tugas al-islam atun

43
MAKALAH AL-ISLAM III DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3 1. AHMAD CHAERI 2. ARTADRINIA ZIKRUL L. 3. ASRIATUN 4. NOVAN CAHAYA SAPUTRA 5. RUMAWAN YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM i

Upload: ahmad-chaeri

Post on 05-Dec-2015

55 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

aborsi

TRANSCRIPT

MAKALAH

AL-ISLAM III

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

1. AHMAD CHAERI2. ARTADRINIA ZIKRUL L.3. ASRIATUN4. NOVAN CAHAYA SAPUTRA5. RUMAWAN

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARATSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI S1 ILMU KEPERAWATANTAHUN AKADEMIK 2014/2015

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT pantaslah kami ucapkan, karena berkat bantuan dan

petunjuk-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Untuk itu kepada berbagai pihak yang

telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini kami ucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya.

Kami membuat makalah ini dengan seringkas-ringkasnya dan bahasa yang jelas agar

mudah dipahami. Karena kami menyadari keterbatasan yang kami miliki, kami mengharapkan

kritik dan saran dari para pembaca, agar pembuatan makalah kami yang berikutnya dapat

menjadi lebih baik.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Mataram, November 2014

Penyusun

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i

KATA PENGANTAR................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 2

1.3 Tujuan........................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 3

2.1 Akhlak Islami Dalam Bertetangga.............................................................. 3

2.2 Adab Bertamu dan Memuliakan Tamu........................................................ 16

2.3 Etika Berkomunikasi Lewat Telepon.......................................................... 22

BAB IV PENUTUP....................................................................................................... 24

4.1 Simpulan..................................................................................................... 24

4.2 Saran........................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA

iii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangAjaran akhlak dalam Islam berumber dari wahyu Illahi yang termasuk dalam Al-

quran dan sunnah. Akhlak dalam Islam bukanlah moral yang kondisional dan

situasional, tetapi akhlak yang benar-benar memiliki nilai yang mutlak untuk

memperoleh kebahagian di dunia ini dan di akhirat kelak. Dalam keseluruhan ajaran

Islam, akhlak menempati kedudukan yang istimewa dan sangat penting.

Di dalam Alquran saja banyak ayat-ayat yang membicarakan masalah akhlak .

belum lagi dengan hadits-hadits Nabi, baik perkataan maupun perbuatan, yang

memberikan pedoman akhlak yang mulia dalam keseluruhan aspek kehidupan.

Akhlak dalam Islam bukanlah moral yang harus disesuaikan dengan suatu kondisi

dan situasi, tetapi akhlak yang benar-benar memiliki nilai yang mutlak, nilai-nilai baik

dan buruk, terpuji dan tercela berlaku kapan saja, dimana saja dalam segala aspek

kehidupan tidak di batasi oleh ruang dan waktu.

Ajaran akhlak dalam Islam sesuai dengan fitrah manusia. Manusia akan

mendapatkan kebahagiaan hakiki bukan semu bila mengikuti nilai-nilai kebaikan

yang di ajarkan oleh Alquran dan Sunnah, dua sumber akhlak dalam Islam. Akhlak

Islam benar-benar memelikhara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormay

sesuai dengan fitrahnya itu. Hati nurani / fitrah dalam bahasa Alquran memang

dapat menjadi ukuran baik dan buruk karena manusia diciptakan oleh Allah SWT

memiliki fitrah bertauhid, mengakui keesaanNya. (QS Ar-Rum :30)

Karena fitrah itulah manusia kepada kesucian dan selalu cenderung kepada

kebenaran. Hati nuraninya selalu mendambakan dan merindukan kebenaran, ingin

mengikuti ajaran-ajaran Tuhan, karena kebesaran itu tidak akan di dapat kecuali

dengan Allah sebagai sumber kebenaran mutlak. Namun fitrah manusia tidak selalu

terjamin dapat berfungsi dengan baik karena pengaruh dari luar, misalnya pengaruh

pendidikan dan lingkungan. Fitrah hanyalah merupakan potensi dasar yang perlu

dipelihara dan dikembangkan.

1

Banyak manusia yang fitrahnya tertutup sehingga hati nuraninya tidak dapat lagi

melihat kebenaran, oleh sebab itu ukuran baik dan buruk tidak di serahkan

sepenuhnya hanya kepada hati nurani / fitrah manusia semata, harus dikembalikan

kepada penilaian syara’ yaitu Alquran dan Hadits. Semua keputusan syara’ tidak

akan bertentangan dengan hati nurani manusia, karena kudua-duanya berasal dari

sumber yang sama yauti Allah SWT.

Demikian juga halnya dengan akal pikiran. Ia hanya lah salah satu kekuatan

yang dimilki manusia untuk mencari kebaikan / keburukan . Dan keputusannya

bermula dari pengalaman empiris kemudian diolah menurut kemampuan

pengetahuannya, oleh karena itu keputusan yang diberikan akal hanya bersifat

spekulatif dan subjektif. Demikanlah tentang hati nurani dan akal pikiran.

Di samping istilah akhlak juga di kenal istilah etika dan moral. Ketiga istilah itu

sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia.

Perbedaanya terletak pada standar masing-masing. Bagi akhlak standarnya adalah

Alquran dan Sunnah, bagi etika standarnya pertimbangan akal pikiran, dan bagi

moral standarnya adalah adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini rumusan masalah yang akan d kaji diantaranya:

1. Bagaimana cara berakhlak islami dalam bertetangga?

2. Bagaimanakah adab bertamu dan menerima tamu di dalam Islam?

3. Bagaimanakah etika berkomunikasi lewat telepon di dalam Islam?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya:

1. Untuk mengetahui akhlak bertetangga di dalam Islam.

2. Untuk memahami adab bertamu dan menerima tamu di dalam Islam.

3. Untuk mengetahui etika berkomunikasi lewat telepon di dalam Islam.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Akhlak Islami Dalam Bertetangga

Islam adalah agama rahmah yang penuh kasih sayang. Dan hidup rukun dalam

bertetangga adalah moral yang sangat ditekankan dalam Islam. Jika umat Islam memberikan

perhatian dan menjalankan poin penting ini, niscaya akan tercipta kehidupan masyarakat

yang tentram, aman dan nyaman.

2.1.1 Batasan Tetangga

Siapakah yang tergolong tetangga? Apa batasannya? Karena besarnya hak

tetangga bagi seorang muslim dan adanya hukum-hukum yang terkait dengannya, para

ulama pun membahas mengenai batasan tetangga. Para ulama khilaf dalam banyak

pendapat mengenai hal ini. Sebagian mereka mengatakan tetangga adalah ‘orang-

orang yang shalat subuh bersamamu’, sebagian lagi mengatakan ’40 rumah dari setiap

sisi’, sebagian lagi mengatakan ’40 rumah disekitarmu, 10 rumah dari tiap sisi’ dan

beberapa pendapat lainnya (lihat Fathul Baari, 10 / 367).

Namun pendapat-pendapat tersebut dibangun atas riwayat-riwayat yang lemah.

Oleh karena itu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani berkata: “Semua riwayat

dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang berbicara mengenai batasan tetangga

adalah lemah tidak ada yang shahih. Maka zhahirnya, pembatasan yang benar adalah

sesuai ‘urf” (Silsilah Ahadits Dha’ifah, 1/446). Sebagaimana kaidah fiqhiyyah yang

berbunyi al ‘urfu haddu maa lam yuhaddidu bihi asy syar’u (adat kebiasaan adalah

pembatas bagi hal-hal yang tidak dibatasi oleh syariat). Sehingga, yang tergolong

tetangga bagi kita adalah setiap orang yang menurut adat kebiasaan setempat dianggap

sebagai tetangga kita.

