tugas filsafat

14
UJI DAYA BUNUH EKSTRAK CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L) TERHADAP NYAMUK Aedes Aegypti A. LATAR BELAKANG Nyamuk merupakan spesies dari arthropoda yang berperan sebagai vector penyakit arthropod-born viral disease. Contoh spesies nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit arthropod-born viral disease adalah Aedes aegypti (Ae.aegypti). Nyamuk Ae. aegypti berperan sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti yang terinfeksi virus tersebut. DBD merupakan penyakit yang paling penting dari seluruh penyakit arthropod-born viral disease. Gejala DBD adalah demam yang tinggi, terjadinya fenomena perdarahan, perbesaran hati dan kegagalan peredaran darah. Dampak dari DBD adalah meningginya permeabilitas pembuluh darah dan menurunnya volume plasma. Indonesia termasuk daerah endemik DBD. DBD mula-mula dikenal sebagai penyakit daerah perkotaan, tetapi sejak tahun 1980 wabah DBD mulai menyebar ke daerah perkotaan yang lebih kecil dan daerah- daerah pedesaan di seluruh propinsi. Data Depkes RI tahun 2005 menunjukkan bahwa jumlah penderita DBD pada berbagai daerah di Indonesia mengalami fluktuasi yang tinggi. Penderita DBD di Tangerang pada Januari 2005 tercatat sebanyak 48 pasien, sedangkan pada

Upload: deni-syamsuddin

Post on 22-Jun-2015

243 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas filsafat

UJI DAYA BUNUH EKSTRAK CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L)

TERHADAP NYAMUK Aedes Aegypti

A. LATAR BELAKANG

Nyamuk merupakan spesies dari arthropoda yang berperan sebagai vector

penyakit arthropod-born viral disease. Contoh spesies nyamuk yang berperan

sebagai vektor penyakit arthropod-born viral disease adalah Aedes aegypti

(Ae.aegypti). Nyamuk Ae. aegypti berperan sebagai vektor penyakit demam berdarah

dengue. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue.

Virus dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti yang

terinfeksi virus tersebut. DBD merupakan penyakit yang paling penting dari seluruh

penyakit arthropod-born viral disease. Gejala DBD adalah demam yang tinggi,

terjadinya fenomena perdarahan, perbesaran hati dan kegagalan peredaran darah.

Dampak dari DBD adalah meningginya permeabilitas pembuluh darah dan

menurunnya volume plasma. Indonesia termasuk daerah endemik DBD. DBD mula-

mula dikenal sebagai penyakit daerah perkotaan, tetapi sejak tahun 1980 wabah DBD

mulai menyebar ke daerah perkotaan yang lebih kecil dan daerah-daerah pedesaan di

seluruh propinsi.

Data Depkes RI tahun 2005 menunjukkan bahwa jumlah penderita DBD pada

berbagai daerah di Indonesia mengalami fluktuasi yang tinggi. Penderita DBD di

Tangerang pada Januari 2005 tercatat sebanyak 48 pasien, sedangkan pada awal

Februari 2005 tercatat sebanyak 11 pasien. Penderita DBD di Medan dalam minggu

pertama Februari 2005 tercatat dua meninggal dunia dan 29 lainnya dirawat di

berbagai rumah sakit. Penderita DBD di Sulawesi selatan tercatat mencapai 300

pasien. Jumlah penderita DBD mengalami peningkatan di Surabaya, tercatat pada

bulan Januari 2005 sebanyak 11 pasien dan pada awal Febuari 2005 menjadi 59

pasien. Indonesia secara umum mempunyai resiko terjangkit penyakit DBD karena

vektor penyebabnya yaitu nyamuk Ae. aegypti tersebar luas di kawasan pemukiman

maupun di tempat-tempat umum, kecuali wilayah yang terletak pada ketinggian lebih

dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Ditjen PPM&PLP, 1996:6).

