transport

14

Click here to load reader

Upload: daniel-fuller

Post on 28-Jun-2015

198 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: transport

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 13-14 Nopember 2009

1066

KEBIJAKAN SISTEM TRANSPORTASI BARANG MULTIMODA (Studi Kasus Jaringan Transportasi di Provinsi NAD)

Abstract: More than 95% of freights movement in the province of Aceh is done by the road mode. While the entire province is surrounded by sea, where the movement can be done with sea mode transportation. Railway in the province of Aceh began operating in 1906, and its heyday in Aceh was in 1939, there were a series of 6 trains per day by 8.500 passengers traffic and 500 tons of freight, but the operation was closed in 1982. Central government with the Aceh provincial government wants to revitalize the railway and there are plans to build a new highway from Banda Aceh to North Sumatra borders, but is constrained by costs. This cause multimodal and intermodal transportation can not be done. Lack of attention to the multimodal transportation network system cause road mode is still a major choice and tend to overload. This study was conducted in connection with the overload effect on the freight transport by truck in Aceh province affects road damage and maintenance costs. To solve the overload problem is to do a study on the multimodal/intermodal freight transportation system for future transportation efficiency. Because of budget constraints, it is necessary to do multimodal network planning optimization of 6 segments of railroad and 4 segments of new highway with a full combination system. Optimization results show that the combination of the railroad revitalization is the best option.

1. LATAR BELAKANG

Berdasarkan data survey asal tujuan transportasi nasional, ATTN 2001 dan 2006, secara nasional hampir 90% pergerakan barang dilakukan dengan moda darat (jalan), 7% dengan moda laut, dan sisanya dengan moda lain (seperti kereta api, pesawat terbang dan angkutan sungai dan penyeberangan). Kurangnya perhatian terhadap pergerakan barang dengan moda laut dan kereta api, terutama disebabkan oleh kurangnya ketersediaan prasarana dan sarana serta lemahnya sistem dan regulasi, maka pergerakan barang melalui jalan masih merupakan pilihan yang dianggap lebih efisien. Pilihan ini tentu berpengaruh terhadap beban lalu lintas di jalan raya dan mempercepat tingkat kerusakan jalan, apalagi masih diberikannya toleransi muatan truk melebihi tonase yang diizinkan.

Pergerakan barang di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) masih didominasi oleh moda jalan (95%) dan cenderung dengan muatan berlebih, walaupun pemerintah provinsi NAD melalui Dinas Perhubungan telah mengeluarkan batasan kelebihan muatan hanya 30% pada tahun 2008. Jembatan timbang yang seharusnya merupakan tempat untuk mengukur kendaraan bermuatan lebih atau tidak, namun sejak otonomi daerah banyak dimanfaatkan untuk menaikkan pendapatan asli daerah (Media Indonesia, 4 agustus 2004). Organda pusat melaporkan bahwa pungutan liar terhadap angkutan jalan raya, terutama truk-truk yang mengangkut barang mencapai 18 trilliun rupiah per tahun (Liputan 6 pagi SCTV Rabu 21 Maret 2007). Sementara pungutan resmi pergerakan barang melalui moda jalan ini yang mencapai 50 trilliun rupiah pertahun. Jika dibandingkan dengan rencana biaya pemeliharaan jalan yang hanya 12,04 trilliun untuk tahun 2009 (Kompas, 22 pril 2008), ini artinya biaya

Sofyan M. Saleh Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala

Jln Syeh Abdurrauf No. 7 Darussalam Banda Aceh, 23111 Telp/Fax +62-651-755 20 18 [email protected],

Ofyar Z. Tamin Program Studi Teknik Sipil FTSL Institute Technology Bandung (ITB) Jl. Ganesha 10 Bandung – 40132 Tel/Facs +62-22-250 23 50 E-mail : [email protected]

Ade Sjafruddin. Program Studi Teknik Sipil FTSL Institute Technology Bandung (ITB) Jl. Ganesha 10 Bandung – 40132 Tel/Facs +62-22-250 23 50 E-mail : [email protected]

Russ Bona Frazila Program Studi Teknik Sipil FTSL Institute Technology Bandung (ITB) Jl. Ganesha 10 Bandung – 40132 Tel/Facs +62-22-250 23 50 E-mail : [email protected]

Page 2: transport

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 13-14 Nopember 2009

1067

pemeliharaan hanya 67 persen dari nilai pungli yang dilakukan, dan hanya 24 persen saja dari pungutan resmi.

Dari hasil survey yang dilakukan Bank Dunia dan BRR (2006), terhadap perjalanan truk dan pungutan liar di Aceh pada angkutan barang trayek antara Medan – Banda Aceh dan sebaliknya bahwa terjadi pungutan tidak resmi (pungli) antara Rp. 242.500 hingga Rp. 500.000 untuk sekali jalan. Jika diambil rata-rata setiap truk harus membayar 350.000 rupiah sekali jalan dengan jarak kurang lebih 600 kilometer dan setiap truk diasumsikan rata-rata mengangkut 18 ton barang, maka biaya tak terduga menjadi sebesar Rp. 32,41 per ton-kilometer. Sementara dengan penerapan sistem denda terhadap kelebihan beban seharusnya dikenakan sebesar Rp. 41,9 per ton-kilometer (Sofyan, dkk. 2009).

Dalam masalah kerusakan jalan ini, terjadi saling klaim antara Departemen Perhubungan (Dephub) dan Departemen Pekerjaan Umum (DPU). Dephub menilai kerusakan jalan yang terjadi bukan hanya akibat kelebihan beban dan bencana alam, namun lebih banyak disebabkan oleh konstruksi jalan yang tidak memenuhi standar. Sementara DPU menuding bahwa kerusakan jalan terjadi semakin cepat karena jalan dibebani melebihi kapasitasnya.

Oleh karena itu suatu sistem transpotasi barang multimoda dan antarmoda untuk mengantisipasi kerusakan jalan akibat beban berlebih perlu dilakukan dengan optimasi perencanaan jaringan transportasi multimoda.

