translate hiperhidrosis dan anhidrosis
TRANSCRIPT
KELAINAN DARI KELENJAR KERINGAT EKRIN DAN
PROSES BERKERINGAT
Kelainan dari proses berkeringat ekrin dapat terjadi karena berbagai alasan yang berbeda,
termasuk salah satunya disfungsi dari pusat thermoregulator pada jaringan otonomik pusat
di otak, perubahan pada neuron simpatis preganglionik, ganglionik dan postganglionik pada
spinal atau pada sinaps kolinergik muskarinik (M3) pada kelenjar keringat. Abnormalitas
dari pembentukan keringat ekrin oleh kumparan sekretorik dan sel duktus keringat dapat
terjadi atau karena gangguan atau oklusi duktus dapat terjadi, yang menghambat pengaliran
keringat ke permukaan kulit.
Pembahasan mengenai anatomi normal dan fisiologi dari kelenjar keringat ekrin dan proses
berkeringat dapat ditemukan pada Bab 81. Bab ini berfokus pada kelainan neurologik dan
dermatologik yang menyebabkan abnormalitas fokal atau generalisata dari proses
berkeringat, menitikberatkan interaksi yang menarik dimana kelainan-kelainan tersebut
dapat dipahami, didiagnosis, dan ditangani berdasar pada pengenalan dari fungsi-fungsi
saraf, kulit dan sistem imun yang saling berintergrasi.
METODE IN VIVO DALAM STUDI TENTANG FUNGSI KELENJAR KERINGAT
Keringat dapat secara mudah dilihat dengan indikator topikal seperti tepung yang diiodinasi
atau sodium alizarin sulfonate (alizarin Red S). Teknik ini biasa digunakan untuk
mengevaluasi luas permukaan tubuh. Bubuk tepung yang diiodinasi disiapkan dengan
dengan menambahkan 0.5 hingga 1.0 gram kristal iodin ke dalam 500 gram tepung terlarut
dalam botol yang ditutup dengan rapat. Sodium alizarin sulfat dicampur dalam jumlah
yang sama (beratnya) dengan karbonat anhidrous dan dua kali jumlah tepung tepung.
Keduanya dibubuhkan pada kulit dan mengalami perubahan warna yang signifikan saat
dibasahi oleh air (keringat) dari kelenjar keringat yang teraktivasi.
Aktivitas kelenjar kerignat dapat dipelajari secara kuantitatif dengan beberapa teknik, di
antaranya: pengumpulan kertas filtrasi, menimbang dan menganalisis komposisis keringat,
tes refleks akson sudomotor kuantitatif (QSART), potensial simpatis dari kulit, silastic
mold atau cetakan kertas yang mengandung iodin setelah stimulasi pilokarpin,
mikrokanulasi dari duktus kelenjar kerignat, pengumpulan ke dalam Wescor Macroduct
coil (Logan, CT), sensor kelembaban dari kapsul yang berventilasi dan dengan mengetahui
total luas permukaan anhidrosis hingga stimulus maksimal selama thermoregulatory sweat
test (TST). Selain itu, teknik yang lebih canggih adalah menggunakan membran
mikrodialisis yang menghantarkan sesaat kuantitas dari substansi transmiter ke dermis atau
menggunakan mikroskopi elektron konfokal dan analisis imunohistokima dari biopsi kulit
yang tercat dengan peptida dan protein yang mencakup struktur dan inervasi dari kelenjar
keringat.
Diperlukan kombinasi dari beberapa metode untuk mengetahui respon kelenjar keringat
ekrin secara keseluruhan. Sebagai contoh, TST dapat dikombinasikan dengan tes kelenjar
keringat dan atau inervasi serabut sarafnya untuk melokalisir gangguan berkeringat dari
sistem saraf pusat atau perifer. Atau, teknik volumetrik dapat dikombinasi dengan jejak
distribusi droplet keringat untuk mengestimasi volume keringat per kelenjar aktif.
Komposisi dari keringat yang terkumpul dapat memberikan informasi penting mengenai
fungsi kelenjar ekrin. Sebagai contoh, konsentrasi ion klorida keringat dapat menentukan
integritas dari cystic fibrosis transmembrane conductance regulator (CFTR) channel Cl-
dan memberikan informasi diagnostik untuk fibrosis kistik.
