tugas ii antropologi vani

Upload: rinaldihamzah

Post on 13-Jul-2015

45 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Tugas II Antropologi Perkawinan adat Batak dan Bali

Nama: Silvani NPM : 2011520004

Perkawinan Adat Batak1. Mangarisika. Adalah kunjungan utusan pria yang tidak resmi ke tempat wanita dalam rangka penjajakan. Jika pintu terbuka untuk mengadakan peminangan maka pihak orang tua pria memberikan tanda mau (tanda holong dan pihak wanita memberi tanda mata). Jenis barang-barang pemberian untuk pernikahan adat batak dapat berupa kain, cincin emas, dan lain-lain . 2. Marhori-hori Dinding/marhusip. Pembicaraan antara kedua belah pihak yang melamar dan yang dilamar, terbatas dalam hubungan kerabat terdekat dan belum diketahui oleh umum. 3. Marhata Sinamot. Pihak kerabat mempelai pria (dalam jumlah yang terbatas) datang kepada kerabat mempelai wanita untuk melakukan marhata sinamot, membicarakan masalah uang jujur (tuhor). 4. Pudun Sauta. Pihak kerabat pria tanpa hula-hula mengantarkan wadah sumpit berisi nasi dan lauk pauknya (ternak yang sudah disembelih) yang diterima oleh pihak parboru dan setelah makan bersama dilanjutkan dengan pembagian Jambar Juhut (daging) kepada anggota kerabat, yang terdiri dari:y y y y y

Kerabat marga ibu (hula-hula) Kerabat marga ayah (dongan tubu) Anggota marga menantu (boru) Pengetuai (orang-orang tua)/pariban Diakhir kegiatan Pudun Saut maka pihak keluarga wanita dan pria bersepakat menentukan waktu Martumpol dan Pamasu-masuon.

5. Martumpol (baca : martuppol) Penanda-tanganan persetujuan pernikahan adat oleh orang tua kedua belah pihak atas rencana perkawinan anak-anak mereka dihadapan pejabat gereja. Tata cara Partumpolon dilaksanakan oleh pejabat gereja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tindak lanjut Partumpolon adalah pejabat gereja mewartakan rencana pernikahan dari kedua mempelai melalui warta jemaat, yang di HKBP disebut dengan Tingting (baca : tikting). Tingting ini harus dilakukan dua kali hari minggu berturut-turut. Apabila setelah dua kali tingting tidak ada gugatan dari pihak lain baru dapat dilanjutkan dengan pemberkatan nikah (pamasu-masuon). 6. Martonggo Raja atau Maria Raja. Adalah suatu kegiatan pra pernikahan adat yang bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara pernikahan adat yang bertujuan untuk :y y

Mempersiapkan kepentingan pernikahan adat yang bersifat teknis dan non teknis Pemberitahuan pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah ditentukan ada pernikahan adat pernikahan dan berkenaan dengan itu agar pihak lain tidak mengadakan pernikahan adat dalam waktu yang bersamaan.

y

Memohon izin pada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta atau penggunaan fasilitas umum pada pesta yang telah direncanakan.

7. Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan) Pengesahan pernikahan adat kedua mempelai menurut tatacara gereja (pemberkatan pernikahan oleh pejabat gereja). Setelah pemberkatan pernikahan selesai maka kedua mempelai sudah sah sebagai suami-istri menurut gereja. Setelah selesai seluruh acara pamasumasuon, kedua belah pihak yang turut serta dalam acara pamasu-masuon maupun yang tidak pergi menuju tempat kediaman orang tua/kerabat orang tua wanita untuk mengadakan pesta unjuk. Pesta unjuk oleh kerabat pria disebut Pesta Mangalap parumaen (baca : parmaen) 8. Pesta Unjuk. Suatu acara perayaan yang bersifat sukacita atas pernikahan adat putra dan putri. Ciri pesta sukacita ialah berbagi jambar :y

Jambar yang dibagi-bagikan untuk kerabat parboru adalah jambar juhut (daging) dan jambar uang (tuhor ni boru) dibagi menurut peraturan. Jambar yang dibagi-bagikan bagi kerabat paranak adalah dengke (baca : dekke) dan ulos yang dibagi menurut peraturan. Pesta Unjuk ini diakhiri dengan membawa pulang pengantin ke rumah paranak.