Page 2: Tugas filsafat

Nelson dkk (1974) yang dikutip oleh Aji Bau (1999:2) menjelaskan bahwa

nyamuk Ae. aegypti adalah spesies yang berkembangbiak pada tempat-tempat

penampungan air bersih di dalam maupun di luar rumah. Hal tersebut merupakan

ancaman bagi manusia, karena nyamuk Ae. Aegypti berperan sebagai vektor penyakit

DBD seperti yang telah disebutkan. Nyamuk Ae. aegypti dapat dikenali melalui ciri-

ciri pada badan, kaki dan sayapnya yang berwarna dasar hitam dengan bintik-bintik

putih. Jenis kelamin nyamuk Ae. aegypti dibedakan dengan memperhatikan jumlah

probosis. Nyamuk betina mempunyai probosis tunggal, sedangkan nyamuk jantan

mempunyai probosis ganda. Nyamuk Ae. aegypti berukuran lebih kecil dibandingkan

dengan spesies nyamuk lain. Ukuran tubuh yang kecil tersebut berpengaruh terhadap

ketahanan fisiologis spesies nyamuk Ae. Aegypti pada saat terpajan insektisida.

Menurut Frank C. Lu (1995:51), toksisitas insektisida pada suatu spesies dipengaruhi

oleh tinggi rendahnya kadar senyawa kimia insektisida tersebut pada tubuh spesies

sasaran. Semakin kecil ukuran tubuh suatu spesies, maka kadar senyawa kimia

insektisida pada tubuh spesies tersebut akan semakin tinggi, yang akan menyebabkan

semakin meningkatnya toksisitas dari insektisida tersebut.

Upaya-upaya pengendalian nyamuk untuk mengurangi kejadian penyakit

arthropod-born viral disease telah banyak dilakukan. Pengendalian tersebut meliputi

pengendalian fisik, pengendalian hayati, pengendalian kimiawi, pengendalian genetik

maupun pengendalian terpadu. Pengendalian fisik dilakukan dengan mengelola

lingkungan sehingga keadaan lingkungan tidak sesuai bagi perkembangbiakan

nyamuk, pengendalian hayati dilakukan dengan memanfaatkan organisme predator

dan patogen, pengendalian kimiawi dilakukan dengan menggunakan insektisida

sintetis untuk membunuh nyamuk, pengendalian genetic dilakukan dengan

menyebarkan pejantan mandul ke dalam ekosistem, dan pengendalian terpadu

dilakukan dengan menggabungkan berbagai teknik pengendalian yang ada.

Pengendalian nyamuk yang paling banyak dilakukan adalah pengendalian kimiawi

menggunakan insektisida sintetis. Alasan pemilihan pengendalian tersebut adalah

karena hasilnya dapat dilihat secara cepat dan langsung, sementara pengendalian

nyamuk lainnya memerlukan waktu yang lama dalam melihat hasilnya. Tetapi

Page 3: Tugas filsafat

pengendalian kimiawi menggunakan insektisida sintetis ternyata menimbulkan efek

samping yang merugikan, seperti nyamuk menjadi resisten, terjadinya keracunan

pada manusia dan hewan ternak, terjadinya kontaminasi terhadap kebun sayuran dan

buah, serta polusi lingkungan.

Dampak merugikan yang terjadi akibat pengendalian kimiawi menggunakan

insektisida sintetis telah mendorong manusia untuk mencari pemecahannya. Oleh

karena itu dilakukan suatu usaha untuk mendapatkan insektisida nabati yang dapat

menggantikan pemakaian insektisida sintetis. Insektisida nabati terdapat pada bahan-

bahan nabati seperti buah, daun, batang ataupun akar dari tanaman. Salah-satu

tanaman yang mengandung insektisida nabati adalah cabai rawit. Cabai rawit

mengandung senyawa capsaicin, ascorbic acid, saponin, flavonoida dan tanin

(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991:115). Capsaicin merupakan senyawa golongan

terpenoid yang berfungsi sebagai sumber aromatik dan rasa pada cabai rawit.

