tugas ulumul hadits

29
TUGAS ULUMUL HADITS Dosen Pengampu : Ahmadi, M.Pd Disusun Oleh : MAWADAH WAROHMAH FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURAKARTA

Upload: mawadah-warohmah

Post on 20-Jun-2015

2.830 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas ulumul hadits

TUGAS ULUMUL HADITSDosen Pengampu : Ahmadi, M.Pd

Disusun Oleh :

MAWADAH WAROHMAH

FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURAKARTA

TAHUN AKADEMIK

2013 / 2014

Page 2: Tugas ulumul hadits

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis ucapkan  kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat serta

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.   

Walaupun masih banyak kekurangan dalam penulisan  makalah  ini, namun

penulis berharap agar  makalah ini dapat dipergunakan dan di manfaatkan baik di

dalam kampus atau diluar kampus. Dalam melaksanakan makalah ini banyak

pihak yang terlibat dan membantu sehingga dapat menjadi satu makalah yang

dapat  di baca dan dimanfaatkan. Akhirnya kritik dan saran  yang membangun

sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi

penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Sekian dari saya

mengucapkan banyak terima kasih

Page 3: Tugas ulumul hadits

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hadits, oleh umat islam diyakini sebagai sumber pokok ajaran islam sesudah

Al-Qur’an. Dalam tataran aplikasinya, hadits dapat dijadikan hujjah

keagamaan dalam kehidupan dan menempati posisi yang sangat penting dalam

kajian keislaman. Secara struktural hadits merupakan sumber ajaran islam

setelah Al-Qur’an yang bersifat global. Artinya, jika kita tidak menemukan

penjelasan tentang berbagai problematika kehidupan di dalam Al-Qur’an,

maka kita harus dan wajib merujuk pada hadits. Oleh karena itu, hadits

merupakan hal terpenting dan memiliki kewenangan dalam menetapkan suatu

hukum yang tidak termaktub dalam Al-Qur’an.

Ditinjau dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu, hadits Maqbul

(hadits yang dapat diterima sebagai dalil) dan haditst Mardud (hadits yang

tertolak sebagai dalil). Hadits Maqbul terbagi menjadi dua yaitu hadits Shahih

dan Hasan, sedangkan yang termasuk dalam hadits Mardud salah satunya

adalah hadits Dha’if. Semuanya memiliki ciri dan kriteria yang berbeda.

Kualitas keshahihan suatu hadits merupakan hal yang sangat penting, terutama

hadits-hadits yang bertentangan dengan hadits, atau dalil lain yang lebih kuat.

Dalam hal ini, maka kajian makalah ini diperlukan untuk mengetahui apakah

suatu hadits dapat dijadikan hujjah syar’iyyah atau tidak.

B. PERUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut;

1. Apa pengertian hadits Shahih, Hasan dan Dhoif?

2. Apa syarat-syarat hadits Shahih?

3. Apa penyebab hadits dhoif Serta macam-macamnya?

4. Bagaimana tingkatan-tingkatan shahih?

Page 4: Tugas ulumul hadits

C. MANFAAT PENULISAN

Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu sebagai sarana untuk menambah

ilmu pengetahuan yang telah kita miliki terutama tentang ilmu hadits

mengenai Hadits Shahih, Hasan dan Dhoif.

Page 5: Tugas ulumul hadits

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ILMU HADITS 

Hadits merupakan kalimat musytaq dari kalimat hadatsa secara bahasa

yaitu baru, terjadi, sedangkan secara istilah adalah apa yang disandarkan

kepada nabi saw baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan dan shifat

tabiat dan akhlaqnya.

