translate rsi

30
Dokter kegawatdaruratan melakukan berbagai prosedur untuk menyelamatkan nyawa setiap hari, namun, tidak ada yang lebih penting dibandingkan penatalaksanaan jalan nafas yang efektif. Gangguan pada saluran napas adalah salah satu penyebab tersering dari angka kesakitan dan kematian pada anak-anak yang mengalami penyakit yang parah atau cedera. Hal ini dapat terjadi mendadak, tanpa peringatan apapun, dan membutuhkan tindakan segera, oleh karena itu, semua dokter kegawatdaruratan harus memiliki pengetahuan tentang pengelolaan jalan napas dengan menggunakan metode rapid sequence intubation (RSI) dan teknik alternatif lainnya. Terlebih dahulu seorang dokter harus mengetahui perbedaan antara saluran nafas orang dewasa dengan anak, indikasi dari RSI, karakteristik dari terjadinya gangguan pada saluran nafas, pemilihan yang sesuai terhadap penggunaan obat sedatif dan muscle relaxan, mekanisme untuk mengkonfirmasikan penempatan alat pada saluran napas yang tepat, serta alternatif lain yang memungkinkan ketika RSI tidak berhasil. Pendahuluan Tujuan dari RSI adalah untuk menimbulkan keadaan tidak sadar dan menghambat sistem neuromuskular, sehingga memungkinkan untuk dilakukan intubasi endotrakeal tanpa menimbulkan ventilasi tekanan positif (VTP) . Mencegah terjadinya VTP sangatlah penting dalam situasi darurat, karena semua pasien dianggap memiliki lambung yang penuh, sehingga meningkatkan risiko terjadinya aspirasi isi lambung. Selain itu, tujuan dari RSI adalah untuk menurunkan respon fisiologis tubuh terhadap laringoskopi, sehingga pemberian agen farmakologis

Upload: ayu-yuliantari

Post on 26-Nov-2015

56 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

kjjnjnkjnkjnkn

TRANSCRIPT

Page 1: Translate RSI

Dokter kegawatdaruratan melakukan berbagai prosedur untuk menyelamatkan nyawa setiap

hari, namun, tidak ada yang lebih penting dibandingkan penatalaksanaan jalan nafas yang

efektif. Gangguan pada saluran napas adalah salah satu penyebab tersering dari angka

kesakitan dan kematian pada anak-anak yang mengalami penyakit yang parah atau cedera.

Hal ini dapat terjadi mendadak, tanpa peringatan apapun, dan membutuhkan tindakan segera,

oleh karena itu, semua dokter kegawatdaruratan harus memiliki pengetahuan tentang

pengelolaan jalan napas dengan menggunakan metode rapid sequence intubation (RSI) dan

teknik alternatif lainnya. Terlebih dahulu seorang dokter harus mengetahui perbedaan antara

saluran nafas orang dewasa dengan anak, indikasi dari RSI, karakteristik dari terjadinya

gangguan pada saluran nafas, pemilihan yang sesuai terhadap penggunaan obat sedatif dan

muscle relaxan, mekanisme untuk mengkonfirmasikan penempatan alat pada saluran napas

yang tepat, serta alternatif lain yang memungkinkan ketika RSI tidak berhasil.

Pendahuluan

Tujuan dari RSI adalah untuk menimbulkan keadaan tidak sadar dan menghambat sistem

neuromuskular, sehingga memungkinkan untuk dilakukan intubasi endotrakeal tanpa

menimbulkan ventilasi tekanan positif (VTP) . Mencegah terjadinya VTP sangatlah penting

dalam situasi darurat, karena semua pasien dianggap memiliki lambung yang penuh, sehingga

meningkatkan risiko terjadinya aspirasi isi lambung. Selain itu, tujuan dari RSI adalah untuk

menurunkan respon fisiologis tubuh terhadap laringoskopi, sehingga pemberian agen

farmakologis ajuvan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya bradikardi dan peningkatan

tekanan intrakranial (TIK) . Sekitar setengah dari RSI dilakukan pada keadaan traumatis,

sementara sisanya dilakukan dalam keadaan darurat medis seperti kejang, depresi status

mental (ingestions), dan asma. Sebanyak dua puluh lima persen ,RSI dilakukan pada pasien

cedera kepala. Anak yang berusia lebih tua dan pasien trauma lebih sering diintubasi dengan

RSI dibandingkan dengan anak berusia lebih muda serta pasien dengan penyakit medis.

Dalam sebuah penelitian, kurang dari 40% diperlukan penggunaan obat-obatan sedatif pada

anak-anak di bawah usia 1 tahun.

Berdasarkan panduan American Heart Association Pediatric Advanced Life Support

(PALS) , indikasi penggunaan RSI meliputi ketidakadekuatan sistem saraf pusat mengatur

pernapasan sehingga mengakibatkan hipoventilasi, obstruksi saluran napas secara fungsional

atau anatomis, hilangnya refleks protektif pada saluran napas seperti batuk atau refleks

muntah, serta meningkatnya usaha nafas akibat dari kelelahan dan gagal nafas . RSI juga

diindikasikan ketika saluran napas yang stabil dengan ventilasi terkontrol diperlukan dalam

keadaan cedera kepala, sedasi untuk studi diagnostik, dan sebagai persiapan untuk transport

Page 2: Translate RSI

pasien. RSI lebih cepat dan lebih aman dibandingkan bentuk-bentuk lain dari intubasi

paralisis pada orang dewasa dan anak-anak yang tidak menggunakan pra-intubasi paralisis.

Sebaliknya, RSI tidak diindikasikan pada keadaan cardiac arrest, seperti pasien yang

mendapatkan tindakan resusitasi jantung paru (RJP) tidak memerlukan sedasi atau muscle

relaxan. Selain itu, RSI merupakan bukan pilihan terbaik pada pasien yang dapat bernapas

spontan dengan ventilasi yang adekuat, orang-orang dengan trauma pada wajah atau laring,

pasien dengan obstruksi jalan napas atas, orang-orang dengan kelainan anatomi pada wajah

atau saluran napas , pasien yang memerlukan akses IV (misalnya, pasien dengan epiglotitis),

dan pada pasien dimana penggunaan mask ventilation atau intubasi kemungkinan tidak

berhasil dilakukan.

RSI meliputi enam langkah yang berbeda untuk keberhasilan manajemen jalan nafas dan

penempatan tabung endotrakeal ("6 Ps"). Setiap langkah sangatlah penting dan tidak dapat

diabaikan. Adapun langkah-langkahnya ialah:

• Preparation

• Preoxygenation

• Pretreatment

• Paralysis with induction

• Placement of the tube

• Post-intubation management

Langkah pertama dalam persiapan meliputi memahami perbedaan anatomi dan fisiologi

antara pasien anak dan dewasa. Secara anatomis, pasien anak memiliki oksiput lebih

menonjol yang menyebabkan fleksi pada leher ketika pasien terlentang, sehingga terjadi

obstruksi jalan napas mekanik. Obstruksi ini dapat dihilangkan dengan menempatkan

gulungan handuk di bawah di bahu atau mengangkat bahu anak secara lembut oleh orang

kedua , sehingga menyebabkan ekstensi pada leher. Chin-Lift atau jaw-thrust manuver juga

dapat dimanfaatkan dalam mengurangi terjadi obstruksi jalan napas. The chin lift dilakukan

dengan cara satu tangan diletakan pada dahi untuk memiringkan kepala ke belakang dan jari

tangan lain diletakan pada bagian dagu, memaksanya mandibula ke atas dan ke arah luar,

sehingga mengangkat lidah dari bagian belakang tenggorokan. Jaw thrust dilakukan dengan

ibu jari untuk mendorong aspek posterior dari mandibula ke atas, sehingga menarik lidah ke

depan dan mencegah terjadinnya penyumbatan jalan napas. Jaw thrust adalah manuver pada

pasien dengan dugaan cedera pada tulang leher (c-spine injury).

