uji aktivitas antioksidan serta penentuan...

Download UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SERTA PENENTUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25895/1/LELIANA... · Serta Uji Aktivitas Antioksidan dari Buah Parijoto ... Aktivitas

If you can't read please download the document

Upload: duongkhuong

Post on 06-Feb-2018

298 views

Category:

Documents


44 download

TRANSCRIPT

  • UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SERTA

    PENENTUAN KANDUNGAN FENOLAT DAN

    FLAVONOID TOTAL DARI BUAH PARIJOTO

    (Medinilla speciosa Blume)

    SKRIPSI

    LELIANA NURUL WACHIDAH NIM. 109102000052

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI FARMASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA JULI 2013

  • ii

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SERTA

    PENENTUAN KANDUNGAN FENOLAT DAN

    FLAVONOID TOTAL DARI BUAH PARIJOTO

    (Medinilla speciosa Blume)

    SKRIPSI

    Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

    LELIANA NURUL WACHIDAH NIM. 109102000052

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI FARMASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA JULI 2013

  • iii

  • iv

  • v

  • vi

    ABSTRAK

    Nama : Leliana Nurul Wachidah

    Program Studi : Farmasi

    Judul : Uji Aktivitas Antioksidan Serta Penentuan Kandungan Fenolat

    dan Flavonoid Total dari Buah Parijoto (Medinilla speciosa

    Blume)

    Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antioksidan serta untuk

    menentukan kandungan fenolat dan flavonoid total dari ekstrak kasar dan fraksi-

    fraksi (n-heksan, etil asetat dan metanol) dari buah Medinilla speciosa Blume

    (Melastomataceae). Aktivitas antioksidan ditentukan dengan metode DPPH (2,2

    difenil-1-pikrilhidrazil). Kandugan fenolat dan flavonoid total ditentukan secara

    spektrofotometri masing-masing menggunakan reagen Folin-Ciocalteu dan AlCl3

    yang hasilnya dinyatakan dalam ekuivalen asam galat (mg GAE/g ekstrak) dan

    ekuivalen rutin (mg RE/g ekstrak). Hasil menunjukkan bahwa fraksi etil asetat

    memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dengan nilai IC50 20,43 g/mL, diikuti

    oleh fraksi metanol, ekstrak kasar dan fraksi n-heksan dengan nilai IC50 masing-

    masing 46.65, 48.24 dan 292.44 g/mL, dibandingkan dengan vitamin C sebagai

    kontrol positif (17.52 g/mL). Fraksi etil asetat memberikan kandungan fenolat total

    tertinggi (580 mg GAE/g ekstrak), diikuti ekstrak kasar, fraksi metanol dan fraksi

    n-heksan masing-masing 408, 388 dan 86 mg GAE/g ekstrak. Fraksi etil asetat

    juga memperlihatkan kandungan flavonoid total tertinggi (184 mg RE/g ekstrak),

    diikuti fraksi metanol, ekstrak kasar dan fraksi n-heksan masing-masing 164, 156

    dan 82 mg RE/g ekstrak. Penemuan ini memperlihatkan bahwa buah M.speciosa

    berpotensi memiliki potensi sebagai antioksidan alami.

    Kata Kunci : Medinilla speciosa Blume, aktivitas antioksidan, DPPH, kandungan

    fenolat total, kandungan flavonoid total.

  • vii

    ABSTRACT

    Name : Leliana Nurul Wachidah

    Program Study : Pharmacy

    Title : Antioxidant Activity and Estimation of Total Phenolic and

    Total Flavonoid from Medinilla speciosa Blume Fruits

    This present study was conduct to investigate the antioxidant activity and

    determine the total phenolic and flavonoid content of crude extract and fractions

    (n-hexane, ethyl acetate and methanol) of fruit of Medinilla speciosa Blume

    (Melastomataceae). Antioxidant activity was carried out by DPPH (2,2-diphenyl-

    1-picrylhydrazyl) method. Total phenolic and flavonoid content were measured by

    Folin-Ciocalteu and AlCl3 reagents respectively, which results were expressed in

    gallic acid equivalent (mg of GAE/g of extract) and rutin equivalent (mg of RE/g

    of sample). The result showed that ethyl acetate fraction gave the highest

    antioxidant activity with IC50 value 20.43 g/mL, followed by methanol fraction,

    crude extract and n-hexane fraction with IC50 value 46.65, 48.24 and 292.44

    g/mL respectively, compared with positive control ascorbic acid (17.52 g/mL).

    Ethyl acetate fraction gave the highest amount of total phenolic content with 580

    GAE/g of extract followed by crude extract, methanol fraction and n-hexane

    fraction with 408, 388 and 86 mg GAE/g of extract respectively. Ethyl acetate

    fraction exhibited the highest amount of total flavonoid content with 184 mg RE/g

    extract, followed by methanol fraction, crude extract and n-hexane fraction with

    164, 156 and 82 mg RE/g extract respectively. These finding showed that fruit of

    M.speciosa is potential for the development of an antioxidant agent.

    Keywords : Medinilla speciosa Blume, antioxidant activity, DPPH, total phenolic

    content, total flavonoid content.

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan

    karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi.

    Serta shalawat dan salam untuk baginda Nabi Muhammad SAW yang membawa

    petunjuk bagi umat manusia, semoga kelak kita mendapatkan syafaat beliau.

    Skripsi dengan judul Penentuan Kandungan Fenolat dan Flavonoid Total

    Serta Uji Aktivitas Antioksidan dari Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume)

    ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

    farmasi di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

    dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini terasa sangat sulit bagi

    penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

    terima kasih kepada :

    1. Prof. Dr. H. Chairul, Apt selaku pembimbing pertama dan

    Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt selaku pembimbing kedua, yang memiliki

    andil besar dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi saya ini,

    semoga segala bantuan dan bimbingan bapak dan Ibu mendapat imbalan

    yang lebih baik di sisi-Nya.

    2. Kementrian Agama RI selaku pemberi beasiswa, sehingga penulis dapat

    menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas kedokteran dan

    Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. Dr. Bambang Sunarko selaku Kepala Pusat Penelitian Biologi Lembaga

    Ilmu Pengetahuan Indonesia beserta staf atas penggunaan segala fasilitas

    dan bantuannya selama penelitian.

    4. Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And. selaku Dekan Fakultas

    Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    5. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi

    Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

  • ix

    6. Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan

    bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program

    Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitar Islam

    Negerri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    7. Bapak H. Sapuan panutan dalam keluarga dan Ibu Hj. Indarti wanita

    terhebat dalam hidup ini yang selalu memberikan doa, dukungan serta

    nasihat. Serta Kak Khoirul Roziqin dan adik-adikku Anam, Firman, Anis

    yang selalu memberikan keceriaan dalam kehidupan ini.

    8. Bapak Rubawi dan keluarga yang telah membantu mengumpulkan sampel

    buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) dari Gunung Muria Kudus.

    9. Rekan-rekan CSS MoRA 2009 (Community Santri Scholar of Ministry of

    Religious Affair), teman-teman Farmasi 2009, teman-teman PIM

    LOVERS, terkhusus untuk sahabat-sahabat terbaik Dila, Dhea, Nuyung,

    Omi, Fina, Mila, Fitri, Fatimah, Wali, Ziza, Lulu, Ferry, Emma, Neneng,

    Ainul, Dyah, Cucut, Nurul, Zaky, Gianti, Hani, Arif, yang selalu

    memberikan keceriaan dalam masa perkuliahan hingga penulisan skripsi

    ini selesai.

    10. Laboran yang telah membantu keseharian penulis selama penelitian di

    laboraturium LIPI, Teh Lina dan Teh Ana.

    Saya menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan

    dan jauh dari kesempurnaan. Oleh Karena itu, dengan segala kerendahan hati,

    saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan

    skripsi ini.

    Saya berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat member

    sumbangan pengetahuan khususnya di Program Studi Farmasi Fakultas

    Kedokteran dan Ilmu kesehatan, Universtas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta dan pembaca pada umumnya.

    Ciputat, 30Juli 2013

    Penulis

  • x

  • xi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. iii

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iv

    HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ v

    ABSTRAK .......................................................................................................... vi

    ABSTRACT ........................................................................................................ vii

    KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

    HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................... x

    DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi

    DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii

    DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv

    DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xv

    BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1

    1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ........................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian................................................................................ 3 1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................. 3

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAdaKA .................................................................... 4

    2.1 Medinilla speciosa Blume ................................................................. 4 2.2 Antioksidan ....................................................................................... 6 2.3 Radikal Bebas .................................................................................... 7 2.4 Uji Aktivitas Antioksidan .................................................................. 9 2.5 Senyawa Fenolat dan Flavonoid ....................................................... 11 2.6 Penapisan Fitokimia .......................................................................... 15 2.7 Metode Ekstraksi ............................................................................... 18 2.8 Spektrofotometer UV-Vis .................................................................. 20

    BAB 3 METODE PENELITIAN ...................................................................... 23

    3.1 Alur Penelitian ................................................................................... 23 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 24 3.3 Alat dan Bahan .................................................................................. 24 3.4 Cara Kerja ......................................................................................... 25

    3.4.1 Penyiapan Bahan ...................................................................... 25

    3.4.1 Pembuatan Ekstrak Kasar ......................................................... 25

    3.4.2 Partisi Ekstrak Kasar ................................................................ 25

    3.4.3 Uji Susut Pengeringan .............................................................. 26

    3.4.4 Penapisan Fitokimia ................................................................. 26

    3.4.5 Uji Aktivitas Antioksidan ......................................................... 28

    Halaman

  • xii

    3.4.6 Penentuan Kandungan Fenolat dan Flavonoid Total ............... 29

    3.4.7 Analisis Data ............................................................................ 31

    BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 32

    4.1 Hasil Penelitian ................................................................................. 32 4.1.1 Hasil Ekstraksi dan Partisi ....................................................... 32

    4.1.2 Hasil Uji Penapisan Fitokimia .................................................. 32

    4.1.3 Hasil Uji Susut Pengeringan .................................................... 33

    4.1.4 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan ............................................... 33

    4.1.4 Hasil Kandungan Fenolat Total ................................................ 36

    4.1.5 Hasil Kandungan Flavonoid Total ........................................... 38

    4.2 Pembahasan ....................................................................................... 40

    BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 50

    5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 50 5.2 Saran .................................................................................................. 50

    DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 51

  • xiii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) ......................................... 5

    Gambar 2. Struktur kimia 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil ......................................... 10

    Gambar 3. Struktur kimia asam galat ................................................................... 13 Gambar 4. Kerangka dasar flavonoid.................................................................... 13

