tugas referat forensik

Upload: sheila-widyariskyafirdausy

Post on 08-Jan-2016

91 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

forensik

TRANSCRIPT

TUGAS REFERAT FORENSIK

TRAUMA BENDA TUMPUL PADA MATA DALAM FORENSIK KLINIK

Oleh:Yusufa Ibnu Sina Setiawan201420401011094

Alya Batami Primasari2014204010110Sheila Widyariskya Firdausy 2014204010110Pembimbing:

dr. Abdul Aziz,SpF

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

RUMAH SAKIT SITI KHODIJAH SEPANJANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

SIDOARJO

2015

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

TRAUMA BENDA TUMPUL PADA MATA DALAM FORENSIK KLINIKReferat dengan judul TRAUMA TUMPUL PADA MATA DALAM FORENSIK KLINIK telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi program pendidikan profesi dokter di bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal pada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang yang dilakukan di RS Siti Khodijah Sepanjang - Sidoarjo.

Sidoarjo, 29 September 2015

Pembimbing

dr. Abdul Aziz, Sp.FKATA PENGANTAR

Assalamu alaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul Peran Forensik Klinik dalam Membantu Proses Peradilan.Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Abdul Aziz, Sp.F selaku pembimbing, atas bimbingan, saran, petunjuk dan waktunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.Penulis menyadari bahwa hasil penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis terbuka untuk menerima kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penulisan selanjutnya.

Akhir kata, penulis mengharapkan tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Sidoarjo, 29 September 2015

Penulis

DAFTAR ISI

COVER ...LEMBAR PENGESAHAN REFERAT ...KATA PENGANTAR DAFTAR ISI...BAB I PENDAHULUAN...1.1 Latar belakang ...

1.2 Rumusan Masalah .

1.3 Tujuan

1.4 Manfaat...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...2.1 Definisi Luka .

2.2 Deskripsi Luka ...

2.3 Klasifikasi Luka .............

2.4 Jenis Luka Akibat Trauma Benda Tumpul

2.5 Trauma ...........................

2.5.1 Definisi ..................

2.5.2 Trauma Benda Tumpul .

2.5.3 Trauma Pada Mata

2.5.4 Trauma Tumpul Pada Mata ...

2.6 Penulisan VeR Trauma Tumpul Pada Mata ..

2.7 Aspek Medikolegal Luka ...

BAB III PENUTUP................3.1 Kesimpulan ....................

3.2 Saran ...............................

DAFTAR PUSTAKA.............

1234

5

5667

8

8891017171818192125

28

2828

29

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka akibat trauma benda tumpul adalah kerusakan jaringan yang disebabkan oleh benda atau alat yang tidak bermata tajam, konsistensi keras atau kenyal, dan permukaan halus atau kasar. Cara kejadian trauma benda tumpul lebih sering disebabkan karena kecelakaan atau penganiayaan, jarang karena bunuh diri (Satyo, 2006).

Jenis luka yang ditimbulkan akibat trauma benda tumpul yang sering dijumpai dalam kasus kecelakaan lalu lintas antara lain luka memar, luka babras, luka robek dengan tepi tidak rata, serta patah tulang. Bagian tubuh yang paling banyak terkena adalah kepala dan anggota gerak atas dan bawah. Luka-luka tersebut dapat menyebabkan dampak kerusakan jaringan maupun organ bervariasi mulai dari ringan hingga berat, bahkan lebih parah yaitu kematian. Sebab kematian terjadi karena kerusakan organ vital atau perdarahan yang banyak (Vincent dan Dominick, 2001).Trauma tumpul pada wajah sering mengenai area orbita dengan segala akibatnya, mulai dari sekedar memar di pelpebra hingga kerusakan bagian dalam bola mata yang dapat berakhir pada kebutaanTrauma tumpul pada mata dapat menyebabkan kerusakan pada bola mata yang paling belakang, karena tekanan gaya dari bola mata bagian depan diteruskan ke segala arah sehingga dapat mengakibatkan kerusakan di semua arah (Wilianto, 2012). Trauma tumpul pada mata dapat mengakibatkan kebutaan jika trauma yang terjadi cukup kuat untuk merusak struktur-struktur yang penting dalam proses penglihatan, yaitu kornea, lensa, retina dan koroid serta jaringan penyangganya (Wilianto, 2012).

Definisi yang dipakai untuk menyatakan seseorang buta adalah definisi yang terkait dengan kemampuan seseorang menjalankan pekerjaannya atau tidak, dalam hal ini yang dipakai adalah definisi WHO, ICD 9, dan AAO (Wilianto, 2012).

