tugas akhir phb

30
KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun ucapkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Demokrasi Modern dan Demokrasi Menurut Perspektif Bung Hatta” . Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pemikiran Bung Hatta. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Sehingga, makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Padang, Juni 2013 Admizar

Upload: admizar-matondang

Post on 24-May-2015

325 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas akhir phb

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Demokrasi Modern dan Demokrasi Menurut Perspektif Bung Hatta” . Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pemikiran Bung Hatta.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Sehingga, makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang  bersifat membangun demi  kesempurnaan  makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Padang, Juni 2013

Admizar

Page 2: Tugas akhir phb

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Jika ada pemimpin Indonesia yang hampir sempurna dalam karakter dan

integritas pribadi, maka Mohammad Hatta (Hatta) adalah salah satu yang paling menonjol.

Wawasan intelektualnya sangat jauh ke depan, sementara moral politiknya yang prima dan

anggun banyak diakui kawan dan lawan. Dalam suasana sengketa politik dengan Bung Karno,

komunikasi persaudaraan antara keduanya tidak pernah putus, walaupun watak keras Hatta

dalam politik tersebut sempat mengecewakan generasi muda karena kegagalannya dalam

membujuk Hatta agar jangan meninggalkan kursi wakil presiden.

Zaman pendudukan Jepang (tahun 1942-1945) bagi Mohammad Hatta, merupakan

sebuah ujian besar, yang hanya dapat diatasinya karena keteguhan iman dan optimismenya akan

tercapainya cita-cita Indonesia merdeka. Dalam pada itu beliau mempunyai keyakinan bahwa

Perang Pasifik akan membawa perubahan bagi bangsa Indonesia. Hatta tidak percaya bahwa

Jepang akan menang dengan Amerika/Sekutu yang mempunyai productie-potential begitu hebat.

Tetapi berhubung dengan keuntungan permulaan yang diperoleh Jepang, perang tidak akan bisa

selesai dalam tiga tahun. Masa perang itu bagi Hatta harus dipergunakan untuk mempersiapkan

tenaga perjuangan rakyat, yang nantinya sanggup memikul kemerdekaan apabila Jepang sudah

kalah. Kalau tidak bisa dielakkan maka kerjasama dengan pemerintah militer Jepang itu, menurut

pertimbangan Hatta, bisa berarti untuk meringankan banyak sedikitnya penderitan yang

ditimpakan pemerintah militer Jepang kepada bangsa Indonesia. Selama pendudukan Jepang,

Hatta jarang berbicara di depan umum, kalaupun berbicara lebih sering sekedar memberikan obat

pelipur lara dalam jiwa rakyat yang sedang tertekan.

Ketika Jepang menyerah pada bulan Agustus 1945, maka meletuslah amarah orang-orang

Indonesia terhadap Jepang, dan timbulah dorongan aktif untuk merebut kekuasaan dari Jepang.

Pandangan Hatta yang jauh ke depan mengatakan pendiriannya bahwa Jepang yang kalah tidak

menjadi soal lagi. Soal yang paling penting adalah menghadapi tentara Sekutu yang akan

mengembalikan kekuasaan Pemerintah Belanda di Indonesia. Oleh sebab itulah Hatta menyusun

siasat antara perang dan damai untuk mencapai pengakuan Indonesia merdeka. Kemudian Hatta

Page 3: Tugas akhir phb

memilih damai. Akan tetapi seperti seringkali diucapkannya “kita cinta perdamaian, akan tetapi

lebih cinta kepada kemerdekaan

Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Sukarno

dan Mohammad Hatta, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta Semenjak itu Hatta berperan

aktif memimpin negara RI sebagai wakil presiden., dan dalam keadaan yang sangat sulit Hatta

harus merangkap sebagai Perdana Menteri tahun 1948-1949. Politik yang diperjuangkannya

akhirnya mencapai tujuan dengan diakuinya Indonesia sebagai negara berdaulat yang terdiri atas

bekas wilayah kekuasaan Hindia Belanda pada Konferensi Meja Bundar tahun 1950. Pada waktu

Republik Indonesia Serikat berdiri, Hatta yang menjadi Perdana Menteri pertama dan terakhir.

Setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk sesuai amanat proklamasi, Hatta terpilih

sebagai wakil presiden oleh parlemen. Beranjak dari kenyataan di atas, tulisan ini bertujuan

menganalisis pemikiran Hatta tentang

Demokrasi.

B.   Permasalahan

Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah tentang Kepribadian Bung Hatta ini ialah:

1.      Siapakah Bung Hatta itu ?

2.     Kehidupan Bung Hatta?

3.      Pendidikan dan Pergaulan Bung Hatta?

4.      Perjuangan dan Pergerakan Bung Hatta?

5.      Apakah Demokrasi menurut Bung Hatta.?

Page 4: Tugas akhir phb

BAB IIPEMBAHASAN

A.   Bung Hatta

Mohammad Hatta lahir dari keluarga pedagang di Batuhampar, kenagarian yang terletak di antara Payakumbuh dan Bukittinggi. Ia lahir dengan nama Muhammad Athar pada 12 Agustus 1902 dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha. Namanya, Athar berasal dari bahasa Arab, yang berarti "harum". Ia merupakan anak kedua, setelah Rafiah yang lahir pada tahun 1900. Sejak kecil, ia telah dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama Islam. Kakeknya dari pihak ayah, Abdurahman Batuhampar dikenal sebagai ulama pendiri Surau Batuhampar, sedikit dari surau yang bertahan pasca-Perang Padri. Sementara itu, ibunya berasal dari keturunan pedagang. Beberapa orang mamaknya adalah pengusaha besar di Jakarta.

Ayahnya meninggal pada saat ia masih berumur tujuh bulan. Setelah kematian ayahnya, ibunya menikah dengan Agus Haji Ning, seorang pedagang dari Palembang, Haji Ning sering berhubungan dagang dengan Ilyas Bagindo Marah, kakeknya dari pihak ibu. Dari perkawinan Siti Saleha dengan Haji Ning, mereka dikaruniai empat orang anak, yang kesemuanya adalah perempuan.

Bandar udara internasional Jakarta, Bandar Udara Soekarno-Hatta, menggunakan namanya sebagai penghormatan terhadap jasa-jasanya. Selain diabadikan di Indonesia, nama Mohammad Hatta juga diabadikan di Belanda yaitu sebagai nama jalan di kawasan perumahan Zuiderpolder, Haarlem dengan nama Mohammed Hattastraat. Pada tahun 1980, ia meninggal dan dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta. Bung Hatta ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 23 Oktober 1986 melalui Keppres nomor 081/TK/1986.