2.1.2 Kedudukan Tetangga Bagi Seorang Muslim

Hak dan kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah besar dan mulia.

Sampai-sampai sikap terhadap tetangga dijadikan sebagai indikasi keimanan.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

3

ه� ار� ج� ل�ي�ك�رم� ف� ر خ اآل� ال�ي�و�م و� بالل�ه ي�ؤ�من� ك�ان� م�ن�

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan

tetangganya” (HR. Bukhari 5589, Muslim 70)

Bahkan besar dan pentingnya kedudukan tetangga bagi seorang muslim

sangatlah ditekankan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi

Wasallam bersabda:

ث�ه� ر� ي�و� س� ن�ه�� أ ظ�ن�ن�ت� ت�ى ح� ار ج� بالـ� ي�ني� ي�و�ص ب�ري�ل� ج ال� ز� ا م�

“Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa

tetangga itu akan mendapat bagian harta waris” (HR. Bukhari 6014, Muslim 2625)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan: “Bukan berarti dalam

hadits ini Jibril mensyariatkan bagian harta waris untuk tetangga karena Jibril tidak

memiliki hak dalam hal ini. Namun maknanya adalah beliau sampai mengira bahwa

akan turun wahyu yang mensyariatkan tetangga mendapat bagian waris. Ini

menunjukkan betapa ditekankannya wasiat Jibril tersebut kepada

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam” (Syarh Riyadhis Shalihin, 3/177)

2.1.3 Anjuran Berbuat Baik Kepada Tetangga

Karena demikian penting dan besarnya kedudukan tetangga bagi seorang

muslim, Islam pun memerintahkan ummatnya untuk berbuat baik terhadap tetangga.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) :

بذي و� ان3ا س� إح� الد�ي�ن بال�و� و� ي�ئ3ا بهش� رك�وا ت�ش� و�ال� الل�ه� اع�ب�د�وا �و�

ن�ب ال�ج� ار ال�ج� و� ب�ى? ر� ال�ق� ذي ار ال�ج� و� اكين ال�م�س� و� ال�ي�ت�ام�ى? و� ب�ى? ر� ال�ق�

ال� الل�ه� إن� ان�ك�م� ي�م�� أ ل�ك�ت� م� ا و�م� بيل الس� اب�ن و� ن�ب بال�ج� ب اح �و�الص�

ا ور3 خ� ف� ت�اال3 م�خ� ك�ان� م�ن� Fبي�ح

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.

Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-

orang miskin, tetangga yang memiliki hubungan kerabat dan tetangga yang bukan

kerabat, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An

Nisa: 36)

4

Syaikh Abdurrahman As Sa’di menjelaskan ayat ini: “Tetangga yang lebih

dekat tempatnya, lebih besar haknya. Maka sudah semestinya seseorang mempererat

hubungannya terhadap tetangganya, dengan memberinya sebab-sebab hidayah, dengan

sedekah, dakwah, lemah-lembut dalam perkataan dan perbuatan serta tidak

memberikan gangguan baik berupa perkataan dan perbuatan” (Tafsir As Sa’di, 1/177)

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

ي�ر� و�خ� ، به اح لص� ه�م� ي�ر� خ� الله ن�د� ع اب ح� ص�ا�أل� ي�ر� خ�

اره ج� لـ ه�م� ي�ر� خ� الله ن�د� ع ان ي�ر� ج الـ�

“Sahabat yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap

sahabatnya. Tetangga yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya

terhadap tetangganya” (HR. At Tirmidzi 1944, Abu Daud 9/156, dinilai shahih oleh Al

Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 103)

Maka jelas sekali bahwa berbuat baik terhadap tetangga adalah akhlak yang

sangat mulia dan sangat ditekankan penerapannya, karena diperintahkan oleh Allah

dan Rasul-Nya.

2.1.4 Ancaman Atas Sikap Buruk Kepada Tetangga

Disamping anjuran, syariat Islam juga mengabakarkan kepada kita ancaman

terhadap orang yang enggan dan lalai dalam berbuat baik terhadap tetangga. Bahkan

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menafikan keimanan dari orang yang lisannya

kerap menyakiti tetangga. Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabdaL

ي�ؤ�من� ال� الله و� ، ي�ؤ�من� ال� الله و� ، ي�ؤ�من� ال� الله ي�ل�. و� الله؟ : ق و�ل� س� ر� ي�ا م�ن� و�

ال� ه� : ق� ائق� ب�و� ه� ار� ج� م�ن�ي�أ� ال� ال�ذي�

“Demi Allah, tidak beriman, tidak beriman, tidak beriman. Ada yang bertanya: ‘Siapa

itu wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab: ‘Orang yang tetangganya tidak aman dari

bawa’iq-nya (kejahatannya)‘” (HR. Bukhari 6016, Muslim 46).

Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: “Bawa’iq maksudnya culas, khianat,

zhalim dan jahat. Barangsiapa yang tetangganya tidak aman dari sifat itu, maka ia

bukanlah seorang mukmin. Jika itu juga dilakukan dalam perbuatan, maka lebih parah

lagi. Hadits ini juga dalil larangan menjahati tetangga, baik dengan perkataan atau

perbuatan. Dalam bentuk perkataan, yaitu tetangga mendengar hal-hal yang

5

membuatnya terganggu dan resah”. Beliau juga berkata: ”Jadi, haram hukumnya

mengganggu tetangga dengan segala bentuk gangguan. Jika seseorang melakukannya,

maka ia bukan seorang mukmin, dalam artian ia tidak memiliki sifat sebagaimana sifat

orang mukmin dalam masalah ini” (Syarh Riyadhis Shalihin, 3/178).

Bahkan mengganggu tetangga termasuk dosa besar karena pelakunya diancam

dengan neraka. Ada seorang sahabat berkata:

الله رسول شيء ! يا لسانها وفي النهار، وتصوم الليل تصلي فلانة إان

جيرانها النار : قال. تؤذي في هي فيها، خير ال

“Wahai Rasulullah, si Fulanah sering shalat malam dan puasa. Namun lisannya

pernah menyakiti tetangganya. Rasulullah bersabda: ‘Tidak ada kebaikan padanya, ia

di neraka’” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak 7385, dinilai shahih oleh Al Albani

dalam Shahih Adabil Mufrad 88).

Sebagaimana Imam Adz Dzahabi memasukan poin ‘mengganggu tetangga’

dalam kitabnya Al Kaba’ir (dosa-dosa besar). Al Mula Ali Al Qari menjelaskan

mengapa wanita tersebut dikatakan masuk neraka: “Disebabkan ia mengamalkan

amalan sunnah yang boleh ditinggalkan, namun ia malah memberikan gangguan yang

hukumnya haram dalam Islam” (Mirqatul Mafatih, 8/3126).

2.1.5 Bentuk-Bentuk Perbuatan Baik Kepada Tetangga

Semua bentuk akhlak yang baik adalah sikap yang selayaknya diberikan

kepada tetangga kita. Diantaranya adalah bersedekah kepada tetangga jika memang

membutuhkan. Bahkan anjuran bersedekah kepada tetangga ini sangat ditekankan oleh

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam :

ن�به ج� إل�ى Qعائ ج� ه� ار� و�ج� ب�ع� ي�ش� ال�ذي� ؤ�من� م� الـ� ل�ي�س�

“Bukan mukmin, orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya

kelaparan” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 18108, dishahihkan Al Albani

dalam Silsilah Ash Shahihah 149)

Beliau juga bersabda:

ا ن�ه� م م� ب�ه� صأ� ف� انك� ي�ر� ج من� Uب�ي�ت ه�ل�

أ� ان�ظ�ر� ث�م� ، اء�ه� م� ك�ثر�أ� ف� ا ق3 م�ر� ط�ب�خ�ت� إذ�ا

Uو�ف ع�ر� بم�

6

“Jika engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya. Lalu lihatlah keluarga

tetanggamu, berikanlah sebagiannya kepada mereka dengan cara yang baik” (HR.

