tugas infertil new

95
BAB I PENDHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia kedokteran. Namun sampai saat ini ilmu kedokteran baru berhasil menolong ± 50% pasangan infertil untuk memperoleh anak. Perkembangan ilmu infertilitas lebih lambat dibanding cabang ilmu kedokteran lainnya, kemungkinan disebabkan masih langkanya dokter yang berminat pada ilmu ini. WHO pada awal tahun 90-an mengekstrapolasi 50 sampai 80 juta pasangan di dunia mempunyai masalah fertilitas, dan diperkirakan sekitar 2 juta pasangan infertil baru muncul setiap tahun, jumlah ini diperkirakan terus meningkat. Walaupun angka ini kecil dibandingkan 5,9 juta kasus baru kanker per tahun dan 100 juta kasus baru malaria, masalah infertilitas cukup berarti dan dapat menimbulkan penderitaan pribadi, masalah keluarga dan sosial. Di samping itu infertilitas mungkin merupakan manifestasi klinis dari keadaan patologis, baik pada pihak istri maupun suami (Buletin Penelitian Sistem Kesehatan,2010). Sesuai dengan definisi fertilitas yaitu kemampuan seorang isteri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilinya,maka pasangan infertil haruslah dilihat sebagai satu kesatuan. Kelompok 28-Infertilitas Page 1

Upload: yudhikaiway

Post on 03-Jan-2016

160 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Infertil New

BAB I

PENDHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia

kedokteran. Namun sampai saat ini ilmu kedokteran baru berhasil menolong ±

50% pasangan infertil untuk memperoleh anak. Perkembangan ilmu infertilitas

lebih lambat dibanding cabang ilmu kedokteran lainnya, kemungkinan disebabkan

masih langkanya dokter yang berminat pada ilmu ini.

WHO pada awal tahun 90-an mengekstrapolasi 50 sampai 80 juta

pasangan di dunia mempunyai masalah fertilitas, dan diperkirakan sekitar 2 juta

pasangan infertil baru muncul setiap tahun, jumlah ini diperkirakan terus

meningkat. Walaupun angka ini kecil dibandingkan 5,9 juta kasus baru kanker per

tahun dan 100 juta kasus baru malaria, masalah infertilitas cukup berarti dan dapat

menimbulkan penderitaan pribadi, masalah keluarga dan sosial. Di samping itu

infertilitas mungkin merupakan manifestasi klinis dari keadaan patologis, baik

pada pihak istri maupun suami (Buletin Penelitian Sistem Kesehatan,2010).

Sesuai dengan definisi fertilitas yaitu kemampuan seorang isteri untuk

menjadi hamil dan melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu

menghamilinya,maka pasangan infertil haruslah dilihat sebagai satu kesatuan.

Sekitar 10% dari pasangan suami-istri mengalami infertilitas. Faktor

peyebab infertilitas berasal dari suami, istri, atau keduanya. Faktor lain dari kedua

belah pihak sebesar 30-40%. Menurut penelitian yang dilakukan Lim dan Ratnam,

faktor penyebab yang berasal dari suami sebesar 33%, sedangkan hasil penelitian

WHO sebesar 40%. Penelitian yang dilakukan Arsyad terhadap 246 pasangan

infertil di Palembang menunjukkan infertilitas yang disebabkan faktor pria

sebesar 48,4%.

Laboratorium klinik sangat berperan dalam diagnosis dan

penatalaksanaan pada kasus infertil ini, diataranya ART yang khusus

dikembangkan untuk membantu mengatasi kasus infertilitas pada pasangan

suami-istri.

Kelompok 28-Infertilitas Page 1

Page 2: Tugas Infertil New

1.2 TUJUAN :

Mengetahui apa itu infertilitas serta penanganannya, baik pada pria

maupun pada wanita.

1.3 MANFAAT :

1. Untuk memberikan tambahan informasi mengenai infertilitas bagi

mahasiswa Kedokteran Universitas Cenderawasih.

2. Sebagai latihan bagi penulis untuk mengetahui cara membuat karya tulis

yang benar.

Kelompok 28-Infertilitas Page 2

Page 3: Tugas Infertil New

BAB II

ISI

2.1 DEFINISI :

Fertilitas barasal dari kata fertil yang berarti subur. Dalam hal ini fertilitas

pria diartikan sebagai kemampuan untuk dapat menghamili wanita. Syarat suatu

sperma yang baik / normal adalah sesuai dengan parameter spermatozoa normal.

Bila bagian besar parameter tersebut (terutama jumlah dan motilitas spermatozoa)

tidak sesuai, maka spermatozoa tidak akan dapat membuahi sel talur. Keadaan

seperti ini disebut infertilitas. Sedangkan dikatakan infertilitas pada wanita adalah

jika kesuburannya yang berkurang.

Suatu pasangan disebut infertil kalau sang isteri tidak hamil dalam waktu 1

(satu) tahun setelah kawin tanpa mempraktekkan konstrasepsi (disengaja).

Menurut Whitelaw pasangan yang sehat 56,5% menjadi hamil pada bulan pertama

dan 78.9% dalam 6 bulan yang pertama.

Sterilitas adalah istilah yang dipergunakan bagi seseorang yang mutlak

tidak mungkin mendapat keturunan misalnya wanita dengan aplasia genitalis atau

pria tanpa testes.

2.2 KLASIFIKASI

Secara gasris besar infertilitas dapat di bagi dua yaitu:

1. Infertilitas primer, suatu pasangan dimana isteri belum hamil walau telah

berusaha selama satu tahun atau lebih dengen hubungan seksual yang

teratur dan adekuat tanpa kontrasepsi.

2. Infertilitas sekunder, bila suatu pasangan dimana sebelumnya isteri telah

hamil, tapi kemudian tidak hamil lagi walau telah berusaha untuk

memperoleh kehamilan satu tahun atau lebih dan pasangan tersebut. telah

melakukan hubungan seksual secara teratur dah adekuat tanpa kontrasepsi.

Pada infertilitas sekunder ini sebagian telah mempunyai. anak, tapi ada

keinginan untuk menambah anak, baik karena anaknya masih satu atau

karena jenis kelamin yang diinginkan belum didapatkan. Dan sebagian lagi

Kelompok 28-Infertilitas Page 3

Page 4: Tugas Infertil New

memang istri telah pernah hamil mungkin anak yang lahir meninggal atau

mengalami keguguran dan sebagainya.

2.3 ETIOLOGI

2.3.1 Penyebab infertilitas laki-laki dan perempuan

Pada laki-laki mungkin terjadi perubahan tingkat motilitas sperma dan

penurunan kualitas atau pembentukan sperma yang abnormal, smen bersifat basa,

seperti juga halnya sekresi servikal. Sedangkan pada wanita mungkin mengalami

penurunan kepatenan tuba karena endometriosis atau infeksi pelviks, anatomi

uterus abnormal, atau perubahan hormonal yang mempengaruhi perubahan

endometrium selama siklus menstruasi atau kualitas mukus servikal. Perkiraan

komposisi tentang frekuensi relatif penyebab infertilitas adalah sebagai berikut :

Faktor Insiden (%)

Tidak jelas 28 %

Masalah sperma 21 %

Kegagalan ovulasi 18 %

Kerusakan tuba 14 %

Endometriosis 6 %

Masalah koitus 5 %

Mukus servikal 3 %

Masalah pria lainnya 2 %

Banyak faktor yang menyebabkan mengapa seorang wanita tidak bisa atau

sukar menjadi hamil setelah kehidupan seksual normal yang cukup lama. Diantara

faktor-faktor tersebut yaitu faktor organik/fisiologik, faktor ketidakseimbangan

jiwa dan kecemasan berlebihan. Dimic dkk di Yugoslavia mendapatkan 554 kasus

(81,6%) dari 678 kasus pasangan infertil disebabkan oleh kelainan organik, dan

124 kasus (18,4%) disebabkan oleh faktor psikologik. Ingerslev dalam

penelitiannya mengelompokkan penyebab infertilitas menjadi 5 kelompok yaitu

faktor anatomi, endokrin, suami, kombinasi, dan tidak diketahui (unexplained

infertility).

Kelompok 28-Infertilitas Page 4

Page 5: Tugas Infertil New

Sumapraja membagi masalah infertilitas dalam beberapa kelompok yaitu

air mani, masalah vagina, masalah serviks, masalah uterus, masalah tuba, masalah

ovarium, dan masalah peritoneum. Masalah air mani meliputi karakteristiknya

yang terdiri dari koagulasinya dan likuefasi, viskositas, rupa dan bau, volume, pH

dan adanya fruktosa dalam air mani. Pemeriksaan mikroskopis spermatozoa dan

uji ketidakcocokan imunologi dimasukkan juga kedalam masalah air mani.

2.3.2 Faktor yang disengaja

2.3.3 Faktor yang tidak disengaja

I. Faktor umum/non organik (umur, frekuensi, senggama, lama berusaha,

pola hidup)

a. Umur

Umur mempengaruhi kesuburan dimana pada usia tertentu tingkat

kesuburan seorang pria akan mulai menurun secara perlahan-lahan.

Kesuburan pria ini diawali saat memasuki usia pubertas ditandai

dengan perkembangan organ reproduksi pria, rata - rata umur 12

tahun. Perkembangan organ reproduksi pria mencapai keadaan

stabil umur 20 tahun. Tingkat kesuburan akan bertambah sesuai

dengan pertambahan umur dan akan mencapai puncaknya pada

umur 25 tahun. Setelah usia 25 tahun kesuburan pria mulai

menurun secara perlahan-lahan, dimana keadaan ini disebabkan

karena perubahan bentuk dan faal organ reproduksi. Begitu juga

pada wanita, kemungkinan hamil akan menurun seiring

bertambahnya usia. Angka kehamilan mulai menurun pada usia 35

tahun dan sangat rendah mulai usia 40 tahun. Fertilitas jelas

Kelompok 28-Infertilitas Page 5

Page 6: Tugas Infertil New

menurun dengan meningkatnya usia wanita. Menurunnya fertilitas

sesuai penuaan jelas disebabkan berkurangnya jumlah folikel

primordial. Telah diamati bahwa > 250.000 folikel primordial pada

saat menars dan hanya beberapa ratus sampai ribu saja yang tersisa

pada akhir masa reproduksi. Jumlah folikel antral yang berdiameter

> 2 mm yang dinilai dengan USG transvaginal menurun sebesar

60% antara usia 22 dan 42 tahun.

Menurunnya angka keberhasilan IVF(in Vitro Fertilization) pada

pasien yang berumur tua dikarenakan berkurangnya cadangan

ovarium. Umur pasien saja merupakan prediktor lemah untuk

memprediksi cadangan ovarium dan respon terhadap stimulasi

IVF.

Angka kelahiran hidup IVF berkurang dengan jumlah folikel antral

yang rendah. Wanita dengan jumlah folikel antral yang rendah

menghasilkan telur yang lebih sedikit dan mempunyai angka siklus

pembatalan IVF yang tinggi. Jumlah folikel antral rata-rata pada

wanita berusia dibawah 35 tahun sebanyak 23 folikel, usia 35-37

tahun sebanyak 18 folikel, usia 38-40 tahun sebanyak 13 folikel,

Kelompok 28-Infertilitas Page 6

Page 7: Tugas Infertil New

dan usia 41-42 tahun sebanyak 12 folikel. Pada wanita berusia 35-

37 tahun memiliki angka keberhasilan yang lebih rendah

dibandingkan usia dibawah 35 tahun sehingga angka siklus

pembatalan yang lebih tinggi. Pada wanita usia 41-42 tahun secara

substansial memiliki angka keberhasilan yang lebih rendah.

Memiliki lebih dari 20 folikel antral adalah yang terbaik pada umur

41-42 tahun. Menurut Tomas C dkk FSH basal serum bersama

dengan umur ibu merupakan faktor utama yang mempengaruhi

hasil akhir dari stimulasi ovarium.

b. Frekuensi senggama

Fertilisasi (pembuahan) atau peristiwa terjadinya pertemuan antara

spermatozoa dan ovum, akan terjadi bila koitus berlangsung pada

saat ovulasi. Dalam keadaan normal sel spermatozoa masih hidup

selama 1-3 hari dalam organ reproduksi wanita, sehingga fertilisasi

masih mungkin jilka ovulasi terjadi sekitar 1-3 hari sesudah koitus

Kelompok 28-Infertilitas Page 7

Page 8: Tugas Infertil New

berlangsung. Sedangkan ovum seorang wanita umurnya lebih

pendek lagi yaitu 1 x 24 jam, sehingga bila koitus dilakukan pada

waktu tersebut kemungkinan besar bisa terjadi pembuahan. Hal ini

berarti walaupun suami istri mengadakan hubungan seksual tapi

tidak bertepatan dengan masa subur istri yang hanya terjadi satu

kali dalam sebulan, maka tidak akan terjadi pembuahan

c. Lama berusaha

Penyelidikan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan

kehamilan menunjukkan bahwa 32,7% hamil dalam satu bulan

pertama, 57,0% dalam tiga bulan pertama, 72,1 % dalam enam

bulan pertama. 85,4% dalam 12 bulan pertama, dan 93,4% dalam

24 bulan pertama. Waktu rata - rata yang dibutuhkan untuk

menghasilkan kehamilan adalah 2,3 – 2,8 bulan. Jadi lama suatu

pasangan suami istri berusaha secara teratur merupakan faktor

penentu untuk dapat terjadi kehamilan.

d. Pola hidup

1. AlkoholPada perempuan tidak terdapat cukup bukti ilmiah yang menyatakan adanya hubungan antara minuman mengandung alkohol dengan peningkatan resiko kejadian infertilitas. Namun, pada laki-laki terdapat sebuah laporan yang menyatakan adanya hubungan antara minum alkohol dalam jumlah banyak dengan penurunan kualitas sperma

2. MerokokDari beberapa penilitian yang ada, dijumpai fakta bahwa merokok dapat menurunkan fertilitas perempuan. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk menghentikan kebiasaan merokok jika perempuan memiliki masalah infertilitas. Penurunan fertilitas juga dialami oleh lelaki yang memiliki kebiasaan merokok.

3. Berat badanPerempuan dengan indeks massa tubuh yang lebih daripada 29, yang termasuk didalam kelompok obesitas, terbukti mengalami keterlambatan hamil. Usaha yang paling baik untuk menurunkan berat badan adalah dengan cara menjalani olahraga teratur serta mengurangi asupan kalori dalam makanan.

Kelompok 28-Infertilitas Page 8

Page 9: Tugas Infertil New

II. Faktor khusus/organik

A. Pria

a) Faktor Pre testikular yaitu keadaan - keadaan diluar testis dan

mempengaruhi proses spermatogenesis yang terdiri dari kelainan endokrin,

kelainan kromosom dan varikokel.

1. Kelainan endokrin

Kurang lebih 2% dari infertilitas pria disebabkan karena adanya

kelainan endokrin antara lain berupa:

a. Kelainan paras hipotalamus-hipopise seperti : tidak adanya

sekresi gonadotropin menyebabkan gangguan spermatogenesis

b. Kelainan tiroid menyebabkan gangguan metabo1isme

androgen.

c. Kelainan kelenjar adrenal, congenital adrenal hyperplasi

menyebabkan gangguan spermatogenesis.

2. Kelainan kromosom.

Misalnya penderita sindroma klinefelter, terjadi penambahan

kromosom X, testis tidak berfungsi baik,sehingga spermatogenesis

tidak terjadi.

