81070824 tugas hadits
TRANSCRIPT
KEIMANAN
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
“ HADITS”
Dosen Pengampu : H. Mufidz, S.Ag, MS.I.
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDY PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 2011
Disusun oleh :1. Muhammad Sokhib :
(106013343)2. Dewi Yahyawati :
(106013339)3. Luthfiyah :
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Sholawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada Junjungan Nabi
Muhammad Saw. Insan yang setiap muslim dibelahan bumi manapun berharap akan
syafaatnya kelak di hari kiamat.
Dalam makalah kali ini kami menyampaikan tema “ KEIMANAN”. Yaitu
suatu kata dasar yang wajib dimiliki dan dipahami oleh setiap manusia yang
beragama. Khususnya dalam hal ini adalah kita sebagai umat Islam. Setiap mukmin
wajib memiliki, memahami dan menjaga kualitas keimanannya. Hal inilah yang
dijadikan tolok ukur kualitas keagamaan seseorang.
Dalam makalah ini kami berusaha menyajikan permasalah mengenai Iman,
Islam, Ihsan dan juga sedikit menyinggung mengenai budaya malu yang saat ini
lambat laun mulai hilang dalam perilaku masyarakat kita. Yang ternyata dalam Islam
sendiri malu dimasukkan ke dalam bagian dari keimanan.
Demikianlah semoga apa yang kami sajikan ini mendapat ridho dari Allah dan
dapat menambah wawasan kita semua. Membawa manfaat bagi penulis maupun
rekan-rekan sekalian.
Amin Yaa Robbal ‘Alamin.
Demak, 4 Desember 2011
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I.
PENDAHULUAN…………………………………………………………… 1
BAB II.
PEMBAHASAN……………………………………………………………. 3
1.1. HUBUNGAN IMAN, ISLAM, IHSAN, DAN HARI KIAMAT (LM. 5) 3
a) Iman……………………………………………………………… 5
b) Islam……………………………………………………………… 7
c) Ihsan……………………………………………………………… 11
d) Hari Kiamat………………………………………………………. 16
1.2. BERKURANGNYA IMAN DAN ISLAM KARENA MAKSIAT (LM.36)17
1.3.RASA MALU SEBAGIAN DARI IMAN (LM.22)……………………. 20
BAB III.
KESIMPULAN……………………………………………………………… 23
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 24
iii
BAB I.
PENDAHULUAN
Bagaimana pengertian Iman menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah? Apakah
Iman itu bisa bertambah atau berkurang? Jawab Pengertian Iman menurut Ahlus
Sunnah wal Jamaah adalah ikrar dalam hati diucapkan dengan lisan dan diamalkan
dengan anggota badan. Jadi Iman itu mencakup tiga hal Ikrar dengan hati.
Pengucapan dengan lisan. Pengamalan dengan anggota badan. Jika keadaannya
demikian maka iman itu akan bisa bertambah atau bisa saja berkurang. Lagi pula nilai
ikrar itu tidak selalu sama. Ikrar atau pernyataan karena memperoleh satu berita tidak
sama dengan jika langsung melihat persoalan dengan kepala mata sendiri.
Pernyataan karena memperoleh berita dari satu orang tentu berbeda dari
pernyataan dengan memperoleh berita dari dua orang. Demikian seterusnya. Oleh
karena itu Ibrahim ‘Alaihis Sallam pernah berkata seperti yang dicantumkan oleh
Allah dalam Al-Qur’an. “Ya Rabbku perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau
menghidupkan orang-orang yang mati. Allah berfirman ‘Apakah kamu belum
percaya’. Ibrahim menjawab ‘Saya telah percaya akan tetapi agar bertambah tetap
hati saya”. Iman akan bertambah tergantung pada pengikraran hati ketenangan dan
kemantapannya. Manusia akan mendapatkan hal itu dari dirinya sendiri maka ketika
menghadiri majlis dzikir dan mendengarkan nasehat didalamnya disebutkan pula
perihal surga dan neraka ; maka imannya akan bertambah sehingga seakan-akan ia
menyaksikannya dengan mata kepala. Namun ketika ia lengah dan meninggalkan
majlis itu maka bisa jadi keyakinan dalam hatinya akan berkurang. Iman juga akan
bertambah tergantung pada pengucapan maka orang berdzikir sepuluh kali tentu
berbeda dengan yang berdzikir seratus kali. Yang kedua tentu lbh banyak
tambahannya. Demikian halnya dengan orang yang beribadah secara sempurna
tentunya akan lbh bertambah imannya ketimbang orang yang ibadahnya kurang.
Dalam hal amal perbuatan pun juga demikian orang yang amalan dengan
anggota badannya jauh lbh banyak daripada orang lain maka ia akan lbh bertambah
imannya daripada orang yang tidak melakukan perbuatan seperti dia. Tentang
1
bertambah atau berkurangnya iman ini telah disebutkan di dalam Al-Qur’an maupun
As-Sunnah. Allah Ta’ala berfirman yang artinya “Dan tidaklah Kami menjadikan
bilangan mereka itu melainkan utk jadi cobaan bagi orang-orang kafir supaya orang-
orang yang diberi Al-Kitab yakin dan supaya orang-orang yang beriman bertambah
imannya”. “Dan apabila diturunkan suatu surat maka diantara mereka ada yang
berkata ‘Siapa di antara kamu yang bertambah imannya dengan surat ini ?’ Adapun
orang yang beriman maka surat ini menambah imannya sedang mereka merasa
gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit maka
dengan surat itu bertambah kekafiran mereka di samping kekafirannya dan mereka
mati dalam keadaan kafir”. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda bahwa kaum wanita itu memiliki
kekurangan dalam soal akal dan agamanya. Dengan demikian maka jelaslah kiranya
bahwa iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang.
Namun ada masalah yang penting apa yang menyebabkan iman itu bisa
bertambah ? Ada beberapa sebab di antaranya Mengenal Allah dengan nama-nama
dan sifat-sifat-Nya. Setiap kali marifatullahnya seseorang itu bertambah maka tak
diragukan lagi imannya akan bertambah pula. Oleh karena itu para ahli ilmu yang
mengetahui benar-benar tentang asma’ Allah dan sifat-sifat-Nya lbh kuat imannya
daripada yang lain. Memperlihatkan ayat-ayat Allah yang berupa ayat-ayat kauniyah
maupun syar’iyah. Seseorang jika mau memperhatikan dan merenungkan ayat-ayat
kauniyah Allah yaitu seluruh ciptaan-Nya maka imannya akan bertambah. Allah
Ta’ala berfirman. Artinya “Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang yakin dan pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan” .
Ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa jika manusia mau memperhatikan dan
merenungkan alam ini maka imannya akan semakin bertambah banyak melaksanakan
ketaatan.
