tugas psikologi agama- edisi ramping

33
BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, manusia juga dihadapkan dengan berbagai permasalahan hidup yang semakin komplek. Tolok ukur manusia pun semakin berangsur-angsur mengalami perubahan. Bahwa ukuran kesuksesan tidaklah selalu berupa materi, bahwa penilaian kebahagiaan seseorang bukan karena banyaknya harta. Namun perlu dicatat, bahwa kita semua sepakat bahwa apapun yang dicari manusia di dalam hidupnya, tidak peduli bagaimana cara pandangnya, tapi kesemuanya, pasti mempunyai tujuan satu, yaitu meraih kebahagiaan dalam hidupnya. Namun, dalam prakteknya, manusia banyak yang tidak sampai kepada tujuannya tersebut, yaitu meraih kebahagiaan dalam hidupnya. Hidup serba kekurangan, sederhana, miskin, cenderung membuat manusia mengeluh dan tidak bahagia. Ketika sudah tercukupi, sudah kaya raya, hidup melimpah, tetapi masih saja tidak merasa bahagia. Bahkan mungkin tidak bisa menikmati kekayaannya itu karena mungkin jatuh sakit, terkena musibah dan sebagainya, hidup pun menurutnya tidak membahagiakan lagi. Fenomena tersebut, seringkali menimbulkan masalah-masalah dan penyakit-penyakit bagi manusia, baik fisik maupun psikis, jasmani maupun rohani. Untuk penyakit fisik, tidak begitu sulit mendeteksinya, dan penderitanya bisa menyadarinya, tetapi untuk penyakit berjenis psikis atau rohani inilah yang kebanyakan manusia tidak menyadarinya, dan salah dalam penanganannya. Hal itu bisa dimaklumi, karena permasalahan psikis adalah soal jiwa 1

Upload: 3yono

Post on 27-Jun-2015

589 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, manusia juga

dihadapkan dengan berbagai permasalahan hidup yang semakin komplek.

Tolok ukur manusia pun semakin berangsur-angsur mengalami perubahan.

Bahwa ukuran kesuksesan tidaklah selalu berupa materi, bahwa penilaian

kebahagiaan seseorang bukan karena banyaknya harta. Namun perlu

dicatat, bahwa kita semua sepakat bahwa apapun yang dicari manusia di

dalam hidupnya, tidak peduli bagaimana cara pandangnya, tapi

kesemuanya, pasti mempunyai tujuan satu, yaitu meraih kebahagiaan

dalam hidupnya.

Namun, dalam prakteknya, manusia banyak yang tidak sampai kepada

tujuannya tersebut, yaitu meraih kebahagiaan dalam hidupnya. Hidup serba

kekurangan, sederhana, miskin, cenderung membuat manusia mengeluh

dan tidak bahagia. Ketika sudah tercukupi, sudah kaya raya, hidup

melimpah, tetapi masih saja tidak merasa bahagia. Bahkan mungkin tidak

bisa menikmati kekayaannya itu karena mungkin jatuh sakit, terkena

musibah dan sebagainya, hidup pun menurutnya tidak membahagiakan lagi.

Fenomena tersebut, seringkali menimbulkan masalah-masalah dan

penyakit-penyakit bagi manusia, baik fisik maupun psikis, jasmani maupun

rohani. Untuk penyakit fisik, tidak begitu sulit mendeteksinya, dan

penderitanya bisa menyadarinya, tetapi untuk penyakit berjenis psikis atau

rohani inilah yang kebanyakan manusia tidak menyadarinya, dan salah

dalam penanganannya. Hal itu bisa dimaklumi, karena permasalahan psikis

adalah soal jiwa atau aspek intrinsik manusia, dimana tidak mudah untuk

mendeteksinya.

Untuk menanggapi dan mengatasi problem psikis atau kejiwaaan

tersebut, maka digunakanlah peranan Ilmu Psikologi, yaitu ilmu

pengetahuan mengenai jiwa manusia. tetapi jiwa sebagai sasaran telah

dianggap terlalu abstrak dan tak mungkin diteliti secara utuh, maka

psikologi membatasi diri untuk hanya mempelajari gejala-gejala kejiwaaan,

khususnya kondisi, proses, dan fungsi-fungsi kejiwaan. Jadi yang diteliti

1

Page 2: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

adalah perilaku manusia, dengan asumsi bahwa perilaku merupakan

ungkapan dan cerminan dari kondisi, proses, dan fungsi-fungsi kejiwaan.1

Karena manusia dalam hidupnya dalam melakukan sesuatu pasti didasari

oleh pandangan dan prinsip-prinsip tertentu, maka bila seseorang itu

mengalami masalah dalam hidupnya, bisa dilacak dari pandangan hidupnya

atau prinsip-prinsipnya, salah satunya adalah agama. Karena itu, kemudian

Psikologi mempunyai cabang tersendiri yang mengkaji keberagamaan

seseorang, yaitu Psikologi Agama.

Psikologi Agama, berbeda dengan cabang-cabang ilmu jiwa yang lain,

karena ia terpaksa dihubungkan dengan dua hal yang berbeda sama sekali.

Yang pertama harus tunduk kepada agama dan yang lain harus tunduk

kepada psikologi. Dengan kata lain, dapat dikatakan, bahwa Psikologi

Agama, meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku

seseorang, atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang. Karena cara

seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku, tidak dapat

dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam

konstruksi kepribadiannya.2

Berawal dan berpijak dari Psikologi Agama itulah, maka dibutuhkan suatu

metode khusus yang berorientasi kepada sisi pragmatisnya dalam

kehidupan manusia, yaitu Konseling dan Psikoterapi. Yang pertama,

berurusan dengan manusia yang mengalami gangguan kejiwaan tahap

ringan dan si pasien itu tidak dianggap sakit mental, sedangkan yang

kedua, gangguan kejiwaan tersebut sudah meresahkan, dan si pasien

dianggap sakit mental.

Konseling dan Terapi sebagai sesuatu metode lain dalam pengobatan

manusia, terutama masalah kejiwaan, rasa-rasanya perlu untuk diuji untuk

menujukkan eksistensinya dalam mengatasi problem psikis manusia, dan

perlu dibuat aturan-aturan yang ketat agar membedakan dengan metode-

metode pengobatan lainnya dan tidak terkesan membeo.

Selain itu, bagaimana daya tahan atau ciri khas Konseling dan

Psikoterapi Islam tersebut dihadapkan dengan berbagai metode konseling

dan terapi yang sudah begitu banyak menjamur di masyarakat dengan

1 Hanna Djumhana Bastami, Integrasi Psikologi Dengan Islam, hlm. 34. (Penerbit, Thn, dan Cetakan tidak terlacak, karena merupakan kumpulan bacaan-bacaan sebagai pendukung perkuliahan Psikologi Islam di UIN SUKA).

2 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : PT. Bulan Bintang, 2003, hlm. 4.