3. Varikokel

Terjadinya pemanjangan dan dilatasi serta kelokan-kelokan dari

pleksus pampiriformis yang mengakibatkan terjadinya gangguan

vaskularisasi testis yang akan mengganggu proses spermatogenesis.

b) Faktor Post testikular

1) Kelainan epididimis dan funikulus spermatikus, dapat berupa

absennya duktus deferens, duktus deferens tidak bersambung

dengan epididimis, sumbatan dan lain-lain

2) Kelainan duktus ejakulatorius, berupa adanya sumbatan

3) Kelainan prostat dan vesikula seminalis, yang sering adalah

peradangan, biasanya mengenai kedua organ ini, tumor prostat dan

prostatektomi

Kelompok 28-Infertilitas Page 9

Page 10: Tugas Infertil New

4) Kelainan penis / uretra berupa malformasi penis, aplasia, anomali

orifisium uretra (epispadia hipospadia), anomali preputium

(fimosis), dan lain-lain.

c) Faktor testikular.

Atrofi testi primer, gangguan pertumbuhan dan perkembangan,

kriptorkidism, trauma, torsi peradangan, tumor. Hampir 9% infertilitas pria

disebabkan karena kriptorkismus (testis tidak turun pada skrotum).

d) Reaksi imunologis

Analisis sperma biasanya tidak menunjukan kelainan, kecuali terlihat

adanya aglutinasi spermatozoa yang dapat ditentukan dengan tes

imunologi. Para iluwan masih meragukan, bingung dan timbul berbagai

pendapat yang saling kontradiksi. Jones pada penelitian nya mengajukan

teori bahwa faktor imunologi berpengaruh pada beberapa tahap dalm

proses reproduksi manusia, mulai dari masa gamet dan telur yang dibuahi.

Sebagaimana hormon, jaringan dan cairan sekresi yang berhubungan

dengan traktus genitalia potensial bersipat antigenik dan mampu

menimbulkan suatu respon imun.

Suatu antigen akan mengalami beberapa proses dalam tubuh kita akibat

sistem imunitas tubuh. Antigen tersebut akan difagositosis sebagai respon

imun nonspesifik dari tubuh. Dapat juga terjadi penghancuran sel (sitolisis)

melalui peranan sel T-sitotoksis. Mekanisme lain yaitu dengan membentuk

antibodi dengan bantuan makrofag, sel T helper dan sel T supresor. Se-sel

ini memberikan sinyal-sinyal kepada limfosit B sehingga berdifensiasi

menjadi sel plasma dan membentuk antibodi spesifik. Antibodi ini melalui

beberapa jalan menyebabkan penghancuran antigen antara lain membentuk

komplek antibodi komplemen menyebabkan lisis, antibody dependent cell

mediated cytotoxicity (ADCC) menimbulkan sitolisis, atau fagositosis

spesifik.

Pada beberapa wanita antigen sperma menyebabkan timbulnya antibodi

terhadap antigen spesifik atau permukaan pada sperma yang menyebabkan

infertilitas. Menurut burnett, antigen jaringan yang telah ada dalam tubuh

sebelum sistem imunologik berfungsi, dikenal sebagai self anitigen,

Kelompok 28-Infertilitas Page 10

Page 11: Tugas Infertil New

sedangkan antigen jaringan yang timbul setelah sistem imunologik

berfungsi sebagai non self antigen. Spermatozoa dapat digolongkan non

self antigen karena diproduksi jauh setelah sistem imunologik berfungsi,

sehingga ia dianggap seebagai antigen asing. Antigen tersebut dapat

berasal dari spermatozoa sendiri, atau dari plasma semen.

Selain itu dapat juga terjadi keadaan autoimun terhadap semen dan

komponen sperma yang biasanya terjadi pada suami yang pernah

mengalami proses pada genitalianya termasuk vasektomi dan infeksi

(mumps). Beberapa penyakit autoimun dapat menyebabkan suatu keadaan

infertilitas. Geva dalam tulisannya tentang autoimunitas dan reproduksi

mendapatkan bahwa banyaknya autoantibodi dalam serum berhubungan

dengan kegagalan kehamilan yang berulang, endometriosis, kegagalan

ovarium prematur (prematur ovarian failure/POF), infertilitas yang tak

jelas penyebabnya(unexplained infertility), dan kegagalan fertilisasi invitro

(IVF). Beberapa jenis antibodi yang dapat dideteksi antara lain antibodi

antifosfolipid (APA), antibodi antikardiolipin dan antikoagulan lupus,

antibodi antinuklear (ANA), Antibodi anti-DNA, faktor rhematoid,

antibodi antitiroid, autoantibodi anti oavarium, dan antibodi otot polos

(smooth muscle antibodies). Dalam tulisannya Geva berkesimpulan bahwa

abnormalitas autoimun mungkin menyebabkan kegagalan reproduksi

(infertilitas) dan sebaliknya kegagalan reproduksi dapat merupakan

manifestasi awal dari penyakit autoimun yang belum terdiagnosis.

BEBERAPA ANTIGEN DAN ANTIBODI PADA PASANGAN INFERTILSperma dan plasma/cairan semen

Banyak molekul yang dibentuk pada saat terjadi miosis dalam testis.

Autoantigen spesifik testis pada saat terjadinya spermiogenesis. Antigen

lain muncul pada membran plasma setelah stadium midspermatid proses

spermatogenesis dan pada permukaan sperma pada masa perjalanan

sperma diepididimis. Sifat antigenik dari sperma dan cairan sperma

Pada keadaan normal inilah yang menyebabkan terbentuknya antibodi

antisperm reaksi imun ini dihalangi oleh salah satu fungsi sel Sertoli pada

Kelompok 28-Infertilitas Page 11

Page 12: Tugas Infertil New

testis yaitu mempertahankan lingkungan intralumen bebas dari komponen

serum. Sel sertoli juga membentuk barier imunologik yang secara aktif

memfagositosis dan menghancurkan sisa-sisa produk hasil

spermatogenesis tadi yang bila dibiarkan lolos dari tubulus seminiferus

akan menyebabkan reaksi imunologik. Hanya ± 1/5 dari sisa-sisa tersebut

yang lolos dari tubulus dn sisa ini diresorbsi oleh epitel germinativum.

Antigen fertilisasi-1 (FA-1) merupakan antigen yang terdapat pada sel-sel

germinal laki-laki dan bereaksi kuat dengan semen dari laki-laki dan

perempuan infertil dan bereaksi lemah dengan semen dari orang –orang

normal. Sperma dilapisi oleh membran plasma yang mengandung antigen

spesifik yang fungsinya sebagai pengenal zona pellusida telur dan

berfungsi dalam proses kapasitas dan reaksi akrosom. FA-1 adalah

glikoprotein spesifik-sperma yang didapatkan dari membran plasma sel

germinal manusia. Naz dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa hal ini

terjadi karena antibodi terhadap FA-1 tidak mengaglutinasi atau

menyebabkan immobilisasi sel sperma, antibodi ini menghambat fertilisasi

dengan cara mempengaruhi interaksi antara sperma & zona pellucida,

sedangkan Kaplan dalam penelitiannya mendapatkan kesimpulan bahwa

FA-1 tidak mempunyai efek proteolitik atau aktivitas akrosin. FA-1

menghambat penetrasi sperma ke ovum melalui pengaruhnya terhadap

kapasitasi dan reaksi akrosom sel sperma. Dari datanya juga Kaplan

mengganggap bahwa FA-1 dapat digunakan dalam diagnosis dan

pengobatan dalam imunoinfertiliti dan memungkinkan pengembangan

vaksin kontrasepsi pada manusia.

Antibodi antisperma

Ada banyak bukti bahwa saluran reproduksi manusia khususnya pada

wanita mampu menimbulkan respons imun lokal terhadap antigen asing,

termasuk antigen sperma. Rumke dan Hellinger (1959) adalah orang

pertama yang membuktikan adanya antibodi antisperma atau autoantibodi

terhadap sperma manusia. Respon imun saluran reproduksi wanita

terhadap antigen sperma dapat melalui 2 jalur yaitu jalur aferen dan jalur

eferen. Saluran reproduksi wanita dibantu oleh sel-sel yang kompeten

Kelompok 28-Infertilitas Page 12

Page 13: Tugas Infertil New

untuk menimbulkan respon imun. Sel-sel ini memfagositosis spermatozoa

dan memproses antigennya sehingga menimbulkan pertahanan imun

seseorang, Mekanisme ini dibantu oleh beberapa faktor yaitu :

1. Jumlah sperma yang sangat banyak/berlebihan

2. Sperma juga difagositosis oleh sel-sel somatik sebagaimana

makrofag, dan semen secara kemotatik mempengaruhi makrofag

dan netropil

3. Antigen asing lain mempunyai efek ajuvans terhadap saluran

reproduksi, misalnya adanya infeksi vagina

4. Limfosit dalam semen berperanan menyebabkan sterilitas bagi

wanita melalui mekanisme histokompatibilitas

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon imun lainnya misalnya

prostaglandin E yang bersipat imunosupresif. Respon ini terhadap

sperma pada wanita dapat melalui pembentukan antibodi atau

melalui sel-sel, yang masing –masing lebih dominan bersipat

lokal dibanding sistemik.

Imunisasi lokal (intravaginal) dengan berbagai antigen menghasilkan

antibodi spesifik pada mukosa serviks. Biasanya stimulus antigen terhadap

membran mukosa membentuk antibodi lokal maupun sistemik, tapi karena

antigen tidak mencapai sirkulasi respon sistemik jarang terjadi. Ada juga

bukti klinik yang menunjukkan bahwa antigen yang terpapar akibat

hubungan seksual dapat menimbulkan reaksi hipersensitif akut lokal

maupun sistemik, walaupun sangat jarang.

Penelitian teakhir terhadap antibodi antisperma pada wanita dan

hubungannya dengan infertilitas mulai diarahkan keanalisis cairan saluran

reproduksi. Penelitian terhadap antibodi antisperma penting dilakukan

karena berhubungan erat dengan transport sperma, daya tahan sperma,

fertilisasi oosit yang abnormal, perkembangan embrio yang abnormal,

abortus spontan, dan antibodi anti-DNA. Apakah antibodi antisperma

adalah penyebab dari kelainan-kelainan tersebut ataukah semata-mata

antibodi antisperma itu sebagai tanda adanya penyakit yang masih dicari.

Moghisssi dalam penelitiannya menadpatkan insidens adanya antibodi

Kelompok 28-Infertilitas Page 13

Page 14: Tugas Infertil New

antisperma pada pasangan infertil berupa sperm-aglutination antibodi

(SAA) yang mempunyai kegiatan mengaglutinasikan sperma (aglutinasi

kepala-kepala, ekor-ekor, dan kepala ekor), dan sperm-immobilizing

antibody (SIA) yang menyebabkan spermatozoa motil menjadi berhenti,

tidak mobil.

Dalam penelitiannya Moghissi berkesimpulan bahwa diantara wanita

infertil, insidens SAA dan SIA lebih tinggi dalam cairan serviks

dibandingkan dalam serum, bahkan walaupun dalam serum tidak

ditemukan antibodi antisperma. Juga didapatkan bahwa kandungan

antibodi antisperma ini lebih tinggi pada pasangan infertil yang tidak jelas

sebabnya dibandingkan kandungan pada pasangan infertil yang diketahui

penyebabnya (explained infertility).

Haas dkk, mengevaluasi semen 614 orang laki-laki & wanita dengan

explained infertility. Ia mendapatkan 7% laki-laki dan 13% wanita

antibodi antisperma (+). Nip dkk, menggunakan cara ELISA melaporkan

bahwa antibodi antisperma terdapat pada serum 77% wanita dengan

explained infertility, 75% wanita dengan endometriosis dan 60% wanita

dengan infertilitas karena faktor tuba. Pada penelitian ini hanya didapatkan

5% antibodi antiperma (+) pada kontrol.

Imunoglobulin adalah antibodi yang diproduksi sebagai respons terhadap

antigen spesifik. Imunoglobulin yang dibentuk oleh sel limfosit B

merupakan molekul glikoprotein yang terdiri dari komponen polipeptida

sebanyak 82-96% dan selebihnya karbohidrat. Pada elektroforesis molekul

bermigrasi sebagai gammaglobulin. Fungsi polipeptida ini adalah

mengikat dan menghancurkan antigen dengan bantuan fungsi efektor

sekunder yaitu memacu aktivitas komplemen.

Ada beberapa hipotesis pembentukan antibodi antisperma pada

laki-laki. Secara teoritis, barier darah-testis dapat ditembus oleh beberapa

mekanisme yang menyebabkan terpaparnya sirkulasi oleh antigen sperma

sehingga menyebabkan respon imun yang menimbulkan reaksi radang dan

pemebentukan antibodi antisperma . Obstruksi mekanis traktus genitalis

dapat terjadi akibat kelainan kongenital , vasektomi, atau trauma.

Kelompok 28-Infertilitas Page 14

Page 15: Tugas Infertil New

Ekstravasasi sperma dapat dijumpai pada pria setelah dilakukan

vasektomi. Beberapa penilitian mendapatkan 50-70% laki-laki tersebut

mempunyai antibodi antisperma serum(+). Sebagain besar laki-laki yang

mengalami vasektomi dan laki-laki sebagian kecil infertil mempunyai

antibodi antisperma dalam plasma semennya. Antibodi ini biasanya terdiri

dari subkelas IgG atau IgA yang akan melekat pada sperma dan

mempengaruhi fertilitas.

Organisme penyebab penyakit yang ditularkan secara seksual

merupakan initiator pembentukan antibodi antisperma melalui mekanisme

proses radang dan autoimun. Beberapa penelitian membuktikan bahwa

beberapa bakteri, virus dan jamur dapat mencapai membran luar sperma

yang berfungsi sebagai antigen atau hapten yang menimbulkan respons

imun. Pembentukan antibodi antisperma juga terjadi sebagai akibat adanya

radang lokal setelah infeksi genital pada seorang wanita.

Pembentukan antibodi antisperma pada wanita dapat terjadi pada

traktus genitalia wanita yang terpapar antigen sperma. Seorang wanita

yang aktif secara seksual akan terpapar triliunan speermatozoa selama

hidupnya. Fertilitas akan baik bila wanita tersebut memberikan reaksi

imun yang kompromistik. Proses imunisasi yang (akibat hubungan

seksual) pada wanita terhadap sperma dapat menurunkan fertilitas

berdasarkan kemungkinan kombinasi efek antibodi antisperma seperti

aglutinasi sperma, menurunnya motilitas, gagalnya penetrasi lendir

serviks, fusi sperma telur yang tidak efisien, fagositosis sperma, dan

gagalnya kehamilan sebelum atau sesudah implantasi. Antibodi terhadap

intrinsik sperma yang dihasilkan saat maturasi dalam testis dan antigen

kapsul sperma yang muncul selama dalam epididimis dan saat bercampur

dengan plasma semen berhubungan dengan infertilitas yang tidak dapat

dijelaskan sebabnya (unexplained infertility).

Kelompok 28-Infertilitas Page 15

Page 16: Tugas Infertil New

Sperma yang mencapai cavum peritonium juga dapat

menginduksi pembentukan antibodi antisperma serum melalui fagositosis

makrofag dan presentasi sel T untuk menimbulkan respon imun.