    Gambar 5. Struktur kimia rutin ............................................................................. 15

    Gambar 6. Reaksi uji mayer ................................................................................. 15

    Gambar 7. Reaksi uji dragendorff ........................................................................ 16

    Gambar 8. Mekanisme reaksi pembentukan garam flavilium ............................. 16

    Gambar 9. Reaksi hidrolisis saponin dalam air .................................................... 17

    Gambar 10. Skema instrumentasi spektrofotometer UV-VIS .............................. 21

    Gambar 11. Kurva aktivitas antioksidan vitamin C .............................................. 33

    Gambar 12. Kurva aktivitas antioksidan ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi

    etil asetat dan fraksi metanol ......................................................... 35

    Gambar 13. Nilai IC50 dari vitamin C, ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi

    etil asetat dan fraksi metanol .......................................................... 35

    Gambar 14. Kurva standar asam galat ................................................................. 36

    Gambar 15. Kandungan fenolat total ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi

    etil asetat dan fraksi metanol .......................................................... 37

    Gambar 16. Kurva standar rutin ........................................................................... 38

    Gambar 17. Kandungan flavonoid total ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi

    etil asetat dan fraksi metanol .......................................................... 39

    Gambar 18. Reaksi DPPH dengan antioksidan .................................................... 43

    Gambar 19. Reaksi folin-ciocalteu dengan senyawa fenol .................................. 46

    Gambar 20. Aktivitas antioksidan dari vitamin C ................................................ 64

    Gambar 21. Aktivitas antioksidan dari ekstrak kasar ........................................... 64

    Gambar 22. Aktivitas antioksidan dari fraksi n-heksan ....................................... 64

    Gambar 23. Aktivitas antioksidan dari fraksi etil asetat ...................................... 65

    Gambar 24. Aktivitas antioksidan dari fraksi metanol ......................................... 65

    Gambar 25. Kandungan senyawa fenolat dari asam galat ................................... 66

    Gambar 26. Kandungan senyawa fenolat dari ekstrak kasar ............................... 66

    Gambar 27. Kandungan senyawa fenolat dari fraksi n-heksan ............................ 66

    Gambar 28. Kandungan Senyawa fenolat dari fraksi etil asetat .......................... 66

    Gambar 29. Kandungan senyawa fenolat dari fraksi metanol ............................. 66

    Gambar 30. Kandungan senyawa flavonoid dari rutin ......................................... 67

    Gambar 31. Kandungan senyawa flavonoid dari ekstrak kasar ........................... 67

    Gambar 32. Kandungan senyawa flavonoid dari fraksi n-heksan ........................ 67

    Gambar 33. Kandungan Senyawa flavonoid dari fraksi etil asetat ...................... 67

    Gambar 34. Kandungan Senyawa flavonoid dari fraksi metanol ........................ 67

    Gambar 35. Penapisan fitokimia alkaloid ............................................................ 68

    Gambar 36. Penapisan fitokimia saponin ............................................................. 68

    Gambar 37. Penapisan fitokimia flavonoid .......................................................... 69

    Gambar 38. Penapisan fitokimia tannin ............................................................... 69

    Gambar 39. Penapisan fitokimia antrakuinon ...................................................... 70

    Gambar 40. Penapisan fitokimia glikosida .......................................................... 70

    Halaman

  • xiv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Berat masing-masing fraksi n-heksan, etil asetat dan metanol .......... 32

    Tabel 2. Hasil uji Penapisan fitokimia ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi

    etil asetat dan fraksi metanol ............................................................. 32

    Tabel 3. Hasil uji susut pengeringan ekstrak kasar dan fraksi metanol ........... 33

    Tabel 4. Aktivitas antioksidan dari vitamin C .................................................. 33

    Tabel 5. Aktivitas antioksidan dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi

    etil asetat dan fraksi metanol ............................................................. 34

    Tabel 6. Nilai absorbansi standar asam galat.................................................... 36

    Tabel 7. Kandungan fenolat total dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi

    etil asetat dan fraksi metanol ............................................................. 37

    Tabel 8. Nilai absorbansi standar rutin ............................................................ 38

    Tabel 9. Kandungan Flavonoid Total dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan,

    fraksi etil asetat dan fraksi metanol ..................................................... 39

    Halaman

  • xv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Hasil determinasi buah parijoto (Medinilla speciosa Blume)

    Lampiran 2. Perhitungan persen inhibisi dan IC50 Lampiran 3. Perhitungan kandungan fenolat total

    Lampiran 4. Perhitungan kadar total flavonoid

    Lampiran 5. Analisis data

    Lampiran 6. Gambar aktivitas antioksidan (DPPH)

    Lampiran 7. Gambar kandungan fenolat total

    Lampiran 8. Gambar kandungan flavonoid total

    Lampiran 9. Gambar penapisan fitokimia

  • 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar belakang

    Indonesia adalah negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati

    terbesar kedua di dunia setelah Brazil (Farida et al., 2012). Kekayaan alam

    tumbuhan di Indonesia terdiri atas 30.000 jenis tumbuhan dari total 40.000 jenis

    tumbuhan di dunia, dimana 940 jenis diantaranya merupakan tumbuhan berkhasiat

    obat (jumlah ini merupakan 90% dari jumlah tumbuhan obat di kawasan Asia)

    (Nugroho, 2010).

    Tanaman obat digunakan sebagai sumber obat hampir pada semua

    kebiasaan di dunia. Selama dekade terakhir, penggunaan obat tradisional telah

    berkembang. Hal ini terus dilakukan tidak hanya untuk perawatan kesehatan bagi

    masyarakat miskin di negara-negara berkembang tetapi juga di negara-negara di

    mana obat konvensional digunakan dalam perawatan kesehatan nasional

    (Kamarian et al., 2013). Menurut WHO, obat-obatan herbal melayani kebutuhan

    kesehatan sekitar 80% dari populasi dunia, terutama bagi jutaan orang di daerah

    pedesaan di negara-negara berkembang (WHO, 2001).

    Dewasa ini, dunia kedokteran banyak membahas mengenai radikal bebas

    (free radical). Radikal bebas terlibat dalam penyakit degeneratif seperti

    patogenesis diabetes, kerusakan hati, inflamasi, kanker, gangguan jantung,

    gangguan syaraf dan proses penuaan (Onkar et al., 2012). Oleh sebab itu,

    dibutuhkan antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan

    radikal bebas dan meredam dampak negatifnya (Winarsi, 2011). Antioksidan

    merupakan senyawa yang dapat menghambat radikal bebas sehingga dapat

    mencegah penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas tersebut (Gutteridge,

    2000). Sebagian besar antioksidan diproduksi secara sintetik. Beberapa contoh

    antioksidan sintetik yang beredar adalah BHA (butylated hydroxyanisole), BHT

    (butylated hydroxytoulene) dan TBHQ (tertiary butylated hydroquinone). Akan

    tetapi antioksidan sintetik memiliki efek toksik dibandingkan dengan antioksidan

    alami (Shirmila et al., 2013). Beberapa efek yang ditimbulkan oleh BHT, BHA

  • 2

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    dan TBHQ adalah seperti alergi, asma, radang hidung, sakit kepala, kemerahan,

    urtikaria, masalah pada mata dan perut, serta penurunan kesadaran (Race, 2009).

    Baru-baru ini terjadi peningkatan pesat dalam pencarian antioksidan alami untuk

    menggantikan antioksidan sintetik. Terdapat penelitian bahwa tumbuhan yang

    mengandung senyawa metabolit sekunder berupa flavonoid dan fenol berguna

    sebagai penangkap radikal bebas, yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan

    (Nishantini et al., 2012).

    Famili Melastomataceae memiliki spesies sekitar 4500 dalam 150-166

    genus (Maria et al., 2012). Telah dilaporkan beberapa jenis tumbuhan famili

    Melastomataceae yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan seperti Melastoma

    malabathricum (Faravani, 2009) dan Osbeckia stellata (Suman, 2013). Salah

    satu spesies dari famili Melastomataceae adalah Medinilla speciosa Blume.

    M. speciosa yang dikenal di Indonesia dengan nama daerah buah parijoto

    merupakan salah satu tanaman khas dari Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten

    Kudus Jawa Tengah. M. speciosa tumbuh liar di lereng-lereng gunung atau di

    hutan-hutan dan kadang dibudidayakan sebagai tanaman hias (Wibowo dkk.,

    2012). Kandungan kimia yang terdapat dalam daun dan buah adalah saponin dan

    kardenolin, di samping itu buahnya juga mengandung flavonoid dan daunnya

    mengandung tannin (Anonim, 2013). Dalam uji pendahuluan terhadap ekstrak

    buah M. speciosa diketahui bahwa M. speciosa memiliki aktivitas penghambatan

    terhadap radikal bebas DPPH sebesar 93,43% pada konsentrasi 1000 ppm. Dalam

    pencarian literatur tidak ditemukan adanya referensi mengenai senyawa fenolat

    dan flavonoid total serta aktivitas antioksidan dari M. speciosa. Hal inilah yang

    melatarbelakangi penelitian mengenai uji aktivitas antioksidan serta penentuan

    kandungan fenolat dan flavonoid total dari ekstrak Medinilla speciosa Blume serta

    fraksi-fraksinya.

  • 3

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    1.2 Rumusan masalah

    Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dibuat rumusan masalah

    sebagai berikut :

    1. Apakah ekstrak kasar metanol, fraksi non polar, fraksi semi polar dan

    fraksi polar dari buah M. speciosa memiliki aktivitas antioksidan?

    2. Berapakah kadar fenolat total dari ekstrak kasar metanol, fraksi non polar,

    fraksi semi polar dan fraksi polar dari buah M .speciosa?

    3. Berapakah kadar flavonoid total dari ekstrak kasar metanol, fraksi non

    polar, fraksi semi polar dan fraksi polar dari buah M .speciosa?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Dari rumusan masalah di atas, tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

    1. Mengetahui aktivitas antioksidan dari ekstrak kasar metanol, fraksi non

    polar, fraksi semi polar dan fraksi polar dari buah M. speciosa.

    2. Mengetahui kadar fenolat total dari ekstrak kasar metanol, fraksi non

    polar, fraksi semi polar dan fraksi polar dari buah M. speciosa.

    3. Mengetahui kadar flavonoid total dari ekstrak kasar metanol, fraksi non

    polar, fraksi semi polar dan fraksi polar dari buah M. speciosa.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

    1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang antioksidan dalam bidang

    kesehatan serta referensi bagi penelitian selanjutnya.

