uji aktivitas antioksidan sediaan teh celup …
TRANSCRIPT
1
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDIAAN TEH CELUP KOMBINASI
RIMPANG KAPULAGA (Amomum cardamomum) DAN AKAR ALANG-
ALANG (Imperata cylindrica) DENGAN METODE PEREDAMAN
RADIKAL DPPH
Freddy Hutama Ekaputra, Katrin, Rissyelly
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Saat ini telah banyak dikembangkan produk antioksidan, salah satunya produk teh herbal (herbal tea). Banyak
tanaman di Indonesia yang memiliki potensi akan antioksidan yang baik bagi tubuh, namun belum dimanfaatkan
secara luas oleh masyarakat Indonesia, salah satu diantaranya ialah kapulaga dan alang-alang. Penelitian ini
bertujuan untuk memperoleh aktivitas antioksidan sediaan teh dari kombinasi rimpang kapulaga dan akar alang-
alang yang telah distandarisasi, dengan menggunakan metode peredaman radikal DPPH. Berdasarkan penapisan
fitokimia yang telah dilakukan sebagai bagian dari standarisasi, diketahui bahwa rimpang kapulaga (Amomum
cardamomum Willd.) memiliki kandungan flavonoid dan saponin, sedangkan akar alang-alang (Imperata
cylindrica) mengandung flavonoid. Berdasarkan uji aktivitas antioksidan yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa nilai IC50 seduhan teh celup akar alang-alang (466,761 µg/mL) lebih baik dibandingkan IC50 seduhan teh
celup rimpang kapulaga (482,698 µg/mL). Teh celup kombinasi rimpang kapulaga dan akar alang-alang
memberikan aktivitas antioksidan terbaik pada perbandingan 3 : 7, dengan nilai IC50 sebesar 385,437 µg/mL.
Kata Kunci : Alang-alang; Amomum cardamomum; Antioksidan; DPPH; Imperata cylindrica;
Kapulaga.
Abstract
Today, many antioxidants product has been developed a lot, one of them is herbal tea. Many plants in Indonesia,
which have the potential of antioxidants that are good for the body, but have not been widely used by Indonesian
people, one of them is the cardamom and imperatae. This study was purposed to get a tea preparation from
cardamom rhizome and imperatae radix combination which was standardizated, by DPPH free radical
scavenging method. Based on screening which has been carried out as part of the standardization, it has been
shown that cardamom rhizome (Amomum cardamomum) tea preparation contain flavonoid and saponin, and
imperatae radix (Imperata cylindrica) tea only contain flavonoid. From the antioxidant assay, the IC50 of
imperatae rizhome water extract (466,761 µg/mL) was better than IC50 of cardamom rhizome water extract
(482,698 µg/mL). The tea preparation of cardamom rhizome and imperatae radix combination with the highest
antioxidant activity has found on 3:7, with IC50 385,437 µg/mL.
Keywords : Amomum cardamomum; Antioxidant; Cardamom; DPPH; Imperata cylindrical;
Imperatae.
Uji aktivitas..., Freddy Hutama Ekaputra, FF UI, 2013
2
1. Pendahuluan
Indonesia kaya akan berbagai keanekaragaman hayati yang berpotensi untuk
dikembangkan sebagai obat atau bahan baku obat. Kebanyakan masih belum dieksplorasi dan
sangat potensial untuk sumber obat. Sebanyak 77% dari hasil penelitian tumbuhan tersebut
lebih didasarkan dari penggunaannya secara tradisional (Cordell, 2000).
Senyawa kimia yang terkandung dalam suatu tanaman memegang peranan penting
dalam menunjang kegunaan tanaman tersebut, khususnya sebagai tanaman obat. Senyawa
kimia tersebut memiliki bermacam-macam kegunaan, salah satunya ialah sebagai penangkal
radikal bebas (Suradikusumah,1989).
Radikal adalah suatu molekul yang kehilangan elektron sehingga molekul tersebut
menjadi tidak stabil dan selalu berusaha mengambil elektron dari molekul atau sel lain.
Radikal bebas yang mengambil elektron dari sel tubuh manusia dapat menyebabkan
perubahan struktur DNA sehingga timbullah sel-sel mutan. Bila perubahan DNA ini terjadi
bertahun-tahun, maka dapat menjadi penyakit yang mematikan. Contoh penyakit yang sering
dihubungkan dengan radikal bebas adalah serangan jantung dan kanker (Elvina, 1997). Tubuh
manusia sebenarnya dapat menghasilkan antioksidan, tetapi jumlahnya seringkali tidak cukup
untuk menetralkan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh, untuk itu dibutuhkan
antioksidan dari luar untuk memperkuat tubuh.
Antioksidan merupakan senyawa yang mendonasikan satu atau lebih elektron kepada
senyawa oksidan, kemudian mengubah senyawa oksidan menjadi senyawa yang lebih stabil.
Beberapa antioksidan dapat dihasilkan dari produk alami seperti dari rempah, herbal, sayuran,
dan buah. Salah satu produk sediaan antioksidan yang berkembang saat ini ialah teh herbal
(herbal tea) yang cukup terkenal di kalangan masyarakat.
Saat ini penggunaan teh berkembang menjadi suatu produk sediaan yang biasa disebut
sebagai teh herbal. Pada umumnya, teh herbal lebih dikenal di masyarakat karena khasiat
antioksidan yang terkandung di dalamnya. Ironisnya, masih banyak tanaman di Indonesia
yang memiliki potensi akan antioksidan yang baik bagi tubuh, namun belum dimanfaatkan
secara luas oleh masyarakat Indonesia. Beberapa diantaranya ialah kapulaga dan alang-alang.
Tanaman kapulaga (Amomum cardamomum) diketahui masyarakat selama ini sebagai
bumbu masak dan campuran jamu. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kapulaga
memiliki khasiat sebagai antioksidan, terutama pada buah dan rimpangnya. Hal ini
dikarenakan di dalam buah kapulaga terkandung senyawa yang mampu menghilangkan,
membersihkan, dan menghambat pembentukan senyawa oksigen reaktif. Diketahui pula dari
Uji aktivitas..., Freddy Hutama Ekaputra, FF UI, 2013
3
penelitian terkini bahwa rimpang kapulaga mengandung saponin, flavonoid dan juga
polifenol, yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan dengan IC50 sebesar 3,86 mg/mL
melalui metode TBA (Ikawati, 2012).