HIPERHIDROSIS DAN ANHIDROSIS
Hiperhidrosis fokal (esensial) primer menyerang hampir 6 juta orang muda
di seluruh dunia. Walaupun berrsifat jinak, keringat yang keluar terlalu
banyak pada daerah palmar dapt menggangu aktifitas sehari-hari dan
menimbulkan gejala gangguan dalam kehidupan sosial. Penatalaksanaan
yang efektif, disesuaikan dengan derajat keparahannya, termasuk agen
topikal, racun botulinum dan pembedahan simpatis thorakal endoskopik.
Area yang luas dan terlokalisir dari hiperhidrosis kompensatorik sering
menjadi petunjuk klinis adanya gangguan yang menyebabkan tidak adanya
keringat di daerah lain.
Teknik terbaru menggunakan analisis imunohistokimia dari sampel biopsi
kulit yang tercat peptida dan proteinnya yang meliputi struktur dan inervasi
kelenjar keringat menjadi suatu revolusi yang cukup menjanjikan yang
dapat memudahkan pemahaman kita akan gangguan berkeringat ekrin dan
memunculkan strategi pengobatan yang baru.
Pola dari anhidrosis memberikan suatu bukti objektif atas keterlibatan adri
serabut saraf kecil dan atau kelenjar ekrin pada banyak kelainan
dermatologik dan neurologik. Tes tersebut dapat memberikan petunjuk
anatomis untuk pengambilan sampel biopsi kulit.
Analisis komposisi keringat untuk mendiagnosis fibrosis kistik dan
penentuan peptida antimikroba dari derivat keringat dapat memberikan
bukti dari adanya gangguan pertahanan bawaan pada kelaianan-kelainan
kulit seperti dermatitis atopik dan hidradenitis ekrin neutrofilik
Pemeriksaan Inspeksi Kulit
Pemeriksaan fisik sangat penting dalam mendiagnosis gangguan berkeringat. Sebagai
contoh, kulit bayi yang mengidap fibrosis kistik cenderung lebih mengandung garam
daripada bayi tanpa fibrosis kistik dan saat dikumpulkan keringatnya akan mengering,
membentuk kristal yang berbentuk seperti paku/pakis. Bayi dengan kehilangan keringat
yang meluas dapat timbul dengan “demam yang tak diketahui penyebabnya” (fever
unknown origin). Perlu dicatat bahwa butiran-butiran keringat pada telapak tangan dan
telapak kaki pada dewasa muda masih jauh untuk dapat menyimpulkan diagnosis dari
hiperhidrosis fokal (esensial) primer. Pada uremia, penguapan keringat dengan kadar urea
yang menghasilkan pengendapan urea pada kulit, yang sering disebut dengan uremic frost.
Pasien dengan hiperhidrosis kraniofasial bisa menimbulkan corak kegelapan pada kulir
mereka yang dikenal dengan chromhidrosis. Hiperhidrosis fokal dan segmental yang
terkompensasi dapat tampak secara jelas pada pemeriksaan. Kulit kering dan atrofik dapat
terlihat pada area yang mengalami neuropati small-fiber.
GANGGUAN PROSES BERKERINGAT
Tabel 82.1 mengelompokkan gangguan berkeringat dalam enam kategori yang akan
dibahas dalam bab ini.
