tugas anestesi gober sc

52
BAB I PENDAHULUAN Setiap pasien yang akan menjalani tindakan invasif, seperti tindakan bedah akan menjalani prosedur anestesi. Anestesi sendiri secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total , yaitu hilangnya kesadaran secara total, anestesi lokal, yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh), anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya. Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan kesadaran. Obat bius jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah selesai operasi tidak membuat lama waktu penyembuhan operasi.

Upload: ferizked

Post on 22-Nov-2015

33 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANSetiap pasien yang akan menjalani tindakan invasif, seperti tindakan bedah akan menjalani prosedur anestesi. Anestesi sendiri secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total , yaitu hilangnya kesadaran secara total, anestesi lokal, yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh), anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya.Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan kesadaran. Obat bius jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah selesai operasi tidak membuat lama waktu penyembuhan operasi.

BAB IILAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIENNama: Ny. Chairanisa AgustinUmur: 31 tahunJenis Kelamin: PerempuanAlamat: Jalan lada nomor 5b, kavling ciiwedus RT 24 RW 05, ciwedusPekerjaan: Pegawai SwastaAgama: IslamStatus: MenikahTanggal masuk: 28 Januari 2014B. ANAMNESISC. PEMERIKSAAN FISIKD. PEMERIKSAAN PENUNJANGE. KESAN ANESTESIPasien seorang perempuan berusia 31 tahun G2P1A0 usia kehamilan 40 minggu riwayat SC sebelumnya dengan klasifikasi ASA 2. F. PENATALAKSANAANPenatalaksanaan kepada pasien meliputi :a. Intravena fluid drip RL 500c 20tpmb. Informed consent mengenai tindakan operasi Sectio Caesariac. Konsul ke bagian Anestesid. Informed consent pembiusan : dilakukan operasi pembedahan Sectio Caesaria dengan regional Anestesi dengan klasifikasi ASA 2G. KESIMPULANBerdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, makaDiagnosis pre operatif : G2P1A0 usia kehamilan 40 minggu riwayat SC sebelumnyaStatus operatif : ASA 2 (pasien dengan gangguan sistemik ringan-sedang)Jenis Operasi : Sectio CaesariaJenis Anestesi : Regional Anestesi (Spinal Anestesi)

BAB IIILAPORAN ANESTESIA. Preoperatif Informed Consent (+) Puasa (+) kurang lebih 6-8 jam Tidak terdapat gigi goyang dan pemakaian gigi palsu IV line terpasang dengan infus RL 500 cc, mengalir lancar Keadaan umum tampak sakit ringan Kesadaran Compos Mentis Tanda Vital: TD: 110/80 RR: 20 x/menit Nadi: 80 x/menit Suhu: 36,6CB. Premedikasi AnestesiSebelum dilakukan tindakan anestesi diberikan Ondansentron 4 mg secara bolus IV. C. Tindakan AnestesiPasien dalam posisi duduk, kepala menunduk, kemudian menentukan lokasi penyuntikkan di L3-4 yaitu di atas titik hasil perpotongan antara garis yang menghubungkan crista iliaca dextra dan sinistra dengan garis vertical tulang vertebra yang berpotongan di vertebra lumbal 4. Kemudian dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis dengan kassa steril dan povidone iodine. Lalu dilakukan penyuntikan di titik L3-4 paramediana yang sudah ditandai sebelumnya dengan menggunakan jarum spinal no. 27 GA, kemudian jarum spinal dilepaskan hingga tersisa kanulnya, lalu dipastikan bahwa LCS yang berwarna jernih mengalir melalui kanul (ruang subarachnoid), kemudian obat anestesi yaitu Bupivacain 20 mg disuntikkan dengan terlebih dahulu melakukan aspirasi untuk memastikan kanul spinal masih tetap di ruang subarachnoid, setelah Bupivacain disuntikkan setengahnya kembali dilakukan tindakan aspirasi LCS untuk memastikan kanul tidak bergeser, lalu Bupivacain disuntikkan semua. Setelah itu menutup luka bekas suntikkan dengan kassa steril dan micropore. Kemudian pasien kembali posisi berbaring di meja operasi. D. Pemantauan Selama TindakanAnestesiMelakukan pemantauan keadaan pasien terhadap tindakan anestesi. Yang dipantau adalah fungsi kardiovaskular dan fungsi respirasi, serta cairan. Kardiovaskular : pemantauan terhadap tekanan darah dan frekuensi nadi setiap 5 menit. Respirasi : Inspeksi pernapasan spontan kepada pasien dan saturasi oksigen Cairan : monitoring input cairan infus. Lampiran Monitoring Tindakan Operasi:JamTindakanTensiNadiSaturasi

