tugas proposal metode pengawetan pangan

Upload: susilowati-ncus

Post on 06-Mar-2016

43 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

q

TRANSCRIPT

PROPOSAL PENELITIAN

PENGAWETAN BAKSO DAGING SAPI DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK WORTEL (Daucus carota) GUNA MENCEGAH DAN MENGURANGI PENGGUNAAN FORMALIN DAN BORAKS

Disusun oleh :Susilowati21030113120031

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG2015

RINGKASANBakso yang dijual oleh pedagang belum tentu habis dalam satu hari. Dengan demikian pedagang akan mengalami kerugian sehingga pedagang mengambil jalan pintas untuk memproduksi bakso agar lebih awet dengan memberikan bahan pengawet. Para pedagang biasanya memilih bahan pengawet yang harganya murah sehingga memperoleh keuntungan yang banyak, misalnya formalin dan boraks. Formalin dan boraks merupakan bahan pengawet mayat yang tentu saja sangat berbahaya jika dikonsumsi oleh manusia. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan menggunakan bahan pengawet alami dengan harga yang murah, salah satunya bisa dimanfaatkan ekstrak wortel. Ekstrak wortel mengandung beta karoten yang sangat tinggi yang mengandung antioksidan yang dapat menghambat fermentasi, pengasaman, atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Dengan menggunakan wortel, juga akan menambah kandungan gizi dalam bakso sehingga lebih sehat untuk dikonsumsi.Kata Kunci : Bakso, Wortel, Pengawet

DAFTAR ISIHalaman Judul ..........................................................................................................iRingkasan ................................................................................................................. iiDaftar Isi iiiBab I PendahuluanI.1 Latar Belakang .................................................................................................1I.2 Tujuan Penelitian ..............................................................................................6I.3 Kegunaan Penelitian ........................................................................................6Bab II Tinjauan PustakaII.1 Tinjauan Umum tentang Bakso........................................................................7II.2 Tinjauan Umum tentang Daging Sapi .............................................................9II.3 Komposisi Kimia Daging Sapi ........................................................................10II.4 Kualitas Daging Segar......................................................................................10II.5 Tinjauan Umum tentang Wortel....................................................................... 11II.6 Bahan Pembuat Bakso................................................................................... 12II.7 Proses Pembuatan Bakso Daging Sapi............................................................ 15Bab III Metodologi PenelitianIII.1 Bahan yang Digunakan ................................................................................. 16III.2 Reagensia ......................................................................................................16III.3 Alat yang Digunakan ....................................................................................16III.4 Metode...........................................................................................................17III.5 Pengamatan dan Pengumpulan Data.............................................................. 18Daftar Pustaka........................................................................................................................... 21

