tutorial demam

Upload: sony

Post on 01-Mar-2016

34 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Demam adalah peningkatan suhu tubuh diatas normal, hal ini dapat disebabkan oleh stres fisiologik, seperti pada ovulasi, sekresi hormon tiroid berlebihan, atau olahraga berat, oleh lesi sistem saraf pusat atauninfeksi mikroorganisme atau oleh sejumlah proses non-infeksi misalnya radang atau pelepasan bahan tertentu (Dorland, 2012). Adapun menurut Guyton & Hall (2014) demam yang berarti suhu tubuh diatas batas normal, dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, yang meliputi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, tumor otak, dan keadaan lingkungan yang dapat berakhir dengan heatstroke. Sherwood (2014) menyatakan bahwa demam merupakan peningkatan suhu tubuh akibat infeksi dan peradangan. Sebagai respon terhadap masuknya mikroba, sel-sel fagositik tertentu (makrofag) mengeluarkan suatu bahan kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat, sehingga hipotalamus sekarang mempertahankan suhu di tingkat yang baru dan tidak mempertahankannya di suhu normal tubuh.

TRANSCRIPT

BAB IKLARIFIKASI ISTILAH

1.1. PingsanDorland (2012) menyatakan bahwa pingsan (syncope) adalah penangguhan kesadaran sementara yang disebabkan oleh iskemia serebral generalisata. Adapun definisi pingsan menurutEuropean Society of Cardiology (2009) adalah suatu gejala dengan karakteristik klinik kehilangan kesadaran yang tiba-tiba dan bersifat sementara, dan biasanya menyebabkan jatuh, yang terjadi akibat hipoperfusi serebral, dimana onsetnya relatif cepat dan terjadi pemulihan spontan. Selanjutnya Sukha & Zimetbaum (2006) menyatakan bahwa pingsan adalah suatu kondisi kehilangan kesadaran yang mendadak, dan biasanya sementara, yang disebabkan oleh kurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Gejala pertama yang dirasakan oleh seseorang sebelum pingsan adalah rasa pusing, berkurangnya penglihatan, tinitus, dan rasa panas. Selanjutnya, penglihatan akan menjadi gelap dan akan jatuh atau terkulai.

1.2. DemamDemam adalah peningkatan suhu tubuh diatas normal, hal ini dapat disebabkan oleh stres fisiologik, seperti pada ovulasi, sekresi hormon tiroid berlebihan, atau olahraga berat, oleh lesi sistem saraf pusat atauninfeksi mikroorganisme atau oleh sejumlah proses non-infeksi misalnya radang atau pelepasan bahan tertentu (Dorland, 2012). Adapun menurut Guyton & Hall (2014) demam yang berarti suhu tubuh diatas batas normal, dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, yang meliputi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, tumor otak, dan keadaan lingkungan yang dapat berakhir dengan heatstroke. Sherwood (2014) menyatakan bahwa demam merupakan peningkatan suhu tubuh akibat infeksi dan peradangan. Sebagai respon terhadap masuknya mikroba, sel-sel fagositik tertentu (makrofag) mengeluarkan suatu bahan kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat, sehingga hipotalamus sekarang mempertahankan suhu di tingkat yang baru dan tidak mempertahankannya di suhu normal tubuh.

1.3. KompresMenurut Dorland (2012) kompres adalah bantalan atau gulungan kasa atau bahan lain yang dipakai dengan cara ditekankan ke tempat tertentu, kadang-kadang dibubuhi obat, dan bisa berupa kompres basah atau kering, panas atau dingin. Sedangkan menurut Berman et al. (2009) kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh yang memerlukan. Kompres panas dingin, selain menurunkan sensasi nyeri juga dapat meningkatkan proses penyembuhan jaringan yang mengalami kerusakan. Lebih lanjut Muttaqin (2011) menyatakan bahwa kompres dingin merupakan suatu terapi es yang dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitivitas nyeri dan subkutan lain pada tempat cidera dengan menghambat proses inflamasi. Kompres dingin adalah suatu metode dalam penggunaan suhu rendah setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis. Aplikasi kompres dingin adalah mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi perdarahan serta edema. Diperkirakan bahwa terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit (Potter & Perry, 2005).