08.50Pasien masuk kamar operasi, dibaringkan di meja operasi kemudian dilakukan pemasangan manset di lengan kiri atas dan pulse oxymetri di ibu jari tangan kanan. Setelah itu dilakukan spinal anestesi122/758299

08.55Operasi dimulai120/959398

09.0091/507497

09.05Diberikan induxin 10 IU drip dalam cairan RLDiberikan Pospargin 0,2 mg bolusDiberikan Pethidin 20 mg bolus106/6410196

09.10103/848099

09.15Diberikan ephedrin 10 mg bolus93/458099

09.2093/508099

09.2594/588296

09.3095./577499

09.3595/567999

09.40Diberikan pronalgess supp IDiberikan Citrosol sebanyak 3 tabletOperasi selesai91/597799

Laporan Anestesi1. Diagnosis Pra BedahG2P1A0 usia kehamilan 40 minggu riwayat SC sebelumnya2. Diagnosis Pasca BedahG2P2A0 Post Sectio Caesaria3. Penatalaksanaan PreoperasiInfus RL 500cc4. Penatalaksanaan Anestesia. Jenis pembedahan: Sectio Caesariab. Jenis Anestesi: Regional Anestesic. Teknik Anestesi: Sub Arachnoid Block , L3-4, LCS +, jarum spinal no. 27 GAd. Mulai Anestesi: pukul 08.50 WIBe. Mulai Operasi: pukul 08.55 WIBf. Premedikasi: Ondansentron 4 mg IVg. Medikasi: Bupivacain 20 mg h. Medikasi tambahan: Induxin 10 IU drip dalam 500cc RL, Pospargin 0,2 mg IV, Pethidin 20mg IV, Ephedrin 10mg IV, Citrosol 3 tab, pronalges Supp I. i. Maintanance : O2 2 ltj. Respirasi: pernapasan spontank. Cairan durante operasi : RL 500 ccl. Pemantauan tekanan drah dan HR : terlampirm. Selesai operasi: pukul 09.40 WIB5. Post Operatif a. Pasien masuk ke dalam ruang pemulihan (Recovery Room) kemudian dibawa kembali ke ruang rawat inap. b. Observasi tanda-tanda vital dalam batas normal : Keadaan umum : tampak sakit ringan Kesadaran : compos mentis TD : 91/59 mmHg Nadi : 77x/m Saturasi oksigen : 99% Penilaian pemulihan kesadaran : dengan menggunakan skor Aldrete. Skor AldreteVariabelTemSkorSkor Pasien

AktivitasGerak ke 4 anggota gerak atas perintahGerak ke 2 anggota gerak atas perintahTidak respon2101

RespirasiDapat bernapas dalam dan batukDispnea, hipoventilasiApneu2102

SirkulasiPerubahan 50% TD sistol preoperasi2101

KesadaranSadar penuh Dapat dibangunkanTidak respon2102

Warna KulitMerahPucatSianotik2102

Skor Total8

>= 9 : pindah dari unit perawatan pasca anestesi>= 8 : dipindahkan ke ruang perawatan bangsal>= 5 : dipindahkan ke ruang perawatan intensif (ICU)

