu dilihat dari gambar hasilpengujian morfologi mikro erosi telah menunjukkan bahwa rata-rata terjadinyaa kerusakan pada materialstainless steel terjadi setelah 50 jam pengujian . sedangkan pengujian yang dilakukan terhadap berat darimaterial stainless steel yang dilakukan sebelum pengujian dan setalah pengujian yang dilakukan selama 50jam. Berdasarkan hasil yang telah didapatkan dari pengujian tersebut konsentrasi 70% silikon oksida, dan30% alumina yang memiliki pengaruh yang sangat signifikan hal ini dibuktikan rata-rata dari berat materialstainless steel sangat tinggi dibandingkan konsentrasi lainnya, hal ini menunjukkan bahwa massa darimaterial tersebut telah banyak hilang akibat dari abrasi yang terjadi pada material tersebut.

Pengujian kemurnian Silikon Oksida (SiO2) dan Alumina (Al2O3) yang di guanakan dalam penelitianmenggunakan pengujian ED XRF Analysis untuk mengetahui presentase kemurnian silikon oksida (SiO2)dan alumina (Al2O3), Silikon oksida yang digunakan pada penelitian ini kemurniannya mencapai 99, 46%untuk unsur lainnya presentasenya sangat kecil yaitu terdiri dari K2O 0,317%, Fe2O3 0,126%, TiO2 0,0665%,Nb2O5 0,0210%, MoO3 0,0082%, In2O3 0,0060%, dan SnO2 0,0053%. Sedamgkan Alumina (Al2O3) dalampenelitian ini kemurniannya mencapai 99,88% untuk unsur lainnya presentasenya sangat kecil terdiri dariTa2O5 0,046%, IrO2 0,0310%, Nb2O5 0,0142%, dan MoO3 0,0096%.

Gambar 8. Komposisi unsur Silikon Oksida (SiO2) berdasarkan presentasi kandungan.

Gambar 9. Penampilan Silikon Oksida (SiO2) setelah pengujian SEM ( Scanning Electron Microscopy )

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20keV

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

22

cps/eV

Si Al

O

Page 41: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.37-42) 978-602-60766-3-2

41

Gambar 10. Komposisi unsur Alumina (Al2O3) berdasarkan presentasi kandungan.

Gambar 11. Penampilan Alumina (SiO2) setelah pengujian SEM ( Scanning Electron Microscopy ).

4. KESIMPULAN1. Kerusakan yang terjadi pada material sudu gerak turbin air yaitu berupa abrasi dan erosi akibat

tumbukan air yang telah tercampurkan dengan konsentrasi silikon oksida (SiO2) dan alumina (Al2O3).2. Berdasarkan hasil yang telah didapatkan dari pengujian, konsentrasi 70% silikon oksida dan 30%

alumina yang memiliki pengaruh yang sangat signifikan hal ini dibuktikan rata-rata dari beratmaterial stainless steel sangat tinggi dibandingkan konsentrasi lainnya.

3. Kosentrasi silikon oksida (SiO2) dan alumina (Al2O3) mempengaruhi umur pakai sudu gerak turbinair hal ini dapat dilihat pada tabel 1 hasil pengujian berat stainless steel setelah pengujian 50 jam,dimana semakin besar konsentrasi silikon oksida (SiO2) dan alumina (Al2O3) maka akan semakinbanyak massa yang hilang dari material turbin air. Hal ini menyebabkan umur pakai turbin air akansemakin singkat.

5. DAFTAR PUSTAKA

Davis, Karen. 2010. Meterial Review: Alumina (Al2O3). Chemical Engineering at the School Of Doctroral Studies ofThe EU, Belgium.

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20keV

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18 cps/eV

Al O

Page 42: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.37-42) 978-602-60766-3-2

42

Direktorat Jendral Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2014. Statistik Ketenagalistrikan.Farrel, A.J., B. Norton, D.M. kennedy.2003.Corrosive effects of salt hydrate Phase Change Materials used with

aluminium and copper, 12th international scientific conference.Firman. 2016. Sediment Characteristic on Hydropower Plant Bakaru, South Sulawesi. International Conference on

Engineering Science and Nanotechnology 2016. 3-5 Agustus 2016 Hotel The Alana di Solo.Gogstad, P.J. 2012. Hydraulic design of Francis turbine exposed to sediment erosion, Department of Energy and

Process Engineering, Norwegian University of Science and Technology.Gregore, B., A. Predin, D. Fabijan, R. Klasine. 2011. Experimental Analysis of The Impact of Particles on the

Cavitation Flow. Journal of Mechanical Engineering 58 (2012) 4, 238-244.Karelin, V.Y. and C.G. Duan. 2002. Design of hydraulic machinery working in sand laden water. Vol. 2 Imperial

College Press, London, 1 edition, 2002.Neopane Prasad, H. 2010. Sediment Erosion In Hydro Turbines. Thesis Submitted, Faculty of Engineering Science and

Technology. Norwegian University of Science and Technology (NTHU). Norwegia.Prayogo, T., B. Budiman. 2009. Survei Potensi Pasir Kuarsa di Daerah Ketapang Propinsi Kalimantan Barat. Jurnal

Sains dan Teknologi Indonesia. Vol. II (126-132).Pratiwi, A.S., F. Mansur, F. Alihar 2016. Analisa Kerusakan Sudu Gerak Trubin Francis Dengan Menggunakan

X-Ray Diffraction (XRD) Dan Scanning Electron Microscopy (SEM) Laporan Program KreativitasMahasisa Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Ujung Pandang.

PT PLN. 2010. Ikhtisar Penjualan Tenaga Listrik - PT PLN (Persero) Tahun 1995 - 2009. JakartaSuwanda. 2011. Desain Eksperimen Untuk Penelitian Ilmiah. Alfabeta.Bandung.Thapa Bhola and Brekke Hermod, 2004. Effect of sand particle size and surface curvature in erosion of hydraulic

turbine. IAHR symposium on hydraulic machinery and system, stockhlom.Thapa Bhola, 2004. Sand erosion in hydrailic machinery, PhD thesis, Norwegian University of Science and Technology,

Faculty of Engineering Science and Technologi, Department of Energy and Process Engineering, 2004: 105.

6. UCAPAN TERIMA KASIHTerima kasih kepada Dr.Ir. Firman., M.T sebagai pembimbing I dan Sri Suwasti., S.ST, M.T Sebagai

pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada kami dalam penyelesaianpenelitian ini.

Page 43: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.43-49) 978-602-60766-3-2

43

SKRINING SPONS POTENSIAL SEBAGAI BIODEGRADATOR HIDROKARBONBERDASARKAN DATA MORFOLOGI

Ismail Marzuki1), Erniati2)

1)Laboratorium Dasar, Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Fajar2)Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Fajar

ABSTRACT

Sea morphological sponge searches that potentially degrade contaminated wastes Poly Aromatic Hydrocarbons(PAH) are important to aim to identify earlier physical features of marine sponge types that potentially reduce thetoxicity of PAH. Previous research has shown that a special type of marine sponge marker that may be symbiotic withmicroorganisms capable of producing enzymes for degradation of PAH, whose body structure contains mucus or itsbody is protected by a black layer such as mud embodied as mucus. Sponge identification method is done by noting thespecial sign (color, texture, shape, size and depth of sampling). Then sequentially the sponge morphology identificationfollowed the guidebook. The results of the analysis of four types of sponges, found that the sponge Petrosia(Strongylophora) corticata (Sp 1) in the body there is mucus and Niphates sp (Sp 2) along the surface found a blacklayer of textured mucus. The structure indicates that the two potential sponges form a symbiont with certain types ofbacteria that can destabilize the PAH benzene ring, so that the PAH toxicity level decreases. Hyrtios erectus (Sp3) andClathria (Thalysias) reinwardti (Sp 4) sponges, both of which do not potentially contain bacterial symbionts that canreduce the toxicity of PAH.

Keywords: Sponges, symbionts, morphology, degradation, PAH

1. PENDAHULUANBerbagai jenis spons dapat ditemukan di Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Spons adalah

hewan unik metazoa multiseluler, golongan filum Porifera, memiliki perbedaan struktur dengan metazoanlainnya. Sebagian besar tubuh spons berpori, berupa ruang yang berfungsi sebagai saluran sirkulasi air terusmenerus, (Marzuki, et al, 2015a; Ismet, et al., 2011). Cara makan spons dengan mengisap dan menyaring airmelalui seluruh permukaan tubuh secara aktif, (Romimohtarto, 1999). Umumnya, spons terdiri atas beberapajenis sel membentuk struktur tubuh dan biomassa. Lapisan luar dinding tubuh spons berupa sel pipih, disebutpinacocytes. Struktur tubuh spon tersusun atas Choanosome, skeleton, spicule, megasclere dan mungkinOxea. Marine sponges (Porifera) are the oldest metazoan group and characterized as sessile active filterfeeders, (Hausmann, et al., 2006). Phylum Porifera terbagi menjadi tiga kelas 'i. e. Calcarea (sponsberalkohol dengan spikula kalsium karbonat tiga), Demospongiae (kerangka spikula silika) Demospongiaemengandung sebagian besar spons yang hidup saat ini dan mewakili 85-90% fauna spons global, (Thakur, etal., 2004). Sel dapat membuka dan menutup dengan adanya kontraksi sekaligus memberi peluangterperangkapnya bakteri dalam tubuh spons yang mencari perlindungan untuk terbebas dari arus gelombanglaut, sekaligus bakteri yang terperangkap digunakan spon untuk memproduksi zat (enzim) yang dapatmengurai zat toksik yang terdapat di perairan tempat hidup spons, sekaligus memberi perlindungan sponsakibat ancaman kontaminan yang mencemari lingkungan, (Marzuki, et al. 2014; Marzuki, et al., 2015a;Steindler, et al., 2005).

Bagian dalam pinacoderm terdapat mesohyl, yang terdiri dari matriks protein bergelatin yangmengandung skeleton dan sel-sel amoeboid. Lapisan ini berfungsi seperti jaringan ikat pada metazoa lainnya.Skeleton spons demospongia terbentuk dari spikula bersilika dan serat protein spongin. Spikula sponsmemiliki jenis yang beragam, sehingga dijadikan dasar untuk identifikasi morfologi spons. Spikula berada didalam mesohyl, namun sering juga ditemukan pada lapisan pinacoderm. Sel-sel amoeboid dapat ditemukanpada mesohyl, dan tersusun dari beberapa jenis sel. Archaeocyt adalah sel berukuran besar dengan nukleusyang besar pula. Sel ini merupakan sel fagositosis dan berperan dalam digesti makanan, serta bersifattotipotent. Sel lainnya adalah collencytes, sclerocytes, dan spongocytes, serta choanocytes, terdapat padabagian dalam mesohyl, sejajar dengan spongocoel. Sel ini berperan dalam pergerakan air dalam tubuh sponsdan untuk menyediakan makanan, (Marzuki, et al., 2014; Ismet, et al., 2011). Beberapa hasil penelitian

1 Koresponding : Ismail Marzuki, Telp 081241011873, [email protected]

Page 44: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

44

tentang biodegradasi komponen hidrokarbon dan poli aromatik hidrokarbon yang menggunakanmikrosimbion spons laut sebagai material pendegradasi yang telah dipublikasikan, menunjukkan bahwaumumnya mikrosimbion yang dapat mendegradasi hidrokarbon dan PAH adalah isolat dari spons yangmemiliki struktur tubuh dengan sel-sel seperti choanosome, skeleton, spicule, megasclere, (Marzuki, et al.,2015b; 2015c; Marzuki, et al., 2017).

2. METODE PENELITIANTitik sampling spons pada Pulau Kodingareng Keke, Kepulauan Spermonde dapat dilihat pada

Gambar 1, di bawah:

Gambar 1. Peta Lokasi Titik Sampling Spons (Pulau Kodingareng Keke), Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan

Data pengamatan lokasi pengambilan sampel spons segar, terdiri atas koordinat, kedalaman, salinitas,pH dan temperature, disajikan pada Tabel 1. Lokasi sampling adalah sekitar Pulau Kodingareng Keke,wilayah Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassa, Sulawesi Selatan. Lokasi tersebut merupakan gugusanKepulauan Spermonde. Jumlah sampel spons sebanyak 4 jenis dengan kode sampel Sp 1; Sp 2; Sp 3 dan Sp 4(Gambar 1). Sampel diperoleh menggunakan diving Scuba, lalu direndam dalam formaldehid 4% sebelumdianalisis lebih lanjut.

Scuba, kamera di air, GPS, Balance (pembedahan), pisau bedah, forsep, botol (toples), kantongplastik, kotak es, mikroskop set, piala porselen, alu dan lumpang, kaca kimia, kaca pengukur, labu, pipetvolume, pipet, Erlenmeyer, keseimbangan analitik, piring panas, corong, pengisap karet, listrik panas, kertasWhatman, oven, freezer, botol BOD, termometer air, kertas universal, salinometer, reaksi hemat, solder cup,centripugacy 1000 rpm dan 4 rpm, berhenti arloji, vortex, aliran air laminary, ose ekor, gelas prevarat,autoklaf, filter 0,2 μ m, blender, haemocitometer.Contoh Spons, CH3OH pa, Air laut steril, Sereal Penyangga Phospat (PBS), Media Air Laut yang Dilengkapi(SWC), media MA, media NA, gliserol 25%, isolat bakteri (mikrosimbion), PAH, NaCl 0,9% , formalin 4%,Aquabides, aquades, reagen MTT, DMSO

Analisis morfologi sel dengan metode MTT menggunakan mikroskop terbalik, uji, (A) Sel KulturSebelum dilakukan inkubasi 24 jam, setelah penambahan reagen MTT selama 4 jam, (B) menggunakan selkontrol, (C) ekstrak konsentrasi 960 μg/ mL, (D) konsentrasi ekstrak sebanyak 7,5 μg /mL, (E) kontrolDMSO. Analisis morfologi spons untuk mengetahui jenis dan struktur tubuh spons.

3. HASIL DAN PEMBAHASANGambaran lingkungan lokasi sampling spons pada Pulau Kodingareng Keke, Kecamatan Ujung

Tanah, Kota Makassar, bagian dari Gugusan Kepulauan Spermonde. Data pengamatan disajikan dalam tabel1 berikut:Tabel 1. Keadaan Lingkungan Lokasi Sampling Spons pada Pulau Kodingareng, Gugusan Kepulauan

Spermonde

No PengamatanKode Sampel

Sp 1 Sp 2 Sp 3 Sp 41 Koordinat S= 050 06’ 06.76”

E= 1190 17’ 10.66””S= 050 06’ 06.54”E= 1190 17’ 10.62””

S= 050 06’ 06.81”E= 1190 17’ 10.72””

S= 050 06’ 06.73”E= 1190 17’ 10.62””

Page 45: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

45

2 Kedalaman 3,2 m 2,6 m 3,7 m 4,1 m

3 Salinitas 29,3 ‰ 29,6 ‰ 29,5 ‰ 29,3 ‰4 pH 7 7 7 7

4 Temperatur 290 C 300 C 280 C 280 C

Hasil identifikasi morfologi spons kode sampel Sp 1; Sp 2; Sp 3, dan Sp4, berdasarkan bentukpertumbuhan, warna fisik, jenis choanosome kerangka spicule yang dikombinasikan dengan keadaanlingkungan pertumbuhan spons dapat disimpulkan bahwa keempat sampel spon yang diperoleh pada PulauKadingareng Keke, merupakan spon kelas Demospongiae, ordo, family dan spesies ditunjukkan dalam Tabel2, berikut:

Tabel 2. Hasil Identifikasi Spesies Spons dengan Metode Analisis MorfologiKode

SampelSpesies Famili Ordo Kelas

Sp 1 Petrosia (Strongylophora) corticata Petrosiidae Haclosclerida DemospongiaeSp 2 Niphates sp. Niphatidae Haclosclerida DemospongiaeSp 3 Hyrtios erectus Thorectidae Dictyoceratida DemospongiaeSp 4 Clathria (Thalysias) reinwardti Microcionidae Poeciloslerida Demospongiae

Sumber: Data Primer telah diolah

Karakteristik keempat sampel jenis spons khususnya bentuk pertumbuhan, konsistensi, bentukpermukaan, keberadaan choanosome, kerangka tubuh dan tipe spicule, berturut-turut ditunjukkan padaGambar 2, 3, 4 dan 5, berikut:

Gambar 2. (A) Bentuk pertumbuhanbergerombol. Kulitberbentuk cerobong memiliki oscular tinggi. bercahayaberwarna coklat muda, (B) Konsistensi: tegas,menunjukkan kekuatan, (C) Permukaan spons yangtidak rata dan berlendir, proyeksi halus, (D)Choanosome dengan kerangka spicule multispicular,(E) Kerangka kurang serat dengan spicule padat dan (F)Spicule: tipe Megasclere: berupa Oksida

Gambar 3Gambar 3. (A) Bentuk pertumbuhan: Sponge melingkargligthy, dengan oscula ukuran besar, (B) Konsistensi:permukaan licin, ditutupi oleh lumpur sepertilendir.Tubuh yang tidak elastis dan rapuh, (C)Konsistensi: permukaan licin, ditutupi lumpur sepertilumpur. Spel tubuh yang tidak elastis dan rontok, (D)Kerangknya: berupa spicule dengan spidol echinating,(E) Kerangknya membentuk Pilar trapesium denganserat tinggi, dan (F) Spicule: megasclera oxea kecil.

Page 46: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

46

Gambar 4. (A) Bentuk Pertumbuhan: sponsbercabang Digit. Konsentrat berwarna hitam, (B):Karakteristik yang tidak teridentifikasi, tegas,berdaging, (C) Permukaan berbentuk piramida, (D)Choanosome membentuk bagian potongan tubuh. Beratserat tubuh spong, (E) Kerangka menempel berupaserabut, (F) Spicule: megaplera Substylostyle.

Gambar 5. (A) Bentuk Pertumbuhan: spons bercabang-cabang, (B) Konsistensi lembut dan kompresibel, (C)Proyeksi: badan spons yang rapuh saat dikeringkan, (D)Choanosome: Anastoming mengulang seperti kerangkachoanosome, (E ) Megasclere berbentuk klasik dan (F)Microsclere Chelae microsclere

Umumnya spons kelas Demospongiae dapat ditemukan pada daras laut di kedalaman 3-6 m padatemperatur tidak ekstrim (260 C – 310 C), dengan pH range 6-7. Hasil analisis morfologi disimpulkan bahwakeempat sampel merupakan spons kelas Demospongiae, (Tabel 2), bersesuaian dengan kondisi lingkungansampling (Tabel1). Umumnya spons kelas Demospongiae memiliki bentuk tubuh sangat bervariasi yaitu adayang menyerupai kipas, batang, terompet dan lainnya, hewan ini sebagian membentuk koloni yang seringtampak tidak teratur sehingga tampak sebagai tumbuhan. Warnanya bermacam-macam dan dalam tubuhnyamengandung ganggang yang memiliki warna dan mereka mengadakan simbiosis, (Ismet, et al., 2011;Hooper, 2003). Sponge dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding tipis, atau massifbentuknya dan agak tidak teratur. Banyak sponge juga terdiri atas segumpal jaringan yang tak tentubentuknya, menempel dan membuat kerak pada batu, cangkang, tonggak, atau tumbuh-tumbuhan, (Marzuki,et al., 2014; Pawar, at al., 2017). Morfologi luar sponge dipengaruhi oleh faktor fisik, kimiawi, dan biologisserta lingkungan sebagai tempat perkembangbiakan. Spesimen spons yang berada di lingkungan terbuka danberombak cenderung memiliki pertumbuahn pendek dan dapat merambat, sebaliknya spons jenis spesiessama, jika berada pada lingkungan terlindung atau pada perairan lebih dalam serta berarus tenang, biasanyamemiliki pertumbuhan cenderung tegak dan tinggi, (Uli, et al., 2017; Marzuki, et al., 2014).

Spons Petrosia (Strongylophora) corticata (K.Sampel: Sp 1), dengan ciri bentuk pertumbuhanberupa kulit berbentuk cerobong dengan oscular tinggi, tampak cerah dengan warna coklat muda,berkonsistensi tegas dan kuat, bentuk permukaan tidak rata, berlendir tipis dan halus, dengan kerangkaberupa spicule multi, kerangka dengan serat sedikit, padat dan memiliki spicule tipe megasclere, (Gambar 2),(Morrow, et al., 2015; Hooper and Van, 2002; Hooper, J.N.A. 2000). Spons spesies Niphates sp, (K.SampelSp 2) memiliki bentuk pertumbuhan melingkar dengan Oscula ukuran besar, konsistensi permukaan tubuhlicin ditutupi lumpur menyerupai lendir. Tubuh spons tersebut tidak elastis dan rapuh, memiliki kerangkaspicule echinating berupa pilar membentuk trapesium berserat, dan memiliki oxea ukuran kecil, (Gambar 3),(Morrow, et al., 2015; Hooper and Van, 2002). Kedua jenis spons di atas merupakan spons ordoHaclosclerida kelas Demospongiae.

Spons Petrosia (Strongylophora) corticata yang memiliki lendir dan Niphates sp tubuh licin ditutupilumpur menyerupai lendir merupakan kekhasan kedua jenis spons tersebut yang mengindikasikan bahwaspons ini dapat menggunakan karbon sebagai sumber energy. Kedua jenis spons tersebut juga berpotensibersimbion dengan mikroorganisme, (Marzuki, et al., 2014). Mikroorganisme ini mampu memproduksi zatberkarakter enzim yang dapat digunakan untuk melingdungi tubuh spons agar terhindar dari paparan zattoksik hidrokarbon jenis aromatik, Marzuki, et al., 2015b; 2015c; 2016b).

Sampel spons berikutnya adalah spesies Hyrtios erectur, (K.Sampel Sp3) family Thoerectidae, ordoDictyoceratida, juga merupakan spons kelas Demospongiae dengan bentuk pertumbuhan bercabang dua, jikaberkumpul terlihat berwarna hitam, namun karakteristik khusus tidak teridentifikasi, sedangkan permukaanmembentuk piramida, dengan kerangka menempel berupa serabut, spicule berupa substylostyle, (Gambar 4),(Marzuki, et al., 2016; Hooper and Van, 2002). Gambar 5, (K.Sampel Sp. 4) merupakan spons spesiesClathria (Thalysias) reinwardti, family Microcionidae dengan ciri-ciri bentuk pertumbuhan bercabang-cabang, konsistensi lembut dan kompresibel, sedangkan badan spons jenis ini rapuh apabila kering dananatomi choanosome berupa Microsclere Chelae, (Marzuki, et al., 2016a; Morrow, et al., 2015; Hooper andVan, 2002).

Data morfologi jenis spons yang diperoleh pada Kepulauan Kodingareng Keke, Gugusan KepulauanSpermonde, dari empat jenis sampel yang dianaisis, dua diantaranya (K.Sampel Sp 1 dan Sp 2) danmendegradasi komponen hidrokarbon. Komponen spons yang berpotensi sebagai biodegradator hidrokarboanadalah sel biomassa spons dan mikroorganisme yang bersimbion dengan tubuh spons secara komensalisma,(Pawar, et al., 2017; Marzuki, et al., 2016a; Ismet, et al., 2011). Penciri kedua jenis spons tersebut berpotensimengedradasi hidrokarbon dapat dilihat pada permukaan tubuh yang berlendir atau diselimuti lumpur. Untuk

Page 47: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

47

memastikan bahwa spons Petrosia (Strongylophora) corticata dan Niphates sp mampu mendegradasihidrokarbon, dapat dilakukan dengan mengekstrak biomassa spons dan mengisolasi mikrosimbion sponstersebut, lalu diaktifkan, kemudian diujikan pada area yang tercemar hidrokarbon yang telah diketahuikonsentrasinya pada skala laboratorium, (Marzuki, et al., 2017; 2016b).

Metode yang dilakukan untuk mendegradasi hirokarbon menggunakan biomassa spons atau isolatbakteri dari spons dilakukan dengan kontak antara isolat yang telah diaktifkan dalam sebuah reaktordegradasi yang sederhana. Kinerja mikrosimbion dalam mereduksi hidrokarbon dapat dilihat setelah beberapahari masa kontak dengan melihat parameter pertumbuhan sel bakteri, kerapatan optik media degradasi,kelimpahan komponen hidrokarbon dan konsentrasi hidrokarbon yang tidak terdegradasi, (Pawar, et al.,2017; Marzuki, et al, 2015b; 2015c). Umumnya spons cenderung memiliki morfologi yang berbeda, jikahidup pada dua lingkungan yang berbeda, berakibat sifat, jenis mikroorganisme dan jumlah simbion yangdapat dilakukan berbeda. Faktor, seperti nutrient, arus laut, tingkat cemaran pada laut tempatperkembangbiakan, jenis cemaran dan intensitas ancaman terhadap kehidupan spons diduga sebagaipenyebab perbedaan tersebut. Karakteristik utama yang mencirikan kedua jenis spons tersebut mampumendegradasi hidrokarbon dilihat pada struktur tubuh adalah kandungan lendir atau lumpur yang ada dalamtubuh, maupun yang menyelimuti tubuh spons. Lendir ini mengandung bakteri yang bertugas memproduksisejumlah zat berperilaku seperti enzim diproduksi oleh mikrosimbion sebagai sebagai respon atas ancamanyang dialami oleh spons, sehingga spons yang hidup pada area tercemar hidrokarbon dapat bertahan hidup,(Pawar, et al., 2017; Marzuki, et al., 2016a).

4. KESIMPULAN(1) Dua macam specimen spons spesies sama, yang diperoleh dari dua tempat yang berbeda, kecenderungan

memiliki morfologi yang berbeda, demikian pula sifat, jenis mikroorganisme dan jumlah simbion yangterjadi.

(2) Analisis morfologi empat jenis spons yang diperoleh dari Pulau Kodingareng Keke, KepulauanSpermonde, Sulawesi Selatan, menunjukkan bahwa hanya ada dua jenis spons yang berpotensi dapatmendegradasi komponen hidrokarbon. Kedua jenis spon tersebut adalah Petrosia (Strongylophora)corticata dan Niphates sp.

(3) Karakteristik utama yang mencirikan kedua jenis spons mampu mendegradasi hidrokarbon dilihat padastruktur tubuh, yakni: memiliki lendir atau lumpur yang ada dalam tubuh maupun yang menyelimutitubuh spons. Lendir ini mengandung bakteri yang bertugas memproduksi sejumlah zat berkarakter enzimsebagai respon atas ancaman yang dialami oleh spons, sehingga spons yang hidup pada area tercemarhidrokarbon dapat bertahan hidup.

5. REFERENSIHausmann, Rudolf., Marco P. Vitello, Frank Leitermann and Christoph Syldatk, 2006. Advances in the production of

sponge biomass Aplysina aerophoba-A model sponge for ex situ sponge biomass production. Journal ofBiotech., vol. 124, hal. 117-127

Hooper, J.N.A. 2000. Sponguide: guide to sponge collection and identification. Queensland: Queensland Museum.Hooper, J.N.A., and W.M. Van Soest (Ed.). 2002. Systema Porifera: a guide to the classification of sponges. New York:

Kluwer Academic/Plenum Publishers.Ismet, S.M., Soedharma, D., Effendi, H., 2011. Morfologi dan Biomassa Sel Spons Aaptosaaptos dan Petrosia sp.,

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis: vol. 3, nomor 2, hal. 153-161Marzuki, Ismail., Hadija, E. Ismail., La Nafie, Nursiah., Dali, Seniwati., 2017. Study Biodegradation of Aromatics

Pyrene Using Bacterial Isolates from the Sea and micro symbionts Sponges, International Journal of AppliedChemistry (IJAC), vol. 13, nomor 3, hal. 707-720 https://scholar.google. co.id/citations?hl=en&user=AjWcdX8AAAAJ

Marzuki, Ismail., Noor, Alfian., La Nafie, Nursiah., Djide, M. Natsir, 2016a. Morphological and Phenotype Analysis ofMicrosymbiont and Biomassa Marine Sponge From Beach, Balikpapan, East Kalimantan, International JournalMarina Chimica Acta, vol. 17, nomor 1, hal. 8-15. https://scholar. google.co.id/citations?hl=en&user=AjWcdX8AAAAJ

Marzuki, Ismail., 2016b. Sponges Micro symbiont callyspongia sp as Biomaterials Degrading Hydrocarbons”,Proceedings of the National Seminar on Chemistry, Lombok-Mataram, Indonesia. ISBN 978-979-8911-97-2,Nomor 1, hal 480-450, https://scholar.google.co.id/citations? hl=en&user=Aj WcdX8AAAAJ

Marzuki, Ismail., Noor, Alfian., La Nafie, Nursiah., Djide, M. Natsir, 2015a. Molecular characterization of gene 16SrRNA micro symbionts in sponge at Melawai Beach, East Kalimantan, International Journal Marina ChimicaActa, vol. 16, nomor 1, hal. 38-46; https://scholar.Google .co.id/citations?hl=en &user=AjWcdX8AAAAJ

Page 48: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

48

Marzuki, Ismail., Noor, Alfian., La Nafie, Nursiah., Djide, M. Natsir, 2015b. Sponge Role In, Alleviating Oil PollutionThrough Sludge Reduction, A Preliminary Approach, International Journal of Applied Chemistry (IJAC, vol. 11,nomor 4, hal. 427-441, https://scholar.google.co.id/citations?hl=en&user= AjWcdX8AAAAJ

Marzuki, Ismail., Noor, Alfian., La Nafie, Nursiah., Djide, M. Natsir, 2015c. The Potential BiodegradationHydrocarbons of Petroleum Sludge Waste by Cell Biomass Sponge Callyspongia sp., International JournalMarina Chimica Acta, vol. 16, nomor 2, hal. 11-20, https://scholar. google.co.id/citations?hl=en&user=AjWcdX8AAAAJ

Marzuki, Ismail., Noor, Alfian., La Nafie, Nursiah., Djide, M. Natsir, 2014. Isolation and Identification on DegradatorBacterial of Petroleum waste which Symbionts with Sponge Callyspongia sp from Melawai Beach. Proceeding:International Conference on the sciences (ICOS), Makassar, South Sulawesi, Indonesia, ISBN: 9786027219809,nomor 1, hal. 493-503; https://scholar.google.co.id /citations ?hl=en&user=AjWcdX8AAAAJ

Menggelea, P. F., Posangi, J., Wowor, P. M., Bara, R., 2015. Uji Efek Antibakteri Jamur Endosimbion Spons LautCallyspongia sp Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Eschericia coli, Jurnal e-Biomedik (eBm): vol.3, nomor 1, hal. 376-380

Morrow, Christine and Cardenas, Paco. 2015. Proposal for a revised classification of the Demospongiae (Porifera).Frontier in Zoology, vol. 12, nomor 7 (update)

Romimohtarto, K & Juwana, S., 2001. Biologi Laut, Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut, Pusat Penelitian danPengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta. pp. 115–128

Pawar, R. P., Mohammad, R. A. S. Al-Tawakal., 2017. Marine sponges as Bioindicator species of Environmental Stressat Uran (Navi Mumbai), west coast of India. American Eurasian Journal of Sustainable Agriculture, vsol. 11,nomor 3, hal. 29-37, http://www.aensiweb.com/AEJSA/

Steindler, L. D. Huchon, A. Avni, dan M. Ilan. 2005. 16S rRNA phlogeny of sponges-associated cyanobacteria. ApllEnviron Microbiol, vol. 71, nomor 7, hal. 4127-4131

Thakur, Narsinh L. and Werner E.G. Muller, 2004. Biotechnological potential of marine sponges. Curr. Sci., vol. 86,nomor 11, hal. 1506-1512

Uli, Hanafi., Noor, Alfian., Mandey, W. Frederik., Sapar, Ajuk., 2017. Isolation, Identification and Bioactivitytest ofNon Polar Compound on n-Hexane Extract of Haliclona (Reniera) Fascigeral From Samalona Island-SpermondeArchipelago, International Journal Marina Chimica Acta: vol. 17, nomor 2, hal. 32-41.

6. UCAPAN TERIMA KASIHTerima kasih disampaikan kepada Kemenristekdikti, c.q Direktorat Riset dan Pengabdian kepada

Masyarakat yang telah membiayai penelitian ini dalam skema Penelitian Produk Terapan (PPT) tahun 2017,sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan.

Page 49: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.49-54) 978-602-60766-3-2

49

PENGARUH SUHU DAN MODEL KESETIMBANGAN EKSTRAKSI ZAT WARNA BIRUPADA DAUN TARUM BERAT 50 g

Yuliani HR1), Tri Hartono1), Syahriani2) dan Kharina2)

1)Dosen Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang2)Mahasiswa Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang

ABSTRACT

Tarum is a one of plant that kajang tribe people use as a dye on a sarong and clothing. This plant contains blue orindigo dye with a color withdrawal system with extraction system. The gpal of research is studying the effect oftemperature ratio to Weight (10, 25, 50,100, 150 and 200) gram and operating temperature (30, 40 50 and 60) oC for 120min with 500 rpm stirring speed for extract tarum leaf using water as a solvent. Indigo in the extracting solution wastaken every 10 minutes, analyzed using UV-VIS Spectrometer at 480 nm wavelength obtained absorbed, convertedstandard curve equation and obtained the concentration of blue dye. The results showed that at temperature 30 oC,volume 500 ml time 120 minutes weight 150 gram, indigo concentration 0.0714 g / ml. The best operating temperature

is 40 oC at 50 grams of tarum leaf in 500 ml, langmuir equilibrium equations = . ∗. ∗and Xs = 0.0346 g

indigo/g tarum leaves.

Key words: indigo, Extract, tarum leaves, blue

1. PENDAHULUAN1. Daun Tarum

Pewarna pada industri kerajinan dan teksil mulai mengalami pergeseran dari zat warna tekstil lepewarna alami. Hal ini berkaitan kedaran akan masyarakat industri dan pemerhati lingkungan akan bahayalimbah dari industri tersebut. Zat warna sintesis sehingga jika dibuang ke lingkungan akan menyebabkanpencemaran terhadap badan sungai dan menggangu kehidupan mikroorganisme yang hidup di dalamnya.Melihat hal tersebut maka perlu dilakukan alternatif pencarian warna alami sebagai pengganti zat warnasintesis yakni dengan melakukan ekstraksi dari dedaunan. Daun tarum merupakan salah satu sumberwarna biru dengan kandungan pigmen alami yaitu alkaloid, flavonoid, polifenol, saponin, dan indigoserta mengandung glukosida indikan. Tarum merupakan pewarna khas pada suku Kajang KabupatenBulumba Propinsi Sulawesi Selatan digunakan sebagai pewarna sarung, pakaian dan kerajinan lainnyadari suku ini. Tarum ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Daun Tarum

2 Zat Warna BiruProses pewarnaan tekstil awalnya menggunakan zat warna alam kemudian bergeser ke pewarna

sintesis sehingga pewarna alami terlupakan dan tergantikan dari warna tersebut. Keunggulan zat warnasintetis mudah ditemukan, persediaan cukup dan jenis warna bermacam-macam, serta praktis dalampenggunaannya. Rancangan busana maupun kain batik yang menggunakan zat warna alam memiliki nilai

1 Koresponding : Tri Hartono, Telp 081343859643, [email protected]

Page 50: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.49-54) 978-602-60766-3-2

50

jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warna khas, ramah lingkungan sehinggaberkesan etnik dan eksklusif. (Jos, 2011). Penggunaan zat warna sintesis jika limbahnya dibuang akanmencemari lingkungan, dapat menyebabkan pencemaran badan sungai. Jika digunakan zat warna alam,tidak menggangu lingkungan karena akan terurai. Industri Garmen mengelompokkan zat warna yaitu (1)Zat Pewarna Alam (ZPA) berasal dari bahan-bahan alam yang diperoleh dari hasil ekstrak tumbuhan atauhewan, dan (2) Zat Pewarna Sintesis (ZPS) merupakan hasil reaksi kimia berupa senyawa turunanhidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena dan antrasena. (Jos, 2011).

Indigo merupakan zat warna biru panjang gelombang 446 dan 464 nm. Zat warna alami yangdiperoleh dari ekstraksi dan fermentasi tumbuhan jenis Isatis Tinctoria di Eropa Barat atau jenisIndigofera negara negara tropis. Tanaman ini mengandung glukosida indikan dapat dihidrolisis menjadiglucosa dan indoksil selanjutnya menjadi indigo. Jika kain dicelupkan dalam campuran larutan hasilekstraski yang mengandung indoksil kemudian dibiarkan kering di udara maka terjadi oksidasi indoksilmenghasilkan indigo yang berwarna biru. Indigo mengendap dalam bentuk cis yang mengalamiisomerisasi sertamerta menjadi isomer trans, sehingga timbul warna biru. Struktur Indigo ditunjukkanpada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Indigo

3 EkstraksiEkstraksi adalah suatu proses pemisahan bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut bertujuanmengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstrasi zat warna biru atauindigo dari daun tarum adalah ekstraksi padat-cair dikenal sebutan Leaching. Beberapa faktorberpengaruh pada ekstrasi ini yaitu ukuran partikel padatan diekstrak, jenis pelarut, dan kondisi operasi.Pada ekstrasi kondisi yang berpengaruh adalah kecepatan pengadukan, jenis ekstraktor, suhu,perbandingan volume pelarut terhadap berat zat yang diekstrak, dan waktu ekstrasi (Distantina, 2008).

4 KeseimbanganDaun tarum diekstrasi dengan pelarut air dalam tangki berpengaduk secara batch. Proses ekstraksi padatcair terjadi difusi dari zat warna biru atau indigo ke fase cair yaitu pelarut air dan akan tercapai keadaansetimbang. Keadaan ini indigo dalam daun tarum tidak dapat mendifusi lagi ke pelarut. Peristiwakesetimbangan ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Skema Peristiwa Difusi Zat Warna Biru ke Pelarut Air

Beberapa model keseimbangan fase padat-cair yang diajukan dalam penelitian ini antara lain:a. Keseimbangan model Henry (Treybal, 1981).Y∗ = H . X ………………………………………….(1)b. Keseimbangan model Freunlich (Foust, 1980).Y∗ = m . x ………………………………………….(2)

Page 51: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.49-54) 978-602-60766-3-2

51

c. Keseimbangan model Langmuir (Geankoplis, 1988)X = . . ∗. ∗ ………………………………………….(3)Keseimbangan model Langmuir (Geankoplis, 1988)X = . . ∗. ∗ ………………………………………….(4)∗ = kadar zat warna daun tarum di fase cair pada batas fase padat-cair terjadi jika perpindahan massa

netto zat warna daun tarum dari fase padat ke fase cair sama dengan nol.= kadar zat warna daun tarum (padatan)

H, m, n, kl, Xm adalah konstanta keseimbanganKadar zat warna daun tarum ( ) dievaluasi dengan neraca massa dalam tangki untuk setiap saat

(setelah mencapai keadaan seimbang).Neraca Komposisi : . = . + ∗ . …………………… . (5)= . ∗.Dengan :M = berat daun tarum yang diekstraksiV = volume pelarutXo = kadar zat warna daun tarum mula-mulaXs = kadar zat warna daun tarum setelah ekstraksi mencapai keseimbangan.

Model keseimbangan yang tepat dapat dilihat dari semakin kecilnya selisih antara Y* hitung denganY* aktual.

2. METODE PENELITIANDaun tarum ditimbang sesuai variable penelitian (10, 25, 50, 100, 150 dan 200) gram dituangkan ke

dalam labu leher selanjutnya ditambahkan 500 ml Aquadest. Hotplate diaktipkan, kecepatan pengaduk diatur500 rpm, suhu (30, 40,50 dan 60) oC, saat suhu tercapai aktipkan stopwatch tiap 10 menit pipet larutansample hingga 120 menit. Rangkaian alat ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Ekstraktor Labu Leher Tiga

3. HASIL DAN PEMBAHASANData hasil pengujian tiap 10 menit pengambilan ekstrak pada ektraksi diperoleh melalui pengukuran

menggunakan spektrofotometer UV-VIS dengan panjang gelombang 480 nm. Nilai yang didapatkan berupaabsorbansi selanjutnya dikonersi menggunakan persamaan C = 0.487 A + 0.011 dengan A= konsentrasi danC = Absorbansi.1. Variasi Suhu

Kajian berupa pengaruh suhu operasi ektrasi yaitu 30, 40, 50 dan 60 oC pada berat 50 gram, volumepelarut 500 ml dengan kecepatan pengaduk 500 rpm selama 120 menit. Hubungan kosentrasi warnaterhadap waktu untuk berbagai suhu operasi ditunjukkan pada Gambar 5. Pada proses ekstraksikemampuan suatu bahan yang diekstrak dipengaruhi oleh suhu, dimana difusi akan semakin besar namun

2

4

5

1

3

7

6

Airr

Keterangan :

1 Reaktor labu leher 32 Motor pengaduk3 Pengaduk4 Reflux condensor5 Termometer6 Sistem pengambil sampel7 Heater mantle

Page 52: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.49-54) 978-602-60766-3-2

52

keadaan ini juga dipengaruhi oleh komponen penyusunnya Keempat variasi suhu menunjukkankecenderungan sama bahwa bertambahnya waktu operasi maka kosentrasi indigo yang terekstrak dalamdaun tarum juga meningkat dengan kecepatan peningkatan pada 100 menit. Suhu operasi 30 dan 40 oCmemiliki kosentrasi indigo lebih tinggi dibandingkan dengan suhu 50 dan 60 oC, hal ini menunjukkanbahwa pada suhu diatas 40 oC telah terjadi perubahan zat warna yang terekstrak dalam daun tarum. Ketikasuhu 60oC larutan ekstrak dalam reaktor sudah mengalami perubahan warna menjadi merah jingga.Kondisi mengindikasikan bahwa dalam daun tarum terdapat beberapa zat warna, jika diinginkan zat warnaindigo maka suhu operasi yang digunakan adalah 40 OC hal menunjukkan kondisi optimal dimana ketikasuhu 50 OC mulai penurunan kosentrasi indigo merujuk pada terekstraknya zat warna lain.

Gambar 5. Hubungan Kosentrasi Terhadap Waktu Pada Berat 50 gram

2. Kesetimbangan ekstraksiPemodelan keseimbangan ekstraksi bertujuan untuk menentukan model yang sesuai dengan cara

memilih model keseimbangan ekstraksi fase padat-cair, apakah mengikuti : (a) Keseimbangan Model Henry,(b) Keseimbangan Model Freunlich, dan (c) Keseimbangan Model Langmuir.

a. Model HenryKonstanta (H) dalam persamaan Henry diperoleh dengan melakukan regresi linier, sesuai Persamaan(1). Hubungan antara konsentrasi pada daun tarum (Y*) dengan konsentrasi dalam larutan (Xs) dapatdilihat pada Gambar 7.

Gambar 6. Hubungan Y* Terhadap Xs

0

100

200

300

400

500

600

700

0 50 100 150

Kose

ntra

si (p

pm)

Waktu (menit)

Berat 50 gram30

40

50

60

y = -42828x + 1481.8R² = 0.7138

0

0.00005

0.0001

0.00015

0.0002

0.00025

0.0346 0.0346 0.0346 0.0346 0.0346 0.0346 0.0346 0.0346

Y*

Xs

Grafik Xs Vs Y*

Page 53: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.49-54) 978-602-60766-3-2

53

Hasil perhitungan dan regresilinier pada Gambar 7 menunjukkan tidak memenuhi model persamaankesetimbangan Henry dengan R_square kurang dari 1. Model Henry tidak memiliki niai Interseptselain itu arah slope bertanda negatif.

b. Model FreunlichKonstanta-konstanta pada persamaan (2) didapatkan melalui linierisasi yaitu menjadi : Log Y* =log m + n Log Xs. Hubungan keseimbangan hasil linierisasi dari persamaan Freunlich antarakonsentrasi zat warna pada daun tarum (log Xs) dengan konsentrasi zat warna dalam pelarut (log Y*)berbanding lurus. Hasil regresi linearisasi memiliki nilai R_Square 0.6536 tidak sesuai dengan teorisehingga model keseimbangan Freunlich.

c. Model LangmuirPada persamaan Langmuir (3) konstanta-konstanta diperoleh dengan melinierkan persamaan Langmuirterlebih dahulu. Nilai konstanta diperoleh dengan melakukan regresi linier sesuai Persamaan (4).∗ = 1. + ∗ (4)Hubungan keseimbangan hasil linierisasi dari persamaan Langmuir antara Y*/Xs dengan Y* berbandinglurus, nilai konstanta Langmuir kl diperoleh dari nilai slope/intercept sedangkan nilai Xm diperoleh dari nilai1/slope . Perhitungan secara grafis ditunjukkan pada Gambar 8. Hasil perhitungan untuk suhu 40 oC dengan

persamaan : = . ∗. ∗.

Gambar 7. Hubungan Y* Vs Y*/Xs

Konstanta-konstanta yang didapatkan dari ekstraksi zat warna daun tarum untuk pemodelan keseimbanganekstraksi, dari ketiga model keseimbangan yang digunakan model yang paling sesuai untuk penelitian yaitumengikuti persamaan keseimbangan model Langmuir didasarkan pada nilai R-value (R) tertinggi dengannilai 1 selain itu model ini paling cocok, dimana hasil yang didapatkan mendekati data percobaan. Modelkeseimbangan ekstraksi pada ekstraksi oleoresin dari biji kesumba (Distantina dkk, 2007), ekstraksi temulawak menggunakan pelarut etanol (Fadila dan Distantina, 2005) dan ektraksi daun jatih (Yuliani dkk, 2013)juga mengikuti model keseimbangan Langmuir. Nilai kisaran pada model keseimbangan Langmuir memilikikisaran nilai konsentrasi Y* yang didapatkan 0,002 g Indigo//mL pelarut dan nilai Xs 0.0346 g Indigo/gdaun tarum. Pada penelitian yang dilakukan oleh Distantina dkk (2007) didapatkan Y* berkisar 0,0018-0,0027 g oleoresin/g pelarut dan Xs berkisar 0,0857-0,1133 g minyak/g rimpang demikian pula padapenelitian yang dilakukan oleh Yuliani dkk (2013) 0,00017-0,00055 gpheophytin/mL pelarut dan kisarannilai Xs 0,059-0,062 g pheophytin/g daun jati.

4. KESIMPULAN1). Suhu optimum operasi ekstrasi daun tarum yaitu 40oC pada 50 gram2). Model kesetimbangan ekstraksi daun tarum mengikuti model kesetimbangan Langmuir

y = 28.902x - 3E-10R² = 1

0

0.001

0.002

0.003

0.004

0.005

0.006

0.007

0 0.00005 0.0001 0.00015 0.0002 0.00025

Y*/X

s

Y*

Grafik Y* Vs Y*/Xs

Page 54: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.49-54) 978-602-60766-3-2

54

5. DAFTAR PUSTAKADistantina Sperisa, Fadilah, Bregas S.T, Sembodo, dan Danarto YC, 2008, “Model Keseimbangan Ekstraksi Oleoresin

dari Biji Kesumba (Bixa Orellana L.)” Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Jurusan TeknikKimia Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Yogyakarta.

Foust, A.S. 1980. Principle of Unit Operations, John Wiley and Sons, New YorkGeankoplis.J.C,1988, Transport Process and Separation Process Principles, 4th ed, Prentice Hall.Handayani,.P.A. 2013. “Pewarna Alami Batik dari Tanaman Nila (indigofera) dengan Katalis Asam”. Jurusan Teknik

Kimia Universitas Negeri Semarang, Semarang.Jos Bakti, Dian dan Epri, 2011, Ekstraksi Zat Warna dari Kulit Manggis serta Uji Stabilitasnya, Prosiding Seminar

Nasional Rekayasa Kimia dan Proses, Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro, Semarang.Kasdono, Priyanto, dan Paryanto, 2008, “Ekstraksi Zat Warna dari Rimpang Kunyit menggunakan Tangki Berpengaduk

dengan Variabel Kecepatan Putar Pengadukan” Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan, JurusanTeknik Kimia Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Yogyakarta.

Ketaren, S. 1985. “Pengantar Teknologi Minyak Atsiri”, Balai Pustaka, Jakarta.Pujilestari T. 2014. “Pengaruh Ekstraski Zat Warna Alam dan Fiksasi terhadap Ketahanan Luntur Warna Pada Batik

Katun”. Dinamika Pengaruh Zat Warna Alam. Vol.31 No.1 Juni 2014.Treybal, R.E. 1981. Mass Transfer Operations, 3 ed., Mc Graw-Hill, International Edition, Singapore.Yuliani HR. 2013. “Ekstrasi Daun Jati. Prosiding Seminar Teknik Industri (ATIM). Akademi Teknik Industri. Makassar

Page 55: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.55-60) 978-602-60766-3-2

55

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA RAFINASI SEBAGAI BAHANBAKU PEMBUATAN ENERGI TERBARUKAN (BIOGAS)

Rahmiah Sjafruddin1), Abdul Azis2)

1,2)Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang

ABSTRACT

Waste liquid of Sugar industry has characteristics of having high organic ingredients. This is indicated bythe value of Chemical Oxygen Demand (COD) around ± 7,000 - 10,000 mg /L, TDS ± 1000 - 2.000 mg /L. The aim ofthis study is to determine the influence of substrate composition (liquid waste of sugar factory, LG) with starter / cowdung (TASI) with composition 50%: 50%; 60%: 40%; 70%: 30%, optimum time of the fermentation process and slurryparameters of COD, VFA, in biodigester to biogas production with good methane gas (flame test). The experimentresults show that the production of biogas in the composition of liquid wastes of the sugar factory (LG: TASI) of 50%:50%, 60%: 40%, and 70%: 30% can produce flame from day-10th to day-14th and a blue flame at a 50%: 50%composition on the day-28th (twenty eighth day), at a composition of 60%: 40% at day-24th (twenty fourth day) and at acomposition of 70%: 30% on day-21th, so the optimum time for biogas production on LG composition: TASI) 50%:50%, 60%: 40%, and 70%: 30% are in the day of 28th, 24th, 21st with biogas product with blue color flame the (whichindicates high levels of methane gas), and the COD slury parameters, VFA in biodigester provide good conditions forbiogas production with blue flame (methane gas).

Keywords: Biogas, methane, COD, sugar industry.

1. PENDAHULUANLimbah cair Industri gula rafinasi yang dihasilkan pada industri gula rafinasi pada bagian produksi

dengan volume sekitar 120 m3/hari dan pada bagian Make up water dari Power Plant dan Cooling Towersekitar 50 m3/hari dengan kandungan limbah cair yang dihasilkan yakni nilai Chemical Oxsygen Demand(COD) sekitar 7.000-10.000 mg/L, TDS sekitar 1.000-2.000 mg/L, pH sekitar 4-6 dan suhu 40-500C (dataprimer PT. Minasa Te’ne). Sementara itu baku mutu yang diperbolehkan untuk nilai COD senilai 100 mg/Ldan BOD5 sebesar 60 mg/L (Permen LH Nomor 05 , 2010). Kandungan COD yang sangat tinggi merupakangambaran bahwa limbah cair tersebut mengandung bahan organik yang sangat tinggi yang akan memberikanefek buruk bagi lingkungan jika langsung dibuang. Oleh karena itu, limbah cair industri gula ini perlupenanganan terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air atau perairan. Bahan-bahan organik yang mudahdidegradasi dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas yang diproses di dalam biodigestermelalui proses fermentasi oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Padaproses anaerobik digester, degradasi bahan organik dapat menghasilkan gas yakni biogas dengan kandungangas berupa gas CO2, CH4, H2 dan sedikit H2S dengan energi yang dikeluarkan dalam bentuk gas metana(CH4) yang sangat bermanfaat. Adapun reaksi kimia proses anaerobik sebagai berikut (Deublein, 2008).

Limbah cair industri gula rafinasi dengan kandungan molase merupakan monomer gula sederhanayang memberikan rasa manis alami terdiri dari glukosa, fruktosa dan sukrosa, sehingga lebih mudah dihidrolisis oleh mikroorganisme (Kusnandar, 2010). Limbah cair industri gula rafinasi dengan keasaman yangrendah dan terkandung senyawa-senyawa penghambat, dapat menghambat mikroorganisme metanogenuntuk tumbuh pada substrat (Ozmen, 2009). Strategi penelitian yang dilakukan adalah proses produksi biogasdari limbah cair industry gula rafinasi dengan variasi substrat (limbah cair) dengan starter (kotoran sapi)untuk memperoleh kondisi proses yang mampu menghasilkan biogas dengan nyala yang biru (kadar gasmetana baik) dan memantau parameter slurry di dalam biodigester serta waktu yang optimum pada prosesfermentasi untuk menghasilkan biogas dengan kualitas yang optimal. Selama proses akan dilakukan analisiskarakteristik bahan baku COD, volatil solid, dan kondisi slurry dalam biodigester berupa kandungan COD,volatil solid, total solid, dan volatil fatty acid (VFA) serta kondisi operasi berupa pH dan temperatur.

Proses produksi biogas dilakukan di dalam biodigester secara anaerob (kedap udara) melibatkankonsorsium mikroorganisme (mixed culturs) dengan harapan menghasilkan gas mentana (CH4) dengan kadar

1 Koresponding : Rahmiah Sjafruddin, Telp 081355467803, [email protected]

C6H12O6 3CH4 + 3CO2 (1)

Page 56: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.55-60) 978-602-60766-3-2

56

yang tinggi (nyala api biru). Proses pembentukan biogas melibatkan kelompok mikroorganisme yang salingmenguntungkan satu sama lain karena tidak terjadi saling kompetisi antara kelompok mikroorganismedalam rangka pemanfaatan nutrien (substrat). Masing-masing kelompok mikroorganisme yang terlibatmempunyai substrat tertentu. Mikroorganisme metanogenesi (pengahasil gas metana) merupakanmikroorganisme yang mempunyai pertumbuhan yang lebih lambat, sensitiftas tinggi terhadap substrat dankondisi operasi di dalam biodigester, Oleh karena itu strategi yang perlu diperhatikan pada proses produksibiogas adalah karakteristik substrat berupa kandungan senyawa organik, nilai COD, VS, keseimbangannutrient yang terkandung di dalam biodigester terlihat pada kandungan VFA slury, tersedianyamikroorganisme (starter) dan kondisi operasi di dalam biodigester (pH).

