uin syarif hidayatullah jakarta -...
TRANSCRIPT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS FRAKSI AKTIF EKSTRAK KULIT BATANG
Garcinia dioica Blume TERHADAP ENZIM Malate: Quinone
Oxidoreductase DARI Plasmodium falciparum (PfMQO)
SKRIPSI
MUZI LATUNIL ISMA
NIM : 1113102000047
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
DESEMBER / 2017
ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS FRAKSI AKTIF EKSTRAK KULIT BATANG
Garcinia dioica Blume TERHADAP ENZIM Malate: Quinone
Oxidoreductase DARI Plasmodium falciparum (PfMQO)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Farmasi
MUZI LATUNIL ISMA
NIM : 1113102000047
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
DESEMBER / 2017
iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
NAMA : Muzi Latunil Isma
NIM : 1113102000047
TANDA TANGAN :
TANGGAL : Desember 2017
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Muzi Latunil Isma
Program Studi : Farmasi
Judul : Uji Aktivitas Fraksi Aktif Ekstrak Kulit Batang Garcinia
dioica Blume Terhadap Enzim Malate: Quinone
Oxidoreductase dari Plasmodium Falciparum (PfMQO)
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa yang disebut
dengan Plasmodium. Kasus malaria ini masih menjadi masalah global dan masih
menghadapi banyak tantangan. Penggunaan obat-obat malaria telah dilaporkan
banyak mengalami kegagalan terhadap protozoa plasmodium akibat resistensi.
Resistensi parasit terhadap obat malaria merupakan kasus malaria yang berujung
kematian dan perlu segera ditekan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan
pemurnian fraksi aktif ekstrak kulit batang tanaman Garcinia dioica Blume yang
menghambat aktivitas enzim Plasmodium falciparum Malate Quinone
Oksidoreductase (PfMQO). Kulit batang asam kandis mengandung senyawa yang
mempunyai aktivitas antimalaria. Enzim L-Malat: Quinone Oksidoreductase
(MQO) adalah enzim fungsional yang bekerja dalam mengkatalisis konversi malat
menjadi oksaloasetat yang bekerja dalam rantai transport elektron mitokondria.
Uniknya MQO ini merupakan enzim spesifik yang hanya ada pada parasit
plasmodium yang akan dijadikan target obat. Dilakukan proses ekstraksi secara
maserasi bertingkat dengan pelarut n-heksan, etil asetat, dan 96% etanol. Hasil uji
aktivitas inhibisi ketiga esktrak, menghasilkan ekstrak etil asetat memiliki
aktivitas inhibisi tertinggi yaitu 95 % pada konsentrasi 20 µg/ml. Uji inhibisi
terhadap aktivitas enzim PfMQO menggunakan spetrofotometer (paradigm) dan
DCIP sebagai indikator pada panjang gelombang 600 nm (Ɛ600= 21 cm-1
.mM-1
).
Pemurnian dengan kolom kromatografi menghasilkan 8 fraksi dan preparatif
HPLC terhadap fraksi F1, F2, F3 berhasil memisahkan kandungan senyawa.
Analisis fraksi F2 dengan HPLC menghasilkan subfraksi aktif no.27 dan no.28
pada konsentrasi 12,5 ppm menunjukkan puncak yang tunggal pada retensi waktu
masing-masing ke 26,09 menit dengan nilai inhibisi 96,34 % dan ke 18,57 menit
94,05 %. Penelitian ini menyimpulkan bahwa purifikasi terhadap esktrak etil
asetat Kulit Batang Garcinia dioica Blume menghasilkan subfraksi aktif yang
berpotensi sebagai inhibitor enzim PfMQO.
Kata kunci : Garcinia dioica Blume, PfMQO, Malate, Oksaloasetat, DCIP,
Preparatif HPLC
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Muzi Latunil Isma
Program Study : Pharmacy
Title : Activity Test of Active Fraction Extract of Bark Leaf
Garcinia dioica Blume Against Malate Enzyme: Quinone
Oxidoreductase from Plasmodium Falciparum (PfMQO)
Malaria is a disease caused by a protozoal infection called Plasmodium. The case
of malaria is still a global problem and still faces many challenges. The use of
malaria medicines has been reported to be a lot of failure against protozoa
plasmodium due to resistance. Parasitic resistance to malaria drugs is a case of
malaria that leads to death and needs to be suppressed immediately. The aim of
this research is to purify the active fraction of Garcinia dioica Blume leaf extract
which inhibits the activity of Plasmodium falciparum Malate Quinone
Oxideductase (PfMQO) enzyme. The bark of kandis acid contains a compound
that has antimalarial activity. L-Malate Enzymes: Quinone Oxidoreductase
(MQO) is a functional enzyme that works in catalyzing the conversion of malate
into oxaloacetate acting in the mitochondrial electron transport chain. Uniquely
MQO is a specific enzyme that exists only in plasmodium parasite that will be
targeted drugs. Maceration extraction process with n-hexane solvent, ethyl
acetate, and 96% ethanol. Result of activity test of third inhibition of extract,
yielding ethyl acetate extract have highest inhibition activity that is 95% at
concentration 20 μg / ml. The inhibition test of PfMQO enzyme activity uses
spetrofotometer (paradigm) and DCIP as an indicator at 600 nm (Ɛ600= 21 cm-
1.mM
-1) wavelength. Purification by column chromatography yields 8 fraction
and preparative HPLC to fraction of F1, F2, F3 successfully separates the
compound content. The fractional analysis of fraction F2 with HPLC resulted in
the active subfraction no.27 and no.28 showing a single peak at retention time of
26.09 min with 96.34% inhibition value and 18.57 min 94.05% respectively. This
study concludes that purification the ethyl acetate extract of bark Garcinia dioica
Blume Leaf produces an active subfraction potentially as a PfMQO enzyme
inhibitor.
Keywords: Garcinia dioica Blume, PfMQO, Malate, Oksaloacetate, DCIP, HPLC
Preparative
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmaanirrahiim
Segala puji kehadirat Allah SWT dengan segala nikmat dan hidayah yang
dilimpahkan kepada hamba-Nya dengan kekuatan dari-Nya hingga tugas akhir ini
dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga tersampaikan kepada Nabi agung
Muhammad SAW, sahabat, keluarga dan pengikutnya yang senantiasa
bershalawat kepadanya.
Penulisan skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Fraksi Aktif Ekstrak Kulit
Batang Garcinia dioica Blume Terhadap Enzim Malate: Quinone Oxidoreductase
dari Plasmodium Falciparum (PfMQO)” dilakukan dalam rangka memenuhi
salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada program studi
farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Kami sadar tanpa campur tangan, bantuan dan bimbingan
berbagai pihak sangatlah sulit bagi kami untuk menyelesaikan skripsi ini. Pada
kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Hendri Aldrat, PhD,. Apt. dan bapak Danang Waluyo, M.Eng.
selaku pembimbing skirpsi kami yang telah memberikan waktu, tenaga,
saran, dan pikiran kepada penulis mulai dari awal penelitian hingga
penyusunan skripsi.
2. Dr. Arief Sumantri, SKM, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
3. Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt., selaku Kepala Program Studi Farmasi dan
ibu Nelly Suryani, Ph.D., Apt., selaku Sekretaris Program Studi Farmasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Bapak/ibu dosen serta segenap staf dan karyawan yang telah
memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan selama penulis
menempuh pendidikan farmasi.
5. Orang tua ibu ,ayah, ummi dan pakcik yang telah mendidik dan
membesarkan kami dengan penuh rasa kasih, senantiasa memberikan
dukungan lahir batin, dan selalu ada untuk penulis semoga, amalan dan
jerih payah keduanya diberikan balasan yang lebih baik di sisi-Nya.
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Serta kakak, adik, sepupu tercinta yang selalu memberikan semangat
dalam proses penyusunan skripsi ini.
6. Sensei saya Daniel Ken Inaoka yang telah memberikan banyak ilmunya.
7. Masyarakat dan Pemerintah Provinsi Sumsel yang telah memberikan
kesempatan penulis untuk mengemban ilmu di FKIK UIN Jakarta.
8. Kakak-kakak laboran farmasi UIN dan segenap pihak BPPT Serpong
yang telah membantu dalam melakukan penelitian
9. Teman –teman Farmasi UIN 2013 yang selalu bersama kami hingga
akhir sarjana ini
10. Keluarga Besar HMI KOMFAKDIK dan LKMI HMI Cab. Ciputat yang
memberikan banyak pengalaman dan pembelajaran.
11. Orang-orang tersayang, tim soulmate yang mana tanpa kalian penelitian
ini sangat susah dijalani. Keluarga kedua kami “Bolangers” dan
“Kohatiers” dari kalian kami belajar perjuangan dan kesetiaan.
12. Seleuruh pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam proses
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas semua bantuan yang telah kalian berikan
kepada kami. Kami sadar penyusunan skripsi ini banyak sekali kekurangan oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak. Semoga banyak manfaatnya terutama bagi perkembangan ilmu
pengetahuan terutama farmasi.
Ciputat, Desember 2017
Penulis
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Muzi Latunil Isma
NIM : 1113102000047
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi karya ilmiah
saya dengan judul:
UJI AKTIVITAS FRAKSI AKTIF EKSTRAK KULIT
BATANG Garcinia dioica Blume TERHADAP ENZIM
Malate: Quinone Oxidoreductase DARI Plasmodium
falciparum (PfMQO)
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu
Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademis sebatas sesuai dengan
Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat
dengan sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada Tangggal : Desember 2017
Yang Menyatakan
Muzi Latunil Isma
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................ v
ABSTRAK .......................................................................................................... vi
ABSTRACT ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH .................................... x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ............................................................................ 4
1.3 TUJUAN PENELITIAN ............................................................................. 4
1.4 HIPOTESIS ................................................................................................. 4
1.5 MANFAAT PENELITIAN ......................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5
2.1 GENUS GARCINIA ................................................................................... 5
2.2 Garcinia dioica Blume ................................................................................ 5
2.3 KANDUNGAN KIMIA GENUS GARCINIA ........................................... 7
2.4 MALARIA ................................................................................................... 8
2.5 EKSTRAKSI DAN FRAKSINASI ........................................................... 18
2.6 METODA PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ....................................... 21
BAB 3 METODE PENELITIAN ..................................................................... 29
3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ................................................... 29
3.2 BAHAN ..................................................................................................... 29
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3 PERALATAN............................................................................................ 29
3.4 CARA KERJA ........................................................................................... 30
3.4.1 Penyiapan Bahan .............................................................................. 30
3.4.2 Pembuatan Ekstrak ........................................................................... 30
3.4.3 Uji Inhibisi Ekstrak Garcinia Dioica Blume dalam Menghambat
Aktivitas Enzim PfMQO ........................................................................... 31
3.4.4 Fraksinasi Dengan Kromatografi Kolom ......................................... 33
3.4.5 Purifikasi ........................................................................................... 33
3.4.6 Uji Kemurnian Dengan HPLC Preparatif ......................................... 34
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 35
4.1 PENYIAPAN BAHAN ............................................................................. 35
4.2 EKSTRAKSI ............................................................................................. 35
4.3 UJI INHIBISI EKSTRAK TERHADAP AKTIVITAS ENZIM PFMQO 37
4.4 PENAPISAN FITOKIMIA ....................................................................... 39
4.5 PENGGUNAAN ASSAY MIX ................................................................. 40
4.6 FRAKSINASI DENGAN KROMATOGRAFI KOLOM ......................... 41
4.7 UJI INHIBISI FRAKSI ETIL ASETAT TERHADAP AKTIVITAS ENZIM
PFMQO ..................................................................................................... 42
4.8. ANALISIS DAN FRAKSINASI DENGAN HPLC PREPARATIF ......... 43
4.9 FRAKSINASI FRAKSI AKTIF DENGAN PREPARATIF HPLC .......... 45
4.10 PENGUJIAN INHIBISI SUBFRAKSI F2 HASIL PEMISAHAN
PREPARATIF HPLC ................................................................................ 46
4.11 ANALISIS SUBFRAKSI AKTIF DENGAN HPLC ................................ 48
BAB 5 KESIMPULAN ..................................................................................... 51
5.1 KESIMPULAN ......................................................................................... 51
5.2 SARAN ...................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 52
LAMPIRAN ....................................................................................................... 57
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Gambar 2.1 Tanaman dan Kulit Batang G. dioica Blume .................................... 7
Gambar 2.2 Struktur Xanton ................................................................................. 7
Gambar 2.3 Siklus Hidup Plasmodium falciparum............................................. 13
Gambar 2.4 Oksidasi Malat menjadi OAA in TCA Cycle.................................. 15
Gambar 2.5 MQO dan MDH pada manusia ....................................................... 16
Gambar 2.6 MQO pada parasit Plasmodium ...................................................... 16
Gambar 2.7 MQO Targeting in mETC Parasite.................................................. 17
Gambar 2.8 Reaksi enzimatis MQO Plasmodium falciparum ............................ 18
Gambar 3.1 Peta plate pengujian inihibisi dalam menghambat aktivitas enzim
PfMQO ................................................................................................................ 31
Gambar 4.1 Hasil uji inhibisi ektrak G. dioica Blume terhadap aktivitas enzim
PfMQO .............................................................................................................. 38
Gambar 4.2 Hasil pemantauan KLT ................................................................... 42
Gambar 4.3 Hasil uji inhibisi fraksi terhadap aktivitas enzim PfMQO .............43
Gambar 4.4 Profil analisis HPLC fraksi aktif F2 ................................................ 45
Gambar 4.5 Profil analisis dengan preparatif HPLC fraksi aktif F2 ................... 46
Gambar 4.6 Hasil uji inhibisi subfraksi F2 terhadap aktivitas enzim PfMQO ... 47
Gambar 4.7 Hasil uji inhibisi subfraksi nomor 25, 26, 27, 28, dan 29 terhadap
aktivitas PfMQO ................................................................................................. 48
Gambar 4.8 Hasil kromatogram HPLC subfraksi nomor 27 pada panjang
gelombang 254 nm .............................................................................................. 49
Gambar 4.9 Hasil kromatogram HPLC subfraksi nomor 28 pada panjang
gelombang 254 nm .............................................................................................. 49
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel
Tabel 4.1 Data rendemen ekstrak kulit batang Garcinia dioica Blume .............. 37
Tabel 4.2 Hasil uji penapisan fitokimia .............................................................. 39
Tabel 4.3 Profil analisis HPLC fraksi F1, F2, dan F3 ......................................... 44
Tabel 4.4 Hasil uji inhibisi subfraksi F2 terhadap aktivitas enzim PfMQO ....... 47
Tabel 4.5 Program waktu gradien eluen HPLC untuk subfraksi aktif ................ 49
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil determinasi tumbuhan ............................................................ 58
Lampiran 2 Alur kerja penelitian ........................................................................ 59
Lampiran 3 Bagan alur ekstraksi dari kulit batang Garcinia dioica Blume ....... 60
Lampiran 4 Alur kerja uji aktivitas inhibisi ekstrak dan fraksi ........................... 61
Lampiran 5 Alur kerja fraksinasi kolom kromatografi ....................................... 62
Lampiran 6 Alur kerja pemurnian fraksi dengan HPLC analitis ........................ 63
Lampiran 7 Alur kerja pemurnian fraksi dengan HPLC preparatif .................... 64
Lampiran 8 Alur kerja uji aktivitas inhibisi fraksi terhadap enzim PfMQO....... 65
Lampiran 9 Perhitungan Rendemen Ekstrak....................................................... 66
Lampiran 10 Perhitungan pengenceran konsentrasi ekstrak dan fraksi pengujian
inhibisi aktivitas enzim PfMQO ......................................................................... 67
Lampiran 11 Perhitungan Penggunaan Assay Mix .............................................. 68
Lampiran 12 Perhitungan jumlah ekstrak dan fraksi pada pengujan inhibisi
aktivitas enzim PfMQO....................................................................................... 69
Lampiran 13 Pembuatan seri konsentrasi dari subfraksi aktif F2 pada pengujan
inhibisi aktivitas enzim PfMQO ......................................................................... 71
Lampiran 14 Penyiapan sampel uji HPLC .......................................................... 72
Lampiran 15 Profil HPLC Fraksi Aktif Etil Asetat Garcinia dioica Blume ...... 73
Lampiran 16 Hasil analisis HPLC subfraksi aktif............................................... 74
Lampiran 17 Hasil uji inhibisi ekstrak kulit batang G. dioica Blume dalam
menghambat aktivitas enzim PfMQO ................................................................. 75
Lampiran 18 Hasil uji inhibisi fraksi kulit batang G. dioica Blume dalam
menghambat aktivitas enzim PfMQO ................................................................. 76
Lampiran 19 Hasil uji inhibisi subfraksi kulit batang G. dioica Blume dalam
menghambat aktivitas enzim PfMQO (Pengujian 1) .......................................... 77
Lampiran 20 Hasil uji inhibisi subfraksi aktif kulit batang G. dioica Blume dalam
menghambat aktivitas enzim PfMQO (Pengujian 2)...........................................78
51
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk sudah ada semenjak ribuan tahun
yang lalu. Sungguhpun demikian, peran nyamuk sebagai vektor penyakit baru
diketahui semenjak ditemukannya mikroskop. Kisah terdahulu juga menyebutkan
bahkan Raja Namrudz sendiri akhirnya tidak berdaya menghadapi seekor nyamuk
yang masuk ke telinganya dan menyebabkan raja tersebut meninggal dunia.
Selanjutnya pada abad ke 7, Alquran memberikan suatu perumpamaan dengan
seekor nyamuk pada QS Al Baqarah (2):26
ا بعوضة فما فوقها إ ن هللا ال يستحيي أن يضرب مثال م
Artinya :
“Sesungguhnya Allah tidaklah malu membuat perumpamaan apa saja; nyamuk
(betina) atau yang lebih kecil dari padanya”.
Sungguh menarik sekali bahwa Alquran menggunakan kata ba’udhatan
(nyamuk betina) sebagai sebuah perumpamaan. Peran nyamuk betina dalam
penyebaran penyakit tentu saja penting sekali. Nyamuk betina dari Anopheles sp.
bertanggung jawab dalam membawa parasit Plasmodium pada sistem darah
manusia (Finch et al, 2005). Meskipun penanganan terkait penyakit malaria terus
diupayakan, tapi sampai sekarang belum sepenuhnya berhasil. Ada beberapa
faktor yang menyebabkan penyakit malaria tidak bisa diberantas sepenuhnya,
yakni parasit tersebut menjadi resisten terhadap antimalaria yang beredar di
pasaran (Larry, 1996).
