tugas pengganti taaruf

18
TUGAS PENGGANTI TAARUF TAHUN 2012-2013 NAMA : TRIANTI YUNITA NIM : 012096038 FAKULTAS : KEDOKTERAN UMUM UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

Upload: nita-ty

Post on 01-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

TUGAS PENGGANTI TAARUF TAHUN 2012-2013

NAMA : TRIANTI YUNITA

NIM : 012096038

FAKULTAS : KEDOKTERAN UMUM

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2013

BUDAYA AKADEMIK ISLAMI (BUDAI)

MATERI BUDAYA AKADEMIK ISLAMI

1. Semangat IqraDimaksudkan agar semua insan kampus (terutama dosen dan mahasiswa)

memiliki budaya atau membudayakan semangat yang kuat dalam membaca, studi, kegiatan ilmiah, menulis. Setiap insan kampus memiliki semangat tiada hari tanpa membaca

2. Mengembangkan Ilmu Pengetahuan Atas Dasar Nilai-Nilai IslamIlmu merupakan hasil pemikiran manusia terhadap fenomena alam (ayatul

kauniyah) ciptaan Allah. Jadi ilmu bersumber dan Allah. Ilmu dan Islam terpadu (harmonis) bersumber yang sama sehingga tidak ada dikotomis antara ilmu dan Islam. Memperdalam masing-masing ilmu agama dan ilmu “umum” adalah fardu kifayah.

3. Islamic Learning SocietySuasana kampus adalah suasana pembelajaran dalam mewujudkan nilai-nilai

Islam pada semua aspek aktivitas kampus

4. Apresiasi Ilmu Menghargai dan memuliakan majelis ilmu (antara lain berpakaian islami dan

rapi, disiplin waktu, tidak mengganggu proses belajar, suasana belajar bermutu dan berkah)

5. Gerakan / Pembudayaana. Gerakan Salat Berjamaahb. Gerakan Pemberdayaan Masjidc. Gerakan Berbusana Islamid. Gerakan Lingkungan Bersih Dan Sehate. Gerakan Mewujudkan Akhlak Mulia

I. GERAKAN THAHARAH (Bersuci)Ajaran Islam sangat memperhatikan masalah kebersihan (At-

Thaharah)yang merupakan salah satu aspek penting dalam kesehatan. Dalam Islam, menjaga kebersihan dan kesucian merupakan kewajiban yang berkedudukan sebagai kunci dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT, Rasul SAW bersabda “ Kunci shalat adalah suci”, “Bersuci itu termask bagian dari iman”. Melaksanakan thaharah adalah perbuatan iman dan sebagai kunci ibadah yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dalam rangka mendekatkan diri, ibadah kepada Allah SWT.

Dalam Ensiklopedi Hukum Islam Dachlan Aziz, Thaharah diambil dari kata taharah – tahura berarti suci atau bersih dari kotoran baik indrawi seperti air kencing maupun maksnawi seperti aib dan maksiat. Sedangkan arti terminologi secara sederhana dapat didefinisikan membersihkan diri dari hadast dengan wudhu, mandi tayamum serta membersihkan diri dari najis dengan air atau penggantinya. Sedangkan Ahli tasawuf menjelaskan bahwa thaharah adalah membersihkan hati dan diri dari dosa-dosa dan perilaku keji

atau tidak terpuji yang dikenalk sebagai thaharah batiniyah. Bisa dikatakan bahwa fiqih yang pertama kali dipelajari umat islam adalah masalah kesucian.

Thaharah dalam ajaran islam sangat luas, maka Imam Al- Ghozali membagi thaharah dalam empat kelompok :

1. Bersuci lahiri dari berbagai hadas dan kotoran2. Bersuci ragawi dari perbuatan salah dan dosa3. Bersuci qalbi dari berbagai bentuk akhlak tercela dan kehinaan4. Bersuci nurani dari kelalaian mengingat Allah

Abdul Mun’im Qandil dalam buku al-Tadawi bil Qur’an membaginya menjadi dua yaitu :

1. Kesucian lahiriyah meliputi kebersihan badan, pakaian, tempat tinggal, jalan dan segala yang dipergunakan manusia dalamn urusan kehidupan.