Didalam pembahasan ilmu mustholahul hadits ada satu pembahasan

mengenai khobar (hadits) terdapat yang maqbul dan mardud. Khobar maqbul

adalah kebenaran orang yang menyampaikan khobarnya itu lebih

kuat/terpercaya (rajih) serta wajib dijadikan sebagai hujjah (dalil) dan

mengamalkanya. Sedangkan khobar mardud adalah kebenaran orang yang

menyampaikan khobarnya itu tidak kuat/terpercaya serta tidak boleh dijadikan

sebagai hujjah (dalil). Adapu khobar maqbul ditinjau dari perbedaan derajat

dibagi atas dua yaitu shahih dan hasan.

B. PEMBAGIAN HADITS SESUAI DENGAN PERBEDAAN DERAJAT

1. Hadits Shahih

a) Pengertian Hadits Shahih

Shahih merupakan kalimat musytaq dari kalimat shahha -

yashihhu - suhhan wa sihhatan artiya sembuh, sehat, selamat dari

cacat, benar. Sedangkan secara istilah yaitu :

�ة� ل ع� � و�ال ذ�و�ذ� ش� �ر� غ�ي م�ن� �ه�اه� �ت م�ن �لى� إ �ه� �ل م�ث ع�ن� �ط� الض�اب الع�د�ل� �ق�ل� �ن ب �د�ه� ن س� �ص�ل� �ت ا .م�ا

Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil,

dhobit ( memiliki hafalan yang kuat) dari awal sampai akhir sanad

dengan tanpa syadz dan tidak pula cacat. Imam Al-Suyuti

mendifinisikan hadits shahih dengan “hadits yang bersambung

sanadnya, dfiriwayatkan oleh perowi yang adil dan dhobit, tidak syadz

dan tidak ber’ilat”.

Page 6: Tugas ulumul hadits

Definisi hadits shahih secara konkrit baru muncul setelah Imam

Syafi’i memberikan penjelasan tentang riwayat yang dapat

dijadikan hujah, yaitu: pertama, apabila diriwayatkan oleh para

perowi yang dapat dipercaya pengamalan agamanya, dikenal

sebagai orang yang jujur mermahami hadits yang diriwayatkan

dengan baik, mengetahui perubahan arti hadits bila terjadi

perubahan lafadnya; mampu meriwayatkan hadits secara lafad,

terpelihara hafalannya bila meriwayatkan hadits secara lafad, bunyi

hadits yang Dia riwayatkan sama dengan hadits yang diriwayatkan

orang lain dan terlepas dari tadlis (penyembuyian cacat), kedua,

rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi SAW. atau

dapat juga tidak sampai kepada Nabi.

b) Syarat-syarat Hadits Shahih

1) Sanadnya Bersambung

Setiap perawi dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari

perawi terdekat sebelumnya. Keadaan itu berlangsung demikian

sampai akhir sanad dari suatu hadits. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa rangkaian para perawi hadits shahih sejak perawi

terakhir sampai kepada perawi pertama (para sahabat) yang

menerima hadits langsung dari Nabi,bersambung dalam

periwayatannya. Sanad suatu hadits dianggap tidak bersambung

bila terputus salah seorang atau lebih dari rangkaian para

perawinya. Bisa jadi rawi yang dianggap putus itu adalah seorang

rawi yang dha’if, sehingga hadits yang bersangkutan tidak shahih.

2) Perawinya Adil

Seseorang dikatakan adil apabila ada padanya sifat-sifat yang dapat

mendorong terpeliharanya ketaqwaan, yaitu senantiasa

melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan, dan terjaganya

sifat Muru’ah, yaitu senantiasa berakhlak baik dalam segala

tingkah laku dan hal-hal lain yang dapt merusak harga dirinya.

Page 7: Tugas ulumul hadits

3) Perwainya Dhabith

Seorang perwai dikatakan dhabit apabila perawi tersebut

mempunyai daya ingat yang sempurna terhadap hadits yang

diriwayatkannya.

Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, perawi yang dhabit adalah

mereka yang kuat hafalannya terhadap apa yang pernah

didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut

kapan saja manakala diperlukan. Ini artinya, bahwa orang yang

disebut dhabit harus mendengar secara utuh apa yang diterima atau

didengarnya, kemudian mampu menyampaikannya kepada orang

lain atau meriwayatkannya sebagaimana aslinya

4) Tidak Syadz

Syadz (janggal/rancu) atau syudzuz adalah hadits yang

bertentangan dengan hadits lain yang lebih kuat atau lebih tsiqqah

perawinya. Maksudnya, suatu kondisi di mana seorang perawi

berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya. Kondisi ini

dianggap syadz karena bila ia berbeda dengan rawi lain yang lebih

kuat posisinya, baik dari segi kekuatan daya hafalannya atau

jumlah mereka lebih banyak, maka para rawi yang lain itu harus

diunggulkan, dan ia sendiri disebut syadz. Maka timbullah

penilaian negatif terhadap periwayatan hadits yang bersangkutan.

5) Tidak Ber’illat

Hadits ber’illat adalah hadits-hadits yang cacat atau terdapat

penyakit karena tersembunyi atau samar-samar, yang dapat

merusak keshahihan hadits. Dikatakan samar-samar, karena jika

dilihat dari segi zahirnya, hadits tersebut terlihat shahih. Adanya

kesamaran pada hadits tersebut, mengakibatkan nilai kualitasnya

menjadi tidak shahih. Dengan demikian, yang dimaksud hadits

tidak ber’illat, ialah hadits yang di dalamnya tidak terdapat

kesamaran atau keragu-raguan. ‘Illat hadits dapat terjadi baik pada

sanad mapun pada matan atau pada keduanya secara bersama-

Page 8: Tugas ulumul hadits

sama. Namun demikian, ‘illat yang paling banyak terjadi adalah

pada sanad.

Adapun contoh hadits yang shahih adalah sebagai berikut

�ن� ب �ر� �ي ب ج� �ن� ب م�ح�م�د� ع�ن� ه�اب� ش� �ن� اب ع�ن� م�ال�ك/ �ا ن �ر� ب خ�� أ ق�ال� �و�س�ف� ي �ن� ب �د�الله� ع�ب �ا �ن ح�د�ث

)" . رواه �الط;و�ر� ب �م�غ�ر�ب� ال ف�ي� أ ق�ر� صم الله� و�ل� س� ر� م�ع�ت� س� ق�ال� �ه� �ي ب

� أ ع�ن� � م�ط�ع�م

البخاري)

" Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah

mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin

jubair bin math'ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar

rasulullah saw membaca dalam shalat maghrib surat at-thur" (HR.

Bukhari, Kitab Adzan).

Analisis terhadap hadits tersebut:

1) Sanadnya bersambung karena semua rawi dari hadits tersebut

mendengar dari gurunya.

2) Semua rawi pada hadits tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para rawi

hadits tersebut menurut para ulama aj-jarhu wa ta'dil sebagai berikut :

a) Abdullah bin yusuf : tsiqat muttaqin.

b) Malik bin Annas : imam hafid

c) Ibnu Syihab Aj-Juhri : Ahli fiqih dan Hafidz

d) Muhammad bin Jubair : Tsiqat.

e) Jubair bin muth'im : Shahabat.

3) Tidak syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadits yang lebih

kuat serta tidak cacat.

c) Klasifikasi Hadits Shahih

1. Hadits Shahih li-Dzatihi

Hadits Shohih li-Dzatihi adalah suatu hadits yang sanadnya

bersambung dari permulaan sampai akhir, diceritakan oleh orang-

orang yang adil, dhabith yang sempurna, serta tidak ada syadz dan

‘Illat yang tercela.

Page 9: Tugas ulumul hadits

2. Hadits Shahih li - Ghairihi

Adalah hadits yang belum mencapai kualitas shahih, misalnya

hanya berkualitas hasan li-dazatihi, lalu ada petunjuk atau dalil lain

yang menguatkannya, maka hadits tersebut meningkat menjadi

hadits shahih li-ghairihi. Ulama hadits mendefinisikan hadits

shahih li-ghairihi.