Pembentukan antibodi antisperma juga dapat terjadi akibat radang lokal

pada genitalia wanita. Cunningham dkk, mencari prevalensi antibodi

antisperma pada wanita nulligravid usia reproduksi dengan berbagai proses

infeksi ginekologis. 46 % wanita didiagnosis dengan penyakit radang

pelvis (PID) (n=81) mempunyai antibodi antisperma (+) pada serum dan

cairan serviks dibandingkan prevalensi antibodi antisperma (+) 20% pada

wanita dengan infeksi genital bagian bawah ( jamur,klamidia, bakteri,

n=86). Antibodi antisperma juga ditemukan pada 69% wanita yang

dilaparoskopi pada wanita dengan perlengketan dipelvis atau hidrosalping

tanpa riwayat PID.

e) Faktor lingkungan

1) Suhu, merupakan faktor yang memegang peranan penting pada

spermatogenesis. Pada mamalia spermatazoa hanya dapat

diproduksi bila suhu testis 29- 30°C, sedikitnya 1,5- 2.0°C dibawah

suhu dalam tubuh, kenaikan suhu beberapa derajat akan

menghambat proses spermatogenesis, sebaliknya suhu rendah akan

meningkatkan spermatogenesis pada manusia.

2) Tempat/dataran tinggi. Atmosfer dataran tinggi (high altitude) juga

menghambat pembuatan spermatozoa.

3) Sinar rontgen, spermatogonia dan spermatosit sangat peka terhadap

sinar rontgen kecuali spermatic dan sel sertoli, namun terpengaruh

bahan kimia dan obat-abatan tertentu yang dapat menghambat

proses spermatogenesis, misal metronidazol, simetidin dan lain-

lain.

Menurut Handerson dan Jones (2006) Penyebab infertilitas pada pria

dibagi menjadi dua kategori yaitu :

Kelompok 28-Infertilitas Page 16

Page 17: Tugas Infertil New

1. Infertilitas yang diakibatkan spermatogenesis defektif

Dua masalah spermatogensis ialah sperma yang dihasilkan terlalu sedikit

seperti oligopserma(jumlah produksi sperma kurang dari 20x106 ml) dan

azoopermia (kegagalan memproduksi sperma) atau masalah pada Motilitas

sperma. Masalah seperti ini dapat disebabkan karena gangguan pada

produksi hormon yang mendukung spermatogenesis seperti hormon

testosteron, FSH dan LH. Selain itu masalah spermatogenesis dapat terjadi

karena terdapat gangguan pada tempat sintesis sperma yaitu testis. Sebagai

contoh : gangguan kongenital seperti kriptokidisme atau testis tidak turun,

varikokel, suhu yang terlalu tinggi (di atas temperatur tubuh), serta

masalah lingkungan seperti penggunaan celana ketat, konsumsi alkhohol,

merokok, obat-obatan terlarang, radiasi, timah dan antibiotik tertentu

(penisilin dan tetrasiklin).

2. Infertilitas yang terkait masalah transpor dan penghantaran sperma.

Masalah transpor sperma dapat terjadi karena terjadi hambatan dalam vas

deferen atau terjadi obstruksi vesikula seminalis. Sedangkan masalah

penghantaran dapat terjadi karena gangguan ereksi. Gangguan ereksi dapat

disebabkan masalah yang bersifat fiologis dan psikologis. Masalah

fisiologis seperti penyakit neuromuskular atau gangguan endokrin tertentu.

Sedang masalah psikologis seperti rasa takut gagal, trauma masa lalu,

stess, atau akibat pengalaman seksual yang tidak memusakan.

B. Wanita

1. Masalah vagina Vagina merupakan hal yang penting dalam tatalaksana infertilitas.

Terjadinya proses reproduksi manusia sangat terkait dengan konisi vagina yang sehat dan berfungsi normal. Masalah pada vagina yang memiliki kaitan erat dengan peningkatan kejadian infertilitas adalah sebagai berikut :

Dispareunia

Merupakan masalah kesehatan yang ditandai dengan rasa tidak nyaman atau rasa nyeri saat melakukan senggama. Dispareunia dapat dialami perempuan ataupun lelaki. Pada perempuan dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah sebagai berikut :

Kelompok 28-Infertilitas Page 17

Page 18: Tugas Infertil New

a. Faktor infeksi, seperti infeksi kandida vagina, infeksi klamidia trakomatis vagina, infeksi trikomonas vagina, dan pada saluran berkemih.

b. Faktor organik, seperti vaginismus, nodul endometriosis di vagina, endometriosis pelvik, atau keganasan vagina.

Dispareunia pada lelaki dapat disebabkan oleh beberapa faktor berikut :

a. Faktor infeksi, seperti uretritis, prostitis, atau sistitis. Beberapa kuman infeksi antara lain adalah neisseria gonorhe

b. Faktor organik, seperti prepusium yang terplampau sempit, luka parut di penis akibat infeksi sebelumnya, dan sebagainya.

1) VaginismusMerupakan masalah pada perempuan yang ditandai dengan adanya rasa nyeri saat penis akan melakukan penetrasi kedalam vagina. Hal ini bukan disebabkan oleh kurangnya zat lubrikans atau pelumas vagina, tetapi disebabkan oleh diameter liang vagina yang terlalu sempit, akibat kontraksi refleks otot pubokoksigeus yang terlalu sensitif, sehingga terjadi kesulitan penetrasi vagina oleh penis. Penyempitan liang vagina ini dapat disebabkan oleh faktor psikogenik atau disebabkan oleh kelainan anatomik. Faktor anatomi yang terkait dengan vaginismus dapat disebabkan oleh operasi di vagina sebelumnya seperti episiotomi atau luka trauma di vagian yang sangat hebat sehingga meninggalkan jaringan parut.

2) VaginitisBeberapa infeksi kuman seperti klamidia trakomatis, Niseria Gonore, dan bakterial vaginosis seringkali tidak menimbulkan gejala klinik sama sekali. Namun, infeksi klamidia trakomatis memiliki kaitan yang erat dengan infertilitas melalui kerusakan tuba yang dapat ditimbulkannya.

2. Masalah serviks a) Servisitis

Memiliki kaitan yang erat dengan terjadinya infertilitas. Servisitis kronik dapat menyebabkan kesulitan bagi sperma untuk melakukan penetrasi kedalam kavum uteri. Adanya tanda infeksi klamidia trakomatis di serviks sering kali memiliki kaitan erat dengan penimgkatan resiko kerusakan tuba melalui reaksi imunologi.

b) Trauma pada serviksTindakan operatif tertentu pada serviks seperti konisasi atau upaya abortus profokatus sehingga menyebabkan cacat pada serviks, dapat menjadi penyebab infertilitas.

c) Mukus serviks dapat menjadi penghalang yang signifikan bagi penetrasi sperma sehingga perlu dinilai. Pada perempuan anovulatorik dengan mukus serviks abnormal, yang tampail

Kelompok 28-Infertilitas Page 18

Page 19: Tugas Infertil New

sebagai uji paska koitus abnormal, perlu disingkirkan kemungkinan “poor timing” dengan penentuan waktu yang tepat melalui uji LH urin atau peninjauan cermat suhu basal tubuh. Jika uji paska koitus memberi hasil yang abnormal akibat sperma yang “bergetar” atau imobile, uji antibodi antisperma harus dilakukan pada perempuan tersebut dan pasangannya. Terapi untuk mukus serviks yang inadekuatmeliputi pemberian estrogen terkonjugasi 0,325 mg per hari pada hari ke 3 sampai ke 12 siklus, atau memintas serviks denganterapi inseminasi intrauterin (IIU) menggunakan sperma suami.

3. Masalah tuba

Tuba fallopi memiliki peran yang besar didalam proses frtilisasi, karena tuba berperan dalm proses tranpor sperma, kapasitas sperma, proses fertilisasi,dan tranpor embrio. Adanya kerusakan atau kelainan tuba tertentu akan berpengaruh terhadap angka fertilitas. Kelainan tuba yang seringkali dijumpai pada penderita infertilitas adalah sumbatan tuba baik pada pangkal, pada bagian tengah tuba, maupun pada ujung dista dari titik. Berdasarkan bentuk dan ukurannya, tuba yang tersumbat dapat tampil dengan bentuk dan ukuran yang normal, tetapi dapat pula tampil dalam bentuk hidrosalping. Sumbatan tuba dapat disebabkan oleh infeksi atau dapat disebabkan oleh endometriosis. Infeksi klamidia trakomatis memiliki kaitan yang erat dengan terjadinya kerusakan tuba.

Pada pemeriksaan histerosalpingografi atau laparoskopi, 30% perempuan dengan infertilitas ditemukan mengidap penyakit tuba. Penyakit radang panggul atau perlekatan panggul akibat pembedahan terdahulu juga dapat menyebabkan gangguan potensi tuba uterina. Terapi utama untuk infertilitas akibat kelainan tuba adalah pembedahan. Pada tuba uterina yang mengalami kerusakan berat,terapi fertilisasi in vitro mungkin memberikan angka keberhasilan yang lebih tinggi daripada perbaikan tuba secara bedah mikro. Potensi tuba dan keberhasilan pengobatan fertilitas bergantung pada derajat dilatasi tuba, ketebalan dinding tuba, dan derajat kerusakan intratuba. Angka kehamilan berkisar antara 15-40% bergantung pada keparahan kerusakan tuba.

Perlekatan dipanggul diperkirakan dapat mengganggu fertilitas dengan menghambat pengambilan ovum atau mengganggu hubungan ovarium dan tuba. Perlekatan dieksisi secara hati-hati menggunakan teknik bedah mikro hemostasis yang cermat.

Endometriosis dianggap mengganggu fertilitas dengan mengganggu motilitas tuba atau melalui pengaktifan makrofag, obstruksi tuba, atau defek fase luteal. Terapi disesuaikan untuk tiap orang dan terdiri atas pengangkatan implan peritonium dengan eksisi, kauterisasi, atau laser, lisis perlekatan dan drainase terhadap

Kelompok 28-Infertilitas Page 19

Page 20: Tugas Infertil New

endometrium. Terapi medis diberikan untuk pasien dengan penyakit yang ringan atau setelah pembedaha’’n untuk menekan penyakit residual. Kontrasepsi oral, progestin, danokrin, dan analog GnRH pernah diberikan dan memberikan hasil yang baik.

4. Masalah uterusFaktor yang terkait kavumuteri meliputi kelainan anatomi kavum uteri dan

faktor yang terkait dengan endometrium. a. Kelainan anatomi kavum uteri.

Adanya septum pada kavum ueteri, tentu akan mengubah struktur anatomi dan struktur vaskularisasi endometrium. Tidak terdapat kaitan yang erat antara septum uteri ini dengan peningkatan kejadian infertilitas. Namun, terdapat kaitan yang erat antara septum uteri antara peningkatan kejadian kegagalan kehamilan muda berulang. Kondisi uterus bikornis atau uterus arkuatus tidak meniliki kaitan yang erat dengan infertilitas.

b. Faktor endometriosismEndometriosis kronis memiliki kaitan yang erat dengan rendahnya ekspresi integrin (avb3) endometrium yang sangat berperan dalam proses implantasi. Faktor ini yang dapat menerangkan tingginya penyakit radang panggul subklinik pada perempuan dengan infertilitas. Adanya kaitan antara kejadian polip iendometrium dengan kejadian endometrium krinik tampaknya meningkatnya kejadian infertilitas.

Defek anatomik, seperti perlekatan intrauterin (sindrom Asherman), polip, atau leiomioma submukosa, dapat mengganggu fertilitas. Terapinya berupa pengangkatan secara histeroskopik, kecuali pada leiomioma submukosa berukuran besar yang perlu diangkat dengan laparotomi. Malformasi uterus kongenital, sperti septum uterus, mungkin lebih sering menyebabkan abortus habituali. Septum dapat diperbaiki secara heteroskopik atau dengan metroplasti uetrus.

5. Masalah miometrium

Mioma uteri merupakan tumor jinak uterus yang berasal dari peningkatan aktifitas proliferasi sel-sel endometrium. Berdasarkan lokasi mioma uteri terhadap endometrium, serviks dan kavum uteri, maka mioma uteri dapat diklasifikasi sebagai berikut :

1) Mioma subserosum2) Mioma intramural3) Mioma submukosum4) Mioma serviks5) Mioma di rongga peritonium

Kelompok 28-Infertilitas Page 20

Page 21: Tugas Infertil New

Pengaruh mioma uteri terhadap kejadian infertilitas hanyalah berkisar 30-50%. Mioma uteri mempengaruhi fertilitas kemungkinan terkai dengan sumbatan pada tuba, sumbatan pada kanalis servikalis, atau mempengaruhi implantasi.

Adenomiosis

Merupakan kelainan pada miometrium berupa susupan jaringan stroma dan kelenjar yang sangat menyerupai endometrium. Sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti patogenesis dari adenomiosis ini. Secara teoritis, terjadinya proses metaplasi jaringan bagian dalam dari miometrium (the junctional zona) yang secara ontogeni merupakan sisa dari duktus muller. Adenomiosis memiliki kaitan yang erat dengan nyeri pelvik, neyri haid, perdarahan uterus yang abnormal, deformitas bentuk uterus, dan infertilitas.6. Masalah ovarium

Ovarium memiliki fungsi sebagai penghasil oosit dan penghasil hormon. Masalah utama yang terkait dengan fertilitas adalah terkait dengan fungsi ovulasi. Sindrom ovarium polikistik merupakan masalah gangguan ovulasi utama yang seringkali dijumpai pada kasus infertilitas. Saat ini untuk mengakkan diagnosis sindrom ovarium polikistik jika dijumpai dari 3 gejala dibawah ini :

1. Terdapat siklus haid oligoovulasi atau anovulasi.2. Terdapat gambaran ovarium polikistik pada pemeriksaan ultrasonografi.3. Terdapat gambaran hiperandrogenisme baik klinis maupun biokimiawi.

40-70% kasus sindrom ovarium polikistik ternyata memiliki kaitan erat dengan kejadian resistensi insulin. Penderita infertilitas dengan obesitas seringkali menunjukkan gejala sindrom ovarium polikistik.

7. Masalah peritonium

Masalah yang sering dikaitkan antara faktor peritoneum dengan infertilitas adanya faktor endometriosis. Endometriosis dijumpai sebesar 25-40% pada perempuan dengan masalh infertilitas dan dijumpaisebesar 2-5% pada populasi umum. Endometriosis dapat tampil dalam bentuk adanya nodul-nodul saja dipermukaan peritoneum atau berupa jaringan endometriosis yang berinfiltrasi dalam dibawah lapisan peritoneum. Endometriosis dapat terlihat dengan mudah dalam bentuk yang khas yaitu nodul hitam, nodul hitam kebiruan, nodul coklat, nodul putih, nodul kuning, dan nodul merah, yang seringkali dipenuhi pula oleh sebaran pembuluh darah. Bercak endometriosis juga dapat tampil tersembunyi tipis dibawah lapisan peritoneum yang dikenal dengan istilah nodul powderburn, dan adapula bercak endometriosis yang tertanam dalam dibawah lapisan peritoneum (deep infiltrating endometriosis).

Kelompok 28-Infertilitas Page 21

Page 22: Tugas Infertil New

Patogenesis endometriosis di rongga peritoneum seringkali dikaitkan dengan teori regurgitasi implantasi dari Sampson atau dapat pula dikaitkan dengan teori metaplasia. Pertumbuhan endometriosis sangat dipengaruhi pula oleh paparan hormonal seperti estrogen dan progesteron.

Sampai saat ini belum diketahui secara pasti hubungan yang erat antara endometriosis dengan kejadian infertilitas. Diperkirakan disebabkan oleh faktor-faktor imunologis yang kemudian berdampak negatif terhadapt kerusakan jaringan.

