tugas psikologi seni ii a

9
TUGAS PSIKOLOGI SENI II Nama : Waridah Muthi’ah NIM : 27110047 Tanggal : 18 April 2011 Menurut Arasteh dan Arasteh (1976) dalam Creativity in Human Development, kreativitas diartikan sebagai kemampuan untuk membuat yang tidak tampak menjadi tampak (to make the invisible visible) . Di sini kreativitas adalah kemampuan penciptaan atau upaya produktif dari seseorang untuk menghasilkan sesuatu dari yang sebelumnya tidak ada menjadi ada. Berdasarkan cara berpikirnya, individu kreatif dapat dibagi menjadi dua tipe: a. Jenis Sistematis/Logis Individu bertipe sistematis/logis mendasarkan kemampuan penciptaannya dari kehendak atau kemauan sadar (consciousness) yang kuat. Jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi muncul setelah melalui proses yang disadari sepenuhnya, dengan melalui tahapan-tahapan yang sistematis, metodis, logis, dan analitis. Dari bekal pengetahuan atau informasi yang dikumpulkan, individu secara sadar melakukan proses induktif dan deduktif guna menarik kesimpulan, sehingga tidak ada ide yang seolah- olah keluar semata-mata sebagai ‘ilham’. Ciri dari cara berpikir conscious menurut Dijkterhuis dan Nortgen (2006) dalam Moss (2008) adalah: Menghasilkan jawaban yang pasti dan tepat (precise answer) Hanya dapat mempertimbangkan dan memperbandingkan sedikit informasi pada satu waktu, sehingga lebih dapat diandalkan guna memutuskan alternatif yang memiliki dua hingga tiga atribut/koefisien, yang implikasi dari unsur-unsurnya dapat diukur Cenderung mengingat secara bias hal yang buruk/tidak disukai dari pilihan yang tidak diinginkan dan hal yang baik/disukai dari pilihan yang diinginkan Memfasilitasi cara berpikir divergen Memberi penilaian yang lebih tidak konsisten pada benda atau hal yang sama jika dibandingkan dengan benda-benda lain b. Jenis Spekulatif/Intuitif

Upload: jin-pohon-pinus

Post on 03-Aug-2015

58 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

uts penggolongan teori kreativitas ke dalam jenis sistematis dan intuitif... yang ini sih belum sempurna...

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Psikologi Seni II A

TUGAS PSIKOLOGI SENI IINama : Waridah Muthi’ahNIM : 27110047Tanggal : 18 April 2011

Menurut Arasteh dan Arasteh (1976) dalam Creativity in Human Development, kreativitas diartikan sebagai kemampuan untuk membuat yang tidak tampak menjadi tampak (to make the invisible visible). Di sini kreativitas adalah kemampuan penciptaan atau upaya produktif dari seseorang untuk menghasilkan sesuatu dari yang sebelumnya tidak ada menjadi ada.

Berdasarkan cara berpikirnya, individu kreatif dapat dibagi menjadi dua tipe:

a. Jenis Sistematis/Logis

Individu bertipe sistematis/logis mendasarkan kemampuan penciptaannya dari kehendak atau kemauan sadar (consciousness) yang kuat. Jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi muncul setelah melalui proses yang disadari sepenuhnya, dengan melalui tahapan-tahapan yang sistematis, metodis, logis, dan analitis. Dari bekal pengetahuan atau informasi yang dikumpulkan, individu secara sadar melakukan proses induktif dan deduktif guna menarik kesimpulan, sehingga tidak ada ide yang seolah-olah keluar semata-mata sebagai ‘ilham’.