2

Page 3: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

berbagai coraknya masing-masing?. Lalu apa perbedaan fundamental dan

substansial Konseling dan Psikoterapi Islam dengan metode pengobatan non

medis lainnya? Dan apakah ke depan hal itu masih relevan?.

Kira-kira, beberapa hal itulah yang menjadi fokus penelitian kami dalam

makalah ini.

b. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Definisi, Tujuan dan Fungsi Konseling dan Psikoterapi

Islam?

2. Apa Objek Konseling dan Psikoterapi Islam?

3. Bagaimana Metode-metode Konseling dan Psikoterapi Islam?

4. Apa Ciri khas yang fundamental dan substantif yang membedakan

dengan pengobatan lainnya?

5. Bagaimana relevansinya Konseling dan Psikoterapi Islam di masa

yang akan datang?

6. Bagaimana titik-titik singgung Konseling dan Psikoterapi Islam dengan

Psikologi Agama?

c. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Untuk megetahui definisi, tujuan dan fungsi Konseling dan Psikoterapi

Islam.

2. Untuk mengetahui objek dari Konseling dan Psikoterapi Islam.

3. Untuk mengetahui metode-metode Konseling dan Psikoterapi Islam.

4. Untuk mengetahui perbedaan yang substantive dan fundamental

dengan metode-metode pengobatan lainnya.

5. Untuk mengetahui sejauh mana relevansi Konseling dan Psikoterapi

Islam di masa mendatang.

6. Untuk mengetahui titik-titik singgung antara Konseling dan Psikoterapi

Islam dengan Psikologi Agama (orientasi beragama, kesadaran

beragama, pengalaman keagamaan, konversi dan lain-lain).

3

Page 4: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

BAB II

KONSELING

a. Pengertian Konseling

Berasal dari kata “counsel” yang berarti : nasehat, anjuran, atau

pembicaraan.3

Sedangkan makna konseling dalam tinjauan terminologi (istilah), ada

beberapa, diantaranya :4

1. C. Patterson (1959) : Konseling adalah proses yang melibatkan

hubungan antar pribadi di antara seorang terapis dengan satu atau lebih

klien dimana terapis menggunakan metode-metode psikologis atas dasar

pengetahuan sistematik tentang kepribadian manusia dalam upaya

meningkatkan kesehatan mental klien.

2. Edwin C. Lewis (1970), : Konseling adalah suatu proses dimana

orang yang bermasalah (klien) dibantu secara pribadi untuk merasa dan

berperilaku yang lebih memuaskan melalui interaksi dengan seorang

yang tidak terlibat (konselor) yang menyediakan informasi dan reaksi-

reaksi yang merangsang klien untuk mengembangkan perilaku-perilaku

3 Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling & Psikoterapi Islam, Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru, 2006. Cet. V, hlm. 179, dikutip dari W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling diInstitusi Pendidikan, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta : 1997, hlm. 70.

4 Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…, hlm. 180.

4

Page 5: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

yang memungkinkannya berhubungan secara lebih efektif dengan

dirinya dan lingkungannya.

3. American Personnel and Guidance Association (APGA) : Konseling

sebagai suatu hubungan antara seseorang yang terlatih secara

professional dan individu yang memerlukan bantuan yang berkaitan

dengan kecemasan biasa atau konflik atau pengambilan keputusan.

(Nugent, 1981)

4. Devision 17 of The American Psychological Association (APA) :

Konseling sebagai bekerja dengan individu-individu atau kelompok-

kelompok yang berkaitan dengan masalah-masalah pribadi, sosial,

pendidikan dan vokasional.

Jadi, “konseling” pada dasarnya adalah Suatu aktifitas pemberian

nasehat dengan atau berupa anjuran-anjuran dan saran-saran dalam bentuk

pembicaraan yang komunikatif antara konselor dengan konseli (klien),

dimana konseling datang dari pihak klien yang disebabkan karena

ketidaktahuan atau kurangnya pengetahuan sehingga ia memohon

pertolongan kepada konselor agar dapat memberikan bimbingan dengan

metode-metode psikologis, dalam upaya sebagai berikut :

1. Mengembangkan kualitas kepribadian yang tangguh.

2. Mengembangkan kualitas kesehatan mental.

3. Mengembangkan perilaku-perilaku yang lebih efektif pada diri individu

dan lingkungannya.

4. Menanggulangi problema hidup dan kehidupan secara mandiri.

b. Tujuan Dan Fungsi Bimbingan Dan Konseling

Secara tradisional, tujuan dan fungsi bimbingan dan konseling dapat

digolongkan kepada tiga fungsi, yaitu :5

2. Remedial atau Rehabilitatif

3. Edukatif atau Pengembangan

4. Prefentif (Pencegahan)

Menurut Dra. Hallen A., M.Pd, bimbingan dan konseling mempunyai

beberapa fungsi, yaitu :6

1. Fungsi Pemahaman5 Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…, hlm. 217, mengacu pada Soli Abimanyu, M. Thayeb Manrihu,

Teknik dan Laboratorium Konseling, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, Jakarta, tt, hlm. 9-10.

5

Page 6: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

2. Fungsi Pencegahan

3. Fungsi Pengentasan

4. Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan

5. Fungsi Advokasi

Sedang menurut Drs. H. Mundzir Suparta, M.A fungsi tersebut adalah :7

1. Fungsi Penyaluran (distributive)

2. Fungsi Pengadaptasian (adaptive)

3. Fungsi Penyesuaian (adjustive)

c. Pengertian Bimbingan Konseling Islami

Bimbingan konseling Islami adalah proses pemberian bantuan terarah,

kontinu dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat

mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara

optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di

dalam al-Qur’an dan al-Hadis ke dalam dirinya, sehingga ia dapat hidup

selaras dan sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan al-Hadits. Apabila

internalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Hadits telah

tercapai dan fitrah beragama itu telah berkembang secara optimal maka

individu tersebut dapat menciptakan hubungan yang baik dengan Allah

SWT, dengan manusia dan alam semesta sebagai manifestasi dari

peranannya sebagai khalifah di muka bumi yang sekaligus juga berfungsi

untuk mengabdi kepada Allah.8

Jadi, karakteristik manusia yang menjadi tujuan bimbingan Islami ini

adalah manusia yang mempunyai hubungan baik dengan Allah SWT sebagai

6 Samsul Munir Amin, M.A, Bimbingan…,hlm. 45, dikutip dari Dra. Hallen A, M.Pd., Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Quantum Teaching, 2005, hlm. 53.

7 Samsul Munir Amin, M.A, Bimbingan…,hlm. 47, dikutip dari Drs. H. Mundzir Suparta, M.A., (Editor), Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta : Diva Pustaka, 2003, hlm. 132.

8 Samsul Munir Amin, M.A, Bimbingan…,hlm. 23, dikutip dari Dra. Hallen A, M.Pd., Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Quantum Teaching, 2005, hlm. 16-17.