حتى بالصدق مشهورا كونه مع بط الضا فظ الحا درجة متأخراعن رواته ماكان هو

ذالك يجبر ما أوارجح لطريقه مساو اخر طريق من فيه وجد ثم حسنا حديثه يكون

فيه القصورالواقع

Yaitu hadits shahih karena adanya syahid atau mutabi’. Hadits ini semula

merupakan hadits hasan, karena adanya mutabi’ dan syahid, maka

kedudukannya berubah menjadi shahih li - Ghairihi.

d) Kehujahan Hadits Shahih

Hadits yang telah memenuhi persyaratan hadits shahih wajib

diamalkan sebagai hujah atau dalil syara’ sesuai ijma’ para uluma

hadits dan sebagian ulama ushul dan fikih. Kesepakatan ini terjadi

dalam soal-soal yang berkaitan dengan penetapan halal atau haramnya

sesuatu, tidak dalam hal-hal yang berhubungan dengan aqidah.

       Sebagian besar ulama menetapkan dengan dalil-dalil qat’i, yaitu

al-Quran dan hadits mutawatir. oleh karena itu, hadits ahad tidak dapat

dijadikan hujjah untuk menetapkan persoalan-persoalan yang

berhubungan dengan aqidah.

e) Tingkatan Hadits Shahih

Perlu diketahui bahwa martabat hadits shahih itu tergantung tinggi dan

rendahnya kepada ke-dhabit-an dan keadilan para perowinya.

Berdasarkan martabat seperti ini, para muhaditsin membagi tingkatan

sanad menjadi tiga yaitu:

Pertama, ashah al-asanid yaitu rangkaian sanad yang paling tinggi

derajatnya. seperti periwayatan sanad dari Imam Malik bin Anas dari

Nafi’ mawla (mawla = budak yang telah dimerdekakan) dari Ibnu

Page 10: Tugas ulumul hadits

Umar.

Kedua, ahsan al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadits yang yang

tingkatannya dibawash tingkat pertama diatas. Seperti periwayatan

sanad dari Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas.

Ketiga. ad’af al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadits yang tingkatannya

lebih rendah dari tingkatan kedua. seperti periwayatan Suhail bin Abu

Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah.

Dari segi persyaratan shahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi tujuh

tingkatan, yang secara berurutan sebagai berikut

1) Hadits yang disepakati oleh bukhari dan muslim (muttafaq ‘alaih),

2) Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori saja

3) Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim saja

4) Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan AL-

Bukhari dan Muslim

5) Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Al-

Bukhari saja

6) Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan

Muslim saja

7) Hadits yang dinilai shahih menurut ulama hadits selain Al-Bukhari

dan Muslim dan tidak mengikuti persyratan keduanya, seperti Ibnu

Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan lain-lain.

Kitab-kitab hadits yang menghimpun hadits shahih secara

berurutan sebagai berikut:

1) Shahih Al-Bukhari (w.250 H).

2) Shahih Muslim (w. 261 H).

3) Shahih Ibnu Khuzaimah (w. 311 H).

4) Shahih Ibnu Hiban (w. 354 H).

5) Mustadrok Al-hakim (w. 405).

6) Shahih Ibn As-Sakan.

7) Shahih Al-Abani.