Tujuan studi ini adalah untuk pengembangan model optimasi perencanaan jaringan transportasi multimoda berdasarkan total biaya transportasi dan biaya penanganan prasarana melalui kombinasi penanganan jaringan sebagai masukan kepada pengambil kebijakan sistem transportasi barang multimoda untuk mengurangi kerusakan jalan akibat beban berlebih.

2. PERMASALAHAN DAN KEPUSTAKAAN

Berbeda dengan moda lain, moda jalan dengan truk selama ini telah menyebabkan banyak hal diantaranya adalah :

• Menambah beban dan mengganggu kelancaran arus lalu lintas • Volume barang yang diangkut cenderung melebihi beban yang diijinkan • Mempercepat kerusakan konstruksi jalan dan menyebabkan rendahnya kinerja

jaringan jalan. Untuk menjaga agar konstruksi jalan sesuai dengan umur rencana (masa layan), dan dengan biaya pemeliharaan yang sesuai rencana, maka diperlukan suatu kebijakan untuk memperkecil pelanggaran beban berlebih dengan mengalihkan pengangkutan barang malalui moda laut dan moda kereta api. Pemerintah pusat melalui Departemen Perhubungan dan pemerintah Provinsi NAD telah merencanakan untuk membangun kembali (merevitalisasi) jalan kereta api dari Besitang (batas Sumatera Utara) sampai ke Banda Aceh pada lintasan eksisting sepanjang 486 km, dan sebagiannya telah terealisasi antara Bireuen – Lhokseuamwe (Dephub dan SNCF International, 2005). Demikian juga dengan rencana pemerintah provinsi NAD untuk membangun jalan baru setara dengan jalan kelas I pada Lintas Timur (Highway Lintas Timur) NAD sepanjang 391,5 km yang sudah selesai tahap preliminary design (BRR Aceh dan Nias, 2008). Selain itu telah dilakukan peningkatan beberapa pelabuhan laut dan pelabuhan udara, maka sudah selayaknya dilakukan kajian tentang sistem transportasi barang multimoda dan intermoda di provinsi NAD.

Page 3: transport

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 13-14 Nopember 2009

1068

Pembangunan kembali jalan kereta api dan rencana jalan baru terkendala masalah keterbatasan anggaran. Untuk itu diperlukan suatu kajian dengan melakukan optimasi perencanaan jaringan transportasi multimoda untuk menentukan prioritas penanganan jaringan tersebut. Transportasi barang multimoda diharapkan dapat mengurangi beban di jalan raya, sehingga dapat mengurangi kerusakan jalan, terutama akibat beban berlebih. Secara umum kerusakan konstruksi jalan dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu kerusakan akibat “kegagalan konstruksi” disebabkan mutu pelaksanaan yang tidak sesuai, dan kerusakan akibat “pemanfaatan” yang tidak sesuai ketentuan (misal overload) ataupun penyimpangan iklim/cuaca (Ali, 2004). Dalam konteks penulisan ini, hanya dibatasi akibat pemanfaatan yang tidak sesuai, sementara untuk kegagalan konstruksi dan penyimpangan iklim dan cuaca serta faktor regional lainnya idealnya telah ikut diperhitungkan saat setiap perencanaan konstruksi. Daya rusak kendaraan (vehicle damage factor, vdf) adalah angka yang memperlihatkan jumlah lintasan dari sumbu tunggal roda ganda seberat 18 kips atau 8,16 ton yang akan menyebabkan kerusakan yang sama atau penurunan indeks permukaan yang sama apabila kendaraan tersebut lewat satu kali. Setiap jenis kendaraan memiliki konfigurasi yang berbeda, dengan demikian setiap kendaraan akan memiliki daya rusak yang merupakan jumlah angka ekivalen beban sumbu depan, sumbu tengah, dan sumbu belakang. Oleh karena itu Bina Marga telah menetapkan suatu formula untuk Daya Rusak Kendaraan (VDF) seperti pada Persamaan II.1 berikut ini.

belakangsbtengahsbdepansb DFDFDFVDF ___ ++= II.1

Pengaruh dari beban berlebih terhadap ekivalen sumbu standar adalah sangat mempengaruhi daya tahan perkerasan jalan yang diketahui melalui jumlah kumulatif ekivalen sumbu standar atau lebih sering disebut dengan CESAL (Cummulative Equivalent Standard Axle Load). Besarnya CESAL ini dapat ditentukan dengan Persamaan II.2 berikut ini.

CESAL = ∑Mopen

TrailerTraktor ,m x 365 x AE x C x N II.2

Dimana; CESAL = Cummulative Equivalent Standard Axle Load m = Jumlah masing-masing lalu lintas menurut jenis kendaraan 365 = Jumlah hari dalam setahun AE = Angka Ekivalen beban sumbu C = Koefisien distribusi kendaraan N = Faktor hubungan UR yang sudah disesuaikan dengan perkembangan lalu lintas

Untuk menghitung laju pertambahan kekasaran permukaan jalan atau prediksi IRI dapat digunakan persamaan II.3 yang diambil dari Paterson (1987) yaitu:

RIt = (RI0 + 725 (1+SNC)-5 . NEt) e0.0153t II.3

Di mana:

RIt = Kekasaran pada waktu t, IRI Prediksi (m/km)

RI0 = Kekasaran awal, IRI (m/km) NEt = Nilai ESAL pada saat t (per 1 juta ESAL) SNC = Nilai kekuatan perkerasan (Structure Number Capacity) yang tergantung pada

setiap jenis perkerasan

Page 4: transport

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 13-14 Nopember 2009

1069

Jika disumsikan pada awal tahun pembukaan jalan nasional jenis perkerasan lentur dengan lebar jalan 7 meter, nilai IRI awal diasumsikan adalah 2,0, dan setelah dilakukan overlay IRI prediksi diasumsikan dikurangi 2,0, dan setelah Peningkatan IRI awal menjadi 2,0 kembali.