Alang-alang (Imperata cylindrica) merupakan sejenis rumput berdaun tajam yang
termasuk ke dalam famili tumbuhan Gramineae atau Poaceae. Tumbuhan ini tumbuh liar
dimana saja tanpa dimanfaatkan dan lebih sering dianggap sebagai tanaman pengganggu.
Padahal, tanaman ini memiliki banyak khasiat. Akar, rimpang dan bunga alang-alang adalah
bagian yang bisa digunakan untuk pengobatan yang sudah terbukti di masyarakat, salah
satunya ialah sebagai antioksidan. Ada banyak kandungan kimia yang terdapat pada alang-
alang, salah satunya adalah senyawa flavonoid yang mempunyai peran sebagai antioksidan
(Pratt dan Hudson, 1990). Bahkan, telah dilakukan penelitian sebelumnya mengenai
kemampuan dari ekstrak campuran alang-alang dan tanaman lidah ular (dengan
perbandingan 50 : 50) dalam meredam radikal bebas asam linoleat dengan persen inhibisi
sebesar 65,96% (Nurmuhaimina et al., 2009).
Penelitian ini dilakukan dengan cara membuat suatu sediaan teh dari kombinasi
rimpang kapulaga dan akar alang-alang yang terstandarisasi dan dilakukan uji antioksidan
terhadap sediaan teh tersebut dengan metode peredaman radikal DPPH. Penelitian ini
bertujuan untuk memperoleh sediaan teh herbal kombinasi rimpang kapulaga dan akar alang-
alang dari bahan yang terstandarisasi dan memiliki aktivitas antioksidan, sehingga dapat
mempermudah masyarakat di Indonesia dalam memperoleh minuman berkhasiat antioksidan.
2. Tinjauan Teoritis
2.1 Antioksidan
Antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat secara signifikan mencegah atau
menunda proses oksidasi senyawa lain yang mudah teroksidasi walaupun dengan konsentrasi
rendah (Halliwell, 1995). Disebut antioksidan karena zat tersebut dapat melawan proses
oksidasi dari senyawa lain yang mudah terksidasi. Senyawa yang mudah teroksidasi tersebut
dapat berupa makanan maupun material biologis seperti karbohidrat, DNA, lemak, dan
protein (Wanasundara & Shahidi, 2005).
Aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh senyawa metabolit sekunder tanaman dapat
berfungsi sebagai penangkap radikal bebas yang dapat melindungi diri dari penyakit
aterosklerosis, hipertensi, oksidasi lipoprotein densitas rendah (LDL), dan beberapa penyakit
kanker lainnya (Akagawa, 2001).
Uji aktivitas..., Freddy Hutama Ekaputra, FF UI, 2013
4
Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan sel yang disebabkan
spesies oksigen reaktif (ROS), mampu menghambat terjadinya penyakit degeneratif, serta
mampu menghambat peroksidase lipid pada makanan (Kuncahyo, 2007). Selain itu, aplikasi
antioksidan secara topikal memiliki efek memperlambat penuaan kulit dan efek fotoprotektif
terhadap radiasi sinar ultraviolet, baik UV-A, maupun UV-B, yang dapat merusak kulit
(Dreher & Maibach, 2001).
2.3 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Peredaman Radikal DPPH
Senyawa yang digunakan sebagai model dalam mengukur daya penangkap radikal
bebas adalah DPPH (2,2-Difenil-1-pikrilhidrazil). Kemampuan suatu senyawa atau sampel uji
untuk menangkap radikal DPPH merupakan suatu indikasi bahwa senyawa atau sampel uji
tersebut beraktivitas sebagai antioksidan (Rohman et al., 2009).
Prinsip yang digunakan pada metode ini adalah reduksi larutan metanol radikal DPPH
yang berwarna akibat donasi proton oleh penghambat radikal (antioksidan) kepada radikal
DPPH. Dengan kata lain, adanya donor proton dari penghambat radikal (antioksidan)
menyebabkan radikal DPPH (berwarna ungu) menjadi senyawa non radikal DPPH yang
berwarna kuning pucat atau tidak berwarna dengan absorbansi yang berkurang dari
sebelumnya disebabkan karena adanya gugus pikril (Molyneux, 2004). Dengan demikian,
aktivitas penangkapan radikal dapat dihitung dari peluruhan radikal DPPH. Pada jangka
waktu tertentu DPPH yang tersisa tersebut diukur serapannya secara spektrofotometri pada
panjang gelombang optimum. DPPH radikal dapat memberikan serapan pada kisaran panjang
gelombang 515-520 nm (Bandoniene et al., 2002). Aktivitas antioksidan tersebut selanjutnya
dinyatakan sebagai Effective Concentration 50 (EC50) atau IC50 (Molyneux, 2004).
IC50 merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi sampel (µg/mL) yang
mampu menghambat proses oksidasi sebesar 50%, dimana semakin kecil nilai IC50 berarti
semakin tinggi aktivitas antioksidan. Secara spesifik suatu senyawa dikatakan sebagai
antioksidan sangat kuat jika memiliki nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat untuk IC50 50-100
ppm, sedang untuk IC50 bernilai 100-150 ppm, dan lemah pada IC50 151-200 ppm (Blois,
1958).
Uji aktivitas..., Freddy Hutama Ekaputra, FF UI, 2013
5
3. Metode Penelitian
3.1 Alat
Pada penelitian ini digunakan alat-alat sebagai berikut: rotary evaporator (Butchi),
oven, timbangan analitik (Acculab dan Sartorius BP 221), alat vortex (Health H-VM-300
Touch), penangas air (Lab-Line), oven (Jumo), alat spektrofotometer UV-Vis (Jasco V-530),
kuvet (Merck), blender, alat refluks, alat-alat gelas, dan kertas kantung teh.