2
BAB II. PEMBAHASAN
KEIMANAN
1.1. HUBUNGAN IMAN, ISLAM, IHSAN, DAN HARI KIAMAT (LM. 5)
�ي ب� أ ع�ن� �م�ي �ي الت �ان� ي ح� �و �ب أ �ا ن �ر� ب خ�
� أ اه�يم� �ر� �ب إ �ن� ب م�اع�يل� �س� إ �ا �ن ح�د�ث ق�ال� د�د# م�س� �ا �ن ح�د�ث : �اس� �لن ل �و�م(ا ي ا �ار�ز( ب �م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى �ي �ب الن �ان� ك ق�ال� ة� �ر� ي ه�ر� �ي ب
� أ ع�ن� ع�ة� ر� ز� : �ه� �ب �ت و�ك �ه� �ت �ك و�م�الئ �ه� �الل ب �ؤ�م�ن� ت ن�
� أ �يم�ان� اإل ق�ال� �يم�ان� اإل م�ا ف�ق�ال� �ر�يل� ج�ب �اه� ت� ف�أ
: : � و�ال �ه� الل �د� �ع�ب ت ن�� أ �م� ال �س� اإل ق�ال� �م� ال �س� اإل م�ا ق�ال� ، �ع�ث� �ب �ال ب �ؤ�م�ن� و�ت �ه� ل س� و�ر� �ه� �ق�ائ �ل و�ب
: ق�ال� ، م�ض�ان� ر� �ص�وم� و�ت وض�ة� �م�ف�ر� ال �اة� ك الز� �ؤ�دJي� و�ت �ة� الص�ال �ق�يم� و�ت (ا �ئ ي ش� �ه� ب ر�ك� �ش� ت: : ق�ال� ، اك� �ر� ي �ه� �ن ف�إ اه� �ر� ت �ن� �ك ت �م� ل �ن� ف�إ اه� �ر� ت �ك� ن
� �أ ك �ه� الل �د� �ع�ب ت ن�� أ ق�ال� ، ان� �ح�س� اإل م�ا
: ع�ن� ك� �ر� ب خ�� أ و�س� �ل� ائ الس� م�ن� �م� ع�ل
� �أ ب �ه�ا ع�ن �ول� ئ �م�س� ال م�ا ق�ال� اع�ة�، الس� �ى م�تف�ي: ، �ان� �ي �ن �ب ال ف�ي �ه�م� �ب ال �ل� �ب اإل ع�اة� ر� �ط�او�ل� ت �ذ�ا و�إ �ه�ا ب ر� �م�ة� األ �د�ت� و�ل �ذ�ا إ اط�ه�ا ر� ش�
� أ�م� ع�ل �د�ه� ن ع� �ه� الل �ن� إ �م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى �ي �ب الن � �ال ت �م� ث �ه� الل � �ال إ �م�ه�ن� �ع�ل ي � ال Wخ�م�س Jم� �ع�ل ي اء� ج� �ر�يل� ب ج� ه�ذ�ا ف�ق�ال� (ا �ئ ي ش� و�ا �ر� ي �م� ف�ل دوه� ر� ف�ق�ال� �ر� د�ب
� أ �م� ث �ة� اآلي اع�ة� الس� : : ) اإليمان كتاب فى البخارى أخرجه �ه�م� د�ين �اس� . 37الن جبريل سؤال باب
: : .( . . اإليمان عن مسلم واإلسالم اإليمان عن صم ,57النبي : سنة. داوود ابو 16 , : اإليمان. . 4ترميذى : مقدمة. ماجه : 9ابن . حنبل بن ,1,27,51احمد
19,29.
1. Artinya :
“Musaddad telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Isma’il ibn Ibrahim
telah menceritakan kepada kami, Abu Hayyan al-Taimiy dari Abi Zur’ah telah
menyampaikan kepada kami dari Abu Hurairah r.a berkata: Pada suatu hari ketika
Nabi saw. sedang duduk bersama sahabat, tiba-tiba datang seorang laki-laki dan
bertanya, “apakah iman itu?”. Jawab Nabi saw.: “iman adalah percaya Allah swt.,
para malaikat-Nya, dan pertemuannya dengan Allah, para Rasul-Nya dan percaya
pada hari berbangkit dari kubur. ‘Lalu laki-laki itu bertanya lagi, “apakah Islam itu?
Jawab Nabi saw., “Islam ialah menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-
Nya dengan suatu apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat yang difardhukan
dan berpuasa di bulan Ramadhan.” Lalu laki-laki itu bertanya lagi: “apakah Ihsan
itu?” Jawab Nabi saw., “Ihsan ialah bahwa engkau menyembah kepada Allah seakan-
akan engkau melihat-Nya, kalau engkau tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa
3
Allah melihatmu. “Lalu laki-laki itu bertanya lagi: “apakah hari kiamat itu? “Nabi
saw. menjawab: “orang yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada yang bertanya,
tetapi saya memberitahukan kepadamu beberapa syarat (tanda-tanda) akan tibanya
hari kiamat, yaitu jika budak sahaya telah melahirkan majikannya, dan jika
penggembala onta dan ternak lainnya telah berlomba-lomba membangun gedung-
gedung megah. Termasuk lima perkara yang tidak dapat diketahui kecuali oleh Allah,
selanjutnya Nabi saw. membaca ayat: “Sesungguhnya Allah hanya pada sisi-Nya
sajalah yang mengetahui hari kiamat… (ayat)1. Kemudian orang itu pergi. Lalu Nabi
saw. bersabda kepada para sahabat: “antarkanlah orang itu. Akan tetapi para sahabat
tidak melihat sedikitpun bekas orang itu. Lalu Nabi saw.bersabda: “Itu adalah
Malaikat Jibril a.s. yang datang untuk mengajarkan agama kepada manusia.” (HR.
Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Turmudzi, Ibnu Majah dan Ahmad bin Hambal)”.
2. Penjelasan Singkat
Hadis di atas mengetengahkan 4 (empat) masalah pokok yang saling berkaitan
satu sama lain, yaitu iman, Islam, ihsan, dan hari kiamat. Pernyataan Nabi saw. di
penghujung hadis di atas bahwa “itu adalah Malaikat Jibril datang mengajarkan
agama kepada manusia” mengisyaratkan bahwa keempat masalah yang disampaikan
oleh malaikat Jibril dalam hadis di atas terangkum dalam istilah ad-din (baca: agama
Islam). Hal ini menunjukkan bahwa keberagamaan seseorang baru dikatakan benar
jika dibangun di atas pondasi Islam dengan segala kriterianya, disemangati oleh iman,
segala aktifitas dijalankan atas dasar ihsan, dan orientasi akhir segala aktifitas adalah
ukhrawi.
Atas dasar tersebut di atas, maka seseorang yang hanya menganut Islam 1 Ayat yang dibaca Nabi saw. tersebut terdapat dalam QS. Luqman (31): 34. Arti selengkapnya ayat
tersebut: “ Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan
Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim, dan tiada seorangpun
yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok, dan tiada seorangpun yang
dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal”.
4
sebagai agama belumlah cukup tanpa dibarengi dengan iman. Sebaliknya, iman
tidaklah berarti apa-apa jika tidak didasari dengan Islam. Selanjutnya, kebermaknaan
Islam dan iman akan mencapai kesempurnaan jika dibarengi dengan ihsan, sebab
ihsan mengandung konsep keikhlasan tanpa pamrih dalam ibadah. Keterkaitan antara
ketiga konsep di atas (Islam, iman, dan ihsan) dengan hari kiamat karena karena hari
kiamat (baca: akhirat) merupakan terminal tujuan dari segala perjalanan manusia
tempat menerima ganjaran dari segala aktifitas manusia yang kepastaian
kedatangannya menjadi rahasia Allah swt.
Berikut ini akan dibahas lebih rinci tentang iman, Islam, ihsan, dan hari kiamat.
a. Iman Pengertian dasar dari istilah “iman” ialah “memberi ketenangan hati;
pembenaran hati”2. Jadi makna iman secara umum mengandung pengertian
pembenaran hati yang dapat menggerakkan anggota badan memenuhi segala
konsekuensi dari apa yang dibenarkan oleh hati3. Iman sering juga dikenal dengan
istilah aqidah, yang berarti ikatan, yaitu ikatan hati. Bahwa seseorang yang beriman
mengikatkan hati dan perasaannya dengan sesuatu kepercayaan yang tidak lagi
ditukarnya dengan kepercayaan lain. Aqidah tersebut akan menjadi pegangan dan
pedoman hidup, mendarah daging dalam diri yang tidak dapat dipisahkan lagi dari
diri seorang mukmin. Bahkan seorang mukmin sanggup berkorban segalanya, harta
dan bahkan jiwa demi mempertahankan aqidahnya.
