penerapan manajemen risiko kredit dalam proses...

28
1. PENDAHULUAN Penyaluran kredit perbankan pada sektor konsumsi mengalami peningkatan drastis sejak Indonesia dilanda krisis ekonomi dua belas tahun yang lalu. Hal ini terjadi karena banyaknya perusahaan besar yang bangkrut sehingga korporasi sangat sedikit menyerap kredit dari bank. Perbankan kemudian semakin menyadari bahwa peluang di pasar konsumsi semakin besar, dimana tanggungan akibat gagal bayar oleh kreditur yang dihadapi relatif lebih kecil dibanding dengan kredit pada investasi dan modal kerja. Dengan peluang bisnis yang cukup menjanjikan, maka kredit konsumsi merupakan produk favorit bagi pelaku bisnis perbankan. Jelas bahwa ketatnya tingkat persaingan antar bank ini menimbulkan 2 sudut pandang. Dalam sisi positif, kehadiran bank baru memberikan kelancaran dan kemudahan dalam transaksi perdagangan, dan pada akhirnya meningkat pula jumlah dan nilai transaksi perbankan dan keuangan baik nasional maupun internasional. Namun dari sisi negatifnya persaingan yang tidak sehat antar pemilik dan pengelola bank pun meningkat. Dampak dari hal ini sudah banyak nampak, terutama dalam pelanggaran prinsip kehati-hatian berupa overlimit plafon kredit yang melebihi Peraturan Bank Indonesia maupun kemudahan syarat-syarat kredit tanpa mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit kepada nasabahnya. Dari berbagai jenis bank di Indonesia, kelompok bank asing dan campuran dinilai paling agresif dalam memangkas suku bunga kredit konsumsi pada tahun lalu (2010). Kepala Biro Humas Bank Indonesia Difi A. Johansyah mengatakan kelompok bank asing dan campuran merupakan kelompok bank yang paling agresif dalam menurunkan suku bunga kredit konsumsi dan suku bunga kredit modal kerja. Bank Indonesia (BI) mencatat adanya penurunan suku bunga kredit. Penurunan rata-rata suku bunga kredit tersebut didorong oleh Bank Asing yang menurunkan bunga kredit konsumsinya hingga 80bps atau 0,8% (http://finance.detik.com/read/2011/06/12/115530/1658451/5/bank-asing- turunkan-bunga-kredit-konsumsi-80-bps?nd9911043 ). Dengan keberanian bank asing dalam menurunkan suku bunga kreditnya, BI mencatat bahwa selama tahun 2010-2011, NPL (Non Performing Loan) bank asing juga memiliki prosentase paling besar dibanding dengan penggolongan bank lain di Indonesia (lampiran 1). 1

Upload: hoangphuc

Post on 04-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

1. PENDAHULUAN

Penyaluran kredit perbankan pada sektor konsumsi mengalami

peningkatan drastis sejak Indonesia dilanda krisis ekonomi dua belas tahun

yang lalu. Hal ini terjadi karena banyaknya perusahaan besar yang bangkrut

sehingga korporasi sangat sedikit menyerap kredit dari bank. Perbankan

kemudian semakin menyadari bahwa peluang di pasar konsumsi semakin

besar, dimana tanggungan akibat gagal bayar oleh kreditur yang dihadapi

relatif lebih kecil dibanding dengan kredit pada investasi dan modal kerja.

Dengan peluang bisnis yang cukup menjanjikan, maka kredit konsumsi

merupakan produk favorit bagi pelaku bisnis perbankan. Jelas bahwa

ketatnya tingkat persaingan antar bank ini menimbulkan 2 sudut pandang.

Dalam sisi positif, kehadiran bank baru memberikan kelancaran dan

kemudahan dalam transaksi perdagangan, dan pada akhirnya meningkat

pula jumlah dan nilai transaksi perbankan dan keuangan baik nasional

maupun internasional. Namun dari sisi negatifnya persaingan yang tidak

sehat antar pemilik dan pengelola bank pun meningkat. Dampak dari hal ini

sudah banyak nampak, terutama dalam pelanggaran prinsip kehati-hatian

berupa overlimit plafon kredit yang melebihi Peraturan Bank Indonesia

maupun kemudahan syarat-syarat kredit tanpa mempertimbangkan prinsip

kehati-hatian dalam pemberian kredit kepada nasabahnya.

Dari berbagai jenis bank di Indonesia, kelompok bank asing dan

campuran dinilai paling agresif dalam memangkas suku bunga kredit

konsumsi pada tahun lalu (2010). Kepala Biro Humas Bank Indonesia Difi

A. Johansyah mengatakan kelompok bank asing dan campuran merupakan

kelompok bank yang paling agresif dalam menurunkan suku bunga kredit

konsumsi dan suku bunga kredit modal kerja. Bank Indonesia (BI) mencatat

adanya penurunan suku bunga kredit. Penurunan rata-rata suku bunga kredit

tersebut didorong oleh Bank Asing yang menurunkan bunga kredit

konsumsinya hingga 80bps atau 0,8%

(http://finance.detik.com/read/2011/06/12/115530/1658451/5/bank-asing-

turunkan-bunga-kredit-konsumsi-80-bps?nd9911043).

Dengan keberanian bank asing dalam menurunkan suku bunga

kreditnya, BI mencatat bahwa selama tahun 2010-2011, NPL (Non

Performing Loan) bank asing juga memiliki prosentase paling besar

dibanding dengan penggolongan bank lain di Indonesia (lampiran 1).

1

Page 2: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

PT. BII, Tbk merupakan salah satu bank asing milik Malaysia yang

beroperasi di Indonesia. Menurut situs BII, bank ini fokus dibidang

konsumer. Hal tersebut didorong oleh kontribusi terbesar dari total kredit

konsumsi. Yaitu sebesar 40 %, sedangkan kontribusi kredit UKM dan

kredit Korporasi masing-masing sebesar 36% dan 24 %. Namun meski

secara rata-rata Non Performing Loan (kredit bermasalah gross) bank asing

meningkat, BII justru dapat menurunkan NPL nya. Per September 2011

turun dari 3,52% menjadi 2,54%. Penurunan NPL tersebut juga didorong

oleh peran manajemen risiko kredit yang efektif

(http://www.bii.co.id/News/Pages/BII-Records-34-Increase-in-Net-Profit-).

Ketersediaan suatu sistem dan prosedur dalam hal mengendalikan

dan mengelola risiko adalah merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap

bank. Agar bank terhindar dari kerugian, baik kerugian materi berupa

penurunan pendapatan bank ,maupun non materi seperti memburuknya citra

atau reputasi dari suatu bank di mata masyarakat. Pada tingkatan yang lebih

tinggi, risiko dapat dikelola sedemikian rupa untuk memberikan penghasilan

yang lebih besar bagi bank. Bank diharapkan mampu mengidentifikasi

risiko, mengelola dan memantau agar dampak dari risiko yang mungkin

saja terjadi tidak melebihi kemampuan bank atau yang dapat mengganggu

kelangsungan usaha bank tersebut.

Menurut info bank, kredit konsumsi perbankan nasional pada 2012

diprediksi akan tetap tumbuh. KPR masih menjadi penyangga utama

pertumbuhan (http://www.infobanknews.com/2011/11/prospek-kpr-di-

bawah-bayang-bayang-krisis).

