tugas filsafat
TRANSCRIPT
UJI DAYA BUNUH EKSTRAK CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L)
TERHADAP NYAMUK Aedes Aegypti
A. LATAR BELAKANG
Nyamuk merupakan spesies dari arthropoda yang berperan sebagai vector
penyakit arthropod-born viral disease. Contoh spesies nyamuk yang berperan
sebagai vektor penyakit arthropod-born viral disease adalah Aedes aegypti
(Ae.aegypti). Nyamuk Ae. aegypti berperan sebagai vektor penyakit demam berdarah
dengue. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue.
Virus dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti yang
terinfeksi virus tersebut. DBD merupakan penyakit yang paling penting dari seluruh
penyakit arthropod-born viral disease. Gejala DBD adalah demam yang tinggi,
terjadinya fenomena perdarahan, perbesaran hati dan kegagalan peredaran darah.
Dampak dari DBD adalah meningginya permeabilitas pembuluh darah dan
menurunnya volume plasma. Indonesia termasuk daerah endemik DBD. DBD mula-
mula dikenal sebagai penyakit daerah perkotaan, tetapi sejak tahun 1980 wabah DBD
mulai menyebar ke daerah perkotaan yang lebih kecil dan daerah-daerah pedesaan di
seluruh propinsi.
Data Depkes RI tahun 2005 menunjukkan bahwa jumlah penderita DBD pada
berbagai daerah di Indonesia mengalami fluktuasi yang tinggi. Penderita DBD di
Tangerang pada Januari 2005 tercatat sebanyak 48 pasien, sedangkan pada awal
Februari 2005 tercatat sebanyak 11 pasien. Penderita DBD di Medan dalam minggu
pertama Februari 2005 tercatat dua meninggal dunia dan 29 lainnya dirawat di
berbagai rumah sakit. Penderita DBD di Sulawesi selatan tercatat mencapai 300
pasien. Jumlah penderita DBD mengalami peningkatan di Surabaya, tercatat pada
bulan Januari 2005 sebanyak 11 pasien dan pada awal Febuari 2005 menjadi 59
pasien. Indonesia secara umum mempunyai resiko terjangkit penyakit DBD karena
vektor penyebabnya yaitu nyamuk Ae. aegypti tersebar luas di kawasan pemukiman
maupun di tempat-tempat umum, kecuali wilayah yang terletak pada ketinggian lebih
dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Ditjen PPM&PLP, 1996:6).
Nelson dkk (1974) yang dikutip oleh Aji Bau (1999:2) menjelaskan bahwa
nyamuk Ae. aegypti adalah spesies yang berkembangbiak pada tempat-tempat
penampungan air bersih di dalam maupun di luar rumah. Hal tersebut merupakan
ancaman bagi manusia, karena nyamuk Ae. Aegypti berperan sebagai vektor penyakit
DBD seperti yang telah disebutkan. Nyamuk Ae. aegypti dapat dikenali melalui ciri-
ciri pada badan, kaki dan sayapnya yang berwarna dasar hitam dengan bintik-bintik
putih. Jenis kelamin nyamuk Ae. aegypti dibedakan dengan memperhatikan jumlah
probosis. Nyamuk betina mempunyai probosis tunggal, sedangkan nyamuk jantan
mempunyai probosis ganda. Nyamuk Ae. aegypti berukuran lebih kecil dibandingkan
dengan spesies nyamuk lain. Ukuran tubuh yang kecil tersebut berpengaruh terhadap
ketahanan fisiologis spesies nyamuk Ae. Aegypti pada saat terpajan insektisida.
Menurut Frank C. Lu (1995:51), toksisitas insektisida pada suatu spesies dipengaruhi
oleh tinggi rendahnya kadar senyawa kimia insektisida tersebut pada tubuh spesies
sasaran. Semakin kecil ukuran tubuh suatu spesies, maka kadar senyawa kimia
insektisida pada tubuh spesies tersebut akan semakin tinggi, yang akan menyebabkan
semakin meningkatnya toksisitas dari insektisida tersebut.