Malaria sampai sekarang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
lebih dari 90 negara, yang dihuni oleh 2,4 milyar penduduk atau 40% populasi
penduduk dunia. Saat sekarang di tingkat global kesakitan dan kematian akibat
malaria juga cenderung menurun pada periode 2005-2015. Meskipun demikian,
masih ada lebih kurang 3,2 milyar jiwa atau hampir separuh penduduk dunia yang
berisiko tertular penyakit malaria. Pada tahun 2015 WHO memperkirakan ada
sekitar 214 juta kasus baru malaria dengan kematian sekitar 438 ribu orang di
seluruh dunia dan sekitar sepertiga atau 306 ribu terjadi pada balita.
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Plasmodium falciparum merupakan parasit yang paling mematikan dan
berdampak serius dibandingkan dengan Plasmodium lain seperti P. vivax, P.
malariae, dan P. ovale. Kurangnya vaksin yang efektif dan munculnya masalah
resistensi parasit terhadap obat mendorong peneliti untuk terus melakukan
pengembangan obat baru dengan mekanisme dan tindakan yang baru sehingga
dapat menggantikan obat antimalaria yang sudah tidak sensitif lagi dan dapat
menekan terjadinya efek samping yang tidak diinginkan (D.K. Inaoka, et al ;
2017)
Perkembangbiakan parasit Plasmodium falciparum ini dari segi biokimia
merupakan suatu proses yang menarik untuk dipelajari agar kita dapat
mengembangkan cara yang efektif untuk menaklukkan parasit tersebut. Untuk
tujuan ini, target obat yang ideal adalah penting untuk keberlangsungan hidup
parasit. Rantai electron transport chain (ETC) adalah salah satu sumber target
potensial karena enzim seperti L-malate: quinone oxidoreductase (PfMQO) hanya
terdapat di dalam mitokondria P. falciparum namun tidak terdapat bentuk
ortolognya pada manusia (H Ke et al, 2011). PfMQO bekerja dalam mengkatalisis
oksidasi L-malat menjadi oksaloasetat dan ubiquinon menjadi ubiquinol. Enzim
PfMQO ini merupakan protein membran yang terlibat dalam tiga jalur
pembentukan energi yaitu (ETC, siklus asam sitrat, dan siklus fumarat) dan sangat
penting untuk keberlangsungan hidup parasit pada tahap intra eritrositik aseksual.
Untuk tujuan ini, maka enzim PfMQO ini dijadikan target obat ideal untuk
kelangsungan hidup parasit tetapi tidak mengganggu host mamalia sehingga,
PfMQO ini dapat dijadikan target obat yang berharga untuk pengembangan
antimalaria dengan mekanisme kerja yang baru (D.K. Inaoka et al, 2017 ).
Tanaman Indonesia yang mempunyai potensi sebagai sumber senyawa
kimia bioaktif antimalaria adalah genus Garcinia. Masyarakat mengenalnya
sebagai tanaman keluarga manggis dan banyak dimanfaatkan sebagai obat
tradisional karena mengandung senyawa xanton mempunyai berbagai aktivitas
farmakologi seperti antikanker, antioksidan, antimikroba, antiparasit, dan juga
antimalaria (S. T. Syamsudin et al, 2007). Salah satu diantara spesies Garcinia
yang digunakan untuk obat antimalaria yaitu Garcinia dioica Blume yang
memiliki aktivitas antiplasmodium. Bagian kulit batang dari tanaman yang tidak
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dilirik manfaatnya sama sekali ternyata mengandung senyawa yang memiliki
aktivitas biologis.
Laporan data sebelumnya oleh (S. T. Syamsudin et al, 2007)
mengungkapkan bahwa G. parfivolia Miq sinonim dengan G. dioica Blume yang
merupakan salah satu tanaman obat yang telah dilaporkan menunjukkan aktivitas
antiplasmodium (S. T. Syamsudin, 2007). Spesies garcinia yang lain yaitu G.
mangostana L juga memiliki aktivitas antiplasmodium baik secara in
vitro maupun in vivo pada mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei dan
daun G. atroviridis Griff T Anders yang diberikan secara oral pada mencit pada
dosis 360 mg/kg dapat menghambat pertumbuhan Plasmodium berghei sampai
79,95%.
Uji pendahuluan yang dilakukan terhadap ekstrak kulit batang G. dioica
Blume menghasilkan nilai inhibisi dalam menghambat aktivitas enzim PfMQO
sebesar 95% pada konsentrasi 20 µg/ml. Purifikasi untuk melakukan pemisahan
terhadap kandungan senyawa kimia utamanya dengan metode fraksinasi kolom
kromatografi dan preparatif HPLC menghasilkan subfraksi aktif yang kemudian
di analisis dengan HPLC dan di uji aktivitas inhibisinya terhadap enzim PfMQO.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil penelusuran pustaka yang didapat, diketahui belum ada
penelitian uji aktivitas antimalaria dari ekstrak kulit batang G. dioica Blume yang
menghambat aktivitas enzim PfMQO. Penelitian terhadap tumbuhan ini
diharapkan memperoleh peluang besar untuk mendapatkan senyawa kimia
terhadap aktivitas antimalaria yang kemungkinan berbeda dari yang telah
didapatkan sebelumnya terutama.
1.3 Tujuan Penelitian
Dari latar belakang diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah
melakukan pemurnian fraksi aktif dari ekstrak kulit batang tanaman G. dioica
Blume terhadap aktivitas enzim Plasmodium falciparum malate quinone
oxidoreductase (PfMQO)
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.4 Hipotesis
Ekstrak etil asetat kulit batang tanaman G. dioica Blume dapat
menghambat aktivitas enzim PfMQO
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan adalah :
1. Memperoleh fraksi aktif dari ekstrak kulit batang tanaman asam kandis
yang menghambat aktivitas enzim PfMQO.
2. Dapat melengkapi data penelitian bahan alam terhadap aktivitas
antimalaria dapat melengkapi data obat-obat tradisional, dengan harapan
dapat mengurangi ketergantungan terhadap obat modern yang masih
menggunakan bahan baku impor.
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Genus Garcinia
Garcinia adalah salah satu genus dari keluarga Clusiaceae yang tersebar di
Asia, Afrika, Kaledonia Baru dan Polinesia (Merza et al., 2004). Berdasarkan
kajian literatur dan pengamatan spesimen herbarium, Indonesia memiliki 64
spesies Garcinia (Garcinia spp.) dan 25 spesies Garcinia ditemukan di Pulau
Kalimantan (Uji, 2007).
Famili Clusiaceae memiliki 40 genus dan lebih dari 1000 spesies yang
tersebar di daerah tropika dan sub tropika (Heyne, 1987). Famili Clusiaceae ini
terdiri dari dua genus utama yaitu Garcinia dan Calophyllum serta sub famili
Mesua dan Mammea. Kedua sub familia ini kaya dengan senyawa xanton,
kumarin, kalanon, flavonoida, biflavonoida, benzofenon dan poliisoprenilketon
(Linuma, 1996).
Tanaman garcinia ini dikenal sebagai tanaman keluarga manggis, banyak
dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan obat tradisional. Salah satunya adalah
Garcinia mangostana merupakan spesies yang banyak terdapat di Asia Tenggara
yang dikenal dengan queen of fruit yang selain buahnya dapat dimakan, kulit ari
biji dari buah ini digunakan sebagai obat luka dan infeksi, penurun panas dan
mengurangi rasa sakit. Garcinia indica yang berasal dari India secara komersil
dikenal dengan “Kokam Butter” di dunia perindustrian digunakan sebagai bahan
dasar sabun dan lilin, sebagai preparat industri farmasi, minyak dari tanaman ini
juga dapat digunakan untuk obat urut dan urtikaria serta buahnya digunakan
sebagai obat cacing dan kardiotonik (Fumio, Y., 2000; Sari, R., 1999).
2.2 Garcinia dioica Blume
2.2.1 Taksonomi
TanamanG. dioica Blumesecara taksonomi mempunyai klasifikasi sebagai
berikut (Global Biodiversity Information Facility):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ordo : Guttiferales
Species : Garcinia dioica Blume
2.2.2 Deskripsi Garcinia dioica Blume
TanamanG. dioica Blume pertama kali dipublikasikan tahun 1823 yang
tercatat ditemukan di Pulau Jawa (Verh. Batav. Genootsch. Kunst. ix. 170 (1823).
G. dioica Blume atau yang dikenal oleh masyarakat awam sebagai asam kandis
atau asam gelugur atau ceuri atau siriang-riang merupakan tanaman yang tersebar
di Asia Tenggara dan memiliki banyak kegunaan. Masyarakat Sumatera Barat
menyebut tanaman ini dengan asam kandih, masyarakat Lampung menyebut
kunyi talerang, sedangkan di Kalimantan biasa disebut buran. Di Negara India
tempat tanaman ini berasal menyebutnya kokkam, dan di Malaysia disebut asam
kandis, serta di Thailand biasa disebut mada luang atau chakasa(Unknown,
Dipublikasikan pada 17 Maret 2009).
G. dioica Blume ini berupa pohon dengan ukuran yang kecil hingga
sedang, tinggi ada yang mencapai 33 m dan diameter 140 cm. Arah tumbuh
batang lurus (erectus), jenis batang berkayu (lignosus), warna batang coklat
kehijauan, bentuk lintang batang bulat (teres), batangnya mengeluarkan getah
berwarna kuning pekat (Ridley, 1922).Daun seperti kertas (papyraceus), tersusun
berseling-berhadapan (folia opposita), bentuk helaian daun memanjang
(oblongus), panjang daun 10,5 cm dan lebar 3,7 cm, ujung daun meruncing
(acuminatus) dengan sudut 500, pangkal daun runcing (acutus) dengan sudut
105⁰, pinggir daun rata (integer), permukaan atas daun licin (leavis) mengkilap
dan berwarna hijau tua, permukaan bawah daun licin mengkilap dan berwarna
hijau pupus, pertulangan daun menyirip (penninervis) tenggelam, tangkai daun
bulat (teres), permukaan tangkai licin, warna tangkai hijau muda, panjang tangkai
1,1 cm dan diameter 0,175 cm (Ridley, 1922).
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.1. Tanaman dan Kulit Batang G. dioicaBlume
2.3 Kandungan Kimia Genus Garcinia
Genus Garcinia kaya kandungan senyawa xanton, benzofenon, golongan
flavonoid, triterpen dan asam organik.Kandungan bahan aktif dari senyawa ini di
antaranya dari golongan xanton yang menunjukkan aktivitas biologi termasuk
antimalaria (Merza et al, 2004). Penelitian oleh (Linuma et al, 1996) diperoleh
tiga xanton yang diisolasi dari kulit G. dioica Blume ini yaitu xanton yang paling
dikenal, 1, 3, 6-trihidroksi-8-geranyl-7-methoxyxanthone (rubraxanthone).
2.3.1 Senyawa Xanton
Senyawa xanton merupakan senyawa organik yang mempunyai struktur
molekul C13H8O2. Pada tahun 1939 xanton dikenal sebagai insektisida. Senyawa
ini banyak ditemui pada famili Bonnetiaceae dan Clusiaceae. Khasiat yang telah
dilaporkansebagai antioksidan, antiproliferatif, antiinflamasi dan antimikroba.
Saat ini sudah lebih dari 200 senyawa xanton yang sudah diisolasi dari tumbuhan
dan sebagian besar terdapat pada genus Garcinia (Iswari,K., Sudaryono, T., 2007).
[ Sumber : LookChem; Xanthone ]
Gambar 2.2 Struktur Xanton
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa senyawa baru yang mempunyai aktivitas antiplasmodial telah
berhasil di isolasi dari tanaman obat yang secara tradisional digunakan oleh
masyarakat di berbagai negara untuk melawan infeksi P. falciparum. Hasil
penelitian mendapatkan bahwa pada kulit batang asam kandis terkandung
senyawa xanton, biflavonoid, benzofenon, triterpen, dan tannin. Senyawa xanton
yang terkandung dalam kulit batang asam kandis terdiri dari berbagai jenis santon,
dan saat ini telah berhasil diidentifikasi 9 jenis senyawa xanton dari golongan
parvixanton (Xu et al, 2001).
2.4 Malaria
2.4.1 Definisi Malaria
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan karena parasit yang terdapat
di daerah tropis (Panggabean, 2010). Penyakit malaria disebabkan oleh parasit
Plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina sebagai vektor
dari dalam salivanya sewaktu menggigit manusia. Plasmodium memasuk sel-sel
hepatosit, dan kemudian melalui sirkulasi darah akan memasuki sel-sel eritrosit.
Di dalam sel eritrosit Plasmodium selanjutnya bereplikasi. Replikasi ini
merangsang sitolisis sel eritrosit dan menyebabkan lepasnya hasil metabolisme
Plasmodium yang bersifat toksis ke sirkulasi darah. Hal ini mencetuskan sejumlah
gejala klinik yang ringan sampai berat yang dapat menyebabkan kematian
(Farmedia, 2005)
2.4.2 Sejarah Malaria dan Kondisi di Indonesia
Malaria adalah penyakit reemerging, yakni penyakit yang menular
kembali secara massal. Malaria juga adalah suatu penyakit yang ditularkan oleh
nyamuk (Mosquito Borne Diseases). Malaria diinfeksikan oleh parasit bersel satu
dari kelas Sporozoa, suku Haemosporida, keluarga Plasmodium (Arsin, 2012).
Malaria diduga berasal dari negara Afrika dan telah ikut berevolusi
bersama dengan inang dan vektornya (Carter, Mendis, Miller, Molineaux, & Saul,
2000). Pada abad ke-18, malaria (mal-aria = udara kotor) diberi nama atas dasar
kepercayaan Roman kuno bahwa penyakit ini ditransmisikan melalui asap
berbahaya dari daerah sekitar rawa yang mengelilingi Roma. Laporan pertama
mengenai penyakit ini di Indonesia (Hindia Belanda) adalah oleh tentara Belanda
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang menyebutkan adanya wabah di Cirebon pada tahun 1852-1854 (Arsin,
2012).
Penyebaran Plasmodium malaria berbeda menurut geografi dan iklim.
Plasmodium falciparum banyak ditemukan didaerah tropik beriklim panas dan
basah. Plasmodium vivax banyak ditemukan didaerah beriklim dingin, sub tropik
sampai daerah tropik, Plasmodium ovale lebih banyak ditemukan di Afrika yang
beriklim tropik dan pasifik barat.
2.4.3 Epidemiologi Malaria
Penyakit malaria merupakan isu kesehatan global dan endemik yang
melibatkan sekitar 105 negara yang setiap tahunnya dengan total 600 juta
penderita baru malaria di seluruh dunia (WHO, 2010). Penduduk yang berisiko
terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41% dari penduduk dunia
(Malaria & Organization, 2000). Prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar
antara 300- 500 juta kasus dengan kematian antara 1 sampai 2 juta setiap tahun
dimana lebih dari 80% adalah anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun. Data
Badan Kesehatan Dunia memperkirakan insiden malaria di dunia mencapai 215
juta kasus dan diantara yang terinfeksi parasit Plasmodium sekitar 655 ribu.
Khususnya di Asia Tenggara negara yang termasuk wilayah endemis malaria
adalah : Bangladesh, Bhutan, India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Nepal,
Srilanka, dan Thailand (Arsin, 2012).
2.4.4 Gejala Penyakit Malaria
Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan
demam dengan interval tertentu yang diselingi oleh suatu periode dimana
penderita bebas sama sekali dari demam.
Gejala klinis malaria antara lain sebagai berikut (Kamus Kedokteran Webster’s
New World) :
a. Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.
b. Nafsu makan menurun.
c. Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.
d. Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan
Plasmodium Falciparum.
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran
limpa.
f. Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan
penurunan.
g. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi
yang menonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah
(anemia) serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah
malaria.
Malaria menunjukkan gejala-gejala yang khas, yaitu:
a. Demam berulang yang terdiri dari tiga stadium: stadium kedinginan,
stadium panas, dan stadium berkeringat
b. Splenomegali (pembengkakan limpa)
c. Anemi yang disertai malaise
2.4.5 Penyebab Penyakit Malaria
Parasit malaria merupakan suatu protozoa darah yang termasuk dalam
Phylum Apicomplexa, kelas Protozoa, subkelas Coccidiida, ordo Eucudides, sub
ordo haemosporidiidae, famili plasmodiidae, genus Plasmodium dengan spesies
yang menginfeksi manusia adalah P.vivax, P. malariae, P. ovale. Subgenus
Lavarania dengan spesies yang menginfeksi malaria adalah P. Falcifarum, serta
subgenus Vinkeia yang tidak menginfeksi manusia (menginfeksi kelelawar,
binatang pengerat dan lain-lain) (Yawan, 2006).
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium, pada manusia
terdapat 4 spesies yaitu P. falciparum, P.vivax, P. malariae, P.ovale, P.
falciparum menyebabkan infeksi paling berat dan angka kematian tertinggi (D.
RI, 2009).
Data ini berbeda dengan data riskesdas 2010, yang mendapatkan 86,4%
penyebab malaria adalah Plasmodium falsifarum, dan Plasmodium vivax
sebanyak 6,9%. Laporan oleh Riskesdas 2013 menyebutkan angka kesakitan
malaria penduduk >1 tahun dengan pemeriksaan (Rapid Diagnostic Test) RDT
adalah 1,3 persen dengan infeksi P. falciparum yang dominan dibandingkan
spesies lainnya.
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Saat ini di Indonesia terdapat 4 macam spesies parasit malaria :
a. P. falciparum penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria
yang berat/malaria otak dengan kematian.
b. P. vivax penyebab malaria tertiana
c. P. malariae penyebab malaria quartana
d. P. ovale jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan
Pasifik Barat (Arsin, 2012).
a. Plasmodium falciparum
Malaria Falciparum adalah jenis malaria paling berbahaya dan yang paling
mematikan manusia yang disebabkan oleh parasit Plasmodium falciparum.
Malaria falciparum berkaitan dengan kadar tinggi parasit dalam darah dan
mempunyai tingkat kematian dan komplikasi paling tinggi diantara semua jenis
malaria. Sel darah merah yang terinfeksi dengan parasit cenderung akan kotor dan
menyebabkan mikroinfarksi (daerah kecil jaringan mati karena kekurangan
oksigen) dalam kapiler otak, liver, kelenjar adrenal, sistem usus, ginjal, paru-paru
dan organ lainnya. Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit menggunakan
medikasi intravena (Kamus Kedokteran Webster’s New World, edisi ketiga, hal.
322).
Spesies yang banyak dijumpai di Indonesia adalah P. falciparum dan P.
vivax sedangkan P. ovale pernah ditemukan di Papua dan Nusa Tenggara Timur.