2. Kesucian rohani meliputi kebersihan hati, jiwa, akidah, akhlak dan pikiran.

Jadi ajaran Islam sangat memperhatikan masalah thaharah, bahkan mewajibkannya sebagai syarat sah ibadah menyembah Allah SWT, dan tentunya Allah mensyariatkannya dengan penuh hikmah dan faedah, termasuk unsur – unsur yang bernilai penjagaan kebersihan dari praktek ubudiyah, bagaimana menciptakan lingkungan hidup yang sehat termasuk memperhatikan pula dalam pergaulan sosial kemasyarakatan.

Dasar thaharah terdapat dalam Al Qur’an maupun al hadist dan telah diterangkan dengan jelas mengenai thaharah seperti dalam surat Al-baqarah ayat 222 yang berarti “ Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang betaubat dan menyucikan diri”. Selain ayat tersebut, Al Qur’an juga menerangkan tentang thaharah/ bersuci dalam beberapa surat diantaranya dalam QS. Attaubah:108 dan QS. Al Maidah:7. Dalam hadist juga terdapat beberapa dalil tentang bersuci dan disebutkan bahwa kunci sholat adalah bersuci. Kemudian Rasullullah juga bersabda “Bersuci termasuk sebagian dari iman” maksudnya adalah kebersihan maknawi karena seorang muslim yang memiliki sifat-sifat tersebut akan melemahkan imannya dan apabila terlepas dari sifat tersebut hatinya bersih, suci jiwanya sehingga imannya akan sempurna. Dari dalil- dalil tersebut diatas dapat disimpulkan bahjwa kebersihan dan kesucian adalah wajiob secara syar’i dan Aqli. Maka kebersihan merupakan keharusan bagi seorang mukmin dalam mengabdi kepada-Nya.

Pendapat lain dalam kitab bada’i menyebutkan bahwa thaharah ada dua macam yaitu :

1. Thaharah hakikiyah yang berarti suci pakaian, badan, tempat shalat dari segala najis

2. Thaharah Hukmiyah yang berarti suci anggota wudhu dari hadast kecil dan suci seluruh tubuh dari janabat (hadast besar) sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah:6

Al-Jurjawi menjelaskan bahwa thaharah mempunyai 4 tingkatan :

1. Thaharah dlohir, suci dari kotoran/ najis2. Thaharah anggota, suci badan dari dosa-dosa3. Thaharah hati, suci dari sifat-sifat tercela4. Thaharah hati (nurani, keyakinan), suci dari menyembah selain

Allah

Jika seseorang sebelum sholat berwudhu terlebih dahulu maka dalam sehari semalam minimal akan berwudhu 5 kali dengan demikian maka dijamin akan selalu bersih kondisinya. Apalagi jika ia mengikuti sunnah nabi agar selalu memperbaharui wudhu maka kotoran-kotoran yang melekat pada kulit akan hilang dan bersih. Disamping itu untuk menghilangkan kotoran dan mendapatkan kesegaran badan, secara khusus mandi diwajibkan jika dalam keadaan hadast besar seperti setelah berhubungan seksual, atau setelah keluar sperma bagi laki-laki dan yang sejenisnya pada kaum wanita, dan khusus bagi kaum wanita ditambah setelah selesai haid atau nifas.

Di setiap ritual, Islam mengharuskan seseorang untuk selalu membersihkan diri dengan menghilangkan najis, baik badan tempat maupun pakaian. Dalam keadaan darurat (tidak ada air maupun sakit) dapat digunakan benda lain sebagai pengganti yaitu debu untuk menghilangkan hadas dengan persyaratan sama, suci dan menyucikan serta batu atau yang sejenisnya, disunnahkan minimal 3 buah sehingga benar-benar membersihkan.

Thaharah juga memiliki banyak hikmah diantaranya :

1. Himah diwajibkannya wudhu dan mandi - Agar manusi aterbebas dari kotorn dan kotoran yang menempel

di kulit ketika hendak melaksanakan ibadah.- Agar tidak mengganggu sesama ketika beribadah bersama,

misalkan dengan badan dan pakaian kotor lagi bebau, orang lain merasa jijik dan dapat mengganggu kekhusyukan ibadah orang lain.