Asumsi lain adalah ¤ 0<IRI<4,5 pemeliharaan rutin dan 4,5<IRI<8 pemeliharaan berkala (IRMS, 2001) ¤ biaya pemeliharaan dan peningkatan disesuaikan dengan SBK untuk NAD terlampir ¤ tingkat pertumbuhan lalu lintas angkutan barang 6% pertahun,

Paterson (1987) melaporkan bahwa hubungan antara IRI dan PSI untuk kondisi dimana data atau prediksi nilai cracking, patching, dan rutting tidak tersedia, maka untuk prediksi PSI dapat digunakan Persamaan II.4 berikut ini;

PSI = 5 e -0.18(IRI) II.4

Setelah IRI diketahui, maka dapat ditentukan jenis pemeliharaan jalan. Selanjutnya untuk menghitung total biaya pemeliharaan jalan adalah biaya pemeliharaan per kilometer dikalikan dengan panjang jalan masing-masing segmen sesuai dengan standar biaya khusus (SBK) seperti pada Lampiran I halaman 12.

Selain masalah biaya penanganan prasarana jalan, masih ada fungsi biaya pada ruas berkaitan dengan tarif transportasi dan berkurangnya nilai barang akibat waktu yang diperlukan dalam perjalanan. Rumusan fungsi biaya pada ruas secara umum dapat dilihat pada persamaan II.5 (Tavasszy, 1996).

allllggl cdTc ++= ρα .., (II.5)

di mana glc , = Generalised cost pada link l untuk produk g.

gα = Nilai waktu produk. Tl = Waktu yang diperlukan produk untuk menempuh link l dl = Panjang ruas.

lρ = Biaya operasi kendaraan (tarif). alc = Biaya lain-lain

Fungsi biaya pada transfer berkaitan dengan tarif bongkar muat dan berkurangnya nilai barang akibat waktu yang diperlukan dalam proses bongkar muat pada pergerakan multimoda dan antarmoda. Rumusan fungsi biaya pada transfer dapat dilihat pada persamaan II.6.

atttggt ccTc ++= ., α (II.6)

di mana gtc , = Generalised cost pada transfer t untuk produk g.

gα = Nilai waktu produk g. Tt = Waktu transit produk pada transfer t. ct = Biaya bongkar/muat pada transfer t.

atc = Biaya lain-lain.

Untuk keperluan rencana pengembangan jaringan transportasi multimoda dengan keterbatasan dana, maka diperlukan suatu metoda yang tepat agar fungsi tujuan untuk meminimalisir biaya pemeliharaan jalan dan total biaya transportasi dari rencana tersebut dapat tercapai dengan optimal. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi pengambil kebijakan dalam menentukan

Page 5: transport

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 13-14 Nopember 2009

1070

prioritas penanganan jaringan transportasi di masa yang akan datang baik pembangunan jaringan baru ataupun revitalisasi jaringan yang telah ada. Masalah perencanaan jaringan berkaitan dengan penentuan konfigurasi jaringan untuk memenuhi suatu fungsi tujuan tertentu. Perencanaan jaringan ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu dengan menganggap jaringan sebagai entitas menerus yang dikenal dengan continuous network design problem (CNDP) dan dengan menganggap jaringan sebagai entitas tidak menerus yang dikenal sebagai discrete network design problem (DNDP). Banyak metoda yang telah dikembangkan untuk memecahkan permasalahan desain jaringan dengan pendekatan CNDP dan DNDP. Allsop (1974) dan Gartner (1976) dalam Frazila (2005) menggunakan proses iterasi dengan bi-level programming, yaitu proses desain pada level kedua (upper level problem) dan pembebanan/assignment pada level pertama (lower level problem), untuk desain kontrol lalu lintas. Model optimasi yang dikembangkan dalam studi ini menggunakan pendekatan DNDP (discrete network design problem), dimana desain jaringan dilihat sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi penanganan yang memenuhi batasan tertentu dan memiliki nilai fungsi obyektif paling optimum. Formulasi untuk fungsi obyektif dari model optimasi ini adalah sebagai berikut:

(II.7)

Dengan variabel y merepresentasikan kombinasi ruas, maka fungsi obyektif di atas adalah berarti mencari kombinasi ruas yang memberikan nilai F paling minimum. Nilai F diperoleh dari fungsi biaya perjalanan (Ca( )) dan biaya prasarana (Ga( )). Kedua fungsi tersebut dipengaruhi oleh variabel arus di ruas (x*

a) dan kombinasi ruas (y). Di lain sisi, kombinasi ruas tersebut harus memenuhi syarat (subject to), bahwa biaya di rute termurah (Cp*) untuk setiap pasangan centroid w harus lebih kecil dari suatu nilai (B), atau dengan kata lain setiap pasangan centroid harus terhubung (konektifitas antar pasangan centroid harus eksis). Arus (x*

a) merupakan solusi dari pembebanan equilibrium matriks asal tujuan pada jaringan yang memenuhi persamaan sebagai berikut

(II.8)

Untuk kasus dengan jumlah ruas yang kecil, metoda yang mencoba seluruh kombinasi (Full Combination) akan lebih baik, karena hasilnya lebih pasti dengan usaha yang tidak terlalu berat (tidak perlu membangun prosedur perhitungan yang rumit). Namun bila melibatkan banyak ruas, harus digunakan metoda yang lebih efektif, mengingat jumlah kombinasi yang terjadi adalah 2n-1 (Frazila, dkk, 2008). Sementara jika hanya terdapat 10 segmen yang ditinjau, maka jumlah kombinasinya adalah hanya 1.023, maka kombinasi penuh dapat dilakukan.

