tugas konvensi dan praktik di indonesia

27
KONVENSI DAN KONSTITUSI DALAM PRAKTIK KETATANEGARAAN DI INDONESIA MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Dan Teori Konstitusi Pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Dosen Pengampu: Dr. I Gusti Ayu Ketut RH., SH., MM Oleh: HENDRA SETYADI KURNIA PUTRA NIM. S311408007

Upload: umshendra

Post on 08-Nov-2015

92 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Daftar Isi

PAGE

KONVENSI DAN KONSTITUSI DALAM PRAKTIK KETATANEGARAAN DI INDONESIAMAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Hukum Dan Teori Konstitusi Pada Program Studi Magister Ilmu Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dosen Pengampu: Dr. I Gusti Ayu Ketut RH., SH., MMOleh:

HENDRA SETYADI KURNIA PUTRA

NIM. S311408007PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2014

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbilalamin, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang mana atas limpahan, rahmat dan karunia-Nya sehingga tugas Makalah yang berjudul: Konvensi dan Konstitusi Dalam Praktik Ketatanegaraan di Indonesia dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa Makalah ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bimbingan, dorongan, dan bantuan dari beberapa pihak baik dalam bentuk materi maupun non materi.Dalam penulisan Makalah ini penulis senantiasa dihadapkan berbagai kesulitan dan hambatan. Oleh karena itu, perkenangkanlah penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. I Gusti Ayu Ketut RH., SH., MM selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Dan Teori Konstitusi, yang telah membimbing penulis dalam memahami materi pada khususnya.

Harapan penulis semoga Makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk maupun isi Makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Oleh kerena itu penulis berharap kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Artikel ini.Surakarta, 02 November 2014Penulis,Hendra Setyadi K PKONVENSI DAN KONSTITUSI DALAM PRAKTIK KETATANEGARAAN DI INDONESIA

Oleh : Hendra Setyadi KP

ABSTRAK

Kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia selain dilaksanakan dalam kaidah-kaidah hukum tertulis (UUD), juga memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang tidak tertulis. Kaidah hukum yang tidak tertulis ini tumbuh dan berkembang berdampingan bersamaan dengan kaidah-kaidah hukum yang tertulis. Konvensi diperlukan untuk menjaring kemajuan zaman. Negara Indonesia merupakan negara demokrasi maka perlu adanya suatu Konvensi dalam perjalanan ketatanegaraan.

Konvensi ketatanegaraan dapat diartikan sebagai segenap kebiasaan atau tindakan ketatanegaraan yang bersifat mendasar (dengan materi muatan konstitusi), yang dilakukan dalam penyelenggaraan negara, baik yang belum diatur maupun yang mungkin menyimpang dari UUD (konstitusi) dan peraturan ketatanegaraan lain, dengan maksud untuk melengkapi atatu memperbaiki ketentuan-ketentuan ketatanegaraan.Fungsi konvensi ketatanegaraan dalam penyelengaraan negara dapat berupa: melengkapi/menambah atau mengurangi makna, serta mendinamisasi pelaksanaan undang-undang dasar; mengisi kekosongan aturan-aturan ketatanegaraan lainnya; mengefektifkan peran dan fungsi lembaga-lembaga Negara sesuai dengan kebutuhan perkembangan; dan memperlancar jalannya roda penyelenggaraan negara.Kendala utama dalam menerapkan konvensi ketatanegaraan adalah tidak adanya sanksi yang mewajibkan lembaga-lembaga/pejabat negara untuk senantiasa metuhi kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan yang berlaku. Pelanggaran terhadap konvensi ketatanegaraan tidak dapat dipaksakan oleh atau melalui pengadilan. Oleh karena itu sering disebut lex imperfecta, yaitu hukum yang tidak mempunyai sanksi.________________________________________Kata Kunci : Konvensi, konstitusi, Negara Indonesia

BAB I

PENDAHULUANA. Latar Belakang MasalahPada penjelasan umum Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas dinyatakan bahwa Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dasar hukum Negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertilis, sedangkan di samping undang-undang itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan Negara, meskipun tidak tertulis

Menurut Savornin Lohman, sebagaimana dikutip oleh Solly Lubis, konstitusi-konstitusi dalam arti Undang-Undang Dasar sekarang ini mengandung tiga unsur yang dapat ditemukan di dalamnya, yaitu :

1. Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak sosial), sehingga menurut pengertian ini, konstitusi-konstitusi yang ada adalah hasil atau konklusi dari kesepakatan masyarakat untuk membina Negara dan pemerintahan yang akan mengatur mereka.2. Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia berarti perlindungan dan jaminan atas hak-hak manusia dan warga Negara yang sekaligus penentuan batas-batas hak dan kewajiban baik warganya maupun alat alat pemerintahannya.3. Sebagai Forma Regiminis, berarti sebagai kerangka bangunan pemerintahan, dengan kata lain sebagai gambaran struktur pemerintahan Negara.Mengenai hal itu, Sri Soemantri mengemukakan bahwa pada umumnya undang-undang dasar atau konstitusi sekarang ini berisi tiga hal pokok yaitu :

1. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga Negara;2. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental;3. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.Indonesia merupakan Negara yang demokrasi, tentunya aturan-aturan ketatanegaraan sangat kompleks. Dengan demikian untuk dapat menjalankan roda pemerintahan secara baik, akan sulit untuk dicapai jika hanya berdasarkan UUD NRI 1945 yang sangat terbatas sebagai norma dasar ketatanegaraan. Maka untuk itu diperlukan pedoman lain berupa kebiasaan ketataengaraan, yang telah dilakukan sebagai pendamping norma hukum dasar yang tertulis.

Berkaitan dengan penyelenggaraan Negara, tentang penjelasan umum Undang-Undang Dasar 1945 yang ditulis di atas maka dapat dipahami bahwa suatu realitas konstitusional, maka kehadiran Konvensi ini sendiri adalah sebagai kelengkapan bagi konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945 dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan dan perkembangan zaman. hampir semua Negara-negara modern di dunia di samping mempunyai konstitusi (UUD yang tertulis) terdapat juga dengan apa yang disebut sebagai Konvensi. Konvensi selalu ada pada setiap sistem ketatanegaraan, terutama pada negara demokrasi.

Sebelum mengkaji konvensi dalam ketatanegaraan Negara Indonesia lebih jauh, kiranya penulis ingin menguraikan terlebih dahulu apa itu Konvensi. A.K. Pringgodigdo mengemukakan, bahwa convention adalah kelaziman-kelaziman yang timbul dalam praktek hidup. Sedangkan Bagir Manan mengemukakan, bahwa konvensi atau hukum kebiasaan ketatanegaraan adalah hukum yang tumbuh dalam praktek penyelenggaraan Negara untuk melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan (mendinamisasi) kaidah-kaidah hukum perundang-undangan atau hukum adat ketatanegaraan.

Konvensi ketatanegaraan harus mempunyai ciri-ciri yaitu:

1. Konvensi itu berkenaan dalam hal-hal bidang ketatanegaraan.

2. Konvensi tumbuh, diikuti, berlaku dan dihormati dalam praktik penyelenggaraan Negara.

3. Konvensi sebagai bagian dari konstitusi, apabila terhadap pelanggaran olehnya tidak dapat diadili oleh badan pengadilan.

Terkait dengan konvensi ketatanegaraan, kandungan makna konstitusi dianggap mencakup pula pengertian-pengertian yang sama sekali tidak tercantum dalam naskah undang-undang dasar. Adanya konvensi ketatanegaraan pada hakikatnya menyebabkan teks UUD mengalami perubahan, baik melalui penambahan atau pun pengurangan norma konstitusi tertentu sebagaimana mestinya. Karena itu, k onvensi ketatanegaraan atau the convention of the constitution dapat dipandang juga sebagai salah satu metode perubahan konstitusi dalam praktik.

Adapun contoh-contoh konvensi ketatanegaraan (Convention Of The Constitution) dalam kehidupan ketatanegaraan yang diterima dan ditaati walaupun ia bukan hukum (Law) dalam arti sebenarnya yaitu meliputi:

