kredit syariah vs kredit konvensional

28
Kredit Syari’ah dan Kredit Konvensional 1. Pengertian Kredit Syari’ah adalah akad shahih dalam fiqh Muamalah karena basis akadnya adalah jual beli. “Kredit syariah” adalah membeli barang dengan harga yang berbeda antara pembayaran dalam bentuk tunai dengan pembayaran tenggang waktu (karena ekonomi Islam juga mengakui adanya asumsi economic value of money). Akad ini dikenal dengan istilah bai` bit taqshid atau bai` bits- tsaman `ajil. Atau biasa dikenal dengan skema Bai’ murabahah (jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yg disepakati. Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah. Murabahah, dalam konotasi Islam pada dasarnya berarti penjualan. Satu hal yang membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai tersebut.

Upload: fitri-putri-andini

Post on 19-Jun-2015

4.434 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kredit Syariah vs Kredit Konvensional

Kredit Syari’ah dan Kredit Konvensional

1. Pengertian

Kredit Syari’ah adalah akad shahih dalam fiqh Muamalah karena basis

akadnya adalah jual beli. “Kredit syariah” adalah membeli barang dengan harga

yang berbeda antara pembayaran dalam bentuk tunai dengan pembayaran

tenggang waktu (karena ekonomi Islam juga mengakui adanya asumsi economic

value of money). Akad ini dikenal dengan istilah bai` bit taqshid atau bai` bits-

tsaman `ajil. Atau biasa dikenal dengan skema Bai’ murabahah (jual beli barang

pada harga asal dengan tambahan keuntungan yg disepakati.

Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank

syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada

nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin

keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.

Murabahah, dalam konotasi Islam pada dasarnya berarti penjualan. Satu

hal yang membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual

dalam murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok

barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai

tersebut. Keuntungan tersebut bisa berupa lump sum atau berdasarkan persentase.

Jika seseorang melakukan penjualan komoditi/barang dengan harga lump

sum tanpa memberi tahu berapa nilai pokoknya, maka bukan termasuk

murabahah, walaupun ia juga mengambil keuntungan dari penjualan tersebut.

Penjualan ini disebut musawamah.

Ada beberapa Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah :

a. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.

b. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.

c. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati

kualifikasinya.

Page 2: Kredit Syariah vs Kredit Konvensional

d. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan

pembelian ini harus sah dan bebas riba.

e. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya

jika pembelian dilakukan secara hutang.

f. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga

jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus

memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang

diperlukan.

g. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu

tertentu yang telah disepaki.

h. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak

bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.

i. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak

ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip

menjadi milik bank.

Ada penjelasan singkat tentang jual beli murabahah, yaitu sebagai berikut :

a. Bank melaksanakan realisai permintaan orang yang bertransaksi dengannya

dengan dasar pihak pertama (Bank) membeli yang diminta pihak kedua

(nasabah) dengan dana yang dibayarkan bank –secara penuh atau sebagian-

dan itu dibarengi dengan keterikatan pemohon untuk membeli yang ia pesan

tersebut dengan keuntungan yang disepakati didepan (diawal transaksi).

b. Lembaga keuangan bersepakat dengan nasabah agar lembaga keuangan

melakukan pembelian barang baik yang bergerak (dapat dipindah) atau tidak.

Kemudian nasabah terikat untuk membelinya dari lembaga keuangan tersebut

setelah itu dan lembaga keuangan itupun terikat untuk menjualnya kepadanya.

Hal itu dengan harga didepan atau dibelakang dan ditentukan nisbat tambahan

(profit) padanya atas harga pembeliaun dimuka.

c. Orang yang ingin membeli barang mengajukan permohonan kepada lembaga

keuangan, karena ia tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar kontan

nilai barang tersebut dan karena penjual (pemilik barang) tidak menjualnya

Page 3: Kredit Syariah vs Kredit Konvensional

secara tempo. Kemudian lembaga keuangan membelinya dengan kontan dan

menjualnya kepada nasabah (pemohon) dengan tempo yang lebih tinggi.

d. Ia adalah yang terdiri dari tiga pihak; penjual, pembeli dan bank dengan

tinjauan sebagai pedagang perantara antara penjual pertama (pemilik barang)

dan pembeli. Bank tidak membeli barang tersebut disini kecuali setelah

pembeli menentukan keinginannya dan adanya janji memberi dimuka.