Bank Indonesia (BI) menilai keberanian sejumlah bank asing di Tanah Air

menyalurkan kredit sangat tinggi pada tahun 2011. Saat perbankan nasional

mengerem penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR), bank milik asing

justru mengincar bisnis ini. Apalagi, angka penyaluran KPR masih minim,

yakni baru dua persen dari total PDB (Produk Domestik Bruto). Sedangkan

jumlah penduduk terus meningkat. Hal itu menjadi alasan perbankan asing

mulai mengincar pasar properti di tanah air. Menurut Haryanto (EVP

Coordinator CMO, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk), penyaluran kredit

rumah di Malaysia dan Singapura sudah mulai jenuh. Karena, sudah hampir

semua orang memiliki rumah sendiri, makanya bank asing masuk ke

Indonesia (http://www.ujungpandangekspres.com/view.php).

Berdasarkan uraian di atas, maka mendorong penulis untuk

mempelajari “Bagaimana Penerapan Manajemen Risiko di PT. BII, Tbk di

bidang Kredit Pemilikan Rumah?”

2

Page 3: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan

manajemen risiko KPR di BII. Hasil penelitian ini diharapkan memberi

manfaat bagi penulis agar dapat meningkatkan wawasan berpikir ilmiah

khususnya yang berkaitan dengan konsep manajemen risiko secara nyata di

perbankan Indonesia. Dan bagi pendidikan diharapkan dapat memberikan

kontribusi bagi pengembangan ilmu khususnya dalam praktisi didunia

perbankan terutama dalam penerapan manajemen risiko penyaluran kredit

konsumsi di bidang KPR.

3

Page 4: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

2. Kajian Teoritis dan Empiris

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Pengertian Bank

Menurut UU Perbankan No.10 Tahun 1998 tentang perubahan UU

No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pengertian Bank adalah sebagai

berikut:

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk

kredit dan atau bentuk bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf

hidup rakyat banyak.”

2.1.2 Pengertian Kredit

Menurut UU Perbankan No.10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7

Tahun 1992 tentang Perbankan, kredit dan pembiayaan adalah sebagai

berikut:

“Kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak

peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan

pemberian bunga”.

Sedangkan pengertian pembiayaan dalam Pasal 1(12) adalah:

“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain

yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau

tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi

hasil.”

2.1.3 Unsur-unsur Kredit:

Menurut Khasmir (2004: 103), unsur-unsur kredit yang terkandung

dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut:

a. Kepercayaan

Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bahwa kredit yang diberikan akan

benar-benar diterima kembali dimasa tertentu dimasa yang akan datang oleh

pihak pemberian kredit.

b. Kesepakatan

Kesepakatan merupakan suatu kesepakatan yang dituangkan dalam suatu

perjanjian dimana masing-masing pihak akan menandatangani hak dan

kewajiban masing-masing.

c. Jangka waktu

Jangka waktu merupakan masa pengembalian kredit yang telah disepakati

antara pemberi kredit dan penerima kredit.

d. Risiko

4

Page 5: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

Risiko merupakan suatu kemungkinan tidak tertagihnya pinjaman atau

macetnya pengembalian kredit dari yang telah disepakati bersama.

e. Balas jasa

Balas jasa merupakan suatu keuntungan atas pemberian suatu kredit atau

jasa, yang di kenal dengan nama bunga.

2.1.4 Analisis Kredit

Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha yang

dilakukan debitur untuk menentukan suatu keputusan dalam pemberian

kredit. Salah satu cara menilai kegiatan usaha debitur adalah dengan

menggunakan prinsip-prinsip kredit pada aspek-aspek usaha debitur.

Adapun prinsip-prinsip yang digunakan adalah berupa analisis 6C dan 7P.

1. Adapun 6C menurut Gup and Kolari (2005; 263) tersebut adalah:

a. Character, sifat dan watak dari nasabah (kejujuran, tanggungjawab,

integritas dan konsisten). Sifat atau watak dari orang-orang yang akan

diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, tercermi dari latar belakang

debitur baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat

pribadi.

b. Capacity, kemampuan seseorang untuk menjalankan bisnis. Debitur

perlu dianalisis apakah dia mampu memimpin dengan baik dan benar

usahanya. Jika dia mampu memimpin usahanya, maka dia juga akan

mampu untuk mengembalikan pinjamam sesuai dengan perjanjian dan

perusahaannya tetap berjalan.

c. Capital, kondisi keuangan dari nasabah (pendapatan bersihnya).

Modal yang besar maka menunjukkan besarnya kemampuan debitur untuk

melunasi kewajiban-kewajibannya.

d. Colleteral, kekayaan yang dijanjikan untuk keamanan dalam transaksi

kredit/anggunan. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang

diberikan. Jika terjadi kredit macet, maka agunan inilah yang digunakan

untuk membayar kredit tersebut.

e. Condition, faktor luar (kondisi ekonomi) yang mengontrol

perusahaan. Menilai kredit hendakya juga dinilai kondisi ekonomi sekarang

dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masing-masing, serta prospek

usaha dari sektor yang ia (peminjam) jalankan.

f. Compliance, kepatuhan terhadap hukum dan undang-undang yang

berlaku itu sangatlah penting. Hal ini menyangkut atas kepatuhan kreditur

dan debitur dengan perjanjian yang telah disepakati bersama.

2.1.5 Kredit Bermasalah (Non Performing Loan)

Kredit bermasalah akan muncul apabila debitur tidak dapat memenuhi

kewajibannya. Didalam pemberian kredit akan ada kemungkinan tidak

tercapainya kesepakatan yang telah disepakati oleh debitur dan bank. Inilah

yang sering kita sebut sebagai risiko kredit. Dan risiko kredit ini berbentuk

kredit bermasalah. Yang tergolong sebagai kredit bermasalah didalam

keseluruhan kriteria kredit adalah kredit dalam perhatian khusus, kurang

lancar, diragukan, dan macet.

5

Page 6: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

Menurut Veithzal Rivai (2006: 467) terdapat berbagai definisi kredit

bermasalah, yaitu kredit yang memiliki kemungkinan timbulnya risiko di

kemudian hari:

1. Mengalami kesulitan didalam penyelesaian kewajiban- kewajibannya,

baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau pembayaran

bunga, denda keterlambatan, serta ongkos-ongkos bank yang menjadi

beban nasabah yang bersangkutan.

2. Kredit dimana pembayaran kembalinya dalam bahaya, terutama apabila

sumber-sumber pembayaran kembali membayar kredit, sehingga belum

mencapai atau memenuhi target yang diinginkan bank.

2.1.6 Manajemen Risiko kredit

Penerapan manajemen risiko kredit ini dimaksudkan untuk menilai

risiko kredit yang melekat pada pelaksanaan pemberian kredit. Hal yang

penting didalam penerapan manajemen risiko kredit adalah adanya prosedur

dan metodologi pengelolaan risiko kredit sehingga kegiatan usaha bank,

dalam hal ini kredit dapat terkendali pada batas yang dapat diterima.

Manajemen resiko kredit diterapkan sebagai upaya meningkatkan efektivitas

prudential Banking. Situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan

mengalami perkembangan pesat yang diikuti dengan semakin kompleksnya

risiko kegiatan usaha perbankan sehingga meningkatkan kebutuhan praktek

tata kelola Bank yang sehat

(good corporate governance) dan penerapan manajemen risiko yang meliputi

pengawasan aktif pengurus bank, kebijakan, prosedur dan penentapan limit

risiko, proses identifikasi, pengukuran ,pemantauan, sistem informasi, dan

pengendalian risiko , serta sistem pengendalian intern (SE No.5/21/DPNP

2003:2).

a) Pengawasan aktif pengurus bank (Dewan Komisaris dan Direksi) , yang

meliputi:

1. Dewan Komisaris bertanggung jawab dalam melakukan persetujuan dan

peninjauan berkala atau sekurang-kurangnya secara tahunan mengenai

srategi dan kebijakan risiko kredit pada bank.