1. Raja harus mensahkan setiap rencana undang-undang yang telah disetujui oleh kedua majelis dalam parlemen.

2. Majelis tinggi tidak akan mengajukan sesuatu rencana undang-undang keuangan (Money bill).

3. Mentri-mentri meletakkan jabatan apabila mereka tidak mendapat kepercayaan dari majelis rendah.

Dari ketentuan-ketentuan serta uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa konvensi itu berkembang karena kebutuhan dalam prektik penyelenggaraan Negara. Konvensi dapat terjadi suatu praktik berulang-ulang yang tumbuh menjadi kewajiban yang harus ditaati oleh para penyelenggara Negara. Penyelenggara Negara itu adalah alat-alat perlengkapan Negara atau lembaga-lembaga Negara. B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hubungan konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945 dengan konvensi ketatanegaraan di Indonesia?2. Bagaimana Undang-Undang Dasar 1945 mengakomodasi konvensi dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia ?C. Tujuan Penulisan1. Untuk mengetahui bagaimana hubungan konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945 dengan konvensi ketatanegaraan di Indonesia.2. Untuk mengetahui sejauh mana Undang-Undang Dasar 1945 mengakomodasi konvensi dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia.D. Manfaat Penulisan1. Manfaat Teoritisa) Bagi penulis lain diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk membuat makalah selanjutnya, khusudnya mengenai Konvensi dan Konstitusi di Indonesia.

b) Bagi para pemegang roda pemerintahan beserta masyarakat untuk tetap mempertahankan konvensi ketatanegaraan selama tidak bertentangan dengan dasar negara kita, serta UUD NRI 1945.2. Manfaat Praktisa) Bagi penulis dapat menjadi tambahan pengetahuan dan wawasan khususnya mengenai Konvensi dan Konstitusi di Indonesia.b) Bagi pemerintah dan masyarakat kiranya dapat mengetahui tentang konvensi ketatanegaraan. Agar terwujud sebuah kestabilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Konstitusi

Secara bahasa, konstitusi berasal dari kata Constiture (Prancis), Constitution (Inggris), Constitutie (Belanda) yang artinya membentuk, menyusun, menyatakan. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksud adalah pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan aturan suatu negara. Dalam ilmu politik, konstitusi merupakan sesuatu yang bersifat luas yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Sedangkan dalam arti sempit, konstitusi adalah hukum dasar tertulis (Undang-undang Dasar).Beberapa pendapat ahli hukum mengenai persamaan dan perbedaan konstitusi dan UUD adalah sebagai berikut :1. L. J. Van Apeldoorn

Menurut L. J. Van Apeldoorn, konstitusi dan UUD itu berbeda, konstitusi memuat peraturan tertulis dan peraturan tidak tertulis. Sedangkan UUD adalah bagian tertulis dari konstitusi.2. Sri SumantriMenurut Sri Sumantri, bahwa keduanya sama, sesuai dengan praktik ketatanegaraan di beberapa negara termasuk Indonesia.Sovernin Lohman mengemukakan, bahwa konstitusi meliputi tiga unsur, yaitu:

1. Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak sosial), artinya konstitusi merupakan hasil dari kesepakatan masyarakat untuk membina negara dan pemerintah.2. Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia dan warga negara sekaligus penentu batas-batas hak dan kewajiban warga negara dan alat-alat pemerintahannya.3. Konstitusi sebagai kerangka bangunan pemerintahan.Dari beberapa penjelasan di atas, dapat dirumuskan konstitusi adalah sebagai berikut:

1. Suatu kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan kekuasaan kepada para penguasa.

2. Suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus petugasnya dari suatu sistem politik.

3. Suatu diskripsi yang menyangkut masalah hak asasi manusia.B. Pengertian dan Ciri-Ciri Konvensi Ketatanegaraan

Istilah konvensi berasal dari bahasa Inggris convention. Secara akademis seringkali istilah convention digabungkan dengan perkataan constitution atau contitusional seperti convention of the constitution. Dicey seorang sarjana Inggris yang mula-mula mempergunakan istilah konvensi sebagai ketentuan ketatanegaraan, menyatakan bahwa Hukum Tata Negara (Constitutional Law) yang terdiri atas dua bagian, yaitu:

a. Hukum Konstitusi (The Law of The Constitution) yang terdiri dari : Undang-undang tentang Hukum Tata Negara (Statuta Law) Common Law, yang berasal dari keputusan-keputusan Hakim (judge-made maxims) dan ketentuan-ketentuan dari kebiasaan serta adat temurun (tradisional)b. Konvensi-konvensi ketatanegaraan (Conventions of the Constitution) yang berlaku dan dihormati dalam kehidupan ketatanegaraan, walaupun tak dapat dipaksakan oleh pengadilan apabila terjadi pelanggaran terhadapnya.Oleh karena itu AV. Dicey mengemukakan : Konvensi adalah ketentuan yang mengenai bagaimana seharusnya mahkota atau menteri melaksanakan Discretionary Plowers . Dicretionary Plowers adalah kekuasaan untuk bertindak atau tidak bertindak yang semata-mata didasarkan kebijaksanaan atau pertimbangan dari pemegang kekuasaan itu sendiri. Hal diatas yang mula-mula mengemukakan yaitu Dicey dikalangan sarjana di Inggris pendapat tersebut dapat diterima.