6

Page 7: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

hubungan vertical (hablun minallah), dan hubungan baik dengan sesama

manusia dan lingkungan sebagai hubungan horizontal (hablun minannas).

BAB III

PSIKOTERAPI

a. Pengertian Psikoterapi

Lewis R. olbeng M.D (1977) dalam buku The Technique of Psychoteraphy,

menulis,

Psychoteraphy is the treatment, by psychological means of problems of

an emotional nature in which a trained person deliberality establishes a

professional relationship with patient with the object of (1) removing,

modifying, or retarding existing simptoms; (2) mediating disturbed

pattern of behaviour, and (3) promoting positive personality growth

and development.9

9 Samsul Munir Amin, M.A, Bimbingan…,hlm. 88, dikutip dari Drs. H. abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama, Bandung : Penerbit Sinar Baru, 1991, hlm. 157.

7

Page 8: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

Psikoterapi adalah perawatan dengan menggunakan alat-alat psikologis

terhadap permasalahan yang berasal dari kehidupan emosional di

mana seorang ahli secara sengaja menciptakan hubungan professional

dengan pasien, yang bertujuan : (1) menghilangkan, mengubah atau

menurunkan gejala-gejala yang ada, (2) memperantarai (memperbaiki)

tingkah laku yang rusak, dan (3) meningkatkan pertumbuhan serta

perkembangan kepribadian yang positif.

Dari pengertian psikoterapi sebagaimana tersebut di atas dapat

dijelaskan beberapa hal berikut 10

1. Psikoterapi adalah perawatan

2. Menggunakan alat-alat psikologi

3. Permasalahan yang bersumber dari kehidupan emosional.

4. Penanganan seorang ahli.

5. Secara sengaja menciptakan hubungan professional.

6. Pasien (client).

b. Tujuan Psikoterapi

Tujuan psikoterapi yang fundamental ialah mengubah sistem individu

secara efektif melalui pandangan dunia dalamnya. Ke arah mana

kepribadian itu hendak diolah dan diubah? Di sinilah letak urgensi

psikoterapi harus mempunyai falsafah dasar mengenai hakikat kepribadian

manusia agar mampu mengarahkan pengolahan kepribadian klien.

Hubungan dalam psikoterapi memang berupa hubungan professional.

Namun, hal ini tidak terlepas dari kepribadian para ahli psikoterapi yang

selalu mewarnai komunikasi dengan klien dan akan terjadi saling

mempengaruhi antara keduanya. Komunikasi dipengaruhi watak atau

sistem nilai yang ada dalam kepribadian masing-masing komunikator dan

komunikan. Hal itu berarti akan diwarnai oleh falsafah hidupnya. Sedangkan 10 Samsul Munir Amin, M.A, Bimbingan…,hlm. 88, dikutip dari Drs. H. abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama,

Bandung : Penerbit Sinar Baru, 1991, hlm. 157.

8

Page 9: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

tujuan psikoterapi yang penting adalah mempengaruhi struktur watak klien

untuk mengubah tingkah laku yang rusak menjadi positif.

Adapun tujuan psikoterapi dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Menghilangkan atau mengubah gejala penyakit mental.

a. Menghilangkan gejal (symptoms) yang ada.

Tujuan utama penyembuhan ialah menyingkirkan penderitaan

pasien dan menghilangkan kerusakan akibat negatif yang disebabkan

adanya gejala-gejala tersebut.

b. Mengubah gejala yang ada

Seringkali lingkungan tertentu menghalangi dan tidak sesuai

dengan keinginan penyembuhan secara sempurna. Dalam keadaan

tertentu, penyembuhan tidak dapat dilaksanakan, karena motivasi

yang tidak sesuai, lemahnya kepribadian pasien, sehingga ahli

psikoterapi hanya mampu mengubah atau memodifikasikan gejala-

gejala yang ada pada pasien dan tidak mampu menyembuhkannya.

c. Menurunkan gejala yang ada

Ada beberapa bentuk penyakit emosional yang dapat berkembang

pesat menuju kerusakan. Psikoterapi yang tepat sekalipun hanya

mampu melayani untuk menghentikan, menurunkan, atau

memundurkan kembali proses kepesatannya, seperti pada tipe

schizophrenia. Efek mengembalikan atau menurunkan kepesatan

kerusakan penyakit tersebut sering sekali dapat menolong pasien

untuk kembali mampu mengadakan kontak dengan realitas.

2. Memperantarai (perbaikan) tingkah laku yang rusak.

Pada masa kini, kita melihat kenyataan bahwa banyak permasalahan

emosional dalam bidang pekerjaan, pendidikan, perkawinan, hubungan

manusia, dan kehidupan sosial kemasyarakatan. Hal ini merupakan

rangsangan dan inspirasi untuk perluasan penggunaan psikoterapi dalam

bidang psikologis keguruan, pekerjaan social, agama, kepemimpinan,

dan penegak hokum. Kenyataan merasuknya penyakit emosional ke

dalam struktur watak individu telah meluaskan tujuan psikoterapi, tidak

sekedar mengurangi atau mengubah gejala menuju kepada koreksi

9

Page 10: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

kerusakan pola hubungan manusiawi. Dalam hal ini ahli psikoterapi

mampu menjadi perantara dalammekanisme perubahan struktur watak

individu.

3. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian yang

positif.

Psikoterapi dapat digunakan sebagai alat untuk mematangkan

kepribadian. Lapangan ini merupakan dimensi baru bagi psikoterapi.

Pada satu pihak, ia berhubungan dengan permasalahan kepribadian

orang “normal” yang belum matang dan pada pihak lain ia menghadapi

kesukaran karakterologi yang berhubungan dengan hambatan

pertumbuhan yang memerlukan perawatan. Di sisi lain psikoterapi dapat

membantu memecahkan rintangan yang menghambat perkembangan

psikososial individu agar dapat mengembangkan atau mendewasakan

dirinya secara kreatif, bermakna, lebih produktif, dan lebih bermanfaat

dalam hubungan dengan orang lain. Sasaran psikoterapi makin luas,

tidak saja bertujuan memberikan pertolongan, mengendalikan gejala-

gejala penyakit emosional, tetapi juga membebaskan potensi kejiwaan

manusia yang kaya dari gangguan neurotic, yang dapat menghambat

tujuan hidup dan merintangi perkembangan realisasi dirinya menuju

kedewasaan psikologis.11

c. Perbedaan dan Persamaan Konseling Dengan Psikoterapi

Sebagaimana telah disimpulkan atau disarikan oleh Dr. Prayitno MSc. Ed

dari Bloker (1966), Mowter (1950), Mahler (1971) dan Hansen dkk (1977),

bahwa secara ringkas perbedaan antara konseling dan psikoterapi adalah :12

KONSELING

1. Berpusat pandang masa kini dan masa yang akan datang melihat

dunia si individu.