2. Direksi bertanggung jawab untuk mengimplementasikan strategi dan

kebijakan risiko kredit serta mengembangkan prosedur identifikasi,

pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko kredit.

b) Kebijakan Manajemen Risiko Kredit

Menurut Surat Edaran BI 5/21/2003, kebijakan manajemen resiko kredit

merupakan arahan tertulis dalam menerapkan manajemen resiko dan harus

sejalan dengan visi,misi, dan rencana strategik bank serta lebih terfokus pada

6

Page 7: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

risiko yang relevan pada aktivitas fungsional Bank(SE No.5/21/DPNP 2003

:6). Terkhusus bank harus memiliki informasi yang cukup guna membantu

bank dalam melakukan penilaian secara komprehensif terhadap profil risiko

debitur(SE No.5/21/DPNP 2003:21).

Meskipun BI telah membuat suatu prosedur tertulis mengenai

manajemen risiko kredit, namun bank umum juga wajib membangun sistem

manajemen risiko kredit sesuai dengan fungsi dan visi misi yang disesuaikan

dengan organisasi manajemen risiko kredit pada bank tersebut.

c) Penetapan Limit

Penetapan limit merupakan batas /limit dari potensi kerugian yang mampu

diminimalisir oleh bank. Batas maksimum pemberian kredit adalah salah satu

cara untuk mengurangi potensi risiko kredit. Didalam penetapan limit ada 5

hal yang penting (SE No.5/21/DPNP 2003: 23), yaitu:

1. Dalam prosedur penetapan limit risiko kredit, bank antara lain harus

menggambarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penetapan limit

risiko kredit dan proses pengambilan keputusan/penetapan limit risiko kredit.

2. Bank harus menetapkan limit untuk seluruh nasabah atau counterparty

sebelum melakukan transaksi dengan nasabah tersebut, dimana limit tersebut

dapat berbeda satu sama lain.

3. Limit untuk risiko kredit ditujukan untuk mengurangi risiko yang

ditimbulkan karena adanya konsentrasi penyaluran kredit.

4. Limit untuk satu nasabah atau counterparty dapat didasarkan atas hasil

analisis data kuantitatif yang diperoleh dari informasi laporan keuangan

maupun hasil analisis informasi kualitatif yang dapat bersumber dari hasil

interview dengan nasabah.

5. Penetapan limit risiko kredit harus didokumentasikan secara tertulis dan

lengkap yang memudahkan penetapan jejak audit untuk kepentingan auditor

intern maupun ekstern.

d) Identifikasi Risiko Kredit

Bank harus mengidentifikasi risiko kredit yang melekat pada seluruh produk

dan aktivitasnya. Identifikasi risiko kredit tersebut merupakan hasil kajian

terhadap karakteristik risiko kredit yang melekat pada aktivitas fungsional

tertentu, seperti perkreditan (penyedian dana), tresuri dan investasi , dan

pembiayaan perdagangan (SE No.5/21/DPNP 2003: 22).

Setelah dilakukan identifikasi risiko kredit secara akurat, selanjutnya secara

berturut-turut bank perlu melakukan pengukuran, pemantauan dan

pengendalian risiko kredit. Penilaian risiko merupakan serangkaian tindakan

yang dilaksanakan oleh Direksi dalam rangka identifikasi, analisis dan

menilai risiko yang dihadapi bank untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

e) Pengukuran Risiko Kredit

Pengukuran risiko kredit dimaksudkan agar bank mampu mengkalkulasi

eksposur risiko kredit yang melekat pada kegiatan usahanya sehingga bank

7

Page 8: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

dapat memperkirakan dampaknya terhadap permodalan yang seharusnya

dipelihara dalam rangka mendukung kegiatan usaha yang dimaksud. Selain

itu pelaporan data atas kalkulasi eksposur kredit digunakan sebagai

pengambilan keputusan dengan tetap mempertimbangkan prinsip kehati-

hatian bank. Dalam sistem pengukuran risiko kredit, sekurang-kurangnya

mempertimbangkan (SE No.5/21/DPNP 2003: 24):

1. Karakteristik setiap jenis transaksi risiko kredit, kondisi keuangan debitur/

counterparty serta persyaratan dalam perjanjian kredit seperti dalam

jangka waktu dan tingkat bunga;

2. Jangka waktu kredit ( maturity profile) dikaitkan dengan perubahan

potensial yang terjadi di pasar;

3. Aspek jaminan, agunan dan atau garansi;

4. Potensi terjadinya kegagalan membayar (default),baik yang berdasarkan

hasil penilaian pendekatan konvensional maupun hasil penilaian

pendekatan yang menggunakan proses pemeringkatan yang dilakukan

secara intern;

5. Kemampuan bank untuk menyerap potensi kegagalan (default).

f) Pemantauan Risiko Kredit

Dalam rangka melaksanakan pemantauan risiko, Bank harus melakukan

evaluasi terhadap eksposur risiko, terutama yang bersifat material dan atau

yang berdampak pada permodalan bank. Dalam pemantauan risiko kredit

sekurang-kurangnya memuat ukuran-ukuran dalam rangka (SE

No.5/21/DPNP 2003: 26):

1. Memastikan bahwa bank mengetahui kondisi keuangan terakhir dari

debitur atau counterparty ;

2. Memantau kepatuhan terhadap persyaratan dalam perjanjian kredit atau

kontrak transaksi risiko kredit;

3. Menilai kecukupan agunan dibandingkan dengan kewajiban debitur atau

counterparty;

4. Mengidentifikasi ketidaktepatan pembayaran dan mengklasifikasikan

kredit bermasalah secara tepat waktu;

5. Menangani dengan cepat kredit bermasalah

Hasil pemantauan yang mencangkup evaluasi terhadap eksposur risiko

kredit dibandingkan dengan limit risiko kredit yang telah ditetapkan. Lalu,

hasilnya dilaporkan secara tepat waktu, akurat dan informatif , dalam rangka

meningkatkan efektivitas proses pengukuran risiko kredit. Yang akan

digunakan oleh Direksi dan pejabat lainnya dalam pengambilan keputusan

dalam suatu bank (SE No.5/21/DPNP 2003: 25).

Selanjutnya berdasarkan hasil pemantauan tersebut, bank melakukan

pengendalian risiko antara lain dengan teknik mitigasi risiko kredit.

g) Pengendalian Risiko Kredit dan Sistem Pengendalian intern

Didalam rangkaian manajemen risiko kredit, kegiatan pengendalian akan

berjalan efektif bila direncanakan dan diterapkan yang berguna dalam

mengendalikan risiko yang telah diidentifikasi. Sedangkan sistem

8

Page 9: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

pengendalian intern yang efektif merupakan hal yang penting didalam

manajemen risiko kredit bank yang sehat. Sistem pengendalian intern bank

yang efektif akan membantu pengurus bank menjaga aset, menjamin

ketersediaan pelaporan keuangan dan manajerial yang dapat dipercaya,

meningkatkan kepatuhan bank terhadap ketentuan dan perundang- undangan

yang berlaku, serta mengurangi risiko terjadinya kerugian, penyimpangan

dan pelanggaran aspek kehati-hatian (SE No.5/22/DPNP 2003: 3).