1.4. Petugas medisMenurut Permenkes No.262 (1979) yang dimaksud dengan tenaga medis/petugas medis adalah lulusan Fakultas Kedokteran atau Kedokteran Gigi dan Pascasarajna yang memberikan pelayanan medik dan penunjang medik. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 (1996) yang dimaksud dengan tenaga medis adalah meliputi dokter dan dokter gigi.

1.5. HeatstrokeHeatstroke adalah keadaan yang disebabkan oleh pajanan panas yang terlalu besar, baik secara alami atau dibuat, dan ditandai dengan kulit kering, vertigo, rasa haus, mual dan kram-kram otot, suhu badan dapat meningkat secara membahayakan, berlawanan dengan kehabisan panas yang suhu badannya subnormal (Dorland, 2012). Menurut Guyton & Hall (2014) heatstroke dapat terjadi apabila suhu tubuh meningkat melebihi suhu kritis dalam rentang 105 sampai 108F (40,5-42,2C), dengan gejala meliputi pusing, rasa tidak enak pada perut yang kadang disertai muntah, kadang delirium, dan akhirnya hilang kesadaran bila suhu tubuh tidak segera turun. Gejala-gejala tersebut sering didieksaserbasi oleh derajat syok sirkulasi yang disertai dengan kehilangan banyak cairan dan elektrolit dalam keringat.

BAB IIIDENTIFIKASI MASALAH

1. Sebutkan jenis-jenis pingsan!2. Bagaimana mekanisme terjadinya pingsan?3. Bagaimana mekanisme kerja kompres dalam penanganan demam?4. Organ apa yang berperan dalam pengaturan demam?5. Bagaimana mekanisme pengaturan dan terjadinya demam?6. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi terjadinya demam?7. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi terjadinya pingsan?8. Apakah macam-macam etiologi demam?9. Bagaimana pengaruh peningkatan suhu badan terhadap kesehatan?10. Apakah perbedaan demam, hiperpireksia, hipertermi dan hipotermi?

BAB IIIANALISIS MASALAH

3.1 Jenis-jenis pingsan/sinkopEuropean Society of Cardiology (2009) menyatakan bahwa terdapat 3 jenis sinkop yaitu : 1) Sinkop reflek, yang terdiri dari :a. Sinkop vasovagal (neurogenic syncope) sinkop jenis ini dapat dipicu perubahan emosional dan pada orang yang berdiri dalam jangka waktu yang lama, terutama dalam suasana yang panas, ramai serta tubuhnya mengalami dehidrasi. b. Sinkop situasional, yang dapat terjadi pada kondisi-kondisi tertentu seperti berikut : Mikturisi/berkemih Terjadi selama berkemih, biasanya pasien bangun dari tempat tidur di malam hari untuk berkemih. Selama urinasi, mekanoreseptor pada dinding kandung kemih terstimulasi untuk menghasilkan refleks bradikardia dan vasodilatasi. Apalagi jika pasien berdiri, maka kondisi akan semakin berat akibat adanya komponen ortostatik yang menyebabkan hipotensi sehingga pada akhirnya kesadaran akan hilang. Batuk (tussive syncope) Saat batuk hebat, terjadi peningkatan tekanan intratoraks yang memperkuat respon hipotensif. Respon ini terjadi akibat gangguan aliran balik vena dan berkurangnya curah jantung. Batuk yang sangat hebat dapat menginduksi respon gag, menyebabkan refleks bradikardia dan vasodilatasi. Deglutinasi/menelan Terjadi akibat stimulasi mekanoreseptor esofagus selama menelan, terutama saat menelan bolus padat berukuran besar. Biasanya terjadi pada pasien dengan riwayat striktur esofagus atau spasme.