Adapun pengertian iman secara khusus sebagaimana yang tertera dalam hadis
di atas ialah: keyakinan tentang adanya Allah swt., malaikat-malaikat-Nya, kitab-
kitab yang diturunkan-Nya, Rasul-rasul utusan-Nya, dan yakin tentang kebenaran
adanya hari kebangkitan dari alam kubur. Dalam hadis lain, yang senada dengan
2 Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya al-Raziy, Mu’jam Maqayis al-Lugah, juz I, (Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1999), h. 72.
3 Ahmad bin Ali bin Hajar Abu al-Fadhl al-‘Asqalaniy al-Syafi’i, Fath al-Bariy, juz I, ditahqiq oleh Muhammad Fuad Abd al-Baqiy dan Muhib al-Din al-Khathib, (Beirut: Dar al-Ma’rifat, 1379 H.), h. 48.
5
hadis di atas yang diriwayatkan oleh Kahmas dan Sulaiman al-Tamimi, selain
menyebutkan kelima hal di atas sebagai kriteria iman, terdapat tambahan satu kriteria
yaitu: beriman kepada qadha dan qadar Allah, yang baik maupun yang buruk4.
Berdasarkan kedua redaksi hadis tersebut selanjutnya oleh sebagian besar ulama
dirumuskan bahwa jumlah rukun iman adalah enam, yang meliputi:
1) Keyakinan tentang adanya Allah swt.
2) Keyakinan terhadap malaikat-malaikat Allah swt.
3) Keyakinan tentang kebenaran kitab-kitab yang diturunkan-Nya.
4) Keyakinan tentang kebenaran rasul-rasul utusan-Nya.
5) Keyakinan tentang kebenaran adanya hari kebangkitan dari alam kubur.
6) Keyakinan kepada qadha dan qadar Allah, yang baik maupun yang buruk.
Dalam Alqur’an ditemukan sejumlah ayat yang senada dengan hadis di atas yang mendeskripsikan tentang konsep keimanan, antara lain firman Allah swt. dalam QS. Al-Baqarah (2): 285:
�ون� آ �م�ؤ�م�ن و�ال Jه� ب ر� م�ن �ه� �ي �ل إ نز�ل�� أ �م�ا ب س�ول� الر� �ه� � م�ن� �ت �ك ئ و�م�ال� �ه� �الل ب آم�ن� aل� ك
�ه� ل س� ر مJن Wح�د� أ �ن� �ي ب ق� Jف�ر� ن ال� �ه� ل س� و�ر� �ه� �ب �ت �ا � و�ك �ط�ع�ن و�أ �ا م�ع�ن س� �وا �ك� � و�ق�ال ان غ�ف�ر� � �م�ص�ير ال �ك� �ي �ل و�إ �ا �ن ب ﴾ ٢٨٥ر�
Terjemahnya:
Rasul Telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya,
demikian pula orang-orang yang beriman, semuanya beriman kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): “Kami
tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-
Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat.” (mereka berdoa):
“Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.”
Adapun keimanan kepada qadha dan qadar secara tekstual tidak tercatat
dalam ayat di atas, tapi tersebar dalam berbagai ayat dalam surah yang berbeda, dan
bahkan dengan arti yang bermacam-macam. Tetapi adapula yang menafsirkan
perkataan “wa ilaika al-mashir” dalam ayat di atas menunjukkan pula arti
4 Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab al-Iman, Abu Dawud dalam kitab awwal kitab al-sunnah, dan Imam dalam Musnad Umar bin al-Khattab.
6
mengembalikan segala perkara kepada Allah, termasuk masalah takdir.
Keenam pokok keimanan itu yakni: iman kepada Allah, malaikat-malaikat-
Nya, Kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhirat dan qadla-gadar-Nya – dikenal
sebagai arkanul iman (rukun iman) yang menampakan pokok-pokok keimanan.
Karna keenam hal tersebut sebagaimana dijelaskan di atas mempunyai korelasi yang
demikian besar, maka bila menafikan salah satu unsur dari keenam itu akan
menyebabkan kepincangan dalam iman, dan bahkan pula akan menyebabkan
keingkaran kepada Tuhan. Keingkaran kepada hari kiamat umpamanya berarti pula
keingkaran kepada Allah – yang sekaligus ingkar kepada rasul yang menyampaikan
berita tersebut, termasuk kepada malaikat yang menyampaikan wahyu kepada para
rasul, dan percaya kepada kitab-kitab yang merupakan risalah para rasul itu.
b. Islam
Islam berasal dari akar kata kerja aslama secara harfiyah berarti kepatuhan
atau tindakan penyerahan diri seseorang sepenuhnya kepada kehendak orang lain5.
Islam adalah kepatuhan menjalankan perintah Allah dengan segala keikhlasan dan
kesungguhan hati. Hal itu sesuai dengan arti kata Islam, yakni penyerahan. Seorang
muslim harus menyerahkan dirinya kepada Allah secara total karena memang
manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya.
Islam menurut istilah adalah agama yang dibawa oleh para utusan Allah dan
disempurnakan oleh Rasulullah saw. yang memiliki sumber pokok al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah saw. sebagai petunjuk kepada umat manusia sepanjang masa.
(Q.S. 48: 28, dan 5: 3).
Intisari Islam sebagai agama adalah keterikatan dan ketundukan pada Allah
swt. yang mempunyai kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi dari manusia dan
bersifat gaib yang dapat ditangkap oleh indera tetapi bisa dirasakan dan diyakini akan
5 Toshihiko Izitsu, Ethico Religiuous Concepts in the Qur’an, diterjemahkan oleh Agus Fahri Husain dkk., dengan judul Konsep-konsep Etika Religius dalam Qur’an, (Cet. I; Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993), h. 226.
7
adanya. Tauhid (pengesaan Allah) merupakan seruan pertama dan terakhir dari Islam.
Ia adalah suatu kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa (faith in the unity of God).
Atas dasar itulah sehingga Rasulullah saw. dalam hadis di atas menjadikan
tauhid (penyembahan hanya kepada Allah semata) sebagai pilar utama dalam
keislaman seorang, selanjutnya disusul dengan kewajiban-kewajiban yang lain, yaitu
mendirikan shalat, menunaikan zakat yang difardhukan, berpuasa di bulan
Ramadhan. Dalam hadis lain ditambahkan satu kewajiban lagi, yakni menunaikan
ibadah haji bagi yang mampu, sebagaimana dinyatakan dalam hadis berikut:
�ن� ب �ر�م�ة� ع�ك ع�ن� �ان� ف�ي س� �ي ب� أ �ن� ب �ة� �ظ�ل ح�ن �ا ن �ر� ب خ�
� أ ق�ال� م�وس�ى �ن� ب �ه� الل �د� �ي ع�ب �ا �ن ح�د�ث
�ه� �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى �ه� الل س�ول� ر� ق�ال� ق�ال� �ه�م�ا ع�ن �ه� الل ض�ي� ر� ع�م�ر� �ن� اب ع�ن� Wد� ال خ�
س�ول� ر� م�ح�م�د(ا �ن� و�أ �ه� الل � �ال إ �ه� �ل إ � ال �ن� أ ه�اد�ة� ش� Wخ�م�س ع�ل�ى �م� ال �س� اإل �ي� �ن ب �م� ل و�س�
م�ض�ان� ر� � و�ص�و�م Jح�ج� و�ال �اة� ك الز� �اء� �يت و�إ �ة� الص�ال � �ق�ام و�إ �ه� الل
.( البخاري .(رواه
Artinya:
‘Abdullah ibn Musa telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Hanzhalah
ibn Abi Sufyan telah memberitakan kepada kami, dari Ikrimah ibn Khalid, dari ibn
Umar r.a berkata: Rasulullah saw. telah bersabda: “Islam didirikan atas lima perkara,
yakni bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah swt, dan Muhammad adalah utusan-
Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan ibadah haji (ke Baitullah),
dan berpuasa dibulan Ramadhan”. (H.R. Al-Bukhari)
Berdasarkan hadis di atas, ditemukan rumusan yang selanjutnya dikenal
dengan rukun Islam, yaitu:
1) Syahadat (persaksian keesaan Allah dan kerasulan Muhammad)
2) Mendirikan salat
3) Menunaikan zakat
4) Puasa pada bulan Ramadhan
5) Menunaikan ibadah haji
Sebagai agama, hanya Islam-lah yang mendapat pengakuan dan diterima di sisi Allah
8
swt. Sehubungan dengan hal ini Allah berfirman dalam QS. Ali Imran (3): 19:
م� ال� �س� اإل� �ه� الل ع�ند� الدJين� �ن� .............إ
Terjemahnya:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam”.