B. Kehidupan Bung Hatta

1. Berprinsip TeguhBung Hatta yang dikenal jujur, sabar, cerdas, dan penuh ide ini memegang teguh prinsip yang diyakininya. Sebagai contoh adalah prinsip demokrasi yang diyakini beliau dapat membantu perbaikan kehidupan bangsa. Untuk itu beliau ikut memperjuangkan status Indonesia sebagai negara kesatuan yang dapat mengakomodasi aspirasi semua golongan tanpa kecuali. Beliau ikut mendukung dicabutnya pengusulan pembentukan negara yang memihak pada golongan tertentu saja.Keteguhan Pak Hatta dalam memegang prinsip bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kepentingan bangsa. Ketika beliau berseberangan prinsip dengan pemerintah yang sedang berkuasa saat itu, beliau rela mengundurkan diri guna mempertahankan kesatuan bangsa.

2. Berjuang Tanpa Kekerasan

Page 5: Tugas akhir phb

Bung Hatta yang lembut hati, selalu mencari strategi untuk berjuang tanpa kekerasan. Senjata ampuh yang digunakan tokoh proklamator kita ini adalah otak dan pena. Dari pada melawan dengan kekerasan beliau lebih memilih untuk menyusun strategi, melakukan negosiasi, lobbying, dan menulis berbagai artikel dan buku untuk memperjuangkan nasib bangsa. Prinsip tanpa kekerasan ini muncul karena rasa hormat Bung Hatta pada sesama manusia, baik kawan atau pun lawan. Walaupun Bung Hatta tidak setuju dengan pendapat atau pun seseorang, beliau tidak lalu membenci orang tersebut, tetapi tindakan dan pendapatnyalah yang tidak beliau setujui.

Misalnya saja, Bung Hatta yang sangat kuat keteguhan beragamanya tidak menyukai hal-hal yang berbau duniawi yang pada saat itu umumnya berasal dari negeri seberang. Tapi bukan berarti dia lalu membenci orang-orang asing. Beliau memiliki banyak teman bangsa asing dan banyak pemikiran bangsa asing yang positif (disiplin, etos kerja positif) yang beliau adaptasi untuk kemajuan bangsa. Sikap ini menyebabkan Bung Hatta dihormati oleh semua orang: kawan atau pun lawan.

3. Berusaha Sebaik MungkinBung Hatta selalu berusaha melakukan yang terbaik dalam segala hal, misalnya dengan bersikap hati-hati dan melakukan perencanaan yang matang. Semua tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dilakukan dengan sepenuh hati, dan direncanakannya dengan sebaik mungkin agar memperoleh hasil yang maksimal.Semua pidato dan kata-kata beliau untuk publik pun disiapkan secara profesional. Keputusan-keputusan diambil setelah sebelumnya dipikirkan dengan saksama dan didukung dengan data dan informasi yang cukup. Beliau tidak menginginkan terjadinya kegagalan yang disebabkan kecerobohan atau pun karena kurang persiapan.

4. Berkarya NyataBung Hatta merupakan tokoh yang selalu berkarya nyata. Salah satu karya monumental beliau adalah bentuk koperasi. Pemikiran ini dituangkan pada pembentukkan koperasi pengusaha batik, yang akhirnya sukses sampai saat ini. Koperasi tersebut berhasil mendorong kemajuan bagi pengusaha batik dan memberi mereka kesempatan untuk memperluas usaha dengan ekspor. Karya-karya lainnya adalah berbentuk tulisan.

Pada saat bangsa Indonesia masih berkutat untuk menumbuhkan minat baca, beliau sudah jauh lebih maju, yaitu dengan memberikan teladan bagi bangsa Indonesia untuk menumbuhkan budaya menulis. Kegiatan tulis-menulis ini telah beliau lakukan sejak masih belajar di negeri Belanda sampai akhir hayatnya. Tak terhitung lagi jumlah artikel dan buku yang telah beliau tulis. Sebuah monumen intelektual berupa perpustakaan di Bukittinggi pun telah didirikan untuk mengenang Pak Hatta.

Walaupun Bung Hatta sudah tiada, beliau tetap hidup melalui pemikiran, prinsip, dan kualitas pribadi beliau yang positif. Menjelang peringatan hari kemerdekaan Indonesia, bersamaan dengan 100 tahun kelahiran tokoh proklamator kita ini, sudah selayaknyalah

Page 6: Tugas akhir phb

kita teladani sisi positif kualitas kepemimpinan beliau yang berpegang teguh pada prinsip, berjuang tanpa kekerasan, berusaha melakukan yang terbaik, dan senantiasa berkarya untuk kepentingan bangsa. Merdeka!.

Bung Hatta Dan Kisah Sepatu Bally

PADA tahun 1950-an, Bally adalah sebuah merek sepatu yang bermutu tinggi dan tentu tidak murah. Bung Hatta, Wakil Presiden pertama RI, berminat pada sepatu Bally. Ia kemudian menyimpan guntingan iklan yang memuat alamat penjualnya, lalu berusaha menabung agar bisa membeli sepatu idaman tersebut.

Namun, uang tabungan tampaknya tidak pernah mencukupi karena selalu terambil untuk keperluan rumah tangga atau untuk membantu kerabat dan handai taulan yang datang kepadanya untuk meminta pertolongan. Hingga akhir hayatnya, sepatu Bally idaman Bung Hatta tidak pernah terbeli karena tabungannya tak pernah mencukupi.

Yang sangat mengharukan dari cerita ini, guntingan iklan sepatu Bally itu hingga Bung Hatta wafat masih tersimpan dan menjadi saksi keinginan sederhana dari seorang Hatta. Jika ingin memanfaatkan posisinya waktu itu, sebenarnya sangatlah mudah bagi Bung Hatta untuk memperoleh sepatu Bally. Misalnya, dengan meminta tolong para duta besar atau pengusaha yang menjadi kenalan Bung Hatta.

“Namun, di sinilah letak keistimewaan Bung Hatta. Ia tidak mau meminta sesuatu untuk kepentingan sendiri dari orang lain. Bung Hatta memilih jalan sukar dan lama, yang ternyata gagal karena ia lebih mendahulukan orang lain daripada kepentingannya sendiri,†kata AdiSasono, Ketua Pelaksana Peringatan Satu Abad Bung Hatta.� Pendeknya, itulah keteladanan Bung Hatta, apalagi di tengah carut-marut zaman ini, dengan dana bantuan presiden, dana Badan Urusan Logistik, dan lain-lain.