Defekasi Terjadi pada kondisi gangguan kolon dengan adanya episode dari defekasi yang nyeri. Sinkop defekasi juga dapat terjadi bersamaan dengan obstruksi vena cava inferior. Saat mengejan, terjadi peningkatan tekanan intraabdomen yang menyebabkan obstruksi vena setinggi diafragma. Glosofaringeal Neuralgia glosofaringeal dapat menginduksi respon sinkop refleks. Hal ini terjadi melalui rangsangan nyeri yang tiba-tiba, berat dan tajam yang berjalan sepanjang nervus glosofaring pada faring posterior, leher, atau telinga luar dan menghasilkan refleks bradikardi, vasodilatasi, hipotensi dan akhirnya syncope.c. Sinkop sinus karotis, yang dapat terjadi saat bercukur atau memakai kerah yang ketat. Hal ini umum terjadi pada pria dengan usia lebih dari 50 tahun. Aktivasi dari baroreseptor sinus karotis meningkatan impuls yang dibawa ke badan hering menuju medulla oblongata. Impuls afferen ini mengaktivkan saraf simpatik efferen ke jantung dan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan sinus arrest atau atrioventricular block, vasodilatasi. Pemijatan salah satu atau kedua sinus karotikus, khususnya pada orang usia lanjut, menyebabkan : (1) perlambatan jantung yang bersifat refleks (sinus bradikardia, sinus arrest, atau bahkan blok atrioventrikel), yang disebut respons tipe vagal; dan (2) penurunan tekanan arterial tanpa perlambatan jantung yang disebut respons tipe depressor. Kedua tipe respons sinus karotikus tersebut dapat terjadi bersama-sama.

2) Syncope hipotensi ortostatikMerupakan penyebab umum syncope pada usia lanjut. Hipotensi terjadi saat sistem kardiovaskular tidak mampu mengompensasi perubahan aliran darah akibat perubahan postur dari berbaring/duduk menjadi berdiri. Hal ini akan menyebabkan penurunan tekanan darah dan hipoperfusi otak, pada akhirnya menyebabkan hilangnya kesadaran. Banyak faktor yang dapat menyebabkan syncope ortostatik, diantaranya efek penggunaan diuretik, obat antihipertensi, dan sedatif berlebihan. Penyebab lainnya adalah tirah baring terlalu lama, dehidrasi, anemia berat, penyakit sumsum tulang belakang, neuropati otonom, dan penyakit neurodegeneratif.

3) Sinkop kardiovaskularSinkop kardiavaskular adalah penurunan curah jantung secara tiba-tiba, menyebabkan berkurangnya perfusi otak dan hilangnya kesadaran. Gejala berupa palpitasi, nyeri dada, posisi non ortostatik saat terjadi sinkop atau eksersional (terjadi bisanya pada pasien dengan penyakit katup jantung). Pada sinkop jenis ini dapat terjadi aritmia singkat yang jika tidak cepat ditangani dapat menyebabkan kematian. Penyebab lainnya adalah kardiomiopati berat, myxoma atrium kiri, tamponade jantung, hipertensi pulmuner dan embolus paru.

3.2. Mekanisme terjadinya pingsanMenurut Sukha & Zimetbaum (2006) lebih dari 80% terjadinya pingsan/sinkop merupakan jenis sinkop vasovagal. Menurut Guyton dan Hall (2014) mekanisme sinkop vasovagal diawali dengan timbulnya reaksi vasodilasi. Pada keadaan ini, sistem vasodilator otot teraktivasi, dan pada saat yang bersamaan pusat penghambat jantung vagal menghantarkan sinyal kuat ke jantung untuk memperlambat frekuensi denyut jantung (bradycardia) secara bermakna. Tekanan arteri menurun dengan cepat, yang menurunkan aliran darah ke otak dan menyebabkan orang tersebut kehilangan kesadaran. Pingsan emosional diawali dengan gangguan berpikir pada korteks serebri, kemudian jalur ini kemungkinan berlanjut ke pusat vasodilator di hipotalamus anterior, lalu ke pusat vagal di medula, menuju jantung melalui nervus vagus, dan juga melalui tulang belakang ke saraf vasodilator simpatis otot. Gejala presinkop berupa nausea, pandangan kabur, diaphoresis, kelemahan tergeneralisasi, dan merasa akan hilang kesadarannya. Pasien kemudian kehilangan kesadaran dan akhirnya jatuh.