2. Hikmah lain dalam mandi besar- Manusia memiliki dua nafsu ; nafsu hewani dan nafsu malaki,

ketika seseorang melakukan persetubuhan, jiwa malaki tersiksa dalam badan yang najis menanggung sakit karena janabat, setelah mandi janabat, jiwa malaki akan tenang kembali dan hilanglah apa yang dibenci manusia

- Mandi dengan air bersih, dapat menyemangatkan badan dan menghilangkan kemalasan sehingga dapat melaksanakan kewajiban maupun tugas lain dengan senang, semangat akan membangkitkan ketenangan hati dan keikhlasan kerja.

- Perempuan yang mandi setelah haid, dapat membangkitkan rasa semangat dan kesiapan untuk mengundang yang diinginkan setiap orang. Bgi perempuan yang belum bersuami, mandi dapat menghilangkan kemalasan

- Perempuan yang mandi setelah nifas, menghilangkan kotoran badan serta bau yang tak sedap. Ini semua adalah kebersihan lahir.

- Adapun kebersihan batin berupa keikhlasan hati tanpa ada sifat kesombongan, irihati, dengki, ujub dan sifat tercela yang merusak akhlaq.

II. GERAKAN SHALAT BERJAMAAHShalat merupakan puncak ibadah setiap muslim yang harus

mendapatkan perhatian khusus melebihi amalan lainnya. Shalat akan menjadi barometer kebenaran amalan lain dan identitas keimanan yang kedua setelah syahadat, bahkan syahadat tidak bernilai jika tidak diikuti dengan shalat. Shalat juga merupakan pilar agama, kunci surga, amal yang paling baik, dan perbuatan orang mukmin yang pertama kali akan dilihat dan diperhitungkan pada hari kiamat nanti., ia menjadi tolok ukur bagi semua amal dan perilaku seseorang.

Selain aspek kewajiban shalat dan keharusan untuk khusyu’ dan benar dalam pelaksanaannya sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW, ada aspek lain yang mendapat perhatian besar dan sorotan tajam dalam pandangan syariah yaitu pelaksanaan sholat secara berjama’ah. Amalan sholat wajib belum dikatakan sempurna bila dilakukan senjdiri-sendiri dan tidak dalam suatu jama’ah. Maka kecintaan terhadap shalat dan bersegegera dalam melaksanakannya dengan sempurna mungkin adalah sebagai bukti kecintaan dalam diri seorang hamba terhadap Allah SWT dan ungkapan rasa syukur yang paling nyata terhadap segala nikmat yang telah diberikan-Nya.

Shalat berjama’ah adalah shalat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan salah satu menjadi imam sedangkan yang lain menjadi makmum ( yang mengikuti imam) dengan tata cara tertentu. Shalat jama’ah tersebut lebih utama dilaksanakan di masjid dan ini yang lebih ditekankan. Dapat pula dilakukan di tempat lain atau di rumah.

Al Qur’an dan hadist juga menganjurkan pelaksanaan sholat secara berjamaah baik secara eksplisit maupun implisit dalam beberapa ayatnya, diantaranya QS. Al-Baqarah:43 dan An-Nisa’:102. Dalam An-Nisa’:102 diterangkan tentang tatacara shalat khauf atau shalat dalam kondisi perang, yang dilakukan dalam suatu jama’ah. Ayat ini mengindikasikan pentingnya shalat berjama’ah bahkan dalam kondisi perangpun masih dianjurkan untuk shalat berjamaah. Pentingnya shalat berjamaah juga dijelaskan dalam beberapa hadist Rasulullah SAW salah satunya dalam HR. Bukhari dan Muslim “Shalat berjama’ah lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat”.

Berdasarkan dalil-dalil tersebut diatas dan dalil lain, para ulama menarik kesimpulan mengenai hukum shalat jama’ah dalam shalat-shalat fardlu pendapat tersebut terbagi menjadi empat kategori yaitu :

1. Shalat jama’ah sebagai syarat sahnya shalat.Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Ahmad, Ibnu

Taimiyah dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Mereka menandaskan bahwa shalat fardlu tidak sah bila tidak dikerjakan secara berjama’ah. Kewajiban ini berlaku bagi setiap individu kecuali karena ada udzur yang menghalanginya untuk menunaikan shalat secara berjama’ah.