Cabai rawit apabila dihaluskan akan mengeluarkan aroma yang khas. Aroma

ini disebabkan oleh fraksi minyak esensial. Minyak tersebut merupakan metabolit

sekunder yang kaya akan senyawa dengan struktur isopren. Mereka disebut terpen

dan terdapat dalam bentuk diterpen, triterpen, tetraterpen, hemiterpen, dan

sesquiterpen. Bila senyawa tersebut mengandung elemen tambahan oksigen, maka

disebut terpenoid. Terpenoid aktif terhadap bakteri, fungi, virus, dan protozoa.

Contoh terpenoid adalah artemisin, yang telah digunakan oleh WHO sebagai

antimalaria. Senyawa terpenoid pada cabai rawit, capsaicin, bersifat bakterisida

terhadap Helicobacter pylori. Cara kerja capsaicin adalah ikut terlibat dalam

perusakan membran sel oleh senyawa lipofilik (Rohman Naim, 2004). Data hasil

penelitian Tyas Ekowati Prasetyoningsih (1987) yang dikutip oleh Setiawan

Dalimartha (2004:56), menunjukkan bahwa ekstrak cabai rawit dapat menghambat

pertumbuhan Candida albicans. Candida albicans adalah spesies dari candida yang

menyebabkan infeksi pada membran mukosa mulut (thrush def 1), dan infeksi saluran

pernapasan (bronkokandidiasis).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis bermaksud melakukan penelitian

mengenai daya bunuh ekstrak cabai rawit terhadap nyamuk Ae. aegypti.

Page 4: Tugas filsafat

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah daya bunuh dari ekstrak cabai rawit (Capsicum frutescens L)

terhadap nyamuk Ae. aegypti?

C. TUJUAN PENELITIAN

Mengetahui daya bunuh dari ekstrak cabai rawit (Capsicum frutescens L)

terhadap nyamuk Ae. aegypti.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Peneliti, mendapatkan pengalaman menyusun karya ilmiah dalam bidang ilmu

kesehatan masyarakat.

2. Masyarakat, memperoleh tambahan ilmu di bidang kesehatan masyarakat

khususnya dalam upaya pengendalian penyakit yang ditularkan oleh nyamuk.

Ilmu kesehatan masyarakat, menambah laporan penelitian dalam lingkup ilmu

kesehatan masyarakat.

3. BPVRP, menambah data tentang potensi tanaman sumber insektisida nabati.

4. Peneliti lain, memberikan data dasar bagi penelitian yang sejenis.

E. TINJAUAN FILSAFAT

Tinjauan dari segi filsafat meliputi tiga bidang utama yaitu :

1. OntologiDari segi ontology, Nyamuk merupakan spesies dari arthropoda yang

berperan sebagai vector penyakit arthropod-born viral disease. Contoh spesies

nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit arthropod-born viral disease

adalah Aedes aegypti (Ae.aegypti). Nyamuk Ae. aegypti berperan sebagai vektor

penyakit demam berdarah dengue. Penyakit demam berdarah dengue (DBD)

disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue ditularkan pada manusia melalui

gigitan nyamuk Ae. aegypti yang terinfeksi virus tersebut. DBD merupakan

penyakit yang paling penting dari seluruh penyakit arthropod-born viral disease.