Bung Hatta meninggalkan teladan besar, yaitu sikap mendahulukan orang lain, sikap menahan diri dari meminta hibah, bersahaja, dan membatasi konsumsi pada kemampuan yang ada. Kalau belum mampu, harus berdisiplin dengan tidak berutang atau bergantung pada orang lain. Seandainya bangsa Indonesiadapat meneladani karakter mulia proklamator kemerdekaan ini, seandainya para pemimpin tidak maling, tidak mungkin bangsa dengan sumber alam yang melimpah ini menjadi bangsa terbelakang, melarat, dan nista karena tradisi berutang dan meminta sedekah dari orang asing.

Pemimpin Bangsa yang Bijak

Bulan Agustus ini adalah bulan keramat bagi bangsa Indonesia yang memasuki usia 63 tahun. Salah satu proklamator kita, Bung Hatta, jika beliau masih hidup, tanggal 12 Agustus tadi sudah memasuki usia 106 tahun. Tidak salah kalau rubrik kita kali ini

Page 7: Tugas akhir phb

menyoroti keteladanan sang pemimpin bangsa yang senantiasa berjuang bagi kepentingan negara kesatuan Indonesia.

Hatta menikah dengan Rahmi Rachim pada tanggal 18 Nopember 1945 di Megamendung,

Bogor, Jawa Barat. Mereka mempunyai tiga orang putri, yaitu Meutia Farida, Gemala Rabi'ah,

dan Halida Nuriah. Dua orang putrinya yang tertua telah menikah. Yang pertama dengan Dr. Sri-

Edi Swasono dan yang kedua dengan Drs. Mohammad Chalil Baridjambek. Hatta sempat

menyaksikan kelahiran dua cucunya, yaitu Sri Juwita Hanum Swasono dan Mohamad Athar.

Bung Hatta adalah nama salah seorang dari beribu pahlawan yang pernah memperjuangkan

kemerdekaan dan kemajuan Indonesia. Sosok Bung Hatta telah menjadi begitu dekat dengan hati

rakyat Indonesia karena perjuangan dan sifatnya yang begitu merakyat. Besarnya peran beliau

dalam perjuangan negeri ini sehingga ai disebut sebagai salah seorang “The Founding Father’s of

Indonesia”.

Berbagai tulisan dan kisah perjuangan Muhammad Hatta telah ditulis dan dibukukan, mulai dari

masa kecil, remeja, dewasa dan perjuangan beliau untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia.

Namun ada hal yang rasanya perlu sedikit digali dan dipahami yaitu melihat Bung Hatta sebagai

tokoh organisasi dan partai politik, hal ini dikaitkan dengan usaha melihat perkembangan

kegiatan politik dan ketokohan politik di dunia politik Indonesia sekarang maka pantas rasanya

kita ikut melihat perjuangan dan perjalanan kegiatan politik Bung Hatta.

Setelah perang dunia I berakhir generasi muda Indonesia yang berprestasi makin banyak yang

mendapat kesempatan mengenyam pendidikan luar negeri seperti di Belanda, Kairo (Mesir). Hal

ini diperkuat dengan diberlakukannya politik balas budi oleh Belanda. Bung Hatta adalah salah

seorang pemuda yang beruntung, beliau mendapat kesempatan belajar di Belanda. Kalau kita

memperhatikan semangat berorganisasi Bung Hatta, sebenarnya telah tumbuh sewaktu beliau

berada di Indonesia. Beliau pernah menjadi ketua Jong Sematera (1918-1921) dan semangat ini

makin membara dengan asahan dari kultur pendidikan Belanda / Eropa yang bernafas demokrasi

dan keterbukaan.

Keinginan dan semangat berorganisasi Bung Hatta makin terlihat sewaktu beliau mulai aktif di

kelompok Indonesische Vereeniging yang merupakan perkumpulan pemuda-pemuda Indonesia

yang memikirkan dan berusaha memajukan Indonesia, bahkan dalam organisasi ini dinyatakan

bahwa tujuan mereka adalah : “ kemerdekaan bagi Indonesia “. Dalam organisasi yang keras dan

anti penjajahan ini Bung Hatta makin “tahan banting” karena banyaknya rintangan dan hambatan

Page 8: Tugas akhir phb

yang mereka hadapi.

Walau mendapat tekanan, organisasi Indonesische Vereeniging tetap berkembang bahkan Januari

1925 organisasi ini dinyatakan sebagai sebuah organisasi politik yang kemudian dinamai

Perhimpunan Indonesia (PI). Dan dalam organisasi ini Bung Hatta bertindak sebagai

Pemimpinnya. Keterlibatan Bung Hatta dalam organisasi dan partai poltik bukan hanya di luar

negeri tapi sekembalinya dari Belanda beliau juga aktif di PNI (Partai Nasional Indonesia) yang

didirikan Soekarno tahun 1927. Dalam organisasi PNI, Bung Hatta menitik beratkan kegiatannya

dibidang pendidikan. Beliau melihat bahwa melalui pendidikanlah rakyat akan mampu mencapai

kemerdekaan. Karena PNI dinilai sebagai partai yang radikal dan membahayakan bagi

kedudukan Belanda, maka banyak tekanan dan upaya untuk mengurangi pengaruhnya pada

rakyat. Hal ini dilihat dari propaganda dan profokasi PNI tehadap penduduk untuk mengusakan

kemerdekaan. Hingga akhirnya Bunga Karno di tangkap dan demi keamanan organisasi ini

membubarkan diri.

Tak lama setetah PNI (Partai Nasional Indonesia) bubar, berdirilah organisasi pengganti yang

dinamanakan Partindo (Partai Indonesia). Mereka memiliki sifat organisasi yang radikal dan

nyata-nyata menentang Belanda. Hal ini tak di senangi oleh Bung Hatta. Karena tak sependapat

dengan Partindo beliau mendirikan PNI Pendidikan (Partai Nasional Indonesia Pendidikan) atau

disebut juga PNI Baru. Organisasi ini didirikan di Yogyakarta bulan Agustus 1932, dan Bung

Hatta diangkat sebagai pemimpi. Organisasi ini memperhatikan “ kemajuan pendidikan bagi

rakyat Indonesia, menyiapkan dan menganjurkan rakyat dalam bidang kebathinan dan

mengorganisasikannya sehingga bisa dijadakan suatu aksi rakyat dengan landasan demokrasi

untuk kemerdekaan “.