Trauma okuli merupakan penyebab tersering kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah. Penyebabnya dapat bermacam-macam diantaranya kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga dan kecelakaan lalu lintas. Kejadian trauma okuli dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita (Asbury, 2000).Data WHO menyebutkan bahwa trauma okuli berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry (USEJR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16% dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93%) dengan umur rata-rata 31 tahun. Prevalensi kebutaan akibat trauma okuli secara nasional belum diketahui dengan pasti, namun pada Survey Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran pada tahun 1993-1995 didapatkan bahwa trauma okuli dimasukkan ke dalam penyebab kebutaan lain-lain sebesar 0,15% dari jumlah total kebutaan nasional yang berkisar 1,5%. Trauma okuli juga tidak termasuk ke dalam 10 besar penyakit mata yang menyebabkan kebutaan (Depkes RI, 1998).

Oleh karena itu, pada referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai deskripsi luka trauma benda tumpul, mekanisme luka akibat trauma benda tumpul yang diharapkan dapat membantu dalam proses pemeriksaan untuk kepentingan di bidang kedokteran forensik.1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana deskripsi luka akibat trauma benda tumpul pada mata ?

b. Bagaimana aspek medikolegal dari korban akibat trauma benda tumpul pada mata ?

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui deskripsi luka akibat trauma benda tumpul pada matab. Untuk mengetahuia aspek medikolegal dari korban akibat trauma benda tumpul pada mata1.4 Manfaat

a. Menambah pengetahuan tentang trauma benda tumpul

b. Menambah informasi tentang aspek medikolegal dari korban akibat trauma benda tumpul

c. Dapat dijadikan sumber referensi dalam praktik klinis dokter untuk kepentingan di bidang kedokteran forensik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi LukaLuka merupakan gangguan dari kontinuitas jaringan yang disebabkan oleh suatu energi mekanik eksterna. Terminologi cedera digunakan sebagai sinonim dari kata luka, bahkan dapat memberikan maksud yang lebih luas dan tidak hanya membahas kerusakan yang diakibatkan oleh energi fisik tapi juga kerusakan lain yang diakibatkan oleh panas, dingin, bahan kimiawi, listrik dan radiasi. Sedangkan terminology lesi awalnya bermaksud cedera namun digunakan untuk mendeskripsikan suatu cedera, penyakit maupun degenerasi lokal pada jaringan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi atau struktur. Oleh karena itu, penggunaan kata cedera atau luka merujuk kepada kerusakan akibat dari penyebab bukan alami, sementara kata lesi merujuk kepada suatu yang tidak dapat dipastikan apakah disebabkan oleh penyebab alami atau tidak (Idries, 2008).

2.2 Deskripsi lukaDeskripsi luka meliputi: (Idries, 2008)

1. Jumlah luka

2. Lokasi luka, meliputi:

a. Lokasi berdasarkan region anatomi nya

b. Lokasi berdasarkan garis koordinat atau berdasarkan bagian-bagian tertentu dari tubuh

c. Menentukan lokasi berdasarkan garis koordinat dilakukan untuk luka pada regio yang luas seperti di dada, perut, punggung. Koordinat tubuh dibagi dengan menggunakan garis khayal yang membagi tubuh menjadi dua yaitu kanan dan kiri, garis khayal mendatar yang melewati puting susu, garis khayal mendatar yang melewati pusat, dan garis khayal mendatar yang melewati ujung tumit. Pada kasus luka tembak harus selalu diukur jarak luka dari garis khayal mendatar yang melewati kedua ujung tumit untuk kepentingan rekonstruksi. Untuk luka di bagian punggung dapat dideskripsikan lokasinya berdasarkan garis khayal yang menghubungkan ujung bawah tulang belikat kanan dan kiri.

3. Bentuk luka, meliputi :

a. Bentuk sebelum dirapatkan

b. Bentuk setelah dirapatkan

4. Ukuran luka, meliputi sebelum dan sesudah dirapatkan ditulis dalam bentuk panjang x lebar x tinggi dalam satuan sentimeter atau milimeter.

5. Sifat-sifat luka, meliputi :

a. Daerah pada garis batas luka, meliputi :

Batas (tegas atau tidak tegas)

Tepi (rata atau tidak rata)

Sudut luka (runcing atau tumpul)

b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi:

Jembatan jaringan (ada atau tidak ada)

Tebing (ada atau tidak ada, jika ada terdiri dari apa)

Dasar luka

c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi :

Memar (ada atau tidak)

d. Lecet (ada atau tidak)

e. Tatoase (ada atau tidak)

2.3 Klasifikasi luka

Secara umum, luka atau cedera dibagi kepada beberapa klasifikasi menurut penyebabnya yaitu, trauma benda tumpul, trauma benda tajam dan luka tembak (Vincent dan Dominick, 2001).