Upaya-upaya pengendalian nyamuk untuk mengurangi kejadian penyakit
arthropod-born viral disease telah banyak dilakukan. Pengendalian tersebut meliputi
pengendalian fisik, pengendalian hayati, pengendalian kimiawi, pengendalian genetik
maupun pengendalian terpadu. Pengendalian fisik dilakukan dengan mengelola
lingkungan sehingga keadaan lingkungan tidak sesuai bagi perkembangbiakan
nyamuk, pengendalian hayati dilakukan dengan memanfaatkan organisme predator
dan patogen, pengendalian kimiawi dilakukan dengan menggunakan insektisida
sintetis untuk membunuh nyamuk, pengendalian genetic dilakukan dengan
menyebarkan pejantan mandul ke dalam ekosistem, dan pengendalian terpadu
dilakukan dengan menggabungkan berbagai teknik pengendalian yang ada.
Pengendalian nyamuk yang paling banyak dilakukan adalah pengendalian kimiawi
menggunakan insektisida sintetis. Alasan pemilihan pengendalian tersebut adalah
karena hasilnya dapat dilihat secara cepat dan langsung, sementara pengendalian
nyamuk lainnya memerlukan waktu yang lama dalam melihat hasilnya. Tetapi
pengendalian kimiawi menggunakan insektisida sintetis ternyata menimbulkan efek
samping yang merugikan, seperti nyamuk menjadi resisten, terjadinya keracunan
pada manusia dan hewan ternak, terjadinya kontaminasi terhadap kebun sayuran dan
buah, serta polusi lingkungan.
Dampak merugikan yang terjadi akibat pengendalian kimiawi menggunakan
insektisida sintetis telah mendorong manusia untuk mencari pemecahannya. Oleh
karena itu dilakukan suatu usaha untuk mendapatkan insektisida nabati yang dapat
menggantikan pemakaian insektisida sintetis. Insektisida nabati terdapat pada bahan-
bahan nabati seperti buah, daun, batang ataupun akar dari tanaman. Salah-satu
tanaman yang mengandung insektisida nabati adalah cabai rawit. Cabai rawit
mengandung senyawa capsaicin, ascorbic acid, saponin, flavonoida dan tanin
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991:115). Capsaicin merupakan senyawa golongan
terpenoid yang berfungsi sebagai sumber aromatik dan rasa pada cabai rawit.
Cabai rawit apabila dihaluskan akan mengeluarkan aroma yang khas. Aroma
ini disebabkan oleh fraksi minyak esensial. Minyak tersebut merupakan metabolit
sekunder yang kaya akan senyawa dengan struktur isopren. Mereka disebut terpen
dan terdapat dalam bentuk diterpen, triterpen, tetraterpen, hemiterpen, dan
sesquiterpen. Bila senyawa tersebut mengandung elemen tambahan oksigen, maka
disebut terpenoid. Terpenoid aktif terhadap bakteri, fungi, virus, dan protozoa.
Contoh terpenoid adalah artemisin, yang telah digunakan oleh WHO sebagai
antimalaria. Senyawa terpenoid pada cabai rawit, capsaicin, bersifat bakterisida
terhadap Helicobacter pylori. Cara kerja capsaicin adalah ikut terlibat dalam
perusakan membran sel oleh senyawa lipofilik (Rohman Naim, 2004). Data hasil
penelitian Tyas Ekowati Prasetyoningsih (1987) yang dikutip oleh Setiawan
Dalimartha (2004:56), menunjukkan bahwa ekstrak cabai rawit dapat menghambat
pertumbuhan Candida albicans. Candida albicans adalah spesies dari candida yang
menyebabkan infeksi pada membran mukosa mulut (thrush def 1), dan infeksi saluran
pernapasan (bronkokandidiasis).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis bermaksud melakukan penelitian
mengenai daya bunuh ekstrak cabai rawit terhadap nyamuk Ae. aegypti.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah daya bunuh dari ekstrak cabai rawit (Capsicum frutescens L)
terhadap nyamuk Ae. aegypti?
C. TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui daya bunuh dari ekstrak cabai rawit (Capsicum frutescens L)
terhadap nyamuk Ae. aegypti.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Peneliti, mendapatkan pengalaman menyusun karya ilmiah dalam bidang ilmu
kesehatan masyarakat.
2. Masyarakat, memperoleh tambahan ilmu di bidang kesehatan masyarakat
khususnya dalam upaya pengendalian penyakit yang ditularkan oleh nyamuk.
Ilmu kesehatan masyarakat, menambah laporan penelitian dalam lingkup ilmu
kesehatan masyarakat.