2. Hukum shalat jama’ah adalah fardlu ‘ain.Ini merupakan pendapat sejumlah sahabat, diantaranya

Abdullah bin Mas’ud dan Abu Musa Al Asy’ari; juga pendapat mayoritas ulama hanafiyah dan hanabilah. Aisyah RA berkata: “ Barang siapa mendengar seruan adzan namun tidak menyambutnya, berarti ia tidak menghendaki kebaikan dan enggan menerimanya”. Sementara Atha’ mengemukakan bahwa shalat fardlu berjamaah adalah kewajiban yang harus ditegakkan.

Berdasarkan keterangan di atas, bila seorang muslim meninggalkan sholat berjamaah di dalam sholat fardlunya, ia dianggap berdosa tetapi shalatnya tetap sah. Adapun dalil-dalil yang dikedepankan oleh pendukung pendapat ini adalah firman Allah dalam surat Al-Baqarah :43 “Dirikanlah shalat, bayarlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’”.

3. Hukum shalat jama’ah adlah fardlu kifayah.Pendapat ini sering dinisbahkan kepada imam Syafi’i dan

Abu Hanifah. Fardlu kifayah yang dimaksud di sini adalah bila orang yang menunaikanshalat jama’ah telah memadai, maka gugurlah dosa orang-orang yang tidak mengerjakannya. Akan tetapi, apabila tidak ada yang menegakkan shalat jama’ah ini, maka semua muslim yang berada di wilayah tersebut berdosa semuanya. Hal ini disebabkan karena shalat jama’ah menurut pendapat mereka adalah salah satu syiar agama yang harus ditegakkan. Dalil yang mereka gunakan adalah sabda Nabi SAW “Apabila berkumpul tiga orang di suatu desa atau lokasi, kemudian di sana tidak dilaksanakan shalat jama’ah, berarti setan telah menguasai mereka. Maka hendaklah kamu berjamaah karena serigala hanya akan memangsa domba yang terpisah dari kelompoknya (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan AN-Nasa’i).

4. Hukum shalat jama’ah adalah sunnah muakkadah.Pendapat seperti ini banyak dipegangi oleh ulama mahdzab

Hanafi dan Maliki. Asy-Syaukani mengatakan, pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah bahwa shalat berjama’ah itu hukumnya sinnah mu’akkadah yang tidak lepas dari perintah melaksanakannya selagi memungkinkan. Mereka bersandar pada

hadist Rasulullah SAW : “Shalat berjama’ah lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat”.

III. PERAN DAN FUNGSI MASJIDPertambahan jumlah masjid merupakan sesuatu yang harus kita syukuri,

apalagi ini merupakan pertanda bahwa eksistensi Islam dan umatnya di negeri kita masih sangat kuat. Namun sebagai muslim kita tidak boleh puas hanya karena jumlah masjid yang makin bertambah, kita juga harus melihat sisi lain, sejauh mana masjid berfungsi dan berperan sebagaimana seharusnya. Kita harus berprihatin melihat kenyataan bahwa sebagian besar masjid belum berfungsi sebagaimana mestinya.

Masjid seharusnya dapat difungsikan sebagai pusat pembinaan umat islam dalam arti luas, tidak hanya sekedar sebagai tempat peribadatan secara ritual saja. Namun kenyataan menunjukkan bahwa masjid-masjid kita umumnya baru berfungsi sebagai tempat peribadatan. Padahal kejayaan Islam dan umatnya tidak bisa dipisahkan, karena pembinaan umat islam seharusnya berpusat dan bertolak dari masjid ahkan dengan peran dan fungsi masjid.

Ketika Rasulullah SAW melaksanakan perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau mampir dulu ke suatu daerah yang bernama Quba. Ternyata singgahnya Rasulullah di Quba itu tidak sekedar beristirahat, tapi beliau bersma abu bakar ra mendirikan masjid yang dikenal dengan masjid Quba. Setelah Rasul sampai di Madinah salah satu program utamanya adalah mendirikan masjid. Hal ini merupakan isyarat penting dari Rasulullah SAW bahwa masjid merupakan suatu yang sangat penting bagi umat islam. Masjid merupakan asas utama daqn terpenting bagi pembentukan masyarakat islam. Karena masyarakat muslim tidak akan terbentuk secara kokoh dan rapi kecuali dengan adanya komitmen terhadap adanya sistem aqidah dan tatanan islam. Hal ini tidak akan dapat tumbuh kecuali melalui masjid.