Perbedaan anatomi lainnya antara anak-anak dan orang dewasa meliputi lidah pada pasien

anak relatif lebih besar dan cuping hidung relatif lebih kecil, hal tersebut dapat meningkatkan

Page 3: Translate RSI

terjadinya tahanan aliran udara. Untuk mengurangi tahanan aliran udara, dokter harus selalu

ingat untuk melakukan baging pada pasien dengan membuat kontak yang sesuai antara mask

dengan struktur tulang wajah, dengan menghindari kontak dengan jaringan lunak. Selain itu,

perbedaan anatomis penting ialah laring pada pasien anak lebih tinggi dan lebih anterior

dibandingkan pada orang dewasa, sehingga menyebabkan visualisasi pita suara pada anak

menjadi lebih sulit. Perbedaan anatomi lain yaitu terletak pada trakea, dimana trakea pada

pasien anak lebih pendek, sehingga meningkatkan risiko terjadinya intubasi bronchial. Selain

itu, bagian tersempit dari trakea pada anak ialah kartilago krikoid, sedangkan pita suara

merupakan bagian tersempit pada orang dewasa. Ketika semua perbedaan anatomi tersebut

digabungkan dengan fakta bahwa epiglotis anak lebih panjang, lebih lembut, dan lebih tinggi

dari pada orang dewasa, menjadi jelas bahwa RSI lebih sulit dilakukan pada anak-anak

dibandingkan dengan orang dewasa.

Dalam hal perbedaan fisiologis, anak mengalami desaturasi oksigen pada arteri lebih

cepat daripada orang dewasa. Pada saat istirahat, bayi dan anak-anak dapat mengkonsumsi

dua sampai tiga kali lebih banyak oksigen per kilogram berat badan dibandingkan orang

dewasa sebagai akibat dari basal metabolisme rate yang lebih tinggi. Pada anak-anak juga

terjadi pengurangan kapasitas total paru-paru, peningkatan laju pernapasan , dan penurunan

elastis coil paru-paru menurun dalam keadaan dibius atau paralisis. Pada bayi atau anak

terjadi peningkatan konsumsi oksigen dan penurunan penyimpanan oksigen yang

mengakibatkan desaturasion oksigen rate menjadi lebih cepat sehingga terjadi hipoksemia,

dimana keadaan tersebut akan diperburuk oleh penyakit paru-paru yang sudah ada

sebelumnya.

Setelah menguasai perbedaan anatomi dan fisiologi antara anak-anak dan orang dewasa,

langkah berikutnya dalam persiapan yaitu meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

baik, yang bertujuan untuk membantu menentukan pilihan pengobatan dan menilai potensi

kesulitan pada jalan nafas. Singkatan "AMPLE" dapat digunakan untuk memperoleh data

yang sesuai pada anamnesis:

• Allergies,

• Medications,

• Past medical history,

• Last meal, and

• Events leading up to the intubation.

Page 4: Translate RSI

Informasi penting dari anamnesis termasuk riwayat penyakit malignant hyperthermia,

distrofi otot, atau gagal ginjal pada diri pasien atau keluarga. Informasi tentang perkiraan

waktu makan terakhir pasien dapat memprediksi risiko aspirasi selama RSI. Peristiwa

sebelum dilakukan intubasi akan membantu menentukan apakah pelindung kepala pada

trauma dan / atau imobilisasi c-spine akan diperlukan.

Setelah melakukan anamnesis AMPLE diperoleh, pemeriksaan fisik pertama harus fokus

pada inspeksi keseluruhan dari anak , mencari tanda-tanda kesulitan dari jalan napas yang

jelas - misalnya trauma wajah . Pemeriksaan mulut dan orofaring memberikan informasi

lebih lanjut tentang kesulitan intubasi . Oral opening yang kecil dengan lidah besar dapat

memprediksi terjadinya kesulitan jalan napas sulit dikarenakan tidak cukup ruang untuk

menampung semua peralatan intubasi dan terjadi obstruksi dari lidah selama dilakukan

ventilasi dengan menggunakan masker. Rahang dan leher pendek, gigi depan yang besar,

obesitas, edema laring, benda asing, dan c-spine imobilitas juga merupakan prediktor

terjadinya kesulitan jalan nafas. Ketidakselarasan antara mulut, faring, laring dengan

mandibula dan leher yang pendek dapat menyebabkan laring menjadi lebih anterior dan

tinggi, menyebabkan intubasi menjadi sangat sulit.

Klasifikasi Mallampati dapat digunakan untuk memprediksi sulitnya akses jalan nafas

dengan melakukan visualisasi terhadap orofaring. Tingkat kesulitan dibagi menjadi empat

kelas mulai dari kelas I, dengan visualisasi lengkap dari uvula, tonsil, dan palatum mole,

untuk kelas IV, dengan visualisasi hanya palatum durum saja. (Lihat Gambar 1.) Prediktor

lain dari kesulitan jalan nafas yaitu jarak thyromental (jarak dari kartilago tiroid ke dagu) dan

keterbatasan mobilisasi dari leher (evaluasi maksimal perpanjangan atlanto-oksipital).

Levitan, et al, menunjukkan dalam studi retrospektif mereka bahwa skor Mallampati, jarak

thyromental, dan mobilitas leher sulit untuk dinilai pada pasien anak karena banyak anak-

anak tidak dapat mengikuti perintah sederhana, serta imobilisasi c-spine dapat menghalangi

penilaian mobilitas dari leher.

Langkah terakhir dalam persiapan pemasangan intubasi meliputi persiapan alat-alat yang

mungkin diperlukan untuk RSI. Peralatan yang diperlukan meliputi alat penghisap (suction),

oksigen melalui masker non - rebreather, akses IV, laringoskop, bag-valve-mask otomatis,

perangkat konfirmasi sekunder seperti end tidal-CO2 detector, tabung endotrakeal (ETT)

dengan stylet, jarum suntik 10 ml, medikamentosa intubasi, dan perangkat alternatif untuk

jalan napas. Dalam keadaan ideal, tim pelaksana intubasi harus terdiri dari minimal 3 orang

personil yang sudah memiliki peran masing-masing. Orang pertama berdiri pada bagian

kepala tempat tidur, bertanggung jawab untuk mengelola jalan napas . Orang kedua

Page 5: Translate RSI

mengelola obat-obatan, dan orang ketiga melakukan manuver Sellick (memberikan tekanan

ke kartilago krikoid, untuk menekan kerongkongan) dan memonitor tanda-tanda vital. Tim

intubasi harus mendapatkan akses IV dan memonitor frekuensi jantung, tekanan darah,

frekuensi pernapasan, dan saturasi oksigen.