3. BPVRP, menambah data tentang potensi tanaman sumber insektisida nabati.
4. Peneliti lain, memberikan data dasar bagi penelitian yang sejenis.
E. TINJAUAN FILSAFAT
Tinjauan dari segi filsafat meliputi tiga bidang utama yaitu :
1. OntologiDari segi ontology, Nyamuk merupakan spesies dari arthropoda yang
berperan sebagai vector penyakit arthropod-born viral disease. Contoh spesies
nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit arthropod-born viral disease
adalah Aedes aegypti (Ae.aegypti). Nyamuk Ae. aegypti berperan sebagai vektor
penyakit demam berdarah dengue. Penyakit demam berdarah dengue (DBD)
disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue ditularkan pada manusia melalui
gigitan nyamuk Ae. aegypti yang terinfeksi virus tersebut. DBD merupakan
penyakit yang paling penting dari seluruh penyakit arthropod-born viral disease.
Gejala DBD adalah demam yang tinggi, terjadinya fenomena perdarahan,
perbesaran hati dan kegagalan peredaran darah. Dampak dari DBD adalah
meningginya permeabilitas pembuluh darah dan menurunnya volume plasma
Cabai rawit termasuk dalam kelompok tanaman perdu. Karakteristik tanaman
cabai rawit adalah sebagai berikut: mempunyai tinggi antara 50-150 cm; batang
berbuku buku; daun tidak berbulu, berbentuk bulat telur sampai lonjong, panjang
1-2 cm; bunga keluar dari ketiak daun, tunggal atau 2-3, mahkota berbentuk
bintang berwarna putih, bergaris tengah antara 1,75 sampai 2,0 mm; buah tegak,
berbentuk bulat telur atau jorong, panjang 1-3 cm, lebar 2,5-12 mm
Cabai rawit mempunyai banyak varietas unggul yang biasa ditanam, yaitu
Cipanas, Tabasco, Tabanan, Banjaran, Jembrana dan Hontaka. Varietas-varietas
tersebut dapat dibedakan menjadi tiga jenis sebagai berikut:
1) Cabai Kecil
Karakteristik utama cabai kecil ialah ukurannya yang kecil. Cabai kecil muda
berwarna hijau dan setelah tua berwarna merah menyala. Rasa cabai kecil paling
panas dibandingkan cabai rawit lainnya.
2) Cabai Putih
Cabai putih berukuran lebih besar dari cabai kecil. Cabai putih muda berwarna
putih dan setelah tua berwarna merah jingga atau merah agak kuning. Rasa cabai
putih yang masih muda kurang pedas, akan tetapi setelah tua rasanya menjadi
panas. Rasa panas cabai putih masih kalah dengan cabai kecil.
3) Cabai Ceplik
Cabai ceplik berukuran hampir sama dengan cabai putih. Cabai ceplik muda
berwarna hijau agak putih dan setelah masak menjadi merah menyala. Rasa panas
cabai ceplik paling rendah dibandingkan cabai rawit lainnya.
Manfaat cabai rawit adalah sebagai stimulan yang kuat untuk jantung dan
aliran darah, menghancurkan bekuan darah (antikoagulan), meningkatkan nafsu
makan (stomakik), dan peluruh keringat (diaforetik). Selain itu cabai rawit
berkhasiat sebagai obat rematik, obat sariawan, disamping menambah nafsu
makan dan bumbu masak Cabai rawit juga bersifat bakterisida terhadap bakteri
tertentu, seperti Helicobacter pylori. Ekstrak cabai rawit dapat digunakan untuk
menghambat pertumbuhan Candida albicans, suatu spesies dari candida yang
menyebabkan infeksi pada membran mukosa mulut (thrush def 1), dan infeksi
saluran pernapasan (bronkokandidiasis)
2. Epistemologi
Dari segi epistemology, Penyakit demam berdarah dengue (DBD) disebabkan
oleh virus dengue. Virus dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk
Ae. aegypti yang paling penting dari seluruh penyakit arthropod-born viral
disease. Nyamuk Ae. Aegypti dapat dibunuh dengan menggunakan cabai rawit .