Masjid mempunyai kedudukan yang begitu penting bagi kaum muslimin, yakni dalam rangka pembinaan keimanan, pembinaan masyarakat islami, pembinaan ukhuwah islamiyah, pelaksanaan perjuangan, proses pendidikan, memperkokoh dan memantapkan ruh keislaman. Berikut adalah peran dan fungsi masjid di masa Rasulullah SAW dan di masa sekarang :

1. Peran dan Fungsi Masjid Masa Rasulullah sawa. Tempat pelaksanaan peribadatanb. Tempat pertemuanc. Tempat bermusyawarahd. Tempat kegiatan sosiale. Tempat pengobatan orang sakitf. Tempat latihan dan mengatur siasat perangg. Tempat pendidikanh. Tempat berdakwah

2. Peran dan Fungsi Masjid Masa Sekaranga. Sarana ibadah

b. Sarana pembinaan aqidah dan akhlakc. Sarana tarbiyah islamiyahd. Sarana ukhuwah islamiyahe. Pusat pencerahan dan pencerdasan umat

Adab terhadap masjid juga diperlukan dalam berinteraksi baik di masjid maupun berinteraksi dengan masjid. Terdapat 12 adab dalam menempatkan masjid sesuai dengan kedudukannya dalam syariat, antara lain :

1. Membangun masjid dengan Ikhlas, sesuai dengan sabda Rasul “Barang siapa yang membangun masjid karena mengharap ridha Allah, maka Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di dalam surga”

2. Memakmurkannya dengan memperbanyak melakukan dakwah dan ibadah.

3. Menjaga kebersihan masjid dan merawatnya.4. Berpakaian mbaik ketika hendak ke masjid.5. Menjaga kebersihan mulut dari bau yang tidak sedap6. Berdoa ketika hendak berangkat ke masjid.7. Berdoa ketika masuk masjid.8. Melaksanakan shalat tahiyatu masjid sebelum duduk.9. Tidak melakukan jual beli di dalam masjid.10. Tidak melakukan pencarian barang yang hilang di dalam masjid.11. Tidak mengeraskan suara yang dpat mengganggu orang yang

sedang beribadah meskipun dalam membaca Al-Qur’an.12. Tidak boleh berjalan di depan orang yang sedang sholat.

IV. GERAKAN BUSANA ISLAMIMasalah tren budaya yang cenderung meniru terhadap gaya orang-

orang kafir ini sudah mencapai puncak kronis yang sangat mengkhawatirkan. Hal ini harus segera diperhatikan baik oleh kalangan pendidik maupun kalangan ulama. Ada kecenderungan kuat para sutradara film, produsen iklan, pemimpin media mengeksploitasi aurat wanita sebagai bagian yang sangat mencolok untuk menarik perhatian yang ujunbg-ujungnya mengeruk keuntungan materi, dengan mengabaikan tanggung jawab moral.

Tren budaya yang sedang mengakar di masyarakat adalah tren budaya pergaulan yang cenderung kepada gaya berbusanan (fashion), gaya bersenang-senang (fun), hingga perilaku makan-minum (food). Dalam hal etika berpakaian, masih banyak remaja muslim terpengaruh mode saat ini. Media sangat berperan dalam soal pengaruh mempengaruhi. Yang lebih memprihatinkan adalah para remaja putri yang berkerudung namun masih melakukan hal-hal yang tidak sesuai ajaran islam. Mereka berkerudung namun berpacaran di jalan-jalan, bergandengan tangan bahkan berangkulan.

Sebagai solusinya perlu dilakukan pembinaan akhlak kaum remaja secara intensif baik melalui sekolah maupun majelis taklim – majelis taklim.

Umat islam meyakini, syari’at memerintahkan untuk menutup bagian-bagian tubuh tertentu yang dalam bahasa fiqih disebut aurat. Kaidah dasar yang harus dipahami untuk dijadikan tolok ukur adalah memahami tentang batasan aurat, baik pria maupun wanita.

1. Aurat priaAurat pria sesuai yang dijelaskan di dalam al qur’an dan hadist

adalah dari bagian atas lutut sampai bagian di bawah pusar. Hal ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, at Hakim dan Al-bukhori, begitu juga dalam surat an-Nur ayat 30.