3.2 Bahan
3.2.1 Bahan Uji
Rimpang kapulaga (Amomum cardamomum) dan akar alang-alang (Imperata
cylindrica) segar dikumpulkan dan dikeringkan langsung dari kebun Balai Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) Cimanggu, Bogor, Indonesia. Setelah dikumpulkan,
dilakukan determinasi tanaman di Herbarium Bogoriense, LIPI, Cibinong, Indonesia.
3.2.2 Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah metanol p.a (Merck);
aquadest; lempeng KLT (E. Merck 05554); Reagen AlCl3 10% sebagai penampak noda pada
KLT; aquadest; HCl P (Merck); asam asetat anhidrat; aseton; asam sulfat P; Mayer LP;
Dragendorff LP; Bouchardat LP; 2,2-Difenil-1-pikrilhidrazil (Sigma-Aldrich); dan kuersetin
(Sigma-Aldrich).
3.3. Cara Kerja
3.3.1 Penyiapan Serbuk Simplisia
Rimpang kapulaga segar dan alang-alang dikumpulkan dan dikeringkan di kebun
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro), Cimanggu, Indonesia, dengan
prosedur sebagai berikut : Rimpang kapulaga dan alang-alang yang diperoleh ditimbang,
selanjutnya dilakukan pencucian dengan air bersih, lalu dikeringkan pada suhu ruang (27oC)
selama lima hari. Kemudian, dilakukan proses pembuatan serbuk dari rimpang kapulaga dan
alang-alang kering dan dilakukan pengeringan menggunakan oven pada suhu 40o C selama
satu jam. Proses pembuatan serbuk dilakukan dengan menggunakan alat penggiling hingga
didapat serbuk berukuran 20 mesh. Serbuk yang telah diayak tersebut ditimbang.
Uji aktivitas..., Freddy Hutama Ekaputra, FF UI, 2013
6
3.3.2 Standarisasi Simplisia
Standarisasi simplisia terdiri dari dua bagian, yaitu standarisasi simplisia yang bersifat
non-spesifik dan spesifik. Standarisasi non-spesifik simplisia yang dilakukan pada rimpang
kapulaga dan akar alang-alang antara lain adalah menetapkan persentase kadar ekstrak total /
rendemen, penetapan kadar air, kadar abu total dan kadar abu tak larut dalam asam.
Sedangkan, untuk karakterisasi spesifik simplisia yang dilakukan adalah penetapan kadar sari
yang terlarut dalam air, kadar sari yang terlarut dalam etanol, pengujian organoleptis, pola
kromatogram, identifikasi golongan senyawa kimia, dan penetapan kadar flavonoid.
3.3.2.1 Kadar Air
Simplisia dikeringkan pada suhu 105oC selama satu jam dan ditimbang. Lanjutkan
pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-
turut tidak lebih dari 0,25% (Ditjen POM, 2000).
3.3.2.2 Kadar Abu Total
Sebanyak dua sampai tiga g simplisia ditimbang saksama, kemudian dimasukkan ke
dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara, lalu diratakan. Krus yang
berisi ekstrak dipijar perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, lalu dilakukan proses
penimbangan. Jika arang tidak dapat dihilangkan, maka dapat ditambahkan air panas, lalu
disaring melalui kertas saring bebas abu. Sisa dan kertas saring dipijar dalam krus yang sama.
Kemudian, filtrat dimasukkan ke dalam krus, lalu diuapkan dan dipijar hingga bobot tetap,
lalu ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen
POM, 2000).
3.3.2.3 Kadar Abu yang Tak Larut dalam Asam
Abu yang diperoleh pada Penetapan Kadar Abu, dididihkan dengan 25 mL asam
klorida encer P selama 5 menit. Lalu, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan dan
disaring melalui kaca masir atau kertas saring bebas abu. Kemudian, dicuci dengan air panas,
dilakukan pemijaran hingga bobot tetap, dan ditimbang. Kadar abu yang tak larut dalam asam
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM, 2000).
3.3.2.4 Uji Kadar Sari yang Terlarut dalam Pelarut Air
Sejumlah 5,0 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL air
kloroform LP menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam
pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Lalu disaring dan 20 mL filtrat yang didapat
diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Residu
dipanaskan pada suhu 105o C hingga bobot tetap. Kadar dihitung dalam persen senyawa yang
larut dalam air, dihitung terhadap ekstrak awal (Ditjen POM, 2000).
Uji aktivitas..., Freddy Hutama Ekaputra, FF UI, 2013
7
3.3.2.5 Uji Kadar Sari yang Terlarut dalam Pelarut Etanol
Sejumlah 5,0 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml etanol
(95%) menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan
kemudian dibiarkan selama 18 jam. Proses penyaringan dilakukan dengan cepat untuk
menghindari adanya penguapan etanol, kemudian 20 mL filtrat diuapkan hingga kering dalam
cawan dangkal berdasarkan rata yang telah ditara. Residu dipanaskan pada suhu 105oC hingga
bobot tetap. Kadar dihitung dalam persen senyawa yang larut dalam etanol (95%), dihitung
terhadap ekstrak awal (Ditjen POM, 2000).
3.3.2.6 Uji Kandungan Flavonoid secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pola kromatogram secara KLT pada
seduhan teh celup rimpang kapulaga dan akar alang-alang yang dibuat menjadi ekstrak kental.
Umumnya dibuat kromatogram pada lempeng silika gel dengan berbagai jenis fase gerak
sesuai dengan golongan kandungan kimia sebagai sasaran analisis. Evaluasi dapat dilakukan
dengan dokumentasi foto hasil pewarnaan lempeng kromatografi dengan pereaksi yang sesuai
(Ditjen POM, 2000).
3.3.3 Identifikasi Golongan Senyawa Kimia
3.3.3.1 Identifikasi Alkaloid
Ekstrak seduhan teh celup 10 mg dilarutkan dengan 10 mL campuran air suling dan
HCl 2 N (9:1), dipanaskan selama 2 menit. Selanjutnya disaring dan 1 mL filtrat digunakan
sebagai larutan percobaan yang selanjutnya dilakukan sebagai berikut :
a. Ditambahkan 2 tetes Bouchardat LP. Hasil positif dengan terbentuk endapan coklat
sampai hitam.
b. Ditambahkan 2 tetes Mayer LP. Hasil positif dengan terbentuk endapan menggumpal
berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol.
c. Ditambahkan 2 tetes Dragendorf LP. Hasil positif terbentuk endapan jingga coklat
(Departemen Kesehatan RI, 1995).