Bank Syariah dirasakan lebih adil dan lebih memberikan kenyamanan karena

prinsip-prinsip dasar yang berjalan di bank-bank syariah yang menjadikan sebuah

perbedaan mendasar dengan bank Konvensional banyak terletak pada pelayanan

nasabah diantaranya :

1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)

Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,

baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan

saja si penitip menghendaki (Syafi’I Antonio, 2001).

Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu:

a. Wadiah Yad Al-Amanah (Trustee Depository) adalah akad penitipan

barang/uang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan

menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas

kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan

atau kelalaian penerima titipan. Adapun aplikasinya dalam perbankan syariah

berupa produk safe deposit box.

b. Wadiah Yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository) adalah akad

penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin

pemilik barang/uang dapat memanfaatkan barang/uang titipan dan harus

bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan.

Semua manfaat dan keuntungan yang 17

Page 4: Kredit Syariah vs Kredit Konvensional

diperoleh dalam penggunaan barang/uang titipan menjadi hak penerima

titipan. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro dan tabungan.

2. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)

Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil

usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang

berdasarkan prinsip ini adalah:

a. Al-Mudharabah

Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana

pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal,

sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha

secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam

kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama

kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian ini

diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus

bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Akad mudharabah secara umum

terbagi menjadi dua jenis:

1). Mudharabah Muthlaqah

Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang

cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,

waktu, dan daerah bisnis. 18

2). Mudharabah Muqayyadah

Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib dimana

mudharib memberikan batasan kepada shahibul maal mengenai

tempat, cara, dan obyek investasi.

b. Al-Musyarakah

Page 5: Kredit Syariah vs Kredit Konvensional

Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk

suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi

dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung

bersama sesuai dengan kesepakatan.

Dua jenis al-musyarakah:

1). Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau

kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua

orang atau lebih.

2). Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua

orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan

modal musyarakah.

3. Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah)

Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli,

dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau

mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama

bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga

sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). Implikasinya berupa: 19

a. Al-Murabahah

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga

perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.

b. Salam

Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan

pengiriman oleh penjual dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli

sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai syarat-syarat tertentu.

Page 6: Kredit Syariah vs Kredit Konvensional

Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi

salam. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain

untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam

paralel.

c. Istishna’

Istishna’ adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen yang juga

bertindak sebagai penjual. Cara pembayarannya dapat berupa pembayaran

dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Barang pesanan

harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi

teknis, kualitas, dan kuantitasnya.

Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual. Jika bank bertindak

sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain 20

untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna maka hal ini disebut

istishna paralel.

4. Prinsip Sewa (Al-Ijarah)

Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui

pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas

barang itu sendiri.

Al-ijarah terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni. (2) ijarah al

muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa

mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa.

5. Prinsip Jasa (Fee-Based Service)

Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank.

Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain:

a. Al-Wakalah

Page 7: Kredit Syariah vs Kredit Konvensional

Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya

melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti transfer.

b. Al-Kafalah

Jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga

untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.

c. Al-Hawalah

Adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang

lain yang wajib menanggungnya. 21

Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada

Factoring (anjak piutang), Post-dated check, dimana bank bertindak

sebagai juru tagih tanpa membayarkan dulu piutang tersebut.

d. Ar-Rahn

Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai

jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut

memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan

memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau

sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn

adalah semacam jaminan utang atau gadai.

e. Al-Qardh

Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat

ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa

mengharapkan imbalan. Produk ini digunakan untuk membantu usaha

kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan

shadaqah.

Page 8: Kredit Syariah vs Kredit Konvensional

Kredit Konvensional adalah akad bathil karena tiadanya transaksi

“penyeimbang” atau “penganti” yang berupa transaksi bisnis atau komersial yang

melegitimasi adanya penambahan atau margin tertentu secara adil sesuai syariah.