Proses degradasi bahan organik yang kompleks hingga menjadi biogas melalui tiga tahapan, yaitu :hidrolisis, asidogenesis, dan metanogenesis (Ritmann end McCarty, 2001). Tahapan proses hidrolisis, yaitudekomposisi bahan organik polimer menjadi monomer yang mudah larut yang dilakukan oleh sekelompokbakteri fakultatif. Tahap proses asidogenesis, yaitu dekomposisi monomer organik menjadi asam-asamorganik (asam lemak) dan alkohol. Pada proses asidogenesis, monomer organik diuraikan lebih lanjut olehbakteri asidogen menjadi asam-asam organik yang mudah menguap seperti asam asetat, format, butirat,propionat, dan asam-asam lemak rantai pendek serta dihasilkan juga CO2, H2, dan methanol. Prosesfermentasi oleh bakteri asidogen dengan waktu pertumbuhan yang cepat yakni berkisar 1 – 4 hari dandengan kondisi pH 5 – 8 serta nilai C/N 10 – 45 (Deublein, 2008). Tahap metanogenesis merupakan tahappertumbuhan sel yang didominasi mikroorganisme yang menghasilkan gas metana. Pada proses ini asamasetat (Volatil fatty Acid, VFA) diuraikan oleh bakteria metanogen menjadi CH4, CO2, dan H2O.Pembentukan metana sebagian besar berasal dari asam asetat (70%), sisanya dari asam format, methanol,CO2, dan H2 (Gaudy, 1981). Kecepatan pertumbuhan bakteri metanogen lebih lambat dibanding bakteriasidogen (non metanogen). Waktu pertumbuhan bakteri metanogen berkisar 5 – 16 hari dengan kondisilingkungan pH yang optimum 6,5 – 7,5 (Deublein, 2008). Menurut Monod, pada biodigester yang berisi duajenis substrat atau lebih sebagai sumber karbon, maka mikroorganisme memiliki kemampuan genetik untukmendegradasi substrat tersebut. Substrat yang mula-mula dimanfaatkan oleh mikroorganisme sebagai sumberkarbon adalah substrat yang lebih mudah didegradasi. Setelah satu sumber substrat habis, maka sel-selmenyesuaikan aktivitas metabolik mereka untuk memanfaatkan substrat yang kedua (Gaudy, 1981).Penelitian yang dilakukan dengan campuran substrat buah dihasilkan biogas dengan kadar gas metana (CH4)sekitar 50% yang memberikan nyala api gas yang berwarna biru, (Sjafruddin, R., 2011). yang di Tiap tahapanterjadi akibat aktivitas kelompok mikroorganisme yakni bakteri anaerobik yang berbeda. Produk yangdihasilkan setiap tahap akan menjadi substrat bagi bakteri ditahap berikutnya, sehingga proses degradasi disetiap tahap perlu kondisi yang setimbang (Gerardi, 2003).

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bahwa kombinasi kotoran ternak dan limbah cair industrigula merupakan suatu alternatif yang sangat baik untuk sistem penyisihan/penurunan kandungan bahanorganik (penurunan nilai COD/BOD) dan menghasilkan energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan.Pengembangan teknologi ini diarahkan kepada aplikasi sistem pada pengolahan limbah cair industri gula. Disamping itu penerapan teknologi ini pada limbah cair industri gula sangat memungkinkan dalam rangkamengendalikan pencemaran lingkungan akibat aktivitas industri (pabrik gula) di Indonesia menujupembangunan Indonesia berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

2. METODE PENELITIAN

Bahan :Limbah cair industri gula, Kotoran sapi (starter), K2Cr2O7 0,25 N, Fero Amonium Sulfat 0,25 N, Hg2SO4

padat, H2SO4 98%, Ag2SO4 padat, NaOH 0,1N, alkohol, Indikator Feroin, Indikator PP dan aquades. Peralatan :

Serangkaian prototipe biodigester, Oven, Furnace, termometer, kertas pH universal, buret, pipet volum,gelas kimia, erlenmeyer, ban karet, cawan porselin, Selang plastik, desikator, neraca analitik,Kondensor, hot plate

Tahapan Proses PenelitianTahapan proses fermentasi limbah cair pabrik gula di dalam biodigester : Kompoisi substrat (limbah cairgula, LG) : kotoran sapi (TASI) sebagai Starter dicampur dengan variasi 50% : 50%; 60% : 40%; 70% :

Page 57: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.55-60) 978-602-60766-3-2

57

30% dengan volume operasi 20 liter. Proses fermentasi berlangsung secara batch dengan kondisianaerobik.

Tahapan proses analisis parameter substrat awal dan slury di dalam biodigester dan pengujian produkbiogas. Pengukuran temperature, pH dilakukan setiap hari dan pengujian kandungan slury berupa COD,VS, VFA, dan uji nyala dilakukan setiap pekan.

3. HASIL DAN PEMBAHASANPada penelitian ini, kondisi suhu di dalam masing-masing biodigester berada pada kisaran 28-31 oC

yakni pada pagi/sore hari berkisar 28- 29oC dan pada siang hari berada pada kisaran 30 -31oC. Suhu di dalambiodigester cenderung dipengaruhi oleh fluktuasi suhu eksternal (lingkungan), dan hasil penelitianmenunjukkan suhu relatif sama setiap hari tanpa perlu dikontrol. Hasil Uji Nyala Biogas

Uji nyala dilakukan untuk menguji kualitas biogas yang terbentuk, jika gas yang dihasilkan belummenyala berarti biogas yang hasilkan mengandung gas CO2 dengan kadar gas metana masih rendah/belumada. Sementara untuk uji nyala dengan warna api yang timbul ketika dibakar berwarna merah berarti biogasmengandung gas metana tetapi kadarnya masih kecil sedangkan biogas dengan nyala api dengan warna biru,maka biogas yang dihasilkan mengandung gas metana dengan kadar yang lebih tinggi dari gas CO2. Adapunproduk biogas yang dihasilkan dengan uji nya biogas pada variasi komposisi substrat limbah cair gula (LG)dengan starter kotoran sapi (TASI) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Nyala Api Biogas dalam Biodigester dengan variasi komposisi

Warna nyala api untuk setiap variasi komposisi (LG : TASI)

Waktu (hari) 50% : 50% 60% : 40% 70% : 30%

Hari ke-7 belum menyala belum menyala belum menyala

Hari ke-10 merah merah merah

Hari ke-14 Merah (stabil) Merah (stabil) Merah (stabil)

Hari ke-21 merah merah/biru biru

Hari ke-24 Merah/biru biru biru

Hari ke-28 biru biru biru

Hari ke-35 biru biru biru

Hari ke-42 biru biru biru

Pembentukan biogas sudah mulai pada hari ke-3 sampai hari ke-7 biogas yang dihasilkan belum bisamenyala. Pada hari ke-10 biogas yang dihasilkan Untuk substrat dengan semua komposisi memberikan ujinyala yang masih berwarna merah dengan nyala yang belum stabil (perlu pemicu). Hari ke -14 biogas yangdihasilkan sudah dapat menyala dengan warna yang merah dengan nyala api yang sudah mulai stabil. Padahari ke-21 untuk komposisi 50% : 50% biogas yang dihasilkan masih berwarna merah dan warna nyala apiberwarna biru baru diperoleh pada hari ke-28, sementara untuk komposisi 60% : 40% uji nyala yangdilakukan pada hari ke-21 memberikan warna api merah/biru dan warna nyala api berwarna biru diperolehpada hari ke-24, sedangkan pada komposisi 70% : 30% uji nyala pada hari ke-21 memberikan warna api yangsudah mulai berwarna biru. Untuk semua komposisi substrat sampai hari ke-42 biogas yang dihasilkanmemberikan nyala api yang stabil dengan warna nyala api biru. Uji nyala biogas yang dihasilkan memberikangambaran kualitas biogas yang dihasilkan untuk warna nyala api berwarna merah berarti biogas yangdihasilkan masih didominasi dengan kandungan gas CO2 dan untuk warna api biru berarti kadar gas metanasudah mulai mendominasi/tinggi. Penentuan Parameter COD Terhadap Produksi Biogas

Kandungan chemical oksigen demand (COD) dalam biodigester akan memberikan gambarankandungan zat organik (slurry) dalam biodigester. Nilai COD) dianggap sebagai indikator pencemaran airoleh bahan-bahan organik yang terkandung dalam limbah cair industri. Perubahan nilai COD selama prosesdi dalam biodigester anaerob ditampilkan Pada proses produksi biogas dengan variasi komposisi LG : TASIdengan parameter hubungan waktu fermentasi terhadap COD dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 58: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.55-60) 978-602-60766-3-2

58

Gambar 1. Hubungan COD terhadap waktu fermentasi substrat pada masing-masing biodigester dengankomposisi : 50% : 50%, 60% : 40%; 70% : 30%

Gambar 1 menunjukkan bahwa pada awal proses di dalam biodigester anaerob, bahan organik (COD)yang disisihkan relatif rendah tetapi cenderung menurun (nilai COD awal masing dari 8500 mg/L, 8200mg/L, 7840 mg/L turun menjadi 5300 mg/L, 4800 mg/L, 4400 mg/L). Pada rentang waktu 7 hari (minggupertama) gas yang dihasilkan masih sedikit dan belum dapat menyala. Sampai hari ke-14 (minggu ke-2)penyisihan kandungan COD cenderung meningkat dan kualitas biogas yang dihasilkan sudah dapat menyalatetapi masih berwarna merah. Selanjutnya menjelang hari ke-21 (minggu ke-3) bahan organik yangdisisihkan semakin besar dan mengalami penurunan yang signifikan pada hari ke 42. Peningkatan penyisihanbahan organik di dalam biodigester berkolerasi dengan kuantitas dan kualitas biogas yang dihasilkansemakin besar dengan nyala api biogas menghasilkan gas yang menyala secara stabil dengan nyala apiberwarna biru, warna api biru menandakan kandungan gas metana semakin meningkat. Parameter hubunganVolatil Solid substrat di dalam biodigester. Penentuan Parameter VFA Terhadap Produksi Biogas

Parameter volatile fatty acid (VFA) di dalam biodigester merupakan gambaran substrat yangmerupakan makanan bagi mikroorganisme matanogen untuk membentuk gas metana. VFA yang terbentukpada umumnya merupakan asam-asam asetat, propionate dan butiran dengan komponen terbesar adalah asamasetat. Asam asetat merupakan substrat terbesar dalam pembentukan gas metana. Terbentuknya asam-asamsederhana sangat erat hubungannya dengan pH. Adapun hubungan antara VFA di dalam biodigester dalamwaktu operasi selama 42 hari dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan Volatil faty acid (VFA) terhadap waktu fermentasi substrat pada masing-masingbiodigester dengan komposisi : 50% : 50%, 60% : 40%; 70% : 30%

0100020003000400050006000700080009000

0 1 2 3 4 5 6

COD

(mg/

L)

waktu (minggu)

50;50

60;40

70;30

0

100

200

300

400

500

600

700

800

0 10 20 30 40 50

VFA

(mg/

L)

waktu ( hari)

70;30

60;40

50;50

Page 59: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.55-60) 978-602-60766-3-2

59

Pada hari pertama sampai hari ke 7 pada komposisi 60% : 40% dan 70% : 30% terjadi peningkatankadar VFA total dan pH cenderung turun (pH 6,5 – 6). Sementara untuk komposisi 50% : 50% peningkatankadar VFA sampai pada hari ke 21. Gambaran peningkatan VFA berhubungan erat dengan pH di dalambiodigester. Peningkatan kadar VFA menunjukkan adanya produksi asam volatil organik olehmikroorganisme asidogenesis. Adapun korelasi antara VFA dan pH serta kualitas biogas yang dihasilkandapat dilhat pada Tabel 2.

Tabel 2. Parameter pH, VFA, dan warna nyala api biogas pada komposisi substrat di dalam biodigesterWaktu Parameter VFA, pH dan Warna nyala api untuk setiap komposisi (LG : TASI)

(hari)50% : 50% 60% : 40% 70% : 30%

pHVFA

(mg/L)Uji nyala/warna

biogaspH

VFA(mg/L)

Uji nyala/warnabiogas

pHVFA

(mg/L)Uji nyala/warna

biogas

Hari ke -0 6.5 179.5 _ 6.5 240 _ 6.5 219.5 _Hari ke-7 6 300 belum menyala 6 740 belum menyala 6 420 belum menyalaHari ke-14 6 460 merah 6 440 merah 6.5 240 merahHari ke-21 6.5 520 merah 6.5 300 merah/biru 7 40 biruHari ke-28 7 60 biru 7 220 biru 7 120 biruHari ke-35 7 50 biru 7 99.5 biru 7 40 biruHari ke-42 7 50 biru 7 59.5 biru 7 80 biru

Proses asidogenesis/asetogenesis merupakan proses di mana bakteri non metanogenesis melakukandekradasi bahan organik (COD) menghasilkan senyawa asam volatile yang sederhana dan menghasilkan gasCO2 dan proses metanogenesis akan mendegradasi asam volatile sederhana (asam asetat) menjadi gasmetana (CH4). Pada Tabel 2 dapat dilihat bagaimana kandungan VFA slury di dalam biodigester selamaproses yang berlangsung sampai 42 hari. Kandungan VFA erat kaitannya dengan perubahan tingkatkeasamaan slury (pH) di dalam biodigester. Pada awal proses pH cenderung menurun disebabkan adapeningkatan pembentukan asam lemak volatile (VFA). Peningkatan ini belum dibarengi dengan prosespembentukan biogas. Pembentukan biogas baru berlangsung pada hari ke-5 (lima) dan memasuki hari ke-7(tujuh) produksi biogas semakin meningkat walaupun gas yang dihasilkan belum dapat menyala. Pada harike-7 sampai hari ke-21 (dua puluh satu) terjadi peningkatan VFA dengan kondisi pH yang cenderung tetap 7(tujuh), di mana biogas yang dihasilkan mengalami peningkatan kualitas nyala yang semakin baik. Inimemberikan gambaran bahwa proses pembentukan gas metana (CH4) sudah berlangsung. Pada hari ke-28(dua puluh delapan) sampai hari ke-42 (empat puluh dua) kualitas biogas semakin baik dari uji nyala yangmenghasilkan warna nyala biru, hal ini, memberikan gambaran bahwa proses pertumbuhan mikroorganismemetanogenesis membentuk gas metana semakin meningkat. Kondisi ini pun dapat dilihat dari kandunganVFA di dalam biodigester semakin menurun yang berarti proses degradasi VFA membentuk gas metana(CH4) oleh mikroorganisme metanogenesis terjadi dengan baik.

4. KESIMPULAN

1. Produk biogas dari limbah cair pabrik gula dengan komposisi substrat LG : TASI, 50%:50%; 60%:40%;70%:30% dapat menghasilkan nyala api (warna merah) mulai hari ke-14 (empat belas) dan nyala apiberwarna biru untuk komposisi 50%: 50%; 60%:40%; 70%:30% mulai hari ke-28, hari ke-24, dan harike-21.

2. Waktu optimum untuk produksi biogas pada komposisi LG : TASI; 50%:50%; 60%:40%; 70%:30%adalah berturut-turut hari ke-28; hari ke-24; dan hari ke-21 dengan nyala api produk biogas yangberwarna biru (kadar gas metana yang tinggi).

3. Parameter slury COD, VFA dan kondisi operasi dalam biodigester memberikan kondisi yang baik bagipertumbuhan mikroorganisme non metanogenesis dan metanogenesis untuk menghasilkan biogas.

Page 60: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.55-60) 978-602-60766-3-2

60

5. UCAPAN TERIMA KASIHPada kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Direktur dan Ketua Unit Penelitiandan pengabdian kepada masyarakat Politeknik Negeri Ujung Pandang, atas kepercayaannya untukmembiayai kegiatan Penelitian ini.

6. REFERENSI

Deublein, D. And Steinhauser, A., 2008 ”Biogas from Waste and Renewable Resource” Wiley-VCH Verlag GmbH &Co. KgaA. Weinheir.

Gaudy, A., Gaudy, E., 1981, ”Microbiology for Environmental Scientists and Engineers” McGraw Hill, Inc.

Gerardi, M. H., 2003, ”The Microbiology of Anaerobic Digesters”, 1 st ed., John Wiley and Sons, Inc., New Jersey.

KLH (Kementrian Lingkungan Hidup), www.menlh.go.id/dokumen_sampah/statistik Persampahan Indonesia, 2008diakses juni 2011.

Kusnandar, F., 2010, ”Kimia Pangan Komponen Makro, Dian Rakyat, Jakarta.

Nijaguna, B.T. (2002). Biogas Technology. New Delhi : New Age Internasional Publisher.

Palmisano, A.C. and Barlaz, M. A., 1996, Microbiology of Solid Waste, CRC Press, Inc, United State of America

Rittmann, B.E., McCarty, P. L., 2001, “Environmental Biotechnology:Principles and Applications”, McGraw-HillHigher Education, McGraw-Hill Companies, Inc., New York.

Sjafruddin, R., 2011., “Star up Pembuatan Biogas dari Sampah Buah”, Tesis S2., Universitas Gadja Mada Yogyakarta

Page 61: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.61-64) 978-602-60766-3-2

61

PENGARUH KOMPOSISI MEMBRAN BERBASIS PVC MENGGUNAKAN IONOFOR1,10, DIAZA, 18-CROWN-6 TERHADAP KINERJA ELEKTRODA SELEKTIF ION (ESI)-

Pb(II)

Abdul Azis1), M. Yasser2), Abd. Wahid Wahab3), Paulina Taba4)

1,2) Dosen Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar, Indonesia3,4) Dosen Jurusan Kimia, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia

ABSTRACT

The effect of PVC (Polyvinylchloride)-Based Membrane Composition to Ion Selective Electrode (ISE)-Pb(II)Performance using Ionophore1.10, Diaza, 18-Crown-6, Plasticizer NPOE (Nitrophenyl Octhyl Ether), Anionic SiteKTCPB (Potassium Tetrakis (4-chloro phenyl) borate) have been performed. The study is aimed at designing selectiveelectrode ions for lead in a polymeric PVC membrane electrode. The PVC membrane is made with a total compositionof PVC, NPOE, ionophore and KTCPB is 100 mg diluted with tetrahydrofuran. Ion Selective Electrode is made byimmobilizing the ionophore into the PVC polymer. Result of research obtained two compositions that give goodresponse to ion Pb that is at composition 30:60.6:4 with nernst factor is 23,3 (R = 0,979), range of measurement is 1 x10-5 M – 1 x 10-1 M and at composition with nernst factor is 30:58.8:4 26,15 (R = 0,830), range of measurement is 1 x10-3 M – 1 x 10-1 M.

Keywords: Ion Selective Electrode (ISE), Ion Selective Electrode (ISE), Coated Wire, Lead

1. PENDAHULUANLogam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-

logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan ataumasuk ke dalam tubuh organisme hidup. Sebagai contoh, bila unsur logam besi (Fe) masuk ke dalam tubuh,meski dalam jumlah yang sedikit berlebihan, biasanya tidaklah menimbulkan pengaruh yang buruk terhadaptubuh (Putranto, 2011).

Logam berat ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung pada bagian manalogam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerjaenzim, sehingga proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan bertindak sebagaialergen, mutagen, atau karsinogen bagi manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit, pernafasan, danpencernaan. Masing-masing logam berat tersebut memiliki dampak negatif terhadap manusia jika dikonsumsidalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (Ika, et al, 2012).

Logam Timbal (Pb) yang merupakan salah satu jenis logam berat memiliki dampak negatif bagimanusia dengan ciri -ciri keracunan timbal adalah pusing, kehilangan selera, sakit kepala, anemia, sukar tidur,lemah, dan keguguran kandungan. Selain itu timbal berbahaya karena dapat mengakibatkan perubahanbentuk dan ukuran sel darah merah yang mengakibatkan tekanan darah tinggi (Gusnita, 2012).

Metode identifikasi dan analisis logam berat selama ini membutuhkan proses yang cukup rumit danmembutuhkan biaya analisis yang tidak murah karena mamakai peralatan yang mahal seperti AtomicAbsorbtion Spectrometry (AAS) dan Inductively Coupled Plasma (ICP), namun baik AAS maupun ICP tidakdapat dilakukan langsung dilapangan. Untuk itu perlu mengembangkan metode analitik yang biayanya relatifmurah, sensitif, selektif dan mudah dibawa ke lapangan sebagai kit.

Sensor elektrokomia potensiometrik berbasis Elektroda Selektif Ion (ESI) merupakan salah satumetode analitik yang dapat digunakan dalam menganalisis secara kuantitatif logam berat seperti Pb2+.Kelebihan sensor potensiometrik dengan metode ESI antara lain : mudah dibawa ke lapangan, biayapengadaan relatif murah, dan cukup sensitif untuk mengidentifikasi atau menentukan kandungan suatu zatkimia tertentu.

Pengembangan sensor elektrokimia berbasis ESI telah banyak dikembangkan terutama ESI membrancairan berpendukung PVC. Komponen terpenting dalam membran cairan yang berbasis PVC adalah ionofor.Ionofor larut dalam pelarut organik, dapat membentuk kompleks dan berada dalam bentuk kesetimbangandengan kation tertentu sehingga ESI-ionofor sangat selektif terhadap kation tertentu terutama logam.

1 Koresponding : Abdul Azis, Telp 081342352885, [email protected]

Page 62: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.61-64) 978-602-60766-3-2

62

Senyawa makrosiklik dapat digunakan sebagai ionofor pada ESI karena memiliki kemampuan untukmembentuk kompleks logam yang mudah larut sehingga dapat digunakan sebagai penopeng, seperti yangtelah dilakukan oleh Ismaiel, A.A., et al., 2012 menggunakan Kryptofix 5 sebagai ionofor dalam analisislogam merkuri; Wahid Wahab, 2006 memanfaatkan ESI berbasis PVC dengan DBDA18C6 sebagai ionofordalam analisis logam merkuri, kadmium dan Seng.

Senyawa makrosiklik 1,10, Diaza, 18-Crown-6 memiliki potensi untuk dikembangkan sebagaiionofor dalam sensor berbasis Elektroda Selektif Ion karena memiliki struktur yang hampir sama denganDBDA 18C6 dan Kriptofix 5 yang merupakan senyawa makrosiklik yang mengandung oksigen dan nitrogen(Oxaza Crown Ether).

2. METODE PENELITIAN2.1.1. Persiapan Membran PVC Berbasis Cair

Bahan-bahan dicampurkan dengan berbagai perbandingan berat yang terdiri dari PVC, ionoforMakrosiklik 1,10, Diaza, 18-Crown-6, NPOE dan KTCPB dengan pelarut THF diaduk merata.

Tabel 1. Komposisi Membran Elektroda Selektif Ion

Nomor MembranKomposisi Berat

PVC NPOE Ionofor 1,10, Diaza, 18-Crown-6 KTCPB1 30 60 5 52 30 60 6 43 30 60 7 34 30 59 8 35 30 58 8 4

2.1.2. Desain Elektroda Selektif Ion Tipe Kawat TerlapisKawat tembaga (Cu) dengan panjang 5 cm, diameter 1,5 mm disambungkan dengan kawat Pt ukuran

panjang 3 cm, diameter 0,2 – 0,4 mm dengan cara pateri menggunakan kawat timah. Tip biru ukuran 1 mLdigunakan sebagai badan elektroda. Pada masing-masing ujung badan elektroda dililitkan plastik parafilm.Elektroda siap digunakan untuk pengukuran potensial. Elektroda sebelum digunakan dicelupkan ke dalammembran yang telah dibuat dengan ketebalan 1 -2 mm, kemudian dikeringkan pada suhu kamar selamasemalam agar pelarutnya menguap sehingga terbentuk lapisan tipis membrane.

2.1.3. Pengukuran PotensialPengamatan potensial (E, mV) dilakukan dengan mengukur larutan standar timbal dengan

konsentrasi 1 x 10-7 M - 1 x 10-1 M. Sebelum pengukuran, ESI dikondisikan dengan larutan standar Pb(NO3)2

0,1 M selama 1 malam atau sampai potensial yang ditunjukkan konstan.

3. HASIL DAN PEMBAHASANElektroda Selektif Ion (ESI) didesain dengan cara menyambungkan kawat platina dengan kawat

tembaga dengan cata disolder yang dibungkus dengan Tip Biru dan parafilm (Gambar 1).

Gambar 1. Desain Elektroda Tipe Kawat TerlapisElektroda Tipe Kawat Terlapis yang telah didesain selanjutnya dicelupkan ke dalam membran yang

telah dibuat dengan ketebalan 1 -2 mm, kemudian dikeringkan pada suhu kamar selama semalam agarpelarutnya menguap sehingga terbentuk lapisan tipis membrane. Hal ini bertujuan agar diperoleh Elektrodayang selektif karena membran yang dilapisi pada Elektroda mengandung senyawa ionofor 1,10, Diaza, 18-Crown-6. Hasil pengukuran ESI-Pb dengan berbagai komposisi membran dapat dilihat pada tabel 2.

Page 63: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.61-64) 978-602-60766-3-2

63

Tabel 2. Perbandingan % berat komposisi terhadap nilai slope ESI Pb(II)

NomorMembran

Komposisi Berat PersamaanNernst

PVC NPOE Ionofor 1,10, Diaza, 18-Crown-6 KTCPB S R

1 30 60 5 5 9,04 0,8282 30 60 6 4 23,3 0,9793 30 60 7 3 10,23 0,8924 30 59 8 3 8,810 0,4765 30 58 8 4 26,15 0,830

Faktor Nernst (Slope) Teoritis 29,6

Tabel 2. menunjukkan bahwa jumlah ionofor, plastiziser, anionic site dan PVC sangat mempengaruhinilai faktor nernst yang berarti komposisi membran berpengaruh terhadap selektivitas dan sensitivitas suatuelektroda selektif ion. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua elektroda yang memiliki nilaislope (nernst) yang mendekati faktor nernst teoritis untuk ion bervalensi 2 yaitu 29,6. Kedua elektrodatersebut adalah elektoda dengan komposisi PVC:NPOE:Ionofor:KTCPB adalah 30:60:6:4 (Tabel 3. Dangambar 2.) dengan nilai slope (Nernst) sebesar 23,3 (R = 0,979) dengan kisaran pengukuran 1 x 10-5 M –1 x 10-1 M dan elektoda dengan komposisi PVC:NPOE:Ionofor:KTCPB adalah 30:59:8:4 (Tabel 4. Dangambar 3.) dengan nilai slope (Nernst) sebesar 26,15 (R = 0,30) dengan kisaran pengukuran 1 x 10-3 M –1 x10-1 M. Harga faktor Nernst antara lain dipengaruhi oleh larutan pembanding dalam, sifat hidrofibisitas bahanelektroaktif dalam membran yang menyebabkan bahan elektroaktif terdistribusi dalam membran (fasa nonpolar) dan dalam fasa air (polar) (Wahab dan La Nafie, 2014). Faktor lain yang mempengaruhi kinerja ESIadalah ketebalan membran, diameter kawat, panjang kawat yang kontak dengan membran dan waktu respon.

Tabel 3. Hasil Pengukuran ESI-Pb (II) membran 2Konsentrasi

(M) - Log X Potensial(mV)

10-1 1 98,110-2 2 86,710-3 3 57,610-4 4 26,910-5 5 11,510-6 6 20,810-7 7 3,3

Faktor Nernst 23,3R 0,979

Kisaran Pengukuran 10-5 – 10-1 M

Gambar 2. Grafik hasil pengukuran ESI-Pb membran 2

y = -23.3x + 126.06R² = 0.9792

020406080

100120

0 1 2 3 4 5 6

Pote

nsia

l (m

V)

-Log X

Hasil Pengukuran ESI-Pb (II) Membran 2

Page 64: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.61-64) 978-602-60766-3-2

64

Tabel 4. Hasil Pengukuran ESI-Pb (II) membran 5Konsentrasi

(M) - Log X Potensial(mV)

10-1 1 144,410-2 2 138,710-3 3 92,110-4 4 111,510-5 5 93,810-6 6 78,910-7 7 66

Faktor Nernst 26,15R 0,830

Kisaran Pengukuran 10-3 – 10-1 M

Gambar 3. Grafik hasil pengukuran ESI-Pb membran 5

4. KESIMPULANTelah didesain Elektroda Selektif Ion (ESI) Tipe Kawat Terlapis dengan 5 komposisi membran. Diperoleh 2komposisi membran untuk ESI-Pb (II) yang memberikan respon yang cukup bagus yaitu komposisi ESI-Pb(II) membran 2 dan membran 5. ESI-Pb (II) membran 2 dengan nilai faktor nernst sebesar 23,3 dengan nialiR sebesar 0,979 dan nilai faktor nernst untuk komposisi 5 sebesar 26,15 dengan nilai R sebesar 0,830.

5. DAFTAR PUSTAKA

Ika, Tahril dan Said, I. 2012. Analisis Logam Timbal (Pb) dan Besi (Fe) dalam Air Laut di wilayah Pesisir Ferry TaipaKecamatan Palu Utara. J. Akad. Kim. 1(4):181-186

Gusnita, D. 2012. Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) di Udara dan Upaya Penghapusan Bensin Bertimbal. BeritaDirgantara Vol. 13 No. 3, September 2013:95-101

Putranto, T.T. 2011. Pencemaran Logam Berat Merkuri (Hg) pada Air Tanah. Teknik-Vol. 32 No. 1 Tahun 2011, ISSN0852-1697

Ismaiel, A.A., Aroua, M.K. dan Yusoff, R. 2012. Potentiometric Determination of Trace Amounts of Mercury (II) inWater Sample Using a New Modified Palm Shell Activated Carbon Paste Electrode Based on Kryptofix®5.American Journal of Analytical Chemistry, 2012, 3, 859-865

Wahab, A.W. 2006. Pengaruh Komposisi Membran Berbasis PVC dan Ion Pengganggu Zn(II), Cd(II) dan Pb(II)Terhadap Kinerja Elektroda Selektif Ion (ESI)-Hg(II) Menggunakan Ionofor DBA218C6. Indo. J. Chem., 2006, 6 (1),27 – 31.

Wahab, A. W., dan La Nafie, N., 2014, Metode Pemisahan dan Pengukuran 2, Universitas Hasanuddin, Makassar.

y = -26.15x + 177.37R² = 0.8307

020406080

100120140160

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

Pote

nsia

l (m

V)

- Log X

Hasil Pengukuran ESI-Pb Membran 5

Page 65: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.65-70) 978-602-60766-3-2

65

MINYAK BEKATUL PADI: KANDUNGAN GAMMA ORYZANOL, VITAMIN E, DANPOTENSINYA SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL

Fajriyati Mas’ud1)

1)Dosen Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang, MakassarMahasiswa Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRACT

Rice bran oil extracted by multistages with n-hexane (stage I) followed by ethanol (stage II) to extract themaximum of oil, γ-oryzanol and vitamin E. In the first stage, the temperatures were 30, 35, to 65oC, the time were 3 to 7h, the amount of solvent were 1:3 to 1:9. In stage II, the temperatures were 50, 55, up to 65oC, the time were 3 to 7 h, theamount of solvent were 1:3 to 1:9. The best treatment selection indicator is the highest oil yield. The best treatment atthe first stage were 55oC for 5 h with the amount of solvent 525 mL, the condition were obtained oil 7.53%, 192 mg/Lγ-oryzanol and 63,1 mg/L vitamin E, and the best treatment at stage II were 60oC for 5 h with the amount of solvent 300mL (1: 6), oil was 5.36% and γ-oryzanol was 900 mg/L.

Keywords: Rice bran, solvent extraction, multistage extraction, n-hexane, ethanol.

1. PENDAHULUANBekatul merupakan sumber senyawa fungsional seperti γ-oryzanol, vitamin E (tokoferol dan tokotrienol),

karotenoid, senyawa fenolik, dan asam lemak tak jenuh. Senyawa fitokimia pada bekatul menjadi topik penelitianpenting karena terbukti dapat memberikan fungsi-fungsi fisiologis dalam pencegahan penyakit degeneratif. Efekfisiologis yang menguntungkan dari senyawa fungsional tersebut telah dibuktikan sebagai anti-oksidatif, anti-hiperkolesterolemia, saraf, dan sifat anti-angiogenik (Sookwong et al., 2016). Hal tersebut memperlihatkan potensibekatul yang tinggi untuk dikembangkan sebagai pangan fungsioanl.

Minyak bekatul padi (Rice Bran Oil/RBO) terkandung pada bekatul padi sekitar 10-26% (Pourali et al.,2009),merupakan salah satu minyak nabati yang bergizi dan menyehatkan, karena mengandung komponen bioaktif sepertiγ-oryzanol, tokoferol, tokotrienol (tocols) dan berperan penting dalam mencegah beberapa penyakit (Qureshi dkk,2000). RBO lebih populer digunakan sebagai minyak goreng karena titik asap dan stabilitas panas yang tinggi, sertamemiliki karakteristik menggoreng yang unik sebab hanya diperlukan sedikit minyak untuk menggoreng dibandingkandengan minyak lainnya. Menurut Paraddo et al., (2006), pemanfaatan minyak bekatul padi tidak terbatas sebagai minyakgoreng saja, namun dapat diproses menjadi berbagai macam produk turunannya, dan dapat dikembangkan sebagaiproduk suplemen, kesehatan, dan kosmetika.

Bioaktivitas γ-oryzanol telah dilaporkan dari beberapa studi (Ghatak dan Panchal, 2011). Beberapa tahunterakhir penelitian terutama difokuskan pada manfaat γ-oryzanol untuk pengobatan penyakit, termasuk diabetes mellitus(Kozuka et al., 2015), hiperlipidemia (Filho et al., 2014), kanker prostat dan metabolic sindrom (sekelompok disfungsimetabolik yang mencakup hyperglycemia, hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia dan insulin resisten) (Wang et al,2015). Menurut Xu et al., (2001), fraksi tidak tersabunkan dari RBO mengandung 3000 mg/kg γ-oryzanol. Senyawatersebut berpotensi sebagai antioksidan alami dan merupakan bioaktif untuk mencegah berbagai penyakit kronis. RBOmengandung asam lemak tidak jenuh berupa 38-42% asam oleat dan 32-35% asam linoleat. Asam linoleat secara luasdiakui sebagai asam lemak esensial dan mampu menurunkan kolesterol darah, mencegah aterosklerosis dan efekkesehatan lainnya, sehingga RBO adalah jenis minyak nabati yang ideal (Wang, 2006).

Melihat potensi besar pada RBO tersebut, maka penelitian diarahkan untuk mengkaji proses ekstraksinya, terkaitdengan pengaruh suhu, waktu dan jumlah pelarut yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengekstraksi RBOsecara bertingkat dengan pelarut n-heksan dilanjutkan dengan etanol untuk melihat rendemen minyak, kandunganγ-oryzanol dan vitamin E yang merupakan senyawa bioaktif antioksidan yang menyebabkan RBO layak dikembangkansebagai pangan fungsional.

2. METODE PENELITIANBekatul padi varietas Celebes diperoleh dari penggilingan padi rakyat di Makassar Sulawesi Selatan. Bekatul

padi segar dikemas dalam kantung plastik polypropylene dan segera distabilisasi menggunakan autoklaf pada suhu100oC selama 15 menit untuk menonaktifkan lipase penyebab ketengikan dan untuk melunakkan jaringan bekatul gunamemudahkan proses ekstraksi minyak. Selanjutnya dikeringkan pada oven pengering pada suhu 40oC selama 5 jam.Bekatul kering selanjutnya dihaluskan dan diayak 60 mesh dan dikemas dalam wadah plastik bertutup menunggu prosesekstraksi.

1 Koresponding : Fajriyati Mas'ud, Telp 081355033369, [email protected]

Page 66: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.65-70) 978-602-60766-3-2

66

Ekstraksi dilakukan secara bertingkat dengan pelarut n-heksan (tahap I) dilanjutkan dengan pelarut ethanol (tahapII). Pada ekstraksi tahap I, suhu yang dicobakan adalah 30, 35, 40, 45, 50, 55, 60, dan 65oC selama 5 jam dengan jumlahpelarut 525 mL untuk setiap 75 gram sampel bekatul (1:7). Waktu yang dicobakan yaitu 3, 4, 5, 6, dan 7 jam denganjumlah pelarut 525 mL menggunakan suhu terbaik yang diperoleh dari perlakuan suhu ekstraksi. Selanjutnya jumlahpelarut yang dicobakan yaitu 225 (1:3), 300 (1:4), 375 (1:5), 450 (1:6), 525 (1:7), 600 (1:8), dan 675 mL (1:9) denganmenggunakan suhu dan waktu terbaik yang diperoleh dari perlakuan sebelumnya. Indikator pemilihan perlakuan terbaikadalah rendemen minyak yang terbanyak. Kandungan oryzanol dan vitamin E minyak yang diperoleh dianalisis.

Pada ekstraksi tahap II, suhu yang dicobakan adalah 50, 55, 60, dan 65oC selama 5 jam dengan jumlah pelarut300 mL untuk setiap 50 gram sampel bekatul (1:6). Waktu yang dicobakan adalah 3, 4, 5, 6, dan 7 jam dengan jumlahpelarut 300 mL menggunakan suhu terbaik yang diperoleh dari perlakuan suhu ekstraksi. Selanjutnya jumlah pelarutyang dicobakan adalah 150 (1:3), 200 (1:4), 250 (1:5), 300 (1:6), 350 (1:7), 400 (1:8), dan 450 mL (1:9) denganmenggunakan suhu dan waktu terbaik yang diperoleh dari perlakuan sebelumnya. Indikator pemilihan perlakuan terbaikadalah rendemen minyak yang terbanyak. Kandungan oryzanol minyak yang diperoleh dianalisis.

3. HASIL DAN PEMBAHASANHasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 1-6. Gambar 1 memperlihatkan rendemen minyak yang diperoleh

pada perlakuan suhu ekstraksi 30, 35, 40, 45, 50, 55, 60, dan 65oC selama 5 jam dengan jumlah pelarut 525 mL n-heksan untuk setiap 75 g sampel bekatul. Tampak bahwa pada suhu ekstraksi 55oC diperoleh rendemen minyak yangtertinggi. Suhu sangat berpengaruh terhadap perolehan komponen yang diekstraksi, semakin tinggi suhu maka lajupelarutan zat terlarut oleh pelarut semakin tinggi dan laju difusi pelarut ke dalam serta ke luar padatan semakin tinggi(Subriyer, 2009).

Gambar 1. Hubungan suhu ekstraksi (oC) dengan %minyak pada tahap I

Pada perlakuan suhu 30 hingga 50oC masih banyak minyak yang terperangkap dalam jaringan sel. Pada prosesekstraksi, kenaikan suhu mengakibatkan pori-pori padatan lebih terbuka sehingga difusi minyak berlangsung lebih cepatkarena hambatan difusinya lebih kecil, sehingga perolehan komponen yang ingin diekstraksi semakin besar. Ekstraksipadat cair dilakukan pada suhu yang tinggi karena semakin tinggi suhu, semakin besar konsentrasi zat terlarut dalampelarut, hal ini disebabkan semakin tinggi suhu maka viskositas akan semakin rendah, dan difusitas zat terlarut akansemakin tinggi, sehingga semakin cepat dan semakin banyak zat terlarut yang berpindah (Tagora et al., 2012). Namun,peningkatan suhu di atas 55oC menyebabkan rendemen yang diperoleh lebih rendah, hal tersebut diduga akibatterjadinya degradasi beberapa komponen minyak pada suhu di atas 55oC.

Gambar 2. Hubungan suhu ekstraksi dengan %minyak pada ekstraksi tahap II

4.93

5.34

5.88

5.46

4.5

5

5.5

6

0 10 20 30 40 50 60 70

Grafik hubungan suhu ekstraksi dengan %minyak

%Minyak

3.625.25

7.02 7.11 7.52 8.12 7.8 7.72

02468

10

0 10 20 30 40 50 60 70

Grafik hubungan suhu ekstraksi (oC) dengan %minyak

%Minyak

Page 67: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.65-70) 978-602-60766-3-2

67

Pengaruh suhu terhadap proses ekstraksi dapat ditinjau dari kenaikan solubilitas pelarut yang akan memudahkanpelarut masuk ke dalam pori-pori padatan yang akan diekstraksi. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya kenaikanrendemen, semakin tinggi suhu ekstraksi, maka semakin banyak minyak yang dapat terlarut. Proses ekstraksi adalahsuatu aplikasi dari proses perpindahan massa, suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatanperpindahan massa. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan solubilitas pelarut dan dapat memperbesar poripadatan, sehingga pelarut masuk melalui pori-pori padatan dan melarutkan komponen padatan yang terjerap, kemudianzat terlarut berdifusi ke luar permukaan partikel padatan dan bergerak ke lapisan film sekitar padatan, selanjutnya kelarutan (Jayanudin, 2014).

Gambar 3 memperlihatkan rendemen minyak yang diperoleh pada perlakuan waktu ekstraksi 3, 4, 5, 6, dan 7 jampada suhu 55oC dengan 525 mL n-heksan. Tampak bahwa pada proses ekstraksi selama 5 jam diperoleh rendemenminyak yang tertinggi. Waktu ekstraksi sangat mempengaruhi rendemen, hal ini terkait dengan nilai transfer massa.Lamanya waktu ekstraksi akan mempengaruhi kualitas minyak yang diperoleh (Wiyarno, 2012). Penambahan waktuekstraksi mengakibatkan penambahan jumlah minyak yang dihasilkan. Lamanya waktu akan mempermudah penetrasipelarut ke dalam bahan, kelarutan komponen-komponen minyak berjalan dengan perlahan sebanding dengan lamanyawaktu, dan setelah beberapa waktu jumlah minyak yang terekstrak mengalami penurunan.

Gambar 3. Hubungan waktu (jam) dengan %minyak pada ekstraksi tahap I

Penambahan waktu menyebabkan rendemen minyak menurun. Penambahan waktu menyebabkan terjadinyadekomposisi komponen-komponen selain minyak, misalnya impuritas yang menyebabkan perubahan sifat komponentersebut, titik didih komponen baru lebih rendah dari titik didih komponen sebelumnya sehingga menjadi lebih mudahmenguap dan akhirnya rendemen yang diperoleh berkurang (Guenther,1987). Penurunan jumlah minyak yang diperolehsetelah 5 jam ekstraksi juga diduga karena komponen minyak pada bahan jumlahnya terbatas dan pelarut yangdigunakan mempunyai batas kemampuan untuk melarutkan bahan yang ada, sehingga meskipun waktu ekstraksidiperpanjang namun zat terlarut yang ada pada bahan sudah habis.

Gambar 4. Hubungan waktu (jam) dengan %minyak pada ekstraksi tahap II

3.12

4.35

6.25 6.13 6.07

0

1

2

3

4

5

6

7

0 2 4 6 8

Grafik hubungan waktu ekstraksi (jam) dengan %minyak

%Minyak

2.84

4.41

5.82 5.59 5.09

0

2

4

6

8

0 2 4 6 8

Grafik hubungan waktu ekstraksi (jam) dengan %minyak

%Minyak

Page 68: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.65-70) 978-602-60766-3-2

68

Gambar 6 memperlihatkan rendemen minyak yang diperoleh pada perlakuan jumlah pelarut. Tampak bahwarendemen minyak tertinggi diperoleh pada jumlah pelarut 525 mL atau rasio padatan dengan pelarut 1:7. Jumlah pelarutberpengaruh terhadap rendemen, semakin banyak jumlah pelarut semakin banyak pula jumlah minyak yang diperoleh,hal ini dikarenakan distribusi partikel dalam pelarut semakin menyebar, sehingga memperluas permukaan kontak, danperbedaan konsentrasi minyak dalam pelarut dan padatan semakin besar (Munawaroh, 2010). Jika jumlah pelarutditambah maka persentase perolehan minyak sudah menurun, hal tersebut terkait dengan jumlah pelarut sudahmencapai titik jenuh untuk mengekestraksi minyak.

Gambar 5. Hubungan jumlah pelarut dengan %minyak pada ekstraksi tahap I

Pada proses ekstraksi minyak dengan pelarut, perpindahan massa minyak dari dalam padatan ke pelarut dapatdiduga melalui tahapan difusi dari dalam padatan ke permukaan padatan, dan perpindahan massa minyak daripermukaan padatan ke pelarut. Operasi ekstraksi padat cair dapat dilakukan dengan cara mengontakkan padatan danpelarut sehingga diperoleh larutan yang diinginkan yang kemudian dipisahkan dari padatan sisanya. Pada saatpengontakkan terjadi, mekanisme yang berlangsung adalah peristiwa pelarutan dan difusi. Pelarutan merupakanperistiwa penguraian suatu molekul zat menjadi komponennya, baik berupa molekul-molekul, atom-atom maupunion-ion, karena pengaruh pelarut cair yang melingkupinya. Partikel-partikel yang terlarutkan ini berkumpuldipermukaan antara padatan (interface) dan terlarut. Bila peristiwa pelarutan masih terus berlangsung, makaterjadi difusi partikel-partikel zat terlarut dari lapisan antara fase menembus lapisan permukaan pelarut dan masuk kedalam badan pelarut dimana zat terdistribusikan merata. Jadi difusi terjadi dari fase padat diikuti difusi ke fasecair. Peristiwa ini terus berlangsung hingga keadaan setimbang tercapai.

Gambar 6. Hubungan jumlah pelarut dengan %minyak pada ekstraksi tahap II

6.277.19 7.25 7.39 7.53 7.41 7.32

012345678

0 100 200 300 400 500 600 700 800

Grafik hubungan jumlah pelarut dengan %minyak

%Minyak

3.363.72

4.635.36

5.037 4.8 4.67

0

1

2

3

4

5

6

0 100 200 300 400 500

Grafik hubungan jumlah pelarut dengan %minyak

%Minyak

Page 69: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.65-70) 978-602-60766-3-2

69

Menurut Jayanudin (2014), bahwa distribusi pelarut ke padatan akan sangat berpengaruh pada perolehanminyak, perbandingan antara padatan dengan pelarut akan mempengaruhi rendemen yang dihasilkan. Banyaknyapelarut mempengaruhi luas kontak padatan dengan pelarut, semakin banyak pelarut maka luas kontak akan semakinbesar, sehingga distribusi pelarut ke padatan akan semakin besar. Meratanya distribusi pelarut ke padatan akanmemperbesar rendemen yang dihasilkan, banyaknya pelarut akan mengurangi tingkat kejenuhan pelarut, sehinggakomponen yang diinginkan akan terekstrak dengan sempurna.

Menurut konsensus pada The First International Conference on East-West Perspective on Functional Foodstahun 1996, pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaatbagi kesehatan, diluar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya. Makanan mempunyai sifatfungsional jika mengandung senyawa gizi dan non gizi, yang dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh ke arah yangbersifat positif. Berbagai jenis makanan telah dikembangkan ke arah mempengaruhi fungsi fiologis tubuh manusia, baikmelalui modifikasi maupun perancangan khusus (Freitas dkk., 2012).

Pada pangan fungsional terdapat senyawa yang mempunyai peranan penting bagi kesehatan. Senyawa tersebutmengandung komponen aktif yang mempunyai aktivitas fisiologis yang memberikan efek positif bagi kesehatan tubuh.Istilah pangan fungsional merupakan nama yang paling dapat diterima semua pihak untuk segolongan makanan dan atauminuman yang mengandung bahan-bahan yang diperkirakan dapat meningkatkan status kesehatan dan mencegahtimbulnya penyakit-penyakit tertentu (Neha dkk., 2012).

Menurut Sukanya et al., (2017), γ-oryzanol pada minyak bekatul padi berkisar antara 119.75-281.95 mg/gminyak dan vitamin E sekitar 0.37-1.84 mg/g minyak. γ-oryzanol mempunyai aktivitas yang tinggi sebagai antioksidan,bahkan empat kali lebih efektif menghentikan oksidasi dalam jaringan tubuh dibanding vitamin E (Patel dan Naik 2004).Hal ini disebabkan karena γ-oryzanol mengandung asam ferulat yang merupakan antioksidan asam fenolik. Ketigakomponen utama γ-oryzanol mempunyai aktivitas antioksidan lebih tinggi dibanding empat komponen vitamin E (α danγ tokoferol serta α dan γ tokotrienol). Bekatul mengandung senyawa fitokimia dalam jumlah yang tinggi. Senyawa inimempunyi aktivitas sebagai antioksidan alami, terutama α, β, γ, δ tokoferol dan tokotrienol, serta fraksi oryzanol (Xudan Godber 2001). γ-oryzanol dan tokoferol (vitamin E) merupakan golongan antioksidan non polar yang berfungsimenghambat proses peroksidasi lemak dan mencegah stres oksidatif.

Vitamin E, secara umum disebut tokoferol. Tokoferol adalah bagian dari aktifitas vitamin E yang merupakanantioksidan yang larut lemak dan mampu mencegah terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas adalah molekul reaktifdan dapat merusak. Vitamin E mampu mencegah penyakit jantung koroner dan melindungi sel darah merah darihemolisis. Telah diketahui bahwa konsumsi vitamin E dosis tinggi akan menurukan risiko kematian akibat penyakitjantung. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan vitamin E adalah alzheimer’s disease, kanker, katarak, glukoma,penyakit jantung, penyakit parkinson dan kulit yang berhubungan dengan kecantikan (Rizqie, 2011). Tokoferolberfungsi mempertahankan integritas membran dengan cara bekerja sebagai scavenger radikal bebas oksigen, peroksidalipid dan singlet oksigen, juga melindungi minyak dan karotenoid dalam minyak dari oksidasi. Vitamin E merupakansenyawa yang mampu mempertahankan kesehatan sistem kardiovaskular dan kadar kolesterol darah (Maria, 2010).4. KESIMPULAN

Perlakuan terbaik pada ekstraksi tahap I dengan pelarut n-heksan yaitu suhu 55oC selama 5 jam dengan jumlahpelarut 525 mL, pada kondisi tersebut diperoleh minyak 7.53%, 192 mg/L γ- oryzanol dan 63,1 mg/L vitamin E.Perlakuan terbaik pada tahap II ekstraksi dengan etanol adalah 60oC selama 5 jam dengan jumlah pelarut 300 mL (1:6),pada kondisi tersebut diperoleh minyak sebesar 5,36% dan γ-oryzanol 900 mg/L. Minyak bekatul padi mengandungsenyawa bioaktif antioksidan dalam konsentrasi yang tinggi sehingga sangat berpotensi dikembangkan sebagai panganfungsional.

5. DAFTAR PUSTAKA

Bopitiya, D., and Terrence, M., 2014. Antioxidant potential of rice bran oil prepared from red and white rice. Tropicalagricultural research Vol. 26 (1):1-11

Chen, MH., Bergman, CJ. 2005. A Rapid Procedure for Analysing Rice Bran Tocopherol, Tocotrienol and GammaOryzanol Contents. Journal of Food Composition and Analysis 18 : 139-151.

Filho, A.C.V.A., Guedes, M.I.F., Duarte, L.S.F., Lima-Neto, A.B.M., Cameron, L. C., Bassini, A., e t al. (2014).Gamma-oryzanol has an equivalent ef fi cacy as a lipid-lowering agent compared to fi brate and statin in twodyslipidemia mice models. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 6(11), 61-64.

Ghatak, S., and Panchal, S. (2011). Gamma-oryzanol-A multi-purpose steryl ferulate. Current Nutrition & FoodScience, 7,10-20.

Guenther, Ernest. 1987. Minyak Atsiri. Jilid I. Jakarta: Penerbit Universitas IndonesiaJayanudin, Ayu ZL, dan Feni N, 2014. Pengaruh suhu dan rasio pelarut ekstraksi terhadap rendemen dan

viskositas natrium alginate dari rumput laut coklat (Sargassum sp) . Jurnal Integrasi Proses Vol. 5, No. 1: 51-55.Kozuka, C., Sunagawa , S., Ueda, R., Higa, M., Tanaka, H., Shimizu-Okabe, C., et al. (2015). Gamma-oryzanol protects

pancreatic b-cells against endoplasmic reticulum stress in male mice. Endocrinology, 156(4), 1242-1250.

Page 70: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.65-70) 978-602-60766-3-2

70

Maria Laura Colombo, 2013. Review An Update on Vitamin E, Tocopherol and Tocotrienol-Perspectives. Molecules,15, 2103-2113.

Munawaroh, Safaatul dan Handayani PS, 2010. Ekstraksi minyak daun jeruk purut (Citrus hystrix D.C.) dengan Pelarutetanol dan N-Heksana. Jurnal Kompetensi Teknik, 2 (1): 73-78.

Paraddo, J., Esther Miramontes, Maria Jover, Juan Fco Gutierrez, Laura Collantes de Teran, Juan Bautista, 2006.Preparation of a rice bran enzymatic extract with potential use as functional food. J. Food Chemistry 98: 742-748.

Patel M. and S. N. Naik, 2004. Gamma-oryzanol from rice bran oil-A review. Journal of Scientific & IndustrialResearch Vol. 63: 569-578.

Pourali, O., Feridoun, S.A., and Hiroyuki, Y., 2009. Simultaneous rice bran oil stabilization and extraction using sub-critical water medium. Journal of Food Engineering 95, 510-516.

Qureshi, A. A., Sami, S. A., Salser, W. A., & Khan, F. A. (2002). Dose-dependent suppression of serum cholesterol bytocotrienol-rich fraction (TRF25) of rice bran in hypercholesetrolemic human. Atherosclerosis, 161, 199–207.

Rizqie A, 2011. Manfaat bekatul dan kandungan gizinya. Makalah. Disampaikan pada Pertemuan Paguyuban Ibu-ibuPerumahan Puri Domas Sempu Wedomartani Ngemplak Sleman, Yogyakarta.

Sookwong, Phumon, Panawan Suttiarporn, , Pittayaporn Boontakham, Pattawat Seekhow, Sutee Wangtueai, SugunyaMahatheeranont., 2016. Simultaneous quantification of vitamin E, γ-oryzanols and xanthophylls from rice branessences extracted by supercritical CO2. Food Chemistry 211, 140-147.

Subriyer Nasir, Fitriyanti, dan Hilma Kamila, 2009. Ekstraksi dedak padi menjadi minyak mentah dedak padi (cruderice bran oil) dengan pelarut n-hexane dan ethanol. Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 16.

Tagora BPS, Rinaldry Sirait, Iriany, 2012. Penentuan Kondisi Keseimbangan Unit Leaching pada produksi Eugenol dariDaun Cengkeh. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 1, No. 1.

Wang, O., Liu, J., Cheng, Q., Guo, X., Wang, Y. , Zhao, L., et al. (2015). Effects of ferulic acid and g-oryzanol onhigh-fat and high-fructose diet-induced metabolic syndrome in rats. PLoS One, 10(2), 1-14 .

Wiyarno, B., R.M. Yunus, M. Mel, 2011. Extraction of Algae Oil from Nannocloropsis sp : Study of Soxhlet andUltrasonic-assisted Extraction, Journal of Applied Science, 11 (21): 3607-3612.

Xu, Z., Hua, N., Godber, JS. 2001. Antioxidant Activity of Tocopherols, Tocotrienols, and Gamma OryzanolComponents from Rice Bran Against Cholesterol Oxidation Accelerated by2,2’-Azobis(2-methylpropionamidine) dihydrochloride. Journal of Agricultural and Food Chemistry 49 : 2077-2081.

6. UCAPAN TERIMA KASIHTerimaksih kepada pimpinan, staf, PLP (teknisi dan analis) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandangatas bantuannya selama penelitian ini dilaksanakan. Terimakasih pula kepada Direktorat Riset dan PengabdianDirektorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi, dan pendidikan Tinggi atasbantuan pendanaan lewat Hibah Doktor yang diberikan sesuai dengan kontrak penelitian tahun anggaran 2017, Nomor:052/SP2H/LT/DRPM/IV/2017, tanggal 3 April 2017.