Lebih lanjut beliau memperinci konvensi ketatanegaraan merupakan hal hal sebagai berikut :

a. Konvensi adalah bagian dari kaidah ketatanegaraan (konstitusi) yang tumbuh, diikuti dan ditaati dalam praktek penyelenggaraan negara.b. Konvensi sebagai bagian dari konstitusi tidak dapat dipaksakan oleh (melalui) pengadilan.c. Konvensi ditaati semata mata didorong oleh tuntutan etika, akhlak atau politik dalam penyelenggaraan negara.d. Konvensi adalah ketentuan ketentuan mengenai bagaimana seharusnya ( sebaliknya ) discretionary plowers dilaksanakan.Berkaitan dengan Konvensi ini, pada penjelasan umum Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas dinyatakan bahwa Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dasar hukum Negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertilis, sedangkan di samping undang-undang itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan Negara, meskipun tidak tertulis

Dari uraian diatas jelas diketahui bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sangat-sangat bersifat supel dan simpel, sehingga untuk menjaring kemajuan zaman maka diperlukan adanya konvensi yang beriringan dengan UUD 1945 keberlakuannya, dan tidak bertentangan serta ditaati oleh bangsa.BAB III

PEMBAHASANA. Hubungan konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945 dengan konvensi ketatanegaraan di Indonesia.

Penjelasan umum UUD NRI 1945 secara tegas menyatakan bahwa ; Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukum dasar negara itu. Undang-Undang Dasar adalah hukum dasar yang tertulis, sedangkan disamping undang-undang itu berlaku juga hukum dasar yang tak tertulis, ialah aturan-aturan dasar itu yang timbul dan terpelihara dalam prktik penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis.Menggaris bawahi penjelasan umum UUD NRI 1945 tersebut dapat disimpulkan bahwa kehidupan ketatanegaraan Republik indonesia selain dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah hukum tertulis (UUD), juga memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang tak tertulis kaidah-kaidah hukum yang tidak tertulis itu tumbuh dan berkembang berdampingan secara paralel dengan kaidah-kaidah hukum yang tertulis.

