tugas higine pangan

15
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Rigor mortis adalah suatu proses yang terjadi setelah ternak disembelih diawali fase prarigor dimana otot-otot masih berkontraksi dan diakhiri dengan terjadinya kekakuan pada otot. Padas sat kekakuan otot itulah disebut sebagai terbentuknya rigor mortis sering diterjemahkan dengan istilah kejang mayat. Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis tergantung pada jumlah ATP yang tersedia pada saat ternak mati. Jumlah ATP yang tersedia terkait dengan jumlah glikogen yang tersedia pada saat menjelang ternak mati. Pada ternak yang mengalami kecapaian/kelelahan atau stress dan kurang istirahat menjelang disembelih akan mengjhasilkan persediaan ATP yang kurang sehingga proses rigor mortis akan berlangsung cepat. Demikian pula suhu yang tinggi pada saat ternak disembelih akan mempercepat habisnya ATP akibat perombakan oleh enzim ATPase sehingga rogor mortis akan berlangsung cepat. Waktu yang singkat untuk terbentuknya rigor mortis mengakibatkan pH daging masih tinggi (diatas pH akhir daging yang normal) pada saat terbentuknya rigor mortis. Jika pH >5.5 – 5.8 pada saat rigor mortis 1

Upload: andi-husnul-khatimah

Post on 19-Dec-2015

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

rigor mortis

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas higine pangan

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Rigor mortis adalah suatu proses yang terjadi setelah ternak disembelih

diawali fase prarigor dimana otot-otot masih berkontraksi dan diakhiri dengan

terjadinya kekakuan pada otot. Padas sat kekakuan otot itulah disebut sebagai

terbentuknya rigor mortis sering diterjemahkan dengan istilah kejang mayat.

Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis tergantung pada

jumlah ATP yang tersedia pada saat ternak mati. Jumlah ATP yang tersedia

terkait dengan jumlah glikogen yang tersedia pada saat menjelang ternak mati.

Pada ternak yang mengalami kecapaian/kelelahan atau stress dan kurang istirahat

menjelang disembelih akan mengjhasilkan persediaan ATP yang kurang sehingga

proses rigor mortis akan berlangsung cepat. Demikian pula suhu yang tinggi pada

saat ternak disembelih akan mempercepat habisnya ATP akibat perombakan oleh

enzim ATPase sehingga rogor mortis akan berlangsung cepat.

Waktu yang singkat untuk terbentuknya rigor mortis mengakibatkan pH

daging masih tinggi (diatas pH akhir daging yang normal) pada saat terbentuknya

rigor mortis. Jika pH >5.5 – 5.8 pada saat rigor mortis terbentuk dengan waktu

yang cepat dari keadaan normal maka kualitas daging yang akan dihasilkan

menjadi rendah (warna merah gelap, kering dan strukturnya merapat) dan tidak

bertahan lama dalam penyimpanan sekalipun pada suhu dingin.

Proses biokimia yang berlangsung sebelum dan setelah ternak mati sampai

terbentuknya rigor mortis pada umumnya merupakan suatu kegiatan yang besar

perannya terhadap kualitas daging yang akan dihasilkan pascarigor. Kesalahan

penanganan pascamerta sampai terbentuknya rigor mortis dapat mengakibatkan

mutu daging menjadi rendah ditandai dengan daging yang berwarna gelap (dark

firm dry) atau pucat (pale soft exudative) ataupun pengkerutan karena dingin (cold

shortening) atau rigor yang terbentuk setelah pelelehan daging beku (thaw rigor).

1

Page 2: Tugas higine pangan

Secara ilmiah otot baru dapat dikatakan daging jika proses rigor mortis telah

terbentuk dan dilanjutkan dengan proses pematangan otot (aging) sehingga otot

menjadi lebih ekstensibel dan mebrikan kualitas yang lebih baik dibanding pada

saat prarigor.

1.2 TUJUAN

1. Untuk mengetahui tentang rigor mortis.

2. Untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap waktu rigor

mortis.

2

Page 3: Tugas higine pangan

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 RIGOR MORTIS

Rigor mortis adalah suatu proses yang terjadi setelah ternak disembelih

diawali fase prarigor dimana otot-otot masih berkontraksi dan diakhiri dengan

terjadinya kekakuan pada otot. Padas sat kekakuan otot itulah disebut sebagai

terbentuknya rigor mortis sering diterjemahkan dengan istilah kejang mayat.

Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis tergantung pada

jumlah ATP yang tersedia pada saat ternak mati. Jumlah ATP yang tersedia

terkait dengan jumlah glikogen yang tersedia pada saat menjelang ternak mati.

Pada ternak yang mengalami kecapaian/kelelahan atau stress dan kurang istirahat

menjelang disembelih akan mengjhasilkan persediaan ATP yang kurang sehingga

proses rigor mortis akan berlangsung cepat. Demikian pula suhu yang tinggi pada

saat ternak disembelih akan mempercepat habisnya ATP akibat perombakan oleh

enzim ATPase sehingga rogor mortis akan berlangsung cepat.

Waktu yang singkat untuk terbentuknya rigor mortis mengakibatkan pH

daging masih tinggi (diatas pH akhir daging yang normal) pada saat terbentuknya

rigor mortis. Jika pH >5.5 – 5.8 pada saat rigor mortis terbentuk dengan waktu

yang cepat dari keadaan normal maka kualitas daging yang akan dihasilkan

menjadi rendah (warna merah gelap, kering dan strukturnya merapat) dan tidak

bertahan lama dalam penyimpanan sekalipun pada suhu dingin.

a. Fase Rigor Mortis

Ada tiga fase pada proses rigor mortis yakni fase prarigor, fase rigor

mortis dan fase pascarigor. Pada fase prarigor dibedakan atas fase penundaan

dan fase cepat seperti terlihat pada gambar 2.

Pada gambar 2 terlihat waktu pascamerta yang dibutuhkan untuk proses

rigor mortis pada otot yang berasal dari ternak kelinci. Pada grafik a

memperlihatkan waktu proses rigor mortis yang berlangsung sempurna; fase

penundaan membutuhkan waktu 8 jam dan fase cepat 3 jam. Waktu yang

dibutuhkan terbentuknya rigor mortis adalah 11 jam. Pada grafik b

memperlihatkan waktu rigor mortis pada kelinci yang mengalami

3

Page 4: Tugas higine pangan

kecapaian/kelelahan dimana waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor

mortis adalah 5 jam. Pada grafik c adalah proses rigor mortis yang terjadi

sangat cepat kurang dari 1 jam (30 menit) yang terjadi pada ternak kelinci yang

sudah sangat kelelahan (kehabisan sumber energi). Ketiga grafik ini (a, b, c)

menunjukkan bahwa waktu terbentuknya rigor mortis sangat tergantung pada

jenis ternak dan kondisi ternak sebelum mati; makin terkuras energi maka

makin cepat terbentuknya rigor mortis

Waktu pascamerta (jam)

Gambar 2. Proses rigor mortis pada kelinci (a=normal, b=kecapaian/kelelahan,

c=sangat terkuras stamina)

b. Perubahan Fisik Pada Proses Rigor Mortis

Aktomiosin adalah pertautan antara miofilamen tebal (myosin) dan

miofilamen tipis (aktin) pada organisasi miofibriler otot (Modul Struktur

Otot) dan mengakibatkan terjadinya kekakuan otot. Pada saat ternak masih

hidup maka pertautan kedua miofilamen ini (tebal dan tipis) berlangsung

secara reversible (ulang alik) yakni kontraksi dan relaksasi. Ketika kedua

miofilamen bergesek maka dikatakan terjadi kontraksi dan sarkomer (panjang

serat) akan memenedek sebaliknya pada saat kedua miofilamen saling

melepas (tidak terjadi pergesekan) maka disebut terjadi relaksasi ditnadai

dengan sarkomer memanjang.

4

Page 5: Tugas higine pangan

Sesaat setelah ternak mati maka kontraksi otot masih berlangsung sampai

ATP habis dan aktomiosin terkunci (irreversible). Otot menjadi kaku (kejang

mayat) dan tidak ekstensible; pada ssat ini tidak dibenarkan untuk memasak

daging karena akan sangat terasa alot.

c. Perubahan Karakter Fisikokimia

1. Kekakuan (kejang mayat) yang terjadi pada saat terbentuknya rigor mortis

mengakibatkan daging menjadi sangat alot dan disarnkan untuk tidak

dikonsumsi. Kekakuan ini secara perlahan akan kembali menjadi

ekstensibel akibat kerja sejumlah enzim pencerna protein diantaranya

cathepsin (lihat proses maturasi).