Muslim 4766).

Dan juga segala bentuk akhlak yang baik lainnya, seperti memberi salam,

menjenguknya ketika sakit, membantu kesulitannya, berkata lemah-lembut, bermuka

cerah di depannya, menasehatinya dalam kebenaran, dan sebagainya.

2.1.7 Jika Bertetangga Dengan Non-Muslim

Dalam firman Allah Ta’ala pada surat An Nisa ayat 36 di atas, tentang anjuran

berbuat baik pada tetangga, disebutkan dua jenis tetangga. Yaitu al jaar dzul

qurbaa (tetangga dekat) dan al jaar al junub (tetangga jauh). Ibnu Katsir menjelaskan

tafsir dua jenis tetangga ini: “Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas

bahwa al jaar dzul qurbaa adalah tetangga yang masih ada hubungan kekerabatan

dan al jaar al junub adalah tetangga yang tidak memiliki hubungan kekerabatan”.

Beliau juga menjelaskan: “Dan Abu Ishaq meriwayatkan dari Nauf Al Bikali bahwa al

jaar dzul qurbaa adalah muslim dan al jaar al junub adalah Yahudi dan Nasrani”

(Tafsir Ibnu Katsir, 2/298).

Anjuran berbuat baik kepada tetangga berlaku secara umum kepada setiap orang

yang disebut tetangga, bagaimana pun keadaannya. Ketika menjelaskan hadits

ث�ه� ر� ي�و� س� ن�ه�� أ ظ�ن�ن�ت� ت�ى ح� ار ج� بالـ� ي�ني� ي�و�ص ب�ري�ل� ج ال� ز� ا م�

“Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga

itu akan mendapat bagian harta waris”

Al ‘Aini menuturkan: “Kata al jaar (tetangga) di sini mencakup muslim, kafir,

ahli ibadah, orang fasiq, orang jujur, orang jahat, orang pendatang, orang asli pribumi,

orang yang memberi manfaaat, orang yang suka mengganggu, karib kerabat, ajnabi,

baik yang dekat rumahnya atau agak jauh” (Umdatul Qaari, 22/108)

Demikianlah yang dilakukan para salafus shalih. Dikisahkan dari Abdullah bin

‘Amr Al Ash:

لغالمه يقول ع�ل� ج� ف� ،Qاة ش� ل�ه� ت� ذ�بح� ن�ه�� د�ي�ت� : أ أ�ه� اليهوي؟ لجارنا أهديت

ول� ي�ق� ل�م� و�س� ع�ل�ي�ه الله� ل�ى ص� الل�ه ول� س� ر� مع�ت� س� ودي�؟ ال�ي�ه� ن�ا ار ال� : ” لج� ز� ا م�

سيورثه أنه بالجارحتىظننت يني ي�وص ب�ريل� ج

7

“Beliau menyembelih seekor kambing. Beliau lalu berkata kepada seorang pemuda:

‘akan aku hadiahkan sebagian untuk tetangga kita yang orang Yahudi’. Pemuda tadi

berkata: ‘Hah? Engkau hadiahkan kepada tetangga kita orang Yahudi?’. Aku

mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda ‘Jibril senantiasa

menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan

mendapat bagian harta waris‘” (HR. Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad 78/105,

dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Adabil Mufrad)

Oleh karena itu para ulama menjelaskan bahwa tetangga itu ada tiga macam:

1. Tetangga muslim yang memiliki hubungan kerabat. Maka ia memiliki 3 hak, yaitu: hak tetangga, hak kekerabatan, dan hak sesama muslim.

2. Tetangga muslim yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Maka ia memiliki 2 hak, yaitu: hak tetangga, dan hak sesama muslim.

3. Tetangga non-muslim. Maka ia hanya memiliki satu hak, yaitu hak tetangga.

Dengan demikian berbuat baik kepada tetangga ada tingkatannya. Semakin besar

haknya, semakin besar tuntutan agama terhadap kita untuk berbuat baik kepadanya. Di

sisi lain, walaupun tetangga kita non-muslim, ia tetap memiliki satu hak yaitu hak

tetangga. Jika hak tersebut dilanggar, maka terjatuh pada perbuatan zhalim dan dosa.

Sehingga sebagai muslim kita dituntut juga untuk berbuat baik pada tetangga non-muslim

sebatas memenuhi haknya sebagai tetangga tanpa menunjukkan loyalitas kepadanya,

agamanya dan kekufuran yang ia anut. Semoga dengan akhlak mulia yang kita tunjukkan

tersebut menjadi jalan hidayah baginya untuk memeluk Islam.

2.1.7 Akhlak Mulia

Diantara akhlak mulia yang dapat dipraktekkan antara lain:

1. Memperbanyak senyum

Wajah yang penuh senyuman adalah akhlak Nabi Shallallahu’alaihi

Wasallam. Sahabat Jarir bin Abdillah Radhiallahu’anhu berkisah:

م� ت�ب�س� إال� آني ر� و�ال� ، ل�م�ت� س�أ� ن�ذ� م� ل�م� و�س� ع�ل�ي�ه الله� ل�ى ص� Fيالن�ب ب�ني ج� ح� ا م�

هي و�ج� في

“Sejak aku masuk Islam, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak pernah

menghindari aku jika aku ingin bertemu dengannya, dan tidak pernah aku melihat

beliau kecuali beliau tersenyum padaku” (HR. Bukhari, no.6089).

8

Beliau juga memerintahkan hal tersebut kepada ummatnya.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

صدقة لك أاخيك وجه في تبسمك“Senyummu terhadap wajah saudaramu adalah sedekah” (HR. Tirmidzi 1956, ia

berkata: “Hasan gharib”. Di-shahih-kan oleh Al Albani dalam Shahih At Targhib)

2. Bermuka cerah dan ramah

Tidak sepatutnya seorang muslim bermuka masam kepada saudaranya.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

� ط�ل�قU ل Uه بو�ج� اك� خ�أ� ى ت�ل�ق� أ�ن� ل�و� و� ي�ئ3ا، ش� وف ع�ر� ال�م� من� ن� ر� ق ت�ح� ا

“Janganlah engkau meremehkan kebaikan sekecil apapun, walaupun itu berupa

cerahnya wajahmu terhadap saudaramu” (HR. Muslim, no. 2626)

3. Berkata-kata yang baik dan sopan

Allah memerintahkan hamba-Nya berkata yang baik. Allah Ta’ala berfirman:

> ن3ا س� ح� للن�اس ول�وا و�ق�

“… dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia” (QS. Al Baqarah: 83)

Para da’i serta penuntut ilmu agama lebih ditekankan lagi untuk mampu

berkata baik dan sopan. Allah Ta’ala juga berfirman:

ا الح3 ص� و�ع�مل� الل�ه ل�ى إ د�ع�ا مم�ن� و�ال3 ق� ن� ح�س�أ� و�م�ن�

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada

Allah, mengerjakan amal yang shalih” (QS. Fushilat: 33)

Jika tidak mampu berkata baik, maka diam itu lebih baik.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