y

9. Mangihut di ampang (dialap jual) Yaitu mempelai wanita dibawa ke tempat mempelai pria yang dielu-elukan kerabat pria dengan mengiringi jual berisi makanan bertutup ulos yang disediakan oleh pihak kerabat pria. 10. Ditaruhon Jual. Jika pesta untuk pernikahan itu dilakukan di rumah mempelai pria, maka mempelai wanita dibolehkan pulang ke tempat orang tuanya untuk kemudian diantar lagi oleh para namborunya ke tempat namborunya. Dalam hal ini paranak wajib memberikan upa manaru (upah mengantar), sedang dalam dialap jual upa manaru tidak dikenal. 11. Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat ni si Panganon)y

y

Setibanya pengantin wanita beserta rombongan di rumah pengantin pria, maka diadakanlah acara makan bersama dengan seluruh undangan yang masih berkenan ikut ke rumah pengantin pria. Makanan yang dimakan adalah makanan yang dibawa oleh pihak parboru

12. Paulak Unea.y

Setelah satu, tiga, lima atau tujuh hari si wanita tinggal bersama dengan suaminya, maka paranak, minimum pengantin pria bersama istrinya pergi ke rumah mertuanya untuk menyatakan terima kasih atas berjalannya acara pernikahan dengan baik, terutama

y

keadaan baik pengantin wanita pada masa gadisnya (acara ini lebih bersifat aspek hukum berkaitan dengan kesucian si wanita sampai ia masuk di dalam pernikahan). Setelah selesai acara paulak une, paranak kembali ke kampung halamannya/rumahnya dan selanjutnya memulai hidup baru.

13. Manjahea. Setelah beberapa lama pengantin pria dan wanita menjalani hidup berumah tangga (kalau pria tersebut bukan anak bungsu), maka ia akan dipajae, yaitu dipisah rumah (tempat tinggal) dan mata pencarian. 14. Maningkir Tangga (baca : manikkir tangga) Beberapa lama setelah pengantin pria dan wanita berumah tangga terutama setelah berdiri sendiri (rumah dan mata pencariannya telah dipisah dari orang tua si laki-laki) maka datanglah berkunjung parboru kepada paranak dengan maksud maningkir tangga (yang dimaksud dengan tangga disini adalah rumah tangga pengantin baru). Dalam kunjungan ini parboru juga membawa makanan (nasi dan lauk pauk, dengke sitio tio dan dengke simundur-mundur). Dengan selesainya kunjungan maningkir tangga ini maka selesailah rangkaian pernikahan adat na gok.

Perkawinan Adat BaliDalam ajaran Hindu terdapat empat tahap dalam mencapai tujuan hidup, adapun tujuan hidup tersebut dinamakan Catur Purusa Artha terdiri dari Dharma, Artha, Kama dan Moksa. Dalam pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Sementara dalam Perkawinan adalah bentuk perujudan dari suatu usaha untuk mencapai tujuan hidup. Dalam lontar Agastya Parwa disebutkan "Yatha sakti Kayika Dharma" ini bermakna dengan kemampuan sendiri melaksanakan Dharma. Upacara perkawinan pada hakekatnya adalah upacara persaksian ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan kepada masyarakat bahwa kedua orang yang bersangkutan telah mengikatkan diri sebagai suami-istri. Sedangkan pengertian perkawinaan sendiri adalah jalinan ikatan secara lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk suatu keluarga yang bahagia dan abadi selamanya hingga akhir usia. Bila seseorang sudah berniat melakukan perkawinan, diharapkan sudah mereka sudah siap lahir dan batin dalam menempuk bahtera rumah tangga kelak. Dalam perkawinan umat Hindu di Bali, ada dua tujuan hidup yang harus dapat diselesaikan dengan tuntas yaitu mewujudkan artha dan kama yang berdasarkan Dharma. Sebelum seseorang memasuki jenjang perkawinan dibutuhkan suatu bimbingan, nasehat dan wejangan agar dalam pelaksaanaannya nanti tidak mengalami kendala, masalah yang mungkin akan timbul dalam mengarui biduk bahtera rumah tangga, bimbingan ini diberikan dari orang yang mengerti dan ahli dalam bidang agama Hindu, orang yang mengerti agama ini akan menerangkan apa yang menjadi tugas dan kewajiban bagi orang yang telah terikat dalam pernikahan sehinggabisa mandiri di dalam mewujudkan tujuan hidup mendapatkan artha dan kama berdasarkan Dharma. Lalu dilanjutkan dengan proses penyucian diri yang bertujuan memberikan kesempatan kepada leluhur untuk menjelma kembali dalam rangka memperbaiki karmanya (umat Hindu di Bali percaya leluhur yang sudah meninggal dapat berenkarnasi dalam perujudan anak cucu kembali) untuk peleburan perbuatan buruk ke dalam perbuatan yang baik, itu adalah manfaat jadi manusia. Melahirkan anak lewat perkawinan mengasuh, membimbing, memeliharanya dan mendidik dengan penuh kasih saying