Plasmodium melengkapi siklus hidupnya dalam dua host: nyamuk dan manusia.
Penularan P. falciparum ke host manusia memerlukan vektor nyamuk dimana
replikasi seksual terjadi. P. falciparum bereplikasi sebagai parasit intraseluler
pada manusia dan sebagai parasit ekstraseluler di nyamuk, dan mengalami
beberapa perubahan perkembangan pada kedua host (Lang-Unnasch & Murphy,
1998).
b. Siklus Hidup Plasmodium
Plasmodium mempunyai siklus hidup yang lebih kompleks, karena selain
terjadi pergantian generasi seksual dan aseksual juga mengalami pergantian
hospes. Siklus hidup Plasmodium terdiri dari siklus seksual (sporogoni) yang
berlangsung pada nyamuk Anopheles betina, dan siklus aseksual yang
berlangsung pada manusia. Siklus hidup pada manusia terdiri dari fase exo-
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
erithrocytic di dalam parenkim sel hepar dan fase erithrocytic schizogoni
(Muti’ah, 2013). Ciri utama genus Plasmodium adalah adanya dua siklus hidup,
yaitu siklus hidup askesual dan siklus seksual (Prabowo, 2004).
1. Fase Aseksual
Siklus dimulai ketika anopheles betina menggigit manusia dan
memasukkan sporozoit yang terdapat pada air liurnya ke dalam aliran darah
manusia. Jasad yang langsing dan lincah ini dalam waktu 30 menit sampai satu
jam memasuki sel parenkim hati dan berkembang biak membentuk skizon hati
yang mengandung ribuan merozoit. Lama fase ini berbeda untuk tiap jenis
Plasmodium. Pada akhir fase, skizon hati pecah, merozoit kelur lalu masuk ke
dalam aliran darah (disebut sporulasi).
Pada P.vivax dan P.ovale sebagian sporozoit membentuk hipnozoit dalam
hati (atau sporozoit yang “tidur” selama periode tertentu) sehingga mengakibatkan
relaps jangka panjang, yaitu kembalinya penyakit setelah tampak mereda dan
rekurens. Fase eritrosit dimulai saat merozoit dalam darah menyerang sel darah
merah dan membentuk trofozoit. Proses berlanjut menjadi trofozoit-skizon-
merozoit. Setelah dua sampai tiga generasi, merozoit terbentuk, lalu sebagian
merozoit menjadi bentuk seksual.
2. Fase Seksual
Jika nyamuk anopheles betina menghisap darah manusia yang
mengandung parasit malaria, parasit bentuk seksual masuk kedalam perut
nyamuk. Bentuk ini mengalami pematangan menjadi mikrogametosit dan
makrogametosit dan terjadilah pembuahan yang disebut zigot (ookinet).
Selanjutnya, ookinet menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista.
Jika ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan mencapai kelenjar liur
nyamuk dan siap ditularkan jika nyamuk menggigit manusia.
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.3 Siklus Hidup Plasmodium
2.4.6 Target Pengobatan Malaria
Proses glikolisis, biosintesis nukleotida dan katabolisme heme merupakan
target untuk pengembangan obat anti malaria yang baru. Pertumbuhan parasit juga
terhambat akibat pemberian obat antitubulin. Proses polimerisasi haem baik yang
melibatkan enzim maupun yang tidak merupakan target pengobatan yang baik.
Desain molekul yang dapat menghalangi proses invasi, adhesi dan rosetting akan
dapat digunakan sebagai kemoterapi yang mampu menghambat terjadinya malaria
otak (Sundari, 2001).
Obat antimalaria dapat dikelompokkan menurut efek atau cara kerja obat
pada parasit stadium eritrositik. Beberapa mekanisme kerja dan target dari obat
malaria yang telah diteliti oleh para peneliti sebelumnya, antara lain:
a. Gangguan pencernaan hemoglobin dalam lisosom vakuola makanan (food
vacuola) parasit. Obat golongan 4-aminokuinolin sangat esensial dalam
mengganggu proses pencernaan hemoglobin oleh parasit dengan jalan
mengadakan interaksi dengan heme atau menghambat pembentukan hemozoin.
Target baru obat golongan ini adalah menghambat enzim plasmepsin dan enzim
falcipain yang berperan dalam pemecahan globin menjadi asam-asam amino.
Hemozoin dan asam asam amino diperlukan untuk pertumbuhan parasit, sehingga
jika pembentukan dihambat maka parasit akan mati.
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Gangguan pada jalur folat dalam sitoplasma parasit. Obat antimalaria
sulfadoxine pyrimethamine (SP) dan kombinasi baru chlorproguanil-dapsone
merupakan inhibitor kompetitif yang berperan dalam jalur folat.
c. Pengantar proses alkilasi generasi obat dari artemisin menghasilkan
radikal bebas yang berfungsi untuk mengalkilasi membran parasit.
d. Mempengaruhi fungsi mitokondria karena mitokondria target obat baru
yangpotensial. Kerja atovaquone melalui penghambatan reduktase sitokrom c
menjadi dasar bersinergi dengan obat-obatan proguanil (Simamora & Loeki,
2007).
2.4.7 Enzim PfMQO Sebagai Target Pengobatan Antimalaria
a. Target penghambatan enzim PfMQO dalam sirkulasi darah pada
siklus hidup Plasmodium falciparum
Secara garis besar, cara kerja obat antimalaria dibagi atas dua kelompok
utama, yaitu pada siklus eksoeritrositer dan siklus eritrositer. Umumnya obat
antimalaria ditujukan pada pemusnahan parasit pada siklus eritrositer, kecuali
primakuin yang dapat juga bekerja pada siklus eksoeritrositer. Salah satu obat
malaria yang sudah beredar dalam bentuk obat yang memiliki mekanisme kerja
dalam menghambat enzim PfMQO pada jalur transport elektron adalah obat
Atovaquone.
Atovaquone mempunyai mekanisme kerja baru dan tidak mempunyai efek
cross resisten terhadap obat antimalaria lain. Atovaquone menghambat P.
falciparum melalui inhibisi transport elektron pada mitokondria dan
menggagalkan membran potensial mitokondria. Hambatan transport elektron
mitokondria ini pada level cytochrome bc1 complex. Pada malaria, biosintesia
pyrimidine dan transport elektron dirangkai melalui ubiquinone/ ubiquinol.
Enzim PfMQO merupakan target pengobatan untuk obat antimalaria yang
bekerja pada organel subselluler Plasmodium (Roshental,2003) dan target inhibisi
pada siklus eritrositer. Siklus eritrositer terjadi pada saat merozoit yang dilepaskan
dari sel hepar menginvasi eritrosit, berkembang menjadi ringform, kemudian
tropozoit akhirnya menjadi skizon. Eritrosit yang mengandung skizon mengalami
ruptur dan melepaskan merozoit yang siap menginvasi eritrosit yang lain.
Sebagian besar merozoit masuk kembali ke eritrosit dan sebagian kecil
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
membentuk gametosit jantan dan betina yang siap untuk dihisap nyamuk
Anopheles betina dan melanjutkan siklus hidupnya di tubuh nyamuk. Pada
pencegahan kausal , penghambatan enzim PfMQO ini bekrja pad skizon yang
baru memasuki hati. Dengan demikian tahap infeksi eritrosit dapat dicegah dan
transmisi lebih lanjut dihambat.
b. Target penting pada rantai transpor elektron (produksi ATP)
Siklus krebs merupakan serangkaian reaksi yang memindahkan elektron
dari produk glikolisis NADH, FADH2 kemudian membentuk ATP. Dalam reaksi
akhir siklus asam sitrat, terdapat pembentukan oksaloasetat dengan mengoksidasi
malat dengan molekul NAD untuk menghasilkan NADH. H+ adalah proton yang
hilang dari NADH , menjadi NAD. Dalam istilah sederhana rantai transpor
elektron“merenggut” H+ dari NADH. Apa yang tertinggal adalah NAD dan H
+
yang dipompa di matriks mitokondria bagian dalam ke ruang membran dalam.
NADH adalah molekul energi tinggi yang digunakan oleh sel untuk menghasilkan
ATP pada Transpor Elektron.
Gambar 2.4 Oksidasi malat menjadi oksaloasetat dalam siklus krebs
Siklus krebs adalah roda pusat metabolisme mitokondria, maka transpor
elektron dalam rantai membran adalah motor biokimia yang mendorong banyak
fungsi mitokondria dan seluler. Rantai transpor elektron Plasmodium telah secara
ekstensif dipelajari, dan merupakan target dari atovaquone sebagai obat
antimalaria (Fry, 1991;. Mi-Ichi et al, 2003; Krungkrai, 2004; Vaidya, 2004).
Rantai transport elektron terdiri dari empat kompleks dan dua senyawa
lainnya yaitu ubiquinon (CoQ) dan sitokrom c. NADH dan FADH2 memasuki
rantai untuk menyumbangkan elektron. Dapat dilihat bahwa ubiquinon dan
sitokrom c adalah pembawa elektron perantara antara kompleks. Ubiquinon
menerima elektron dari kompleks I dan II untuk dibawa ke kompleks III, dan
sitokrom c menerima dari III kemudian dibawa ke kompleks IV.
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Enzim PfMQO dapat dijadikan target penting oleh molekul kecil sehingga
bisa divalidasi sebagai target obat untuk pengembangan antimalaria baru dan
menyiratkan bahwa Plasmodium MQO bisa menjadi sasaran perancangan obat
(Inaokaet al, 2016). Perbedaan yang mendasar lagi,enzim MQO tidak terdapat
pada mamalia namun hanyak ditemukan pada parasit Plasmodium dan beberapa
bakteri. Manusia memiliki enzim Malate Dehydrogenase (MDH) padacytoplasmic
dan mitokondria. Elektron acceptornya adalah NAD+, sedangkan pada parasit
Plasmodium memiliki enzim MDH cytoplasmic dan enzim MQO di mitokondria.
Elektron acceptornya ubiquinon (Inaokaet al, 2016).
Berikut perbedaan antara manusia dan parasit, dengan ada atau tidaknya MQO :
a. Manusia
b. Parasit Plasmodium falciparum
Gambar 2.5 Rantai transpor elektron pada manusia dan parasit Plasmodium
Penelitian oleh Daniel Ken Inaoka, 2016, dikembangkanlah sebuah
rekombinan PfMQO sebagai inhibitor poten terhadap aktivitas antimalaria yang
diidentifikasikan untuk pertama kalinya. Malate Quinone Oxidoreductase (MQO)
adalah enzim yang terikat dengan membran yang mengkatalisis oksidasi malat
menjadi oksaloasetat. Enzim MQO menjadi kunci pada siklus TCA yang
menghubungkan rantai respirasi dengan mentransfer elektron dari malat ke
ubiquinon untuk memproduksi oksaloasetat dan ubiquinol. Pada mitokondria
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Plasmodium, MQO dapat mereduksi ubiquinon, yang kemudian dioksidasi ulang
oleh kompleks sitokrom c1 (kompleks III).
Gambar 2.6 Reaksi enzim MQO pada mitokondria parasit Plasmodium
Elektron oleh NADH dalam mitokondria, dihasilkan untuk memproduksi
ATP selama proses fosforilasi oksidatif. Elektron dibawa ke dalam mitokondria
dalam bentuk malat. Malat kemudian memasuki mitokondria dimana reaksi
sebaliknya dilakukan oleh MDH mitokondria. Dalam siklus rantai transpor
elektron pada Plasmodium, suksinat quinone reductase dioksidasi oleh enzim
SQR dan malat quinon oxidoreductase oleh enzim MQO, kemudian mentranspor
elektron ke dalam membran mitokondria.
c. Mekanisme reaksi enzimatis PfMQO (Daniel Ken, et al; 2017)
Aktivitas enzim PfMQO dapat diukur dalam fraksi membran
menggunakan spektrofotometri. Penggunaan spektrofotometri berguna untuk
mengukur senyawa intensitas serapan zat yang mengalami perubahan warna saat
reaksi berlangsung. Dichlorophenolindophenol (DCIP) adalah reagen yang umum
digunakan untuk mengukur zat pereduksi melalui pengujian spektrofotomerik.
DCIP berwarna biru dalam bentuk teroksidasi namun setelah reduksi, senyawa
tersebut menjadi tidak berwarna. DCIP adalah senyawa kimia yang digunakan
sebagai pewarna redoks. Bila dioksidasi DCIP berwarna biru dengan penyerapan
maksimal 600 nm; bila dikurangi DCIP tidak berwarna. Karena DCIP berkurang
menjadi tidak berwarna, peningkatan transmitansi cahaya dapat diukur dengan
spetrofotometer.
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.7 Reaksi enzimatis PfMQO diukur menggunakan spektrofotometri
Oksidasi malat menjadi oksaloasetat diikuti dengan reduksi ubiquinon
menjadi ubiquinol. Pada reaksi tersebut terjadi proses pelepasan dan penerimaan
elektron. Elektron yang dilepas ditangkap oleh DCIP, sehingga terjadi reduksi
DCIP kembali dari yang berwarna biru menjadi tidak berwarna. DCIP yang tidak
berwarna mengindikasikan terjadinya aktivitas enzim yang dihambat oleh ekstrak,
menunjukkan bahwa, terjadi penghambatan pembentukan produk oksaloasetat.
2.5 Ekstraksi dan Fraksinasi
2.5.1 Metode Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari
jaringan tumbuhan maupun hewan dengan menggunakan penyari yang sesuai
(Depkes, 2000).
Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan
senyawa non polar dalam senyawa non polar. Metode ekstraksi dipilih
berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, daya
penyesuaian dengan tiap macam metode esktraksi, dan kepentingan dalam
memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna (Ansel,1989).
Berikut adalah beberapa cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut:
2.5.1.1 Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (suhu
kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan
penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan
seterusnya.
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada suhu kamar.
Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak), terus menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
2.5.1.2 Cara Panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
b. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40°-50°C.
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur (96°-
98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air selama 30 menit.
2.5.2 Pemilihan Pelarut
Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan pelarut adalah
selektivitas, kemudahan bekerja dan proses dengan cairan pelarut, ekonomis,
ramah lingkungan dan aman (Anonim, 2000) . Pelarut harus memenuhi syarat
kefarmasian atau dalam perdagangan dikenal dengan kelompok spesifikasi
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
“pharmaceutical grade”(Depkes, 2000). Sampai saat ini berlaku bahwa pelarut
yang diperbolehkan adalah air dan alkohol (etanol) serta campurannya. Jenis
pelarut seperti metanol dan lainnya (alkohol dan turunannya), heksana dan lainnya
(hidrokarbon alifatik), toluen dan lainnya (hidrokarbon aromatik), kloroform,
aseton, umumna digunakan sebagai pelarut untuk tahapan separasi dan tahapan
pemurnian (fraksinasi). Khusus metanol, dihindari penggunannya karena sifatnya
yang toksik akut dan kronik (Depkes, 2000). Tabel tingkat polaritas pelarut
sebagai berikut :
Pelarut Indeks Kepolaran
n-heksan 0,0
Diklorometana 3,1
n-Butanol 3,9
Iso propanol 3,9
n-propanol 4,0
Kloroform 4,1
Etil asetat 4,4
Aseton 5,1
Metanol 5,1
Etanol 5,2
Air 9,0 Sumber : Sarkey, Latif, dan Gray (2006)
a. Maserasi dengan pelarut Hexane
Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia
C6H14. Awalan heks- merujuk pada enam karbon atom yang terdapat pada heksana
dan akhiran –ana berasal dari alkana yang merujuk pada ikatan tunggal yang
menghubungkan atom-atom karbon tersebut. Dalam keadaan standar senyawa ini
merupakan cairan tak berwarna yang tidak larut dalam air.
b. Maserasi dengan pelarut Etil Asetat
Etil asetat merupakan senyawa aromatik yang bersifat semipolar dengan
rumus CH3CH2OC(O)CH3 sehingga dapat menarik analit-analit yang bersifat
polar dan nonpolar (Snyder, 1997). Indeks pelarut etil asetat adalah 4,4 . Hal ini
berarti pelarut etil asetat mampu menarik komponen senyawa kimiayang
terkandung di dalam ekstrak etil asetat. Eter pada umumnya digunakan secara
selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam lemak (Tiwari, Kumar, Kaur, Kaur, &
Kaur, 2011).
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Maserasi dengan pelarut Etanol
Etanol disebut juga etil alkohol yang di pasaran lebih dikenal sebagai
alkohol merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH. Memiliki
nilai indeks kepolaran 5,2. Dalam kondisi kamar, etanol berwujud cairan yang
mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna.
2.5.3 Pemekatan/penguapan (vaporasi dan evaporasi)(Depkes, 2000)
Pemekatan berarti peningkatan jumlah partial solute (senyawa terlarut)
secara penguapan pelarut tanpa sampai menjadi kondisi kering, ekstrak hanya
menjadi kental/pekat.
2.5.4 Rendemen(Depkes, 2000)
Rendemen adalah perbandingan antara berat ekstrak yang diperoleh
dengan berat simplisia awal.
2.5.5 Fraksinasi (Gritter et al., 1987)
Prinsip dari fraksinasi adalah proses penarikan senyawa pada suatu ekstrak
dengan menggunakan dua macam pelarut yang saling tidak bercampur. Pelarut
yang umum dipakai untuk fraksinasi adalah n-heksan, etil asetat dan metanol.
Untuk menarik lemak dan senyawa non polar digunakan n-heksan, etil asetat
untuk menarik senyawa semipolar sedangkan metanol untuk menarik senyawa-
senyawa polar. Dari proses fraksinasi ini dapat diduga sifat kepolaran dari
senyawa yang akan dipisahkan. Sebagaimana diketahui bahwa senyawa-senyawa
yang bersifat non polar akan larut dalam pelarut yang non polar sedangkan
senyawa-senyawa yang polar akan larut dalam pelarut yang bersifat polar juga.
Tiap-tiap fraksi diuapkan sampai kental dengan penguap putar pada suhu kurang
lebih 50˚C.
2.6 Metoda Pemisahan dan Pemurnian (Silverstein. et al., 1991)
Kromatografi merupakan metoda yang umum digunakan untuk
memisahkan komponen-komponen senyawa. Kromatografi akan memisahkan
campuran menjadi berbagai komponennya berdasarkan kesetimbangan heterogen
yang terjadi selama bergeraknya pelarut yang disebut fase gerak melewati fase
diam untuk memisahkan dua atau lebih komponen dari materi yang dibawa oleh
pelarut. Fase diam dapat berupa padatan atau cairan sedangkan fase gerak dapat
berupa cairan atau gas (Touchstone,Dobbins, 1983).