Page 71: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.71-74) 978-602-60766-3-2

71

PEMANFAATAN XYLITOL DARI LIMBAH TONGKOL JAGUNG MENGGUNAKANCANDIDA TROPICALIS

Mahyati1)

1)Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

The xylan content of corn cobs reaches 12.4 - 12.9% which can be converted to xylitol [1]. Xylitol productssignificantly reduced the population of Streptococcus mutans in saliva compared with fluoride [2]. The objective of thisstudy was to convert xylan from corncob waste into xylitol as an additive in wuluh belimbing jelly. Xylan corn cob isfermented using Candida tropicalis. Furthermore xylitol from corncob tested the effectivity of antibacterialStreptococcus mutans grown in oral cavity that can damage enamel on tooth. The xylitol extraction method of corncobusing aqueous sulfuric acid is 0.25; 0.5; 0.75 and 1.0%. The extraction time was then varied from 15, 30, 45, 60, 75 and90 min. The results showed xylitol compound from corn tuna waste was highest at 0.25% sulfuric acid concentrationwith 30 minutes hydrolysis time of 249.7 ppm and the lowest at acid concentration 0.75% and hydrolysis time of 90minutes ie 5.6 ppm . The results showed xylitol compounds from corncob waste that all xylitol concentrations showed anegative sign.

Keywords: Xylitol, Corn Cobs and Candida tropicalis

1. PENDAHULUANKomposisi tongkol jagung terdiri dari selulosa 40%, hemiselulosa 36%, lignin 16 % dan lain-lainnya

berkisar 8% [3]. Kandungan hemiselulosa tongkol jagung dapat dikonversi menjadi xylitol menggunakanCandida tropicalis . Xylitol adalah gula alkohol yang memiliki tingkat kemanisan 1,0-1,2 kali dari sukrosabergantung pada pH larutan dengan kandungan kalori yang lebih rendah 40 % dan karbohidrat 75 % lebihrendah [4]. Xylitol telah banyak digunakan sebagai pengganti gula sukrosa yang digunakan untuk keperluanproduk olahan pangan, industri minuman dan makanan kesehatan yang digunakan oleh penderita diabeteskarena penyerapannya dalam tubuh tidak memerlukan insulin. Pada metabolisme xylitol tidak memerlukaninsulin, sehingga menguntungkan bagi penderita diabetes, mempunyai efek sensasi dingin yangmenyenangkan, tahan panas dan tidak mengalami karamelisa tetapi sifatnya yang lambat diserap usus,konsumsi xylitol secara berlebihan hanya akan menyebabkan diare ringan tanpa dampak kesehatan lainnya.[5].

Pemanis xylitol digunakan sebagai pengganti gula jenis sukrosa, glukosa atau fruktosa untukmeningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaikisifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh. Secara umum pemanis dapatmengikis enamel gigi dan menyebabkan kerusakan gigi karena pemanis dapat menurunkan pHdidalam mulut sehingga banyak digunakan untuk campuran pasta gigi [6]. Dalam bidang kedokterangigi xylitol digunakan sebagai tablet hisap maupun bahan campuran pasta gigi karena sifat xylitolsebagai bahan non-kariogenik, anti karies, dan prebiotik sehingga baik untuk kesehatan dan dapatmenghambat pertumbuhan bakteri penyebab karies [7].

Xylitol merupakan senyawa yang tidak dapat dimetabolisme oleh bakteri perusak gigi, oleh karenaitu konsumsi xylitol akan memelihara pH permukaan gigi sehingga tidak sampai di bawah 5,7 untukmencegah terjadinya kerusakan gigi. Dari hasil penelitian Dr Walter J Hoesche dari Universitas. Michigan,diketahui bahwa xylitol secara signifikan dapat menurunkan populasi Streptoccus mutans didalam air ludahdibandingkan dengan pemberian flourida atau placebo saja . Bakteri ini mampu melekat pada permukaan gigi,memproduksi enzim glukuronil transferase. Enzim tersebut menghasilkan glukan yang tidak larut dalam airdan berperan dalam menimbulkan plak dan koloni pada permukaan gigi. Dari data tersebut, diketahuikonsumsi xylitol melalui pengunyahan permen selama 1-3 tahun dengan dosis dari 1-3,9 sampai 30 g/haridapat menurunkan kerusakan gigi mulai 30-57 % sampai lebih dari 82% [8].

Produksi xylitol dari tongkol jagung yang menggunakan adalah ragi, dari genus Candida danDebaryomyces hansenii yang ramah lingkungan dan ekonomis. Enzim utama untuk produksi xilitol dalamragi adalah reduktase D-xylose yang, baik menggunakan NADH atau NADPH, mengurangi D-xylose ke

1 Koresponding : Mahyati, Telp 085298353527, [email protected]

Page 72: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.71-74) 978-602-60766-3-2

72

xylitol, dan terutama, NAD-linked dehidrogenase xylitol yang reoksidasi xylitol untuk D - xylulosa.Akumulasi xylitol dalam ragi peka terhadap kondisi lingkungan seperti nutrisi, suhu, pH , inokulum danaerasi substrat dengan dua terakhir menjadi penting untuk pertumbuhan ragi dan fermentasi. Kemampuanlima strain ragi (terisolasi secara lokal) untuk memfermentasi xylosa menjadi xylitol diseleksi menggunakanhidrolisat tongkol jagung hidrolisat [8].

Kadar xylosa yang didapat dari tahap sebelumnya didukung dengan adanya glukosa pada mediafermentasi yang berfungsi sebagai kosubstrat. Adanya ko-ubstrat bertujuan agar xilitol yang dihasilkan tidakdimetabolisme lebih lanjut oleh C. tropicalis, baik untuk pertumbuhan atau sebagai sumber ko-enzim sertasumber energi. Adanya glukosa dapat digunakan oleh C. tropicalis sebagai ekuivalen reduksi(NADH/NADPH) yang diperlukan untuk mereduksi xilosa menjadi xilitol untuk pemeliharaan sertapertumbuhan sel [9].

Beberapa jenis mikroba yang melakukan biokonversi xilosa menjadi xilitol adalah ragi, bakteri, sertafungi misalnya genus Candida (C. guilliermondii, C. tropicalis, C. pelliculosu, C. parapsilosis) dan genuslainnya seperti Debaryomyces hansenii, Saccharomyces sp. dan Penicillium sp. Candida tropicalis. Efek darikondisi kultur yaitu pH awal, sumber nitrogen dan konsentrasi ekstrak ragi pada produksi xilitol dapatdievaluasi. Kondisi untuk batch produksi xilitol, menggunakan C. tropicalis amobil sel ragi tumbuh dihidrojel pembawa kopolimer telah dioptimalkan. Efek suplementasi medium fermentasi dengan konsentrasimetabolik inhibitor yang berbeda (asam mono fluoro acetat atau asam monoc hloro asetat) dan metanolsebagai pengubah aktivitas produksi xilitol oleh sel amobil dipelajari. [10]

2. METODE PENELITIAN

a. Kegiatan ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia DasarAnalisis Instrumen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang dan Lab. Kesehatan

Dinas Kesehatan Provinsi Makassar dan Lab. Afiliasi Dept. Kimia Fak.MIPA Universitas Indonesia Jakarta.Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah Crusher, Sieving, pH – meter, Autoclave, Centrifuces,Freezer, Incubator, Spektrofotometri UV-Vis, Mixer rotary shaker, rotary evaporator vakum, kromatograficair kinerja tinggi (KCKT) atau HPLC, penyaring bakteri (milipore 0,2, colony counter, dan hemasitometer.Adapun bahan kimia yang digunakan adalah Tongkol jagung, D-Xylose, Ammonium sulfat, NatriumHidroksida, Calcium chloride. Inoculums, Aquades, Asam klorida, Kalsium Hidroksida, Timol, Mentol,Metil Salisilat, Eukaliptol, Alkohol, Natrium Sakarin, Indigo Charmin. asam asetat potassium phosphatebuffer. Metode ekstraksi xylitol dari tongkol jagung menggunakan asam sulfat encer yaitu 0,25; 0,5; 0,75 dan1,0%. Selanjutnya waktu ekstraksi divariasi dari 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 menit.b. Proses ekstraksi xylitol dari limbah tongkol jagung

Tongkol jagung dikeringkan dibawah sinar matahari sampai kadar air kurang dari 10 %. Selanjutnyatongkol jagung dihancurkan dan disieving sampai 20 mesh. Serbuk tongkol jagung tersebut dihidrolisisdengan asam sulfat encer (0.25% , 0.5%, 0.75% dan 1 % v/v) dengan variasi waktu hidrolisis 15, 30, 45, 60,75 dan 90 menit. Setiap variasi dari serbuk didinginkan dan dinetralisasi menggunakan larutan kalsiumhidroksida encer. Selanjutnya dilakukan proses fermentasi dengan menambahkan enzim Candida tropicalis.Kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL dan dishaker dengan kecepatan 130 rpm selama 120 jampada suhu 35 oC.c. Membuat Media Kultur Untuk Candida Tropicalis

Mikroorganisme yang digunakan adalah Candida tropicalis FNCC 3033 untuk memproduksi xylitol.Berdasarkan penelitian Kusuma (2002), media yang digunakan terdiri dari: Media pemeliharaan Yeast PeptonDextrosa Agar (YPDA) dengan komposisi: 0,5 g ekstrak khamir, 0,5 g pepton, 1,5 g glukosa, 1,5 g agar danaquades ditambahkan sampai volume 100 ml.

Media prekultur dengan komposisi: 1,5 g ekstrak khamir, 2 g xylosa, 1 g glukosa, 0,2 g (NH4)2SO4 ,0,01 g CaCl2.2H2O, 1 ml methanol dan aquades ditambahkan sampai volume 100 ml; Media produksi dengankomposisi: hidrolisat hemiselulosa tongkol jagung dengan konsentrasi 0,25%, 0,5%, 0,75% dan 1,0%, 1,2 gekstrak khamir, 10 ml urea 1% (w/v), 1 ml methanol, 0,01 g CaCl2.2H2O dan aquades ditambahkan sampaivolume 100 ml; Untuk analisis dengan alat kromatografi cair tekanan tinggi digunakan xylitol murni sebagaistandar dan aquabidestilata sebagai eluen. H2SO4 0.035 M (E MERCK) dan Ca(OH)2 (E MERCK) digunakandalam hidrolisis hemiselulosa tongkol jagung.

Page 73: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.71-74) 978-602-60766-3-2

73

3. HASIL DAN PEMBAHASANDalam pengembangan bioproses xilan dimanfaatkan untuk substrat sumber karbon pada media

pertumbuhan mikroba penghasil xilanase [11]. Dalam Penelitian ini menggunakan ragi jenis C. tropicalisyang merupakan jenis ragi terbaik untuk mengonversi xylosa menjadi xylitol.

Proses kimia dilakukan dengan hidrogenasi xylose menggunakan larutan asam yaitu H2SO4 encer,sedangkan proses bioteknologi dilakukan menggunakan proses enzimatik dengan bantuan mikroba jenis yeastseperti Candida dan Saccharomyces. Penggunaan konsentrasi H2SO4 yang berbeda dapat menimbulkanperbedaan kandungan xylosa sebagai sumber nutrisi di dalam media produksi yang berguna untukpertumbuhan C. tropicalis untuk mengkonversi xilosa menjadi xylitol. Selanjutnya diperoleh konsentrasixylitol berdasarkan variasi konsentrasi H2SO4 yang digunakan untuk mengkonversi xylosa tongkol jagung,dan hasil analisis konsentrasi pada tabel 1.

Tabel 1 Pengaruh konsentrasi H2SO4 dan variasi waktu terhadap konsentrasi xylitol

Pada Tabel 1. menunjukkan penggunaan variasi konsentrasi H2SO4 dengan waktu delignifikasi 15 menittidak dapat membuka ikatan lignin pada serbuk tongkol jagung, dari serbuk tersebut mengandunghemiselulosa sebesar 36 % yang tersusun dari 12,5 % xylan sehingga tidak terbentuk xylitol [10]. Hasilpenelitian Anggraeni [11] konversi xylitol dengan menggunakan C.tropicalis mendapatkan konsentrasixylitol 12.08 g/l. Pengukuran kadar xylitol menunjukkan bahwa konsentrasi xylosa yang baik untukmemproduksi xylitol pada kisaran 0,25 % dan waktu hidrolisis 30 menit dengan product yield tertinggi padakonsentrasi xylitol yaitu 249,7 ppm. Kondisi ini menunjukkan ikatan lignin telah terbuka dan dirusak olehlarutan H2SO4 sehingga xylan dapat dikonversi oleh C. tropicalis menjadi xylitol secara maksimal.

Selanjutnya dari konsentrasi H2SO4 0,75 % yang digunakan dengan waktu kontak 90 menit terbentukxylitol yang terkecil yaitu 5,6 % karena penggunaan H2SO4 bersifat inhibitor terhadap C. tropicalis sehinggatidak terjadi biokonversi xylan pada serbuk tongkol jagung. Produksi xylitol melalui proses biokonversidilakukan menggunakan khamir C. tropicalis yang dapat menghasilkan enzim xylosa reduktase dan xylitoldehidrogenase yang keduanya dapat mengkatalis NADPH-dependen xylosa reduktase dan NADH-dependenxylitol dehidrogenase, sehingga dapat mengkonversi xylosa menjadi xylitol. Selain itu, C. tropicalismerupakan penghasil xylitol yang terbaik dibandingkan dengan khamir yang lain [11].

Degradasi hemiselulosa dalam H2SO4 lebih tinggi dibandingkan dengan delignifikasi hidrolisis dalamsuasana basa. Pertumbuhan C. tropicalis tersebut sangat berpengaruh terhadap produksi xylitol karenaproduksi xylitol akan optimal hanya pada saat pertumbuhan sel berada dalam fase eksponensial. Pada fase inipertumbuhan sel terjadi dengan cepat dan sangat dipengaruhi oleh media tempat tumbuhnya, sepertikandungan nutrisi dan kondisi lingkungan [8].

Selanjutnya xylitol diuji kemampuan daya hambatnya pada S. mutans untuk menentukan aktivitas.Aktivitas antibakteri ditentukan dengan metoda cakram kertas Kirby- Bauer. Ekstrak contoh konsentrasi 2,2g/L ; 4,4 g/L dan 8,8 g/L yang mengandung Se pada cakram kertas saring berdiameter 0,60 cm diletakkan diatas media selektif yang ditumbuhi bakteri S. mutans. Media tersebut diinkubasi pada suhu 37oC. Pengamatanaktivitas antibakteri berupa zona bening di sekeliling kertas cakram dilakukan dengan interval waktu 24 jamsampai dengan 48 jam. Fermentasi dilakukan pada suhu 30 oC dalam 125 mL labu erlenmeyer dengankecepatan pengocokan 120 rpm selama 48 jam.

Pada analisis data terlihat pada penambahan xylitol memiliki nilai daya hambat terhadap pertumbuhanC. mutans. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh [12] yangmenemukan bahwa tikus yang mendapat xylitol mengalami penurunan immun tubuh. Selanjutnya xylitoldiuji kemampuan daya hambatnya pada S. mutans untuk menentukan aktivitas. Xylitol mampu menghambatpertumbuhan S. mutans saat mengubah gula dan karbohidrat lain menjadi asam. Hal ini dapat dilakukannya

NoKonsentrasiH2SO4 (%)

Konsentrasi xylitol (ppm)Terhadap variasi waktu hidrolisis (menit)

15 30 45 60 75 901 0,25 - 249,7 201,1 86,2 17,2 7,4

2 0,5 - 201,5 170,3 75,1 15,5 6,6

3 0,75 - 190,3 145,9 47,8 13,2 5,6

4 1,0 - 167,8 97,2 31,0 12 5,6

Page 74: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.71-74) 978-602-60766-3-2

74

mengingat xylitol tidak dapat difermentasikan oleh bakteri tersebut, sehingga pertumbuhan S. mutansterhambat atau daya penghambatan xylitol dapat mencapai angka 100 % [13]

4. KESIMPULANSebagaimana telah dikemukakan pada pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa xylan dari tongkol

jagung dapat dikonversi menjadi xylitol. Adapun hasil xylitol yang diperoleh maksimal pada variasi larutanH2SO4 konsentrasi 0,25 % dan waktu hidrolisis 30 menit yaitu 249,7 ppm. Hasil konversi xylitol yangterkecil pada konsentrasi H2SO4 0,75 % dengan waktu kontak 90 menit yaitu 5,6%. Selanjutnya produkxylitol yang dihasilkan memiliki daya hambat pertumbuhan S. mutans mencapai 100 %.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] Nur Richana. 2008. The process of xylanase production from Bacillus pumilus RXAIII-5. Journal of MicrobiologyIndonesia. Vol 1 No 2, 74-80. 2008 Post Harvest Technology

[2] Milgrom,P.A., Ly, K.A., Robert, M.C ., Rothen, M., Mueller, G., Yamaguchi, D.K. 2006. Mutans Streptococci DoseResponse to Xylitol Chewing Gum. J. Dent Res. Vo. 85. Hal.177-181.

[3] Mahyati , A. Rauf P., Paulina T. , M.Natsir D. dan Tri Hartono, 2011, Biokonversi Hemiselulosa Dari LimbahTongkol Jagung Menjadi Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan, Vol.VI edisi ke 3 Oktober 2011,Multek, ISSN : 1907- 6924

[4] Ahmed. 2001. A New Eudesmanolide From Crataegus Flava Fruits. Department of Chemistry. Faculty of Science.El-Minia University. Egypt.

[5] Richana, N., Lestina, P. & Irawadi, T. T. (2004). Karakterisasi lignoselulosa: xilan dari limbah tanaman pangan danpemanfaatannya untuk pertumbuhan bakteri RXA III-5 penghasil xilanase. J. Penelitian Pertanian. 23(3), 171-176.

[6] Kiet A, P Milgrom, M Rothen. 2006. Xylitol, sweeteners, and dental caries. Pediatric Dentistry 28: 154-163.[7] Michalek, S.M., J.R. Mc Ghee, 1982, Dental Microbiology, Fourth Edition, Harper & Raw Publisher, Philadelphia.[8]. Fairus S., Ronny K., Ridho T., Adhytia S.N., 2013, Kajian Pembuatan Xylitol Dari Tongkol Jagung Melalui

Proses Fermentasi, Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 6 Nomor 2, Oktober 91-100[9] Granstrom. M. Leisola. 2002 . Controlled transient changes reveal differences in metabolite production in two

Candida yeasts. Appl Microbiol Biotechnol (2002) 58:511–516[10 ] Beg, Q.K., Kapoor, M., Mahajan, L., & G.S.Hoondal. (2001). Microbial xylanases and their industrial

applications ; a Rev. J. Appl. Micribiol. Biotechnol. 56, 326-338.[11]. Anggraeni, A. S. (2011). Produksi xilitol pada hidrolisat ampas tebu oleh sel amobil Candida tropicalis dan

Candida guilliermondii. Departemen Biokimia. Fakultas MIPA. IPBBogor.[12] Mahyati, 2017, Uji Daya Hambat Senyawa Xylitol Dari Limbah Tongkol Jagung Pada Bakteri Streptococcus

Mutans , Journal Intek edisi Oktober 2017

6. UCAPAN TERIMA KASIHKegiatan penelitian ini terlaksana atas bantuan dari pimpinan Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP),

baik bantuan dana melalui DIPA PNUP, maupun bantuan berupa izin penggunaan segala fasilitas bengkeldan laboratorium yang ada di lingkungan PNUP. Oleh karena itu, kami tak lupa mengucapkan terima kasihyang tak terhingga.

Page 75: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.75-78) 978-602-60766-3-2

75

PENINGKATAN KUALITAS GARAM KASAR MENJADI GARAM INDUSTRI

Hb. Slamet Yulistiono1), Swastanti Brotowati2)

1,2)Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

This study aims to improve the quality of brine salt produced by salt farmers into salt with SNI equivalentquality of industrial salt. The salt purification process begins with a coarse salt solubilization until saturated at 80 °C,followed by filtration. This saturated salt solution is then subsequently reacted with Na2CO3 and NaOH at 80 °C for 15minutes and followed by decantation and filtration. The filtrate part is then reacted with soap from coconut oil andfollowed by decantation and filtration. The obtained filtrate was then reacted with concentrated HCl and the formed saltcrystals were removed by filtration, dried by vacuum oven and finally analyzed using XRF and titration of argentometry.The results showed that the coarse salt which initially had a large, rough and opaque white crystalline form with lowNaCl content can be purified by the above processes into salt with a small, soft and clean white crystalline form with aNaCl content in accordance with the SNI about industrial salt.Keywords: coarse salt, salt purification, salt impurities, sodium carbonate, sodium hydroxide, soap, concentratedhydrochloric acid

1. PENDAHULUANIndonesia termasuk negara kepulauan dengan bibir pantai yang luar biasa panjang, namun hingga

kini belum memiliki industri garam yang memadai. Selama ini kebutuhan garam, baik garam konsumsimaupun garam industri/farmasi sebagian besar masih dipenuhi melalui impor dari Singapura, Jepang, Indiadan Australia. Sangat disayangkan potensi devisa untuk pembangunan dihamburkan hanya untuk pembiayaangaram impor yang sebenarnya dapat diproduksi sendiri di dalam negeri.

Garam kasar produksi petani garam di kabupaten Jeneponto Propinsi Sulawesi Selatan, yang manaseperti juga pada daerah-daerah penghasil garam lainnya di Indonesia, umumnya mengandung senyawa-senyawa kimia yang sebagian besar terdiri atas natrium klorida ( NaCl ) dan garam-garam terlarut lainnyasebagai zat-zat pengotor yang mengandung ion-ion seperti Ca2+, Mg2+, Al3+, Fe3+, SO4

2-, I-, dan Br- . Ion-iontersebut umumnya berikatan dalam bentuk kalsium sulfat ( CaSO4 ), magnesium sulfat ( MgSO4 ),magnesium klorida ( MgCl2 ), dan lain-sebagainya. Kadar NaCl yang teramati umumnya dibawah 80%, jadijauh dibawah kualitas garam sesuai SNI sebagai garam konsumsi ( min. 94,7% ) dan sebagai garam industri( min. 98,5% ).

Kualitas garam dapat ditingkatkan misalnya secara fisika ( pelarutan / pencucian dan kristalisasi )dan atau secara kimia ( penambahan bahan-bahan pengikat zat-zat pengotor ). Pelarutan garam menggunakanair yang diikuti dengan penyaringan dan kristalisasi merupakan pemurnian garam tahap awal yang bertujuanmemisahkan kotoran-kotoran garam seperti pasir, tanah liat dan lain-lain (Saksono, N., 2000), sedangkanpenambahan bahan-bahan pengikat zat-zat pengotor merupakan bagian proses yang memungkinkanpengikatan zat-zat pengotor yang dapat terendapkan (Khader, Abu, 2004, Widayat, 2009, Yulistiono, S.,2016). Melalui 2 cara diatas diharapkan zat-zat pengotor yang berada pada kristal garam dapat terlepas danterendapkan sehingga kadar NaCl pada garam menjadi meningkat.

Bahan-bahan pengikat zat-zat pengotor garam telah banyak diketahui dan jumlahnya sangatlahbervariasi. Slamet Yulistiono (2016) dalam penelitiannya tentang pembuatan garam konsumsi yangmenggunakan bahan baku garam kasar yang diproduksi oleh petani garam di Kabupaten Jeneponto telahmembuktikan, bahwa melalui pelarutan garam kasar sehingga menjadi larutan garam jenuh, penyaringan, danreaksi kimia dengan Na2CO3 / NaOH yang diikuti dengan penyaringan dan reaksi kimia dengan sabun yangdibuat dari minyak kelapa dan NaOH dapat dihasilkan garam NaCl dengan kualitas sesuai SNI tentang garamkonsumsi. Pada proses pemurnian garam terhadap larutan garam jenuh menggunakan Na2CO3 dan NaOHjuga telah dapat diketahui bahwa reaktan Na2CO3 dan NaOH sebaiknya ditambahkan secara berturut-turuttanpa diselingi penyaringan.

Melanjutkan penelitian ini, maka garam konsumsi ini diduga masih dapat ditingkatkan lagi kualitaskadar NaCl-nya jika direaksikan lagi dengan uap asam klorida atau asam klorida pekat. Penambahan asamklorida sebagai sumber ion klorida ini kedalam larutan garam konsumsi jenuh diduga akan dapat menggeser

1Korespondensi : Hb. Slamet Yulistiono, Telp 081210243464, [email protected]

Page 76: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.75-78) 978-602-60766-3-2

76

kesetimbangan reaksi kearah NaCl sehingga kristal garam NaCl dapat terbentuk dengan kemurnian yangrelatif lebih tinggi dan dengan ukuran yang relatif lebih halus.

Penelitian ini bertujuan meningkatkan kualitas garam kasar produksi petani garam melalui prosespelarutan garam dengan menggunakan air dan diikuti secara berturut-turut proses reaksi kimia denganmenggunakan Na2CO3 / NaOH dan reaksi kimia dengan sabun dari minyak kelapa serta penambahan asamklorida pekat.2. METODE PENELITIAN / PELAKSANAAN PENGABDIAN

Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Dasar dan Kimia Analitik Jurusan TeknikKimia Politeknik Negeri Ujung Pandang selama kurang lebih 4 bulan penelitian. Bahan baku adalah garamkasar asal kabupaten Jeneponto. Untuk proses pemurnian tahap pertama, bahan yaang dibutuhkan adalahaquades dan kertas saring dengan peralatan meliputi hot plate dan neraca analitik serta beberapa bejana dangelas kimia. Pada proses pemurnian selanjutnya dibutuhkan bahan-bahan seperti aquades, NaCl p.a, Na2CO3,NaOH, minyak kelapa, HCl pekat dengan peralatan berupa reaktor labu leher 3 kapasitas 1 L dilengkapidengan reflux condensor, heater mantle, thermometer, pengaduk dan motor pengaduk, hot plate, oven,beberapa bejana dan gelas kimia, corong pisah, corong, alat titrasi, dan neraca analitik. Untuk menganalisissenyawa-senyawa yang dikandung dalam kristal garam digunakan alat XRF.

Kegiatan penelitian diawali dengan penyiapan alat dan bahan penelitian, analisis kualitas garam kasardengan XRF dan secara argentometri, kemudian dilanjutkan secara berturut-turut kegiatan-kegiatan berikut:(1) Pembuatan larutan garam jenuh melalui pelarutan garam pada suhu 80 0C dan diikuti dengan

penyaringan(2) Pemurnian larutan garam jenuh yang sudah disaring dengan menggunakan 2 jenis bahan pengikat, yaitu

pertama-tama dengan bahan pengikat Na2CO3 / NaOH dan selanjutnya dengan menggunakan bahanpengikat sabun yang dibuat dari reaksi penyabunan antara minyak kelapa dan NaOHPemurnian Menggunakan Na2CO3 / NaOHMula-mula 300 ml larutan garam jenuh direaksikan secara simultan dengan Na2CO3 dan NaOH 0,5 Mselama 15 menit pada suhu 80 0C. Setelah waktu reaksi tercapai, campuran didiamkan dan didinginkandengan sendirinya. Setelah penyaringan cairan bagian atas, sebagian dari filtrat yang diperolehdikristalkan menggunakan oven vakuum. Kristal garam yang diperoleh kemudian dianalisis komponen-komponennya dengan menggunakan alat XRF. Seluruh bagian filtrat yang tersisa (filtrat A) disimpandalam wadah tertutup untuk kemudian dimurnikan sekali lagi dengan menggunakan bahan pengikatsabun dari minyak kelapa.Pemurnian Menggunakan SabunMula-mula dilakukan pembuatan sabun dari minyak kelapa dengan cara mereaksikan minyak kelapadengan larutan NaOH 30%. Mula-mula, minyak kelapa ditempatkan didalam beaker glass, kemudianNaOH 30% dituangkan kedalamnya pelan-pelan sambil diaduk-aduk ringan. Penambahan NaOH inidihentikan ketika terlihat campuran mulai memadat dan pengecekkan pH campuran menggunakan kertasindikator telah menunjukkan sifat basa. Campuran lalu dipanaskan hingga mendidih menggunakan hotplate hingga semua air diyakini telah menguap. Produk sabun kemudian didinginkan dan disimpandalam wadah tertutup.Pemurnian menggunakan sabun dari minyak kelapa ini diterapkan terhadap filtrat A yang diperoleh dariproses sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Yulistiono, S (2016) telah membuktikan bahwa60 gram sabun dari minyak kelapa ini dapat meminimalkan kandungan zat pengotor sekaligusmemaksimalkan kandungan NaCl untuk setiap 100 mL larutan garam jenuh. Karena filtrat A yang akandiproses memiliki kandungan NaCl yang lebih tinggi daripada larutan garam jenuh, maka dapatdipastikan kebutuhan sabun dari minyak kelapa pada pemurnian 100 mL filtrat A ini akan menjadikurang dari 60 gram. Untuk itu proses pemurnian filtrat A menggunakan bahan pengikat sabun dariminyak kelapa ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:Mula-mula sabun sebanyak 40 gram dimasukkan kedalam reaktor yang diatur bekerja pada kondisi suhu80 0C dengan kecepatan pengaduk 80 rpm. Didalam beaker glass yang diletakkan diatas hot platedipanaskan 100 mL filtrat A hingga mencapai suhu 80 0C. Setelah suhu reaksi tercapai, filtrat Akemudian dimasukkan ke dalam reaktor labu dan reaksi dibiarkan berlangsung hingga sekitar 15 menit.Setelah waktu reaksi tercapai, seluruh isi reaktor dipindahkan ke dalam beaker gelas sambil dilakukanpenyaringan sehingga dihasilkan filtrat B.Sebagian dari filtrat B ini selanjutnya dikristalkan melalui pemanasan menggunakan oven vakum padasuhu 105 0C. Kristal garam yang dihasilkan kemudian dianalisis kandungan senyawa-senyawa

Page 77: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.75-78) 978-602-60766-3-2

77

komponennya melalui alat XRF dan secara argentometri untuk mengetahui kadar NaCl-nya. Seluruhbagian dari filtrat B yang tersisa kemudian disimpan didalam wadah tertutup untuk kemudiandimurnikan sekali lagi menurut metode rekristalisasi secara pengendapan.

(3) Pemurnian dengan metode rekristalisasi secara pengendapan menggunakan asam klorida pekatRekristalisasi secara pengendapan dilaksanakan melalui penambahan ion sejenis, yaitu ion Cl- (iondonor Cl- ). Ion Cl- yang didonorkan ke filtrat B berasal dari HCl pekat.Mula-mula sisa filtrat B yang diperoleh dari proses sebelumnya ditempatkan ke dalam beaker glass yangdiletakkan didalam ice bath didalam lemari asam. Suhu dijaga tetap dibawah nol. Asam klorida pekatkemudian ditambahkan tetes demi tetes sambil diaduk pelan hingga terbentuk kristal garam secukupnya.Larutan dalam beaker glass kemudian disaring dan kristal garam yang diperoleh dikeringkanmenggunakan oven vakum pada suhu 105 0C. Kristal garam kering yang dihasilkan kemudian dianalisiskandungan senyawa-senyawa komponennya melalui alat XRF dan kadar NaCl-nya secara titrasiargentometri.

3. HASIL DAN PEMBAHASANAnalisis Garam Bahan Baku Dan Garam Pembanding

Secara fisik, garam bahan baku yang digunakan terlihat berbentuk kristal kasar berwarna putihkusam keabu-abuan dengan ukuran kristal kira-kira 3 s/d 5 mm. Hal sebaliknya terlihat pada garampembanding merk Merck, yakni terlihat berwarna putih bersih dengan bentuk kristal yang lembut. Ke duajenis garam ini kemudian dianalisis menggunakan alat XRF untuk mengetahui kandungan komponen-komponennya dan dititrasi argentometri untuk mengetahui kandungan NaCl-nya. Pada Tabel 1 dapat dilihatdata analisis ke dua garam tersebut menggunakan alat XRF dan titrasi secara argentometri.

Sangat mengherankan, ternyata garam p.a dari Merck masih memiliki zat-zat pengotor walaupundalam jumlah yang sangat kecil sedangkan garam bahan baku, yang mana merupakan garam kasar produksirakyat kabupaten Jeneponto, seperti telah diduga sebelumnya memiliki banyak sekali zat-zat pengotor dengankadar NaCl yang rendah.

Tabel 1 : Data Analisis Garam Bahan Baku dan Garam Pembanding

FormulaKonsentrasi %b

Garam Murni (Pembanding) Garam Bahan BakuXRF Argentometri XRF Argentometri

Cl 80,62%

Kadar NaCl99,28 %

37,32%

Kadar NaCl79,56 %

Na2O 18,3% 28%SO3 0.78% 5,92%P2O5 0,09% 0.5%BaO 0,07% 0,18%Cs2O 0,05% -MgO - 19,2%SiO2 - 3,26%

Al2O3 - 2,67%K2O - 1,21%CaO - 1,13%

Fe2O3 - 0,17%La2O3 - 0,15%

Br - 0,09%Pembuatan Larutan Garam Jenuh

Larutan garam jenuh berhasil dibuat melalui pelarutan 520 g garam kasar ke dalam 1 L akuadestpada suhu 80 0C, kemudian disusul dengan penyaringan menggunakan kertas saring. Filtrat yang dihasilkanini kemudian menjadi objek pemurnian menggunakan Na2CO3 / NaOH dan sabun dari minyak kelapa sertapenambahan HCl pekat.Pemurnian Menggunakan Na2CO3 / NaOH

Proses pemurnian menggunakan bahan pengikat Na2CO3 / NaOH ini menghasilkan produk kristalgaram yang terlihat lebih putih dengan ukuran partikel yang lebih lembut dibandingkan dengan kristal garamsebelum pemurnian. Tabel 2 berikut memperlihatkan data analisis kristal garam yang dihasilkan denganmenggunakan alat XRF.

Tabel 2 Data Analisis Garam Termurnikan

FormulaKonsentrasi %b

1,5 g Na2CO3 1,5 g Na2CO3 2 g Na2CO3 2 g Na2CO3 1,5 g Na2CO3

Page 78: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.75-78) 978-602-60766-3-2

78

dan 1,5 mLNaOH 0,5 M

dan 3 mLNaOH 0,5 M

dan 3 mLNaOH 0,5 M

dan 2 mLNaOH 0,5 M

dan 2 mL NaOH0,5 M

Na2O 21,5 % 53,5 % 27,9 % 30,3 % 29,0 %Cl 72,01 % 23,72 % 55,65 % 50,41 % 65,39 %

K2O 1,10 % 1,03 % 0,69 % 0,68 % 1,29 %SiO2 - 2,25 % 1,75 % 1,55 % 1,51 %SO3 4,69 % 3,96 % 4,8 % 4,40 % 2,57 %Br 0,13 % - 0,06% - 0,18 %

MgO - 12 % 6 % 9,6 % -CaO 0,42 % 0,92 % 0,4 % 0,35 % -P2O5 - 0,46 % 0,6 %- 0,50 % -BaO - 0,16 % 0,06 % 0,08 % -Cs2O - 0,05% - - -Al2O3 - 1,56 % 1,86 % 1,68 % -Fe2O3 - 0,11% 0,08 % 0,02 % -

Memperhatikan data yang didapat, proses pemurnian larutan garam jenuh menggunakan bahanpengikat Na2CO3 / NaOH telah berhasil menyingkirkan banyak zat-zat pengotor. Jumlah bahan pengikat yanglebih banyak ternyata tidak selalu memberikan efek positif pada pengikatan zat-zat pengotor garam.Meskipun demikian, penggunaan 1,5 gram Na2CO3 dan 1,5 mL NaOH 0,5 M telah menghasilkan garamdengan kualitas terbaik dan dapat dipertimbangkan sebagai jumlah bahan pengikat yang optimum. Prosespemurnian kemudian dilanjutkan dengan menggunakan bahan pengikat berupa sabun yang dibuat dariminyak kelapa dan NaOH.Pemurnian Menggunakan Sabun Dari Minyak Kelapa Dan Penambahan HCl Pekat

Proses pemurnian garam menggunakan bahan pengikat Na2CO3 / NaOH dan dilanjutkan denganmenggunakan sabun dari minyak kelapa ternyata hanya menghasilkan produk kristal garam yang terlihatmirip dengan kristal garam hasil pemurnian dengan hanya menggunakan bahan pengikat Na2CO3 / NaOHsaja. Selanjutnya, ketika HCl pekat telah ditambahkan, terbentuklah secara perlahan-lahan kristal putih yangsangat lembut. Kristal tersebut kemudian disaring dan dikeringkan dengan menggunakan oven. Tabel 3berikut memperlihatkan hasil analisis secara titrasi argentometri dalam rangka penentuan kadar NaCl padake- dua kristal diatas.

Tabel 3 Data Analisis Garam TermurnikanSampel Kadar NaCl %b

Kristal hasil pemurnian menggunakan Na2CO3 / NaOH dan 40 g sabun 95,8 %Kristal hasil pemurnian menggunakan Na2CO3 / NaOH dan 40 g sabun sertapenambahan HCl pekat

98,6 %

Memperhatikan data pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3 di atas, maka dapat disimpulkan bahwamelalui proses pemurnian secara bertingkat mulai dari pelarutan menjadi larutan garam jenuh, penyaringan,reaksi kimia dengan bahan pengikat Na2CO3 / NaOH , penyaringan, reaksi kimia dengan bahan pengikatsabun dari minyak kelapa dan penyaringan, garam kasar dapat ditingkatkan kualitasnya menjadi garam sesuaiSNI tentang garam konsumsi, dan lagi melalui penambahan HCl pekat dapat ditingkatkan kualitasnyamenjadi garam sesuai SNI tentang garam industri.4. KESIMPULAN1) Garam kasar produksi petani garam dapat ditingkatkan kualitasnya menjadi setara SNI tentang garam

konsumsi melalui serangkaian proses seperti pelarutan, penyaringan, reaksi kimia dengan bahan pengikatNa2CO3 / NaOH dan sabun dari minyak kelapa.

2) Garam konsumsi dapat ditingkatkan kualitasnya menjadi garam industri melalui proses rekristalisasisecara pengendapan menggunakan penambahan HCl pekat.

5. DAFTAR PUSTAKAAbu Khader, M.M., 2004, “Viable Engineering Options To Enhance The NaCl Quality From The Dead Sea In Jordan”, Journal of

Cleaner ProductionElliot, D. 1999.“Primary Brine Treatment”. Eltech Chlorine/Chlorate Seminar Technology Bridge To The Millenium. Ohio:

ClevelandSaksono, N. 2000.“Pengaruh Pencucian Terhadap Kandungan Zat Pengotor Hidroskopis dan Zat Pereduksi”.Bandung: Deperindag

& PPAU Mikroelektronika ITB.Widayat. 2009. Production Of Industry Salt With Sedimentation-Microfiltration Process: Optimation Of Temperatur And

Concentration By Using Surface Response Methodhology. Jurnal Teknik, (Online), Vol.3, No.1, ISSN 0852-1697.Yulistiono, S. dan Manga, J., 2016. Pemurnian Garam Kasar Menggunakan Bahan pengikat Zat-Zat Pengotor. Prosiding Seminar

Nasional Teknologi Industri IV 2016. ISBN : 978-602-60451-0-2

Page 79: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.79-82) 978-602-60766-3-2

79

ESTERFIKASI ASAM LEMAK PALMITAT MENJADI ETIL ESTER MENGGUNAKANKATALIS PADAT SO4

2-/TiO2

Joice Manga1), Wahyu Budi Utomo 2)

1),2) Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

This research proposes the synthesis of SO42-/TiO2 heterogeneous catalysts and their application to the manufacture of

biodiesel from palmitic fatty acid through the esterification chemical reaction pathway using ethanol. This SO42- / TiO2

material performs as a super acidic heterogeneous catalyst. This catalyst, has demonstrated its performance in theesterification reaction of palmitic acid into a palmitic acid ester with a conversion of 97.09%. The SO4

2- / TiO2 materialis a heterogeneous catalyst that can be applied in the processing of biodiesel from raw materials with high free fatty acidcontent. This has an effect on improving the mastery of biodiesel production technology. In addition, the catalystmaterial is environmentally friendly and economical so it can contribute to the increase of national energy security. Theresearch activity begins with catalyst synthesis, followed by applying the catalyst to the esterification chemical reaction.The ester analysis obtained using GC-MS and obtained ester product 97,09%. Analysis of biodiesel properties forviscosity at 40 ° C and density at 15 ° C obtained 2.051 mm2 / s (cSt) and 0.8448 g / cm3.

Keywords: heterogeneous acid catalyst, esterification, biodiesel, ethyl ester

1. PENDAHULUANBiodiesel termasuk dalam kategori ”bahan bakar hijau” karena memiliki beberapa kelebihan daripada

minyak diesel petroleum. Biodiesel adalah bahan bakar cair yang aman, terbarukan, tidak beracun, ramahlingkungan dengan tanpa kandungan sulfur dan sebagai pelumas yang berguna bagi perawatan mesin. Selainitu, biodiesel memiliki angka setana yang relatif tinggi (sekitar 60) dibandingkan minyak diesel (hanya 40).Titik nyala biodiesel yang tinggi (>130°C) menunjukkan bahwa bahan bakar ini aman untuk digunakan.Selain itu, emisi gas buang yang dihasilkan biodiesel (hidrokarbon; 70% relatif rendah, CO2; 80% lebihsedikit, dan material partikulat 50%) lebih kecil dari bahan bakar diesel petroleum (Kulkarni et al., 2007,Balat dan Balat, 2008).

Biodiesel diprediksi akan menggantikan peran minyak solar/diesel dikemudian hari, jika minyakbumi telah menipis atau habis. Sementara itu, tingkat konsumsi biodiesel dari tahun-ke tahun di seluruh duniaditengarahi terus meningkat. Di Indonesia sendiri, biodiesel telah digunakan dengan cara dicampur denganminyak solar untuk menggerakkan kendaraan-kendaraan bermesin diesel. Dalam rangka meningkatkanketahanan energi Indonesia melalui penggunaan energi terbarukan yang bersih dan salah satunya adalahbiodiesel, maka penelitian pembuatan biodiesel dari minyak atau asam lemak bebas masih perlu dilakukan.

Perkembangan teknologi pembuatan biodiesel kini menghadapi tantangan baru, yakni adanyatuntutan yang makin kuat akan lingkungan yang bersih tanpa polusi. Dulu, proses pembuatan biodieseldibantu dengan menggunakan katalis cair yang bersifat basa atau asam. Penggunaaan katalis-katalis cairdiatas hanya sekali pakai saja dan akan menghasilkan limbah kimia yang berbahaya jika langsung dibuang dialam sekitar. Selain daripada itu, proses produksi juga direpotkan dengan proses pencucian produk danalcohol recovery yang harus dilakukan sehingga berujung pada mahalnya produk biodiesel.

Biodiesel pada awalnya diproduksi melalui jalur reaksi kimia transesterifikasi trigliserida yangterdapat pada minyak nabati atau lemak hewani dengan bantuan katalis kimia yang berupa basa kuat, sepertinatrium hidroksida atau kalium hidroksida. Sedangkan jalur reaksi kimia esterifikasi asam lemak bebasdilakukan dengan bantuan katalis kimia yang berupa larutan asam kuat, seperti asam sulfat, atau asamklorida. Katalis basa atau asam yang cair ini disebut katalis homogen karena saat terjadi reaksi pembentukanbiodiesel, katalis berupa fase cair yang sama dengan trigliserida atau asam lemak bebas. Katalis-katalishomogen ini dapat mengkonversi trigliserida atau asam-asam lemak menjadi biodiesel jenis metil ester dariasam lemak (FAME) dengan kuantitas produk yang tinggi, waktu yang singkat dan biaya yang rendah.Namun penggunaan katalis homogen umumnya memiliki kelemahan, karena pengambilan kembali katalisdari produk sulit dilakukan. Setelah reaksi selesai, katalis seharusnya dinetralkan atau dipisahkan denganmenggunakan air panas dalam jumlah yang besar, yang pada akhirnya menghasilkan limbah cair industri

1Koresponding : Joice Manga, Telp. 082344666788, [email protected]

Page 80: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.79-82) 978-602-60766-3-2

80

dalam jumlah yang besar. Katalis homogen basa atau asam ini juga besifat korosif terhadap peralatansehingga menimbulkan permasalahan tersendiri.

Katalis heterogen dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan dalam memproduksi biodiesel,karena katalis ini tidak korosif, tidak beracun, dan mudah dipisahkan dari campuran produk. Selain itu,penggunaan yang berulang kali memungkinkan untuk dilakukan sehingga proses pembuatan biodieselmenjadi makin ekonomis. Saat ini, banyak katalis padat (heterogen) yang telah disintesis dan memilikikeunggulan dan kelemahan yang dapat diidentifikasi. Katalis tersebut umumnya hanya spesifik dapatditerapkan pada salah satu proses reaksi esterifikasi atau transesterifikasi saja, bergantung pada bahan bakuminyak atau asam lemak yang akan diproses menjadi biodiesel. Menurut Refaat, 2012 oksida logam dapatdigunakan sebagai katalis heterogen pada reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi alkil ester asam lemak.Jenis-jenis oksida logam tersebut adalah oksida logam alkali, oksida logam alkali tanah, oksida logam transisidan oksida logam campuran. Selain sebagai situs aktif, oksida logam dapat dimodifikasi menjadi penyanggaatau matriks katalis.

Preparasi katalis heterogen termodifikasi telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Zabeti et al. (2009)mensintesis katalis heterogen sulfat titanium oksida (SO4

2-/TiO2) dan telah menggunakannya pada reaksiesterifikasi atau reaksi transesterifikasi. Katalis SO4

2-/TiO2 merupakan katalis heterogen padat asam danmemiliki performa untuk kedua reaksi tersebut. Oksida logam transisi (titanium oksida) berfungsi sebagaisitus aktif katalis dan bersifat asam. Proses preparasi katalis ditetapkan menggunakan metode impregnasidengan pertimbangan bahwa situs aktif akan terdifusi dengan baik dan tahapan perlakuan tidak akanmenyebabkan kerusakan pada struktur penyangga. Katalis SO4

2-/TiO2 yang dihasilkan diuji performanyaterhadap reaksi esterifikasi pada asam palmitat. Pereaksi yang digunakan etanol dan produk utama yangdihasilkan adalah etil ester /biodiesel. Performa katalis terhadap reaksi esterifikasi dilakukan dengan analisisproduk melalui pengujian GC-MS dan analisis standar biodiesel yang meliputi densitas dan viskositas.

2. METODE PENELITIANBahan dan Alat Penelitian

Pada proses modifikasi dan preparasi katalis dibutuhkan bahan Titanium Dioksida (Merck) danH2SO4 2 M, dan alat-alat penelitian seperti termometer, neraca analitik, motor dan batang pengaduk,penyaring vakuum, kertas saring, dan tanur (furnace) dan sejumlah wadah dan gelas-gelas kimia. Pada prosesreaksi esterifikasi untuk produksi biodiesel dibutuhkan bahan-bahan seperti etanol 96% (Merck), asampalmitat (Merck), dan alat-alat penelitian seperti reaktor labu leher 3 yang dilengkapi dengan thermometersetting, reflux condensor, heating mantle, motor dan batang pengaduk, neraca analitik, hot plate, gelas-gelaskimia secukupnya.Preparasi dan Pengujian Katalis Padat

Mula-mula 30 gram TiO2 direndam di dalam H2SO4 2M. Campuran kemudian diaduk terus selama6 jam dengan kecepatan 300 rpm. Padatan tersebut dikeringkan di dalam oven selama 24 jam pada suhu 1050C dan dilanjutkan dengan kalsinasi di dalam tanur pada suhu 500 0C selama 4 jam.

Katalis padat yang dihasilkan ini selanjutnya akan diuji keaktifannya pada reaksi kimiapembentukan biodiesel jenis etil ester, dimana akan dibuktikan pada reaksi esterifikasi.Reaksi Esterifikasi Asam Palmitat menjadi Biodiesel Etil Ester

Mula-mula 10 gram asam lemak palmitat dicairkan dengan menggunakan hot plate, kemudiansetelah mencair dimasukkan ke dalam reaktor labu yang dikondisikan pada suhu 80 0C dengan kecepatanpengaduk 250 rpm. Berturut-turut kemudian dimasukkan sejumlah etanol dengan rasio molar terhadap asamlemak palmitat sebesar 20 dan sejumlah katalis padat dengan rasio berat terhadap asam lemak palmitatsebesar 15%. Setelah reaktor dihidupkan dan mencapai kondisi operasi yang diinginkan, ditetapkanlah waktumulai reaksi selama 4 jam.

Setelah waktu reaksi tercapai, reaktor dimatikan dan didinginkan lalu semua material dalam reaktordikeluarkan dan langsung dilakukan pemisahan katalis dengan menggunakan penyaring Buchner. Filtrat yangdiperoleh kemudian ditempatkan di corong pisah untuk menjalani proses settling secara grafitasi. Produk etilester yang diperoleh kemudian dipanaskan dan ditampung dalam wadah berpenutup rapat dan diberi label.Analisis penentuan %yield etil ester pada produk untuk setiap percobaan dilakukan dengan menggunakanGC-MS (GCMS-QP2010 ULTRA SHIMADZU).

Produk yang memiliki %yield tertinggi akan dilakukan analisis penentuan sifat-sifat fisis dan kimiameliputi densitas pada 150C dan viskositas kinematik pada 40 0C.

Page 81: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.79-82) 978-602-60766-3-2

81

3. HASIL DAN PEMBAHASANKatalis heterogen SO4

2-/TiO2 telah diaplikasikan pada reaksi esterifikasi asam palmitat. Percobaandilaksanakan pada variasi % b/b katalis terhadap asam palmitat. Hasil yang diperoleh dianalisismenggunakan GC-MS untuk mengidentifikasi jenis ester yang dihasilkan beserta kuantitasnya. Tabel 1menunjukkan bahwa pada percobaan yang menggunakan katalis 15% b/b dapat mengkonversi asam palmitatmenjadi etil ester palmitat sebesar 90,81% .

Tabel 1. Data Analisis Biodiesel Menggunakan GC-MSNo.

PercobaanKuantitas

KatalisWaktuReaksi

RasioEtanol

Hasil Analisis

1 10% 4 jam 20 molar 88,17% Etil Ester , Asam Heksadekanoat (gambar 1)

2 15% 4 jam 20 molar 90,81% Etil Ester ,Asam Heksadekanoat (gambar 2)

Gambar 1 : Peak Report TIC Pada Penggunaan Katalis 10 %

Gambar 2 : Peak Report TIC Pada Penggunaan Katalis 15 %Hasil analisis GC-MS juga menunjukkan bahwa penggunaan katalis sebanyak 15% b/b adalah yang

terbaik. Jika ditinjau performa katalis melalui reaksi esterifikasi asam palmitat menjadi etil ester asampalmitat, maka penggunaan katalis sebanyak 15% lebih baik daripada 10%. Reaksi esterifikasi telah berhasil

Page 82: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.79-82) 978-602-60766-3-2

82

mengkonversi asam palmitat ester (metil ester dan etil ester) sebanyak 97,09%. Hal ini dapat dilihat padaGambar 2, dimana terdapat puncak-puncak dengan retensi time yang umumnya mengidentifikasi etil ester.Selain itu pada data juga diperlihatkan bahwa luas total area etil ester adalah 654624449 dengan % area 93,64yang sangat dominan jika dibandingkan dengan luas area metil ester 41492346 dengan % area 4,22.Sedangkan untuk percobaan dengan katalis 10%b/b pada Gambar 1, menghasilkan puncak yang lebihbanyak. Beberapa puncak tersebut mengidentifikasi adanya senyawa bukan ester (FAME dan FAEE). Hal inimenunjukkkan performa dari katalis yang belum optimum. Kehadiran produk selain FAME dan FAEE jugadapat mempengaruhi kualitas biodiesel. Lee et al., 2014 menyatakan bahwa alkil ester yang berasal dari asampamiltat dan stearat memilki angka setana lebih besar dari 80, sedangkan alkil ester dari asam oleat, linoleat,dan linolenat memilki angka setana beturut-turut 55 - 58, 40 dan 25.

Gambar 1 memperlihatkan % area Etil Ester Asam Heksadekanoat 88,17 atau konversi asam palmitatmenjadi etil ester asam palmitat 88,17%. Semakin tinggi konversi asam palmitat menjadi metil ester asampalmitat atau etil ester palmitat maka termasuk kategori biodiesel berkualitas. Hal ini memungkinkanbiodiesel tersebut memiliki angka setana yang tinggi dan dapat sebagai aditif bila disubsitusi pada bahanbakar solar. Produk ester dianalisis juga densitas pada 150C dan viskositas 400C sebagai standar biodiesel.Hasil analisis yang diperoleh berturut-turut 0,8448 g/cm3 dan 2,051 mm2/s (cSt). Hasil analisis viskositas dandensitas telah dapat menunjukkan bahwa melalui reaksi esterifikasi dan dengan bantuan katalis heterogenSO4

2-/TiO2, serbuk asam palmitat dan etanol telah berhasil terkonversi menjadi etil ester asam palmitat.

4. KESIMPULANBerdasarkan percobaan yang dilakukan, dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1) Material SO42-/TiO2 yang dihasilkan pada penelitian ini, merupakan katalis heterogen super asam yang

memiliki performa pada reaksi esterifikasi terhadap asam palmitat menjadi etil ester asam palmitat.2) Hasil analisis menggunakan GC-MS menunjukkan bahwa penggunaan SO4

2-/TiO2 15%b/b pada reaksiesterifikasi asam palmitat menghasilkan produk ester 97,09%. Ester yang dihasilkan terdiri dari metil ester4,22% dan etil ester 93,64%.

3) Analisis ester sebagai biodiesel dilakukan untuk densitas pada 150C dan viskositas pada 400C dandiperoleh 0,8448 g/cm3 dan 2,051 mm2/s (cSt) dan nilai ini memenuhi standar untuk biodiesel.

5. DAFTAR PUSTAKA

Balat, M., Balat, H., 2008. A critical review of bio-diesel as a vehicular fuel. Energy Convers. Manag. 49, 2727–2741.doi:10.1016/j.enconman.2008.03.016

Kulkarni, M.G., Dalai, A.K., Bakhshi, N.N., 2007. Transesterification of canola oil in mixed methanol/ethanol systemand use of esters as lubricity additive. Bioresour. Technol. 98, 2027–2033. doi:10.1016/j.biortech.2006.08.025

Lee, A., A. Bennett, J., C. Manayil, J., Wilson, K., 2014. Heterogeneous catalysis for sustainable biodiesel productionvia esterification and transesterification. Chem. Soc. Rev. 43, 7887–7916. doi:10.1039/C4CS00189C

Refaat, A.A., 2012. 5.13 - Biofuels from Waste Materials, in: Sayigh, A. (Ed.), Comprehensive Renewable Energy.Elsevier, Oxford, pp. 217–261.