2.2 Kajian Empiris (Tinjauan Peneliti Terdahulu)

Penelitian terdahulu dilakukan oleh Seno Santoso pada tahun 2008 yang

berjudul Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Pada Bank

Tabungan Negara (Persero) Cabang Bekasi. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui pelaksanaan KPR untuk rumah sederhana pada Bank BTN

cabang Bekasi, serta untuk mengetahui cara penyelesaian apabila debitur

wanprestasi. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan yuridis empiris, dimana digunakan untuk memberikan gambaran

secara kualitatif tentang kewajiban debitur dan penyelesaian kredit

bermasalah dalam pelaksanaan perjanjian kredit. Dari hasil penelitian

tersebut dapat disimpulkan ada tiga tahap dalam proses terjadinya prosedur

KPR di BTN. Yang pertama merupakan tahap wawancara antara pihak

debitur dengan pihak Bank Tabungan negara, dari hasil wawancara ini BTN

dapat melakukan seleksi awal terhadap calon debitur mengenai karakter dari

pemohon atau debitur setelah mengajukan permohonan melalui BTN dan

mempelajari syarat-syarat serta ketentuan-ketentuan yang berlaku,

memeriksa identitas, kemampuan kesanggupan memenuhi syarat kredit

(melampirkan daftar gaji dari instansi calon debitur bekerja atau penghasilan

dari calon debitur). Selain itu juga adanya jaminan dari BTN kepada calon

debitur tersebut yang berupa rumah dan tanah yang akan dijadikan jaminan

dalam perjanjian kredit pemilikan rumah tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut kemudian pihak PT BTN (Persero)

Cabang Bekasi mengadakan rapat komite kredit (K/Rakomdit) untuk

menentukan apakah calon debitur tersebut dapat diterima untuk mengajukan

permohonan kredit, apabila calon debitur ditolak maka calon debitur untuk

sementara waktu tidak memenuhi syarat-syarat dan apabila diterima maka

calon debitur tinggal menunggu realisasi kredit. Tahap kedua yaitu tahap

pembinaan kredit dalam tahap ini akan diadakan rekonsiliasi atau konfirmasi,

tujuannya yaitu untuk menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan dalam

hal kekeliruannya dalam pembukuan angsuran. Tahap yang ketiga yaitu

tahap penyelamatan kredit, di dalam tahap ini pihak BTN (Persero) Cabang

Bekasi membuat surat pernyataan kesanggupan membayar, dengan tujuan

bilamana debitur mengakui adanya tunggakan, dalam hal ini debitur diminta

untuk membayar tunggakan dalam masa tertentu. Selain itu surat peringatan

ini juga sebagai kelengkapan apabila masalah tersebut sampai ke pengadilan.

Sedangkan untuk mengatasi wanprestasi dari debitur, pihak PT BTN

melakukan cara-cara yaitu dengan musyawarah dengan melalui Badan

Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). Dan bila cara ini tidak

menemukan titik terang yang terakhir melalui pengadilan dengan

konsekuensi proses waktu yang panjang serta memakan biaya yang banyak.

9

Page 10: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

Persamaan peneliti yang dilakukan oleh Seno dengan peneliti sekarang

adalah sama-sama meneliti tentang prosedur pemberian KPR serta cara

penyelesaian apabila debitur wanprestasi. Perbedaan penelitian terdahulu dan

peneliti sekarang adalah peneliti sekarang menambahkan adanya gambaran

mengenai manajemen risiko kredit yang dilakukan oleh BII, karena hal ini

akan dinilai bisa cukup mewakili apakah dalam pemberian kredit yang

merupakan kegiatan utama bank, mengandung risiko kredit yang dapat

memicu terjadinya kredit bermasalah. Oleh karena itu gambaran mengenai

manajemen risiko kredit ini diperlukan sebagai upaya pencegahan bahkan

evaluasi dalam pelaksanaan kredit. Dimana bank harus berpegang pada

aturan serta kebijakan kredit yang sehat sebagaimana diatur oleh Bank

Indonesia guna melindungi dan memelihara kepentingan serta kepercayaan

masyarakat.

10

Page 11: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

3. METODE PENELITIAN

Menurut Soerjono (1986: 6) metode adalah proses, prinsip-prinsip dan

tata cara memecahkan suatu masalah, sedang penelitian adalah pemeriksaan

secara berhati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah

pengetahuan manusia, maka metode penelitian dapat diartikan sebagai proses

prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi

dalam penelitian.

Menurut Sutrisno Hadi (2000 : 4), penelitian atau research, adalah usaha

untuk menemukan, mengembangkan dan mengkaji kebenaran suatu usaha

untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu

pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode

ilmiah.

Dengan demikian, penelitian yang dilaksanakan tidak lain untuk

memperoleh data yang telah teruji kebenaran ilmiahnya. Namun untuk

mencapai kebenaran tersebut ada dua buah pola berpikir secara empiris atau

melalui pengalaman. Oleh karena itu, untuk menemukan metode ilmiah,

maka digabungkanlah metode pendekatan rasional dan metode pendekatan

empiris, di sini rasionalisme memberikan kerangka pemikiran logis, sedang

empirisme memberikan kerangka pembuktian atau pengujian untuk

memastikan suatu kebenaran (Ronny, 1990: 36).

3.1. Jenis Penelitian dan Sumber Data

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Yaitu setelah

data terkumpul, kemudian ditulis dalam bentuk uraian logis dan sistematis,

selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah,

kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif. Yaitu dari data yang bersifat

umum menuju ke hal yag bersifat khusus.

Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data primer dan sekunder.

Data primer berupa wawacara langsung secara informal dengan Account

Officer bagian KPR. Sedangkan data sekunder berupa standar operasional

pelaksanaan program KPR BII, dan dokumen pendukung lainnya. Adapun

pengumpulan datanya adalah sebagai berikut:

11

Page 12: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

Cara Penjelasan Jenis Data

Wawancara Pengumpulan data

yang diperoleh dari

Account Officer BII

bagian KPR.

1. Gambaran umum

mengenai program

KPR BII.

2. Prosedur penyaluran

kredit pemilikan

rumah di BII.

3. Risiko-risiko yag

sering muncul dalam

program KPR BII.

4. upaya manajemen

risiko yang dilakukan

BII untuk

meminimalisasi risiko

yang muncul.

Dokumenter Pengumpulan data

yang diperoleh melalui

dokumen-dokumen

pelaksanaan penerapan

manajemen risiko

kredit program KPR

BII.

annual report, standar

operasional

pelaksanaan program

KPR BII.

3.2 Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini, ditujukan kepada lembaga, oleh karena itu tidak

dipersoalkan populasi dan sampel. Dalam penelitian ini yang menjadi unit

analisisnya adalah manajemen risiko kredit dalam pemberian kredit

pemilikan rumah di PT. Bank Internasional, Tbk.

3.3 Teknik dan langkah-langkah analisis data

Teknik yang digunakan dalam penelitian tentang penerapan manajemen

risiko kredit dalam pemberian kredit pemilikan rumah di BII ini bukan

penelitian yang merupakan suatu penelitian terhadap hipotesis yang hendak

diuji kebenarannya. Namun lebih kepada mendapatkan gambaran dan

informasi mengenai manajemen pengendalian risiko kredit yang dilakukan

oleh BII. Adapun langkah-langkah analisis yang dilakukan adalah:

1. Mengamati prosedur manajemen risiko kredit pemilikan rumah BII

dengan wawancara.