Organisasi ini berkembang dengan pesat, bayangkan pada kongres I di Bandung 1932

anggotanya baru 2000 orang dan setahun kemudian telah memiliki 65 cabang di Indonesia.

Organisasi ini mendapat pengikut dari penduduk desa yang ingin mendapat dan mengenyam

pendidikan. Di PNI Pendidikan Bung Hatta bekerjasama dengan Syahrir yang merupakan teman

akrabnya sejak di Belanda. Hal ini makin memajukan organisasi ini di dunia pendidikan

Indonesia waktu itu. Kemajuan, kegiatan dan aksi dari PNI Pendidikan dilihat Belanda sebagai

ancaman baru tehadap kedudukan mereka sebagai penjajah di Indonesia dan mereka pun

Page 9: Tugas akhir phb

mengeluarkan beberapa ketetapan ditahun 1933 diantaranya:

* Polisi diperintahkan bertindak keras terhadap rapat-rapat PNI Pendidikan.

* 27 Juni 1933, pegawai negeri dilarang menjadi anggota PNI Pendidikan.

* 1 Agustus 1933, diadakan pelarangan rapat-rapat PNI Pendidikan di seluruh Indonesia.

Akhirnya ditahun 1934 Partai Nasional Indonesia Pendidikan dinyatakan Pemerintahan Kolonial

Belanda di bubarkan dan dilarang keras bersama beberapa organisasi lain yang dianggap

membahayakan seperti : Partindo dan PSII. Ide-ide PNI Pendidikan yang dituangkan dalam surat

kabar ikut di hancurkan dan surat kabar yang menerbitkan ikut di bredel. Namun secara

keorganisasian, Hatta sebagai pemimpin tak mau menyatakan organisasinya telah bubar. Ia tetap

aktif dan berjuang untuk kemajuan pendidikan Indonesia.

Soekarno yang aktif di Partindo dibuang ke Flores diikuti dengan pengasingan Hatta dan Syahrir.

Walau para pemimpin di asingkan namun para pengikut mereka tetap konsisten melanjutkan

perjuangan partai. PNI Pendidikan tetap memberikan kursus-kursus, pelatihan-pelatuhan baik

melalui tulisan maupun dengan kunjungan kerumah-rumah penduduk.

Dalam sidang masalah PNI Pendidikan M.Hatta, Syahrir, Maskun, Burhanuddin ,Bondan dan

Murwoto dinyatakan bersalah dan dibuang ke Boven Digul (Papua). Demi harapan terciptanya

ketenangan di daerah jajahan. Walau telah mendapat hambatan yang begitu besar namun

perjuangan Hatta tak hanya sampai disitu, beliau terus berjuang dan salah satu hasil perjuangan

Hatta dan para pahlawan lain tersebut adalah kemerdekaan yang telah kita raih dan kita rasakan

sekarang.

Sebagai tulisan singkat mengenai sejarah ketokohan Muhammad Hatta di organisasi dan partai

politik yang pernah beliau geluti, kita haruslah dapat mengambil pelajaran dari hal ini. Karena

sejarah tak berarti apa-apa bila kita tak mampu mengambil manfaat dan nilai-nilai positif

didalamnya. Dari kehidupan Hatta di dunia politik kita bisa melihat bahwa : Munculnya seorang

tokoh penting dan memiliki jiwa patriot yang tangguh dan memikirkan kehidupan orang banyak

serta memajukan bangsa dan negara “bukan hanya muncul dalam satu malam” atau bukanlah

Page 10: Tugas akhir phb

tokoh kambuhan yang muncul begitu saja, dan bukanlah sosok yang mengambil kesempatan

untuk tampil sebagai pahlawan dan sosok pemerhati masyarakat. Tapi tokoh yang dapat kita

jadikan contoh dan panutan dalam organisasi, partai, dan kehidupan berbangsa dan bernegara

yang sesunguhnya adalah seorang sosok yang lahir dan tumbuh dalam lingkungan masyarakat, ia

terlatih untuk mampu memahami keinginan dan cita-cita masyarakat, serta bertindak dengan

menggunakan ilmu dan iman.

Seiring dengan meruaknya wacana demokrasi, terutama di era reformasi kita bisa melihat bahwa

di Indonesia berkembang berbagai partai baru yang jumlahnya telah puluhan. Dalam

kenyataanya memunculkan nama-nama baru sebagai tokoh, elit partai, elit politik yang

berpengaruh di berbagai partai tersebut. Ada juga tokoh politik yang merupakan wajah-wajah

lama yang konsisten di partainya atau beralih membentuk partai baru. Apakah mereka sudah

pantas dikatakan sebagai tokoh, elite politik / elite partai?. Sebagai salah satu sosok tokoh ideal,

dengan mencontoh ketokohan Bung Hatta kita harus mampu melihat berapa persen diantara

tokoh-tokoh, orang-orang penting, elite politik / elite partai di Indonesia sekarang yang telah

memperhatikan kehidupan masyarakat, berapa persen diantara mereka yang sudah melakukan

usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat Indonesia baik di bidang ekonomi, pendidikan,

politik dan lain-lain.

C. Pendidikan dan Pergaulan Bung Hatta

Saat masih di sekolah menengah di Padang, Bung Hatta telah aktif di organisasi,

antara lain sebagai bendahara pada organisasi Jong Sumatranen Bond cabang Padang.

Pada tangal 27 November 1956, Bung Hatta memperoleh gelar kehormatan akademis

yaitu Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum dari Universitas Gadjah Mada di

Yoyakarta. Pidato pengukuhannya berjudul “Lampau dan Datangâ€.�

Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara

Jong Sumatranen Bond Cabang Padang. Kesadaran politik Hatta makin berkembang

karena kebiasaannya menghadiri ceramah-ceramah atau pertemuan-pertemuan politik.

Salah seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis.

Page 11: Tugas akhir phb

Pada usia 17 tahun, Hatta lulus dari sekolah tingkat menengah (MULO). Lantas

berangkat ke Batavia untuk melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik

School. Di Batavia, ia juga aktif di Jong Sumatranen Bond Pusat, juga sebagai

Bendahara.