Zabeti, M., Wan Daud, W.M.A., Aroua, M.K., 2009. Activity of solid catalysts for biodiesel production: A review. FuelProcess. Technol. 90, 770–777. doi:10.1016/j.fuproc.2009.03.010

Page 83: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.83-86) 978-602-60766-3-2

83

KONSENTRASI PENGAWET PARABEN PADA PRODUK PERAWATAN TUBUH

Nur Qadri Rasyid1) Muawanah2) Rahmawati3)

1),2),3)Dosen Akademi Analis Kesehatan Muhammadiyah, Makassar

ABSTRACT

Preservatives The alkyl esters of p-hydroxybenzoic acid (parabens) are effective as antimicrobials, especiallyagainst fungi and yeasts. Although beneficial as a preservative, studies have linked parabens with some moderate sideeffects such as cancer, infertility, and miscarriage. This study aims to determine the paraben concentration in 20 samplesof body care products with thin layer chromatography (KLT) and UV-Vis spectrophotometer. Results from two parabentypes (methyl paraben and propyl paraben) were 10 positive samples containing methyl paraben with an averageconcentration of 0.038 ± 0.03% and 4 positive samples containing propyl paraben with an average concentration of0.019 ± 0.01 %, a mixture of 0.058 ± 0.05%. Paraben versions show the paraben metap rate present at the highest leveland sample of 50% of total body care products containing and having higher concentrations in the product.

Keywords: Paraben, body care products, TLC, UV-Vis Spectrophotometer

1. PENDAHULUANProduk-produk perawatan tubuh adalah bagian dari kebutuhan sehari-hari yang tidak terpisahkan dari

gaya hidup modern. Produk tersebut memiliki banyak manfaat untuk memperindah, meremajakan danbahkan menyehatkan rambut dan kulit. Namun, sebagian produk tersebut mengandung bahan-bahan kimiaberbahaya yang pada pemakaian kontinyu akhirnya dapat menimbulkan gangguan yang serius pada kondisikesehatan pemakainya. Meski pada umumnya gangguan kesehatan ini dapat muncul dan merupakan efekjangka panjang setelah pemakaian produk kontinyu. Mengenali dan melihat jenis kandungan dan komposisiproduk perawatan tubuh yang dibeli dan digunakan setiap hari, diharapkan tidak timbul dampak negatif daripenggunaan produk tersebut. Salah satu bahan kimia sintetik yang digunakan pada banyak produk perawatantubuh adalah Paraben.

Paraben adalah ester dari asam para-hidroksibenzoat sebagai bahan antibakteri yang ditambahkan kebanyak produk konsumen untuk mengurangi kontaminasi bakteri. Hal ini dapat ditemukan pada produkperawatan tubuh seperti, sabun, pasta gigi, dan deodoran (Błedzka et al., 2014). Paraben yang tersedia secarakomersial meliputi metilparaben, etilparaben, propilparaben, butilparaben dan benzilparaben. Di antara jenisparaben tersebut, metil paraben dan propil paraben adalah yang paling sering hadir dalam produk perawatantubuh (Núñez et al., 2008). Secara umum, dengan bertambahnya panjang rantai alkil, resistensi larutanparaben terhadap hidrolisis meningkat (Masten, 2005). Sifat antibakteri Paraben berbanding lurus denganpanjang rantai gugus ester. Namun, bersamaan dengan bertambahnya panjang rantai alkil, nilai koefisienpartisi oktanol-air meningkat, yang berakibat pada penurunan kelarutan dalam air (Jewell et al., 2007). Olehkarena itu, jika paraben utuh masuk ke dalam tubuh manusia, maka paraben kemungkinan dapat terakumulasidalam komponen lemak dari jaringan tubuh. Berdasarkan National Report on Human Exposure toEnvironmental Chemicals tahun 2013 mendeteksi keterpaparan metil dan propil paraben masing-masing99,1% dan 92,7% partisipan, sedangkan butil paraben terdeteksi pada 40% partisipan.

Produk paraben digunakan secara kombinasi lebih dari satu jenis paraben. Di negara-negara UniEropa, kandungan paraben yang diijinkan dalam produk kosmetik adalah 0,4% untuk ester tunggal dan 0,8%untuk campuran semua paraben (Regulation (EC) No. 1223, 2009). Badan Pengawasan Obat dan MakananAmerika Serikat (Food and Drug Administration, FDA) dan Kanada (Health Canada) merekomendasikanambang yang sama untuk Paraben. Namun, tidak ada undang-undang yang mengatur konsentrasi parabendalam kosmetik di negara-negara tersebut (Kirchhof dan de Gannes, 2013). Konsentrasi paraben maksimumyang diizinkan di Jepang sama dengan 1,0% (Masten, 2005). Pada tahun 2011, pemerintah Denmarkmemutuskan untuk membatasi penggunaan paraben dan melarang penggunaan beberapa paraben sepertipropil, isopropil, butil dan isobutil-paraben dalam produk perawatan pribadi yang ditujukan untuk anak-anakdi bawah 3 tahun (SCCS, 2011).

Paparan manusia yang serius terhadap paraben telah menyebabkan distribusi yang luas di berbagaisampel biologis manusia, termasuk urin, serum, ASI, jaringan plasenta dan cairan ketuban (Hines et al.,

1 Korespondensi: Nur Qadri Rasyid, Telp 085242515145, [email protected]

Page 84: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.83-86) 978-602-60766-3-2

84

2015; Philippat et al., 2013; Valle-Sistac et al. , 2016). Selain itu, paraben pada komponen lemak jaringantubuh manusia juga ditemukan, yang menunjukkan bahwa bioakumulasi dapat berpotensi mempengaruhipengendapan lemak (Wang et al., 2015). Manusia mungkin terpapar bahan kimia di lingkungan melaluipenyerapan, inhalasi, dan penyerapan kulit, dan penyerapan kulit mungkin merupakan jalur paraben yangpaling penting karena penggunaannya yang meluas pada produk perawatan pribadi (CIR Expert Panel, 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Barr et al. (2011) menunjukkan bahwa terdapat ester asam p-hidroksibenzoat (paraben) yang ditemukan di empat lokasi di seluruh bagian payudara pada penderita kankerpayudara primer di Inggris antara tahun 2005 dan 2008. Secara keseluruhan jenis paraben yang tertinggi yaitun-propil paraben dan metilparaben dan tingkat yang lebih rendah untuk n-butilparaben, etilparaben danisobutilparaben. Meskipun sumber paraben tidak dapat diidentifikasi dalam jaringan payudara manusia,Darbre dan Harvey menyarankan bahwa penyerapan tingkat rendah dermal dari produk perawatan pribadiditerapkan pada daerah payudara dalam jangka panjang mungkin telah berkontribusi dalam perkembangankanker payudara (Darbre et al., 2004).

Di Indonesia kebutuhan penggunaan paraben dalam produk perawatan tubuh masih digunakan untukmemperpajang masa pakai produk. Kebutuhan akan bahan kimia ini sebagai antimikrobial kemungkinanmasih terdapat di beberapa produk perawatan tubuh seperti pada krim wajah, lotion, sabun mandi, sampo danbeberapa produk perawatan tubuh lain yang memiliki komposisi berupa propil paraben dan metil paraben,maupun yang dalam bentuk campuran. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian awal untuk menetapkan kadarparaben yang digunakan dalam beberapa produk perawatan tubuh sehingga dapat digunakan sebagai acuanuntuk penelitian lanjutan ke tingkat toksisitas paraben terhadap pajanan dalam tubuh manusia. Penetapankadar paraben dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotometri UV-Vis.2. METODE PENELITIAN.AlatInstrumentation used is UV-Vis Spectrophotometer with a wavelength of 254 nm, an analytical balance,Labu ukur 25 ml dan 50 ml, rotafavour, pipet tetes, plat KLT, Oven, desikator, sendok tanduk, chembeerKLT, lampu UV, gelas ukur, gelas kimia, corong pisah, erlenmeyer, gunting, kuvet, pipet kapiler.BahanSampel produk perawatan tubuh, metanol, silika gel, toluen, asam asetat glasial, plat KLT, larutan deretstandar, larutan baku metil paraben, propil paraben, aquades.Preparasi sampel

Mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan, pada setiap sampel dibuka kemasan kemudianmenimbang 10 gram sampel body scrub dicairkan terlebih dahulu dengan menggunakan metanol. Kemudiandi ekstraksi dengan metanol dan dilakukan secara triplo (tiga kali) dengan volume 20 ml: 20 ml: 10 ml.Kemudian mengambil fase metanol dengan cara penyaringan. Selanjutnya dipekatkan dengan alat rotafavourhingga volume larutan sebanyak 25 ml. Lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml dan dicukupkanvolumenya dengan penambahan metanol sampai tanda batas dan di lakukan pengujian KLT (KromatografiLapis Tipis).

Deteksi dan Diferensiasi Paraben dengan kromatografi lapis tipis (KLT)Eluen dibuat dengan perbandingan larutan toluene:CH3COOH glasial 80:20, kemudian jenuhkan

dengan cara menggantungkan kertas saring pada penutup chembeer yang telah berisi eluen hingga kertassaring menjadi lembab ( ± 30 menit) kemudian kertas saring di angkat. Selanjutnya lakukan penotolansampel dan standar pada plat KLT. Kemudian plat KLT dimasukkan ke dalam chembeer yang berisi eluendan tunggu hingga eluen mencapai jarak tambak (15 cm). Kemudian plat KLT diangkat dan dikeringkandalam oven pada suhu 80ºC selama 10 menit. Kemudian plat KLT di baca menggunakan lampu UV denganpanjang gelombang 254 nm dan bandingkan pick/noda sampel dan noda standar. Perhatikan secara visual(warna dan Rf). Apabila ada kesamaan warna pada standar dan sampel artinya hasil positif(+) makadilanjutkan pengujian kuantitaitf.

Penentuan Konsentrasi Paraben dengan Spektrofotometer UV-VisEkstraksi metil dan propil dilakukan dengan kromatografi lapis tipis. Kemudian penentuan kadar

metil dan propil paraben diperiksa dengan Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis). Kadar metil parabendan propil paraben dalam sampel dihitung berdasarkan kurva baku yang diperoleh (perhatikan jika ada faktor

Page 85: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.83-86) 978-602-60766-3-2

85

pengenceran, dan absorbansi sampel harus berada pada kisaran absorbansi baku). Perhitungan konsentrasimetil dan propil paraben dalam persen (%):% paraben = Konsentrasi paraben x Volume akhirBerat sampel x fp3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam percobaan eksplorasi awal dilakukan untuk mendeteksi dan membedakan jenis paraben diproduk perawatan tubuh menggunakan prosedur ekstraksi dengan kromatografi lapis tipis terhadap standarparaben. Metilparaben dan n-propylparaben ditotolkan pada plat KLT dan dapat dideteksi di bawah sinarultraviolet. Dengan kondisi ini semua standar paraben akan beretensi ke posisi yang sama, yaitu rata-rata, Rf0,47 ± 0,03 jarak ke pelarut. Produk perawatan tubuh yang mengandung metil dan propil paraben akanterlihat di bawah sinar ultraviolet pada posisi relatif sama dengan standar paraben. Dari perbandingantersebutterdapat 10 sampel yang positif mengandung metil paraben dan 4 sampel positif mengandung propil.Berdasarkan hasil awal ini kemudian dilakukan identifikasi jenis paraben secara lebih terperinci olehSpektrofotometer UV-Vis.

Analisis kadar metil dan propil paraben secara spektrofotometer UV-Vis dilakukan dengam membuatkurva kalibrasi antara absorban dengan konsentrasi larutan baku masing-masing paraben, dan dihitung kadardengan persamaan garis regresi kurva kalibrasi. Hasilnya menunjukkan dari dua jenis paraben (metil parabendan propil paraben) yang diidentifikasi terdapat 10 sampel yang positif mengandung metil paraben dengankonsentrasi rata-rata 0,038±0,03% dan 4 sampel positif mengandung propyl paraben dengan konsentrasi rata-rata 0,019±0,01%, mixture 0,058 ±0,05% (tabel 1). Perbandingan paraben menunjukkan bahwa metilparaben hadir pada tingkat tertinggi dan mewakili 50% dari total produk perawatan tubuh yang diidentifikasiserta memiliki konsentrasi yang lebih tinggi di setiap produk.

Tabel 1. Konsentrasi Paraben pada sampel kosmetik

Paraben Konsentrasi (%)

Metyl Paraben 0,038 ± 0,03

Propil Paraben 0,019 ± 0,01

Mixture : Metyl ParabenPropyl Paraben

0,058 ± 0,05

Mean ± sd, n = 20Produk perawatan tubuh sebanyak 20 sampel yang diidentifikasi terdapat 50% merk yang

menggunakan metil paraben dan 20% mengunakan propil paraben. Nilai ini menunjukkan angka yang tinggimengingat produk perawatan tubuh yang digunakan konsumen sekitar 1-5 produk yang berbeda setiapharinya. Hal ini dapat memicu penyerapan paraben secara dermal. Berdasarkan data Scientific Committee onConsumer Safety (SCCS) telah merekomendasikan untuk mengurangi konsentrasi maksimum paraben dalamkosmetik dari 0,4% menjadi 0,19%. Konsentrasi ini merupakan konsentrasi untuk satu produk perawatantubuh. Namun, konsumen yang notabennya adalah wanita menggunakan lebih dari satu produk perawatantubuh sehingga kemungkinan untuk terpajan paraben perhari lebih besar. Sedangkan Pada tahun 2011,pemerintah Denmark memutuskan untuk membatasi penggunaan paraben dan melarang penggunaanbeberapa paraben seperti propil, isopropil, butil dan isobutil-paraben dalam produk perawatan pribadi yangditujukan untuk anak-anak di bawah 3 tahun (SCCS, 2011).

Menurut Ilsa Gosen et al. 2014 metilparaben, yang digunakan pada sebagian besar produk perawatantubuh, dalam jumlah tertinggi menyebabkan paparan eksternal sebesar 2,32 mg/kg bb/ hari pada anak kecil.Paparan ekstern propilparaben adalah sekitar setengah dari jumlah metilparaben, sementara anak-anakterpajan etil dan butilparaben masing-masing sebesar 0,36 mg/kg bb/hari dan 0,47 mg/kg bb/hari. Fraksipenyerapan kulit paraben tertinggi dilaporkan dari kulit manusia. Dari empat paraben, methylparabenmemiliki eksposur internal agregat tertinggi 1,01 mg / kg bb / hari. Paparan propilparaben diperkirakan 0,41mg / kg bb / hari, sedangkan paparan etil dan butilparaben sama dengan 0,20 mg / kg bb / hari.

4. KESIMPULANDari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa dari 10 sampel yang positif

mengandung metil paraben dengan konsentrasi rata-rata 0,038±0,03% dan 4 sampel positif mengandung

Page 86: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.83-86) 978-602-60766-3-2

86

propyl paraben dengan konsentrasi rata-rata 0,019±0,01%, mixture 0,058 ±0,05%. Perbandingan parabenmenunjukkan bahwa metil paraben hadir pada tingkat tertinggi dan mewakili 50% dari total produkperawatan tubuh yang diidentifikasi serta memiliki konsentrasi yang lebih tinggi di setiap produk.

5. DAFTAR PUSTAKABłędzka, D.Gromadzińska, J.Wąsowicz, W., 2014., Parabens.Fromenvironmental studies to human health, Environ.Int,

no. 67, hal 27–42.Barr, L. Metaxas, G. Harbach, CA, Savoy LA, Darbre PD., 2012, Measurement of paraben concentrations in human

breast tissue at serial locations across the breast from axilla to sternum, J Appl Toxicol,no. 32, hal 219–232.CIR Expert Panel, 2008, Final amended report on the safety assessment of methyl-paraben, ethylparaben,

isopropylparaben, butylparaben, isobutylparaben, and benzylparaben as used in cosmetic products, Int J Toxicol, no.27(Suppl.4), hal 1–82.

Darbre PD, Aljarrah A, Miller WR, Coldham NG, Sauer MJ, Pope GS, 2004, Concentrations of parabens in humanbreast tumours. J Appl Toxicol, no. 24(1),hal 5-13.

Fourth National Report on Human Exposure to Environmental Chemicals,updated tables. Department of Health andHuman Services, Centers for DiseaseControl and Prevention; 2013.

Gosens, Ilse. Delmaar, Christiaan J.E. Burg Wouter ter. Heer, Cees de and Schuur, A. Gerlienke. 2014. Aggregateexposure approaches for parabens in personal care products: a case assessment for children between 0 and 3 yearsold. Journal of Exposure Science and Environmental Epidemiology, no. 24, hal 208–214.

Jewell C, Prusakiewicz JJ, Ackermann C, Payne NA, Fate G, Voorman R, et al., 2007. Hydrolysis of a series ofparabens by skin microsomes and cytosol from human and minipigs and in whole skin in short-term culture. ToxicolAppl Pharmacol, no. 225, hal 221–228.

Masten SA, 2005, Butylparaben review of toxicological literature butylparaben, Rev Toxicol Lit, no. 8, hal 1–64.Núñez L, Tadeo JL, García-Valcárcel AI, Turiel E, 2008, Determination of parabens in environmental solid samples by

ultrasonic-assisted extraction and liquid chromatography with triple quadrupole mass spectrometry, J Chromatogr A,no. 1214, hal 178–82.

Regulation (EC) No. 1223, 2009 of the European Parliament and of the Council;30 November 2009. Fourth NationalReport on Human Exposure to Environmental Chemicals,updated tables. Department of Health and Human Services,Centers for Disease Control and Prevention; 2013.

Scientific Committee on Consumer Safety (SCCS). 2011. Clarification on Opinion SCCS/1348/10 in the light of theDanish clause of safeguard banning the use of parabens in cosmetic products intended for children under threeyears of age. Brussels, Belgium: The European Commission (EC). Report No.: 1446.

6. UCAPAN TERIMAKASIHPenulis menyampaikan apresiasi terdalam kepada DIKTI yang telah mendanai penelitian ini melalui

program Penelitian Dosen Pemula DRPM 2017

Page 87: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.87-92) 978-602-60766-3-2

87

PENGARUH DAYA MICROWAVE TERHADAP PENINGKATAN RENDEMEN MINYAKNILAM (POGOSTEMON CABLIN BENTH) DENGAN DESTILASI STEAM – AIR

MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO

Kusyanto1), Ibnu Eka Rahayu2), Jalu Bimantara3), Arief Adhiksana4)

1,2,3,4)Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda, Kalimantan Timur, Makassar

ABSTRACT

Patchouli oil is one of the essential oils. To optimize the potential of essential oil, it is necessary to make efforts to raisethe rendement. One way is to improve the distillation technique and the operating distillation process which is able toproduce higher rendement. This research was conducted using steam-hydro distillation method by microwave withvariation of microwave power to the rendement. The ratio of raw material - water used were 1:1 (m / v) and powervariations were 100, 264, 400, 600, and 800 Watt. The weight of patchouli leaves and stem is 100 gram and put into thedistillation flask, then water is added by 100 mL, after which the steam was flowed into the distillation gourd of thesteam generator with the flow rate of 5 ml/min, then the microwave power was adjusted according to the specifiedvariables. Based on the research result, the highest rendement of 2.47% was obtained with the microwave power of 800Watt. The quality of the rendement has met SNI 06-2388-2006.

Keywords: Microwave Power, Rendement, Steam-water Distillation.

1. PENDAHULUANIndonesia sejak era tahun 60-an dikenal sebagai negara penghasil minyak atsiri terbesar di dunia

terutama minyak atsiri nilam dan hingga sekarang minyak atsiri nilam dari Indonesia masih sangat dikenal dipasar dunia. Menurut Dinas Perkebunan Kalimantan Timur, total potensi nilam di Kaltim mencapai 1 ton.Kebutuhan dunia akan minyak nilam sebesar 2000 ton/tahun dan Indonesia memenuhi 85 % kebutuhan duniadengan jumlah ekspor 1700 ton/tahun (Kemenperin, 2015). Proses pengambilan minyak nilam umumnyadilakukan dengan cara destilasi air (water distillation), destilasi uap, dan destilasi uap-air (steam-waterdistillation). Metode ini merupakan metode yang telah lama dilakukan oleh penyuling-penyuling minyaknilam.

Minyak nilam memliki potensi strategis dipasar dunia sebagai pengikat aroma wangi pada parfumdan kosmetika. Minyak nilam dapat berfungsi sebagai zat pengikat (fiksatif) dan tidak dapat digantikandengan zat sintesis lainnya.

Microwave adalah sebuah gelombang elektromagnetik dengan frekuensi antara 300 MHz (0,3 GHz)dan 300 GHz dan berada diantara sinar X dan sinar inframerah dalam sprektrum elektromagnetik (TBA,2011). Prinsip kerja microwave oven mirip dengan kapasitor dielektrik. Radiasi gelombang mikromembentuk medan listrik yang berubah arahnya dengan sangat cepat dan menggetarkan / menggerakkanstruktur molekul bahan dielektrik, sehingga molekul internal didalamnya bergesekan menghasilkan panasyang merata pada seluruh bahan dielektrik. Pemanasan menggunakan gelombang mikro melibatkan dua kalikonversi energi, yaitu konversi energi listrik menjadi energi elektromagnetik, konversi energielektromagnetik menjadi energi kinetik yang berupa panas. Pada proses pemanasan konvensional yangtergantung pada fenomena konveksi dan konduksi biasanya sebagian besar panas hilang ke lingkungansedangkan pada proses pemanasan dengan gelombang mikro, proses pemanasan terjadi dengan target yangspesifik dan cara yang spesifik, sehingga tidak ada panas yang hilang ke lingkungan, karena prosespemanasan berlangsung dalam sistem tertutup (Pozar, 2012). Hal ini menyebabkan pada pemanasankonvensional (thermal), dinding wadah dipanaskan terlebih dahulu kemudian panas merambat ke bahan yangakan di panaskan (Hoz, 2005)

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh daya microwave yang digunakanterhadap perolehan rendemen dan mutu produk pada ekstraksi nilam dengan metode destilasi steam – airmenggunakan gelombang mikro pada rasio bahan baku dan pelarut 1:1.

2. METODE PENELITIAN

1 Korespondensi: Kusyanto, Telp. 0852 5086 8535, email : [email protected]

Page 88: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.87-92) 978-602-60766-3-2

88

Bahan baku yang di gunakan adalah daun dan batang nilam jenis nilam aceh yang didapatkan dariperkebunan nilam di Kabupaten Penajam, Kalimantan Timur yang di tanam pada musim kemarau dandiperoleh dalam kondisi yang sudah dikeringkan. Sebelum di destilasi bahan yang sudah kering dilakukanperajangan dengan ukuran 1-2 cm.

Metode yang digunakan adalah destilasi steam – air dengan pemanasan thermal dan destilasi steam-air menggunakan gelombang mikro. Kondisi operasi untuk metode destilasi steam-air adalah pada temperaturdan tekanan atmosferik serta berat daun nilam kering dan batang (1:1) 100 gram. Adapun perbandinganbahan baku dan pelarut (air) 1:1 dengan menggunakan variabel daya mikrowave 100, 264, 400, 600, and 800Watt. Peralatan yang digunakan selama proses destilasi menggunakan labu leher bundar 1000 mL, adaptordan kondensor serta corong pisah yang terbuat dari kaca. Untuk metode destilasi steam - air denganpemanasan thermal dilakukan proses destilasi selama 7 jam (pengambilan destilat tiap 20 menit) sedangkanuntuk metode destilasi steam - air dengan menggunakan mikrowave selama 180 menit (pengambilan destilattiap 20 menit). Laju alir steam yang berasal dari steam generator adalah 5 mL/menit. Kedua Metode destilasiini dalam istilah teknik kimia disebut juga proses leaching karena dalam metode ini terjadi prosespengambilan solute dalam padatan dengan bantuan pelarut, sehingga minyak yang terlarut dapat teruapkanbersama pelarut. Metode destilasi steam – air menggunakan mikrowave merupakan kombinasi antarapemanfaatan radiasi gelombang mikro dengan sistem destilasi steam - air. Sebagai kontrol terhadap kualitasminyak nilam yang di hasilkan pada ke dua metode tersebut akan di bandingkan dengan baku mutu minyaknilam sesuai SNI 06-2388-2006, meliputi; Pengukuran rendemen minyak nilam, analisa bobot jenis, analisaindeks bias, analisa bilangan asam, analisa kandungan minyak nilam yang di hasilkan dengan peralataninstrument Gas Kromatograpi – MS (GCMS).

Gambar rangkaian peralatan pada penelitian ini sebagaimana berikut:

Gambar 1. Rangkaian Peralatan Destilasi Steam – Air dengan Mikrowave

3. HASIL DAN PEMBAHASANProses pengambilan minyak nilam dari tanaman nilam pada penelitian ini dilakukan dengan metode

microwave hydrodestillation (destilasi air) dengan penambahan steam. Pada proses ini, steam yangdigunakan bersifat jenuh, basah, dan bertekanan lebih tinggi sedikit di atas tekanan ruangan. Penggunaansteam berfungsi untuk menambah tekanan permukaan dalam labu destilasi yang mengakibatkan tekanan totaldalam labu menjadi bertambah dan membantu mendorong uap destilat menuju kondensor sehingga lajudestilasi semakin cepat. Menurut Guenther (1987) laju destilasi yang cepat akan mengurangi kemungkinanproses kerusakan mutu minyak akibat hidrolisis dan polimerisasi selama proses penyulingan, sehingga prosesini dapat meningkatkan mutu minyak nilam yang dihasilkan.

Daun nilam di keringkan dan dikecilkan ukurannya karena proses pengeringan dapat membantumendegradasi membrane sel yang mengandung minyak nilam dan pencacahan (perajangan) mengakibatkankelenjar – kelenjar minyak menjadi lebih terbuka dan ukuran ketebalan bahan ditempat terjadinya difusi(proses perpindahan minyak ke pelarut) menjadi berkurang sehingga laju pengeluaran minyak nilam daridaun nilam menjadi lebih cepat (Guenther, 1987). Destilasi ini dilakukan pada suhu 110°C. Penggunaan suhuini dikarenakan suhu operasi yang lebih tinggi dari 110°C akan menimbulkan ketidakstabilan senyawa dandegradasi thermal terhadap minyak yang dihasilkan, sehingga bilangan asam yang terbentuk menjadi tinggi.

Setiap 20 menit (±100 ml) dilakukan recycle pelarut dari destilat ke dalam labu destilasi. Hal inibertujuan untuk mempertahankan perbandingan pelarut selama proses sehingga berfungsi untuk menjagakeseimbangan proses difusi.

Page 89: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.87-92) 978-602-60766-3-2

89

Pengaruh Daya Microwave terhadap RendemenDari gambar 2 dapat dilihat bahwa semakin tinggi daya yang digunakan menghasilkan rendemen

yang semakin banyak. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi daya akan menyebabkan meningkatnyainteraksi gelombang mikro dan bahan. Menurut Taylor dkk (2005), bahan yang mengandung molekul polarsaat terekspos di medan magnet yang berisolasi pada frekuensi tertentu, molekul polar berusaha untukmengikuti orientasi medan dan memposisikan dirinya searah dengan medan. Akhirnya gerakan acak darimolekul – molekul dan interaksi acak ini yang membangkitkan panas. Semakin tinggi daya semakin besarpula resonansi gelombang maka semakin besar pula getaran yang dihasilkan sehingga mempercepat gerakandan interaksi acak dari partikel molekul maka panas akan cepat terbentuk. Semakin cepat panas makasemakin cepat penguapan yang terjadi untuk mengeluarkan minyak-minyak dari daun nilam.

Gambar 2. Pengaruh Daya (watt) Mikrowave terhadap Rendemen Minyak Nilam

Pada penelitian ini, rendemen tertinggi terdapat pada rasio daun nilam dan air 1 : 1 dan daya 800 Wdengan rendemen sebesar 2.47%. Pada penelitan terdahulu yang di lakukan oleh Karima (2016), prosesdestilasi minyak nilam dengan destilasi air menggunakan gelombang mikro tanpa bantuan steam, pada rasiobahan baku dan pelarut 1 : 1 dan daya 100 watt, belum ada produk minyak yang dihasilkan dari prosesdestilasi tersebut, sedangkan pada penelitian ini, penggunaan daya 100 Watt dapat menghasilkan rendemenhingga 0,99%. Hal ini menandakan bahwa penggunaan steam mampu menambah energi ektrak minyaknilam untuk menguap pada proses destilasi sehingga rendemen minyak nilam dapat diperoleh. Steam yang dialirkan dalam sistem destilasi steam - air menggunakan gelombang mikro mampu memperbesar tekanan padalabu destilasi mengakibatkan laju destilasi menjadi bertambah.

Pengaruh Daya Microwave terhadap Mutu Minyak NilamHasil uji mutu minyak nilam dari proses destilasi steam – air mengunakan gelombang mikro

sebagaimana terlihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisa Mutu Minyak Nilam

NoDaya

Mikrowave

Bobot Jenis Indeks Bias, BrixBilangan Asam,

mgKOH/gr MinyakStandar SNI 2006

= 0,950-0,975Standar SNI 2006 =

1,507 - 1,515Standar SNI 2006 =

Mak. 81 100 0,944 1,508 0,2972 264 0,953 1,512 0,1123 400 0,959 1,508 0,2994 600 0,958 1,508 0,2975 800 0,951 1,514 0,317

Bobot JenisBobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak

nilam. Bobot jenis didefinisikan sebagai perbandingan massa minyak dengan massa air pada volum dan suhu

Page 90: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.87-92) 978-602-60766-3-2

90

yang sama. Berdasarkan tabel 1, pada daya 100 watt diperoleh hasil pengukuran memiliki bobot jenisdibawah standar, sedangkan pada daya yang lebih besar, bobot jenis minyak nilam memenuhi syarat bakumutu. Bobot jenis Minyak nilam yang belum memenuhi baku mutu minyak nilam menunjukkan bahwaenergi yang di butuhkan dalam proses destilasi minyak nilam pada daya 100 watt dan laju alir steam 5 mL /menit belum mampu membantu proses penguapan kandungan minyak nilam secara sempurna, sehinggakomponen minyak nilam yang diperoleh pada kondisi ini belum memenuhi baku mutu SNI tahun 2006.

Indeks BiasIndeks bias merupakan perbandingan antara kecapatan cahaya di dalam udara dengan kecepatan

cahaya di dalam minyak nilam pada suhu tertentu. Berdasarkan tabel 1, nilai indeks bias untuk seluruh variasidaya telah memenuhi SNI 06-2385-2006 yaitu dengan nilai 1,507 - 1,514. Indeks bias yang semakin tinggimengindikasikan bahwa banyak komponen rantai panjang seperti patchouli alcohol yang terkandung dalamminyak nilam, sehingga kerapatan medium minyak bertambah dan cahaya yang datang akan sukar untukdibiaskan. Namun, jika indeks bias minyak nilam lebih kecil dari standar mutu, mengindikasikan banyaknyakandungan air dalam produk yang di hasilkan. Menurut Guenther (1987), semakin banyak kandungan airnya,maka semakin kecil nilai indek biasnya. Ini karena sifat dari air yang lebih mudah untuk dilalui cahaya yangdatang sehingga lebih mudah membiaskan cahaya.

Bilangan AsamBilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam bebas yang terkandung dalam minyak nilam.

Semakin besar nilai bilangan asam dari minyak nilam dapat mengurangi kualitas dari minyak nilam tersebut.Karena senyawa-senyawa asam dapat mengubah bau khas minyak nilam.

Bilangan asam yang tinggi menunjukkan banyaknya asam bebas yang terbentuk dalam minyak nilam.Bilangan asam terjadi karena hidrolisis komponen – komponen minyak terutama golongan aldehida yangdapat membentuk gugus asam karboksilat disebabkan oleh penyulingan pada temperatur tinggi (Guenther,1987). Suhu operasi yang lebih tinggi dari 110°C akan menimbulkan ketidakstabilan senyawa dan degradasithermal konsekuen terhadap minyak yang dihasilkan, sehingga bilangan asam yang terbentuk menjadi tinggi(Xiao et al., 2008). Oleh karena itu, temperatur pada penelitian ini diatur pada 110°C untuk mencegah nilaibilangan asam yang tinggi. Berdasarkan tabel 1, hasil uji bilangan asam terhadap semua sampel telah sesuaidengan persyaratan mutu minyak nilam, dimana nilai bilangan asam dibawah nilai 8 mg KOH / gram sample.

Kandungan Patchouli Alcohol

Faktor yang paling menentukan mutu minyak nilam adalah kadar patchouli alcohol (PA). PAmerupakan senyawa penanda pada minyak nilam dan merupakan penyusun utama dalam minyak nilam(Guenther 1987). Salah satu teknik untuk menentukan adanya kandungan PA serta komponen-komponenpenyusun lainnya dalam sampel minyak nilam adalah dengan menggunakan analisa GC-MS. Berikut adalahhasil analisa GC-MS pada salah satu sampel minyak nilam:

Gambar 3. Kromatogram Hasil Analisa Minyak Nilam Menggunakan GCMS

Dari tabel 2 di bawah ini, terlihat sampel minyak nilam mengandung 10 senyawa dominan. Darikomponen-komponen penyusun minyak nilam tersebut, senyawa patchouli alcohol merupakan komponen

Page 91: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.87-92) 978-602-60766-3-2

91

utama yang memiliki kandungan tertinggi (40,52%). Patchouli alcohol merupakan senyawa yangmenentukan sifat fixatif minyak nilam karenanya kualitas minyak nilam ditentukan oleh patchouli alcohol.Senyawa alpha-patchoulena pada minyak nilam berfungsi sebagai antiseptik yang kuat, sedangkan senyawaalpha guiaene dan delta guiaene dalam bidang industri biasanya digunakan sebagai pengharum ruangan.

Berdasarkan hasil analisa GCMS tersebut kandungan minyak nilam yang diperoleh adalah:

Tabel 2. Hasil Analisa Kandungan Minyak Nilam

No. Senyawa R. Time (min) % Area1 Beta-Caryophillene 11,804 3,502 Alpha-Guiaiene 12,050 10,413 Alpha-Patchoulene 12,638 4,444 Beta-Patchoulene 12,683 1,255 Delta-Guaiene 13,156 12,86 Alpha-Panasinsen 13,288 2,057 Caryophillene Oxide 14,057 10,138 Spathulenol 14,941 10,669 Patchouli Alcohol 15,823 40,5210 Palustrol 16,122 4,24

Perbandingan Metode Destilasi Minyak Nilam

Berdasarkan hasil analisa rendemen minyak nilam yang dilakukan, sebagaimana yang terlihat dalamgambar 4 berikut ini :

Gambar 4. Perbandingan % Rendemen dan waktu pada Proses Destilasi Steam – air dengan PemanasanThermal dan Proses Destilasi Steam – air dengan Gelombang Mikro

Berdasarkan gambar 4 di atas, terlihat perbandingan % rendemen minyak nilam yang di hasilkan danwaktu destilasi yang di perlukan untuk menghasilkan minyak nilam. % Rendemen yang dihasilkan padametode destilasi thermal relative lebih rendah dibandingkan dengan % rendemen yang dihasilkan padametode destilasi menggunakan gelombang mikro ( ± 0,27%) pada perbedaan waktu destilasi yang relativebesar, dimana untuk metode detilasi thermal membutuhkan waktu 7 jam sedangkan pada metode destilasimenggunakan gelombang mikro membutuhkan waktu 3 jam. Hal ini menggambarkan bahwa metode destilasimenggunakan gelombang mikro lebih efektif dan lebih cepat di bandingkan dengan metode destilasi denganpemanasan thermal.

4. KESIMPULAN

Kesimpulan ditulis dengan ketentuan sebagai berikut:

Page 92: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.87-92) 978-602-60766-3-2

92

1) Pada rasio bahan baku 1 : 1, semakin besar daya microwave yang digunakan menghasilkan % Rendemenyang semakin besar.

2) Hasil analisa minyak nilam diperoleh bahwa dengan metode destilasi steam – air menggunakangelombang mikro meliputi bobot jenis, indeks bias, bilangan asam dan kandungan patchouli alcoholsecara umum sesuai dengan baku mutu minyak nilam SNI 06-2388-2006.

3) Metode destilasi steam – air dengan gelombang mikro lebih efektif dan cepat untuk menghasilkan %rendemen yang lebih tinggi dan waktu lebih singkat dibandingkan dengan metode destilasi steam – airdengan pemanasan thermal.

5. DAFTAR PUSTAKA

Guenther, Ernest. (1987) Minyak Atsiri Jilid 1. Penerjemah Ketaren S. Jakarta : Universitas Indonesia Press.Hoz, Antonio de la., Diaz-Ortiz, Angel., Moreno, Andres., (2005). Microwave in organics synthesis. Thermal and non

Thermal Microwave Effect. Chemical Society Reviews. 34, 164-178.Kusyanto.,& Mahfud. (2013) Peningkatan Rendemen Minyak Nilam (Pogostemon Cablin Benth) Dengan Destilasi

Solvent – Microwave, Prosiding Seminar Nasional 1693-4393.Pozar, D. M. (2011). Microwave Engineering (4thed). New York: John Wiley & Sons.Standar Nasional Indonesia. (2006). SNI Minyak Nilam. Dewan Standarisasi Nasional Indonesia, Jakarta.Taylor, M., Atri, S. S., & Minhas, G. (2005). Developments in Microwave Chemistry. Expert Knowledge Service.TBA. (2011). Microwave-Assisted Extraction. Agustus 31, 2016. http://xa.yimg.com/kq/groups/78262509/

484798745/name/TBA+03+MAE.ppt.

6. UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kepada KEMENRISTEK DIKTI melalui Pusat Penelitian dan Pengabdian KepadaMasyarakat Politeknik Negeri Samarinda yang telah mendanai jalannya penelitian ini serta seluruh jajaran staf dosen,tehnisi dan analis serta mahasiswa yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian ini.

Page 93: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.93-96) 978-602-60766-3-2

93

AKTIVASI ADSORBEN DARI RUMPUT LAUT SARGASSUM sp MENGGUNAKANASAM KLORIDA

Barlian Hasan1), Lasire2)

1,2)Staf Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

One of those pollutants which contaminate the water is heavy metal. Some of the metal ion is a pretty dangerous waterpolluters are Cd, Pb, Zn, Hg, Cu and Fe. Various attempts have been made to address the problem of the pollution ofheavy metals, among others by making use of seaweed as adsorbent. This research aims to improve the capacity of theseaweed sargassum sp to absorb metal ion with chemical activation. Research includes several stages, namelypreparation of adsorbents, preparation of heavy metal waste, adsorbents activation with the hydrochloric acidconcentrations varied 0.1; 0.2; 0.3; and 0.4 N, optimization of time contact between adsorbent and waste varied 15, 30,45, 60, and 75 minutes, and the optimization of the adsorbent's weight varied 0.1; 0.5; 1; 1.5; and 1.85 g. This researchis done in batches by measuring the concentration of heavy metals before and after the adsorption of so knownquantities of heavy metals that can be diadsorpsi by the adsorbent by using atomic absorption spectrophotometer (AAS).Adsorption capacity of adsorbent improvement after activated will also be known by the way comparing with adsorbentwhich has not been activated. Adsorption capacity of sargassum sp the activated or not activated is not much different inabsorbing Pb ion. Optimum contact time is obtained at the time of 45 minutes with optimum weight 0.5 grams ofsargassum sp with Pb absorbed 99.74%.

Keywords: Adsorption, activation, adsorbent, Sargassum sp

1. PENDAHULUANSalah satu logam berat yang sering mencemari lingkungan perairan adalah timbal (Pb) atau sering

disebut juga timah hitam. Timbal sering kali digunakan dalam industri kimia seperti pembuatan baterai,industri pembuatan kabel listrik dan industri pewarnaan pada cat.

Penyerapan Pb oleh tubuh dalam jumlah sedikit sangat membahayakan karena sangat beracun dantidak terdegradasi. Melihat dampak yang ditimbulkan tersebut, maka limbah yang mengandung Pb(II) harusdiolah sedemikian rupa sampai diperoleh limbah yang memenuhi standar kualitas lingkungan. BerdasarkanPeraturan Pemerintah Republik Indonesia no 82 Tahun 2001 tentang Pengolahan Kualitas Air danPengedalian Pencemaran Air, batas maksimal keberadan Pb dalam air yang diperbolehkan adalah 0,01mg/g.Mengingat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh logam berat, telah dikembangkan metode-metode untukmenurunkan kadar logam berat di perairan, diantaranya presipitasi, separasi dengan membran, aerasi danadsorpsi.

Penggunaan biomassa pada proses adsorpsi logam berat sekaligus menerapkan prinsip GreenChemistry dan juga memperkuat sistem inovasi nasional di Indonesia. Beberpa prinsip dasar di antaranyaprinsip sintesis kimia tanpa bahan toksik (less hazardous chemical synthesis), pencegahan limbah(prevention), dan pemakaian bahan baku yang dapat diperbaharui (use of renewable feedstock). Biomassayang sering digunakan untuk menghilangkan logam berat adalah rumput laut. Keberadaan rumput laut yangmelimpah dan terdistribusi di seluruh perairan Indonesia merupakan alasan mengapa rumput laut dijadikansebagai biosorben. Beberapa riset menjelaskan mengenai kegunaan rumput laut sebagai biosorben. Salahsatunya adalah riset yang dilakukan oleh Suzuki, dkk. (2005) dengan menggunakan rumput laut jenis ulvauntuk menghilangkan logam berat yakni Zn, Cu, dan Pb. Riset tentang rumput laut sebagai biosorben jugadilakukan oleh Baral, dkk (2009) dengan menggunakan rumput laut Hydrilla verticillata untukmenghilangkan Cr(IV). Riset lainnya adalah rumput laut sargassum sp. sebagai adsorben dalam biosorpsi ionlogam kadmium (II) yang dilakukan oleh Mahbub (2012).

Pada riset ini akan dilakukan adsorpsi ion logam berat Pb(II) dengan menggunakan rumput lautcoklat sargassum sp. Rumput laut ini digunakan karena jumlahnya yang melimpah dan dianggap sebagailimbah sehingga pemanfaatannya kurang optimal. Kapasitas adsorpsi ditingkat dengan cara aktivasi dalamlarutan khlorida Peningkatan keasaman permukaan yang terjadi pada adsorben tersebut disebabkan olehpembentukan situs situs aktif karena diaktivasi diberi perlakuan dengan asam sehingga meninkatkan

1 Korespondensi : Barlian HS, Telp 081342373829, [email protected]

Page 94: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.93-96) 978-602-60766-3-2

94

kapasitas adsorpsinya. Aktivasi adsorben dengan asam khlorida juga dapat mengurangi pengotor-pengotoryang terdapat pada adsorben (Sudiarta 2009) Melalui riset ini, dapat diketahui pemanfaatan rumput lautsargassum sp. sebagai adsorben untuk menghilangkan logam berat pada air tercemar.

2. METODE PENELITIANBahan dan AlatBahan yang digunakan untuk persiapan adsorpsi adalah sargassum sp yang diperoleh dari hasil budidayapetani di desa Putendo Takalar, Pb(NO3)2 dan aquades.Peralatan yang digunakan: shaker, erlenmeyer, bekerglass, labu takar, dan spektrofotometer serapan atom (AAS).Prosedur kerjaRumput laut sargassum kering di potong-potong kemudian dihaluskan dengan blender dan diayak sehinggalolos ayakan 80 mesh. Sebanyak 2,5 gram sampel sargassum sp. kering dicampur dengan 100 mL larutanHCl 0,1 M. Campuran tersebut diaduk selama 2 jam kemudian disaring dan dicuci dengan akuades.Sargassum sp. kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 60o C selama 24 jam. Lakukan hal yang samadengan cara di atas untuk aktivasi dengan HCl 0,2 M, 0,3 M. dan 0,4 M (Rubin et al. 2005). Timbang 0,5 gadsorben yang diaktivasi, campur dengan 100 mL cairan limbah dan masukkan ke dalam shaker selama 15menit. Setelah dikeluarkan dari dalam shaker, dan ukur konsentrasi Pb dalam filtrate dengan AAS. Cara inidilakukan untuk menentukan pengaruh aktivasi terhadap daya serap. Sebagai cairan limbah digunakanlarutan Pb(NO3)2 100 ppm. Waktu kontak optimum antara adorben yang telah diaktivasi dengan HCl 0,1 Ndengan 50 mL cairan limbah dicari dengan memvariasikan waktu 15, 30, 45, 60, dan 75 menit dengan beratadsorben 0,1 gram. Filtrat dipisah dari sargassum dan diukur kadar ion Pb (Raize et al. 2004). Demikian jugauntuk menentukan berat adsorben optimum dilakukan dengan memvariasikan 0,1; 0,5; 1; 1,5; dan 1,85 gramadsorben dengan 50 mL cairan limbah dengan waktu kontak 45 menit, dan diukur konsentrasi Pb dalamfiltrat (Raize et al. 2004)

3. HASIL DAN PEMBAHASANAktivasi Sargassum dengan Asam ChloridaAktivasi dilakukan dengan merendam rumput laut dalam larutan HCl dengan konsentrasi berbeda danpengaruhnya terhadap daya serap Pb dilakukan dengan mengontakkan 0,5 g sargassum yang telah diaktivasidengan asam dalam 100 mL larutan Pb(NO3)2 dengan konsenrasi 100 ppm pada waktu 15 menit. Dayaadsorpsi sargassum diukur dengan atomic absorption spectrophotometer (AAS). Hasilnya dapat dilihat padatabel 1.Tabel 1. Pengaruh konsentrasi HCl pada aktivasi rumput laut (konsentrasi.ion Pb2+ awal 62,56 ppm)

NoKonsentrasi

HCl, NAbsorbansi

Konsentrasi Pb dalamFiltrat ,ppm

Jumlah Pbterserap, ppm

Jumlah Pb terserap,%

1 0 0,0063 1,0089 61.5511 98.382 0,1 0,0085 1,0124 61.5476 98.383 0,2 0,0033 0,4107 62.1493 99.344 0,3 0,0027 0,3413 62.2187 99.455 0,4 0,0028 0,3539 62.2061 99.43

Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi asam khlorida, semakin besar pula dayaserapnya. Namun, peningkatan daya serap tidak signifikan dengan perubahan konsentrasi asam bahkan tanpaaktivasi dengan HCl, daya serap tidak jauh berbeda. Aktivasi dengan asam bertujuan untuk meningkatkankapasitas adsorben dengan kemampuan penyerapan semakin tinggi (Gufta, 1998). Perlakuan dengan asammenyebabkan terjadinya pertukaran kation yang terkandung dalam rumput laut dengan kation H+ dari asamdan melarutkan pengotor-pengotor yang terdapat pada adsorben sehingga kapasitas adsorpsinya meningkat(Seki and Akira 1998). Namun pada penelitian ini, rumput laut dengan maupun tanpa perlakuan asammempunyai daya serap yang tidak jauh berbeda yaitu sekitar 98-99%. Menurut Linda Aryanti (2011),modifikasi adsorben dengan CaCl2 0,2 M, formaldehid 36%, dan HCl 0,1 N , yang terbaik kapasitasadsorpsinya adalah HCl 0,1 N.

Pengaruh waktu interaksi antara adsorben dengan larutan PbSalah satu faktor yang mempengaruhi biosorpsi adalah waktu kontak. Waktu kontak optimum

Page 95: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.93-96) 978-602-60766-3-2

95

menunjukkan waktu yang digunakan oleh biosorben untuk mengadsorpsi dalam jumlah maksimum ion logamyang dapat diikat.Waktu kontak optimum dari biosorpsi ion logam Pb (II) oleh biomassa Sargassum sp.ditentukan dengan menghitung biosorpsi sebagai fungsi waktu. Pada penentuan waktu kontak biosorpsioptimum untuk mengikat ion Pb (II), digunakan 0,1 g rumput laut yang masing-masing dicampur dengan 50mL larutan Pb dengan konsentrasi 100 ppm. Adsorben yang dikontakkan dengan larutan Pb adalah adsorbenyang diaktifkan dengan dengan asam khlorida 0,1 N dengan waktu kontak 15, 30, 45, 60, dan 75 menit.Hasilnya dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh waktu kontak adsorben dengan larutan Pb

NoWaktu,menit

Absorbansi

Konsentrasi Pb dalamFiltrat ,ppm

Jumlah Pbterserap, ppm

Jumlah Pbterserap, %

1 15 0,0110 1.4076 61.1524 97.752 30 0,0103 1,3188 61.2412 97.893 45 0,0066 0,8496 61.7104 98.644 60 0,0032 0,4185 62.1415 99.335 75 0,0015 0,2029 62.3571 99.67

Tabel 2 menunjukkan semakin lama waktu interaksi antara adsorben dengan larutan Pb(NO3)2 semakinbanyak ion Pb yang terserap, sebaliknya konsentrasi ion Pb dalam cairan filtrat akan semakin berkurang.Namun, peningkatan daya serap dengan penambahan waktu tidak signifikan. Waktu interaksi 45 menitsampai menit 75 jumlah Pb terserap cenderung konstan , sehingga waktu optimum adsorpsi adalah 45 menit.Penentuan berat optimum adsorbenAdsorben dengan berat 0,1; 0,5; 1; 1,5; dan 1,85 g . hasil aktivasi dengan HCl 0,1N dimasukkan kedalam 50mL cairan limbah (larutan Pb(NO3)2) , kemudian diaduk dengan menggunakan shaker selama 45 menit.Selanjutnya filtrat dipisah dari sargassum dan jumlah Pb dalm filtrate diukur dengan AAS. Hasilnya dapatdilihat pada tabel.3.

Tabel 3. Pengaruh berat adsorben terhadap daya serap

No.Bobot

absorbengabsorbansi

Konsentrasi Pb dalamfiltrat ,ppm

Jumlah Pbterserap, ppm

Jumlah Pb terserap,%

1 0,1 0,0110 1,4076 61.1524 97.752. 0,5 0,0014 0,1624 62.3976 99.743. 1 0,0016 0,1969 62.3631 99.684. 1,5 0,0017 0,2142 62.3458 99.655. 1,85 0,0015 0,1797 62.3803 99.71

Tabel 3 menunjukkan bahwa berat 0,5 g rumput laut sampai 1,85 gram adsorben yang dikontakkan dengan50 mL cairan limbah mempunyai daya serap yang hampir sama, dengan demikian berat adsorben optimumyang dipilih adalah berat minimum dengan daya serap maksimum yaitu 0,5 gram.

4. KESIMPULAN1. Kapasitas adsorpsi sargassum sp yang diaktivasi maupun tidak diaktivasi tidak jauh berbeda dalam

menyerap ion Pb.2. Waktu kontak optimum 45 menit dengan berat optimum 0,5 gram sargassum sp dengan Pb terserap

99,74%.Pemisahan sargassum sp (adsorben) dari cairan limbah perlu dilakukan agar tidak menambah waktu kontaksehingga pengukuran Pb yang tersisa dalam cairan limbah tidak menyimpang.

DAFTAR PUSTAKA

Aryanti, L, 2011. Pemanfaatan Rumput Laut Sargassum Sp. Sebagai Adsorben Limbah Cair Industri Rumah TanggaPerikanan.Skripsi. Instititut Pertanian Bogor.

Baral, S. S., Das, N., Chaudhury, G. R., and Das, S. N., 2009, “A preliminary study on the adsorptive removal of Cr(VI)using seaweed, Hydrilla verticillata“, J. Hazardous Materials: 358-369.

Gufta FK. 1998. Utilization of bagasse fly ash generated in the sugar industry for removal and recovery of phenol and p-Nitrophenol from wastewater. J Chem Technol Biotechnol 70: 180-186.

Page 96: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.93-96) 978-602-60766-3-2

96

Mahbub, A.M., 2012. Studi Ekstraksi Alginat Dari Biomassa Rumput Laut Coklat (Sargassum Crassifolium) SebagaiAdsorben Dalam Biosorpsi Ion Logam Cadmium (II), Depok: Program Studi Kimia Universitas Indonesia.

Raize O, Argaman Y, Yannai S. 2004. Mechanisms of biosorption of different heavy metals by brown marinemacroalgae. J. Biotechnology and Bioengineering 87(4): 451-458.

Rubin E, Rodriguez P, Herrero R, Cremade J, Barbara I, Manuel. 2005. Removal of methylene blue from aqueoussolutions using biosorbent Sargassum muticum : Aninvasive macroalga in Europe. J. Chemical Technology andBiotechnology: 1-16.

Seki H, Akira S. 1998. Biosorption of heavy metal ions to brown algae, Macrocystis pyrifera, Kjellmamiella crassiforia,and Undaria pinnatifida. J. Colloid and Interface Science 206 : 297-301.

Suzuki, Y., Kametani, T., Maruyama, T., 2005, Removal of heavy metals from aqueous solution by nonliving Ulvaseaweed as biosorbent, Water Research: 1803-1808.

Page 97: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.97-100) 978-602-60766-3-2

97

PEMANFAATAN DAUN KETAPANG (Terminalia catappa) SEBAGAI BIOREDUKTORSINTESIS NANOPARTIKEL TiO2 DAN ANALISIS SIFAT ANTIMIKROBA

Rosalin1), M. Yasser2)

1),2)Dosen Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar, Indonesia

ABSTRACT

Synthesis of TiO2 Nanoparticles with Titanium isopropoxide precursor (C12H28O4Ti) has been done byexploiting the potential chemical content of ketapang leaf extract as bioreductor. Characterization of TiO2 nanoparticlesusing XRD resulted in a TiO2 compound in the form of anatase crystals with an average particle size of 8.5578 nm.Nanoparticles TiO2 is potential as an antimicrobial with 3 mm inhibit zone at 24 hours and 48 hours measurement.

Keywords: Ketapang Leaf Ekstract, Nanoparticel TiO2, Bioreductor, Antimicroba

1. PENDAHULUAN

Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktur fungsional, maupunpiranti dalam skala nanometer. Material atau struktur yang mempunyai ukuran nano akan mempunyai sifat-sifat yang berbeda dari material asalnya. Karakteristik spesifik dari nanopartikel tersebut bergantung padaukuran, distribusi, morfologi, dan fasanya (Willems and Wildenberg, 2005). Nanopartikel didefinisikansebagai dispersi partikel atau partikel padat dengan ukuran dalam kisaran 1-1000 nm. Ukuran nanopartikelmemiliki sifat fisika dan kimia yang sangat berbeda dibandingkan dengan material pada ukuran yang lebihbesar(Nič et al., 2009).