8. Masalah gangguan ovulasi yang lain

Meruapakan masalah yang terkait dengan pertumbuhan kista ovarium non neoplastik ataupun kista ovarium neoplastik. Kista ovarium yang sringkali dijumpai pada penderita infertilitas adalah kista ovarium yang sering dengan istilah kista coklat. Kista endometriosis tidak hanya mengganggu fungsi ovulasi, tetapi juga dapat mempengaruhi fungsi maturasi oosit.

Untuk menilai derajat keparahan endometriosis, saat ini digunakan klasifikasi berdasarkan revisi American Fertility Society (AFS). Pada kista endometriosis dengan AFS derajat sedang atau berat kejadian infertilitas dapat dikaitkan dengan kegagalan ovulasi, kegagalan maturasi oosit, dan kegagalan fungsi tuba akibat deformitas tuba. Tindakan operatif untuk pengangkatan kista ovarium jika tidak dilakukan dengan hati-hati dapat berakibat meningkatnya kejadian kegagalan fungsi ovarium, yang akan semakin memperburuk prognosis fertilitasnya.

9. Faktor laki-laki

Pemilihan terapi yang sesui untuk infertilitas akibat faktor laki-laki bergantung pada penyebab defek. Azoospermia sering tidak dapat diobati. Peningkatan FSH serum mengisyaratkan berkurangnya fungsi jaringan germinal. Pada keadaan tersebut dianjurkan inseminasi buatan dengan donor (artificial insemination by donor, AID) atau adopsi. Obstruksi duktus ejakulatorius atau ejakulasi retrogad kedalam kandung kenih akan memberikan gambaran kadar FSH yang normal. Pada laki-laki dengan ejakulasi retrogad sperma dapat ditemukan didalam urin.

Oligospermia didefinisikan sebagai jumlah sperma yang kurang dari 20 juta per mililiter dan biasanya idiopatik, tetapi mungkin disebabkan oleh gangguan testis, misalnya trauma, infeksi atau varikokel. Varikokel merupakan dilatasi abnormal pleksus pampiniformis vena spermatikainterna. 20-40 % laki-laki infertil ternyata mengalami varikokel dengan derajar bervariasi. Pada keadaan ini infertilitas diperkirakan terjadi karena peningkatan suhu testis atau venostatis.

Kelompok 28-Infertilitas Page 22

Page 23: Tugas Infertil New

Kualitas sperma membaik pada 50-90% laki-laki yang diterapi dengan ligasi bedah atau oklusiradiologik vena spermatika interna. Namun angka konsepsi tidak lebih tinggi daripada 20-25% dan diperlukan penilitian lebih lanjut sebelum terapi ini dianjurkan secara luas.

Semua penyakit atau stres akut atau kronik harus diatasi dan dilakukan analisis sperma berulang-ulang untuk menentukan ketepatannya. Pemakaian hormon tiroid, klomifen sitrat atau testosteron secara rutin untuk mengatasi oligospermia harus dihindari karena dapat terjadi supresi sperma paradoksal.

10. Infertilitas yang tidak dapat dijelaskan

Sekitar 10%pasangan yang datang dengan infertilitas tidak diketahui penyebabnya. Pada kelompok pasangan ini ditemukan angka konsepsi tidak bergantung terapi yang bermakna (30% dalam tahun pertama dan angka kehamilan kumulatif setelah akhir tahun ke 3 adalah 60%). Perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap evaluasi awal dan penentuan apakah harus dilakukan pemeriksaan tambahan. Jika pasangan yang bersangkutan tetap infertil setelah suatu periode pengamatan, dapat diberikan terapi empiris dengan induksi ovulasi, inseminasi intrauterin, atau teknologi untuk membantu reproduksi.

2.3.4 Penyakit dan Kelainan yang Tidak Langsung Berhubungan dengan

Kehamilan

I. Penyakit Endokrin

a. Hipertiroidismus (Basedowi morbus)

Penderita hipertiroidismus biasanya mengalami gangguan haid dan

kemandulan. Walaupun demikian, kadang terjadi juga kehamilan atau

penyakitnya baru timbul dalam masa hamil.

b. Hipotiroidismus (myxoedema)

Penderita hipotiroidismus jarang terjadi hamil karena biasanya tidak

terjadi ovulasi. Walaupun demikian, seorang cebol dan penderita

miksoedema dapat menjadi hamil.

c. Hiperfungsi kelenjar adrenal

Hiperfungsi kelenjar adrenal menyebabkan sindroma Cushing, yang

biasanya disertai anovulasi, sehingga wanita tidak menjadi hamil. Ada

Kelompok 28-Infertilitas Page 23

Page 24: Tugas Infertil New

kalanya penderita sindroma Crushing menjadi hamil. Apabila

pengobatan tidak diberikan dari permulaan, kehamilan sering berakhir

dengan abortus, walaupun kadang-kadang dapat mencapai cukup bulan.

II. Penyakit Menular

a. Nematoda (trikuris trikuria)

Jenis cacing usus lainnya yang dapat menimbulkan gejala berupa

malaise, anemia, tinja yang berdarah, serta nyeri perut. Infeksi yang

berat dapat menampilkan gejala disentri dan tenesmus serta prolapsus

rektum. Nematoda lain yang berpengaruh terhadap reproduksi adalah

golongan nematode jaringan, yang menimbulkan penyakit Filariasis

atau Elefantiasis. Carayon dkk melaporkan dijumpainya filariasis pada

tuba ataupun ovarium yang dapat menyebabkan infertilitas.

b. Trematoda

Schistosomiasis adalah penyakit infeksi cacing yang disebabkan oleh

S.mansoni, S.japonicum, S.mekongi,dan S.interkalatum. Siklus

hidupnya sangat komplek dan membutuhkan pejamu intermediet berupa

siput air tertentu. Penyakit ini diawali dengan gejala dermatitis yang

timbul dalam 24 jam setelah penetrasi “serkaria” melalui kulit.

Kemudian akan terjadi urtikaria, demam dan malaise. Tergantung

kepada jenis schistosoma yang menyerangnya, dapat pula terjadi diare

yang berdarah dan berlendir, penurunan berat badan, sakit perut, serta

mungkin hepatosplenomegali. Infeksi akut S.haematobium dapat

menyebabkan hematuri. Selain itu, telur S.haematobium dan S.mansoni

dapat masul ke dalam saluran genital, sehingga terjadi inflamasi pada

tuba, yang memudahkan terjadinya kehamilan ektopik dan infertilitas.

III. Penyakit Kolagen

a. Skleroderma

Skleroderma, suatu penyakit yang ditandai dengan penebalan dan

pengerasan kulit secara lokal atau umum, jarang dijumpai. Jalannya

Kelompok 28-Infertilitas Page 24

Page 25: Tugas Infertil New

penyakit berbeda, tergantung pada beratnya, luasnya, dan banyaknya

alat tubuh yang ikut serta dalam proses penyakit.Yang paling sering

menderita ialah para wanita muda dalam masa bisa mendapat anak

(childbearing age). Skleroderma sering menyebabkan kemandulan.

Pengobatan scleroderma hingga kini tidak memuaskan, termasuk

kortikosteroid. Kematian biasanya disebabkan oleh gawat-jantung pada

scleroderma difusa.

2.4 Pemeriksaan

Evaluasi Infertilitas Dasar

Pemeriksaan dasar merupakan hal yang sangat penting dalam tata laksana infertilitas. Dengan melakukan pemeriksaan dasar yang baik dan lengkap, maka terapi dapatdiberikan dengan cepat dan tepat, sehingga penderita infertilitas dapat terhindar dari keterlambatan tata laksana infertilitas yang dapat memperburuk prognosis dari pasangan suami istri tersebut.

Evaluasi infertilitas berfungsi untuk :

1. Menentukan penyebab infertilitas2. Memberikan pasangan tersebut protokol pengobatan yang dianjurkan3. Menilai perkiraan angka keberhasilan terapi yang dianjurkan tersebut4. Mengedukasi kepada pasangan mengenai gangguan spesifik yang mereka

alami dan terapi alternaif yang tersedia atau adopsi.

Beberapa pasien tertentu yang hanya mencari diagnosis dan tidak ingin meneruskan terapi atau tidak dapat membiayai uji diagnostik atau terapi yang dianjurkan. Sebagian pasangan kemudian melakukan adopsi, sementara yang lain mematuhi terapi medis atau bedah yang dianjurkan.

2.4.1 Pemeriksaan Infertilitas Pria

Pada umumnya dilakukan pemeriksaan berupa:

1. Wawancara / anamnesis meliputi:a. Lama menikah,b. Usia pasangan,c. Pekerjaaan, frekuensi dand. Waktu melakukan hubungan seksual

Pemeriksaan lanjutana. Riwayat perkembangan urologis, pembedahan, hubungan kelamin,

kontak dengan zat-zatb. toksik, penyakit infeksi alat reproduksi

Kelompok 28-Infertilitas Page 25

Page 26: Tugas Infertil New

c. Pemeriksaan jasmani pada umumnya termasuk seks sekunder (penyebaran rambut,

d. ginekomastia dll)e. Pemeriksaan khusus alat reproduksi (penis, letak lubang uretra,

ukuran, konsistensif. testis, vas deferens, epididimis dll)g. Pemeriksaan laboratorium rutin, urin, darah dan analisis sperma.

Pemeriksaan laboratorium khusus seperti : kadar serum darah, FSH, LH, testosteron dan lain-lain bila ada indikasi.

2. Pemeriksaan dasar:a. Analisis semen

Pemeriksaan analisis sperma sangat penting dilakukan pada awal kunjungan pasutri dengan masalah infertilitas, karena dari berbagai penelitian menunjukan bahwa faktor lelaki turut memberikan kontribusi sebesar 40% terhadap kejadian infertilitas.Beberapa syarat yang harus diperhatikan agar menjamin hasil analisis sperma yang baik adalah sebagai berikut:

1) Lakukan abstinensia (pantang sanggama) selama 2-3 hari2) Keluarkan sperma dengan cara masturbasi dan hindari dengan

cara sanggama terputus3) Hindari penggunaan pelumas pada saat masturbasi4) Hindari penggunaan kondom untuk menampung sperma5) Gunakan tabung dengan mulut lebar untuk tempat

penampungan sperma6) Tabung sperma harus dilengkapi dengan nama jelas, tanggal

dan waktu pengumpulan sperma, metode yang dilakukan dalam pengambilan sperma

7) Kirimkan sampel secepat mungkin ke laboratorium sperma8) Hindari paparan tempratur yang terlampau tinggi (lebih dari

38˚C) atau terlalu rendah (kurang dari 15˚) atau meenempelkannya ke tubuh sehingga sesuai dengan suhu tubuh.

Kriteria yang digunakan untuk menilai normalitas analisis sperma adalah kriteria normal berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO). Hasil dari analisis sperma tersebut menggunakan teknologi khusus yang diharapkan dapat menjelaskan kualitas sperma berdasarkan konsentrasi, mortalitas dan morfologi sperma.

Kelompok 28-Infertilitas Page 26

Page 27: Tugas Infertil New

2.4.2 Pemeriksaan Infertilitas Wanita

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Pihak perempuan harus ditanyai mengenai saat ia mengalami pubertas dan menarke. Riwayat haid harus meliputi lama siklus, durasi dan jumlah perdarahan, serta dismenorea atau gejala prahaid yang menyertai. Riwayat haid yang dapat diperkirakan, teratur, dan siklik sesuai dengan ovulasi, sedangkan riwayat

Kelompok 28-Infertilitas Page 27

Page 28: Tugas Infertil New

amenore atau menometroragia mungkin menunjukkan anovulasi atau kelainan uterus. Pasien harus ditanyai mengenai dispareunia atau dismenore berat yang mungkin berhubungan dengan endometriosis. Riwayat penyakit radang panggul, perforasi appendiks atau pembedahan abdomen lainnya, atau pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim dapat menyebabkan penyakit pada tuba. Riwayat galaktorea mungkin jadi petunjuk hiperprolaktinemia, sedangkan riwayat hirsutisme yang muncul saat pubertas atau hirsutisme yang cepat memburuk mungkin mengisyaratkan adanya penyakit ovarium polikistik ataukelebihan anddrogen lainnya. Harus dilakukan anamnesis menyeluruh mengenai riwayat penyakit dahulu dan riwayat keluarga. Masalah seksual, sosial, dan spikologis harus dibahas. Evaluasi dan terapi infertilitas sebelumnya juga perlu didapatkan dan diinterpretasikan.

Pemeriksaan fisik yang menyeluruh diperlukan untuk membantu menentukan faktor-faktor penting yang mungkin menyebabkan infertilitas. Akne, kulit berminyak, dan hirsutisme mungkin disebabkan oleh kelebihan androgen. Pembesaran tiroid, akantosis nigrikans, galaktorea, pigmentasi kulit, stri abdomen, parut bedah, atau kelainan berat badan harus diperiksa dengan cermat. Derajat estrogenisasi vagina (adanya sel vagina yang berugae, basah, merah muda dan persentase sel-sel superfisial pada kerokan dinding vagina) dan kualitas serta kuantitas mukus serviks harus dicatat. Serviks harus diperiksa untuk mencari riwayat pajanan dietilstilbestrol atau riwayat operasi, kriokauterisasi, atau terapi laser pada serviks. Pada saat pemeriksaan panggul, harus dicari ada tidaknya nyeri tekan, massa, dan mobilitas serviks, uterus atau adneksa. Ukuran dan kontur uterus serta adneksa juga harus dicatat.

1. Pemeriksaan ovulasi.

Terjadinya ovulasi dapat kita ketahui dengan berbagai pemeriksaan.

a) pencatatan suhu-suhu basal dalam suatu kurve : kalau siklus ovulatoar maka suhu basal bersifat bifasis. Sesudah ovulasi terjadi kenaikan suhu basal disebabkan pengaruh progesteron.

b) dengan pemeriksaan vaginal smear ; pembentukan progesterone menimbulkan perubahan-perubahan sitologis pada sel-sel superfisial.

c) pemeriksaan lendir cervix : adanya progesteron menimbulkan perubahan slfat lendir cervix ialah lendir tersebut menjadi lebih kental, juga gambaran fern (daun pakis) yang terlihat pada lendir yang telah dikeringkan hilang.

d) pemeriksaan endometrium : kuretase pada hari pertama haid atau pada fase premenstruil menghasilkan endometrium dalam stadium sekresi dengan gambaran histologis yang khas.

e) pemeriksaan hormon seperti oestrogen. ICSH dan pregnandiol.

Kelompok 28-Infertilitas Page 28

Page 29: Tugas Infertil New

Sebab-sebab gangguan ovulasi :

a. faktor-faktor susunan saraf pusat : tumor, dysfungsi hypothalamus, faktor psikogen, dysfungsi hypofise.

b. faktor-faktor intermediate : gizi, penyakit kronis, penyakit metabolis.

c. faktor-faktor ovarial : tumor-tumor, dysfungsi. Turner syndrom.

Dokumentasi Ovulasi

Riwayat haid yang teratur, siklik, dan dapat diperkirakan sedikit banyak dengan molimina merupakan bukti presumtif adanya ovulasi. Evalusi laboratorium dasar untuk mendokumentasikan ovulasi dimulai dengan bagan haid yang mencatat hari pertama perdarahan haid sebagai hari siklus 1. Bagan ini dapat digunakan untuk mencatat suhu basal tubuh harian (SBT). Untuk tujuan ini digunakan termometer basal khusus dengan rentang suhu ovulasi, diperbesar agar pengukuran lebih akurat. Suhu dicatat di tempat tidur setiap pagi pada waktu yang hampir sama sebelum makan atau minum, merokok, atau mengosok gigi. Adanya episode demam atau sakit, coitus, spotting vagina, atau perdarahan harus dicatat. Bagan suhu haid dibawa ke tempat praktik setiap kali kunjungan agar dapat ditambakan kedalam status pasien. Bagan tersebut diinterpretasikan sebagai berikut.

