tutorial 3
DESCRIPTION
bbbtTRANSCRIPT
1. MEKANISME TRAUMA ABDOMEN
Trauma Tumpul Abdomen
1. Peningkatan tekanan intra-abdomen yang mendadak, memberikan tekanan untuk
merusak organ padat (“to burst injury of solid organs”) seperti hepar dan limpa, atau
rupture dari organ berongga seperti usus
2. “Shearing forces”, secara klasik dimulai dengan deselerasi secara cepat pada
kecelakaan lalu lintas, hal ini dapat merobek pedikel vasculer seperti mesentrium,
porta hepatis and hilus limpa
3. “Compression injury” organ viscera terperangkap antara dua kekuatan yang datang
didinding anterior abdomen atau daerah thoraks dengan tulang lumbar (kolumna
vertebralis)
2. KRITERIA CURIGA TRAUMA ABDOMEN :
Hemodinamik tak stabil dengan penyebab tak diketahui
Shock hipovolemik dg penyebab tak diketahui
Trauma thoraks berat
Trauma pelvic
Gangguan kesadaran
Base deficit yang jelas
Hematuria
Tanda-tanda objektif abdomen (nyeri tekan,dsb)
Mekanismenya terjadi trauma berat
Tanda cedera intra abdominal
Abdomen yang makin distensi
Kenaikan tekanan intraabdominal
Rangsang peritoneal (involuntary guarding)
Udara bebas
3. Indikasi CT SCAN Abdomen:
Pasien dengan keadaan umum yang stabil
“Delayed presentation” – gejala muncul lebih dari 24 jam setelah trauma
Hasil DPL yang meragukan
Kecurigaan trauma retroperitoneal seperti adanya hematuria tanpa trauma urethra atau buli-
buli USG –FAST ( UltraSonografi- Focused Abdomnial Sonography for Trauma):
“More operator dependent”
Peningkatan resolusi ultrasound, prosedur lebih cepat, non invasif, murah
USG dapat dengan cepat menunjukan cairan bebas intraperitoneal dan trauma organ padat,
mampu mengevaluasi daerah retroperitonium,
USG kurang mampu untuk mengidentifikasi perforasi organ berongga.
4. KLASIFIKASI
Berdasaran jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :
1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama perdarahan
2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala utama adalah
peritonitis
Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :
a. Organ Intraperitoneal
Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ seperti hati, limpa, lambung, colon
transversum, usus halus, dan colon sigmoid.
• Ruptur Hati
Hati dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul ataupun trauma tembus. Hati
merupakan organ yang sering mengalami laserasi, sedangkan empedu jarang terjadi dan sulit
untuk didiagnosis. Pada trauma tumpul abdomen dengan ruptur hati sering ditemukan adanya
fraktur costa VII – IX. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan nyeri pada abdomen kuadran
kanan atas. Nyeri tekan dan Defans muskuler tidak akan tampak sampai perdarahan pada
abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum (± 2 jam post trauma). Kecurigaan laserasi
hati pada trauma tumpul abdomen apabila terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan atas.
Jika keadaan umum pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada abdomen yang hasilnya
menunjukkan adanya laserasi. Jika kondisi pasien syok, atau pasien trauma dengan
kegawatan dapat dilakukan laparotomi untuk melihat perdarahan intraperitoneal.
Ditemukannya cairan empedu pada lavase peritoneal menandakan adanya trauma pada
saluran empedu. 3
Gambar 5. Ruptur hati
• Ruptur Limpa
Limpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi trauma tumpul abdomen.
Ruptur limpa merupakan kondisi yang membahayakan jiwa karena adanya perdarahan yang
hebat. Limpa terletak tepat di bawah rangka thorak kiri, tempat yang rentan untuk mengalami
perlukaan. Limpa membantu tubuh kita untuk melawan infeksi yang ada di dalam tubuh dan
menyaring semua material yang tidak dibutuhkan lagi dalam tubuh seperti sel tubuh yang
sudah rusak. Limpa juga memproduksi sel darah merah dan berbagai jenis dari sel darah
putih. Robeknya limpa menyebabkan banyaknya darah yang ada di rongga abdomen. Ruptur
pada limpa biasanya disebabkan hantaman pada abdomen kiri atas atau abdomen kiri bawah.