Dan Allah berfirman dalam QS. Ali Imran (3): 85:
م�ن� ة� خ�ر� اآل� ف�ي و�ه�و� �ه� م�ن �ل� �ق�ب ي �ن ف�ل (ا د�ين � م ال� �س� اإل� �ر� غ�ي �غ� �ت �ب ي و�م�ن
� �خ�اس�ر�ين ٨٥ال ﴾Terjemahnya:
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi”.(Q.S. Ali Imran: 85)
Pernyataan al-Qur’an di atas mengisyaratkan bahwa diutusnya Nabi Muhammad saw.
bukan untuk merombak seluruh ajaran yang dibawa oleh para nabi yang datang
sebelumnya. Kedatangan beliau hanya melanjutkan missi yang dibawa oleh Nabi-
nabi sebelumnya dan menyempurnakannya. Oleh sebab itu, inti ajaran, isi dan tujuan
agama-agama samawi sebelum Nabi Muhammad bersifat tidak berubah-ubah, namun
teknis dan pelaksanaannya dapat berubah dengan memperhatikan situasi dan kondisi
yang berkembang. Sehubungan dengan hal ini Allah berfirman dalam QS. asy-Syura
(42): 13:
�ا �ن و�ص�ي و�م�ا �ك� �ي �ل إ �ا �ن ي و�ح�� أ �ذ�ي و�ال �وح(ا ن �ه� ب kو�ص�ى م�ا الدJين� مJن� �م �ك ل ع� ر� ش�
kى و�ع�يس� kو�م�وس�ى اه�يم� �ر� �ب إ �ه� ف�يه� � ب ق�وا �ف�ر� �ت ت و�ال� الدJين� ق�يم�وا� أ �ن� �ر� � أ �ب ك
�ه� �ي �ل إ �د�ع�وه�م� ت م�ا �ين� ر�ك �م�ش� ال � � ع�ل�ى �يب �ن م�ني �ه� �ي �ل �ه�د�يإ و�ي �ش�اء� م�ني �ه� �ي �ل �يإ �ب �ج�ت ي �ه� الل١٣﴾
Terjemahnya:
Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya
kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah
kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang
9
kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali
(kepada-Nya).
Berdasarkan ayat di atas, syariat Islam pada prinsipnya merupakan ajaran
yang dibawa oleh seluruh Rasul Allah, dan Rasulullah saw. diutuslah meletakkan batu
terakhir kesempurnaannya, yang diproklamirkan pada tanggal 9 Zulhijjah, saat Nabi
saw. melaksanakan haji wada’ tiga bulan sebelum wafat dengan turunnya firman
Allah dalam QS. al-Maidah (5): 3:
�م� �ك ل ض�يت� و�ر� �ي �ع�م�ت ن �م� �ك �ي ع�ل �م�م�ت� ت� و�أ �م� �ك د�ين �م� �ك ل �م�ل�ت� ك
� أ �و�م� �ي ال(ا د�ين م� ال� �س� W � اإل� �م �ث Jإل Wف� ان �ج� م�ت �ر� غ�ي Wم�خ�م�ص�ة ف�ي اض�ط�ر� غ�ف�ور# � ف�م�ن� �ه� الل �ن� ف�إ
﴿ م� حي � ٣ر ﴾Terjemahannya :
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka
barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
c. Ihsan
Ihsan secara bahasa berasal dari akar kata kerja ahsana-yuhsinu, yang artinya
adalah berbuat baik, sedangkan bentuk mashdarnya adalah ihsan yang artinya
kebaikan. Mengenai hal ini, Allah swt. berfirman dalam QS. an-Nahl (16): 90:
....... �ح�س�ان و�اإل� �ع�د�ل� �ال ب م�ر�� �أ ي �ه� الل �ن� ٩٠﴿ إ ح﴾
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan ..........”
Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba
Allah swt. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-
Nya.
Adapun pengertian ihsan secara khusus yang disebutkan dalam hadis di atas,
yaitu "menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak
10
mampu melihatnya, ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat.í"
Pernyataan menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya",
mengandung arti bahwa dalam menyembah kepada-Nya, kita harus bersungguh-
sungguh, serius dan penuh keikhlasan serta melebihi sikap seorang rakyat jelata
ketika menghadap Raja. Dalam hati harus ditumbuhkan keyakinan bahwa Allah
seakan-akan berada di hadapannya, dan Dia melihat dirinya. Sedangkan pernyataan
"jika engkau tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa Allah melihatmu,"
maksudnya kita harus merasa bahwa Allah selamanya hadir dan menyaksikan segala
perbuatannya.
Menurut Ibnu Hajar, ihsan berarti berusaha menjaga tata krama dan sopan
santun dalam beramal, seakan-akan kamu melihat-Nya seperti Dia melihat kamu. Hal
itu harus dilakukan bukan karena kamu melihat-Nya, tetapi karena Dia selamanya
melihat kamu. Maka beribadahlah dengan baik meskipun kamu tidak dapat melihat-
Nya6.
Ihsan merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan diterima atau tidaknya
suatu amal oleh Allah swt. karena orang yang berlaku ihsan dapat dipastikan akan
ikhlas dalam beramal, sedangkan ikhlas merupakan inti diterimanya suatu amal
ibadah.
Ihsan meliputi tiga aspek fundamental, yaitu ibadah, muamalah, dan akhlak.
1) Ibadah
Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua jenis
ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu
menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya.
2) Muamalah
Ihsan sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah beribadah kepada Allah dengan