    2. Memberikan informasi mengenai potensi buah M. speciosa sebagai

    antioksidan alami.

  • 4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Medinilla speciosa Blume

    2.1.1 Taksonomi

    Klasifikasi tanaman parijoto adalah sebagai berikut :

    Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

    Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

    Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

    Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

    Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

    Sub Kelas : Rosidae

    Ordo : Myrtales

    Famili : Melastomataceae

    Genus : Medinilla

    Spesies : Medinilla speciosa Blume

    (www.plantamor.com)

    2.1.2 Pertelaan

    Parijoto merupakan tanaman perdu dengan tinggi 1 - 2 m; batang bulat,

    kulit dengan lapisan gabus jika tua, bergerigi, kasar, putih kecoklatan; daun

    tunggal, bersilang berhadapan, tangkai pendek, bulat, lunak, warna ungu

    kemerahan, helaian daun bentuk lonjong, pangkal dan ujung runcing, tepi rata,

    panjang 10 - 20 cm, lebar 5 - 15 cm, pertulangan melengkung, permukaan atas

    licin, berwarna hijau, permukaan bawah kasar, warna hijau kelabu; bunga

    majemuk, di ketiak daun, sempurna, berkelamin ganda, kelopak 5 helai, ujung

    runcing, pangkal berlekatan, panjang 3 - 8 mm, warna ungu tua, benang sari 2 kali

    lipat jumlah mahkota, kepala sari berupa kuncup membengkok, warna merah

    keunguan, kepala putik duduk di atas bakal buah, kepala putik bulat, ungu,

    mahkota lepas, 5 helai, bentuk kuku, panjang 5-8 mm, warna merah muda; buah

    buni, bulat, bagian ujung berbenjol bekas pelekatan kelopak, diameter 5-8 mm,

    http://www.plantamor.com/index.php?plantsearch=Melastomataceaehttp://www.plantamor.com/index.php?plantsearch=Medinellahttp://www.plantamor.com/

  • 5

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    warna merah keunguan; biji bulat, jumlah banyak, kecil, putih; akar serabut, putih

    kotor (Anonim, 2013).

    Gambar 1. Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) [ Sumber : Koleksi Pribadi ]

    2.1.3 Tempat Tumbuh

    Merupakan tumbuhan liar di lereng-lereng gunung atau di hutan-hutan dan

    kadang dibudidayakan sebagai tanaman hias. Tumbuh baik pada tanah yang

    berhumus tinggi dan lembab, pada ketinggian 800 m sampai 2.300 m di atas

    permukaan laut. Berbunga pada bulan November - Januari dan waktu panen yang

    tepat bulan Maret - Mei (Anonim, 2013).

    2.1.4 Kandungan Kimia

    Daun dan buah parijoto mengandung saponin dan kardenolin, di samping

    itu buahnya juga mengandung flavonoid dan daunnya mengandung tanin

    (Anonim, 2013).

    2.1.5 Khasiat

    Secara tradisional buah M. speciosa digunakan sebagai obat sariawan,

    antiradang dan antibakteri (Anonim, 2013). Parijoto dipercaya oleh masyarakat di

    daerah Gunung Merapi dapat meningkatkan kesuburan janin dan kesehatan ibu

    (Anggana, 2011). Sedangkan masyarakat Desa Colo Kabupaten Kudus memiliki

    keyakinan jika ibu hamil mengkonsumsi parijoto, kalau anaknya laki-laki maka

    akan terlihat cakap, kalau perempuan terlihat cantik (Wibowo dkk., 2012).

  • 6

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.2 Antioksidan

    Antioksidan adalah senyawa yang dapat menunda, menghambat atau

    mencegah oksidasi lipid atau molekul lain dengan menghambat inisiasi atau

    propagasi dari reaksi rantai oksidatif (Javanmardi et al., 2003). Antioksidan

    merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa

    ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya

    reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga

    merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat

    radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Akibatnya, kerusakan sel akan

    dihambat (Winarsi, 2011).

    Secara umum, antioksidan dikelompokkan menjadi 2, yaitu antioksidan

    enzimatis dan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim superoksida

    dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase. Antioksidan non-enzimatis

    dibagi dalam dua kelompok yaitu antioksidan larut lemak, seperti tokoferol,

    karotenoid, flavonoid, quinon, dan bilirubin. Antioksidan non enzimatis yang

    kedua adalah antioksidan larut air, seperti asam askorbat, asam urat, protein

    pengikat logam, dan protein pengikat heme. Antioksidan enzimatis dan non-

    enzimatis tersebut bekerja sama memerangi aktivitas senyawa oksidan dalam

    tubuh. Terjadinya stres oksidatif dapat dihambat oleh kerja enzim-enzim

    antioksidan dalam tubuh dan antioksidan non-enzimatik (Winarsi, 2011).

    Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi 3

    kelompok, yaitu antioksidan primer, sekunder, dan tersier (Winarsi, 2011).

    a. Antioksidan primer (Antioksidan Endogenus)

    Antioksidan primer meliputi enzim superoksida dismutase (SOD),

    katalase, dan glutation peroksidase (GSH-Px). Seuatu senyawa dikatakan sebagai

    antioksidan primer apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada

    senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah

    menjadi senyawa yang lebih stabil. Enzim superoksida dismutase (SOD), katalase,

    dan glutation peroksidase menghambat pembentukan radikal bebas, dengan cara

    memutus reaksi berantai (polimerisasi), kemudian mengubahnya menjadi produk

    yang lebih stabil.

  • 7

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    b. Antioksidan sekunder (Antioksidan Endogenus)

    Antioksidan sekunder atau antioksidan non-enzimatis disebut sistem

    pertahanan preventif. Dalam sistem pertahanan ini, terbentuknya senyawa oksigen

    reaktif dihambat dengan cara pengkhelatan metal, atau dirusak pembentukannya.

    Antioksidan sekunder dapat berupa komponen non-nutrisi dan komponen nutrisi

    dari sayuran dan buah-buahan. Senyawa antioksidan non-enzimatis bekerja

    dengan cara menangkap radikal bebas (free radical scavenger), kemudian

    mencegah reaktivitas amplifikasinya.

    c. Antioksidan tersier

    Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair dan

    metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan

    biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas. Kerusakan DNA yang

    terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh rusaknya single dan double

    strand, baik gugus non-basa maupun basa (Winarsi, 2011).

    2.3 Radikal Bebas

    Radikal bebas (free radical) adalah suatu senyawa atau molekul yang

    mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya.

    Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat

    reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul

    yang berada di sekitarnya. Senyawa radikal bebas juga dapat mengubah suatu

    molekul menjadi suatu radikal. Apabila senyawa radikal baru tersebut bertemu

    dengan molekul lain, akan terbentuk radikal baru lagi, dan seterusnya sehingga

    akan terjadi reaksi berantai (chain reactions) (Winarsi, 2011).

    Radikal bebas sangat penting untuk setiap proses biokimia dan merupakan

    bagian penting dari proses aerob dan metabolisme (Tiwari, 2001). Selama

    berjalannya metabolisme, terjadi pembentukan beberapa oksidan kuat, baik di sel

    darah maupun di kebanyakan sel tubuh lainnya (Murray et al., 2009). Radikal

    bebas atau yang disebut Reactive Oxygen Species (ROS) yang akan menyerang

    molekul lain disekitarnya sehingga menyebabkan reaksi berantai terjadi dan

    menghasilkan radikal bebas yang beragam, seperti anion superoksida (O2-) dan

    hidrogen peroksida (H2O2), hidroksi bebas (OH), asam hipoklorous (HOCl) dan

  • 8

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    peroksinitrat (ONOO-) (Vimala et al.,2003). Reaksi radikal bebas merupakan

    faktor penting dalam perkembangan penyakit kronis seperti kanker, hipertensi,

    gagal jantung dan aterosklerosis seperti rematik dan katarak (Ostrowska, et al,

    1998).

    Secara umum, tahapan reaksi pembentukan radikal bebas mirip dengan

    rancidity oxidative (ketengikan oksidatif), yaitu melalui tiga tahapan reaksi

    berikut (Winarsi, 2011):

    a. Tahap inisiasi, yaitu awal pembentukan radikal bebas. Misalnya :

    Fe++

    + H2O2 Fe+++

    + OH- + OH

    R1-H + OH R1 + H2O

    b. Tahap propagasi, yaitu pemanjangan rantai radikal.

    R2-H + R1 R2 + R1-H

    R3-H + R2 R3 + R2-H

    c. Tahap terminasi, yaitu bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain atau

    dengan penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya rendah.

    R1 + R1 R1-R1

    R2 + R1 R2-R1

    R2 + R2 R2-R2 dst

    Terdapat dua sumber radikal bebas, yaitu sumber endogen yang mana

    radikal bebas yang dihasilkan dalam tubuh sebagai racun oleh produk yang dari

    fungsi normal dalam tubuh dan sumber eksogen yang mana produksi radikal

    bebas disebabkan oleh rangsangan eksternal (Vimala et al., 2003 ).

    Sumber endogen berasal dari dalam tubuh sendiri. Di dalam tubuh, radikal

    bebas sering dihasilkan selama proses aerobik, seperti metabolisme, reaksi

    biokimia dalam sel, detoksifikasi di hati dan pembentukan energi oleh

    mitokondria. Radikal bebas diproduksi di mitokondria selama metabolisme aerob

    ketika oksigen digunakan untuk mengoksidasi makanan yang kita makan untuk

    menghasilkan energi. Radikal bebas dan hidrogen peroksida juga dihasilkan oleh

    tubuh sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh untuk menyerang dan

    membunuh bakteri yang menyerang. Dengan demikian, tubuh tidak membutuhkan

    dan menggunakan beberapa radikal bebas. Namun, radikal bebas yang berlebih

  • 9

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    tidak diinginkan karena mereka dapat membunuh sel-sel dan menyebabkan

    kerusakan jaringan (Vimala et al, 2003).

    Sedangkan sumber eksogen dimana produksi radikal bebas berasal dari

    rangsangan eksternal. Produksi radikal bebas ditingkatkan dengan mengkonsumsi

    makanan tinggi lemak, minyak jenuh, daging panggang, produk makanan olahan

    dan makanan basi. Gaya hidup stres, merokok dan radiasi juga meningkatkan

    produksi radikal bebas. Radikal bebas juga masuk ke dalam tubuh melalui bahan

    kimia yang terdapat dalam pewarna, pengawet, dan penguat rasa makanan, serta

    pencemaran lingkungan dan pestisida (Vimala et al, 2003).