{ }∑∈∈

+=Aa

*aa

*aaYy

)y,x(G)y,x(C)y,x(Fmin

∑∈

≤Ww

w*p B)y,T(Ctosubject

∑ ∫∈

=Aa

x

0ax

dw)y,w(Czmina

∑∈

∈∀=Pp

wwp WwThtosubject

AahxWw Pp

wap

wpa ∈∀= ∑∑

∈ ∈

δ

Page 6: transport

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 13-14 Nopember 2009

1071

3. METODOLOGI

Dalam tulisan ini fokus utama adalah mendapatkan kinerja masing-masing segmen jalan pada kondisi transportasi barang saat ini (kondisi eksisting), sehingga didapat besarnya biaya penanganannya pada setiap segmen jalan. Gabungan dari beberapa segmen jalan menjadi satu kesatuan lintas disebut koridor. Dalam satu koridor bisa saja dilayani oleh lebih dari satu moda, maka akan terjadi transportasi multimoda dalam satu perjalanan asal tujuan. Untuk itu biaya penanganan prasarana dan total biaya transportasi (total travel cost) dari masing-masing moda dapat dihitung pada setiap koridor. Untuk wilayah studi kasus ada 3 koridor yaitu koridor lintas Timur, koridor lintas Tengah, dan koridor lintas Barat. Dalam analisis kinerja jaringan transportasi multimoda untuk langkah awal diasumsikan bahwa moda kereta api dan moda laut telah dapat beroperasi sesuai kebutuhan untuk angkutan barang dan penumpang antar kota. Ada 6 (enam) skenario dilakukan untuk mengetahui pengaruh beban berlebih terhadap kerusakan jalan dan total biaya transportasi. Pada Tabel 1 berikut ini ditampilkan ke enam skenario penelitian pada lintas Timur NAD. Tabel 1 Skenario penelitian yang dilakukan pada Lintas Timur NAD No Skenario Notasi Uraian

1. Do Nothing (Moda Jalan)

DN Pergerakan barang dengan beban truk sesuai hasil survey di jembatan timbang Semadam (Perbatasan NAD-SUMUT).

2.. Do Something-1 (moda jalan)

DS-1 Skenario dimana setiap jenis truk barang dibebani rata-rata 50% melebihi Jumlah beban yang diijinkan (JBI)

3. Do Something-2 (moda jalan)

DS-2 Skenario dimana beban maksimum setiap truk sesuai dengan jumlah beban yang diijinkan (JBI)

4. Do Something-3 (Multimoda)

DS-3 Dua moda (moda Jalan dan Kereta Api) sekaligus dioperasikan, tetapi moda laut tidak dibebankan

5. Do Something-4 (Multimoda)

DS-4 Dua moda (moda jalan dan moda laut) sekaligus dioperasikan, tetapi moda kereta api tidak dibebankan

6. Do Something-5 (Multimoda)

DS-5 Ketiga moda (Jalan, KA, dan laut) sekaligus dioperasikan.

Total barang dan penumpang yang diangkut untuk semua skenario adalah sama. Namun jumlah kendaraan yang berbeda sesuai dengan beban yang diangkut masing-masing kendaraan pada setiap skenario. Khusus untuk moda kereta api, diasumsikan bahwa stasiun untuk transit hanya ada disetiap pusat zona dan hanya ada di lintas Timur NAD. Sementara untuk pelabuhan laut di lintas Timur hanya di Malahayati (Banda Aceh), Krueng Geukueh (Lhokseumawe), dan Kuala Langsa di Langsa, serta Belawan di Medan. Dari ke enam skenario di atas semuanya didasarkan pada prediksi MAT selama 20 tahun (rentang waktu analisis), dimana volume pergerakan barang dan penumpang yang mempengaruhi beban lalu lintas adalah sama. Dengan demikian pada skenario DN jumlah kendaran truk akan berbeda dengan DS-1, dan DS-2, walaupun masih menggunakan satu moda (moda jalan). Khusus untuk moda jalan, dengan jumlah truk yang berbeda dan vehicle damage faktor (VDF) yang berbeda pula, akan berpengaruh terhadap besaran kumulatif ESAL dan IRI, sehingga mengakibatkan perubahan jenis pemeliharaan dan biaya penanganan jalan bervariasi sepanjang waktu analisis. Setelah dilakukan skenario multimoda, (DS-3, DS-4, dan DS-5), perbedaan nilai kumulatif ESAL dan IRI akan semakin berbeda, karena diasumsikan 20% barang telah beralih ke moda kereta api (DS-3) dan 10% beralih ke moda laut (DS-4), terutama barang-barang berat. Hasil

Page 7: transport

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 13-14 Nopember 2009

1072

dari analisis ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengambil kebijakan tentang angkutan barang di masa yang akan datang.

Skenario pada Tingkat Jaringan

Hasil dari analisis pada 6 (enam) skenario di atas didapat satu skenario terbaik, yaitu dengan total biaya transportasi terendah selama rentang waktu analisis. Untuk mendapatkan biaya paling minimum dengan waktu pelayanan paling maksimum dilakukan dengan sistem optimum (Optimasi) pada tingkat seluruh jaringan di NAD. Model optimasi yang dikembangkan dalam studi ini menggunakan pendekatan DNDP (discrete network design problem), dimana desain jaringan dilihat sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi penanganan yang memenuhi batasan tertentu dan memiliki nilai fungsi tujuan paling optimum Urutan kerja dari model optimasi ini akan mengikuti bagan alir seperti pada Gambar 1 di bawah ini. Proses perhitungannya dibagi menjadi dua tingkatan (lebih dikenal sebagai bi-level programming), dimana level pertama merupakan proses pembentukan kombinasi ruas, penilaian konektifitas serta pembebanan (assignment) dan di level kedua merupakan perhitungan fungsi tujuan serta penentuan kombinasi yang optimum.

Gambar 1 Langkah Kerja Optimasi Perencanaan Jaringan

Analisis dilakukan terhadap pergerakan barang dan orang dengan kondisi prasarana yang tersedia saat ini (eksisting) terutama yang berkaitan dengan prasarana transportasi darat, dan laut, sementara moda udara diabaikan. Data input untuk keprluan optimasi, seperti kapasitas moda, kecepatan moda, tarif baik di lintas maupun di simpul dapat dilihat pada Lampiran II halaman 13. Analisis dilakukan untuk pergerakan barang unimoda (yaitu hanya dengan moda jalan), multimoda dan antarmoda dengan tidak membedakan jenis komoditi. Hal ini dilakukan mengingat sulitnya memperoleh data jenis komoditi untuk keperluan analisis.

