tugas mata

Upload: darklove

Post on 12-Oct-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

no

TRANSCRIPT

TUGASANATOMI, FISIOLOGI KORNEA DAN LENSA

OLEHSunaryo (61109031)

PEMBIMBING : Dr. Sukirman, Sp.M

SMF / BAGIAN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAMRUMAH SAKIT UMUM DAERAH EMBUNG FATIMAHBATAM2014KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penyusunan Tugas ini dengan judul ANATOMI, FISIOLOGI KORNEA DAN LENSA. Penyelesaian Tugas ini banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada :1. Dr. Sukirman, Sp.M selaku supervisor SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Embung Fatimah Kota Batam.2. Kedua Orang Tua saya yang selalu memotivasi sehingga penyelesaian Tugas ini bisa terselesaikan tepat waktu.3. Teman-teman sejawat yang telah banyak memberikan masukan dalam penyelesaian Tugas ini.4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Tugas ini baik secara langsung ataupun tidak langsung.Penulis sangat menyadari bahwa Tugas ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan Tugas ini. Semoga Tugas ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan tenaga kesehatan terkhusus dalam bidang Ilmu Kesehatan Mata.

Batam, Juli 2014

PenulisDAFTAR ISI Halaman

HALAMAN JUDUL... i KATA PENGANTARii DAFTAR ISIiii BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Anatomi dan Fisiologi Kornea 1 1.2. Anatomi dan Fisiologi Lensa 5 DAFTAR PUSTAKA

BAB ITINJAUAN PUSTTAKAAnatomi KorneaKornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagaitambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva ( AAO, 2008). Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 m, diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm ( Riordan-Eva, 2010).Gambar Mata

Sumber: http://www.aao.org/eyecare/anatomy/

HistologiSecara histologis, lapisan sel kornea terdiri dari lima lapisan, yaitu lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel (Riordan-Eva, 2010). Permukaan anterior kornea ditutupi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan tanpa papil. Di bawah epitel kornea terdapat membran limitans anterior (membran Bowman) yang berasal dari stroma kornea (substansi propia). Stroma kornea terdiri atas berkas serat kolagen paralel yang membentuk lamella tipis dan lapisan-lapisan fibroblas gepeng dan bercabang (Eroschenko, 2003). Permukaan posterior kornea ditutupi epitel kuboid rendah dan epitel posterior yang juga merupakan endotel kornea. Membran Descemet merupakan membran basal epitel kornea (Eroschenko, 2003) dan memiliki resistensi yang tinggi, tipis tetapi lentur sekali (Hollwich, 1993).

Perdarahan dan PersarafanKornea mendapat nutrisi dari pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aqueous, dan air mata. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama (ophthalmichus) dan nervus kranialis trigeminus (Riordan-Eva, 2010). Saraf trigeminus ini memberikan sensitivitas tinggi terhadap nyeri bila kornea disentuh (Hollwich, 1993).

Fisiologi KorneaKornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel. Kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya,kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan pada lapisan air mata tersebut.