    2.4 Uji Aktivitas Antioksidan

    2.4.1 Metode Radical Scavenger dengan DPPH

    DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering

    digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau

    ekstrak bahan alam (Blois, 1958). Metode DPPH (2,2-difenil-1-pikril-hidrazil)

    merupakan suatu metode yang cepat, sederhana, dan murah untuk mengukur

    aktivitas antioksidan. DPPH banyak digunakan untuk menguji kemampuan dan

    untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan (Prakash et al., 2001). Metode DPPH

    merupakan metode yang luas digunakan untuk mengevaluasi kemampuan

    membersihakn radikal bebas dari berbagai sampel (Ebrahimzadeh et al., 2008).

    Senyawa DPPH berwarna ungu karena adanya delokalisasi elektron pada

    atom nitrogen setelah direaksikan dengan senyawa antioksidan menjadi

    Difenilpikrilhidrazin yang berwarna kuning. Hal ini mengakibatkan ikatan

    rangkap terkonjugasi menjadi lebih panjang sehingga panjang gelombang DPPH

    bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang dengan absorbansi kuat pada

    max 516 nm. DPPH akan tereduksi dan warnanya akan berubah menjadi kuning

    setelah bereaksi dengan senyawa antioksidan. Perubahan tersebut dapat diukur

    dengan spektrofotometer dan diplotkan sebagai konsentrasi (Reynetson, 2007).

    Prinsip metode DPPH didasarkan pada pengurangan DPPH dengan adanya

    donor hidrogen dari antioksidan terbentuk difenil pikril hidrazin (Blois, 1958).

    % aktivitas penghambatan = 0 1

    0 100 %

    Keterangan : A0 merupakan absorban DPPH dan A1 merupakan absorban dari

    sampel.

  • 10

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Gambar 2. Struktur Kimia 1,1-Difenil-2-pikrilhidrazil

    [ Sumber : Artanti & Muhammad, 2012 ]

    2.4.2 Metode Reducing Power

    Metode Reducing power merupakan metode yang digunakan untuk

    mengukur kekuatan reduksi suatu sampel. Metode ini dilakukan berdasarkan

    kemampuan suatu senyawa dalam mereduksi Fe3+

    menjadi Fe2+

    . Antioksidan

    dalam sampel akan mereduksi Fe3+

    menjadi Fe2+

    dengan memberikan sebuah

    elektron. Jumlah kompleks Fe2+

    dapat diketahui dengan mengukur formasi Perls

    Prussian blue pada panjang gelombang 700 nm. Meningkatnya absorban pada

    700 nm menjadi indikasi meningkatnya kemampuan mereduksi dari antioksidan

    (Ebrahimzadeh et al., 2008). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

    Fe(CN)63-

    + A-OH Fe(CN)64-

    + H+ + A=O

    2.4.3 Metode Linoleat-Tiosianat

    Dalam metode linoleat-tiosianat, sebagai sumber radikal adalah asam

    linoleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh. Radikal merupakan senyawa

    oksidator. Radikal ini akan mengoksidasi ion fero (dari feroklorida) menjadi ion

    feri yang dengan adanya ion tiosianat akan menghasilka kompleks feri-tiosianat

    yang berwarna merah dan dapat diukur intensitasnya pada panjang gelombang

    490 nm. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

    RO

    OH + Fe2+

    Fe3+

    R

    Radikal

    Fe3+

    + 6CNS- Fe(CNS)6

    3-

    Merah

    (Rohman dan Riyanto, 2005)

  • 11

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.4.4 Metode Aktivitas Penghambatan Radikal Nitrat Oksida

    Oksida nitrat, karena memiliki elektron yang tidak berpasangan, maka

    diklasifikasikan sebagai radikal bebas dan menunjukkan reaktivitas yang penting

    dengan jenis tertentu dari protein dan radikal bebas lainnya. Penghambatan secara

    in vitro dari radikal nitrat oksida juga diukur sebaga aktivitas antioksidan. Metode

    ini didasarkan pada inhibisi dari pembentukan radikal nitrat oksida yang

    dihasilkan dari natrium nitropusid dalam dapar garam dan diukur dengan pereaksi

    Griess. Dengan adanya penghambatan, absorbansi dari kromofor diukur pada

    panjang gelombang 546 nm. Aktivitas ini menunjukkan sebagai reduksi dari nitrat

    oksida (Shivaprassi et al., 2005).

    2.4.5 Metode Aktivitas Penghambatan Radikal Hidroksil

    Kapasitas penghambatan radikal hidroksil ekstrak secara langsung

    berhubungan dengan aktivitas antioksidan. Metode ini melibatkan pembentukan

    secara in-vitro dari radikal menggunakan Fe3+

    / askorbat / EDTA / H2O2 dengan

    menggunakan reaksi Fenton. Penghambatan radikal hidroksil ini dengan adanya

    antioksidan diukur. Dalam salah satu metode radikal hidroksil yang terbentuk

    secara oksidasi dibuat untuk bereaksi dengan DMSO (dimethyl sulphoxide) untuk

    menghasilkan formaldehid. Formaldehid yang terbentuk menghasilkan warna

    kuning yang intens dengan reagen Nash (ammonium asetat 2M dengan asam

    asetat 0,05 M dan aseton asetil 0,02 M dalam aquadest). Intensitas warna kuning

    yang terbentuk diukur pada 412 nm dengan spektrofotometri terhadap blanko

    negatif. Aktivitas ini dinyatakan sebagai % penghambatan radikal hidroksil

    (Shivaprassi et al., 2005).

    2.5 Senyawa Fenolat dan Flavonoid

    Terdapat penelitian bahwa tumbuhan yang mengandung senyawa

    metabolit sekunder berupa flavonoid dan fenol berguna sebagai penangkap radikal

    bebas, yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Nishantini et al., 2012).

    2.5.1 Senyawa Fenolat

    Fenol adalah senyawa dengan gugus OH yang terikat pada cincin aromatik

    (Fessenden dan Fessenden, 1986). Fenolat merupakan metabolit sekunder yang

    tersebar dalam tumbuhan. Senyawa fenolat dalam tumbuhan dapat berupa fenol

  • 12

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    sederhana, antraquinon, asam fenolat, kumarin, flavonoid, lignin dan tanin

    (Harborne 1987).

    2.5.1.1 Sifat dan Fungsi Senyawa Fenolat

    Fenol sederhana berupa zat padat tanpa warna, mudah teroksidasi dan

    warnanya berubah jadi gelap. Bersifat asam lemah karena adanya gugus hidroksi

    (OH) sekurangnya 1 gugus hidroksi. Kelarutannya dalam air akan bertambah jika

    gugus hidroksinya makin banyak, kelarutannya dalam pelarut organik polar cukup

    tinggi, mudah larut dalam alkali membentuk senyawa fenolat, tetapi dalam

    suasana basa laju oksidasinya sangat kuat. Fungsi fenol sederhana pada tumbuhan antara lain sebagai transport elektron pada fotosintesis dan pengaturan

    enzim tertentu. Selain itu juga berfungsi memacu perkecambahan biji (Robinson,

    1995).

    2.5.1.2 Fenolat Sebagai Senyawa Antioksidan

    Senyawa fenol merupakan kelas utama antioksidan yang berada dalam

    tumbuh-tumbuhan. Kandungan senyawa fenolat banyak diketahui sebagai

    terminator radikal bebas dan pada umumnya kandungan senyawa fenolat

    berkorelasi positif terhadap aktivitas antiradikal (Marinova & Batcharov, 2011).

    Polifenol berperan penting dalam stabilisasi oksidasi lipid dan berhubungan

    langsung dengan aktivitas antioksidan (Huang et al., 2005).

    Salah satu antioksidan alami yaitu asam galat. Asam galat termasuk dalam

    senyawa fenolat dan memiliki aktivitas antioksidan yang kuat (Lee et al., 2003).

    Struktur asam galat disajikan pada Gambar 3. Estimasi kandungan fenolat total

    dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi Folin-Ciocalteu (Lee et al., 2003).

    Metode ini berdasarkan kekuatan mereduksi dari gugus hidroksi fenolat. Semua

    senyawa fenolat termasuk fenol sederhana dapat bereaksi dengan reagen Folin

    Ciocalteu (Huang et al., 2005). Kandungan fenolat total dalam tumbuhan

    dinyatakan dalam GAE (gallic acid equivalent) yaitu jumlah kesetaraan miligram

    asam galat dalam 1 gram sampel (Lee et al., 2003).

  • 13

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Gambar 3. Struktur Kimia Asam Galat [ Sumber : Lee et al., 2003 ]

    2.5.2 Senyawa Flavonoid

    Flavonoid tersebar luas di alam, terutama dalam tumbuhan tingkat tinggi

    dan jaringan muda. Sekitar 5 10% metabolit sekunder tumbuhan adalah

    flavonoid. Flavonoid berperan sebagai pigmen bunga dan berperan dalam menarik

    serangga untuk membantu penyerbukan. Beberapa kemungkinan fungsi flavonoid

    yang lain bagi tumbuhan adalah sebagai zat pengatur tubuh, pengatur proses

    fotosintesis, zat antimikroba, antivirus, antiinsektisida, dan antioksidan

    (Middleton et al., 1998).

    Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol. Istilah

    flavonoid diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata flavon

    yaitu salah satu jenis flavonoid yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan (Lenny,

    2006). Kerangka dasar flavonoid yaitu 15 atom karbon yang membentuk susunan

    C6-C3-C6. Susunan tersebut dapat menghasilkan tiga struktur, yaitu: 1,3-

    diarilpropan (flavonoid), 1,2-diarilpropan (isoflavonoid), 1,1-diarilpropan

    (neoflavonoid), seperti pada gambar di bawah ini.

    Gambar 4. Kerangka Dasar Flavonoid sebagai Susunan C6-C3-C6

    [ Sumber : Lenny, 2006]

    http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Gallic_acid.svg&page=1

  • 14

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.5.2.1 Biosintesis Flavonoid

    Menurut Markham (1998), tahap-tahap pertama dari biosintesa flavonoid

    suatu unit C6-C3 berkombinasi dengan tiga unit C2 menghasilkan unit C6-C3-

    (C2+C2+C2). Kerangka C15 yang dihasilkan dari kombinasi ini telah mengandung

    gugus-gugus fungsi oksigen pada posisi-posisi yang diperlukan.

    Adapun Cincin A, berasal dari jalur poliketida, yakni kondensasi dari tiga

    unit asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari rantai

    propan berasal dari jalur fenilpropanoid (jalur shikimat).