Page 8: transport

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 13-14 Nopember 2009

1073

Langkah awal dalam optimasi ini adalah terlebih dahulu mengetahui besarnya pergerakan barang dan orang berdasarkan data ATTN dan sosioekonomi wilayah kajian, pembentukan model, kalibrasi model dan validasi dengan data lapangan dan dilanjutkan dengan estimasi kebutuhan transportasi di masa depan. Berdasarkan estimasi besarnya potensi pergerakan barang, jenis moda yang digunakan dan karakteristik jaringan yang tersedia (baik eksisting maupun rencana pengembangan) dengan beberapa kombinasi penanganan jaringan, dilakukan multimodal assignment untuk rentang waktu 20 tahun. Peta jaringan jalan dan rencana pegembangan jaringan multimoda dapat dilihat pada Lampiran III halaman 14. Dari hasil multimodal assignment akan diketahui besarnya arus untuk setiap moda baik di lintas maupun di simpul (terminal). Berdasarkan besarnya arus pergerakan barang dan orang dapat dihitung biaya penanganan prasarana, biaya tarif, biaya waktu dan biaya transfer untuk pergerakan antarmoda serta menghasilkan total biaya transportasi. Hal lain yang didapat dari multimodal assignment adalah kondisi jalan setiap tahun tinjauan selama rentang waktu analisis (20 tahun) yang dipengaruhi oleh besarnya arus di setiap ruas dan skenario pemeliharaan jalan, maka akan diperoleh besarnya biaya penanganan jalan (recovery cost). Berdasarkan biaya penanganan dan biaya transportasi diperoleh total biaya tahunan selama 20 tahun. Untuk merumuskan kebijakan sistem transportasi barang multimoda akan dipilih kombinasi penanganan terbaik dan biaya terendah dengan melakukan optimasi dengan sistem kombinasi penuh (full combination) terhadap masing-masing segmen dari jaringan jalan eksisting ditambah dengan rencana Revitalisasi Jalan Kereta Api di Lintas Timur NAD dan rencana pengembangan jaringan jalan baru (Highway Lintas Timur NAD), serta mengaktifkan semua pelabuhan yang telah dilakukan pembangunannya selama masa rehabilitasi dan rekonstruksi.

4. HASIL DAN PEMECAHANNYA

Setelah dilakukan pembebanan pada ke enam skenario terhadap seluruh jaringan yang ada di provinsi NAD, maka biaya pemeliharaan jalan bervariasi menurut koridor masing-masing terhadap kondisi eksisting (DN). Hasil analisis terhadap biaya pemeliharaan (recovery cost) rata-rata per kilometer per tahun dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini.

346.

22

45.5

619

.80

559.

7158

.89

29.0

8

191.

21

35.9

019

.80

160.

26

35.9

019

.80

167.

73

35.9

019

.80

156.

97

35.9

019

.80

0.00

300.00

600.00

Biay

a pe

r KM

(Jut

a ru

piah

)

DN DS-1 DS-2 DS-3 DS-4 DS-5

Lintas Timur NAD

Lintas Barat NAD

Lintas Tengah NAD

Gambar 2 Perbandingan biaya pemeliharaan jalan antara skenario DN dan 5 skenario lainnya Selain biaya pemeliharaan jalan rata-rata per kilometer per tahun dapat diketahui juga total biaya transportasi. Biaya tersebut mencakup biaya tarif penumpang dan barang, biaya waktu penumpang dan barang serta biaya transfer untuk barang pada skenario multimoda (DS-3, DS-4, dan DS-5). Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 2 halaman berikut ini.

Page 9: transport

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 13-14 Nopember 2009

1074

Dari tabel 2 terlihat bahwa untuk jangka panjang, dimana kebutuhan akan transportasi semakin meningkat, maka sistem transportasi barang multimoda dan antarmoda lebih menguntungkan. Hal ini dapat dilihat baik dari biaya penanganan prasarana maupun dari total biaya transportasinya. Bila dibandingkan semua skenario terhadap skenario DN dengan nilai sekarang (present value) 2007 selama 20 tahun tinjauan, maka skenario DS-5 merupakan yang terbaik dan dapat dihemat biaya total transportasi sebesar 9,4 trilliun rupiah (24%). Skenario DS-5 adalah skenario multimoda dan antarmoda antara moda jalan, moda kereta api dan moda laut. Nilai penghematan tersebut didapat dengan asumsi hanya mengalihkan 20% pergerakan barang ke moda kereta api dan 10% ke moda laut.

Tabel 2. Perbandingan Total Biaya Transportasi Selama 20 tahun pada nilai sekarang (Present Value) dengan discount rate 12%

Penanganan Prasarana

Tarif Penumpang Tarif Barang Waktu

PenumpangWaktu Barang Transfer Total

DN 990.51 1,299.28 34,985.03 423.27 1,787.86 - 39,485.96 DS-1 1,625.41 1,299.28 34,985.03 353.94 1,477.01 - 39,740.68 DS-2 531.87 1,299.28 29,849.34 549.39 2,302.93 - 34,532.82 DS-3 490.05 1,201.65 26,452.66 392.37 1,580.79 252.88 30,370.40 DS-4 469.91 1,299.28 26,530.24 461.54 1,890.39 293.96 30,945.33 DS-5 481.43 1,201.65 26,110.50 380.74 1,536.36 385.92 30,096.61

SkenarioPrediksi Biaya selama 20 Tahun dg denda dan biaya lainnya (Milyar rupiah) dg nilai sekarang

Melihat hasil analisis terhadap 6 skenario di atas, dimana skenario DS-5 yaitu multimoda dan antaramoda yang terbaik, maka perlu dilakukan optimasi perencanaan jaringan transportasi di wilayah NAD dengan menggunakan program komputer bahasa Fortran, dan mengikuti langklah kerja seperti pada gambar 1 di atas, dengan data input pada Lampiran II. Optimasi perencanaan jaringan dimulai tahun 2010, disesuaikan dengan arah kebijakan pengembangan sistem transportasi di NAD. Hasil optimasi menunjukkan bahwa 6 segmen revitalisasi jalan kereta api mendapat prioritas penanganan secara bertahap sampai tahun 2020. Sementara 4 segmen pembangunan jalan raya baru mendapat prioritas lanjutan sampai tahun 2026. Hasiln optimasi berupa urutan prioritas penanganan dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Urutan prioritas perencanaan pengembangan jaringan transportasi multimoda hasil optimasi di provinsi NAD