Kredit konvensional berbasiskan bunga karena beramsumsikan time value of

money, bahwa uang yang sejatinya hanyalah alat tukar (medium of exchange)

berubah menjadi komoditas yang dapat beranak pinak hanya karena kesempatan

dan faktor waktu saja, tanpa faktor peran manusia yang mengusahakannya.

UU No. 10 tahun 1998 menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan

uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan

atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang

mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka watu

tertentu dengan pemberian bunga. Jika seseorang menggunakan jasa kredit, maka

ia akan dikenakan bunga tagihan. Sementara pemilik modal hanya tinggal

menunggu uang, tanpa harus melakukan sesuatu.

Ketika Bank atau Lembaga Pembiayaan memberikan pinjaman uang

kepada nasabah, Bank atau Lembaga Pembiayaan tentu saja mengharapkan

uangnya kembali. Karenanya, untuk memperkecil risiko (uangnya tidak kembali,

sebagai contoh), dalam memberikan kredit Bank atau Lembaga Pembiayaan harus

mempertimbangkan beberapa hal yang terkait dengan itikad baik (willingness to

pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali

pinjaman beserta bunganya. Hal-hal tersebut terdiri dari Character (kepribadian),

Capacity (kapasitas), Capital (modal), Colateral (jaminan), dan Condition of

Economy (keadaan perekonomian).

Ada beberapa hal yang diperjanjikan dalam kredit yaitu sebagai berikut :

a. Jangka waktu kredit

b. Suku bunga

c. Cara pembayaran

d. Agunan/ jaminan kredit

Page 9: Kredit Syariah vs Kredit Konvensional

e. Biaya administrasi

f. Asuransi jiwa dan tagihan

Namun perlu kita ketahui bahwa, Kredit Syariah (bai` bit taqshid atau

bai` bits-tsaman `ajil atau Bai’murabahah) pada awalnya merupakan konsep jual

beli yang tidak ada hubungannya dengan pembiayaan (financing), namun

demikian bentuk jual beli ini kemudian digunakan oleh Lembaga Keuangan

Syariah semisal FIF syariah, perbankan syariah untuk menyalurkan pembiayaanya

dan sebagai Contract engginering untuk menghindar dari “bunga” dan kredit

syariah ini bukan merupakan instrument ideal untuk mengembangkan tujuan riil

ekonomi Islam.

Instrumen ini hanya digunakan sebagai langkah transisi yang diambil

dalam proses ISLAMISASI EKONOMI, dan digunakan sebatas pada kasus2

dimana akad-akad bagi hasil tidak atau belum dapat diterapkan.

2. Persamaan Kredit Syari’ah dan Kredit Konvensional

a. sisi teknis penerimaan uang,

b. persamaan dalam hal mekanisme transfer,

c. teknologi komputer yang digunakan maupun dalam hal syarat-syarat

umum untuk mendapat pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal,

laporan keuangan dan sebagainya. Dalam hal persamaan ini semua hal

yang terjadi pada Bank Syariah itu sama persis dengan yang terjadi pada

Bank Konvensional, nyaris tidak ada perbedaan.

d. Persamaan untuk kartu kredit syari’ah dan kartu kredit konvensional

adalah Memiliki Iuran tahunan

i. Pagu limit berdasarkan jenis kartu, yaitu kartu hijau, kartu emas,

dan kartu platinum

ii. Menggunakan jasa layanan penyedia kartu global (MasterCard)

Page 10: Kredit Syariah vs Kredit Konvensional

iii. Dapat digunakan untuk kegiatan dasar, yaitu pembayaran secara

kredit di merchant penyedia kartu global tersebut dan pembayaran

tagihan bulanan, seperti listrik, air, dan telepon

3. Perbedaan Kredit Syari’ah dan Kredit Konvensional

Perbedaan meliputi aspek akad dan legalitas, struktur organisasi, usaha

yang dibiayai dan lingkungan kerja.