Page 5: Tugas filsafat

Gejala DBD adalah demam yang tinggi, terjadinya fenomena perdarahan,

perbesaran hati dan kegagalan peredaran darah. Dampak dari DBD adalah

meningginya permeabilitas pembuluh darah dan menurunnya volume plasma

Cabai rawit termasuk dalam kelompok tanaman perdu. Karakteristik tanaman

cabai rawit adalah sebagai berikut: mempunyai tinggi antara 50-150 cm; batang

berbuku buku; daun tidak berbulu, berbentuk bulat telur sampai lonjong, panjang

1-2 cm; bunga keluar dari ketiak daun, tunggal atau 2-3, mahkota berbentuk

bintang berwarna putih, bergaris tengah antara 1,75 sampai 2,0 mm; buah tegak,

berbentuk bulat telur atau jorong, panjang 1-3 cm, lebar 2,5-12 mm

Cabai rawit mempunyai banyak varietas unggul yang biasa ditanam, yaitu

Cipanas, Tabasco, Tabanan, Banjaran, Jembrana dan Hontaka. Varietas-varietas

tersebut dapat dibedakan menjadi tiga jenis sebagai berikut:

1) Cabai Kecil

Karakteristik utama cabai kecil ialah ukurannya yang kecil. Cabai kecil muda

berwarna hijau dan setelah tua berwarna merah menyala. Rasa cabai kecil paling

panas dibandingkan cabai rawit lainnya.

2) Cabai Putih

Cabai putih berukuran lebih besar dari cabai kecil. Cabai putih muda berwarna

putih dan setelah tua berwarna merah jingga atau merah agak kuning. Rasa cabai

putih yang masih muda kurang pedas, akan tetapi setelah tua rasanya menjadi

panas. Rasa panas cabai putih masih kalah dengan cabai kecil.

3) Cabai Ceplik

Cabai ceplik berukuran hampir sama dengan cabai putih. Cabai ceplik muda

berwarna hijau agak putih dan setelah masak menjadi merah menyala. Rasa panas

cabai ceplik paling rendah dibandingkan cabai rawit lainnya.

Manfaat cabai rawit adalah sebagai stimulan yang kuat untuk jantung dan

aliran darah, menghancurkan bekuan darah (antikoagulan), meningkatkan nafsu

makan (stomakik), dan peluruh keringat (diaforetik). Selain itu cabai rawit

berkhasiat sebagai obat rematik, obat sariawan, disamping menambah nafsu

makan dan bumbu masak Cabai rawit juga bersifat bakterisida terhadap bakteri

Page 6: Tugas filsafat

tertentu, seperti Helicobacter pylori. Ekstrak cabai rawit dapat digunakan untuk

menghambat pertumbuhan Candida albicans, suatu spesies dari candida yang

menyebabkan infeksi pada membran mukosa mulut (thrush def 1), dan infeksi

saluran pernapasan (bronkokandidiasis)

2. Epistemologi

Dari segi epistemology, Penyakit demam berdarah dengue (DBD) disebabkan

oleh virus dengue. Virus dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk

Ae. aegypti yang paling penting dari seluruh penyakit arthropod-born viral

disease. Nyamuk Ae. Aegypti dapat dibunuh dengan menggunakan cabai rawit .

Buah cabai rawit mengandung substansi fenol golongan terpenoid berupa

capsaicin (69%), dihydrocapsaicin (22%), nordihydrocapsaicin (7%),

homocapsaicin (1%), dan homodihydrocapsaicin. Capsaicin merupakan senyawa

golongan terpenoid terbanyak dan terpenting. Cabai rawit juga mengandung

senyawa ascorbic acid sebesar 0,2% (German Commission E, 1990). Di dalam

cabai rawit terkandung senyawa saponin, flavonoida dan tannin. Cabai rawit

apabila dihaluskan akan mengeluarkan aroma yang khas. Aroma ini disebabkan

oleh fraksi minyak esensial. Minyak tersebut merupakan metabolit sekunder yang

kaya akan senyawa dengan struktur isopren. Mereka disebut terpen dan terdapat

dalam bentuk diterpen, triterpen, tetraterpen, hemiterpen, dan sesquiterpen. Bila

senyawa tersebut mengandung elemen tambahan oksigen, maka disebut

terpenoid. Terpenoid aktif terhadap bakteri, fungi, virus, dan protozoa. Contoh

terpenoid adalah artemisin, yang telah digunakan oleh WHO sebagai antimalaria.