Klasifikasi dari Gangguan Proses Berkeringat Ekrin
Hiperhidrosis fokal (esensial) primero Hiperhidrosis generalisata,
palmoplantar, aksiler, kraniofasial
Penyebab sekunder dari hiperhidrosis lokalo Karena infark cerebri:
- Infark operkular - Stroke batang otak
o Berhubungan dengan cedera medula spinalis- Disrefleksia autonomik- Syringomyelia post-
traumatik- Hipotensi ortostatik yang
terpicuo Berhubungan dengan
gangguan sistem saraf pusat lainnya- Malformasi Chiari tipe I
dan II- Myelopati karena infark,
syringomyelia, tumor- Sindrom berkeringat
yang diinduksi dingin
Penyebab sekunder dari hiperhidrosis generalisatao Berhubungan dengan ke-
lainan sistem saraf pusat- Hipotermia episodik
dengan hiperhidrosis(sindrom Shapiro atau Hines-Bannick)
- “diensefalik epilepsi” post-trauma atau post-hemoragik
- Insomnia famial berat atau penyakit Parkinson
o Berhubungan dengan demam dan infeksi kronik- TB, malaria, brucellosis,
endokarditiso Berhubungan dengan pe-
nyakit medis sistemik dan metabolik- Hipertiroid, hipoglikemi,
DM, hiperkortisol, akro-megali
o Berhubungan dengan ke-ganasan- Leukimia, limfoma, feo-
kromositoma, penyakit
o Lesi saraf perifer penyebab anhidrosis- Neuropati otonomik dan
sensorik herediter tipe I, II, IV (insensitif terhadap nyeri kongenital dengan anhidrosis
- Sindroma Guillain-Barre (polineuropati demielin-isasi inflamasi akut)
- Neuropati otonomik diabetik
- Amiloidosis- Neuropati lepromatosa- Sindrom myastenia
Lambert-Eaton- Neuropati alkoholik- Penyakit Fabry- Neuropati serabut kecil
idiopatik- Eritromelalgia - Simpatektomi dan lesi
pembedahan lainnya- Sindrom Harlequin
o Anhidrosis karena toksin dan agen farmakologik- Botulisme
- Hiperhidrosis olfaktorio Berhubungan dengan
gangguan sistem saraf perifer- Neuropati motor perifer
dengan disfungsi otonomik
- Hiperhidrosis fokal atau dermatomal karena iritasi badan saraf
- Hiperhidrosis segmental kompensasi (post-simpatektomi, sindrom Ross, kegagalan otonomik murni)
o Berkeringat gustatorik- Fisiologis- Idiopatik - Post-herpetik- Pasca cedera saraf (pasca
bedah, neuropati otonom diabetik, pasca infeksi, invasi tumor)
o Berkeringat lakrimalo Sindrom Harlequino Hiperhidrosis lokal idiopatik
- Hiperhidrosis sirkumskripta unilateral idiopatik
- Hiperhidrosis lokal post-menopause
o Berhubungan dengan gangguan kulit lokal- Blue rubber bleb nevi- Hamartoma angiomatosa
ekrin – angioma check tufted
- Tumor glomus- Sindrom kaki terbakar
(burning feet)- Pachydermoperiostosis- Granulosis rubra nasi- Pretibial myexedema- POEMS (polineuropati,
organomegali, endokrinopati, M protein dan perubahan kulit) syndrome
Castleman, karsinoid, kanker sel renal
o Dipicu obat- Sindrom neuroleptik
maligna- Serotonin sindrom
o Sindrom toksik- Alkohol, efek putus
opioid, delirium tremenso Berhubungan dengan ke-
lainan sistem saraf pusat dan perifer- Disotonomia familial
(Riley-Day), Morvan fibrillary chorea
o Kelainan yang menyebabkan hipohidrosis dan anhidrosiso Kelainan otonomik primer
dengan anhidrosis akuisita- Anhidrosis segmental
terisolasi progresif- Kegagalan sudomotor
murni idiopatik- Anhidrosis idiopatik
kronik- Sindrom Ross- Kegagalan otonomik
murni- Neuropati otonomik
autoimuno Anhidrosis sekunder yang
berhubungan dengan kelainan neurologiko Lesi sistem saraf pusat
(stroke, tumor, infeksi, infiltrasi, trauma)- Lesi hipotalamik- Lesi batang otak- Lesi medula spinalis
o Kelainan degeneratif- Atrofi sistem multipel,