Hal ini mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi. Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus. Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan membran Bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur (Biswell, 2010). Adapun faktor-faktor yang sering menyebabkan kelainan pada kornea adalah:1. Dry eyeKelainan ini muncul ketika lapisan air mata mengalami defisiensi sehingga tidak dapat memenuhi batas-batas kecukupan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, yang kemudian diikuti dengan keluhan subjektif. Kekurangan cairan lubrikasi fisiologis merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi mikroba pada mata (Bangun, 2009).2. Defisiensi vitamin AKelainan kornea oleh karena defisiensi vitamin A dapat menyebabkan kekeringan yang menggambarkan bercak Bitot yang warnanya seperti mutiara yang berbentuk segitiga dengan pangkal di daerah limbus. Bercak Bitot seperti ada busa di atasnya. Bercak ini tidak dibasahi oleh air mata dan akan terbentuk kembali bila dilakukan debridement. Terdapat dugaan bahwa bentuk busa ini merupakan akibat kuman Corynebacterium xerosis. Hipovitamin A ini juga dapat menyebabkan keratomalasia dan tukak kornea dimana akan terlihat kornea nekrosis dengan vaskularisasi ke dalamnya (Ilyas, 2009).3. Abnormalitas ukuran dan bentuk korneaAbnormalitas ukuran dan bentuk kornea yang terjadi adalah mikrokornea dan megalokornea. Mikrokornea adalah suatu kondisi yang tidak diketahui penyebabnya, bisa berhubungan dengan gangguan pertumbuhan kornea fetal pada bulan ke-5. Selain itu bisa juga berhubungan dengan pertumbuhan yang berlebihan dari puncak anterior optic cup yang meninggalkan sedikit ruang bagi kornea untuk berkembang. Mikrokornea bisa berhubungan dengan autosomal dominan atau resesif dengan prediksi seks yang sama, walaupun transmisi dominan lebih sering ditemukan. Megalokornea adalah suatu pembesaran segmen anterior bola mata. Penyebabnya bisa berhubungan dengan kegagalan optic cup untuk tumbuh dan anterior tip menutup yang meninggalkan ruangan besar bagi kornea untuk untuk diisi (Bangun, 2010).4. Distrofi korneaDeposit abnormal yang disertai oleh perubahan arsitektur kornea, bilateral simetrik dan herediter, tanpa sebab yang diketahui. Proses dimulai pada usia bayi 1-2 tahun dapat menetap atau berkembang lambat dan bermanisfestasi pada usia 10-20 tahun. Pada kelainan ini tajam penglihatan biasanya terganggu dan dapat disertai dengan erosi kornea (Ilyas, et al, 2002).5. Trauma korneaTrauma kornea bisa disebabkan oleh trauma tumpul, luka penetrasi atau perforasi benda asing. Kemungkinan kontaminasi jamur atau bakteri harus diingat dengan kultur untuk bakteri dan jamur diambil pada saat pemeriksaan pertama jika memungkinkan. Trauma tumpul kornea dapat menimbulkan aberasi, edema, robeknya membran Descemet dan laserasi korneoskleral di limbus (Bangun, 2010)Trauma penetrasi merupakan keadaan yang gawat untuk bola mata karena pada keadaan ini kuman akan mudah masuk ke dalam bola mata selain dapat mengakibatkan kerusakan susunan anatomik dan fungsional jaringan intraokular (Ilyas, 2009). Perforasi benda asing yang terdapat pada kornea dapat menimbulkan gejala berupa rasa pedas dan sakit pada mata. Keluhan ini mungkin terjadi akibat sudah terdapatnya keratitis atau tukak pada mata tersebut (Ilyas, 2009).Anatomi LensaLensa berasal dari lapisan ektoderm , merupakan struktur yang transparan berbentuk cakram bikonveks yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadi akomodasi. Lensa tidak memiliki suplai darah ( avaskular) atau inervasi setelah perkembangan janin dan hal ini bergantung pada aqueus humor untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya serta membuang sisa metabolismenya. Lensa terletak posterior dari iris dan anterior dari korpus vitreous. Posisinya dipertahankan oleh zonula Zinnii yang terdiri dari serat-serat yang kuat yang menyokong dan melekatkannya pada korpus siliar (gambar 1). 3,4