BROMAGE SKOR

Pasien memenuhi skor Bromage yaitu trakeal > interkostal > kaudal > paraservikal > epidural > plexus brakial > skiatik > subkutan2. Penambahan vasokonstriktor Adrenalin 5 g/ml atau 1:200 000 membuat vasokonstriksi pembuluh darah pada tempat suntikan sehingga dapat memperlambat absorpsi sampai 50%3. Karakteristik obat anestesi lokal Obat anestesi lokal terikat kuat pada jaringan sehingga dapat diabsorpsi secara lambatb. Distribusi dipengaruhi oleh ambilan organ (organ uptake) dan ditentukan oleh faktor-faktor:1. Perfusi jaringan2. Koefisen partisi jaringan/darah Ikatan kuat dengan protein plasma obat lebih lama di darah Kelarutan dalam lemak tinggi meningkatkan ambilan jaringan3. Massa jaringan Otot merupakan tempat reservoir bagi anestetika lokalc. Metabolisme dan ekskresi1. Golongan ester Metabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase (kolinesterase plasma). Hidrolisa ester sangat cepat dan kemudian metabolit diekskresi melalui urin2. Golongan amida Metabolisme terutama oelh enzim mikrosomal di hati. Kecepatan metabolisme tergantung kepada spesifikasi obat anestesi lokal. Metabolisme nya lebih lamabat dari hidrolisa ester. Metabolit lewat urindan sebagian diekskresi dalam bentuk utuh.