3.3.3.2 Identifikasi Flavonoid
Sebanyak 10 mg ekstrak seduhan teh celup ditambahkan 4 mL etanol 95% hingga
ekstrak larut.
a. 2 mL larutan uji ditambahkan 0,5 g serbuk seng, kemudian ditambahkan 2 mL HCl 2N,
didiamkan 1 menit. Kemudian ditambahkan 10 tetes HCl pekat P. Dikocok perlahan,
kemudian didiamkan 2-5 menit. Terbentuk warna merah intensif (positif flavonoid).
Uji aktivitas..., Freddy Hutama Ekaputra, FF UI, 2013
8
b. 2 mL larutan uji ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium. Kemudian ditambahkan 10 tetes
HCl pekat P. Dikocok perlahan. Terbentuk warna merah jingga hingga merah ungu
(positif flavonoid) atau kuning jingga (flavon, kalkon, auron).
Ekstrak ditambahkan aseton, dilarutkan. Kemudian ditambahkan sedikit serbuk halus asam
borat dan asam oksalat, dipanaskan hati-hati dan hindari pemanasan berlebihan. Kemudian
ditambahkan 10 mL eter. Diamati dengan sinar ultraviolet 366 nm. Larutan akan
berfluoresensi kuning intensif (positif flavonoid) (Departemen Kesehatan RI, 1995).
3.3.3.3 Identifikasi Sterol/Terpen
Sebanyak 10 mg ekstrak digunakan untuk reaksi Liebermann-Bouchard. Sebanyak 5
mL larutan eter diuapkan di dalam cawan penguap, kemudian ke dalam residu ditambahkan 2
tetes asam asetat anhidrat, kemudian tambahkan lagi 1 tetes asam sulfat pekat. Filtrat
mengandung sterol/ terpen apabila terbentuk warna merah-hijau-violet-biru (Departemen
Kesehatan RI, 1995).
3.3.3.4 Identifikasi Tanin
Sebanyak 10 mg ekstrak seduhan teh celup ditambahkan 15 mL air panas, kemudian
panaskan hingga mendidih selama 5 menit. Disaring dan diambil filtratnya.
a. Ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1 % menghasilkan warna hijau violet.
b. Ditambahkan beberapa tetes gelatin membentuk endapan putih.
c. Dijenuhkan dengan Na asetat + FeCl3 1% menghasilkan warna biru tinta atau hitam,
menunjukkan adanya tanin galat (Departemen Kesehatan RI, 1995).
3.3.3.5 Identifikasi Saponin
Sebanyak 10 mg ekstrak ditambahkan 10 mL air panas, didinginkan dan kemudian
dikocok kuat-kuat selama 10 detik, kemudian didiamkan selama kurang lebih 10 menit.
Terbentuk buih yang mantap setinggi 1 hingga 10 cm. Pada penambahan 1 tetes HCl 2N buih
tidak hilang (Departemen Kesehatan RI, 1995).
3.3.3.6 Identifikasi Glikosida
Sebanyak 10 mg ekstrak ditambahkan 20 mL etanol 70%, kemudian ditambahkan 25 mL air
dan 25 mL timbal (II) asetat 0,4M, dikocok, didiamkan selama 5 menit dan saring. Filtrat
disari tiga kali, tiap kali dengan 20 mL campuran (3:1) kloroform P dan isopropanol.
Kumpulan sari ditambahkan natrium sulfat anhidrat, disaring dan diuapkan pada suhu tidak
lebih dari 50oC. Sisa dilarutkan dengan 2 mL metanol.
Uji aktivitas..., Freddy Hutama Ekaputra, FF UI, 2013
9
a. Larutan percobaan sebanyak 1 mL diuapkan hingga kering, sisanya ditambahkan 20 tetes
asam asetat anhidrat P dan 1 tetes asam sulfat P. Hasil positif terbentuknya warna biru /
hijau.
b. Larutan percobaan sebanyak 1 mL diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dengan 2
mL air dan 5 tetes Mollisch LP. Kemudian ditambahkan dengan hati-hati 2 mL asam
sulfat P. Hasil positif terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas cairan (Reaksi
Molisch) (Departemen Kesehatan RI, 1995).
3.3.3.7 Identifikasi Kuinon dan Antrakuinon
Sebanyak 10 mg ekstrak kental ditambahkan 10 mL air panas. Kemudian dipanaskan
hingga mendidih selama 5 menit. Filtrat disaring. Kedalam 5 mL filtrat ditambahkan beberapa
tetes larutan NaOH 1N, terbentuk warna merah (positif kuinon).
Sebanyak 10 mg ekstrak dilarutkan dengan 5 mL H2SO4 2N, dipanaskan sebentar
kemudian didinginkan. Ditambahkan 10 mL benzen P, dikocok, didiamkan. Lapisan benzena
dipisahkan, disaring, filtrat berwarna kuning menunjukkan adanya antrakuinon. Lapisan
benzena dikocok dengan 1 mL sampai 2 mL NaOH 2N, didiamkan, lapisan air berwarna
merah intensif dan lapisan benzena tidak berwarna (Departemen Kesehatan RI, 1995).