Hatta mulai menetap di Belanda semenjak September 1921. Ia segera bergabung dalam

Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, telah tersedia iklim pergerakan di

Indische Vereeniging. Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak

lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai

Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat,

Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai eksternirana

Perjuangan

Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara

Jong Sumatranen Bond (JSB) Cabang Padang. Di kota ini Hatta mulai menimbun

pengetahuan perihal perkembangan masyarakat dan politik, salah satunya lewat membaca

berbagai koran, bukan saja koran terbitan Padang tetapi juga Batavia. Lewat itulah Hatta

mengenal pemikiran Tjokroaminoto dalam surat kabar Utusan Hindia, dan Agus Salim

dalam Neratja.

Kesadaran politik Hatta makin berkembang karena kebiasaannya menghadiri ceramah-

ceramah atau pertemuan-pertemuan politik. Salah seorang tokoh politik yang menjadi

idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis. “Aku kagum melihat cara Abdul Moeis

berpidato, aku asyik mendengarkan suaranya yang merdu setengah parau, terpesona oleh

ayun katanya. Sampai saat itu aku belum pernah mendengarkan pidato yang begitu hebat

menarik perhatian dan membakar semangat,†aku Hatta dalam Memoir-nya. Itulah�

Abdul Moeis: pengarang roman Salah Asuhan; aktivis partai Sarekat Islam; anggota

Volksraad; dan pegiat dalam majalah Hindia Sarekat, koran Kaoem Moeda, Neratja,

Hindia Baroe, serta Utusan Melayu dan Peroebahan.

Page 12: Tugas akhir phb

Pada usia 17 tahun, Hatta lulus dari sekolah tingkat menengah (MULO). Lantas ia

bertolak ke Batavia untuk melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik

School. Di sini, Hatta mulai aktif menulis. Karangannya dimuat dalam majalah Jong

Sumatera, “Namaku Hindania!†begitulah judulnya. Berkisah perihal janda cantik�

dan kaya yang terbujuk kawin lagi. Setelah ditinggal mati suaminya, Brahmana dari

Hindustan, datanglah musafir dari Barat bernama Wolandia, yang kemudian

meminangnya. “Tapi Wolandia terlalu miskin sehingga lebih mencintai hartaku

daripada diriku dan menyia-nyiakan anak-anakku,†rutuk Hatta lewat Hindania.�

Pemuda Hatta makin tajam pemikirannya karena diasah dengan beragam bacaan,

pengalaman sebagai Bendahara JSB Pusat, perbincangan dengan tokoh-tokoh pergerakan

asal Minangkabau yang mukim di Batavia, serta diskusi dengan temannya sesama

anggota JSB: Bahder Djohan. Saban Sabtu, ia dan Bahder Djohan punya kebiasaan

keliling kota. Selama berkeliling kota, mereka bertukar pikiran tentang berbagai hal

mengenai tanah air. Pokok soal yang kerap pula mereka perbincangkan ialah perihal

memajukan bahasa Melayu. Untuk itu, menurut Bahder Djohan perlu diadakan suatu

majalah. Majalah dalam rencana Bahder Djohan itupun sudah ia beri nama Malaya.

Antara mereka berdua sempat ada pembagian pekerjaan. Bahder Djohan akan

mengutamakan perhatiannya pada persiapan redaksi majalah, sedangkan Hatta pada soal

organisasi dan pembiayaan penerbitan. Namun, “Karena berbagai hal cita-cita kami itu

tak dapat diteruskan,†kenang Hatta lagi dalam Memoir-nya.�Selama menjabat Bendahara JSB Pusat, Hatta menjalin kerjasama dengan

percetakan surat kabar Neratja. Hubungan itu terus berlanjut meski Hatta berada di

Rotterdam, ia dipercaya sebagai koresponden. Suatu ketika pada medio tahun 1922,

terjadi peristiwa yang mengemparkan Eropa, Turki yang dipandang sebagai kerajaan

yang sedang runtuh (the sick man of Europe) memukul mundur tentara Yunani yang

dijagokan oleh Inggris. Rentetan peristiwa itu Hatta pantau lalu ia tulis menjadi serial

tulisan untuk Neratja di Batavia. Serial tulisan Hatta itu menyedot perhatian khalayak

pembaca, bahkan banyak surat kabar di tanah air yang mengutip tulisan-tulisan Hatta.

Perangko Satu Abad Bung Hatta diterbitkan oleh PT Pos Indonesia tahun 2002

Perangko Satu Abad Bung Hatta diterbitkan oleh PT Pos Indonesia tahun 2002

Page 13: Tugas akhir phb

Hatta mulai menetap di Belanda semenjak September 1921. Ia segera bergabung dalam

Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, telah tersedia iklim pergerakan di

Indische Vereeniging. Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak

lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai

Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat,

Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai eksterniran

akibat kritik mereka lewat tulisan di koran De Expres. Kondisi itu tercipta, tak lepas

karena Suwardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara) menginisiasi penerbitan majalah

Hindia Poetra oleh Indische Vereeniging mulai 1916. Hindia Poetra bersemboyan

“Ma’moerlah Tanah Hindia! Kekallah Anak-Rakjatnya!†berisi informasi bagi�

para pelajar asal tanah air perihal kondisi di Nusantara, tak ketinggalan pula tersisip kritik

terhadap sikap kolonial Belanda.

Di Indische Vereeniging, pergerakan putra Minangkabau ini tak lagi tersekat oleh

ikatan kedaerahan. Sebab Indische Vereeniging berisi aktivis dari beragam latar belakang

asal daerah. Lagipula, nama Indische –meski masih bermasalah– sudah

mencerminkan kesatuan wilayah, yakni gugusan kepulauan di Nusantara yang secara

politis diikat oleh sistem kolonialisme belanda. Dari sanalah mereka semua berasal.

Hatta mengawali karir pergerakannya di Indische Vereeniging pada 1922, lagi-lagi,

sebagai Bendahara. Penunjukkan itu berlangsung pada 19 Februari 1922, ketika terjadi

pergantian pengurus Indische Vereeniging. Ketua lama dr. Soetomo diganti oleh Hermen

Kartawisastra. Momentum suksesi kala itu punya arti penting bagi mereka di masa

mendatang, sebab ketika itulah mereka memutuskan untuk mengganti nama Indische

Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging dan kelanjutannya mengganti nama

Nederland Indie menjadi Indonesia. Sebuah pilihan nama bangsa yang sarat bermuatan

politik. Dalam forum itu pula, salah seorang anggota Indonesische Vereeniging

mengatakan bahwa dari sekarang kita mulai membangun Indonesia dan meniadakan

Hindia atau Nederland Indie.