Ketika memilih kateter untuk suction, aturan praktis untuk memilih kateter adalah

diameter kateter harus dua kali dari ukuran ETT. (Lebih lanjut tentang memilih ETTs ada

pada penjelasan dibawah). Lebih baik lagi jika menyediuakan kateter Yankauer untuk

membersihkan darah dan sekresi dari mulut. Laringoskop dapat dirakit dengan salah satu dari

dua jenis bilah. The Miller, atau bilah lurus, digunakan dengan menempatkan ujung pisau

untuk mengangkat epiglotis dan kemudian melihat pembukaan glotis. Macintosh, atau bilah

melengkung, digunakan dengan menempatkan ujung bilah ke Vallecula untuk menggeser dan

memfiksasi lidah bagian anterior, kemudian traksi diberikan ke arah atas untuk memindahkan

pangkal lidah dan epiglotis anterior, memperlihatkan pembukaan glotis. Pada anak-anak yang

lebih muda, karena perbedaan anatomi yang disebutkan di atas dan peningkatan sudut

epiglotis terhadap trakea, Macintosh juga sering digunakan seperti halnya Miller, namun

menempatkannya di Vallecula menyebabkan visualisasi yang tidak memadai dari cord.

Selalu pastikan fungsi bola lampu pada bilah sebelum mencoba intubasi apapun. Tidak ada

aturan untuk menentukan ukuran bilah, namun, ada beberapa rekomendasi Panduan PALS

untuk menyeleksi bilah. Selalu menyediakan dua ukuran bilah yang berbeda saat melakukan

intubasi, untuk mengantisipasi bila oral opening pada anak tidak sesuai dengan usianya atau

bila bilah pilihan pertama tidak memberikan lapangan visual yang memadai.

Diameter ETT internal dalam ukuran milimeter dapat diperkirakan pada anak di bawah

usia 12 tahun menggunakan salah satu dari dua persamaan yang berikut:

•[16 + ( umur dalam tahun )] / 4 , atau

• (umur dalam tahun / 4) + 4

Perkiraan kasar dapat dilakukan dengan menggunakan ukuran jari kelingking pasien,

namun, aturan ini kadang sulit dan tidak dapat diandalkan. Pada bayi prematur, usia

kehamilan dibagi 10 dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran ETT (jadi 25 minggu

sama dengan 2.5mm ukuran tabung). Dahulu, dokter menggunakan tabung uncuffed pada

anak-anak usia di bawah 8 tahun, karena bagian tersempit pada jalan nafas dalam kelompok

usia ini ada pada subglottic cricoid cartilage. Penyempitan anatomis dari bagian tersebut

akan mengunci tabung endotrakeal uncuffed, karena itu, ada kekhawatiran bila menggunakan

tabung cuffed dapat menyebabkan cedera subglottic saat inflasi. Namun, pada Pedoman

PALS terbaru (2007), merekomendasikan tabung cuffed pada semua kelompok umur kecuali

Page 6: Translate RSI

neonatus. Rumus untuk memperkirakan ukuran tabung cuffed adalah ( umur dalam tahun / 4 )

+ 3. Tabung cuffed sangat berguna pada pasien dengan poor lung compliace, peningkatan

resistensi saluran napas, atau kebocoran udara pada glotis.

Ada suatu perkiraan yang baik untuk menentukan kedalaman ETT pada pasien dengan

usia kehamilan lebih dari 44 minggu adalah 3 kali ukuran tabung endotrakeal. Bagi pasien

dengan usia kehamilan di bawah 44 minggu, kedalaman ETT harus sekitar 6 cm ditambah

berat badan pasien dalam kilogram. Penentuan ini hanya berdasarkan perkiraan, namun pada

akhirnya, semua pemasangan tabung harus diverifikasi oleh perangkat sekunder, pencitraan,

dan pemeriksaan fisik.

Preoksigenisasi

Bila keputusan untuk pemasangan intubasi ditegakkan, oksigen 100% harus diberikan segera

melalui snug-fitting non-rebreather atau bag-valve-mask. Bila pasien dalam keadaan nafas

spontan tidak perlu melakukan bagging, karena dapat menyebabkan masuknya udara ke

lambung, dan menghasilkan distensi gaster. Setelah dua menit berlalu, 95% nitrogen di dalam

paru akan terganti dengan oksigen, sehingga meningkatkan cadangan oksigen untuk

oksigenasi berkelanjutan di darah. “Pencucian nitrogen” ini akan menyebabkan keadaan

apnea hingga 3-4 menit pada pasien pediatri dengan kapasitas residu fungsional yang normal

hingga menjadi hipoksemia; sedangkan pada pasien dewasa akan tetap tersaturasi meski

setelah 5-6 menit dalam keadaan apnea. Perbedaan ini utamanya disebabkan oleh tingginya

penggunaan basal oksigen per kilogram berat badan pada pasien pediatri. Sangat penting

untuk diingat bahwa preoksigenisasi membantu mencegah terjadinya hipoksemia, tapi hal itu

tidak memiliki dampak terhadap tingkat karbon dioksida di dalam darah. Saat dalam keadaan

apnea, hiperkarbia akan segera terjadi, dan dalam kenyataannya yang perlu diperhatikan

terutama pada pasien dengan cedera kepala adalah hiperkarbia akan sangat memperburuk

keadaan pasien.

Premedikasi

Aspek premedikasi dari RSI meliputi pemberian obat yang menghilangkan respon negatif

fisiologis dan refleks otonomis yang dihasilkan dari beberapa komponen RSI. Premedikasi

sangat penting untuk pasian anak, dimana hipoksia pada pasien ini meningkatkan respon

vagal yang berlebihan terhadap hipoksia, pemberian succinylcholine, penggunaan

laringoskop, dan ETT. Penggunaan kolinergik, opioid, lidocaine dan non-depolarizing

neuromuscular blocking agent dapat mebantu untuk mengurangi respon tersebut. Obat-

obatan antikolinergik seperti atropin dapat mengimbangi bradikardi yang dialami anak-anak

Page 7: Translate RSI

terhadap respon stimulus aferomentioned. Berdasarkan American College of Emergency

Physicians, American Academy of Perdiatrics and American Heart Association, atropin

direkomendasi sebagai premedikasi pada anak usia 1-5 tahun yang sebelumnya mendapat

obat succinylcholine dan pasien dengan bradikardia. Dosis anjuran yang diberikan adalah 1-2

menit sebelum intubasi adalah 0.01-0,02 mg per kilogram IV atau IO dengan dosis minimal

0.1 mg untuk mencegah refleks bradikardia, dan dosis maksimal 1 mg. Studi kohort

retrospektif yang dilakukan oleh Fastle et al, menemukan bahwa beberapa pasien akan

mengalami bradikardi meskipun sudah diberikan atropin dan hipoksia merupakan pemicu

yang lebih kuat untuk terjadi bradikardi daripada intubasi atau pemberian succinylcholine.

Dahulu, stimulasi laringeal dan intubasi endotrakeal diperkirakan menyebabkan

peningkatan signifikan terhadp ICP namun bersifat sementara. Pasien yang mengalami cedera

kepala yang membutuhkan managemen jalan nafas dapat mengalami dampak yang

merugikan dari RSI karena peningkatan ICP dan konsekuensi dari penurunan tekanan perfusi

serebral (CPP = Map – ICP). Lidocaine merupakan suatu obat golongan antiaritmik kelas IB

yang digunakan untuk mencegah kemungkinan peningkatan peningkatan ICPdari RSI.