2. Si individu tidak dianggap sakit mental

3. Individu dianggap sebagai orang normal-hubungan antara konselor

dan orang yang dilayani itu sebagai teman; mereka bersama-sama

11 Samsul Munir Amin, M.A, Bimbingan…, hlm. 90-93.12 Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…, hlm. 221-223, dikutip dari Prayitno, Profesionalisasi Konseling dan

Pendidikan Konseling, t.p.,tt, 1987, hlm. 33.

10

Page 11: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

melakukan usaha untuk tujuan-tujuan tertentu, terutama bagi orang

yang ditangani itu.

4. Konselor mempunyai nilai-nilai dan sebagainya, tetapi tidak akan

memaksakannya kepada individu yang dibantunya.

5. Konseling berpusat pada pengubahan tingkah laku, teknik-teknik

yang dipakai lebih bersifat manusiawi (yang kira-kira bersangkutan).

6. Konselor bekerja dengan individu yang normal yang sedang

mengalami masalah yang normal pula.

PSIKOTERAPI

1. Berpusat pandang pada masa yang lalu-melihat masa kini individu.

2. Si individu dianggap sakit mental.

3. Si individu dianggap sebagai orang sakit - ahli psikoterapi (terapis)

tidak akan pernah meminta orang yang ditolongnya itu untuk

merumuskan tujuan-tujuan.

4. Terapis berusaha memaksakan nilai-nilai dan sebagainya itu

kepada orang yang ditolongnya.

5. Psikoterapis berpusat pada usaha pengobatan, teknik-teknik yang

dipakai adalah yang telah diresepkan.

6. Terapi bekerja dengan “dunia dalam” dari kehidupan individu yang

sedang mengalami masalah berat, “psikologi dalam” memegang

peranan.

Sedangkan persamaan antara konseling dan psikoterapi adalah

membantu dan memberikan perubahan dan perbaikan kepada klien agar ia

dapat sehat dan normal dalam menjalani hidup dan kehidupannya di dunia

hingga akherat.

11

Page 12: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

BAB IV

PSIKOTERAPI DALAM ISLAM

a. Definisi Psikoterapi Islam

Psikoterapi Islam adalah proses pengobatan dan penyembuhan suatu

penyakit, apakah mental, spiritual, moral, maupun fisik dengan melalui

bimbingan al-Qur’an dan Sunnah Nabi atau secara empirik adalah melalui

bimbingan dan pengajaran Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, nabi dan

rasul-Nya atau ahli waris para nabi-Nya.

Adapun landasan hukumnya yaitu : 13

Dan bertaqwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha

Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah [2] : 282)

Katakanlah: "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah

menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah;

membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk

serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. Barang siapa yang

menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan

Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (QS. Al-

Baqarah [2] : 97-98)

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di

antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,

mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As

Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam

kesesatan yang nyata. (QS. Al-Jumu’ah [62] : 2)

JْدLَقLَو LَلLَعLَج RِيR Uِب َلLى الَّن L[[َص ]الَل]]ُه Rُه J[[ْيL UَمL َعLَل َل L[[َسLَو ]َل J[[ْهLَجJ َلL َدLاٍءe ال L[[َعLَجLَو ]ُه]اٍءLَوLاُل[ َدL َئ َس]][

RاٍءLَمL Jَع[َل ال

Bahwasanya Nabi SAW menyatakan bahwa kebodohan itu penyakit, dan

pengadaan obatnya ialah bertanya kepada ulama.

13 Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…,hlm. 228-231.

12

Page 13: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

b. Objek Psikoterapi Islam

1. Mental, yaitu yang berhubungan dengan fikiran, akal, ingatan atau

proses yang berasosiasi dengan fikiran, akal dan ingatan.14 Seperti

mudah lupa, malas berfikir, tidak mampu berkonsentrasi, picik, tidak

dapat mengambil suatu keputusan dengan baik dan benar, bahkan tidak

memiliki kemampuan membedakan antara halal dan haram, yang

bermanfaat dan yang mudharat serta yang haq dan yang bathil.

Mengapa kamu menyeru orang lain berbuat kebaktian, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu senantiasa membaca Kitab, apakah kamu tidak berakal (berpikir) ? (QS. Al-Baqarah [2] : 44)

Dan janganlah kamu campur adukkan antara yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq, padahal kamu mengetahuinya. (QS. Al-Baqarah [2] : 42)

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar (minuman keras), perjudian, berhala-berhala, undian-undian nasib, adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu mudah-mudahan kamu akan mendapat kemenangan. (QS. Al-Ma’idah [5] : 90)

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan perjudian. Katakanlah: "Dalam keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”. (QS. Al-Baqarah [2] : 219)

2. Spiritual, yaitu yang berhubungan dengan masalah ruh, semangat

atau jiwa, religius, yang berhubungan dengan agama, keimanan,

keshalehan danmenyangkut nilai-nilai transendental.15 Seperti syirik

(menduakan Allah), nifaq, fasiq dan kufur; lemah keyakinan dan tertutup

atau terhijabnya alam ruh, alam malakut dan alam ghaib; semua itu

akibat dari kedurhakaan dan pengingkaran kepada Allah.

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.(QS. An-Nisa’ [4] : 48)

14 Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…, hlm. 237, mengacu pada C.P. Chaplin, Kamus Psikologi, Terjemahan oleh Kartini Kartono, 1995 PT. Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 407.

15 Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…, hlm. 240, mengacu pada C.P. Chaplin, Kamus Psikologi, Terjemahan oleh Kartini Kartono, 1995 PT. Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 480.

13

Page 14: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (QS. An-Nisa’ [4] : 116)

Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, Maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.(QS. Al-Hajj [22] : 31)

3. Moral (Akhlak), yaitu suatu keadaan yang melekat pada jiwa

manusia, yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan

mudah,tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian;

atau sikap mental atau watak yang terjabarkan dalam bentuk berfikir,

berbicara, bertingkah laku dan sebagainya, sebagai ekspresi jiwa.16

Moral, akhlak atau tingkah laku merupakan ekspresi dari kondisi

mental dan spiritual. Ia muncul dan hadir secara spontan dan otomatis,

dan tidak daapt dibuat-buat atau direkayasa. Perbuatan dan tingkah laku

itu kadang-kadang sering tidak disadari oleh ubyek, bahwa perbuatan

dan tingkah lakunya menyimpang dari norma-norma agama (Islam) dan

akhirnya dapat membahayakan dirinya dan orang lain. Seperti liar,

pemarah, sembrono, dengki, dendam, suka mengambil hak milik orang

lain, berprasangka buruk, pemalas, mudah putus asa dan sebagainya.