3.3.4 Penetapan Kadar Flavonoid
Prosedur penetapan kadar flavonoid menggunakan metode Chang dengan
menggunakan pembanding kuersetin. Kurva kalibrasi yang dibuat dibandingkan dengan
pembanding kuersetin. Cara membuat larutan baku kuersetin, yaitu sebanyak 10,0 mg
standard kuersetin ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu takar 10,0 mL, sehingga didapat
larutan induk kuersetin dengan konsentrasi 1000 ppm. Larutan kemudian ditambahkan 10,0
mL metanol hingga garis batas labu ukur. Lalu, larutan induk dipipet dan dibuat pengenceran
yang berbeda sehingga didapat variasi konsentrasi. Larutan yang telah diencerkan masing-
masing dipipet sebanyak 0,5 mL dan dilarutkan dalam 1,5 mL metanol pada tabung reaksi,
lalu ditambahkan pereaksi yang terdiri dari 0,1 mL AlCl3 10% (b/v), 0,1 mL Na-asetat 1M
dan 2,8 mL aquadest. Larutan dicampur homogen dan didiamkan dalam inkubator pada suhu
27o C selama 30 menit. Setelah diinkubasi, dilakukan pengukuran menggunakan alat
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. Setelah dilakukan
pengukuran pada semua konsentrasi pengenceran, lalu kurva kalibrasi standard kuersetin
dibuat untuk digunakan nantinya dalam perhitungan kadar flavonoid sampel uji.
Uji aktivitas..., Freddy Hutama Ekaputra, FF UI, 2013
10
Untuk membuat larutan sampel, sebanyak 1,0 g sampel ditimbang. Lalu, dilakukan
hidrolisis menggunakan HCl 4N sebanyak 40 mL. Selanjutnya, ekstrak dipartisi dengan 15
mL etil asetat sebanyak 3 kali dan fraksi etil asetat dikumpulkan dan dipekatkan di atas
penangas air. Hasil ekstrak etil asetat dimasukkan ke dalam labu bersumbat 25,0 mL, lalu
dilarutkan dalam metanol dan ditambahkan hingga garis batas. Larutan tersebut kemudian
diambil sebanyak 0,5 mL, lalu dilarutkan dalam 1,5 mL metanol pada tabung reaksi dan
ditambahkan pereaksi AlCl3 10% (b/v) sebanyak 0,1 mL, Na-asetat 1M sebanyak 0,1 mL dan
2,8 mL aquadest. Larutan dicampur homogen dan didiamkan selama 30 menit. Lalu,
dilakukan pengukuran pada panjang gelombang maksimum yang didapatkan oleh standard
kuersetin. Hasil serapan yang terbaca dicatat (Chang, et al. 2002).
3.3.5 Penyiapan Seduhan Teh Celup Kombinasi Rimpang Kapulaga dan Akar Alang-alang
Berat satu kantung teh celup yang dibuat adalah tiga gram. Berat ini disesuaikan pada
berat maksimal pada isi kantung teh celup yang ada di masyarakat. Perbandingan teh celup
kombinasi rimpang kapulaga dan alang-alang yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat
dalam tabel berikut :
Dari masing-masing perbandingan diatas, dilakukan uji organoleptis dan uji aktivitas
antioksidan dengan metode DPPH.
3.3.6 Pengujian Organoleptik
Pengujian organoleptik dilakukan dalam berbagai perbandingan komposisi simplisia
dan dimasukkan ke dalam kantung teh. Lalu, dilakukan proses pencelupan kantung teh ke
dalam air panas bersuhu 75o – 80
o C selama 5 menit sambil diaduk. Larutan uji ini kemudian
dilakukan uji organoleptik.
Perbandingan
(Kapulaga : Alang-alang)
Berat Rimpang Kapulaga
(g)
Berat Alang-alang
(g)
1 10 : 0 3,0 -
2 7 : 3 2,1 0,9
3 5 : 5 1,5 1,5
4 3 : 7 0,9 2,1
5 0 : 10 - 3,0
Uji aktivitas..., Freddy Hutama Ekaputra, FF UI, 2013
11
3.3.7 Uji Pendahuluan Aktivitas Antioksidan secara Kualitatif
Sebelum melakukan uji aktivitas antioksidan dengan metode peredaman radikal DPPH
secara kuantitatif, perlu dilakukan uji aktivitas antioksidan secara kualitatif, baik untuk
ekstrak, maupun untuk fraksi. Pertama, masing-masing ekstrak dilarutkan dalam metanol
dengan konsentrasi 1000 mg/mL. Sebanyak 5 µL dari masing-masing ekstrak ditotolkan pada
kertas penampak bercak. Selanjutnya lempeng yang telah ditotolkan disemprot dengan larutan
DPPH dalam metanol dengan konsentrasi 80 µg/mL. Lempeng dibiarkan beberapa menit,
kemudian amati bercak yang timbul pada lempeng. Bercak berwarna kuning atau putih
dengan latar belakang ungu menunjukkan adanya komponen aktif yang menghambat radikal
bebas DPPH (Sarker et al., 2006).
3.3.8 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode Peredaman Radikal DPPH
3.3.8.1 Optimasi Panjang Gelombang DPPH
Larutan DPPH yang akan digunakan dibuat dengan cara menimbang seksama lebih
kurang 5 mg serbuk DPPH kemudian dilarutkan dengan metanol p.a dalam labu ukur 50 mL
dan dicukupkan dengan metanol p.a hingga tanda batas sehingga didapat larutan DPPH 100
µg/mL. Larutan ini ditentukan spektrum serapannya menggunakan spektrofotometer UV-vis
pada panjang gelombang 450 nm hingga 550 nm dan ditentukan panjang gelombang
optimumnya.
3.3.8.2 Pembuatan Larutan DPPH
Sejumlah 5 mg DPPH (BM=394,32) ditimbang dan kemudian dilarutkan dalam 50
mL metanol p.a, lalu disimpan dalam botol gelap. Untuk setiap pengujian, larutan DPPH
harus dibuat baru.
3.3.8.3 Pembuatan Larutan Blanko
Pembuatan larutan blanko dilakukan dengan cara memipet 1 mL larutan DPPH 100
µg/mL kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 3 mL metanol p.a
lalu dikocok sampai homogen, dan diinkubasi pada suhu 37˚C selama 30 menit (Sarker et al.,
2006).