Page 11: Tugas ulumul hadits

3. Hadits Hasan

a) Pengertian Hadits Hasan

Hasan secara bahasa adalah sifat yang menyerupai dari kalimat

“al-husna” artinya indah, cantik. Akan tetapi secara istilah yang

dimaksud dengan Hadits Hasan menurut Ibnu Hajar Al-

Atsqalani yaitu:

� و�ال ذ�و�ذ� ش� �ر� غ�ي م�ن� �ه�اه� �ت م�ن �ل�ى إ �ه� �ل م�ث ع�ن� �ط�ه� ض�ب خ�ف� �ذ�ي� ال �ع�د�ل� ال �ق�ل� �ن ب �د�ه� ن س� �ص�ل� �ت ا م�ا

�ة� ل ." ع�

Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil,

hafalannya yang kurang dari awal sampai akhir sanad dengan tidak

syad dan tidak pula cacat. Pada dasarnya, hadits hasan dengan

hadits shahih tidak ada perbedaan, kecuali hanya dibidang

hafalannya. Pada hadits hasan, hafalan perawinya ada yang kurang

meskipun sedikit. Adapun untuk syarat-syarat lainnya, antara

hadits hasan dengan hadits shahih adalah sama. Contoh hadits

hasan adalah sebagai berikut:

�ن� ب �ر� �ك ب �ي ب� أ ع�ن� �ي �ج�و�ن ال ان� ع�م�ر� �ي� ب

� أ ع�ن� �ع�ي الض;ب �م�ان� �ي ل س� �ن� ب ج�ع�ف�ر� �ا �ن ح�د�ث �ة� �ب �ي ق�ت �ا �ن حد�ث

صم : : : الله� و�ل� س� ر� ق�ال� �ق�و�ل� ي Wالع�د�و ة� �ح�ض�ر� ب �ي ب� أ م�ع�ت� س� ق�ال� ع�ر�ي� ش�

� األ� م�و�س�ي �ي ب� أ

الحديث ..... �و�ف� ي الس; �ل� ظ�ال �ح�ت� ت �ة� ن �ج� ال �و�اب� ب� أ �ن� " إ

Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah menceritakan

kepada kamu ja’far bin sulaiman, dari abu imron al-jauni dari abu

bakar bin abi musa al-Asy’ari ia berkata: aku mendengar ayahku

berkata ketika musuh datang : Rasulullah Saw bersabda :

sesungguhnya pintu-pintu syurga dibawah bayangan pedang…

”( HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil jihadi).

b) Klasifikasi Hadits Hasan

Page 12: Tugas ulumul hadits

1) Hadits Hasan li-Dzatih

Hadits yang sanadnya bersambung dengan periwayatan

yang adil, dhabit meskipun tidak sempurna, dari awal sanad

hingga akhir sanad tanpa ada kejanggalan (syadz) dan cacat

(‘Illat) yang merusak hadits.

2) Hadits Hasan li-Ghairi       Hadits yang pada sanadnya ada

perawi yang tidak diketahui keahliannya, tetapi dia

bukanlah orang yang terlalu benyak kesalahan dalam

meriwayatkan hadits, kemudian ada riwayat dengan sanad

lain yang bersesuaian dengan maknanya. Jumhur ulama

muhaddisin memeberikan definisi tentang haditst hasan li-

Ghairihi sebagai berikut:

. منه والظهر الخطاء كثير وليسمغفال أهليته تتحقق لم مستور من مااليخلوإسناده

, آخر وجه من نحوه أو مثله برويتة معروفا الحديث متن ويكون مفسق سبب

Yaitu hadits hasan yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur

(tak nyata keahliannya), bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak

tampak adanya sebab yang menjadikan fasik dan matan haditsnya

adalah baik berdasarkan periwayatan yang semisal dan semakna

dari sesuatu segi yang lain.

Haditst hasan li-Ghairihi pada dasarnya adalah hadits dha’if.

Kemudian ada petunjuk lain yang menolongnya, sehingga ia

meningkat menjadi hadits hasan. Jadi, sekiranya tidak ada yang

menolong, maka hadits tersebut akan tetap berkualitas dha’if.

c) Kehujahan Hadits Hasan

Hadits hasan sebagai mana halnya hadits shahih, meskipun

derajatnya dibawah hadits shahih, adalah hadits yang dapat

diterima dan dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam

menetapkan suatu hukum atau dalam beramal. Para ulama

hadits, ulama ushul fiqih, dan fuqaha sepakat tentang

kehujjahan hadits hasan.