1. Suhu fase proliferatif biasanya kurang dari 98°F (36,7°c)2. Pada saat ovulasi, memperlihatkan sedikit penurunan suhu.

(pada siklus 28 hari yang biasa, hal ini biasanya terjadi pada hari siklus ke-13 atau ke-14.)

3. Suhu fase luteal meningkat 0,6-0,8°F akibat efek termogenik progesteron. Durase fase luteal dihitung dari penurunan suhu di pertengahan siklus sampai awitan haid berikutnya. Fase luteal seyogyanya berlangsung sampai 11-16 hari.

Jika perkiraan waktu ovulasi dapat diramalkan dari bagan suhu,pasangan tersebut dianjurkan untuk berhubungan kelamin setiap 36-48 jam selama 3-4 hari sebelum dan 2-3 harisesudah suhu meningkat. Ada cara-cara perkiraan ovulasi yang lebih akurat. Tersedia alat yang dijual bebas untuk mengukur LH urin dan dapat diunakan untuk memantau lonjakan LH di pertengahan siklus yang memicu ovulasi. Hubungan kelamin seyogianya dlakukan 12-14 jam setelah awitan lonjakan LH.

Progesteron adalah produk sekretorik utama korpus luteum. Kadar progesteron fase luteal sebesar 3-4 ng/ml atau lebih mengindikasikan terjadinya ovulasi. Namun, kadar pada pertengahan fase luteal idealnya lebih besar daripada 10 ng/ml. Kadar dibawah angka-angka

Kelompok 28-Infertilitas Page 29

Page 30: Tugas Infertil New

ini mungkin mengisyaratkan fase luteal yang tidak adekuat atau kelainan hormonal lainnya.

Biopsi endometrium yang diambil 2-3 hari sebelum perkiraan awitan haid juga dapat digunakan untuk membuktikan adanya ovulasi. Progesteron akan merangsang perubahan-perubahan sekretorik didalam endometrium dan telah diciptakan kriteria histologik spesifik untuk dating endometrium. Dengan menggunakan kriteria tersebut, dapat ditentukan adanya insufisiensi fase luteal jika perkembangan endometrium tertinggal lebih dari 2 hari dari siklus saat awitan lonjakan Lh atau periode haid berikutnya pada paling sedikit dua siklus.

2. Lendir Cervix.

Keadaan dan sifat lendir cervix sangat mempengaruhi keadaan spermatozoa.

a) Kentalnya lendir cervix. Lendir cervix yang cair lebih mudah dilalui spermatozoa. Pada stadium proliferasi lendir cervix agak cair karena pengaruh oestrogen, sebaliknya pada stadium sekresi lendir cervix lebih kental karena pengaruh progesteron.

b) pH lendir cervix. Lendir cervix bersifat alkalis dengan pH ± 9. Pada suasana yang alkalis spermatozoa dapat hidup lebih lama. Suasana menjadi asam pada cervicitis.

c) Enzym proteolytik. Selain oestrogen rupanya juga enzym enzym proteolytik seperti trypsin dan chemotrypsin mempengaruhi viscositas lendir cervix.

d) Dalam lendir cervix dapat juga diketemukan immunoglobulin yang dapat menimbulkan agglutinasi dari spermatozoa.

e) Berbagai kuman-kuman dalam lendir cervix dapat membunuh spermatozoa. Biasanya baik tidaknya lendir cervix diperiksa dengan : 1) Sims Huhner test (post coital test). Pemeriksaan lendir cervix

dilakukan post coitum sekitar waktu ovulasi.Sims Huhner test

dianggap baik kalau terdapat 5 spermatozoa yang motil per

high powerfield. Sims Huhner test yang baik menandakan :

a. teknik coitus baik

b. lendir cervix normal

c. oestrogen ovarial cukup

Kelompok 28-Infertilitas Page 30

Page 31: Tugas Infertil New

d. sperma cukup baik.

Uji pascakoitus dapat memberikan informasi mengenai kualitas dan reseptivitas (kemampuan menerima) mukus serviks ovulatorik. Mukus pada pertengahan siklus haruslah seperti air,encer, jernih dan aseluler serta harus memperhatikan suatu fenomena yang disebut sebagai spinnbarkeit, yakni kemempuan teregan (stretchility). Akibat peningkatan kadar estrogen saat ovulasi, kandungan garam dalam mukus serviks meningkat sehingga menyebabkan terbentuknya pola daun pakis saat mukus serviks pertengahan siklus dikeringkan diatas kaca objek.

Uji ini dijadwalkan pada perkiraan tanggal ovulasi dan mukus serviks diperiksa dalam 8 jam setelah koitus. Mukus diambil dari serviks dengan sebuah angiocath atau hub tabung suntik insulin dan diperiksa untuk mencari ada tidaknya spinnbarkeit, daun pakis, dan adanya sperma motil progresif. Temuan lebih dari sperma motil per lapangan pandang besar biasanya berkolerasi dengan hasil analisis sperma yang normal dan angka kehamilan akan lebih tinggi daripada seandainya hitung tersebut kurang dari jumlah diatas, namun, uji paskakoitus yang abnormal pernah ditemukan pada pasangan-pasangan yang subur, dan berbagai penilitian terakhir mendapatkan bahwa nilai prediktif dari uji ini tidak terlalu besar. Ada tidaknya sperma non motil atau “bergetar”(quivering)tanpa motilitas yang progresif dianggap abnormal dan memerlukan evaluasi lebih lanjut.

2) Kurzrock Miller test. Dilakukan pada pertengahan siklus kalau

hasil Sims Huhner test kurang baik. Satu tetes lendir cervix

diletakkan berdampingan dengan tetes sperma pada obyekglas,

dilihat apakah ada penetrasi spermatozoa. Kalau tidak ada

invasi spermatozoa, lendir cervix kurang baik.

3. Pemeriksaan Tuba :

Untuk mengetahui keadaan tuba dapat dilakukan :

1. Pertubasi (insuflasi) sering disebut Rubin test.

2. Hysterosalpingografi.

3. Kuldoskopi.

Kelompok 28-Infertilitas Page 31

Page 32: Tugas Infertil New

Selain dari pada mempunyai nilai diagnostis pemeriksaan tersebut di atas juga ada nilai terapeutisnya karena dengan memasukkan gas atau cairan ke dalam uterus dan tuba perlekatan-perlekatan ringan kadang-kadang terlepas.

1. PERTUBASI (INSUFLASI) SECARA RUBIN.

CO2 dimasukkan ke dalam cavum uteri dan tuba. Kalau tuba paten (tidak tertutup) maka gas akan keluar dari ujung tuba.

Hal ini dapat kita ketahui dengan stetoskop yang diletakkan kiri atau kanan dari uterus : gas yang keluar menimbulkan bunyi yang khas. Di samping itu pasien merasa nyeri di bahu dan dengan Ro foto dapat terlihat gelembung udara di bawah diafragma.

Biasanya tekanan gas dicatal dengan kymogram. Kalau tekanan tidak melewati 180 mm Hg. maka tuba palen. Kalau mencapai 180 — 200 mm Hg, maka ada penutupan parsiil dan kalau lebih 200 mm Hg, maka ada obstruksi. Pada kymogram juga nampak gelombang-gelombang dengan amplitude 10 —30 mm Hg. yang disebabkan oleh peristaltik tuba.

2. Hysterosalpingografi

Kalau dengan pertubasi hanya dapat diketahui utuh tidaknya tuba maka dengan hysterosalpingografi dapat diketahui :

a. bentuk dari cavum uterib. bentuk dari liang tuba dan kalau ada sumbatan,

tempat sumbatan jelas nampak.

Kelompok 28-Infertilitas Page 32

Page 33: Tugas Infertil New

Pada hysterosalpingograli disuntikkan cairan kontras ke dalam rahim misalnya lipiodol, urografin atau pyelocyl.

Bahan kontras yang larut dalam air lebih baik dari bahan kontras yang larut dalam minyak yang dapat memmbulkan emboli dan granulom tuba.

Kemudian dibuat foto Rontgen dari genitalia interna. Kalau keadaan nornal maka batas-batas cavum uteri rata, tuba terlihat sebagai benang halus tanpa pelebaran dan karena tidak ada sumbatan nampak juga cairan kontras dalam rongga panggul kecil.

3. Kuldoskopi.Dengan kuldoskopi dapat dilihat keadaan tuba dan ovarium.

4. Laparaskopi.Dengan laparoskopi dapat dilihat keadaan genetalia interna dan sekitarnya

4. Pemeriksaan Endometrium:

Pada stadium premenstruil atau pada hari pertama haid dilakukan mikrokuretase. Endometrium yang normal harus memperlihatkan gambaran histologik yang khas untuk stadium sekresi. Kalau tidak diketemukan stadium sekresi maka :

a) Endometrium tidak bereaksi terhadap progesteron.b) Produksi progesteron kurang.

5. Tes cadangan ovarium

Bukman A, Heineman MJ. Ovarian reserve testing and the use of prognostic models in patients with subfertility. Hum Reprod. Update 2001;7(6):581-90.

Kelompok 28-Infertilitas Page 33

Page 34: Tugas Infertil New

2.4.3 Deteksi Antibodi Pada Pasangan Infertil

Deteksi antibodi antisperma dapat dilakukan secara langsung terhadap

antibodi yang terikat pada sperma atau tidak langsung mengukur antibodi dalam

cairan (serum, semen, sekret vagina atau serviks atau cairan lain ). Diantara

metode lain uji Kibrick, uji Isojima, uji Kremer & Jager, imunobead assays (IBD),

mixid antiglobulin reaction (MAR) test, ELISA, tray agglutination test (TAT),

Sperm immobilization assay test, flow cytometry, dan radiolabeled agglutinin

assays.

1. Uji Kibrick ( sperm aglutination test)

Pemeriksaan ini untuk menentukan adanya aglutinasi sperma dalam serum.

Semen normal yang segar diencerkan dengan Baker’s buffer sampai

tercapai kepekatan 40 juta per mil. Suspensi sperma ini kemudian

dicampur dengan 10% larutan gelatin dalam Baker’s buffer dalam jumlah

yang sama, keduanya dalam suhu 370 C. Serum yang akan diperiksa dan

serum kontrol negatif dipanaskan pada suhu 560 C selama 30 menit untuk

menginaktifkan komplemen. Kemudian dibuat pengenceran serum yang

diperiksa, dimulai dengan 1:4, 1:8, 1:16, dan seterusnya. Sebanyak 0,2 ml

suspensi sperma dalam gelatin dicampur dengan 0,2 ml serum inaktif.

Campuran tersebut kemudian dipindahkan pada tabung Kibrick yang

berukuran 5 x 65 mm dan diinkubasi pada suhu 37 0 C selama 2 jam.

Secara mikroskopis, suatu reaksi positif terlihat sebagai gumpalan-

gumpalan putih diantara media yang bening, yang berasal dari sperma

yang teraglutinasi.

2. Uji Isojima (Sperm immobilization test)

Immobilisasi sperma yang tergantung komplemen merupakan dasar dari

test antibodi sperma ini. Interaksi antara molekul antibodi dan antigen

sperma mengaktifkan sistem komplemen dan mengganggu permeabilitas

Kelompok 28-Infertilitas Page 34

Page 35: Tugas Infertil New

dan integritas membran sel sperma (akrosom dan bagian tengah). Pengaruh

yang dapat dilihat secara mikroskopik adalah hilangnya motilitas sperma

diikuti kematian sel. Aktivitas immobilisasi sperma terletak pada faksi IgG

dan IgM dari semen yang positif yang dapt digunakan sebagai dasar

pemeriksaan aktivitas antisperma humoral. Tes immobilisasi sperma ini

adalah suatu metode pilihan untuk skrining antibodi serum wanita dan juga

dapat dikerjakan pada pemeriksaan antibodi serviks. Spermatozoa yang

digunakan dalam tes immobilisasi ini haruslah sperma yang baru

diejakulasikan dengan kualitas yang baik. Serum yang digunakan masih

segar.

Serum penderita dipanaskan pada suhu 56 0 C selama 20 menit untuk

mengaktifkan komplemen, kedalam 0,25 ml serum percobaan yang inaktif

tersebut dimasukkan 0,025 ml semen yang segar yang telah disesuaikan

jumlah spermanya sebanyak 60 juta per ml. Kedalamnya ditambahkan pula

0,05 ml serum manusia sebagai komplemen. Campuran tersebut diinkubasi

dalam penangas air pada 320 C yang lebih sesuai dengan temperatur testis

dalam skrotum. Sebagai kontrol 0,025 ml serum manusia inaktif tanpa

aktivitas imobilisasi 0,05 ml larutan komplemen dan 0,025 ml suspensi

sperma dicampurkan dan diinkubasi.

Setelah 60 menit, 1 tetes dari campuran diletakkan pada gelas objek dan

motilitas sperma dilihat dibawah mikroskop, dihitung jumlah sperma motil

diantara 50 spermatozoa. Cara ini diulangi sampai 40 lapangan pandangan.

Persentase sperma motil diantara 200 spermatozoa dihitung sebagai T%

dan kontrol sebagai C%. Nilai ini imobilitas dihitung sebagai C/T. Hasil

dianggap positif apabila T kurang dari ½ C.

3. Uji Kremer & Jager ( Tes kontak sperma-cairan

serviks/SCMC/sperm cervical mucus contact)

Tes ini pertama kali dilakukan oleh Kremer dan Jager untuk melihat

antibodi lokal pada pasangan infertil. Hasil positif menunjukkan adanya

antibodi antisperma baik pada seman, cairan serviks atau keduanya. Tas ini

sangat bernilai untuk mendeteksi antibodi lokal dan juga cocok untuk uji

silang. Setetes lendir istri praovulasi dengan tanda-tanda pengaruh

Kelompok 28-Infertilitas Page 35

Page 36: Tugas Infertil New

estrogen yang baik dan pH lebih dari 7 diletakkan pada sebuah gelas objek

disamping stetes air mani suami. Kedua tetesan itu dicampur dan diaduk

dengan sebuah gelas penutup, yang kemudian dipakai untuk menutup

campuran itu. Setetes air mani yang sama diletakkan pada gelas objek itu

juga, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Penilaian dilakukan dengan

membandingkan mobilitas spermatozoa dari kedua sediaan itu. Sediaan itu

kemudian disimpan kedalam tatakan peetri yang lembab, pad suhu kamar

selama 30 menit, untuk kemudian diamati lagi. Menurut Kremer & Jager,

pada ejakulat dengan autoimunisasi, gerakan maju spermatozoa akan

berubah menjadi terhenti atau gemetaran ditempat (shaking movement)

kalau bersinggungan dengan lendir serviks. Perangai gemetar ditempat ini

terjadi juga kalu air mani yang normal bersingggungan dengan lendir

serviks wanita yang serumnya mengandung antibodi terhadap

spermatozoa.