No

Nama Segmen

Panjang (KM)

Biaya Konstr Rata-rata

(Milyar rp/KM)

Urutan penanganan Hasil optimasi

Keterangan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Bireuen - Lhokseumawe Perlak – Langsa Lhokseumawe - Perlak Langsa – Batas Sumut Sigli - Bireuen Banda Aceh – Sigli Perlak – Batas Sumut Banda Aceh – Sigli Sigli – Lhokseumawe Lhokseumawe - Perlak

69,5 65,0 77,0 69,0

101,5 93,8 76,6 96,4

115,4 103,0

16,174 16,174 16,174 16,174 16,174 16,174 29,790 31,080 31,850 29,050

I (2010) II (2012) III (2014) IV (2016) V (2018) VI (2020) VII (2022) VIII (2024) IX (2025) X (2026)

Revitalisasi Jln KA-3 Revitalisasi Jln KA-5 Revitalisasi Jln KA-4 Revitalisasi Jln KA-6 Revitalisasi Jln KA-2 Revitalisasi Jln KA-1 Highway Lintim HW-4 Highway Lintim HW-1 Highway Lintim HW-2 Highway Lintim HW-3

Sumber; Hasil optimasi berdasarkan data input rencana jaringan dari Dinas Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi NAD (2008) dan Dephub & SNCF (2005)

Dari hasil optimasi dapat dilihat bahwa revitalisasi jalan kereta api mendapat prioritas dibandingkan dengan rencana jalan baru. Revitalisasi jalan kereta api juga yang mempunyai akses ke pelabuhan Lhokseumawe dan Pelabuhan Langsa yang mendapat urutan prioritas 1 dan 2. Hal ini terjadi karena sistem multimoda dan antarmoda telah terjadi, sehingga pergerakan barang dengan biaya terendah yang akan dipilih oleh user. Oleh karena itu sudah selayaknya pengambil kebijakan untuk menerapkan transportasi barang multimoda ataupun

Page 10: transport

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 13-14 Nopember 2009

1075

antarmoda terpadu di Indonesia, agar beban lalu lintas di jalan raya dapat dikurangi, dan sekaligus meminimalisir kerusakan jalan sehingga biaya pemeliharaan jalan dapat dialihkan ke pembangunan jaringan jalan baru.

Gambar 3 Hasil pembebanan awal optimasi 2010 (kiri) dan revitalisasi jalan kereta api selesai 2020 (kanan) Setelah diketahui bahwa sistem transportasi barang multimoda dan antarmoda adalah yang terbaik, maka dilakukan kembali analisis tentang Total biaya transportasi pada 3 skenario, yaitu skenario DN, DS-2, dan DS-5. Hal ini dilakukan hanya untuk mengetahui seberapa besar perbedaan total biaya transportasi termasuk biaya penanganan prasarana (recovery cost). Hasilnya Dari ketiga skenario setelah dilakukan optimasi perencanaan jaringan transportasi dapat dilihat bahwa sistem transportasi multimoda dan antarmoda merupakan yang terbaik. Hal ini bukan hanya akibat menurunnya biaya penanganan prasarana pada nilai sekarang, tetapi juga dari total biaya transportasinya. Hasil analisis transportasi barang multimoda dan antarmoda dapat menghemat biaya pada nilai sekarang (2007) sebesar 15,75 trilliun rupiah selama 20 tahun tinjauan (sampai tahun 2026) untuk wilayah NAD. Tabel 4. Perbandingan total biaya transportasi setelah optimasi

Penanganan Prasarana

Tarif Penumpang

Tarif Barang

Waktu Penumpang

Waktu Barang

Transfer Barang Total Biaya

DN-Opt 1.865,78 2.548,95 42.675,62 1.024,30 3.107,31 51.221,95 DS-2-Opt 1.023,92 2.538,69 42.817,12 1.208,65 3.522,73 51.111,10 DS-5-Opt 1.012,89 1.958,20 28.062,48 781,05 2.639,43 1.021,53 35.475,57

SkenarioPrediksi Biaya (Milyar rupiah) selama 20 Tahun dg Nilai sekarang (Present value) pd DR 12%

5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Biaya pemeliharaan jalan rata-rata per kilometer per tahun yang terendah untuk setiap koridor adalah dengan sistem transportasi barang multimoda atau skenario DS-5, dan yang tertinggi adalah skenario DS-1 (muatan truk berlebih 50%).

2. Penghematan total biaya transportasi dengan sistem multimoda bila dibandingkan terhadap skenario DN dengan nilai sekarang (present value) 2007 selama 20 tahun tinjauan, sebesar 9,4 trilliun rupiah (24%). Nilai penghematan tersebut didapat dengan asumsi hanya mengalihkan barang-barang berat 20% pergerakan barang ke moda kereta api dan 10% ke moda laut, sebelum dilakukan optimasi perencanaan jaringan.

Page 11: transport

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 13-14 Nopember 2009

1076

3. Hasil optimasi terhadap perencanaan jaringan transportasi multimoda menunjukkan bahwa revitalisasi jalan kereta api mendapat prioritas penanganan dibandingkan dengan rencana membangun jalan raya baru, walaupun dilakukan secara bertahap selama 10 tahun. Hasil analisis transportasi barang multimoda dan antarmoda setelah optimasi dapat menghemat biaya pada nilai sekarang (2007) sebesar 15,75 trilliun rupiah selama 20 tahun tinjauan (sampai tahun 2026) untuk wilayah NAD

4. Direkomendasikan untuk menerapkan kebijakan sistem transportasi barang dengan multimoda dan intermoda, terutama barang-barang berat yang selama ini dibawa dengan moda jalan, tujuannya adalah untuk mengurangi kerusakan jalan akibat beban berlebih.