iii

BAB IPENDAHULUAN

I.1 Latar BelakangBakso merupakan salah satu produk olahan yang sangat populer. Bakso dapat ditemukan di pasar tradisional maupun supermarket, bahkan banyak juga dijual oleh pedagang keliling. Bakso tidak hanya hadir dalam sajian seperti bakso atau mie ayam, tetapi biasanya juga dijadikan bahan campuran dalam beragam masakan lain, misalnya pada aneka sup, nasi goreng, tahu bakso, mie goreng dan cap cay.Bakso merupakan daging yang dihaluskan, dicampur dengan tepung terigu, bawang putih, merica dan garam dapur. Setelah itu dibentuk bulatbulat dengan manual atau alat dengan ukuran antara 3 cm-5 cm, dengan berat 25 gram-30 gram per butir yang dimasak dalam air panas untuk siap saji. Bakso mengandung protein tinggi, memiliki kadar air tinggi dan Ph netral sehingga rentan terhadap kerusakan sehingga memiliki daya awet maksimal satu hari pada suhu kamar. Istilah bakso biasanya diikuti dengan nama jenis dagingnya, seperti bakso ikan, bakso ayam, bakso sapi dan bakso udang. Jika bakso daging sapi terbuat dari daging sapi segar, bebas urat, sedikit lemak seperti daging lemusir dan gandik akan menghasilkan bakso yang bermutu baik. Bisa juga menggunakan daging penutup, paha depan, atau daging iga (Anonim, 2006). Bakso yang dijual oleh pedagang belum tentu habis dalam satu hari. Dengan demikian pedagang akan mengalami kerugian sehingga pedagang mengambil jalan pintas untuk memproduksi bakso agar lebih awet dengan memberikan bahan pengawet yang total pemakaiannya masih jauh dari batas aman, padahal penggunaan bahan pengawet daging olahan dan daging awetan ada batas maksimumnya misalnya : asam benzoat (benzoic acid) 1 g/kg, kalium nitrat (Potassium Nitrate) 500 mg/kg, kalium nitrit (potassium nitrite) 125 mg/kg, natrium nitrat (sodium nitrate) 500 mg/kg dan natrium nitrit (sodium nitrite) 125 mg/kg (Yuli, 2007). Para pedagang biasanya memilih bahan pengawet yang harganya murah sehingga memperoleh keuntungan yang banyak, misalnya formalin dan boraks. Formalin pada bakso berfungsi untuk memperpanjang daya awet kurang lebih 4 hari, sedangkan boraks yang dikenal sebagai obat bakso dapat mengenyalkan, warna bakso lebih putih, saat direndam dalam kuah panas menebarkan aroma mirip obat atau kapur. Bakso sapi tanpa boraks memiliki ciri lebih gelap warnanya dan cenderung coklat gelap (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Selain itu, memiliki tekstur yang kenyal tetapi lembut, empuk dan tidak lengket (Anonim, 2006).Formalin atau formaldehide adalah bentuk aldehid yang paling sederhana (H2CO). Formalin mudah larut dalam air, sampai kadar 55% sangat reaktif dalam suasana alkalis serta bersifat sebagai zat pereduksi yang kuat, mudah menguap pada suhu ruang karena titik didihnya yang rendah yaitu 200C (WHO, 1989). Formalin biasanya digunakan sebagai antiseptik untuk membunuh bakteri dan kapang, terutama untuk mensterilkan peralatan kedokteran, disinfektan untuk pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi serangga, lalat, dan mengawetkan spesimen biologi termasuk mayat dan kulit (Olson dalam Mustofa, 2006). Formalin selain merupakan bahan pengawet pada mayat, saat ini penggunaannya sudah merambah ke produk pangan. Hal ini disebabkan formalin memperpanjang umur simpan suatu produk. Masalah yang terjadi adalah bahwa formalin bukan merupakan bahan pengawet makanan. Jika formalin digunakan pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia. Gejala yang biasa ditimbulkan antara lain : sukar menelan, sakit perut akut disertai muntahmuntah, mencret berdarah, timbulnya depresi susunan saraf atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvolsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah), dan pada dosis 100 gram dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam. Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan formalin. Toksisitas boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpansecara kumulatif pada hati, otak atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi. Pada dosis yang cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntahmuntah, mencret dan kram perut. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosisnya mencapai 5 gram atau lebih akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya mencapai 10-20 gram atau lebih (Winarno dan Rahayu, 1994). Melihat bahaya formalin dan boraks yang ditimbulkan maka perlu dilakukan penyuluhan pada masyarakat agar tidak menggunakan bahan tersebut. Sebenarnya ada bahan pengawet lain yang aman digunakan misalnya ekstrak wortel.Wortel mengandung beta-karoten paling tinggi dibandingkan dengan kentang dan tomat. Beta-karoten tersebut mengandung antioksidan yang dapat menghambat fermentasi, pengasaman, atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Dengan menggunakan wortel, juga akan menambah kandungan gizi dalam bakso sehingga lebih sehat untuk dikonsumsi.Berdasarkan Hasil penelitian Nasution (2006) menyatakan bahwa analisa zat gizi dan analisa mutu fisik mie basah wortel yang dilakukan dengan uji organoleptik (warna, aroma, tekstur, dan rasa) serta rangkaian analisa statistik yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna bahwa mie basah wortel lebih disukai daripada mie basah tanpa wortel. Disamping itu terdapat kandungan beta karoten, protein, kadar abu, dan kadar air ternyata untuk zat gizi lainnya meliputi lemak, karbohidrat, vitamin C, kalsium, fosfor, zat besi dan serat juga kandungannya lebih tinggi pada mie basah wortel. Oleh karena itu, peneliti ingin menganalisis kadar protein dan organoleptik pada bakso daging sapi dengan berbagai konsentrasi dan lama pengawetan yang berbeda. Maka peneliti mengajukan judul Pengawetan Bakso Daging Sapi dengan Penambahan Ekstrak Wortel (Daucus carota) Guna Mencegah dan Mengurangi Penggunaan Formalin dan Boraks.

I.2 Tujuan PenelitianTujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui perlakuan yang memiliki daya simpan paling lama dengan penambahan ekstak wortel dan penyimpanan suhu yang berbeda. Dan mengetahui hasil uji organoleptik pada bakso daging dengan pengawet alami yaitu ekstrak wortel

I.3 Kegunaan Penelitian Sebagai sumber data dalam penyusunan proposal penelitian di Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang Sebagai sumber informasi dalam cara pengawetan bakso daging sapi secara aman.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Umum Tentang BaksoBakso merupakan produk gel dari protein daging, baik daging sapi, ayam, ikan maupun udang. Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama garam dapur, tepung tapioka, dan bumbu, berbentuk bulat seperti kelereng dengan berat 25-30 g per butir. Setelah dimasak bakso memiliki tekstur yang kenyal sebagai ciri spesifiknya. Kualitas bakso sangat bervariasi karena perbedaan bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan, proporsi daging dengan tepung dan proses pembuatannya (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Bakso daging digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu bakso daging, bakso urat, dan bakso aci. Penggolongan bakso itu dilakukan berdasarkan perbandingan atas jumlah daging dengan perbandingan jumlah tepung yang digunakan dalam pembuatan bakso. Bakso daging dibuat dengan menggunakan bahan dasar tepung pati dan daging dengan jumlah yang lebih besar. Bakso aci dibuat dengan menggunakan pati dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan daging yang digunakan. Bakso urat dengan menggunakan daging yang banyak mengandung jaringan ikat dalam jumlah lebih besar dibanding dengan jumlah pati (Ngudiwaluyo dan Suharjito, 2003).Bakso adalah campuran homogen daging, tepung pati dan bumbu yang telah mengalami proses ekstrusi dan pemasakan. Cara pembuatan bakso tidak sulit, daging digiling halus kemudian dicampur dengan tepung dan bumbu di dalam alat pencampur khusus sehingga bahan tercampur menjadi bahan pasta yang sangat rata dan halus. Setelah itu pasta dicetak berbentuk bulat dan direbus sampai matang. Bakso yang bermutu bagus dapat dibuat tanpa penambahan bahan kimia apapun (Departemen Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 2007).Kriteria dan diskripsi mutu sensoris bakso ditampilkan pada Tabel 1 berikut:Tabel 1. Kriteria Mutu Sensori BaksoParameterBakso DagingBakso Ikan