    Selanjutnya, sebagai akibat dari berbagai perubahan yang disebabkan oleh

    enzim, ketiga atom karbon dari rantai propan dapat menghasilkan gugus fungsi,

    seperti ikatan rangkap, gugus hidroksil, gugus karbonil,dan sebagainya. Dengan

    prinsip :

    C6-C3 + C2-C2-C2 C6-C3-C6

    Jalur Shikimat Jalur Asetat-Malonat

    (cincin B) (cincin A)

    2.5.2.2 Flavonoid Sebagai Senyawa Antioksidan

    Flavonoid mampu menghambat reaksi oksidasi melalui mekanisme

    penangkal radikal bebas dengan cara menyumbangkan satu elektron pada elektron

    yang tidak berpasangan. Flavonoid merupakan inhibitor yang kuat terhadap

    peroksidasi lipid dan juga mampu menghambat aktivitas enzim lipooksigenase

    dan siklooksigenase (Rohman & Sugeng, 2005). Pembanding baku yang

    digunakan adalah rutin yaitu glikosida flavonol, rutin sendiri sangat umum

    ditemukan dalam tumbuhan (Harborne, 1987). Struktur kimia rutin disajikan pada

    gambar 5. Kandungan flavonoid total dapat ditentukan secara spektrofometri

    dengan reagen AlCl3 dan dinyatakan dalam RE (rutin equivalent) yaitu jumlah

    kesetaraan miligram rutin dalam 1 gram sampel (Karadeniz et al., 2005).

  • 15

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Gambar 5. Struktur Kimia Rutin [ Sumber : Ukieyanna, 2012 ]

    2.6 Penapisan Fitokimia

    Tujuan utama dari penapisan fitokimia adalah menganalisis tumbuhan

    untuk mengetahui kandungan bioaktif yang berguna untuk pengobatan.

    Pendekatan secara penapisan fitokimia meliputi analisa kualitatif kandungan

    dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah dan biji)

    terutama kandungan metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif seperti

    alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, antrakuinon dan glikosida.

    a. Alkaloid

    Alkaloid adalah senyawa nitrogen (N) yang merupakan hasil metabolit

    sekunder pada tumbuh-tumbuhan. Umumnya alkaloid menunjukkan efek

    fisiologik yang menarik, sehingga banyak digunakan sebagai obat-obatan

    (Guevera, 1985).

    Hasil positif alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan terbentuknya

    endapan putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kalium-

    alkaloid. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada

    alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat

    (II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Perkiraan reaksi

    yang terjadi pada uji Mayer :

    Gambar 6. Reaksi Uji Mayer [ Sumber : Marliana, 2005 ]

  • 16

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Hasil positif alkaloid pada uji Dragendorff juga ditandai dengan

    terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut adalah

    kalium - alkaloid.

    Gambar 7. Reaksi uji Dragendorff [ Sumber : Marliana, 2005 ]

    b. Flavonoid

    Flavonoid adalah senyawa polifenol yang mengandung C15 terdiri atas

    dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur umum

    flavonoid juga digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6 (Guevera, 1985).

    Pendeteksian adanya senyawa flavonoid dapat dilakukan dengan metode

    wilstater sianidin. Uji Wilstater sianidin biasa digunakan untuk mendeteksi

    senyawa yang mempunyai inti alfa-benzopiron. Warna merah yang terbentuk

    pada pada uji Wilstater disebabkan karena terbentuknya garam flavilium

    (Achmad, 1986).

    Gambar 8. Mekanisme reaksi pembentukan garam flavilium

    [Sumber : Achmad, 1986]

    c. Saponin

    Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat, dapat menimbulkan

    busa jika dikocok dengan air dan pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan

    hemolisis sel darah merah pada tikus. Identifikasi saponin dapat dilakukan dengan

    mengocok ekstrak bersama air hangat di dalam tabung reaksi dan akan timbul

  • 17

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    busa yang dapat bertahan lama, setelah penambahan HCl 2N busa tidak hilang.

    Timbulnya busa pada uji Forth menunjukkan adanya glikosida yang

    mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi

    glukosa dan senyawa lainnya (Guevera, 1985). Reaksi pembentukan busa

    pada uji saponin ditunjukkan pada gambar berikut :

    Gambar 9. Reaksi hidrolisis saponin dalam air [ Sumber : Marliana, 2005 ]

    d. Tanin

    Istilah tanin pertama kalinya digunakan untuk bahan dari tumbuhan

    yang mempunyai kemampuan untuk menggumpalkan protein hewan pada proses

    penyamakan kulit. Saat ini tanin mempunyai nilai penting sebagai sitotoksik,

    antikanker dan antitumor. Tanin terdiri dari 2 kelompok berdasarkan hasil

    hidrolisanya. Tipe pertama dikenal sebagai pirogalol tanin yaitu, senyawa-

    senyawa fenolik yang mempunyai ikatan ester dengan gula. Tipe kedua adalah

    tannin terkondensasi yang kadang-kadang disebut katekol tanin dan merupakan

    polimer dari senyawa- senyawa fenolik berhubungan dengan pigmen flavonoid.

    Penambahan suatu asam, kondensasi tanin akan mengalami dekomposisi menjadi

    senyawa-senyawa berwarna merah yang tidak larut disebut dengan phlobaphene

    atau merah tanin (Guevera, 1985).

    Tanin pada ekstrak tumbuh-tumbuhan diidentifikasi dengan uji gelatin

    dengan prinsip pengendap protein dari gelatin oleh tanin (Fransworth, 1996). Dan

    hasil positif juga diberikan oleh pereaksi ferri klorida (FeCl3), dimana tanin

    terhidrolisa memberikan warna biru atau biru-hitam, sedangkan kondensasi tanin

    menberikan warna biru-hijau. Senyawa-senyawa polifenol juga memberikan

  • 18

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    reaksi warna spesifik dengan FeCl3, tetapi tidak memberikan endapan dengan

    gelatin.

    e. Antrakuinon

    Antrakuinon mungkin dijumpai baik dalam bentuk glikosida dengan ikatan

    O- atau C-glikosida maupun aglikonnya. Biasanya digunakan sebagai zat warna

    dan katartiks (purgatives). Turunan antrakuinon biasanya merupakan senyawa

    berwarna merah jingga yang larut dalam air panas dan alkohol encer.

    Identifikasinya dilakukan dengan cara uji Borntragers, tetapi kadang-kadang uji

    ini memberikan hasil negatif pada antrakuinon yang sangat stabil atau turunan

    antranol, untuk itu identifikasi dilakukan modifikasi uji Borntragers. Antrakuinon

    memberikan warna yang spesifik dengan basa seperti, merah, violet dan hijau.

    Secara spektrofotometri antrakuinon memberikan pita resapan yang berbeda

    dengan senyawa kuinon lainnya, dimana memberikan 4 atau 5 pita resapannya

    pada daerah UV dan sinar tampak. Paling tidak 3 dari pita resapan berkisar antara

    215 dan 300 nm, dan lainnya diatas 430 nm (Guevera, 1985).

    f. Glikosida

    Glikosida merupakan senyawa alami yang terdapat pada berbagai jenis

    tumbuh-tumbuhan tinggi dan memberikan pengaruh fisiologis. Senyawa ini

    terbentuk dari gugus non-gula (aglikon) dan gugus gula (glikon). Gugus

    aglikonnya sangat bervariasi tergantung dari jenis tumbuhan penghasil antara lain,

    alkaloida, flavonoida, steroida, triterpenoida dan lain sebagainya (Guevera, 1985).

    Untuk pemeriksaan atau uji glikosida dapat dilakukan selain berdasarkan

    aglikonnya, juga dapat dilakukan terhadap gugus gulanya karena gugus aglikon

    yang sangat bervariasi, maka dapat dilakukan terhadap gugus gulanya dengan

    pereaksi Keller-Kiliani (Chairul, 2003).

    2.7 Metode Ekstraksi

    Menurut Ketut Ristiasa dalam Parameter Standar Umum Ekstrak

    Tumbuhan Obat (2000) yang dimaksud dengan ekstraksi adalah proses penarikan

    kandungan senyawa kimia dari simplisia nabati atau simplisia hewani

    menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut

  • 19

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    diuapkan dengan menggunakan alat yang sesuai. Berikut adalah beberapa cara

    ekstraksi dengan menggunakan pelarut.

    2.7.1 Cara Dingin

    a. Maserasi

    Maserasi merupakan cara penyarian sederhana. Maserasi dilakukan dengan

    cara merendam serbuk simplisisa dalam cairan penyari dengan beberapa kali

    pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruang (kamar). Cairan penyari akan

    menembus dinding sel atau masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

    aktif, zat aktif tersebut akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara

    larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel. Larutan yang lebih pekat (di

    dalam sel) didesak keluar sel, masuk ke dalam larutan di luar sel. Peristiwa

    tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar

    sel dan di dalam sel. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara

    pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan

    (Ristiasa, 2000).

    b. Perkolasi

    Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

    sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur

    ruangan. Prinsip perkolasi adalah serbuk simplisisa ditempatkan dalam suatu

    bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari

    dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, kemudian melarutkan zat

    aktif dari sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh (Ristiasa, 2000).

    2.7.2 Cara Panas

    a. Refluks

    Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

    selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

    adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu

    pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna

    (Ristiasa, 2000).

  • 20

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    b. Soklet

    Sokletasi merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru

    umumnya dilakukan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah

    pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ristiasa, 2000).

    c. Digesti

    Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

    temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum

    dilakukan pada temperatur 40-500C (Ristiasa, 2000).

    d. Infus

    Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

    (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C)

    selama waktu tertentu (15-20 menit). Infus pada umumnya digunakan untuk

    menarik atau mengekstraksi zat aktif yang larut dalam air dan bahan-bahan nabati.

    Hasil dari ekstrak ini menghasilkan zat aktif yang tidak stabil dan mudah tercemar

    oleh kuman dan kapang, sehingga ekstrak yang diperoleh dengan infus tidak boleh

    disimpan lebih dari 4 jam (Ristiasa, 2000).

    e. Dekok

    Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (> 30 menit) dan

    temperatur sampai titik didih air (Ristiasa, 2000).

    2.8 Spektrofotometer UV-Vis

    Spektrofotometer UV-VIS yang terdiri dari dua komponen utama yaitu

    spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan spektra panjang

    gelombang tertentu, sedangkan fotometer merupakan alat pengukur intensitas

    cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi. Spektrofotometer UV-VIS digunakan

    untuk mengukur energi secara relatif bila energi tersebut ditransmisikan,

    direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Sedangkan

    spektrofotometri adalah suatu metode yang didasarkan pada pengukuran energi

    cahaya tampak (visibel) atau cahaya untraviolet (UV) oleh suatu senyawa sebagai

    fungsi panjang gelombang (Day & Underwood, 2002).