2. Mengumpulkan dokumen-dokumen yang digunakan dalam analisis

manajemen risiko kredit pemilikan rumah di BII.

3. Melakukan wawancara atas risiko kredit yang masih muncul dalam

pelaksanaan pemberian kredit pemilikan rumah di BII.

12

Page 13: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

4. Menganalisis langkah-langkah yang ditempuh BII dalam

meminimalisasi risiko kredit.

5. Membuat kesimpulan dan saran.

13

Page 14: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil penelitian

PT BII,Tbk merupakan bank yang didirikan pada tahun 1980 dan

mencatatkan ke BEI pada tahun 1998 dan menjadi bank swasta di Indonesia.

Sedangkan ia menjadi bank asing setelah diambil alih oleh konsorsium Sorak

kepemilikan bank sebesar 51 % pada tahun 2003.

i. Gambaran umum program KPR PT. BII, TBK Jakarta

Produk utama :

a. Home Financing /KPR: pinjaman yang diberikan untuk pembelian

properti (untuk tempat tinggal atau hunian , kecuali untuk ruko / rukan),

biasanya dengan periode pembayaran dan bunga yang telah ditetapkan.

b. Home equity /maxima: pinjaman yang diberikan dengan jaminan properti

yang telah dimiliki untuk mendapatkan uang tunai.

ii. Proses Persetujuan Kredit Pemilikan Rumah BII (lampiran 2)

iii. Sistem Manajemen Risiko Kredit

Manajemen risiko kredit yang bersifat preventif

Merupakan manajemen risiko pada tahap preventif (pencegahan). Dimana

pada tahap ini akan dijelaskan prosedur pemberian kredit sampai kepada

penagihan dan pemantauan atas kredit yang disetujui. Jika dihubungkan

dengan penerapan manajemen risiko yang diatur oleh Bank Indonesia bagi

perbankan di Indonesia, tahap pengawasan aktif pengurus bank dan

kebijakan manajemen risiko kredit pada tahap preventif berperan sebagai

kerangka yang memberikan gambaran setiap tanggungjawab dan otorisasi

dari manajemen risiko kredit secara komprehensif. Tahap penetapan limit

dimaksudkan untuk meminimalisir potensi kerugian dikemudian hari dengan

prosedur yang ada. Dan tahap identifikasi risiko kredit serta pengukuran

risiko kredit masih masuk dalam tahap preventif, karena tahap ini

dimaksudkan sebagai upaya bank dalam mendeteksi adanya potensi risiko

kredit dimasa mendatang yang berpengaruh terhadapa usaha perbankan dan

permodalan bank tersebut. Adapun prosedur manajemen risiko pada tahap

preventif yang dimaksud:

a) Kejelasan dan kelengkapan Informasi tentang calon debitur

Petugas administrasi wajib menjelaskan mengenai persyaratan pengajuan

kredit pemilikan rumah yang meliputi dan mengecek ke Sistem Informasi

14

Page 15: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

Debitur Bank Indonesia sedang tidak menerima kredit atau pembiayaan modal

kerja dan investasi dari bank lain maupun pemerintah, pada saat permohonan

kredit diajukan. Jika calon nasabah masih memiliki debet di dalam sistem

Informasi Debitur Bank Indonesia maka diperlukan Surat Roya dari bank asal

wajib dimintakan. Harus lancar selama 3 bulan terakhir pada tanggal

verifikasi. Tidak terdaftar dalam negatif AKKI (Asosiasi Kartu Kredit

Indonesia)

1. Legalitas dokumen calon debitur berupa KTP. Selain itu sekurang-

kurangnya salah satu dari dokumen berikut harus tersedia; Kartu

Keluarga, Surat Nikah / Akta Cerai / akta kematian.

2. Perijinan calon debitur dengan ketentuan plafond kredit sesuai dengan

bidang usaha .

3. Jenis kredit dan Jangka waktu akan dijelaskan dengan tabel yang

menggambarkan jenis kredit pemilikan rumah (KPR dan Maxima) besrta

jangka waktu yang disesuaikan dengan usia debitur saat kredit berakhir.

b) Kriteria kelayakan

Bagian administrasi melakukan pengujian kelayakan atas berkas yang

masuk dengan dasar beberapa parameter yang telah dibakukan seperti:

Kewarganegaraan : untuk menjamin bahwa nasabahnya memiliki ikatan

hukum yang jelas yang didasarkan pada Undang-undang).

Usaha debitur : untuk mengetahui usaha yang dijalankan nasabah. Untuk

memastikan sumber pendapatan debitur serta memastikan usaha debitur

tidak masuk dalam daftar hitam perusahaan, pengalaman kerja dan

usaha debitur (individu) . Dengan asumsi jika ia bisa menjalankan

bisnisnya dengan baik, ia akan mampu melunasi kewajibannya kelak.

Cakupan lokasi tempat usaha serta lokasi jaminan, dimana hal itu

mempengaruhi kesiapan operasional BII dalam upaya memperoleh

kepastian mengenai perlindungan jaminan debitur).

c) Verifikasi

Jika berkas pengajuan kredit yang lolos kriteria kelayakan, maka akan

dilanjutkan oleh bagian Account Officer dimana bagian ini mengecek

tentang keberadaan syarat informasi di lapangan yang meliputi pengecekan

dokumen dengan pengecekan jaminan. Pengecekan dokumen meliputi;

tempat tinggal, verifikasi tempat bekerja via telepon bagi karyawan , bagi

pengusaha dan profesional pengeceka keberadaan kepemilikan perusahaan.

15

Page 16: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

Dan pengecekan ke bank asal jika masih terdapat debit kredit di bank

tersebut. Sedangkan pengecekan jaminan meliputi:

Melakukan pengecekan sertifikat tanah ke BPN oleh bagian legal.

Tim appraisal melakukan pengecekan ke Dinas Tata Kota jika lokasi berada

diluar hunian real estate.

Penilaian dilakukan oleh penilai internal atau perusahaan penilai

independen yang disetujui BII.

Berdasarkan pada nilai pasar dan nilai likuidasi (maksimal nilai likuidasi

diatas 80% dari nilai pasar).

Wajib menggunakan penilaian eksternal, jika jumlah pinjaman ≥ Rp 1

miliar.

Dalam hal di cabang BII, apabila tidak ada penilai oleh eksternal tidak

dapat dilakukan, maka dapat menggunakan penilaian internal yang berasal

dari cabang BII.

d) Proses pengecekan duplikasi

Jika proses verifikasi telah usai, maka sebelum persetujuan pelaksanaan kredit,

semua pemohon kredit (termasuk pasangan kawin dan penjamin) harus

dilakukan pengecekan melalui 3 tahap. Tahap pertama yaitu pemeriksaan oleh

BI yang berkaitan dengan sistem informasi debitur, daftar kredit macet, dan

daftar hitam. Tahap yang kedua berkaitan dengan pemeriksaan internal bank,

seperti nasabah eksisting dan maksimum eksposur. Dan tahap yang ketiga

adalah daftar hitam internal yang terdiri dari daftar hitam kartu kredit, daftar

hitam kredit kendaraan dan kredit rumah, data debitur yang ditolak, debitur

yang masuk remedial.

e) Pencairan pinjaman, pembiayaan kembali, & pelunasan kredit

a. Pencairan pinjaman : akan dicairkan ke rekening debitur( Maxima)

sedangkan KPR akan langsung ditranfer ke rekening developer sesuai

dengan perjanjian kerja sama dengan developer.

b. Ketentuan pembayaran kembali : baik KPR maupun Maxima memiliki

ketentuan yang sama yaitu, debitur harus membuka rekening di BII, dan

angsuran disetor setiap bulan pada tanggal yang telah ditetapkan dan

langsung didebet oleh sistem.