Di atas telah disinggung UUD NRI 1945 mengakomodasikan adanya hukum-hukum dasar yang tak tertulis yang timbul dan terpelihara dalam praktik ketatanegaraan yang dinamakan konvensi. Hal ini tentunya tak lepas dari pandangan modern para penyusun UUD NRI 1945 yang melihat hukum konstitusi dalam pengertian yang luas, yang mencakup baik hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis.Disamping itu, keterikatan UUD 1945 pada konvensi dikarenakan sifat UUD NRI 1945 itu sendiri sebagai singkat dan supel UUD 1945 hanya memuat 37 pasal. Dalam kaitan inilah penjelasan UUD NRI 1945 mengemukakan : kita harus senantiasa ingat kepada dinamika kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Masyarakat dan negara Indonesia tumbuh, zaman berubah, terutama pada zaman revolusi lahir batin sekarang ini. Oleh karena itu, kita harus hidup dinamis, dan melihat segala gerak gerik kehidupan masyarakat dan negara Indonesia..Dari bunyi penjelasan tersebut maka, dalam rangka menampung dinamika tersebut dan melengkapi hukum tertulis yaitu UUD NRI 1945 yang singkat, maka kiranya konvensi merupakan salah satu alternatif rasional yang harus dan dapat diterima secara konstitusional dalam praktik penyelenggaraan negara Indonesia, maka sesuai dengan amanat UUD NRI 1945 kiranya tidak berlebihan apabila melalui konvensi-konvensi diharapkan dinamika kehidupan masyarakat Indonesia yang sedang membangun dan berkembang kearah masyarakat modern dapat tertampung.Dari pikiran-pikiran yang dipaparkan diatas dapat diketahui bagaimana peranan konvensi dalam praktik penyelenggaraan negara. Kehadiran konvensi bukan untuk mengubah UUD NRI 1945. Oleh karena itu, konvensi tidak boleh bertentangan dengan UUD NRI 1945, konvensi berperan sebagai partnership memperkokoh kehidupan ketatanegaraan Indonesia dibawah sistem UUD NRI 1945, Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia yaitu sejak ditetapkan UUD NRI 1945 pada 18 Agustus 1945, Tercatat adanya beberapa konvensi dalam praktik penyelenggaraan negara.Dalam kurun waktu kedua berlakunya kembali UUD 1945, yaitu sejak Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, sejarah ketatanegaraan Indonesia juga mencatat adanya konvensi-konvensi yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara. Seperti kita ketahui, pada periode Orde Lama, setiap tanggal 17 Agustus Presiden Republik Indonesia mempunyai kebiasaan untuk berpidato dalam suatu rapat umum yang mempunyai kualifikasi tertentu, seperi rapat raksasa, rapat samodra dan lainny. Dalam pidato itu dikemukakan hal-hal di bidang ketatanegaraan. Namun dibawah Orde Baru kebiasaan diatas telah ditinggalkan, sebagai gantinya pada setiap tanggal 16 Agustus Presiden Republik Indonesia menyampaikan Pidato kenagaraan dihadapan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat.Sebagaimana telah kita ketahui bahwa di bawah pemerintahan Orde Baru telah diikrarkan tekad untuk melaksanakan UUD NRI 1945 secara murni dan konsekuen. Hal ini berarti juga UUD NRI 1945 harus dilestarikan. Upaya pelestarian ditempuh antara lain dengan cara tidak memperkenankan UUD NRI 1945 diubah. Untuk keperluan telah ditempuh upaya hukum antara lain :1. Melalui TAP No. I/ MPR/ 1983, Pasal 104; Majelis berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan terhadapnya serta akan melaksanakannya secara murni dan konsekuen.2. Diperkenalkannya Referendum dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia lewat TAP No.IV/MPR/1983Persoalan yang muncul ialah disatu pihak secara formal UUD NRI 1945 harus dilestarikan dan diperhatankan dengan tidak mengubah kaidah kaidah yang tertulis dalam UUD 1945 itu sendiri. Di pihak lain diakui, bahwa UUD NRI 1945 seperti yang terdapat dalam penjelasan : Memang sifat aturan itu singkat. Oleh karena itu, makin supel ( elastis ) sifat aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjaga supaya sistem Undang-Undang Dasar jangan sampai ketinggalan zaman. Menghadapi kedua prinsip ini, jalan yang harus ditempuh adalah mengatur cara melaksanakan UUD 1945. Salah satu bentuk ketentuan yang mengatur cara melaksanakan UUD 1945 adalah konvensi. Disinilah arti dinamik dari gagasan melestarikan UUD 1945, artinya mempertahankan agar UUD 1945 mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Maka pada periode Orde Baru sejak 1966 terdapat beberapa praktik ketatanegaraan yang dapat dipandang sebagai konvensi yang sifatnya melengkapi dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.B. Undang-Undang Dasar 1945 (Konstitusi) mengakomodasi konvensi dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia.

Konvensi ketatanegaraan merupakan salah satu hukum tidak tertulis yang mengatur tentang cara-cara pemegang kekuasasan menjalankan kekuasaaan, tetapi tidak tergolom kaidah hukum karena penataan penataan terhadap konvensi ketatanegaraan tidak dapat dituntut dan ditegaklan atau dipaksakan melalui pengadilan.

Peranan hukum tidak tertulis dalam hukum tata pemerintahan adalah bagaimana suatu ketaatan terhadap konvensi ketatanegaraan dapat tercipta dengan cara kesukarelaan atau karena dorongan etika atau akhlak atas dasar keyakinan, mentaati konvensi sebagai suatu kewajiban yang timbul dari tuntutan politik dalam penyelenggaraan pemerintahan atau konvensi sering disebut sebagai etika ketatanegaraan atau akhlak ketatanegaraan (constitutional ethics atau constitutional morality). Dalam praktik ketatanegaraan di indonesia misalnya terdapat beberapa contoh konvensi ketatanegaraan yang ditaati antara lain adalah yang pertama yaitu:

1. Pidato presiden setiap tanggal 16 agustus didepan sidang paripurna DPR Pidato presiden setiap tanggal 16 Agustus didepan sidang paripurna DPR. Disatu pihak memberi laporan pelaksanaan tugas pemerintah dalam tahun anggaran yang lewat, dan di lain pihak mengandung arah kebijaksanaan tahun mendatang.