Efek samping terhadap sistem tubuhSistem kardiovaskular Depresi automatisasi miokard Depresi kontraktilitas miokard Dilatasi arteriolar Dosis besar dapat menyebabkan disritmia/kolaps sirkulasiSistem pernafasan Relaksasi otot polos bronkus Henti nafas akibat paralisis saraf frenikus Paralisis interkostal Depresi langsung pusat pengaturan nafasSistem saraf pusat Parestesia lidah Pusing Tinnitus Pandangan kabur Agitasi Depresi pernafasan Tidak sadar Konvulsi KomaImunologi Reaksi alergiSistem musculoskeletal Miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain)B. INFILTRASI LOKALPenyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan sekitar tempat lesiC. BLOK LAPANGAN (FIELD BLOCK)Infiltrasi sekitar lapangan operasi (contoh, untuk ekstirpasi tumor kecil)D. ANALGESIA PERMUKAAN (TOPIKAL)Obat analgetika lokal dioles atau disemprot di atas selaput mukosa E. ANALGESIA REGIONAL INTRAVENAPenyuntikan larutan analgetik lokal intravena. Ekstremitas dieksanguinasi dan diisolasi bagian proksimalnya dengan torniket pneumatik dari sirkulasi sistemik.Beberapa anastetik lokal yag sering digunakan1. Kokain dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan nafas atas. Lama kerja 2-30 menit. 2. Prokain untuk infiltrasi larutan: 0,25-0,5%, blok saraf: 1-2%, dosis 15mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit.3. Lidokain konsentrasi efektf minimal 0,25%, infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik. Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan.4. Bupivakain konsentrasi efektif minimal 0,125%, mula kerja lebih lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja sampai 8 jam.OBAT-OBATAN1. Bupivacaine Bupivacain (Marcain) merupakan obat anestesi lokal kelompok amida, dengan rumus bangun sebagai berikut : 1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide hydrochloride.Bupivacain adalah derivat butil dari mepivacain yang kurang lebih tiga kali lebih kuat daripada asalnya. Obat ini termasuk golongan obat anestesi long acting. Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Toksisitas setaraf dengan tetrakain. Secara komersial bupivacain tersedia dalam 5 mg/ml solutions. Dengan kecenderungan yang lebih menghambat sensoris daripada motoris, menyebabkan obat ini sering digunakan untuk analgesia selama persalinan dan pasca bedah.FarmakologiBupivacain adalah obat anestetik lokal yang memiliki masa kerja panjang dan mula kerja yang pendek.Seperti halnya anestesi lokal lainnya, bupivacain menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong natrium pada dinding saraf yang bersifat reversibel, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.FarmakodinamikObat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium, mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tak terjadi konduksi saraf. Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten. Ikatan dengan protein mempengaruhi lama kerja dan konstanta dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja. Konsentrasi minimal anestesi lokal dipengaruhi oleh : ukuran, jenis dan mielinisasi saraf; pH (asidosis menghambat blokade saraf), frekuensi stimulasi saraf.Mula kerja bergantung beberapa factor, yaitu: pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat dan dapat menembus membran sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat, alkalinisasi anestesi lokal membuat mula kerja cepat, konsentrasi obat anestetika lokal. Lama kerja dipengaruhi oleh : ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika lokal adalah protein; dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi; dipengaruhi oleh ramainya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.Indikasi1. Anestesi Intratekal (sub-arachnoid, spinal) untuk pembedahan 2. Pembedahan di daerah abdomen selama 45 - 60 menit (termasuk operasi Caesar) 3. Pembedahan dibidang urologi dan anggota gerak bawah selama 2- 3 jam Kontraindikasi1. Hipersensitif terhadap anestesi lokal jenis amida 2. Penyakit akut dan aktif pada sistem saraf, seperti meningitis, poliomyelitis, perdarahan intrakranial, dan demyelinisasi, peningkatan tekanan intrakranial, adanya tumor otak atau di daerah spinal 3. Stenosis spinal dan penyakit aktif (spondilitis) atau trauma (fraktur) baru pada tulang belakang. 4. TBC tulang belakang 5. Infeksi pada daerah penyuntikan 6. Septikemia 7. Anemia pernisiosa dengan degenerasi kombinasi sub-akut pada medula spinalis 8. Gangguan pembekuan darah atau sedang mendapat terapi antikoagulan secara berkesinambungan 9. Hipertensi tidak terkontrol 10. Syok kardiogenik atau hipovolemi DosisAnestesi spinal pada orang dewasa 7,5 - 20 mg. Penyebaran anestesi tergantung pada beberapa faktor, termasuk di dalamnya volume larutan dan posisi pasien selama dan setelah penyuntikan ke rongga sub-arachnoid. Harus dipahami bahwa tingkat anestesi spinal yang dicapai oleh anestesi lokal tidak dapat diperkirakan pada pasien.Injeksi spinal hanya boleh diberikan jika ruang subarachnoid sudah teridentifikasi secara jelas dengan ditandai keluar dan menetesnya cairan serebrospinal yang jernih, atau terdeteksi oleh aspirasi cairan serebrospinal. Larutan harus segera digunakan setelah ampul terbuka dan sisanya harus dibuang.Efek Samping1. Sistem saraf pusat (SSP)SSP rentan terhadap toksisitas anestetik lokal, dengan tanda-tanda awal parestesi lidah gelisah, nyeri kepala, pusing, penglihatan kabur, tinitus, mual, muntah, tremor, gerakan koreatosis, rasa logam di mulut, inkoherensia, kejang koma.2. Sistem PernafasanRelaksasi otot polos bronkus. Henti nafas akibat paralisis nervus phrenikus, paralise interkostal atau depresi langsung, pernafasan dalam dan kemudian tak teratur, sesak nafas hingga apneu, hipersekresi dan bronkospasme. 