4. Indirect immunobead binding (IBD) test

Tes ini menggunakan butir (bead) poliakrilimida yang berikatan dengan

antiimunoglobulin spesifik butir tersebut kemudian dicampur dengan

sperma segar yang viabel dan dicuci atau tidak dicuci. Sampel semen

dengan antibodi antisperma (+) dari donor dan disiapkan dengan

cara/metode renang atas untuk mendapatkan sperma yang mengandung ±

50 x 106/ml sperma motil. Sepuluh mikroliter plasma semen masing-

masing dilarutkan dalam 40 μL phosphate buffered saline (PBS)

ditambah dengan 5% (50g/L) albumin serum sapi (BSA) dalam tabung

Effendorp, dan 50 μL suspensi sperma ditambahkan pada masing-masing

tabung dan dicampur secara hati-hati. Sampel kemudian diinkubasi pada

suhu 37 0C selama 60 menit dan kemudian disentrifus selama 5 menit

pada putaran 500 putaran permenit. Supernataan dibuang dan endapan

sperma dicampur lagi dengan 500 μL PBS + 0,4% BSA dan disentrifus

selama 5 menit pada 500 ppm. Supernatan dibuang dan enadpan sperma

dilarutkan lagi dengan 50 μL PBS segar ditambah 5% BSA.

Kelompok 28-Infertilitas Page 36

Page 37: Tugas Infertil New

Dengan 2 slide yang berbeda 5 μL suspensi sperma tadi dicampur dengan

5 μL immunobead GAM yang mengandung campuran imunoglobulin

antihuman immunobead (IgG, IgA, dan IgM). Slide kemudian diinkubasi

selama 10 menit dan kemudian diperiksa dengan pembesaran 400 kali

dengan mikroskop kontras. Setidaknya 200 sperma motil dihitung,

dikelompokkan menjadi 2, yang dengan dempet imunobead

(immunobead attached) dan tanpa dempet imunobead. Lokalisasi band

bead juga diperiksa (misalnya kepala, midpiece, ekor an ujung ekor).

Peersentase sperma yang motil dengan GAM imunobead dihitung. Tes

dikatakan positif bila ≥ 20% sperma motil mempunyai bead attache dan

secara klinik bermakna bila ≥ 50% dilapisi bead. Keuntungan tes ini

adalah bersifat semikuantitaf, mampu mendeteksi isotif dan lokasi fisik

ASA, baik dalam hal sensitivitas dan spesifisitas. Sedangkan kerugiannya

yaitu membutuhkan staf yang trampil, mahal, memerlukan waktu yang

banyak, dan sulit dalam interpretasi. Beberapa metode lain yang

dikembangkan dari metode ini yaitu modifikasi metode imunobead

(modified immunobead method), dan mixed immunobead screen.

5. Mixed antiglobulin reaction (MAR) test

Eritrosit golongan darah O dengan Rh-positif dilapisi oleh IgG atau IgA,

dicampur dengan sperma viabel yang dicuci ataupun tidak dicuci.

Antiserum yang spesifik terhadap imunoglobulin pada eritrosit

ditambahkan, dan akan terjadi aglutinasi sperma eritrosit bila ada

antibodi antisperma. Aglutinasi ini dapat dinilai secara semikuantitatif

dengan menggunakan mikroskop.

6. Elisa (enzym linked immunosorbent assay)

Antibodi spesifik dapat diikat oleh suatu enzim. Komplek antibodi-enzim

imunoglobulin adpat dideteksi dengan menambahkan subsrat enzim

spesifik, yang biasanya menghasilkan perubahan warna. Keuntungan

metode ini adalah spesifik dan kuantitatif.

7. Tray aglutination test (TAT)

Kelompok 28-Infertilitas Page 37

Page 38: Tugas Infertil New

TAT dignakan untuk mendeteksi adanya antibodi anti sperma dalam serum

atau semen pasien. Cairan yang akan diperiksa dilarutkan secara serial

setelah dilakukan pemanasan untuk menginaktivasi komplemen.

Kemudian ditambahkan sperma motil yang dicuci dari donor yang sehat

kedalam contoh cairaan. Persentase aglutinasi sperma dihitung dengan

bantuan mikroskop cahaya

8. Gelatin aglutination test

Pada test ini spermatozoa motil dicampur dengan medium gelatin dan

sperma atau cairan ditambahkan kedalam campuran tersebut secara serial.

Aglutinasi dapat dilihat secara mikroskopik. Tes ini digunakan secara luas

pada suami pasangan infertil, sedangkan penggunaan pada isteri kurang

memberikan hasil yang baik. Walaupun tidak dianjurkan lagi aktivitas

aglutinasi gelatin terletaak pada IgG, IgA daan IgM. Metode ini

membutuhkan kontrol dan interpretasi yang teliti.

9. Teknik immunofluresens

Pemeriksaan ini terdiri dari tiga langkah dasar, Subsrat antigen disiapkan

dengan cara membuat apusan spermatozoa yang dikeringkan diudara.

Sediaan kemudian ditetesi serum yang diperiksa (atau cairan serviks atau

plasma semen) dan dilakukan pemeriksaan imunofluresens terhadap

imunoglobulin. Reaksi antigen antibodi antara semen dan cairan saluran

reproduksi dan sel-sel sperma dapat dilihat dan dilokalisasi secara

makroskopik dan penampakannya berhubungan dengan anatomi

spermatozoa.

Reaksi pewarnaan yang lemah pada kasus yang meragukan seringkali

didapatkan dan hasil yang dianggap positif bila diadpatkan pada

pengenceran lebih dari 1/16. Beberapa bagian sperma seperti kutub, leher

dan bagian tengah adalah tempet yang menimbulkan warna nonspesifik.

Antibodi antisperma dalam darah bereaksi pada teknik imunofluoresens

hanya terhadap antigen diakrosom dan ekor. Pewarnaan akrosom terjadi

karena adanya antibodi IgM dan IgG, dan pewarnaan pada ekor utama

hampir selalu disebabkan oleh IgG. Sedangkan pewarnaan pada ujung ekor

disebabkan oleh adanya antibodi IgM.

Kelompok 28-Infertilitas Page 38

Page 39: Tugas Infertil New

10. Flow cytometry

Sampel plasma semen sebanyak 50 μL dicampur dengan 40 μL PBS

ditambah 5% albumin serum goat. Sepuluh mikroliter suspensi sperma

yang disiapkan dengan metode renang atas dari donor dengan antibodi anti

sperma (-) mengandung ± 125.000 sperma motil ditambahkan pada tiap

sampel. Kontrol menggunakan sampel yang diketahui positif atau negatif

terhadap ASA.

Setelah inkubasi paada suhu 370 C daalam inkubator yang mengandung

CO2 5% selama 1 jam, sperma dicuci sebanyak 2 kali untuk

menghilangkan antibodi yang tidak terikat. Satu mililiter PBS

ditambahkan dan campuran digoyang-goyang teratur. Tabung kemudian

disentrifus selama 5 menit pada 500 ppm dan supernatan dipisahkan.

Endapan sperma dicampur lagi dengan 1 ml PBS dan kemudian dicuci

ulang. Setelah disentrifus, endapan diencerkan lagi dengan 50 μL larutan

fluoresens isotiosianat konjugat (FITC) yang mengandung imunoglobulin

IgA, IgG, IgM dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu 40 C dan terhindar

dari sinar. Antibodi yang tidak terikat dihilangkan dengan mencuci

menggunakan PBS sebanyak 2 kali dan sperma dianalisis dengan flow

cytometry. Sebanyak ± 5000 sperma dianalisis dari tiap sampel

menggunakan histogram. Dihitung berapa persen sperma yang dilapisi

antibodi. Bila < 20% dikatakan negatif dan bila ≥ 20% dikatakan positif.

Berdasarkan hasil, metode, dan ketelitian pemeriksaan antibodi antisperma,

beberapa petunjuk untuk langkah pemeriksaan pasangan pasangan infertil dengan

kemungkinan adanya faktor imunologi telah diusulkan oleh Jones. Ia membuat

suatu pedoman meliputi :

1. Tes imobilisasi sperma cocok sebagai tes untuk skrining terhadap

adanya antibodi suami atau isteri dan juga dapat digunakan untuk

pemeriksaan lendir serviks.

2. tes kontak sperma – lendir serviks untuk melihat faktor imunologis

lokal. Dengan uji silang menggunakan sperma atau lendir serviks

donor dapat ditentukan apakah aktivitas antibodi berasal dari isteri

atau suami.

Kelompok 28-Infertilitas Page 39

Page 40: Tugas Infertil New

3. Tes aglutinasi dengan gelatin cocok digunakan untuk suami,

khususnya plasma semen, tapi memerlukan interpretasi yang teliti.

4. Antibodi lokal (SigA) tidak dapat dideteksi pada lendir serviks dan

plasma semen dengan tes konvensional untuk antibodi antisperma

serum.

5. Tes mikroaglutinasi sperma sebaiknya dihindarkan.

6. Tes menggunakan mikroskop imunofluoresens tak langsung bukan

merupakan tes rutin, tapi mungkin bermanfaat untuk menilai sifat

reaksi antigen-antibodi dalam suatu penelitian.

2.5 Penanganan Infertilitas

2.5.1 Penanganan Infertilitas pada Wanita

A. Pengobatan untuk gangguan ovulasi)

Gangguan ovulasi merupakan penyebab pada 10-15 % kasus infertilitas.

Terapi farmakologik untuk perempuan anovulatorik merupakan kemajuan

dramatik dalam bidang endrokinologi reproduktif. Dokter mula-mula harus

menyingkirkan gangguan hipofisis, ovarium, uterus, adrenal, dantiroid.

Jika ketiadaan ovulasi merupakan satu-satunya penyebab infertilitas,

pasangan yang bersangkutan dapat berharap bahwa kemungkinan mereka

memiliki anak menyamai pasangan normal, namun dengan usaha yang

keras.

1. Klom1ifen Sitrat

Merupakan obat ovulatorik pertama yang tersedia untuk pemakaian

umum adalah klomifen sitrat, yang sampai saat ini masih menjadi

obat yang paling aman, efektif dan digunakan secara luas.

Klomifen sitrat merupakan suatu obat nonsteroid oral yang

strukturnya mirip obat sintetik degan efek estrogenik, sperti

dietilstilbestrol (DES). Klomifen sitrat memiliki efek estrogenik

serta antiestrogenik yang lemah dan diperkirakan bekerja melalui

Kelompok 28-Infertilitas Page 40

Page 41: Tugas Infertil New

pelepasan FSH danLH hipofisis. Peningkatan FSH dan Lh

menyebabkan rekrutmen, pertumbuhan dan pematangan folikel-

folikel ovarium. Klomifen sitrat tidak merangsang ovulasi secara

langsung, namunmemicu serangkaian proses yang merupakan

proses fisiologik siklus normal. Obat ini diberikan dalam bentuk

tablet 50 mg pada hari siklus ke 5 sampai ke 9 sehingga

menyebabkan peningkatanLH dan FSH serum. Ovulasi terjadi

antara hari ke 15 dan ke 20 siklus. Jika tidak terjadi okulasi, terapi

dimulai dengann dosis 50 mmg dan ditingkatkan – sampai

maksimal 200 mg/hari.

Indikasi utama pemakaian klomifen sitrat adalah infertilitas akibat

penyakit ovarium polikistik dan defisiensi fase luteal. Pasien yang

kemungkinan besar memberi respons adalah meeka yang

memperlihatkan tanda-tanda aktivitas estrogen-endogen, misalnya

haid spontan atau perdarahan withdrwal, sebagai respons terhadap

pemberian progesteron, misalnya medroksiprogesteron asetat.

Pasien hipoestrgenik biasanya tidak akan mengalami ovulasi

setelah pemberian klomifen sitrat.

Saat terjadinya ovulasi dan keadekuatan respons terhadap klomifen

sitrat ditentukan oleh evaluasi mukus serviks pada pertengahan

siklus, pemantauan dengan kit LH urin di rumah, atau

pembuktianperkembangan folikel dan kolapsnya folikel dominan

dengan ultrasonografi. Kadar progesteron serum pada pertengahan

siklus atau biopsi endometrium yang dilakukan pada hari ke 27

atau ke 28 siklus dapat digunakan untuk mendokumentasikan

ovulasi dan mengetahui keadekuatan fase luteal. Kegagalan

mengalami ovulasi setelah dosis yang adekuat kadang dapat

diperbaiki dengan penambahan human chorionic gonadotropin

(hCG), 5000-10.000 IU intramuskular, setelah diidentifikasikan

adanya folikel matang dengan ultrasonografi. Efek samping

klomifen sitrat dicantumkan di tabel 24-3.

Kelompok 28-Infertilitas Page 41

Page 42: Tugas Infertil New

70-80% perempuan anovulatorik yang dipilih dengan benar akan

dapat dibuat mengalami ovulasi dengan dosis klomifen yang cukup

besar. Anka kehamilan per siklus serupa dngan angka pada

perempuan dengan ovulasi normal. Sepanjang terjadi respons yang

adekuat dan tidak ada efek samping yangtidak lazim, trapi klomifen

biasanya dilanjutkan selama36 bula. Jika kehamilan masih juga

belum terjadi sampai waktu tersebut, penyebab lain infertilitas

harus dinilai kembali.

2. Menotropin (Human Menopausal Gonadotropin, hMG)

hMG diperoleh melalui ekstrasi dari urin permpuan

pascamenopause. Preparat komersial (pergonal) mengandung 75 IU

FSH dan 75 IU LH. Obat ini tidak aktif jika diberikan peroral dan

harus diberikan melalui suntikan intramuskular. Oleh karena biaya

yang mahal dan perlunya pemantauan secara klinis dan

laboratorium yang cermatserta kemungkinan adanya efek samping

serius, seleksi pasien yang akan diberi obat ini harus dilakukan

dengan benar. HMG diindikasikan untuk menginduksi ovulasi pada

pasien yang tidak mengalami ovulasi setelah pemberian klomifen

sitrat, pasien dengan hipopituitarisme, atau mereka yang dipilih

untuk “superovulasi”. Angka kehamilan pada superovulasi

menggunakan hMG yang diikuti dengan inseminasi dengan sperma

suami yang telah dicuci dapat mendekat 20-30%.

Penyuntikan hMG biasanya dimulai pada hari ketiga suatu

siklus spontan atau setelah perdarahan withdrawl yang dipicu oleh

medroksiprogesteron asetat, atau setiap saat jika perempuan yang

bersangkutan mengidap hipogonadisme hipogonadotropik dan

Kelompok 28-Infertilitas Page 42

Page 43: Tugas Infertil New

amenore. Dosis awal adalah satu sampai dua ampul (150-300IU)

perhari sampai sekitar harike tujuh. Penilaian dilakukan pada

ukuran folikel menggunakan ultrasonograsi dan kadar ekstradiol

serum, kemudian dosis hMG disesuaikan seperlunya. Stimulasi

folikel yang adekuat biasanya dicapai setelah 7-14 hari pemberian

hMG secara terus-menerus. Dengan peningkatan kadar estradiol

(yang dihasilkan oelh folikel yang berkembang) mukus serviks

akan bertambah dan menjadi jernih disertai pembentukan

spinbarkeit dan pola daun pakis jika dikeringkan.

Pada saat kematangan folikel, kadar estradiol akan

mendekati 200-300 pg/ml per folikel matang, dan hasil pengukuran

diameter folikel dengan ultrasongrafi akan mendekati angka 16-20

mm. Saat ini, ovulasi dipicu dengan menyuntikkan 5000-10.000 IU

human chorionic gonadotropin (hCG) yang diberikan 24-48 jam

setelah penyuntikan hMG berakhir. hCG secara biologis dan

struktural serupa dengan LH dan akan merangsang lonjakan

pengeluaran LH di pertengahan siklus. Ovulasi biasanya terjadi 32-

36 jam setelah pemberian hCG.