5. Direkomendasikan agar pemerintah dalam hal ini Dep. Perhubungan untuk dapat mempertimbangkan kelanjutan revitalisasi jalan kereta api, agar transportasi barang dapat dilakukan dengan multimoda dan antarmoda dengan biaya dari hasil penghematan pada kesimpulan 2 dan 3 di atas.

6. DAFTAR PUSTAKA

1. Ali, M. A., (2004). Teknologi Perkerasan Jalan Beton Semen, Yayasan Pengembang Teknologi dan Manajemen, Jakarta.

2. BRR dan The World Bank, (2006), Perjalanan Truk dan Pungutan Liar di Aceh 3. Departemen PU. (2007), Panduan Analisa Harga Satuan Pekerjaan Jalan, Ditjen Bina

Marga Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. 4. Frazila, R.B., (2005), Optimizing the Design of Freight Transport Network in Indonesia,

Thesis Submitted for the Degree of Doctor of Engineering Department of Social and Environmental Engineering Graduate School of Engineering, Hiroshima University Japan.

5. Frazila, R.B., Tamin, O.Z., dan Saleh, S.M., (2008), Kebijakan Sistem Transportasi Barang Multimoda Dalam Upaya Mengurangi Kerusakan Jalan akibat Beban Berlebih, (Studi Kasus Wilayah Porong, Sidoarjo), Program Insentif Riset Terapan, TA 2008, KK Transportasi, FTSL ITB.

6. Frazila, R. B., Castro, J.T., Yamada, T., and Yakusawa H., (2005). Optimizing the Design of Multimodal Freight Transport Network in Indonesia. Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol.6, pp. 2894 – 2907.

7. Paterson, W.D.O. (1987): Road Deterioration and Maintenance Effect, Models for Planning and Management, The Highway Design and maintenance Standards Series, The John Hopkins University Press, Baltimore and London.

8. Sofyan, M.S., Tamin, O.Z., Sjafruddin, A,. Frazila, R.B., (2007), Upaya Mengurangi Tingkat Kerusakan Jalan Melalui Sistem Transportasi Barang Multimoda. Prosiding Forum Studi Transportasi Perguruan Tinggi se Indonesia ke X (FSTPT X), Universitas Tarumanagara, Jakarta.

9. Sofyan, M.S., Tamin, O.Z., Sjafruddin, A,. Frazila, R.B., (2007), Peran Jalan Dalam Pelayanan Distribusi Barang dan Strategi Multimoda Untuk Mengantisipasi Muatan Berlebih,. Prosiding Konferensi Nasional Teknik Jalan-8 (KNTJ-8) Jakarta.

10. Sofyan, M.S., Tamin, O.Z., Sjafruddin, A,. Frazila, R.B., (2008), Multimodal Freight Transportation Policy to Reduce Road Maintenance Cost as A Consequence of Overloading Truck. Proceeding of The Asia Pacific Conference (ASPAC) on Art, Science, Engineering & Technology (ASET), Solo.

11. Tamin, O.Z., (2003), Transport Planning and Modeling; Theory and Application. ITB Press. Bandung, Indonesia.

12. Tavasszy, L.A., (1996), Modelling European Freight Transport Flows, Thesis submitted for PhD study performed at the Transportation Planning and Traffic Engineering Section of the Faculty of Civil Engineering of Delft University of Technology, The Netherland.

Page 12: transport

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 13-14 Nopember 2009

1077

Lampiran I : Rekapitulasi Standar Biaya Khusus (SBK) Provinsi NAD

: NANGGROE ACEH DARUSSALAM

TAHUN : 2007

NO SATUAN HARGA (RP) KETERANGAN1 3 4 5I PEMELIHARAAN RUTIN PERKERASAN LENTUR

a Lbr Perk s/d 4,5 m dan Bahu 2x1 m KM 18,526,469.53 b Lbr Perk s/d 5 m dan Bahu 2x1m KM 19,512,813.09 c Lbr Perk s/d 6 m dan Bahu 2X1,5m KM 27,520,070.35

d Lbr Perk s/d 7 m dan Bahu 2x2 m KM 41,844,332.10 e Lbr Perk s/d 14 m; Bahu 2x2 m KM 59,874,125.00

II PEMELIHARAAN BERKALA PERKERASAN LENTURa Lbr Perk s/d 4,5 m dan Bahu 2x1m KM 515,820,012.26 b Lbr Perk s/d 5 m dan Bahu 2x1m KM 558,561,085.53 c Lbr Perk s/d 6 m dan Bahu 2X1,5m KM 652,957,080.26 d Lbr Perk s/d 7 m dan Bahu 2x2m KM 747,353,074.99 e Lbr Perk s/d 14 m; Bahu 2x2 m KM 1,401,106,337.18

III PENINGKATAN STRUKTUR PERKERASAN LENTURa1 Lbr Perk s/d 4,5 m dan Bahu 2x1m KM 1,656,537,336.45

Peningkatan Tanah ke AC-WCa2 Lbr Perk s/d 4,5 m dan Bahu 2x1m KM 1,496,399,475.09

Peningkatan LPB ke AC-WCa3 Lbr Perk s/d 4,5 m dan Bahu 2x1m KM 1,352,858,572.60

Peningkatan LPA ke AC-WCb1 Lbr Perk s/d 5 m dan Bahu 2x1m KM 1,824,163,034.79

Peningkatan Tanah ke AC-WCb2 Lbr Perk s/d 5 m dan Bahu 2x1m KM 1,641,289,551.14

Peningkatan LPB ke AC-WCb3 Lbr Perk s/d 5 m dan Bahu 2x1m KM 1,485,189,744.01

Peningkatan LPA ke AC-WCc1 Lbr Perk s/d 6 m dan Bahu 2X1,5m KM 2,198,954,644.16

Peningkatan Tanah ke AC-WCc2 Lbr Perk s/d 6 m dan Bahu 2X1,5m KM 1,985,437,495.67