3. Sistem kardiovaskuler : vasodilatasi, hipotensi, bradikardi, nadi kecil dan syok. 4. Reaksi hipersensitivitas (urtikaria, dermatitis, edema angioneurotik, bronkospasme, status asmatikus, sinkop dan apneu)Interaksi ObatBupivacaine harus digunakan secara hati-hati bila diberikan pada penderita yang menerima obat-obat aritmia dengan aktivitas anestesi lokal, karena efek toksiknya dapat bersifat adiktif. Toksisitasnya meningkat bila diberikan bersama propanolol.2. PethidinPetidin ( meperidin, demerol) adalah zat sintetik yang formulanya sangat berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping yang mendekati sama. Secara kimia petidin adalah etil-1metil-fenilpiperidin-4-karboksilat.Perbedaan antara petidin (meperidin) dengan morfin sebagai berikut :1. Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut dalam air. 2. Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat dan asam normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang masih aktif memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari 10% petidin bentuk asli ditemukan dalam urin. 3. Petidin bersifat atropin menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan takikardia. 4. Seperti morpin ia menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter oddi lebih ringan. 5. Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tidak ada hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada dewasa. Morfin tidak. 6. Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.Indikasi PethidinPethidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis, Pethidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin. Petidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat preanestetik, untuk menimbulkan analgesia obstetrik dibandingkan dengan morfin, petidin kurang karena menyebabkan depresi nafas pada janin. Mekanisme Kerja Pethidin Petidin merupakan narkotika sintetik derivat fenilpiperidinan dan terutama berefek terhadap susunan saraf pusat. Mekanisme kerja petidin menghambat kerja asetilkolin (senyawa yang berperan dalam munculnya rasa nyeri) yaitu pada sistem saraf serta dapat mengaktifkan reseptor, terutama pada reseptor , dan sebagian kecil pada reseptor kappa. Penghambatan asetilkolin dilakukan pada saraf pusat dan saraf tepi sehingga rasa nyeri yang terjadi tidak dirasakan oleh pasienEfeknya terhadap SSP adalah menimbulkan analgesia, sedasi, euphoria, dapresi pernafasan serta efek sentral lain. Efek analgesik petidin timbul agak lebih cepat daripada efek analgetik morfin, yaitu kira-kira 10 menit, setelah suntikan subkutan atau intramuskular, tetapi masa kerjanya lebih pendek, yaitu 24 jam. Absorbsi petidin melalui pemberian oral maupun secara suntikan berlangsung dengan baik. Obat ini mengalami metabolisme di hati dan diekskresikan melalui urin.Dosis dan SediaanSediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.Efek Samping Petidin sebagai salah satu obat analgesik golongan narkotik tentu memiliki efek samping berupa ketagihan terhadap penggunaan obat. Selain ketagihan, petidin juga memiliki efek samping menekan sistem pernapasan.Obat ini juga dapat menimbulkan efek alergi berupa kemerahan, gatal dan bengkak pada daerah sekitar tempat penyuntikan. Gejala alergi ini dapat bermanifestasi parah, seperti kesulitan bernafas, bengkak pada wajah, bibir dan lidah, serta tenggorokan.Efek samping yang sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian adalah menekan sistem pernafasan. Efek samping ini akan semakin berbahaya apabila petidin digunakan secara berlebihan atau dikonsumsi bersamaan dengan obat lain yang juga menekan sistem pernafasan, seperti obat pelemas otot atau obat penenang. Kematian dapat disebabkan laju nafas yang semakin menurun kemudian berhenti. Selain itu, penurunan tekanan darah serta gangguan pada sistem saraf pusat yang ditimbulkan juga dapat mengakibatkan kematian.3. EphedrineEphedrine adalah alkaloid yang terdapat pada tumbuhan jenis Efedra. Efek farmakodinamik ephedrine banyak menyerupai efek Epi. Perbedaannya adalah bahwa ephedrine efektif pada pemberian oral, masa kerjanya jauh lebih panjang, efek sentralnya lebih kuat, tetapi diperlukan dosis yang jauh lebih besar dari pada epi.Obat ini merupakan agonis reseptor dan 1 dan 2, dan dapat merangsang pelepasan norepinefrin dari neuron simpatis. Efek perifer ephedrine malaui kerja langsung dan melalui pelepasan NE endogen. Kerja tidak langsungnya mendasari timbulnya takifilaksis terhadap efek perifernya. Ephedrine masuk dalam kelompok obat simpatomimetik dan dapat dipakai dalam bentuk oral. Ephedrine menstimulasi detak jantung dan cardiac output, sehingga menaikan tekanan darah. Efek kardiovaskular ephedrine menyerupai efek Epi tetapi berlangsung kira - kira 10 kali lebih lama. Tekanan sistolik meningkat, dan biasanya juga tekanan diastolic, sehingga tekanan nadi membesar. Peningkatan tekanan darah ini sebagian disebabkan oleh vasokonstriksi, tetapi terutama oleh stimulasi jantung. Denyut jantung mungkin tidak berubah akibat refleks kompensasi vagal terhadap kenaikan tekanan darah. Aliran darah ginjal dan visceral berkurang ,sedangkan aliran darah koroner, otak, dan otot rangka meningkat. Berbeda dengan Epi, penurunan tekanan darah pada dosis rendah tidak nyata pada ephedrine.Bronkorelaksasi oleh ephedrine lebih lemah tetapi berlangsung lebih lama dari pada Epi. Penetesan larutan efedrin pada mata menimbulkan midriasis. Refleks cahaya, daya akomodasi, dan tekanan intra okular tidak berubah. Aktivitas uterus biasanya dikurangi oleh ephedrine, efek ini dapat dimanfaatkan pada dismenore. Ephedrine kurang meningkatkan gula darah dibandingkan dengan Epi.Stimulasi reseptor alfa pada otot kandung kemih dapat meningkatkan resistensi pengeluaran urin. Aktifasi reseptor beta pada paru-paru menimbulkan bronko dilatasi. Obat ini juga dipakai sebagai stimulan SSP. Ephedrine dieksresi di urin dalam bentuk yang sama, t1/2 = 3 - 6 jam.Obat ini tidak dipakai pada pasien asma, karena digunakan agonis beta 2 selektif. Efedrin digunakan untuk meningkatkan kontinensi urin, terutama pada pasien dengan hiperplasia prostat jinak. Juga digunakan untuk hipotensi pada anestesi spinal.Efek samping ephedrine meliputi hipertensi, terutama pada pemberian parenteral, atau pada pemberian oral dengan dosis lebih besar dari yang direkomendasikan. Efek samping lain termasuk insomnia dan takikardi pada pengobatan berulang. Efedrin tidak boleh dipakai pada pasien dengan gangguan kardiovaskular.