a. Trauma Benda Tumpul

Luka trauma benda tumpul dapat terjadi karena dua sebab yaitu alat atau senjata yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang lain orang bergerak ke arah objek atau alat yang tidak bergerak. Luka akibat trauma benda tumpul dibagi menjadi beberapa kategori yaitu luka lecet (abrasi), luka memar (kontusio), dan luka robek (laserasi).

b. Trauma Benda Tajam

Luka trauma benda tajam merupakan putusnya atau rusaknya kontinuitas jaringan karena trauma akibat alat/senjata yang bermata tajam dan atau berujung runcing. Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam, walaupun tetap harus dipikirkan kemungkinan karena suatu kecelakaan; tetapi pada umumnya karena suatu peristiwa pembunuhan atau peristiwa bunuh diri.Luka yang disebabkan oleh beda yang berujung runjing dan bermata tajam dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu luka tusuk (stab wound), luka Iris (incised wound), luka bacok (chop wound).c. Luka Tembak

Luka tembak adalah luka yang disebabkan oleh penetrasi anak peluru atau persentuhan peluru dengan tubuh. Termasuk dalam luka tembak adalah luka penetrasi dan perforasi. Luka penetrasi terjadi bila anak peluru memasuki suatu objek dan tidak keluar lagi, sedangkan pada luka perforasi anak peluru menembus objek secara keseluruhan.

2.4 Jenis Luka Akibat Trauma Benda Tumpul

Luka akibat trauma benda tumpul dapat berupa salah satu atau kombinasi dari luka memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.

Derajat luka, perluasan luka, serta penampakan dari luka yang disebabkan oleh trauma benda tumpul bergantung kepada:

Kekuatan dari benda yang mengenai tubuh

Waktu dari benda yang mengenai tubuh

Bagian tubuh yang terkena

Perluasan terhadap bagian tubuh yang terkena

Jenis benda yang mengenai tubuh

Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan berbagai tipe luka. Luka akibat trauma benda tumpul dibagi menurut beberapa kategori (Vincent dan Dominick, 2001).

a Luka Lecet (Abrasi)

Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada lapisan kulit epidermis. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan benda yang mengenainya (Vincent dan Dominick, 2001).

Karakteristik luka lecet :

Sebagian/seluruh epitel hilang terbatas pada lapisan epidermis

Disebabkan oleh pergeseran dengan benda keras dengan permukaan kasar dan tumpul

Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (krusta)

Timbul reaksi radang (Sel PMN)

Sembuh dalam 1-2 minggu dan biasanya pada penyembuhan tidak meninggalkan jaringan parut

Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari), beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang luas (Idries, 2008).

Memperkirakan umur luka lecet:

Hari ke 1 3 : warna coklat kemerahan

Hari ke 4 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram

Hari ke 7 14 : pembentukan epidermis baru

Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap

Luka lecet juga harus dibedakan terjadinya, apakah ante mortem atau post mortem. Berikut ini tabel yang menunjukkan perbedaan dari keduanya:

Tabel 1. Perbedaan Luka Lecet Ante Motem dan Post Mortem

ANTE MORTEMPOST MORTEM

Coklat kemerahanTerdapat sisa sisa-sisa epitelTanda intravital (+)Sembarang tempatKekuninganEpidermis terpisah sempurna dari dermisTanda intravital (-)Pada daerah yang ada penonjolan tulang

Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan sebagai luka lecet gores (scratch), luka lecet serut (scrape), luka lecet tekan (impact abrasion) dan luka lecet berbekas (patterned abrasion).

Luka lecet gores(Scratch)

Diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang menggores kulit) yang menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) di depannya dan mengakibatkan lapisan tersebut terangkat, sehingga dapat menunjukan arah kekerasan yang terjadi.

Luka lecet serut (Scraping)

Adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan di tentukan dengan melihat letak tumpukan epitel.

Gambar 2.1 Bentuk dari abrasi dapat menandakan jenis permukaan yang kontak dengan kulit. (Dikutip dari forensic pathology 2nd edition)

Luka lecet tekan (Impact abrasion)

Disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit adalah jaringan yang lentur maka, bentuk luka lecet tekan belum tentu sama dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan identifikasi benda penyebab yang mempunyai bentuk yang khas, misalnya kisi-kisi radiator mobil, jejas gigitan dan sebagainya. Gambaran luka lecet tekan yang di temukan pada mayat adalah daerah kulit yang kaku dengan warna yang lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan yang tertekan serta terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca kematian.

Gambar 2.2 Impact abrasion pada sisi kanan wajah.

(Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)

b. Kontusio (Luka Memar)

Kontusio terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Kontusio adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan pecahnya pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul (Vincent dan Dominick, 2001).

Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi pada daerah dimana jaringan longgar, seperti di daerah mata, leher, atau pada orang yang lanjut usia, maka luka memar yang tampak seringkali tidaka sebanding dengan kekerasan, dalam arti seringkali lebih luas; dan adanya jaringan longgar tersebut memungkinkan berpindahnya memar ke daerah yang lebih rendah, berdasarkan gravitasi.

Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi mengenai bentuk dari benda tumpul, ialah apa yang dikenal dengan istilah perdarahan tepi (marginal haemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas ban kendaraan, dimana pada tempat yang terdapat tekanan justru tidak menunjukkan kelainan, kendaraan akan menepi sehingga terbentuk perdarahan tepi yang bentuknya sesuai dengan bentuk celah antara kedua kembang ban yang berdekatan.Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standar pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.

Luka memar dapat diklasifikasikan sebagai luka memar superficial (Superficial), Luka memar dalam (Deep), dan luka memar berbekas (Patterned/ imprint).

a. Luka memar superfisial

Luka memar superficial dapat terjadi secara segera, disebabkan oleh akumulasi darah secara subkutan.

b. Luka memar dalam

Luka memar dalam menandakan adanya akumulasi pendarahan lebih dalam dari lapisan kulit subkutan. Biasanya jenis luka ini memerlukan 1 sampai 2 hari untuk dapat terlihat di permukaan kulit.c. Luka memar berbekas

Luka memar berbekas disebabkan oleh penekanan pada tubuh, biasanya objek yang menekan tubuh meninggalkan bekas pada permukaan kulit. Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan menentukan juga karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi gelap. Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk menentukan waktu terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara pasti karena hal tersebut pun bergantung pada keahlian pemeriksa.

Gambar 2.3 Luka memar pada bagian dada kiri

(Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)

Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga dapat menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat media berkembang biak kuman. Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran darah sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup, kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangrene (Idries, 2006)

Memperkirakan umur luka memar :

Hari ke 1 : terjadi pembengkakan warna merah kebiruan

Hari ke 2 3 : warna biru kehitaman

Hari ke 4 6 : biru kehijauancoklat

> 1 minggu-4 minggu : menghilang / sembuh

Lebam mayat atau livor mortis sering salah diinterpretasikan dengan luka memar. Livor mortis merupakan perubahan warna ungu kemerahan pada area mengikuti posisi tubuh disebabkan oleh akumulasi darah oleh pembuluh darah kecil secara gravitasi. Berikut ini perbedaan luka memar dengan lebam mayat: (Vincent dan Dominick, 2001).

Tabel 2. Perbedaan Luka Memar dan Lebam Mayat

LUKA MEMARLEBAM MAYAT

Di sembarang tempatPembengkakan (+)Tanda Intravital (+)Ditekan tidak menghilangDiiris : tidak menghilangBagian tubuh yang terendah

Pembengkakan (-)

Tanda Intravital (-)

Ditekan Menghilang

Diiris : dibersihkan dengan kapas menjadi bersih

c. Laserasi (Luka robek)

Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa, permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi (Vincent dan Dominick, 2001).

Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam (Shkrum dan Ramsay, 2007).

Gambar . Luka robek dengan terdapatnya jembatan jaringan

(Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)

Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah awal kekerasan.

Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan swallow tails. Beberapa benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.

Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut, perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu pembekuan dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar kulit atau membran mukosa. Bekuan darah yang bercampur dengan bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta. Jaringan parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan penyembuhan selesai. Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan struktur lain.

Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak seperti luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa hari, dan lebih dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan ddengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan.d. Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi

Luka lecet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang sama dapat menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan selanjutnya dan lecet pada pukulan selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu pukulan.

2.5 Trauma

2.5.1 DefinisiTrauma atau luka dari aspek medikolegal sering berbeda dengan pengertian medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah hilangnya diskontinuitas dari jaringan. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Trauma mekanik terjadia karena alat atau senjata dalam berbagai bentuk, alami atau dibuat manusia, trauma tumpul sendiri diakibatkan oleh benda yang memiliki permukaan tumpul2.5.2 Trauma benda tumpul

Trauma beda tumpul adalah luka yang disebabkan karena persentuhan tubuh dengan benda yang permukaannya tumpul. Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain adalah batu, besi, sepatu, tinju, lantai, jalan dan lain-lain. Adapun definisi dari benda tumpul itu sendiri adalah : (Idries, 2008)

Tidak bermata tajam

Konsistensi keras / kenyal

Permukaan halus / kasar

Luka akibat trauma benda tumpul dapat terjadi karena dua sebab yaitu benda yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan orang bergerak ke arah benda yang tidak bergerak. Dalam bidang medikolegal kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan, walaupun terkadang sulit dipastikan. Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu (Vincent dan Dominick, 2001).

2.5.3 Trauma pada mataTrauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Macam-macam bentuk trauma pada mata adalah sebagai berikut (Lang, 2006):1. Mekanik

a. Trauma tumpul, misalnya terpukul, terkena bola, penutup botol

b. Trauma tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, dan peralatan pertukangan.