Ciri dari cara berpikir conscious menurut Dijkterhuis dan Nortgen (2006) dalam Moss (2008) adalah:

Menghasilkan jawaban yang pasti dan tepat (precise answer)

Hanya dapat mempertimbangkan dan memperbandingkan sedikit informasi pada satu waktu, sehingga lebih dapat diandalkan guna memutuskan alternatif yang memiliki dua hingga tiga atribut/koefisien, yang implikasi dari unsur-unsurnya dapat diukur

Cenderung mengingat secara bias hal yang buruk/tidak disukai dari pilihan yang tidak diinginkan dan hal yang baik/disukai dari pilihan yang diinginkan

Memfasilitasi cara berpikir divergen

Memberi penilaian yang lebih tidak konsisten pada benda atau hal yang sama jika dibandingkan dengan benda-benda lain

b. Jenis Spekulatif/Intuitif

Individu bertipe spekulatif/intuitif mendasarkan kemampuan penciptaannya dari inspirasi dan ketidaksadaran, ketimbang mempertimbangkan masalah dan memutuskan secara sistematis (Dijksterhuis dan Nortgen, 2006). Ide muncul secara tidak terduga, yang seringkali disebut sebagai ‘ilham’. Meskipun demikian, diyakini bahwa kreativitas tidak semata keluar out of the blue. Menurut Hogarth (2001), intuisi berangkat dari pengalaman dan pembelajaran. Dengan demikian, pada dasarnya jawaban tersebut hadir dari sintesa pengetahuan yang telah didapatkan sebelumnya, yang dierami dalam alam bawah sadar atau ambang sadarnya. Saat dihadapkan pada suatu permasalahan, secara tidak sadar, pikiran seseorang memproses informasi mengenai permasalahan tersebut dan disintesakan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki. Pada titik ini, ia tersadarkan akan jawaban yang seakan-akan hadir sebagai 'ilham’.

Page 2: Tugas Psikologi Seni II A

Ciri dari cara berpikir unconscious menurut Dijkterhuis dan Nortgen (2004, 2006) adalah:

Menghasilkan jawaban yang bersifat gambaran global tapi tidak spesifik; rata-rata, kira-kira, atau mendekati (jika berhubungan dengan angka)

Dapat menggabungkan, menimbang, dan mengintegrasikan informasi untuk mengoptimalkan pengambilan keputusan, sehingga lebih dapat diandalkan untuk memilih/memutuskan alternatif yang melibatkan banyak atribut/koefisien, yang implikasi dari unsur-unsurnya tidak jelas dan tidak dapat diprediksi

Meskipun juga dapat mengingat informasi secara bias, kebiasan ini hanya pada hal kecil yang tidak prinsipil sehingga tidak mengganggu objektivitas dari pengambilan keputusan

Memfasilitasi cara berpikir konvergen

Memberi penilaian yang lebih konsisten karena lebih mempertimbangkan preferensi daripada unsur-unsur lain

Memungkinkan seseorang untuk mendeteksi kebohongan

Lebih dipengaruhi oleh mood dan afeksi

Pengelompokan teori-teori proses kreasi ke dalam salah satu tipe cara berpikir adalah sebagai berikut:

a. Jenis sistematis (logis)

1) Discovering Problems

Teori dari Getzels dan Cszkszenmihalyi ini berawal dari kenyataan bahwa selama ini menurut ukuran tradisional, kreativitas sama dengan kecerdasan, yakni kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Kedua peneliti ini berhipotesis bahwa kreativitas tidak hanya berhubungan dengan kemampuan menyelesaikan, tetapi lebih pada kemampuan menemukan masalah. Tantangan merupakan motivasi, karena kreativitas dapat muncul pada situasi tegang, yang menurut Freud muncul sebagai ekstasi. (Irma Damayanti, perkuliahan 1 Februari 2011)

Teori kreativitas ini lebih mengacu pada pola pikir sistematis (logis), karena menurut teori ini, individu yang kreatif secara aktif mencari stimulus/rangsang bagi kreativitasnya, menuntut kesempurnaan, dan menjadikan hasil tersebut sebagai motivasi untuk mencari masalah lain atau dalam level yang lebih tinggi. Kendati dorongan ekstasi yang muncul pad saat proses pemecahan masalah dan memunculkan dorongan untuk menemukan masalah baru bersifat intuitif, tetapi proses saat mencari masalah dan menemukan pemecahan menggunakan pola yang metodis dan terstruktur. Individu terus melakukan eksplorasi secara sadar, dengan melibatkan penalaran atas informasi yang didapat. Munculnya masalah yang bisa diangkat dari suatu hal merupakan hasil dari pertimbangan dan deduksi yang dilakukan secara logis.