3.3.8.4 Penyiapan Larutan Kuersetin Sebagai Pembanding
Larutan induk kuersetin dengan konsentrasi 1000 µg/mL dibuat dengan menimbang
10 mg kuersetin dan melarutkannya dalam 10 mL metanol p.a, kemudian dikocok hingga
homogen. Kemudian pengenceran larutan kuersetin juga dilakukan sehingga didapat larutan
dengan konsentrasi 1; 2; 3; 4; 5; dan 6 µg/mL. Pengenceran dilakukan dengan cara memipet
5; 10; 15; 20; 25; dan 30 µL larutan induk kuersetin ke dalam 6 labu ukur 5 mL, lalu
Uji aktivitas..., Freddy Hutama Ekaputra, FF UI, 2013
12
dicukupkan volumenya hingga batas. Pada masing-masing labu ukur kemudian dipipet 1 mL
ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1 mL DPPH 100 µg/mL dan dikocok hingga
homogen. Setelah itu, ditambahkan lagi 2 mL metanol p.a, dikocok kembali hingga homogen,
lalu diinkubasi pada suhu kamar (±27˚C) selama 30 menit. Serapan dari larutan tersebut
diukur pada panjang gelombang 517 nm.
3.3.8.5 Penyiapan Larutan Uji
Larutan induk bahan uji dengan konsentrasi 5000 µg/mL dibuat dengan menimbang
250 mg ekstrak dan melarutkannya dalam 50 mL metanol p.a, kemudian dikocok dan
dilarutkan hingga homogen. Kemudian pengenceran larutan uji juga dilakukan sehingga
didapat larutan dengan konsentrasi 1000; 1200; 1400; 1600; 1800; dan 2000 µg/mL.
Pengenceran dilakukan dengan cara memipet 2 dan 4 mL larutan induk bahan uji ke dalam
labu ukur 10 mL. Pada masing-masing labu ukur ditambah dengan metanol p.a hingga batas.
Kemudian, larutan induk bahan uji dipipet kembali sebanyak 6; 7; 8; dan 9 mL ke dalam labu
ukur 25 mL. Pada masing-masing labu ukur ditambah dengan metanol p.a hingga batas.
Dari total 6 konsentrasi yang telah dibuat, masing-masing dipipet 1 mL ke dalam
tabung reaksi, lalu ditambahkan 1 mL DPPH 100 µg/mL. Setelah itu, ditambahkan lagi 2 mL
metanol p.a, dikocok hingga homogen, lalu diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit.
Serapan dari larutan tersebut lalu diukur pada panjang gelombang 517 nm.
3.3.8.6 Perhitungan
Persentase inhibisi terhadap radikal DPPH dari masing-masing konsentrasi larutan
sampel dapat dihitung dengan rumus:
Setelah didapatkan persentase inhibisi dari masing-masing perbandingan konsentrasi,
dilanjutkan dengan perhitungan secara regresi linier menggunakan persamaan y =A+Bx,
dimana x adalah konsentrasi bahan uji (µg/mL) dan y adalah persentase inhibisi rata-rata (%).
Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan Inhibition Concentration 50% atau IC50, yaitu
konsentrasi bahan uji yang diperlukan untuk menangkap 50% radikal DPPH selama 30 menit
(operating time) atau jeda waktu yang dibutuhkan oleh bahan uji untuk mereduksi radikal
DPPH dengan sempurna. Setelah 30 menit akan didapatkan absorbansi yang konstan (Hertiani
et al., 2011).
(3.1)
Uji aktivitas..., Freddy Hutama Ekaputra, FF UI, 2013
13
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Penyiapan Serbuk Simplisia
Dari sebanyak 2,51 kg simplisia rimpang kapulaga sebelum dikeringkan, diperoleh
1,02 kg serbuk kering rimpang kapulaga. Sedangkan untuk akar alang-alang, dari sebanyak
2,57 kg simplisia sebelum dikeringkan, diperoleh 1,17 kg serbuk kering akar alang-alang.
4.2 Standarisasi Simplisia
Standarisasi simplisia terdiri dari dua bagian, yaitu standarisasi simplisia yang bersifat
non-spesifik dan spesifik. Standarisasi non-spesifik simplisia yang dilakukan pada rimpang
kapulaga dan akar alang-alang antara lain adalah penetapan kadar ekstrak total / rendemen,
penetapan kadar air, kadar abu total dan kadar abu tak larut dalam asam. Sedangkan, untuk
standarisasi spesifik simplisia yang dilakukan adalah penetapan kadar sari yang terlarut dalam
air, kadar sari yang terlarut dalam etanol, pengujian organoleptis, pola kromatogram,
identifikasi golongan senyawa kimia pada ekstrak uji, dan penetapan kadar flavonoid.
4.2.1 Standarisasi Non Spesifik Simplisia
4.2.1.1 Kadar Ekstrak Total / Rendemen
Tujuan penetapan kadar ekstrak total / rendemen adalah untuk memberi batasan
minimal pada rentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pembuatan larutan uji teh
celup rimpang kapulaga dan akar alang-alang setelah diuapkan terhadap serbuk simplisia
sebelum diuapkan. Hasil kadar ekstrak total / rendemen dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Bobot Ekstrak Kental dan Nilai % Rendemen
No.
Perbandingan
Rimpang Kapulaga :
Alang-Alang
Bobot simplisia
yang diekstraksi
(g)
Bobot
ekstrak
kental (g)
Rendemen
(%)
1. 10 : 0 3,01 0,2994 9,94
2. 7 : 3 3,09 0,3179 10,29
3. 5 : 5 3,02 0,2437 8,07
4. 3 : 7 3,01 0,2236 7,43
5. 0 : 10 3,05 0,2467 8,09
Uji aktivitas..., Freddy Hutama Ekaputra, FF UI, 2013
14
4.2.1.2 Kadar Air
Penetapan kadar air adalah pengukuran kandungan air pada simplisia yang telah
dikeringkan dan diserbukkan. Tujuannya adalah memberikan batasan minimal rentang
besarnya kandungan air di dalam serbuk simplisia tersebut. Persentase kadar air rimpang
kapulaga dan alang-alang yang digunakan pada penelitian ini berturut-turut adalah 9,68 % dan
9,32 %.
4.2.1.3 Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral total yang
terkandung didalam simplisia. Persentase kadar abu total rimpang kapulaga dan alang-alang
yang digunakan pada penelitian ini berturut-turut adalah 10,99 % dan 5,54 %.