3.3. Mekanisme kerja kompres dalam penanganan demamMenurut Berman et al. (2009) kompres dingin menganut sistem konversi/perpindahan energi, kompres dingin yang bersuhu lebih rendah ketika ditempelkan ke kulit diharapkan terjadi perpindahan suhu dingin dari kompres ke tubuh sehingga suhu tubuh menjadi turun. Dengan kompres dingin minum banyak air tetap diberlakukan. Pada kondisi demam air sangat dibutuhkan untuk membantu menurunkan suhu tubuh, membuang panas lewat urine (berkemih) dan keringat. Saat ini kompres dingin mulai ditnggalkan karena beresiko mengakibatkan konversi suhu yang ekstrim atau malah bisa mengakibatkan peningkatan suhu tubuh karena ketika kompres dingin (es) ditempelkan di kulit tubuh akan mengira suhu lingkungan dingin lalu otak (hipotalamus) malah meningkatkan suhu tubuh yang sudah panas/demam untuk mengimbangi suhu dingin tersebut.Kompres hangat bekerja dengan menggunakan sistem evaporasi, evaporasi adalah proses perubahan molekul di dalam keadaan cair (contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). Ketika kompres diletakkan pada bagian tubuh (kulit) maka pori-pori akan terbuka sehingga panas tubuh akan keluar dari sana bersamaan dengan keringat, untuk itu pada pemberian kompres hangat harus lebih banyak minum. Juga jangan menggunakan pakaian yang terlalu tebal karena proses evaporasi tidak berjalan dengan baik. Cara ini akan mengeluarkan panas tubuh memindahkannya ke lingkungan luar. Suhu panas dari kompres tersebut akan mempengaruhi hipotalamus yang merupakan pengatur suhu tubuh untuk menurunkan set point pada termostatnya. Dengan diturunkannya set point termostat tersebut, tubuh menjadi berkeringat dan suhu tubuh akan normal kembali..

3.4. Organ yang berperan dalam pengaturan demam Menurut Guyton & Hall (2014) dan Sherwood (2014) suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persarafan umpan balik, dan semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang terletak pada hipotalamus. Oleh karena itu, organ yang berperan dalam pengaturan demam adalah hipotalamus.

3.5 Mekanisme terjadinya demam Guyton & Hall (2014) menyatakan bahwa mekanisme terjadinya demam adalah sebagai berikut :Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan noninfeksi berinteraksi dengan mekanisme pertahanan hospes. Dimana mekanisme tersebut menyebabkan perubahan pengaturan homeostatik suhu normal pada hipotalamus yang dapat disebabkan antara lain oleh infeksi, vaksin, agen biologis, jejas jaringan, keganasan, obat-obatan, gangguan imunologik-reumatologik, penyakit peradangan, penyakit granulomatosis, ganggguan endokrin, ganggguan metabolik, dan bentuk-bentuk yang belum diketahui. Jalur akhir penyebab demam yang paling sering adalah adanya pirogen, yang kemudian secara langsung mengubah set-point di hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas. Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh yaitu pirogen mikrobial dan pirogen non-mikrobial. Pirogen mikrobial diantaranya seperti bakteri gram positif, bakteri gram negatif, virus maupun jamur; sedangkan pirogen non-mikrobial antara lain proses fagositosis, kompleks antigen-antibodi, steroid dan sistem monosit-makrofag, yang keseluruhannya tersebut mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), limfosit yang teraktivasi, interferon (INF), interleukin-2 (IL-2) dan Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh sehingga terjadi demam.

3.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya demam fisiologisMenurut Berman et al. (2009) demam fisiologis adalah demam yang bukan disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri, juga bukan disebabkan hal-hal yang sifatnya turunan. Demam fisiologis disebabkan oleh kekurangan cairan (dehidrasi), suhu udara yang terlalu panas. Oleh karena itu, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya demam fisiologis adalah tingkat dehidrasi tubuh dan tingginya suhu udara disekitarnya.

3.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pingsanMengingat bahwa sinkop vasovagal merupakan bentuk pingsan yang umum sering terjadi, dimana jenis sinkop ini umumnya dicetuskan oleh lingkungan yang panas dan penuh sesak, kelelahan yang luar biasa, nyeri hebat, kelaparan, berdiri terlalu lama, dan situasi emosional atau stres yang hebat (Sukha & Zimetbaum, 2006; European Society of Cardiology, 2009). Oleh karena itu, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya sinkop vasovagal adalah lingkungan yang panas dan penuh sesak, berdiri terlalu lama dan kondisi fisik serta kondisi fisiologis yang bersangkutan.