بالل�ه ي�ؤ�من� ك�ان� و�م�ن� ه�، ار� ج� ي�ؤ�ذ ال� ف� ر اآلخ الي�و�م و� بالل�ه ي�ؤ�من� ك�ان� م�ن�

ل� ل�ي�ق� ف� ر اآلخ الي�و�م و� بالل�ه ي�ؤ�من� ك�ان� و�م�ن� ه�، ي�ف� ض� ل�ي�ك�رم� ف� ر اآلخ الي�و�م و�

م�ت� لي�ص� و�أ� ا ي�ر3 خ�

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah mengganggu

tetangganya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, muliakanlah

tamunya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, katakanlah yang baik

atau diam” (HR. Bukhari 6018, Muslim 47)

9

4. Banyak memberi bantuan

Ketika berinteraksi dengan para kerabat, bersemangatlah memberikan

bantuan-bantuan walaupun kecil, seperti menuangkan minuman pada orang-orang

yang lebih tua, membukakan pintu, memarkirkan kendaraan, membawakan barang

para tetamu, dll. Demikianlah akhlak seorang muslim. Rasulullah Shallallahu’alaihi

Wasallam bersabda:

أ�ن� و� ، Uط�ل�ق Uه بو�ج� اك� خ�أ� ى ت�ل�ق� أ�ن� وف ع�ر� الم� من� إن� و� ،Qة د�ق� ص� Uوف ع�ر� م� Fك�ل

يك� أ�خ ن�اء إ في د�ل�وك� من� رغ� ت�ف�

“Setiap perbuatan baik adalah sedekah. Dan diantara bentuk perbuatan baik itu

adalah bermuka cerah kepada saudaramu, serta menuangkan air ke bejana

saudaramu” (HR. Tirmidzi 1970, ia berkata: “hadits ini hasan shahih”).

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda :

ب�ي�ن� ي�ع�دل� ، م�س� الش� فيه ت�ط�ل�ع� Uي�و�م ك�ل� ،Qة د�ق� ص� ع�ل�ي�ه الن�اس من� ال�م�ى س� Fك�ل

ا ع�ل�ي�ه� ع� ف� ي�ر� و�أ� ا، ع�ل�ي�ه� مل� ي�ح� ف� د�اب�ته ع�ل�ى ل� ج� الر� ي�عين� و� ،Qة د�ق� ص� ث�ن�ي�ن اال

Qة د�ق� ص� ت�اع�ه� م�

“Setiap persendian manusia diwajibkan untuk bersedakah setiap harinya dari mulai

matahari terbit. Mendamaikan dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong

seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat barang-barangnya ke atas

kendaraannya adalah sedekah…” (HR. Bukhari 2989, Muslim 1009)

Bantuan-bantuan yang anda berikan kepada kerabat atau saudara anda itu akan

menjadi sebab datangnya bantuan Allah untuk anda kelak.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

يه أ�خ ع�و�ن في ال�ع�ب�د� ك�ان� ا م� ال�ع�ب�د ع�و�ن في الله� و�

“Pertolongan Allah itu senantiasa diberikan kepada seorang hamba selama hamba

tersebut memberikan pertolongan kepada saudaranya” (HR. Muslim, no. 2699)

5. Banyak bersedekah

Keluarga dan kerabat adalah orang yang lebih utama daripada yang lain untuk

mendapatkan sedekah anda. Terutama bila diantara kerabat anda ada yang tergolong

kurang mampu. Allah Ta’ala berfirman:

10

ب(ى ر+ ق- رل ا ذ0ي ذء ب2ا ذإاي بو ذن بسا ر4 ذإ5 ر6 بوا ذ7 رد ب8 رل ذ(ا ق+ ق9 رأا بي به :ل ب ال ب:ن ذإا“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi

kepada kaum kerabat … “ (QS. An Nahl: 90)

Orang yang bersedekah akan dilipat-gandakan pahalanya.

Allah Ta’ala berfirman:

م� ل�ه� و� م� ل�ه� اع�ف� ي�ض� نا3 س� ح� ضا3 ر� ق� الل�ه� وا ض� ر� ق�أ� و� ات د�ق� ال�م�ص� و� د�قين� ال�م�ص� إن�

Qيمك�ر Qر ج�أ�

“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan

meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan

(ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (Qs. Al

Hadid: 18)

Sedekah juga bisa menghapus dosa-dosa anda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi

wa sallam bersabda:

النار الماء تطفىء كما الخطيئة تطفىء والصدقة

“Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api.” (HR. Tirmidzi,

di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi, 614).

6. Bersalaman

Ketika bertemu dengan kerabat, sambutlah ia dengan jabatan erat tangan anda.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

� ا ق� ر� ي�ت�ف� ن�أ� ب�ل� ق� ا م� ل�ه� ر� غ�ف إال� ان ح� اف� ي�ت�ص� ف� ي�ان ي�ل�ت�ق ي�ن لم� م�س� من� ا م�

“Tidaklah dua orang muslim yang bertemu lalu berjabat tangan, melainkan dosa

keduanya sudah diampuni sebelum mereka berpisah” (HR. Abu Dawud no. 5.212 dan

at-Tirmidzi no. 2.727, dishahihkan oleh al-Albani)

Namun perlu menjadi catatan, anda tidak diperkenankan berjabat tangan

dengan wanita yang bukan mahram anda, walaupun ia termasuk kerabat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

� ال أ�ة3 ر� ام� ي�م�س� ن�أ� من� ل�ه� Qي�ر خ� Uي�دد ح� من� Uي�ط بمخ� دك�م� ح�

أ� سأ� ر� في� ي�ط�ع�ن� ن�

� أل�

ل�ه� Fل ت�ح

11

“Andai kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum besi, itu masih lebih

baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya”. (HR. Baihaqi

dalam Syu’abul Iman no. 4544, dishahihkan oleh Al Albani dalam Ash-Shahihah no.

226).

Anda bisa memberikan anggukan, senyuman atau isyarat lain yang bisa

menggantikan fungsi jabat tangan menurut adat di tempat anda.

7. Tawadhu’ dan tidak pamer kekayaan

Ketika berkumpul di tengah banyak orang, seringkali hati kita mengajak untuk

pamer harta dan kelebihan yang ia miliki. Ini adalah sifat yang tercela.

Allah Ta’ala berfirman:

ت�ع�ل�م�ون� و�ف� س� ك�ال� ابر� ق� ال�م� ت�م� ر� ز� ت�ى ح� الت�ك�اث�ر� اك�م� ل�ه�� أ

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur,

Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)” (QS. At

Takatsur 1-3)

Sebaliknya, seorang muslim itu hendaknya bersikap tawadhu’ (rendah hati).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Qد أ�ح� ع� ت�و�اض� ا م� و� ا nز ع إال� Uو بع�ف� ع�ب�د3ا الل�ه� اد� ز� ا م� و� Uم�ال من� Qة د�ق� ص� ص�ت� ن�ق� ا م�

الل�ه� ع�ه� ف� ر� إال� لل�ه

“Sedekah tidak akan mengurangi harta seseorang. Allah akan menambahkan

kewibawaan seseorang hamba yang pemaaf. Tidaklah seorang hamba itu bersikap

tawadhu kecuali Allah akan tinggikan ia” (HR. Muslim, no.2588)

Sifat suka pamer, sombong dan tidak tawadhu itu akan menumbuhkan

kedengkian, persaingan dan bahkan kezhaliman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda:

Qد أ�ح� ي�ب�غ و�ال� Uد ح�أ� ع�ل�ى Qد أ�ح� ر� خ� ي�ف� ال� ت�ى ح� ع�وا ت�و�اض� ن�

أ� ل�ي� إ ى و�ح�أ� الل�ه� إن� و�

Uد أ�ح� ع�ل�ى

“Sungguh Allah mewahyukan kepadaku agar kalian saling merendah diri agar tidak

ada seorang pun yang berbangga diri pada yang lain dan agar tidak seorang pun

berlaku zhalim pada yang lain” (HR. Muslim no. 2865)” (HR. Muslim no. 2865)

12

8. Memperbanyak salam

Menebar salam lebih baik dari sapaan-sapaan gaul atau pun greets ala barat.