Jika kadar estradiol meningkat melebihi 2000pg/ ml atau terjadi

pembesaran ovarium yangcukup bermakna, hCG harus ditunda.

Penundaan hCG akan mencegah hiperstimulasi ovarium yang

berlebihan, danperrempuan yang bersangkutan biasanya tidak akan

mengalami ovulasi. Hiperstimulasi menimbulkan pembesaran

ovarium, distensi abdomen dan penambahan berat badan. Pada

kasus yang parah, timbul keadaan kritis berupa ascites, efusi pleura,

ketidakseimbangan elektrolit, dan hipovolemia disertai hipotensi

dan oliguria. Pengobatan terdiri atas rawat inap, tirah baring dan

cairan intravena.

Sekitar 90% perempuan yang dipilih dengan benar akan

dapat dibuat mengalami ovulasi dengan hMG. Angka kehamilan

adalah 25% per siklus pada mereka yang mengalami ovulasi.

Angka kehamilan multipel adalah sekitar 20% dengan 15%

Kelompok 28-Infertilitas Page 43

Page 44: Tugas Infertil New

diantaranya kembar dan 5% kembar tiga atau lebih. hMG dapat

diulang sebanyak 3-6 siklus. Jika kehamilan tetap tidak terjadi

setelah waktu ini, maka terapi harus dihentikan selama 2-3 bulan

dan kasus diperikas kembali secara cermat.

3. Kombinasi Klomifen dan hMG

Kombinasi pemberian klomifen sitrat dan hMG menawarkan

beberapa keunggulan dibandingkan pemakaian hanya satu macam

obat. Klomifen dosis 100 mg diberikan per hari pada hari ke 3

sampai ke 7, diikuti oleh satu sampai dua ampul hMG. Pemantauan

dan saat penyuntikan hMG pada terapi kombinasi tersebut serupa

dengan terapi hMG tunggal. Hasil terapi kombinasi mungkin setara

hasil terapi tunggal hMG, tetapi penggunaan hMG yang lebih

sedikit pada terapi kombinasi akan mengurangi biaya pengobatan.

Walaupun pemantauan terhadap efek samping kombinasi obat ini

harus seketat pemantauan pada terapi hMg, resiko stimulasi

berlebihan tampaknya lebih kecil.

4. Follicle Stimulating Homrmone (Urofollitropin).

Perempuan yang menderita penyakit ovarium polikistik sering

memiliki kadar LH yang tinggi sementara kadar FSH-nya tetap

normal atau sedikit dibawah normal. Tetapi pilihan untuk

penyakit ovarium polikistik biasanya adalah klomifen; namun,

jika ovulasi atau kehamilan belum terjadi setelah pemberian dosis

yang adekuat, pilihan pengobatan berikutnya adalah pemberian

hMG atau urofollitropin (FSH). Setiap ampul urofollitropin

mengandung 75 IUFSH dan kurang dari 1 IU LH. Urofollitropin

diberikan intramuskular dengan dosis satu sampai dua ampul per

hari dan dipantau seperti pada pemberian hMG. Sekitar 80%

pasien penyakit ovarium polikistik yang mendapat FSH akan

Kelompok 28-Infertilitas Page 44

Page 45: Tugas Infertil New

mengalami ovulasi. Diperkirakan bahwa 10-40% pasien yang

mendapat FSH akan menjadi hamil selama tidak terdapat faktor

fertilitas yang lain. Resiko angka kehamilan multipel dan anka

hiperstimulasi tampaknya setara dengan yang dijumpai pada

pemberian hMG.

5. Gonadorelin(Gonadotropin-Releasing-Hormone,GnRH;Factrel)

Pemberian GnRH secara pulsatif menyebabkanpelepasan FSH dan

LH dari hipofisis serta ovulasi pada perempuan dengan anovulasi.

Kandidat terbaik untuk terapi GnRH adalah perempuan dengan

hipogonadisme hipogonadotropik. Keunggulan GnRH

dibandingkan dengan hMG adalah sindrom hiperstimulasi ovarium

hampir tidak pernah terjadi pada pemberian GnRH dengan dosis 1-

5µg setiap 90 menit. Perkembangan folikel multipel dapat dicapai

dengan dosis yang lebih besar dan frekuensi yang lebih

sering,misalnya 10µg setiap 60 menit.

Untuk mengatasi waktu paruh yang singkat dan secara fisiologis

sekresinya yang pulsasif, GnRH paling baik diberikan intravena

atau subkutan melalui pompa infus pulsasif. Pompa yang sduah di

program dengan komputer ini menyalurkan obat dengan dosis dan

interval yang sesuai dengan yang kita inginkan. Perkembangan

folikel dipantau dengan ultrasonografi dan biasanya tuntas pada

harike 10 sampai ke 14. Ovulasi berlangsung secara spontan akibat

lonjakan LH endogen.

6. Bromokriptin

Evaluasi fertilitas rutin harus mencakup pengukuran prolaktin

serum karena 10-15% perempuan anovulasi terbukti memiliki

kadar yang berlebihan. Tidak lebih dari 50% diantaranya akan

mengalami galaktorea. Pada perempuan dengan peningkatan

Kelompok 28-Infertilitas Page 45

Page 46: Tugas Infertil New

prolaktinserum dan amenorea, bromokriptin dosis 2,5-7,5 mg

biasanya dapat memacu terjadinya siklus ovulatorik.

B. Terapi Bedah

Kadang-kadang penyebab infertilitas dapat ditangani dengan pembedahan.

Sebagai contoh, operasi merupakan pilihan terapi untuk beberapa kelainan

tuba, PCOS(polycistic ovarium syndrom), adhesi, endometriosis, dan

kelainan uterus. Terapi bedah untuk infertilitas antara lain :

1. Ovarian Drilling

Wanita infertil dengan PCOS mempunyai kesulitan dalam ovulasi. Ovulasi

dapat diinduksi secara pembedahan dengan prosedur yang disebut ovarian

drilling atau ovarian diathermy. Prosedur ini berguna untuk wanita dengan

PCOS yang resisten terhadap pengobatan dengan klomifen sitrat. Ovarian

drilling dilakukan secara laparoskopi melalui lubang insisi kecil, kemudian

beberapa insisi kecil dilakukan pada ovarium dengan menggunakan panas

atau laser. Proses ini akan membantu kelainan hormon dan memacu

terjadinya ovulasi.

Kelompok 28-Infertilitas Page 46

Page 47: Tugas Infertil New

2. Pembedahan pada tuba fallopi

Penutupan atau kerusakan pada tuba fallopi dapat diatasi dengan berbagai

macam jenis prosedur operasi tergantung dari lokasi penutupan dan jenis

kerusakannnya.

a. Histerosalfingografi (HSG) merupakan sebuah prosedur yang dapat

digunakan untuk mendiagnosis masalah pada uterus dan tuba fallopi.

HSG menggunakan sinar x dan cairan radioopak yang dimasukkan ke

traktus reproduksi dari uterus sampai ke tuba fallopi melalui kateter

dari serviks.

b. Salpingolisis merupakan salah satu prosedur operasi dengan

laparotomi yang diiringi dengan penggunaan microscope untuk

memperluas area. Salpingolisis dilakukan dengan membebaskan tuba

fallopi dari adhesi dengan memotong perlengketan tersebut, biasanya

menggunakan electrosurgery dengan memakai elektrokauter.

Kelompok 28-Infertilitas Page 47

Page 48: Tugas Infertil New

c. Salfingotomi biasanya dilakukan untuk membentuk sebuah lubang

baru pada tuba. Prosedur ini dapat dilakukan secara laparotomy

ataupun laparoskopi. Salfingostomi dapat dilakukan pada pengobatan

kehamilan ektopik dan infeksi pada tuba fallopi.

d. Tubal anastomosis merupakan prosedur pembedahan dengan

mengambil jaringan tuba yang tertutup dan kemudian menyambung

lagi ujung-ujung tuba yang terpotong tersebut.

e. Tubal kanalisasi, prosedur ini dilakukan ketika penutupan tuba relatif

terbatas. Prosedur ini dilakukan dengan mendorong kawat atau kateter

melalui penutupan tersebut sehingga terbuka. Prosedur ini dilakukan

dengan dipandu fluoroskopi.

2.5.2 Penanganan Infertilitas pria

I. Hanya berdasarkan analisis semen rutin

II. Berdasarkan etiologi kausatif.

Terapi berdasarkan basil analisis rutin

A. Kelainan volume semen

1) Hipospermia

Volume semen disebut hiposperma jika kurang dari 1,5 ml.

Penyebabnya bisa karena stres, retrograde ejaculation, frekuensi

sanggama. Penanganan, untuk stres maka pengobatan diarahkan untuk

meng hilangkan stres ; retrograde ejaculation dapat diberi terapi obat

atau terapi khusus berupa pencucian sperma dari urine. Untuk

endokrino-pati dapat diberikan testosteron, sedangkan bila frekuensi

Kelompok 28-Infertilitas Page 48

Page 49: Tugas Infertil New

senggama terlalu sering, dapat dikurangi frekuensinya. Jika tidak jelas

penyebabnya dapat dilakukan AIH (Artificial Insemination Husband)

2) Hiperspermia, jika volume semen lebih dari 6 ml.

Penyebab dapat berupa : Abstinensia seksualis yang terlalu lama dan

Hipersekresi vesika seminalis. Hiperspermia dengan spermiogram

normal tidak memerlukan pengobatan spesifik, cukup dengan

menganjurkan peningkatan frekuensi sanggama; tetapi jika disertai

dengan spermiogram abnormal dapat dilakukan terapi dengan split

ejaculate atau withdrawal coitus atau dengan treated sperm invitro.

3) Polizoospermia, jumlah spermatozoa lebih dari 250 juta/ ml.

Terapi dapat dengan anjuran meningkatkan frekuensi koitus atau AIH

dengan treated spermatozoa dengan jalan pengenceran, swim up, sperm

washing atau filtrasi.

4) Oligozoospermia

Sampai saat ini masih disepakati bahwa jumlah spermatozoa kurang

dari 20 juta/ml disebut oligozoospermia dan jika kurang dari 5 juta/ml

disebut olgozoospermia berat. Terapi medikamentosa yaitu :

a) Klomifen sitrat dengan dosis 1 x 50 mg selama 90 hari atau 1 x 50

mg 3 x 25 hari dengan interval antara terapi 5 hari.

b) Tamoxifen, dapat diberikan dengan dosis 2 x 1 tablet selama 60

hari.

c) Kombinasi HMG dan hCG; HMG (Pergonal®) diberikan dengan

dosis 150 IU 3 x/minggu dan hCG (Profasi®) dengan dosis 2000 IU

2 x/minggu selama 12-16 minggu.

d) Kombinasi FSH (Metrodin®) dan hCG; dosisFSH 75IU 3 x/

minggu dan dosis hCG 2000 IU 2 x/minggu selama 12-16 minggu.

e) Selain medikamentosa, terapi dapat dilakukan dengan AIH (IBS)

dengan atau tanpa treated sperm.

5) Abnormalitas kualitas spermatozoa

Kelompok 28-Infertilitas Page 49

Page 50: Tugas Infertil New

Kualitas spermatozoa abnormal jika motilitas baik dan cukup tetapi

morfologi normal kurang dari 50%. Terapi gangguan kualitas ini dapat

berupa medikamentosa yaitu :

1. ATP

2. Androgen dosis rendah

3. Phosph6lipid esensial

4. Antibiotika

5. Vitamin E + Vit B

6. Pentoksifilin

Atau dilakukan AIH (IBS) dengan atau tanpa sperm treated yang dapat

berupa :

1. sperm washing

2. sperm swim up

Jika masih belum memberikan basil yang diharapkan dapat dilanjutkan

dengan terapi hormonal berupa kombinasi FSH dengan dosis 75 IU 3

x/minggu ditambah hCG 2000 IU 2 x/ minggu selama 12-16 minggu.

Pengobatan ini dapat diteruskan sampai 4 tahun.

B. Terapi berdasarkan etiologi kausatif

1) Etiologi infertilitas pria yang tidak dapat diobati :

a. Klinefelter syndrome

b. Cryptorchidism bilateral

c. Atrofi testis

d. Sertoli cell only syndrome

e.Agenesis vas deferens

2) Etiologi infertilitas pria yang masih dapat diobati :

Kelompok 28-Infertilitas Page 50

Page 51: Tugas Infertil New

a. Varikokel

b. Infeksi kelenjar asesoris

c. Immunlogi

d. Gangguan hubungan seksual

e. Endokrinopati

a) Varikokel

Varikokel merupakan salah satu faktor penyebab infertilitas pria;

varikokel jarangdikeluhkan dan biasanya ditemukan secara

kebetulan tanpa keluhan yang jelas. Pada evaluasi kasus infertilitas,

82% varikokel kiri, 2% varikokel kanan dan 16% bilateral.

Meskipun belum dapat dipastikan sebagai penyebab infertilitas

pada pria, tetapi bila pada infentilitas pria ditemukan adanya

varikokel biasanya akan ditemukan juga basil analisis semen yang

abnormal. Terapi vasoligasi vena spermatika interna kiri

merupakan salah satu pengobatan yang dapat memperbaiki kualitas

dan kuantitas spermatozoa, atau dengan cara embolisasi.

b) Infeksi kelenjar asesoris

Infeksi kelenjar asesoris yang dapat mempengaruhi kualitas semen

adalah infeksi prostat, vesika seminalis dan epididimis. Kelainan

dapat berupa gangguan proses pencairan semen, volume yang

terlalu sedikit atau banyak dan morfologi dan motilitas yang

abnormal. Terapi berupa pemberian antibiotika, dalam hal ini yang

dapat diberikan adalah golongan amoksisilin, doksisiklin dan

erithromisin yang dapat ditambah dengan roborantia berupa

vitamin E, vitamin C dan vitamin B kompleks.

c) Immunologis

Ada tiga strategi dasar dalam penanganan pasangan infertil karena

imunologi ini yaitu:

Kelompok 28-Infertilitas Page 51

Page 52: Tugas Infertil New

1. menurunkan produksi ASA (antibodi anti sperma)

2. Menghilangkan antibodi antisperma yang terikat pada sperma,

dan

3. ART (Assisted reproductive technology).

Ketiga sterategi ini secara teoritis menurunkan paparan gamet oleh

antibodi antisperma yang akan meningkatkan fungsi gamet.

Sedangkan Alexander mengajukan 3 pilihan terapi yaitu :

1. Inseminasi dengan sperma donor,

2. Terapi imunosupresif, dan

3. Manipulasi sperma. Ada hubugan antara antibodi antisperma

dan ART.

Walaupun ART digunakan untuk pengobatan ASA, antibodi

antisperma mungkin mempunyai efek merusak ART. Beberapa

penelitian antara lain penggunaan intra uterine insemination,

intracervical insemination (ICI), in vitro fertiliztion (IVF), gamete

intrafallopian tube transfer (GIFT), subzonal sperm injection

(SUZI) dan intracytoplasmic sperm injection (ICSI).

Terapi oklusi

Di sini suami menggunakan kondom selama 6-9 bulan bila isteri

mempunyai bukti faktor imunologis sebagai penyebab

infertilitasnya. Ada yang menganjurkan 6-12 bulan. Tujuannya

adalah untuk mengurangi titer antibodi antispermatozoa dengan

mencegah pengulangan stimulasi antigenik. Uji imunologi harus

diulang setiap 3 bulan sehingga menjadi negatif atau titernya

menjadi 1:4 atau kurang. Terapi ini tidak memberikan hasil yang

memuaskan pada isteri yang mempunyai antibodi antisperma

dalam serumnya. Terapi ini lebih rasional bila diberikan pada

pasien dengan adanya faktor imunologik lokal (lendir serviks).