2. Kimia

a. Trauma kimia basa, misalnya sabuncuci, sampo, bahan pembersih lantai, kapur, atau lem.

b. Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan asam-asam di laboratorium.

3. Radiasi

a. Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.

b. Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi2.5.4 Trauma Tumpul Pada Mata

Trauma tumpul pada mata dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan di dalam bola mata, terlepasnya selaput jala (retina) atau hingga terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan menetap (James, 2015).a. Gejala Klinis

Tanda dan gejala lain yang dapat ditemukan pada kejadian trauma okuli adalah sebagai berikut (Ilyas, 2012):

1. Perdarahan atau keluar cairan dari mata atau sekitarnya

Pada trauma mata perdarahan dapat terjadi akibat luka atau robeknya kelopak mata atau perdarahan yang berasal dari bola mata.

2. Memar pada sekitar mata. Memar pada sekitar mata dapat terjadi akibat hematoma pada palpebra. Hematoma pada palpebra juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur basis kranii.

3. Penurunan visus dalam waktu yang mendadak

Penurunan visus pada trauma mata dapat disebabkan oleh dua hal, yang pertama terhalangnya jalur refraksi akibat komplikasi trauma baik di segmen anterior maupun segmen posterior bola mata, yang kedua akibat terlepasnya lensa atau retina dan avulsi nervus optikus.

4. Penglihatan ganda

Penglihatan ganda atau diplopia pada trauma mata dapat terjadi karena robeknya pangkal iris. Karena iris robek maka bentuk pupil menjadi tidak bulat. Hal ini dapat menyebabkan penglihatan ganda pada pasien.

5. Mata bewarna merah

Pada trauma mata yang disertai dengan erosi kornea dapat ditemukan pericorneal injection (PCI) sehingga mata terlihat merah pada daerah sentral. Hal ini dapat pula ditemui pada trauma mata dengan perdarahan subkonjungtiva.

6. Nyeri dan rasa menyengat pada mata

Pada trauma mata dapat terjadi nyeri yang disebabkan edema pada palpebra. Peningkatan tekanan bola mata juga dapat menyebabkan nyeri pada mata. 7. Sakit kepala

Pada trauma mata sering disertai dengan trauma kepala. Sehingga menimbulkan nyeri kepala. Pandangan yang kabur dan ganda pun dapat menyebabkan sakit kepala.

8. Fotopobia

Fotopobia pada trauma mata dapat terjadi karena dua penyebab. Pertama adanya benda asing pada jalur refraksi, contohnya hifema, erosi kornea, benda asing pada segmen anterior bola mata menyebabkan jalur sinar yang masuk ke dalam mata menjadi tidak teratur, hal ini menimbulkan silau pada pasien. Penyebab lain fotopobia pada pasien trauma mata adalah lumpuhnya iris. Lumpuhnya iris menyebabkan pupil tidak dapat mengecil dan cenderung melebar sehingga banyak sinar yang masuk ke dalam matab. PatofisiologiTrauma tumpul pada mata dapat menyebabkan kompresi jaringan secara langsung (coup) dan efek yang ditimbulkan pada bagian berlawanan dari bagian yang terkena trauma (conter-coup). Coup dan conter-coup ini mengakibatkan perpindahan diafragma lensa dan iris, makular edema, ruptur koroid, fraktur orbita, laserasi, dan hematoma. Perpindahan diafragma lensa dan iris menyebabkan struktur dan pembuluh darah yang berada di iris memisah sehingga darah masuk ke camera oculi anterior. Masuknya darah ke camera oculi anterior ini menyebabkan terjadinya hifema dan penurunan tajam penglihatan. Ruptur koroid menyebabkan adanya perdarahan subretina yang akan menstimulasi terjadinya neovaskularisasi sehingga dapat mengakibatkan pemisahan retina dan penurunan tajam penglihatan. Laserasi kelopak mata dapat menyebabkan kerusakan pada muskulus levator palpebra. Adanya kelemahan pada muskulus inilah yang dapat menyebabkan ptosis. Laserasi konjungtiva menyebabkan perdarahan subkonjungtiva yang pada akhirnya juga akan menyebabkan adanya penurunan tajam penglihatan (Olitsky & Nelson, 2012; Othman, 2009).Trauma tumpul, trauma tembus, dan perforasi dapat menyebabkan kerusakan lensa sehingga integritas lensa terganggu. Hal ini merangsang pengeluaran aqueous humor dan mediator inflamasi yang nantinya mengakibatkan adanya edema dan opaksifikasi. Protein lalu keluar ke camera oculi posterior. Proses inflamasi inilah yang dapat menyebabkan terjadinya glaukoma dan katarak sehingga penglihatan dapat menurun (Olitsky & Nelson, 2012; Othman, 2009).