2. Pemendekan otot dapat terjadi akibat otot yang masih prarigor (masih

berkontraksi) didinginkan pada suhu mendekati titik nol. Kejadian ini

disebut sebagai cold shortening dimana serat otot bisa memendek sampai

40% dan mengakibatkan otot tersebut menjadi alot dan kehilangan banyak

cairan pada saat dimasak (lihat modul V). Pada saat prarigor, otot masih

dibenarkan untuk dikonsumsi sekalipun tingkat keempukannya tidak

sebaik jika dikonsumsi pada fase pascarigor. Ini dimungkinkan karena

adanya enzim Ca+2 dependence protease (CaDP) atau calpain yang

berperan sebagai enzim yang aktif bekerja mencerna protein jika ada ion

Ca+2 Ion ini diperoleh pada saat reticulum sarkoplasmik dipompa

pascakontraksi otot.

3. pH akhir otot menjadi asam akan terjadi setelah rigor mortis terbentuk

secara sempurna. Tapi kebanyakan yang terjadi adalah rigor mortis sudah

terbentuk tetapi pH otot masih diatas pH akhior yang normal (pH>5.5 –

5.8). pH akhir otot yang tinggi pada saat rigor mortis terbentuk

memberikan sifat fungsional yang baik pada otot yang dibutuhkan dalam

pengolahan daging (bakso, sosis, nugget). Demikian pula pada saat

prarigor, dimana otot masih berkontraksi sangat baik digunakan dalam

pengolahan. pH asam akan mengakibatkan daya ikat air (water holding

capacity) akan menurun, sebaliknya ketika pH akhir tinggi akan

memberikan daya ikat air yang tinggi.

5

Page 6: Tugas higine pangan

4. Denaturasi protein miofibriler dapat terjadi pada pH otot dibawah titik

isoelektrik mengakibatkan otot menjadi pucat, berair dan strukturnya

longgar (mudah terurai). Hal ini bisa terjadi pada ternak babi atau ayam

yang mengalami stress sangat berat menjelang disembelih dan akibatnya

proses rigor mortis berlangsung sangat cepat; bisa beberapa menit pada

ternak babi.

5. Warna daging menjadi merah cerah pada saat pH mencapai pH akhir

normal (5.5 – 5.8) pada saat terbentuknya rigor mortis.

2.2 FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB VARIASI WAKTU

TERBENTUKNYA RIGOR MORTIS

Jangka waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis bervariasi

dan tergantung pada:

1. Spesis; pada ternak babi waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor

mortis lebih singkat, beberapa jam malahan bisa beberapa menmeit pada kasus

PSE (pale soft exudative) dibanding dengan pada sapi yang membutuhkan

waktu 24 jam pada kondisi rigor mortis sempurna. Dikatakan sempurna jika

rigor mortis terjadi selama 24 jam pada ternak dengan kondisi cukup istirahat

dan full glikogen sebelum disembelih dan suhu ruangan sekitar 15°C.

2. Individu; terdapat perbedaan waktu terbentuk rigor mortis pada individu

berbeda dari jenis ternak yang sama. Sapi yang mengalami stress atau tidak

cukup istirahat sebelum disembelih akan memebutuhkan waktu yang lebih

cepat untuk instalasi rigor mortis dibanding dengan sapi yang cukup istirahat

dan tidak stress pada saat menjelang disembelih.

3. Macam serat; ada dua macam serat berdasarkan warena yang menyusun otot

yakni serat merah dan serat putih. Rigor mortis terbentuk lebih cepat pada

ternak yang tersusun oleh serat putih yang lebih banyak dibanding dengan serat

merah. Pada otot dengan serat merah yang lebih banyak memperlihatkan pH

awal lebih tinggi dengan aktivitas ATP ase yang lebih rendah. Aktivitas ATP

ase yang lemah akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk

menghabiskan ATP. Dengan demikian pada otot merah membutuhkan waktu

yang lebih lama untuk terbentuknya rigor mortis.