Mekanisme yang jelas dari peran lidocaine terhadap ICP masih belum jelas; namun beberapa

teori menyebutkan lidocaine menyupresi reflek batuk, mendepresi batang otak, mengurangi

laju metabolis serebral, dan stabilisasi membran sel. Lidocaine juga memiliki efek anastetik

lokal yang mengurangi pembentukan ICP terhadap respon dari RSI; tapi, pemberian lidocaine

langsung ke trakea telah menghasilkan berbagai macam efek terhadap ICP. Meskipun

lidocaine telah digunakan secara global, belum ada penelitian terhadap outcome premedikasi

lidocaine setelah pelaksanaan RSI untuk cedera kepala akut, tetapi National Emergency

Airway Course tetap merekomendasi penggunaan lidocaine untuk premedikasi terhadap

pelaksanaan RSI untuk pasien dengan cedera kepala.

Opioid digunakan bersamaan dengan pengobatan induksi untuk amnesia dan analgesia.

Obat-obatan ini menghasilkan sedasi dan mengurangi respon terhadap rangsangan noxious di

jalan napas dengan cara mengikat reseptor di pusat regulator tubuh, menumpulkan

peningkatan dari frekuensi jantung dan tekanan darah. Jenis opioid yang paling sering

digunakan adalah fentanyl karena mekanisme kerja yang cepat dalam menghambat sistem

simpatis, dengan rapid of action dalam 1-2 menit. Fentanyl, seperti lidocaine, merupakan

pengobatan yang umum digunakan selama fase premedikasi untuk mencegah peningkatan

ICP dari RSI. Akibat dari pemberian fentanyl terhadap ICP diperkirakan karena respon

sekunder dari kerja simpatis, namun penelitian terbaru menemukan suatu kontradiksi dari

efek fentanyl terhadap ICP. Dosis umum fentanyl adalah 1-3 mikrogram per kilogram

Page 8: Translate RSI

diberikan selama 1-3 menit sebelum laringoskop; tetapi, untuk sympathetic blockade

dibutuhkan dosis tinggi, 5-7 mikrogram per kilogram, dosis yang dapat menyebabkan

hipotensi.

Obat terakhir yang dapat diberikan selama fase premedikasi adalah dosis rendah (1/10 dari

dosis paralis) dari obat nondepolarizing neuromuscular blocking (akan dijelaskan lebih lanjut

di bawah), dimana menyediakan penurunan faskikulasi yang diakibatkan dari pemberian

succinylcholine. Diperkirakan faskikulasi otot dapat menyebabkan peningkatan ICP; namun

masih belum jelas apakah faskikulasi atau pengobatanyang menyebabkan peningkatan ICP.

Defaskikulasi pada pediatri masih kontroversi dan ahanya direkomendasikan pada anak usia

di atas 5 tahun, karena anak usia dibawah itu memiliki masa otot yang masih kurang untuk

menghasilkan detrimental fasciculations. Pada anak usia di bawa 5 tahun, pemberian

kombinasi obat non-deporazing dengan succinylcholine dapat menginduksi bradikardi berat

atau asistol.

Paralisis dengan Induksi

Setelah pemberian obat-obatan premedikasi, dokter harus menunggu 3 menit sebelum

memberikan obat-obatan induksi. Medikasi induksi mencegah pasien untuk mengingat

kejadian selama mengintubasi dan membantu neuromuscular blockade, sehingga

meningkatkan tingkat kesuksesan intubasi. Idealnya, obat induksi harus dapat dengan cepat

menurunkan kesadaran pasien dan mengembalikan kesadaran pasien tersebut seperti semula;

jika memungkinkan, pemberian induksi dilakukan selama 2-3 menit untuk mencapai keadaan

paralisis dan memastikan sedasi yang adekuat tapi tidak boleh dilakukan lebih dari waktu

tersebut. Situasi-situasi tertentu terjadi karena pemberian pengobatan tersebut, sehingga

dokter sebaiknya sudah menganal indikasi dan efek samping dari obat-obatan yang akan

dipakai (Table 1).

Etomidate adalah obat induksi yang sekarang banyak digunakan, diberikan pada sekitar

40% dari RSI. Etomidate merupakan suatu obat non-barbiturat, menggantikan imidazole

hypnotic mirip dengan obat antifungal ketoconazole. Obat tersebut sudah diberlakukan secara

luas oleh praktek kedokteran emergensi untuk RSI pada orang dewasa; namun pemberiannya

tidak direkomendasi terhadap anak dibawah usia 10 tahun karena kurangnya data mengenai

efek pemberian pada kelompok umur tersebut. Penelitian terbaru menunjukkan etomidate

sangat aman dan merupakan agen induksi yang baik digunakan untuk RSI pada anak,

terutama pasien anak yang kritis dengan penyakit pada sistem saran pusat atau potensial

sirkulasi. Dosis etomidate adalah 0.2-0.3 mg/kg IV diberikan selama 30-60 detik,

menghasilkan hipnosis dalam 5-15 detik dengan durasi yang singkat yaitu 5-14 menit.

Page 9: Translate RSI

Etomidate sedikit mempengaruhi kardiovaskular dan respirasi dan bahkan menurunkan lau

metabolis serebral yang menjadikannya obat ideal untuk pelaksan intubasi pada pasien

trauma dengan atau tanpa trauma kepala.

Etomidate memiliki beberapa efek samping seperti myoclonus, vomiting, dan nyeri

sewaktu pemberian, etomidate juga tidak memiliki efek analgesik. Pada pasien dengan

dengan riwayat kejang, etomidate akan memicu kejang tersebut. Penelitian akan hal itu

menunjukkan secara klinis supresi adrenokortikal setelah pemberian dosis multipel atau IV

drip dari etomidate, tapi tidak ada pelepasan kortisol yang terlihat secara klinis setelah

pemberian dosis tunggal. Etomidate memberikan kondisi intubasi yang efektif dengan efek

samping yang minimal, tapi pemberiannya harus diperhatikan karena pasien memiliki risiko

surpesi adrenokortikal atau kejang.

Thiopental, merupakan barbiturat short-acting,merupakan induksi terbanyak kedua yang

digunakan untuk RSI. Setelah pemberian dosis standar 2-5 mg/kg IV, onset kerja obat ini

adalah 30 detik dan durasi aksinya adalah 5-10 menit. Obat ini sangat larut dalam lemak,

mempermudahkannya melewati blood-brain barrier, sehingga segera mendepresi sistem

saraf pusat (SSP), mengurangi ICP, dan mengurangi laju metabolis serebral dan kebutuhan

oksigen. Indikasi dari thiopental berupa pasien trauma kepala dengan tekanan darah nomal,

pasien dengan peningkatan ICP sekunder akibat infeksi SSP, dan pasien dengan status

epileptikus. Thiopental menyebabkan depresi kardiak dan vasodilatsi yang menyebabkan

hipotensi, terutama pada pasien dengan hipovolemia atau kardiomiopati; untuk itu dosis

rendah thiopental wajib diberikan pada pasient. Dua persen pasien mengalami reaksi terhadap

thiopental, menyebabkan batuk-batuk, laringspasme, dan bronkospasma, oleh karena itu,

asma menjadi salah satu kontraindikasi relatif terhadap obat tersebut. Efek samping lainnya

berupa depresi respiratori, hipersalivasi, dan kurangnya efek analgesik.