Secara konstitusional tidak ada ketentuan yang mewajibkan presiden yang menyampaikan pidato resmi tahunan semacam itu di hadapan sidang Paripurna DPR. Karena presiden tidak tergantung DPR dan tidak bertanggung jawab pada DPR, melainkan presiden bertanggung jawab kepada MPR. Kebiasaan ini tumbuh sejak Orde Baru.2. Pengesahan rancangan undang-undang yang telah disetujui oleh DPR. Secara konstitusional presiden sebenarnya mempunyai hak untuk menolak mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui DPR, sebagaimana diisyaratkan oleh pasal 21 ayat 2 UUD 1945 tetapi dalam praktik presiden belum pernah menggunakan wewenang konstitusional tersebut, presiden selalu mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui oleh DPR, meskipun rancangan undang-undang itu telah mengalami berbagai pembahasan dan amandemen DPR.Rancangan Undang-Undang kebanyakan berasal dari pemerintah (presiden) sebagaimana ketentuan yang terdapat dalam pasal 5 ayat1 UUD 1945. Dalam pembahasan RUU tersebut kedudukan DPR merupakan partner dari presiden c.q. pemerintah. Maka pengesahan rancangan Undang-Undang oleh presiden sangat dimungkinkan karena RUU tersebut akhirnya merupakan kesepakatan antara DPR dengan pemerintah.3. Pada setiap minggu pertama bulan januari, Presiden Republik Indonesia selalu menyampaikan penjelasan terhadap rancangan Undang-Undang tentang Anggaran pendapatan dan Belanja Negara di hadapan DPR.

Perbuatan presiden tersebut termasuk dalam konvensi. Hal ini tidak diatur dalam UUD 1945, dalam pasal 23 ayat 1 UUD 1945 hanya disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun lalu .

Penjelasan oleh presiden mengenai RUU tentang APBN di depan DPR yang sekaligus juga diketahui rakyat sangat penting, karena keuangan negara menyangkut salah satu hak dan kewajiban rakyat yang sangat pokok. Betapa caranya rakyat sebagai bangsa akan hidup dan dari mana didapatnya belanja buat hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri dengan perantaraan Dewan Perwakilan Rakyat, demikian penjelasan UUD 1945.Demikian beberapa contoh adanya konvensi dalam praktik ketatanegaraan Indonesia.BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan1. Dari ketentuan-ketentuan tersebut diatas dapat diketahui bahwa konvensi itu berkembang karena kebutuhan dalam praktik penyelenggaraan negara. Konvensi dapat terjadi melalui suatu praktik berulang-ulang yang tumbuh menjadi kewajiban yang harus ditaati para penyelenggara negara. Penyelenggaraan negara itu adalah alat-alat perlengkapan negara atau lembaga-lembaga negara. Dalam UUD 1945 sudah cukup jelas ketentuan-ketentuan yang mengatur lembaga-lembaga.2. UUD NRI 1945 mengakomodasikan adanya hukum-hukum dasar yang tak tertulis yang timbul dan terpelihara dalam praktik ketatanegaraan yang dinamakan konvensi. Hal ini tentunya tak lepas dari pandangan modern para penyusun UUD NRI 1945 yang melihat hukum konstitusi dalam pengertian yang luas, yang mencakup baik hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis.3. Dalam realita konstitusional, maka kehadiran konvensi merupakan kelengkapan bagi konstitusi atau UUD NRI 1945 dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan dan perkembangan zaman.4. pembentukan UUD 1945 di dalam menysun UUD 1945secara singkat dan supel karena didasari pola pikir bahwa :a. Telah cukup jikalau UUD hanya memuat aturan-aturan pokok , hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara. Sedangkan aturan-aturan pokok itu pelaksanaannya diserahkan kepada peraturan perundangan lainnya dalam hal ini termasuk juga kemungkinan munculnya konvensi dalam praktek ketatanegaraan.b. kita harus senantiasa ingat kepada dinamika kehidupan masyarakat dan negara Indonesia tumbuh, zaman berubah oleh karena itu , kita harus hidup secara dinamis.c. kita harus menjaga supaya sistem UUD 1945 jangan samapai ketinggalan zaman. hal yang paling penting ialah semangat, semangat pada penyelenggara negara.B. SaranBerkaitan dengan praktik adanya konvensi dalam ketatanegaraan ini menurut saya, kelemahan dalam menerapkan konvensi ketatanegaraan adalah tidak adanya sangsi yang mewajibkan lembaga-lembaga/pejabat Negara untuk senantiasa mematuhi kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan yang berlaku tersebut. Pelanggaran terhadap konvensi ketatanegaraan tidak dapat dipaksakan oleh atau melalui pengadilan. Sifat demikian menurut saya akan menjadi suatu hal yang tidak elok jika ternyata terdapat pelanggaran didalamnya, serta tidak adanya kepastian hukum inilah yang pada akhirnya akan menimbulkan konflik kebiasaan.