Yang pertama tentang akad dan legalitas. Akad dan legalitas ini

merupakan kunci utama yang membedakan antara bank syariah dan bank

konvensional. “innamal a’malu bin niat”, sesungguhnya setiap amalan itu

bergantung dari niatnya. Dan dalam hal ini bergantung dari aqadnya.

Perbedaannya untuk aqad-aqad yang berlangsung pada bank syariah ini hanya

aqad yang halal, seperti bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa. Tidak ada unsur

riba’ dalam bank syariah ini.

Perbedaan selanjutnya yaitu dalam hal struktur organisasi bank. Dalam

bank syariah ada keharusan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS)

dalam struktur organisasinya. DPS ini bertugas untuk mengawasi operasional

bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. DPS biasanya

ditempatkan pada posisi setingkat dengan dewan komisaris. DPS ini ditetapkan

pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) setiap tahunnya.

Selanjutnya, perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional adalah

pada usaha yang dibiayai. Ada aturan bahwa usaha-usaha yang dibiayai oleh bank

syariah ini hanya lah usaha yang halal. Sedangkan untuk usaha yang haram,

seperti usaha asusila, usaha yang merusak masyarakat atau sejenisnya itu tidak

akan dibiayai oleh bank syariah.

Page 11: Kredit Syariah vs Kredit Konvensional

Kemudian perbedaan lainnya adalah pada lingkungan kerja bank syariah.

Jika kita pergi ke bank syariah, pasti ketika kita memasuki kantor bank tersebut

ada nuansa tersendiri. Nuansa yang diciptakan untuk lebih bernuansa islami.

Mulai dari cara berpakaian, beretika dan bertingkahlaku dari para karyawannya.

Yang pasti jika masuk ke kantor bank syariah Insya Allah benar-benar sejuk

nuansanya.

Kredit di Bank Syariah

a. Islam memandang harta yang dimiliki oleh manusia adalah titipan/amanah

Allah SWT sehingga cara memperoleh, mengelola, dan memanfaatkannya

harus sesuai ajaran Islam

b. Bank syariah mendorong nasabah untuk mengupayakan pengelolaan harta

nasabah (simpanan) sesuai ajaran Islam

c. Bank syariah menempatkan karakter/sikap baik nasabah maupun pengelolaan

pada posisi yang sangat penting dan menempatkan sikap akhlakul karimah

sebagai sikap dasar hubungan antara nasabah dan bank

d. Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan,

prinsip kesederajatan dan prinsip ketentraman antara Pemegang Saham,

Pengelola Bank dan Nasabah atas jalannya usaha bank syariah

e. Prinsip bagi hasil:

i. Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan

berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi

ii. Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang

diperoleh

iii. Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan

jumlah pendapatan

iv. Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil

v. Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika

proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan

ditanggung bersama oleh kedua belah pihak

Page 12: Kredit Syariah vs Kredit Konvensional

Kredit di Bank Konvensional

a. Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah

memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan

pemegang saham adalah diantaranya memperoleh spread yang optimal antara

suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest

difference). Dilain pihak kepentingan pemakai dana (debitor) adalah

memperoleh tingkat bunga yang rendah (biaya murah). Dengan demikian

terhadap ketiga kepentingan dari tiga pihak tersebut terjadi antagonisme yang

sulit diharmoniskan. Dalam hal ini bank konvensional berfungsi sebagai

lembaga perantara saja

b. Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola

Bank dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang

bertolak belakang

c. Sistem bunga:

i. Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus

selalu untung untuk pihak Bank

ii. Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang

dipinjamkan.

iii. Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah

keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik

iv. Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk

agama Islam

v. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan

proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

Page 13: Kredit Syariah vs Kredit Konvensional

Apabila disajikan berdasarkan tabel, ada beberapa perbedaan antara

Bank Syari’ah dan Bank Konvensional

Bank syariah Bank Konvensional

1. a. Melakukan investasi-investasi yang halal saja.

2. b. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau

sewa.

3. c. Berorientasi pada keuntungan (profit oriented)

dan kemakmuran dan kebahagian dunia akhirat

4. d. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk

hubungan kemitraan.

5. e. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai

dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah

1. a. Investasi yang halal dan haram.

2. b. Memakai perangkat bunga.