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Teknik kromatografi yang umum digunakan dibidang farmasi yaitu
kromatografi kolom, kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi
gas, dan high performance liquid chromatography.
2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan fisika kimia dan
kromatografi cair paling sederhana yaitu dengan menggunakan plat-plat kaca atau
plat aluminium yang dilapisi silika gel dan menggunakan pelarut tertentu
(Harbone, 1987).
Kromatografi lapis tipis (KLT) dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama,
dipakai sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, dan preparatif.
Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan
dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi. Analisis
dari KLT dapat membantu menentukan pelarut terbaik apa yang akan dipakai dan
berapa perbandingan antar pelarut yang akan digunakan sebagai fase gerak pada
kromatografi kolom (Gritter, 1991).
Metode KLT dipilih karena memungkinkan variasi kombinasi fase gerak.
Polaritas senyawa menjadi dasar bagi pemilihan fase gerak yang sesuai untuk
pemisahan. Metode trial and error sering diterapkan untuk menentukan fase
gerak. Proses dilanjutkan dengan menjenuhkan bejana elusi. Proses penjenuhan
bejana dipercepat dengan meletakkan kertas saring sepanjang dinding atau
sebagian bejana dan fase gerak dimasukkan setelahnya. Bejana dijenuhkan dalam
posisi tertutup pada suhu ruang selama waktu tertentu (Handa dkk., 2008).
Prinsip KLT yaitu perpindahan analit pada fase diam karena pengaruh fase
gerak. Proses ini biasa disebut elusi. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase
diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja
KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya (Gritter, 1991). KLT mempunyai
beberapa keuntungan, diantaranya : waktu yang dibutuhkan tidak lama (2-5
menit) dan sampel yang dipakai hanya sedikit sekali (2-20 μg). Kerugiannya
dengan menggunakan KLT adalah tidak efektif untuk skala industri. Walaupun
lembaran KLT yang digunakan lebih lebar dan tebal, pemisahannya sering
dibatasi hanya sampai beberapa miligram sampel saja (Gritter, 1991).
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a. Fase Diam
Silika gel paling banyak digunakan sebagai adsorben dan fase diam yang
dominan untuk KLT. Sebagian besar analisis KLT dilakukan dengan
menggunakan fase normal lapisan silika gel. Fase diam ini dapat digunakan
sebagai fase polar maupun nonpolar. Untuk fase polar, merupakan silika yang
dibebaskan dari air dan bersifat sedikit asam. Lapisan tipis yang biasa digunakan
adalah kaca dengan ukuran 20x20 cm, 10x20 cm, atau 5x10 cm. pendukung yang
lain berupa lembaran alumunium atau plastik seperti ukuran di atas yang
umumnya dibuat oleh pabrik (Sumarno, 2001).
b. Fase Gerak
Fase gerak adalah medium angkut, terdiri dari satu atau beberapa pelarut,
yang bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori karena adanya gaya
kapiler (Stahl, 1985). Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas
prinsip like dissolves like, artinya untuk memisahkan sampel yang bersifat
nonpolar digunakan sistem pelarut yang bersifat nonpolar juga.
Campuran dilarutkan dan ditotolkan pada garis mulai berupa titik atau
pita. Penotolan berupa titik sebaiknya mempunyai diameter antara 2 mm dan
paling besar 5 mm (Stahl, 1969). Polaritas fase gerak perlu diperhatikan pada
analisa dengan KLT, sebaiknya digunakan campuran pelarut organik yang
mempunyai polaritas serendah mungkin. Campuran yang baik memberikan fase
gerak yang mempunyai kekuatan bergerak sedang. Secara umum dikatakan bahwa
fase diam yang polar akan mengikat senyawa polar dengan kuat sehingga bahan
yang kurang sifat kepolarannya akan bergerak lebih cepat dibandingkan bahan-
bahan polar (Gritter, et al., 1991).
Menurut (Gandjar,2007) nilai Rf sangat karakteristik untuk senyawa
tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi
adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih
besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal
tersebut dikarenakan fase diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan
tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Nilai
Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus
dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen.
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Metode Deteksi
Metode deteksi yang paling banyak dilakukan adalah metode kimia
destruktif (tidak memberikan perubahan permanen pada identitas kimia zat.
Contoh untuk metode kimia destruktif adalah pengarangan dengan asam sulfat,
sedangkan metode non-destruktif adalah dengan uap iodin. Contoh untuk metode
fisik adalah pengamatan di bawah sinar UV, banyak digunakan dan bersifat non-
destruktif terhadap sebagian besar zat, walaupun pada beberapa vitamin dan
steroid dapat bersifat destruktif (Touchstone & Dobbins, 1983).
Laju pergerakan fase gerak terhadap fase diam dihitung sebagai
Retardation farctor (Rf). Nilai Rf diperoleh dengan membandingkan jarak yang
ditempuh oleh zat terlarut dengan jarak yang ditempuh oleh fase gerak (Gandjar &
Rohman, 2007).
2.6.2 Kromatografi Kolom
Salah satu metode pemisahan senyawa dalam jumlah besar adalah
menggunakan kromatografi kolom. Pada kromatografi kolom fasa diam yang
digunakan dapat berupa silika gel, selulose atau poliamida. Sedangkan fasa
geraknya dapat dimulai dari pelarut non polar kemudian ditingkatkan
kepolarannya secara bertahap, baik dengan pelarut tungal ataupun kombinasi dua
pelarut yang berbeda kepolarannya dengan perbandingan tertentu sesuai tingkat
kepolaran yang dibutuhkan (Stahl, 1969).
Sistem eluen dalam kromatografi adalah isokratik dan gradien. Pelarut
isokratik berarti digunakan satu jenis pelarut selama proses elusi. Tipe isokratik
biasa digunakan untuk memisahkan senyawa yang tidak terlalu kompleks
campurannya dan umum digunakan sebagai pelarut pada KLT. Pada sistem
gradien, digunakan pelarut berbeda dan polaritasnya semakin meningkat selama
proses elusi. Peningkatan gradien pelarut bertujuan untuk mengelusi senyawa dari
non-polar bertahap sampai senyawa yang lebih polar (Handa dkk., 2008). Proses
elusi dengan sistem gradien cenderung lebih cepat dan umumnya diterapkan pada
HPLC.
Fraksi yang diperoleh dari kolom kromatografi ditampung dan dimonitor
dengan kromatografi lapis tipis. Fraksi-fraksi yang memiliki pola kromatogram
yang sama digabung kemudian pelarutnya diuapkan sehingga akan diperoleh
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
beberapa fraksi. Noda pada plat KLT dideteksi dengan lampu ultraviolet panjang
gelombang 254 nm dan 366 nm untuk senyawa-senyawa yang mempunyai gugus
kromofor, dengan penampak noda seperti larutan Iod, FeCl3 dan H2SO4 dalam
metanol 10% (Stahl, 1969).
Senyawa murni hasil isolasi sulit didapatkan karena terdiri dari banyak
senyawa gabungan. Senyawa yang berbentuk kristal pemurniannya dapat
dilakukan dengan rekristalisasi, yaitu berdasarkan perbedaan kelarutan antara zat
utama yang dimurnikan dengan senyawa minor dalam suatu pelarut tunggal atau
campuran pelarut yang cocok (Stahl, 1969).
2.6.3 High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
HPLC merupakan salah satu teknik pemisahan campuran secara modern
(Hendayana, 2006). HPLC dapat digunakan untuk analisis kuantitatif maupun
kualitatif, dan paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa
tertentu, dan memurnikan senyawa dalam
suatu campuran (Gandjar dan Rohman, 2009).
Prinsip kerja HPLC yaitu dengan bantuan pompa fase gerak cair dialirkan
dengan cara penyuntikan. Pemisahan komponen -komponen campuran terjadi di
dalam kolom karena perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fase
diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fase diam akan keluar
dari kolom lebih dulu. Sebaliknya, solut-solut yang kuat berinteraksi dengan fase
diam akan keluar dari kolom lebih lama. Setiap komponen campuran yang keluar
kolom dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk kromatogram
(Hendayana, 2006).
HPLC pada dasarnya terdiri dari beberapa komponen pokok, antara lain :
a. Fase gerak
Fase gerak dalam HPLC adalah berupa zat cair dan disebut juga dengan
eluen atau pelarut. Dalam HPLC fase gerak selain berfungsi sebagai pembawa
komponen-komponen campuran menuju detektor, fase gerak dapat berinteraksi
dengan solut-solut. Oleh karena itu, fase gerak merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilan proses pemisahan (Hendayana, 2006).
Sebelum digunakan, fase gerak harus dihilangkan gasnya terlebih dahulu
(degassing) untuk menghindari berkumpulnya gas dengan komponen lain pada
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pompa dan detektor. Fase gerak juga harus disaring untuk menghindari partikel-
partikel kecil yang dapat terkumpul dalam kolom atau tabung yang sempit
sehingga mengakibatkan kekosongan pada kolom atau tabung tersebut (Gandjar
dan Rohman, 2009).
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat
bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya
elusi dan resolusi ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase
diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Fase normal (fase diam lebih polar
dari pada fase gerak) kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas
pelarut. Sedangkan untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase
gerak) kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut
(Gandjar dan Rohman, 2009).
b. Pompa
Pompa yang dapat digunakan dalam HPLC harus memenuhi persyaratan :
menghasilkan tekanan sampai 600 psi, kecepatan alir berkisar antara 0,1-10
ml/menit, dan bahan tahan korosi (Hendayana, 2006). Jenis pompa yang
digunakan dalam HPLC antara lain pompa dengan tekanan konstan, dan pompa
dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang
konstan lebih umum digunakan dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan
konstan (Gandjar dan Rohman, 2009).
c. Penyuntikan sampel pada HPLC
Penyuntikan sampel ke dalam kolom terkadang merupakan suatu masalah
karena tekanan tinggi dari HPLC (Munson, 1991). Faktor ketidaktepatan
pengukuran HPLC dapat disebabkan pada keterulangan pemasukan sampel ke
dalam kolom. Pemasukan sampel yang banyak dapat menyebabkan band
broadening. Oleh karena itu, sampel yang dimasukkan harus sekecil mungkin, dan
diusahakan tekanan tidak menurun ketika memasukkan sampel ke dalam fase
gerak. Beberapa teknik pemasukan cuplikan ke dalam sistem HPLCantara lain
dengan injeksi syringe, injeksi stop-flow, dan kran cuplikan (Hendayana, 2006).
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Kolom
Kolom HPLC biasanya terbuat dari stainless steel. Kolom utama berisi
fase diam, tempat terjadinya pemisahan campuran menjadi komponen-
komponennya (Hendayana, 2006).
e. Fase diam
Fase diam dalam HPLC berupa silika. Silika dapat dimodifikasi dengan
menggunakan reagen-reagen. Silika yang dimodifikasi mempunyai karakteristik
kromatografi dan selektifitas yan berbeda jika dibandingkan dengan silika yang
tidak dimodifikasi. Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang
sering digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan
kepolaran yang rendah, sedang maupun tinggi (Gandjar dan Rohman, 2009).
f. Detektor
Detektor yang digunakan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu: cukup
sensitif; stabilitas dan keterulangan tinggi; respon linier terhadap solut; waktu
respon pendek sehingga tidak bergantung pada kecepatan alir; reliabilitas tinggi
dan mudah digunakan; tidak merusak cuplikan (Hendayana, 2006); mempunyai
sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita; dan tidak
peka terhadap perubahan suhu (Gandjar dan Rohman, 2009).
2.6.4 HPLC Preparatif
Perbedaan antara kromatografi preparatif dan analitik biasanya
berdasarkan pada ukuran kolom, ukuran partikel, dan jumlah sampel yang
diinjeksikan. Sedangkan perbedaan antara cara kerjanya ditentukan berdasarkan
keberhasilan dari proses pemisahan. Jika informasinya berupa keberhasilan proses
pemisahan maka metodenya berupa kromatografi analitik dan jika tujuannya
untuk mengumpulkan produk maka pemisahannya merupakan metode preparatif.
Pada HPLC analitik sampel dapat diproses, dikendalikan dan dimodifikasi dengan
cara apa saja yang sesuai untuk memperoleh informasi yang diperlukan,
sedangkan dalam HPLC preparatif sampel dapat digunakan kembali sebelum
menjalani pemisahan berikutnya (Ditz, 2005).
HPLC preparatif digunakan untuk purifikasi atau isolasi senyawa murni
atau senyawa utama dari fraksi-fraksi sebelumnya yang diperoleh dari
kromatografi kolom lainnya. Dengan kromatografi preparatif diharapkan dapat
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
diisolasi sejumlah besar molekul organik yang diinginkan, dengan cara
memperbesar konsentrasi sampel, volume injeksi, atau kombinasi keduanya
(Piecha et al,2007).
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan Alam Farmakognosi dan
Fitokimia, Laboratorium Penelitian 1, Laboratorium Kimia Obat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, dan Laboratorium Bioteknologi Serpong sejak bulan Januari hingga
Agustus 2017.
3.2 Bahan
3.2.1 Tanaman
Tanaman yang digunakan adalah G. dioica Blume yang diperoleh dari
Desa Siduampan Kecamatan Ranah Batahan Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera
Barat dan dideterminasi di Pusat Penelitian Biologi – LIPI Cibinong, Bogor
(Lampiran 1). Adapun bagian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit
batang dari tanaman tersebut.
3.2.2 Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah n-heksan, etil
asetat, etanol 96%, dan metanol teknis yang telah didestilasi; DMSO p.a (Merck);
silika gel 0.063-0.200 mm (E.Merck); asam sulfat (H2SO4) 10% sebagai
penampak noda pada KLT; aquades; asam klorida; asetat glasial p.a. (Merck);
asam sulfat (H2SO4) p.a (Merck); besi (III) klorida (FeCl3) (Merck); aluminium
klorida (AlCl3) (Merck); serbuk magnesium (Mg) (Merck); serbuk seng (Merck);
dragendorff LP; bouchardat LP; molisch LP; dimetil sulfoksida (DMSO)
(Sigma), enzim malate quinone oxidoreductase (MQO) (Wako), substrat malate
(Wako), 4-(2-hydroxyethyl)-1-piperazineethanesulfonic acid (HEPES) (Sigma),
2,6-Dichlorophenolindophenol (DCIP) (Sigma), dan kalium sianida (KCN)
(Sigma), Decyl-ubiquinone (D7911 Sigma).
3.3 Peralatan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, rotary
evaporator (Buchi), timbangan analitik (mettlee toledo AB 204-s/FOC), labu
erlenmeyer, cawan penguap, kertas saring, alat gelas (tabung reaksi, pipet tetes,
gelas ukur, gelas kimia, corong, spatula dan batang pengaduk), oven, Thin Layer
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Chromatography (TLC silica gel 60 F254) Merck , kolom kromatrografi (Pyrex),
kertas saring, botol timbang, krus silikat, lampu UV Hand Held, Spectramax
(Paradigm), chamber KLT, microtubes MCT-150-c 1,5 ml, pipet tips 10 µL, 200
µL Biologix, pipet tips 1-1000 µL Axygen, microwell plate 96 (269787) (NuncTm
), vial, micropipet multiple, dan micropipet single.
3.4 Cara Kerja
Pengujian aktivitas inhibisi dari ekstrak kulit batang Garcinia dioica
Blume dalam menghambat aktivitas enzim Malate: Quinone Oxidoreductase dari
Plasmodium falciparum (PfMQO) dilakukan melalui beberapa tahapan penelitian
meliputi ekstraksi dengan maserasi bertingkat, pemisahan senyawa dengan
kromatografi kolom, purifikasi dengan KLT analitis dan HPLC, serta uji aktivitas
inhibisi menggunakan 96 well plate, microplate reader 600 nm dengan mengikuti
metode dan optimasi yang telah divalidasi pada proyek penelitian bersama Tokyo
University, Universitas Airlangga Surabaya, dan Balai Bioteknologi Serpong.
3.4.1 Penyiapan Bahan
Kulit batang G. dioica Blume yang digunakan pada penelitian ini
dikumpulkan pada bulan Agustus 2016 dari Desa Siduampan Kecamatan Ranah
Batahan Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat sebanyak 2 kg berupa kulit
batang basah segar. Pengambilan sampel dilakukan pada sore hari dan dilakukan
sortasi untuk dipisahkan dari kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing sehingga
dapat mengurangi jumlah pengotor yang ikut kemudian diangin-anginkan hingga
kering. Simplisia yang telah disortasi dihaluskan dengan blender hingga didapat 1
kg serbuk simplisia kasar kemudian serbuk simplisia disimpan dalam wadah
bersih, kering dan terlindung dari cahaya.
3.4.2 Pembuatan Ekstrak
Sejumlah 1 kg serbuk kering kulit batang G. dioica Blume dimaserasi
dengan 2 L pelarut n-heksan, etil asetat, 96% etanol teknis yang telah didestilasi,
selama 3 hari. Maserasi dilakukan sebanyak 3 kali. Hasil maserasi disaring dan
filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan vacum rotary evaporator pada suhu lebih
kurang 45⁰C, sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksan. Hasil ampas n-heksan
kembali di maserasi berturut turut dengan pelarut etil asetat dan 96% etanol
kemudian pelarut diuapkan dengan vacum rotary evaporator hingga diperoleh
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ekstrak kental n-heksan, etil asetat dan 96% etanol yang kemudian masing-masing
ditimbang dan dihitung rendemennya terhadap berat simplisia awal. Ekstrak yang
telah kental disimpan di kulkas pada suhu 4ºC. Untuk menghitung rendemen
ekstrak digunakan persamaan berikut.
% Rendemen = ( )
( ) x 100 %
3.4.3 Uji Inhibisi Ekstrak G. dioica Blume Dalam Menghambat Aktivitas
Enzim PfMQO
a. Penyiapan Ekstrak Untuk Assay
Masing-masing ekstrak dari kulit batang G. dioica Blume (ekstrak n-
heksan, etil asetat dan 96% etanol) ditimbang seksama 2-8 mg dilarutkan larutan
DMSO 100% dalam tube eppendorf 1,5 mL, dibuat dalam konsentrasi 10 mg/mL
sebagai larutan induk. Ditransfer 100 µl ekstrak ke dalam “Bioassay plate”,
dengan 96 lubang, berdiameter 0,5 cm dan tinggi lubang 1 cm kemudian, untuk
uji dicuplik kembali 0,4 µl ekstrak konsetrasi menjadi (20 μg/mL) dan 2 µl
ekstrak (100 μg/mL) disiapkan dalam well pengujian. Pengujian terhadap uji
aktivitas inhibisi dilakukan duplo.