Propofol sangan bersifat lipofilik, agen induk yang bersifat rapid-acting dengan onset

dalam waktu 20-30 detik dan durasi 10-15 menit. Onset cepat dan resolusi dari sedasi yang

dihasilkan memperbolehkan obat ini dapat dititrasi cepat, sehingga obat ini sangat baik

digunakan dalam pemeriksaan berseri yang terindikasi. Dosis obat adalah 1-3 mg/kg IV,

dosis tinggi dibutuhukan untuk anak dengan usia lebih muda, dan sedai berkelanjutan dapat

diperoleh dengan dosis 25-100 mcg/kg/min. Dengan sifatnnya yang lipofilik menyebabkan

propofol mudah menembus bloodbrain barrier dengan cepat, mengurangi ICP dan

metabolisme serebral, membuat obat ini sebagai obat yang sangat sempurna untuk pasien

dengan trauma kepala. Efek samping yang dapat dtimbulkan oleh propofol adalah hipotensi

dan nyeri saat injeksi; dan juga obat ini tidak memiliki efek analgesik, dan harus diberikan

Page 10: Translate RSI

dalam emulsi agar tetap terlarut. Hipotensi yang dihasilkan propofol disebabkan oleh

penurunan resistansi vaskuler sistemik dan bisa diatasi dengan pemberian cairan kristaloid

IV. Pasien yang alergi terhadap lecithin (kedelai/telur) dapat mengaami reaksi

hipersensitifitas terhadap propofol, karena komposisi propofol terdiri dari lecithin telur dan

minyal kacang kedelai; oleh karena itu, obat ini harus digunakan dengan hati-hati kepada

pasien.

Ketamine merupakan suatu derivat phencyclidine yang menghasilkan analgesia dan

amnesia pada dosis 1-4 mg/kg IV, dengan onset aksi kurang dari dua menit dan durasi aksi

10-30 menit. Obat ini lebih digolongkan kedalam induksi disosiatif daripada sedatif murni,

karena pasien tidak sadar akan sekitarnya tapi kenyataannya pasien belum tertidur. Pasien

masih dapat membukan mata namun tetap dalam keadaan analgesia. Ketamine tidak

menghambat respirasi spontan dan tidak menypres reflek protektif dari tubuh. Obat ini

menyebabkan pelepasan katekolamin, menghasilkan peningkatan tekanan darah dan

frekuensi jantung melalui reseptor beta-1 dan dilatasi dari jalan napas kecil melalui reseptor

beta-2. Peningkatan frekuensi jantung ini membantu mencegah bradikardi akibat stimulasi

selama pemasangan laringoskop, dan elevasi tekanan darah dapat mengimbangi hipotensi

pada pasien dengan trauma multipel.Sifat bronkodilator dari ketamine menjadikannya sebagai

pilihan obat utama untuk status asmatikus atau PPOK

Karena sifat simpatomimetik dari ketamin, obat tersebut dapat menyebabkannya

peningkatan ICP oleh vasodilatasi serebral dan harus digunakan dengan hati-hati pada trauma

kepala tetutup. Namun, beberapa penelitian menyatakan bahwa ketamin lebih meningkatkan

mean arterial pressure daripada meningkatkan ICP, sehingga meningkatkan cerebral

perfusion pressure (CPP = Map – ICP) dan katemin tersebut bersifat cerebroprotektif. Pasien

dapat mengalami emergence phenomena (halusinasi atau mimpi buruk) tiga jam pertama

setelah sadar. Reaksi ini sering terjadi pada remaja perempuan dan dewasa setelah pemberian

dosis tingi dari ketamine, pemberian benzodiazepine dapat mengurangi efek samping dari

ketimin. Ketamin juga memproduksi sekresi yang berlebihan di jalan napas dan

laringospasma. Bronchorrhea dan salivasi dapat diatas dengan premedikasi antikolinergik

seperti atropin atau glycopyrrolate; laringispasma bisa dikembalikan dengan pemberian dosis

paralitik short-acting. Indikasi pemberian ketamin yaitu hipotensi dan reactive airway

disease. Kontraindikasi obat ini adalah trauma kepala, trauma penetrasi mata, glaucoma, dan

riwayat hipertensi.

Benzodiazepines merupakan sedatif dan amnesitk yang efisien yang digunakan sebagain

agen induksi pada 20% RSI, dimana midazolam sebagai obat pilihan benzodiazepin utama

Page 11: Translate RSI

pada 90% kasus. Midazolam menunjukan onset tercepat dan durasi tersingkat dibandingkan

obat golongan benzodiazepine lainnya. Bila diberikan pada dosis 0.2-0.0.3 mg/kg IV,

midazolam mencapai onset 30 detik dan durasi 15-20 menit.Butuh waktu 3-5 menit sebelum

sedasi optimal dicapai, namun midazolam harus diberikan hanya sampai 2 menit sebelum

mencapai paralisis. Benzodiazepines merupakan sedatif yang terbaik karena memiliki efek

antikonvulsan, tetapi obat tersebut memiliki efek inotrpik negatif yang dapat menginduksi

hipotensi, teutama pada lanjut usia dan gangguan hemodinamik. Efek samping lain atau

kelemahan dari benzodiazepines yaitu depresi respiratori, perlahan menyebabkan hilang

kesadaran jika dibandingkan dengan agen induksi lain, dan sedikit efek dari analgesik.

Fentanyl merupakan opiod sintetik dengan sifat short-acting dan reversibel yang cukup

sering digunakan untuk induksi RSI. Obat ini memiliki efek analgesik dan sedasi yang setara;

namun, dosis tinggi dibutuhkan untuk mencapai sedasi yang cukup untuk intubasi. Dosis

awal obat ini adalah 2 mcg/kg IV, tapi untuk induksi diperlukan 15 mcg/kg.Fentanyl dapat

dikombinasi dengan benzidiazepine untuk mengurangi dosis fentanyl dalam mencapai sedasi,

tapi kombinasi ini menyebabkan turunnya tekanan darah karena kedua obat tersebut

menurunkan resistensi vaskuler sistemik. Efek samping lain berupa rigiditasi dinding dada,

depresi respiratori, dan seizure-like activity. Pemberian opiod tersendiri tidak baik untuk

medikasi dalam RSI.

Saat pasien sudah tersedasi dengan adekuat, agen pralisis harus diberikan untuk

melengkapi relaksasi otot skeletal, sehingga meningkatkan kesuksan intubasi. Terdapat dua

jenis agen paralisis, yaitu depolarizing dan non depolarizing paralyzing. Kedua golongan

obat tersebut sangat larut dalam air; untuk itu obat tersebut tidak akan melewati blood-brain

barrier, dan keduanya bekerja pada motor end plate di reseptor asetilkolin untuk

melumpukan otot.

Succinylcholine adalah satu-satunya obat depolarizing yang digunakan untuk RSI. Dosis

yang diberikan adalah 1-2 mg/kg IV dan 4 mg/kg IM. Obat tersebut memiliki onset aksi

dalam 30-60 detik IV dan 4-6 menit IM, durasi aksi 5-7 menit, dan pengembalian keadaan

normal dalam 15 menit. Succinylcholine merupaan obat yang baik untuk RSI karea onsetnya

cepat dan durasinya singkat. Dalam pelaksanaan intubasi yang gagal, pasien akan mampu

bernapas spontan secara normal dalam beberapa menit, dan pengembalian keaddan fungsi

baseline motorik yang cepat, memberikan kesempatan untuk pemeriksaan neurologis berseri.