4.2.1.4 Kadar Abu Tak Larut dalam Asam
Persentase kadar abu tak larut dalam asam rimpang kapulaga dan alang-alang yang
digunakan pada penelitian ini berturut-turut adalah 2,51 % dan 2,49 %.
4.2.2 Standarisasi Spesifik Simplisia
4.2.2.1 Kadar Sari yang Terlarut dalam Air
Penetapan kadar sari yang larut dalam air dilakukan dengan tujuan untuk menentukan
jumlah senyawa yang dapat larut dalam air. Persentase kadar air rimpang kapulaga dan alang-
alang yang digunakan pada penelitian ini berturut-turut adalah 64,03 % dan 35,13 %.
4.2.2.2 Kadar Sari yang Terlarut dalam Etanol
Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol dilakukan dengan tujuan untuk
menentukan jumlah senyawa yang dapat larut dalam etanol. Persentase kadar air rimpang
kapulaga dan alang-alang yang digunakan pada penelitian ini berturut-turut adalah 45,30 %
dan 41,24 %.
4.2.2.3 Pengujian Organoleptis
Hasil pengujian organoleptik dilakukan pada masing-masing simplisia dan juga pada
berbagai perbandingan komposisi simplisia yang dimasukkan ke dalam kantung teh. Lalu,
dilakukan proses pencelupan kantung teh ke dalam air panas bersuhu 75o – 80
o C selama 5
menit sambil diaduk. Larutan uji ini kemudian dilakukan uji organoleptik. Pemeriksaan ini
ditujukan untuk memberikan identitas objektif dan untuk pengenalan awal larutan dari sediaan
yang dibuat secara sederhana.
4.2.2.4 Uji Kandungan Flavonoid Secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Pengujian pola kromatogram dilakukan pada ekstrak seduhan teh celup rimpang
kapulaga dan akar alang-alang yang telah dikentalkan diatas penangas air, dan dilarutkan
Uji aktivitas..., Freddy Hutama Ekaputra, FF UI, 2013
15
kembali dalam air untuk melarutkan ekstrak kental yang akan ditotolkan pada lempeng KLT
untuk uji pola kromatogram. Eluen yang digunakan adalah larutan kloroform : metanol (9 : 1).
Hasil elusi kemudian disemprot dengan pereaksi semprot yang spesifik untuk flavonoid, yaitu
AlCl3 10%. Hasil positif adanya flavonoid pada hasil elusi ditunjukkan dengan adanya bercak
berwarna kuning terang pada panjang gelombang 366 nm di bawah sinar tampak. Munculnya
warna ini disebabkan karena terbentuknya senyawa kompleks tahan asam antara gugus
hidroksi yakni 5-hidroksi-flavonoid dan keton yang bertetangga, serta membentuk kompleks
yang tidak tahan asam dengan gugus ortodihidroksi. Berdasarkan hasil yang didapat, nilai Rf
standard kuersetin adalah 0,422. Sedangkan nilai Rf untuk seduhan teh celup rimpang
kapulaga dan akar alang-alang berturut-turut adalah 0,178 dan 0,159.
4.2.3 Identifikasi Golongan Senyawa
Identifikasi kandungan golongan senyawa dilakukan untuk mengidentifikasi
keberadaan senyawa berdasarkan golongannya sebagai informasi awal kandungan senyawa
yang terdapat pada masing-masing ekstrak uji. Identifikasi dilakukan menggunakan kontrol
positif berupa simplisia yang telah diketahui memiliki kandungan golongan senyawa yang
diuji. Kontrol positif tersebut antara lain kulit batang Kina untuk kontrol positif golongan
senyawa alkaloid, Rhei Radix untuk golongan senyawa antrakuinon, Cinnamomi cortex untuk
golongan senyawa flavonoid, Nerii Folium untuk golongan senyawa glikosida, daun teh
untuk golongan senyawa tanin, dan daun Mangkokan untuk golongan senyawa saponin. Hasil
identifikasi golongan senyawa dari rimpang Amomum cardamomum dan akar Imperata
cylindrica dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Identifikasi Golongan Senyawa Rimpang Kapulaga dan Akar Alang-Alang
Rimpang Kapulaga Akar Alang-Alang
Alkaloida - -
Tanin - -
Saponin + -
Glikosida - -
Glikosida Antrakuinon - -
Kuinon - -
Flavonoida + +
Sterol - -
Uji aktivitas..., Freddy Hutama Ekaputra, FF UI, 2013
16
4.2.4 Penetapan Kadar Flavonoid
Penetapan kadar flavonoid juga dilakukan untuk mengetahui besarnya kandungan
flavonoid pada ekstrak uji yang digunakan. Penetapan ini dilakukan juga untuk
membandingkan pengaruh besarnya kadar flavonoid pada ekstrak dengan kemampuan
aktivitas antioksidan dari ekstrak itu sendiri. Pada penetapan kadar flavonoid ini, dilakukan
berdasarkan metode Chang karena prosedur kerjanya lebih sederhana, cepat dan ekonomis,
serta diketahui lebih spesifik untuk flavonoida golongan flavon dan flavonol.
Dari penelitian yang telah dilakukan, didapat persamaan regresi linier standard
kuersetin adalah y = 0,0040x + 0,1680, dengan nilai r adalah 0,9874 pada panjang gelombang
maksimum 415 nm. Persamaan regresi linier yang didapat kemudian digunakan untuk
menghitung kadar flavonoid yang terdapat pada ekstrak air rimpang kapulaga dan akar alang-
alang. Berdasarkan hasil perhitungan, kadar flavonoid ekstrak seduhan teh celup rimpang
kapulaga adalah 0,62 % dan kadar flavonoid ekstrak seduhan teh celup akar alang-alang
adalah 1,26 %.
Berdasarkan uji-uji parameter yang telah dilakukan, dapat dipastikan bahwa simplisia
rimpang kapulaga dan akar alang-alang memenuhi persyaratan standarisasi, sehingga dapat
dilakukan uji aktivitas antioksidan.