PenampakanBakso bulat halus, berukuran seragam, bersih dan cemerlang tidak kusam.sedikitpun tidak berjamur dan tidak berlendir.

Bentuk bulat halus, beruku-ran seragam, bersih dan ce-merlang, tidak kusam.

WarnaCoklat muda cerah atau sedikit agak kemerahan atau coklat mu-da agak keputihan atau abu-abu. Warna tersebut merata tanpa warna lainyang mengganggu.

Putih merata tanpa warna asing lain

Bau Bau khas daging segar rebus do-minan,tanpa bau tengik,masam, basi atau busuk. Bau bumbu cu-kup tajam.

Bau khas ikan segar rebus dominan sesuai jenis ikan yang digunakan dan bau bumbu cukup tajam. Tidak terdapat bau mengganggu, tanpa bau amis, tengik, ma-sam atau busuk

RasaRasa lezat, enak, rasa daging dominan rasa bumbu cukup menonjol tetapi tidak berle-bihan. Tidak terdapat rasa asing yang mengganggu.

Rasa lezat, enak, rasa ikan ikan dominan sesuai jenis ikan yang digunakan, danrasa bumbu cukup menonjol tetapi tidak berlebihan. Tidak terdapat rasa asing yang mengganggu, dan tidak terla-lu asin

TeksturTekstur kompak, elastis, kenyal Tetapi tidak liat atau membal, ti-dak ada serat daging, tidak lem-bek, tidak basah berair, dan tidak rapuh.

Tekstur kompak, elastis tidak liat atau membal, tidak adaserat daging, tanpa duri atau tulang, tidak lembek, tidak basah berair dan tidak rapuh

Sumber : Wibowo, 2006

Pembentukan adonan menjadi bola-bola bakso dapat dilakukan dengan menggunakan tangan atau dengan mesin pencetak bola bakso. Jika memakai tangan, caranya gampang saja, adonan diambil dengan sendok makan lalu diputar-putar dengan tangan sehingga terbentuk bola bakso. Bagi mereka yang mahir, untuk membuat bola bakso ini cukup dengan mengambil segenggam adonan lalu diremas- remas dan ditekan ke arah ibu jari. Adonan yang keluar dari ibu jari dan telunjuk membentuk bulatan lalu diambil dengan sendok (Wibowo, 2006).Adapun komposisi kimia bakso daging sapi ditampilkan pada Tabel 2 berikut:Tabel.2 Komposisi Kimiawi Bakso Daging SapiKomposisiJumlah

Air (%)Protein (%)Lemak (%)Karbohidrat (%)Abu (%)Garam (%)

77,856,950,310,001,750,00

Sumber : Wibowo, 2006

Untuk membuat adonan bakso, potong-potong kecil daging, kemudian cincang halus. Setelah itu daging diuleni dengan es batu atau air es (10-15% berat daging) dan garam serta bumbu lainnya sampai menjadi adonan yang mudah dibentuk. Sedikit-sedikit tambahkan tepung kanji agar adonan lebih mengikat. Penambahan tepung kanji cukup 15-20% dari berat daging (Ngudiwaluyo dan Suharjito, 2003).II.2 Tinjauan Umum Daging SapiDaging dibentuk oleh 2 bagian utama yaitu serat-serat otot berbentuk rambut dan tenunan pengikat. Serat-serat otot daging diikat kuat oleh tenunan pengikat dan dihubungkan dengan tulang. Komposisi serat otot daging mengandung campuran kompleks dari protein, lemak, karbohidrat, dan garam mineral. Protein yang terdapat dalam serat otot daging terdiri dari aktin dan miosin. Karbohidrat yang ada dalam bentuk glikogen (Syarief dan Irawati, 1988).Daging telah diketahui sebagai bahan yang mudah rusak, hal ini disebabkan

karena komposisi gizinya yang baik untuk manusia maupun mikroorganisme, dan

juga karena pencemaran permukaan pada daging oleh mikroorganisme perusak.

Sampai saat ini suhu rendah selalu digunakan untuk memperlambat kecepatan

berkembangnya pencemaran permukaan dari tingkat awal sampai ke tingkat akhir

dimanaterjadikerusakan.Waktuyangdiperlukanuntukperkembangan

mikroorganisme semacam itu merupakan ukuran ketahanan penyimpanan (Buckle,

et al., 1987).

Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan

gizi. Selain mutu protein yang tinggi, pada daging terdapat kandungan asam amino

yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna

daripada protein yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung

beberapa jenis mineral dan vitamin. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi

oleh ternak yang akan dipotong agar diperoleh kualitas daging yang baik yaitu

ternak harus dalam keadaan sehat, bebas dari berbagai penyakit, ternak harus cukup

istiharat, tidak diperlakukan kasar, serta tidak mengalami stres agar kandungan

glikogen otot maksimal (Astawan, 2007).

Daging yang digunakan dalam pembuatan bakso harus daging segar, yaitu

dari ternak yang baru dipotong. Sebaiknya jangan menggunakan daging yang telah

dilayukan, yaitu daging yang telah mengalami proses aging atau penuaan. Bilamenggunakan daging yang telah layu, tekstur bakso yang dihasilkan kurang kenyal

(Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Semakin segar daging semakin bagus mutu bakso yang dihasilkan. Selain itu

daging hendaknya tidak banyak berlemak dan tidak banyak berurat. Lemak dan urat

yang terdapat pada daging sebaiknya dipisahkan dulu. Namun untuk membuat bakso

urat justru digunakan daging yang banyak urat atau seratnya, sedangkan lemak tetap

dipisahkan (Wibowo, 2006).

II.3 Komposisi Kimia Daging SapiDaging memiliki kandungan gizi yang lengkap, sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi. Nilai kalori daging tergantung pada jumlah daging yang dimakan. Secara relatif, kandungan gizi daging dari berbagai bangsa ternak dan ikan berbeda, tetapi setiap 100 g daging dapat memenuhi kebutuhan gizi seorang dewasa setiap hari 10 % kalori, 50 % protein, 35 % zat besi (Forrest, et al., 1975).Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh manusia. Selain itu lemak merupakan sumber energi yang penting dimana setiap satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak atau lemak mengandung asam-asam lemak esensial seperti asam linoleat. Lemak dan minyak juga dapat berfungsi sebagai pelarut bagi vitamin A, D, E dan K (Winarno, 1995).Tabel 1. Komposisi kimia daging sapi per 100 gram bahanKomposisiJumlah

Kalori (kal)Protein (g)Lemak (g)Hidrat Arang (g)Kalsium (mg)Fosfor (mg)Besi (mg)Vitamin A (SI)Vitamin B1 (mg)Vitamin C (mg)Air (g)207,0018,0014,000,0011,00170,002,8030,000,080,0066,00

Sumber : Departemen Kesehatan, R.I., (1996).

II.4 Kualitas Daging SegarDaging yang masih segar biasanya ditandai oleh warnanya yang merah dan segar, bau darah segar dan masih kenyal. Warna daging yang merah segar bias dipertahankan dalam pemasakan dengan memberikan asam sendawa atau garamnya/natrium nitrit (Tim Penulis IPB, 2007).

Daging yang mempunyai ciri-ciri segar dapat juga diketahui dengan melakukan uji fisis untuk menentukan kelezatan daging. Daging yang baik mempunyai cirri-ciri ; bila ditekan dengan jari kembali dengan cepat yang menandakan kekenyalan daging tersebut baik. Daging dikoyak dengan tangan, apabila daging kukuh/sulit koyak maka daging mempunyai kekukuhan yang baik serta uji kekerasan daging dapat dilakukan dengan cara meraba daging yang digiling/dihaluskan diantara dua jari, bila terasa lembut maka daging mempunyai mutu yang baik (Purba, et al., 2005).

II.5 Tinjauan Umum tentang WortelWortel termasuk kelompok sayuran yang merupakan tanaman hortikultura. Tanamannya berbentuk rumput, batangnya pendek, dan akar tunggangnya berubah bentuk dari fungsinya menjadi umbi bulat panjang yang dapat dimakan. Umbi wotel ini berwarna kuning sampai kemerah-merahan karena kandungan karotenoidnya yang tinggi (Sunaryono, 1980). Jenis wortel yang dikenal di pasaran dibedakan atas dasar panjang umbinya. Dengan dasar itu maka dikenal 3 jenis wortel, yaitu wortel berumbi pendek, wortel berumbi sedang, dan wortel berumbi panjang (Novary, 1996). 1. Wortel berumbi pendekUkuran umbi wortel ini berkisar 5-15 cm. bentuk umbinya membulat atau memanjang seperti silinder seukuran jari tangan dengan ujung mengecil dan tumpul. Warnanya kuning kemerahan, berkulit halus, garing, dan rasanya agak manis. Varietas wotel ini cukup banyak. Beberapa varietas yang berbentuk membulat adalah Early French Frame dan Tiana, sedangkan yang berbentuk memanjang adalah Amsterdam, Forcing, Early Nantes, Champion Scarlet Horn, dan Kendulus (Novary, 1996).2. Wortel berumbi sedang Wortel yang berumbi sedang terdiri dari tiga bentuk, yaitu berbentuk runcing, tumpul, dan di antara keduanya. Panjang umbinya berkisar 15-20 cm, warnanya kuning cerah, berkulit tipis, garing, dan rasanya agak manis. Varietas yang termasuk di dalamnya adalah James, Scarlet Intermediet, Charterna Red Cored, Royal Chantaney, Imperator, dan Berlium Berjo (Novary, 1996).3. Wortel berumbi panjang Panjang umbi wortel ini berkisar 20-30 cm dengan ujung meruncing. Bentuk umbinya seperti kerucut. Warna umbi kuning kemerahan dan kulitnya sedikit lebih tebal dari wortel umbi sedang. Varietas yang termasuk dalam kelompok ini adalah New Red Intermediate, dan St.Vallary (Novary, 1996). Wortel yang baik adalah wortel yang berwarna merah jingga atau kuning tua kemerahan cerah, dan tidak berlekuk-lekuk. Dalam pemilihan harus dihindari wortel yang luka, lecet, dan memar, karena wortel dengan kondisi seperti itu akan cepat busuk. Wortel yang berakar di bagian lekukannya menandakan wortel tersebut sudah terlalu tua. Wortel yang bercabang, berkulit kasar, berlubang, retak, atau bercak basah akan mempermudah tumbuhnya penyakit jamur (Novary, 1996).