2. Aurat wanitaBatasan aurat wanita terdapat dalam Al-Qur’an surat an-Nur

ayat 31, al ahzab:59, dan beberapa hadist yang diriwayatkan Abu dawud, at-Turmudzi dan ibnu majah bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangan.

Busana menurut bahasa adalah segala sesuatu yang menempel pada tuuh supaybuh dari ujung rambut sampai ujung kaki. Menurut istilah, busana adalah pakaian yang kita kenakan setiap hari dari ujung rambut sampai ujung kaki beserta segala perlengkapannya. Islam memperkenankan kepada setiap muslim bahkan menyuruh supaya geraknya baik, elok dipandang daqn hidupnya teratur dengan rapi untuk menikmati perhiasan dan pakaian yang telah dicipta Allah. Adapun tujuan pakaian dalam pandangan islam ada dua macam yaitu guna menutup aurat dan berhias.

Islam mengharamkan perempuan memakai pakaian yang membentuk dan tipis sehingga nampak kulitnya. Mereka dikatakan berpakaian tetapi pada hakikatnya mereka dikatakan telanjang, karena pakaian yang terlalu tipis tidak menutup auratnya.

Pakaian harus selaras dengan tata kesopanan Islam. Sedangkan pakaian menurut tata kesopanan islam yaitu terdapat sifat-sifat sebagai berikut :

1. Menutup semua badan, selain yang memang telah dikecualikan dalam Al Qur’an dan hadist yaitu wajah dan kedua telapak tangan

2. Tidak tipis dan menampakkan kulitnya.3. Bukan pakaian yang dipakai oleh laki-laki seperti celana yang

dipakai wanita di zaman sekarang ini.4. Tidak menyerupai apa yang dipakai orang yahudi, dan para

penyembah berhala5. Khusyu’ dan bersahaja baik dalam berjalannya maupun bicaranya.6. Tidak bermaksud untuk menarik perhatian orang laki-laki baik dari

bau-bauan maupun bunyi-bunyian. Karena wanita dalam jaman jahiliyah dulu kalau berjalan di depan laki-laki akan pukul-pukulkan kaki mereka agar terdengar suara gelang kakinya.

Tidak ditutupnya seluruh bagian tubuh sepertinya dianggap biasa dan sepele yaitu terbukanya bagian kaki bawah atau bagian dada karena jilbab diikatkan ke leher. Sering ditemui wanita berjilbab dengan pakaian tipis sehingga lekuk tubuh mereka terlihat dengan jelas. Padahal dituntutnya jilbab dengan syarat-syarat yang telah ditentukan sesuai dengan hukum syara’ sesungguhnya akan membawa kebaikan bagi kita sendiri baik di dunia maupun akhirat.

V. ADAB PERGAULAN PUTRA-PUTRIManusia sebagai makhluk sosial tidak mungkin hidup tanpa bergaul

dengan orang lain. Dari pergaulan tersebut akan dapat mendatangkan hal-hal yang baik dan bermanfaat, tetapi juga bisa mengarahkan kepada akibat sebaliknya. Misalnya pergaulan itu akan menyebabkan perselisihan, pelanggaran norma-norma agama dan sebagainya.

Karena manusia tercipta paling unggul dari jajaran makhluk lainnya, maka Allah selalu melengkapi dengan hukum-hukum (ketentuan) yang melekat untuk keselamatan, kesejahteraan, kemuliaan, terhadap ciptaan-Nya. Allah selalu melengkapi hukum-hukumnya melalui wahyu kepada para rasulNy, untuk menjamin kesejahteraan hidup manusia baik material maupun spiritual guna mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat.

Dalam islam termuat ketentuan-ketentuan yang menyeluruh dan tidaka dapat dipisah-pisahkan yang meliputi akidah (tata keyakinan), Syariah (tata aturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan secara langsung), akhlak (tata aturan budi pekerti termasuk pergaulan pria dan wanita).

Agar pergaulan atara pria dan wanita ini mendatangkan hal-hal yang baik dan bermanfaat maka setiap pribadi muslim harus menerapkan ajaran agama islam yang terkait dengan ajaran agama islam yang terkait dengan ajaran tentang akhlak yang mulia, berbudi pekerti atau etika dalam semua segi kehidupan termasuk dalam pergaulan pria dan wanita. Sebab kalau tidak demikian kehancuran, kerusakan akan menimpa baik pada generasi sekarang maupun yang akan datang.