Karena saling mengucapkan salam akan menumbuhkan kecintaan terhadap hati

sesama muslim serta dengan sendirinya membuat suasana Islami di tengah kerabat

dan keluarga anda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تؤمنوا حتى الجنة تدخلون علىشيء . ال أدلكم أوال تحابوا حتى تؤمنوا وال

بينكم السالم أفشوا ؟ تحاببتم فعلتموه إذا

“Tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak dikatakan

beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan sesuatu yang jika

dilakukan akan membuat kalian saling mencintai? Sebarkan salam diantara kalian”

(HR. Muslim, no.54)

9. Sesekali bercanda untuk mencairkan suasana

Bercanda untuk mencairkan suasana agar timbul kedekatan dan terikatnya

silaturahim adalah hal yang dianjurkan. Selama bercanda ini tidak dijadikan

kebiasaan atau terlalu sering dilakukan. Bahkan Rasulullah Shallallahu’alaihi

Wasallam pun terkadang bercanda. Sahabat Anas ibnu Malik berkisah,

أاصنع و9ا الله رسو7 يا قا7 ناقة ولد على 4ا9لك أانا ف-ا7 يس2حمله وسلم عليه الله صلى النبي إالى رجل (ولد جاء

ناقةفقالرسولاللهصلىاللهعليهوسلموهلتلداإلبلإالالنوق

“Seseorang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meminta beliau

memboncengnya, lalu Nabi berkata, ‘Saya akan menaikkanmu di atas anak unta

betina!’ (padahal yang dimaksud adalah unta dewasa). Orang itu berkata, ‘Wahai

Rasulullah! Apa yang dapat saya lakukan terhadap anak unta betina?’ Rasulullah

menjawab,’Bukankah setiap unta yang dilahirkan itu disebut anak unta?’ (HR. Abu

Daud no.4998, di-shahih-kan Al Albani dalam Shahih Abi Daud)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata:

إنيال : قالوا قال تداعبنا إنك الله رسول يا

حقا إال أقول

“Para sahabat berkata: ‘Wahai Rasulullah! Sungguh engkau terkadang mencandai

kami’. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, “Sungguh aku tidak akan

berkata kecuali kebenaran” (HR. Tirmidzi, no.1990, ia berkata: “Hasan shahih”)

13

Dari Bakr bin Abdillah, ia berkata,

ك�ان�ت إذ�ا ف� ، بال�بط�يخ ون� ي�ت�ب�اد�ح� ل�م� و�س� ع�ل�ي�ه الله� ل�ى ص� الن�بي� اب� ح� ص�أ� ان�

ال� ج� الر� ه�م� ك�ان�وا ائق� ق� ال�ح�

“Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah saling melempar kulit

semangka, padahal mereka adalah sebenarnya mereka adalah orang-orang

terhormat” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad 226, dishahihkan Al Albani

dalam Shahih Adabil Mufrad)

10. Mendahulukan orang lain dalam perkara non-ibadah

Kita diperintahkan untuk berlomba-lomba untuk dalam perkara ibadah dan

kebaikan akhirat, namun dalam perkara duniawi, keuntungan dunia, kesenangan

dunia, yang lebih utama adalah mendahulukan orang lain dan membiarkan orang lain

menikmatinya lebih dahulu daripada kita. AllahTa’ala memuji kaum Anshar:

ه س ن�ف� ح� ش� ي�وق� و�م�ن Qة اص� ص� خ� م� به ك�ان� ل�و� و� م� ه س نف�أ� ع�ل�ى ون� ثر� ي�ؤ� و�

ون� لح� ال�م�ف� ه�م� ل�ئك� و�أ� ف�

“mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun

mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka

itulah orang orang yang beruntung” (QS. Al Hasyr: 9)

Jika anda menyukai untuk mendapatkan sesuatu yang bagus, dan anda juga

senang bila saudara anda semuslim bisa mendapatkannya, itulah salah satu tanda

keimanan anda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لنفسه يحب ما يحبألخيه حتى أحدكم يؤمن ال

“Tidak beriman seseorang hingga mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai

untuk dirinya” (HR. Bukhari no.13, Muslim no.45)

11. Memuliakan tamu

Ketika anda dikunjungi kerabat, anda sebagai tuan rumah hendaknya

memuliakan mereka yang berstatus sebagai tamu. Rasulullah Shallallahu’alaihi

Wasallam bersabda:

بالل�ه ي�ؤ�من� ك�ان� و�م�ن� ه�، ار� ج� ي�ؤ�ذ ال� ف� ر اآلخ الي�و�م و� بالل�ه ي�ؤ�من� ك�ان� م�ن�

ل� ل�ي�ق� ف� ر اآلخ الي�و�م و� بالل�ه ي�ؤ�من� ك�ان� و�م�ن� ه�، ي�ف� ض� ل�ي�ك�رم� ف� ر اآلخ الي�و�م و�

م�ت� لي�ص� و�أ� ا ي�ر3 خ�

14

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah mengganggu

tetangganya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, muliakanlah

tamunya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, katakanlah yang baik

atau diam” (HR. Bukhari 6018, Muslim 47)

12. Menjaga pandangan

Terkadang ada sebagian kerabat atau keluarga kita yang tidak menutup

auratnya dengan baik atau membawa hal-hal yang tidak sepatutnya dilihat.

Allah Ta’ala memerintahkan kaum lelaki yang beriman untuk menjaga pandangan

mereka dari yang haram:

إن� ق� م� ل�ه� ك�ى ز�أ� ذ�لك� م� ه� وج� ر� ف� ظ�وا ف� ي�ح� و� ارهم� ب�ص�

� أ من� وا Fي�غ�ض نين� م ؤ� ل�ل�م� ل

ن�ع�ون� ي�ص� ا بم� Qيرب خ� الل�ه�

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan

pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci

bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat“. (QS.

An Nuur: 30)

Kepada kaum wanita yang beriman, selain diperintahkan juga untuk menjaga

pandangan juga diperintahkan untuk memakai busana muslimah yang syar’i agar

kaum lekaki bisa menjaga pandangan mereka. Allah Ta’ala berfirman:

ي�ب�دين� و�ال� ن� ه� وج� ر� ف� ظ�ن� ف� ي�ح� و� ارهن� ب�ص�� أ من� ن� ي�غ�ض�ض� ن�ات ؤ�م لل�م� و�ق�ل�

و� � أ ن� ب�ع�ول�ته آب�اء و�

أ� ن� آب�ائه و�أ� ن� لب�ع�ول�ته إال� ن� زين�ت�ه� ي�ب�دين� و�ال� ن� ي�وبه ج� ع�ل�ى م�رهن� بخ� رب�ن� ل�ي�ض� و� ا ن�ه� م ر� ظ�ه� م�ا إال� ن� زين�ت�ه�

غ�ي�ر الت�ابعين� وأ� ن� ان�ه� ي�م�

� أ ل�ك�ت� م� ا م� و�أ� ن� ائه نس� و�

أ� ن� اته و� خ�أ� ب�ني و�

أ� ن� انه و� إخ� ب�ني و�أ� ن� انه و� إخ� و�

أ� ن� ب�ع�ول�ته ب�ن�اء� أ و�أ� ن� ب�ن�ائه

� أ

اء الن�س� ات ر� ع�و� ع�ل�ى وا ر� ي�ظ�ه� ل�م� ال�ذين� ل الط�ف� وأ� ال ج� الر� من� ب�ة ر� اإل� ولي

أ�

يع3ا م ج� الل�ه ل�ى إ ت�وب�وا و� ن� زين�ته من� ين� ف ي�خ� ا م� لي�ع�ل�م� ن� له ج� ر�بأ� رب�ن� ي�ض� و�ال�

ون� لح� ت�ف� ل�ع�ل�ك�م� ن�ون� ؤ�م ال�م� يFه�� أ

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan

pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan

perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka

menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya

kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau

putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-

15

laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara

perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki,

atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita)

atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka

memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan

bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya

kamu beruntung” (QS. An Nuur: 31)

13. Saling menasehati dalam kebaikan

Ketika bertemu dengan keluarga dan kerabat, itu adalah kesempatan emas

untuk mendakwahkan mereka kepada agama yang benar sesuai dengan Al Qur’an,

sunnah serta pemahaman para salaf. Jangan buang kesempatan ini, walaupun itu

sekedar memberikan majalah, memberikan info channel radio sunnah, website

sunnah, menghadiahkan jilbab yang lebar, mengajak shalat, mengajak berzakat atau

semacamnya. Karena Islam adalah agama nasehat, Rasulullah Shallallahu’alaihi

Wasallam bersabda:

قلنا النصيحة قال : الدين ؟ المسلمين : لمن وألئمة ولرسوله ولكتابه لله

وعامتهم

“Agama adalah nasehat”. Para sahabat bertanya: “Untuk siapa?”. Beliau

menjawab: “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para imam kaum muslimin dan umat

muslim seluruhnya” (HR. Muslim, 55)

Ilmu yang anda sampaikan sekecil apapun akan menjadi amal jariyah anda

yang terus mengalir kelak jika orang yang dakwahkan senantiasa mengamalkan dan

mendakwakannya lagi kepada orang lain. Rasulullah Shallallahu’alaihi

Wasallam bersabda:

به ينتفع علم أو جارية ثالثصدقة من إال عمله انقطع اإلنسان مات إذا

له يدعو صالح ولد أو

“Jika seorang manusia mati, terputuslah semua amalnya kecuali tiga hal: sedekah

jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya” (HR. Muslim

no.1631)

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

16

فاعله أجر مثل له كان خير على دل من

“Barangsiapa menunjukkan kepada suatu kebaikan, ia akan mendapatkan pahala

orang yang melakukannya” (HR. Muslim no.1893)

Demikianlah beberapa akhlak mulia yang bisa anda praktekan ketika momen

lebaran. Semoga Allah menolong kita untuk dapat menerapkan akhlak mulia ini

sehingga menjadi hamba-Nya yang sempurna imannya. Rasulullah Shallallahu’alaihi

Wasallam juga bersabda:

خلقا أحسنهم إيمانا المؤمنين أكمل

“Orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaq-

nya” (HR. Tirmidzi no.1162, ia berkata: “Hasan shahih”).

2.2 Adab Bertamu dan Memuliakan Tamu

Pembaca muslim yang dimuliakan oleh Allah ta’ala, seorang muslim yang beriman

kepada Allah dan hari akhir akan mengimani wajibnya memuliakan tamu sehingga ia akan

menempatkannya sesuai dengan kedudukannya. Hal ini sebagaimana sabda

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ه� ي�ف� ض� ل�ي�ك�رم� ف� ر ا�ألخ �لي�و�م ا و� بالله ي�ؤ�من� ك�ان� م�ن�

“Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia

memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari).

Berikut ini adalah adab-adab yang berkaitan dengan tamu dan bertamu. Kami

membagi pembahasan ini dalam dua bagian, yaitu adab bagi tuan rumah dan adab bagi

tamu.

2.2.1 Adab Bagi Tuan Rumah

1. Ketika mengundang seseorang, hendaknya mengundang orang-orang yang

bertakwa, bukan orang yang fajir (bermudah-mudahan dalam dosa),

sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ن3ا ؤ�م م� إال� ب� اح ت�ص� يw ,ال� ت�ق ط�ع�ام�ك إال� ك�ل�ي�أ� و�ال�

“Janganlah engkau berteman melainkan dengan seorang mukmin, dan janganlah

memakan makananmu melainkan orang yang bertakwa!” (HR. Abu Dawud dan

Tirmidzi).

17

2. Tidak mengkhususkan mengundang orang-orang kaya saja, tanpa mengundang

orang miskin, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

اء� ر� ق� ال�ف� ك� ي�ت�ر� و� ، غ�ني�اء�األ� ا ل�ه� ي�د�ع�ى ة ليم� ال�و� ط�ع�ام� الط�ع�ام Fر ش�

“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana orang-orang kayanya

diundang dan orang-orang miskinnya ditinggalkan.” (HR. Bukhari Muslim).

3. Tidak mengundang seorang yang diketahui akan memberatkannya kalau

diundang.

4. Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits

yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya tatkala

utusan Abi Qais datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau

bersabda,

ن�د�ام�ى خ�ز�اي�او�ال� ج�اء�واغ�ي�ر� م�ر�ح�ب3ابال�و�ف�دال�ذين�

“Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan

menyesal.” (HR. Bukhari)

5. Menghormati tamu dan menyediakan hidangan untuk tamu makanan

semampunya saja. Akan tetapi, tetap berusaha sebaik mungkin untuk

menyediakan makanan yang terbaik. Allah ta’ala telah berfirman yang

mengisahkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bersama tamu-tamunya:

Uي�ن م س� Uل بعج� اء� ج� ف� له ه�أ� إلى� اغ� ر� ك�ل�و�ن� . ف�

ت�أ� آال� ال� ق� م� ل�ي�ه إ ب�ه� ر� ق� ف�

“Dan Ibrahim datang pada keluarganya dengan membawa daging anak sapi gemuk

kemudian ia mendekatkan makanan tersebut pada mereka (tamu-tamu Ibrahim-ed)

sambil berkata: ‘Tidakkah kalian makan?'” (Qs. Adz-Dzariyat: 26-27)

6. Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk bermegah-megah dan berbangga-

bangga, tetapi bermaksud untuk mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam dan para Nabi sebelum beliau, seperti Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.

Beliau diberi gelar “Abu Dhifan” (Bapak para tamu) karena betapa mulianya

beliau dalam menjamu tamu.

7. Hendaknya juga, dalam pelayanannya diniatkan untuk memberikan

kegembiraan kepada sesama muslim.

8. Mendahulukan tamu yang sebelah kanan daripada yang sebelah kiri. Hal ini

dilakukan apabila para tamu duduk dengan tertib.

18

9. Mendahulukan tamu yang lebih tua daripada tamu yang lebih muda,

sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ن�ا م ل�ي�س� ف� ن�ا ك�بي�ر� ل� ي�ج و� ن�ا غي�ر� ص� م� ح� ي�ر� ل�م� م�ن�

“Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari kami serta tidak

menghormati yang lebih tua dari kami bukanlah golongan kami.” (HR Bukhari

dalam kitab Adabul Mufrad). Hadits ini menunjukkan perintah untuk menghormati

orang yang lebih tua.

10. Jangan mengangkat makanan yang dihidangkan sebelum tamu selesai

menikmatinya.