Manfaat Tanaman Wortel Manfaat wortel yaitu berguna untuk memenuhi kebutuhan kalsium,anti kanker,mengatasi amandel, gangguan pernapasan, antioksidan, meningkatkan imunitas, dan menghaluskan kulit. Zat yang terdapat dalam wortel juga berguna buat reproduksi,dlm hal ini mengatasi kemandulan & menyuburkan organ reproduksi. Wortel juga baik utk kesehatan mata,karena mencagah rabun senja dan memulihkan penglihatan lemah. Di dalam wortel juga terdapat pektin yg baik untuk menurunkan kolestrol dalam darah.serat yg tinggi juga bermanfaat mencegah terjandinya konstipasi alias susah buang air. Wortel juga dpt mengatasi gangguan kulit, seperti jerawat, bengkak bernanah, dan kulit kering (Anonim, 2009). Wortel mengandung air, protein, karbohidrat, lemak, serat, abu, nutrisi anti kanker, gula alamiah (fruktosa, sukrosa, dektrosa, laktosa, dan maltosa), pektin, glutanion, mineral (kalsium, fosfor, besi, kalium, natrium, amgnesium, kromium), vitamin (beta karoten, B1, dan C) serta asparagine. Beta Karotennya mempunyai manfaat sebagai anti oksidan yang menjaga kesehatan dan menghambat proses penuaan. Selain itu Beta Karoten dapat mencegah dan menekan pertumbuhan sel kanker serta melindungi asam lemak tidak jenuh ganda dari proses oksidasi (Anonim, 2010). Kata "karoten" berasal dari kata Latin yang berarti wortel, yaitu pigmen warna kuning dan oranye pada buah dan sayuran. Nah, salah satu anggota senyawa karoten yang banyak dikenal adalah beta-karoten, yaitu senyawa yang akan dikonversikan jadi vitamin A (retinol) oleh tubuh. Itu sebabnya, beta karoten sering disebut pro-vitamin A (Anonim, 2010). Tubuh akan mengkonversikan beta-karoten jadi vitamin A dalam jumlah secukupnya saja. Selebihnya akan tetap tersimpan sebagai beta-karoten. Sifat inilah yang menyebabkan beta-karoten berperan sebagai vitamin A yang aman. Jadi, tidak seperti suplemen vitamin A yang bisa menyebabkan keracunan, jika diberikan secara berlebihan (Anonim, 2010). Dalam bentuk beta-karoten, wortel biasa pula berperan sebagai antioksidan, yaitu memberi perlindungan pada tubuh terhadap pengaruh negatif yang merusak dari radikal bebas. Radikal bebas memang "bandel" karena biasa merusak sel melalui proses oksidasi (Anonim, 2010).