penyakit Lewy-body difus, kegagalan otonom penyakit Parkinson
- Blok ganglionik, anti-kolinergik, inhibitor karbonik anhidrase
- Opioido Hiperpireksia dan heat stroke
Anhidrosis yang berhubungan dengan gangguan kulit dan kelenjaro Anhidrosis karena agen fisik
yang merusak kulit- Trauma, terbakar, te-
kanan, formasi scar, terapi radiasi
o Anhidrosis karena kelainan kulit kongenital dan akuisita- Fabry dan penyakit me-
tabolik kongenital lainnya
- Displasia ektodermal kongenital
- Ichtyosis- Hidradenitis ekrin neu-
trofilik- Sindrom Sjogren- Sklerosis sistemik
(skleroderma)- Pigmenti inkontentia- Vitiigo segmental- Sindrom Bazex-Dupre-
Christolo Kelainan yang mengenai
duktus kelenjar- Miliaria- Pustulosis palmoplantat- Psoriasis- Liken planus- Dermatitis atopik
o Kelainan dengan komposisi keringat yang normal- Dermatitis atopik (me-
ngurangi level dermici-din)
- Fibrosis kistik (mening-katkan level klorida)
HIPERHIDROSIS FOKAL (ESENSIAL) PRIMER
Manifestasi Klinis dan Patomekanisme
Hiperhidrosis fokal (esensial) primer adalah slah satu gangguan berkeringat ekrin yang
cukup umum dijumpai. Hiperhidrosis pada telapak kaki, telapak tangan, aksila dan yang
cukup jarang ditemui, kraniofasial dan regio selangkangan terjadi selama aktivitas mental,
baik dalam kondisi stres maupun tidak. Peningkatan berkeringat secara menyeluruh dapat
terjadi, dan akan bertambah dengan rangsang thermal dan kegiatan fisik. Berkeringat bisa
terjadi secara terus-menerus/kontinyu atau fasik; bila terjadi kontinyu, berkeringat akan
sangat menggangu terutama pada musim panas. Ledakan fasik dengan aktivitas emosional
yang kecil adalah sama sepanjang tahun. Proses berkeringat tidak terjadi selama tidur.
Hiperhidrosis aksiler dan kraniofasial yang terisolasi dapat terjadi namun tidak umum
ditemui.
Hiperhidrosis fokal primer yang berat dapat mengganggu berbagai aktivitas dalam
kehidupan sehari-hari. Menghindari jabat tangan menimbulkan rasa malu bagi seorang
profesional dan menghindari sentuhan juga dapat menimbulkan suatu pengasingan sosiala
atau interpersonal dan gejala-gejala ansietas sosial yang lain. Dermatitis kontak dan
keratoderma palmoplantar dapat terjadi. Gejala mulai muncul pada anak-anak atau seputar
pubertas dan terjadi secara hampir sama banyak pada kedua jenis kelamin. Riwayat
penyakit ini pada keluarga terdapat pada sekitar seperempat pasien. Gangguan ini menetap
selama beberapa tahun dan terkadang meningkat secara spontan setelah usia 35 tahun.
Kontrol otonomik pusat dari berkeringat karena emosional berbeda dengan pengontrol
hipotalamik preoptik-anterior yang merupakan pengatur berkeringat thermoregulatorik.
Korteks cinguli anterior, yang mendalangi respon berkeringat dari telapak tangan dan
telapak kaki dapat memodulasi output hipotalamik dengan tidak tepat. Pasien tersebut
memiliki refleks bradikardi yang lebih sedikit daripada pasien kontrol sebagai respon dari
manuver Valsava atau perendaman wajah, namun lebih tingginya tingkat vasokontriksi
kutaneus sebagai respon dari perendaman wajah dalam air dingin, mengindikasikan bahwa
pada pasien tersebut terdapat peningkatan outflow simpatis melalui ganglia T2-T3. Kapsul
berventilasi yang terlihat saat brekeringat pada telapak tangan menunjukkan bukti yang
lebih jauh dari emosi sebagai pencetus output keringat yang berasal dari sentral.
Berkeringat seperti ini bertambah saat istirahat, sinkron bilateral dan pulsatil.