Buah cabai rawit mengandung substansi fenol golongan terpenoid berupa
capsaicin (69%), dihydrocapsaicin (22%), nordihydrocapsaicin (7%),
homocapsaicin (1%), dan homodihydrocapsaicin. Capsaicin merupakan senyawa
golongan terpenoid terbanyak dan terpenting. Cabai rawit juga mengandung
senyawa ascorbic acid sebesar 0,2% (German Commission E, 1990). Di dalam
cabai rawit terkandung senyawa saponin, flavonoida dan tannin. Cabai rawit
apabila dihaluskan akan mengeluarkan aroma yang khas. Aroma ini disebabkan
oleh fraksi minyak esensial. Minyak tersebut merupakan metabolit sekunder yang
kaya akan senyawa dengan struktur isopren. Mereka disebut terpen dan terdapat
dalam bentuk diterpen, triterpen, tetraterpen, hemiterpen, dan sesquiterpen. Bila
senyawa tersebut mengandung elemen tambahan oksigen, maka disebut
terpenoid. Terpenoid aktif terhadap bakteri, fungi, virus, dan protozoa. Contoh
terpenoid adalah artemisin, yang telah digunakan oleh WHO sebagai antimalaria.
Senyawa terpenoid pada cabai rawit, capsaicin, bersifat bakterisida terhadap
Helicobacter pylori. Cara kerja capsaicin adalah ikut terlibat dalam perusakan
membran sel oleh senyawa lipofilik). Kandungan cabe rawit ini dapat membunuh
nyamuk Ae. Aegypti.
3. Aksiologi
Dari bidang aksiologi, DBD merupakan penyakit yang paling penting dari
seluruh penyakit arthropod-born viral disease . Gejala DBD adalah demam yang
tinggi, terjadinya fenomena perdarahan, perbesaran hati dan kegagalan peredaran
darah. Dampak dari DBD adalah meningginya permeabilitas pembuluh darah dan
menurunnya volume plasma. Penyakit demam berdarah dengue (DBD)
disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue ditularkan pada manusia melalui
gigitan nyamuk Ae. aegypti yang terinfeksi virus tersebut.
Upaya-upaya pengendalian nyamuk untuk mengurangi kejadian penyakit
arthropod-born viral disease telah banyak dilakukan. Pengendalian tersebut
meliputi pengendalian fisik, pengendalian hayati, pengendalian kimiawi,
pengendalian genetik maupun pengendalian terpadu. Pengendalian fisik dilakukan
dengan mengelola lingkungan sehingga keadaan lingkungan tidak sesuai bagi
perkembangbiakan nyamuk, pengendalian hayati dilakukan dengan
memanfaatkan organisme predator dan patogen, pengendalian kimiawi dilakukan
dengan menggunakan insektisida sintetis untuk membunuh nyamuk, pengendalian
genetic dilakukan dengan menyebarkan pejantan mandul ke dalam ekosistem, dan
pengendalian terpadu dilakukan dengan menggabungkan berbagai teknik
pengendalian yang ada. Pengendalian nyamuk yang paling banyak dilakukan
adalah pengendalian kimiawi menggunakan insektisida sintetis. Alasan pemilihan
pengendalian tersebut adalah karena hasilnya dapat dilihat secara cepat dan
langsung, sementara pengendalian nyamuk lainnya memerlukan waktu yang lama
dalam melihat hasilnya. Tetapi pengendalian kimiawi menggunakan insektisida
sintetis ternyata menimbulkan efek samping yang merugikan, seperti nyamuk
menjadi resisten, terjadinya keracunan pada manusia dan hewan ternak, terjadinya
kontaminasi terhadap kebun sayuran dan buah, serta polusi lingkungan.
Dampak merugikan yang terjadi akibat pengendalian kimiawi menggunakan
insektisida sintetis telah mendorong manusia untuk mencari pemecahannya. Oleh
karena itu dilakukan suatu usaha untuk mendapatkan insektisida nabati yang
dapat menggantikan pemakaian insektisida sintetis. Insektisida nabati terdapat
pada bahan-bahan nabati seperti buah, daun, batang ataupun akar dari tanaman.
Salah-satu tanaman yang mengandung insektisida nabati adalah cabai rawit .
Cabai rawit mengandung senyawa capsaicin, ascorbic acid, saponin, flavonoida
dan tanin . Capsaicin merupakan senyawa golongan terpenoid yang berfungsi
sebagai sumber aromatik dan rasa pada cabai rawit yang dimana nanti digunakan
untuk membunuh nyamuk.
Mata Kuliah : Filsafat IlmuDosen : Dr. Suryo Ediyono, M.Hum.
UJI DAYA BUNUH EKSTRAK CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L) TERHADAP NYAMUK Aedes Aegypti
TINJAUAN FILSAFAT ILMU
(LANDASAN ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI)
Oleh :
DENI SYAMSUDDIN
C111 08 233
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009