Keterangan/Note: (*) = Volume akhir sampel adalah 200 µl setiap sumuran
Gambar 3.1 Peta Plate Pengujian inhibisi dalam menghambat aktivitas enzim
PfMQO
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Penyiapan Bahan Uji Hasil Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat
Ditimbang seksama fraksi etil asetat 2-8 mg dilarutkan larutan DMSO
100% dalam tube eppendorf 1,5 mL, hingga konsentrasi akhir 10.000 μg/mL
sebagai larutan induk. Dicuplik 100 µl ekstrak dan disiapkan dalam “Bioassay
plate”. Untuk fraksinasi dibuat dalam bentuk pengenceran dengan cara dari 100
µl diambil 50 µl dan diencerkan 10 kalinya dengan ditambahkan DMSO 100%
hingga diperoleh konsentrasi akhir pengenceran (100; 10; 1; dan 0,1 μg/mL) dan
disiapakan didalam “Bioassay plate”.
Untuk pengujian terhadap enzim PfMQO, esktrak yang telah diencerkan
pada masing-masing konsentrasi di cuplik sebanyak 2 µl lalu ditambahkan assay
mix dan diuji dengan spektrofotometer.
c. Penyiapan Bahan Uji Hasil Pemurnian Fraksi Aktif
\ Hasil tampungan pemurnian fraksi aktif dengan HPLC preparatif dicuplik
100 µl dan 50 µl disiapkan dalam “Bioassay plate”. Kemudian dikeringkan dan
dilarutkan dengan 5 µl DMSO; 190 µl assay; 5 µl substrat . Mixing selama 20
menit 1300 rpm.
d. Pembuatan Larutan Uji Enzim (Assay)
Larutan untuk pengujian aktivitas terhadap enzim PfMQO mengandung
komponen 50 mM HEPES (NaOH pH 7.0); 1 mM KCN; 25 µM d-UQ; 120 µM
DCIP; 2,778 µg/ml enzim PfMQO membrane stock dan 400 mM substrat malate
(ditambahkan sebelum assay).
e. Pengujian Enzim PfMQO (D.K. Inaoka, et al ; 2017)
Tiap-tiap volume sumuran V-plate dicukupkan sampai 200 µl. Untuk
konsetrasi 100 ppm mengandung (2 µl ekstrak;193 µl assay; 5 µl substrat) dan
konsentrasi 20 ppm mengandung (0,4 µl ekstrak;194,6 µl assay; 5 µl substrat).
Selanjutnya, bahan preparasi assay berupa larutan 50 mM HEPES diambil
sebanyak 20 µl, di tambahkan KCN 1 M 20 µl, lalu di ambil UQ2 8,33 µl, 200 µl
DCIP dan terakhir di tambahkan enzim PfMQO membran stock sebanyak 3,1 µl.
Kemudian di mixing selama 15 sec (2x) dan diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 3
menit selanjutnya serapan diukur pada panjang gelombang 600 nm (Ɛ600= 21 cm-
1.mM
-1) dengan Spektrofotometer (Spectramax Paradigm) sebagai background.
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Setelah 3 menit di tambahkan 5 µl dari 400 mM sodium malate lalu di ukurselama
10 menit.
f. Perhitungan Aktivitas Enzim
Persen inhibisi dari ekstrak kulit batang Garcinia dioica Blume terhadap
enzim PfMQO dapat di hitung dengan menggunakan rumus :
Sampel : Absorbansi sampel yang dibaca selama 10 menit
Kontrol positif : Rata-rata absorbansi pada kontrol positif
Kontrol negatif : Rata-rata absorbansi pada kontrol negatif
3.4.4 Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom
Fraksinasi dilakukan dengan menggunakan cairan elusi pada KLT yang
sesuai sebagai fase gerak dan silika gel 60 GF254sebagai fasa diam. Sebanyak 3 g
ekstrak etil asetat kulit batang G. dioica Blume dimasukkan ke dalam kolom kaca
yang telah berisi 25 g silika gel yang telah dilarutkan dengan pelarut n-heksan.
Ditambahkan cairan elusi dengan metode step ways menggunakan n-heksan : etil
asetat (10:1 – 1:1) dibiarkan mengalir melalui kolom dan ditampung dengan vial.
Fraksi yang mempunyai pola sama selanjutnya digabungkan menjadi satu
sehingga diperoleh fraksi yang mempunyai sifat hampir sama dan diuji kembali
aktivitasnya. Adanya senyawa dalam fraksi yang menghasilkan % inhibisi terbaik
dideteksi kembali dengan KLT dengan eluen yang sesuai, kemudian noda pada
plat KLT divisualisasi dengan lampu UV 254 nm. Fraksi-fraksi yang dihasilkan
ini kemudian dilakukan pemisahan dengan analisis HPLC/KCKT.
3.4.5 Purifikasi
3.4.5.1 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) / HPLC
a. Penyiapan Alat Kromatografi
Masing-masing unit diatur, kolom yang digunakan Shimadzu ODS (C18),
detektor UV-VIS dan dideteksi pada panjang gelombang 254 nm. Setelah HPLC
dihidupkan maka pompa dijalankan dan fase gerak dibiarkan mengalir selama 30
menit dengan laju alir 1 ml/menit sampai diperoleh garis atas yang datar (sistem
telah stabil.
(
x 100%
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Pembuatan Fase Gerak
Fase gerak yang digunakan adalah 95 % MeOH : 5 % H20 dengan volume
1000 ml dan diudarakan selama 20 menit untuk menghilangkan gas yang
terperangkap
c. Penyiapan Sampel Uji
Ditimbang seksama sampel 10 mg/ml konsentrasi 10.000 ppm sebagai
larutan induk. Diencerkan, sehingga diperoleh konsetrasi 2000 ppm dengan
pelarut metanol pure HPLC dalam eppendorf. Kemudian dilakukan sentrifugasi
selama 10 menit 1300 rpm.
d. Uji Identifikasi Menggunakan HPLC
Sampel dengan konsentrasi 2000 ppm diinjeksikan sebanyak 20 µl,
dianalisis pada kondisi HPLC dengan fase gerak metanol : air (95:5) dengan laju
alir 1 ml/menit panjang gelombang 254 nm. Diamati peak yang muncul terhadap
waktu retensi.
3.4.6 Uji Kemurnian dengan HPLC Preparatif
Fraksi aktif dimurnikan kembali menggunakan HPLC preparatif. HPLC
preparatif dilakukan dengan menggunakan HPLC Shimadzu, dengan Photodiode
Detector Array (PDA), Waters Column Puresil 5m C18, volume injeksi 100
µl/injeksi dengan kecepatan aliran 1 ml/menit, dan tekanan kolom 1350 psi.
Konsetrasi sampel yang diinjeksikan adalah sebesar 5000 µg/ml. Semua fraksi
hasil pemurnian dengan HPLC preparatif dikumpulkan dan diuji (bioassay)
terhadap enzim PfMQO.
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penyiapan Bahan
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
Garcinia dioica Blume sebanyak 2 kg basah yang diperoleh dari Desa Siduampan
Kecamatan Ranah Batahan Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat
dandideterminasi oleh LIPI Cibinong (Lampiran 1). Setelah melalui proses
sortasi, pengeringan, penghalusan dan penyaringan, diperoleh 1 kg serbuk kering
kulit batang G. dioica Blume.
Sortasi dilakukan untuk memisahkan kotoran dan bahan asing dari bahan
simplisia sehingga dapat mengurangi jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam
bahan uji. Proses pengeringan bahan simplisia dilakukan untuk mendapatkan
simplisia yang tidak mudah rusak bila disimpan dalam waktu yang lama.
Pengeringan bahan simplisia adalah proses pengurangan kandungan air dalam
tanaman, sehingga suhu dan waktu pengeringan perlu diperhatikan. Suhu
pengeringan yang baik adalah antara 30⁰C – 90⁰C. Untuk bahan simplisia yang
senyawa aktifnya tidak tahan panas sebaiknya dikeringkan pada suhu 30⁰C –
45⁰C atau dengan pengeringan vacum.
Simplisia yang telah kering di sortasi kembali dari kotoran-kotoran yang
tertinggal. Simplisia yang telah disortir, kemudian dihaluskan dengan blender
hingga menjadi serbuk kemudian diayak hingga didapatukuran serbuk yang
seragam. Untuk mencegah kerusakan atau mutu simplisia,serbuk simplisia
disimpan dalam wadah bersih, kering dan terlindung dari cahaya.
4.2 Ekstraksi
Sejumlah 1 kg serbuk kering kulit batang G. dioica Blume dimaserasi
dengan 4 L pelarut n-heksan selama 3 hari, maserasi dilakukan 3 kali. Proses
esktraksi dilakukan dengan cara dingin dengan tujuan untuk meminimalisir
terjadinya pemanasan yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada
senyawa yang tidak tahan panas. Keuntungan dari maserasi ini sendiri adalah
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah sedangkan,
kerugiannya adalah pelarut yang digunakan banyak dan penyarian tidak
berlangsung maksimal.
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Penggunaan ekstraksi bertingkat yang dilakukan bertujuan untuk
memaksimalkan proses ekstraksi dimana senyawa akan terekstraksi berdasarkan
sifat kepolarannya. Ekstraksi dilakukan pertama dengan menggunakan pelarut n-
heksan yang bersifat polar untuk mengekstraksi senyawa yang bersifat non polar
dan menghindari terbawanya asam lemak yang terkandung dalam senyawa,
selanjutnya dengan pelarut etil asetat yang bersifat semi polar dan terakhir dengan
menggunakan pelarut metanol yang bersifat polar untuk menarik senyawa yang
bersifat polar. Ekstraksi menggunakan pelarut dengan kepolaran yang tinggi
(etanol) terlebih dahulu harus dihindari karena akan terbawanya asam-asam lemak
dalam ekstrak non polar. Pemisahan dalam sistem normal diawali senyawa kurang
polar terelusi terlebih dulu diikuti dengan senyawa yang lebih polar (Handa dkk.,
2008).
Masing-masing tahap esktraksi dilakukan hingga pelarut yang digunakan
ekstraksi berwarna bening. Hasil dari maserasi kemudian disaring dan filtrat yang
diperoleh dipekatkan dengan vacum rotary evaporator pada suhu lebih kurang
45⁰C, sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksan.
Hasil dari ampas n-heksan dilakukan kembali maserasi berturut-turut
dengan pelarut etil asetat dan etanol 96% kemudian pelarut diuapkan dengan
vacum rotary evaporator kembali hingga diperoleh bobot ekstrak etil asetat dan
etanol berturut-turut adalah 5,7 g ekstrak n-heksan; 43,87 g ekstrak etil asetat dan
78,14 g ekstrak etanol (Tabel 4.1). Nilai rendemen masing ekstrak n-heksan
(0,50%) , etil asetat (4,38%) dan 96% etanol (7,81%).
Nilai rendemen yang dihasilkan dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan
waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, perbandingan jumlah sampel terhadap
jumlah pelarut yang digunakan dan jenis pelarut yang digunakan (Salamah, et al.,
2008). Ekstrak 96% etanol memiliki nilai rendemen paling tinggi, diikuti
rendemen ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksan. Tingginya rendemen ekstrak
etanol menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung dalam ekstrak G.dioica
Blume lebih banyak bersifat polar.
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.1 Data rendemen ekstrak kulit batang G. dioica Blume
4.3 Uji Inhibisi Ekstrak Terhadap Aktivitas Enzim PfMQO
Uji inhibisi ekstrak terhadap enzim PfMQO dilakukan untuk mengetahui
adanya senyawa yang beraktifitas antimalaria dalam ekstrak kulit batang G. dioica
Blume dalam menghambat enzim Plasmodium falciparum Malate Quinone
Oxidoreductase (PfMQO). Dalam pengujian inhibisi ekstrak terhadap aktivitas
enzim PfMQO digunakan Spectrofotometer (Spectramax Multimode). Metode
Optimasi yang sudah divalidasi dengan suhu 37⁰C selama 10 menit dan serapan
maksimum terletak pada panjang gelombang 600 nm. Selanjutnya, untuk semua
pengukuran terhadap enzim PfMQO dilakukan pada panjang gelombang tersebut.
Hasil uji inhibisi masing-masing ekstrak menunjukkan bahwa ekstrak etil
asetat memiliki nilai inhibisi yang kuat dibanding ekstrak 96% etanol dan n-
heksan dalam menghambat aktivitas enzim PfMQO. Menurut literatur, senyawa
yang berperan sebagai antimalaria adalah senyawa golongan alkaloid dan
flavonoid. Sejalan dengan hasil penelitian di atas serta pengujian fitokimia dapat
diduga senyawa marker yang berperan sebagai antimalaria merupakan senyawa
dari golongan alkaloid dan flavonoid (xanthon) yang terkandung dalam ekstrak
etil asetat (semi polar).
Dilakukan pengukuran inhibisi dengan spetrofotometer pada seri
konsentrasi 100; 10; 1; dan 0,1 ppm secara duplo, menghasilkan nilai standar error
(error bars) yang semakin kecil sehingga perlakuan duplo menghasilkan nilai
yang lebih akurat. Hasil inhibisi ekstrak terhadap aktivitas enzim PfMQO
ditunjukkan oleh tabel 4.2.
No Ekstrak Bobot
ekstrak (g)
Rendemen
Ekstrak (%)
Warna Ekstrak
1 n-heksan 5,7 0,50 Coklat
2 etil asetat 43,87 4,38 Coklat kemerahan
3 96% etanol 78,14 7,81 Coklat kehitaman
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.1 Hasil uji inhibisi ekstrak G. dioica Blume terhadap aktivitas enzim
PfMQO
Parameter yang digunakan untuk menunjukkan nilai inhibisi dalam
menghambat aktivitas enzim PfMQO ini adalah nilai persen inhibisi yang
merupakan persen hambat yang dapat menyebabkan 50% penghambatan terhadap
aktivitas enzim PfMQO atau yang memberikan persentase penghambatan 50%.
Mekanisme perubahan warna saat reaksi berlangsung diikuti oleh
pelepasan dan penerimaan elektron. Oksidasi malate menjadi oksaloasetat diikuti
dengan reduksi d-ubiquinon menjadi quinol. Elektron yang dilepas ditangkap oleh
Dichlorophenolindophenol (DCIP) menyebabkan terjadinya reduksi DCIP
kembali dari yang berwarna biru menjadi tidak berwarna. DCIP yang tidak
berwarna mengindikasikan terjadinya aktivitas enzim. Pengukuran aktivitas
inhibisi enzim pada sampel uji dihitung terhadap serapan kontrol yakni dengan
substrat malate (kontrol negatif) dan tanpa substrat malate (kontrol positif) (Ken
inaoka et al, 2016).
Malate Oksaloasetat
(Substrat) (Produk)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, pengukuran nilai inhibisi ekstrak pada
seri konsetrasi 100; 10; 1; dan 0,1 ppm menunjukkan ekstrak etil asetat pada
konsentrasi 100 ppm memberikan nilai inhibisi tertinggi yaitu (97,95%)
dibanding ekstrak n-heksan (59,87%) dan etanol (87,01%). Secara spesifik suatu
senyawa dikatakan sangat kuat aktivitasnya jika nilai persen inhibisi lebih dari
50%. Sehingga berdasarkan hal tersebut ekstrak etanol, etil asetat, dan n-heksan
dari ekstrak kulit batang G. dioica Blume dapat dikatakan aktif sebagai
antimalaria dalam menghambat aktivitas PfMQO yang kuat karena memiliki
97,95 90,42
13,62
0
50
100
100 ppm 10 ppm 1 ppm 0,1 ppm
% In
hib
itio
n
n-heksan Etil asetat 96% etanol
Enzim MQO
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
nilai persen inhibisi lebih dari 50%. Ketiga ekstrak memberikan nilai persen
inhibisi lebih dari 50%, namun persen inhibisi tertinggi yaitu pada ekstrak etil
asetat (97,95%). Kemudian dilakukan pengenceran namun diperoleh data yang
kurang linier. Screening pada konsentrasi tinggi dan rendah diharapkan
memberikan nilai pengukuran yang linier agar nilai perbedaan pada masing-
masing konsentrasi didapatkan. Ekstrak etil asetat kemudian difraksinasi dengan
kromatografi kolom menggunakan fase gerak dengan gradient kepolaran yang
berbeda (n-heksan : etil asetat).
4.4 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia bertujuan untuk mendeteksi senyawa yang terkandung
dalam tanaman berdasarkan golongannya. Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak
etil asetat dari kulit batang G. dioica Blume dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil uji penapisan fitokimia dari ekstrak kulit batang G. dioica Blume
Hasil penapisan fitokimia menunjukan bahwa ekstrak etil asetat G. dioica
Blume mengandung golongan senyawa alkaloid, flavonoid, tanil dan polifenol,
saponin dan triterpenoid.
No Golongan Kimia Pengamatan Sampel
Esktrak
etil asetat
Hasil
1 Alkaloid (+) Dengan pereaksi
Dragendroff terbentuk
endapan jingga
2 Flavonoid (+) Fluoresensi kuning
intensif
3 Steroid (-) Terbentuk cincin
kecoklatan
4 Tanin dan Polifenol (+) Hitam kehijauan
5 Glikosida (-) Coklat
6 Saponin (+) Terbentuk busa setinggi
1,3 cm selama 30 detik
7 Triterpenoid (+) Terbentuk cincin
kecoklatan
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.5 Optimalisasi Penggunaan Assay Mix pada pengujian PfMQO (D.K.
Inaoka, et al ; 2017
Assay mix yang digunakan dalam pengujian aktivitas PfMQO ini adalah
campuran pelarut HEPES, DCIP, KCN, enzim PfMQO , d-ubiquinol dan substrat
malate. Aktivitas enzim dibaca menggunakan spektrofotometer molecular
(paradigm) pada panjang gelombang 600 nm (Ɛ600= 21 cm-1
.mM-1
) selama 10
menit dengan suhu 37°C. Optimalisasi suhu untuk uji PfMQO dilakukan secara
spektrofotometri menggunakan UV760 (Jasco-Japan) yang dilengkapi dengan
circulator air mandi (Taitec) (D.K. Inaoka, et al ; 2017. Sebelum penambahan
substrat, assay mix dibaca menggunakan spektrofotometer selama 3 menit sebagai
background. Panjang gelombang 600 nm adalah panjang gelombang DCIP
dengan penyerapan maksimal, dalam bentuk teroksidasi DCIP berwarna biru, bila
direduksi DCIP menjadi tidak berwarna.