sesungguhnya suatu yadnya kepada leluhur. Terlebih lagi kalau anak tersebut dapat menjadi manusia yang sempurna, akan merupakan suatu perbuatan melebihi seratus yadnya, demikian disebutkan dalam Slokantara. Perkawinan bagi umat Hindu merupakan sesuatu yang suci dan sakral. Saat itu perkawinan layak atau tidak nya ditentukan oleh seorang Resi, dimana sang Resi (Bramana Sista) ini mampu melihat lewat mata batin cocok tidaknya dari pasanngan yang akan dinikahkan, bila tidak cocok atau jodoh akan dibatalkan karena bisa berakibat buruk bagi kehidupan rumah tangga mereka nanti. Namun seiring masa berganti dan pertimbangan duniawi lebih mempengaruhi orang tua dalam memilih jodoh untuk anak anak mereka dan bukan lagi nilai budi pekerti yang di junjung tinggi Pernikahan adat Bali menggunakan sistem patriarki yaitu semua tahapan dan proses pernikahan dilakukan di rumah mempelai pria. Menurut UU perkawinan no 1 thn 1974, sah tidaknya suatu perkawinan adalah sesuai menurut hukum dan agama masing masing. Proses upacara adat pernikahan di Bali disebut Mekala-kalaan (natab banten). Pelaksaan upacara ini dipimpin oleh seorang pendeta yang diadakan di halaman rumah sebagai titik sentral kekuatan Kala Bhucari yang dipercaya sebagai penguasa wilayah madyaning mandala perumahan. Makalan-kalaan sendiri berasal dari kata Kala yang mengandung pengertian energi. Upacara mekala-kalaan ini mempunyai maksud untuk menetralisir kekuatan kala/energi yang bersifat buruk/negatif dan berubah menjadi positif/baik. Adapun maksud dari upacara ini adalah sebagai pengesahan perkawinan antara kedua mempelai dan sekaligus penyucian benih yang terkandung di dalam diri kedua mempelai. Peralatan Mekala-kalaan dan symbol upacara adat perkawinan Baliy

y y

y

y

Sanggah Surya/bambu melekungmerupakan niyasa (simbol) istana Sang Hyang Widhi Wasa, ini merupakan istananya Dewa Surya dan Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih. Di sebelah kanan digantungkan biyu lalung simbol kekuatan purusa dari Sang Hyang Widhi dan Sang Hyang Purusa ini bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Jaya sebagai dewa kebajikan, ketampanan, kebijaksanaan simbol pengantin pria dan di sebelah kiri sanggah digantungkan sebuah kulkul berisi beremsimbol kekuatan prakertinya Sang Hyang Widhi dan bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Ratih dewi kecantikan serta kebijaksanaan simbol pengantin wanita. Kelabang Kala Nareswari (Kala Badeg)simbol calon pengantin yang diletakkan sebagai alas upacara mekala-kalaan serta diduduki oleh kedua calon pengantin. Tikeh Dadakan (tikar kecil)Tikar yang diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput dara (hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikar adalah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni). Keris sebagai kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga) calon pengantin pria. Biasanya nyungklit keris, dipandang dari sisi spritualnya sebagai lambang kepurusan dari pengantin pria. Benang Putihdibuatkan sepanjang setengah meter, terdiri dari 12 bilahan benang menjadi satu, serta pada kedua ujung benang masing-masing dikaitkan pada cabang pohon dapdap setinggi 30 cm. Angka 12 berarti simbol dari sebel 12 hari, yang diambil dari cerita dihukumnya Pandawa oleh Kurawa selama 12 tahun. Dengan upacara mekala-kalaan otomatis sebel pengantin yang disebut sebel kandalan menjadi sirna dengan upacara penyucian tersebut. Dari segi spiritual benang ini sebagai simbol dari lapisan kehidupan, berarti sang pengantin telah siap untuk meningkatkan alam kehidupannya dariBrahmacari Asrama menuju alam Grhasta Asrama.

y

Tegen tegenanMakna tegen-tegenan merupakan simbol dari pengambil alihan tanggung jawab sekala dan niskala. Adapun Perangkat tegen-tegenan ini :