6

Page 7: Tugas higine pangan

4. Pengaruh umur

Dapat disimpulkan secara umum, bahwa keempukan menurun dengan

bertambahnya umur . Namun demikian perbaikan pakan (pemberian pakan

enersi tinggi) pada ternak sapi perah afkir sebelum penyembelihan untuk

memperbaiki kondisinya berdampak terhadap perbaikan keempukan, lebih

empuk dari sapi yang berumur muda dengan kondisi puberitas. Perbaikan

kualitas kolagen melalui terbentuknya kolagen baru (neo kolagen) yang

ditandai dengan sifat kolagen tersebut kembali seperti pada kolagen anak sapi

(sapi muda) yakni ikatan silang yang labil terhadap panas, dapat menjelaskan

fenomena tersebut.

5. Pengaruh suhu 

Waktu rigor mortis cukup bervariasi dan tergantung pada konteks

(misalnya suhu) dan kondisi hewan (misalnya kondisi metabolik dan penyebab

kematian). Misalnya, rigor mortis ketika suhu hangat (37 º C) daripada saat

dingin (25 º C). Dalam kasus apapun, berikut adalah perbedaaan. Krompecher

(1981) meneliti rigor mortis pada tikus pada temperatur yang berbeda:

Pada 37 º C (98 º F) kekakuan sepenuhnya dikembangkan oleh 3 jam

setelah kematian, dan diselesaikan pada 6 jam setelah kematian.

Pada 24 º C (75 º F) kekakuan sepenuhnya dikembangkan oleh 5 jam

setelah kematian, dan diselesaikan pada 16 jam setelah kematian.

Pada 6 º C (42 º F) kekakuan sepenuhnya dikembangkan oleh 48-60

jam setelah kematian, dan diselesaikan pada 168 jam setelah kematian.

6. Kadar pH

Kondisi pH daging akan berpengaruh kepada struktur, pengembangan

(swelling) dan daya larut protein. Kondisi protein ini akan berpengaruh

terhadap daya ikat air (WHC) dan juiciness, daya emulsi, kemampuan

membentuk gel, kekerasan, warna dan umur simpan.

Water-holding Capacity (WHC) atau daya ikat air adalah satu dari

beberapa sifat daging yang sangat penting untuk membentuk mutu teknologi

daging. WHC adalah kemampuan daging untuk mempertahankan kandungan

7

Page 8: Tugas higine pangan

air (bebas)nya pada saat diberikan tekanan dari luar (seperti pemanasan,

penggilingan atau pengepressan).

7. Pembentukan ATP

Sesaat setelah ternak mati maka sisa-sisa glikogen dan khususnya ATP

yang terbentuk menjelang ternak mati akan tetap digunakan untuk kontraksi

otot sampai ATP habis sama sekali dan pada saat itu akan terbentuk rigor mortis

ditandai dengan kekakuan otot (tidak ekstensibel lagi). Produksi ATP dari

glikogen melalui tiga jalur (Gambar 1) yakni:

Glikolisis; perombakan glikogen menjadi asam laktat (produk akhir) atau

melalui pembentukan terlebih dahulu asam piruvat (dalam keadaan aerob)

kemudian menjadi asam laktat (anaerob). Pada kondisi ini akan terbentuk 3

mol ATP

Siklus asam trikarboksilat (siklus krebs); sebagian asam piruvat hasil

perombakan glikogen bersama produk degradasi protein dan lemak akan

masuk kedalam siklus asam trikarboksilat yang menghasilkan CO2 dan atom

H. Atom H kemudian masuk ke rantai transport elektron dalam

mitochondria untuk menghasilkan H2O serta 30 mol ATP.

Hasil glikolisis berupa atom H secara aerob via rantai transport elektron

dalam mitochondria bersama dengan O2 dari suplai darah akan menghasilkan

H2O dan 4 mol ATP.

8

Page 9: Tugas higine pangan

BAB III

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Rigor mortis adalah suatu proses yang terjadi setelah ternak disembelih

diawali fase prarigor dimana otot-otot masih berkontraksi dan diakhiri

dengan terjadinya kekakuan pada otot.

2. Faktor faktor yang memepengaruhi waktu terbentuknya rigor mortis

adalah spesies, individu, jenis serat, pengaruh umur, pengaruh suhu,

kadar ph,dan pembentukan ATP.

9