Pada tahun 1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan

Kolonialisme di Belanda, dan di sinilah ia bersahabat dengan nasionalis India, Jawaharlal

Page 14: Tugas akhir phb

Nehru. Aktivitasnya dalam organisasi ini menyebabkan Hatta ditangkap pemerintah

Belanda. Hatta akhirnya dibebaskan, setelah melakukan pidato pembelaannya yang

terkenal: Indonesia Free.

Pada tahun 1932 Hatta kembali ke Indonesia dan bergabung dengan organisasi

Club Pendidikan Nasional Indonesia yang bertujuan meningkatkan kesadaran politik

rakyat Indonesia melalui proses pelatihan-pelatihan. Belanda kembali menangkap Hatta,

bersama Soetan Sjahrir, ketua Club Pendidikan Nasional Indonesia pada bulan Februari

1934. Hatta diasingkan ke Digul dan kemudian ke Banda selama 6 tahun.

Pada tahun 1945, Hatta secara aklamasi diangkat sebagai wakil presiden pertama RI,

bersama Bung Karno yang menjadi presiden RI sehari setelah ia dan bung karno

memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena peran tersebut maka keduanya

disebut Bapak Proklamator Indonesia.

D. Perjuangan dan Pergerakan Bung Hatta

Pergerakan politik ia mulai sewaktu bersekolah di Belanda dari 1921-1932. Ia bersekolah di Handels Hogeschool (kelak sekolah ini disebut Economische Hogeschool, sekarang menjadi Universitas Erasmus Rotterdam), selama bersekolah di sana, ia masuk organisasi sosial Indische Vereniging yang kemudian menjadi organisasi politik dengan adanya pengaruh Ki Hadjar Dewantara, Cipto Mangunkusumo, dan Douwes Dekker. Pada tahun 1923, Hatta menjadi bendahara dan mengasuh majalah Hindia Putera yang berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.[13] Pada tahun 1924, organisasi ini berubah nama menjadi Indische Vereniging (Perhimpunan Indonesia; PI).

Pada tahun 1926, ia menjadi pimpinan Perhimpunan Indonesia. Sebagai akibatnya, ia terlambat menyelesaikan studi. Di bawah kepemimpinannya, PI mendapatkan perubahan. Perhimpunan ini lebih banyak memperhatikan perkembangan pergerakan di Indonesia dengan memberikan banyak komentar, dan banyak ulasan di media massa di Indonesia.[15] Setahun kemudian, ia seharusnya sudah berhenti dari jabatan ketua, namun ia dipilih kembali hingga tahun 1930. Pada Desember 1926, Semaun dari PKI datang kepada Hatta untuk menawarkan pimpinan pergerakan nasional secara umum kepada PI, selain itu dia dan Semaun membuat suatu perjanjian bernama "Konvensi Semaun-Hatta". Inilah yang dijadikan alasan Pemerintah Belanda ingin menangkap Hatta.[17] Waktu itu, Hatta belum meyetujui paham komunis. Stalin membatalkan keinginan Semaun, sehingga hubungan Hatta dengan komunisme mulai memburuk. Sikap Hatta ini ditentang oleh anggota PI yang sudah dikuasai komunis.

Pada tahun 1927, ia mengikuti sidang "Liga Menentang Imperialisme, Penindasan Kolonial dan untuk Kemerdekaan Nasional" di Frankfurt. Dalam sidang ini, pihak

Page 15: Tugas akhir phb

komunis dan utusan dari Rusia namapak ingin menguasai sidang ini, sehingga Hatta tidak bisa percaya terhadap komunis. Pada waktu itu, majalah PI, Indonesia Merdeka masuk dengan mudah ke Indonesia lewat penyelundupan, karena banyak penggeledahan oleh pihak kepolisian terhadap kaum pergerakan yang dicurigai.

Mohammad Hatta bersama Abdulmadjid Djojohadiningrat, Nazir Datuk Pamuntjak, dan Ali Sastroamidjojo

Pada 25 September 1927, Hatta bersama Ali Sastroamidjojo, Nazir Datuk Pamuntjak, dan Madjid Djojohadiningrat ditangkap oleh penguasa Belanda atas tuduhan mengikuti partai terlarang yang dikait-kaitkan dengan Semaun, terlibat pemberontakan di Indonesia yang dilakukan PKI dari tahun 1926-1927, dan menghasut (opruiing) supaya menentang Kerajaan Belanda. Moh. Hatta sendiri dihukum tiga tahun penjara. Mereka semua dipenjara di Rotterdam. Dia juga dituduh akan melarikan diri, sehingga dia yang sedang memperkenalkan Indonesia ke kota-kota di Eropa sengaja pulang lebih cepat begitu berita ini tersebar.

Semua tuduhan tersebut, ia tolak dalam pidatonya "Indonesia Merdeka" (Indonesie Vrij) pada sidang kedua tanggal 22 Maret 1928. Pidato ini sampai ke Indonesia dengan cara penyelundupan. Ia juga dibela 3 orang pengacara Belanda yang salah satunya berasal dari parlemen. Yang dari parlemen, bernama J.E.W. Duys. Tokoh ini memang bersimpati padanya. Setelah ditahan beberapa bulan, mereka berempat dibebaskan dari tuduhan, karena tuduhan tidak bisa dibuktikan.

Sampai pada tahun 1931, Mohammad Hatta mundur dari kedudukannya sebagai ketua karena hendak mengikuti ujian sarjana, sehingga ia berhenti dari PI; namun demikian ia akan tetap membantu PI. Akibatnya, PI jatuh ke tangan komunis, dan mendapat arahan dari partai komunis Belanda dan juga dari Moskow. Setelah tahun 1931, PI mengecam keras kebijakan Hatta dan mengeluarkannya dari organisasi ini. PI di Belanda mengecam sikap Hatta sebab ia bersama Soedjadi mengkritik secara terbuka terhadap PI. Perhimpunan menahan sikap terhadap kedua orang ini.

Pada Desember 1931, para pengikut Hatta segera membuat gerakan tandingan yang disebut Gerakan Merdeka yang kemudian bernama Pendidikan Nasional Indonesia yang kelak disebut PNI Baru. Ini mendorong Hatta dan Syahrir yang pada saat itu sedang bersekolah di Belanda untuk mengambil langkah kongkret untuk mempersiapkan kepemimpinan di sana. Hatta sendiri merasa perlu untuk menyelesaikan studinya terlebih dahulu. Oleh karenanya, Syahrir terpaksa pulang dan untuk memimpin PNI. Kalau Hatta kembali pada 1932, diharapkan Syahrir dapat melanjutkan studinya.