  • 21

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.8.1 Prinsip Dasar

    Hukum yang mendasari spektrofotometri adalah hukum Lambert-Beer.

    Bila sebagian cahaya monokromatis melalui suatu media yang transparan maka

    akan bertambah turunnya intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding dengan

    bertambahnya tebal dan kepekatan media (Day & Underwood, 2002).

    A = a . b . c

    Keterangan: A = Absorbansi sampel

    a = Absorbtivitas molar

    b = Tebal kuvet

    c = Konsentrasi sampel

    2.8.2 Instrumentasi

    Spektrofotometer UV-VIS pada umumnya tersusun dari dua komponen,

    yaitu spektrometer (mengukur dan menghasilkan spektra dengan panjang

    gelombang tertentu atau sinar monokromatis) dan fotometer (pengukur daya kuat

    sinar monokromatis yang ditransmisikan atau diabsorpsi) (Day & Underwood,

    2002).

    Berikut ini skema instrumentasi Spektrofotometer UV-VIS :

    Gambar 10. Skema Instrumentasi Spektrofotometer UV-VIS

    [ Sumber : Day & Underwood, 2002 ]

    a. Sumber Cahaya

    Sumber cahaya mempunyai fungsi untuk memberikan energi pada daerah

    panjang gelombang yang tepat untuk pengukuran dan mempertahankan intensitas

    cahaya yang tetap selama pengukuran. Spektrofotometer sinar tampak

    menggunakan lampu wolfarm dengan diatas 375 nm, sedangkan

  • 22

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    spektrofotometer UV menggunakan lampu deuterium (D2) memiliki dibawah

    375 nm. Sumber cahaya pada spektrofotometer dibagi menjadi tiga bagian :

    Sumber cahaya visibel dengan lampu Wolfram atau lampu Tungsten

    Sumber cahaya UV dengan lampu deuterium (D2) atau lampu hidrogen

    Sumber cahaya inframerah dengan lampu Nernst atau lampu Glowen (Day &

    Underwood, 2002).

    b. Monokromator

    Monokromator adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengubah cahaya

    polikromatik menjadi cahaya monokromatik yang kemudian dilewatkan pada

    celah sempit atau slit agar memungkinkan pemisahan panjang gelombang yang

    diukur. Beberapa monokromator yang biasa digunakan adalah prisma dan grating

    (Willard et al., 1988).

    c. Kuvet

    Kuvet adalah tempat disimpannya larutan contoh yang akan diukur

    serapannya yang diletakkan pada jalan cahaya dari minokromator. Pada saat

    cahaya monokromatis melalui kuvet, terjadi penyerapan sejumlah tertentu cahaya,

    sedangkan sebagian lainnya diteruskan ke detektor (Day & Underwood, 2002).

    Kuvet visibel dan UV yang khas mempunyai panjang lintasan 1 cm, ada juga yang

    mempunyai ketebalan 0,1 cm sampai 10 cm atau bahkan lebih (Willard et al.,

    1988).

    d. Detektor

    Detektor berfungsi untuk mengubah energi cahaya yang ditransmisikan

    atau diteruskan oleh kuvet, yang jatuh mengenainya menjadi suatu besaran yang

    terukur. Detektor yang ideal harus mempunyai kepekaan tinggi, dan responnya

    stabil pada daerah panjang gelombang pengamatan (Day & Underwood, 2002).

    e. Rekorder

    Rekorder merupakan bagian akhir dalam alat ini. Sinyal listrik yang

    dihasilkan pada detektor dapat dibaca pada rekorder dengan mengkonversikannya

    ke dalam besaran absorban atau % T (Day & Underwood, 2002).

  • 23 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 3

    METODE PENELITIAN

    3.1 Alur Penelitian

    Analsisi Data

    Kandungan fenolat

    total dinyatakan dalam

    ekuivalen asam galat

    (mg GAE/g ekstrak)

    Kandungan flavonoid

    total dinyatakan dalam

    ekuivalen rutin (mg

    RE/g ekstrak)

    IC50

    Penentuan kandungan fenolat total Penentuan kandungan flavonoid total Uji Aktivitas Antioksidan

    Maserasi dengan metanol

    + 100ml MeOH 50 %

    Ekstraksi dg n-heksan 100 ml hingga fase n-heksan jernih

    Ekstraksi dg etil asetat 100 ml

    hingga fase etil asetat jernih

    Buah Segar

    Ekstrak kasar

    Ampas

    Fraksi n-Heksan

    Fraksi Metanol-air

    Fraksi Etil Asetat

    Fraksi Metanol

    Buah dicuci dengan air mengalir

    Buah diblender

    Buah ditimbang

    Spektrofotometer Visible

  • 24

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari hingga Juni 2013 di

    Laboratorium Produk Alam, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga

    Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang berada di Jalan Raya Jakarta Bogor

    Km 46, Cibinong.

    3.3 Bahan dan Alat

    3.3.1 Bahan Uji

    Bahan uji yang digunakan adalah buah parijoto (Medinilla speciosa

    Blume) dengan spesifikasi warna merah muda keunguan dan rasa asam sepat yang

    berasal dari Desa Japan Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus, Jawa Tengah yng

    diambil pada bulan Januari. Bahan sebelumnya telah dideterminasi di Herbarium

    Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat.

    3.3.2 Bahan Kimia

    Adapun bahan kimia yang digunakan meliputi: DPPH (2,2-difenil-1-pikril-

    hidrazil) (SIGMA), NaNO2 5%, AlCl3 10%, NaOH 1M, Asam Galat, Na2CO3

    20%, pereaksi Folin-Ciocalteu (MERCK), Vitamin C (Phytotechnology

    Laboratoreis), Rutin (Nakarai Chemicals LTD), Asam galat, pereaksi dragendorff,

    pereaksi Mayer, HCl pekat, HCl 2N, H2SO4 pekat, H2SO4 1M, Magnesium, NaCl

    (10%), FeCl3 (1%), amoniak (25%), aquades, n-heksan teknis, etil asetat teknis,

    metanol teknis dan metanol pro analisis.

    3.3.3 Alat

    Alat-alat yang digunakan yaitu peralatan gelas standar, mikropipet

    Eppendorf Reference 200 L, mikropipet Socorex Swiss 1000 L, neraca analitik

    And GR-300, rotary evaporator Eyela N-1000, spatula, spektrofotometer UV-Vis

    Shimadzu UV Mini 1240, ultrasonic cleaner WT-600-40, vial, dan waterbath

    Eyela SB-1000.

  • 25

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    3.4 Cara Kerja

    3.4.1 Penyiapan Bahan

    Buah Medinilla speciosa Blume yang digunakan pada penelitian ini

    dikumpulkan pada bulan Januari 2013 dari Gunung Muria Desa Colo Kecamatan

    Dawe Kabupaten Kudus. Selanjutnya dilakukan sortasi untuk dipisahkan dari

    kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing sehingga dapat mengurangi jumlah

    pengotor yang ikut terbawa dalam bahan uji kemudian dicuci dengan air mengalir

    lalu diangin-anginkan hingga tidak terdapat sisa air.

    Buah segar kemudian dihaluskan dengan blender. Setelah diblender

    didapatkan buah segar sebanyak 1390 gram yang selanjutnya dilakukan ekstraksi.

    3.4.2 Pembuatan Ekstrak Kasar

    Buah segar Medinilla speciosa sebanyak 1390 gram yang telah dihaluskan

    dimaserasi dengan metanol selama 24 jam. Maserat diuapkan menggunakan

    rotary evaporator dengan suhu 450C. Maserasi dilakukan hingga maserat yang

    diperoleh jernih. Total metanol yang digunakan untuk ekstraksi sebanyak 5000

    mL Ekstrak yang diperoleh merupakan ekstrak kasar (crude extract).

    3.4.3 Partisi Ekstrak Kasar

    Ekstrak kasar ditimbang sebanyak 57,99 gam lalu dilarutkan kembali

    dengan 100 mL metanol 50%, kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah,

    ditambah 100 mL n-heksan, dikocok beberapa saat lalu didiamkan hingga

    terpisah, fase n-heksan di bagian atas dan fase metanol di bagian bawah. Partisi

    dilakukan berkali-kali hingga fase n-heksan tidak berwarna. Total n-heksan yang

    digunakan sebanyak 800 mL. Fase n-heksan dikumpulkan dan dipekatkan dengan

    rotary evaporator tanpa menggunakan pemanasan hingga diperoleh ekstrak fraksi

    n-heksan.

    Fase metanol dipartisi kembali dengan etil asetat (perbandingan volume

    1:1) dalam corong pisah. Partisi dilakukan berkali-kali hingga fase etil asetat tidak

    berwarna lagi. Total etil asetat yang digunakan sebanyak 1500 mL. Fase etil

    asetat dikumpulkan, dipekatkan dengan rotary evaporator dengan suhu 400C

    hingga diperoleh ekstrak fraksi etil asetat.

  • 26

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Fase metanol yang telah dipisahkan dari etil asetat dipekatkan dengan

    rotary evaporator suhu 500C. Ekstrak yang diperoleh lalu ditimbang.

    3.4.4 Uji Susut Pengeringan

    Parameter susut pengeringan dilakukan terhadap ekstrak kasar dan fraksi

    metanol. Masing-masing ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram ke dalam cawan

    yang telah dipanaskan pada oven suhu 1050C selama 30 menit dan telah ditara.

    Kemudian dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan pada suhu 1050C selama

    30 menit atau hingga bobot tetap.

    3.4.5 Penapisan Fitokimia

    Penapisan fitokimia dilakukan terhadap ekstrak kasar, fraksi n-heksan,

    fraksi etil asetat dan fraksi metanol. Uji penapisan fitokimia yang dilakukan

    meliputi uji alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, antrakuinon, dan glikosida.

    Prosedur masing-masing pengujian adalah sebagai berikut (Guevara, 1985) :

    1. Identifikasi Alkaloid

    Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol masing-

    masing ditimbang sebanyak 10 mg, lalu ditambahkan 10 mL kloroform diaduk

    rata. Campuran disaring kedalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 0.5 mL

    H2SO4 1 M dan dikocok baik-baik, dibiarkan beberapa saat. Lapisan atas yang

    jernih dipipet kedalam 2 tabung reaksi kecil. Salah satunya diberikan pereaksi

    Dragendorff dan tabung lainnya pereaksi Mayer 2-3 tetes. Reaksi positif apabila

    menunjukkan endapan kuning jingga (orange) dengan pereaksi Dragendorff dan

    endapan putih dengan pereaksi Mayer.