Proses sintesis nanopartikel dapat berlangsung secara fisika atau kimia. Proses sintesis secara fisikatidak melibatkan reaksi kimia, yang terjadi hanya pemecahan material besar menjadi material berukurannanometer, atau penggabungan material berukuran sangat kecil, seperti kluster, menjadi partikel berukurannanometer tanpa mengubah sifat bahan. Proses sintesis secara kimia melibatkan reaksi kimia dari sejumlahmaterial awal (precursor) sehingga dihasilkan material lain yang berukuran nanometer. Contohnya adalahpembentukan nanopartikel garam dengan mereaksikan asam dan basa yang bersesuaian(Khairurrijal andAbdullah, 2009). Kekurangan metode fisika dan kimia adalahpenggunaan pelarut beracun, limbah berbahayadan konsumsi energi yang tinggi(Makarov et al., 2014), sehingga diperlukan inovasi untuk mensintesisnanopartikel yang ramah lingkungan dan bersifat sustainable.

Perkembangan nanoteknologi hijau (greennanotechnologies) untuk meningkatkan kepekaan terhadapgreen chemistry dan proses biologi yang ramah lingkungan dan tidak beracun dengan menerapkan prinsipbiosintesis. Proses biosintesis memanfaatkan senyawa tertentu dari tumbuhan dan mikroorganisme sebagaiagen pereduksi (bioreduktor) yang memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah ramah lingkungan,hemat biaya, biokompatibel, bersifat berkelanjutan (sustainable) dan tidak beracun (Jalill et al., 2016).Senyawa yang dapat berperan dalam biosintesis nanopartikel adalah eugenol, terpenoid, polifenol, gula,alkaloid, asam phenolik dan protein (Makarov et al., 2014).

Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai bioreduktor adalah tanaman ketapang(Terminalia catappa). Daun ketapangmengandung beberapa senyawa metabolit sekunder pada daun antaralain: flavonoid, alkaloid, saponin, kuinon, dan fenolik. Senyawa tanin adalah senyawa fenolik yangmerupakan polimerasi polifenol sederhana. Tanin adalah senyawa yang terdapat dalam daun ketapang.Kandungan flavanoid dan fenolik dari ekstrak daun ketapangmerupakan molekul aktif permukaan yangberperan dalam mereduksi pembentukan nanopartikel TiO2 (Jalill et al., 2016).

Nithya dkk, 2013 telah berhasil melakukan sintesis nanopartikel TiO2 dengan menggunakan ekstraklidah buaya (Aloe vera). Nanopartikel TiO2 yang dihasilkan memiliki ukuran partikel 80-90 nm dandigunakan sebagai fotokatalitik degradasi zat warna Rhodamine B sebesal 41% untuk nanopartikel TiO2 dan24% untuk bubuk TiO2 ukuran makro (Nithya et al., 2013). Demikian halnya yang telah dilakukan oleh Jalildkk, 2016. Sintesis nanopartikel TiO2 menggunakan Curcuma longa sebagai bioreduktor dan analisis sifatanti jamur dan aktifitas anti bakteri pathogen. Dari hasil penelitian diperoleh nanopartikel TiO2 mampumenghambat 40,816% aktivitas bakteri patogen. (Jalill et al., 2016)

1 Korespondensi : Rosalin, Telp 08539977151, [email protected]

Page 98: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.97-100) 978-602-60766-3-2

98

2. METODE PENELITIAN

2.1 Pembuatan Ekstrak Daun Ketapang

Sebanyak 50 gram bubuk daun ketapang dimasukkan ke dalam tabung sokletasi denganmenggunakan 300 ml aquabides. Proses pemanasan dilakukan pada suhu 40oC selama 4 jam. Selanjutnyadisaring dengan menggunakan kertas Whatman no. 4. Filtrat yang diperoleh digunakan sebagai bioreduktorpada sintesis nanopartikel.

2.2 . Sintesis Nanopartikel TiO2

Proses sintesis nanopartikel TiO2 merujuk pada modifikasi penelitian Nithya et al. (2013) dan Khadar,Abdul et al. (2015). Sebanyak 10 mL ekstrak daun pepaya (variasi jumlah ekstrak daun pepaya 10, 15, 20, 25dan 30 mL) dimasukkan ke dalam botol kimia 100 mL dan ditambahkan50 mL larutan Titaniumisopropoxide (C12H28O4Ti) 0,1 M.Kemudian diaduk selama 5 jam menggunakan magnetic stirrer.

2.3. Pengujian Aktivitas Antimikroba

Paper disc dicuci bersih, disterilkan dan dikeringkan. Paper disc yang bersih dan steril direndamdalam nanopartikel perak selama 12 jam kemudian didiamkan 5 menit. Paper disc yang telah terlapisinanopartikel perak dikeringkan kembali dengan oven pada temperatur 70oC selama 5 menit

Pengujian daya hambat nanopartikel titania terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli, danBacillus subtilis dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan paper disc dengan diameter 5 mm.Medium MHA (Muller Hilton Agar) steril didinginkan pada suhu 40-45oC. Kemudian dituang secara aseptikkedalam cawan petri sebanyak 15 mL dan dimasukkan suspensi bakteri uji sebanyak 0,2 mL. Setelah ituempat buah paper disc diletakkan secara aseptik dengan menggunakan pinset steril pada permukaan medium.Cawan petri diberi label untuk membedakan sampel yang diuji. Selanjutnya diinkubasi selama 24 dan 48 jampada suhu 37oC lalu diamati dan diukur zona hambatannya dengan mistar geser

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Telah berhasil di sintesis nanopartikel TiO2 dengan bantuan bioreduktor berupa ekstrak daunketapang. Sisi aktif dari ekstrak daun ketapang seperti gugus aktif pada flavanoid akan berperan untukmereduksi Ti4+ menjadi Ti yang berukuran nanopartikel. Ketika berada dalam bentuk ionnya, Ti4+ akan salingtolak-menolak karena pengaruh muatan sejenis, namun setelah direduksi menjadi Tio maka muatan atom Timenjadi netralsehingga memungkinkan antar atom Ti akan saling mendekat dan berinteraksi satu sama lainmelalui ikatan antar logam membentuk suatu cluster yang berukuran nano. Pembentukan nanopartikel TiO2

dapat dilihat dari perubahan warna endapan menjadi hijau muda. Selain pembentukan warna yang hijau yangmerupakan indikator terbentuknya nanopartikel TiO2, data hasil pengukuran menggunakan XRD (Gambar 1)juga memperkuat telah terbentuknya nanopartikel.

Page 99: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.97-100) 978-602-60766-3-2

99

Gambar 1. Difraktogram Nanopartikel TiO2 menggunakan bioreduktor Ekstrak daun ketapang

Hasil pengukuran menggunakan XRD, diperoleh bahwa telah terbentuk Titanium Oksida (TiO2)dalam bentuk kristal anastase dengan rata-rata ukuran TiO2 sebesar 8,5578 nm. Puncak-puncak pola difraksinanopartikel TiO2 dengan jelas ditunjukkan pada nilai 2-theta yaitu 25,2060; 37,7712 dan 47,4928, denganIndeks Miller {101}, {112}, {200}. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fahyuan, et al(2013) yang menghasilkan pola difraksi untuk nanopartikel TiO2 pada nilai 2-theta disekitar 25o, 36 o, 37 o, 38 o,48 o, 53 o, 55 o, 62 o, 68 o, 70 o, 75 o dan 82 o yang bersesuaian dengan puncak-puncak yang dimiliki oleh faseanatase. Puncak-puncak tersebut bersesuaian dengan orientasi kristal pada bidang (101), (103), (004), (112),(200), (105), (211), (204), (116), (220), (215), dan (224).

Analisis antimikroba dilakukan dengan menggunakan metode Kirby Bauer atau difusi agar. Mediaselektif yang digunakan adalah Muller Hilton Agar (MHA). MHA banyak digunakan untuk analisaantimikroba karena MHA merupakan media yang paling mudah ditumbuhi oleh hampir semua jenismikroorganisme. Untuk mengetahui sifat antimikroba nanopartikel TiO2 dilakukan pengamatan danperhitungan zona hambat untuk variasi penelitian. Zona hambat ditandai dengan adanya zona beningdisekitar paper disc. Nanopartikel TiO2 memiliki zona hambat sebesar 3 mm pada waktu 24 jam maupun 48jam.

4. KESIMPULAN

Telah berhasil disintesis nanopartikel TiO2 menggunkanan metode biosintesis memanfaatkan potensiekstrak daun ketapang. Rata-rata ukuran nanopartikel TiO2 terbentuk sebesar 8,5578 nm dalam bentuk kristalanatase. Nanopartikel TiO2 juga memiliki potensi sebagai antimikroba yang ditandai dengan terbentuknyazona hambat sebesar 3 mm pada pengukuran waktu 24 dan 48 jam.

5. DAFTAR PUSTAKA

Fahyuan, H.D., Dahlan, D., Astuti. 2013. Pengaruh Konsentrasi CTAB dalam Sintesis Nanopartikel TiO2

Untuk Aplikasi Sel Surya Menggunakan Metode Sol Gel. JIF 5(1), 16-23.Jalill, R.D.A., Nuaman, R.S., Abd, A.N., 2016. Biological synthesis of Titanium Dioxide nanoparticles by

Curcuma longa plant extract and study its biological properties. World Sci. News 49, 204–222.Khadar, Abdul et al. 2015. Synthesis and Characterization of Controlled Size TiO2 Nanoparticles via Green

Route using Aloe veraExtract. InternationalJournal of Science and Research, Vol. 5 No. 11 p. 1913-1916.

Page 100: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.97-100) 978-602-60766-3-2

100

Khairurrijal, Abdullah, M., 2009. Membangun Kemampuan Riset Nanomaterial di Indonesia.Makarov, V.V., Love, A.J., Sinitsyna, O.V., Makarova, S.S., Yaminsky, I.V., Taliansky, M.E., Kalinina,

N.O., 2014. “Green” Nanotechnologies: Synthesis of Metal Nanoparticles Using Plants. Acta Naturae 6No. 1, 35–44.

Nič, M., Jirát, J., Košata, B., Jenkins, A., McNaught, A. (Eds.), 2009. IUPAC Compendium of ChemicalTerminology: Gold Book, 2.1.0. ed. IUPAC, Research Triagle Park, NC.

Nithya, A., Rokesh, K., Jothivenkatachalam, K., 2013. Biosynthesis, Characterization and Application ofTitanium Dioxide Nanoparticles. NANO Vis. 3, 169–174.

Willems, Wildenberg, van den, 2005. Roadmap Report on Nanoparticles.

Page 101: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.101-104) 978-602-60766-3-2

101

SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM DIOKSIDA DENGANBIOREDUKTOR EKSTRAK KAYU MANIS (Cinnamomum sp.)

Ridhawati1, HR. Fajar2)

1,2)Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar3)Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin

ABSTRACT

Biological synthesis of nanoparticles by plant extract is at present under exploitation for the reason that to developenvironmentally benign nanoparticles synthesis to avoid adverse effects in removal pollutant applications. Many plantextracts employed are neem, lemon grass, aloe vera, Indian gooseberry and Cinnamomum sp. which focuses on thegreen chemistry principles. In this report we have developed a facile and eco-friendly method for the synthesis oftitanium dioxide nanoparticles from titanium isopropoxide solution using Cinnamomum sp extract. The synthesizednanoparticles were characterized using x-ray diffraction (XRD), spectrofotometer UV-vis and XRF. The sharp peaks byXRD pattern show the crystallinity and purity of titanium dioxide nanoparticles anatase and particle size are 12,08 nm

Keywords: biosynthesis, nanoparticle TiO2, plant extracts Cinnomomum sp.

1. PENDAHULUANPerkembangan nanoteknologi hijau (green nanotechnologies) untuk meningkatkan kepekaan terhadap

green chemistry dan proses biologi yang ramah lingkungan dan tidak beracun dengan menerapkan prinsipbiosintesis. Proses biosintesis memanfaatkan senyawa tertentu dari tumbuhan dan mikroorganisme sebagaiagen pereduksi (bioreduktor) yang memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah ramah lingkungan,hemat biaya, biokompatibel, bersifat berkelanjutan (sustainable) dan tidak beracun (Jalill et al., 2016).Senyawa yang dapat berperan dalam biosintesis nanopartikel adalah eugenol, terpenoid, polifenol, gula,alkaloid, asam phenolik dan protein (Makarov et al., 2014). Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkansebagai bioreduktor adalah tanaman kayu manis (Cinnamomum sp). Kandungan kimia kayu manis antara lainminyak atsiri, safrole, sinamaldehida, tannin, dammar, kalsium oksalat, flavonoid, triterpenoid, dan saponin(Utama and Puspaningtiyas, 2013). Minyak atsiri banyak terdapat di bagian kulit kayu manis. Kandunganterbanyak dalam minyak atsiri kulit kayu manis adalah sinamaldehid 60-70%, p-cimene 0,6-1,2 %, a-pinene0,2-0,6%, eugenol 0,8%, sinamil asetat 5%, kariofilen 1,4-3,3%, benzil benzoate 0,7-1,0% (Balchin, 2006)

Kandungan flavanoid dan eugenol dari ekstrak kayu manis merupakan molekul aktif permukaan yangberperan dalam mereduksi pembentukan nanopartikel TiO2 (Jalill et al., 2016). Nithya dkk, 2013 telahberhasil melakukan sintesis nanopartikel TiO2 dengan menggunakan ekstrak lidah buaya (Aloe vera) denganhasil karakterisasi UV-Vis Spektroskopi berada pada fase anatase dengan band gap 3,1 eV; analisis FTIRmenunjukkan spektrum peak 3396 cm-1 merupakan hasil vibrasi gugus hidroksil dan 1608 cm-1 merupakanhasil vibrasi gugus amino, sedangkan vibrasi 1000 cm-1 merupakan kehadiran metal oksida. Uji PSAmenunjukkan ukuran partikel TiO2 berada pada kisaran 80-90 nm (Nithya et al., 2013).

Penelitian yang telah dilakukan adalah sintesis nanopartikel TiO2 dengan menggunakan ekstrak kayumanis sebagai agen pereduksi dan melakukan karakterisasi yang meliputi spektrum UV-Vis untukmenganalisis pembentukan nanopartikel TiO2 berdasarkan absorbansi dan panjang gelombang maksimum,dan karakterisasi X-ray difraction (XRD) untuk mengetahui pengaruh jumlah ekstrak kayu manis yangdigunakan dalam sintesis nanopartikel TiO2.

Aplikasi green nanotechnologies merupakan revolusi baru dalam dunia industri, dengan merekayasamaterial atau bahan berskala nanometer dan mengeksplorasi karakteristik nanopartikel TiO2 menggunakanbioreduktor ekstrak kayu manis (Cinnamomum sp) yang bersifat green chemistry dan sustaiable. Titaniumdioksida (TiO2) merupakan suatu material yang memiliki berbagai keunggulan baik dari segi sifat fisikamaupun sifat kimia. Keunggulan sifat yang dimiliki TiO2 ini menjadikannya memiliki aplikasi yang sangatluas dalam berbagai bidang. Performa TiO2 tergantung pada metode sintesis yang berpengaruh terhadapukuran partikel, kristalinitas, dan komposisi fasa (anatase, brookite, dan rutile), sehingga perlu pendekatanlebih lanjut untuk mengetahui efektifitas berbagai metode yang digunakan para peneliti dalam melakukansintesis nanopartikel TiO2

1 Koresponding : Ridhawati, Telp 081342708424, [email protected]

Page 102: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.101-104) 978-602-60766-3-2

102

Sintesis biologis memberikan kemajuan atas metode kimia dan fisika karena biaya yang murah, ramahlingkungan, dapat digunakan dalam sintesis skala besar dan dalam metode ini tidak perlu menggunakantekanan tinggi, energi, suhu dan bahan kimia beracun (Elumalai et al., 2011). Sintesis nanopartikel TiO2

dilakukan dengan mereaksikan larutan TiCl4 atau prekursor lain, misal titanium isopropoksida dengan zatpereduksi. Ketika berada dalam bentuk ionnya, Ti4+ akan saling tolak-menolak karena pengaruh muatansejenis, namun setelah direduksi menjadi Ti0 maka muatan atom Ti menjadi netral sehingga memungkinkanantar atom Ti akan saling mendekat dan berinteraksi satu sama lain melalui ikatan antar logam membentuksuatu cluster yang berukuran nano. Pembentukan nanopartikel TiO2 dapat dilihat dari perubahan warnaendapan menjadi hijau muda. Endapan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 120oC selama 1jam dan kalsinasi pada suhu 250oC selama 4 jam (Nithya et al., 2013)

Gambar 1. Mekanisme pembentukan nanopartikel logam menggunakan ekstrak tanamanSumber: (Makarov et al., 2014)

Nanopartikel yang disintesis menggunakan ekstrak tanaman mengandung ligan organik, protein,polisakarida dan alkohol poliatomik yang tidak terdapat dalam sintesis nanopartikel menggunakan metodefisika dan kimia. Adanya komponen biologi meningkatkan stabilitas partikel (Makarov et al., 2014). Menurut(Kamyar Shameli et al., 2012) ekstrak kayu manis mengandung senyawa flavonoid dan eugenol yang dapatberfungsi sebagai bioreduktor sintesis senyawa nanopartikel titanium dioksida.

Karakterisasi nanopartikel dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat dan struktur dari materi yangterbentuk. Nanopartikel logam umumnya memiliki karakteristik unik, seperti spektrum absorbansi spesifikuntuk jenis logam tertentu. Reaksi yang terjadi pada pembentukan nanopartikel TiO2 secara biosintesisdianalisis berdasarkan hasil karakterisasi yang meliputi: spektroskopi UV-vis dan XRD. Spektroskopi adalahstudi mengenai interaksi cahaya dengan atom dan molekul. Dasar Spektroskopi UV-Vis adalah serapancahaya, radiasi cahaya atau elektromagnet dapat dianggap menyerupai gelombang. Bila cahaya jatuh padasenyawa, maka sebagian dari cahaya diserap oleh molekul-molekul sesuai dengan struktur dari molekulsenyawa tersebut. Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum UV-Vis tergantung pada strukturelektronik dari molekul. Spektroskopi UV-Vis merupakan teknik yang digunakan untuk menentukan cahayayang terserap dan tersebar oleh sampel

2. METODE PENELITIANBahan yang digunakan untuk mensintesis nanopartikel TiO2 adalah Titanium isopropoxide (Ti-iP)

(sigma aldrich), kayu manis, etanol, aquades, polivinil alkohol (PVA), pH indikator, dan kertas WhatmanNomor 4. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan analitik, peralatan gelas kimia,Spektrofotometer UV-Vis Shimadzu UV-2600, magnetic stirer, pipet tetes, pipet volum, erlenmeyer, gelaskimia, labu ukur, batang pengaduk, botol semprot, XRD, dan oven. Penelitian dilakukan selama kuranglebih 8 bulan (Maret-Oktober) di Laboratorium Teknologi Proses dan di Laboratorium KimiaAnalitik/Instrument pada Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang.

Page 103: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.101-104) 978-602-60766-3-2

103

Penelitian ini terbagi atas beberapa tahap, yaitu preparasi kayu manis, ekstraksi kayu manis, sintesisnanopartikel TiO2 dan karakterisasi nanopartikel TiO2. Proses sintesis nanopartikel TiO2 merujuk padamodifikasi penelitian Nithya et al. (2013) dan Khadar, Abdul et al. (2015). Sebanyak 10 mL ekstrak kayumanis (variasi jumlah ekstrak kayu manis 10, 15, 20, 25 dan 30 mL) dimasukkan ke dalam botol kimia 100mL dan ditambahkan 50 mL larutan Titanium isopropoxide (C12H28O4Ti) 0,1 M. Kemudian diaduk selama 5jam menggunakan magnetic stirrer (variasi sintesis nanopartikel pengadukan 5 jam dan sonikasi). Larutandikarakterisasi dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Kemudian larutan disentrifuge dengankecepatan 4000 rpm selama 30 menit dan dilakukan 3 kali pengulangan dengan pengulangan II selama 25menit dan pengulangan III 15 menit dengan kecepatan yang sama. Endapan dikeringkan pada suhu 120 ºCselama 1 jam dalam oven, kemudian dikalsinasi pada suhu 500ºC selama 2 jam dalam tanur. Produk kalsinasiselanjutnya dikarakterisasi dengan XRD dan spektrofotometer UV-vis

3. HASIL DAN PEMBAHASANPenentuan kandungan kimia pada ekstrak kayu manis dilakukan melalui analisis fitokimia secara

kualitatif. Analisis fitokimia secara kualitatif ini merupakan suatu metode analisis awal untuk menelitikandungan senyawa-senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak kayu manis supaya hasilnya diharapkan dapatmemberikan informasi dalam mencari senyawa dengan efek bioreduktor.

Uji fitokimia yang dilakukan meliputi analisis flavonoid dan analisis tanin. Dari hasil analisiskualitatif, ekstrak kayu manis positif mengandung senyawa flavonoid. Kayu manis yang digunakandilarutkan dengan pelarut etanol, di mana 5 gram kayu manis hasil sokletasi dilarutkan ke dalam 150 mletanol. Hasil yang diperoleh terbentuk warna merah tua setelah ditetesi HCl dan bubuk Mg. MenurutRobinson (1995), warna merah yang dihasilkan menandakan adanya flavonoid akibat dari reduksi oleh asamklorida pekat dan magnesium. Uji senyawa flavanoid terhadap ekstrak kayu manis ditunjukkan pada gambar2

Gambar 2. Uji fitokimia

Untuk karakteristik nanopartikel TiO2 dilakukan dengan 3 paramater, yaitu absorbansi dan panjanggelombang maksimum, band gap, struktur dan fasa partikel, serta ukuran partikel nanoppartikel TiO2. Produknanopartikel TiO2 dikarakterisasi menggunakan UV-vis, XRF dan XRD. Analisis XRD dilakukan untukmengetahui jenis fase TiO2 dan mengetahui ukuran rata-rata kristalit yang dihasilkan. Analisis XRFmenunjukkan komposisi TiO2 sebesar 94,69%. Absorbansi dan panjang gelombang maksimum diukurmenggunakan Shimadzu UV-Vis Spectrophotometer UV-2600 dengan rentang 200-700 nm diukur setiap 0,5nm. Panjang gelombang maksimum ditentukan dari nilai absorbansi yang tertinggi. Pengukuran panjanggelombang maksimum bertujuan untuk mendapatkan nilai band gap nanopartikel TiO2

Struktur dan fasa nanopartikel TiO2 dapat diidentifkasi dari pola difraksi X-ray (XRD) hasil pengujiandengan menggunakan pembanding 96-900-8215 (Horn M. et al., 1972). Pola difraksi didapatkan daripengukuran sampel menggunakan Shimadzu XRD-7000 X-Ray Diffractometer dengan Cu-Kα crystal sebagaisumber radiasi (λ=1,54 Å), rentang sudut putar (2θ) 15-75º dan kecepatan scanning 2º per menit.

Page 104: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.101-104) 978-602-60766-3-2

104

Gambar 3. Pola difraksi nanopartikel TiO2

Pola difraksi dari hasil karakterisasi XRD pada gambar 3 diatas menunjukkan fasa anatase denganstruktur tetragonal. Ukuran partikel dapat dihitung dengan persamaan Scherrer. Data yang dibutuhkan untukmenghitung ukuran partikel diperoleh dari pengukuran sampel dengan XRD. Pola difraksi yang telahdibandingkan dengan pembanding dari database (Horn M. et al., 1972) digunakan sebagai dasar untukmenentukan FWHM. Nanopartikel TiO2 memiliki ukuran partikel dalam nm, dengan median ukuran partikel12,08 nm

4. KESIMPULAN1. Ekstrak kayu manis dapat digunakan sebagai bioreduktor nanopartikel TiO2 karena terbukti

mengandung senyawa flavonoid dan senyawa tannin.2. Analisis XRF nanopartikel memiliki kandungan TiO2 adalah 94,69%;3. Analisis spektrofotometer UV-vis menunjukkan panjang gelombang optimum 272 nm dan band gab

4,25 eV4. Analisis XRD menunjukkan fasa anatase dengan struktur tetragonal dengan ukuran partikel 12,08 nm

5. DAFTAR PUSTAKABalchin, M.L., 2006. Aromatherapy Science: A Guide for Healthcare Prefessionals, 1st ed. Parmaceutical Press.Jalill, R.D.A., Nuaman, R.S., Abd, A.N., 2016. Biological synthesis of Titanium Dioxide nanoparticles by Curcuma

longa plant extract and study its biological properties. World Sci. News 49, 204–222.Kamyar Shameli, Mansor Bin Ahmad, Ali Zamanian, Parvanh Sangpour, Parvaneh Shabanzadeh, Yadollah Abdollahi,

Mohsen Zargar, 2012. Green biosynthesis of silver nanoparticles using Curcuma longa tuber powder. Int. J.Nanomedicine 7, 5603–5610.

Landmann, M., Rauls, E., Schmidt, W.G., 2012. The electronic structure and optical response of rutile, anatase andbrookite TiO 2. J. Phys. Condens. Matter 24, 195503. doi:10.1088/0953-8984/24/19/195503

Makarov, V.V., Love, A.J., Sinitsyna, O.V., Makarova, S.S., Yaminsky, I.V., Taliansky, M.E., Kalinina, N.O., 2014.“Green” Nanotechnologies: Synthesis of Metal Nanoparticles Using Plants. Acta Naturae 6 No. 1, 35–44.

Naratip VITTAYAKORN, Anucha RUANGPHANIT, Wisanu PECHARAPA, 2013. Titanium Dioxide NanostructuresSynthesized by Sonochemical – hydrothermal Process. J. Met. Mater. Miner. 23, 19–24.

Nič, M., Jirát, J., Košata, B., Jenkins, A., McNaught, A. (Eds.), 2009. IUPAC Compendium of Chemical Terminology:Gold Book, 2.1.0. ed. IUPAC, Research Triagle Park, NC.

Nithya, A., Rokesh, K., Jothivenkatachalam, K., 2013. Biosynthesis, Characterization and Application of TitaniumDioxide Nanoparticles. NANO Vis. 3, 169–174.

Utama, P., Puspaningtiyas, D.E., 2013. The Miracle Of Herbs. Agromedia Pustaka, Jakarta.

6. UCAPAN TERIMA KASIHUcapan terima kasih kepada Politeknik Negeri Ujung Pandang atas biaya penelitian yang bersumber

dari DIPA Politeknik Negeri Ujung Pandang sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksana Penelitian Nomor021/PL.10.13/PL/2017 tangggal 12 April 2017.

Page 105: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.105-108) 978-602-60766-3-2

105

PEMANFAATAN SISIK IKAN BANDENG SEBAGAI BAHAN BAKU KITOSAN DENGANMETODE SONIKASI DAN APLIKASINYA UNTUK PENGAWET MAKANAN

Herman Bangngalino1), A. Muhammad Iqbal Akbar2)

1,2)Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang

ABSTRACT

As the third leading commodity fishery in South Sulawesi after fresh shrimp and seaweed, bandeng fish is veryabundant. Fish product processing often only utilizes meat without utilizing the bones and scales. Bandeng fish bonescan be used as raw material for gelatin manufacture, while bandeng fish scales can be used as a source of chitin andchitosan. This study aims to utilize waste bandeng fish scales as raw materials for making chitosan and applyingchitosan from bandeng fish waste scales as preservatives in food. The research begins with demineralization anddeproteination of fish scales to produce chitin. The chitin thus obtained is deacetylated to give chitosan. After testing thewater content, ash, viscosity and degrees of deacetylation, chitosan was then applied as a food preservative. The resultsof chitosan test showed moisture content of 7.49%, ash content of 1.15%, 3.06 cp viscosity, deacetylation degree81.56% and suitable for food aplication as preservatives of meatballs at room temperature.

Keywords: bandeng fish scales, chitosan, food preservatives

1. PENDAHULUANIkan Bandeng (Chanos chanos forsskal) merupakan komoditi hasil perikanan yang melimpah di

Sulawesi Selatan. Produksi Ikan bandeng tersebar hampir di seluruh kabupaten. Sebagai salah satu komoditiunggulan perikanan Provinsi Sulawesi Selatan setelah udang segar dan rumput laut, produksi Ikan Bandengpada tiga tahun terakhir terus meningkat. Menurut data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi SulawesiSelatan Pada tahun 2013 produksi bandeng segar mencapai 119.887,1 ton, kemudian pada tahun 2014produksi mencapai 123.933,6 ton, dan pada tahun 2015 terjadi peningkatan sebesar 1,9 % menjadi126.226,6 ton. Produksi bandeng di Sulawesi Selatan pada tahun 2015 berturut-turut berasal dari KabupatenBone (35.880,0 ton), Kabupaten Wajo (18.808,5 ton), Kabupaten Pinrang (18.383,9 ton) dan KabupatenPangkep (12.325,0 ton). Secara nasional, pada tahun 2014 produksi ikan bandeng berada pada peringkat kedua setelah Provinsi Jawa Timur (136.263 ton), sedangkan peringkat ke tiga, ke empat dan ke lima berturut-turut Jawa Tengah (90.351 ton), Jawa Barat (86.011 ton) dan Sulawesi Tenggara (40.636 ton).

Ikan bandeng termasuk jenis ikan yang dapat hidup di air tawar, air payau maupun air laut dandikenal sebagai ikan yang memiliki banyak tulang. Pengolahan ikan bandeng sering kali hanyamemanfaatkan daging tanpa memanfaatkan tulang dan sisiknya. Sisik ikan bandeng tersebut dapatdimanfaatkan sebagai sumber kitin dan kitosan.

Kitosan diproduksi melalui urutan proses yaitu ekstraksi kitin dilanjutkan deasetilasi. Kitosan dapatdiaplikasikan pada bidang farmasi, pangan dan industry lainnya berdasarkan derajat deasetilasinya (Suptijah,2004). Salah satu pemanfaatan kitosan pada bidang pangan adalah sebagai anti mikroba, karena mengandungenzim lizozim dan gugus aminopolisakarida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Efesiensi dayahambat kitosan terhadap bakteri tergantung dari konsentrasi pelarutan kitosan. Kemampuan dalam menekanpertumbuhan bakteri disebabkan kitosan memiliki polikation yang bermuatan positif yang mampumenghambat pertumbuhan bakteri dan kapang. Salah satu mekanisme yang mungkin terjadi dalampengawetan makanan yaitu molekul kitosan memiliki kemampuan interaksi denagn senyawa pada permukaansel bakteri kemudian teradsorbsi membentuk semacam layer (lapisan) yang menghambat saluran transportasisel sehingga sel mengalami kekurangan substansi untuk berkembang dan mengakibatkan matinya sel. Selaintelah memiliki standar secara mikrobiologi ditinjau dari segi kimiawi juga aman karena prosesnya kitosancukup dilarutkan dengan asam asetat encer (1%) hingga membentuk larutan kitosan homogen yang relatiflebih aman.

Penelitian tentang ekstraksi kitosan telah banyak dilakukan.Produksi secara kimiawi telah dilakukantelah dilakukan oleh Swastawati, dkk (2008), Yuliusman dan Amerina (2009), Puspawati dan Simpen (2010).Kitosan dihasilkan dari transformasi kitin yang diekstraksi dari limbah udang melalui proses deasetilasimeggunakan alkali kuat pada konsentrasi tinggi, suhu tinggi, dan waktu yang cukup lama (Arifin dkk, 2011).

1 Korespondensi : Herman Bangngalino, Telp 081355080692, [email protected]

Page 106: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.105-108) 978-602-60766-3-2

106

Mengingat potensi limbah sisik ikan bandeng yang berlimbah, maka penelitian ini akanmemanfaatkan limbah sisik ikan bandeng tersebut sebagai bahan baku pembuatan kitin dan kitosan yangakan diaplikasikan sebagai pengawet makanan.

2. METODE PENELITIANPenelitian ini diawali dengan proses ektraksi kitin dari sisik ikan bandeng. Sejumlah 60 gram bubuk

sisik ikan bandeng di deproteinasi menggunakan NaOH 3% pada suhu 70OC selama 1 jam, dengan metodesonikasi. Endapan kemudian disentrifuge dan dicuci hingga netral menggunakan aquades. Setelah ituendapan didemineralisasi menggunakan larutan HCl 1 M pada suhu 40OC selama 1 jam sambil dilakukanpengadukan. Endapan kemudian disentrifuge dan dicuci hingga netral untuk memperoleh kitin. Endapandikeringkan pada pada suhu 80OC, lalu ditimbang dan dilakukan karakterisasi menggunakan FTIR danpenentuan rendamen. Selanjutnya kitin dideasetilasi menggunakan NaOH 70% pada suhu 70OC selama 30menit, menggunakan metode sonikasi (Arifin, Z. 2012) . Endapan disentrifuge, dan dicuci hingga netral.Kitosan yang diperoleh kemudian di keringkan, dilakukan karakterisasi menggunakan FTIR, penentuanrendamen, kadar air dan kadar abu, serta derajat deasetilasi menggunakan metode titrasi asam basa (Purwanti,A. 2014). Kitosan yang dihasilkan kemudian diaplikasikan sebagai pengawet pada bakso.

3. HASIL DAN PEMBAHASANHasil karakteristik gugus fungsi menggunakan FTIR: untuk menunjukkan bahwa proses

deasetilasi kitin telah menghasilkan kitosan, maka dilakukan pengujian gugus fungsi menggunakan FTIR.Hasil identifikasi gugus fungsi terhadap kitin memperlihatkan beberapa serapan. Serapan khas yang munculpada spectra FTIR kitin adalah 3556 cm-1 (lebar) yang merupakan serapan dari gugus fungsi hidroksi (OH),serapan pada 1521 cm-1 yang merupakan vibrasi stretching karbonil (C=O) yang merupakan gugus amida I,dan serapan pada 1417 cm-1 yang merupakan vibrasi bending –NH- (amida II). Sedangkan untuk produkdeasetilasi menunjukkan bahwa puncak-puncak serapan tersebut telah bergeser. Serapan pada gugus hidroksitelah bergeser dari 3556 cm-1 menjadi 3442 cm-1, gugus amida I dari 1654 cm-1 menjadi 1417 cm-1 dan gugusamida II dari 1521 cm-1 menjadi 1417 cm-1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kitin telah terdeasetilasimenjadi kitosan. Untuk mengetahui seberapa besar perubahan kitin menjadi kitosan digunakan derajatdeasetilasi yang dapat ditentukan menggunakan metode titrasi asam basa. Hasil karakterisasi gugus fungsikitin menggunakan FTIR disajikan pada Gambar 1, sedangkan hasil karakterisasi gugus fungsi kitosandisajikan pada Gambar 2.

Gambar 1. Hasil karakteristik kitin menggunakan FTIR

Page 107: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.105-108) 978-602-60766-3-2

107

Gambar 2. Hasil karakterisasi kitosan menggunakan FTIR

Setelah kitosan diperoleh, dihitung rendamen yang dihasilkan, dilakukan pengujian kadar air secaragravimetri yaitu pemanasan pada suhu 105OC hingga diperoleh bobot tetap dan dilanjutkan dengan penentuankadar abu dengan cara sampel kitosan diarangkan kemudian diabukan menggunakan tanur pada suhu 600OC.Untuk mengetahui kualitas kitosan yang dihasilkan, ditentukan pula derajat deasetilasi dan viskositas dalamlarutan asam asetat 1%. Derajat deasetilasi ditentukan menggunakan metode titrasi asam basa. Sebanyak 0,3gram kitosan dilarutkan ke dalam 30 ml larutan HCl 0,1 M, dibubuhi 2 tetes indikator metyl oranye,kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 M hingga berubah warna. Perhitungan derajat deasetilasi menggunakanpersamaan:

DDA (%) =( )× . × 0.016 × 100

dimana: C1 : konsentrasi larutan standar HClC2 : konsentrasi larutan standar NaOHV1 : volume larutan HCl yang digunakanV2 : volume larutan NaOH untuk titrasiM : massa kitosan

DDA (%) =( ( . × ) ( . × . ). × . × 0.016 × 100

= 81,56 %

Hasil yang diperoleh disajikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Karakteristik kitosan dari sisik ikan bandengNo Parameter Nilai1. Rendamen (%) 12,52. Kadar air (%) 7,493. Kadar abu (%) 1,154. Derajat deasetilasi (%) 81,565. Viskositas (cp) 3,06

Aplikasi kitosan sebagai pengawet makanan: kitosan yang dihasilkan diaplikasikan sebagaipengawet pada bakso. Dari hasil percobaan diketahui bahwa bakso yang dicampur dengan kitosan dengankonsentrasi 1,5 %, memiliki daya tahan hingga empat hari. Pada hari ke lima, tekstur mulai berubah danmulai mengeluarkan aroma yang kurang enak. Sedangkan bakso yang tidak menggunakan kitosan hanyabertahan selama dua hari dan mulai mengeluarkan aroma kurang enak pada hari ke tiga.

Page 108: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.105-108) 978-602-60766-3-2

108

4. KESIMPULANBeberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini sebagai berikut:

1) Sisik ikan bandeng dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan kitin dan kitosan.2) Kitosan yang diperoleh dari sisik ikan bandeng memiliki rendamen 12,5%, kadar air 7,49%, kadar abu

1,15% , derajat deasetilasi 81,56% dan viskositas 3,06 cp.3) Kitosan asal sisik ikan bandeng, dapat digunakan sebagai bahan pengawet makanan dan memperpanjang

umur simpan bakso pada suhu ruang.

5. DAFTAR PUSTAKAAmos, K., 2013, Kitosan sebagai Anti Bakteri pada Bahan Pangan yang Aman dan tidak Berbahaya (Review),

Prosiding FMIPA Universitas Pattimura, ISBN.978-602-97522-0-5.Arifin, Z., 2012, Pemanfaatan Sonikasi Tak Langsung Dalam Rangka Produksi Kitosan, Jurnal Konversi, Volume 1,

No.1, Oktober 2012.Arifin, Z., Irawan, D., Immaculada, A.M., Mengibar, R., Harris, I., Panos, B., Miralles, N., Acosta, G., Galed and Heras,

A., 2009, Functional Characteriation of Chitin and Chitosan Benthham science published ltd.Purwanti, A., 2014, Evaluasi Proses Pengolahan Limbah Kulit Udang untuk Meningkatkan Mutu Kitosan yang

Dihasilkan, Jurnal Teknologi, Volume 7, No. 1, Juni 2014, Hal 83-90.Puspawati, M.M. dan Simpen, I.N., 2010, Optimasi Deasetilasi Khitin dari Kulit Udang dan Cangkang Kepiting Limbah

Restoran Seafood Menjadi Kitosan Melalui Variasi Konsentrasi NaOH, Jurnal Kimia, 4 (1) hal. 79-90.Suptijah, P., 2004, Tingkat Kualitas Kitosan Hasil Modifikasi Proses Produksi, Buletin Teknologi Hasil Pertanian,

Volume VII No.1.hal 56-57.Swastawati, F., Wijayanti, I. dan Susanto.E., 2008, Pemanfaatan Limbah Kulit Udang Menjadi Edible Coating untuk

Mengurangi Pencemaran Lingkungan, Jurnal Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti, 4(4) hal 101-106.

Page 109: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.109-112) 978-602-60766-3-2

109

PEMANFAATAN ALGA COKLAT (SARGASSUM SP) MELALUI METODEKONVENSIONAL MENGHASILKAN NATRIUM ALGINAT

Octovianus SR Pasanda1), Abdul Azis2)

1,2)Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar 90245, Indonesia

ABSTRAK

One of the potential marine biota of Indonesian waters is a macro algae or known in seaweed trade. Makroalgaincludes red, green, and brown algae and is commonly referred to as seaweed. Brown seaweed has a pigment that givesbrown color and can produce algin or alginate, laminarin, cellulose, ficoidin and manitol whose composition is highlydependent on species, development period and place of growth The main component of algae is carbohydrate whileother components are protein, fat, ash (sodium and potassium) and water 80-90%. The purpose of this research is toknow the quality of alginate include alginate rendamen, moisture content, ash content, and viscosity. Conventionalextraction method from brown algae into sodium alginat produces the highest yield percentage of 36.63%, resultingfrom the extraction for 7 hours at 70°C Tthe average water content of 12.36 - 13.03%, the mean ash content of 26,13 -33.96%, and the viscosity ranged between 18,6 – 20,1 Cp.

Keywords: Brown algae; Sodium alginat; Sargassum sp; Extraction; conventional

1. PENDAHULUANDi Indonesia banyak ditemukan rumput laut penghasil alginate (alginofit) yang cukup potensial untuk

dikembangkan sebagai bahan baku industri alginat. Rumput laut akan bernilai ekonomis setelah mendapatkanpenanganan lebih lanjut. Umumnya penanganan pasca panen rumput laut oleh petani hanya sampai padapengeringan saja. Rumput laut kering masih merupakan bahan baku dan masih harus diolah menjadi turunanproduk-produk lainnya misalnya menghasilkan agar, karaginan dan alginat, dengan demikian meningkatkannilai tambah dan membuka lapangan pekerjaan baru.

Rumput laut coklat memiliki pigmen yang memberikan warna coklat dan dapat menghasilkan algin ataualginat, laminarin, selulosa, fikoidin dan manitol yang komposisinya sangat tergantung pada jenis (spesies),masa perkembangan dan tempat tumbuhnya (Maharani dan Widyayanti 2009). Komponen utama dari algaadalah karbohidrat sedangkan komponen lainnya yaitu protein, lemak, abu (sodium dan potasium) dan air 80-90% (Chapman 1970). Jenis rumput laut alginofit yang banyak ditemukan di perairan Indonesia adalahSargassum dan Turbinaria (Zailanie K dkk, 2001). Kandungan alginat pada rumput laut Sargassum berkisarantara 8-32 % tergantung pada kondisi perairan tempat tumbuhya (Anggadireja dkk, 1993). Alginat adalahsenyawa pikokoloid yang dihasilkan dari rumput laut coklat (Phaeophyceae), yaitu Macrocytis, Laminaria,Aschophyllum, Nerocytis, Eklonia, Fucus, Turbinaria dan Sargassum (Zailanie K ,dkk, 2001).

Menurut Belitz and Groch, 1982, Kloareg and Quatrano,1988 Alginat adalah salah satu kelompokpolisakarida yang komponen utamanya adalah getah ganggang coklat yang ada di dalam dinding sel. Padadinding sel dan lingkungan interselular, alginat ditemukan sebagai campuran dari garam asam alginat(kalsium atau natrium atau kalium). Secara kimia alginat merupakan polimer murni dari asam uronat yangtersusun dalam bentuk asam alginat rantai linier yang panjang (Stephen, 1995). Polimer murni ini tidakbercabang dan mengandung ikatan 1,4 β asam D-mannuronat dan ikatan 1,4 α asam L-guluronat. Bentukalginat pada umumnya adalah natrium alginat, yaitu garam alginat yang dapat larut dalam air. Natriumalginat mempunyai sifat koloid, membentuk gel, dan hidrofilik menyebabkan senyawa ini banyak digunakansebagai emulsifier dan stabilizer dalam industri (Guiry, M.D, 2016). Sedangkan sifat hidrofilik alginatdimanfaatkan untuk mengikat air dalam proses pembekuan makanan. Pada makanan yang dibekukan,polimer ini mempertahankan jaringan makanan. Selain itu, alginat juga dimanfaatkan dalam dunia kosmetik,biomedis, farmasi dan secara luas digunakan dalam berbagai bidang industri, termasuk tekstil, kertas, karenasifatnya yang dapat mengikat air seperti gel, viscosifying dan stabilisasi dispersi (Draget et al., 2006, Pérez etal., 1992).2. METODE PENELITIAN

Prosedur ekstraksi natrium alginat dilakukan sebagai berikut: Rumput laut coklat (sargassum sp)dikumpulkan di pantai Jeneponto. Biomassa ini dicuci dengan air keran, kemudian dikeringkan dengan sinarmatahari langsung. Ekstraksi dilakukan sesuai dengan metode Calumpong et al. (1999) dengan beberapa

1 Korespondensi : Octovianus SR Pasanda, Telp 081242826202, [email protected]

Page 110: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.109-112) 978-602-60766-3-2

110

perbaikan kecil dari metode tersebut. Sampel dikeringkan sampai berat konstan pada 60oC dalam oven,direndam selama 24 jam di dalam larutan formaldehida 2% (1 : 30 b/v) untuk menghilangkan pigmensehingga mempermudah proses pembentukan asam alginat, kemudian dicuci dengan aquades lalu direndamlagi di dalam larutan HCl 0,2 M (1 : 30 b/v) selama 24 jam. Setelah periode ini, sampel dicuci sekali lagidengan aquades sampai netral. Proses selanjutnya dilakukan dengan mengacu pekerjaan dari Torres et al.(2007) dengan beberapa modifikasi kecil, yakni menambahkan Na2CO3 2% (1 : 10 b/v) diaduk selama 5 jam,untuk mengetahui pengaruh waktu maka ekstraksi dilakukan dengan waktu yang berbeda yakni 6 dan 7 jamyang masing-masing dilakukan pada suhu 70oC, selanjutnya disaring melalui kain muslin. Filtrat diaerasiselama 3 jam, dan bagian bawah yang jernih dikeluarkan. Filtrat di tambahkan CaCl2 0,5 M sampai terbentukserat kalsium alginat lalu ditambahkan NaOCl teknis 0,1 % (1 : 10 b/v) untuk pemucatan. Direndam dalamlarutan HCl 0,5 M (1 : 10 b/v) agar kalsium alginat dikonversi menjadi asam alginat. Pengurangan kadar airgel asam alginat yaitu dengan mengepres sempai kadar airnya sekitar 25 %. Kemudian ditambahkan bubuknatrium karbonat dalam mixer agar gel asam alginat terkonversi menjadi natrium alginat dalam bentuk pastalalu direndam dalam ethanol teknis dan dikeringkan dibawah sinar matahari selama ±12 jam, sampai kadarair 12 %. Selanjutnya dihaluskan dan dianalisis kadar air dan nilai viskositasnya dengan menggunakanBrookfield viscometer serta gugus fungsi dengan FTIR.3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan melalui percobaan perlakuan ekstraksi rumput laut coklat secarakonvensional (melalui jalur calsium alginat) dengan variabel waktu ekstraksi yakni 5, 6, dan 7 jam pada suhu70oC. Proses ekstraksi alginat dilakukan dengan mengubah asam alginat menjadi natrium alginat yangmemiliki sifat dapat larut dalam air menggunakan larutan Na2CO3 2% seperti yang dinyatakan oleh Helmiyatiand M Aprilliza, (2017) bahwa ekstraksi menggunakan Na2CO3 (natrium karbonat) mampu untukmemisahkan selulosa dan alginat yang terdapat pada sel alga coklat.Rendamen alginat

Rendemen alginat merupakan persentase dari berat tepung alginat dengan berat awal rumputlaut. Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi dengan metode konvensional (melalui jalur kalsiumalginat) dengan perlakuan waktu yang berbeda yakni 5, 6, dan 7 jam pada suhu 70oC. Hasil penelitianpada waktu ekstraksi 5 jam diperoleh rendemen natrium alginat sebesar 6,41%, pada waktu 6 jam diperolehrendemen sebesar 13,77% dan pada waktu ekstraksi 7 jam diperoleh rendemen sebesar 36,63%. Hasil inimenunjukkan bahwa waktu ekstraksi berpengaruh secara signifikan terhadap produk natrium alginat yangdihasilkan. Semakin lama waktu ekstraksi cenderung menghasilkan produk natrium alginat yang lebihbanyak karena waktu kontak yang lebih lama maka kesempatan berikatan ion Na dengan alginat lebih banyaksehingga potensi terbentuknya natrium alginat juga lebih banyak, bahkan secara visual perolehan natriumalginat yang dihasilkan berbeda dalam hal kuantitas. Pada kondisi dimana waktu kontak ion Na kurang, makasebagian alginat tidak berhasil diendapkan dan masih berada bebas dalam larutan akibatnya rendemen yangdihasilkan lebih rendah. Menurut Fertah M, et al, (2014), suhu tinggi juga dapat mempengaruhi prosesdegradasi pada rantai makromolekul yaitu semakin tinggi suhu maka degradasi rantai molekul juga semakinbesar. Namun kandungan alginat dalam rumput laut coklat juga dipengaruhi oleh beberapa parameter sepertiumur, species dan habitat dari rumput laut coklat (Taylor, 1979).Analisis Kadar AirBerdasarkan hasil penelitian kadar air natrium alginat hasil ekstraksi menunjukkan bahwa pengaruh waktupemanasan ekstraksi alginat dari rumput laut coklat tidak berpengaruh secara signifikan. Hasil analisis kadarair pada suhu 70oC untuk waktu ekstraksi 5 jam sebesar 13,03%, untuk waktu 6 jam sebesar 12,75% danuntuk waktu 7 jam sebesar 12,36%. Hal ini menunjukkan bahwa lama pemanasan ekstraksi dan interaksinyatidak berpengaruh nyata terhadap kadar air alginat. Menurut standar Food Chemical Codex (FCC) kadar airnatrium alginat tidak lebih dari 15%, ini berarti untuk semua perlakuan lama pemanasan ekstraksi semuanyamemenuhi standar FCC.Kadar AbuKadar abu natrium alginat hasil ekstraksi dengan metode konvensional yang dilakukan pada suhu 70oC untukmasing-masing perlakuan waktu ekstraksi adalah: untuk waktu ekstraksi 5 jam diperoleh kadar abu sebesar33,96%, untuk waktu ekstraksi 6 jam diperoleh kadar abu sebesar 26,13%, dan untuk waktu ekstraksi 7 jamdiperoleh kadar abu sebesar 26,33%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar abu natrium alginat hasilpenelitian masih jauh lebih besar bila dibandingkan dengan standar menurut Food Chemical Codex (FCC)yaitu < 15%. Faktor yang menyebabkan tingginya kadar abu yang dihasilkan pada peelitian ini bila

Page 111: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.109-112) 978-602-60766-3-2

111

dibandingkan dengan standar Food Chemical Codex adalah dengan penggunaan Na2CO3. Natrium karbonatdengan konsentrasi tinggi akan menaikkan kadar abu alginat karena adanya unsur natrium (Murtini et al.,1998). Kadar abu menunjukkan kandungan mineral di dalam produk. Menurut Darmawan, M dkk (2006)perendaman rumput laut coklat dalam larutan HCl 0,33% tidak dapat mengurangi kandungan mineral dalamnatrium alginat sehingga perlakuan perendaman yang dilakukan pada penelitian ini yatiu denganmenggunakan HCl 0,2 M juga diindikasi tidak mampu mengurangi kandungan mineral dalam natriumalginat.ViskositasViskositas adalah parameter mutu Na-alginat yang sangat diperlukan karena penilaian terhadap Na-alginatditentukan oleh tingginya viskositas tersebut. Nilai viskositas natrium alginat hasil ekstraksi pada suhu 70oCdengan metode konvensional untuk masing-masing perlakuan waktu ekstraksi adalah: untuk waktu ekstraksi5 jam diperoleh viskositas sebesar 20,4 cP, untuk waktu ekstraksi 6 jam diperoleh viskositas sebesar 18,6 cP,dan untuk waktu ekstraksi 7 jam diperoleh viskositas sebesar 20,1 cP. Standar perdagangan yang ditetapkanoleh Sigma (1997) untuk viskositas Na-alginat dibagi ke dalam tiga kelompok mutu yaitu mutu I (highgrade) nilai viskositasnya 14.000 cP ; mutu II (medium grade) nilai viskositasnya 3500 cP ; mutu III (lowgrade) nilai viskositasnya 250 Cp. Sedangkan menurut Winarno (1990), kekentalan Na-alginat sangatbervariasi yakni dari 10–5000 cps (1 % larutan Na-alginat dalam air). Bila dibandingkan dengan standar Na-alginat yang ditetapkan oleh Sigma, Na-alginat yang dihasilkan dari penelitian ini belum masuk kriteria I, II,maupun III (low grade). Nilai kekentalan Na-alginat sangat tergantung pada umur panen rumput laut coklat,teknik ekstraksi (konsentrasi, suhu, pH, dan adanya kation logam polivalen) dan berat molekul rumput lautyang diekstrak (Basmal et al., 1998). Kekentalan larutan alginat akan menurun akibat pemanasan yang terlalulama. Pada pemanasan yang terlalu lama akan berakibat terjadinya degradasi molekul dan selanjutnyamengakibatkan penurunan kekentalan (Basmal et al., 1998).Gugus FungsiUji gugus fungsional dilakukan dengan menggunakan Infra Red Spektofotometer.Prinsip pabila sinar inframerah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik maka sejumlah frekuensi akan diserap, sedangkanfrekuensi yang lain akan diteruskan. Masing-masing senyawa hanya menyerap sinar infra merah denganfrekuensi tertentu. Sinar yang diserap tersebut akan menaikkan amplitude gerakan vibrasi dalam molekul.Oleh karena itu setiap jenis ikatan yang berbeda mempunyai sifat frekuensi vibrasi yang berbeda, maka caraini dapat digunakan untuk menganalisis adanya gugus fungsi dalam suatu senyawa. Analisis kualitatif berupagugus fungsi natrium alginat yang didapatkan menggunakan alat fourier transform infra red spectrofotometre(FTIR) dengan metode konvensional terdapat pada Gambar 8 dan metode bantuan ultrasonik pada Gambar 1dimana dari hasil kedua metode tersebut dibandingkan dengan spectrum yang sesuai dengan natrium alginat.

Gambar 1. Spektrum gugus fungsi natrium alginate metode konvensional

Page 112: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.109-112) 978-602-60766-3-2

112

Kemiripan pola spectrum di daerah 4000 – 1000 cm-1 menunjukan bahwa natrium alginat hasil ekstraksidengan natrium alginat murni mempunyai gugus fungsi yang mirip. Keberadaan puncak-puncak serapan padasekitar 3500 – 3200 cm-1 menunjukan adanya gugus hidroksil (O-H) yang berikatan dengan hydrogen.Bilangan gelombang 1600-1700 cm-1 menunjukan adanya gugus karbonil (C=O) sebagai gugus aromatik,1000 – 1300 cm-1 menunjukan keberadaan gugus karboksil (C-O), sedangkan natrium dalam isomer alginateterletak pada puncak serapan 1696 cm-1. Puncak serapan 930 – 890 cm-1 menunjukan daerah khas sidik jariguluronat, sedangkan 870 – 820 cm-1 menunjukan daerah khas sidik jari mannuronat. Daerah khas sidik jariguluronat dan mannuronat merupakan penanda spesifik bahwa sampel yang diteliti merupakan senyawaalginat.

4. KESIMPULANBerdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstraksi natrium alginat dari rumput laut coklatdengan metode konvensional menghasilkan natrium alginat dengan rendamen tertinggi sebesar 36,63%selama 7 jam ekstraksi dan suhu 70oC. Kadar air yang diperoleh memenuhi standar Food Chemical Codex(FCC) yakni tidak lebih dari 15%, sedangkan kadar abu dan viskositas belum memenuhi standar.