4. Hadits Dhoif

Page 13: Tugas ulumul hadits

1) Pengertian Hadits Dhoif

Dhoif secara bahasa adalah kebalikan dari kuat yaitu lemah,

sedangkan secara istilah yaitu;

و�ط�ه� ر� ش� م�ن� ط� ر� ش� �ف�ق�د� ب ، �ح�س�ن� ال ص�ف�ة� �ج�م�ع� ي �م� ل  م�ا

Apa yang sifat dari hadits hasan tidak tercangkup (terpenuhi)

dengan cara hilangnya satu syarat dari syarat-syarat hadits hasan”

Dengan demikian, jika hilang salah satu kriteria saja, maka hadits

itu menjadi tidak shahih atau tidak hasan. Lebih-lebih jika yang

hilang itu sampai dua atau tiga syarat maka hadits tersebut dapat

dinyatakan sebagai hadits dhai’if yang sangat lemah. Karena

kualitasnya dha’if, maka sebagian ulama tidak menjadikannya

sebagai dasar hukum.

Contoh hadits dhoif adalah sebagai berikut ;

" ة� " �ر� ي ه�ر� �ي ب� أ ع�ن� �م�ي ي اله�ج� �م�ة� �م�ي ت �ي ب

� أ ع�ن� � م �ر� ث� األ � �م ح�ك�ي �ق� ط�ر�ي م�ن� �ذ�ي� م�ي Wر� الت ج�ه� خ�ر�

� م�اأ

ل� : " �ز� �ن أ �م�ا ب �ف�ر� ك ف�ق�د� �ا �اه�ن ك و�� أ �ر�ه�ا د�ب ف�ي fأة �م�ر� ا و�

� أ f �ضا ائ ح� �ي �ت أ م�ن� ق�ال� صم Wي� �ب الن ع�ن�

م�ح�مWد� " ع�ل�ى

Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-atsrami

“dari abi tamimah al-Hujaimi dari abi hurairah dari nabi saw ia

berkata : barang siapa yang menggauli wanita haid atau seorang

perempuan pada duburnya atau seperti ini maka sungguh ia telah

mengingkari dari apa yang telah diturunkan kepada nabi

Muhammad saw”

Berkata Imam Tirmidzi setelah mengeluarkan (takhrij) hadits ini :

“ kami tidak mengetahui hadits ini kecuali hadits dari jalur hakim

al-atsrami, kemudian hadits ini didhoifkan oleh Muhammad dari

segi sanad karena didalam sanadnya terdapat hakim al-atsrami

sebab didhaifkan pula oleh para ulama hadits”

Berkarta ibnu hajar mengenai hadits ini didalam kitab “Taqribut

Tahdzib” : Hakim al-Atsromi pada rawi tersebut adalah seorang

yang bermuka dua.

Adapun penyebab kedhoifannya karena beberapa hal:

Page 14: Tugas ulumul hadits

1) Sebab Terputusnya sanad, akan terputus sanad pun terbagi atas

2 bagian yang perama adalah terputus secara dzhohir (nyata) :

a) Mu’allaq adalah apa yang dibuang dari permulaan sanad

baik satu rawi atau lebih secara berurutan.

b) Mursal adalah apa yang terputus dari akhir sanadnya yaitu

orang sesudah tabi’in (Sahabat).

c) Mughdhal adalah apa yang terputus dari sanadnya 2 atau

lebih secara berurutan.

d) Munqoti’ adalah apa yang sanadnya tidak tersambung.

Sedangkan yang kedua terputus secara khofi (tersembunyi) yaitu:

a) Mudallas adalah menyembunyikan cacat (‘aib) pada

sanadnya dan memperbagus untuk dzohir haditsnya.

b) Mursal Khofi adalah meriwayatkan dari orang yang ia

bertemu atau sezaman dengannya apa yang ia tidak pernah

dengar dengan lafadz yang memungkinkan ia dengar dan

yang lainnya seperti qaala.