4. PosparginMetilergometrina maleat merupakan amina dengan efek uterotonik yang menimbulkan kontraksi otot uterus dengan cara meningkatkan frekuensi dan amplitudo kontraksi pada dosis rendah dan meningkatkan tonus uterus basal pada dosis tinggi. Mekanisme kerjanya merangsang kontraksi otot uterus dengan cepat dan poten melalui reseptor adrenergik sehingga menghentikan perdarahan uterus.FarmakokinetikMetilergometrina diabsorbsi cepat dan hampir sempurna, baik pada pemberian oral, intramuskular dan IV injeksi. 35% metilergometrina terikat dengan protein plasma. Hanya sebagian kecil metilergometrina yang ditemukan pada ASI (kurang dari 0,3% dari dosis yang diminum. Pada penyuntikan IV, efek kontraksi uterus terjadi dengan segera (30 - 60 detik). Kontraksi uterus ini pada penyuntikan IV bertahan sampai dengan 2 jam. Metilergometrina didistribusi cepat dengan volume distribusi 0,33 - 0,67 L/kg, dibandingkan total cairan tubuh. Eliminasinya terutama melalui empedu dikeluarkan bersama feses.Indikasi1. Mencegah dan mengobati pendarahan pasca persalinan dan pasca abortus, termasuk pendarahan uterus karena sectio caesaria2. Penanganan aktif kala III pada partus3. Pendarahan uterus setelah placenta lepas, atoni uterus, subinvolusi uterus pada puerperium, lokhiometraKontraindikasi1. Penggunaan untuk induksi atau augmentasi partus sebelum persalinan2. Hipertensi, termasuk hipertensi karena kehamilan (pre-eklampsia, eklampsia)3. Abortus iminens4. Inersia uterus primer dan sekunder5. Kehamilan6. HipersensitivitasDosis dan Cara Pemakaian1. Sectio caesaria : setelah bayi dikeluarkan secara ekstraksi, i.m.1 mL atau i.v. 0,5 sampai 1 mL2. Penanganan aktif kala III : i.m. 0,5 sampai 1 mL (0,1 - 0,2 mg) setelah kepala atau bahu interior keluar atau selambat - lambatnya segera setelah bayi dilahirkan3. Kala III pada partus dengan anestesi umum : i.v. 1 mL (0,2 mg)4. Atoni uterus : i.m. 1 mL atau i.v.0,5 sampai 1 mL5. Membantu involusi uterus : 1 tablet 3 kali sehari, umumnya 3 - 4 hari6. Pendarahan puerperal, subinvolusi, lokhiometra : 1 atau 2 tablet 3 kali sehari, atau i.m. 0,5 - 1 mL sehariEfek sampingMual, muntah dan sakit perut dapat terjadi pada pemberian dosis yang besar. Hipertensi dapat terjadi terutama setelah penyuntikan i.v.yang cepat.