11. Di antara adab orang yang memberikan hidangan ialah mengajak mereka

berbincang-bincang dengan pembicaraan yang menyenangkan, tidak tidur

sebelum mereka tidur, tidak mengeluhkan kehadiran mereka, bermuka manis

ketika mereka datang, dan merasa kehilangan tatkala pamitan pulang.

12. Mendekatkan makanan kepada tamu tatkala menghidangkan makanan tersebut

kepadanya sebagaimana Allah ceritakan tentang Ibrahim ‘alaihis salam,

م� ل�ي�ه إ ب�ه� ر� ق� ف�

“Kemudian Ibrahim mendekatkan hidangan tersebut pada mereka.” (Qs. Adz-

Dzariyat: 27)

13. Mempercepat untuk menghidangkan makanan bagi tamu sebab hal tersebut

merupakan penghormatan bagi mereka.

14. Merupakan adab dari orang yang memberikan hidangan ialah melayani para

tamunya dan menampakkan kepada mereka kebahagiaan serta menghadapi

mereka dengan wajah yang ceria dan berseri-seri.

15. Adapun masa penjamuan tamu adalah sebagaimana dalam sabda

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ن�د� ع ي�قي�م� ن�أ� Uمل م�س� Uل ج� لر� Fل ي�ح و�ال� Qل�ي��ل�ة و� Qي�و�م ت�ه� ائز� و�ج� Uي�ام

� أ ث�ال�ث�ة� ة� ي�اف� الض�

ال� ق� ه�؟ ثم� ي�ؤ� و�ك�ي�ف� الله و�ل� س� ي�ار� ا �ل�و� قا ه� ثم� ي�ؤ� ت�ى ح� ي�ه خ� :أ� ال و� ن�د�ه� ع ي�م� ي�ق

به ي�ه ر يق� ل�ه� ي�ئ� ش�

“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak

halal bagi seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia

19

menyakitinya.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sang tamu tinggal bersamanya

sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.”

16. Hendaknya mengantarkan tamu yang mau pulang sampai ke depan rumah.

2.2.2 Adab Bagi Tamu

1. Bagi seorang yang diundang, hendaknya memenuhinya sesuai waktunya kecuali

ada udzur, seperti takut ada sesuatu yang menimpa dirinya atau agamanya. Hal

ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ب� ل�ي�ج ف� د�عى� م�ن�

“Barangsiapa yang diundang maka datangilah!” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

ل�ه� و� س� و�ر� الله� ع�ص�ى د� ق� ف� الد�ع�ـو�ة� ك� ت�ر� و�م�ن�

“Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat kepada

Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)

Untuk menghadiri undangan maka hendaknya memperhatikan syarat-syarat berikut:

1) Orang yang mengundang bukan orang yang harus dihindari dan dijauhi.

2) Tidak ada kemungkaran pada tempat undangan tersebut.

3) Orang yang mengundang adalah muslim.

4) Penghasilan orang yang mengundang bukan dari penghasilan yang diharamkan.

Namun, ada sebagian ulama menyatakan boleh menghadiri undangan yang

pengundangnya berpenghasikan haram. Dosanya bagi orang yang mengundang,

tidak bagi yang diundang.

5) Tidak menggugurkan suatu kewajiban tertentu ketika menghadiri undangan

tersebut.

6) Tidak ada mudharat bagi orang yang menghadiri undangan.

2. Hendaknya tidak membeda-bedakan siapa yang mengundang, baik orang yang kaya

ataupun orang yang miskin.

3. Berniatlah bahwa kehadiran kita sebagai tanda hormat kepada sesama muslim.

Sebagaimana hadits yang menerangkan bahwa, “Semua amal tergantung niatnya,

karena setiap orang tergantung niatnya.” (HR. Bukhari Muslim)

20

4. Masuk dengan seizin tuan rumah, begitu juga segera pulang setelah selesai memakan

hidangan, kecuali tuan rumah menghendaki tinggal bersama mereka, hal ini

sebagaimana dijelaskan Allah ta’ala dalam firman-Nya:

غ�ي�ر� Uع�ام طـ� إل�ى ل�ك�م� ي�ؤ�ذ�ن� ن�أ� الن�بي �إال� و�ت� ب�يـ� ا ـل�و� ت�د�خ� ال� ن�و�ا آم� ال�ذي�ن� ا يFه�

�� ي�اأ

� ال و� ا و� ـر� ان�ت�ش ف� ت�م� ط�عم� إذ�ا ف� ا ل�و� اد�خ� ف� ي�ت�م� د�ع ذ�ا إ لكن� و� إنه� ي�ن� ر ن�اظـ

� ال الله� و� ن�ك�م� م ت�حي ي�س� ف� الن�بي� ي�ؤ�ذى ك�ان� ذلك�م� إ�ن� Uي�ثد لح� ي�ن� ت�ئ�نس م�س�

ق� ا�لح� من� ت�حي ي�س�

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi

kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak

makanannya! Namun, jika kamu diundang, masuklah! Dan bila kamu selesai makan,

keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan! Sesungguhnya yang demikian itu

akan mengganggu Nabi. Lalu, Nabi malu kepadamu untuk menyuruh kamu keluar. Dan

Allah tidak malu menerangkan yang benar.” (Qs. Al Azab: 53)

5. Apabila kita dalam keadaan berpuasa, tetap disunnahkan untuk menghadiri

undangan karena menampakkan kebahagiaan kepada muslim termasuk bagian

ibadah. Puasa tidak menghalangi seseorang untuk menghadiri undangan,

sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ل�ي�ط�عم� ف� ا ـطر3 م�ف� ك�ان� إن� و ل� ل�ي�ص� ف� ا ائم3 ص� ك�ان� إن� ف� ل�ي�جب� ف� د�ك�م� ح�أ� د�عى� إذ�ا

“Jika salah seorang di antara kalian di undang, hadirilah! Apabila ia puasa,

doakanlah! Dan apabila tidak berpuasa, makanlah!” (HR. Muslim)

6. Seorang tamu meminta persetujuan tuan untuk menyantap, tidak melihat-lihat ke

arah tempat keluarnya perempuan, tidak menolak tempat duduk yang telah

disediakan.

7. Termasuk adab bertamu adalah tidak banyak melirik-lirik kepada wajah orang-orang

yang sedang makan.

8. Hendaknya seseorang berusaha semaksimal mungkin agar tidak memberatkan tuan

rumah, sebagaimana firman Allah ta’ala dalam ayat di atas:“Bila kamu selesai

makan, keluarlah!” (Qs. Al Ahzab: 53)

9. Sebagai tamu, kita dianjurkan membawa hadiah untuk tuan rumah karena hal ini

dapat mempererat kasih sayang antara sesama muslim,

21

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berilah hadiah di antara

kalian! Niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari)

10. Jika seorang tamu datang bersama orang yang tidak diundang, ia harus meminta izin

kepada tuan rumah dahulu, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Mas’ud radhiyallahu

‘anhu:

ن�ع� اص� ال� ق� ف� Qام لح� Qغ�ال�م ل�ه� و�ك�ان� ع�ي�ب� ش� ب�و�� أ ل�ه� ال� ي�ق� Qجـل ر� ار ن�ص�

ا�أل� من� ك�ان�

م� ت�بع�ه� ف� Uة م�س� خ� امس� خ� ل�م� و�س� ع�ل�ي�ه الله� لى� ص� الله و�ل� س� ر� د�ع�ا ف� Uة م�س� خ� امس� خ� ل�م� و�س� ع�ل�ي�ه الله� لى� ص� الله و�ل� س� ر� ا�د�ع� ا ط�ع�ام3 لي

Uة م�س� خ� امس� خ� ت�ن�ا د�ع�و� ن�ك� إ ل�م� و�س� ع�ل�ي�ه الله� لى� ص� الله و�ل� س� ر� ال� ق� ف� Qل ج� ر�

ل�ه� ذ�ن�ت�� أ ب�ل� ال� ق� ك�ت�ه� ت�ر� ئ�ت� ش إن� و� ل�ه� ا�ذ�ن� ئ�ت� ش إن� ف� ت�بع�ن�ا د� ق� Qل ج� ر� و�هذ�ا

“Ada seorang laki-laki di kalangan Anshor yang biasa dipanggil Abu Syuaib. Ia

mempunyai seorang anak tukang daging. Kemudian, ia berkata kepadanya,

“Buatkan aku makanan yang dengannya aku bisa mengundang lima orang bersama

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi

wa sallam mengundang empat orang yang orang kelimanya adalah beliau.