Gambar 1. Lensa

Gambar 2. Struktur lensaLensa terdiri dari kapsula, epitelium lensa, korteks dan nucleus (gambar 2). Lensa terus bertumbuh seiring dengan bertambahnya usia. Saat lahir, ukurannya sekitar 6,4 mm pada bidang ekuator, dan 3,5 mm anteroposterior serta memiliki berat 90 mg.3,4Pada lensa dewasa berukuran 9 mm ekuator dan 5 mm anteroposterior serta memiliki berat sekitar 255 mg. Ketebalan relatif dari korteks meningkat seiring usia. Pada saat yang sama, kelengkungan lensa juga ikut bertambah, sehingga semakin tua usia lensa memiliki kekuatan refraksi yang semakin bertambah. Namun, indeks refraksi semakin menurun juga seiring usia, hal ini mungkin dikarenakan adanya partikel-partikel protein yang tidak larut. Maka, lensa yang menua dapat menjadi lebih hiperopik atau miopik tergantung pada keseimbangan faktor-faktor yang berperan.3,4struktur lensa terdiri dari:a. KapsulaKapsula lensa memiliki sifat yang elastis, membran basalisnya yang transparan terbentuk dari kolagen tipe IV yang ditaruh di bawah oleh sel-sel epitelial. Kapsula terdiri dari substansi lensa yang dapat mengkerut selama perubahan akomodatif.Lapis terluar dari kapsula lensa adalah lamela zonularis yang berperan dalam melekatnya serat-serat zonula. Kapsul lensa tertebal pada bagian anterior dan posterior preekuatorial dan tertipis pada daerah kutub posterior sentral di mana memiliki ketipisan sekitar 2-4 mKapsul lensa anterior lebih tebal dari kapsul posterior dan terus meningkat ketebalannya selama kehidupan. Pinggir lateral lensa disebut ekuator , yaitu bagian yang dibentuk oleh gabungan capsule anterior dan posterior yang merupakan insersi dari zonula.b. Serat zonulaLensa disokong oleh serat-serat zonular yang berasal dari lamina basalis dari epitelium non-pigmentosa pars plana dan pars plikata korpus siliar. Serat-serat zonula ini memasuki kapsula lensa pada regio ekuatorial secara kontinu. Seiring usia, serat-serat zonula ekuatorial ini beregresi, meninggalkan lapis anterior dan posterior yang tampak sebagai bentuk segitiga pada potongan melintang dari cincin zonulac. Epitel LensaTerletak tepat di belakang kapsula anterior lensa. Terdiri dari sel-sel epithelial yang mengandung banyak organel sehingga Sel-sel ini secara metabolik ia aktif dan dapat melakukan semua aktivitas sel normal termasuk biosintesis DNA, RNA, protein dan lipid . sehingga dapat menghasilkan ATP untuk memenuhi kebutuhan energi dari lensa.Sel epitel akan menggalami perubahan morfologis ketika sel-sel epitelial memanjang membentuk sel serat lensa. yang sering disertai dengan peningkatan masa protein dan pada waktu yang sama, sel-sel kehilangan organel-organelnya, termasuk inti sel, mitokondria, dan ribosom. Hilangnya organel-organel ini sangat menguntungkan, karena cahaya dapat melalui lensa tanpa tersebar atau terserap oleh organel-organel ini. Tetapi dengan hilangnya organel maka fungsi metabolikpun akan hilang sehingga serat lensa bergantung pada energi yang dihasilkan oleh proses glikolisis Ket :- CZ : sentral lensa- PZ: preequator- EZ : equator

Gambar 3. Penampang melintang lensa

d. Korteks dan Nukleus Tidak ada sel yang hilang dari lensa sebagaimana serat-serat baru diletakkan, sel-sel ini akan memadat dan merapat kepada serat yang baru saja dibentuk dengan lapisan tertua menjadi bagian yang paling tengah. Bagian tertua dari ini adalah nukleus fetal dan embrional yang dihasilkan selama kehidupan embrional dan terdapat pada bagian tengah lensa. Bagian terluar dari serat adalah yang pertama kali terbentuk dan membentuk korteks dari lensa.Fisiologi Lensa1. LENSA SEBAGAI MEDIA REFRAKSILensa dapat merefraksikan cahaya karena indeks refraksinya, secara normal sekitar 1,4 pada bagian tengah dan 1,36 pada bagian perifer yang berbeda dari aqueous humor dan vitreous yang mengelilinginya. Pada keadaan tidak berakomodasi, lensa memberikan kontribusi 15-20 dioptri (D) dari sekitar 60 D seluruh kekuatan refraksi bola mata manusia. Sisanya, sekitar 40 D kekuatan refraksinya diberikan oleh udara dan kornea.3,42. AKOMODASI LENSAKemampuan mata untuk melihat jauh dan dekat dipengaruhi oleh kelenturan lensa , kontraksi otot otot siliaris dan ketegangan zonula zinnii.3,4