Peningkatan LPB ke AC-WCc3 Lbr Perk s/d 6 m dan Bahu 2X1,5m KM 1,794,049,625.69

Peningkatan LPA ke AC-WCd1 Lbr Perk s/d 7 m dan Bahu 2x2 m KM 2,573,746,253.52

Peningkatan Tanah ke AC-WCd2 Lbr Perk s/d 7 m dan Bahu 2x2 m KM 2,324,642,913.62

Peningkatan LPB ke AC-WCd3 Lbr Perk s/d 7 m dan Bahu 2x2 m KM 2,101,357,065.31

Peningkatan LPA ke AC-WCe1 Lbr Perk s/d 14 m; Bahu 2x2 m KM 4,958,445,738.15

Peningkatan Tanah ke AC-WCe2 Lbr Perk s/d 14 m; Bahu 2x2 m KM 4,486,597,723.60

Peningkatan LPB ke AC-WCe3 Lbr Perk s/d 14 m; Bahu 2x2 m KM 4,040,026,026.97

Peningkatan LPA ke AC-WC

IV PENINGKATAN KAPASITAS PERKERASAN LENTURa Pelebaran Perkerasan 1,00M, Bahu 1 m KM 768,154,238.08 b Pelebaran Perkerasan 1,50M, Bahu 1 m KM 962,039,594.07 c Pelebaran Perkerasan 2,00M, Bahu 1 m KM 1,275,644,535.21 d Pelebaran Perkerasan 1,00M, Bahu 2 m KM 1,052,450,069.92 e Pelebaran Perkerasan 1,50M, Bahu 2 m KM 1,188,055,026.95 f Pelebaran Perkerasan 2,00M, Bahu 2 m KM 1,707,719,510.43

V PEMBANGUNAN JALAN BARU PERKERASAN LENTUR

a Lebaran Perkerasan 4,50M, Bahu 2X1 m KM 4,772,939,405.59 b Lebaran Perkerasan 5,00M, Bahu 2X1 m KM 5,137,992,515.40 c Lebaran Perkerasan 6,00M, Bahu 2X1,5 m KM 6,187,918,541.58 d Lebaran Perkerasan 7,00M, Bahu 2X2 m KM 7,978,149,805.28 e Lebaran Perkerasan 14,00M, Bahu 2X2 m KM 10,979,248,782.15

Sumber : Bina Marga (2007)

STANDAR BIAYA KHUSUS

URAIAN2

PROVINSI

Page 13: transport

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 13-14 Nopember 2009

1078

Lampiran II, data input untuk program optimasi Tabel II.1 Rata-rata Kapasitas Moda untuk Pergerakan Barang Regional

Moda Kapasitas Moda (dalam ton/jam)

Rel 154,0 – 384,9 Laut 312,3 – 764,2

(Sumber: Frazila, 2005) Tabel II.2 Kecepatan Moda pada Lintas

Moda Free flow speed (km/jam)

Jalan pada Jalan Arteri Jalan pada Jalan Kolektor Jalan pada Jalan Toll Kereta Api Laut Penyeberangan (Feri)

60 50 85 60

12 Knot (19,3 km/jam) 12 Knot (19,3 km/jam)

(Sumber: diolah dari Frazila, 2005) Tabel II.3 Prediksi Tarif di Lintas untuk setiap Moda Angkutan Barang dan Penumpang

Moda Tarif (di Lintas)

Barang (Rp./ton/km)

Penumpang (Rp./pnp./km)

Rel 150,0 50.0Laut 86,0 129,1Jalan 431,9 150,0Jalan Toll 461,9 737,5

(Sumber: Frazila, 2005 dan diolah dari Dephub & SNCF, 2005)

Tabel II.4 Prediksi Tarif di Simpul/Titik Perpindahan

Deskripsi Tarif (Rp./ton) Bongkar di Pelabuhan Utama 2.023,34Muat di Pelabuhan Utama 1.025,00Bongkar di Pelabuhan Lainnya 2.492,96Muat di Pelabuhan Lainnya 862,50Bongkar Muat di Stasiun KA 1.425,00Bongkar Muat di Terminal Truk 1.250,00

(Sumber: Frazila 2005)

Page 14: transport

Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya, 13-14 Nopember 2009

1079

Lampiran III. Peta jaringan eksisting dan rencana jaringan multimoda di provinsi NAD

18

1802

1801

1101

11

21

1

2

8

80110

1001901

9

1803 903

2102

2101

1003

5

5012103

1103

200220

2001

503

2003

1403

6016

170117

13

1301

4

401

102

191902

16

1601

1602

702

701

7

15

1501

1202

12

1201

302

3

301

202

201

1804

1805905 1005

2104

2105 1105

505

2004

2005

1405

19011904

1604

704

1204

304

204

101

104

502

1002

LintasRencana Highway Lintim NADLintas Jalan

Lintas Kereta ApiLintas Laut

Lintas TerminalCentroid Connector

Simpul Rencana HighwaySimpul Jalan

Simpul KASimpul Laut

Simpul TerminalCentroid

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:::

KETERANGAN

Ket. Pengembangan jaringan HW-1 = Renc. Highway segmen 1 (B. Aceh -Sigli) HW-2 = Renc. Highway segmen 2 (Sigli-L’Seumawe) HW-3 = Renc. Highway segmen 3 (L’Seumawe-Perlak) HW-4 = Renc. Highway segmen 4 (Perlak-Bts Sumut) KA-1 = Revit’lsi Jln KA segmen 5 (B. Aceh-Sigli) KA-2 = Revit’lsi Jln KA segmen 6 (Sigli-Bireuen) KA-3 = Revit’lsi Jln KA segmen 7 (Bireuen-L’Seumawe) KA-4 = Revit’lsi Jln KA segmen 8 (L’Seumawe-Perlak) KA-5 = Revit’lsi Jln KA segmen 9 (Perlak-Langsa) KA-6 = Revit’lsi Jln KA segmen 10 (Langsa-Bts Sumut)

HW-1

HW-2

HW-3

HW-4

KA-1KA-3

KA-2

KA-5

KA-4

KA-6

∑∈

∈ AiiiYy

hxmin *

∑∈Ai

ii ycts ..