Disamping sifat dan efek yang baik dari succinylcholine, obat ini juga memiliki efek

samping yang luas. Faskikulasi otot pada pemberian succinylcholine menyebabkan

hiperkalemi dan peningkatan ICP, tapi mekanismenya belum jelas. Efek samping tersebut

Page 12: Translate RSI

dapat dicegah dengan pemberian dosis rendah obat nondepolarizing paralytic selama fase

premedikasi, tapi dosis defaskikulasi tidak serta merta menghilangkan efek samping obat

tersebut. Terjadi peningkata serum potassium 0.5-1 mEq/l setelah pemberian 1mg/kg

succinylcholine. Normalnya peningkatan potasium tidak terlihat secara klinis, tapi keadaan

tersebut perlu diperhatikan pada pasien dengan hiperkalemia. Succinylcholine harus dihindari

pada pasien dengan bed rest yang lama atau dengan gagal ginjal, riwayat hiperkalemia,

distrofi otot, acute denercation syndromes,acute crush injuries, krisis adrenal, luka bakar

lebih dari 48 jam, atau pasien dengan riwayat personal atau keluarga dengan malignant

hyperthemia. Pada pasien luka bakar, denervation injuries, dan crush injuries, proliferasi

reseptor tidak terjadi hingga 48-72 jam setelah kejadian; oleh karena itu, succinylcholine

tidak kontraindikasi pada luka bakar akut atau trauma, tapi menjadi kontraindikasi jika waktu

kejadian trauma lebih dari 24 jam. Succinycholine tidka boleh diberikan pada cedera bola

mata atau glucoma, karena akan meningkatkan tekanan intraokular sebagaimana

meningkatkan ICP.Succinylcholine juga menginduksi cardiac dysrhthmias, dimana

bradikardi menjadi kejadian yang paling sering terdapat pada anak-anak karena efeknya pada

reseptor parasimpatetik jantung. Asistol dan ventricular tachyarrythmias juga dilaporkan

pernah terjadi. Succinylcholine dapat menyebabka spasma masseter, kejadian tersebut

utamanya terjadi pada anak-anak dan bisa diobati dengan obat competitive neuromuscular

blocking. Jika spasma bersifat berat dan lama, malignan hyperthermia harus dicurigai

Succinylcholine cepat dipecah oleh plasma pseudocholinesterase karena mencapai motor

end plate; oleh karena itu, hannya dalam jumlah sedikit dari succinylcholine yang mencapai

reseptor acetylcholine. Pada kondisi tertentu pada gangguan atau defisiensi enzim, akan

terjadi pengurangan jumah plasma pseudocholinesterase aktif, sehingga dapat mempanjang

paralisis sampai 23 menit. Pada akhirnya succinylcholine akan menghilang dan

mengmbalikan fungsi motor yang normal.

Agen non-depolarizing, seperti vecuronium dan rocuronium, juga dapat digunakan dalam

RSI sebagai altenatif dari succinylcholine jika terdapat kontraindikasi. Obat ini bekerja

dengan mengikat secara kompetitif dengan reseptor post-synaptic pada motor end plate,

sehingga mencegah pengikatan asetilkolin tapi tanpa depolariasasi. Obat-obatan non-

depolarizing tidak menyebabkan faskikulasi atau hiperkalemia dan dapat reversibel dengan

acetylcholinesterase inhibitors seperti neostigmine atau dosis vagolitil dari glycopyrolate

atau atropine. Obat tersebut memiliki kelemahan yang berbeda yaitu onset aksi yang lama,

durasi paralisis yang lama, dan potensi untuk menjadi bronkospasma sekunder karena

pelepasan histamin. Karena durasi kerja obat yang lama, agen non-depolarizing harus

Page 13: Translate RSI

disediakan untuk pasien yang mudah untuk dioksigenasi dan tidak memiliki kesulitan

intubasi; laryngeal mask airway (dijelaskan lebih lanjut di bawah) atau peralatan alternatif

lain harus disiapkan untuk mengatasi kegagalan intubasi.

Vecuronium merupakan aminosteroid dose-dependent, bila diberikan 0.1-0.2 mg/kg IV.

Memiliki onset 1-4 menit dan durasi 30-90 menit. Dosis tinggi 0.25-0.3 mg/kg IV dapat

mempercepat intubasi namun mengakibatkan paralisis yang bertahan hingga dua jam. Karena

vecuronium memiliki onset yang lama, obat ini digunakan untuk saat sekuens induksi atau

diberikan pada dosis terpisah. Pada sekuens induksi, vecuronium diberikan pertamakali

diikuti dengan agen induksi yang kerja cepat, pada kondisi tersebut vecuronium mencapai

efek puncak bersamaan dengan agen induksi kerja cepat menghasilkan kondisi ideal untuk

intubasi. Pada dosis terpisah, vecuronium diberikan pertamakali pada dosis rendah (0.01

mg/kg IV) yang berfungsi untuk memperpendek onset. Tiga menit kemudian, dosis kedua

0.15 mg/kg diberikan, menginduksi paralisis dalam 35-90 detik.Vecuronium merupakan obat

yang aman untuk anak dengan efek mnimal pada jantung.

Rocuronium merupakan derivat metabolik dari aminosteroid vecuronium dan bersifat age

dan dose-dependent.Obat ini memiliki onset cepat yaitu 30-90 detik seperti succinylcholine,

menjadikannya agen non-depolarizing yang ideal untuk RSI; dosis standar adalah 0.6-1.2

mg/kg IV, dengan dosis tinggi mencapai onset 30 setik dan dosis rendah mencapai 90 detik.

Dosis 0.6 mg/kg bertahan sekitar 45 menit pada infan dan 27 menit pada anak. Rocuronium

menyebabkan takikardi ringan, yang bisa mengimbangi bradikarida karena intubasi. Karena

rocuronium memiliki efek yang lebih baik dibandingkan dengan succinylcholine untuk RSI,

obat ini menjadi obat pilhan utama untuk anak dimana succinylcholine.

Setelah pemberian agen induksi, manuver Sellick bisa dilakukan sampai jalan napas

aman. Manuver Sellick atau disebut juga cricoid pressure, yaitu melakukan penekanan ringan

ke cricoid cartilage dengan ibu jari dan jari telunjuk, menekan esofagus terhadap badan

vertebral. Manuver ini dilakukan untuk menutup lumen esofagus, mencegah regurgitasi isi

lambung menuju ke faring yang kemudia dapat menyebabkan aspirasi di cabang pulmonari.

Manuver Sellick juga memperluas lapang pandang terhadap vocal cord, yang akan

mempermudah intubasi, tapi hal itu hanya boleh dilakukan pada pasien dengan sedasi

adekuat, karea vomiting akan terjadi jika pasien sadar. Terdapat beberapa kelemahan dari

manuver Sellick. Manuver ini secara konsisten mengurasi volume tidal dan meningkatkan

peak inspiratory pressure bila diaplikasikan saat ventilasi bag-valve-mask, dan dapat

mengganggu ventilasi dan menyebabkan obstruksi jalan napas meskipun dilakukan dengan

benar.

Page 14: Translate RSI

Mekanisme lain untuk membantuk memvisualisasi valcal cord adalah bimanual

laringskopi, suatu teknik yang meliputi manipulasi intubator langsung terhadap vocal cords.