II.6 Bahan Yang Ditambahkan pada Pembuatan Bakso Daging Sapi Tepung TapiokaTepung tapioka adalah pati dari umbi singkong yang dikeringkan dan dihaluskan. Tepung tapioka dibuat secara langsung dari singkong segar. Tepung tapioka yang dibuat dari singkong berwarna putih ataupun kuning akan menghasilkan tepung berwarna putih lembut dan licin. Tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun campuran pada berbagai macam produk antara lain kerupuk; biskuit atau kue kering; jajanan atau kue tradisional, misalnya cenil, klanthing, opak atau semprong, wadah es krim, kacang shanghai, pilus, dan ladu; bahan baku produk biji mutiara, sirup cair, dekstrin, alkohol, dan lem. Selain itu, tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengental (thickener), bahan pemadat dan pengisi, bahan pengikat pada industri makanan olahan, dan juga sebagai bahan penguat benang (warp seizing) pada industri tekstil (Suprapti, 2005).Pati merupakan butiran atau granula yang berwarna putih mengkilat, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam, tetapi pada umumnya berbentuk bola atau elips (Brautlecht, 1953). Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Sifat pati tidak larut dalam air, namun bila suspensi pati dipanaskan akan terjadi gelatinisasi setelah mencapai suhu tertentu (suhu gelatinisasi). Hal ini disebabkan oleh pemanasan energi kinetik molekul-molekul air yang menjadi lebih kuat daripada daya tarik menarik antara molekul pati dalam granula, sehingga air dapat masuk ke dalam pati tersebut dan pati akan membengkak atau mengembang. Granula pati dapat membengkak luar biasa dan pecah sehingga tidak dapat kembali pada kondisi semula. Perubahan sifat inilah yang disebut gelatinisasi (Winarno, 1997).Tepung tapioka yang dibuat dari pati singkong, nyaris tidak mengandung protein dan gluten. Tepung tapioka sering digunakan untuk pengental pada tumisan karena efeknya bening dan kental saat dipanaskan. Tidak cocok untuk gorengan karena menyerap minyak dan mengeras setelah dingin beberapa lama. Selain pengental, juga dipakai untuk mengenyalkan bakso, pengganti sagu pada empek- empek dan juga sebagai bahan baku kerupuk. Ada juga membuat cendol berbahan tepung tapioka. Pada skala industri, tepung tapioka termodifikasi dipakai untuk mengentalkan atau sebagai penstabil pada aneka saos (Lia, 2006).

Tepung SaguDi wilayah Indonesia bagian timur, sagu sejak lama dipergunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya, terutama di Maluku dan Irian Jaya. Diperkirakan hampir 30 % penduduk Maluku dan 20 % penduduk Irian Jaya mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok (Wahyuntari dan Zein, 1983). Sebagai sumber bahan pangan, tepung sagu dapat dikonsumsi secara langsung atau digunakan dalam industri pangan, dan juga dapat berperan sebagai produk perantara, yaitu sebagai bahan dasar untuk industri seperti industri gula cair yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri pangan. Selain itu peranan tepung sagu sama dengan tepung-tepung lain seperti bahan baku pembuatan roti, mie, kerupuk, jenis kue dan lain-lain (Haryanto dan Pangloli, 1992).Batang sagu merupakan bagian terpenting karena di dalamnya terdapat pati yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan berbagai kegiatan industri. Pati sagu mengandung sekitar 27% amilosa dan 73% amilopektin, dan pada konsentrasi yang sama pati sagu mempunyai viskositas tinggi dibandingkan dengan larutan pati dari serealia lain. Hal ini berarti untuk mendapatkan viskositas yang sama, maka tepung sagu dibutuhkan lebih sedikit daripada tepung serealia (Harsanto, 1986). Suhu gelatinisasi tergantung pada konsentrasi suspensi pati, semakin tinggi konsentrasi suspensi pati, suhu gelatinisasi makin lambat tercapai. Selain itu suhu gelatinisasi tiap jenis pati berbeda-beda, antara 52oC sampai 78oC. Menurut Knight (1986), suhu gelatinisasi pati sagu sekitar 60-72oC. Adanya amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi daya larut pati sagu dan suhu gelatinisasi. Bila kadar amilosa tinggi, maka pati sagu akan bersifat kering, kurang lekat dan kecenderungan higroskopis lebih kuat (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Bumbu-bumbuSelain bahan yang telah disebutkan, digunakan juga bumbu-bumbu. Bumbunya cukup garam dapur halus dan bumbu penyedap yang dibuat dari campuran bawang putih dan merica. Bawang putih mempunyai jenis yang cukup banyak tetapi tidak ada perbedaan yang menyolok kecuali pada bentuk umbinya. Senyawa allicin pada bawang putih merupakan penyebab timbulnya bau yang sangat tajam. Bawang putih penting untuk mencegah atherosklerosis dan penyakit jantung. Bawang putih mengandung yodium yang tinggi dan banyak mengandung sulfur (Wirakusumah, 2000).Garam berfungsi untuk memperbaiki citarasa, melarutkan protein dan sebagai pengawet. Konsentrasi garam yang digunakan mempunyai batasan yang pasti. Hal ini banyak tergantung pada faktor-faktor luar, dalam lingkungan, pH, dan suhu. Garam menjadi efektif pada suhu rendah dan kondisi yang lebih asam (Buckle et al., 1987). Garam dapur yang digunakan biasanya 2,5% dari berat daging, sedangkan bumbu penyedap sekitar 2% dari berat daging. Sebaiknya jangan menggunakan penyedap masakan monosodium glutamat atau yang dikenal vetsin. Sejauh ini penggunaan penyedap ini masih diperdebatkan dan dicurigai menjadi penyebab berbagai kelainan kesehatan, bahkan dicurigai sebagai timbulnya penyakit kanker (Wibowo, 2006).Bawang merah termasuk suatu sayuran umbi multiguna dan yang paling penting digunakan sebagai bahan bumbu dapur sehari-hari dan penyedap berbagai makanan. Keuntungan mengkonsumsi bawang merah, selain penyedap bahan pangan, bergizi dan berkhasiat sebagai obat, juga sangat baik untuk kesehatan dalam tubuh (Rukmana, 1994).