5. InduxinDefinisiOksitosin sintetik adalah obat yang dapat meningkatkan kontraksi otot polos uterus.Banyak obat yang memperlihatkan efek oksitosik, tetapi hanya beberapa saja yang kerjanya cukup selektif dan dapat berguna. Obat yang menjadi pilihan ialah oksitosin dan derivatnya, alkaloid ergot dan derivatnya, dan beberapa prostaglandin semisintetik. Obat-obat tersebut memperlihatkan respons bertingkat (gradedrespons) pada kehamilan, mulai dari kontraksi uterus spontan, ritmis sampai kontraksi tetani.Oksitosin sendiri merupakan hormon protein yang dibentuk di nukleus paraventrikel hipotalamus dan disimpan di dalam dan dilepaskan dari hipofisis posterior Hormon ini dilepas oleh ujung-ujung saraf di bawah perangsangan yang memadai; kapiler mengabsorpsi substansi ini dan membawanya ke sirkulasi umum di mana akan membantu kontraksi otot polos.4

Indikasi1. Induksi persalinan cukup bulan, dengan indikasi khusus :a. Hipertensi akibat kehamilanb. Hipertensi maternal kronikc. Ketuban pecah dini > 24 jam sebelum waktunya d. Korioamnionitise. Postmatur (gestasi > 42 minggu)f. Retardasi pertumbuhan intrauterineg. Diabetes melitus maternalh. Penyakit ginjal maternal i. Kematian janin intrauterin2. Memfasilitasi kontraksi uterus pada kehamilan cukup bulan3. Mengendalikan perdarahan sesudah melahirkan4. Terapi tambahan pada aborsi spontan/ aborsi karena kelainan5. Merangsang laktasi pada kasus kegagalan ejeksi ASIMekanisme Kerja ObatOksitosin terikat pada reseptornya yang berada pada membran sel miometrium, di mana selanjutnya terbentuk siklik adenosin-5-monofosfat (cAMP). Cara kerja oksitosin adalah dengan menimbulkan depolarisasi potensial membran sel. Dengan terikatnya oksitosin pada membran sel, maka Ca++ dimobilisasi dari retikulum sarkoplasmik untuk mengaktivasi protein kontraktil. Kepekaan uterus terhadap oksitosin dipengaruhi oleh hormon estrogen & progesteron. Dengan dominasi pengaruh estrogen meningkat sesuai dengan umur kehamilan, kepekaan uterus terhadap oksitosin meningkat. Selain itu kepekaan uterus juga dipengaruhi oleh reseptor oksitosin, yang akan semakin banyak dengan makin tua kehamilannya.Sensitivitas maksimal terhadap oksitosin dicapai pada kehamilan 34-36 minggu. Bersama dengan faktor-faktor lainnya oksitosin memainkan peranan yang sangat penting dalam persalinan dan ejeksi ASI.4