1. Batang tebu berarti hidup pengantin mengandung arti kehidup dijalani secara bertahap seperti hal tebu ruas demi ruas, secara manis. 2. Cangkul sebagai simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja, berkarma berdasarkan Dharma. 3. Periuk simbol windhu. 4. Buah kelapa simbol brahman (Sang Hyang Widhi). 5. Seekor yuyu/kepiting simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan kerahayuan.y

y

y

y

y

Suwun-suwunan(sarana jinjingan)Berupa bakul yang dijinjing mempelai wanita yang berisi talas, kunir, beras dan bumbu-bumbuan melambangkan tugas wanita atau istri mengembangkan benih yang diberikan suami, diharapkan seperti pohon kunir dan talas berasal dari bibit yang kecil berkembang menjadi besar. Dagang-daganganmelambangkan kesepakatan dari suami istri untuk membangun rumah tangga dan siap menanggung segala resiko yang timbul akibat perkawinan tersebut seperti kesepakatan antar penjual dan pembeli dalam transaksi dagang. Sapu lidi (3 lebih). Simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita saling mencermati satu sama lain, isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu ingat dengan kewajiban melaksanakan Tri Rna berdasarkan ucapan baik, prilaku yang baik dan pikiran yang baik, disamping itu memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan dan kehidupan rumah tangga. Sambuk Kupakan (serabut kelapa). Serabut kelapa dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telor bebek, kemudian dicakup kembali di luarnya diikat dengan benang berwarna tiga (tri datu). Serabut kelapa berbelah tiga simbol dari Triguna (satwam, rajas, tamas). Benang Tridatu simbol dari Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) mengisyaratkan kesucian.Telor bebek simbol manik. Kedua Mempelai saling tendang serabut kelapa (metanjung sambuk) sebanyak tiga kali, setelah itu secara simbolis diduduki oleh pengantin wanita. Ini mengandung pengertian Apabila mengalami perselisihan agar bisa saling mengalah, serta secara cepat di masing-masing individu menyadari langsung. Selalu ingat dengan penyucian diri, agar kekuatan triguna dapat terkendali. Selesai upacara serabut kalapa ini diletakkan di bawah tempat tidur mempelai. Tetimpugadalah bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang bertujuan memohon penyupatan dari Sang Hyang Brahma.

Rangkaian tahapan upacara pernikahan adat Bali: Upacara Ngekeb: Acara ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin wanita dari kehidupan remaja menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga dengan memohon doa restu kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bersedia menurunkan kebahagiaan kepada pasangan ini serta nantinya mereka diberikan anugerah berupa keturunan yang baik.

Setelah itu pada sore harinya, seluruh tubuh calon pengantin wanita diberi luluran yang terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang telah dihaluskan. Dipekarangan rumah juga disediakan wadah berisi air bunga untuk keperluan mandi calon pengantin. Selain itu air merang pun tersedia untuk keramas. Sesudah acara mandi dan keramas selesai, pernikahan adat bali akan dilanjutkan dengan upacara di dalam kamar pengantin. Sebelumnya dalam kamar itu telah disediakan sesajen. Setelah masuk dalam kamar biasanya calon pengantin wanita tidak diperbolehkan lagi keluar dari kamar sampai calon suaminya datang menjemput. Pada saat acara penjemputan dilakukan, pengantin wanita seluruh tubuhnya mulai dari ujung kaki sampai kepalanya akan ditutupi dengan selembar kain kuning tipis. Hal ini sebagai perlambang bahwa pengantin wanita telah bersedia mengubur masa lalunya sebagai remaja dan kini telah siap menjalani kehidupan baru bersama pasangan hidupnya. Mungkah Lawang (Buka Pintu): Seorang utusan Mungkah Lawang bertugas mengetuk pintu kamar tempat pengantin wanita berada sebanyak tiga kali sambil diiringi olehseorang Malat yang menyanyikan tembang Bali. Isi tembang tersebut adalah pesan yang mengatakan jika pengantin pria telah datang menjemput pengantin wanita dan memohon agar segera dibukakan pintu. Upacara Mesegehagung: Sesampainya kedua pengantin di pekarangan rumah pengantin pria, keduanya turun dari tandu untuk bersiap melakukan upacara Mesegehagung yang tak lain bermakna sebagai ungkapan selamat datang kepada pengantin wanita, kemudian keduanya ditandu lagi menuju kamar pengantin. Ibu dari pengantin pria akan memasuki kamar tersebut dan mengatakan kepada pengantin wanita