Penggunaan DCIP untuk mengevaluasi inhibisi sintesis dari enzim
PfMQO dengan prinsip uji kolorimetrik. Dalam proses reaksi, PfMQO
mengkatalisis oksidasi malate menjadi oksaloasetat secara bersamaan terjadi juga
reduksi dari ubiquinon menjadi ubiquinol sehingga terjadi reduksi DCIP,
menghasilkan perubahan warna (Wijaya et al.)
HEPES adalah buffer zwitterionic yang banyak digunakan di biokimia dan
biologi molekuler, kisaran pH dari HEPES adalah 6,8 - 8,2 bertujuan untuk
mempertahankan pH pada larutan assay mix. Derajat pH perlu diatur sedemikian
rupa agar aktivitas larutan enzim menjadi stabil. Sebagai akseptor elektron
digunakanlah decylubiquinon. Dalam proses reaksi enzim akan terjadi proses
reduksi dan oksidasi elektron dan decylubiquinon akan menerima elektron
tersebut. Elektron yang dihasilkan selama proses oksidasi akan digunakan untuk
melakukan reduksi merubah ubiquinon menjadi ubiquinol.
Selama proses preparasi dan pengujian, enzim PfMQO harus diperlakukan
khusus, yaitu enzim harus disimpan dalam suhu -30°C (Sigma,1996). Suhu
merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan pada proses
penyimpanan sampel yang akan dianalisis. Perubahan suhu dapat mempengaruhi
aktivitas enzim tersebut dan ini dapat mengakibatkan kesalahan dalam interpretasi
hasil pemeriksaan terhadap aktivitas enzim tersebut. Selama proses pengujian
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
enzim PfMQO disimpan di dalam ice box untu menjaga larutan enzim tetap
berada dalam suhu rendah.
Penambahan malate dalam campuran assay mix berfungsi sebagai substrat
dari enzim PfMQO. Jumlah substrat yang ditambahkan sebanyak 5 µl. Konsetrasi
substrat yang rendah menyebabkan kecepatan reaksi akan amat rendah dan
kecepetan reaksi akan meningkat seiring dengan konsentrasi substrat yang
meningkat akhirnya, tercapai titik batas aktivitas enzim. Jika titik batas atau
optimal ini terlampaui, kecepatan reaksi hanya akan bertambah sedemikian
kecilnya dengan bertambahnya konsentrasi substrat (Al.Lehninger; 2000).
4.6 Fraksinasi dengan kromatografi kolom
Dilakukan fraksinasi dengan metode kromatografi kolom terhadap ekstrak
kental etil asetat kulit batang Garcinia dioica Blume . Kromatografi kolom yang
digunakan memiliki ukuran tinggi 30 cm dan diameter 2 cm. Fase diam yang
digunakan adalah silika gel 60 GF 254 (ukuran partikel 0,063-0,2 mm). Sebelum
digunakan terlebih dahulu kolom dibersihkan dan pada bagian dasar diberikan
kapas. Selanjutnya kolom dialiri dengan pelarut n-heksan dan kapas ditekan-tekan
dengan batang pengaduk hingga tidak ada udara yang terjerap. Pembuatan bubur
silika dengan menimbang 250 gram serbuk silika gel lalu didespersikan dengan
pelarut n-heksan hingga menjadi suspensi silika. Ekstrak kental etil asetat
sebanyak 1 gram yang akan dipisahkan sebelumnya dicampur dengan silika gel
sebanyak 8 gram untuk preadsorbsi.
Sistem fase gerak yang digunakan adalah campuran pelarut n-heksan dan
etil asetat yang kepolarannya dinaikkan secara bertahap (step ways). Masing-
masing fase gerak digunakan sebanyak 300 ml dengan perbandingan n-heksan dan
etil asetat yang setiap gradien kepolarannya ditingkatkan 10%. Pelarut yang
menetes ditampung dalam vial yang sebelumnya telah diberi nomor. Fraksinasi
dilakukan hingga fase gerak yang digunakan telah mencapai gradien akhir yaitu
100% etil asetat.
Dari hasil kromatografi kolom, diperoleh fraksi sebanyak 220 fraksi. Vial
hasil penampungan pelarut kemudian dikeringkan. Fraksi yang telah diperoleh
dilakukan kromatografi lapis tipis dan dilihat pola bercak yang dihasilkan
dibawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Fraksi yang
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memiliki kemiripan Rf dan pola noda digabung sehingga menghasilkan 8 fraksi
yaitu fraksi F1 = 0,3961 g, , fraksi F2 = 0,2205 g. , fraksi F3 = 0,0152 g, fraksi F4
= 0,0471 g, fraksi F5 = 0,0111 g, fraksi F6 = 0,0191 g, fraksi F7 = 0,0213 g, dan
fraksi F8 = 0,0113 g.
Hasil pemantauan KLT diduga menghasilkan senyawa yang berbeda
karena menghasilkan nilai Rf yang berbeda. Spot fraksi F1 didapatkan nilai Rf
spot sebesar 0,857, fraksi F2 0,858, fraksi F3 0,771, fraksi F4 0,774, fraksi F5
0,780, fraksi F6 0,742, fraksi F7 0,751, dan fraksi F8 0,749 maka, fraksi F1
sampai dengan fraksi F8 dipilih untuk dilanjutkan uji inhibisi terhadap aktivitas
enzim PfMQO.
Ket 1 = Fraksi F1 2 = Fraksi F2
3 = Fraksi F3 4 = Fraksi F4
5 = Fraksi F5 6 = Fraksi F6
7 = Fraksi F 8 = Fraksi F8
Gambar 4.2 Hasil pemantauan KLT dengan fase diam silika gel GF 254 fase gerak
60 % n-heksan : 40% etil asetat dilihat pada lampu UV 254 nm
4.7 Uji Inhibisi Fraksi Etil Asetat Terhadap Aktivitas Enzim PfMQO
Fraksi ekstrak etil asetat yang telah di kromatografi kolom dan
digabungkan mengahasilkan 8 fraksi, yaitu fraksi F1, F2, F3, F4, F5, F6, F7, dan
fraksi F8 dilakukan pengujian inhibisinya dalam menghambat aktivitas enzim
PfMQO. Uji inhibisi menggunakan Spektrofotometer, optimasi dengan suhu 37⁰C
dan serapan maksimum terletak pada panjang gelombang 600 nm. Pengujian
fraksi etil asetat ini dilakukan pada seri konsentrasi 100; 10; 1, dan 0,1 ppm. Hasil
pengukuran inhibisi fraksi pada gambar 4.3.
1 2 3 4 5 6 7 8
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.3 Hasil uji inhibisi fraksi terhadap aktivitas enzim PfMQO
Dari grafik diatas menunjukkan hasil uji inhibisi fraksi F1, F2 dan F3 pada
konsentrasi 10 ppm menghasilkan nilai inhibisi terhadap aktivitas enzim PfMQO
lebih dari 50%. Nilai inhibisi fraksi F1 (98,99%), fraksi F2 (98,48%), dan fraksi
F3 (97,95%). Aktivitas antimalaria dalam menghambat aktivitas enzim PfMQO
ini dapat dinyatakan dengan persentase penghambatan atau persentase inhibisi.
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang
digunakan maka semakin besar aktivitas antioksidan yang diperoleh dan semakin
rendah konsentrasi ekstrak maka semakin kecil aktivitasnya. Dari data di atas nilai
persen inhibisi yang melebihi 50% terdapat pada fraksi F1, F2, dan F3. Fraksi F4,
F5, F6, F7 dan F8 menunjukkan nilai kurang dari 50% dan tidak aktif dalam
menghambat aktivitas enzim PfMQO selanjutnya dilakukan analisis dengan
HPLC analitis dan HPLC preparatif.
4.8 Analisis dan Fraksinasi dengan HPLC Preparatif
Prinsip dasar dari HPLC adalah pemisahan analit-analit berdasarkan
kepolarannya. Adapun prinsip kerja dari alat HPLC adalah ketika suatu sampel
yang akan diuji diinjeksikan ke dalam kolom maka sampel tersebut kemudian
akan terurai dan terpisah menjadi senyawa-senyawa kimia ( analit ) sesuai dengan
perbedaan afinitasnya (Clark J; 2007).
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dilakukan dengan memperhatikan pola
dan puncak serapan spektrum dari sampel. Penelitian ini menggunakan panjang
gelombang 254 nm, karena panjang gelombang ini merupakan panjang
gelombang yang maksimum dan memberikan kondisi analisis yang baik (bebas
98,98 97,95 97,95
8,39 2,62
-1,51 -4,72 -1,7
-30
-10
10
30
50
70
90
110
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8
% In
hib
itio
n
Fraksi etil asetat
100 ppm 10 ppm 1 ppm 0,1 ppm
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dari gangguan pelarut) (Clark J; 2007). Fraksi aktif F1, F2, dan F3 dari ekstrak etil
asetat G. dioica Blume diidentifikasi menggunakan kromatografi cair kinerja
tinggi (HPLC) untuk dilihat profil senyawanya. Sampel disuntikan dengan
memakai suntikan mikrovolume injeksi 20 μl melalui septum elastomer.
Identifikasi dengan ini, memakai HPLC Shimadzu ODS (C18) 4,6 mml.D x 250
mm (No.1702072Y), dan detektor UV (254 nm).
Fase gerak yang digunakan adalah 95 % MeOH - 5 % H20 volume 1000
ml dan laju alir 1 ml/menit selama 30 menit. Panjang gelombang 254 digunakan
karena metanol dapat menyerap radiasi pada panjang gelombang 205 nm,
sedangkan air menyerap radiasi pada panjang gelombang 190 nm, sehingga
detektor UV yang digunakan harus memiliki panjang gelombang yang lebih tinggi
dari panjang gelombang metanol dan air untuk menghindari pembacaan yang
salah dari pelarut (Putra 2004). Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan
degassing (penghilangan gas).
Pada lampiran 3, tampak adanya beberapa puncak senyawa, ini
menandakan bahwa senyawa pada fraksi F1, F2, dan F3 belum murni dan masih
mengandung lebih dari dua senyawa kimia. Hasil spektra dari kromatografi HPLC
menunjukkan terdapat 1 peak tinggi dan 2 peak kecil pada F1, 1 peak tinggi dan 3
peak kecil pada F2, dan 1 peak tinggi dan 2 peak kecil pada F1 yang dapat
dipisahkan (Lampiran 2). Hasil puncak kromatografi HPLC ini, tidak semuanya
merupakan suatu senyawa yang dapat dipisahkan, karena dimungkinkan juga itu
hasil dari pengotor-pengotor yang dibawa oleh sampel. Dari ketiga profil fraksi
F1,F2, dan F3 hampir semuanya memiliki profil yang mirip. Menghasilkan
peak/puncak pada retensi waktu 20 – 29 menit.
Tabel 4.3 Profil analisis HPLC fraksi F1, F2, dan F3
Fraksi Aktif Bobot fraksi Peak/ Puncak Waktu Retensi
F1 0,01 g
1a
2a
3a
23,966
26,289
26,788
F2 0,22 g
1b
2b
3b
4b
23,883
24,527
26,306
26,741
F3 0,03 g
1c
2c
3c
24,407
26,332
26,516
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil tabel di atas menunjukkan retensi waktu yang sangat berdekatan dan
tidak menghasilkan pemisahan yang sempurna dan masih ada peak kecil yang
tidak terbaca. Setiap puncak grafik mempunyai waktu retensi yang berbeda,
berarti senyawa kimia yang terdapat pada puncak-puncak tersebut mempunyai
sifat yang berbeda satu sama lainnya dan dapat diisolasi guna mendapatkan
senyawa murni dengan menggunakan preparatif HPLC.
Fraksi F1, F2, dan F3 menunjukkan puncak pada menit ke 26. Puncak
pada menit ke 26 diperkirakan adalah senyawa target karena puncak yang
dihasilkan cukup besar, tetapi tidak menutup kemungkinan pada menit ke 23-24
juga merupakan senyawa target namun memiliki peak kecil.
Gambar 4.4 Profil analisis HPLC fraksi aktif F2
Pada gambar diatas menunjukkan puncak yg dominan pada waktu retensi
26,30 menit dengan skala intensitas yang besar. Dilanjutkan fraksi aktif F2 untuk
di fraksinasi dengan preparatif HPLC karena memiliki bobot yang yang lebih
besar dibanding fraksi F1 dan F3. Fraksi yang terkumpul kemudian diinjeksikan
ulang ke dalam sistem HPLC preparatif untuk mencapai kemurnian yang
diinginkan. Fraksinasi menggunakan HPLC peparatif diharapkan mampu
memisahkan semua senyawa yang akan ditampung setiap menitnya.
4.9 Fraksinasi Fraksi Aktif dengan HPLC Preparatif
Pemisahan dengan kinerja tinggi (HPLC Preparatif) memiliki kemampuan
pemisahan yang optimal dan cepat serta produktif dibanding KLT preparatif
konvensional. Menghasilkan kemurnian fraksi yang optimal dan pemisahan yang
sangat selektif pada kolom dengan efisiensi tinggi.
Waktu (min)
Inte
nsi
tas
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sampel disuntikan dengan memakai suntikan mikrovolume injeksi 100 μl
melalui septum elastomer. Identifikasi dengan ini, memakai HPLC Shimadzu
ODS (C18) 4,6 mml.D x 250 mm (No.1702072Y), dan detektor UV (254 nm).
Fase gerak yang digunakan adalah 95 % MeOH - 5 % H20 volume 1000 ml dan
laju alir 1 ml/menit selama 30 menit. Senyawa kimia yang terkandung dalam
fraksi F2 yang telah dilarutkan dengan metanol pada konsentrasi 20.000 ppm
kemudian diencerkan sampai 5000 ppm. Senyawa fraksi F2 dipisahkan tiap
menitnya, menghasilkan 30 subfraksi dan volume subfraksi masing-masing 10 ml.
Gambar 4.5 Profil analisis dengan preparatif HPLC fraksi aktif F2
Senyawa yang dibawa eluen akan terpisah setelah melewati kolom dan
terekam pada detektor berupa puncak-puncak grafik. Untuk mendapatkan
senyawa murni maka cairan yang menetes pada saat jarum mulai menggambar
suatu puncak hingga puncak itu berakhir dikumpulkan, kemudian dikeringkan.
Hasil pemisahan fraksi aktif F2 kemudian dilakukan pengujian inhibisinya
terhadap aktivitas enzim PfMQO.
4.10 Pengujian Inhibisi Subfraksi F2 Hasil Pemisahan Preparatif HPLC
Terhadap Aktivitas Enzim PfMQO
Fraksi aktif F2 yang telah dipisahkan menggunakan preparatif HPLC
kembali diuji inhibisnya terhadap aktivitas enzim PfMQO. Sebanyak 100 µl dan
50 µl hasil tampungan preparatif HPLC semuanya diuji didalam “Bioassay plate”
kemudian dikeringkan menggunakan alat konsentrator, dan diuji aktivitas
inhibisinya menggunakan spektrofotometer panjang gelombang 600 nm selama 10
menit.
Waktu (min)
Inte
nsi
tas
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.6 Hasil uji inhibisi subfraksi F2 terhadap aktivitas enzim PfMQO
Hasil uji aktivitas inhibisi PfMQO fraksi F2 pada pemisahan menit ke 25 sampai
29 menghasilkan nilai inhibisi lebih dari 50% yang menunjukkan aktif terhadap
PfMQO tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil uji inhibisi subfraksi F2 terhadap aktivitas enzim PfMQO
Dari hasil isolasi dengan HPLC preparatif tersebut maka didapatkan lima
subfraksi aktif. Hal ini juga dibuktikan dengan hasil profiling HPLC analitik,
dimana pada retensi waktu ke 25 sampai 29 menghasilkan peak yang menumpuk
yang harus dipisahkan menggunakan preparatif HPLC dan kemudian diuji daya
hambatnya.
Hasil penampungan preparatif HPLC subfraksi nomor 25, 26, 27, 28, dan
29 sebanyak 10 ml dikeringkan dengan evaporator dan diperoleh bobot masing-
masing isolat. Bobot isolat fraksi yang diperoleh subfraksi nomor 25 (0,25 mg),
nomor 26 (0,34 mg), nomor 27 (3,98 mg), nomor 28 (1,45 mg), dan nomor 29
(0,89 mg) kemudian dilarutkan dalam 1 ml metanol. Dibuat seri konsentrasi 12,5;
2,5; 1,25; 0,625 ppm. Seri konsentrasi yang dibuat diperoleh dari membandingkan
bobot konsentrasi subfraksi yang terendah yaitu 0,25 mg dengan konsentrasi akhir
pengujian pada volume 10 µl, 2 µl, 1 µl, dan 0,5 µl .
0102030405060708090
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
% In
hib
itio
n
Nomor fraksi
100 ul 50 ul
Nomor fraksi % Inhibisi Terhadap Aktivitas PfMQO
100 µl 50 µl
25’ 87,07 41,73
26’ 57,51 19,89
27’ 106,6 101,1
28’ 104 101,3
29’ 70,61 27,75
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fungsi dibuatnya rentan konsentrasi adalah untuk mendapatkan
suatu persamaan regresi linier secara matematika yang nantinya digunakan
untuk menentukan kadar suatu sampel dengan memasukan nilai kedalam
persamaan tersebut. Subfraksi yang telah ditentukan tadi konsentrasinya
dilakukan pengujian inhibisinya terhadap aktivitas PfMQO.
Gambar 4.7 Hasil uji inhibisi subfraksi nomor 25, 26, 27, 28, dan 29 terhadap
aktivitas PfMQO
Hasil uji inhibisi subfraksi nomor 25, 26, 27, 28, dan 29 terhadap aktivitas
enzim PfMQO diatas menghasilkan nilai inhibisi subfraksi nomor 25 (58,83%),
nomor 26 (63,10%), nomor 27 (96%), nomor 28 (94,05%) dan nomor 29
(18,77%). Subfraksi nomor 25 sampai 28 pada konsentrasi 12,5 ppm
menghasilkan nilai inihibisi lebih dari 50% menunjukkan aktif dalam
menghambat aktivitas enzim PfMQO, sedangkan subfraksi nomor 29
menghasilkan nilai inhibisi kurang dari 50% yang menunjukkan tidak aktif dalam
menghambat aktivitas enzim PfMQO. Terhadap subfraksi nomor 25 sampai 28
dilakukan analisis HPLC untuk memantau sidik jari subfraksi apakah sudah
menghasilkan satu peak senyawa
4.11 Analisis Subfraksi Aktif dengan HPLC
Analisis kembali hasil subfraksi aktif dengan HPLC dilakukan untuk
meyakinkan pola/puncak yang dihasilkan sampel, yaitu dengan cara
menginjeksikan kembali subfraksi yang telah diuji inhibisinya kedalam sistem
HPLC. Analisis dilakukan terhadap subfraksi yang menghasilkan nilai inhibisi
lebih dari 50% yaitu subfraksi aktif nomor 25, 26, 27, dan 28.