2) Conscious Craft

Teori ini dibangun oleh beberapa peneliti seperti Rudolf Arnheim, Howard Grater, dan David Perkins yang menghubungkan antara kreativitas seniman atau peneliti dalam membuat karya dengan kapasitasnya untuk melakukan penelitian yang sistematis dan logis sehubungan dengan karya tersebut. Menurut Arnheim (1962), dalam berkreasi, seniman berjuang memecahkan masalah dengan kesadaran dan kemampuan intelektual. Seniman telah memiliki gambaran dalam kepalanya

Page 3: Tugas Psikologi Seni II A

mengenai suatu gagasan, yang berusaha dimunculkannya dengan menggunakan pengetahuan yang ia miliki (Irma Damayanti, perkuliahan 11 April 2011). Dalam proses kreasi, proses menemukan ide dapat melalui cara berpikir sadar (conscious thinking) yang logis maupun cara berpikir tidak sadar (unconscious thinking) yang mengandalkan intuisi dan inspirasi, tetapi proses penggodokan dan eksekusi ide hingga melahirkan karya fisik tentunya melalui proses logis dan sistematis. Penempatan bentuk dan warna serta penggunaan material dan teknik dilakukan dengan melibatkan logika, karena perlu mempertimbangkan hal-hal seperti konsep estetika, komposisi, serta kesesuaian dengan konsep karya sendiri.

Hal lain dalam proses kreasi juga berkaitan dengan cara seniman menyampaikan visinya. Beberapa karya seni atau desain memiliki misi retoris. Agar pesan ini sampai, seniman atau desainer harus mengkomunikasikan ide ini dengan menggunakan simbol-simbol yang dapat diapresiasi. Seringkali simbol yang digunakan adalah simbol yang telah dikenal masyarakat atau yang dapat diasosiasikan dengan makna lain. Di sini, dilakukan metode yang sistematis dalam pengumpulan data sebagai acuan karya, pengorganisasian data, analisis dan pemilihan data, hingga penggunaan data tersebut dalam karya. Kreativitas dan inovasi hadir dari proses rasional analisis dan interpretasi data.

3) Intelligence

Menurut teori Multiple Intelligence dari Howard Gardener, kecerdasan sendiri setidaknya dapat dibagi menjadi kecerdasan logis-matematis, naturis, kinestetis, musik, visual-estetis, linguistis, interpersonal, intrapersonal, dan filosofis (Armstrong, 2007). Sesungguhnya, semua jenis kecerdasan membutuhkan kemampuan analitis dan logis dalam pemanfaatan kecerdasan masing-masing. Kecerdasan logis dan matematis merupakan hal yang secara total sangat mengandalkan proses berpikir sistematis dalam mencari jawaban. Demikian pula kecerdasan linguistik sangat berhubungan dengan logika dan analisa yang berhubungan dengan penggunaan bahasa. Demikian pula kecerdasan filosofis, yang sepenuhnya menggunakan nalar dan analisis yang sistematis dalam mengkaji sesuatu. Kecerdasan naturis mengandalkan intuisi di tahap pertama untuk merasa dekat dan berhubungan dengan alam, tetapi upaya untuk menunjukkan keterhubungan dengan alam diambil dengan pertimbangan-pertimbangan logis. Kecerdasan kinestetis, visual-estetis, dan musik berawal dari bakat untuk dapat bergerak, melihat unsure keindahan dari sisi rupa, atau menangkap nada. Sebagian dari hal ini merupakan intuisi, tetapi pembelajaran untuk memaksimalkan hal tersebut merupakan hal yang dilakukan secara sistematis dan logis, bahkan justru keahlian dari pembelajaran ini yang seringkali menjadi dasar dari perkembangan intuisi. Kecerdasan interpersonal dan intrapersonal merupakan dua kecerdasan yang menggunakan cara berpikir intuitif dalam porsi yang besar, dalam berhubungan dengan diri sendiri maupun dengan orang lain, tetapi logika tetap digunakan dalam mencari jalan keluar dari masalah dan menetapkan keputusan.