3. c. Profit oriented

4. d. Hubungan dengan nasabah

dalam membentuk

be hubungan kreditur-debitur.

5. e. Tidak terdapat dewan sejenis.

Sistem Bunga (Asumsi selalu untung) Didasarkan pada jumlah uang

(pokok) pinjaman, Nasabah kredit harus tunduk pada pemberlakuan perubahan

tingkat suku bunga tertentu secara sepihak oleh bank sesuai deng fluktuasi tingkat

suku bunga di pasar uang. Pembayaran bunga yang sewaktu-waktu dapat

meningkat/menurun tdk dapat dihindari nasabah dlm masa pembayaran angsuran

kreditnya Tidak tergantung pada kinerja usaha. Jumlah pembayaran bunga tidak

meningkat meskipun untung besar

Sistem Bagi Hasil (Ada kemungkinan untung rugi) Didasarkan pada rasio

bagi hasil dari pendapatan/keuntungan yang diperoleh nasabah pembiayaan

Margin keuntungan untuk bank ditambah pokok pembiayaan berlaku sebagai

harga jual yang tetap sama hingga akhir masa akad. Porsi bagi hasil berdasarkan

nisbah tetap sama sesuai akad hingga akhir masa perjanjian pembiayaan (untuk

pembiayaan konsumtif) Jumlah pembagian bagi hasil berubah-rubah tergantung

kinerja usaha

Page 14: Kredit Syariah vs Kredit Konvensional

4. Contoh

Fasilitas penggunaan kartu kredit syariah merupakan bagian dari

pengembangan produk yang dilakukan oleh perbankan syariah untuk menjaring

para nasabah. Sekaligus memberikan pelayanan kepada nasabah dengan lebih

maksimal. Penerbitan kartu kredit syariah untuk memberikan kemudahan dan

memberikan keamanan dalam transaksi. Adanya kartu kredit syariah semakin

menambah variasi dari produk perbankan syariah, dengan harapan bank syariah

akan lebih berkembang dan mampu bersaing dengan bank-bank konvensional

sebagai kompetitornya.

Gambar : Kartu Kredit Syari’ah Bank BNI

Dewan Syariah Nasional telah menetapkan fatwa tentang bagaimana

produk kartu kredit syariah dijalankan NO: 54/DSN-MUI/X/2006 dengan

ketentuan sebagai berikut :

Pertama : Ketentuan Umum

Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:

1. Syariah Card adalah kartu yang berfungsi seperti Kartu Kredit yang

hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan

prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam fatwa ini.

Page 15: Kredit Syariah vs Kredit Konvensional

2. Para pihak sebagaimana dimaksud dalam butir a adalah pihak penerbit kartu

(mushdir al-bithaqah), pemegang kartu (hamil al-bithaqah) dan penerima kartu

(merchant, tajir atau qabil al-bithaqah).

3. Membership Fee (rusum al-'udhwiyah) adalah iuran keanggotaan, termasuk

perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang kartu, sebagai imbalan izin

menggunakan kartu yang pembayarannya berdasarkan kesepakatan.

4. Merchant Fee adalah fee yang diberikan oleh merchant kepada penerbit kartu

sehubungan dengan transaksi yang menggunakan kartu sebagai upah/imbalan (ujrah)

atas jasa perantara (samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil al-dayn);

5. Fee Penarikan Uang Tunai adalah fee atas penggunaan fasilitas untuk

penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud).

6. Ta'widh adalah ganti rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan oleh

penerbit kartu akibat keterlambatan pemegang kartu dalam membayar kewajibannya

yang telah jatuh tempo.

7. Denda keterlambatan (late charge) adalah denda akibat keterlambatan

pembayaran kewajiban yang akan diakui seluruhnya sebagai dana sosial.

Kedua : Hukum

Syariah Card dibolehkan, dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam fatwa

ini.

Ketiga : Ketentuan Akad

Akad yang digunakan dalam Syariah Card adalah

1. Kafalah dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penjamin (kafil) bagi Pemegang

Kartu terhadap Merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari

transaksi antara Pemegang Kartu dengan Merchant, dan/atau penarikan tunai dari

selain bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Atas pemberian Kafalah, penerbit kartu

dapat menerima fee (ujrah kafalah).