3.8 Etiologi demam Potter & Perry (2005), Sherwood (2014), dan Guyton & Hall (2014) menyataakan bahwa demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1. Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis, criptococcosis, dan lain-lain. Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis (Jenson & Baltimore, 2007). Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupuserythematosus, vaskulitis), keganasan (penyakit hodgkin, limfoma nonhodgkin, leukemia), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin). Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek samping dari pemberian imunisasi selama 1-10 hari. Hal lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya (Graneto, 2010).

3.9 Pengaruh peningkatan suhu badan terhadap kesehatanGuyton & Hall (2014) menayatakan bahwa hiperpireksia yang merupakan peningkatan suhu tubuh yang tinggi yaitu lebih dari 41,1oC dapat meningkatkan metabolisme tubuh dan kerja system kardiopulmoner serta dapat menyebabkan kerusakan jaringan tubuh terutama di otak. Sekali sel neuron mengalami kerusakan, sel tersebut tidak dapat digantikan. Demikian juga, kerusakan pada hati, ginjal dan organ tubuh lainnya sering kali cukup berat, sehingga kegagalan satu atau lebih dari organ-organ tersebut akhirnya dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, peningkatan suhu badan yang ekstrim sangat mempengaruhi penurunan tingkat kesehatan.

3.10. Perbedaan demam, hiperpireksia, hipertermia dan hipotermia Menurut Guyton & Hall (2014) pada demam biasa suhu tubuh berada disekitar diatas norrmal saja, adapun keadaan demam yang lebih berat yaitu hiperpireksia suhu tubuh lebih daripada 41,1oC atau 106oF. Sherwood (2014) menyatakan bahwa hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal. Kata demam biasanya dinyatakan untuk peningkatan suhu akibat pelepasan pirogen endogen yang menyetel ulang titik patokan (set point) suhu hipotalamus selama infeksi atau peradangan. Sedangkan hipertermia merujuk kepada semua ketidakseimbangan antara penambahan panas dan pengeluaran panas yang meningkatkan suhu tubuh. Hipertermia memiliki berbagai sebab, sebagian normal dan tidak berbahaya, yang lain patologik dan mematikan. Adapun penyebab tersering hipertermia adalah olahraga yang berkepanjangan. Hipertermia juga dapat terjadi akibat malfungsi pusat kontrol hipotalamus. Lesi otak tertentu, misalnya mengurangi kemampuan termostat hipotalamus untuk mengatur suhu normal.Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa hipotermiaadalah suatukondisidimana mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanansuhudingin. Hipotermia juga dapat didefinisikan sebagai suhu bagian tubuh di bawah 35C.

Step 6mekanisme menggigil ?menggigil adalah respon terhadap penurunan suhu inti yang disebabkan oleh pajanan terhadap dingin , Hipotalamus meningkatkan aktivitas otot rangka , hipotalamus mula mula menigkatkan tonus otot rangka ( tonus otot adalah tingkat tegangan konstan didalam otot ) dalam waktu singkat dimulailah mengigil. Mengigil adalah konstruksi ritmik otot rangka yang berlangsung cepat Selma 10 sampai 20 detik

DAFTAR PUSTAKA

Berman, A., Snyder, S.J., Kozier, B., & Erb, G. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Edisi 5. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Dorland, W.A.N. (2012). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

European Society Cardiology (2009). Guidelines for the diagnosis and management of syncope. European Heart Journal 30, 2631-2671.

Graneto, J.W. (2010). Pediatric Fever. Chicago : Chicago College of Osteopathic Medicine of Midwestern University.

Guyton, A.C. & Hall, J.E. (2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Singapore : Elsevier Pte. Ltd.

Jenson, H.B., & Baltimore, R.S., (2007). Infectious Disease: Fever without a focus (p. 459-461). In: Kliegman, R.M., Marcdante, K.J., Jenson, H.B., and Behrman, R.E., (ed). Nelson Essentials of Pediatrics. 5th ed. New York : Elsevier.

Muttaqin, A. (2011). Buku Ajar Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Permenkes No. 262 (1979). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 262/Menkes/Per/VII/1979 Tentang Standarisasi Ketenagaan Rumah Sakit Pemerintah. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Peraturan Pemerintah RI No. 32 (1996). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.. Jakarta : Sekretariat Negara RI.

Potter, P.A., & Perry, G.A. (2009). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia, Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Shukla, G.J., & Zimetbaum, P.J. (2006). Syncope. Circulation, 113, 715-717.