Dalam ajaran Islam sikap dan tingkah laku seperti itu merupakan

perbuatan tercela dan dimurkai Allah dan Rasul-Nya. Untuk

menyembuhkan penyakit-penyakit itulah Rasulullah SAW diutus ke dunia

ini. Perkataan, perbuatan, sikap dan gerak-geriknya merupakan

keteladanan dan contoh yang baik dan benar bagi manusia.

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab [33] : 21)

Dan Sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. Al-Qalam [68] : 4)

Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah

16 Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…, hlm. 249, mengacu pada Ensiklopedi Islam, hlm. 102.

14

Page 15: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

dan (keselamatan pada) hari kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. Al-Mumtahanah [60] : 6)

4. Fisik (Jasmaniyah). Tidak semua gangguan fisik dapat disembuhkan

dengan Psikoterapi Islam, kecuali memang ada izin Allah SWT.

Tetapi adakalanya sering dilakukan secara kombinasi dengan terapi

medis atau melalui ilmu kedokteran pada umumnya. Seperti

lumpuh,penyakit jantung, lever, buta dan sebagainya.

Terapi fisik (jasmaniyah) yang paling berat dilakukan oleh psikoterapi

Islam, apabila penyakit itu disebabkan karena dosa-dosa dan

kedurhakaan atau kejahatan yang telah dilakukan oleh seseorang,

seperti wajah dan kulit tampak hitam, bahkan lebih kotor lagi seperti

penyakit kulit (korengan, kudis atau bintik-bintik hitam), bahkan mungkin

mengalami pembengkakan, luka dan sebagainya. Padahal mereka telah

melakukan berbagai upaya dan ikhtiar, tetapi juga tidak kunjung

sembuh. Setelah seorang psikoterapis Islam melakukan diagnose

(psikodiagnose) ternyata penyakit dan gangguan itu akibat penyakit

spiritual. Karena murka Allah SWT, yang sangat besr, seperti pernah

terjadi pada masa kenabian dan umat-umat terdahulu. Wabah penyakit

yang dapat setiap saat merenggut jiwa seseorang pada masa Nabi Musa

as atas pembangkangan Fir’aun. Nabi Luth as dan Nabi Hud as dan

sebagainya, atau gangguan dari kejahatan manusia yang bersekutu

dengan jin, setan dan iblis sebagaimana seorang wanita Yahudi berbuat

aniaya kepada Rasulullah SAW hingga fisik beliau mengalami demam

dan panas yang sangat tinggi. Namun berkat bantuan Allah SWT beliau

dapat sembuh dan sehat kembali. Seperti pengalaman sahabat-sahabat

Nabi SAW memberikan terapi kepada seseorang yang terkena senagatn

binatang berbisa dengan membacakan surat al-Fatihah, maka akibat

sengatan berbisa itupun hilang dan orang itu pun sembuh dan sehat

kembali.

Dalam Psikoterapi Islam, penyembuhan-penyembuhan yang paling

utama dan sangat mendasar adalah pada eksistensi dan esensi mental

dan spiritual manusia. Oleh karena itu Nabi Muhammad SAW ± 23 tahun

mengajarkan akidah dan ketauhidan. Karena obyek utama dari ilmu itu

15

Page 16: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

adalah pendidikan, pengembangan dan pembbudayaan eksistensi dan

esensi mental dan spiritual. Apabila keduanya telah benar-benar kokoh,

sehat dan suci maka dalam kondisi apapun “eksistensi emosional” akan

terampil, cerdas, brilian dan bijaksana.17

c. Metodologi Psikoterapi Islam

Sebagai suatu ilmu, Psikoterapi Islam harus mempunyai metode, dan

dengan metode itulah fungsi dan tujuan dari esensi ilmu ini dapat tercapai

dengan baik, benar dan ilmiah. Artinya ilmu ini membawa manfaat bagi

umat manusia, dan ia benar karena berasal dan berakar dari kebenaran

Ilahiyah, serta ilmiah, karena dapat dengan mudah difahami, diaplikasikan

dan dialami oleh siapa saja yang ingin mengambil manfaat dan kebaikan

dari ilmu ini.

Adapun metode-metode yang dipakai oleh Psikoterapi Islam adalah :18

1. Metode Ilmiah (Science Method)

Metode yang selalu dan sering diaplikasikan dalam dunia

pengetahuan pada umumnya. Untuk membuktikan suatu kebenaran dan

hipotesa-hipotesa maka dibutuhkan penelitian secara empiris di

lapangan, dan untuk mencapai kesempurnaan, paling tidak mendekati

kesempurnaan untuk penelitian hipotesa itu, maka metode ini sangat

dibutuhkan, dengan teknik-teknik seperti interview (wawancara),

eksperimen, observasi (pengamatan), tes dan survey di lapangan.

2. Metode Keyakinan (Tenacity Method)

Adalah metode berdasarkan suatu keyakinan yang kuat yang dimiliki

oleh seseorang peneliti. Keyakinan itu dapat diraih melalui :

a. ILMUL YAQIN, yaitu suatu keyakinan yang diperoleh berdasar ilmu

secara teoritis, seperti firman Allah :

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke

dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat

perbuatanmu itu). Dan janganlah begitu, kelak kamu akan

mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan

pengetahuan yang yakin. (QS. Al-Takatsur [102] : 1-5)17 Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…, hlm. 251-253.18 Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling…, hlm. 254-258, mengacu pada Hanna Djumhana Bastaman,

Integrasi Psikologi Dengan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995, hlm. 9.

16

Page 17: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

b. ‘AINUL YAQIN, yaitu suatu keyakinan yang diperoleh melalui

pengamatan mata kepala secara langsung tanpa perantara, seperti

firman-Nya :

Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim. Dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin. (QS. Al-Takatsur [102] : 6-7)

c. HAQQUL YAQIN, yaitu suatu keyakinan yang diperoleh melalui

pengamatan dan penghayatan pengalaman (empiris), artinya si

peneliti sekaligus menjadi pelaku dan peristiwa dari penelitiannya.

Inilah keyakinan sesungguhnya, seperti firman Allah :

Adapun jika Dia (orang yang mati) Termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah). Maka Dia memperoleh ketenteraman dan rezki serta jannah kenikmatan. Dan Adapun jika Dia Termasuk golongan kanan. Maka keselamatanlah bagimu karena kamu dari golongan kanan. Dan Adapun jika Dia Termasuk golongan yang mendustakan lagi sesat. Maka Dia mendapat hidangan air yang mendidih. Dan dibakar di dalam Jahannam. Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar.(QS. Al-Waqi’ah [56] : 88-96)

d. KAMALUL YAQIN, yaitu suatu keyakinan yang sempurna dan

lengkap, karena ia dibangun di atas keyakinan berdasarkan hasil

pengamatan dan penghayatan teoritis (Ilmul Yaqin), Aplikatif (Ainul

Yaqin), dan Empirik (Haqqul Yaqin).