Pergaulan di dalam islam dilandaskan pada beberapa surat dalam Al-Qur’an dan Hadist sebagai berikut :

1. Landasan pergaulan dalam Al Qur’ana. QS. An-Nur :30-31

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat”....

b. QS. Adz Dzariyat :49“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah”

c. QS. Al Hujaraat :13“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa supaya kamu saling mengenal...”

d. QS. AL Isra’ :32“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”

2. Landasan pergaulan dalam Al Hadista. Dari Jabir bin Abdillah : “Saya bertanya kepada Rasulullah

tentang pandangan yang tiba-tiba, maka Rasulullah menyuruh memalingkan pandangan mata saya”

b. “Pandangan itu adalah anak panah beracun dari anak panah iblis, siapa saja yang menghindarinya karena takut kepada Allah, ia akan dikaruniai Allah keimanan yang terasa manis di dalam hatinya”(H.R. Hakim)

c. “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia berduaan dengan wanita yang tidak didampingi mahromnya, sebab setan akan menjadi pihak ke tiganya (H.R. Ahmad)

Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan dari jenis laki-laki dan jenis perempuan, berbangsa-bangsa, bersuku-suku supaya saling kenal mengenal. Ajaran agama mempunyai satu fungsi yang sangat dominan dalam mengatur pergaulan pria dan wanita, untuk tidak terjadi konflik dan benturan, agar saling silaturahmi satu sama lain.

Sebagaimana kita ketahu bahwa sebagian ajaran agama islam adalah ajaran tentang akhlak mulia, berbudi pekerti atau etika yang harus diterapkan oleh para pemeluknya dalam semua aspek kehidupan termasuk cara pergaulan pria dan wanita menuju ridha Allah. Banyak teori-teori praktis dalam ilmu akhlak tentang bagaimana etika yang baik untuk pergaulan yang baik antara pria dan wanita. Pola adab pergaulan pria dan wanita sesuai ajaran islam terbagi dalam 6 aspek adab pegaulan sebagai berikut :

1. Percakapan dalam pergaulan Rasulullah telah memberikan bimbingan kepada kita dalam

pergaulan hendaklah berbicara dengan baik, tegas, mencerminkan kejujuran. Dan hindarilah berkata omong kosong (yang tidak ada manfaatnya), berbicara dengan suara kasar, suara lemah yang mengundang perhatian lawan jenis.

2. Berpakaian dalam pergaulanPakaian yang kita kenakan dalam pergaulan mencerminkan

akhlakul karimah, sesuai dengan ajaran islam. Al Qur’an telah menggariskan tata cara berpakaian bagi pria dan wanita muslimah, sehingga kita harus menghindari berpakaian tetapi seperti telanjang, jangan berpakaian untuk menarik lawan jenis.

3. Menjauhi pergaulan bebasEtika pergaulan dalam era globalisasi ini telah mengalami

perkembangan pesat karena mengikuti perkembangan zaman.

Sebaiknya para umat islam dapat menghindari pergaulan bebas karena dapat menimbulkan dampak negatif bagi pelakunya serta hindari berboncengan antara pria dan wanita yang bukan muhrim karena mengarah pada perzinahan.

4. Menjaga pandangan mataPandangan mata seseorang kepada orang lain khususnya lawan jenis, dapat memberikan gambaran mengenai apa yang sedang dipikirkan dan mengisyaratkan gejolak perasaan yang dikandungnya.

5. Rendah hatiDalam pergaulan harus didasari dengan rendah hati. Hal ini akan menghindarkan diri dari sifat-sifat sombong dan angkuh yang dilarang dalam agama karena sifat ini bisa menyisihkan orang dari pergaulan.

6. Membina rasa man dalam pergaulanDalam pergaulan harus senantiasa ditegakkan budaya saling membina rasa aman dari pembicaraan dan tangan masing-masing dari kita. Dan kita diajarkan untuk menghindari kata-kata penghinaan terhadap teman, campur tangan urusan pribadi orang lain, memotong pembicaraan orang lain, membanding-bandingkan kebaikan satu dengan yang lain, hal-hal yang merusak kebahagiaan orang lain dan mengungkit kejadian di masa lalu.