Diasingkan ke Digul dan Banda Neira

Sekembalinya ia dari Belanda, ia ditawarkan masuk kalangan Sosialis Merdeka (Onafhankelijke Socialistische Partij, OSP) untuk menjadi anggota parlemen Belanda, dan menjadi perdebatan hangat di Indonesia pada saat itu. Pihak OSP mengiriminya telegram pada 6 Desember 1932, yang berisi kesediaannya menerima pencalonan anggota

Page 16: Tugas akhir phb

Parlemen. Ini dikarenakan ia berpendapat bahwa ia tidak setuju orang Indonesia menjadi anggota dalam parlemen Belanda. Sebenarnya dia menolak masuk, dengan alasan ia perlu berada dan berjuang di Indonesia. Namun, pemberitaan di Indonesia mengatakan bahwa Hatta menerima kedudukan tersebut, sehingga Soekarno menuduhnya tidak konsisten dalam menjalankan sistem non-kooperatif.

Setelah Hatta kembali dari Belanda, Syahrir tidak bisa ke Belanda karena keduanya keburu ditangkap Belanda pada 25 Februari 1934 dan dibuang ke Digul, dan selanjutnya ke Banda Neira. Baik di Digul maupun Banda Neira, ia banyak menulis di koran-koran Jakarta, dan ada juga untuk majalah-majalah di Medan. Artikelnya tidak terlalu politis, namun bersifat lebih menganalisis dan mendidik pembaca. Ia juga banyak membahas pertarungan kekuasaan di Pasifik.

Mohammad Hatta (kedua dari kanan) di Di gul semenjak 1935

Semasa diasingkan ke Digul, ia membawa semua buku-bukunya ke tempat pengasingannya. Di sana, ia mengatur waktunya sehari-hari. Pada saat hendak membaca, ia tak mau diganggu. Sehingga, beberapa kawannya menganggap dia sombong. Ia juga merupakan sosok yang peduli terhadap tahanan. Ia menolak bekerja sama dengan penguasa setempat, misalnya memberantas malaria. Apabila ia mau bekerja sama, ia diberi gaji f 7.50 sebulan. Namun, kalau tidak, ia hanya diberi gaji f 2.50 saja. Gajinya itu tidak ia habiskan sendiri. Ia juga peduli terhadap kawannya yang kekurangan.

Di Digul, selain bercocok tanam, ia juga membuat kursus kepada para tahanan. Di antara tahanan tersebut, ada beberapa orang yang ibadah shalat dan puasanya teratur; baik dari Minangkabau maupun Banten. Tapi, mereka ditangkap karena -pada umumnya- terlibat pemberontakan komunis. Pada masa itu, ia menulis surat untuk iparnya untuk dikirimi alat-alat pertukangan seperti paku dan gergaji. Selain itu, dia juga menceritakan nasib orang-orang buangan dalam surat itu. Kemudian, ipar Hatta mengirim surat itu ke koran Pemandangan di Jakarta dan segera surat itu dimuat. Surat itu dibaca menteri jajahan pada saat itu, Colijn. Colijn mengecam pemerintah dan segera mengirim residen Ambon untuk menemui Hatta di Digul. Maka uang diberikan untuknya, Hatta menolak dan ia juga meminta supaya kalau mau ditambah, diberikan juga kepada pemimpin lain yang hidup dalam pembuangan.

Pada 1937, ia menerima telegram yang mengatakan dia dipindah dari Digul ke Banda Neira. Hatta pindah bersama Syahrir pada bulan Februari di tahun itu, dan mereka menyewa sebuah rumah yang cukup besar. Di situ, ada beberapa kamar dan ruangan yang cukup besar. Adapun ruangan besar itu digunakannya untuk menyimpan bukunya dan tempat bekerjanya.

Sewaktu di Banda Neira, ia bercocok tanam dan menulis di koran "Sin Tit Po" (dipimpin Lim Koen Hian; bulanan ini berhenti pada 1938) dengan honorarium f 75 dalam Bahasa Belanda. Kemudian, ia menulis di Nationale Commantaren (Komentar Nasional; dipimpin Sam Ratulangi) dan juga, ia menulis di koran Pemandangan dengan honorarium f 50 sebulan per satu/dua tulisan. Hatta juga pernah menerima tawaran Kiai

Page 17: Tugas akhir phb

Haji Mas Mansur untuk ke Makassar, dia menolak dengan alasan kalaupun dirinya ke Makassara dia masih berstatus tahanan juga. Waktu itu, sudah ada Cipto Mangunkusumo dan Iwa Kusumasumantri. Mereka semua sudah saling mengenal.

Selain itu, di Banda Neira, Hatta juga mengajar kepada beberapa orang pemuda. Anak dr. Cipto belajar tata-buku dan sejarah. Ada juga anak asli daerah Banda Neira yang belajar kepada Hatta. Ada seorang kenalan Hatta dari Sumatera Barat yang mengirimkan dua orang kemenakannya untuk belajar ekonomi dan juga sejarah.[42] Selain itu, dari Bukittinggi dikirim Anwar Sutan Saidi sebanyak empat orang pemuda yang belajar kepada Hatta.

Pada tahun 1941, Mohammad Hatta menulis artikel di koran Pemandangan yang isinya supaya rakyat Indonesia jangan memihak kepada baik ke pihak Barat ataupun fasisme Jepang. Kelak, di zaman Jepang tulisan Hatta dijadikan bahan oleh penguasa Jepang untuk tidak percaya Hatta selama Perang Pasifik.[44] Yang mana, kelak tulisan Hatta dibaca Murase, seorang Wakil Kepala Kenpeitei (dinas intelijen) dan menyarankan Hatta agar mengikuti Nippon Sheisin di Tokyo pada November 1943.[46]

1942-1945:Penjajahan Jepang

Pada tanggal 8 Desember 1941, angkatan perang Jepang menyerang Pearl Harbor, Hawaii. Ini memicu Perang Pasifik, dan setelah Pearl Harbor, Jepang segera menguasai sejumlah daerah, termasuk Indonesia. Dalam keadaan genting tersebut, Pemerintah Belanda memerintahkan untuk memindahkan orang-orang buangan dari Digul ke Australia, karena khawatir kerjasama dengan Jepang. Hatta dan Syahrir dipindahkan pada Februari 1942,[47] ke Sukabumi setelah menginap sehari di Surabaya dan naik kereta api ke Jakarta. Bersama kedua orang ini, turut pula 3 orang anak-anak dari Banda yang dijadikan anak angkat oleh Syahrir.