Bimanual laringskopi mengkordinasi tangan kanan intubator dan langsung melakukan

pengamatan. Setelah intubator telah mengoptimalkan pandangan, asisten akan mengambil

alih untuk manipulasi laring, sehingga membebaskan tangan kanan pengintubator untuk

menempatkan tabung trakeal.

Pemasangan Tabung

Setelah pasien disedasi dan paralisis dengan baik, laringoskopi dan intubasi dapat

ditempatkan. Sedasi dan paralisi yang adekuat dapat dinilai dengan memanipulasi mandibula

pasien untuk menilai tonus otot. Saat melakukan laringoskopi, jangan menekan bilah ke ke

arah gigi atau bibir agar tidak terjadi trauma. Pada jalan napas yang normal tanpa gangguan

atau penyakit, seharusnya mudah untuk melihat vocal cord dan memasang ETT. Dada harus

diperhatikan apakah pengembangan dada kanan dan kiri sudah sama; serta harus di auskultasi

di kedua lapang dada untuk mendengar suara napas yang sama; auskultasi epigastrium untuk

menilai adanya udara di lambung, yang berarti intubasi dilakukan ke arah epigastrium.

Kondensasi pada ETT dapat membantu intubasi trakea, namun, kondensasi sendiri tidak

cukup untuk menentukan posisi tabung. Berkurangnya suara napas pada dada kiri artinya

ETT terlalu jauh masuk ke cabang utama bronkus dada kanan, jika terjadi kesalahan tersebut

dapat dikoreksi langsung dengan menarik tabung beberapa sentimeter sambil mengauskultasi

dada.

Metode untuk mengkonfirmasi dan mendeteksi kesalahan intubasi endotrakeal adalah

dengan end tidal CO2 detector.Alat ini tertempel langsung di ETT dan dapat merubah warna

dari ungu ke kuning sebagai tanda dari terdetksinya karbon diaksida selama ventilasi.Alat ini

memiliki dua ukuran, yaitu dewasa > 15 kg, dan pediatri dari 1-15 kg, dimana masing-masing

ukuran terpasang suatu ruang dead space. Deteksi adanya expired CO2 merupakan metode

terbaik untuk mengkonfirmasi penempatan tabung, metode ini bersifat spesifik dan sensitif.

Penting untuk mengobservasi perubahan warna pada sekitar 6 kali pernapasan, karena

sejumlah kecil dari CO2 pada esofagus dapat menghasilkan perubahan warna pada alat

tersebut. Hasil false-positive pada perubahan warna dapat terjadi jika pasien sebelumnya

mengonsumsi makanan berkarbon atau mendapatkan ventilasi bag-valve-mask yang

menyebabkan adanya udara di lambung, Pembersihan CO2 di esofagus biasanya selasai

dalam enam kali pernapasan, menunjukkan hasil false-positive. Pada anak dengan cardiac

arrest, posisi tabung harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan

Page 15: Translate RSI

laringeal langsung., karena expired CO2 bisa tidak terdeteksi dikarenakan adanya output

kardiak yang rendah ditambah rendahnya lairan darah pulmonal. Namun expired CO2 pada

pasien cardiac arrest sifatnya sangat prediktif. Hasil false negative terjadi pada infan dengan

pemenuhan paru-paru yang gagal, pada obstruksi trakeal penuh, dan jika menggunakan

capnometer ukuran dewasa untuk pasien pediatri. Pemasangan ETT yang benar harus

dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik dan deteksi end tidal CO2, sebelum akhirnya ETT

tersebut difiksasi dan diisolasi.

Mekanisme sekunder untuk menentukan penempatan yang tepat menggunakan alat

esofagus detektor, dan bronkoskopi fiber-optic. Alat detektor esofagus adalah sebuah semprit

balon yang digunakan untuk mengaspirasi udara dari trakea. Karena esofagus suatu struktur

muskular yang dapat kolaps sendiri, jadi seharusnya tidak ada udara yang dengan mudah

teraspirasi; untuk itu, udara dapat dengan mudah diaspirasi dari tabung yang sudah terpasang

dengan benas di trakea. Alat ini sangat akurat pada anak dengan berbagai kelompok usia, tapi

sekresi trakeal dapat menutup semprit ini sehingga menyebabkan aspirasi udara gagal,

mengasumsikan terjadi intubasi esofagus. Direct laryngoscopy tidak direkomendasi untuk

mengkonfirmasi.

Managemen Post-Intubasi

Standar baku untuk memverifikasi penempatan tabung adalah X-ray torak pasca-intubasi,

yang harus menunjukkan ujung ETT berada di atas karina. Setelah penempatan yang tepat

dari tabung telah dikonfirmasi dan pasien sedang diventilasi secara adekuat, perlindungan

posisi ETT adalah yang terpenting. Pasien harus dibius dan paralisis untuk mencegah

terlepasnya tabung dan untuk menumpulkan respon fisiologis tubuh terhadap intubasi.

Propofol drip sering digunakan, karena dapat dengan mudah dititrasi untuk mencapai tingkat

yang cocok untuk sedasi, dan bolus vecuronium dapat diberikan berulang kali untuk

menginduksi paralisis. Analsis gas darah harus dilakukan satu jam setelah intubasi, dan

pengaturan ventilator harus disesuaikan berdasarkan hasil.

Kegagalan atau kesulitan jalan napas

Beberapa kondisi jalan napas akan sulit atau tidak mungkin untuk intubasi karena struktur anatomi dasar atau adanya distorsi akibat trauma atau penyakit, dan dokter harus siap untuk menangani kemungkinan mengerikan dari intubasi yang gagal. Langkah pertama setelah upaya intubasi gagal adalah memastikan bahwa ada segel ketat antara masker dan wajah pasien dan saturasi oksigen pasien meningkat dengan ventilasi bag - valve - mask. Selama pasien dioksigenasi dengan baik, ventilasi bag - valve - mask dapat dilanjutkan tanpa batas, namun pasien tidak dapat mentoleransi ventilasi bag