5. DAFTAR PUSTAKAAnggadireja J. , Azatniko W., Sujatmiko dan Noor I. (1993), “Teknologi Produk Perikanan dalam Industri Farmasi”,

Dalam Stadium General Teknologi dan Alternatif Produk Perikanan dalam Industri Farmasi.Basmal, J., Yunizal dan Tazwir. 1998. Pengaruh perlakuan pembuatan semi refined alginat dari rumput laut coklat

(Turbinaria ornata) segar terhadap kualitas sodium alginat. Makalah disajikan dalam Forum Komunikasi I.Ikatan Fikologi Indonesia (IFI). Serpong, 8 September 1999. p. 97 – 110.

Belitz, HD. and Grosch W. (1982). “Food Chemistry”, Springer Verlag Berlin Heidebberg New York, London, Paris,Tokyo

Chapman, V.J. and D.J. Chapman. (1980). ”Seaweed and Their Uses”. Third Edition.Chapman and Hall.

Darmawan, M., Tazwir, dan Hak Nurul, 2006. “Pengaruh Perendaman Rumput Laut Coklat Segar Dalam BerbagaiLarutan Terhadap Mutu Natrium Alginat”. Buletin Teknologi Hasil Perikanan Vol IX Nomor 1 Tahun 2006

Draget, K.I., Moe, S.T., Skja˚ k-Bræk, G., Smidsrød, O., (2006). Alginats. In: Stephen, A.M., Phillips, G.O., wiliams,P.A. (Eds.), . In: Food Polysaccharides and their Applications. CRC Press, Boca Raton, FL, p. 14, 159–1178.

FCC, 1993. Food Chemical Codex, National Academy Press WashingtonFertah, M., Belfkira, A., Dahmane, E.M., Taourirte, M. 2014. Extraction and characterization of sodium alginate from

Moroccan Laminaria digitata brown seaweed. Arabian Journal of Chemistry. 1878-5352.Guiry, M.D, (2016), “The Seaweed Site: information on marine algae”Helmiyati and M Aprilliza, (2017). “Characterization and properties of sodium alginat from brown algae used as an

ecofriendly superabsorbent” International Symposium on Current Progress in Functional Materials. IOP Conf.Series: Materials Science and Engineering 188 (2017) 012019

Kartini Zailanie, Tri Susanto, Simon BW, (2001). “Jurnal Teknologi Pertanian”, vol. 2, no. 1, April 2001 : 10-27Kloareg B & Quatrano RS (1988). “Structure of the cell walls of marine algae and ecophysiological functions of the

matrix polysaccharides”. Oceanography and Marine Biology: iew, 26 , 259-315.Maharani MA, Widyayanti, (2009). “Pembuatan alginat dari rumput laut untuk menghasilkan produk dengan rendamen

dan viskositas yang tinggi” Universitas DiponegoroMurtini, J.T., Basmal, J. Yunizal. 1998. Pengaruh pemucatan dan pH filtrat terhadap mutu natrium alginat. Dalam

Laporan teknis penelitian. Penelitian teknologi ekstraksi alginat dari rumput laut coklat (Phaeophyceae).Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi. Jakarta. p. 93 – 98.

Pérez R, Kaas R, Campello F, Arbault S & Barbaroux O (1992). “La culture des algues marines dans le monde”.IFREMER, Plouzané, France

Sigma Chemical Co. (1997) Biochemicals and Reagents for Life Science Research, St. Louis, MO, p. 740Stephen, M. (1995). “Food Polysaccharide and Their Applications”, Departement of Chemistry, University of Cape

Town Rondebosch, South Africa.Taylor, W.R. (1979) Marine Algae of The Eastern Tropical and Subtropical Coasts of the Americas. The University of

Michigan Press.Winarno, FG. (1986). “Kimia Pangan dan Gizi”, Gramedia, Jakarta.

Page 113: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.113-120) 978-602-60766-3-2

113

POTENSI ZAT WARNA DARI EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS DAN KAYUSAPPANG SEBAGAI KALORIMETRI ANION

Nurmala Sari1), Rachma2), Santi1)

1)STIKes Mega Rezky Makassar2)Politeknik Akademi Teknik Industri Makassar

ABSTRACT

Dyes from mangosteen skin and sappang tree have been isolated using ethanol as a solvent. Antocianinecompound is obtained from mangosteen skin while braziline is from sappang tree. Both of compounds can be used asanion clorimethric due to their hidrocyle and chromophoregroupactive sites. Dyes from mangosteen skin and sappangtree have been tested on 10 gram of several types of saturated anions (carbonate, sulfate, phosphate, cyanide, acetate,borax, nitrite, chloride, bromide, and iodide). The results of the tests show that thecolor of the dye from mangosteen skinchanges in cyanide and hydroxide anions. On the other hand, the color of the dye from sappang tree changes incarbonate, phosphate, cyanide, acetate, nitrite, and hydroxile. UV/Vis is used to detect the limit of cyanide anion.Methanol and acetone show positive results on both of dyes in cyanide anion. Detection limit of antocyanine andbraziline are 4x10-4 Mand 3x10-4 M respectively. With addition of cyanide anion, antocyanine in acetone has abatochromic shift at 2x10-4M and dye from sappang tree has detection limit at 1x10-4 M.

Keywords: dyes, mangosteen skin, sappang tree, anion cencoric, ionochromic, detection limit

1. PENDAHULUANLimbah industri merupakan salah satu masalah yang saat ini belum dapat diatasi oleh pemerintah.

Pembuangan limbah disembarang tempat khususnya didaerah perairan dapat mencemari lingkungan bahkandapat berefek negatif bagi makhluk hidup khususnya pada manusia. Salah satu kandungan limbah yangcukup berbahaya apabila melewati ambang batas yaitu senyawa anion. Senyawa anion seperti anion sianida,anion fluoride dan anion karbonat merupakan anion yang sering menyebabkan terjadinya pencemaran karenasebagian besar dihasilkan oleh limbah industri. Anion sianida dapat memberikan dampak negatif bagikesehatan apabila tidak sengaja dikonsumsi seperti dapat menyebabkan muntah, diare, sakit perut yangberkepanjangan bahkan dapat menyebabkan kematian. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian yang dapatmengindentifikasi adanya pencemaran anion. Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi anion dengan carakalorimetri dimana berdasarkan konsep kemosensor.

Kemosensor merupakan suatu proses yang dapat memperlihatkan adanya suatu senyawa atau ionpada sampel maupun pada senyawa kompleks (McDonagh dkk., 2008). Metode deteksi adanya sanyawa atauion dapat dilakukan dengan mendeteksi metode titrimetri, volumetri, potensiometri, elektrokimia dankromatografi ion. Metode-metode tersebut merupakan metode yang memerlukan waktu analisis yang relatiflama, melibatkan alat instrument dengan batas deteksi yang tinggi dan membutuhkan investasi peralatan yangmahal (Xu dkk., 2010). Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu metode pendeteksi yang murah, efisiensi,tanpa membutuhkan alat instrument, dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Metode yang dimaksudmerupakan metode kolorimetri yaitu suatu metode yang terjadi karena adanya perubahan warna akibatadanya ion/senyawa (Satheshkumar dkk., 2014). Senyawa antosianin pada kulit manggis dan senyawabrazilin pada kayu sappang memiliki gugus hidroksil sebagai sisi aktif dan pasangan electron yangterkonjugasi sebagai gugus kromofor sehingga berpotensi sebagai senyawa sensor anion.

1.1 AntosianinSecara kimia, semua antosianin merupakan turunan dari kation flavilium (3,5,7,4’

tetrahidroksiflavilium) yang merupakan struktur dasar dari antosianidin (Timberlake dan Bridle, 1997).Menurut Harborne dan Grayer (1988), semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggalyaitu sianidin yang dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi, atau glikosilasi makajenis antosianin lain terbentuk.

1 Korespondensi : Nurmala Sari, Telp 085241224181, [email protected]

Page 114: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.113-120) 978-602-60766-3-2

114

Gambar 1. Struktur senyawa antosianin

1.2 BrazilinMenurut Indriani (2003) Brazilin (C16H14O5) adalah kristal berwarna kuning yang merupakan

pigmen warna pada secang. Asam tidak berpengaruh terhadap larutan brazilin, tetapi alkali dapatmembuatnya bertambah merah. Eter dan alkohol menimbulkan warna kuning pucat terhadap larutan brazilin.Brazilin akan cepat membentuk warna merah ini disebabkan oleh terbentuknya brazilein. Brazilin jikateroksidasi akan menghasilkan senyawa brazilein yang berwarna merah kecoklatan dan dapat larut dalam air.Rumus struktur untuk brazilein dan brazilin dapat dilihat pada Gambar 2.

O

OHO

OH

HO

(a)

O

OH

HO

HO OH

(b)

Gambar 2. Struktur senyawa brazilein (a) dan Brazilin (b)

2. Sensor AnionPenelitian tentang hubungan antara perubahan warna dan struktur senyawa dengan adanya pengaruh

ion telah banyak dimanfaatkan sebagai sensor anion. Sensor anion telah dikembangkan untuk menjawabkebutuhan analisis ion-ion yang membahayakan pada bidang biologi, lingkungan dan industri (Lin, dkk.,2007). Sensor anion mempunyai dua bagian utama, yaitu sisi aktif dan kromofor. Sisi aktif melibatkan sisipengikat yang akan berinteraksi dengan anion baik dalam elektrostatis maupun ikatan hidrogen (Gambar 3.).Kromofor merupakan bagian-bagian sinyal yang terhubung ke sisi aktif baik secara langsung maupundengan intramolekular terkait. Kromofor tersebut menunjukkan terjadinya perubahan warna dalam prosesinteraksi dengan anion. Contoh gugus fungsi yang dapat digunakan sebagai sisi aktif pada sensor anion yaituimina, urea, tiourea, amida, pirol (NH), imidazolium, hidrazon, dan gugus hidroksil. Gugus fungsi tersebutdapat melakukan donor hidrogen sehingga proses interaksi dengan anion dapat terjadi (Reena dkk., 2013).

Gambar 3. Interaksi antara senyawa sensor anion dengan anion (Martınez-Manez dan Sancenon,2003)

Rancangan sensor yang memberikan warna didasari dengan interaksi kuat antara senyawa pewarnadengan analit. Senyawa pewarna kemoresponsif terbagi atas tiga bagian yaitu senyawa pewarna mengandungion logam yang merespon basa Lewis, senyawa indikator pH dan senyawa pewarna memiliki dipol tinggiyang merespon polaritas pelarut. Senyawa-senyawa tersebut apabila dikenakan larutan analit akan terjadiperubahan warna yang dapat diamati dengan langsung secara visual. Setiap sensor untuk setiap analit padakonsentrasi yang berbeda akan bereaksi dengan analit yang berbeda. Sebagai contoh beberapa senyawa

Page 115: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.113-120) 978-602-60766-3-2

115

pewarna merubah warna pada konsentrasi analit yang rendah sedangkan senyawa lainnya berubah warnapada kenaikan konsentrasi. Limit deteksi sensor tergantung dari analitnya (Zhang dan Suslick, 2005).

2. METODE PENELITIANBahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi serbuk kulit manggis, serbuk kayu sappang,

etanol, metanol, aseton, natrium sulfat (Na2SO4) anhidrat, natrium nitrit (NaNO2), natrium boraks (Na2B4O7),natrium bromida (NaBr), kalium sianida (KCN), natrium asetat (CH3COONa), natrium klorida (NaCl),natrium karbonat (Na2CO3), kalium iodida (KI), natrium hidrogen fosfat (NaH2PO4), Semua bahan kimiayang digunakan mempunyai kualitas p.a Merck.

Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini meliputi: seperangkat alat gelas laboratorium,timbangan analitik (Libror EB-330 Shimadzu), desikator, Instrumentasi kimia yang digunakan adalah lampuUV 254 dan 366 nm (Camac UV-Cabinet II), spektrofotometer inframerah (IR, Shimadzu Prestige-21).Metode penelitian dilakukan sebagai berikut:2.1 Perlakuan Sampel

Buah jamblang dan kulit buah manggis dikeringkan kemudian dipotong-potong kecil-kecil.Selanjutnya digiling sampai membentuk serbuk.2.2 Ekstaksi zat warna pada kulit manggis dan kayu sappang

Pada penelitian ini bahan dalam bentuk serbuk (kulit manggis dan kayu sappang) yang dimaserasidengan etanol selama 1x24 jam sebanyak 3 kali. Maserat yang dihasilkan dikeringkan dengan menggunakanevaporator.2.3 Identifikasi

Pada tahap ini ekstrak etanol yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan IR untuk mengetahuigugus fungsi yang berada pada senyawa zat warna.2.4 Uji solvatochromic terhadap zat warna ekstrak etanol kulit manggis dan kayu sappang

Uji solvatochromic dilakukan dengan melarutkan melarutkan ekstrak etanol kulit manggis dan kayusappang dalam pelarut methanol sebagai pelarut protik (1x10-3 M) dan pelarut aseton sebagai pelarut aprotik.Selanjutnya dilakukan analisis UV-vis untuk mengetahui panjang gelombang dari setiap senyawa tersebutbaik dalam pelarut methanol maupun dalam pelarut aseton.2.5 Uji terhadap zat warna ekstrak etanol kulit manggis dan kayu sappang sebagai senyawaionochromic

Uji senyawa ionochromic dilakukan dengan meneteskan 2 tetes larutan jenuh NaCl, NaBr, KI,Na2SO4, Na2CO3, Na2HPO4, KCN, NaNO2, Na2B4O7 dan CH3COONa ke dalam ekstrak etanol kulit manggis(1x10-3 M dalam metanol dan aseton). Perubahan warna yang terjadi pada larutan dicatat. Dengan cara yangsama dilakukan uji terhadap ekstrak etanol kayu sappang.2.6 Uji limit deteksi terhadap zat warna ekstrak etanol kulit manggis dan kayu sappang sebagai sensoranion sianida

Larutan diteteskan ke dalam ekstrak etanol kulit manggis (1x10-4 M dalam metanol, atau aseton)dengan berbagai konsentrasi untuk menentukan titik ekuivalen dari anion sianida terhadap dalam ekstraketanol buah jamblang. Perubahan warna yang terjadi pada larutan dicatat dan ditentukan limit deteksinyaberdasarkan hasil pengukuran UV-vis. Dengan cara yang sama dilakukan uji terhadap ekstrak etanol kayusappang.

3. HASIL DAN PEMBAHASANHasil penelitian yang diperoleh dalam melakukan Isolasi dan indentifilasi zat warna diuraikan pada

pembahasan berikut ini.Maserat etanol kulit manggis

Zat warna dari kulit manggis senbanyak 15 g dimaserasi dengan etanol kemudian dievaporasi danmenghasilkan bubuk berwarna kuning sebanyak 415 mg, Karakterisasi senyawa hasil isolasi, dianalisisdengan menggunakan FT-IR (Gambar 4.). Data spektrum IR (KBr) memperlihatkan pita serapan (υmaks) padabilangan gelombang 4312 cm-1 yang mengidentifikasikan adanya gugus OH dan didukung oleh adanyapuncak serapan pada 1082 cm-1 merupakan vibrasi ulur ikatan C-O. Serapan pada 2920 cm-1 untuk Csp2-Hyang didukung adanya serapan C=C aromatik pada 1643, 1608, 1581 cm-1. Berdasarkan dari analisis FT-IRmengindikasikan bahwa kemungkinan zat warna dari kulit manggis sebagian besar mengandung senyawaantosianin (Gambar 5.).

Page 116: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.113-120) 978-602-60766-3-2

116

Gambar 4. Spektrum FT-IR zat warna kulit manggis

Gambar 5. Struktur senyawa antosianin

3.2 Maserat Etanol Kayu SappangKayu sappang sebanyak 72 g dimaserasi dengan etanol kemudian dievap dan menghasilkan bubuk

berwarna merah sebanyak 510 mg, Karakterisasi senyawa hasil isolasi, dianalisis dengan menggunakan FT-IR (Gambar 6.). Karakterisasi senyawa isolasi dari zat warna kayu sappang dari data spektrum IR (KBr)yang menunjukkan bahwa adanya gugus OH pada bilangan gelombang 3385 cm-1 dengan didukung olehadanya vibrasi ulur ikatan C-O pada 1109 dan 1026 cm-1. Serapan pada 2924 cm-1 yang merupakan Csp2-Hyang didukung dengan adanya C=C aromatik pada daerah serapan pada 1504 cm-1. Sehingga diindikasikanbahwa maserat zat warna pada kayu sappang mengandung senyawa brazilin (Gambar 7).

Gambar 6. Spektrum FT-IR zat warna kayu Sappang

Gambar 7. Struktur Senyawa Brazilin

3.3 Uji Solvatochromic terhadap zat warna kulit manggis dan kayu sappangZat warna kulit manggis (antosianin) dan zat warna kayu sappang (brazilin) memiliki warna yang

berbeda dalam pelarut metanol maupun aseton. Konsentrasi 1x10-3 M yang dilarutkan dalam pelarut metanol

Page 117: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.113-120) 978-602-60766-3-2

117

masing-masing memberikan warna kuning untuk zat warna kulit manggis (antosianin) dengan panjanggelombang 340 nm, dan zat warna kayu sappang (brazilin) berwarna oranye dengan panjang gelombang 360nm . Zat warna kulit manggis (antosianin) dalam pelarut aseton dengan konsentrasi 1x10-3 Mmemperlihatkan warna oranye tua dengan panjang gelombang 380 nm, dan zat warna kayu sappang (brazilin)dengan konsentrasi 1x10-3 M memperlihatkan warna kuning dengan panjang gelombang 356 nm (Gambar 8.)

Hasil uji solvatochromic menunjukkan bahwa Zat warna kulit manggis (antosianin) dan zat warnakayu sappang (brazilin) dalam pelarut methanol dan aseton mengalami peristiwa solvatochromism positif.Metanol dan Aseton memiliki keadaan dasar dan keadaan tereksitasi yang berbeda akibat dari kepolaranpelarut metanol atau aseton sehingga pada pelarut metanol dan aseton mengalami pergeseran hipsokromikatau pergeseran batokromik (Reichardt, 1994).

Gambar 8. zat warna kayu sappang dalam pelarut methanol (a) dan aseton (c): zat warna kulit manggisdalam pelarut methanol (b) dan aseton (d).

3.4 zat warna kulit manggis sebagai ionochromicZat warna kulit manggis (antisoanin) dalam konsentrasi 1x10-3 M dilarutkan dalam pelarut metanol

(Gambar 9.) atau aseton (Gambar 10.). Kemudian larutan senyawa tersebut ditambahkan 2 tetes larutan aniondari larutan jenuh garam seperti garam pospat, garam asetat, garam karbonat, garam sulfat, garam sianida,garam boraks, garam nitrit, garam klorida, garam bromide, garam iodide dan natrium hidroksida.

Gambar 9. Hasil uji ionochromic terhadap zat warna kulit manggis (antosianin 1x10-3 M dalam metanol). a)HPO4

2-, b) CH3COO-, c) CO3-, d) SO4

2-, e) CN-, f) B4O72-, g) NO2

-, h) I-, i) Br-, j) Cl-, k) OH- dan l) Standar

Gambar 10. Hasil uji ionochromic terhadap zat warna kulit manggis (antosianin 1x10-3 M dalam aseton). a)HPO4

2-, b) CH3COO-, c) CO3-, d) SO4

2-, e) CN-, f) B4O72-, g) NO2

-, h) I-, i) Br-, j) Cl-, k) OH- dan l) Standar

Hasil Uji ionochromic dengan menggunakan pelarut metanol dan aseton memperlihatkan bahwa zatwarna kulit manggis (antosianin) mengalami perubahan warna dari warna kuning muda menjadi warnaoranye kecoklatan apabila diinterasikan dengan anion sianida dan anion hidroksil. Hal tersebut disebabkankarena anion sianida, dan anion hidroksil berinteraksi dengan zat warna kulit manggis (antosianin)membentuk ikatan hidrogen.

3.5 Zat warna kayu sappang sebagai ionochromicZat warna kayu sappang (brazilin) dalam konsentrasi 1x10-3 M dilarutkan dalam pelarut metanol

(Gambar 11.) atau aseton (Gambar 12.). Kemudian larutan senyawa tersebut ditambahkan 2 tetes larutananion dari larutan jenuh garam seperti garam pospat, garam asetat, garam karbonat, garam sulfat, garamsianida, garam boraks, garam nitrit, garam klorida, garam bromide, garam iodide dan natrium hidroksida.

Page 118: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.113-120) 978-602-60766-3-2

118

Gambar 11. Hasil uji ionochromic terhadap zat warna kayu sappang (brazilin 1x10-3 M dalam metanol). a)HPO4

2-, b) CH3COO-, c) CO3-, d) SO4

2-, e) CN-, f) B4O72-, g) NO2

-, h) I-, i) Br-, j) Cl-, k) OH- dan l) Standar

Gambar 12. Hasil uji ionochromic terhadap zat warna kayu sappang (brazilin 1x10-3 M dalam aseton). a)HPO4

2-, b) CH3COO-, c) CO3-, d) SO4

2-, e) CN-, f) B4O72-, g) NO2

-, h) I-, i) Br-, j) Cl-, k) OH- dan l) Standar

Hasil Uji ionochromic dengan menggunakan pelarut metanol memperlihatkan bahwa zat warna kayusappang (brazilin) mengalami perubahan warna dari warna oranye menjadi warna merah apabiladiinteraksikan dengan, anion pospat, anion asetat, dan anion nitrit. Zat warna tersebut berinteraksi dengananion karbonat, anion sianida dan anion hidroksil menjadi warna merah keunguan sedangkan untuk anionsulfat, anion boraks, anion iodide, anion klorida dan anion bromida mengalami perubahan warna yang kurangsignifikan. Hal tersebut disebabkan karena anion sulfat, anion boraks, anion iodide, anion klorida dan anionbromida kemungkinan dapat berinteraksi dengan zat warna kayu sappang (brazilin) melalui ikatan hidrogenyang menunjukkan perbedaan warna tidak begitu spesifik dengan warna sebelumnya (Alghiri, 2010).Sedangkan anion pospat, anion asetat, anion nitrit, anion karbonat, anion sianida dan anion hidroksilmemperlihatkan perubahan dari warna kuning menjadi warna merah bahkan sampai membentuk warna merahkeunguan. Hal tersebut disebabkan karena anion tersebut memiliki interaksi yang lebih kuat danmenyebabkan terjadinya deprotonasi dibandingkan dengan anion sianida, anion klorida dan anion iodidayang hanya terjadi ikatan hidrogen saja (Alghiri, 2010). Akibat interaksi dengan anion tersebut, elektron padasenyawa brazilin pasa zat warna kayu sappang mengalami konjugasi yang cukup panjang dan akanmenghasilkan warna dengan panjang gelombang yang lebih panjang dibandingkan interaksi dengan anionyang mengalami perubahan warna menjadi oranye.

Pada pelarut aseton terjadi perubahan yang warna yang lebih signifikan pada anion sulfat, anionboraks, anion iodida yaitu dari warna oranye menjadi warna merah, serta anion sianida dan anion hidroksilyang semakin pekat. Perubahan pelarut dari metanol ke aseton menyebabkan perubahan sensitifitas danselektifitas anion. Mengingat metanol sebagai pelarut polar yang protik sedangkan aseton sebagai pelarutpolar aprotik maka faktor solvasi pelarut terhadap anion yang menyebabkan perbedaan panjang gelombang.

3.6 Uji Limit Deteksi Zat Warna Kulit Manggis (antosianin) dan Kayu Sappang (Brazilin) Sebagai SensorAnion Sianida

Berdasarkan hasil uji ionochromic, zat warna kulit manggis (antosianin) dan kayu sappang (brazilin)dapat dimanfaatkan sebagai sensor anion sianida maka dilakukan uji lebih lanjut untuk mengetahui limitdeteksi dengan menggunakan pengukuran UV-vis.

Berdasarkan hasil pengukuran dengan anilisis UV-vis, zat warna kulit manggis (antosianin) 1x10-4

dalam pelarut methanol (Gambar 13(a)) mengalami pergeseran panjang gelombang dari 340 nm menjadi 440nm dengan absorbansi 0.923, dimana interaksi terjadi pada penambahan anion sianida sebanyak 4 ekuivalen(4x10-4 M) terhadap zat warna kulit manggis (antosianin). Pergeseran inilah yang menyebabkan terjadinyaperubahan warna dari kuning menjadi oranye kecoklatan. Sedangkan dalam pelarut aseton (Gambar 13(b))mengami pergeseran batokromik dari panjang gelombang 340 nm menjadi 480 nm 0,765 denganpenambahan anion sianida sebanyak 2 ekivalen (2x10-4) .

Zat warna kayu sappang (brazilin) dalam pelarut methanol (Gambar 5.11(a)) berinteraksi dengananion sianida dengan nilai ekuivalen 3 (3x10-4 M) yang memiliki pergeseran batokromik dengan panjanggelombang dari 360 nm menjadi 500 nm. Pergeseran menyebabkan terjadinya perubahan warna dari

Page 119: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.113-120) 978-602-60766-3-2

119

warnaoranye menjadi warna merah keunguan (Gambar 10). sedangkan pada pelarut aseton apabiladiinteraksikan dengan anion sianida yang memiliki nilai ekuivalen sebesar 1 (1x10-4 M) terhadap senyawatersebut. Pergeseran panjang gelombang sebesar 380 nm dengan absorbansi 0,723 menjadi 580 nm denganabsorbansi 0.974. Berdasarkan Gambar 14(a) dan 14(b) terlihat bahwa kenaikan anion sianida meningkatkanabsorbansi. Absorbansi dipengaruhi oleh konsentrasi anion, berdasarkan data yang diperoleh menunjukkanbahwa kenaikan absorbansi disebabkan oleh kenaikan konsentrasi anion (terjadi deprotonasi seperti Gambar13 dan Gambar 14).

Salah satu faktor yang mempengaruhi interaksi anion terhadap senyawa sensor yaitu pelarut. Metanolmerupakan pelarut protik yang memilki gugus hidroksi sehingga apabila anion diinteraksikan dengansenyawa sensor yang dilarutkan dalam metanol maka akan terjadi persaingan antara pelarut dan senyawasensor terhadap anion. Pelarut tersebut dapat mensolvasi senyawa sensor sehingga mengalami perbedaanpanjang gelombang dan absorbansi dengan aseton.

Gambar 13. Interaksi zat warna kulit manggis (antosianin) dengan anion sianida dalam pelarut methanol (a)dan pelarut aseton (b)

Gambar 14. Interaksi zat warna kayu sappang (brazilin) dengan anion sianida dalam pelarut methanol (a) danpelarut aseton (b).

4. KESIMPULAN1. Hasil uji sensor anion menunjukkan bahwa Zat warna kulit manggis (antosianin) mengalami perubahan

warna dalam anion sianida dan hidroksida. Sedangkan zat warna kayu sappang (brazilin) mengalamiperubahan warna pada anion pospat, anion asetat, anion nitrit, anion karbonat, anion sianida dan anionhidroksil.

00.10.20.30.40.50.60.70.80.91

320 420 520

Abso

rban

si

Panjang Gelombang (nm)

aSenyawaantosianin(metanol)

CN- 1 ekv

01

320 420 520

Abso

rban

si

Panjang Gelombang (nm)

bsenyawaatosianin(aseton)

CN- 1 ekv

-202

320 420 520 620

Abso

rban

si

Panjang Gelombang (nm)

asenyawabrazilin(metanol)

-0.8

1.2

320 420 520 620

Abso

rban

si

Panjang Gelombang (nm)

bsenyawabrazilin(aseton)

CN- 1 ekv

Page 120: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.113-120) 978-602-60766-3-2

120

2. Pelarut methanol memberikan uji positif terhadap kedua zat warna tersebut terhadap anion sianida,masing-masing untuk zat warna kulit manggis (antosianin) memiliki limit deteksi 4x10-4 M danmengalami pergeseran panjang gelombang dari 340 nm menjadi 440 nm, zat warna kayu sappang(brazilin) berinteraksi dengan anion sianida dengan limit deteksi 3x10-4 M yang memiliki pergeseranbatokromik dengan panjang gelombang dari 360 nm menjadi 500 nm.

3. Pelarut aseton uji positif terhadap kedua zat warna tersebut terhadap anion sianida, zat warna kulitmanggis (antosianin) mengami pergeseran batokromik dari panjang gelombang 360 nm menjadi 480 nmdengan penambahan anion sianida (2x10-4) dan zat warna kayu sappang dengan anion sianida yangmemiliki limit deteksi 1x10-4 M. Pergeseran panjang gelombang sebesar 380 nm menjadi 580 nm.

4. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan kembali isolasi zat warna buah jamblang dengan metode yangberbeda.

5. DAFTAR PUSTAKAAfkhami, A. and Nahid, S., 2007, A Novel Cyanide Sensing Phase Based on Immobilization of Methyl Violet on A

Triacetylcellulose Membrane, Sensor and Actuator B, 122, 437-441.Anggraini, S., Sintesis Senyawa 3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-1-fenil-2-propen-1-on dari Vanilin dan Uji Potensinya

sebagai Larvasida untuk Aedes aegypti dan sensor anion, Skripsi, Jurusan Kimia FMIPA UGM, Yogyakarta.Arty, I.S., Timmerman, H., Samhoedi, M., Sastrohamidjojo, Sugiyanto, and Goot, H., 2000, Synthesis of

benzyldeneacetophenones and their inhibition of peroxidation, J. Med. Chem., 35, 449-457.Harborne J. B. dan Grayer R. J., 1988. The Anthocyanins. Di dalam J. B. Harborne (ed). The Flavonoids. Chapman and

Hall, London.Lin, C.I., Selvi., Fang, J.M., Chou, P.T., and Lai, C.H., 2007, Pyreno[2,1-b]pyrrole and Bis(pyreno[2,1-b]pyrrole) as

Selective Chemosensors of Fluoride Ion: A Mechanistic Study, J. Org. Chem., 29, 3537-3542.Martınez-Manez, R., and Sancenon, F., 2003, Fluorogenic and Chromogenic Chemosensors and Reagents for Anions,

Chem. Rev., 103, 4419-4476McDonagh, C., Burke, C.S., and MacCraith, B.D., 2008, Optical Chemical Sensors, Chem. Rev., 108, 400-422.Morton, J., 1978. Jambolan. Di dalam: Julia F. Morton, Miami, FL. Fruits of warm climates.

http://www.hort.purdue.edu/newcrop/morton/jambolan.html (29 Mei 2016).Purwono, B., Anwar, C., and Hanapi, A., 2013, Syntheses of Azo-imine Derivatives from Vanillin as an acid Base

Indicator, Indo. J. Chem., 13 (1), 1 – 6.Reena, V., Suganya, S., and Velmathi, S., 2013, Synthesis and Anion Binding Studies of Azo-Schiff Bases: Selective

Colorimetric Fluoride and Acetate Ion Sensors, J. of Fluorine Chem., 153, 89-95.Reichardt, C., 1994, Solvatochromic Dyes as solvent Polarity Indicators, Chem. Rev., 94, 8, 2319-2358.Satheshkumar, A., Mossalamy, E.H., Manivannan, R., Parthiban, C., Al-Harbi, L. M., Kosa, S., and Elango, K.P., 2014,

Anion Induced Azo-Hydrazone Tautomerism for the Selective Colorimetric Sensing of Fluoride Ion,Spectrochim. Acta, Part A, 128, 798-805.

Shao, J., Lin, H., and Lin H., 2009, A Novel Chromo- and Fluorogenic Dual Responding H2PO4- Receptor Based on an

Azo Derivative, Dyes Pigm., 80, 259-263.Singhal, M., Paul, A., and Singh, P., 2014, Synthesis and Reducing Power Assay of Methyl Semicarbazone Derivatives,

J. Saudi Chem. Soc., 18, 121-127.Timberlake, C.F. dan Bridle P., 1983. Anthocyanins. Di dalam J. Walford (ed). Developments in Food Colours. Applied

Science Publishers LTD, London.Xu, Z., Chen, X., Kim, H. N., and Yoon, J., 2010, Sensor for the Optical Detection of Cyanide Ion, Chem. Soc. Rev., 39,

127-137.Zhang, C., and Suslick, K., S., 2005, A Colorimetric Sensor Array for Organics in Water, J. Am. Chem. Soc., 127,

11548-11549.

6. UCAPAN TERIMA KASIHKami ucapkan terima kasih kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal

Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristekdikti Republik Indonesia yang telah memberikan bantuandana penelitian. Pembina dan ketua YPI Mega Rezky, ketua STIKes Mega Rezky, LPPM, laboratorium prodianalis kesehatan dan farmasi STIKes Mega Rezky Makassar, laboratorium terpadu jurusan kimia UniversitasHasanuddin dan laboratorium Politeknik Akademi Teknik Industri Makassar.

Page 121: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.121-126) 978-602-60766-3-2

121

PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN DENGAN BUDIDAYA SAYURAN UNTUKPEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN

Ismail1), Abd. Muis2)

1,2) Dosen Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Makassar, Makassar

ABSTRACT

The home yard has the potential for the fulfillment of large nutrients and the reduction of the cost of living for poorfamilies. The condition of the land and the limitations of knowledge and life skills of the family in Sub-district KuloSidenreng Rappang become the limiting factor of the utilization of the home yard. To overcome this limitation,community service is implemented through the Community Service - Learning and Community Empowerment Program(KKN-PPM) knowledge and skills of poor families on organic and hydroponic fertilizer systems. In order to achievethese objectives, KKN-PPM has activities with methods of training, demonstration and assistance. As a pilot program,activities have been realized, namely: 1) improving community knowledge and skills for fertilizer, and vegetablecultivation of hydroponic systems; and 2) the fulfillment of some vegetable needs through optimization of pageutilization. If these activities are sustainable and growing, more energetic living conditions are needed to meet the needsof plant foods in the poor.

Keywords: KKN-PPM, poor families, cultivation vegetables, yard

1. PENDAHULUAN

Kemiskinan di Indonesia terkait dengan ketidakmampuan seseorang atau keluarga memenuhihak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat(Bappenas, 2004), diantaranya hak dasar pangan. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalampenanggulangan kemiskinan melalui berbagai program pemberdayaan keluarga. Namun demikian, jumlahpenduduk miskin di Indonesia masih tergolong tinggi, yakni 27,76 juta orang atau 10,70 persen pada bulanSeptember 2016 (BPS, 2017). Tingginya angka kemiskinan ini terkait dengan rendahnya pendapatanmasyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok, diantaranya sektor pangan.

Kebijakan pemerintah dalam hal pemberdayaan masyarakat di sektor pangan terlihat dengandikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Percepatan Penganekaragaman KonsumsiPangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong percepatanpenganekaragaman konsumsi pangan melalui kerjasama sinergis antara pemerintah, pemerintah daerah danmasyarakat. Salah satu wujud implementasi kebijakan tersebut adalah optimalisasi pemanfaatan pekaranganrumah untuk menghasilkan bahan pangan yang sehat, diantaranya adalah budidaya sayuran organik.

Budidaya sayuran di lahan pekarangan memiliki peranan strategis untuk meningkat-kankeanekaragaman pola konsumsi pangan dan peningkatan gizi masyarakat. Pekarangan diharapkan mampumemenuhi kebutuhan sayuran pada tingkat rumah tangga sehingga memungkinkan peningkatan relatifpendapat-an keluarga. Harapan ini menjadi lebih berarti pada kelompok masyarakat tertentu, seperti keluargakurang miskin.

Pemberdayaan keluarga miskin dengan memanfaatkan halaman rumah sebagai kebun sayur telahterbukti berkontribusi dalam mengurangi kerawanan pangan, gizi keluarga (Carney, et.al., 2012),meningkatkan pendapatan keluarga dan pengentasan kemiskinan (Talukder, at.al. 2001). Alat penting dalampemberdayaan adalah memberikan pendidikan yang akan mengubah kondisi kehidupan dengan pengetahuandan keterampilan.

Kecamatan Kulo memiliki luas wilayah 74,96 Km2 pada ketinggian 44m, dengan topografi terdiri darilahan datar (95%) dan lahan berbukit (5%), dengan luas tanah pekarangan 201,35 Ha. Data kependudukantahun 2014, Kecamatan Kulo dihuni oleh 11.917 jiwa dengan 2.888 rumah tangga. Dari rumah tangga ini,980 (33,4%) adalah rumah tangga penerima beras miskin (Megawati, 2014).

Mengoptimalkan fungsi pekarangan sebagai kebun sayur dibatasi oleh jenis tanah. Sebagian besarlahan di Kabupaten Sidereng Rappang adalah tipe podsolik (50,39%) (Pemerintah Daerah KabupatenSidenreng Rappang, 2014). Tanah Podsolit atau ultisol memiliki kejenuhan air yang sangat rendah sehingga

1 Korespondensi: Ismail, Telp 082393000050, [email protected]

Page 122: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.121-126) 978-602-60766-3-2

122

mudah mengalami kekeringan, rendahnya kadar bahan organik dan hanya pada permukaan tanah,penyimpanan hara rendah (Prasetyo & Suriadikarta, 2006) sehingga tidak cocok untuk tanaman semusim.Dengan demikian, untuk mengoptimalkan fungsi pekarangan, perlu adanya inovasi teknologi budidayasayuran. Untuk mengatasi kondisi tanah yang tidak subur, perlu dilakukan dengan pemberian pupuk organik.Bagi rumah tangga dengan lahan terbatas dan/atau tanpa halaman dapat diatasi dengan budidaya sayuransistem hidroponik.

Permasalahan yang dialami keluarga miskin di kecamatan Kulo Sidenreng Rappang adalah terbatasnyapengetahuan dan keterampilan dalam pembuatan pupuk organik dan budidaya sistem hidroponik dalampemanfaatan pekarangan untuk bididaya sayuran.

2. METODE PELAKSANAAN

Pelaksanaan KKN-PPM melibatkan 73 mahasiswa yang disebar dalam enam desa dengan sasarankeluarga kurang mampu. Penentuan keluarga sasaran didasarkan pada hasil survey pola pangan harapan(PPH) dan kesiapan keluarga untuk terlibat aktif dalam program yang sudah direncanakan. Survey PPHdimaksudkan untuk menentukan keluarga sasaran. Hasil survey selanjutnya dikonsultasikan dengan keluargayang berangkutan untuk memastikan kesiapan mengikuti program KKN-PPM.

Gambar 1. Survey Pola Pangan Harapan

Dari 394 KK yang tersurvey, 36 KK yang berkesempatan mengikuti program KKN-PPM. Pelaksanaanprogram dilaksanakan dengan pendekatan partisipasi aktif dengan metode pelatihan, percontohan danpendampingan.1) Pelatihan pembuatan kompos, pupuk organik cair, mikroorgaisme lokal. budidaya sayuran sistem

hidroponik.

Gambar 2. Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik

2) Demonstrasi dan piloting (demplot) dan pendampingan budidaya sayuran

Page 123: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.121-126) 978-602-60766-3-2

123

Gambar 3. Demplot Budidaya Sayuran

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Pengembangan Rumah Pupuk OrganikUntuk mengoptimalkan fungsi lahan pekarangan guna keperluan budidaya sayuran organik dilakukan

pelatihan pembuatan kompos, POC dan MOL. Kompos dibuat dengan menggunakan bahan baku limbahrumah tangga. Sebagai bioaktivator digunakan EM4 karena mol yang dibuat belum jadi. Produk hasilpelatihan dan pendampingan yang terlihat dalam Gambar 3, diproduksi menjelang akhir program KKN-PPM.

Gambar 3. Produk Kompos, POC dan MOL

Pupuk kompos dan POC telah digunakan dalam kegiatan budidaya sayuran di masing-masingpekarangan rumah keluarga sasaran.

3.2. Pengembangan Sayuran Pekarangan

Optimalisasi pemanfaatan pekarangan untuk pengembangan sayuran organik dilakukan dengan tigacara, yakni tanam langsung di tanah, tanam di polybag dan sistem hidroponik. Cara tanam langsung di tanahdilakukan pada pekarangan dengan tanah relatif subur sedangkan pada tanah yang kurang subur penanamandilakukan dalam wadah polybag. Untuk memenuhi kebutuhan nutrien dilakukan dengan memberikan pupukkompos dan/atau POC. Selain dua cara tersebut, budidaya sayuran organik juga dilakukan dengan sistemhidroponi, terutama bagi keluarga dengan pekaragan sempit.

Page 124: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.121-126) 978-602-60766-3-2

124

Gambar 4. Sayuran Pekarangan

Persaipan kegiatan budidaya sayuran di pekarangan dilakukan pada minggu kedua setelah mahasiswaberada di lokasi( atau minggu keempat bulan Juli 2017), dimulai dengan persiapan lahan dan pembibitan.Kegiatan penanaman di pekarangan baru dilakukan pada minggu keempat (atau minggu kedua Agustus2017). Karena masa tinggal mahasiswa di lokasi hanya enam minggu, maka hasil akhir budidaya sayuranbelum dapat dilaporkan.

Berdasarkan pada hasil monitoring dan evaluasi program, terungkap bahwa: 1) kegiatan programKKN-PPM dapat mengakselesari partisipasi masyarakat khususnya bagi keluarga kurang mampu. Rendahnyapartisipasi seseorang di dalam kegiatan ekonomi produktif merupakan salah satu isu dalam persoalankemiskinan (Nainggolan, 2012). Pendekatan partisipasi aktif memberikan tanggung jawab kepada keluargasasaran seperti dikemukakan oleh Fadlina, dkk, 2013, 2) dibutuhkan waktu tinggal lebih lama untukmemperolah mencapai hasil sebagaimana ditargetkan, sedangkan jam kerja efektif mahasiswa sudah tercapai(288 jam/ mahasiswa).

Terlepas dari hasil akhir program khusunya dalam pengembangan sayuran organik bagi keluargamiskin, satu catatan penting untuk diangkat bahwa program ini pada dasarnya bersifat menginisiasi keluargakurang mampu, memberikan pilihan hidup untuk bisa mengentaskan keluarganya dari kondisi keterbatasanekonomi, meningkatkan daya lenting bagi peningkatan kesejahteraan keluarga. Pemberian pilhan hidupmerupakan salah satu matra program pemberdayaan masyarakat Kementerian Desa, Pembangunan daerahTertinggal, dan Transmigrasi (2016).

Sebagai kegiatan inisiasi tentu saja tingkat keberhasilannya terkait dengan beberapa pihak, termasukpemerintah setempat. Kesediaan keluarga untuk terlibat dalam program ini harusnya dimaknai sebagaikeinginan kuat untuk keluar dari kondisi keterbatasan. Untuk maksud tersebut dibuthkan pelibatan aktifpemerintah dan tokoh masyarakat sebagai kelompok kolektif-kolegial. Ketiadaan pelibatan diri pemerintah

Page 125: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.121-126) 978-602-60766-3-2

125

dan tokoh masyarakat, maka berbagai program dapat berakhir kegagalan, termasuk program KKN-PPM ini,sebagaimana program pemberdayana ekonomi masyarakat lainnya yang berkhir dengan kegagalan (Tanjungdalam Budiyanto (2011).

Dengan demikian, keberlanjutan dan keberhasilan program ini diperlukan tindakan pembinaanberkelanjutan. Untuk mengadopsi suatu teknologi yang baru dibidang tani sangat diperlukan suatu programlanjutan dan berkesinambungan dari waktu ke waktu secara optimal..

Walaupun pelaksanaan program KKN-PPM ini dilaksanakan dalam waktu relatif singkat, hasilnyateridentifikasi mengalami kemajuan pesat. Masyarakat dari keluarga kuang mampu telah memilikipengetahuan dan keterampilan dalam budidaya sayuran organik dan kegiatan terkait lainnya dantelagmembangkitkan motivasi kuat keluarga mampu

Adanya peningkatan wawasan pengetahuam, keterampilan dan motivasi masyarakat anggotamasyarakat sasaran untuk memanfaatkan lahan pekarangan dengan bididaya sayuran dapat mendukung upayapeningkatan pendapatan relatif keluarga.

4. KESIMPULAN

Kegiatan program KKN-PPM ini dilaksanakan dengan tujuan akhir untuk meningkatkan pendapatankeluarga miskin di Kecamatan Kulo Kabupaten Sidenreng Rappang melalui pengembangan sayuran organik.Dari pelaksanaan program dapat disimpulkan bahwa:1) Pengetahuan, dan keterampilan keluarga miskin meningkat dalam pembuatan pupuk organik berbahan

baku limbah organik rumah tangga.2) Lahan pekarangan keluarga miskin sasaran telah dimanfaatkan untuk budidaya sayuran dengan

menggunakan pupuk organik hasil pelatihan.3) Jika budidaya sayuran organik di halaman rumah dilakukan secara berkelanjutan, maka peningkatan

relatif pendapatan keluarga miskin dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2017. Profil Kemiskinan Di Indonesia September 2016. Berita Resmi Statistik No. 05/01/Th. XX, 3 Januari 2017

Budiyanto, M. Agus Krisno. 2011. “Optimasi Pengembangan Kelembagaan Industri Pangan Organik di Jawa Timur”.Jurnal Teknik Industri. Vol. 12. No. 2. Hal. 169-176.

Carney, P.A., J.L. Hamada, R. Rdesinsky, L. Sprager, K.R. Nichols, B.Y. Liu, J.Pelayo, M.A. Sanches, & J.Shannon2012. Impact of a Community Gardening Project on Vegetable Intake, Food Security and Family Relationships: ACommunity-based Participatory Research Study. J Community Health. 2012 Aug; 37(4): 874–881.

Fadlina, I.,M., B. Supiyono, & S. Soeaidy. 2013.Perencanaan Pembangunan Pertanian Berkelnajutan (Kajian tentangPengem-bangan Pertanian Organik di Kota Batu). J-PAL, Vol. 4, No. 1, 2013

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia . 2016. Modul PelatihanPetugas pendamping Desa. Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Kementerian Desa,Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia. Jakarta.

Megawati. 2014. Kecamatan Kulo Dalam Angka. BPS Kabupaten Sidenreng Rappang.

Nainggolan, M.C. 2012. Analisis Kemiskinan Struktural Masyarakat Petani (Studi Kasus di Dusun Ciaruteun Ilir DesaCiaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulan Kabupaten Bogor). Tesis. PpsUniversitas Indonesia. Diakseshttp://lib.ui.ac.id/file? file=digital/20314649-T31154-Analisis%20 kemiskinan.pdf, tgl 10 Agustus 2017.

Pemerintah Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang. 2014. Profil Wilayah. Kondisi Geologi. 2014. Available fromhttp://sidrapkab.go.id/index.php?/ Profil/detail_profil/17. Accessed on 2017 June 20).

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganeka-ragamanKonsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal.

Page 126: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.121-126) 978-602-60766-3-2

126

Prasetyo, B.H. & D.A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik, Potensi, Dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol UntukPengembangan Pertanian Lahan Kering Di Indonesia B.H. Prasetyo1) dan D.A. Suriadikarta2). Jurnal LitbangPertanian, 25(2), 2006

T.A., S.De Pee, A.Taher, A.Hall, R.Moench-Pfanner, M. W. Bloem. 2001. Improving food and nutrition securitythrough homestead gardening in rural, urban and peri-urban areas in Bangladesh (resource paper)

United Nations, Department of Social and Economic Affairs. Online survey on promoting empowerment of people inachieving poverty eradication, social integration and full employment integration and full employment and decentwork for all; 2015. Available from: http://www.un.org/ esa/socdev/ publications/FullSurveyEmpowerment.p df[Accessed on 2017 June 20].

Page 127: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.127-132) 978-602-60766-3-2

127

PRODUKSI MARGARIN DARI MINYAK BIJI MANGGA SERTA ANALISIS SIFATFISIKO KIMIANYA

Abigael Todingbua’1), Fajriyati Masúd2), Sri Indriati3)

1),2),3) Dosen Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

Mango seed contains 6.96 to 13.0% of the oil that it contains tangible semi-solid, thereby potentially be developed as araw material in the production margarine because it does not require hydrogenation process. The aim of this researchwas to know the optimum condition of mango seed oil extraction with a reflux method to obtain maximum rendement.The best treated then used in the production of margarine with rice bran oil as olein phase with ratio of mango oil andrice oil were 60%: 40%, 70%: 30%, and 80%: 20%. The result of this study was temperature of 50oC, 5 h, and solventratio ratio 4: 1. The best result was 80%: 20%. The result of analysis of emulsion stability, color, smear and margarineacid are 98,8%, yellow reddish (YR), 39,751 mm, and 2,79 mgKOH/g margarine in accordance with SNI 01-3541-2002standard that is maximum 4 mgKOH/g margarine.

Keywords: Mango seed oil, Arumanis mango, solvent extraction, margarine.

1. PENDAHULUAN

Buah mangga merupakan produk hasil hortikultura yang sangat digemari dan ditemukan di seluruhpulau di Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2015, Indonesiamemproduksi buah mangga sebanyak 2.178.833 ton. Mangga Arumanis merupakan salah satu buah yangterbaik di pasar dunia, karena rasa yang enak dan aromanya yang menarik. Umumnya setelah manggadikonsumsi atau setelah diproses di industri, sekitar 40-60% limbah dihasilkan selama pegolahan dengan 12-15% merupakan kulit dan 15-20% merupakan biji/kernel (Karunanithi et al., 2015). Padahal biji manggamemiliki potensi untuk dimanfaatkan karena kandungan minyaknya yang tinggi sekitar 16-20% (Messay danShimeli, 2012). Minyak tersebut berwujud semi padat, sehingga potensial diolah sebagai bahan bakuproduksi margarin.

Margarin merupakan makanan berupa lemak yang menyerupai mentega dalam hal kenampakan, sifat-sifat dan komposisi yang terdiri atas dua fase yaitu fase cair dan fase padat. Minyak biji mangga berpotensidiolah menjadi produk margarin berkat kandungan lemak padatnya yang tinggi dengan menggunakan minyakbekatul padi sebagai fase cair. Margarin yang terbuat dari minyak biji mangga sebagai fase padat dan minyakbekatul padi sebagai fase cair diharapkan menjadi paduan bahan baku margarin yang mampu menggantikanmargarin komersial yang terbukti tidak sehat dikonsumsi karena kandungan asam lemak trans yang tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk memberi nilai ekonomi pada biji mangga dengan memanfaatkannyasebagai bahan baku produksi margarin. Urgensi penelitian ini ditinjau dari keberadaan biji mangga yang saatini hanya merupakan limbah, padahal sangat berpotensi diolah menjadi margarin berkat kandungan asamlemak stearin yang tinggi. Beberapa studi yang telah dilakukan antara lain adalah: Fahimdanesh danBahrami (2013) melaporkan hasil bahwa biji mangga mengandung 44-48% asama lemak jenuh dan 52-56%asam lemak tak jenuh, dengan asam stearat sebanyak 37.73%. Jahurul et al. (2013) melaporkan hasil bahwamangga mengandung minyak 87.1±0.08 g/kg, asam lemak jenuh 55.9% dengan asam stearat 44.35%, sertaYoswathana dan Stiaghi (2014) melaporkan bahwa rendemen minyak biji mangga 37,1% dari hasil ekstraksidengan menggunakan pelarut etanol.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Dasar dan Kimia Analisis, Jurusan Teknik Kimia,Politeknik Negeri Ujung Pandang. Bahan yang digunakan antara lain adalah biji mangga Arumanis, minyakbekatul padi, etanol 96%, lesitin, β-karoten, air mineral, garam, asam sitrat, natrium benzoat, pengaromastrawberi, indikator PP 0,5%, KOH 0,1 N, 0,5 mol/ L NaOH-metanol, n-heksan, Na2CO3 7,5%, danaquadest. Biji mangga dicuci dan kernel dipisahkan secara manual. Kernel dikeringkan pada suhu 50°C

1 Korespondensi penulis: Abigael Todingbua’, 081268049488, [email protected]

Page 128: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.127-132) 978-602-60766-3-2

128

selama 12 jam untuk mengurangi kandungan airnya. Selaput halus yang membungkus kernel juga dipisahkanuntuk memperoleh kernel yang maksimum, selanjutnya ditepungkan dengan grinder stainless steel, dikemasdalam wadah plastik dan disimpan dalam ruang beku menunggu proses ekstraksi untuk menghambat prosesoksidasi.

Proses ekstraksi minyak biji mangga dilakukan dengan metode refluks menggunakan pelarut n-heksan. Pada setiap perlakuan digunakan 50 g tepung biji mangga yang ditimbang pada reaktor labu leherempat 1.0 L, selanjutnya minyak diekstraksi menggunakan alat jaket pemanas yang terhubung denganthermometer setting. Pengaduk IKA-WERK RW 20 dipasang dari atas dengan kecepatan 200 rpm. Suhu,waktu, dan jumlah pelarut yang digunakan mengikuti rancangan perlakuan. Minyak selanjutnya didinginkanpada suhu ruang, ampas dipisahkan dengan sentrifugasi (refrigerated centrifuge AX-521) yang diatur padakecepatan 3500 rpm selama 20 menit, bagian cairan ditampung pada labu evaporator untuk memisahkanminyak dengan pelarut menggunakan rotavapor (Buchi R-215 ) yang dilengkapi pompa vakum (V-650) yangbekerja pada kondisi kecepatan putaran 60 rpm, suhu pemanasan 35oC, dan suhu penguapan 21oC. Minyakbiji mangga yang diperoleh dikemas pada botol gelas yang gelap, ditimbang, dan disimpan dalam refrigeratormenunggu proses analisis. Adapun perlakuan pada ekstraksi minyak biji mangga yaitu suhu 30, 35, 40, 45,50, 55, 60, dan 65oC selama 5 jam dengan rasio pelarut 1:4. Perlakuan waktu ekstraksi selama 3, 4, 5, 6, dan7 jam pada suhu 50oC dengan rasio pelarut 1:4. Perlakuan jumlah pelarut yaitu 1:2, 1:3, 1:4, 1:5, dan 1:6.Perlakuan yang terbaik dari pemilihan suhu, waktu, dan jumlah pelarut terkait dengan rendemen minyak yangdiperoleh selanjutnya digunakan untuk memproduksi minyak biji mangga sebagai bahan baku margarin.