Franklin dan Dukes melaporkan bahwa kondom efektif untuk

Kelompok 28-Infertilitas Page 52

Page 53: Tugas Infertil New

beberapa pasien. Tetapi menurut Aiman tidak ada bukti yang

menyakinkan untuk pemakaian kondom ini.

Inseminasi intrauterin

Inseminasi intrauterin terutama diberikan bila terbukti adanya

antibodi antisperma lokal pada lendir serviks yang menyebabkan

kegagalan penetrasi lendir serviks oleh sperma. Memang indikasi

inseminasi ini masih kontroversi karena beragamnya hasil yang

dilaporkan. Angka keberhasilan dengan metode ini berkisar antara

20-30%. Francavilla dkk dalam penelitiannya tidak berhasil

melakukan inseminasi intrauterin ini dimana spermatozoa yang

digunakan semuanya berikatan dengan antibodi. Sedangkan Rojas

dalam penelitiannya terhadap 41 orang yang dilakukan inseminasi

dengan menggunakan sperma yang dicuci hanya mendapatkan

insidens antibodi antisperma (+) pada 2 pasien (4,8%).

Terapi imunosupresif/kortikosteroid

Terapi kortikosteroid dapat diharapkan menurunkan produksi

ASA. Suami diberikan 20 mg prednisolon selama 10 hari pertama

sesuai siklus isteri dan 5 mg/hari pada hari ke 11-12 selama 3

siklus. Ada juga peneliti yang menggunakan metilprednisolon.

Lahteenmaki membandingkan efektivitas pemberian prednisolon

oral dengan inseminasi intrauteri pada 46 pasangan dengan

antibodi antisperma (+) pada suami. Suami diberi prednisolon 20

mg/hari selama 10 hari ditambah 5 mg/hari pada hari ke 11-12

selama 3 siklus. Namun pada penelitian ini ia berkesimpulan

bahwa inseminasi lebih baik dibandingkan terapi steroid pada

suami.

Penelitian lain yaitu membandingkan 30 pasangan dengan antibodi

antisperma suami positif yang dibagi menjadi 2 kelompok.

Kelompok pertama diberikan steroid oral selama 4 bulan dan

dilakukan inseminasi, sedangkan kelompok kedua diberikansteroid

selama 4 bulan dan diberikan jadwal hubungan suami isteri.

Steroid yang diberikan yaitu prednisolon selama 4 bulan dan

Kelompok 28-Infertilitas Page 53

Page 54: Tugas Infertil New

diberikan jadwal hubungan suami isteri. Steroid yang diberikan

yaitu prednisolon selama 10 hari pertama siklus istri dan 10 mg

pada hari ke11 dan 12. Didapatkan tingkat kehamilan pada

kelompok pertama sebesar 39,4 % dan kelompok kedua 4,8%.

Memang disini masih belum jelas apakah faktor steroid berperan

dalam tingginya tingkat kehamilan karena masih ada faktor lain

yaitu keadaan superovulasi, bypass terhadap lendir serviks atau

perbaikan lingkungan uterus. Beberapa efek samping pemakaian

imunosupresif ini antara lain nekrosis aseptik sendi paha,

kambuhnya ulkus duodenal.

Pencucian spermatozoa

Metode ini merupakan salah satu metode menghilangkan antibodi

antisperma yang terikat pada sperma. Disini sperma dari suami

dicuci beberapa kali dengan buffer fisiologik yang ditambah

serum/albumin manusia 5-10%. Spermatozoa yang telah dicuci

diinseminasi kekanalis servikalis atau kavum uteri isteri. Kualitas

sperma yang baik penting sekali dalam metode ini.

Penggunaan heparin dan aspirin

Pada keadaan infertilitas yang disebabkan adanya faktor autoimum

dimana didapatkan antibodi antifosfolipid beberapa peneliti

menggunakan heparin dan aspirin sebagai obat yang digunakan.

Sher mendapatkan tingkat kehamilan sebesar 49% pada kelompok

terapi dan hanya 16% pada kelompok non terapi. Kutteh dkk

melaporkan bahwa penggunaan heparin dasn aspirin dosis rendah

lebih bik dibandingkan hanya menggunakan aspirin saja. Ia

mendapatkan angka kehamilan 44% pada kelompok aspirin dan

80% pada kelompok aspirin ditambah heparin. Balasch dengan

menggunakan aspirin 100 mg perhari mulai 1 bulan sebelum

Kelompok 28-Infertilitas Page 54

Page 55: Tugas Infertil New

konsepsi sampai selama kehamilan dapat meningkatkan angka

keberhasilan kehamilan dari 6,1% sampai 90,5%. Wada dkk juga

berhasil meningkatkan tingkat kehamilan dengan menggunakan

aspirin 150 mg atau 300 mg dalam penelitiannya.

d) Gangguan hubungan seksual dapat berupa :

1. Frekuensi tidak teratur

2. Impotensia

3. Ejakulasi dini

4. Ejakulasi retardata

5. Ejakulasi retrograd

6. Epispadia/hipospadia

e) Endokrinopati

Ketidakseimbangan pengaturan hormonal pada sistem reproduksi

pria akan menyebabkan terjadinya gangguan proses

spermatogenesis dan/atau spermaogenesis. Pengobatan hormonal

yang tepat dapat mengembalikan proses spermatogenesis/

spermiogenesis yang normal. Untuk itu selain pemeriksaan fisis

andrologis diperlukan pemeriksaan kadar hormon (FSH, LH,

prolaktin dan testosteron) dalam darah.

1. Jika ditemukan kadar FSH dan LH yang tinggi dengan kadar

testosteron darah yang subnormal, biasanya pengobatan

hormonal tidak diperlukan karena keadaan ini menunjukkan

adanya gagal testis primer, misalnya Klinefeltersyndrome;

terapi hormon hanya berupa substitusi androgen untuk masalah

potensi seksnya.

2. Jika kadar FSH tinggi, tapi kadar LH dan testosteron darah

masih dalam batas normal, keadaan ini biasanya menunjukkan

adanya kekurangpekaan sel-sel germinativum (isolated

germinal cell failure); jumlah spermatozoa dapat berkisar dari

azoospermia-oligozoospermia. Terapi hormonal tidak ada

artinya, hanya dapat dicoba AIH/ IBS atau IVF.

Kelompok 28-Infertilitas Page 55

Page 56: Tugas Infertil New

3. Jika kadar FSH, LH dan Testosteron ketiga-tiganya rendah

disertai volume testis yang abnormal dan konsistensi yang agak

kurang padat, keadaan seperti ini disebut sebagai

hipogonadisme atau gagal testis sekunder. Jika tidak ada

hiperprolaktinemia, terapi gonadotropin (HCB dan HMG) atau

testosteron dapat memberikan harapan baik.

2.5.3 Assisted Reproductive Technology

1. Intrauterine Insemination (IUI)

IUI merupakan sebuah proses memasukkan sperma melalui serviks

kedalam uterus Hal ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tabung

plastik yang melewati serviks menuju uterus. Prosedur ini dilakukan

bersamaan dengan waktu terjadinya ovulasi pada sang wanita. Untuk

melakukan teknik ini, sang wanita harus mempunyai uterus dan tuba

fallopi yang normal. IUI ini digunakan pada wanita yang mempunyai

kelainan mukos serviks, endometriosis, atau pada keadaan terterntu seperti

sperma baik tapi eyakulat tidak dapat diletakkan ke dalam vagina,

misalnya pada impotentia coundi ejaculatio praecox atau hypospadia.

Kadang-kadang juga dilakukan pada keadaan yang menyukarkan

naiknya spermatozoa ke dalam uterus seperti ostium uteri internum yang

sempit, retro-flexio uteri dan lain sebagainya.

Inseminasi ada dua macam :

a. Inseminasi heterolog : artificial insemination donor (AID).

b. Inseminasi homolog : artificial insemination husband (AIH).

Cara yang pertama tidak dibenarkan di Indonesia.

Kelompok 28-Infertilitas Page 56

Page 57: Tugas Infertil New

Gambar : Intrauterine Insemination

2. In Vitro Fertilisation (IVF)

IVF berarti fertilisasi yang dilakukan diluar tubuh. Dalam proses IVF,

pasien juga termasuk mendapat pengobatan untuk menstimulasi ovarium

untuk memproduksi lebih banyak sel telur. Ketika sel telur sudah

terbentuk, sel telur tersebut akan diambil melalui operasi kecil. Sel telur

kemudian akan dicampur dengan sperma dilaboratorium dan

diinkubasikan selama 2-3 hari. Tujuannya agar sperma dapat membuahi

sel telur dan membentuk embrio. Embrio tersebut kemudian akan

diletakkan didalam uterus wanita menggunakan sebuah tabung plastik

melalui vagina dan serviks. Kemudian setelah embrio dimasukkan

diperlukan beberapa tambahan hormon untuk membantu implantasi

embrio, dalam hal ini progesteron dan hCG. IVF merupakan terapi yang

sangat berguna bagi wanita dengan kerusakan tuba, infertilitas yang tak

diketahui, endometriosis, dan infertilitas pada laki-laki.

Kelompok 28-Infertilitas Page 57

Page 58: Tugas Infertil New

Gambar : In Vitro Fertilization

3. Gamete Intrafallopian Transfer (GIFT) dan Zygote Intrafallopian Transfer

(ZIFT)

Gamet merupakan sebuah sel telur atau sperma. Teknik pengambilan sel

telur dan sperma pada GIFT dilakukan dengan cara yang sama seperti pada

IVF. Sel telur dan sperma kemudian dicampur dan langsung dipindah

tempatkan ke tuba fallopi. Hal ini dilakukan secara laparoskopi melalui

insisi kecil pada abdomen, atau dengan menggunakan kateter kecil melalui

serviks. Dengan cara ini memungkinkan sperma secara natural membuahi

sel telur di tuba fallopi. Untuk itu tuba fallopi sang wanita haruslah sehat.

Tidak berbeda jauh dengan GIFT, ZIFT dilakukan dengan cara yang sama,

tetapi pada ZIFT yang dipindah ke tuba fallopi adalah dalam bentuk zigot

bukan sel telur dan sperma seperti pada GIFT. Kedua teknik ini sekarang

sudah tergantikan dengan IVF sehingga jarang dillakukan. Dengan teknik

ini persentase terjadinya kehamilan lebih tinggi sedikit daripada dengan

teknik IVF, namun prosedur pelaksanaannya lebih rumit dan tidak nyaman

bagi pasien.

Kelompok 28-Infertilitas Page 58

Page 59: Tugas Infertil New

Gambar : Cara melakukan GIFT

Gambar : ZIFT

4. Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI)

Substansi didalam sel telur disebut sitoplasma, dan ICSI merupakan suatu

tekknik reproduksi buatan dengan memasukkan sebuah sperma secara

langsung ke sitoplasma dari sel telur. Prosedur ini dilakukan dengan

menggunakan jarum mikro. Sel telur yang sudah dimasuki sperma ini

kemudian ditempatkan di dalam uterus sama seperti IVF. Teknik ICSI ini

berguna untuk pasangan yang tidak berhasil dengan IVF, atau bila kualitas

sperma yang baik terlalu sedikit untuk dilakukan IVF. ICSI mempunyai

angka fertilisasi yang tinggi namun angkaterjadinya kehamilan hampir

sama dengan teknik IVF.

Kelompok 28-Infertilitas Page 59

Page 60: Tugas Infertil New

Gambar : ICSI

2.5.4 Sistem Rujukan

Dalam melakukan tata laksana terhadap pasangan suami-istri, diperlukan

sistem rujukan yang baik untuk menghindari keterlibatan dalam menegakkan

diagnosis atau tata laksana yang terkait dengan keterbatasan yang dimiliki pusat

layanan kesehatan primer.

Terdapat indikator tertentu yang digunakan sebagai batasan untuk

melakukan rujukan dari pusat layanan kesehatan primer ke pusat layanan

kesehatan di atasnya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-

masing pusat pelayanan kesehatan.

Dengan mengetahui indikator ini, pasutri dengan kriteria tertentu akan

langsung dirujuk ke rusat layanan kesehatan yang lebih tinggi tanpa dilakukan tata

laksana sebelumnya di pusat layanan kesehatan primer.

Jenis kelamin Indikator Rujukan

Kelompok 28-Infertilitas Page 60

Page 61: Tugas Infertil New

Perempuan Usia lebih dari 35 tahun

Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya

Riwayat kelainan tuba seperti hidrosalphing, abses tuba,

penyakit radang panggul, atau penyakit menular seksual

Riwayat pembedahan tuba, ovarium, uterus, dan daerah

panggul lainnya

Menderita endometriosis

Gangguan haid seperti amenorea atau oligomenorea

Hirsutisme atau galaktore

Kemoterapi

Lelaki Testis andesensus, orkidopeksi

Kemoterapi atau radioterapi

Riwayat pembedahan urogenital

Varikokel

Riwayat penyakit menular seksual

2.5.5 Prognosis

Menurut Behrman dan Kistner, prognosis terjadinya kehamilan tergantung

pada umur suami, umur istri, dan lamanya dihadapkan kepada kemungkinan

kehamilan (frekuensi hubungan seksual dan lamanya perkawinan). Fertilitas

maksimal wanita dicapai pada umur 24 tahun, kemudian menurun perlahan-lahan

sampai umur 30 tahun, dan setelah itu menurun dengan cepat. Menurut MacLeod,

fertilitas maksimal pria dicapai pada umur 24-25 tahun. Hampir pada setiap

golongan umur pria proporsi terjadinya kehamilan dalam waktu kurang dari 6

bulan meningkat dengan meningkatnya frekuensi senggama. Jones dan Pourmand

berkesimpulan bahwa pasangan yang telah dihadapkan pada infertilitas selama 3

tahun, angka harapan terjadinya kehamilan adalah sebesar 50% atau bisa

dikatakan prognosisnya baik, sedangkan pada pasangan yang infertilitasnya sudah

mencapai 5 tahun maka angka harapan terjadinya kehamilan adalah 30% dan bisa

dikatakan prognosisnya buruk.

BAB III

Kelompok 28-Infertilitas Page 61

Page 62: Tugas Infertil New

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

1. Dikatakan infertilitas jika istri tidak dapat hamil dalam 12 bulan

pernikahan tanpa kontasepsi disengaja.

2. Infertilitas terbagi atas dua jenis, primer dan sekunder. Infertilitas

primer adalah jika istri belum pernah hamil sebelumnya. Sedangkan

infertilitas sekunder adalah istri sudah pernah hamil sebelumnya

namun mengalami kesulitan untuk memperoleh kehamilan

selanjutnya.

3. Penyebab infertilitas terbagi atas faktor kesengajaan dan faktor

ketidak sengajaan. Faktor yang disengaja adalah ketika pasutri tidak

menghendaki adanya kehamilan. Sedangkan faktor yang tidak

disengaja adalah ketika pasutri menghendaki adanya kehamilan

namun tidak mendapatkan kehamilan yang disebabkan oleh berbagai

faktor diantaranya kelainan anatomi dan faktor imunologi.

4. Pemeriksaan infertilitas terbagi atas pemeriksaan terhadap pria dan

pemeriksaan wanita.

5. Penanganan infertilitas dapat menggunakan obat-obatan

(farmakologik) maupun teknologi yang sekarang sudah maju Assisted

reproductive technology (ART).

Kelompok 28-Infertilitas Page 62