58,83 63,1
96,34 94,05
18,77
0
50
100
25 26 27 28 29
% In
hib
itio
n
Subfraksi aktif
12,5 ppm 2,5 ppm 1,25 ppm 0,625 ppm
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.5 Program waktu gradien eluen HPLC untuk subfraksi aktif
Waktu (menit) Eluen Komposisi (%)
0.01 Metanol : Air 95% - 5%
20.00 Metanol 100%
25.00 Metanol 100%
25.50 Metanol : Air 5% - 95%
30.00 Metanol : Air 5% - 95%
30.00 Stop
Hasil kromatogram HPLC subfraksi nomor 26, 27, 28, dan 29 terdapat
pada (lampiran 15). Hasil kromatogram menunjukkan peak/senyawa yang dapat
dipisahkan, namun kromatogram subfraksi nomor 25 dan 26 menunjukkan skala
intensitas yang rendah sehingga lebar peak yang dihasilkan sangat kecil. Pada
hasil kromatogram subfraksi nomor 26 dan 27 menunjukkan peak yang sudah
tunggal namun senyawa yang di dapat belum tunggal. Perlu dilakukan teknik
kromatografi lapis tipis (KLT) analitis untuk mengetahui kandungan senyawa
Gambar 4.8 Hasil kromatogram HPLC subfraksi nomor 27 pada panjang
gelombang 254 nm
Gambar 4.9 Hasil kromatogram HPLC subfraksi nomor 28 pada panjang
gelombang 254 nm
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil kromatogram subfraksi nomor 27 dan nomor 28 pada konsentrasi
12,5 ppm sudah menunjukkan satu puncak yang tunggal dan dominan pada
masing-masing retensi waktu ke 26,09 menit dan 18,57 menit dengan skala
intensitas yang tinggi. Eluasi pada hasil kromatogram tersebut dilakukan secara
gradien dengan metanol dan air. Eluasi gradien baik digunaan untuk kondisi
pemisahan dengan sampel yang komplek seperti bahan alam yang memiliki
derajat polaritas yang beragam (Sarker et al; 2006). Detektor yang digunakan
adalah detektor PDA yang dapat mendeteksi senyawa organik pada rentang
panjang gelombang 200-600 nm, detektor PDA dapat mendeteksi absorbansi UV-
Vis pada beberapa panjang gelombang sekaligus (Sarker et al; 2006).
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan data penelitian yang telah diperoleh, dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Ekstraksi kulit batang tanaman asam kandis dengan n-heksan, etil asetat
dan 96% etanol ekstrak masing-masing sebesar 5,7 gram, 43,87 gram,
78,14 gram. Dari ketiga hasil tersebut ekstrak etil asetat memiliki tingkat
inhibisi aktivitas PfMQO sebesar 97,95%.
2. Setelah dilakukan fraksinasi dengan kolom kromatografi, ekstrak etil
asetat diperoleh 8 fraksi. Dari kedelapan fraksi tersebut, fraksi F1, F2, dan
F3 yang menunjukkan tingkat inhibisi lebih dari 50%.
3. Fraksinasi fraksi F2 dengan HPLC preparatif, menghasilkan 30 subfraksi.
Subfraksi nomor 25, 26, 27, 28 menunjukkan tingkat inhibisi lebih dari
50%.
4. Analisis subfraksi aktif no.27 dan no.28 dengan HPLC, menunjukkan
puncak yang tunggal masing-masing pada retensi waktu ke 26,09 menit
dan 18,57 menit.
5.2 SARAN
Perlu dilakukan pemurnian skala besar terhadap subfraksi aktif ekstrak
kulit batang tanaman asam kandis guna memperoleh senyawa murni yang
menghambat aktivitas PfMQO. Pembuktian terhadap senyawa murni yang di
peroleh dapat dilanjutkan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Preparatif, untuk kemudian dielusidasi strukturnya dan diukur tingkat inhibisinya
(IC50).
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
A.H, A. A. K. a. L. (2005). Cellular and Molecular Immunology. Fifth Edition.
Elsevier Saunders, Philadelphia.
Abd Majid, R. (2011). Molecular and biochemical pharmacology of mitochondrial
enzymes in the malaria parasite Plasmodium falciparum. Newyork:
EThOS: e-these online service.
Arsin, A. A. (2012). MALARIA DI INDONESIA Tinjauan Aspek Epidemiologi.
Makassar: MASAGENA PRESS.
Baggett, S., Protiva, P., Mazzola, E. P., Yang, H., Ressler, E. T., Basile, M. J., . . .
Kennelly, E. J. (2005). Bioactive Benzophenones from Garcinia x
anthochymus Fruits. Journal of natural products, 68(3), 354-360.
Bates, A. ( 1990). The Natural History of Mosquitoes and Plasmodium
Parasites. New York: Gloucester. Mass. Peter. Smith.
Burke E, D. J., Hasson R. (2003). Antimalarial Drug From Nature. J Trinity
Student Med.
Carter, R., Mendis, K. N., Miller, L. H., Molineaux, L., & Saul, A. (2000).
Malaria transmission-blocking vaccines—how can their development be
supported?
Chang, H., & Tahun, T. (2009). Heme Detoxification in P. falciparum. The
Marletta lab Universityof California, Berkeley.
Ciulei, J. (1984). Metodology for Analysis of vegetable and Drugs. Bucharest
Rumania: Faculty of Pharmacy.
Clark, J. 2007. High Performance Kromatografi Cair-HPLC.
http://www.chemguide.co.uk/analysis/chromatography/hplc.htm . Diakses
tanggal 20 Agustus 201
D.K. Inaoka, Endah DH, Yukiko Miyazaki, Danang Waluyo (2017). Biochemical
Studies of Membrane Bound Plasmodium falciparum Mitochondrial L-
Malate : Quinone Oxidoreductase, a potential drug target. BBA-
Bioenergetics 1859 (2018) 191-200.
Darlina, H. N. E. S., Dita M.E Dan Siti Nurhayati. (2011). Pengaruh Radiasi
Terhadap Pertumbuhan Plasmodium Falciparum Strain Nf54 Stadium
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Eritrositik Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi -BATAN
Institut Sains dan Teknologi Nasional, Jakarta.
Darwati, D., Anggraeni, A., & Adisumiwi, S. (2016). Santon Dari Kulit Batang
Tumbuhan Asam Kandis (Garcinia cowa). CHEMPUBLISH JOURNAL,
1(1), 25-31.
Depkes, R. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan.
Dewick, P. M. (2002). Medicinal natural products: a biosynthetic approach: John
Wiley & Sons.
Doctors and Experts At WebMD 2010. Kamus Kedokteran Webster's New
World. Jakarta: PT Indeks
Finch, R., Moss, P., Jeffries, D., & Anderson, J. (2005). Infectious diseases,
tropical medicine and sexually transmitted diseases. Clinical Medicine,
London, Elsevier Saunders, 19-152.
Gunawan, D., & Mulyani, S. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid, 1,
31-34.
Hangjun Ke, Joanne M. Morissey, Suresh M. Ganesan, Heather J. Painter (2011).
Variation Among Plasmodium falciparum Strains in Their Reliance on
Mitochondrial Transport Chain Function : American Society for
Microbiology
Harborne, J. (1987). Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro.
Penerbit ITB, Bandung, 9-71.
Harborne, J. B. (1987). Metode fitokimia." Edisi ke-2. Padmawinata K, Soediro I,
penerjemah. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Harijanto, P. N. (2000). Malaria: Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi klinis
dan Penanganannya. Jakarta: Buku Kedokteran.
iinuma, M., tanaka, T., & riswan, S. (1996). Three new xanthones from the bark
of Garcinia dioica. Chemical and pharmaceutical bulletin, 44(1), 232-234.
Inaoka DK. 2017. Supression of experimental cerebral malaria by disruption of
malate:quinone oxidoreductase. doi 1186/s 12936-017-1898-5
Karmana, O. (2007). Cerdas Belajar Biologi Bandung: Grafindo Media Pratama.
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kastianti, N. d. A., Z.Q. (2008). Laporan Penelitian Pengambilan Minyak
Atsiri Kulit Jeruk dengan Metode Ekstraksi Distilasi VakumSemarang:
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Undip.
Kayser, O., A. F. Kiderlen, and S.L. Croft. (2000). Natural Products as
PotentialAntiparasitic Drugswww.fu
berlin.de/akkayscr/antiparasiticsfromnature.pdf.
Kementerian, P. K. P. S. J., & Kesehatan, R. (2010). Bersama kita berantas
malaria. Available online on: http://www. depkes. go. id/index.
php/berita/press-release/1055-bersama-kita-berantas-malaria. html.
Kenji Hikosaka, K. K., Shigeo Suzuki and Kiyoshi Kita. (2015). Mitochondria of
Malaria Parasites as a Drug Target. INTECH, open science, open mind,
Chapter 2.
Lang-Unnasch, N., & Murphy, A. (1998). Metabolic changes of the malaria
parasite during the transition from the human to the mosquito host. Annual
Reviews in Microbiology, 52(1), 561-590.
Larry, J. J. ((1996)). Faoundations of Parasitology. 5th ed.W.M. C. Brown
Publisher, 149151.
Likhitwitayawuid, K., Chanmahasathien, W., Ruangrungsi, N., & Krungkrai, J.
(1998). Xanthones with antimalarial activity from Garcinia dulcis. Planta
medica, 64(03), 281-282.
M.F, W. (2006a). Cellular and Molecular of Plasmodium. (online).
MacRae, J. I., Dixon, M. W., Dearnley, M. K., Chua, H. H., Chambers, J. M.,
Kenny, S., . . . McConville, M. J. (2013). Mitochondrial metabolism of
sexual and asexual blood stages of the malaria parasite Plasmodium
falciparum. BMC biology, 11(1), 67.
Mahabusarakam, W., Chairerk, P., & Taylor, W. (2005). Xanthones from
Garcinia cowa Roxb. latex. Phytochemistry, 66(10), 1148-1153.
Malaria, W. E. C. o., & Organization, W. H. (2000). WHO expert committee on
malaria: twentieth report: World Health Organization.
Muti’ah, R. (2013). PENYAKIT MALARIA DAN MEKANISME KERJA
OBAT-OBAT ANTIMALARIA. ALCHEMY: Journal of Chemistry.
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Panggabean, W. (2010). Karakteristik Penderita Malaria Di Kota Dumai Tahun
2005-2009Universitas Sumatera Utara: Skripsi.FMIPA
Parmet, S. L., C, Glass, R.M. (2007). Malaria. The Journal of the American
Medical Association, CCXCVI (20): 2310.
Prabowo, A. (2004). Malaria ; Mencegah & Mengatasinya. Barito Kuala: Puspa
Swara.
Radloff, P. D., Philips, J., Nkeyi, M., Kremsner, P., & Hutchinson, D. (1996).
Atovaquone and proguanil for Plasmodium falciparum malaria. The
Lancet, 347(9014), 1511-1514.
RI, D. (2009). Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia.
Departemen Kesehatan, Direktorat Jendral P2PL.
RI, K. (2016). MALARIA. Pusdatin 2016.
Ridley, H. N. (1922). The Flora of the Malay Peninsula, Vol. I. The Flora of the
Malay Peninsula, Vol. I.
Rizani, K. Z. (2000). Pengaruh Konsentrasi Gula Reduksi dan Inokulum
(Saccharomyces cerevisiae) pada Proses Fermentasi Sari Kulit
Nanas (Ananas comosus L.Merr) untuk Produksi Etanol
Malang: Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Brawijaya.
Russell, P. F. (1983). Practical Malariology. London: Oxford University Press.
Sarker, S.D., Latif, Z., Gray, A.I.,2006. Methods in Biotechnology : Natural
Products Isolation 2nd
. Humana Press Inc.,p. 19-21.
Saxena, S., Pant, N., Jain, D., & Bhakuni, R. (2003). Antimalarial agents from
plant sources. Current Science, 85(9), 1314-1329.
Simamora, D., & Loeki, F. E. (2007). Resistensi Obat Malaria: Mekanisme Dan
Peran Obat Kombinasi Obat Antimalaria Untuk Mencegah: Jurnal
Kedokteran Brawijaya, 23(2): 82-91.
Sjafruddin, D., Siregar, J., & Asih, P. (2004). Antimalarial drug resistance in
Indonesia: A molecular analysis. Symposium of malaria control in
Indonesia. Proceeding. Surabaya: TDC Airlangga University.
Staalsoe, T., Nielsen, M. A., Vestergaard, L. S., Jensen, A. T., Theander, T. G., &
Hviid, L. (2003). In vitro selection of Plasmodium falciparum 3D7 for
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
expression of variant surface antigens associated with severe malaria in
African children. Parasite immunology, 25(8‐9), 421-427.
Sundari, S. (2001). Pengobatan Malaria Melalui Target Enzim (Vol. 1).
Yogyakarta: Mutiara Medika, FK UMY.
Suryawati, S., & Suprapti, H. (2007). Efek Anti Malaria Ekstrak Brotowali
(Tinospora crispa) Pada Mencit Yang Di Infeksi Plasmodium berghei:
Wijaya Kusuma.
Sutisna, P. (2004). Malaria secara ringkas dari pengetahuan dasar sampai terapan.
EGC. Jakarta.
Syamsudin, S. T. (2007). Invitro and invivo Antiplasmodial activity of stem
bark extract of Garcinia parvifolia Miq (Guttiferae). Internasional
Journal of Tropical Medicine, 22, 41-44.
Syamsudin, S. T., Subagus Wahyuono dan Mustofa (2007). Antiplasmodial
activity of two fractions obtained from n-hexane extract of Garcinia
parvifolia Miq stem bark. Majalah Farmasi Indonesia, 18 (4), 210-215.
Tiwari, P., Kumar, B., Kaur, M., Kaur, G., & Kaur, H. (2011). Phytochemical
screening and extraction: a review. Internationale pharmaceutica sciencia,
1(1), 98-106.
Tjitra. (2000). Obat anti-malaria, Dalam : Harijanto PN (editor) Malaria,
Epidem iolo gi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, & Penanga nan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Uji, T., Keanekaragaman, persebaran, dan potensi jenis-jenis Garcinia di
Indonesia, Berkala Penelitian Hayati. 2007; 12:129–135.
Unknown. (Dipublikasikan pada 17 Maret 2009. ).
http://clearinghouse.bplhdjabar.go.id/index.php?option=com_content&vie
w=article&id=267%3Aceuri&catid=58%3Acagar-alam-gunung
tilu&Itemid=182&lang=enBalaikliring Kehati Jawa Barat. Ceuri
(Garcinia dioica Blume). .
Vial, H. d. A., M.L. (1994). Reserch of Antimalaria Molecules. Pathol. Biol, 42,
138-144.
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yawan, S. F. (2006). Analisis Faktor Risiko Kejadian Malaria di Wilayah Kerja
Puskesmas Bosnik Kecamatan Biak Timur Kabupaten Biak–Numfor
Papua. program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Hasil Determinasi Tumbuhan
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2 Alur kerja penelitian
Ekstraksi kulit batang G.dioica Blume
Fraksinasi dengan Kromatografi
Kolom
Fase diam silika gel 60 F254
250 g. Kolom t:130cm d:4cm
Total penggabungan fraksi
berjumlah 8 berdasarkan hasil
KLT
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8
Hasil fraksi di uji terhadap daya hambat enzim PfMQO Nilai % inhibisi tertinggi
Fraksi F1 Fraksi
F2
Fraksi F3
Profiling HPLC Analitis
Fraksi F2
Pemisahan dengan HPLC Preparatif
Subfraksi
No 25
Subfraksi
No 26
Subfraksi
No 27
Subfraksi
No 28
Subfraksi
No 29
Uji daya inhibisi terhadap terhadap aktivitas PfMQO
30 subfraksi
Subfraksi
No 25
Subfraksi
No 26
Subfraksi
No 27
Subfraksi
No 28
Profiling HPLC Analitis
menghasilkan
Subfraksi Aktif No 27 Subfraksi Aktif No 28
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lampiran 3 Bagan alur ekstraksi dari kulit batang Garcinia dioica Blume
2 kg Kulit batang G.