    2. Identifikasi Flavonoid

    Metode Wilstatter Cyanidin

    Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol masing-

    masing ditimbang sebanyak 10 mg, ditambahkan 20 mL etanol dan dipipet 10 mL

    larutan ke dalam tabung reaksi lain. Campuran ditambahkan 0,5 mL HCl pekat, 3-

    4 butir magnesium dan ditambahkan 1 mL amil alkohol. Kocok kuat-kuat dan

    biarkan beberapa saat kemudian amati perubahan warna pada masing-masing

  • 27

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    lapisan pelarut. Apabila terjadi pembentukan atau perubahan warna menunjukkan

    reaksi positif terhadap flavonoid dan sianidin.

    3. Identifikasi Saponin

    Uji Forth

    Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol masing-

    masing ditimbang sebanyak 10 mg, lalu ditambahkan 10 mL air panas.

    Selanjutnya dikocok kuat selama 10 detik, akan terbentuk buih yang mantap

    setinggi 1-10 cm selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 1 tetes HCl 2N dan

    diamati.

    4. Identifikasi Tannin

    Metode Feri Klorida

    Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol masing-

    masing ditimbang sebanyak 10 mg, kemudian ditambahkan 20 mL air panas dan 5

    tetes larutan NaCl 10%. Campuran dibagi menjadi 2 tabung reaksi, salah satunya

    sebagai kontrol negatif dan yang lainnya ditambahkan larutan FeCl3 1% sebanyak

    3 tetes. Perubahan warna diamati, dimana tannin terhidrolisa memberikan warna

    biru atau biru-hitam, sedangkan kondensasi tannin menberikan warna biru-hijau

    dan dibandingkan dengan kontrol.

    5. Identifikasi Glikosida

    Metode Keller-Kiliani

    Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol masing-

    masing ditimbang sebanyak 10 mg lalu ditambah 3 mL pereaksi FeCl3 kemudian

    diaduk dan pindahkan campuran kedalam tabung reaksi. Diteteskan 1 mL larutan

    asam sulfat pekat melalui dinding tabung reaksi. Biarkan campuran beberapa lama

    sehingga terbentuk warna dari merah kecoklatan, yang mungkin berubah menjadi

    biru atau lembayung. Perubahan tersebut menunjukkan reaksi positif terhadap 2-

    deoksi-gula.

  • 28

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    6. Identifikasi Antrakuinon

    Metode Borntragers

    Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol masing-

    masing ditimbang sebanyak 10 mg, lalu ditambahkan 5 mL benzen. Campuran

    dibagi menjadi 2 tabung reaksi, salah satunya sebagain kontrol negatif dan yang

    lainnya ditambahkan 5 mL amoniak 25%. Apabila terjadi warna merah muda pada

    lapisan larutan amonia menunjukkan positif adanya senyawa antrakuinon.

    3.4.6 Uji aktivitas antioksidan

    Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode penangkal radikal

    bebas (DPPH) (Conforti et al., 2008).

    1. Pembuatan larutan uji

    Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol masing-

    masing ditimbang sebanyak 5 mg kemudian dilarutkan dengan metanol hingga 5,0

    mL (ditambahkan beberapa tetes DMSO jika sampel kurang larut dalam metanol).

    Dilakukan pengenceran dari masing-masing larutan ekstrak konsentrasi 1.000

    g/mL menjadi larutan dengan konsentrasi 20, 30, 40, 50, dan 60 g/mL.

    2. Pembuatan larutan vitamin C sebagai kontrol positif

    Ditimbang 5 mg vitamin C kemudian dilarutkan dengan metanol hingga

    5,0 mL (Konsentrasi larutan 1.000 g/mL). Dilakukan pengenceran dari larutan

    vitamin C konsentrasi 1.000 g/mL menjadi larutan dengan konsentrasi 5, 10, 15,

    20, 25 dan 30 g/mL.

    3. Pembuatan larutan DPPH (0,5 mM)

    Ditimbang 9,8 mg serbuk DPPH kemudian dilarutkan dengan metanol

    hingga 50 mL.

    4. Pengujian aktivitas antioksidan

    Masing-masing larutan uji dipipet sebanyak 1,0 mL kemudian

    ditambahkan 1,0 mL larutan DPPH 0,5 mM dan ditambahkan metanol sebanyak

    3 mL, didiamkan selama 30 menit (untuk kontrol negatif larutan sampel diganti

    dengan metanol). Setelah 30 menit, perubahan warna yang terjadi diamati.

  • 29

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Serapan masing-masing larutan diukur dengan spektrofotometer pada panjang

    gelombang 516 nm. Percobaan dilakukan tiga kali ulangan (Conforti et al., 2008).

    Aktivitas antioksidan dinyatakan dalam % Inhibisi yang ditentukan

    melalui persamaan :

    % Inhibisi = Absorbansi Kontro lAbsorbansi Sampel

    Absorbansi Kontrol x 100

    5. Dihitung IC50

    IC50 adalah konsentrasi yang dibutuhkan untuk mereduksi DPPH sebesar

    50 %. IC50 dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linear, konsentrasi

    sampel sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y.

    Dari persamaan y = a + bx dapat dihitung nilai IC50 dengan menggunakan

    rumus:

    y = a + bx

    50 = a + bx

    (x) IC50 = 50a

    b

    3.4.7 Penentuan Kandungan Fenolat dan Flavonoid Total

    Penentuan kandungan fenolat total berdasarkan metode yang

    dikembangkan oleh Orak et al. (2006) dan penetapan kandungan flavonoid total

    berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Zou et al. (2004).

    3.4.6.1 Penentuan Kandungan Fenolat Total

    1. Pembuatan larutan uji

    Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol masing-

    masing ditimbang sebanyak 5 mg kemudian larutkan masing-masing dengan

    metanol:aquades (1:1) hingga 5,0 mL (konsentrasi larutan 1.000 g/mL).

    Dipepipet sebanyak 500 L larutan uji kemudian metanol:aquades (1:1) hingga

    5,0 mL (konsentrasi larutan 100 g/mL).

    2. Pembuatan larutan asam galat sebagai standar

    Ditimbang 5 mg asam galat kemudian larutkan dengan metanol:aquades

    (1:1) hingga 5,0 mL (Konsentrasi larutan 1.000 g/mL). Dipipet 125, 250, 375,

  • 30

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    500, 625, 750, 875, dan 1000 L ke dalam labu ukur dan ditambah

    metanol:aquades (1:1) hingga 5,0 mL dan didapatkan konsentrasi sampel 25, 50,

    75, 100, 125, 150, 175, dan 200 g/mL.

    3. Pembuatan Larutan Na2CO3 20%

    Ditimbang sebanyak 20 gram Na2CO3, lalu dilarutkan dengan aquades

    hingga 100 mL.

    4. Penentuan Kandungan Fenolat Total

    Dipipet larutan uji dan standar sebanyak 0,1 mL ke dalam vial,

    ditambahkan 7,9 mL aquades dan 0,5 mL pereaksi Folin-Ciocalteu, kemudian

    didiamkan 8 menit sambil dikocok. Ditambahkan 1,5 mL larutan Na2CO3 20%,

    lalu didiamkan selama 2 jam. Absorbansinya diukur pada panjang gelombang

    765 nm. Percobaan dilakukan tiga kali ulangan (Orak et al. 2006).

    3.4.6.2 Penentuan Kandungan Flavonoid Total

    1. Pembuatan Larutan Uji

    Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol masing-

    masing ditimbang sebanyak 5 mg kemudian dilarutkan dengan metanol hingga 5,0

    mL (Konsentrasi larutan 1.000 g/mL). Dipipet sebanyak 500 L larutan uji

    kemudian metanol hingga 5,0 mL (konsentrasi larutan 100 g/mL)

    2. Pembuatan Larutan Standar

    Ditimbang 5 mg rutin kemudian dilarutkan dengan metanol hingga 5,0 mL

    (Konsentrasi larutan 1.000 g/mL). Dipipet 50, 100, 150, 200, 250, 300, 350, 400,

    450, dan 500 L ke dalam labu ukur dan ditambah metanol hingga 5,0 mL dan

    didapatkan konsentrasi sampel 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, dan 100 g/mL.

    3. Pembuatan Larutan NaNO2 5%

    Ditimbang sebanyak 1,25 gram NaNO2, lalu dilarutkan dengan aquadest

    hingga 25 mL.

    4. Pembuatan Larutan AlCl3 10%

    Ditimbang 2,5 g AlCl3, lalu dilarutkan dengan aquadest hingga 25 mL.

  • 31

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    5. Pembuatan Larutan NaOH 1 M

    Ditimbang 4 g NaOH , lalu dilarutkan dengan aquadest hingga 100 mL.

    6. Penentuan Kandungan Flavonoid Total

    Dimasukkan 1 mL larutan sampel ke dalam vial yang sebelumnya sudah

    ditambahkan 4 mL aquades, dan 0,3 mL larutan NaNO2 5%, dibiarkan selama 5

    menit. Larutan ditambah dengan 0,3 mL AlCl3 10% dan dibiarkan selama 6 menit,

    setelah itu tambah 2 mL NaOH 1 M, segera ditambah 2,4 mL aquades, dikocok.

    Absorbansinya diukur pada panjang gelombang 510 nm. Percobaan dilakukan tiga

    kali ulangan (Zou et al. 2004).

    3.4.8 Analisis Data

    Data yang diperoleh dianalisis dengan uji-t untuk melihat hubungan

    antara kandungan fenolat dan flavonoid total terhadap aktivitas antioksidan dari

    ekstrak kasar metanol, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol dari

    buah M. speciosa. Nilai P < 0.05 menunjukkan hubungan yang signifikan.

  • 32 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 4

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil Penelitian

    4.1.1 Hasil Ekstraksi dan Partisi

    Buah parijoto sebanyak 1390 gram diekstraksi dengan 5 liter metanol

    didapatkan ekstrak kasar sebanyak 64,00 gram dengan rendemen 4,60%.

    Sebanyak 57,99 gram ekstrak kasar dipartisi menggunakan n-heksan, etil asetat

    dan metanol dan didapatkan ekstrak masing-masing sebagai berikut :

    Tabel 1. Berat masing-masing fraksi n-heksan, etil asetat dan metanol

    No. Fraksi Berat (gram) Randemen (%)*

    1.

    2.