Bahan baku pembuatan margarin yaitu minyak biji mangga Arumanis sebagai fraksi sterin, kemudiandicampur dengan minyak bekatul padi sebagai fraksi olein. Pencampuran fase minyak yaitu minyak bijimangga dicampur minyak bekatul padi rasio 60% : 40%, 70% : 30% dan 80% : 20%. Kemudian ditambahkanβ-karoten sebanyak 0,1% dan lesitin sebanyak 0,4% pada suhu 70oC selama 20 menit sambil diaduk.Selanjutnya dilakukan pencampuran fase cair yang terdiri dari air 16% dan bahan-bahan lainnya yang larutair (garam 2%, asam sitrat hingga pH 5-6 dan natrium benzoate 0,1%,) pada suhu 40oC selama 10 menitmenggunakan stirer. Fase minyak sebanyak 80% dicampurkan dengan fase cair sebanyak 20%. Selanjutnyadidinginkan pada suhu 17-22oC sambil diaduk hingga menjadi semi padat. Pendinginan ini bertujuanmembentuk inti margarin halus dan berwujud semi padatan plastis. Kemudian dikemas dalam wadah plasticdan disimpan (tempering) selama 72 jam pada suhu 5-7oC. Margarin yang diperoleh selanjutnya dianalisissifat stabilitas emulsi, fisik (warna dan daya oles), dan kimianya.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Penentuan kondisi proses ekstraksi minyak biji mangga terbaik

Hasil perlakuan terbaik yang diperoleh pada pemilihan suhu, waktu, dan jumlah pelarut yang terbaikberdasarkan rendemen minyak tertinggi dapat dilihat pada Gambar 1, 2, dan 3. Berdasarkan hasil yangdiperoleh, maka ditentukan perlakuan ekstraksi minyak biji mangga terbaik yaitu suhu 50oC, waktu 5 jamdan rasio jumlah pelarut dengan sampel 4:1. Pada kondisi tersebut diperoleh rendemen minyak sekitar 6.98-7.03%.

Gambar 1. Pengaruh suhu terhadap rendemen minyak

3.0113.09

4.47

6.456.99 6.89 6.79 6.54

012345678

0 10 20 30 40 50 60 70

Ren

dem

en(%)

Suhu (oC)

Pengaruh suhu ekstraksi terhadap rendemen minyak

Page 129: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.127-132) 978-602-60766-3-2

129

Gambar 2. Pengaruh waktu ekstraksi terhadap rendemen minyak

Gambar 3. Pengaruh rasio jumlah pelarut dengan sampel (v/b) terhadap rendemen minyak

b. Produksi Margarin

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan margarin yaitu minyak biji manga Arumanis danminyak bekatul padi. Pembuatan margarin dilakukan dengan pencampuran fase minyak dan fase air. Produkmargarin yang diperoleh dari 3 perlakuan yang dicobakan yaitu rasio minyak biji mangga dan minyakbekatul padi 60:40% (a), 70:30% (b), dan 80:20% (c) dapat dilihat pada Gambar 4. Produk a memilikitekstur yang lebih cair, demikian pula pada produk b. produk c memiliki tekstur yang terbaik ditinjau darikekentalan dan konsistensi emulsinya.

Gambar 4. Produk margarin dari minyak biji mangga

Pembentukan Kristal minyak yang halus menyebabkan kestabilan emulsi lebih baik, hal ini diperolehpada saat proses pendinginan dalam tahap prouduksi margarin. Perubahan suhu secara nyata akan mengubahkekuatan dan plastisitas produk margarin dengan perubahan jumlah kristalisasi yang ada, kekerasan danviskositas dari trigliserida dalam air. Penurunan suhu dapat menimbulkan kristalisasi dan peningkatan

3.5

5.73

6.986.39

5.93

012345678

0 2 4 6 8

Ren

dem

en (

%)

Waktu (Jam)

Pengaruh waktu ekstraksi terhadap rendemen minyak

2.67

3.78

7.03%6.39

5.24

0

1

2

3

4

5

6

7

8

0 1 2 3 4 5 6 7

Ren

dem

en (

%)

Rasio pelarut dengan Sampel

Pengaruh rasio pelarut dengan sampel(v/b)terhadap rendemen

MSKO:RBO60% : 40%

MSKO:RBO70% : 30%

MSKO:RBO80% : 20%

Page 130: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.127-132) 978-602-60766-3-2

130

viskositas. Laju pendinginan, agitasi, dan tingkat pendinginan akan menentukan kecepatan pertumbuhankristal dan aglomerasi kristal yang selanjutnya akan berpengaruh pada tekstur dan karakteristik pencairandari produk (Podmore, 1994). Emulsi akan memisah kembali ke wujud masing-masing (wujud semula) jikatidak segera didinginkan. Pada proses ini suhu dan kecepatan pendinginan sangat mempengaruhi ukurankristal yang terbentuk. Kristal lemak yang diharapkan berukuran kecil sehingga margarin yang dihasilkanbertekstur halus. Selain itu, penggunaan suhu rendah secara langsung dalam pembuatan emulsi akanmemperlambat gerakan partikel terdispersi sehingga mengurangi benturan antar partikel terdispersi.Pemakaian suhu rendah akan meningkatkan viskositas yang akan memperbesar ketahanan terhadap benturanantar partikel terdispersi (Podmore, 1994).

Lemak dan trigliserida memiliki tiga bentuk kristal dasar yaitu a (alfa), ß’ (beta-prime), dan ß (beta).Kristal alfa berbentuk datar, transparan, dengan ukuran sekitar 5 µm. Kristal beta-prime berbentuk besar,kasar, dan berukuran 25-50 µm. Jika suatu lemak didinginkan dengan cepat, maka akan cenderungmembentuk kristal alfa yang kecil. Namun, bentuk tersebut tidak berlangsung lama dan dengan cepatberbentuk beta-prime yang memiliki kecenderungan tinggi untuk mengeras. Kristal beta-prime dapatberubah menjadi kristal beta yang paling stabil bergantung pada trigliserida penyusunnya. Pada prosespendinginan ini, kristal yang terbentuk hanya sebagian sehingga dilanjutkan dengan proses tempering untukmenyempurnakan pembentukan kristal. Setelah dilakukan proses homogenisasi, produk emulsi yangdihasilkan dikemas di dalam cup plastik berbahan polipropilen (PP) dan terakhir produk ditempering ataudidiamkan pada suhu 7-10 C selama 3 × 24 jam. Tempering atau pendiaman margarin dimaksudkan untukmenstabilkan tekstur dan plastisitas dari produk margarin yang dihasilkan. Tahap ini juga akanmempengaruhi karakteristik sensori produk seperti warna, flavor, tekstur, dan penampakan produk

c. Analisis produk margarin

1). Analisis stabilitas emulsi margarin

Stabilitas emulsi margarin ditentukan dengan menggunakan metode Yasamatsu et al (1972) yaitudengan cara sentrifugasi margarin pada kecepatan 2700 rpm selama 10 menit. Kestabilan emulsi ditunjukkandari pemisahan fase di dalam margarin setelah dilakukan sentrifugasi. Kestabilan emusi diartikan sebagaiproses pemisahan emulsi yang berjalan lambat sehingga proses tersebut tidak teramati selama selang waktuyang diinginkan. Emulsi yang baik tidak membentuk lapisan-lapisan, tidak terjadi perubahan warna, dankonsistensi tetap. Stabilitas emulsi merupakan salah satu karakter terpenting dan mempunyai pengaruh besarterhadap mutu produk emulsi ketika dipasarkan. Stabilitas emulsi ini akan berpengaruh terhadap dayasimpan sistem emulsi tersebut.

Pada penelitian ini, dilakukan penambahan lesitin 0,4% ke dalam fase minyak. Penggunaanpenambahan lesitin dengan konsentrasi 0,4% berdasarkan uji coba dengan penambahan lesitin dengankonsentrasi yang lain. Pada penambahan lesitin 0,4% margarin yang dihasilkan lebih stabil dibandingandengan margarin lainnya. Gambar 5 menunjukkan stabilitas margarin dengan berbagai konsentrasi lesitin.

Gambar 5. Penampakan sampel margarin setelah disentifugasi

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari analisis menggunakan Yasamatsu et al (1972). Apabiladibandingkan stabilitas margarin komersial dengan sampel margarin, sampel margarin memiliki stabilitaslebih tinggi yaitu 98,8%. Sedangkan untuk margarin komersial memiliki stabilitas margarin sebesar 83,6%.Gambar 5 menunjukkan gambar penampakan produk margarin setelah disentrifugasi. Tampak terdapat tigalapisan yaitu lapisan paling bawah yaitu air (1), lapisan tengah (2) yaitu stearin dan lapisan atas yaitu olein(3). Prinsip pemisahan dengan sentrifugasi ini adalah margarin (produk emulsi) diputar secara horizontalpada jarak tertentu. Apabila objek berotasi di dalam tabung atau silinder yang berisi campuran cairan dan

Lesitin0,4%

Lapisan air

Lesitin0,3%

Lesitin0,2%

Page 131: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.127-132) 978-602-60766-3-2

131

partikel, maka campuran tersebut dapat bergerak menuju pusat rotasi. Namun, hal tersebut tidak terjadikarena adanya gaya yang berlawanan yang menuju ke arah dinding luar silinder atau tabung, gaya tersebutadalah gaya sentrifugasi. Gaya inilah yang menyebabkan partikel-partikel menuju dinding tabung danterakumulasi membentuk endapan (Hakiem, 2011).

2). Analisis Fisik

a. Analisis Warna

Pengukuran warna yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan alat Chromameter Minolta CR300 dengan cara mengukur warna yang dipantulkan oleh permukaan margarin. Hasil pengukuranditunjukkan dengan nilai L, a, dan b yang selanjutnya digunakan untuk mengukur nilai Chroma dan nilaioHue dari produk margarin. Nilai Chroma menunjukkan menunjukkan intensitas warna margarin, sedangkanoHue menunujukkan warna nyata dari margarin. Warna produk margarin ini dihasilkan dari warna alamiminyak sawit dan penambahan pewarna alami beta karoten sebesar 0.025 %, sehingga tampak produkmargarin yang bewarna kuning.

Berdasar hasil analisis alat Chromameter Minolta CR 300 menunjukkan nilai L, a dan b yaitu 72,53 ;5,91 dan 54,28. Adapun nilai chroma dan oHue produk margarin yang diperoleh dari hasil perhitungan yaitu54,6 dan 83,78o. Sedangkan untuk margarin komersial memiliki nilai L, a dan b yaitu 85,30 ; 1,62 dan 48,02.Adapun nilai chroma dan oHue margarin komersial adalah 48,04 dan 88,06. Hal ini menunjukkan produkmargarin yang dibuat dengan margarin komersial memiliki kecerahan warna dan warna yang hampir sama.Untuk warna, margarin komersial dan sampel margarin memiliki warna kuning kemerahan (YR), karenauntuk warna kuning kemerahan memiliki kisaran oHue antara 54o - 90o. Warna produk margarin yangdiperoleh sedikit lebih gelap dibandingkan warna margarin komersial, hal ini diduga akibat warna bahanbaku minyak biji mangga yang cenderung kuning kecoklatan akibat adanya pigmen karotenoid yang ikutterekstraksi.

b. Analisis Daya Oles Margarin

Pada penelitian ini digunakan alat penetrometer untuk mengetahui kemampuan oles produk margarinyang dihasilkan. Prinsip pengukuran daya oles margarin dengan penetrometer adalah dengan memberikangaya tekan pada margarin selama selang waktu tertentu. Probe corong dianalogikan seperti saat tanganmengoleskan margarin di atas permukaan datar dengan kemiringan tertentu. Pengukuran dilakukan tanpamemberikan beban pada margarin selama 10 detik. Semakin dalam probe menusuk berarti semakin mudahmargarin tersebut untuk dioles. Pengukuran dilakukan pada suhu laboratorium, yaitu pada 27oC (Dewi,2011). Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan alat penantrometer diperoleh nilai penetrasi produkmargarin adalah 39,751 mm, sedangkan untuk margarin komersial mamiliki nilai penetrasi adalah 39,001 nm.Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel margarin memiliki daya oles yang mendekati dengan daya olesmargarin komersial.

c. Analisis Kimia (Bilangan Asam)

Bilangan asam menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang terkandung di dalam lemak atau minyak.Bilangan asam biasanya dihubungkan dengan proses hidrolisis lemak atau minyak. Bilangan asam dalamminyak tidak dikehendaki karena degradasinya menghasilkan bau dan rasa yang tidak disukai. Oleh karenaitu, dalam pengolahan minyak diupayakan kandungan bilangan asam serendah mungkin. Kerusakan produkmargarin dapat disebabkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi. Hidrolisis terjadi pada ikatan ester darimolekul gliserida membentuk asam lemak bebas dan gliserol (Hartley, 1977). Kenaikan asam lemak bebasmempermudah proses oksidasi berantai dan pembentukan senyawa peroksida, aldehida, keton, dan polimer.Oksidasi berantai menyebabkan penguraian konstituen aroma, flavor, dan vitamin. Pembentukan senyawaseperti peroksida, aldehida, dan keton menyebabkan bau tengik, pencoklatan minyak, dan kemungkinanmenimbulkan keracunan.

Berdasarkan hasil analisis, diperoleh bilangan asam produk margarin adalah 2.79 mgKOH/g danmargarin komersial adalah 0,864 mgKOH/g. Hal tersebut menunjukkan nilai bilangan produk margarinsesuai dengan standar SN1-01-3541-2002 yang menetapkan standar maksimum bilangan asam sebesar 4 mgKOH/ g sampel. Bilangan asam sampel margarin yang diperoleh lebih tinggi dibanding produk komersial,hal ini dipengaruhi oleh kondisi bahan baku minyak biji mangga berupa biji mangga yang sudah masak.Keasaman yang tinggi pada biji mangga yang sudah masak menyebabkan minyak yang dikandungnya juga

Page 132: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.127-132) 978-602-60766-3-2

132

memilki keasaman yang cenderung lebih tinggi disbanding kadar asam minyak sawit yang merupakan bahanbaku margarin komersial. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sani (2013), minyak kernel bijimangga memiliki bilangan asam yaitu 5,8±0,25 mgKOH/g. Bilangan asam yang tinggi dikaitkan olehtingginya kandungan asam lemak jenuhnya (48%) dan rendahnya kandungan PUFA (Polyunsaturated FattyAcids) yaitu 10%.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa :1. Perlakuan terbaik pada ekstraksi minyak biji mangga metode refluks yaitu pada suhu 50oC, 5 jam, dengan

rasio pelarut dengan sampel 4:12. Stabilitas emulsi, warna, daya oles dan bilangan asam sampel margarin yang diperoleh dari pencampuran

minyak biji mangga Aruamis dan minyak bekatul padi yaitu 99,2%, warna kuning kemerahan (YR),39,751 mm, dan 2,79 mgKOH/g sampel.

5. SARAN

Untuk penelitian selanjutnya penulis menyarankan agar menggunakan jenis mangga yang lain sebagaisumber stearin/minyak.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3541-2002: Margarin. 2002. Jakarta.

Dewi, Belinda Priska Chentya. 2011. Pengembangan Produk Spreadable Margarin Beraroma Panili. Skripsi. Bogor.Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Fahimdanesh, M. and M. E. Bahrami. 2013. Evaluation of Physicochemial Properties of Iranian Manggo Seed KernelOil. IPCBBE LIII.

Jahurul, M.H.A. et al. 2015. Mango (Mangifera indica L.) by-products and Their Valuable Components. A review. FoodChemistry 185; 173-180

Karunanithi B. et al. 2015. Extraction of Mango Seed Oil from Mango Kernel. International journal of EngineeringResearch and Development, XI (11).

Messay and Shimeli. 2012. Functional and Physicochemical Properties of Mango Seed Kernels and Wheat Flour andTheir Blend for Biscuit Production. African Journal of Food Science and Technolog,. III (9): 193-203

Podmore, J. 1994. Fats in bakery and kitchen products: in Fats in Food Products. (D.P.J. Moran and K.K. Rajah, eds.).Blackie Academic & Professional, Glasgow.

Yoswathana, N and M. Eshtiaghi. 2014. Extraction of Fatty Acid from Mango Seed kernel Using Supercritical CarbonDioxide by Response Surface Methodology. Asian Journal of chemistry, XXVI (10): 3009-3012.

6. UCAPAN TERIMA KASIH

Terimaksih kepada pimpinan, staf, PLP (teknisi dan analis) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri UjungPandang atas bantuannya selama penelitian ini dilaksanakan.

Page 133: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.133-138) 978-602-60766-3-2

133

PENINGKATAN UMUR SIMPAN DAGING OLAHAN DENGAN PELAPISAN FILMKITOSAN DAN MINYAK ESSENSIAL

M. Badai1), Irwan Sofia2), Muhammad Jufri Dullah3)

1), 2)Dosen Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar3)Dosen Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

Have been done the coating on fresh meat using 1.5% chitosan and chitosan combination with 1 mL and 2 mLof clove oil added in 100 mL 1.5% chitosan solution respectively. The parameters tested on the product are total platecount (TPC), water activity (aw), and protein content. This study aims to determine the effect of adding clove oil on theage of shelf meat coated with 1.5% chitosan solution, storage of meat shelf life, and effect of meat coating by chitosanenriched with clove oil against meat aw. The results showed that coating with 1.5% chitosan with 2 mL clove oiladdition could inhibit microbial growth in meat significantly with total colony on day 3 for storage of room temperaturewas 4.38 x 105CFU / gram, aw 0.969, protein content of 26.653%, and for the total refrigration temperature of microbialcolonies on the 32th day was 3.92 x 105 CFU / gram, aw 0.968, and protein content 26.768%. The presence of chitosancoating enriched with clove oil can extend the shelf life of meat.

Keywords: chitosan, meat, clove oil, water activity, coating

1. PENDAHULUANDaging merupakan bahan pangan yang bergizi tinggi yang kaya protein. Sebagai bahan pangan yang

tinggi kandungan proteinnya daging adalah media yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Besarnyakontaminasi mikroba pada daging menentukan kualitas dan umur simpannya. Untuk menghindari kerusakan,daging perlu diawetkan dengan memperhatikan persyaratan keamanan pangan. Salah satu bahan pengawetalami yang ideal untuk dikembangkan saat ini adalah kitosan. Kitosan adalah senyawa organik turunan kitin,berasal dari biomaterial kitin yang dewasa ini banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Kitosan tidakberacun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat polielektrolitik. Adanya gugus reaktif amino dan gugushidroksil pada kitosan akan sangat berperan dalam aplikasinya sebagai pengawet dan penstabil warna.Kitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat yang dimilikinya yaitu dapat menghambatpertumbuhan mikroorganisme perusak, kitosan juga bersifat melapisi (coating) produk yang diawetkan.

Karakteristik spesifik kitosan seperti sifat-sifat antibakteria, antifungal, dan kemampuannyamembentuk polimer biodegradabel yang larut air, memungkinkan kitosan sangat ideal digunakan sebagaimaterial pelapis produk pangan (edible coating atau edible film). Edible coating atau film dapat disebutsebagai pembungkus primer yang dibuat dari biopolimer yang layak makan. Lapisan tipis dari bahan edibledapat secara langsung melapisi, atau dibuat bentuk film plastik untuk membungkus produk pangan.

Wardaniati R.A, dan Setyaningsih (2009) dalam penelitiannya tentang aplikasi kitosan untukpengawetan bakso, menyimpulkan bahwa penggunaan kitosan dengan konsentrasi optimal yaitu 1,5% (1,5 grkitosan dalam 100 mL asam asetat 1%) dan lama perendaman 60 menit mampu mengawetkan bakso selama 3hari pada suhu ruang dengan rata-rata total koloni mikroba adalah 2,8x106 koloni mikroba/gram. Penelitimelaporkan bahwa bakso yang direndam dengan larutan kitosan 1,5%, memiliki citarasa yang tidak berbedadengan bakso yang tidak direndam dengan kitosan.

Efek antibakterial dari kitosan dapat diperkaya dengan minyak essensial karena keduanya memilikisifat antimikroba. Salah satu minyak esensial yang dapat digunakan adalah minyak cengkeh. Minyak cengkehmemiliki aktivitas biologi, antara lain sifat antibakteri, antijamur, pemberantas serangga, dan antioksidan.Secara tradisional minyakk cengkeh digunakan sebagai agen flavor dan bahan antibakteri dalam pangan(Huang et al., 2002; Lee and Shibamoto, 2001). Dengan penambahan minyak cengkeh diharapkan dapatmemperkaya kitosan sebagai bahan antimikroba untuk pengawetan daging.

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh aditif minyak cengkeh kedalam larutan kitosan untuk digunakan sebagai media pelapis (coating) dalam upaya peningkatan umursimpan produk pangan daging olahan.

1 Korespondensi: Mohammad Badai, Telp. 0811440106, email: [email protected]

Page 134: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.133-138) 978-602-60766-3-2

134

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan dan batasan masalah yang akan diteliti padausulan proposal ini adalah; (i) bagaimana pengaruh penambahan minyak cengkeh terhadap peningkatan umursimpan daging olahan yang dilapisi (coating) dengan larutan kitosan 1% dan 1,5%?, (ii) bagaimana pengaruhpelapisan daging oleh kitosan yang diperkaya dengan minyak cengkeh terhadap perubahan nilai aktifitas air(aw) daging olahan?2. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioproses, Laboratorium Maritim, dan Laboratorium KimiaOrganik Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang.Prosedur PenelitianTahapan penelitian adalah sebagai berikut:1. Analisa Pendahuluan

Sebelum tahap pelapisan (coating) dilakukan analisa pendahuluan terhadap sampel daging. Analisameliputi aw, dan total koloni mikroba.

2. Penyiapan larutan kitosan 1,5%Serbuk kitosan sebanyak 1,5 gr dilarutkan dalam 100 mL larutan asam asetat 1%. Campuran diadukselama 1 jam, lalu disaring.

3. Penyiapan minyak cengkeh 1% dan 2 %Masing-masing minyak cengkeh 1 mL dan 2 mL dicampurkan ke dalam 100 mL kitosan 1,5%.

4. Pelapisan (coating) daging dengan larutan kitosan yang diperkaya dengan minyakcengkehDisiapkan empat perlakuan komposisi media pelapis, yaitu:

a. Sampel APelapisan (coating) daging dalam kitosan 1,5%.

b. Sampel BPelapisan (coating) daging dalam kitosan 1,5% yang ditambahkan dengan 1 mL minyakcengkeh.

c. Sampel CPelapisan (coating) daging dalam kitosan 1,5% yang ditambahkan dengan 2 mL minyakcengkeh.

d. Sampel DTanpa pelapisan (kontrol).

Page 135: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.133-138) 978-602-60766-3-2

135

3. HASIL DAN PEMBAHASANTotal Mikroba Daging untuk Penyimpanan Truang

Hasil perhitungan total koloni mikroba pada daging untuk penyimpanan Truang ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Data Hasil Analisa Total Koloni Mikroba Daging pada Penyimpanan Truang

Harike-

Perlakuan dan Pengamatan Organoleptik

Kontrol Kitosan 1,5%Kitosan 1,5%+1 mL minyak

cengkehKitosan 1,5% + 2 mL

minyak cengkehTPC Aroma TPC Aroma TPC Aroma TPC Aroma

0 5,7 x 105 Segar 3,12 x 105 Segar 2,2 x 105 Segar 1,6 x 105 Segar1 7 x 105 Segar 4,5 x 105 Segar 3,44 x 105 Segar 2,44 x 105 Segar

2 7,3 x 105 AgakBau

4,9 x 105 Segar 4,35 x 105 Segar 3,35 x 105 Segar

3 8,24 x 105 AgakBau

6,48 x 105 AgakBau

6,41 x 105 Segar 4,38 x 105 Segar

4 1,12 x 106 BauBusuk

8,42 x 105 BauBusuk

8,35 x 105 Agak Bau 6,57 x 105 Agak Bau

Menurut SNI 3925:2008 persyaratan maksimum TPC pada daging konsumsi adalah 1x106

CFU/gram. Mutu mikrobiologis pada suatu bahan pangan ditentukan oleh jumlah bakteri yang terdapat

Page 136: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.133-138) 978-602-60766-3-2

136

dalam bahan pangan tersebut yang akan menentukan daya simpan produk. Daging tanpa pelapisan ataucoating yang disimpan pada suhu ruang hanya mampu bertahan selama 1 hari dengan total koloni 7 x 105

CFU/gram. Adapun daging yang dilapisi dengan kitosan 1,5% mampu bertahan selama 2 hari dengan totalkoloni koloni 4,9 x 105 CFU/gram, sedangkan daging yang dilapisi kitosan 1,5% dan ditambahkan minyakcengkeh sebanyak 1 mL dan 2 mL mampu bertahan selam 3 hari dengan masing-masing total koloni koloni6,41 x 105 CFU/gram dan koloni 4,38 x 105 CFU/gram.Pada penelitian ini, pertumbuhan bakteri pada dagingtanpa pelapisan yang disimpan di suhu ruang melebihi standar SNI pada hari ke-4, namun pada hari ke-2telah terjadi perubahan bau menyimpang (off odor) sehingga daging tidak layak lagi untuk dikonsumsi.Menurut Ratna Adi Wardaniati dan Sugiyani Setyaningsih (2009), perubahan bau menyimpang (off odor)pada daging biasanya terjadi jika total bakteri pada permukaan daging mencapai 107,0-7,5 koloni/cm2, diikuti dengan pembentukan lendir pada permukaan jika jumlah bakteri mencapai 107,5-8,0 koloni/cm2.

Pelapisan atau coating menggunakan larutan kitosan 1,5% dapat mematikan dan menghambatpertumbuhan mikroba daging. Pada hari ke-0 jumlah koloni mikroba yang dapat dihambat dengan coatingkitosan adalah 2,58 x 105 CFU/gram. Menurut Ratna dan Sugiyai (2009), kitosan sangat berpotensi untukdijadikan sebagai bahan antimikroba karena mengandung enzim lysosim dan gugus aminopolysacharida yangdapat menghambat pertumbuhan mikroba dan efisiensi daya hambat khitosan terhadap bakteri tergantungdari konsentrasi pelarutan kitosan. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan kitosanmemiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang.Total Mikroba Daging untuk Penyimpanan Trefrigrasi

Hasil perhitungan total koloni mikroba pada daging untuk penyimpanan Trefrigrasi ditunjukkan pada tabel 2.

Tabel 2. Data Hasil Analisa Total Koloni Mikroba Daging pada Penyimpanan

Harike-

Perlakuan dan Pengamatan Organoleptik

Kontrol Kitosan 1,5%Kitosan 1,5% +1

mL minyakcengkeh

Kitosan 1,5% + 2mL minyak

cengkeh

TPC Aroma TPCAroma

TPCArom

aTPC Aroma

02,24x 105 Segar 1,24 x 105 Segar

6,1 x104 Segar

4,4 x104 Segar

43 x105 Segar 1,7 x 105 Segar

1,35 x105 Segar

1,25x 105 Segar

83,2 x105 Segar 2,1 x 105 Segar

1,6 x105 Segar

1,26x 105 Segar

124,43x 105 Segar 2,84 x 105 Segar

1,98 x105 Segar

1,44x 105 Segar

165,33x 105 Segar 2,92 x 105 Segar

2,27 x105 Segar

1,43x 105 Segar

205,97x 105 Segar 3,92 x 105 Segar

2,64 x105 Segar

1,8 x105 Segar

246,61x 105

AgakBau

4,02 x 105 Segar2,56 x

105 Segar2,10x 105 Segar

288,07x 105

AgakBau

5,27 x 105 Segar3,44 x

105 Segar2,73x 105 Segar

321,1 x106

BauBusuk

6,57 x 105 AgakBau

4,02 x106

AgakBau

3,92x 105 Segar

Daging tanpa pelapisan yang di simpan pada suhu refrigrasi mampu bertahan selama 20 hari dengantotal koloni mikroba sebanayak 5,97 x 105 CFU/gram. Sedangkan daging yang dilapisi kitosan mampubertahan selama 28 hari dengan total koloni mikroba sebanyak 4,02 x 105 CFU/gram dan penambahanminyak cengkeh sebanyak 1 dan 2 mL mampu memperpanjang umur simpan daging pada suhu refrigrasiselama 28 hari dengan total koloni masing-masing sebesar 3,44 x 105 CFU/gram dan 3,92 x 105 CFU/gram.Menurut Novik Kurnianti (2013), pendinginan atau pembekuan bukan untuk menjadikan kualitas dagingmenjadi lebih baik, apalagi jika keadaan daging sebelum didinginkan atau dibekukan sudah tidak baik. Keduaperlakuan tersebut hanya menghambat kerusakan pada daging yang akan terjadi selanjutnya.PenentuanAktivitas Air (aw)

Page 137: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.133-138) 978-602-60766-3-2

137

Aktivitas air merupakan faktor penting dalam penyimpanan produk pangan dan dapat menentukandaya awet bahan pangan. Hal ini berkaitan dengan sifat air yang dapat mempengaruhi sifat fisik, perubahankimia, perubahan mikrobiologi dan perubahan enzimatis. Perubahan-perubahan tersebut akanmempengaruhi tekstur, penampakan, aroma dan cita rasa makanan. Hasil analisa aktivitas air pada 4daging sapi dengan perlakuan larutan coating kitosan selama penyimpanan disajikan pada tabel 3 dan .

Tabel 3. Data Hasil Analisa aw Daging pada Penyimpanan Truang

Tabel 4. Data Hasil Analisa aw Daging pada Penyimpanan Trefrigrasi

Hari ke- Aktivitas air (aw)Kontrol Kitosan

1,5%Kitosan 1,5% + 1 mL

minyak cengkehKitosan 1,5% + 2 mL

minyak cengkeh0 (tawal) 0,775 0,761 0,754 0,751

32 (takhir) 0,979 0,975 0,972 0,968

Daging sapi dengan perlakuan kitosan mempunyai aw yang lebih rendah dibandingkan dengandaging kontrol karena uap air dari luar produk ditahan oleh film yang melapisi produk. Pada hari ke-0penyimpanan suhu ruang dan suhu refrigrasi, nilai aw daging pada setiap perlakuan tidak menunjukkanperubahan yang terlalu signifikan. Namun perubahan yang signifikan ditunjukkan selama prosespenyimpanan dimana aw daging untuk tawal dan takhirmengalami peningkatan seperti yang ditunjukkan padatabel 3 dan 4. Selama penyimpanan, molekul air kebanyakan ditahan secara kuat di dalam kitosansehingga terjadi proses penggelembungan. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian yangdilakukan oleh Apriandi (2004) yang menyebutkan bahwa kadar air semakin meningkat denganpenambahan film kitosan karena larutan kitosan yang ditambahkan pada produk bersifat hidrofilik (sukaair), larutan tersebut dapat mengabsorbsi molekul air sehingga akan meningkatkan kadar air podukgelnya.Penentuan Kadar Protein

Pada umumnya protein di dalam bahan pangan menentukan mutu bahan pangan itu sendiri.Hasil analisis rata-rata kadar protein pada daging sapi dengan perlakuan larutan kitosan selamapenyimpanan suhu ruag dan suhu dingin disajikan pada tabel 5 dan 6.

Tabel 5. Data Hasil Analisa Kadar Protein Daging pada Penyimpanan Truang

Tabel 6. Data Hasil Analisa Kadar Protein Daging pada Penyimpanan Trefrigrasi

Hari Kadar Protein (%)Kontrol Kitosan

1,5%Kitosan 1,5% + 1 mL

minyak cengkehKitosan 1,5% + 2 mL

minyak cengkeh0 (tawal) 26,527 26,652 26,678 26,791

32 (takhir) 26,440 26,483 26,658 26,768

Penambahan kitosan memberikan pengaruh yang tidak terlalu signifikan terhadap nilai kadarprotein daging. Begitu pula dengan penambahan minyak cengkeh. Namun, selama penyimpanan baik di suhuruang maupun di suhu refrigrasi, kadar protein daging sapi dengan perlakuan kitosan maupun kontrolmengalami penurunan. Menurut Buckle (1985), penurunan kadar protein ini diduga karena terjadinyadegradasi protein selama penyimpanan.Hal ini diakibatkan oleh kemampuan mikroorganisme yangdapat menghasilkan enzim proteolitik yang dapat memecah molekul protein dalam bahan pangan. Selain

Hari ke- Aktivitas air (aw)Kontrol Kitosan

1,5%Kitosan 1,5% + 1 mL

minyak cengkehKitosan 1,5% + 2 mL

minyak cengkeh0 (tawal) 0,771 0,762 0,752 0,7503 (takhir) 0,979 0,972 0,970 0,969

Hari ke- Kadar Protein (%)Kontrol Kitosan

1,5%Kitosan 1,5% + 1 mL

minyak cengkehKitosan 1,5% + 2 mL

minyak cengkeh0 (tawal) 26,352 26,702 26,715 26,7753 (takhir) 26,306 26,525 26,571 26,653

Page 138: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.133-138) 978-602-60766-3-2

138

itu, kitosan mudah mengalami biodegradasi dan bersifat polielektrolit serta mudah berinteraksi denganzat-zat organik lainnya seperti protein. Selain itu, penurunan kadar protein juga dipengaruhi oleh totalkoloni bakteri karena salah satu faktor yang dibutuhkan oleh bakteri untuk pertumbuhannya adalah protein.Pertumbuhan bakteri akan mempercepat denaturasi protein sehingga kadar protein akan menurun.4. KESIMPULAN

1. Penambahan minyak cengkeh sebanyak 1 mL dan 2 mL dalam peapisan (coating) daging sapidengan larutan kitosan 1,5% mampu memperpanjang umur simpan daging karena minyak cengkehmemiliki sifat antimikroba. Daging yang dilapisi kitosan 1,5% mampu bertahan selam 2 hari padasuhu ruang dan bertahan selama 28 hari pada suhu refrigrasi. Adapun daging yang dilapisi kitosan1,5% dan ditambahkan minyak cengkeh sebanyak 1 dan 2 mL mampu bertahan selama 3 hari padasuhu ruang dan bertahan selama 32 hari pada suhu refrigrasi.

2. Pelapisan daging oleh kitosan yang diperkaya dengan minyak cengkeh dapat menurunkan nilai awpada daging. Menurunnya aktivitas air menyebabkan menurunnya aktivitas mikroba daging padaperlakuan tersebut, sehingga daging memiliki umur simpan yang lebih lama dibadingkan dengankontrol.

3. Untuk penelitian selanjutnya dapat dicoba penelitian terhadap minyak esensial jenis lain untukmenguji keefektifannya dalam pengawetan daging.

5. DAFTAR PUSTAKAAndayani, Triana dkk. 2009. Minyak Atsiri Daun Sirih Merah (Piper Crocatum) sebagai Pengawet Alami pada Ikan

Teri (Stolephorus Indicus). Malang: Jurusan Keteknikan Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UniversitasBrawijaya Malang.

Aprianti, 2014 Optimasi Derajat Deasitilasi pada proses Pembuatan Kitosan dan pengaruhnya sebagai pengawetpangan.Jurnal Riset dan IPTEK 1: 39-46

Austin, P.R..Brine,C.J.,Castle,J.C Zikalis J.P (1970) Chitin: New Facets Of Research. Journal of Food Science.54.247-252

Danggi. 2008 . Pemggunaan Membran Kitosan Untuk Menurunkan Kdar Logam Krom (Cr) dan Nikel (Ni) dalamLimbah Cair Industri Pelapisan Logam. Tesis. USU, Medan

Eldin , et al. 2008. Antimicrobial Properties of Kitosan and Mode of action: A State of The Art Review ,IntenationalJournal of Microbiologi 144 (1) 51-56

Hanafi, Muhammad, Syahrul Aiman, Efriana D., B. Suwandi. Pemanfaatan Kulit Udang untuk Pembuatan Kitosan danGlukosamin. LIPI kawasanPUSPITEK, Serpong.

Suptijah. 1992. Kajian Efek Daya Hambat Kitosan Terhadap Kemunduran Mutu Fillet Ikan Patin padaPenyimpanan Suhu ruang. Buletin Teknologi Hasil Perikanan, Januari 2008: 98-99

Suseno, S.H. 2006. Kitosan Pengawet Alami Alternatif Pengganti Formalin Teknologi untuk peningkatan Daya SaingWilayah Menuju Keidupan yang Lebih Baik. Jepara (1): 11- 15

Veclrec. 2002. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu pangan, Nutrisi dan mikrobiologi Terjemahan dari The Science offood,An Introduction to food Science Nutrition and microbiology, Oleh Gardjito M, UGM, Yogyakarta

Wibowo,S. (2006). Produksi kitin kitosan Secara Komersial. Prosiding Seminar Nasional Kitin-Kitosan. DTHP.Institut Teknologi Bogor

Shuang Chi. 2004. Development and Characterization of Antimicrobial Food Coatings Based on Chitosan and EssentialOils. The University of Tennessee: Knoxville.

Siagian, Albiner. 2002. Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber Pencemarannya. USU digital Library: SumateraUtara.

Widianingrum dan Christina Winarti. 2009. Kajian Pemanfaatan Rempah-rempah sebagai Pengaewet Alami padaDaging. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Yulisma, Ardhana dkk. 2006. Pengaruh Konsentrasi Kitosan dan Lama Penyimpanan Terhadap Total Plte Count (Tpc)pada Ikan Kembung Asin Aceh: Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UniversitasSyiah Kuala.

Page 139: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.139-144) 978-602-60766-3-2

139

PENGEMBANGAN PEMBUNGKUS EDIBEL (EDIBLE PACKAGING) DARI KITOSANUDANG WINDU KAJIAN PENGGUNAAN PELARUT ASAM ASETAT-ETANOL-AIR

Irwan Sofia1), Mohammad Badai2)

1),2)Dosen Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

An investigation has been conducted on the effect of the use of organic solvents of acetic acid, and ethanol-water on the characteristics of edible film chitosan from Tiger shrimp. Edible film is making with 1% acetic acid solventand ethanol-water addition of 0, 5, 10, 15, 20%. The resulting were analyzed by physicochemical properties of densitiesfilm; mechanical analysis of elongation and tensile strength test; and thermal analysis of heat resistance. The result ofthis research is Deacetylation Degree (DD) of chitosan from tiger shrimp shell is 90,9% while chitosan of comparative(crab chitosan) is 95,05%, with the viscosity is 41.2 cP. The edible film obtained generally has low density and highsolubility. Film density varies between 0.2469 - 0.8993 g/cm3 depending on the concentration of chitosan solution. Themechanical properties of films using 1% acetic acid solvent in the water-ethanol solution has a higher tensile strengththan film without the addition of ethanol-water. The most optimum heat resistance is 125.17oC for edible film from tigershrimp chitosan, and 135.08oC for edible film from commercial chitosan (crab chitosan).

Keywords: chitosan, tiger shrimp, biopolymer, edible packaging, edible film.

1. PENDAHULUANIndonesia merupakan salah satu negara produsen udang Windu (Penaus Monodon) terbesar di dunia.

Data dari Pusat Data, Statistik dan Informasi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) volume udangwindu pada tahun 2013 mencapai 162.410 ton, mengalami peningkatan ekspor 13,67 % dalam tiga tahunterakhir (Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2014, www.ppid.kkp.go.id). Sebagian besar produksi udangwindu tersebut dijadikan komoditas eskpor, yang dikemas dalam bentuk udang beku olahan (headless ataupeeled shrimp). Pada proses pengolahan udang, sekitar 60-70% bagian berat udang tersebut menjadi limbah,terutama bagian kulit dan kepalanya (Prasetio, 2006).

Limbah kulit udang mengandung konstituen utama terdiri dari protein, kalsium karbonat, kitin,pigmen, mineral dan lain-lain. Kitin dari limbah cangkang udang dapat diubah menjadi khitosan melaluibeberapa tahapan proses. Kitin dari limbah cangkang udang dapat diubah menjadi kitosan melalui beberapatahapan proses. Selama ini sumber kitosan adalah kitin asal hewan laut kepiting (crab) dan udang karang(crawfish, lobster).

Sifat-fifat fisiokimia dan fungsional kitosan tergantung dari sumbernya, dan metode yang dilakukandalam mengekstraknya. Pengujian sifat-sifat fisiokimia dari kitosan yang diperoleh dari limbah cangkangudang windu telah dilaporkan sebelumnya (Irwan S, et al. 2010). Akan tetapi, potensi kitosan, khususnyakitosan yang berasal dari limbah cangkang udang windu untuk aplikasi dibidang pangan dan bidang-bidanglainnya belum banyak diinvestigasi. Karakteristik spesifik kitosan seperti sifat-sifat antibakteria, antifungal,dan kemampuannya membentuk polimer biodegradabel yang larut air, memungkinkan kitosan sangat idealdigunakan sebagai material pelapis produk pangan (edible coating atau edible film). Edible coating atau filmdapat disebut sebagai pembungkus primer yang dibuat dari biopolimer yang layak makan. Lapisan tipis daribahan edible dapat secara langsung melapisi, atau dibuat bentuk film plastik untuk membungkus produkpangan.

Kitosan dengan berat molekul tinggi telah dilaporkan dapat membentuk lapisan film tipis yangmempunyai sifat-sifat yang baik, sebagai hasil dari ikatan intermolekul hidrogen (Muzzarelli, 1977).Perbedaan sumber kitin untuk pembuatan kitosan, karakteristik kitosan, solvent yang digunakan, teknikmetode pembuatan film, dan jenis serta jumlah bahan pemlastis yang digunakan sangat berpengaruh terhadapkualitas dari film/plastik edible yang diperoleh (Lim dan Wan, 1995). Kemampuan pembentukan film darikitosan yang diekstrak dari udang karang (lobster) telah dilaporkan oleh Nadajarah dan Prinyawieatakul(2003). Sangat sedikit literatur yang melaporkan pembuatan film plastis edible antimikroba dari kitosan yangdiekstrak dari sumber cangkang udang windu (Penaeus monodon).

1 Korespodensi penulis : Irwan Sofia, Telp. 081524155020, email: [email protected]

Page 140: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.139-144) 978-602-60766-3-2

140

Sebagai film pembungkus edible yang digunakan untuk kemasan bahan pangan, film plastik kitosanharus memenuhi beberapa persyaratan seperti daya tahan terhadap penyimpanan, ketahanan tarik (stressresistance), fleksibel, lembut dan elastis. Sangat terbatas literaturyang tersedia tentang karakteristik mekanikdari film kitosan, khususnya film kitosan yang dibuat dari udang windu. Terdapat banyak perbedaan darisifat-sifat film kitosan yang telah dilaporkan, tergantung pada jenis sumber kitosan dan metode pengujianyang dilakukan. Dari beberapa sumber literatur diketahui bahwa film kitosan yang dibuat dari kitosan denganberat molekul rendah dengan campuran 3% (b/b) dalam larutan asam asetat1%, memakai gliserol sebagaibahan pemlastis dengan campuran 0,25 dan 0,5 mL/gram kitosan, dilaporkan mempunyai kekuatan tarik(tensile strength, TS) antara 15 sampai 35 MPa dan persentase mulur (% Elongation at break, %E) antara 17sampai 76 (Butler et al., 1996). Caner et al (1998) telah melaporkan bahwa biofilm kitosan yang dibuatdengan komposisi yang sama tetapi menggunakan jenis pelarut yang berbeda (asam aseta, asam formiat,asam laktat, dan asam propionate) pada kisaran 1% hingga 7,5%, menunjukkan peroleh nilai TS antara 12-32MPa dan %E pada kisaran 14-70, dengan pengecualian pada film kitosan yang dibuat dengan pelarut 7,5%asam laktat memiliki nilai TS terendah yaitu 6,85 MPa dan %E tertinggi 51%. Peneliti tersebut jugamenyimpulkan bahwa dengan peningkatan jumlah bahan pemlastis (plasticizer) akan, menurunkan nilai TSdan menaikkan %E.

2. METODE PENELITIANBahan baku limbah cangkang udang Windu (Penaus Monodon) akan diambil dari sisa pengolahan

udang beku ekspor pada PT. Bogatama Marinusa (BOMAR) yang berdomisili di Jalan Kima Raya Kav N-4B1 Kawasan Industri Makassar (KIMA).Prosedur Kerja Pembuatan Kitosan- (Deproteinasi)

Cangkang udang (kepala dan ekor) yang telah halus atau cangkang udang yang telah didemineralisasi,akan dilakukan penghilangan protein dengan larutan NaOH 3,5 % (b/b) selama 2 jam pada suhu 65 oCdan dilakukan pengadukan. Ratio padatan dan pelarut yang digunakan adalah 1:10 (b/v) (No et al., 2000).Kemudian sampel disaring dan dicuci dengan aquadest dan dikeringkan di oven.

- DM (Demineralisasi)Cangkang udang halus atau cangkang udang yang telah dideproteinisasi, akan didemineralisasi denganlarutan HCl 1 N selama 30 menit pada suhu kamar, dengan ratio padatan dan larutan 1:15 (b/v) (No et al.,2000b). Selanjutnya disaring, dicuci dengan aquadest sampai netral dan dikeringkan di oven.

- DK (Dekolorisasi)Sampel (sebagai chitin jika sudah didemineralisasi dan deproteinisasi), dilakukan dekolorisasi denganmenambahkan aseton selama 10 menit dan dikeringkan selama 2 jam pada suhu ruang, dilanjutkan denganpemucatan dengan menambahkan natriumhipoklorida (NaOCl) 0,32 % selama 5 menit pada suhu ruang.Rasio padatan dan solvent yang ditambahkan 1:10 (b/v) atas dasar berat kering padatan/cangkang (No, etal., 2000). Sampel selanjutnya dicuci dengan aqudest dan dikeringkan secara vakum selama 2-3 jamhingga terbentuk bubuk halus/tepung.

- DA (deasetilasi)Proses Proses deasetilasi dilakukan dalam autoclave pada tekanan 15 psi, suhu 121 oC selama 30 menit.Deasetilasi dilakukan dengan menambahkan larutan NaOH 50 %, dengan perbandingan padatan danlarutan 1:10 (b/v) menurut metode No HK., et al. (2000). Sampel (kitosan) dicuci untuk dinetralkandengan air bersih mengalir. Kemudian air diuapkan dan dikeringkan pada suhu 60 oC selama 24 jam dioven.

Prosedur Pembuatan dan Pengujian Edible Film KitosanLarutan edible film dibuat dengan melarutkan tepung kitosan asal udang windu yang sebelumnya telah

dibuat (1,0; 1,5; dan 2% (b/v) ke dalam pelarut ethanol-air masing-masing 0%, 10% dan 20% (v/v). Larutanasam asetat 1%. atau asam laktat 1% masing-masing dengan etanol-air sebagai pelarutnya yang selanjutnyaditambakhan ke dalam suspensi tersebut. Masing-masing campuran diaduk (300 rpm) selama 30 menit,kemudian direndam dalam air mendidih selama 10 menit, didinginkan pada suhu kamar, dan selanjutnyadisaring dengan glass-woll filter untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak larut. Campuranselanjutnya dibagi dalam beberapa wadah beaker glas 500 mL. Setiap wadah masing-masing ditambahkan

Page 141: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.139-144) 978-602-60766-3-2

141

gliserol sebagai bahan pemlastis dengan rasio 0,5% (b/b), campuran diaduk sempurna selama 3 menit.Larutan 2% lesithin kemudian ditambahkan sebagai emulsifier.

Larutan film plastis yang terbentuk kemudian dicetak dengan pencetak berlapis teflon, dan dibiarkankering pada suhu 45 oC selama 2 jam. Selanjutnya film plastis kering tersebut dipindahkan dan ditempatkandalam desikator yang telah dijenuhkan dengan NaBr, untuk selanjutnya akan dilakukan analisis sifat-sifatfisikokimia meliputi; analisis densitas film, analisis ketahanan thermal dengan alat DSC (DifferensialScanning Calorimeter), dan analisis mekanik dengan alat uji kuat tarik (tensile strength) dengan alat UnitTesting Machine (UTM).

3. HASIL DAN PEMBAHASANYield Kitosan

Yield dihitung berdasarkan berat kering kitosan yang diperoleh dari ±300 gram cangkang udangkering halus. Peroleh Yield kitosan yang diperoleh dari protokol atau urutan produksi DPMKA (deproteinasi,demineralisasi, dekolorisasi, dan deasetilasi) adalah 26,39 % (atas dasar bahan baku kulit udang kering). Halini membuktikan bahwa pembuatan kitosan dengan proses DPMKA efektif dalam memproduksi kitosan daricangkang udang.

Tabel 1. % Yield tahapan proses pembuatan kitosanNo Tahapan Proses Berat

(gram)% Yield

1 Cangkang udang kering 300,05 02 Deproteinasi 197.08 65,683 Demineralisasi 106,13 35,37

4 Dekolorisasi 103,11 34,365 Deasetilasi 79,19 26,39

Karakterisasi Kitosan Udang WinduKarakterisasi kitosan yang dianalisa adalah kadar air, kadar abu, viskositas, densitas dan derajat

deasetilasi. Hasil analisa ditunjukkan pada Tabel 1:Tabel 2. Hasil Analisa Kitosan

Sampel Kadar air(%)

Kadar abu(%)

Viskositas(cP)

DD(%)

Kitosan cangkang udang 4.6 0.70 41.2 90,30Kitosan pembanding (crab) 4.4 1.16 77,3 95,75

Kadar air merupakan salah satu parameter yang sangat penting untuk menentukan mutu dari kitosan.Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kadar air yang diperoleh dari kitosan udang hasil penelitian lebih besardibandingkan dengan kadar air kitosan pembanding. Menurut Kurniasih dkk (2012), besar kecilnya kadar airyang diperoleh tidak dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH dan suhu deasetilasi yang digunakan tetapidipengaruhi oleh proses pengeringan, lama pengeringan yang dilakukan, jumlah kitosan yang dikeringkandan luas permukaan tempat kitosan yang dikeringkan.

Tabel 2. menunjukan bahwa Derajat Deasetilasi (DD) kitosan udang yang diperoleh dari hasil perhitunganrelatif lebih rendah dibanding kitosan pembanding. Rendahnya nilai derajat deasetilasi yang diperoleh daripenelitian ini tidak hanya disebabkan oleh metode analisa yang digunakan akan tetapi, nilai dari DD jugatergantung dari sumber kitosan dan pemurniannya, serta cara penyiapan sampel, tipe instrument yangdigunakan dan faktor-faktor lainnya juga mungkin mempengaruhi analisa dari %DD (Fernandez et al., 2004).

Karakteristik Fisikokimia Edible film Kitosan UdangDensitas Film

Densitas merupakan perbandingan antar massa suatu benda persatuan volumenya. Pengukuran nilaidensitas pada plastik sangat penting, karena densitas plastik erat kaitannya dengan kemampuan plastik dalammelindungi produk dari beberapa zat yang ada dalam udara bebas seperti air, O2 dan CO2 (Salulinggi, 2014).

Menurut Nurminah (2009), plastik dengan densitas rendah memiliki struktur yang lebih terbuka denganporositas yang lebih besar, sehingga semakin besar densitas edible film maka kualitasnya semakin baik.

Page 142: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.139-144) 978-602-60766-3-2

142

Tabel 3. menunjukkan bahwa edible film yang menggunakan pelarut asam asetat dari kitosan 1% denganetanol-air 20% memiliki nilai densitas yang lebih besar yaitu 0,4237 g/cm3. Semakin tinggi konsentrasikitosan semakin besar densitas yang dihasilkan. Naik turunnya densitas film juga dipengaruhi oleh berat filmyang digunakan pada saat melakukan analisis densitas. Tabel 3. menunjukkan densitas menggunakan pelarutasam asetat 1% dengan penambahan etanol-air.

Tabel 3. Hasil pengukuran densitas edible fim dengan pelarut asam asetat, etanol-air.

Sampel edibelfilm

Densitas (g/cm3)

Kitosanudang

Kitosancrab

Kitosan 1% dalam :

air 0,2469 0,3065

etanol-air 10% 0,4167 0,8828

etanol-air 20% 0,4237 0,8371

Kitosan 1,5% dalam

air 0,3626 0,5909

etanol- air 10% 0,3714 0,7580

etanol-air 20% 0,3981 0,9813

Kitosan 2% dalam

air 0,5437 0,4279

etanol-air 10% 0,5144 0,7031

etanol-air 20% 0,4464 0,8993

Kuat Tarik dan Uji MulurKuat tarik merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai film tetap bertahan sebelum putus,

sedangkan persentase pemanjangan (mulur) merupakan ukuran kemampuan film untuk meregang saatditarik. Analisa kuat tarik dan uji mulur dilakukan menggunakan alat Tensile Strengh and Elongation TesterIndustrit dengan ukuran sampel film 10 x 2,5 cm.

Pada tabel 4. terlihat bahwa hasil pengukuran uji mulur tertinggi pada sampel edible film dari kitosanudang windu yaitu pada konsetrasi kitosan 1% menggunakan pelarut asam asetat dalam pelarut air yaitu60,40%, sedangkan pada edible film dari kitosan komersial nilai uji mulur tertinggi pada kitosan 2%menggunakan pelarut asam astetat dengan penambahan etanol-air 10% yaitu 16,93%. Semakin tinggi nilai ujimulur yang dihasilkan menunjukkan film tersebut semakin elastis.

Hasil pengujian uji mulur terlihat bahwa pada sampel edible film dari kitosan udang windu memilikipersentase uji mulur tertinggi yaitu 60,40% untuk film dengan larutan kitosan 1% tanpa penambahan etanol-air sedangkan pada kitosan pembanding didapatkan persentase uji mulur tertinggi yaitu 16,93% pada kitosan2% dengan penambahan etanol air 10%. Sedangkan pada pengujian kuat tarik pada edible film didaptkanhasil yang cukup rendah, karena secara teori uji mulur berbanding terbalik dengan kuat tarik. Apabiladibandingkan dengan nilai standar plastik internasional (ASTM 5336), besar kuat tarik untuk plastik Jepang20,5 N/mm2, dan dari Inggris mencapai 19 N/mm2 edible film yang dihasilkan cukup jauh dari nilai standar.Rendahnya kekuatan tarik pada edible film yang dihasilkan dipengaruhi oleh ketebalan dari edible film.Semakin tebal edible film yang dihasilkan maka akan menurunkan nilai kuat tarik dan meningkatnya nilaielastisitas dari edible film tersebut (Sari, 2015).

Tabel 4. Hasil pengukuran uji mulur dan kuat tarik edible film

SampelEdibel film

Uji Mulur (%) Kuat Tarik (N/mm2)Kitosan

udangKitosancrab

Sampel Pembanding

Kitosan 1% dalam:

air 60,40 10,17 1,036 0,118

Page 143: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.139-144) 978-602-60766-3-2

143

etanol-air 10% 37,30 * 2,058 *

etanol-air 20% 6,37 0,09 1,216 0,145

Kitosan 1,5 % dalam:

air 40,31 6,57 1,214 1,544

etanol-air 10% 7,07 11,03 1,370 0,354

etanol -air 20% 9,36 15,80 0,221 0,142

Kitosan 2% dalam:

air 8,01 3,71 0,352 0,466

etanol-air 10% 13,14 16,93 0,441 4,643

etanol-air 20% 33,34 12,34 0,761 2,869*) Tidak bisa dilakukan analisa/rapuh

Karakteristik ThermalAnalisis termal dilakukan dengan alat Differential scanning calorimetry (DSC). DSC meniliti

perubahan fase bahan dengan menunjukkan aliran panas dengan suhu. Analisis termal diuji menggunakanalat DSC 600 plus. Tabel 5 menunjukkan bahwa edible film dengan konsentrasi kitosan 1% menggunakanasam asetat dengan penambahan etanol-air 20% memiliki endotermik titik leleh film dengan titik lelehpaling tinggi yaitu pada suhu 125,17 oC. Sedangkan yang paling rendah pada konsentrasi kitosan 1,5%menggunakan pelarut asam asetat dengan penambahan etanol-air 20%.. Hal ini menunjukkan bahwa secaraumum edible film dari kitosan udang windu meleleh pada suhu 97-125oC. Sedangkan pada edible film dengankitosan komersial memiliki nilai titik leleh tertinggi yaitu 135,08 oC pada sampel yang sama yaitu pada ediblefilm konsentrasi kitosan 1% menggunakan pelarut asam asetat dengan penambahan etanol-air 20%, danuntuk titik leleh yang terendah yaitu 95,59 oC pada edible film kitosan 1,5% menggunakan pelarut asamasetat dengan penambahan etanol-air 10%. Hal ini menunjukkan nilai tahan panas pada edile film darikitosan komersial memiliki tahanan panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan edible film dari udangwindu.