16

Page 17: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

c. Pelunasan pembayaran : baik pelunasan penuh maupun sebagian wajib

menyertakan dokumen konfirmasi dari debitur, serta diperkenankan denga

biaya denda jika nasabah tidak menyertakannya.

f) Penagihan

Proses penagihan yang dilakukan oleh BII kepada debiturnya mula-mula

adalah mengklasifikasikan umur tunggakan dari suatu produk, dalam hal ini

produk KPR. Hal ini didasarkan pada jumlah hari yang melampaui tanggal

jatuh tempo pembayaran atau disebut DPD (Days Past due).

DPD (Days Past due) Kolektibilitas

0 Lancar

1-90 Dalam perhatian khusus

91-120 Kurang lancar

121-180 Diragukan

>180 Macet

Strategi penagihan secara keseluruhan adalah untuk memelihara hubungan

dengan nasabah untuk memperkecil kerugian, yaitu bentuk pendekatan

pelayanan untuk penunggakan awal dan pendekatan yang agresif untuk

tunggakan selanjutnya.

g) Monitoring

Proses monitoring (pemantauan kredit dilakukan sebagai upaya untuk

meminimalisir terjadinya kredit bermasalah. Pemantauan ini hanya berusaha

mengukur dan mengawasi saja. Untuk proses penanganan kredit yang

terdeteksi sebagai kredit bermasalah akan ditangani pada proses pengendalian

risiko kredit yang bersifat kuratif.

Manajemen risiko kredit yang bersifat kuratif

Merupakan manajemen risiko pada tahap kuratif (perbaikan). Dimana pada

tahap ini akan dijelaskan penyebab kredit bermasalah dan prosedur atas

penanganan kredit yang masuk dalam golongan kredit bermasalah. Dari

kerangka manajemen risiko yang dibuat oleh Bank Indonesia, tahap

pemantauan risiko kredit dan pengendalian risiko kredit serta sistem

pengendalian intern masuk dalam tahap kuratif. Karena pada tahap ini

merupakan upaya dalam evaluasi atas eksposur kredit serta bagaimana cara

menangani eksposur kredit tersebut secara tepat agar dapat meminimalisir

kerugian serta upaya dalam menjaga aset, kepatuhan terhadap perundangan

yag berlaku serta tidak melakukan penyimpangan dalam hal prinsip kehati-

hatian. Adapun prosedur manajemen risiko kredit pada tahap kurati yang

dimaksud:

17

Page 18: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

a. Identifikasi Potensi terjadinya Risiko Kredit

Risiko kredit yang berupa kredit bermasalah bisa terjadi karena 2 pihak.

Yaitu pihak intern dan ekstern bank.

Pihak intern bank berupa :

Kebijakan pemberian kredit yang terlalu ekspansif. Dengan

menyetujui pemberia kredit yang mengandung risiko kredit tinggi.

Alasannya adalah karena adanya hubunga dengan penguasa atau

ketatnya persaingan antar bank membuat bank menurunkan standar

seleksi, sehingga NPL akan semakin tinggi.

Itikad kurang baik dari oknum bank, dengan adanya debitur fiktif.

Oknum tersebut lebih mengutamakan kepentingannya dari pada

kepentingan bank.

Lemahnya sistem administrasi dan pengawasan kredit akan memicu

penyimpangan-penyimpangan yang akan mengakibatkan kegagalan

dalam pelunasa kreditnya kelak.

Pihak ekstern berupa:

Kegagalan usaha debitur. Ini bisa terjadi secara murni gagal usaha

debitur, namun juga terkadang ada debitur yang nakal dengan

memanipulasi laporan keuangan sehingga seakan-akan debitur

mengalami kebangkrutan.

Adanya kebijakan pemerintah yang menaikkan suku bunga kredit

maupun kebijakan makro lainnya.

Musibah yang terjadi kepada debitur yang tidak melakukan

pengamanan penutupan asuransi.

b. Penggolongan kredit bermasalah

Penggolongan atas risiko tersebut semakin memudahkan bank dalam

memberikan perlakuan dan kebijakan sesuai dengan klasifikasi kredit.

Pemberian surat peringatan adalah cara yang digunakan BII untuk

mengingatkan debitur akan tunggakannya. Adapun klasifikasi surat

peringatan diatur sebagai berikut:

18

Page 19: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

Keterlambatan (hari) Jenis Surat Peringatan

1-8

9-15

16-30

31-60

61-75

Surat Pemberitahuan

Surat Peringatan 1

Surat Peringatan 2

Surat Peringatan 3

Surat Peringatan dari Lawyer

(penyitaan jaminan, gugatan

perdata, gugatan pailit)

c. Meminimalkan risiko

Dalam menangani kredit bermasalah bank membuat suatu kebijakan dalam

meminimalkan risiko kredit yang harus ditanggungnya. Dalam

meminimalkan risiko, proses penanganan debitur ini berlaku bagi debitur

yang terbukti mendapatkan kesulitan pembayaran baik pokok dan atau

bunga dan atau denda namun masih mempunyai prospek kemampuan

membayar dimasa mendatang. Ada 3 tahap yang diambil oleh BII untuk

menangani kredit bermasalah. Yaitu restrukturisasi kredit, reklasifikasi

kredit, pelunasan secara tunai, dan agunan yang diambil alih. Dan jiak

semua upaya penyelamatan kredit sudah tidak efektif lagi dan tidak punya

prospek, maka langkah terakhir yang dilakukan oleh BII adalah melakukan

kebijakan hapus buku dan hapus tagih.

1. Restrukturisasi Kredit

Hanya berlaku untuk produk ini sekali saja, yang bisa masuk dalam

proses penanganan kredit ini adalah debitur yang terkena kejadian tak

terduga /bencana, seperti gempa bumi, banjir, ledakan gunung berapi,

dll. Wajib mengikuti peraturan BI dalam hal penetapan kualitas kredit

yang direstrukturisasi sesuai dengan PBI 7/2/PBI/2005 tanggal

20/01/2005 dan SE BI No. 7/3/DPNP tanggal 31/01/2005. Selain itu

harus dibuktikan dengan dokumen sebagai dasar analisa restrukturisasi

kredit yang digolongkan sebagai berikut:

a. Diskon jumlah tunggakan bunga atau jumlah denda tunggakan atau

jumlah pokok.

Kolektibilitas Diskon (%)

Lancar 0

Dalam perhatian khusus 25

Kurang lancar 50

Diragukan 75

Macet 100

19

Page 20: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

Petugas remedial wajib berupaya untuk mendapatkan persetujuan dari

debitur untuk setuju dengan discount yang lebih kecil untuk mengurangi

kerugian bank.

b. Penjadwalan pembayaran. Proses ini merupakan upaya penagihan yang

diberikan kepada debitur dimana jumlah angsuran yang jatuh tempo

terdiri dari pinjaman pokok, bunga dan biaya-biaya diangsur dan

diselesaikan maksimum dalam waktu 12 bulan dengan tidak melebihi

tanggal jatuh tempo kredit. Struktur kredit tidak merubah jumlah

tunggakan (pokok, bunga, denda). Namun hanya dijadwalkan kembali

tanpa tidak ada pembebanan bunga. Penjadwalan kembali ini berupa

perpanjangan jangka waktu.