2) Sebab penyakit pada rawi

3) Penyakit pada rawi pun terbagi atas 2 yaitu penyakit dalam

adalah dan dhobit (hafalannya), adapun yang pertama penyakit

pada ‘adalah (ketaqwaan) yaitu:

a) Pendusta

b) Tertuduh dusta

c) Fasiq

d) Bid’ah

e) Kebodohan

Adapun penyakit pada dhobit (hafalan ) yaitu

a) Jelek hafalannya

b) Lalai

c) Menyelisihi yang tsiqat

d) Ucapan yang menipu

e) Klasifikasi Hadits Dha’if

Page 15: Tugas ulumul hadits

Dha’if karena tidak bersambung sanadnya

a) Hadits Munqathi       Hadits yang gugur sanadnya di satu

tempat atau lebih, atau pada sanadnya disebutkan nama

seseorang yang tidak dikenal.

b) Hadits Mu’allaq

Hadits yang rawinya digugurkan seorang atau lebih dari

awal sanadnya secara berturut-turut.

c) Hadits Mursal

Hadits yang gugur sanadnya setelah tabi’in. Yang

dimaksud dengan gugur di sini, ialah nama sanad terakhir

tidak disebutkan. Padahal sahabat adalah orang yang

pertama menerima hadits dari Rasul Saw

Mursal al-Jali       Hadits yang tidak disebutkannya (gugur)

nama sahabat dilakukan oleh tabi’in besar.

Mursal al-Khafi. Pengguguran nama sahabat dilakukan

oleh tabi’in yang masih kecil. Hal ini terjadi karena hadits

yang diriwayatkan oleh tabi’in tersebut meskipun ia hidup

sezaman dengan sahabat, tetapi ia tidak pernah mendengar

sebuah hadits.

d) Hadits Mu’dhal

Hadits yang gugur rawinya, dua orang atau lebih, berturut-

turut, baik sahabat bersama tabi'i, tabi'i bersama tabi' al-

tabi'in maupun dua orang sebelum shahabiy dan tabi'iy

e) Hadits Mudallas yaitu hadits yang diriwayatkan menurut

cara yang diperkirakan bahwa hadits itu tidak terdapat

cacat

Dha’if karena tiadanya syarat adi

1. Hadits al-Maudhu’

Hadits yang dibuat-buat oleh seorang (pendusta) yang

ciptaannya dinisbatkan kepada Rasulullah secara paksa

dan dusta, baik sengaja maupun tidak

Page 16: Tugas ulumul hadits

2. Hadits Matruk dan Hadits Munkar

Hadits yang diriwayatkan oleh seseorang yang tertuduh

dusta (terhadap hadits yang diriwayatkannya), atau

tanpak kefasikannya, baik pada perbuatan ataupun

perkataannya, atau orang yang banyak lupa maupun

ragu.

3. Dha’if karena tiadanya Dhabit.

a. Hadits Mudraj

Hadits yang menampilkan (redaksi) tambahan,

padahal bukan (bagian dari) hadits

b. Hadits Maqlub

Hadits yang lafaz matannya terukur pada salah

seorang perawi, atau sanadnya. Kemudian

didahulukan pada penyebutannya, yang seharusnya

disebutkan belakangan, atau mengakhirkan

penyebutan, yang seharusnya didahulukan, atau

dengan diletakkannya sesuatu pada tempat yang

lain

c. Hadits Mudhtharib

Hadits yang diriwayatkan dengan bentuk yang

berbeda padahal dari satu perawi dua atau lebih,

atau dari dua perawi atau lebih yang berdekatan

tidak bisa ditarjih.

d. Hadits Mushahhaf dan Muharraf

Hadits Mushahhaf yaitu hadits yang perbedaannya

dengan hadits riwayat lain terjadi karena perubahan

titik kata, sedangkan bentuk tulisannya tidak

berubah. Hadits Muharraf yaitu hadits yang

perbedaannya terjadi disebabkan karena perubahan

syakal kata sedangkan bentuk tulisannya tidak

berubah.