Senyawa terpenoid pada cabai rawit, capsaicin, bersifat bakterisida terhadap

Helicobacter pylori. Cara kerja capsaicin adalah ikut terlibat dalam perusakan

membran sel oleh senyawa lipofilik). Kandungan cabe rawit ini dapat membunuh

nyamuk Ae. Aegypti.

3. Aksiologi

Page 7: Tugas filsafat

Dari bidang aksiologi, DBD merupakan penyakit yang paling penting dari

seluruh penyakit arthropod-born viral disease . Gejala DBD adalah demam yang

tinggi, terjadinya fenomena perdarahan, perbesaran hati dan kegagalan peredaran

darah. Dampak dari DBD adalah meningginya permeabilitas pembuluh darah dan

menurunnya volume plasma. Penyakit demam berdarah dengue (DBD)

disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue ditularkan pada manusia melalui

gigitan nyamuk Ae. aegypti yang terinfeksi virus tersebut.

Upaya-upaya pengendalian nyamuk untuk mengurangi kejadian penyakit

arthropod-born viral disease telah banyak dilakukan. Pengendalian tersebut

meliputi pengendalian fisik, pengendalian hayati, pengendalian kimiawi,

pengendalian genetik maupun pengendalian terpadu. Pengendalian fisik dilakukan

dengan mengelola lingkungan sehingga keadaan lingkungan tidak sesuai bagi

perkembangbiakan nyamuk, pengendalian hayati dilakukan dengan

memanfaatkan organisme predator dan patogen, pengendalian kimiawi dilakukan

dengan menggunakan insektisida sintetis untuk membunuh nyamuk, pengendalian

genetic dilakukan dengan menyebarkan pejantan mandul ke dalam ekosistem, dan

pengendalian terpadu dilakukan dengan menggabungkan berbagai teknik

pengendalian yang ada. Pengendalian nyamuk yang paling banyak dilakukan

adalah pengendalian kimiawi menggunakan insektisida sintetis. Alasan pemilihan

pengendalian tersebut adalah karena hasilnya dapat dilihat secara cepat dan

langsung, sementara pengendalian nyamuk lainnya memerlukan waktu yang lama

dalam melihat hasilnya. Tetapi pengendalian kimiawi menggunakan insektisida

sintetis ternyata menimbulkan efek samping yang merugikan, seperti nyamuk

menjadi resisten, terjadinya keracunan pada manusia dan hewan ternak, terjadinya

kontaminasi terhadap kebun sayuran dan buah, serta polusi lingkungan.

Dampak merugikan yang terjadi akibat pengendalian kimiawi menggunakan

insektisida sintetis telah mendorong manusia untuk mencari pemecahannya. Oleh

karena itu dilakukan suatu usaha untuk mendapatkan insektisida nabati yang

dapat menggantikan pemakaian insektisida sintetis. Insektisida nabati terdapat

pada bahan-bahan nabati seperti buah, daun, batang ataupun akar dari tanaman.

Page 8: Tugas filsafat

Salah-satu tanaman yang mengandung insektisida nabati adalah cabai rawit .

Cabai rawit mengandung senyawa capsaicin, ascorbic acid, saponin, flavonoida

dan tanin . Capsaicin merupakan senyawa golongan terpenoid yang berfungsi

sebagai sumber aromatik dan rasa pada cabai rawit yang dimana nanti digunakan

untuk membunuh nyamuk.

Page 9: Tugas filsafat

Mata Kuliah : Filsafat IlmuDosen : Dr. Suryo Ediyono, M.Hum.

UJI DAYA BUNUH EKSTRAK CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L) TERHADAP NYAMUK Aedes Aegypti

TINJAUAN FILSAFAT ILMU

(LANDASAN ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI)

Oleh :

DENI SYAMSUDDIN

C111 08 233

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2009