Kejadian yang paling sering meyebabkan ruptur limpa adalah kecelakaan olahraga,
perkelahian dan kecelakaan mobil. Perlukaan pada limpa akan menjadi robeknya limpa
segera setelah terjadi trauma pada abdomen.
Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi karena perdarahan. Kecurigaan
terjadinya ruptur limpa dengan ditemukan adanya fraktur costa IX dan X kiri, atau saat
abdomen kuadran kiri atas terasa sakit serta ditemui takikardi. Biasanya pasien juga
mengeluhkan sakit pada bahu kiri, yang tidak termanifestasi pada jam pertama atau jam
kedua setelah terjadi trauma. Tanda peritoneal seperti nyeri tekan dan defans muskuler akan
muncul setelah terjadi perdarahan yang mengiritasi peritoneum. Semua pasien dengan gejala
takikardi atau hipotensi dan nyeri pada abdomen kuadran kiri atas harus dicurigai terdapat
ruptur limpa sampai dapat diperiksa lebih lanjut. Penegakan diagnosis dengan menggunakan
CT scan. Ruptur pada limpa dapat diatasi dengan splenectomy, yaitu pembedahan dengan
pengangkatan limpa. Walaupun manusia tetap bisa hidup tanpa limpa, tapi pengangkatan
limpa dapat berakibat mudahnya infeksi masuk dalam tubuh sehingga setelah pengangkatan
limpa dianjurkan melakukan vaksinasi terutama terhadap pneumonia dan flu diberikan
antibiotik sebagai usaha preventif terhadap terjadinya infeksi. 6
• Ruptur Usus Halus
Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena trauma tumpul
menciderai usus dua belas jari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan gejala ‘burning epigastric
pain’ yang diikuti dengan nyeri tekan dan defans muskuler pada abdomen. Perdarahan pada
usus besar dan usus halus akan diikuti dengan gejala peritonitis secara umum pada jam
berikutnya. Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari biasanya bergejala adanya nyeri
pada bagian punggung. Diagnosis ruptur usus ditegakkan dengan ditemukannya udara bebas
dalam pemeriksaan Rontgen abdomen. Sedangkan pada pasien dengan perlukaan pada usus
dua belas jari dan colon sigmoid didapatkan hasil pemeriksaan pada Rontgen abdomen
dengan ditemukannya udara dalam retroperitoneal. 6
b. Organ Retroperitoneal
Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta, dan vena cava. Trauma
pada struktur ini sulit ditegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini
memerlukan CT scan, angiografi, dan intravenous pyelogram.
Gambar 6. Retroperitoneal stuctures.
• Ruptur Ginjal
Trauma pada ginjal biasanya terjadi karena jatuh dan kecelakaan kendaraan bermotor.
Dicurigai terjadi trauma pada ginjal dengan adanya fraktur pada costa ke XI – XII atau
adanya tendensi pada flank. Jika terjadi hematuri, lokasi perlukaan harus segera ditentukan.
Laserasi pada ginjal dapat berdarah secara ekstensif ke dalam ruang retroperitonial. Gejala
klinis : Pada ruptur ginjal biasanya terjadi nyeri saat inspirasi di abdomen dan flank, dan
tendensi CVA. Hematuri yang hebat hampir selalu timbul, tapi pada mikroscopic hematuri
juga dapat menunjukkan adanya ruptur pada ginjal.
Diagnosis, membedakan antara laserasi ginjal dengan memar pada ginjal dapat dilakukan
dengan pemeriksaan IVP atau CT scan. Jika suatu pengujian kontras seperti aortogram
dibutuhkan karena adanya alasan tertentu, ginjal dapat dinilai selama proses pengujian
tersebut. Laserasi pada ginjal akan memperlihatkan adanya kebocoran pada zat warna,
sedangkan pada ginjal yang memar akan tampak gambaran normal atau adanya gambaran
warna kemerahan pada stroma ginjal. Tidak adanya visualisasi pada ginjal dapat
menunjukkan adanya ruptur yang berat atau putusnya tangkai ginjal. Terapi : pada memar
ginjal hanya dilakukan pengamatan. Beberapa laserasi ginjal dapat diterapi dengan tindakan
non operatif. Terapi pembedahan wajib dilakukan pada ginjal yang memperlihatkan adanya
ekstravasasi. 2
• Ruptur Pankreas
Trauma pada pankreas sangat sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan kasus diketahui dengan
eksplorasi pada pembedahan. Perlukaan harus dicurigai setelah terjadinya trauma pada bagian
tengah abdomen, contohnya pada benturan stang sepeda motor atau benturan setir mobil.