Page 17: Tugas ulumul hadits

4. Dha’if karena Kejanggalan dan kecacatan

a. Hadits Syad

Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang maqbul,

akan tetapi bertentangan (matannya) dengan

periwayatan dari orang yang kualitasnya lebih

utama.

b. Hadits Mu’allal

Hadits yang diketahui ‘Illatnya setelah dilakukan

penelitian dan penyelidikan meskipun pada lahirnya

tampak selamat dari cacat

5. Dha’if dari segi matan

a. Hadits Mauquf

Hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, baik

berupa perkataan, perbuatan, atau taqrirnya.

Periwayatannya, baik sanadnya bersambung

maupun terputus

b. Hadits Maqthu

Hadits yang diriwayatkan dari tabi’in dan

disandarkan kepadanya, baik perkataan maupun

perbuatannya. Dengan kata lain, hadits maqthu

adalah perkataaan atau perbuatan tabi’in

c. Kehujahan Hadits Dhoif

Khusus hadits dhaif, maka para ulama hadits

kelas berat semacam Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-

Asqalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh

digunakan, dengan beberapa syarat:

a) Level Kedhaifannya Tidak Parah

Ternyata yang namanya hadits dhaif itu

sangat banyak jenisnya dan banyak

jenjangnya. Dari yang paling parah sampai

yang mendekati shahih atau hasan.

Page 18: Tugas ulumul hadits

Maka menurut para ulama, masih ada di

antara hadits dhaif yang bisa dijadikan

hujjah, asalkan bukan dalam perkara aqidah

dan syariah (hukum halal haram). Hadits

yang level kedhaifannya tidak terlalu parah,

boleh digunakan untuk perkara fadahilul

a’mal (keutamaan amal).

b) Berada di bawah Nash Lain yang Shahih

Maksudnya hadits yang dhaif itu kalau mau

dijadikan sebagai dasar dalam fadhailul

a’mal, harus didampingi dengan hadits

lainnya. Bahkan hadits lainnya itu harus

shahih. Maka tidak boleh hadits dha’if jadi

pokok, tetapi dia harus berada di bawah nash

yang sudah shahih.

c) Ketika Mengamalkannya, Tidak Boleh

meyakini Ke-Tsabit-annya. Maksudnya,

ketika kita mengamalkan hadits dhaif itu,

kita tidak boleh meyakini 100% bahwa ini

merupakan sabda Rasululah SAW atau

perbuatan beliau. Tetapi yang kita lakukan

adalah bahwa kita masih menduga atas

kepastian datangnya informasi ini dari

Rasulullah SAW.

Page 19: Tugas ulumul hadits

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Derajat suatu hadits itu memiliki beberapa kemungkinan, bisa saja kita

katakan shahih, hasan, ataupun dhaif itu tergantung kepada 2 hal yaitu

keadaan sanadnya dan keadaan perawinya. Akan tetapi oleh para ulama telah

diberikan kemudahan bagi para peneliti hadits untuk mengetahui derajat

hadits tersebut dalam kitab-kitab hadits seperti yang paling terkenal adalah

kitab “tahzibul kamal fi asmaail rijal” yang menerangkan tentang keadaan

perawinya, apakah dia itu pendusta, bid’ah, fasiq dan yang lainnya. Akan

tetapi semua ulama telah sepakat tentang keshahihan hadits yang dikeluarkan

oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim sehingga kita tidak perlu lagi untuk

meneliti atas kedaan sanad dan perawinya akan tetapi yang mesti ingat hadits-

hadits selain dari imam bukhari dan imam muslim mesti kita telaah kembali

akan keshahihannya.