Page 16: Translate RSI

- valve - mask bila efek dari obat paralisis berkurang. Setelah saturasi pasien membaik dengan bagging, dokter harus mecoba lagi mengintubasi dengan maksimal tiga kali percobaan. Setelah tiga kali gagal, orang yang berbeda dengan pengalaman lebih dalam intubasi harus mencoba untuk membangun jalan napas, jika orang itu tidak berhasil atau keadaan umum pasien mulai menurun, teknik alternatif harus dilakukan. Laring mask airway (LMA) adalah alat jalan napas yang sangat baik untuk digunakan sebagai alat cadangan dalam kegagalan intubasi. Alat tersebut terdiri dari sebuah tabung semirigid dengan silikon mask karet di ujung distal dan dimasukkan langsung ke faring. Ketika resistensi terpenuhi saat mencapai hipofaring, masker dikembangkan, membentuk segel di sekitar pembukaan glotis yang bertindak untuk ventilasi trakea dengan insuflasi lambung minimal. LMA memiliki ukuran yang berbeda berdasarkan usia pasien, dan pemilihan ukuran yang sesuai memastikan penempatan dan penyegelan yang tepat menghasilkan ventilasi yang sukses. (Tabel 3.) Sebagian besar literatur yang mendukung penggunaan LMA dalam pediatri berasal dari laporan kasus dalam anestesi pediatrik dan bukan resusitasi pediatri. Karena penggunaannya belum diteliti dalam situasi darurat, LMA tidak dianggap sebagai perangkat saluran udara utama untuk resusitasi bayi dan anak-anak, namun, Komite Pediatric Emergency Medicine of American College of Emergency Physicians tidak menganjurkan LMA sebagai alternatif yang optimal ketika RSI tidak berhasi. Sementara LMA adalah perangkat penyelamatan yang baik, alat ini memiliki kelemahan. Alat ini tidak memberikan perlindungan yang lengkap terhadap aspirasi, alat tersebut itu bisa terlepas dengan mudah oleh gerakan sederhana anak, alat ini tidak dapat memberikan ventilasi yang cukup jika tidak ditempatkan dengan benar, dan mungkin tidak menghasilkan tekanan inflasi yang cukup untuk ventilasi pada pasien asma. The intubasi LMA (ILMA) adalah versi modifikasi dari LMA yang memungkinkan untuk blind trachea intubation baik dengan ETT meruncing khusus atau ETT konvensional hingga ukuran 8. Alat ini dimasukkan dengan cara yang sama dengan LMA, tetapi memiliki sebuah elevator epiglotik pada mask dan pegangan logam datar yang direposisikan setelah insersi mengangkat epiglotis dan mencoba melakukan blind trachea intubation. ILMA telah menunjukkan tingkat keberhasilan yang tinggi saat insersi, ventilasi, dan intubasi trakea padaorang dewasa, tetapi hanya dapat digunakan pada anak-anak yang berbobot lebih dari 30 kg. Seperti LMA, ILMA tidak memberikan perlindungan lengkap terhadap aspirasi, namun harus dipertimbangkan dalam situasi di mana pasien tidak bisa ventilasi atau diintubasi. Dua perangkat yang layak disebutkan tetapi jarang diindikasikan pada anak-anak termasuk

trakeoesofageal Combitube dan fiber-optic bronchoscope. Ketika dimasukkan secara langsung ke

hipofaring, Combitube akan masuk ke dalam trakea atau esofagus. Terdapat suatu rongga yang

berfungsi seperti tabung endotrakeal, dan rongga biru berfungsi seperti LMA jika dimasukkan di

kerongkongan, memaksa udara ke laring melalui perforasi di sisi samping. Hal ini hanya dapat

digunakan pada pasien yang lebih tua dari 15 tahun dan lebih tinggi dari 5 kaki. Serat optik

bronkoskopi dapat menjadi sarana yang cepat dan efisien dalam penempatan tabung pada orang

yang terlatih, namun alat ini mahal dan memiliki ketergantungan terhadap operator. Alat ini

melewati sebuah bronkoskopi melalui pita suara di bawah visualisasi serat optik. Bronkoskopi dapat

bertindak sebagai introducer di mana tabung endotrakeal dapat lewat melalui kabel. Intubasi

fiberoptik berguna di saat-saat penilaian jalan napas dan intubasi harus terjadi secara bersamaan

atau dalam suatu keadaan cedera saluran napas atau trismus. Serat optik bronkoskopi bukan suatu

Page 17: Translate RSI

perlengkapan standar di beberapa bagian gawat darurat dan membutuhkan waktu pelatihan yang

ekstensif untuk menjadi kompeten dalam penggunaannya.

Suatu prosedur operasi jalan napas mungkin diperlukan dalam kasus di mana pasien tidak dapat

diintubasi atau diventilasi dan teknik alternatif nonsurgikal disebutkan sebelumnya tidak berhasil.

Prosedur operasi cricothyrotomy memerlukan pengalokasian membran krikotiroid dan membuat

sayatan vertikal melalui kulit di atas membran dan memperluas sayatan kea rah inferior. Kemudian

scalpel digunakan untuk membuat sayatan ke arah lateral yang melalui membran krikotiroid,

sayatan yang diperbesar dengan skalpel atau diperluas secara manual untuk mengakomodasi ETT

atau Shiley tracheostomy tube. Ventilasi kemudian dapat terjadi melalui tabung. Cricothyrotomy

sulit dan berbahaya untuk dilakukan pada anak-anak dibawah usia 8 tahun karena pertimbangan

anatomi, dan harus dilakukan needle cricothyrotomy dengan ventilasi transtracheal.

Needle cricothyrotomy dengan transtracheal jet ventilation dilakukan dengan memasukkan

14 -gauge IV kateter melalui membran krikotiroid. Aspirasi untuk aliran bebas dari udara melalui

kateter menggunakan jarum suntik untuk menunjukkan penempatan yang benar dalam trakea.

Sebuah adaptor 3.0 ETT kemudian dilekatkan pada kateter, dan bag resusitasi memasok oksigen

disambungkan ke adaptor kateter. Bentuk ventilasi ini lebih disukai pada anak-anak dibawah usia 5

tahun. Sebuah metode alternatif ventilasi pasien pada anak-anak yang lebih tua dari 5 tahun adalah

dengan menghubungkan kateter ke sistem tabung bertekanan tinggi dengan regulator tekanan dan

gauge. Sistem ini dihubungkan ke sumber oksigen yang diatur ke tekanan yang cukup untuk ventilasi,

biasanya sekitar 50 psi. Semburan satu detik dari tekanan tinggi oksigen diberikan, diikuti dengan

periode tiga sampai empat detik untuk memungkinkan pernafasan dan untuk menghindari

barotrauma. Modus ventilasi ini adalah untuk tindakan sementara saja, karena memberikan

oksigenasi tetapi ventilasi yang tidak memadai, sehingga terjadi retensi CO2. Kateter juga dapat

dengan mudah tertekuk atau copot. Komplikasi dari jarum cricothyrotomy dengan jet insuflasi

termasuk ventilasi yang tidak memadai, pneumotoraks, emfisema subkutan, emfisema mediastinal

cedera esofagus, dan perdarahan.

Intubasi retrograde adalah alternatif lain yang menyelamatkan jiwa untuk RSI pada pasien

dengan kesulitan jalan napas. Ini melibatkan memasukkan jarum melalui membran krikotiroid dan

membimbing kawat superior melalui pita suara dan keluar dari mulut. Tabung endotrakeal kemudian

dapat melewati kawat ke dalam trakea dengan penghapusan kawat sebagai tabung maju, tetapi

keberhasilan intubasi retrograde benar-benar bergantung pada anestesi yang memadai. Teknik ini

telah dijelaskan pada orang dewasa, tetapi harus dipertimbangkan pada remaja dan anak-anak

dalam pengaturan pada kesulitan intubasi.

Page 18: Translate RSI

Simpulan

Pediatric RSI dan manajemen jalan napas merupakan keterampilan penting yang harus dikuasai

agar seorang dokter darurat yang kompeten. Dokter harus berpengalaman dalam indikasi dan teknik

RSI dalam kondisi normal dan ketika dihadapkan dengan kesulitan jalan nafas. Pengakuan perbedaan

anatomis dan fisiologis antara anak-anak dan orang dewasa dapat membantu memfasilitasi prosedur

dan mencegah komplikasi. Ada banyak obat yang tersedia untuk premedikasi, induksi, dan

kelumpuhan, dan semua obat-obat ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan pengetahuan

dan pelatihan yang memadai, dokter darurat harus dapat pra-oksigenat, tenang, melumpuhkan, dan

intubasi setiap pasien yang menyajikan ke ruang gawat darurat, dan dalam hal penempatan ETT

berhasil, dokter harus terampil dalam teknik alternatif oksigenasi dan ventilasi.