4) Talent

Meskipun bakat sebagai faktor yang mempengaruhi kreativitas merupakan faktor bawaan, yang seakan-akan sangat intuitif, namun ada aspek dalam penajaman bakat yang memerlukan proses yang sistematis dan logis. Pengenalan atas bakat sendiri, yang menjadi kekuatan pendorong bagi seseorang untuk dapat berkarya, terkadang bukan hal yang secara alamiah disadari. Beberapa orang menemukan bakatnya setelah melalui proses eksplorasi diri dengan melalui dan mencoba berbagai hal. Bakat juga dapat ditentukan oleh lingkungan. Proses pembelajaran dan pembiasaan dapat menentukan hal yang disukai dan kemampuan seseorang dalam bidang tersebut. Misalnya

Page 4: Tugas Psikologi Seni II A

seseorang yang lahir dari keluarga musisi atau seniman, seringkali dikatakan memiliki insting dan intuisi kesenimanan dalam darahnya, namun lingkungan juga berperan sangat penting, baik karena keterbiasaan maupun karena adanya satu wadah atau kesempatan dalam iklim yang tepat sehingga seseorang mengetahui bahwa ia memiliki bakat tersebut. Pengetahuan seseorang akan bakat yang ia miliki, daya dukung lingkungan, dan adanya kesempatan membuat seseorang percaya diri untuk secara sadar mengembangkan bakatnya.

Bakat juga memerlukan proses pembelajaran agar bakat tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Proses ini memerlukan tahapan-tahapan sistematis yang harus dilalui. Ada idiom di masyarakat bahwa bakat yang tidak diasah tidak akan menghasilkan sesuatu, sehingga tanpa pembelajaran, eksplorasi, dan kerja keras, seseorang yang berbakat tidak mungkin memunculkan kreativitasnya, atau lebih lagi memunculkan ciri khas atau orisinalitas.

5) Reinforcement

Pengenalan dan penguatan dari lingkungan akan kemampuan seseorang dalam berkarya menjadi hal yang penting dalam mendukung kreativitas. Hal ini muncul dari pertimbangan yang sangat logis, yakni bahwa dukungan lingkungan akan memunculkan percaya diri dan menciptakan iklim yang sesuai bagi munculnya berbagai ide dan karya.

Dukungan lingkungan juga dapat hadir secara non-fisik dalam bentuk pujian dan dukungan, juga dapat dalam bentuk wadah atau kesempatan yang memerlukan sarana fisik seperti sekolah, institusi, panggung, teater, galeri, museum, pasar seni, festival, lomba, dan lain sebagainya. Di sini konsep penguatan atas bakat dan kemampuan dihadirkan dalam kerangka yang metodis dan sistematis, yakni dengan membuka kesempatan, memberi dukungan, dan menyediakan sarana untuk mempertunjukkan hasil yang dicapai seseorang, yang memberi motivasi untuk lebih mengeksplorasi kemampuan yang ia miliki sehingga memunculkan kreativitas.

b. Jenis spekulatif (intuitif)

1) Instinctual Drives

Teori mengenai dorongan naluriah sebagai dasar proses kreatif dikemukakan oleh Freud, dihubungkan dengan aspek ketidaksadaran kolektif dari Jung dan teori psikoanalisa Lacan. Teori ini menekankan pada aspek unconsciousness dalam penciptaan karya, yakni dorongan naluri atau intuisi yang melatarbelakangi penciptaan suatu karya yang dihubungkan dengan perkembangan psikologis seniman. Dalam psikoanalisa, hal yang terjadi di masa Golden Age mempengaruhi kepribadian pada saat dewasa, yang juga mempengaruhi pola pikir dan seringkali berpengaruh dalam proses kreasi.