4.3 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak dilakukan secara kualitatif terlebih dahulu.
Karena hasil yang diperoleh positif, maka pengujian dilanjutkan secara kuantitaif dengan
menggunakan metode DPPH. Berdasarkan pada penelitian terdahulu metode ini paling umum
digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan sampel secara in vitro dan juga merupakan
metode yang sederhana, cepat serta bahan kimia dan sampel yang digunakan hanya sedikit.
Pengukuran dilakukan secara spektrofotometer UV-Vis. Penentuan panjang gelombang
DPPH dilakukan pada 517 nm dan selanjutnya pengukuran dengan metode peredaman radikal
DPPH dilakukan pada panjang gelombang tersebut.
Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak menunjukkan bahwa ekstrak air rimpang
kapulaga dan akar alang-alang dengan berbagai perbandingan konsentrasi (10:0; 7:3; 5:5; 3:7;
dan 0:10) memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 berturut-turut yakni 482,698;
474,424; 416,136; 385,437; dan 466,761 µg/mL. Kuersetin yang digunakan sebagai
pembanding memiliki IC50 1,152 µg/mL.
Uji aktivitas..., Freddy Hutama Ekaputra, FF UI, 2013
17
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa sediaan teh celup
kombinasi yang dibuat memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan dengan
sediaan teh celup tunggal, baik rimpang kapulaga maupun akar alang-alang.
5. Kesimpulan
a. Nilai IC50 seduhan teh celup akar alang-alang (466,761 µg/mL) lebih baik
dibandingkan IC50 seduhan teh celup rimpang kapulaga (482,698 µg/mL). Teh celup
kombinasi rimpang kapulaga dan akar alang-alang dengan aktivitas antioksidan
terbaik didapatkan pada perbandingan 3 : 7, dengan nilai IC50 sebesar 385,437 µg/mL.
b. Seduhan teh celup rimpang kapulaga (Amomum cardamomum) memiliki kandungan
flavonoid dan saponin. Sedangkan seduhan teh celup akar alang-alang (Imperata
cylindrica) hanya mengandung flavonoid.
c. Kadar flavonoid ekstrak seduhan teh celup rimpang kapulaga (Amomum
cardamomum) adalah 0,62 %. Sedangkan kadar flavonoid ekstrak seduhan teh celup
akar alang-alang (Imperata cylindrica) adalah 1,26 %.
6. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan senyawa-senyawa murni
dari ekstrak seduhan teh celup rimpang kapulaga dan akar alang-alang dan diuji aktivitas
antioksidannya dari senyawa isolat. Percobaan formulasi sediaan dan uji kesukaan pada
seduhan teh celup ini juga mungkin perlu dilakukan.
7. Kepustakaan
Akagawa, M. (2001). Amine Oxidase Lie Activity of Flavonoid. Jurnal Biochemistry, 268:
1953 – 163.
Blois, MS. (1958). Antioxidant Determinations By The Use Of A Stable Free Radical. Nature
181: 1199- 1200.
Cordell, GA. (2000). Biodiversity and Drug Discovery a Symbiotic Relationship.
Phytochemistry 5.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Uji aktivitas..., Freddy Hutama Ekaputra, FF UI, 2013
18
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Materia Medika Indonesia Jilid VI.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Ditjen POM. (2000). Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal 13-36.
DitJen POM Depkes RI, (1979). Materia Medika Indonesia, Jilid III, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta, 16-18.
Dreher, F. dan Maibach, H. (2001). Protective Effects of Topical Antioxidants in Humans.
Curr Probl Dermatol 29:157-164.
Elvina, K. (1997). Antioksidan, Resep Sehat dan Umur Panjang.
http://www.indomedia.com/intisari/1997/juni/antioks.htm. [10 Februari 2013, pukul
13.07].
Halliwell, B. (1997). Antioxidants and human disease: a general introduction. Nutr Rev, 55,
S44–9.
Hertiani, T., Nihlati A., I., dan Rohman, A. (2008). Daya Antioksidan Ekstrak Etanol
Rimpang Temu Kunci [Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlecth] dengan Metode
Penangkapan Radikal DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Majalah Obat Tradisional,
Vol.13, No. 45.
Ikawati, M. (2012). Etnobotani Rimpang Kapulaga (Amomum Cardamomum Willd.) Yang
Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Di Desa Kaliwuluh Kecamatan Bawang Kabupaten
Banjarnegara. Purwokerto : Universitas Soedirman.
Kuncahyo, S.I. (2007). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Belimbing Wuluh terhadap 1,1-
Diphenyl-2-Picrylhidrazyl. Yogyakarta: Teknologi Farmasi, Teknik Universitas Setia
Budi.
Miller, S. (1962). Introduction to Foods and Nutrition. USA : John Wiley & Sons, Inc. Hal
367 – 368.
Molyneux, P. (2004). The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for
esstimating antioxidant activity. Songklanarin J. Sci. Technol, 26 (2), 211-219.
Rohman, A., Riyanto,S., Dahliyanti, R., dan Pratomo, D.B. (2009). Penangkapan Radikal 22-
Difenil-1-Pikril Hidrazil oleh Ekstrak Buah Psidium guajava L. dan Averrhoa
carambola L. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 7 (1), 1-5.
Sarker, S.D., Latif, Z., dan Gray, A.I. (eds.). (2006). Natural Product Isolation Ed. Ke-2. New
Jersey: Humana Press.
Sinaga, Ernawati. (2002). Amomum cardamomum Willd. Jakarta : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tumbuhan Obat UNAS.
Uji aktivitas..., Freddy Hutama Ekaputra, FF UI, 2013
19
Suradikusumah, E. (1989). Kimia Tumbuhan. Bogor : PAU-Institut Pertanian Bogor.
Wanasundara, P.K.J.P.D. dan Shahidi, F. (2005). Chapter 11. Antioxidant: Regulatory Status.
In F. Shahidi (Ed). Bailey's Industrial Oil and fat Products (Ed. ke-6, vol. 6, pp. 431-
474). New York: Wiley Interscience.
Uji aktivitas..., Freddy Hutama Ekaputra, FF UI, 2013