Gambar 4. Akomodasi lensaMetabolisme Lensa Normal1. Transparansi lensaTransparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation ( Na, K).kedua kation ini berasal dari humor aqueus dan vitreus. Kadar kalium dibagian anterior lebih tinggi dibandingkan posterior sedangkan Kadar natrium lebih tinggi di posterior. Ion K bergerak kebagian posterior dan keluar ke humour aqueus , dan ion Na bergerak keantreior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na- K ATPase.Transport aktif asam-asam amino mengambil tempat pada epitel lensa dengan mekanisme tergantung pada gradien natrium yang dibawa oleh pompa natrium. Aspek fisiologi terpenting dari lensa adalah mekanisme yang mengatur keseimbangan air dan elektrolit lensa yang sangat penting untuk menjaga kejernihan lensa. Karena kejernihan lensa sangat tergantung pada komponen struktural dan makromolekular, gangguan dari hidrasi lensa dapat menyebabkan kekeruhan lensa. Telah ditentukan bahwa gangguan keseimbangan air dan elektrolit sering terjadi pada katarak kortikal, dimana kadar air meningkat secara bermakna.Lensa manusia normal mengandung sekitar 66% air dan 33% protein dan perubahan ini terjadi sedikit demi sedikit dengan bertambahnya usia. Korteks lensa menjadi lebih terhidrasi daripada nukleus lensa. Sekitar 5% volume lensa adalah air yang ditemukan diantara serat-serat lensa di ruang ekstraselular. Konsentrasi natrium dalam lensa dipertahankan pada 20mM dan konsentrasi kalium sekitar 120 mM.5 2. Epitelium Lensa sebagai Tempat Transport Aktif Lensa bersifat dehidrasi dan memiliki kadar ion kalium (K+) dan asam amino yang lebih tinggi dari aqueous dan vitreus di sekelilingnya. Sebaliknya, lensa mengandung kadar ion natrium (Na+) ion klorida (Cl-) dan air yang lebih sedikit dari lingkungan sekitarnya. Keseimbangan kation antara di dalam dan di luar lensa adalah hasil dari kemampuan permeabilitas membran sel-sel lensa dan aktifitas dari pompa (Na+, K+-ATPase) yang terdapat pada membran sel dari epitelium lensa dan setiap serat lensa. Fungsi pompa natrium bekerja dengan cara memompa ion natrium keluar dari dan menarik ion kalium ke dalam. Mekanisme ini tergantung dari pemecahan ATP dan diatur oleh enzim Na+, K+-ATPase. Keseimbangan ini mudah sekali terganggu oleh inhibitor spesifik ATPase ouabain. Inhibisi dari Na+, K+-ATPase akan menyebabkan hilangnya keseimbangan kation dan meningkatnya kadar air dalam lensa.pada perkembangan katarak kortikal beberapa studi telah menunjukkan bahwa terjadi penurunan aktifitas Na+, K+-ATPase, sedangkan yang lainnya tidak menunjukkan perubahan apa pun. Dan studi-studi lain telah memperkirakan bahwa permeabilitas membran meningkat seiring dengan perkembangan katarak53. Peranan KalsiumMembran sel lensa juga secara relatif tidak permeabel terhadap kalsium. Hilangnya homeostasis kalsium akan sangat mengganggu metabolisme lensa. Peningkatan kadar kalsium dapat berakibat pada beberapa perubahan meliputi ; tertekannya metabolisme glukosa, pembentukan agregat protein dengan berat molekul tinggi dan aktivasi protease yang destruktif, glukosa memasuki lensa melalui sebuah proses difusi terfasilitasi yang tidak secara langsung terhubung oleh sistem transport aktif. Hasil buangan metabolisme meninggalkan lensa melalui difusi sederhana. Berbagai macam substansi seperti asam askorbat, myo-inositol dan kolin memiliki mekanisme transport yang khusus pada lensa.5

DAFTAR PUSTAKA

1. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology 4th ed. New Delhi: New Age International Publishers; 2007. p.93-1032. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology 16th Edition. New York: McGraw-Hill; 2007. p.105-203. Kanski JJ. Clinical ophthalmology: a systematic approach 7th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. P. 270-93.4. Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata. Jakarta : Departemen Ilmu Kesehatan Mata FKUI-RSCM; 2011. Halaman 74-76.5. Collins N, Mizuiri D, Ravetto J, Lum FC. Cataract in the adult eye. San Fransisco : American Academy of Ophthalmology; 2011. Page 4-6.6. Guyton dan Hall. Buku ajar fisiologi, edisi ke-10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002. hal: 779-825.7. Harper, A et all. Lensa. Oftalmologi Umum. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010. Hal: 169-177