Tingkat keparahan dari hiperhidrosis fokal primer dinilai dari intermiten, telapak tangan
tangan dan telapak kaki yang lembab hingga tetesan keringat setiap hari dari tangan dan
kaki, yang membutuhkan penggunaan handuk yang sering.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bergantung pada derajat keparahan dan distribusi dari gangguan,
pengesampingan penyebab lain dari hiperhidrosis dan pemilihan modalitas terapi yang
sesuai dengan keparahan. Beberapa metode pengobatan yang sekarang diterapkan dapat
dilihat pada tabel 82.1. Penanganan dimulai dengan membahas penyebab dari gangguan
dan keinginan dan harapan pasien. Kasus yang ringan dari berkeringat di aksiler dan
telapak tangan dikontrol melalui aplikasi topikal dari aluminium klorida heksahidrat atau
glikopirolat, suatu agen antikolinergik. Glikopirolat oral dapat diberikan bila agen topikal
tunggal tidak terlalu menolong dan terlalu mengiritasi. Kontrol dari berkeringat palmar-
plantar terkadang bisa menggunakan air bersih (atau larutan glikopirolat) iontoforesis.
Injeksi intradermal dari racun botulinum (BTX) tipe A cocok untuk pengobatan area fokal,
seperti aksila dan tangan, dan efektif sampai 2 hingga 8 bulan untuk sekali pengobatan.
Sebagian besar kasus yang berat dari hiperhidrosis palmar tidak berespon terhadap
pengobatan konservatif dan memiliki thermoregulator yang normal dan pengujian keringat
emosional kuantitatif yang abnormal bisa ditangani denan simpatektomi dan simpatotomi
thoracic dengan endoskopi. Prosedur tersebut termasuk minimal invasif bila ditangani ahli
bedah yang berpengalaman dan mampu meredakan berkeringat jangka panjang namun
mengandung resiko timbulnya hiperhidrosis kompensatorik pada segemen tubuh di bawah
area yang diobati (lihat gambar 82-4.2 pada edisi online). Studi terbaru menggunakan
teknik clipping reversibel menggambarkan prosedur selektif untuk gangguan sudomotor
simpatis yang berbeda dan menunjukkan bahwa level yang lebih tinggi dari blokade
ganglion simpatis berhubungan dengan peningkatan resiko dari hiperhidrosis
kompensatorik yang berat.
PENYEBAB SEKUNDER DARI HIPERHIDROSIS LOKAL
Infark Cerebri
Stroke hemnisfer, terutama pada mereka yang terkena pada korteks insular dan operkular,
dapat menimbulkan hemihiperhidrosis kontralateral yang secara primer mengenai wajah
dan ekstremitas atas. Hipotalamus unilateral, peduncular, pontin dan infark medular dapat
menimbulkan hal yang sama, bahkan pada keadaan tidak adanya sindrom Horner
ipsilateral. Infark cerebral dan pontin bilateral dapat memunculkan hiprehidrosis fasialis.
Hiperhidrosis yang ditimbulkan bersifat akut dan sementara. Mekanisme yang tidak terduga
terlibat dalam interupsi dari pengontrolan jalur inhibisi dari berkeringat kontralateral.
Cedera Medula Spinalis dan Disrefleksia Autonomik
Pasien dengan cedera medula spinalis mengalami suatu episode dimana keringat muncul
dengan profus selama beberapa minggu, bulan atau tahun setelah cedera. Area hiperhidrosis
ditentukan oleh interaksi kompleks dari refleks somatosimpatik yang berlebihan, dan batas
longitudinal dan transversal, level dan komplit atau tidaknya lesi pada medula. Segmen
terbawah pada cedera medula biasanya di atas T6 dan hiperhidrosis segmental melibatkan
wajah, leher dan tubuh bagian atas pada umumnya. Gejala yang berhubungan termasuk
flushing wajah dan kongesti nasal, nyeri kepala, piloereksi, hipertensi dan bradikardia.
Stimuli, seperti distensi usus atau kandung kemih, inflamasi kulit dan organ dalam, dan
hipotensi ortostatik, merangsang neuron preganglionik simpatis yang tidak terinhibisi.
Menghilangkan stimulus ada cara penanganan yang paling efektif, walaupun obat-obat
antihipertensi (klonidin, α-bloker dan Ca-channel bloker) dan agen antikolinergik
(propantelin, glikopirolat) terkadang juga masih diperlukan.