Tabel 3 Trauma Tumpul Pada Mata2.6 Penulisan VeR trauma tumpul pada mata

Dalam hal pembuatan visum et repertum korban hidup terkait trauma tumpul pada mata, koordinasi dokter spesialis forensik dan dokter spesialis mata mutlak diperlukan. Penguasaan pengetahuan di bidang pemeriksaan dan penentuan kebutaan harus dipahami oleh dokter yang membuat visum jika visum et repertum dibuat dan ditandatangani oleh dokter spesialis forensic (Wilianto, 2012).Contoh Pembuatan VeR pada trauma tumpul mata :

Seorang perempuan diantar oleh polisi ke Instalasi Rawat Darurat dengan disertai Surat Permintaan Visum et Revertum. Korban mengaku dipukuli oleh suaminya dalam suatu pertengkaran rumah tangga 6 hari yang lalu. Pada pertengkaran tersebut korban dipukul bebeberapa kali di wajah oleh suami dengan tangan kosong (genggaman tangan) mengenai mata kanan dan kiri hingga memar dan mata kiri mengeluarkan darah, terasa sangat nyeri dan tidak dapat melihat. Sehari setelah pertengkaran tersebut korban berobat ke bidan, diberi obat untuk diminum. Tidak dirasakan ada perubahan. Hari kedua setelah pertengkaran korban berobat ke dokter spesialis mata di Situbondo. Dokter menyarankan dan member surat rujukan untuk berobat ke RSUD Dr Soetomo Surabaya. Hari ketiga setelah pertengkaran korban dan keluarga korban melapor ke polisi. Tiga hari kemudian korban berobat dan disertai polisi meminta Visum et Repertum ke RSUD Dr. Soetomo.Hasil PemeriksaanKorban perempuan dewasa, berpakaian rapi, terlihat menahan sakit di mata kiri, tekanan darah: 140/90, nadi: 88 kali/menit, respiration rate: 20 kali/menit, suhu: 37,7 0C

Pemeriksaan pada regio kepala, leher, thorak, abdomen, ekstremitas: tidak didapatkan kelainan.

Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan dilakukan oleh dokter spesialis mata di Departemen Ilmu Kesehatan MataTabel 4 Contoh Kasus Keadaan Pasien Saat Pertama Kali Diperiksa

Orbita KananOrbita Kiri

Visus6/30, pin hole 6/15 (E Chart)LP (Light Perseption) (-)

Tekanan Intra Okoler14,6 mHgN 1

PalbebraTidak ada kelainanTidak ada kelainan

KonjungtivaHiperemiaHiperemia

KorneaLekoma Adheren di bagian bawah berukuran dua millimeter kali dua milimeterLaserasi terepitealisasi berukuran lima millimeter kali tiga milimeter, Siedel test (-), prolap iris dan vitreus tidak dapat disingkirkan

Bilik Mata DepanDalamVitreus (+), koagulan (bekuan darah) (+), Massa lensa +

IrisRadierIridodialisis susp

PupilTidak bulatSulit dievaluasi

LensaKeruhSulit dievaluasi

RetinaFundus reflek(+)

Papil Nerves II batas tegas,

Perdarahan retina (-)

Makula reflek (+)Fundus reflek (-)

Kesimpulan: OS: Open Globe Injury dengan komplikasi prolap vitreus, OD: Laserasi kornea terepitelisasi

Pemeriksaan Tambahan

Dilakukan USG pada mata kiri dengan hasil:

Echospace lesion berbentuk scatter dengan echospace 30% dengan gambaran seperti kubah. Dengan echospace 80% di dalamnya didapatkan gambaran seperti perdarahan.

Disimpulkan: suatu Choroidal Detachment, tanpa gambaran lensa di corpus vitreus

Perjalanan penyakit selama perawatanKorban disarankan untuk MRS (masuk rumah sakit) dengan indikasi rawat inap: Nyeri yang dirasakan di mata kiri perlu diobservasi, karena ada kemungkinan terjadi infeksi bola mata (endoftalmitis) kiri yang dapat menyebar ke mata kanan. Jika benar suatu endoftalmitis, maka harus dilakukan enukleasi bola mata.

Korban diterapi dengan antibiotik spectrum luas dan kortikosteriod untuk mencegah endoftalmitis. Choroidal detatchment pada mata kiri tidak ada terapi khusus, karena hingga kini belum ada terapi untuk kelainan itu. Selama 3 hari, nyeri berkurang, kemungkinan endoftalmitis dapat disingkirkan/dicegah.