Perlukaan pada pankreas memiliki tingkat kematian yang tinggi. Perlukaan pada duodenum
atau saluran kandung empedu juga memiliki tingkat kematian yang tinggi.
Gejala klinis, kecurigaan perlukaan pada setiap trauma yang terjadi pada abdomen. Pasien
dapat memperlihatkan gejala nyeri pada bagian atas dan pertengahan abdomen yang menjalar
sampai ke punggung. Beberapa jam setelah perlukaan, trauma pada pankreas dapat terlihat
dengan adanya gejala iritasi peritonial.
Diagnosis, penentuan amilase serum biasanya tidak terlalu membantu dalam proses akut.
Pemeriksaan CT scan dapat menetapkan diagnosis. Kasus yang meragukan dapat diperiksa
dengan menggunakan ERCP ( Endoscopic Retrogade Canulation of the Pancreas) ketika
perlukaan yang lain telah dalam keadaan stabil.
Terapi, penanganan dapat berupa tindakan operatif atau konservatif, tergantung dari tingkat
keparahan trauma, dan adanya gambaran dari trauma lain yang berhubungan. Konsultasi
pembedahan merupakan tindakan yang wajib dilakukan. 8
• Ruptur Ureter
Trauma pada ureter jarang terjadi tetapi berpotensi menimbulkan luka yang mematikan.
Trauma sering kali tak dikenali pada saat pasien datang atau pada pasien dengan multipel
trauma. Kecurigaan adanya cedera ureter bisa ditemukan dengan adanya hematuria paska
trauma. 2
Mekanisme trauma tumpul pada ureter dapat terjadi karena keadaan tiba-tiba dari deselerasi/
akselerasi yang berkaitan dengan hiperekstensi, benturan langsung pada Lumbal 2 – 3,
gerakan tiba-tiba dari ginjal sehingga terjadi gerakan naik turun pada ureter yang
menyebabkan terjadinya tarikan pada ureteropelvic junction. Pada pasien dengan kecurigaan
trauma tumpul ureter biasanya didapatkan gambaran nyeri yang hebat dan adanya multipel
trauma. Gambaran syok timbul pada 53% kasus, yang menandakan terjadinya perdarahan
lebih dari 2000 cc. Diagnosis dari trauma tumpul ureter seringkali terlambat diketahui karena
seringnya ditemukan trauma lain, sehingga tingkat kecurigaan tertinggi ditetapkan pada
trauma dengan gejala yang jelas.
Pilihan terapi yang tepat tergantung pada lokasi, jenis trauma, waktu kejadian, kondisi pasien,
dan prognosis penyelamatan. Hal terpenting dalam pemilihan tindakan operasi adalah
mengetahui dengan pasti fungsi ginjal yang kontralateral dengan lokasi trauma.
5 . KOMPLIKASI RUPTUR ORGAN
Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen karena adanya
ruptur pada organ. Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu
hubungan (viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus,
lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan saluran
kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi peritoneal, benda asing,
obstruksi dari usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory
Disease) dan bencana vaskular (trombosis dari mesenterium/emboli). 4
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat
penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis), ruptur
saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah
organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan stafilokokus dan
stretokokus sering masuk dari luar. Pada luka tembak atau luka tusuk tidak perlu lagi dicari
tanda-tanda peritonitis karena ini merupakan indikasi untuk segera dilakukan laparotomi
eksplorasi. Namun pada trauma tumpul seringkali diperlukan observasi dan pemeriksaan
berulang karena tanda rangsangan peritoneum bisa timbul perlahan-lahan. 4
Gejala dan tanda yang sering muncul pada penderita dengan peritonitis antara lain:5
1. Nyeri perut seperti ditusuk
2. Perut yang tegang (distended)
3. Demam (>380C)
4. Produksi urin berkurang
5. Mual dan muntah
6. Haus
7. Cairan di dalam rongga abdomen
8. Tidak bisa buang air besar atau kentut
9. Tanda-tanda syok
Menegakkan diagnosis peritonitis secara cepat adalah penting sekali. Diagnosis peritonitis
didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis
peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis. Kebanyakan pasien datang dengan keluhan
nyeri abdomen. Nyeri ini bisa timbul tiba-tiba atau tersembunyi. Pada awalnya, nyeri
abdomen yang timbul sifatnya tumpul dan tidak spesifik (peritoneum viseral) dan kemudian
infeksi berlangsung secara progresif, menetap, nyeri hebat dan semakin terlokalisasi
(peritoneum parietale). Dalam beberapa kasus (misal: perforasi lambung, pankreatitis akut,
iskemia intestinal) nyeri abdomen akan timbul langsung secara umum/general sejak dari
awal. Mual dan muntah biasanya sering muncul pada pasien dengan peritonitis. Muntah dapat
terjadi karena gesekan organ patologi atau iritasi peritoneal sekunder.11