Setelah itu, ia dibawa kembali ke Jakarta. Ia bertemu Mayor Jenderal Harada. Hatta menanyakan keinginan Jepang datang ke Indonesia. Harada menawarkan kerjasama dengan Hatta. Kalau mau, ia akan diberi jabatan penting. Hatta menolak, dan memilih menjadi penasihat. Ia dijadikan penasihat dan diberi kantor di Pegangsaan Timur dan rumah di Oranje Boulevard (Jalan Diponegoro). Orang terkenal di masa sebelum perang, baik orang pergerakan, atau mereka yang bekerjasama dengan Belanda, diikut sertakan seperti Abdul Karim Pringgodigdo, Surachman, Sujitno Mangunkususmo, Sunarjo Kolopaking, Supomo, dan Sumargo Djojohadikusumo. Pada masa ini, ia banyak mendapat tenaga-tenaga baru. Pekerjaan di sini, merupakan tempat saran oleh pihak Jepan. Jepang mengharapkan agar Hatta memberikan nasehat yang menguntungkan mereka, malah Hatta memanfaatkan itu untuk membela kepentingan rakyat.

Page 18: Tugas akhir phb

PENUTUP

Kesimpulan

Membicarakan Bung Hatta tidak akan pernah habis untuk beberapa dekade,dan mungkin

beberapa abad yang akan datang karena sangat kaya akan visi, gagasan,dan contoh-contoh

konkret yang dialami oleh banyak orang. Dalam pribadinya nilainilai baik yang positif dari timur

dan barat telah menyatu dalam format yang hamper sempurna. Tetapi pertanyaan yang masih

merisaukan adalah: pandaikah atau lebih

provokatif lagi. Bung Hatta merupakan konseptor utama tentang kedaulatan rakyat. Rakyat

adalah yang utama. Baik semasa pergerakan maupun sesudah kemerdekan, rakyat menjadi titik

sentral perjuangan Bung Hatta. Dengan pendidikan, rakyat harus dibuat insaf akan harga dirinya.

Sehingga ia bisa berpartisipasi dalam proses politik. Rakyat merupakan raja atas dirinya sendiri.

Dengan berpegang pada prinsipnya tentang kedaulatan rakyat, maka pemikiran-pemikirannya

kemudian selalu setuju pada rakyat seperti pada masalah kebangsaan dan perjuangannya

kemudian dalam memasukkan hak-hak rakyat dalam UUD 1945.

Bung Hatta sampai akhir hayatnya merupakan tokoh yang konsisten antara perkataan dan

perbuatannya. Seperti yang dikatakan oleh Alfian dalam bukunya Pemikiran dan Perubahan

Politikdi Indonesia, Kumpulan Karangan, bahwa sikap dan tingkap laku Bung Hatta kelihatan

sebagai pantulan langsung dari apa-apa yang sebenarnya menjadi buah pikirannya. Atau bisa

dikatakan bahwa sikap dan tingkah laku Bung Hattta yang terlihat sebenarnya merupakan

personifikasi dari pemikiranpemikirannya.Apa yang mungkin kurang jelas disampaikannya

dalam bentuk karya tulisan atau pemikiran, hal itu akan lebih mudah dimengerti melalui sikap

dan tingkah laku yang diperlihatkannya. Di samping berbagai julukan yang dimengerti melalui

sikap dan tingkah laku yang diberikan kepada Bung Hatta ddari seorang pahlawan Proklamator,

Bapak Koperasi, negarawan, demokrat sejati, cendekiawan, atau satu lagi yang tidak bisa

dilupakan, bahwa Bung Hatta adalah sebagai guru bangsa,sebagai pendidik negeri yang sejati,

dalam politik, ekonomi, dan moral. Guru dalam teori dan praktik.Kecintaannya pada rakyat yang

diperjuangkannya dibuktikan sampai akhir hayatnya, dengan wasiatnya yang terakhir bahwa bila

dipanggil oleh Yang Maha

Kuasa ia ingin dikuburkan di tengah-tengah rakyat, yaitu di Tanah Kusir yang merupakan tempat

peristirahatan terakhir Bung Hatta. Kepergiannya merupakan duka yang amat mendalam bagi

seluruh rakyat Indonesia.

Page 19: Tugas akhir phb

DAFTAR PUSTAKA

Adnan Buyung Nasution, 1995. Aspirasi Pemerintah Konstitusional di Indonesia:

Studi Sosio-Legal Atas Konstituante 1956-1959. Jakarta: Grafiti.

A.H. Nasution, 1977. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid I. Bandung:

Disjarah Angkatan darat dan Angkasa.

Ahmad Syafii Maarif, 1987. Islam dan Dan Masalah Kenegaraan: Studi Tentang

Percaturan Dalam Konstituante. Jakarta: LP3ES.

Ahmad Syafii Maarif, 1999. Nasionalisme, Demokrasi, dan Keadilan Sosial.

Yogyakarta: Perpustakaan Hatta.

Ahmad Syafii Maarif, 1996. Demokrasi dan Nasionalisme Pengalaman Indonesia.

Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.

Alfian, 1992. Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Kehidupan Politik. Jakarta: Perum

Percetakan Negara.

Alfian, 1981. Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia: Kumpulan Karangan.

Jakarta: Gramedia.

Bambang Sunggono, 1994. Bantuan hokum dan hak Azasi Manusia. Bandung

Mandar Maju.

Deliar Noer, 1990. Mohammad Hatta: Biografi Politik. Jakarta: LP3ES.

Mohammad Hatta, 1953. Kumpulan Karangan Jilid I. Jakarta: Bulan Bintang.

Mohammad Hatta, 1953. Dasar Politik Luar Negeri Indonesia. Jakarta: Tintamas.

Mohammad Hatta, 1960. “Demokrasi Kita”, dalam Panji Masyarakat. No.22, 1 Mei

1960.

Mohammad Hatta, 1977. Pengertian Pancasila. Jakarta: Idayu Press.

Mohammad Hatta, 1978. Memoir. Jakarta: Tintamas.

Mohammad Hatta. 1966. Demokrasi Kita. Jakarta: Idayu Press

Mohammad Hatta, 1972. Portrait of Patriot. Alih bahasa Deliar Noer. The Hauge

Paris: Mouton Publishers.