Pada saat dipulangkan keadaan umum korban baik.

tekanan darah: 120/80, nadi: 80 kali/menit, respiration rate, : 16 kali/menit, suhu: 36,7 0C

Tabel 5 Hasil pemeriksaan mata saat dipulangkan

Orbita KananOrbita Kiri

Visus4/60, pin hole 6/30 (E Chart)1/300 Proyeksi Iluminasi baik segala arah, red green test baik

Tekanan Intra Okoler17,3 mHg13,5 mHg

PalbebraTidak ada kelainanTidak ada kelainan

KonjungtivaHiperemiaHiperemia

KorneaLekoma Adheren di bagian bawah berukuran dua millimeter kali dua milimeterLaserasi terepitealisasi berukuran lima millimeter kali tiga milimeter, fluresin test (+)

Bilik Mata DepanDalamSulit dievaluasi

IrisRadierIridodialisis

PupilTidak bulatSulit dievaluasi

LensaKeruhSulit dievaluasi

RetinaFundus reflek (+)

Papil Nerves II batas tegas,

Perdarahan retina (-)

Makula reflek (+)Fundus reflek (-)

Kesimpulan pada Visum et Repertum

1. Visum et Repertum Sementara

Korban perempuan usia berkisar empat puluh enam tahun, tinggi badan seratus lima puluh enam sentimeter, berat badan enm puluh kilogram. -----------------------------------------

Pada pemeriksaan didapatkan gangguan kemampuan melihat pada mata kanan dan hilangnya kemampuan melihat secara total pada mata kiri. Pada bola mata kiri didapatkan tanda-tanda infeksi di dalam bola mata. ---------------------------------------------

Untuk kepentingan kesembuhannya, korban dirawat inap di rumah sakit. -----------------

Kualifikasi luka belum dapat ditentukan.-

2. Visum et Repertum Lanjutan

Korban perempuan usia berkisar empat puluh enam tahun, tinggi badan seratus lima puluh enam sentimeter, berat badan enam puluh kilogram. ----------------------------------------

Pada pemeriksaan didapatkan gangguan kemampuan melihat pada mata kanan dan hilangnya kemampuan melihat pada mata kiri. -----------------------------------------------

Setelah dirawat selama tiga hari, korban dipulangkan dengan kebutaan di mata kiri. ---

Kualifikasi luka berat. ------------------------

.

2.7 Aspek medikolegal lukaLuka Dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana

Dalam KUHP dikenal luka akibat kelalaian atau karena yang disengaja. Luka yang terjadi ini disebut Kejahatan Terhadap Tubuh atau Misdrijven Tegen Het Lijf. Kejahatan terhadap jiwa ini diperinci menjadi dua yaitu kejahatan doleuse (yang dilakukan dengan sengaja) dan kejahatan culpose (yang dilakukan karena kelalaian atau kejahatan). Jenis kejahatan yang dilakukan dengan sengaja diatur dalam Bab XX, pasal 351 sampai dengan 358. Jenis kejahatan yang disebabkan karena kelalaina diatur dalam pasal 359, 360, dan 361 KUHP. Dalam pasal-pasal tersebut dijumpai kata-kata mati, menjadi sakit sementar, atau tidak dapat menjalankan pekerjaan sementara yang tidak disebabkan secara langsung oleh terdakwa, akan tetapi karena salahnya diartikan sebagai kurang hati-hati, lalai, lupa, dan amat kurang perhatian (Satyo, 2006).

Pasal 361 KUHP menambah hukuman nya sepertiga lagi jika kejahatan ini dilakukan dalam suatu jabatan atau pekerjaan. Pasal ini dapat dikenakan pada dokter, bidan, apoteker, supir, masinis kereta api dan lain-lain. Dalam pasal-pasal tersebut tercantum istilah penganiayaan dan merampas dengan sengaja jiwa orang lain, suatu istilah hukum semata-mata dan tidak dikenal dalam istilah medis (Satyo, 2006).

Yang dikatakan luka berat pada tubuh pada pasal 90 KUHP adalah penyakit atau luka yang tidak bisa diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau yang dapat mendatangkan bahaya maut, terus-menerus tidak cakap lagi dalam memakai salah satu panca indera, lumpuh, berubah pikiran atau akal lebih dari empat minggu lamanya, menggugurkan atau memnbunuh anak dari kandungan ibu (Satyo, 2006).

Disinilah dokter berperan bear sebagai saksi ahli di depan pengadilan. Hakim akan mendengarkan keterangan spesialis kedokteran forensik maupun ahli lain nya (setiap dokter) dalam tiap kejadian secara kasus demi kasus.