Tabel 5. Hasil pengujian DSC edible film dengan pelarut asam asetat, etanol-air

4. KESIMPULANKonsentrasi kitosan yang digunakan untuk pembuatan film dapat mempengaruhi sifat fisikokimia,

mekanikal, dan termal edible film yang dihasilkan. Penggunaan konsentrasi kitosan yang lebih besar dapatmeningkatkan ketebalan dan densitas edible film, sementara kelarutan film mengalami penurunan, untuk sifatmekanikal pada konsentrasi kitosan yang lebih besar meningkatkan nilai kuat tarik dan menurunkan nilaimulur edible film.

SampelEdible film

Ketahanan panas (oC)KitosanUdang

KitosanCrab

Kitosan 1% dalam:

air 110,86 127,34

etanol-air 10% 112,69 118,55

etanol-air 20% 125,17 135,08

Kitosan 1,5 % dalam:

air 114,71 124,31

etanol-air 10% 103,94 95,59

etanol-air 20% 110,45 108,58

Kitosan 2%

air 122,81 91,62

etanol-air 10% 116,64 97,73

etanol-air 20% 111,79 123,94

Page 144: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.139-144) 978-602-60766-3-2

144

Penggunaan pelarut asam asetat 1% dengan penambahan etanol-air mempengaruhi sifat-sifatfisikokimia, densitas edible film antara 0,2469 - 0,8993 gram/cm3 tergantung dari konsentrasi larutan kitosanyang digunakan. Film edibel yang diperoleh umumnya mempunyai densitas yang rendah serta kelarutan yangtinggi. Pengujian sifat mekanik film yang menggunakan pelarut asam asetat 1% dengan penambahan etanol-air mempunyai kuat tarik film yang lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan etanol-air.

Berdasarkan sifat termal film penggunaan pelarut asam asetat 1% dengan penambahan etanol-airmeningkatkan ketahanan panas yaitu pada penambahan etanol-air 20%. Sifat termal konsentrasi kitosan 1%memiliki nilai tahan ketahanan panas yang lebih tinggi dibandingkan konsentrasi kitosan lainnya.

Perlu dilakukan kajian lebih lanjut pembuatan edible film kitosan menggunakan berbagai jenis bahanpemlastis alternatif seperti sorbitol dan variasi konsentrasi pemlastis untuk untuk mendapatkn kualitas filmfilm yang lebih baik.

5. DAFTAR PUSTAKA

Agustini, T.W. dan Sedjati, S. 2007. The Effect Of Chitosan Concentration and Storage Time On The Quality Of Salted-Dried Anchovy (Stolephorus heterolobus). Dalam J. Coastal Development. 10 (2): 63-71

Butler B.L., Vergano PJ, Testin R.F., Bunn J.M., Wiles JL. 1996. Mechanical and barrier properties of edible chitosanfilms as affected by composition and storage. Journal Food Science. Vol. 61: 953-961.

Caner C, Vergano PJ, Wiles JL. 1998. Chitosan film mechanical and permeation properties as affected by acid,plasticizer, and storage. Journal Food Science, Vol. 63(6):1049-1053.

Fernandez-Kim,Sun-Ok. 2004. Physicochemical And Functional Properties Of Crawfish Chitosan As Affected ByDifferent Processing Protocols. A Thesis.The Department of FoodScience.Agricultural and MechanicalCollege.Louisiana State University.US.http://www.etd.lsu.edu/docs/available/unrestricted/Kim,

Irwan S, Pirman AP, Zulfiana H, 2010. Karakterisasi fisiokimia dan fungsional kitosan yang diperoleh dari limbahcangkang udang windu. Jurnal Teknik Kimia Indonesia (JTKI). Vol. 9(1):11-18.

Muzzarelli RAA., 1993. Biochemical significance at exogenous chitins and chitosan in animals and patiens.Biomaterials. Vol. 20. P.7-16.

No, H.K., Cho, Y.L., Meyers, S.P., (2000a), "Effective Deacetylation of Chitin under Conditions of 15 psi/121°C",Journal of Agricultural and Food Chemistry. Vol. 48(6), hal.2625-2627.

No, H.K., Lee, S.H and Meyers, S.P., (2000b), "Correlation Between Physcochemical Characteristics and BindingCapacities of Chitosan Products", Journal of Food Science, 65(7), hal. 11341137.

Nurminah, M. 2009. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan Kertas serta Pengaruhnya Terhadap Bahanyang dikemas. Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Prasetio, W. K., 2006, "Pengolahan Limbah Cangkang Udang (online)", http://www. kompas.com/htm, diakses 18September 2006.

Prisiska, Fahja. 2012.Pengaruh kitosan terhadap sifat elongasi dan kekuatan regang biomembran penutup luka. Jakarta: Jurusan Farmasi UHAMKA

Sari, Sylvia Barkey. 2002. Aplikasi Edible Film Khitosan dari Kulit Udang Windu pada Penyimpanan Buah Tomat.Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suhardi. 2009. Khitin dan Khitosan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada. YogyakartaSwastati. F. 2008. Pemanfaatan limbah cangkang udang menjadi edible coating untuk mengurangi pencemaran

lingkungan. Jurusan Perikanan : Universitas Diponegoro 4(4):101-106.

Page 145: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.145-150) 978-602-60766-3-2

145

PEMANFAATAN BATUBARA KUALITAS RENDAH SEBAGAI BAHAN KOKASMELIBATKAN PROSES DESULFURISASI, DEMINERALISASI DAN KARBONISASI

Swastanti Brotowati1), Pirman2)

1Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang2Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang

ABSTRACT

Coal from Mallawa village, Bone-Pangkep Regency of South Sulawesi included in young coal rank, with content of :2.64% moisture, 46.16% of volatile matter, 15.26% ash, 35.96% fixed carbon, 1.73% sulfur and heat value of 5190kcal / kgram this coal includes subbituminous coal category. This coal will be upgrade to be bituminous rank coalthrough desulfurization and demineralization process and continued with carbonization process. The desulfurizationprocess using 20% HCl solution aims to reduce sulfur content, demineralization process using 20% NaOH solution todecrease the ash content and carbonization process aims to reduce the content of volatile matter and to increase fixedcarbon content . Coal of subbituminus from Mallawa can be processed into coal bituminous, with desulfurizationprocess can reduce sulfur content from 1.73% to 0.365%, while in demineralization process can decrease ash contentfrom 15.26% to 9.98% and carbonization process at 500 oC with time for 240 minutes can be reduce of volatile matter46.16% to 13.08%, while water content decreased from 2.64% to 1.16%, carbon content increase from 35.96%, to85.67%, and the heat value increased from 5190 kcal / kgram become 7931,69 kkal / kgram. Coal with the content asabove can be categorized coal type bituminus or coking coal can be utilized as raw material of cokes.Keyword : desulfurization ,demineralization, carbonization , coking coal

PENDAHULUAN:Indonesia memiliki cadangan batubara yang besar melebihi cadangan minyak bumi. Kegiatan

penambangan batubara di Indonesia juga semakin meningkat dari tahun ke tahun dimana batubara diharapkansebagai sumber alternatif pengganti minyak bumi, selain untuk ekspor juga untuk memenuhi kebutuhankonsumsi energi dalam negeri. Mengingat Indonesia memiliki deposit sumber daya batubara sebesar 161miliar ton, tetapi 79,94% nya adalah batubara kualitas rendah , sedangkan batubara dengan kualitas baikhanya sekitar 21,06% dari total deposit yang terbanyak sekitar 79,94% dari total cadangan sebesar 161 miliarton.

Sulawesi Selatan memiliki cadangan batubara sebanyak 38,3 juta ton, yang tersebar di KabupatenMaros, Barru, Pangkep, Sidrap, Enrekang, Sidrap, Sinjai dan Bone. Kabupaten Bone, Kecamatan Malawamemiliki cadangan batubara terbesar sekitar 18,3 juta ton, batubara dengan kualitas rendah mempunyai kadarair 2.64%, kadar zat menguap/ zat terbang 46.16%, kadar abu 15.26%, kadar karbon terikat (fixed carbon)35.96%, kadar sulfur 1.73% dan nilai kalor 5190 kkal/kgram, Menurut Kirk dan Othmer, 1980 batubaradengan yang memiliki kadar air 25-30%, kadar zat terbang 40-45%, dan kadar karbon terikat ≤ 50% , nilaikalor ≤ 5000 kklal/kgram, termasuk dalam kategori batubara jenis subbituminus, sehingga batubara asal desaMallawa termasuk dalam batubara kualitas rentah atau subbituminus.

Batubara asal desa Mallawa ini akan di proses untuk menaikkan rank/tingkatan kualitasnya dari ranksubbituminus menjadi rank bituminous melalui proses desulfurisasi dan demineralisasi dan dilanjutkandengan proses karbonisasi. Proses desulfurisasi menggunakan larutan HCl 20% bertujuan untuk menurunkankandungan sulfur, proses demineralisasi menggunakan larutan NaOH 20% untuk menurunkan kandunganabunya dan proses karbonisasi bertujuan untuk menurunkan kandungan zat terbang/volatile matter sertanenaikkan kadar karbon tetapnya, dengan harapan batubara asal desa Mallawa ini agar dapat dimanfaatkansebagai bahan baku kokas yang memiliki nilai jual lebih tinggi dibandingkan harga jual sekarang.MenurutASTM D 121-15 , batubara sebagai bahan kokas harus memenuhi kriteria berikut kadar volatile metter 14-22%, kadar karbon 69-78%, kadar abu 10%, kadar sulfur 1%, dan mempunyai nilai kalor antara 6392 -7226kkal/kg

METODE PENELITIANBahan baku : Batubara asal Mallawa Bone Sulawesi Selatan, hasil analisis batubara mempunyai kadar air

1 Korespondensi: [email protected]

Page 146: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.145-150) 978-602-60766-3-2

146

1

2

3

5

6

3

21

143

543

643

73

873

2.64%, kadar zat menguap/ zat terbang 46.16%, kadar abu 15.26%, kadar karbon terikat (fixed carbon)35.96%, kadar sulfur 1.73% dan nilai kalor 5190 kkal/kgramKondisi operasi: Laju pengadukan ditetapkan : 250rpm, temperatur ditetapkan : 900C, tekanan operasiditetapkan : 1 atm ,waktu reaksi ditetapkan :240 menit, konsentrasi larutan ditetapkan HCl 20% dan NaOH20% ( hasil percobaan tahap I), waktu karbonisasi divariasikan : 30,60,90,120,150,180 dan 240 menit dansuhu karbonisasi dimualai dari :300, 400, 500, dan 600oCPerbandingan batubara : larutan adalah : 1bagian berat batubara : 5 bagian larutan kimiaMetode anilisis :proksimat dan ulitmat meliputi : volatil metter /zat terbang : metode British Standard (BS.1016), kadar air menggunakan metode ASTM Designation D.3173-92, kadar abu menggunakan metodeASTM Designation D. 3174-98., kadar Sulfur menggunakan metode Eschka dan Brukker XRay, kadar fixedcarbon dihitung berdasarkan persamaan: Fixed Carbon=100%-(kadar air+kadar zat terbang+kadar abu )Proses karbonisasi: menggunakan metode pembakaran tidak langsung menggunakan furnace elektrik dengantujuan agar jumlah oksigen yang digunakan dapat dibatasi.Adapun gambar bahan baku yang digunakan seperti pada gambar di bawah :

Gambar1:Batubara Mallawa Gambar2:Batubara kering Gambar 3: Batubara Dp :60-100mesh

Gambar 4. Alat proses Desulfurisasi dan Demineralisasi

Keterangan gambar:

1Temperature Control2.Termperature Indicator3 Motor pengaduk4.Minyak silicon5 Elemen pemanas6 Katup udara7.Silicon oil bath8 Reactor desulphurisasi / demineralisasi

Page 147: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.145-150) 978-602-60766-3-2

147

Gambar 5. Diagram Proses Desulfurisasi dan Demineralisasi batubara ( pengurangan abu )

HASIL DAN PEMBAHASANI.Proses desulfurisasi dan demineralisasi :Proses desulfurisasi batubara adalah proses pengurangan kandungan sulfur dan proses demineralisasi adalahproses pengurangan kandungan abu pada batubara.Pada Tabel 1 di bawah menunjukkan hasil prosespengurangan

Batubara Malawa Sul-SelKualitas rendah ( 1 bag berat )

Larutan HCL 20%( 5 Bagian Volume )

Proses DesulfurisasiDilakukan pada , Suhu, waktu,

pengadukan dan konsentrasi pelarut yang ditetapkan

Proses Penyaringan

Batubara hasil refluxLarutan HCL

Proses pengeringan di udara ruangselama 12 jam

Proses DenimeralisasiDilakukan variasi , Suhu, waktu, pengadukan dan

konsentrasi pelarut

Larutan NaOH

Batubara hasil Desulfurisasi dandemineralisasi

Batubara hasil reflux

Proses pencucian dan penyaringan hingga (PH netral :7)Air dingin Air dingin

Proses pencucian dan penyaringan hingga (PH netral :7)Air dingin

Air dingin

Proses Penyaringan

Larutan NaOH

Proses pengeringan di udara ruangselama 12 jam

Analis kadar Sulfur dan Abu, dihitungkonversi reaksi

Page 148: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.145-150) 978-602-60766-3-2

148

Tabel 1.Batubara sebelum proses dan sesudah proses Desulfurisasi dan DemineralisasiNo Komponen Sebelum proses Sesudah proses

% %1 Kadar air ( Inherent Moisture ) 2.64 19,282 Kadar Zat menguap/ Zat terbang 46.16 12,943 Kadar Abu 15.26 6,294 Kadar karbon terikat (fixed carbon) 35.96 61,495 Kadar sulfur 1.73 0,3656 Nilai Kalor ( kgkal/kgram) 5190 4729,33

Tabel.1.menunjukkan bahwa batubara yang telah mengalami proses desulfurisasi dan demineralisasi terjadiperubahan dari setiap komponen penyusunnya : kadar air ( inherent moisture ) terjadi peningkatan dari 2.64%menjadi 19,28% , hal ini terjadi kerena pada proses desulfurisasi dan demineralisasi ditambahkan air yangberasal dari larutan kimia HCl 20% dan NaOH 20% sebanyak 5 kali dari berat batubara yang diproses,berikutnya pada proses pemisahan ,pencucian dan proses pengeringan belum terlampau kering, kadar volatilematter/zat terbang terjadi penurunan dari 46.14% menjadi 12,94%, kadar abu turun dari 15.26% menjadi6,29%, kadar karbon meningkat dari 35.96% menjadi 61,49%, kadar sulfur turun dari 1.73% menjadi0,365%, sedangkan milai kalor turun dari 5190 kkal/kgram menjadi 4729,33 kkal/kgram , hal ini disebabkankarena dalam batubara setelah proses masih mengandung cukup banyak kadar air

II. Proses karbonisasi :II.1 Pengaruh suhu dan waktu karbonisasi terhadap kadar zat yang mudah menguap /volatil matter :Dalam tahap karbonisasi, bahan baku dipanaskan tanpa udara dan tanpa penambahan zat kimia. Tujuankarbonisasi adalah untuk menghilangkan zat terbang dan gas-gas lain yang ada dalam batubara,sehingga yangtersisa tinggal kadar zat terbang dalam batubara. . Kadar zat terbang merupakan hasil dekomposisi zat-zatpenyusun arang akibat proses pemanasan selama pengarangan dan bukan komponen penyusun arang. Zatterbang akan menurun seiring dengan meningkatnya suhu karbonisasi dan waktu karbonisasi (Rahim danIndriyani, 2010; Hendra dan Darmawan, 2000). Hubungan antara antara kadar zat terbang dalam batubaraterhadap suhu dan waktu karbonisasi dapat dilihat pada gambar 6 di bawah ini :

Gambar 6. Hubungan suhu, dan waktu karbonisasi terhadap Kadar Volatil Matter

II.2.Pengaruh suhu dan waktu karbonisasi terhadap kadar karbon tetap/terikatKadar karbon merupakan jumlah karbon murni yang terkandung di batubara, semakin tinggi suhukarbonisasi akan meningkatkan kadar karbon tetap/terikat. Gambar.7,menunjukkan peningkatan kadarkarbon seiring dengan bertambahnya suhu karbonisasi mulai dari 300-500oC , hingga suhu karbonisasi600oC pada waktu karbonisasi mulai 90-240 menit justru terjadi penurunan kadar karbon. Hal ini terjadiakibat suhu yang terlalu tinggi, maka proses karbonisasi cenderung merusak dinding-dinding pori karbonyang mengakibatkan karbon yang terbentuk berkurang seperti yang dikemukakan oleh Hartanto dkk., 2010.Kondisi optimum pada suhu 500oC dan waktu 240 menit.

Page 149: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.145-150) 978-602-60766-3-2

149

Gambar 7. Hubungan suhu ,waktu karbonisasi terhadap Gambar 8.Hubungan suhu, massa terikat

pada

Kadar karbon terikat

waktu karbonisasi selama 240 menit

II.3. Pengaruh suhu dan waktu karbonisasi terhadap massa terikat dalam batubaraGambar 8 di atas merupakan hubungan antara massa yang terikat dalam batubara sebelum di

proses dan setelah di proses dengan diturunkan kandungan abu dan sulfurnya terhadap

suhu karbonisasi dan pada waktu optimum 240 menit. Pada sunbu x menunjukkan nilai nol

(0) merupakan gambaran batubara awal sebelum proses mempunyai kadar air:2,46%, kadar

abu:15,26%, kadar volatile matter:46,16% dan kadar karbon tetap: 35,96%. Setelah

dilakukan proses desulfurisasi dengan larutan HCl 20% , demineralisasi dengan larutan

NaOH 20% dan proses karbonisasi dari 300-600oC, maka hasilnya terjadi penurunan kadar

abu dari 15,26 % menjadi 9,98%, kadar air dari 2,46 % menjadi 0,97 %, kadar volatile

matter dari 46,16% menjadi 13,08% sedangkan kadar karbon meningkat dari 35,96% menjadi

86,92%, kondisi ini terjadi pada suhu karbonisasi sebesar 500oC. dan waktu karbonisasi

selama 240 menit. Menurut Kirk dan Othmer, 1980. batubara seperti di atas, dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku kokas sesuai standart ASTM D 121-15,sebagai berikut kadarvolatile metter 14-22%, kadar karbon 69-78%, kadar abu 10%, kadar sulfur 1%, dan mempunyai nilai kalorantara 6392 -7226 kkal/kg.

Tabel 2. Rekapitulasi batubara awal dan sesudah proses desulfurisasi, demineralisasi dan

karbonisasi

No Komponen SUHUAwal Setelah Proses 300oC 400oC 500oC 600oC

1 Kadar air ( % ) 2,64 19,28 1,66 1,14 0,97 0,512 Kadar Zat terbang/ VM ( % ) 46,16 12,94 44,64 14,33 13,08 13,163 Kadar Abu ( % ) 15,26 6,29 8,77 9,73 9,98 10,034 Kadar karbon terikat ( % ) 35,96 61,49 46,59 85,67 86,92 86,844 Kadar sulfur ( % ) 1,73 0,365 0,365 0,365 0,365 0,3655 Nilai Kalor ( kkal/kgram ) 6030 4729,03 4658,52 7097,24 7931,69 7705,31

Page 150: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.145-150) 978-602-60766-3-2

150

Gbr 9 Batubara Mallawa Gbr 10 Batubara kering Gbr 11 Batubara hasil proses

Gbr 11 Karbonisasi 400oC Gbr 12. Karbonisasi 500oC Gbr 13 Karbonisasi 600oC

KESIMPULANBatubara subbituminus asal desa Mallawa Kabupaten Bone Sulawesi Selatan, dengan proses desulfurisasimenggunakan larutan HCl 20% dapat menurunkan kandungan sulfur dari 1,73% menjadi 0,365%, prosesdemineralisasi menggunakan larutan NaOH 20% dapat menurunkan kandungan abu dari 15,26% menjadi6,29% dan proses karbonisasi pada suhu 500oC dengan waktu selama 240 menit dapat mengurangi volatilematter 46,16% menjadi 13,08% , menurunkan kadar air dari 2,64% menjadi 1,16%, dan menaiikankandungan karbon tetap 35,96%, menjadi 86,92%, secara keseluruhan nilai kalor batubara naik dari 5190kkal/kgram menjadi 7931,69 kkal/kgram.Batubara hasil percobaan termasuk dalam rank / tingkatan batubarajenis bituminous, yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kokas adapaun standart batubara kokasseperti yang disyaratkan oleh ASTM D 121-15

DAFTAR PUSTAKA1. Adiarso, dkk. 2010, Teknologi Pemanfaatan Batubara Peluang dan Tantangan. Balai Besar Teknologi Energi

BPPT PUSPIPTEK,Tangerang2. ASTM D 5142-02, 2010, Standards Test Methods for Proximate Analysis of The Analysis Sample of Coal and Coke

by Instrumental Procedures.3. Budiraharjo, I.,2011: Industri batubara Indonesia. Terjemah bebas artikel berjudul “Indonesia sekitan jijou” oleh

Masafumi Uehara, JCOAL Journal Vol 18, Januari 2011. (JCOAL Resources Development Division)4. Borthakur,S.danMukherjee,P.C.2001.Chemical Demineralization/Desulphurization of Sulphur Coal Using Sodium

Htdroxide and acid Solutions. May. Elsevier Science Ltd.5. Erlina Yustanti, 2012., Pencampuran Batubara Cooking dengan Batubara Lignite Hasil Karbonisasi Sebagai Bahan

Pembuatan Kokas. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah Radioakti) ISSN :1410-9565, Volume 156. Erwin J., dkk.2015.,Pengaruh suhu dan waktu karbonisasi terhadap nilai kalor dan karakteristik pada pembuatan

bioarang berbahan baku pelepah aren ,jurnal : Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 2.7. Esthi K.,dkk.2017, Produksi Karbon Aktif dari Batubara Bituminus dengan Aktivasi Tunggal H3PO4, Kombinasi

H3PO4-NH4HCO3, dan Termal, Jurnal Reaktor, Vol. 17 No. 2, Juni, Hal. 74-808. Hartanto, Singgih dan Ratnawati, Pembuatan Karbon aktif dari Tempurung Kelapa Sawit dengan Metode Aktivasi

Kimia, Jurnal Sains Materi Indonesia, ISSN : 1411-1098, Vol. 12, No. 1, 2010.9. Khairil & Irwansyah,2010, Kaji Eksperimental Teknologi Pembuatan Kokas dari Batubara sebagai Sumber Panas

dan Karbon pada Tanur Tinggi (Blast Furnace). Universitas Syiah Kuala, Aceh10. Kirk, R.E.and Othmer, D.F.,1980, Encyclopedia of Chemical Technology, Interscience Inc. New

York.11. Suganal, Kokas dari Batubara Non Coking Indonesia ,Prosiding Seminar Nasional XVI”Kimia dalam Industri dan

Lingkungan, Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia, Yogyakarta, Desember 2007.

Page 151: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.151-155) 978-602-60766-3-2

151

ANALISIS LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN MINYAK ATSIRI KULITJERUK PANGKEP (CITRUS MAXIMA) DENGAN METODE BASAH DAN KERING

Makkulawu Andi Ridwan1), Ilham Ahmad1), Sushanti Gusni1)

1) Dosen Jurusan Agroindustri Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

ABSTRACTCurrently, Entrepreneurs of essential oil are constrained by their low refining rate and low yield. The purpose of

this study was to measure the performance of tube boiler. This kettle tool is made by modifying the bed (sieve) inside thekettle with a pipe tube that can be assembled. The porous tube serves to assist the heat dissipation of the material andexpand the heat transfer surface. Boiler tube performance compared to regular boiler. The type of distillation used iswater and steam distillation. The observed variation is the distillation method used, ie wet and dry. Size of flavedosample wet pamelo 5-7 cm as much as 5 kg, the temperature used is 1400C and pressure 1 atm. The highest yield wasobtained by using dry ketel tube method that is 0.21% and the rate of essential oil formation was 1.44 g / hour.

Keywords: Kettle, Distillation, Pamelo orange, Steam and water distillation, Heat transfer

1. PENDAHULUANMinyak atsiri juga dikenal dengan nama minyak terbang atau minyak eteris (essential oil atauvolatile).

Indonesia merupakansalahsatu Negara penghasilminyakatsiri yang cukup penting di pasar internasional,minyak atsiri Indonesia mempunyai prospek yang cerah. Diharapkan para pelaku bisnis minyak atsirimemanfaatkan peluang tersebut, sehingga dapat meningkatkan peran ekspornya di pasardunia. (Agus. 2005)

Minyak atsiri yang dihasilkan aromatic merupakan komoditas ekspor non migas yang dibutuhkan diberbagai industrie seperti dalam industri parfum, kosmetik, farmasi/obat-obatan, serta industri makanan danminiman. Melihat potensi yang luar biasa dari minyak atsiri tersebut, terlebih harganya yang melambungkarena masih sedikitnya pasokan minyak atsiri dunia, memanfaatkan potensi lahan yang masih sangat luassebagai sentra produksi minyak atsiri. Tentu saja dengan tetap memperhatikan aspek ketahanan pangan dalamdunia perdagangan telah beredar sekitar 80 jenis minyak atsiri, diantaranya minyak nilam, serei wangi,cengkih, jahe, pala serta masih banyak jenis lainya. (Rochim 2009)

Melihat potensi minyak atsiri untuk perkembangan pasar ekspor dunia, di daerah Sulawesi selatankhususnya di daerah kabupaten Pangkep yang berpotensi membuka peluang usaha yang mengarah keproduksiminyak atsiri yang dimana memanfaatkan kulit jeruk Pangkep sebagai bahan baku utama dilihat dari potensidaerah yang sangat baik. Setiap musim panen pada bulan juni-oktober, puluhan kendaraan berat berisicontainer (peti kemas) hilir mudik memuat jeruk untuk dipasarkan diberbagai kota di Sulawesi selatan dandiluar kota Sulawesi seperti Bali, Surabaya hingga Jakarta, luas lahaan untuk jeruk Bali (Pangkep) di Pangkepmencapai 50.787 ha dengan produksi 4.240.1 ton per tahunnya dan limbah kulit jeruk yang dihasilkanmencapai 2.372.9 ton per tahunnya. Jeruk ini banyak tersebar di delapan Kecamatan, Pangkajene, Bungoro,MinasaTene, Labakang, Marang, Segeri, Mandalle dan Tondong Tallasa. (Dinas informasi dan komunikasiKab. Pangkep 2005)

Potensi pemasaran yang dihasilkan kulit jeruk Pangkep di Kabupaten Pangkep tidak sejalan denganpengelolaan serta pemanfaatan limbah yang dihasilkan, melihat dari permasalahan diatas pemanfaatan kulitjeruk Pangkep menjadi minyak atsiri dapat berpeluang membuka usaha baru serta mengurangi limbah darijeruk Pangkep tersebut, dengan menggunakan alat destilasi dalam pengambilan minyak atsiri kulit jerukPangkep maka untuk mengifisienkan waktu dalam penyulingan perlu diketahui pengaruh lama penyulinganterhadap rendemen minyak atsiri kulit jeruk Pangkep, dan harapan kedepannya pengembangan produksiminyak atsiri dari kulit jeruk Pangkep khusunya di daerah Sulawesi Selatan khusunya di daerah Pangkepberkembang pesat dan memberikan peluang usaha baru bagi masyarakat sekitar. Tujuan dari penelitian iniadalah untuk menganalisa lama penyulingan terhadap rendemen minyak atsiri kulit jeruk Pangkepdengan menggunakan metode basah dan kering.

2. METODE PENELITIAN

1 Korespondensi: [email protected]

Page 152: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.151-155) 978-602-60766-3-2

152

Metoda penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adlah metoda Rancang Acak Kelompok(RAK) 2 faktorial. Faktor 1 adalah tipe ketel yang terdiri dari 2 jenis, faktor 2 metoda yang digunakan. Darikombinasi kedua faktor tersebut didapat 4 perlakuan dengan 4 kali ulangan. Proses ekstraksi menggunakanpelarut alkohol 98%, dan pemurnian minyak atsiri menggunakan pelarut n-heksana.

Dalam percobaan ini akan dilihat waktu terbaik dalam melakukan penyulingan dengan metode keringdan basah serta alat yang berbeda. Adapun 2 metode yang digunakan seperti berikut: 1) Penyulingan metodebasah (dandang biasa dan modifikasi) yaitu kulit jeruk di pisahkan bagian Flavedo dan albedo selanjutnyaflavedo di perkecil ukurannya (5-7 cm) dan ditimbang sebanyak 5 kg lalu dimasukkan kedalam ketel destilasiberkapasitas 10 kg yang menggunakan alat dandang biasa, dan dilakukan penyulingan uap dan air selamawaktu yang ditentukan (7, 8, 9, dan10 jam) selanjutnya dilakukan hal yang sama dengan menggunakan alatdandang modifikasi. Dari hasil sulingan, kemudian campuran minyak dan air dipisahkan dengan decanter ataulabu pemisah akan didapat perbedaan rendemen minyak yang akan dihasilkan.

Gambar 1. Alat dan proses penyulingan yang digunakan pada penelitian

2) Penyulingan dengan metode kering (dandang biasa dan modifikasi) yaitu kulit jeruk yangsudah di timbang 5 kg lalu dilakukan pengecilan ukuran (5-7 cm) selanjutnya dilakukan pengeringan dengancahaya matahari selama 2-3 hari lalu dimasukkan kedalam ketel destilasi berkapasitas 20 kg dan melakukanpenyulingan menggunakan alat dandang biasa selama (7, 8, 9,10 jam) dan alat dandang modifikasimenggunakan waktu yang sama. Dari hasil sulingan, kemudian campuran minyak dan air dipisahkan dengandecanter atau labu pemisah. Adapun diagram alur proses penyulingan dapat dilihat di Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alur proses penyulingan minyak atsiri kulit jeruk besar

Page 153: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.151-155) 978-602-60766-3-2

153

3) Pemurnian minyak atsiri kulit jeruk yaitu hasil dari sulingan akan dipisahkan antara dua fraksiminyak dan air dengan cara mencampurkan bahan kimia N-Hexan, dari 1000 ml hasil sulingan dimasukkankedalam corong pemisah dan ditambahkan N-Hexan sebanyak 10 ml kemudian di homogenkan, larutan hasilsulingan akan terpisah antara minyak dan air, setelah itu minyak hasil pemisahan di panaskan dengan suhu70°C sampai N-Hexan menguap, hanya minyak yang tersisa(Hardjono. 2004).

4) Perhitungan rendemen yang merupakan perbandingan jumlah (kuantitas) minyak yangdihasilkan dari ekstraksi tanaman aromatik. Adapun satuan yang digunakan adalah persen (%). Semakin tingginilai rendemen menunjukkan bahwa minyak atsiri yang dihasilkan semakin besar, hal ini perlu ditekankankarena mutu justru berbanding terbalik dengan rendemen.Semakin tinggi rendemen, biasanya minyak bekumemenuhui syarat mutu yang baik. Sementara minyak bermutu baik biasanya ditandai dengan jumlahrendemen yang sedikit.(Rochim 2009). Adapun rumus yang digunakan dalam perhitungan rendemen yaitu:

Rendemen (%)Jumlah minyak yang dihasilkan

X 100%Jumlah bahan sebelum diolah

3. HASIL DAN PEMBAHASAN1) Hasil penyulingan kulit jeruk Pangkep: hasil yang didapatkan dalam proses penyulingan minyak

kulit jeruk Pangkep dengan menggunakan metode basah dan kering, hasil yang didapat selama empat kalipenyulingan dengan menggunakan metode basah alat dandang biasa, metode basah alat dandang modifikasi,metode kering alat dandang biasa, dan metode kering alat dandang modifikasi diuraikan sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil penyulingan

Kode BahanAlat

(Dandang)Waktu(jam)

Hasil sulingan(ml)

Hasil pemisahan(g)

Rendemen(%)

BB Basah Biasa 10 9100 3,5846 0,024BM Basah Modifikasi 10 12200 10,9635 0.073

KB Kering Biasa 10 10140 9,8851 0,066

KM Kering Modifikasi 10 8150 16,2743 0,108

Parameter yang diamati dalam penyulingan minyak atsiri adalah rendemen minyak atsiri dan lajupembentukan minyak atsiri. Data penyulingan dianalisa menggunakan ANOVA, namun sebelum itu dilakukanuji normalitas terlebih dahulu. Tabel 1 menunjukkan bahwa data terdistribusi normal, maka analisa ANOVAdengan taraf kepercayaan 95% dapat dilakukan.

Tabel 2. Uji Normalitas dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

rendemen (%) laju pembentukan (g/jam)

N 16 16

Normal Parametersa Mean .1056 .9675

Std. Deviation .08058 .42364

Most Extreme Differences Absolute .171 .187

Positive .171 .164

Negative -.118 -.187

Kolmogorov-Smirnov Z .683 .747

Asymp. Sig. (2-tailed) .739 .633

a. Test distribution is Normal.

Dari hasil uji anova didapat perbedaan nyata terhadap rendemen antara metoda kering ketel biasa,metoda kering ketel tube dan metoda basah ketel tube. Sedangkan metoda basah ketel biasa dan metoda basahketel tube menghasilkan perbedaan yang tidak nyata terhadap rendemen. Dari hasil analisa duncan pada Tabel2 didapat rendemen terbaik pada metoda kering ketel tube yaitu 0.21%. rata- rata rendemen setiap perlakuan

Page 154: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.151-155) 978-602-60766-3-2

154

terlihat di grafik pada Gambar 3. Semakin luas permukaan kontak maka kemampuan untuk menyuling minyaksemakin besar sehingga rendemen yang didapat juga semakin besar (Megawati & Murniyawati, 2015).

Tabel 3. Analisa rendemen (%)

sample N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Tukey HSDa Basah ketel biasa 4 .0175

Basah ketel tube 4 .0625

kering ketel biasa 4 .1325

kering ketel tube 4 .2100

Sig. .249 1.000 1.000

Duncana Basah ketel biasa 4 .0175

Basah ketel tube 4 .0625

kering ketel biasa 4 .1325

kering ketel tube 4 .2100

Sig. .071 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.

2) Laju pembentukan minyak atsiri adalah Laju pembentukan minyak atsiri adalah perbandinganjumlah minyak atsiri yang dihasilkan pada waktu tertentu. Laju pembentukan minyak atsiri terdapat perbedaannyata antara metoda kering ketel tube, metoda basah ketel biasa, metoda basah ketel tube dan metoda keringketel tube. Namun, laju pembentukan hampir sama terjadi antara metoda basah ketel tube dan metoda keringketel biasa.Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan terbaik untuk mendapatkan laju pembentukan minyak atsiritercepat adalah metoda kering ketel tube yaitu 1.44 g/jam. Secara detail perbedaan laju pembentukan minyakatsiri terhadap perlakuan terlihat pada Gambar 4.

Tabel 3. Laju pembentukan (g/jam)

sample N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Tukey HSDa Basah ketel biasa 4 .3475

kering ketel biasa 4 .9475

Basah ketel tube 4 1.1350

kering ketel tube 4 1.4400

Sig. 1.000 .132 1.000

Duncana Basah ketel biasa 4 .3475

kering ketel biasa 4 .9475

Basah ketel tube 4 1.1350

kering ketel tube 4 1.4400

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.

Page 155: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.151-155) 978-602-60766-3-2

155

Gambar 3. Rata-rata rendemen minyak atsiri kulit jeruk pamelo

Gambar 4. Rata-rata laju pembentukan minyak kulit jeruk pamelo (g/jam)

4. KESIMPULANKinerja alat ketel tube mempunyai perbedaan yang nyata dengan ketel biasa, baik dilakukan secara

basah maupun kering. Rendemen terbaik didapat adalah 0.21% dengan laju pembentukan 1.44 g/jam.

5. DAFTAR PUSTAKAHardjono S., 2004, Kimia Minyak Atsiri, Yogyakarta: GadjahMada University Press.Megawati & Murniyawati, F., 2015, Microwave Assisted Hydrodistillation untuk Ekstraksi Minyak Atsiri dari Kulit Jeruk

Bali sebagai Lilin Aromaterapi, Jurnal Bahan Alam Terbarukan, 14-20.Rahmawati, A., & Putri, W. D., 2013, Karakteristik ekstrak kulit jeruk bali menggunakan metode ekstraksi ultrasonik

(kajian perbandingan lama blansing dan ekstraksi), Jurnal Pangan dan Agroindustri, Vol. 1 No. 1, 26-35.Rochim, A., 2009, Memproduksi 15 Jenis Minyaka Siri Berkualitas, Penebarsuadaya, Jakarta 2009.Saputra, K. A., Puspawati, N. M., & Suirta, I. W., 2017, Kandungan Minyak Atsiri dari Kulit Buah Jeruk Bali (Citrus

maxima) serta Uji Aktivitas Antibakteri terhadap Staphylococcus Aureus dan Escherichia Coli. Jurnal Kimia, (1): 58-62.

6. CAPAN TERIMA KASIHUcapan terima kasih kepada Kementrian Ristek dan Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penelitian ini

melalui skim Penelitian Terapan tahun 2017.

Page 156: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.156-161) 978-602-60766-3-2

156

PEMANFAATAN EKSTRAK KULIT BUAH MARKISA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI

BAJA LUNAK (MILD STEEL) DALAM LARUTAN ASAM

Wahyu Budi Utomo1*), Hastami Murdiningsih2) 1,2) Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang Makassar Indonesia

ABSTRACT

The role and important of plant extract and oil have been improving significantly as they are widely used as corrosion

inhibitor. Corrosion inhibitor from natural plant hase been proven very effective in decreesing corrosion rate with high efficiency. In this study, inhibiting action of markisa shell extract as a natural product for inhibiting corrosion of mild

steel in acid electrolyte has been studied using weight loss method. Markisa fruit shell was extracted to acid solution and

then evaporated to produce solid extract and it was then used as inhibitor corrosion in acid electrolyte. Mild steel

specimen was immersed at themperature 30 - 70oC with inhibitor concentration from 0 to 1000ppm for 3 days.

Corrosion rate, inhibition efficiency and activation energy were then calculated. Markisa fruit shell extract which

contain lignin can be used as corrosion inhibitor of mild steel in acid electrolyte. The increase of immersion

themperature causes increase in corrosion rate of mild steel with or without inhibitor. This possibly caused by

degradation of thin layer of inhibitor at higher themperature. The optimum inhibitor efficiency of 85% obtained at

inhibitor concentration 200ppm, whereas the activation energy of corrosion reaction at themperature 30oC to 70oC with

inhibitor concentration 0 and 200ppm where found 26.40 and 58.03 kJ/mol. This increase in activation energy suggests

that corrosion inhibitor actually functioning as it is ecpected to decrease the rate of corrosionsignificantly.

Keywords: Corrosion, Inhibitor, Mild steel

1. PENDAHULUAN

Logam dan paduan digunakan dalam industri rentan terhadap korosi. Salah satu cara untuk

mengurangi laju korosi adalah dengan penambahan inhibitor. Banyak penelitian telah dilakukan untuk

menemukan senyawa yang dapat digunakan sebagai inhibitor [1-4]. Senyawa organik maupun anorganik

biasa digunakan sebagai inhibitor korosi. Sedangkan inhibitor korosi organic berasal dari ekstrak tumbuhan. Salah satu inhibitor korosi contohnya ekstrak dari buah karena mengandung bahan seperti vitamin, mineral

dan senyawa lainnya.

Ekstrak kulit markisa mengandung senyawa protein kasar 7,32%, tannin 1,85% dan lignin 31,79%. Menurut Altwaiq [5], lignin dari tanaman dapat digunakan sebagai bahan inhibitor korosi. Lignin efektif

sebagai bahan inhibitor korosi dengan efisiensi inhibisi 55,5% hingga 78,8%. Oleh karena itu, pada penelitian

ini akan dilakukan analisa laju penghambatan korosi pada baja lunak dengan penambahan ekstrak kulit markisa yang mengandung lignin dalam media larutan asam fosfat. Media ini digunakan untuk menyesuaikan

keadaan lingkungan dalam proses pengolahan di industri makanan dan minuman yang umumnya bersifat

asam lemah [6].

Inhibitor korosi bekerja dengan cara membentuk lapisan pelindung pada permukaan metal. Inhibitor korosi dapat menurunkan laju korosi karena mengandung gugus-gugus yang memiliki pasangan elektron

bebas, seperti nitrit, kromat, fospat, urea, fenilalanin, imidazolin, dan senyawa-senyawa amina [7]. Namun

demikian, pada kenyataannya bahwa bahan kimia sintesis ini merupakan bahan kimia yang berbahaya, harganya relatif mahal, dan tidak ramah lingkungan. Ekstrak bahan alam yang mengandung atom N, O, P, S,

dan atom-atom yang memiliki pasangan elektron bebas berfungsi sebagai ligan yang akan membentuk

senyawa kompleks dengan logam [8-10].

Penelitian ini bertujuan mengamati aksi penghambatan ekstrak kulit buah markisa terhadap korosi baja karbon di dalam asam phosfat. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menjelaskan pengaruh suhu

dan konsentrasi serta menjelaskan mekanisme aksi penghambatan korosi ekstrak kulit buah markisa yang

mengandung lignin pada korosi baja karbon di dalam larutan asam phosfat berdasar pada data energy aktifasi. Penelitian ini berperan sangat penting karena fakta bahwa penggunaan bahan-bahan kimia sebagai aditif anti

korosi bersifat toxic terhadap manusia maupun lingkungan. Oleh sebab itu bahan alami yang berasal dari

tumbuhan diharapkan dapat difungsikan sebagai bahan antikorosi yang murah, nontoxic dan ramah lingkungan.

1 Korespondensi: [email protected]

Page 157: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.156-161) 978-602-60766-3-2

157

2. METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium kimia dasar jurusan Teknik Kimia Politeknik dari bulan

Maret sampai Oktober 2017. Eksperimen terdiri atas tiga bagian utama, pertama adalah proses ekstraksi,

kedua uji korosi dengan metode weight loss dan ketiga pengolahan dan interpretasi data, pelaporan dan diseminasi hasil penelitian. Sebanyak 50 gram kulit buah markisa kering dihaluskan kemudian diekstrak di

dalam air mendidih selama 2 jam dengan refluks. Larutan ekstrak disaring dan dipekatkan sampai seluruh

pelarut menguap. Ekstrak padat ini kemudian digunakan untuk uji inhibisi korosi dengan variasi konsentrasi 0-1000 ppm di dalam air. Spesimen baja karbon dipotong dengan ukuran 3 x 2 x 0.5 cm, permukaan diamplas

halus, dicuci dengan aceton dan dibilas dengan air aquades. Spesimen direndam dalam ± 900 mL asam

phospat dengan variasi temperatur (30 – 70oC) dan konsentrasi inhibitor (0-1000 ppm) selama 3 hari. Ekstrak ditambahkan ke dalam elektrolit kemudian specimen yang telah ditimbang beratnya dimasukkan ke

dalamnya. Setelah itu wadah ditutup dan didiamkan selama 3 hari. Setelah 3 hari sampel diambil dari

larutan, dibersihkan dan berat akhirnya ditimbang. Laju korosi, Efisiensi inhibitor dan energy aktivasi

kemudian dihitung.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ekstraksi kulit buah markisa lignin diidentifikasi dengan spektrofotometer infra merah untuk mengetahui gugus fungsional yang ada. Gambar 1 memperlihatkan spectra senyawa hasil ekstraksi kulit buah

markisa yang mengandung lignin. Senyawa lignin secara umum diidentifikasi dengan munculnya beberapa

gugus penyusun seperti serapan pada bilangan gelombang 3400 – 3450 cm-1 untuk regang OH, 2820 – 2940 cm-1 untuk regang C-H metil, 1600 – 1520 cm-1 untuk cincin aromatic, 1470 – 1450 cm-1 untuk regang C-H

asimetri, 1385 – 1315 cm-1 untuk regang cincin stringil, 1270 – 1280 cm-1 untuk cincin guasil, 1030 – 1085

cm-1 untuk regang eter dan 850 – 900 cm-1 untuk C-H aromatic (Hergert, 1971) .

Gambar 1. Spektra ekstrak Kulit Markisa Menggunakan Spektrometer FTIR

Gambar 2 menunjukkan laju korosi baja di dalam larutan asam fosfat dengan penambahan inhibitor

ekstrak kulit buah markisa. Baja dalam larutan asam tanpa inhibitor memiliki laju korosi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel baja yang direndam dengan penambahan inhibitor dengan konsentasi 100, 200,

dan 300 ppm. Laju korosi tanpa inhibitor sebesar 1063,885 mpy sedangkan dengan inhibitor 100, 200, dan

300 ppm laju korosi menurun menjadi 1053,994 mpy, 149,8329 mpy, dan 1057,364 mpy.

Penurunan laju korosi yang cukup signifikan pada konsentrasi 200 ppm namun pada konsentrasi lebih besar laju korosi meningkat kembali. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan inhibitor yang

berlebihan justru dapat meningkatkan laju korosi. Dari hasil uji ini, dapat disimpulkan bahwa lignin dari

ekstrak kulit markisa dapat menghambat korosi pada permukaan baja lunak (mild steel) pada konsentrasi 100, 200, dan 300 ppm . Konsentrasi optimum inhibitor dalam larutan asam fosfat yang dapat menghambat korosi

adalah 200 ppm dengan laju 149 mpy.

Page 158: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.156-161) 978-602-60766-3-2

158

Gambar 2. Grafik Pengaruh Konsentrasi Inhibitor terhadap Laju Korosi

Efesiensi penghambatan korsi tertinggi (85%) terjadi pada konsentrasi inhibitor 200 ppm dan

semakin besar konsentrasi inhibitor menyebabkan efisiensi semakin kecil karena laju korosi pada penambahan konsentrasi diatas 400 ppm menyebabkan laju korosi meningkat dibanding laju korosi tanpa

inhibitor. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan inhibitor pada konsentrasi 200 ppm memiliki

efesiensi tertinggi yaitu 85% (Gambar 3).

Gambar 3. Efisiensi Inhibitor

Berdasar pada hasil uji korosi pada suhu 30oC tersebut, selanjutnya uji korosi dilanjutkan untuk mengetahui pengaruh suhu perendaman terhadap laju korosi. Sampel baja direndam dalam larutan asam

fosfat dengan variasi suhu mulai dari 30, sampai 700C, sampel direndam selama 3 hari dengan konsentasi

seragam 0 dan 200 ppm. Setelah 3 hari, sampel diangkat lalu dibersihkan dengan air dan dibilas dengan

aseton, kemudian sampel ditimbang untuk mengetahui berat baja yang hilang selama proses korosi.

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000

2200

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

Laju

ko

ro

si (

mp

y)

konsentrasi inhibitor (ppm)

-100

-80

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

Efe

sien

si i

nh

ibit

or (

%)

konsentrasi inhibitor (ppm)

Page 159: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.156-161) 978-602-60766-3-2

159

Gambar 4. Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap Laju Korosi

Uji korosi pada suhu perendaman berbeda pada baja dalam larutan asam fosfat menunjukkan

kecenderungan semakin tinggi suhu perendaman semakin besar pula laju korosi. Laju korosi pada suhu 30, 40, 50, 60, dan 700C sebesar 1599, 4206, 5514, 5855, 5958 mpy tanpa inhibitor dan 200 ppm 239, 3106,

4627, 4935, 5024 mpy dengan 200ppm inhibitor (Gambar 4.).

Gambar 5. Pengaruh Suhu Perendaman terhadap Penurunan Efisiensi inhibitor

Peningkatan suhu menyebabkan penurunan efisiensi inhibitor, dimana pada suhu 30, 40, 50, 60, dan

700C dengan efisiensi inhibitor 85,03%, 26,13%, 16,07%, 15,70%, dan 15,68%. Terlihat jelas bahwa terjadi

penurunan %IE yang cukup signifikan pada suhu 40, 50, 60, dan 700C hal ini dapat disebabkan karena pada suhu tinggi kemampuan inhibitor untuk melindugi permukaan baja semakin menurun sehingga mempercepat

laju korosi dan menurukan efisiensi inhibitor (Gambar 7).

Energi aktifasi reaksi inhibitor korosi dihitung menggunakan persamaan,

𝑊 = 𝐴 𝑒𝑥𝑝 (− 𝐸𝑎𝑅𝑇

)

Selanjutnya persamaan dilinearisasikan sehingga diperoleh persamaan garis lurus,

ln 𝑊 = ln 𝐴 − 𝐸𝑎

𝑅×

1

𝑇

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

293 303 313 323 333 343

Laju

ko

ro

si (

mp

y)

Suhu perendaman (K)

200 ppm

0 ppm

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

303 313 323 333 343

Efe

sien

si I

nh

ibit

or (

%)

Suhu (K)

Page 160: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.156-161) 978-602-60766-3-2

160

Gambar 6. Hubungan antara 1/T terhadap ln W

Gambar 6. memperlihatkan hubungan antara 1/T terhadap ln W, dari grafik ini diperoleh persamaan Y = -3143.X + 18,09 untuk 0ppm dan Y = -6980.X + 29.44 untuk 200ppm. Nilai slope yang diperoleh dari

persamaan ini adalah nilai dari (−𝐸𝑎

𝑅), sehingga energi aktifasi reaksi korosi dengan inhibitor korosi 0 dan

200 ppm dapat dihitung, dimana R adalah konstanta gas ideal 8,314 j/mol.K. Dari persamaan tersebut

diperoleh nilai energi aktifasi reaksi inhibitor korosi pada konsentrasi 0 ppm adalah 26,40 kJ/mol dan 200

ppm adalah 58,03 kJ/mol. Energi aktivasi ini adalah energi minimum yang dibutuhkan untuk reaksi korosi

kimia dapat berlangsung. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa penambahan inhibitor menyebabkan meningatkan nilai energi aktivasi sehingga laju korosi logam menurun. Penelitian oleh Zainul Hasan yang

menggunakan ekstrak lignin kulit kopi sebagai inhibitor organik korosi besi dengan larutan elektrolit asam

kuat memperoleh besar energi aktivasi 28-49 kJ/mol. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa ekstrak kulit buah markisa yang mengandung lignin dapat menghambat korosi melalui proses adsorpsi fisik

dan reaksi korosi berlangsung spontan. Perbedaan nilai energi aktivasi yang diperoleh pada penelitian ini

kemungkinan disebabkan oleh perbedaan larutan elektrolit dan jenis baja yang digunakan.

4. KESIMPULAN

Ekstrak kulit buah markisa yang mengandung lignin dapat digunakan sebagai inhibitor korosi baja

lunak dalam larutan asam fosfat. Peningkatan suhu perendaman menyebabkan peningkatan laju korosi baja tanpa inhibitor dan dengan inhibitor, hal ini dapat disebabkan oleh degradasi lapisan inhibitor pada suhu

tinggi. Efesiensi optimum inhibitor 85% terjadi pada konsentrasi inhibitor 200 ppm, sedangkan energi

aktivasi reaksi korosi pada konsentrasi 0 dan 200 ppm dengan uji korosi variasi suhu perendaman 30, 40, 50, 60, dan 700C adalah sebesar 26,40 dan 58,03 Kj/mol. Inhibitor korosi berperan meningatkan nilai energi

aktivasi sehingga laju korosi logam menurun.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] S. Y. Aprael, Anees A. Khadom, Rafal K. Wael, Apricot Juice As Green Corrosion Inhibitor Of Mild

Steel In Phosphoric Acid, Alexandria Engineering Journal 52, 129–135, (2013) [2] M. Akbar,. Pengaruh Penambahan Ekstrak Kasar daun Teh Sebai Inhibitor Organik Pada Baja

Karbon Rendah. Politeknik Negeri Ujung Pandang. Makassar. 2011

[3] L. Ningrum, Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) Sebagai Inhibitor Korosi Baja Lunak (Mild Steel).

Politeknik Negeri Ujung Pandang. 2013 [4] W. B. Utomo, dan Sri Indriati.. Ekstrak Daun Teh Sebagai inhibitor Organik Korosi Baja St37.

Politeknik Negeri Ujung Pandang. 2015

y = -6980.x + 29.44

y = -3143.x + 18.09

5

5.5

6

6.5

7

7.5

8

8.5

9

9.5

0.0029 0.003 0.0031 0.0032 0.0033

Ln

W

1/T

200 ppm

0 ppm

Page 161: UJI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE, HIDROKSIMETILFURFURAL (H …repository.poliupg.ac.id/616/2/2_BIDANG-ILMU-TEKNIK-KIMIA-KIMIA-TEKNIK... · diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2017 (pp.156-161) 978-602-60766-3-2

161

[5] A. Altwaiq, Khouri, S. J., Al-luaibi, S., Lehman, R., Drücker, H.,dan Vogt, C.. The Role of Extracted Alkali Lignin as Corrosion Inhibitor. J. Mater. Environ. Sci. Vol. 2 (3): 259-270. 2011

[6] Astuti,T.. Potensi Dan Teknologi Pemanfaatan Kulit Buah Markisa Sebagai Pakan Ternak Ruminansi.

Universitas Andalas.Padang 2008

[7] Asdim, Penentuan Efisiensi Inhibisi Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L) Pada Reaksi Korosi Baja Dalam Larutan Asam, Jurnal Gradien Vol.3 No.2: 273-276 Juli 2007

[8] Nehemia. 2015. Pemanfaatan Lignin Kulit Kopi Sebagai Inhibitor Korosi Pada Besi. Universitas

Jember. Jember. [9] Maria Erna, dkk. Karboksimetil Kitosan Sebagai Inhibitor Korosi Pada Baja Lunak Dalam Media Air

Gambut. Jurusan kimia FMIPA. .Universitas andalas. 2009.

[10] M. Fajar Sidik, Analisa Korosi dan Pengendaliannya. Akademi Perikanan Baruna Slawi. Jurnal Foundry Vol. 3 No. 1 April 2013 ISSN : 2087-2259 2013.

6. UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Penelitian ini Dibiayai oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan

Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Sesuai Kontrak Nomor:

052/SP2H/LT/DRPM/III/2017, tanggal 3 April 2017