Es atau Air EsPenggunaan es atau air es ini sangat penting dalam pembentukan tekstur bakso. Dengan adanya es ini, suhu dapat dipertahankan tetap rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat gerakan mesin penggiling dan ekstraksi protein berjalan dengan baik. Penggunaan es juga berfungsi menambahkan air ke adonan sehingga adonan tidak kering selama pembentukan adonan maupun selama perebusan. Penambahan es juga dapat meningkatkan rendemennya, untuk itu dapat digunakan es sebanyak 10-15% dari berat daging atau bahkan 30% dari berat daging (Wibowo,2006).Es batu dicampur pada saat proses penggilingan. Hal ini dimaksudkan agar selama penggilingan, daya elastisitas daging tetap terjaga sehingga bakso yang dihasilkan akan lebih kenyal (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

II.7 Proses Pembuatan Bakso Daging SapiDaging segar yang telah dipilih dihilangkan lemak dan uratnya kemudian dipotong-potong kecil untuk memudahkan proses penggilingan. Es batu dimasukkan pada waktu penggilingan untuk menjaga elastisitas daging, sehingga bakso yang dihasilkan akan lebih kenyal. Daging yang telah lumat dicampur dengan tapioka dan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan. Bila perlu digiling kembali sehingga daging, tapioka, dan bumbu dapat tercampur homogen membentuk adonan yang halus (Widyaningsih dan Murtini, 2006).Adonan yang terbentuk dituang ke dalam wadah, siap untuk dicetak berbentuk bulatan bola kecil. Cara mencetak dapat dilakukan dengan tangan, yaitu dengan cara mengepal-ngepal adonan dan kemudian ditekan sehingga adonan yang telah memadat akan keluar berupa bulatan. Dapat juga digunakan sendok kecil untuk mencetaknya. Bulatan-bulatan bakso yang telah terbentuk kemudian langsung direbus di dalam panci yang berisi air mendidih. Perebusan dilakukan sampai bakso matang yang ditandai dengan mengapungnya bakso ke permukaan. Bakso yang telah matang ditiriskan setelah dingin baksodapat dikemas atau dipasarkan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

BAB IIIMETODE PENELITIAN

III.1 Bahan yang DigunakanBahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging segar. Dan bahan tambahan berupa tepung tapioka, tepung sagu, es serut, ekstrak wortel, dan bumbu-bumbu yang terdiri dari bawang putih, bawang merah, garam, dan merica.

III.2 ReagensiaReagen yang digunakan antara lain Aquadest, phenolphtalein 1%, asam sulfat, NaOH 15 %, hexan, dan HCl 0,01 N.

III.3 Alat yang DigunakanAlat yang digunakan antara lain oven, timbangan, aluminium foil, beaker glass, labu Kjeldahl, gelas ukur, desikator, erlenmeyer, soxhlet, alat destilasi, pipet tetes.

III.4 Model Penelitian

Daging sapi segar

Dibersihkan dari darah dan kotoran dengan air dan dipisahkan lemak, urat dan daging

Daging dipotong kecil-kecil dan digiling sampai halus

Daging segar

Penambahan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, dan merica 10 % serta air es sebanyak 15% dari berat daging

Penambahan garam dapur 2,5% dari berat daging

Dicampur sampai homogen dan rata

Dibentuk bola-bola bakso dan direbus dalam air mendidih selama 20 menit

Ditiriskan dan didinginkan

Disimpan selama 5 hari pada suhu rendah

Analisa1. Kadar air2. Kadar lemak3. Kadar protein4. Organoleptik (warna, rasa, dan kekenyalan)

Gambar 1. Skema Pembuatan Bakso Daging Sapi dengan Ekstrak WortelIII.5 Pengamatan dan Pengumpulan DataPengamatandanpengumpulandatadilakukanberdasarkananalisa pengawetan daging yang meliputi parameter sebagai berikut: Kadar Air Kadar Protein Kadar Lemak Uji Organoleptik (Tekstur) Uji Organoleptik (Warna, Aroma dan Rasa)

1. Penentuan Kadar Air (AOAC, 1984) Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 20 g dalam aluminium foil yang telah diketahui beratnya.Dikeringkan dalam oven selama 1 jam dengan suhu 85 oC. Kemudian dinaikkan suhunya dan dikeringkan dalam oven selama 5 jam dengan suhu 105 oC. Didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang beratnya.

120

Kadar Air =

Berat awal Berat akhirBerat awal

x 100 %2. Penentuan Kadar protein (Sudarmadji, dkk., 1989)Diambil contoh sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam labu kjeldhal.Ditambahkan 2 g campuran K2SO4 dan CuCO4 dengan perbandingan 1 : 1 serta H2SO4 pekat secara hati-hati. Kalau bahan banyak mengandung serat penambahan H2SO4 pekat dapat ditambah Lalu didestilasi sampai cairan berwarna hijau jernih dan dibiarkan dingin. Ditaambahkan 10 ml aquadest dan dipindahkan ke labu suling. Ditambahkan 10 ml NaOH 40 % atau lebih sampai terbentuk warna hitam dan segera didestilasi. Hasil penyulingan ditampung dalam erlenmeyer berisi 25 50 ml H2SO4 0,02 N dengan 3 tetes indikator mengsel (425 mg metil red 500 mg methilen blue yang dilarutkan dalam alkohol 96 %), jika H2SO4 25 ml maka hasil penyulingan 125 ml atau jika H2SO4 50 ml maka hasil penyulingan 150 ml. Hasil destilasi dititrasi dengan larutan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna. Dilakukan hasil yang sama untuk blanko (tanpa bahan).