Kemudian, ada seseorang yang mengikutinya. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi

wa sallam berkata, “Engkau mengundang kami lima orang dan orang ini mengikuti

kami. Bilamana engkau ridho, izinkanlah ia! Bilamana tidak, aku akan

meninggalkannya.” Kemudian, Abu Suaib berkata, “Aku telah

mengizinkannya.”” (HR. Bukhari)

11. Seorang tamu hendaknya mendoakan orang yang memberi hidangan kepadanya

setelah selesai mencicipi makanan tersebut dengan doa:

و�ن� ائم� الص� ن�د�ك�م� ع ف�ط�ر�ار� , أ� ب�ر�

ا�أل� ك�م� ط�ع�ام� ك�ل�أ� ا�لم�ال�ئك�ة� ,و� ع�ل�ي�ك�م� ل�ت� و�ص�

“Orang-orang yang puasa telah berbuka di samping kalian. Orang-orang yang baik

telah memakan makanan kalian. semoga malaikat mendoakan kalian

semuanya.” (HR Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albani)

ط�ع�م�ني أ� م�ن� ط�عم�

أ� ـم� �لل~ه� اني , ا ق� س� م�ن� ا�سق و�

22

“Ya Allah berikanlah makanan kepada orang telah yang memberikan makanan

kepadaku dan berikanlah minuman kepada orang yang telah memberiku

minuman.” (HR. Muslim)

م� ت�ه� ق� ز� ر� ا ي�م� ف م� ل�ه� ب�ارك� و� م� م�ه� ح� ار� و� م� ل�ه� ر� اغ�ـف ـم� �لل~ه� ا

“Ya Allah ampuni dosa mereka dan kasihanilah mereka serta berkahilah rezeki

mereka.” (HR. Muslim)

12. Setelah selesai bertamu hendaklah seorang tamu pulang dengan lapang dada,

memperlihatkan budi pekerti yang mulia, dan memaafkan segala kekurangan tuan

rumah.

2.3 Etika Berkomunikasi Lewat Telepon1. Ceklah dengan baik nomor telepon yang akan anda hubungi sebelum anda menelpon

agar anda tidak mengganggu orang yang sedang tidur atau mengganggu orang yang

sedang sakit atau merisaukan orang lain.

2. Pilihlah waktu yang tepat untuk berhubungan via telepon, karena manusia mempunyai

kesibukan dan keperluan, dan mereka juga mempunyai waktu tidur dan istirahat, waktu

makan dan bekerja.

3. Jangan memperpanjang pembicaraan tanpa alasan, karena khawatir orang yang sedang

dihubungi itu sedang mempunyai pekerjaan penting atau mempunyai janji dengan

orang lain.

4. Hendaknya wanita tidak memperindah suara di saat ber-bicara (via telpon) dan tidak

berbicara melantur dengan laki-laki. Allah berfirman yang artinya: “Maka janganlah

kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam

hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik”. (Al-Ahzab: 32).

5. Maka hendaknya wanita berhati-hati, jangan berbicara diluar kebiasaan dan tidak

melantur berbicara dengan lawan jenisnya via telepon, apa lagi memperpanjang

pembicaraan, memperindah suara, memperlembut dan lain sebagainya.

6. Hendaknya penelpon memulai pembicaraannya dengan ucapan Assalamu`alaikum,

karena dia adalah orang yang datang, maka dari itu ia harus memulai pembicaraannya

dengan salam dan juga menutupnya dengan salam.

7. Tidak memakai telepon orang lain kecuali seizin pemilik-nya, dan itupun bila terpaksa.

23

8. Tidak merekam pembicaraan lawan bicara kecuali seizin darinya, apapun bentuk

pembicaraannya. Karena hal tersebut merupakan tindakan pengkhianatan dan

mengungkap rahasia orang lain, dan inilah tipu muslihat. Dan apabila rekaman itu

kamu sebarluaskan maka itu berarti lebih fatal lagi dan merupakan penodaan terhadap

amanah. Dan termasuk di dalam hal ini juga adalah merekam pembicaraan orang lain

dan apa yang terjadi di antara mereka. Maka, ini haram hukumnya, tidak boleh

dikerjakan!

9. Tidak menggunakan telepon untuk keperluan yang negatif, karena telepon pada

hakikatnya adalah nikmat dari Allah yang Dia berikan kepada kita untuk kita gunakan

demi memenuhi keperluan kita. Maka tidak selayaknya jika kita menjadikannya sebagai

bencana, menggunakannya untuk mencari-cari kejelekan dan kesalahan orang lain dan

mencemari kehormatan mereka, dan menyeret kaum wanita ke jurang kenistaan. Ini

haram hukumnya, dan pelakunya layak dihukum.

24

BAB III

PENUTUP

3.1 SimpulanDalam bertetangga hendaknya kita menbangun hubungan yang baik, jangan sampai

terjadi masalah dalam bertetangga . Apabila tetangga kita membutuhkan bantuan kita

hendaknya kita tidak mengabaikannya. Sebisa mungkin kita harus berupaya menolong. Hak

ini tidak hanya berlaku kepada sesama muslim , akan tetapi berlaku juga untuk tetangga Non-

Muslim. Selain itu dalam bertetangga dan bermasyarakat hendaknya kita bisa menimbulkan

rasa social serta solidaritas yang tinggi serta menghilangkan rasa ingin menang sendiri

( egois ) dan menghindari dari berbagai masalah serta konflik yang sering terjadi dalam

bertetangga dan bermasyarakat.

Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali

persahabatan yang dianjurkan oleh Islam. Contoh Bertamu dalam islam

yaitu : Berpakaian yang rapi dan sopan, memberi isyarat dalam salam

ketika datang. jangan mengintip kedalam rumah, minta izin masuk

maksimal sebanyak tiga kali, memperkenalkan diri sebelum masuk, tamu

lelaki dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan rumah hanya seorang

wanita, masuk dan duduk dengan sopan dll.

Hikmah dan tujuan bertamu/menerima tamu adalah mempererat

tali silaturrahim dan semangat kebersamaaan antar manusia. Contoh

Menerima Tamu : Berpakaian yang sopan, menerima tamu dengan sikap

yang baik, menjamu tamu sesuai dengan kemampuan, tidak perlu

mengada-adakan, lama waktu, dan antarkan sampai ke pintu halaman

jika tamu pulang.

3.2 Saran

Diharapkan kepada para pembaca dapat memahami akhlak dalam bertetangga, adab

bertamu dan menerima tamu serta etika berkomunikasi lewat telepon

25

DAFTAR PUSTAKA

Muslim.Or.Id

Muslimah. Or.Id

26