Oksitosin bekerja pada reseptor oksitosik untuk menyebabkan : Kontraksi uterus pada kehamilan aterm yang terjadi lewat kerja langsung padaotot polos maupun lewat peningkatan produksi prostaglandin Konstriksi pembuluh darah umbilicus Kontraksi sel-sel miopital (refleks ejeksi ASI)Oksitosin bekerja pada reseptor hormonantidiuretik (ADH) untuk menyebabkan : Peningkatan atau penurunan yang mendadak pada tekanan darah diastolik karena terjadinya vasodilatasi Retensi airKontraindikasi1. Hipersensitivitas oksitosin2. Adanya komplikasi obstetrik3. Tidak dianjurkan digunakan untuk dilatasi serviks4. Kelainan letak janin5. Plasenta previa6. Kontraksi uterus hipertonik7. Distress janin8. Prematurisasi9. Disporposi cephalo pelvic 10. Preeklampsia atau penyakit kardiovaskuler dan terjadi pada ibu hamil yang berusia35 tahun11. Gawat janinFarmakokinetik Oksitosin diarbsorpsi dengan baik oleh mukosa hidung ketika diberikan secara intranasal untuk mengeluarkan ASI. Kemampuan mengikat proteinnya rendah, dan waktu paruhnya 1-9 menit. Di metabolisasi dengan cepat dan di ekskresikan oleh hati.Farmakodinamik Onset dari kerja oksitosin yang diberikan secara intravena terjadi segera, waktu untuk mencapai puncak konsentrasinya tidak diketahui, lama kerjanya adalah 20 menit. Obat yang diberikan secara intravena untuk menginduksi kehamilan atau mempercepat kehamilan. Dosis awal adalah 0,5 mL/menit dititrasi dengan kecepatan 0,2-2,65 mU setiap 15-30 menit sampai kontraksi kira-kira terjadi setiap 3 menit dengan kualitas yang cukup. Untuk pencegahan dan pengendalian perdarahan karena atoni uterus, 10 U oksitosin ditambahkan ke dalam 1 L larutan dekstrose atau elektrolit (10 mU/ mL) diinfuskan dengan kecepatan yang dapat mengendalikan atoni.Efek Samping1. Stimulasi berlebih pada uterus2. Konstriksi pembuluh darah tali pusat3. Mual, muntah, anoreksia4. Reaksi hipersensitif Dosis Obat Induksi persalinan melalui infus IV : 5 - 30 unit diberikan dalam larutan fisiologis 500ml, kecepatan : 5-40 tetes/ menit Kala 3 persalinan : 5-10 IU secara intramuskular (IM) atau 5 IU secara IV lambat Pembelahan pada operasi caesar : 5 IU intramuskular setelah melahirkanCara Pemberian Oksitosin1. Oksitosin tidak diberikan secara oral karena dirusak di dalam lambung oleh tripsin2. Pemberian oksitosin secara intravena (drip / tetesan) banyak digunakan karena uterus dirangsang sedikit demi sedikit secara kontinyu dan bila perlu infus dapat dihentikan segera

BAB VIKESIMPULAN

Pasien merupakan pasien obstetri and ginekologi dengan diagnosa G2P1A0 dengan riwayat SC sebelumnya. Dari anemnesis pasien tidak ada keluhan dan tidak memiliki penyakit sistemik seperti hipertensi, diabetes mellitus, asma. Pasien juga tidak memakai gigi palsu dan tidak mempunyai gigi goyang. Pasien tidak demam maupun batuk. Dari pemeriksaan fisik maupun penunjang tidak terdapat kelainan pada pasien. Berdasarkan American Society of anesthesiology digolongankan dalam ASA 2.Pasien diberikan premedikasi berupa ondansetron dan dilakukan regional anestesi dengan teknik subarchnoid block pada L3-L4 dengan menggunakan spinal needle dengan ukuran 27. Kemudian dimasukkan obat bupivacaine 20 mg. Obat-obat yang diberikan pada pasien ini berupa pethidin, ephedrine, pospargin, induxin, pronalges dan citrosol.

DAFTAR PUSTAKA1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi: Edisi Kedua. 2009. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI2. dr. Muhardi Muhiman, dr. M. Roesli Thaib, dr. S. Sunatrio, dr. Ruswan Dahlan, Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan terapi Intensif FKUI3. Boulton TB, Blogg CE, Anestesiologi, Edisi 10. EGC : Jakarta 19944. Robyn Gmyrek, MD, Maurice Dahdah, MD, Regional Anaesthesia, Updated: Aug 7, 2009. Accessed on 1th February 2014 at www.emedicine.com5. Local and Regional Anaesthesia, accessed on 6th December 2010 at http://en.wikipedia.org/wiki/anesthesia6. Miller RD. Anesthesia, 5th ed. Churchill Livingstone. Philadelphia. 20007. Mulroy MF. Regional Anesthesia, An Illustrated Procedural Guide. 2nd ed. Little, Brown and Company. B oston 1996