Kadar protein =

(b c)xNx0,014xfk a

x 100 %

dimana:a = berat contoh (g)b = titrasi blanko (ml) c = titrasi contoh (ml)N = Normalitas NaOH yang digunakan fk = faktor konversifk daging ayam = 6,25

3. Penentuan Kadar Lemak (Woodman, 1941).Diambil labu didih yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi soxhlet yang akan digunakan, dikeringkan dalam oven dan didinginkan dalam desikator. Ditimbang 3 g sampel yang telah dihaluskan dan kering (bisa dari hasil analisa kadar air), dimasukkan dalam selongsong yang telah diketahui beratnya. Diletakkan selongsong dari kertas saring yang berisi sampel tersebut dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian dipasang alat kondensor diatasnya dan labu didih dibawahnya. Dituangkan heksan atau pelarut lemak lainnya ke dalam labu didih sebanyak 2/3 bagian. Dilakukan refluks selama lebih kurang 4 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Sampel dikeringkanpada suhu 105 oC selama 1 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang.a - bKadar Lemak =x 100 % aKeterangan a : Berat Kering sebelum ekstraksi (gram) b : Berat Kering sesudah ekstraksi (gram)

4. Penentuan Nilai Organoleptik Tekstur (Soekarto, 1985)Penentuan nilai organoleptik tekstur dilakukan setelah daging disimpan yang ditentukan dengan uji 10 orang panelis dengan skala hedonik sebagai berikut :Tabel 3. Skala Uji Hedonik TeksturSkala HedonikSkala Numerik

Sangat Padat4

Padat3

Agak Padat2

Tidak Padat1

5. Penentuan Nilai Organoleptik Warna, Aroma dan Rasa (Soekarto, 1985)Penentuan nilai organoleptik meliputi warna dan aroma dilakukan setelah daging disimpan dan rasa dilakukan setelah daging digoreng yang ditentukan dengan uji kesukaan oleh 10 orang panelis dengan proporsi ; warna 30 %, rasa 30 % dan aroma 40 % dengan skala hedonik sebagai berikut :

Tabel 2. Skala Uji Hedonik Organoleptik (Warna, Rasa dan Aroma)Skala HedonikSkala Numerik

Sangat Suka4

Suka3

Agak Suka2

Tidak Suka1

DAFTAR PUSTAKA

AOAC, 1970. Official Methods of Analysis of Assocition of Official Analitycal Chemists. Associattion of Official Analitycal Chemist, Washington DC.

Bangun, M.K., 1991. Perancangan Percobaan untuk Menganalisa Data. Bagian Biometri. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Brautlecht, C.A., 1953. Starch, it's Sources, Production and Uses. Reinhold Publishing Corporation, New York.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wootton, 1987. Ilmu Pangan.UI-Press, Jakarta.

Damiyati,N.,2007.AdaPengenyalBaksoselainBoraks. http://www.pikiranrakyat.com. [1 November 2015].

Departemen Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 2007. Baso. http://www.ristek.go.id. [1 November 2015].

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1996. Daftar Komposisi Kimia Bahan Makanan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

Harsanto, P.B., 1986. Budidaya dan Pengolahan Sagu. Kanisius, Yogyakarta.

Haryanto, B. dan P. Pangloli, 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius, Yogyakarta.

Knight, J.W., 1989. The Starch Industry. Pergamon Press, Oxford.

Lia, 2006. Macam-Macam Tepung. http://abanaicha.blogsome.com [ 1 November 2015].

Ngudiwaluyo, S. Dan Suharjito, 2003. Pengaruh Penggunaan Sodium Tripoly Phosfat Terhadap Daya Simpan Bakso Sapi Dalam Berbagai Suhu Penyimpanan. http://www.pustaka iptek.com. [1 November 2015].

Soekarto, E., 1985. Penilaian Organoleptik untuk Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryanto, dan Suhardi, 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Suprapti, M.L., 2005. Pembuatan dan Pemanfaatan Tepung Tapioka. Kanisius, Yogyakarta.

Syarief, R. dan A. Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Medyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Tharanathan , R.N. and F.S. Kittur, 2003. The Undisputed Biomolecule of Great Potential. Crit.Rev.Food Sci.Nutr. 43 (1); 61-87.

Wahyuntary, B. dan B. Zein, 1983. Studi Budidaya dan Pengolahan Sagu.IPB-Press, Bogor.

Wibowo, S., 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso daging. Penebar Swadaya, Jakarta.

Widyaningsih, T.D. dan E.S. Murtini, 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana, Surabaya.

Winarno, 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wirakusumah, E.S., 2000. Buah dan Sayur untuk Terapi. Penebar Swadaya, Jakarta.