3. Metode Otoritas (Authority Method)

Yaitu suatu metode dengan menggunakan otoritas yang dimiliki oleh

seorang peneliti/psikoterapi, yaitu berdasarkan keahlian, keibawaan dan

pengaruh positif. Atas dasar itulah seorang psikoterapis memiliki hak

penuh untuk melakukan tindakan secara bertanggungjawab. Apabila

seorang psikoterapis memiliki otoritas yang tinggi, maka sangat

membantu dalam mempercepat proses penyembuhan terhadap suatu

penyakit atau gangguan yang sedang diderita oleh seseorang.

Apabila seseorang tidak memiliki otoritas, yaitu wewenang dan

keahlian untuk melakukan suatu tindakan dengan baik dan benar, maka

17

Page 18: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

justru tindakannya akan mendatangkan bahaya dan kesengsaraan bagi

orang lain bahkan akhirnya merugikan dirinya sendiri.

4. Metode Intuisi (Intuition Method)

Adalah metode berdasarkan ilham yang bersifat wahyu yang

datangnya dari Allah SWT. Metode ini sering dilakukan oleh pra sufi dan

orng-orang yang dekat dengan Allah SWT dan mereka memiliki

pandangan batin yang tajam (Bashirah), serta tersingkapnya alam

kegaiban (mukasyafah).

Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah [2] : 282)

Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Al-Anfal [8] : 29)

Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. (QS. An-Najm [53] : 11)

Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan Barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Taghabun [64] : 11)

BAB V

ANALISIS DAN KONTEKSTUALISASI

a. Ciri khas substantif dan fundamental

18

Page 19: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

Di tengah menjamurnya berbagai macam bentuk pengobatan-

pengobatan alternatif di sekitar kita dewasa ini, salah satunya membuat

kami bertanya-tanya : Apakah perbedaan mendasar antara konseling dan

psikoterapi islami dengan pengobatan-pengobatan lainnya?

Dari situ nantinya diharapkan bisa diketahui perbedaan-perbedaan yang

substantive dan fundamental, sehingga tidak terkesan Konseling dan

Psikoterapi Islam hanya mengekor saja mengikuti trend yang sedang

berkembang, dan tidak mempunyai kualitas tersendiri.

Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, sebenarnya dapat

dirunut dari berbagai pengertian dan penjelasan yang telah kami paparkan

pada bab-bab sebelumnya. Dari situ maka, kami dapat merumuskan

beberapa poin penting, yang kiranya menjadi perbedaan yang mendasar

antara Konseling dan Psikoterapi Islam dengan bentuk-bentuk pengobatan

lainnya :

1. Konseling dan Psikoterapi Islam teori-teori dan metodenya secara

prinsipiil berpedoman dan mengacu pada al-Qur’an dan as-Sunnah.

Pada hakikatnya konseling bukanlah hal yang baru, tetapi ia telah ada

bersamaan dengan diturunkannya ajaran Islam kepada Rasulullah SAW

untuk pertama kali. Ketika itu ia merupakan alat pendidikan dalam

sistem pendidikan Islam yang dikembangkan oleh Rasulullah. Secara

spiritual bahwa Allah memberi petunjuk (bimbingan) bagi peminta

petunjuk (bimbingan).

Jika perjalanan sejarah pendidikan Islam ditelusuri secara teliti dan

cermat sejak masa Nabi hingga saat ini, akan ditemukan bahwa layanan

bimbingan dalam bentuk konseling merupakan kegiatan menonjol dan

dominan. Praktik-praktik Nabi dalam menyelesaikan problem-problem

yang dihadapi oleh para sahabat ketika itu, dapat dicatat sebagai suatu

interaksi yang berlangsung antara konselor dan konseli (klien), baik

secara kelompok (misalnya pada model halaqah ad-dars) maupun secara

individual.19

Al-Qur’an al-Karim, yang merupakan sumber utama ajaran Islam

berfungsi sebagai petunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya demi

kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akherat. Petunjuk-petunjuk

19 Dr. Saiful Akhyar Lubis, MA, Konseling Islam : Kyai dan Pesantren (Yogyakarta : eLSAQ Press, 2007), Cet. I, hlm. 80.

19

Page 20: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

tersebut banyak bersifat umum dan global, sehingga penjelasan dan

penjabarannya dibebankan kepada Nabi Muhammad SAW. Di samping

itu, al-Qur’an juga memerintahkan umat manusia untuk memperhatikan

ayat-ayat al-Qur’an, sehingga dengan demikian, akan ditemukan

kebenaran-kebenaran penegasan al-Qur’an bahwa : (a) Allah akan

memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya di seluruh ufuk dan pada

diri manusia, sehingga terbukti ia (al-Qur’an) adalah vbenar, (b) fungsi

diturunkannya Kitab Suci kepada para Nabi (tentunya terutama al-

Qur’an), adalah untuk memberikan jawaban atau jalan keluar bagi

perselisihan dan problem-problem yagn dihadapi masyarakat.20

Dalam beberapa hadis Nabi pun, banyak kita jumpai, anjuran-anjuran

dan perintah-perintah baginda Nabi berkaitan dengan Konseling,

misalnya hadis tentang salah satu hak seorang muslim terhadap muslim

lainnya adalah “apabila ia minta nasehat, maka berikanlah nasehat

kepadanya”, contoh lain lagi “Allah akan menolong hambaNya, selama

hamba itu mau menolong saudaranya”, “Mintalah fatwa kepada hatimu”,

dan lain-lain.

2. Konseling dan Psikoterapi Islam tidak hanya berdimensi material

(fisik), tetapi yang paling sentral adalah dimensi Spiritualitasnya.

Semua penyakit mental manusia (rasa was-was, kebencian,

kecemburuan, perasaan tidak tenang, perasaan terancam dan lain-lain)

adalah berpusat pada dimensi spiritual. Sedangkan ketidatenangan hati

atau disharmoni, disintegrasi, disorganisasi, disekuilibrium diri (self)

adalah sumber penyakit mental. Untuk mewujudkan kesehatan mental

manusia harus menemukan ketenangan hati. Sumber pokok ketenangan

hati adalah kembali kepada Allah dengan mendekatkan diri kepada-

Nya.21 Oleh karena itu, setiap permasalahan yang dihadapi manusia

dalam kehidupannya harus dikonsultasikan kepada Allah, tetapi tidak

menyebabkan ia pasif serta kehilangan keberanian dan kreatifitas. Dari

Allahlah petunjuk dan kekuatan untuk menyelesaikannya dapat

20 Dr. Saiful Akhyar Lubis, MA, Konseling Islam…, hlm. 145, mengutip dari M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung : Mizan, 1992, hlm. 100.

21 Dr. Saiful Akhyar Lubis, MA, Konseling Islam…, hlm. 88.

20

Page 21: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

diperoleh. Inilah, diantaranya yang menegaskan titik sentral konseling

dan psikoterapi Islam, yaitu dimensi Spiritualitas.22

3. Konseling dan Psikoterapi Islam tidak menutup diri dari IPTEK dan

metode-metode mutakhir tentang konseling dan psikoterapi, sejauh itu

tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.