Oleh karena itu harapan saya kepada pembuat kebijakan bukan tidak mungkin untuk menambahkan penerapan sanksi terhadap konvensi yang bersifat menyimpang. Supaya terdapat kepastian hukum.DAFTAR PUSTAKA1. Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Nimatul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, 20132. Sri Janti dkk, Pendidikan Kewarganegaraan untuk mahasiswa, Yogyakarta: Graha Ilmu, 20063. A. Ubaidillah, dkk.,Pendidikan Kewargaan Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani, Jakarta: IAIN Jakarta Press4. K. Rumokoy Nike, Peranan Konvensi Ketatanegaraan dalam Pengembangan Hukum Tata Negara Indonesia, Vol. XVIII/No.4/MeiAgustus/2010, http://repo.unsrat.ac.id/50/1/Hal_11-22.pdf , Diunduh: 10 November 20145. Artina F, makalah, Konvensi Ketatanegaraan Sebagai Salah Satu Sarana Perubahan UUD NRI 1945, 2013, http://fitriahartina011.blogspot.com/2013/03/konvensi-ketatanegaraan-sebagai-salah.html Diunduh: 10 November 20146. Jimly Asshiddiqie, makalah Kemungkinan Perubahan Kelima UUD 1945 http://www.jimly.com/makalah/namafile/89/PERUBAHAN_KELIMA_UUD_Menko_Polkam.pdf, Diunduh: 10 November 20147. Muhammad Alamsyah, Makalah, Ketatanegaraan https://www.academia.edu/5034342/KETATANEGARAAN Diunduh: 11 November 2013

8. Undang-Undang Dasar Tahun 19459. Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar Tahun 1945

10. TAP No. I/ MPR/ 1983 Dahlan,Jazim,Nimatul, 2013, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, hlm.123

K. Rumokoy Nike, Peranan Konvensi Ketatanegaraan dalam Pengembangan Hukum Tata Negara Indonesia, Vol. XVIII/No.4/MeiAgustus/2010, http://repo.unsrat.ac.id/50/1/Hal_11-22.pdf , Diunduh: 10 November 2014

Ibid

Artina F, 2013, Konvensi Ketatanegaraan Sebagai Salah Satu Sarana Perubahan UUD NRI 1945, HYPERLINK "http://fitriahartina011.blogspot.com/2013/03/konvensi-ketatanegaraan-sebagai-salah.html" http://fitriahartina011.blogspot.com/2013/03/konvensi-ketatanegaraan-sebagai-salah.html Diunduh: 10 November 2014

Dahlan,Jazim,Nimatul, Op.Cit, hlm.124

Artina F, Op.Cit

Dahlan,Jazim,Nimatul, Op.Cit, hlm.122

Jimly Asshiddiqie, makalah Kemungkinan Perubahan Kelima UUD 1945 http://www.jimly.com/makalah/namafile/89/PERUBAHAN_KELIMA_UUD_Menko_Polkam.pdf

Hlm.1, Diunduh: 10 November 2014

Dahlan,Jazim,Nimatul, Op.Cit, hlm.122

Ibid

Sri Janti dkk, 2006, Pendidikan Kewarganegaraan untuk mahasiswa, Yogyakarta: Graha Ilmu, hlm.83

A. Ubaidillah, dkk.,Pendidikan Kewargaan Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani, Jakarta: IAIN Jakarta Press, hlm.82.

Dahlan,Jazim,Nimatul, Op.Cit, hlm.121

Alamsyah. M, Ketatanegaraan HYPERLINK "https://www.academia.edu/5034342/KETATANEGARAAN" https://www.academia.edu/5034342/KETATANEGARAAN Diunduh: 11 November 2013

Ibid

Penjelasan Umum UUD NRI Tahun 1945