    3.

    n-heksan

    Etil Asetat

    Metanol

    2,61

    9,81

    43,96

    4,51

    16,92

    75,79

    *dihitung terhadap ekstrak kasar

    4.1.2 Hasil Uji Penapisan Fitokimia

    Masing-masing ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi

    metanol yang telah diperoleh dilanjutkan penapisan fitokimia (Tabel 2).

    Tabel 2. Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil

    asetat dan fraksi metanol

    No. Metabolit

    Sekunder

    Ekstrak

    Kasar

    Fraksi

    n-Heksan

    Fraksi Etil

    Asetat

    Fraksi

    Metanol

    1. Alkaloid - - - -

    2. Saponin ++ - + +

    3. Glikosida + - + ++

    4. Flavonoid ++ - ++ ++

    5. Tannin +++ - +++ +++

    6. Antrakuinon - - - -

    Keterangan :

    +++ = Memberikan reaksi banyak

    ++ = Memberikan reaksi sedang

    + = Memberikan reaksi sedikit

    - = Memberikan reaksi negatif

  • 33

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    4.1.3 Hasil Uji Susut Pengeringan

    Uji susut pengeringan dilakukan terhadap ekstrak kasar dan fraksi

    metanol.

    Tabel 3. Hasil uji susut pengeringan ekstrak kasar dan fraksi metanol

    No. Sampel Bobot Awal Bobot Akhir Susut Pengeringan

    1. Ekstrak Kasar 1,0058 0,7758 22,86 %

    2. Fraksi metanol 1,0062 0,8432 16,30 %

    4.1.4 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan

    Uji aktivitas antioksidan digunakan dengan metode radical scavenger

    (DPPH) dan aktivitas antioksidan dinyatakan dengan nilai IC50. Kontrol positif

    yang digunakan dalam penelitian ini adalah vitamin C.

    Tabel 4. Aktivitas antioksidan dari vitamin C

    Sampel

    Konsentrasi

    (g/mL)

    (x)

    Rerata

    Absorbansi

    Rerata

    % Inhibisi

    (y)

    IC50

    (g/mL)

    Vitamin C

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    0,7976

    0,6497

    0,4873

    0,3456

    0,1879

    0,0577

    6,04

    23,46

    42,59

    59,28

    77,86

    93,20

    17,52

    Absorbansi kontrol negatif = 0,8489

    Gambar 11. Kurva Aktivitas Antiosidan Vitamin C

    y = 3.518x - 11.16

    R = 0.999

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

    0 5 10 15 20 25 30 35

    % i

    nh

    ibis

    i

    Konsentrasi (g/mL)

  • 34

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol diuji

    aktivitas antioksidan diperoleh nilai absorbansi. Nilai absorbansi tersebut dihitung

    aktivitas penghambatannya (% inhibisi) dibandingkan dengan absorbansi kontrol

    negatif sehingga diperoleh nilai IC50 dari masing-masing sampel.

    Tabel 5. Aktivitas antioksidan dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat

    dan fraksi metanol

    Sampel

    Konsentrasi

    (g/mL)

    (x)

    Rerata

    Absorbansi

    Rerata

    % Inhibisi

    (y)

    Persamaan

    Regresi

    IC50

    (g/mL)

    Ekstrak

    Kasar

    20

    30

    40

    50

    60

    0,7184

    0,6114

    0,5012

    0,4047

    0,3598

    18,82

    31,35

    43,36

    54,26

    59,34

    y = 1,0395 x -

    0,154

    r = 0,990

    48,24

    Fraksi n-

    heksan

    20

    30

    40

    50

    60

    0,8456

    0,8373

    0,8273

    0,8060

    0,7864

    4,46

    5,39

    6,50

    8,93

    11,15

    y = 0,1692 x +

    0,518

    r = 0,979

    292,44

    Fraksi Etil

    Asetat

    20

    30

    40

    50

    60

    0,4119

    0,2985

    0,2080

    0,1227

    0,0680

    47,30

    61,80

    73,38

    84,30

    91,29

    y = 1,1048 x +

    27,422

    r = 0,992

    20,43

    Fraksi

    Metanol

    20

    30

    40

    50

    60

    0,6929

    0,5852

    0,4896

    0,4011

    0,3397

    21,70

    33,87

    44,67

    54,67

    61,61

    y = 1,0062 x +

    3,056

    r = 0,995

    46,65

    Absorbansi kontrol negatif = 0,8851 (ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi

    metanol); 0,7816 (fraksi etil asetat)

  • 35

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Gambar 12. Kurva Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kasar, Fraksi n-heksan, Fraksi

    Etil Asetat dan Fraksi Metanol

    Gambar 13. Nilai IC50 dari vitamin C, ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil

    asetat dan fraksi metanol

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

    20 30 40 50 60

    % i

    nh

    ibis

    i

    Konsentrasi (g/mL)

    Ekstrak Kasar

    Fraksi n-heksan

    Fraksi Etil Asetat

    Fraksi Metanol

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    IC50

    48.24

    292.44

    20.43

    46.65

    17.52

    (g

    /mL

    )

    Ekstrak Kasar

    Fraksi n-heksan

    fraksi etil asetat

    fraksi metanol

    vitamin C

  • 36

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    4.1.5 Hasil Kandungan Fenolat Total

    Penentuan kandungan Fenolat total dilakukan dengan metode Folin-

    Ciocalteu. Untuk menentukan kandungan fenolat total digunakan asam galat

    sebagai standar.

    Tabel 6. Nilai Absorbansi Standar Asam Galat

    Sampel

    Konsentrasi

    (g/mL)

    (x)

    Rerata

    Absorbansi

    (y)

    Persamaan

    Regresi

    Asam Galat

    25

    50

    75

    100

    125

    150

    175

    200

    0,0415

    0,0737

    0,1122

    0,1448

    0,1710

    0,2080

    0,2346

    0,2644

    y = 0,001 x +

    0,012

    R2 = 0,998

    Gambar 14. Kurva Standar Asam Galat

    y = 0.001x + 0.012

    R = 0.998

    0

    0.05

    0.1

    0.15

    0.2

    0.25

    0.3

    0 50 100 150 200 250

    Ab

    sorb

    an

    si

    Konsentrasi (g/mL)

  • 37

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Nilai absorbansi dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan

    fraksi metanol diplotkan terhadap kurva standar asam galat dan dihitung

    kandungan senyawa fenolatnya. Kandungan fenolat total dalam tumbuhan

    dinyatakan dalam GAE (gallic acid equivalent) yaitu jumlah kesetaraan miligram

    asam galat dalam 1 gram sampel.

    Tabel 7. Kandungan fenolat total dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil

    asetat dan fraksi metanol

    Sampel

    Konsentrasi

    (g/mL)

    (x)

    Rerata

    Absorbansi

    (y)

    Kandungan Fenolat

    Total

    (mg GAE/g ekstrak)

    Ekstrak Kasar

    Fraksi n-Heksan

    Fraksi Etil Asetat

    Fraksi Metanol

    100

    100

    100

    100

    0,0528

    0,0206

    0,0700

    0,0508

    408

    86

    580

    388

    Gambar 15. Kandungan Fenolat Total ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil

    asetat dan fraksi metanol

    0

    100

    200

    300

    400

    500

    600

    Kandungan Fenolat Total

    408

    86

    580

    388

    (mg

    GA

    E/g

    ek

    stra

    k)

    Ekstrak Kasar

    fraksi n-heksan

    fraksi etil asetat

    fraksi metanol

  • 38

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    4.1.6 Hasil Kandungan Flavonoid Total

    Penentuan kandungan flavonoid total dilakukan dengan reagen AlCl3.

    Untuk menentukan kandungan flavonoid total digunakan rutin sebagai standar.

    Tabel 8. Nilai Absorbansi Standar Rutin

    Sampel

    Konsentrasi

    (g/mL)

    (x)

    Rerata

    Absorbansi

    (y)

    Persamaan

    Regresi

    Rutin

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

    0,0136

    0,0220

    0,0334

    0,0422

    0,0524

    0,0622

    0,0745

    0,0833

    0,0929

    0,1024

    y = 0,001 x +

    0,002

    R2 = 0,999

    Gambar 16. Kurva Standar Rutin

    y = 0.001x + 0.002

    R = 0.999

    0

    0.02

    0.04

    0.06

    0.08

    0.1

    0.12

    0 20 40 60 80 100 120

    Ab

    sorb

    an

    si

    Konsentrasi (g/mL)

  • 39

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Nilai absorbansi dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan

    fraksi metanol diplotkan terhadap kurva standar rutin dan dihitung kandungan

    flavonoid totalnya. Kandungan flavonoid total dalam tumbuhan dinyatakan dalam

    RE (rutin equivalent) yaitu jumlah kesetaraan miligram rutin dalam 1 gram

    sampel.

    Tabel 9. Kandungan Flavonoid Total dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil

    asetat dan fraksi metanol

    Sampel

    Konsentrasi

    (g/mL)

    (x)

    Rerata

    Absorbansi

    (y)

    Kandungan

    Flavonoid Total

    (mg RE/g

    ekstrak)

    Ekstrak Kasar

    Fraksi n-heksan

    Fraksi Etil asetat

    Fraksi Metanol

    100

    100

    100

    100

    0,0176

    0,0102

    0,0204

    0,0184

    156

    82

    184

    164

    Gambar 17. Kandungan Flavonoid Total ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil

    asetat dan fraksi metanol

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    140

    160

    180

    200

    Kandungan Flavonoid Total

    156

    82

    184

    164

    (mg

    RE

    /g e

    kst

    rak

    )

    Ekstrak Kasar

    Fraksi n-heksan

    Fraksi Etil Asetat

    Fraksi Metanol

  • 40

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    4.2 Pembahasan

    Ekstraksi buah parijoto dilakukan dengan metode maserasi menggunakan

    pelarut metanol tanpa pemanasan dengan tujuan agar senyawa-senyawa dapat

    terekstrak dengan baik dan tidak mengalami dekomposisi. Metanol dapat merusak

    dinding sel pada sampel sehingga senyawa yang bersifat polar ataupun non polar

    dapat terlarut dalam metanol. Selama proses maserasi terjasi proses difusi. Proses

    ini berlangsung hingga terjadi keseimbangan antara larutan yang ada di dalam sel

    dan di luar sel. Ketika keseimbangan tercapai maka proses difusi tidak lagi

    berlangsung (Khopkar, 2008).

    Hasil maserasi sampel diperoleh ekstrak 64,00 gram (4,60%). Kecilnya

    nilai rendemen yang dihasilkan kemungkinan karena sampel yang digunakan

    merupakan sampel segar. Selain itu beberapa faktor yang mempengaruhi ekstraksi

    yaitu metode ekstraksi yang digunakan, ukuran parti