sikap seakan-akan melihat-Nya, dan jika tidak dapat melihat-Nya, maka Allah
melihat kita. Sedangkan ihsan dari segi muamalah, yang termasuk di dalamnya
6 Ibid., h 120.
11
adalah:
Pertama, Ihsan kepada kedua orang tua
Allah swt. menjelaskan hal ini dalam QS. al-Isra (17): 23-24:
(ا ان �ح�س� إ �ن� �د�ي �و�ال �ال و�ب �اه� �ي إ �ال� إ �د�وا �ع�ب ت ال�� أ ك� ب ر� kع�ند�ك� � و�ق�ض�ى �غ�ن� �ل �ب ي �م�ا إ
﴿ م�ا ح�ي ر� م�ا و� ر� ر�ا ه� � ر ه�ل �ر ر�ا ه� و� ر� و ر! ر�ا �ر ف" ه%$ ر�ا ه� � ر ه&ل ر! ر)ا ر( ر�ا ه� ر)ا ح� �و ر%$ ر�ا ه� ه* ر ر%$ ر� ر+ ح, �و �ه�م�ا ﴾٢٣$ ل و�اخ�ف�ض� ﴿ م�$ ح-ي ر. ح0ي ريا 1 ر ر� ر�ا ر� ر�ا ه� و� ر و� $ ب2 � ر ه�ل �ر ح4 ر� و � ر �$ ر5 ح6 ب7 8 ه �$ ر9 ر ا ٢٤ر: ﴾
Terjemahnya:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah
seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
Perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada
mereka Perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa ihsan kepada ibu-bapak adalah sejajar
dengan ibadah kepada Allah. Dalam sebuah hadist riwayat Turmuzdi, dari Ibnu Amru
bin Ash, Rasulullah saw. bersabda7:
عليه الله صلى Jي� �ب الن ع�ن� �ه�م�ا ع�ن الله� رضي� الع�اص� �ن� ب ع�م�رو �ن� ب الله� �د� ع�ب ع�ن�
: الله� ر�ض�ى ق�ال� �ن� وسلم �د�ي �لو�ال ا س�خ�ط� ف�ي الله� و�س�خ�ط� �ن� �د�ي �لو�ال ا ر�ض�ى ف�ي
Artinya:
Dari Abdullah bin Amru bin al-‘Ash r.a dari Nabi saw. bersabda: Keridhaan Allah
berada pada keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah berada pada kemurkaan orang
tua.” (H.R. at-Turmudzi)
Kedua, Ihsan kepada kerabat karib
Ihsan kepada kerabat adalah dengan jalan membangun hubungan yang baik dengan
7 Muhammad bin Ismailm al-Shan’aniy, Subul al-Salam, Juz IV, (Cet. IV; Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabiy, 1379 H.), h. 164.
12
mereka, bahkan Allah swt. menyamakan seseorang yang memutuskan hubungan
silatuhrahmi dengan perusak dimuka bumi.
Allah berfirman dalam QS. Muhammad (47): 22:
﴿ و� ه, ر6 را و� ر%$ ه;�$ ب> ر& ه! �ر ح= و� ر%ا و� $ ح(ي $�ه* ح< و? ه! ر%$ن و� Aه وي � ر ر� ر! حB$ن و� Aه وي ر< Cر ول ر� ٢٢ر( ﴾Terjemahnya: Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan dimuka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan.?Silaturahmi adalah kunci untuk mendapatkan keridhaan Allah. Hal ini dikarenakan
sebab paling utama terputusnya hubungan seorang hamba dengan Tuhannya adalah
karena terputusnya hubungan silaturahmi.
Ketiga, Ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin
Diriwayatkan oleh Bukhari, Turmudzi, dan Ibnu Hibban bahwa Rasulullah saw
bersabda:
قال ه�ل س� عن أبيه عن حازم أبي بن العزيز عبد أخبرنا بينها بن عمرو حدثنا
الله : رسول� �اف�ل� و�ك �ا ن� أ وسلم عليه الله �ة� صلى ن �لج� ا ف�ي � �م �ي �ت ار� الي ش�
� و�أ �ذ�ا ه�ك
�ئ( ي ش� �ه�م�ا �ن �ي ب ج� و�ف�ر� �لو�س�ط�ى و�ا �ة� �اب ب �الس� 8ب
Artinya:
Dari Sahl, Rasulullah saw. bersabda: aku dan orang yang memelihara anak yatim di
surga kelak akan seperti ini…(seraya menunjukkan jari telunjuk dan jari tengahnya
dan merenggangkan keduanya).”
Keempat, Ihsan kepada tetangga dekat, tetangga jauh, serta teman sejawat.
Ihsan kepada tetangga dekat meliputi tetangga dekat dari kerabat atau tetangga yang
berada di dekat rumah, serta tetangga jauh, baik jauh karena nasab maupun yang
berada jauh dari rumah.
Seorang tetangga kafir mempunyai hak sebagai tetangga saja, tetapi tetangga
muslim mempunyai dua hak, yaitu sebagai tetangga dan sebagai muslim, sedang
tetangga muslim dan kerabat mempunyai tiga hak, yaitu sebagai tetangga, sebagai 8 Muhammad bin Ismail Abu Abdullah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz V, (Cet. III; Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1987), h. 2032; Muhammad bin Isa Abu Isa at-Turmudzi, Sunan at-Turmudzi, juz IV, (Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabiy, t.th.), h. 321; Muhammad bin Hibban bin Ahmad Abu Hatim at-Tamimi al-Busti, Shahih Ibnu Hibban, juz II, (Cet. II; Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993), h. 207.
13
muslim dan sebagai kerabat. Rasulullah saw. menjelaskan hal ini dalam sabdanya9:
�ي� �ب الن ن�� أ �ح ي ر� ش� �ي ب
� أ ع�ن� سعيد عن ذئب أبي بن حدثنا علي بن عاصم حدثنا
وسلم� عليه الله : صلى �ل� ق�ي �ؤ�م�ن� ي � ال و�الله� �ؤ�م�ن� ي � ال والله� �ؤ�م�ن� ي � ال و�الله� قال
ومسلم ( البخاري رواه �ق�ه� �و�ائ ب ه� ج�ار� م�ن�� �أ ي � ال الذي قال� الله� رسول� �ا ي )و�م�ن�
Artinya:
Dari Abu Syuraih bahwa Nabi saw. bersabda: demi Allah, tidak beriman, demi Allah,
tidak beriman. Para sahabat bertanya, “siapakah yang tidak beriman, ya Rasulullah?”
Beliau menjawab, “seseorang yang tidak aman tetangganya dari gangguannya.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Kelima , Ihsan kepada ibnu sabil dan pelayan
Rasulullah saw. bersabda mengenai hal ini10:
عن حصين أبي عن سفيان حدثنا مهدي بن حدثنا محمد بن الله عبد حدثنا
وسلم عليه الله صلى Jي� �ب الن ع�ن� ة� �ر� ي ه�ر� �ي ب� أ ع�ن� صالح : أبي �ان� ك م�ن� قال�
اآلخر� � �و�م والي بالله� �ؤ�م�ن� ي �ان� ك و�م�ن� ه� ج�ار� �ؤ�ذ� ي � ف�ال اآلخر� � �و�م �لي و�ا بالله� �ؤ�م�ن� ي
�ص�م�ت �ي ل و�� أ ا �ر( ي خ� �ق�ل� �ي ف�ل اآلخر� � واليوم بالله� �ؤ�م�ن� ي �ان� ك و�م�ن� �ف�ه� ض�ي م� �ر� �ك �ي ف�ل
Artinya:
Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw. bersabda: Barangsiapa beriman kepada dan hari
akhiratnya maka janganlah menyakiti tetangganya, dan barangsiapa beriman kepada
Allah dan Hari Akhir, hendaklah memuliakan tamunya, dan barangsiapa beriman
kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah berkata benar atau diam.” (HR. Jama’ah,
kecuali Nasa’i)
Selain itu, ihsan terhadap ibnu sabil adalah dengan cara memenuhi kebutuhannya,
menjaga hartanya, memelihara kehormatannya, menunjukinya jalan jika ia meminta,
dan memberinya pelayanan.
Adapun muamalah terhadap pembantu atau karyawan dilakukan dengan membayar
9 Muhammad bin Ismail Abu Abdullah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, op.cit., h. 2240; Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairiy an-Naisaburi, Shahih Muslim, juz I, (Beirut: Dar Ihya al-Turats al-‘Arabiy, t.th.), h. 68.10 Muhammad bin Ismail Abu Abdullah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, op.cit., h. 2273.
14
gajinya sebelum keringatnya kering, tidak membebaninya dengan sesuatu yang ia
tidak sanggup melakukannya, menjaga kehormatannya, dan menghargai pridainya.