VeR Dalam KUHP

Sebagai seorang dokter, hendaknya dapat membantu pihak penegak hukum dalam melakukan pemeriksaan terhadap pasien atau korban perlukaan. Dokter sebaiknya dapat menyelesaikan permasalahan mengenai :

Jenis luka apa yang ditemui

Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka dan

Bagaimana kualifikasi dari luka itu

Sebagai seorang dokter, ia tidak mengenal istilah penganiayaan. Jadi istilah penganiayaan tidak boleh dimunculkan dalam Visum et Repertum. Akan tetapi sebaiknya dokter tidak boleh mengabaikan luka sekecil apapun. Sebagai misalnya luka lecet yang satu-dua hari akan sembuh sendiri secara sempurna dan tidak mempunyai arti medis, tetapi sebaliknya dari kaca mata hukum.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tidak dijumpai istilah Visum et Repertum. Pasal 133 KUHAP memakai istilah surat keterangan ahli yang dibuat oleh spesialis kedokteran forensik atau surat keterangan bila dibuat oleh dokter umum atau dokter spesialis lainnya, adalah identik dengan Visum et Repertum.

Profesionalisme seorang dokter dapat dimunculkan pada kesimpulan Visum et Repertum yang dapat menjadi pertimbangan pihak penegak hukum.

Ada empat kualifikasi (derajat) yang dapat dipilih dokter :

1. Orang yang bersangkutan tidak menjadi saksi atau mendapat halangan dalam melakukan pekerjaan atau jabatan.

2. Orang yang bersangkutan menjadi sakit tetapi tidak ada halangan untuk melakukan pekerjaan atau jabatan.

3. Orang yang bersangkutan menjadi sakit dan berhalangan untuk melakukan pekerjaan atau jabatannya.

4. Orang yang bersangkutan mengalami :

a. Penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan akan sembuh.

b. Dapat mendatangkan bahaya maut.

c. Tidak dapat menjalankan pekerjaan.

d. Tidak dapat memakai salah satu panca indera.

e. Terganggu pikiran lebih dari empat minggu.

BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanTrauma tumpul pada mata dapat menimbulkan yaitu perdarahan di dalam bola mata, terlepasnya selaput jala (retina) atau hingga terputusnya saraf penglihatan. Bentuk trauma tumpul pada mata bisa berupa luka lecet, luka memar dan luka laserasi ataupun kombinasi. Beberapa jenis luka dapat menyebabkan korban mengalami kualifikasi luka dari ringan hingga berat. Trauma tumpul pada mata dapat menyebabkan kebutaan yang merupakan kualifikasi luka dengan derajat berat.

Pembuatan Viisum et Repertum terhadap korban trauma tumpul pada mata perlu melibatkan kolaborasi antara dokter ahli forensik dengan dokter mata dan beberapa kasus membutuhkan penulisan Visum et Repertum Sementara sampai Visum et Repertum Lanjutan dikarenakan beberapa kasus memerlukan perawatan serta penanganan lebih lanjut di Rumah Sakit.3.2 Saran1. Bagi instansi kesehatan, khususnya rumah sakit agar lebih meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana pemeriksaan penunjang, khususnya bagi korban yang membutuhkan pemeriksaan oftalmologi yang lebih spesifik2. Bagi dokter yang menangani kasus-kasus berikut diperlukan kerjasama yang lebih baik dalam pembuatan visum yang tepat dan akurat3. Bagi dokter muda dan dokter umum diharapkan mampu membuat visum et repertum yang spesifik terhadap korban-korban trauma dan mengerti kasus-kasus yang perlu bantuan tenaga medis atau spesialis ahli lain yaitu dokter spesialis mataDAFTAR PUSTAKA

Asbury T, Sanitato JJ. 2000. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: Widya MedikaDepkes RI, Ditjen Binkenmas. 1998. Hasil Survey Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran. JakartaIdries, A. M. 2008. Sistematik Pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik Khusus Pada Korban Perlukaan. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, Bab 7, hal. 133-143. Jakarta: Sagung SetoIlyas, Sidharta. 2012. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: FK UI

James B, Chew C, Bron A. 2005. Trauma. In: Lecture Notes on Ophthalmology. 9th Edition. Oxford: Blackwell PublishingLang GK. 2006. Ocular Trauma. In: Ophtalmology. 2nd Edition. Stuttgart. New York: Thieme

Satyo, A. C. 2006. Aspek Medikolegal Luka pada Forensik Klinik. Majalah Kedokteran Nusantara, vol. 39, no. 4, pp. 430-433Shkrum, M. J. dan Ramsay, D. A. 2007. Blunt Trauma. Forensic Pathology of Trauma, Chapter 8, pp. 405-518Vincent J. D. dan Dominick, D. 2001. Blunt Trauma Wounds. Forensic Pathology Second Edition, Chapter 4, pp. 1-26

Olitsky, Scott E. dan Leonard B. Nelson. 2012. Pediatric Clinical Ophthalmology. UK: Manson Publishing.Wilianto, W., Rahmania K. Trauma Tumpul Pada Mata yang Menyebabkan Kebutaan. Surabaya. Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli September 201230