Perpanjangan jangka waktu berlaku mana yang lebih dulu, antara

maksimum jangka waktu 15 tahun atau maksimum perpanjangan jangka

waktu tidak melebihi umur debitur (karyawan 55 tahun, pengusaha

/profesional 65 tahun).

c. Kombinasi dari kedua program tersebut.

2. Reklasifikasi kredit

a. Untuk kredit dengan status lancar, dalam perhatian khusus, dan kurang

lancar, kualitas kredit tidak berubah. Perjanjian restrukturisasi wajib

ditandatangani oleh debitur. Setelah perjanjian ditandatangani, kredit

dengan klasifikasi diragukan dan macet dapat diklasifikasi maksimal ke

kerang lancar.

b. Kredit yang direstruktur hanya dapat diklasifikasikan lancar setelah 3

bulan dari tanggal restruktur dan 3 bulan pembayaran angsuran

dibayarkan.

c. Dalam hal terjadi tunggakan pembayaran dan/ atau debitur gagal dalam

memenuhi kriteria dalam perjanjian restrukturisasi kredit dalam 3 bulan,

klasifikasi kredit kembali ke klasifikasi sebelum dilakukan

restrukturisasi.

20

Page 21: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

3. Pelunasan secara tunai

Diperbolehkan kepada debitur yang mengalami kesulitan keuangan

untuk melunasi sekaligus pinjaman dengan jumlah diskon tertentu dari

pokok dan denda maupun bunga. Dikon berdasarkan kesepakatan antara

debitur dan kolektor.

4. Agunan yang diambil alih/ disita

Dilakukan secara sukarela dan paksaan. Jika secara sukarela, aset akan

diambil alih oleh bank dan debitur dengan sukarela menyerahkan

jaminan kepada bank. Sedangkan jika secara paksaan bank melakukan

penjualan jaminan kepada pihak ketiga sebagai hasil lelang. Secara

hukum eksekus hak tanggungan dilakukan olah Kantor Lelang Negara

melalui proses pengadilan.

5. Menanggung risiko

Jika semua upaya penyelamatan dipertimbangkan dan diperkirakan tidak

efektif dan tidak punya prospek lagi , kebijakan hapus buku (Write-off) dan

Hapus tagih (Charge-off) dapat dilakukan terhadap debitur-debitur

bermasalah tersebut.

a. Hapus buku (write off)

Definisi hapus buku adalah suatu tindakan administrasi bank dengan

memindahkan pencatatan kredit bermasalah (macet) yang sudah

tidak memiliki prospek usaha lagi dari on balance sheet kepada off

balance sheet tanpa menghilangkan hak tagih bank kepada debitur.

Pelaksanaan hapus buku hanya dapat dilakukan terhadap seluruh

penyediaan dana (pinjaman) yang diberikan. Dan bank wajib

memastikan bahwa telah memiliki cadangan 100% dari outstanding

apabila melakukan write off terhadap akun hapus buku ini. hapus

buku dilakukan terhadap seluruh pinjaman pokok, bunga, dan denda.

b. Hapus tagih (charge off)

Definisi hapus tagih adalah tindakan yang dilakukan untuk

memberikan pengampunan atau pembebasan debitur dari kewajiban

pembayaran pinjaman yang tidak dapat dikembalikan setelah akun

tersebut dihapus bukukan. Hapus tagih diberlakukan sebagai upaya

terakhir yang diambil oleh bank apabila usaha-usaha bank dalam

melakukan penagihan sudah benar-benar maksimal namun tetap

menemui jalan buntu. Hapus tagih dapat dilakukan secara parsial

atau keseluruhan dari pinjaman, oleh karena itu hapus tagih dapat

diberlakukan untuk pinjaman pokok, bunga, denda.

21

Page 22: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

4.2. Pembahasan

Pengendalian Risiko Preventif

Berdasarkan sistem pengendalian risiko kredit yang bersifat preventif langkah

yang ditempuh oleh BII adalah:

1. Kejelasan dan kelengkapan Informasi tentang calon debitur

2. Kriteria kelayakan

3. Verifikasi

4. Proses pengecekan duplikasi

5. Pencairan pinjaman, pembiayaan kembali dan pelunasan kredit

6. Penagihan

7. Monitoring

Dari hasil wawancara dengan Account officer, prosedur yang dilakukan

sudah dilakukan secara terintegrasi dengan prosedur kredit yang ada serta

disesuaikan dengan analisa kelayakan kredit yang handal. Namun masih

terdapat risiko kredit yang terjadi dari prosedur yang telah dibuat dengan

sangat teliti ini. Adapun risiko yang masih muncul dan upaya bank untuk

meminimalisasi hal tersebut, sebagai bagian dari manajemen risiko kredit di

bidang KPR adalah sebagai berikut:

22

Page 23: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

Risiko Manajemen risiko

Tenggang waktu antara waktu

persetujuan agunan dengan

pencairan melebihi batas toleransi

akibat kurang jelasnya suku bunga

yang berlaku apa seperti iklan atau

ada syarat lain yang dipakai.

Tepat 1 bulan sebelum cicilan

terakhir, bank wajib

menginformasikan kepada debitur

bahwa pencairan di BII akan segera

dilaksanakan setelah tanda lunas

cicilan diserahkan kepada BII. Selain

itu bank menjelaskan dengan jelas

suku bunga mana yang dipakai

sampai akhir perjanjian kredit sesuai

dengan iklan dan syarat yang

berlaku.

Debitur tidak memiliki rasa

memiliki ditunjukkan dengan

kelengkapan dokumen perlindungan

atas jaminan yang dijaminkan

kepada bank.

Pencairan dilakukan secara bertahap/

tidak sekaligus dan maksimum tenor

cicilan adalah 12 bulan.

Adanya debitur yang suka

melakukan spekulatif akan suku

bunga yang dimungkinkan akan

turun setiap tahunnya karena

ketatnya persaingan antar bank

Dibatasi hanya boleh melakukan

kredit atas 1 unit program KPR saja.

Keterlambatan pelunasan cicilan Bank wajib mengingatkan debitur

sebelum cicilan pertama jatuh tempo

( maksimal 1 hari sebelumnya).

Cicilan belum sepenuhnya dilunasi Sisa cicilan diambil alih bank dan

debitur wajib memberikan surat

pernyataan bahwa cicilan

sebelumnya telah lunas dan akan

segera melunasi dengan perjanjian

tertulis.

Adanya periode tambahan yang

diberikan kepada debitur untuk

melunasi cicilannya

Pembayaran cicilan dimonitori lebih

ketat dari program biasa. Dan hanya

untuk apartemen dan rumah

(maksimal 1 unit).

Debitur tiba-tiba membatalkan

agunan yang telah ditandatangani

karena kasus atau ternyata agunan

tersebut dijaminkan juga kepada

pihak lain dan telah disita pihak lain.

Jumlah besar denda yang diatur

terpisah dari kesepakatan awal.