Banyak temuan-temuan dan metode-metode yang variatif dalam

pengobatan psikis yang terhampar di sekitar kita dengan ciri khas

masing-masing. Kesemuanya ada yang menggunakan metode-metode

tradisional, namun tidak sedikit pula yang mengkombinasikan dengan

temuan-temuan ilmiah, sebagai pendukung atau sekedar justifikasi dari

pengobatan yang dipraktekannya.

Salah satu hal yang menarik, adalah pernah dulu dalam pengobatan

kejiwaan diterapkan metode penyembuhan yang diakui secara ilmiah

dan dipraktekkan cukup lama di kalangan psikolog, yaitu dengan

menyetrum pasiennya. Aneh memang, orang sakit kenapa malah

disetrum, justru malah menyiksa si pasien. Karena itulah, menurut kabar

yang kami dengar, sekarang ini metode tersebut di kalangan dokter jiwa

sudah tidak dipakai lagi.

Tentu saja, tindakan menyetrum dalam pandangan psikoterapi Islam,

tidak sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, karena itu menyakiti si

pasien. Maka, tentu metode seperti itu tidak diadopsi oleh psikoterapi

Islam.

Berbeda dengan penemuan ilmiah yang dilakukan oleh ilmuwan

Jepang bernama Masaru Emoto. Hasil penemuan tersebut memperkuat

dan mendukung pengobatan-pengobatan dengan perantaraan do-a-do’a.

Awalnya dia mulai menulis kata-kata, seperti “Terima Kasih”, dan

“Anda Bodoh” dalam beberapa bahasa di kertas, lalu menaruh kertas itu

di bawah sample air yang telah disuling. Sample yang diberi kata

“Terima Kasih” menunjukkan kristal indah, edangkan sample yang diberi

kata “Anda Bodoh” tidak membentuk kristal sama sekali.

22 Dr. Saiful Akhyar Lubis, MA, Konseling Islam…, hlm. 100.

21

Page 22: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

Terdorong oleh temuannya, Emoto mulai mempelajari efek dari

sembahyang, doa, dan kata-kata yang biasa diucapkan. Tidak

mengejutkan, hasilnya mengindikasikan bahwa pembentukan kristal air

juga sensitif terhadap hal-hal ini – menghasilkan hipotesanya yang lebih

lanjut, “Molekul air dipengaruhi oleh pikiran, kata-kata, dan perasaan

kita”. Pada tahun 1994, Emoto berhasil menemukan bahwa ternyata air

itu hidup dan dapat menerima respon positif maupun negatif, dan hal itu

diperlihatkan oleh bentuk kristal air yang indah dan menakjubkan yang

berhasil dipotret oleh Emoto.23

Metode yang dipublikasikan Emoto dalam menghasilkan foto-foto

kristal menempuh proses yang relatif sederhana dan murah. Sample

cairan air sebanyak 0,5 cc disimpan di 100 cawan Petri. Lalu dibekukan

dan disimpan pada suhu -25 0 C selama tiga jam di freezer. Sample

kemudian dipindahkan dari freezer untuk diteliti dengan mikroskop dan

kamera pada sebuah ruangan dengan suhu tetap -5 0 C. Ketika lampu

mikroskop mengenai bagian atas sample, maka kristal dapat diteliti dan

pengambilan foto dilakukan.24

Dari situlah, bukannya berapologi, tetapi kita bisa memahami bahwa

ternyata dalam Islam perintah-perintah untuk berdoa sebelum

melakukan sesuatu, khususnya sebelum makan dan minum atau hal-hal

yang berkaitan dengan air, pada saat ini telah diperkuat dan dibuktikan

kebenarannya oleh seorang ilmuwan Jepang, Masaru Emoto. Menurutnya

air itu hidup, dan ia dapat merespon hal-hal yang positif maupun negatif

yang kita berikan. Kalau hal-hal (ucapan, doa, perlakuan dan sebagainya)

yang positif, maka akan direspon positif oleh air dan akan memberi

manfaat kepada manusia, begitu pula sebaliknya.

b. Urgensi Konseling dan Psikoterapi

Menurut Carl Gustav Jung, baginya agama adalah merupakan perkara

yang berarti bagi manusia baik secara perorangan maupun secara bersama

sebagai kelompok. Hal ini tersirat dalam perkataannya dalam bukunya,

23 Yoroshi Haryadi dan Azaki Karni, The Untrue Power of Water, Jakarta : Penerbit Hikmah, 2007, Cet. I, Hlm. Vi.24 Yoroshi Haryadi dan Azaki Karni, The Untrue…, Hlm. 63-64.

22

Page 23: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

Modern Man in Search of Soul, ia mengatakan “Di antara semua pasien saya

dalam umur bagian hidup yang kedua, - yaitu di atas 35 taun, tida ada

seorang pun yang masalahnya pada akhirnya bukan masalah menemukan

pandangan keagamaan atas kehidupan”. 25

Konseling dan Psikoterapi adalah berlandaskan Psikologi Agama,

sehingga fluktuasi keberagamaan seseorang sangat berpengaruh terhadap

kondisi kejiwaan seseorang. Memang saat ini, kita sedang mengalami

pergeseran makna dan nilai. Dahulu IQ (kecerdasan intelektual) sangat

diagung-agungkan oleh masyarakat luas, dan dianggap sebagai satu-

satunya tolok ukur kesuksesan dan kebahagiaan seseorang dalam

hidupnya. Tetapi kemudian Daniel Goleman menemukan bahwa, ternyata

untuk mencapai kesuksesan dan kebahagiaan, seseorang tidak cukup

dengan kecerdasan intelektual (IQ) semata, tapi juga harus mempunyai

kecerdasan emosional (EQ). berikutnya lagi ternyata, ditemukan oleh Danah

Zohar dan Ian Marshall, bahwa manusia untuk melengkapi kebahagiaan

hidupnya maka IQ dan EQ tersebut harus didukung juga dengan satu

kecerdasan lagi yaitu, kecerdasan spiritual (SQ).

Karena itulah, maka terapi dengan berlandaskan agama Islam inilah

sangat sesuai dengan kebutuhan manusia, yang semakin lama semakin

membutuhkan makna dalam hidupnya, dan makna itu banyak ditemukan

dalam dimensi spiritualitas, salah satunya adalah agama, khususnya agama

Islam.

Maka, tidak mustahil, bahkan optimis, bahwa Konseling dan Psikoterapi

Islam ke depan akan sangat dibutuhkan oleh manusia pada umumnya, dan

umat Islam khususnya. Sebagaimana Islam adalah agama Rahmatan lil

‘alamin.

c. Titik-titik singgung dengan Psikologi Agama

Ada beberapa hal yang masuk dalam pembahasan Psikologi Agama yang

ingin kami cari titik singgung atau titik temu dengan Konseling dan

Psikoterapi Islam. Beberapa hal tersebut adalah :

1. Orientasi Beragama

25 Robert W.Crapps, Dialog Psikologi dan Agama Sejak William James hingga Gordon W. Allport (terj.), diterjemahkan oleh A.M. Hardjana, Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2003, Cet. VIII, hlm 75.