dioica Blume
1 kg serbuk kering Kulit batang
G. dioica Blume
Maserasi dengan 1,4 L n-heksan disaring,
dievaporasi
Ekstrak n-heksan Ampas
Uji terhadap enzim
PfMQO
Maserasi dengan
1,4 L etil asetat
disaring,
dievaporasi
Ekstrak etil asetat
Uji terhadap enzim
PfMQO
Ampas
Maserasi
dengan 2 L
etanol 96%
disaring,
dievaporasi
Ekstrak etanol 96%
Uji terhadap enzim
PfMQO
Ampas
Disortasi, dirajang,
dikeringkan, dihaluskan
dengan blender
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4 Alur kerja uji aktivitas inhibisi ekstrak dan fraksi
Enzim PfMQO disediakan oleh Balai Bioteknologi –
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
Pembuatan sampel uji dari konsentrasi 10.000 ppm, disediakan dalam
plate sebanyak 50 µl dan dilakukan pengeceran 1x, 10x, 100x, dan 1000x
hingga konsentrasi akhir 100; 10; 1; 0,1 ppm
Pembuatan assay mix yang terdiri dari HEPES, d-ubiquinone,
DCIP, enzim PfMQO dan substrat malate
Penambahan assay mix kedalam plat da dilakukan mixing dengan
kecepatan 1300 rpm selama 30 detik
Pengujian enzim PfMQO dengan menggunakan microplate reader
dengan panjang gelombang 600 nm dengan suhu 37⁰C selama 10
menit
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Alur kerja fraksinasi kolom kromatografi
Disiapkan bahan uji dan kromatografi kolom
Ditimbang silica sebanyak 25 gr lalu dicampurkan dengan n-heksan sampai
terbetuk bubur silica yang dapat dituang kedalam kolom
Dimasukkan kapas kedalam kolom terlebih dahulu kemudian fase padat
sambil diketuk-ketuk sampai terbentuk massa yang padat
Disiapkan fase gerak dengan sistem gradient dengan kepolaran yang berbeda
mulai dari n-heksan 100% sampai dengan etil asetat 100%
Jumlah fase gerak yang disediakan adalah 300 ml
Dilakukan proses elusi mulai dari perbandingan pertama hingga selesai
perbandingan terakhir
Hasil elusi ditampung dengan vial dan diberi nomor secara berurutan
Fraksi yang bernomor ganjil dengan pemantauan KLT
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6 Alur kerja pemurnian fraksi dengan HPLC analitis
Penyiapan instrumen HPLC
Fase gerak yang digunakan yaitu 5% air : 95% metanol dengan volume
1000 ml dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit
Penyiapan kolom C18 (oktadesil silika)
Penyiapan kulit batang Garcinia dioica Blume dengan konsentrasi
larutan induk 10.000 ppm dan diencerken 2000 ppm
Diinjeksikan sampel kedalam kolom dengan volume 20 µl dan data
dibaca selama 30 menit pada panjang gelombang 254 nm
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7 Alur kerja pemurnian fraksi dengan HPLC preparatif
Penyiapan instrumen HPLC preparatif
Fase gerak yang digunakan yatu 5% air : 95% metanol dengan volume
1000 ml dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit
Penyiapan kolom C18 (oktadesil silika)
Disiapkan bahan uji fraksi dengan konsentrasi 5000 ppm
Diinjeksikan sampel kedalam kolom dengan volume 100 µl dan data
pada panjang gelombang 254 nm
Hasil HPLC preparatif ditampung dengan subfraksi 10 ml selama 30
menit dan diberikan label secara berurutan
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Alur kerja uji aktivitas inhibisi fraksi terhadap enzim PfMQO
Enzim PfMQO disediakan oleh Balai Bioteknologi – Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT)
Disiapkan sampel uji dengan konsentrasi 12,5 ppm, 2,5 ppm, 1,25 ppm dan
0,625 ppm kedalam plat well
Sampel dikeringkan dengan konsentrasi selama 1 jam
Ditambahkan 5 µl DMSO 100% kedalam plat well kemudian diaduk dengan
kecepatan 1300 rpm selama 1200 menit
Penambahan assay mix ke dalam plat dan dilakukan mixing
dengan kecepatan 1300 rpm selama 30 detik
Pengujian enzim PfMQO dengan menggunakan microplate reader
dengan panjang gelombang 600 nm dengan suhu 37⁰C selama 10
menit
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Perhitungan Rendemen Ekstrak
Rumus perhitungan % rendemen
% rendemen ekstrak =
Ekstrak Bobot ekstrak Perhitungan % rendemen
n-heksan 5,7 gram =
Etil asetat 43,87 gram =
96% etanol 78,14 gram =
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10 Perhitungan pengenceran konsentrasi ekstrak dan fraksi pengujian
inhibisi aktivitas enzim PfMQO
Ekstrak dan fraksi hasil kolom kromatografi ditimbang dan dilarutkan kembali
dengan DMSO dan dibuat larutan stock dengan konsentrasi 10.000 ppm
V1.C1 = V2.C2
Ket V1 = Volume yang diambil dari larutan stock
M1 = Konsentrasi larutan stock
V2 = Volume yang akan dibuat
M2 = Konsentrasi yang akan dibuat
Maka perhitungan pengenceran sebagai berikut :
a. Pembuatan larutan induk 10.000 ppm
X =
=
= 10.000 ppm
b. Pengenceran 1x, 10x, 100x, 1000x dari larutan induk 10.000 ppm
Pengenceran 1 x Pengenceran 10 x
V1.M1 = V2.M2 V1.M1 = V2.M2
2 µl. 10.000 ppm = 200 µl. M2 2 µl. 1000 ppm = 200 µl. M2
M2 = 100 ppm M2 = 100 ppm
Pengenceran 100 x Pengenceran 1000 x
V1.M1 = V2.M2 V1.M1 = V2.M2
2 µl. 100 ppm = 200 µl. M2 2 µl. 10 ppm = 200 µl. M2
M2 = 1 ppm M2 = 0,1 ppm
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Perhitungan Penggunaan Assay Mix
No Volume Bahan Konsentrasi
Awal
Konsentrasi
Akhir
1 20 ml HEPES 50 mM 50 mM
2 20 µl KCN 1 M 1 mM
3 8,3 µl d-UQ 60 mM 25 µM
4 200 µl DCIP 12 mM 120 µM
5 3,1 µl PfMQO
membrane
2,778 µg/ml 0,43 mg/ml
6 4 µl Substrat Malate *ditambahkan setelah
bahan 1-5 dilakukan
pembacaan background
selama 5 menit
400 mM 10 mM
Hepes 20 ml, Konsentrasi 50 mM
20.000 µl . 50 mM = 20.000 µl . C2
C2 = 50 mM
KCN 20 µl , Konsentrasi 1 M
20 µl . 1000 mM = 20.000 µl . C2
C2 = 20.000 µl.mM
20.000 µl
C2 = 1 mM
d-UQ 8,3 µl , Konsentrasi 60 mM
8,3 µl . 60 mM = 20.000 µl . C2
C2 = 498 µl.mM
20.000 µl
C2 = 24,9 µM
DCIP 200 µl , Konsentrasi 12 mM
200 µl . 12 mM = 20.000 µl . C2
C2 = 2400 µl.mM
20.000 µl
C2 = 120 µM
PfMQO 3,1 µl , Konsentrasi 2,778
µg/ml
3,1 µl . 2,778 µg/ml = 20.000 µl . C2
C2 = 8,6118 µl.µg/ml
20.000 µl
C2 = 0,43 mg/ml
Malate 5 µl , Konsentrasi 400 mM
500 µl . 400 mM = 20.000 µl . C2
C2 = 200.000 µl.mM
20.000 µl
C2 = 10 mM
Keterangan :
1. Seluruh bahan yang disiapkan berjumlah 20,231 ml (20.000,231 µl)
dibulatkan menjadi 20.000 µl untuk 1 well plate dengan masing-masing
sumuran 200 µl
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Perhitungan jumlah ekstrak dan fraksi pada pengujan inhibisi
aktivitas enzim PfMQO
1. Perhitungan jumlah ekstrak dan fraksi pada pengujan inhibisi aktivitas
enzim PfMQO
C = m
V
Pengenceran 1 x
Dik C = 10.000 µg/ml
V = 2 µl = 0,002 ml
Dit m = ....?
m = 10.000 µg/ml x 0,002 ml = 20
µg
Pengenceran 10 x
Dik C = 1.000 µg/ml
V = 2 µl = 0,002 ml
Dit m = ....?
m = 1.000 µg/ml x 0,002 ml = 2 µg
Pengenceran 100 x
Diketahui C = 100 µg/ml
V = 2 µl = 0,002 ml
Ditanya m = ....?
m = 100 µg/ml x 0,002 ml = 0,2 µg
Pengenceran 1000 x
Diketahui C = 10 µg/ml
V = 2 µl = 0,002 ml
Ditanya m = ....?
m = 10 µg/ml x 0,002 ml = 0,02 µg
2. Perhitungan konsentrasi dan bobot subfraksi pada pengujan inhibisi
aktivitas enzim PfMQO
V1.C1 = V2.C2
Volume 10 µl, Konsetrasi 250
µg/ml
10 µl x 250 µg/ml = 200 µl x C2
C2 = 12,5 µg/ml
Volume 2 µl, Konsetrasi 250 µg/ml
2 µl x 250 µg/ml = 200 µl x C2
C2 = 2,5 µg/ml
Volume 1 µl, Konsetrasi 250
µg/ml
1 µl x 250µg/ml = 200 µl x M2
C2 = 1,25 µg/ml
Volume 0,5 µl, Konsetrasi 250
µg/ml
0,5 µl x 250µg/ml = 200 µl x C2
C2 = 0,625 µg/ml
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Perhitungan jumlah ekstrak dalam subfraksi pada pengujan inhibisi
aktivitas enzim PfMQO
Volume fraksi 10 µl Diketahui :
C = 250 µg/ml
V = 10 µl = 0,01 ml
m = ..?
m = 250 µg/ml x 0,01 ml = 2,5 µg
Volume fraksi 2 µl Diketahui :
C = 250 µg/ml
V = 2 µl = 0,002 ml
m = ..?
m = 250 µg/ml x 0,002 ml = 0,5 µg
Volume fraksi 1 µl Diketahui :
C = 250 µg/ml
V = 1 µl = 0,001 ml
m = ..?
m = 250 µg/ml x 0,001 ml = 0,25 µg
Volume fraksi 0,5 µl Diketahui :
C = 250 µg/ml
V = 0,5 µl = 0,0005 ml
m = ..?
m = 250 µg/ml x 0,0005 ml = 0,125 µg
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Pembuatan seri konsentrasi dari subfraksi aktif F2 pada pengujan
inhibisi aktivitas enzim PfMQO
Bobot subfraksi yang diperoleh, masing-masing dilarutkan dalam 1 ml metanol
Seri konsentrasi yang dibuat diperoleh dari membandingkan bobot konsentrasi
subfraksi yang terendah yaitu 0,25 mg dengan konsentrasi akhir pengujian.
V1.C1 = V2.C2
Volume pengenceran 10 µl
10 µl . 250 µg/ml = 200 µl . C2
C2 = 2500 µg/ml.ml
200 µl
C2 = 12,5 ppm
Volume pengenceran 2 µl
2 µl . 250 µg/ml = 200 µl . C2
C2 = 500 µg/ml.ml
200 µl
C2 = 2,5 ppm
Volume pengenceran 1 µl
1 µl . 250 µg/ml = 200 µl . C2
C2 = 250 µg/ml.ml
200 µl
C2 = 1,25 ppm
Volume pengenceran 0,5 µl
0,5 µl . 250 µg/ml = 200 µl . C2
C2 = 125 µg/ml.ml
200 µl
C2 = 0,625 ppm
Nomor fraksi Bobot Konsentrasi
25 0,25 mg 250 µg/ml
26 0,34 mg 340 µg/ml
27 3,98 mg 3980 µg/ml
28 1,45 mg 1450 µg/ml
29 0,89 mg 890 µg/ml
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14 Penyiapan sampel uji HPLC
HPLC Preparatif
1. Dibuat larutan induk 20.000 ppm (20 mg ekstrak dalam 1 ml metanol)
(20.000 ppm)
2. Pengenceran menjadi 5000 ppm
HPLC analitis
1. Dibuat larutan induk 10.000 ppm (10 mg ekstrak dalam 1 ml metanol)
(10.000 ppm)
2. Dibuat seri konsentrasi 1000, 2000, dan 5000 ppm
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 15 Profil HPLC Fraksi Aktif Etil Asetat Garcinia dioica Blume
Keterangan :
1) Hasil profiling dengan HPLC terhadap fraksi F1, F2, dan F3
menunjukkan puncak yang tunggal pada retensi waktu ke 26 menit.
2) Terlihat pada ketiga fraksi menunjukkan pola kromatogram yang mirip
sehingga, fraksi F2 saja yang dilanjutkkan untuk di fraksinasi dengan
preparatif HPLC karena memiliki bobot fraksi yang lebih besar
dibanding fraksi F2 dan fraksi F3
1. Sampel : Fraksi F1 (2000 ppm)
2. Sampel : Fraksi F2 (2000 ppm)
3. Sampel : Fraksi F3 (2000 ppm)
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 16 Hasil analisis HPLC subfraksi aktif hasil uji inhibisi dalam
menghambat aktivitas PfMQO
1. Sampel : Subfraksi aktif nomor 25 (5000 ppm)
2. Sampel : Subfraksi aktif nomor 26 (5000 ppm)
3. Sampel : Subfraksi aktif nomor 27 (5000 ppm)
4. Sampel : Subfraksi aktif nomor 28 (5000 ppm)
Keterangan :
1. Fraksinasi dengan preparatif HPLC menunjukkan subfraksi aktif
No 25, 26, 27, dan 28 yang menghasilkan daya inhibisi terhadap aktivitas
enzim PfMQO lebih dari 50%.
2. Profiling dengan HPLC analitis terhadap subfraksi aktif no 27 dan 28
menunnjukkan puncak yang tunggal dengan skala intensitas yang besar.
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 17 Hasil uji inhibisi ekstrak kulit batang G. dioica Blume dalam
menghambat aktivitas enzim PfMQO
Perhitungan aktivitas inhibisi enzim PfMQO
Ekstrak Kons
(µg/ml)
Abs
Sampel
Abs
kontrol
(-)
Abs
kontrol
(+)
%
Inhibisi
Rata2 %
inhibisi
Etil
asetat
100 ppm 0,00 -0,67 -0,01 101,59
101,61 0,00 -0,64 -0,00 101,64
10 ppm -0,02 -0,69 -0,00 96,83
94,54 -0,04 -0,66 -0,00 92,25
1 ppm -0,57 -0,68 -0,01 15,18
14,24 -0,59 -0,68 -0,00 13,31
0,1 ppm -0,67 -0,68 -0,02 2,73
-0,19 -0,64 -0,62 -0,00 -3,11
n-
heksan
100 ppm -0,11 -0,58 -0,00 79,39
80,3 -0,11 -0,58 -0,00 81,21
10 ppm -0,39 -0,63 -0,00 39,03
58,76 -0,37 -0,61 100E-04 39,47
1 ppm -0,59 -0,63 -0,00 6,25
9,35 -0,58 -0,62 -0,01 6,21
0,1 ppm -0,61 -0,62 -0,00 1,86
2,99 -0,59 -0,60 -0,00 2,26
96%
etanol
100 ppm -0,06 -0,58 -0,00 88,40
89,73 -0,05 -0,58 -0,00 91,06
10 ppm -0,12 -0,63 -0,00 81,11
80,80 -0,12 -0,61 100E-04 80,50
1 ppm -0,42 -0,63 -0,00 32,42
31,24 -0,44 -0,62 -0,01 30,06
0,1 ppm -0,6 -0,62 -0,00 3,29
2,14 -0,6 -0,60 -0,00 1,00
x 100%
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 18 Hasil uji inhibisi fraksi kulit batang G. dioica Blume dalam menghambat aktivitas enzim PfMQO
Fraksi Konsentrasi Abs
Sampel
Abs
kontrol
(-)
Abs
kontrol
(+)
%
Inhibisi
Fraksi Konsentrasi Abs
Sampel
Abs
kontrol
(-)
Abs
kontrol
(+)
%
Inhibisi
F1
100 ppm 0,04 -0,65 -0,00 108,19
F2
100 ppm 0,04 -0,65 -0,00 108,12
10 ppm -0,005 -0,68 -0,00 98,98 10 ppm -0,009 -0,68 -0,00 97,95
1 ppm -0,53 -0,68 -0,00 21,73 1 ppm -0,53 -0,68 -0,00 22,07
0,1 ppm -0,68 -0,65 -0,01 -0,64 0,1 ppm -0,60 -0,65 -0,01 7,34
F3
100 ppm 0,04 -0,65 -0,00 108,98
F4
100 ppm -0,23 -0,96 0,00 75,07
10 ppm -0,012 -0,68 -0,00 97,95 10 ppm -0,56 -0,96 -0,00 8,39
1 ppm -0,48 -0,68 -0,00 29,77 1 ppm -0,88 -0,94 -0,00 1,57
0,1 ppm -0,64 -0,65 -0,01 2,02 0,1 ppm -0,90 -0,94 -0,00 0,005
F5
100 ppm -0,58 -0,96 0,00 38,86
F6
100 ppm -0,99 -0,91 -0,01 -9,11
10 ppm -0,75 -0,96 -0,00 2,62 10 ppm -0,923 -0,90 -0,004 -1,51
1 ppm -0,93 -0,94 -0,00 0,37 1 ppm -0,927 -0,91 -0,00 -1,21
0,1 ppm -0,94 -0,94 -0,00 -0,45 0,1 ppm -0,919 -0,91 -0,002 -0,614
F7
100 ppm -0,05 -0,91 -0,01 5,02
F8
100 ppm -0,958 -0,91 -0,01 -4,86
10 ppm -0,95 -0,90 -0,004 -4,72 10 ppm -0,925 -0,90 -0,004 -1,70
1 ppm -0,93 -0,91 -0,00 -1,62 1 ppm -0,930 -0,91 -0,00 -1,48
0,1 ppm -0,91 -0,91 -0,002 -0,28 0,1 ppm -0,921 -0,91 -0,002 -0,77
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 19 Hasil uji inhibisi subfraksi kulit batang G. dioica Blume dalam
menghambat aktivitas enzim PfMQO (Pengujian 1)
Subfraksi Volume Abs Sampel
Abs kontrol
(-)
Abs kontrol
(+)
% Inhibisi
Nomor 25 100 µl -0,099 -0,707 -0,003 87,07
50 µl -0,427 -0,749 -0,002 41,73
Nomor 26 100 µl -0,313 -0,707 -0,003 57,51
50 µl -0,585 -0,749 -0,002 19,90
Nomor 27 100 µl 0,042 -0,707 -0,003 106,61
50 µl 0,003 -0,749 -0,002 101,16
Nomor 28 100 µl 0,023 -0,707 -0,003 104,02
50 µl 0,004 -0,749 -0,002 101,3
Nomor 29 100 µl -0,218 -0,707 -0,003 70,61
50 µl -0,002 -0,749 -0,002 27,75
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 20 Hasil uji inhibisi subfraksi aktif kulit batang G. dioica Blume dalam menghambat aktivitas enzim PfMQO
(Pengujian 2)
Subfraksi Kons Abs
Sampel
Abs
kontrol
(-)
Abs
kontrol
(+)
%
Inhibisi
Subfraksi Kons Abs
Sampel
Abs
kontrol
(-)
Abs
kontrol
(+)
%
Inhi
bisi
Nomor 25
12,5 ppm -0,34 -0,86 -0,00 58,83
Nomor 28
12,5 ppm -0,05 -0,86 -0,00 94,05
2,5 ppm -0,72 -0,80 -0,00 12,80 2,5 ppm -0,65 -0,80 -0,00 22,14
1,25 ppm -0,73 -0,80 -0,00 11,94 1,25 ppm -0,70 -0,80 -0,00 15,23
0,625 ppm -0,78 -0,82 -0,01 6,28 0,625 ppm -0,78 -0,82 -0,01 5,70
Nomor 26
12,5 ppm -0,31 -0,86 -0,00 63,10
Nomor 29
12,5 ppm -0,67 -0,86 -0,00 18,77
2,5 ppm -0,755 -0,80 -0,00 9,57 2,5 ppm -0,78 -0,80 -0,00 5,67
1,25 ppm -0,757 -0,80 -0,00 9,24 1,25 ppm -0,77 -0,80 -0,00 6,85
0,625 ppm -0,792 -0,82 -0,01 5,09 0,625 ppm -0,79 -0,82 -0,01 5
Nomor 27
12,5 ppm -0,03 -0,86 -0,00 96,34
2,5 ppm -0,39 -0,80 -0,00 52,85
1,25 ppm -0,48 -0,80 -0,00 42,08
0,625 ppm -0,71 -0,82 -0,01 13,95