Jika ia pembantu rumah tangga, maka hendaklah ia diberi makan dari apa yang kita
makan, dan diberi pakaian dari apa yang kita pakai.
Keenam, Ihsan dengan perlakuan dan ucapan yang baik kepada manusia.
Rasulullah saw. bersabda, sebagaimana disebutkan di atas bahwa: ”Barangsiapa
beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
Bagi manusia secara umum, hendaklah kita melembutkan ucapan, saling menghargai
dalam pergaulan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegahnya dari
kemungkaran, menunjukinya jalan jika ia tersesat, mengajari mereka yang bodoh,
mengakui hak-hak mereka, dan tidak mengganggu mereka dengan tidak melakukan
hal-hal dapat mengusik serta melukai mereka.
Ketujuh, Ihsan dengan berlaku baik kepada binatang
Berbuat ihsan terhadap binatang adalah dengan memberinya makan jika ia lapar,
mengobatinya jika ia sakit, tidak membebaninya diluar kemampuannya, tidak
menyiksanya jika ia bekerja, dan mengistirahatkannya jika ia lelah. Bahkan, pada saat
menyembelih, hendaklah dengan menyembelihnya dengan cara yang baik, tidak
menyiksanya, serta menggunakan pisau yang tajam.
3) Akhlak.
Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan
muamalah. Seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya apabila ia telah
melakukan ibadah seperti yang menjadi harapan Rasulullah dalam hadits yang telah
dikemukakan di awal tulisan ini, yaitu “menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya,
dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah senantiasa melihat
kita”. Jika hal ini telah dicapai oleh seorang hamba, maka sesungguhnya itulah
puncak ihsan dalam ibadah. Pada akhirnya, ia akan berbuah menjadi akhlak atau
perilaku, sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan dalam ibadahnya akan
terlihat jelas dalam perilaku dan karakternya.
d. Hari Kiamat
15
Percaya akan datangnya hari kiamat termasuk salah satu rukun iman yang
harus diyakini oleh semua orang yang beriman meskipun tidak ada yang tahu kapan
saatnya tiba. Bagi mereka yang beriman, misteri terjadinya hari kiamat tidak akan
mengurangi kadar keimanannya. Mereka justru lebih waspada dan senantiasa
meningkatkan amal kebaikan untuk bekal menghadapi-Nya.
Namun demikian, Rasulullah saw. memberikan dua tanda terjadinya kiamat, yakni
jika hamba sahaya telah melahirkan majikannya, dan jika penggembala onta dan
ternak lainnya berlomba-lomba membangun gedung-gedung yang megah dan tinggi.
Menurut sebagian ahli hadis, tanda-tanda kiamat itu lebih dari dua
sebagaimana terdapat dalam hadis lain. Dengan kata lain, kedua tanda kiamat tersebut
merupakan tanda jangka panjang. Adapun tanda-tanda seperti terbitnya matahari dari
arah barat merupakan tanda jangka pendek.
Akan tetapi, hanya Allah saja yang tahu mengenai datangnya hari kiamat,
sebagaimana tidak ada yang tahu, kecuali Allah saja tentang turunnya hujan; apa yang
ada dalam rahim seorang ibu; apa yang akan terjadi esok hari; dan di manakah
seseorang akan mati, sebagaimana dinyatakan dalam QS. Luqman (31): 34:
� ح�ام ر�� األ� ف�ي م�ا �م� �ع�ل و�ي �ث� �غ�ي ال ل� Jز� �ن و�ي اع�ة� الس� �م� ع�ل ع�ند�ه� �ه� الل �ن� �د�ر�ي � إ ت و�م�ا
غ�د(ا �س�ب� �ك ت م�اذ�ا �ف�س# �م�وت� � ن ت Wر�ض� أ Jي
� �أ ب �ف�س# ن �د�ر�ي ت ﴿ � و�م�ا م� ح+ي Dر م� حEي Cر Fر E ر �$ ر ن $B٣٤ح ﴾Terjemahnya:
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat;
dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan
tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya
besok dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
.
1.2. BERKURANGNYA IMAN DAN ISLAM KARENA MAKSIAT (LM.36)
16
ق�ال� Wه�اب ش� �ن� اب �سع�ن� �ون ي �ي ن �ر� ب خ�� أ ق�ال� Wو�ه�ب �ن� اب �ا �ن ح�د�ث Wح� ص�ال �ن� ب ح�م�د�
� أ �ا �ن ح�د�ث
ض�ي� ر� ة� �ر� ي ه�ر� �و ب� أ ق�ال� �ن� �ق�وال ي �ب� ي �م�س� ال �ن� و�اب ح�م�ن� الر� �د� ع�ب �ن� ب �م�ة� ل س� �ا �ب أ م�ع�ت� س�
و�ه�و� �ي ن �ز� ي ح�ين� �ي ان الز� �ي ن �ز� ي � ال ق�ال� �م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى �ي� �ب الن �ن� إ �ه� ع�ن �ه� الل
ح�ين� ار�ق� الس� ر�ق� �س� ي � و�ال م�ؤ�م�ن# و�ه�و� �ه�ا ب ر� �ش� ي ح�ين� �خ�م�ر� ال ب� ر� �ش� ي � و�ال م�ؤ�م�ن#
: �اس� الن ف�ع� �ر� ي Wف ر� ش� ذ�ات� �ة( �ه�ب ن �ه�ب� �ت �ن ي � و�ال رواية فى وزاد م�ؤ�م�ن# و�ه�و� ر�ق� �س� ي
�ه� �ي �ل إ �اس� الن ف�ع� �ر� ي �ة( �ه�ب ن �ه�ب� �ت �ن ي � و�ال م�ؤ�م�ن# و�ه�و� �ه�ا �ه�ب �ت �ن ي ح�ين� ف�يه�ا ه�م� �ص�ار� ب� أ �ه� �ي �ل إ
م�ؤ�م�ن# و�ه�و� ه�م� �ص�ار� ب� أ فى ( ( ف�يه�ا البخاري األشربة): (74أخرجه باب) 1كتاب ،
: عمل رجسمن واألزالم نصاب إنماالخمروالميسرواأل تعالى الله قول
…..)الشيطان
1. Artinya
Ahmad ibn Shalih telah menceritakan kepada kami, Ibn Wahbi telah menceritakan
kepada kami, ia berkata bahwa Yunus telah menceritakan kepadaku dari Abi Syihab,
ia berkata bahwa aku telah mendengar Abu Salamah ibn ‘Abd al-Rahman dan ibn al-
Musayyab berkata bahwa Abu Hurairah r.a berkata bahwa Nabi saw.telah bersabda,
“tidak akan berzina seseorang jika ia sedang beriman, dan tidak akan meminum
khamar seseorang jika ia sedang beriman, dan tidak akan mencuri sesseorang jika ia
sedang beriman”. Pada riwayat lain ditambahkan, “Dan tidak akan merampas
rampasan yang berharga sehingga orang-orang membelalakkan mata kepadanya
ketika merampas jika ia sedang beriman”.
2. Penjelasan Singkat
` Orang yang beriman akan merasa bahwa segala tingkah lakunya senantiasa
diawasi oleh Allah swt. Tidak ada suatu perbuatan yang ia lakukan luput dari
pengawasan Allah swt. Di samping itu, ia selalu sadar bahwa segala perbuatan yang
dilakukannya harus dipertanggung jawabkan dihadapan-Nya, dan ia sendiri yang
akan menerima akibat dari perbuatannya, baik ataupun buruk, sekecil apapun
perbuatan itu.