Dalam pikiran manusia sendiri, ada tiga unsur yang selalu saling bersitegang dalam setiap proses pengambilan keputusan, yakni ego, Inctinctual Drive (id), dan superego. Id atau insting adalah naluri dasar kebinatangan dalam diri manusia, hasrat dasar dan dorongan yang membuat manusia dapat survive seperti naluri agresi, dorongan biologis, dan trauma. Sifat id adalah mengutamakan azas pleasure, tidak mengindahkan rasio, dan impulsif. Sedangkan superego adalah sisi dalam pikiran manusia yang mengutamakan nilai-nilai yang dianut, seperti norma dan kontrol sosial, yang berperan sebagai kontra dari dorongan-dorongan id. Adapun ego adalah bagian dari pikiran yang bersifat rasional, berperan sebagai pengambil keputusan yang bersifat kompromistis dari konflik antara id dan superego. Ego merupakan sisi rasional yang berada di ranah consciousness mind, tetapi

Page 5: Tugas Psikologi Seni II A

ia bisa dipengaruhi oleh id atau hasrat. Salah satu bagian dari id hadir dari aspek masa lalu, yakni trauma. Hal-hal seperti ini diendapkan dalam memori menjadi bagian dari ketidaksadaran (unconsciousness mind), yang merupakan bagian terbesar dari gunung es pikiran manusia.

Teori ini dikategorikan sebagai teori cara berpikir intuitif karena relasinya yang sangat erat tentang upaya penciptaan karya dihubungkan dengan aspek unsconscious. Dalam teori ini, karya merupakan hasil dari dorongan naluri/id. Dorongan naluri membutuhkan pelampiasan, yang seringkali tidak dapat dihadirkan di dunia nyata karena berbenturan dengan norma dan hukum. Penghalangan bagi penyaluran naluri atau hasrat merupakan hal yang tidak sehat, karena bisa berujung pada kegilaan. Individu yang kreatif menjadikan kebutuhan untuk memenuhi hasratnya ini sebagai dasar baginya menciptakan dunia sendiri, yakni lewat karya. Di sini dorongan naluri disublimasikan ke dalam bentuk yang dapat diterima lingkungan, namun juga tidak menekan nalurinya sendiri.

2) Ego Strength

Kekuatan ego seseorang berhubungan dengan kemampuan dan kecerdasan untuk mengambil keputusan untuk menunjukkan dirinya di hadapan masyarakat. Berbeda dengan anggapan Freud yang menyatakan bahwa kreativitas dapat hadir karena pengalaman-pengalaman masa lalu, yang bisa jadi traumatis, yang membutuhkan pelampiasan, dalam teori ego strength, individu yang kreatif secara emosional sehat dan kuat untuk memunculkan identitasnya dalam karya. Mereka biasanya memiliki kepribadian yang kuat, percaya diri, memiliki tingkat leadership yang tinggi, berorientasi pada tujuan, serta cenderung individualistis. Orientasi pada diri sendiri ini memunculkan keinginan untuk menonjolkan diri, sehingga mendapatkan pengakuan dari lingkungan.

Meskipun ego dianggap sebagai bagian yang rasional, namun di sini ego dihubungkan dengan hasrat dan kemampuan intuitif. Teori ini digolongkan pada teori cara berpikir intuitif karena berhubungan sangat erat dengan hasrat dan kepribadian. Hasrat untuk menonjolkan diri ini merupakan bagian dari id dan dimunculkan oleh ego, berakar dari unconscious mind yang membentuk kepribadiannya.

3) Athypical Thinking

Ada tiga teori mengenai cara berpikir tidak biasa (athypical thinking), yakni:

Divergen Thinking

Kemampuan kreativitas seseorang yang dihubungkan dengan cara pemikirannya dikemukakan oleh Guilford. Ia menyatakan bahwa individu kreatif cenderung berpikir secara menyebar (divergen), bukan hanya memusat (konvergen). Menurut Guilford, ada beberapa hal yang menunjukkan tingkat kekreatifan seseorang, yakni kemampuannya memiliki kosakata/perbendaharaan bahan yang siap dipakai (affluency), memiliki fleksibilitas dalam pemikiran (flexibility), tidak konvensional, dan memiliki pemikiran yang asli (originality).