Page 16: Kredit Syariah vs Kredit Konvensional

2. Qardh dalam hal ini Penerbit Kartu adalah pemberi pinjaman (muqridh)

kepada Pemegang Kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank atau ATM

Bank Penerbit Kartu.

3. Ijarah dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran

dan pelayanan terhadap Pemegang Kartu. Atas Ijarah ini, Pemegang Kartu dikenakan

membership fee.

Keempat : Ketentuan tentang Batasan (Dhawabith wa Hudud) Syariah

Card

1. Tidak menimbulkan riba.

2. Tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah.

3. Tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf), dengan cara antara lain

menetapkan pagu maksimal pembelanjaan.

4. Pemegang kartu utama harus memiliki kemampuan finansial untuk melunasi

pada waktunya.

5. Tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah

Kelima : Ketentuan Fee

a. Iuran keanggotaan (membership fee)

Penerbit Kartu berhak menerima iuran keanggotaan (rusum al-'udhwiyah)

termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang Kartu sebagai

imbalan (ujrah) atas izin penggunaan fasilitas kartu.

b. Merchant fee

Penerbit Kartu boleh menerima fee yang diambil dari harga objek transaksi

atau pelayanan sebagai upah/imbalan (ujrah) atas perantara (samsarah),

pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil al-dayn).

c. Fee penarikan uang tunai

Penerbit kartu boleh menerima fee penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud)

sebagai fee atas pelayanan dan penggunaan fasilitas yang besarnya tidak

dikaitkan dengan jumlah penarikan.

d. Fee Kafalah

Page 17: Kredit Syariah vs Kredit Konvensional

Penerbit kartu boleh menerima fee dari Pemegang Kartu atas pemberian

Kafalah.

Keenam : Ketentuan Ta'widh dan Denda

a. Ta'widh

Penerbit Kartu dapat mengenakan ta'widh, yaitu ganti rugi terhadap biaya-biaya

yang dikeluarkan oleh Penerbit Kartu akibat keterlambatan pemegang kartu

dalam membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo.

b. Denda keterlambatan (late charge)

Penerbit kartu dapat mengenakan denda keterlambatan pembayaran yang akan

diakui seluruhnya sebagai dana sosial.

Contoh Kartu Kredit Konvensional

Kartu kredit konvensional mengutamakan adanya bunga sebesar 2-4%

per bulan sebagai bentuk pengambilan keuntungan terhadap pelunasan tagihan

yang dicicil. Nilai ini berbentuk bunga berbunga, sehingga dalam 1 tahun saja,

bunganya saja bisa mendekati nilai transaksi awal.

Page 18: Kredit Syariah vs Kredit Konvensional

KREDIT SYARI’AH

DAN

KREDIT KONVENSIONAL

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester Individu Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam II

Pada Program Studi S1 Akuntansi Universitas Widyatama Bandung

Oleh

FITRI PUTRI ANDINI

01. 09. A062

Kelas : L

UNIVERSITAS WIDYATAMA

FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN AKUNTANSI

BANDUNG

2010

Page 19: Kredit Syariah vs Kredit Konvensional

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah S.W.T atas limpahan rahmat dan karuniaNya

sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam

makalah ini penulis membahas tentang Kredit Syariah dan Kredit Konvensional.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman Definisi,

Persamaan, dan Perbedaan antara Kredit Syariah dengan Kredit Konvensional dan

sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas akhir semester mahasiswa yang

mengikuti mata kuliah “Pendidikan Agama Islam II”

Dalam proses pendalaman materi Kredit Syariah dan Kredit Konvensional

ini, tentunya penulis mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran. Untuk itu

rasa terima kasih yang dalam-dalamnya kami sampaikan kepada :

Bapak Asep Nasruddin Farid, S.Ag

selaku dosen mata kuliah “Pendidikan Agama Islam II”.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan bagi pembaca

nantinya.

Bandung, Mei 2010

Penyusun

Page 20: Kredit Syariah vs Kredit Konvensional