23

Page 24: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

Pengendalian risiko kuratif

Berdasarkan sistem pengendalian risiko kredit yang bersifat kuratif yang

ditempuh oleh BII adalah:

1. Identifikasi potensi terjadinya risiko kredit.

2. Penggolongan kredit bermasalah.

3. Meminimalkan risiko

4. Menanggung risiko.

Manajemen risiko kredit yang dilakukan pada tahap kuratif dilakukan

sebagai upaya menyelamatken kredit yang masuk dalam klasifikasi kredit

bermasalah yang telah terjadi. Kredit bermasalah bisa muncul dipengaruhi

oleh pihak internal dan eksternal. Dan upaya bank dalam melakukan

kebijakan kredit bermasalah menjadi penentu seberapa besar bank akan dari

akibat debitur yang masuk dalam ketegori kredit bermasalah. Atau dengan

kata lain tahap ini bank mengupayakan supaya NPL tidak semakin besar. 4

tahap diatas telah dilakukan dengan baik oleh BII, dengan menerapkan four

eyes principle. Prinsip ini berisi mengenai pemutusan pemberian kredit

yang dilakukan unit bisnis terkait akan senantiasa mempertimbangkan

rekomendasi independen dari unit manajemen risiko, sehingga diperoleh

keputusan yang obyektif dan mengacu pada prinsip kehati-hatian. Cara-cara

yang ditempuh telah dilakukan dengan baik oleh BII. Meski masih terjadi

kredit bermasalah, pihak BII juga sedang dalam proses mengubah format

surat perjanjian kredit agar sesuai dengan ketentuan baru terkait dengan

program yang dijalankan dan mewajibkan untuk melampirkan dalam SOP

dan ditandatangani oleh semua pihak yang terkait.

24

Page 25: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis terhadap penerapan manajemen risiko kredit di

bidang kredit pemilikan rumah di PT.BII,Tbk, secara keseluruhan bank ini telah

menerapkan manajemen risiko kredit yang dikelola dengan baik untuk menjaga

independensi dan integritas proses penilaian risiko kredit, diantaranya

melakukan penyeimbangan antara ekspansi kredit yang sehat dengan

pengelolaan kredit secara cermat untuk menekan potensi kredit bermasalah.

Serta menerapkan four eyes principle, dimana setiap pemutusan pemberian

kredit dilakukan unit bisnis terkait akan selalu mempertimbagkan rekomendasi

independen dari unit manajemen risiko, sehingga keputusan yang obyektif dan

mengacu pada prinsip kehati-hatian. Jadi setiap unit bisnis ( misalnya produk

KPR) sebelum ia melakukan pada tahap awal sebelum persetujuan maupun

setelah pencairan meninta bagian manajemen risiko kredit untuk menganalisis

risiko apa yang melekat pada bisnisnya dan meminta pertimbangan manajemen

risiko upaya mitigasi yang perlu diambil. Meskipun begitu, kredit bermasalah

masih terjadi. Dalam tahap preventif risiko kredit yang masih muncul yang

berakibat pada keterlambatan pembayaran cicilan kredit dan yang paling krusial

diakibatkan dalam tahap penilaian kriteria kelayakan kredit dan verifikasi.

Karena pada tahap ini ada saja debitur yang memiliki dokumen palsu atas

informasi yang diperlukan oleh bank sebagai dasar persetujuan kredit.

Sedangkan pada tahap kuratif, ketidaktepatan pengklasifikasian kredit

bermasalah oleh bank dengan kenyataan yang terjadi kemudian, yang paling

berpengaruh adalah pada tahap identifikasi potensi terjadinya risiko kredit.

Sehingga sering terjadi dianggap dalam kategori layak mendapat kredit ternyata

pada jangka waktu tertentu masuk ke dalam kredit bermasalah.

5.2 Implikasi kebijakan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka implikasi kebijakan yang

dapat diambil adalah dengan optimis dari para pelaku properti Indonesia pada

awal 2012, dalam tahap preventif dapat diperbaiki dengan seleksi kredit yang

lebih ketat. Selain itu ditahap preventif juga saat taksasi jaminan hendaknya

disertai dengan surat dari notaris bahwa agunan bebas dari sengketa dan

menyatakan bahwa seluruh berkas agunan asli yang tidak dijaminkan

5.3 Keterbatasan penelitian

Metode yang dilakukan menyajikan informasi yang kualitatif dan kurang

mencerminkan seberapa besar keterukuran yang menggambarkan kualitas

penerapan manajemen risiko kredit secara nyata berpengaruh terhadap

penurunan NPL.

25

Page 26: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

Kesulitan lainnya karena ada beberapa kebijakan dan data yang merupakan

data confidential bank dan hal tersebut tidak dapat dipaparkan karena

merupakan strategi usaha bank dalam persaingan antar bank di Indonesia

yang semakin ketat.

26

Page 27: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

DAFTAR PUSTAKA

Berita BTN, 25 November 2008, Sektor KPR Diincar Bank Asing,

http://www.btn.co.id/ContentPage/Berita/Sektor-KPR-Diincar-Bank-Asing--

28-10-09-11-51-51.aspx , 22 Desember 2011.

Biro Pusat Statistik, 2010, Statistik Perbankan Indonesia, http//www.bps.go.id. , 20

April 2011.

Biro Pusat Statistik, 2010, Statistik Perbankan Indonesia Vol. 9, No. 10 September

2011, http//www.bps.go.id. , 20 April 2011.

Gup, Benton E and Kolari, James W, 2005, “Commercial Banking”, John Wiley and

Sons, USA.

Hadi, Sutrisno, 2000, Metode Research Jilid I, ANDI: Yogyakarta.

Hanitijo, Ronny, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia

Indonesia: Jakarta.

Kasmir, 2004, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT Raja Grafindo Persada:

Jakarta.

Nugraheni, Esti, 31 Oktober 2011, BII Records 34% Increase in Net Profit on The

Back of Strong Business Growth,

http://www.bii.co.id/sites/en/news/Pages/BII-Records-34-Increase-in-Net-

Profit-.aspx, 15 November 2011.

Purnomo, Herdaru, 12 Juni 2011, Bank Asing Turunkan Bunga Kredit konsumsi

80 bps, http://finance.detik.com/read/2011/06/12/115530/1658451/5/bank-

asing-turunkan-bunga-kredit-konsumsi-80-bps?nd9911043), 15 November

2011.

Peraturan Bank Indonesia, 1998, No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7

Tahun 1992 tentang Perbankan.

Peraturan Bank Indonesia, 2003, No: 5/8 Tentang Penerapan Manajmen Risiko

Bagi Bank Umum.

Rivai,Veithzal., 2006, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, Raja

Grafindo Persada: Jakarta.

27

Page 28: Penerapan manajemen risiko kredit dalam proses …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/616/2/T1_232008064_Full... · Dalam pemberian kredit dibutuhkan suatu analisis terhadap usaha

Seno Santoso, 2008, Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Pada

Bank Tabungan Negara (Persero) Cabang Bekasi, Tesis S2 Program

Studi Magister Kenotarian Universitas Diponegoro Semarang.

Soekanto ,Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press: Jakarta.

Surat Edaran Bank Indonesia, 2003, SE No.5/21/DPNP, Tentang Penerapan

Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.

Wiryosukarto, Darto, 9 November 2011, Prospek KPR di Bawah Bayang-bayang

Krisis, (http://www.infobanknews.com/2011/11/prospek-kpr-di-bawah-

bayang-bayang-krisis), 12 Desember 2011.

28