Pola pikir divergen merupakan salah satu cirri dari cara berpikir intuitif/ unconscious. Kekreatifan ini juga dihubungkan dengan kemauan seseorang untuk mencari atau membekali diri dengan informasi dan kemampuan untuk menerapkannya saat dihadapkan pada situasi tertentu. Kemampuan menggunakan informasi ini merupakan ciri dari pola pikir unsconscious juga, karena informasi yang dimunculkan dihadirkan kembali memori yang berada dari ambang bawah sadar.

Page 6: Tugas Psikologi Seni II A

Remote Associates Thinking

Konsep ini dikemukakan oleh Sarnoff Mednick pada 1960, yang berfokus pada kemampuan seseorang menghasilkan hubungan-hubungan (asosiasi). Individu yang kreatif ditandai oleh kemampuannya menghasilkan asosiasi-asosiasi yang tidak biasa atau tidak terpikirkan sebelumnya, dalam waktu singkat secara spontan. Kespontanan dan asosiasi merupakan ciri dari cara berpikir intuitif, karena cara berpikir sistematis lebih mengutamakan analisis ketimbang spontanitas, serta pola asosiasi yang wajar/lumrah dan logis ketimbang asosiasi yang tidak biasa.

Janusian Thinking

Konsep Janusian Thinking dimunculkan oleh Albert Rottenberg pada 1971. Nama ini berasal dari nama dewa Romawi, Janus, dewa penjaga pintu dan gerbang surga yang memiliki dua wajah. Konsep Janusian Thinking berfokus pada antonimi, yakni perbandingan kata atau benda/hal yang memiliki sifat-sifat berbeda. Individu yang kreatif dapat menemukan persamaan dari elemen-elemen yang tampaknya berbeda. Meskipun sebenarnya terkesan logis, kemampuan ini merupakan salah satu ciri kemampuan berpikir intuitif/spekulatif, karena persamaan dari elemen yang berbeda merupakan hal yang secara logis akan ditolak. Prinsip Janusian Thinking mengabaikan kategorisasi dan pemisahan yang dibuat akal pada awal dihadapkan pada masalah yang berbeda bahkan kadang berlawanan, sehingga lebih mengandalkan intuisi, yang hadir dari pengalaman, untuk melihat persamaan-persamaan yang mungkin ada.

4) Unconscious Incubation

Dalam teori ini, kreativitas hadir sebagai hasil dari mekanisme pikiran bawah sadar dalam menyimpan informasi dan menggunakannya dalam menjawab suatu permasalahan, yang merupakan salah satu cirri cara berpikir tidak sadar (unconscious thinking). Suatu pengalaman yang seakan terlupakan sesungguhnya tidak hilang, melainkan diendapkan sebagai memori di tingkat ambang sadar untuk kemudian dipanggil kembali.

Bowers, Regehr, Balthazard, and Parker (1990) dalam Moss (2008) mengembangkan model operasi dari intuisi dan cara berpikir tidak sadar. Intuisi hadir melalui dua fase, yakni:

1. Guiding. Ketika dihadapkan pada masalah, pikiran seseorang secara otomatis mengaktifkan jaringan memori. Hal ini dilakukan dengan memanggil kembali dan menghubungkan memori-memori yang terkait.

2. Integrative stage. Jaringan memori bergabung memunculkan suatu hipotesis yang menembus ambang kesadaran, yang dirasakan oleh individu sebagai sensasi penemuan atau pencerahan.

Sumber:Arasteh, A. R. and Arasteh, J. D. (1976). Creativity in Human Development: An Interpretive and Annotated

Bibliography. Cambridge, Mass.: Wiley.Armstrong, Thomas. 2007. Multiple Intelligence. Diambil dari www.thomasarmstrong.com. Tanggal akses 18 April

2011.Damayanti, Irma. 2006. Psikologi Seni: Sebuah Pengantar. Bandung: PT Kiblat Buku Utama.Moss, Simon. 2008. Unconscious Thinking Theory, dalam Psychlopedia. Diambil dari www. psych-it.com.au. Tanggal

akses 18 April 2011.