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik. Demam
dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala
hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia
intravaskuler yang disebabkan karena mual dan muntah, demam, kehilangan cairan yang
banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara progresif,
pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang,
dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis.11
Pada pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat menimbulkan
ketidaknyamanan bagi pasien, namun pemeriksaan abdomen ini harus dilakukan untuk
menegakkan diagnosis dan terapi yang akan dilakukan. Pada inspeksi, pemeriksa mengamati
adakah jaringan parut bekas operasi menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut
membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase.
Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau
distended.11
Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa sakit di
abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuik pasien.
Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus. Pasien
dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini
disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak
bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar
normal.11
Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat sensitif.
Bagian anterior dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi harus selalu
dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai
pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans
muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum
parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada
inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan.11
Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding
perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang
dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.
Perkusi. Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara bebas atau
cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan
shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi
abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi.11
Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok dubur
dan pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan diagnosis. Nyeri pada semua arah
menunjukkan general peritonitis.11
6. TIPE VULNUS
1.Vulnus Laceratum (Laserasi/Robek)
Jenis luka ini disebabkan oleh karena benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi
luka tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan meningkatkan resiko infeksi.
2.Vulnus Excoriasi (Luka Lecet)
Penyebab luka karena kecelakaan atau jatuh yang menyebabkan lecet pada permukaan kulit
merupakan luka terbuka tetapi yang terkena hanya daerah kulit.
3.Vulnus Punctum (Luka Tusuk)
Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam kulit, merupakan
luka terbuka dari luar tampak kecil tapi didalam mungkin rusak berat, jika yang mengenai
abdomen/thorax disebut vulnus penetrosum(luka tembus).
4.Vulnus Contussum (Luka Kontusio)
Penyebab: benturan benda yang keras. Luka ini merupakan luka tertutup, akibat dari
kerusakan pada soft tissue dan ruptur pada pembuluh darah menyebabkan nyeri dan
berdarah (hematoma) bila kecil maka akan diserap oleh jaringan di sekitarya jika organ
dalam terbentur dapat menyebabkan akibat yang serius.
5.Vulnus Scissum/Insivum (Luka Sayat)
Penyebab dari luka jenis ini adalah sayatan benda tajam atau jarum merupakan luka terbuka
akibat dari terapi untuk dilakukan tindakan invasif, tepi luka tajam dan licin.
6.Vulnus Schlopetorum (Lika Tembak)
Penyebabnya adalah tembakan, granat. Pada pinggiran luka tampak kehitam-hitaman, bisa
tidak teratur kadang ditemukan corpus alienum.
7.Vulnus Morsum (Luka Gigitan)
Penyebab adalah gigitan binatang atau manusia, kemungkinan infeksi besar bentuk luka
tergantung dari bentuk gigi.
8.Vulnus Perforatum (Luka Tembus)
Luka jenis ini merupakan luka tembus atau luka jebol. Penyebab oleh karena panah, tombak
atau proses infeksi yang meluas hingga melewati selaput serosa/epithel organ jaringan.
9.Vulnus Amputatum (Luka Terpotong)
Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran besar/berat, gergaji. Luka
membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi
tinggi, terdapat gejala pathom limb.
10.Vulnus Combustion (Luka Bakar)
Penyebab oleh karena thermis, radiasi, elektrik ataupun kimia Jaringan kulit rusak dengan
berbagai derajat mulai dari lepuh (bula – carbonisasi/hangus). Sensasi nyeri dan atau
anesthesia.
7.