17
Hal ini disinyalir Allah dalam QS. az-Zalzalah (99): 7-8:
﴿ Gه ر� ري م�$ وي Dر Hة � ر Jر ر7 ر&ا Kو ح6 ول ر� و; ري ر�5 ﴿ ٧ر( Gه ر� ري $� م Lر Hة � ر Jر ر7 ر&ا Kو ح6 ول ر� و; ري ر56 �ر ﴾٨ ﴾Terjemahnya:
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah-pun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar
dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.
Atas dasar kesadaran tersebut, maka orang yang benar-benar beriman
senantiasa berusaha mengerjakan perbuatan yang baik dan menghindari perbuatan
yang dilarang oleh Allah swt. Seorang yang beriman tidak mungkin dengan sengaja
melakukan maksiat kepada Allah, karena ia merasa malu dan takut menghadapi azab-
Nya serta takut tidak mendapatkan ridha-Nya.
Sebaliknya, orang yang tidak beriman kepada Allah swt. akan merasa bahwa
hidupnya di dunia tidak memiliki beban apa-apa. Ia hidup semaunya, dan yang
penting baginya adalah ia merasa senang dan bahagia. Ia tidak memikirkan kehidupan
setelah mati kelak karena ia tidak mempercayainya. Dengan demikian, perbuatannya
pun tidak terlalu dipusingkan oleh masalah baik ataupun buruk. Kalaupun ia
melakukan suatu perbuatan baik, maka perbuatannya tersebut bukan karena
mengharapkan ridha Allah swt. karena ia tidak percaya kepada-Nya.
Adapun bagi mereka yang menyatakan dirinya beriman, tetapi sering
melakukan perbuatan dosa/maksiat, mereka merasa dan mengetahui bahwa perbuatan
yang dilakukannya adalah perbuatan dosa, tetapi mereka tidak berusaha untuk
mencegah dirinya dari perbuatan tersebut. Hal itu antara lain karena kuatnya godaan
setan dan besarnya dorongan hawa nafsu untuk melakukan perbuatan maksiat. Dalam
keadaan seperti ini, ia tetap beriman, hanya saja keimanannya lemah (berkurang).
Semakin sering melakukan perbuatan dosa, semakin lemah pula imannya.
Keimanan seseorang adakalanya bertambah dan adakalanya berkurang (
�ق�ص� �ن و�ي د�اد� �ز� ي �م�ان� �ي .(اإل Oleh sebab itu, seyogyanya setiap orang beriman berusaha
untuk senantiasa memperbaharui keimanan dan ke-Islamannya. Hal ini bisa dilakukan
18
antara lain dengan selalu mengingat Allah dan mengerjakan perbuatan baik yang dan
diridhai-Nya. Dengan demikian, keimanannya relatif akan stabil.
Selain itu, ia pun harus selalu ingat bahwa sekecil apapun perbuatan maksiat itu,
maka ia akan mendapatkan balasan-Nya. Meskipun di dunia dapat selamat dari akibat
kemaksiatan yang dilakukannya, tapi ia tidak dapat mengelak dari balasan di akhirat
kelak. Allah berfirman dalam QS. an-Nisa’ (4): 14:
﴿ م5 ح�ي 6 ه م2 ر$8 Cر Fه �ر �ر ر�ا ح(ي م*$ �ح رDا م�$ ر0ا Fه Eو Dح و* هي Gه Mر �ه* ه * ر ر; Aر ري �ر Fه �ر �Nه ر� �ر Fر E ر �$ Oح و; ري ر56 �١٤ر ﴾Terjemahnya:
Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-
ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal
di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.
Namun demikian, jika seorang hamba mau bertobat, selain ia kan mendapat ampunan
Allah, juga dipastikan imannya akan kembali utuh. Allah berfirman dalam QS. al-
A’raf (7): 153:
�غ�ف�ور# ل �ع�د�ه�ا ب م�ن �ك� ب ر� �ن� إ �وا و�آم�ن �ع�د�ه�ا ب م�ن �وا �اب ت �م� ث �ات� Jئ ي الس� �وا ع�م�ل �ذ�ين� و�ال
# ١٥٣ر�ح�يم ﴾Artinya:
Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, Kemudian bertaubat sesudah itu dan
beriman; Sesungguhnya Tuhan kamu sesudah Taubat yang disertai dengan iman itu
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Tobat yang akan mendapat ampunan Allah swt. tentu saja tobat yang dilakukan
dengan sungguh-sungguh, yang dalam istilah al-Qur’an disebut tobat nasuha. (Q.S.
66: 8).
19
1.3.RASA MALU SEBAGIAN DARI IMAN (LM.22)
� �م ال س� ع�ن� Wه�اب ش� �ن� اب ع�ن� Wس� �ن أ �ن� ب �ك� م�ال �ا ن �ر� ب خ�� أ ق�ال� �وس�ف� ي �ن� ب �ه� الل �د� ع�ب �ا �ن ح�د�ث
م�ن� Wج�ل ر� ع�ل�ى م�ر� �م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى �ه� الل س�ول� ر� �ن� أ �يه� ب� أ ع�ن� �ه� الل �د� ع�ب �ن� ب
�م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى �ه� الل س�ول� ر� ف�ق�ال� �اء� ي �ح� ال ف�ي خ�اه�� أ �ع�ظ� ي و�ه�و� �ص�ار� ن
� األ
: ) . فى البخاري أخرجه �يم�ان� اإل م�ن� �اء� ي �ح� ال �ن� ف�إ اإليمان- :۲د�ع�ه� باب ۱٦كتاب
( اإليمان من ء .الحيا
1. Artinya
‘Abdullah ibn Yusuf telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Malik ibn
Anas telah mengabarkan kepada kami dari ibn Syihab dari Salim ibn ‘Abdillah dari
ayahnya bahwa Nabi SAW melewati (melihat) seorang lelaki kaum Anshar yang
sedang menasehati saudaranya karena malu, maka Nabi SAW telah bersabda:
“Biarkanlah ia karena sesungguhnya malu itu sebagian dari iman”.
2. Penjelasan Singkat
Tujuan utama dari Risalah Islamiyah adalah untuk membentuk Insan Kamil,
yaitu manusia yang seluruh aspek hidup dan kehidupannya telah dijiwai oleh iman,
Islam dan ihsan. Missi yang diemban Rasulullah berorientasi pada prinsipnya
merujuk kepada tujuan global, yaitu untuk menyempurnakan akhlak yang mulia
dalam pengertian yang sangat luas.
Rasa malu merupakan salah satu sifat yang dianugerahkan Allah kepada manusia dan
sekaligus merupakan salah satu sifat yang membedakan manusia dengan binatang.
Kadar rasa malu pada tiap-tiap orang berbeda-beda, dan motif yang menyebabkan
orang malu juga sangat variatif. Dengan demikian, malu kadang yang dapat
dikategorikan sebagai sifat yang baik, dan adapula kalanya dapat dikategorikan
sebagai sifat tercela. Oleh sebab itu, sifat ini harus ditempatkan secara proporsional.
20
Malu bukan hanya merupakan sifat dasar manusia, kan tetapi lebih dari itu
termasuk dalam salah satu ciri orang yang beriman dan simbol keberimanan
seseorang. Oleh sebab itulah sehingga Rasulullah dalam hadis di atas menjadikan rasa
malu sebagai bagian dari iman.