23

Page 24: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

Orientasi adalah tujuan, motivasi dan sesuatu yang mendorong.

Orientasi beragama yang dianut oleh setiap orang dibagi menjadi dua,

dan agaknya hal ini didasarkan pada pandangan Allport tentang kategori

agama , yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Menurut Allport bahwa “hubungan

antara agama dan prasangka tergantung pada jenis agama yang dimiliki

dalam hidup pribadinya”. Karena itu agama ekstrinsik adalah “agama

yang dimanfaatkan”. Agama hanya digunakan untuk mendukung

kepercayaan diri, memperbaiki status, bertahan melawan kenyataan,

atau memberi sanksi pada suatu cara hidup. Orang dengan orientasi

agama ekstrinsik, berarti agama dimanfaatkannya dalam banyak hal,

dan menekankan “hadiah” dalam menjalankan agamanya. Agama

intrinsic sebaliknya, adalah “agama yang dihayati”. Iman dipandang

bernilai pada dirinya sendiri, yang menuntut keterlibatan dan mengatasi

kepentingan diri. Sentimen keagamaan semacam itu telah masak

melebihi titik pandangan dunia yang egosentris dan menilai kebiasaan,

adapt istiadat, keluarga, bangsa, berdasarkan nilai dari luar. Agama

semacam itu telah membuang keluarga, tanah dan diri sendiri untuk

mencari hal-hal ilahi. Sentiment intrinsic meletakkan motif instrumental

agama di bawah keterlibatan yang komprehensif. “Agama semacam itu

tidak ada demi manusia; tetapi manusia demi agama”.26

Dari beberapa pengertian tersebut, maka orientasi keberagamaan

seseorang yang intrinsik cenderung akan lebih sehat daripada orang

dengan orientasi keberagamaan ekstrinsik. Dan memang dari paparan

tentang konseling dan psikoterapi di atas, mengindikasikan adanya

perhatian terhadap “penghayatan keberagamaan” sebagai salah satu

terapi untuk keluar dari problematika psikologis.

2. Konversi

Konversi dimaknai sebagai pertumbuhan dan perkembangan spiritual

(keagamaan) seseorang yang melibatkan perubahan arah yang sangat

besar berkenaan dengan pemikiran dan perilaku keagamaan.

26 Robert W.Crapps, Dialog Psikologi dan…, hlm 65-66.

24

Page 25: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

Dari situ dapat dipahami bahwa, sebenarnya konversi itu adalah

tujuan dari konseling dan psikoterapi Islam, karena konversi

mengisyaratkan adanya perubahan dan perkembangan spiritualitas

keberagamaan seseorang yang signifikan. Dan ketika itu tercapai, maka

orang itu akan cenderung sehat secara mental dan spiritual. Tentu saja,

pertumbuhan dn perkembangan spiritual keagamaan seseorang itu ada

yang normal berangsur-angsur dan ada pula yang luar biasa cepat.

Kedua hal tersebut harus diusahakan oleh seorang konselor

(pembimbing). Insya Allah, ketika salah satu atau kedua hal tersebut

(pertumbuhan keagamaan yang normal dan cepat), maka si konseli

(klien) sudah di ambang kesembuhan, atau bahkan bisa dikatakan

sembuh.

3. Kematangan Beragama (Mature Religion)

Dapat didefinisikan sebagai titik tertinggi perkembangan agama

seseorang. Karena perkembangan agama seseorang itu tidak pernah

selesai, dan juga kematangan agama tidak identik dengan kematangan

fisik, maka al tersebut menyebabkan agak sulitnya untuk menentukan

kriteria kematangan beragama seseorang.

Karena kesulitan tersebut, maka criteria para ahli psikologi pun

berbeda-beda untuk meneliti kematangan beragama seseorang. Namun,

ada beberapa hal yang mendasar yang bisa dijadikan patokan,

diantaranya : adanya kapasitas untuk tumbuh (kemampuan

mengembangkan kepribadian), Kerendahan hati (well differentiated and

self critical), Senantiasa berusaha menyesuaikan diri dengan kehendak

Tuhan (Moral consitency, sensibilitas akan kehadiran Tuhan), dan Agama

sebagai central concern , agama sebagai kekuatan yang memberi makna

pada kehidupan (motivational force, agama humanis, loyalitas

sempurna).27

Melihat uraian tersebut, tentu sangat berkaitan dengan Konseling dan

Psikoterapi Islam, bahkan semakin memperkuat dan mendukung akan

konsep-konsep dan metode-metode dalam konseling dan psikoterapi

27 Kumpulan artikel dan tulisan tentang Psikologi Agama (Dosen Pengampu Drs. Sekar Ayu Aryani, MA, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta)

25

Page 26: Tugas Psikologi Agama- Edisi Ramping

Islam. Karena tujuan dari konseling dan psikoterapi Islam adalah si klien

didorong untuk semakin matang dalam beragama.

4. Spiritual Quotient (SQ)

Untuk satu hal ini, yaitu kecerdasan spiritual (SQ), saya kira sudah

jelas keterkaitannya dengan konseling dan psikoterapi Islam. Karena kita

tahu sendiri, bahwa salah satu dimensi terpenting dan fundamental dari

konselin dan psikoterapi Islam adalah dimensi spiritualitasnya.

Dan memang langkah-langkah, metode-metode, ataupun konsep-

konsep yang diterapkan dalam konseling dan psikoterapi Islam

kesemuanya secara tidak langsung tapi pasti si klien diajak untuk cerdas

secara spiritual.

Tentang SQ ini, saat ini kita bisa lihat pengembangannya dan

penyebarluasannya kepada masyarakat. Salah satunya, di Indonesia

diprakarsai oleh Ary Ginanjar Agustian dan Aa Gym. Mereka sejak awal

mengkampanyekan agar manusia pada umumnya, dan umat Islam

khususnya, mau mengasah kecerdasan Spiritual masing-masing. Mereka

sebenarnya dapat dikatakan merupakan Konselor juga, karena tidak

sedikit orang-orang yang dari konsep-konsep yang mereka ajarkan atau

berikan dapat mengobati problem-problem mental psikis yang mereka

rasakan. Sehingga akhirnya, di samping mereka yang sudah sembuh dari

sakit psikisnya, mereka juga dapat merasakan pertumbuhan dan

perkembangan keagamaan mereka masing-masing, bahkan saya yakin,

banyak pula yang dari pendengar atau jamah mereka mengalami

konversi baik itu orang Islam ataupun orang non-Islam.

26