Namun demikian, malu yang dimaksud dalam hadis di atas bukan dalam arti bahasa,
tetapi arti malu di sini adalah malu dalam mengerjakan hal-hal yang jelek dan
bertentangan dengan syariat maupun norma-norma etika Islam. Hal itu dipertegas
oleh hadis lain:
ان� ع�م�ر� م�ع�ت� س� ق�ال� Jع�د�و�ي� ال و�ار� الس� �ي ب� أ ع�ن� �اد�ة� ق�ت ع�ن� �ة� ع�ب ش� �ا �ن ح�د�ث آد�م� �ا �ن ح�د�ث
ف�ق�ال� Wر� ي �خ� ب � �ال إ �ي ت� �أ ي � ال �اء� ي �ح� ال �م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى �ي �ب الن ق�ال� ق�ال� Wن� ح�ص�ي �ن� ب
�اء� ي �ح� ال م�ن� �ن� و�إ ا و�ق�ار( �اء� ي �ح� ال م�ن� �ن� إ �م�ة� �ح�ك ال ف�ي �وب# �ت م�ك Wع�ب� ك �ن� ب �ر� ي �ش� ب
�م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى �ه� الل س�ول� ر� ع�ن� �ك� �ح�دJث أ ان� ع�م�ر� �ه� ل ف�ق�ال� �ة( ك�ين س�
) . عليه متفق �ك� ص�ح�يف�ت ع�ن� �ي �ن �ح�دJث )و�ت .
Artinya :
Adam telah menceritakan kepada kami, Syu’bah telah menceritakan kepada kami,
dari Qatadah dari Abi al-Sawwar al-‘Adawiy ia berkata bahwa ia telah mendengar
Imran bin Husain r.a berkata bahwa Rasulullah SAW telah telah bersabda: “Malu itu
tidak aka menimbulkan sesuatu kecuali kebaikan semata.” (H.R. Bukhari dan
Muslim)
Sehubungan dengan makna malu sebagaimana yang disebutkan di atas, ulama
merumuskan definisi malu sebagai berikut:
ذ�ى Jح�ق �ر�ف�ى �ق�ص�ي الت م�ن� �ع� �م�ن و�ي �ح� �ي �لق�ب ا ك� �ر� ت �ع�ث ع�ل�ى �ب ي �ق# خ�ل �اء� ي لح� � �ق�ة ا ح�ق�ي
Jلح�ق� .ا
Artinya:
“Hakikat malu adalah sifat atau perasaan yang mendorong untuk meninggalkan
perbuatan jelek dan menghalangi mengurangi hak orang lain”
Menurut Abu al-Qasim (Junaid), perasaan malu akan timbul bila memandang
21
budi kebaikan dan melihat kekurangan diri. Hampir senada dengan itu, al-Hulaimy
berpendapat bahwa hakikat malu adalah rasa takut untuk melaksanakan kejelekan. Di
antara ulama, ada pula yang berpendapat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibnu
Hajar dalam kitab Fathu al-Bary bahwa merasa malu dalam mengerjakan perbuatan
haram adalah wajib; dalam mengerjakan pekerjaan makruh adalah sunnah; dan dalam
mengerjakan perbuatan yang mubah adalah kebiasaan/adat. Perasaan malu seperti
itulah yang merupakan salah satu cabang iman11.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan ulama sebagaimana
disebutkan di atas, dapat dipahami bahwa malu dalam melakukan perbuatan baik
tidak termasuk dalam kategori malu pada hadis ini. Demikian pula, tidak termasuk
dalam kategori ini jika malu untuk melarang orang lain berbuat kejelekan, karena
Allah swt. sendiri tidak malu menerangkan kebenaran. Sehubungan dengan hal ini
Allah swt. berfirman dalam QS. al-Ahzab (33): 53:
(… Jح�ق� ال م�ن� �ي �ح�ي ت �س� ي ال� �ه� ( …و�الل
Terjemahnya:
Dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar…
Al-Faqih Abu Laits al-Samarqandi mengklasifikasin malu dalam syari’at Islam
menjadi dua, yaitu12:
1) Malu kepada Allah swt., maksudnya ialah malu melakukan maksiat kepada
Allah karena menyadari besarnya nikmat Allah swt. yang dianugerahkan
kepadanya.
2) Malu kepada sesama manusia, maksudnya menutup mata dari hal-hal yang
tidak berguna.
Malu merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi manusia. Oleh sebab itu,
11 Ibn Hajar al-Asqalany, op.cit., h. 75.
12 Al-Faqih Abu Laits Samarqandi, Tanhibul Ghafilin (Pembangun Jiwa Moral Umat) penerjemah Abu Imam Taqiyuddin (Malang: Dar al-Ihya, 1986) h.. 474.
22
jika manusia telah kehilangan rasa malunya, maka ia tidak ada lagi bedanya
dengan binatang. Kehilangan rasa malu akan menyebabkan orang menjadi
permissif, sehingga membenarkan segala cara demi untuk kepuasan naluri
kemanusiaannya dan bahkan naluri dan kebinatangan yang ada pada dirinya.
BAB III.
KESIMPULAN
Iman ialah percaya kepada Allah swt, para malaikat-Nya, pertemuan dengan
Allah, para Rasul-Nya, percaya kepada hari berbangkit dari kubur, dan percaya
kepada qadha dan qadar. Islam ialah menyembah kepada Allah dan tidak
menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat yang
difardhukan, berhaji, dan berpuasa di bulan Ramadhan; dan Ihsan ialah menyembah
kepada Allah seakan-akan kita melihat-Nya, kalau tidak mampu melihat-Nya, harus
diyakini bahwa Allah melihat kita.
Ketiga hal di atas, ditambah mempercayai terjadinya hari kiamat, yang tidak
seorangpun mengetahuinya kecuali Allah swt. merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan dalam membentuk jiwa untuk mengabdi kepada Allah sehingga
mendapat keridhaan-Nya
Keimanan seseorang akan terpantul dalam bentuk amal shaleh. Oleh sebab itu,
meningkat atau menurunnya amal shaleh yang diperbuat merupakan indikator
menurun dan berkurangnya iman. Orang yang betul-betul beriman tidak mungkin
secara sengaja mengerjakan maksiat. Dengan demikian, seorang mukmin yang
melakukan perbuatan dosa seperti zina, mencuri, membunuh dan kemaksiatan-
kemaksiatan lainnya, berarti dia sedang tidak beriman atau imannya berada dalam
titik terendah. Oleh karena itu, seyogianya setiap orang yang beriman selalu
memperbaharui keimanannya dengan selalu mengingat Allah dan melakukan
berbagai perintah-Nya.
Malu dalam arti sebenarnya (menurut pandangan Islam) adalah malu dalam
23
melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah swt. dan yang dipandang jelek oleh
manusia. Adapun orang yang merasa malu untuk melakukan perbuatan baik atau
malu menegur orang yang melakukan kejelekan tidak termasuk malu dalam kategori
ini, tetapi justru termasuk perbuatan tercela.
DAFTAR PUSTAKA
Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya al-Raziy, Mu’jam Maqayis al-Lugah,
juz I, (Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1999), h. 72.
Ahmad bin Ali bin Hajar Abu al-Fadhl al-‘Asqalaniy al-Syafi’i, Fath al-Bariy, juz I,
ditahqiq oleh Muhammad Fuad Abd al-Baqiy dan Muhib al-Din al-Khathib, (Beirut:
Dar al-Ma’rifat, 1379 H.), h. 48.
Toshihiko Izitsu, Ethico Religiuous Concepts in the Qur’an, diterjemahkan oleh Agus
Fahri Husain dkk., dengan judul Konsep-konsep Etika Religius dalam Qur’an, (Cet. I;
Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993), h. 226.
Muhammad bin Ismailm al-Shan’aniy, Subul al-Salam, Juz IV, (Cet. IV; Beirut: Dar
Ihya al-Turats al-Arabiy, 1379 H.), h. 164.
Al-Faqih Abu Laits Samarqandi, Tanhibul Ghafilin (Pembangun Jiwa Moral Umat)
penerjemah Abu Imam Taqiyuddin (Malang: Dar al-Ihya, 1986) h.. 474.
24