Syringomyelia spontan dengan malformasi Chiari I dan II dan myelopati asimetris atau
inkomplit dapat menimbulkan hiperhidrosis segmental yang tidak berhubungan dengan
bentuk lain dari disrefleksia. Hal ini merupakan contoh yang sering ditemui dari
hiperhidrosis perilesional kompensatorik.
Gangguan Sistem Saraf Pusat Lainnya
Sindrom Berkeringat yang Diinduksi Dingin (Cold-Induced Sweating)
Cold-induced sweating syndrome berhubungan dengan perubahan dari sitokin komposit
gen CLCF1. Cold-induced sweating melibatkan segmen atas tubuh, yang anehnya tidak
berkeringat saat panas. Cold-induced sweating berhubungan dengan kegagalan otonom
yang terbatas dan neuropati motorik.
Sindrom Hiperhidrosis Olfaktorik
Pada sindrom hiperhidrosis olfaktorik, keringat wajah yang profus dipicu melalui bau yang
aroma parfum namun tidak dengan dengan stimuli gustatorik dan mental, dan juga
berespon terhadap amitriptilin.
Gangguan Sistem Saraf Perifer
Neoplasma intrathoracic
Aktivitas simpatis thoracic abnormal terjadi karena pelampauan batas dari lesi massa
(tumor Pancoast, mesotelioma, limfoma, osteoma, iga servikal) pada trunkus simpatikus
atau serabut postganglionik yang menyebabkan hiperhidrosis segmental. Proses berkeringat
biasanya terjadinya secara spontan dan berlokasi pada distribusi dari trunkus simpatikus
atau radiks nervi spinal segmental yang terlibat. Area dari anhidrosis mungkin
berdampingan dengan area dari hiperhidrosis atau hiperhidrosis timbul pada sisi
kontralateral lesi. Penyebab non-malignan pada fenomena yang sama antara lain diabetes
dan neuropati trunkus idiopatik yang diperantai imun (lihat gambar 82-4.3 pada edisi
online).
Hiperhidrosis Segmantal Terkompensasi
Hiperhidrosis lokal atau segmental biasanya terjadi pasca simpatektomi dan pada gangguan
otonomik primer seperti kegagalan otonomik murni dan sindroma Ross. Kedua kelainan di
atas dibahas dalam bagian Kelainan Otonomik Primer dengan Anhidrosis Idiopatik
Akuisita.
Berkeringat Gustatorik
Berkeringat lokal pada bibir, dahi, kulit kepala dan hidung saat makan makanan pedas dan
panas terjadi secara fisiologis pada banyak orang melalui refleks trigeminovaskuler.
Hiperhidrosis gustatorik patologis terjadi asimetris, intens dan mungkin menimbulkan
semacam bercak keringat pada badan bahkan anggota gerak. Penyebabnya adalah
penyimpangan dari regenerasi serabut parasimpatis fasial yang rusak dan tidak rusak, yang
dikhususkan untuk kelenjar saliva, untuk mensuplai kelenjar keringat fasial yang
mengalami denervasi simpatetik. Dengan demikian, stimuli gustatorik yang dulunya
diketahui menyebabkan sekresi parotis, kelenjar saliva atau sekresi gaster sekarang
diketahui dapat menimbulkan keringat pada distribusi dari saraf simpatis yang rusak. Yang
paling sering terjadi adalah sindroma Frey, dimana keringat muncul pada distribusi saraf
aurikulotemporal setelah mengalami cedera, abses atau pembedahan regio parotis.
Berkeringat gustatorik dapat mengikuti simpatektomi thoracic atas dan servikal, herpes
zoster fasial atau cedera chorda tympani dan dilaporkan terjadi pada nyeri kepala cluster,
neuropati diabetik, ensefalitis, syringomyelia dan invasi tumor pada trunkus simpatikus
servikal. Distribusi pasti dapat digambarkan dengan bubuk indikatro pda wajah, leher dan
tubuh bagian atas saat subjek mengunyah dan difoto. Pengobatan efektif dengan
skopolamin topikal, klonidin, glikopirolat, aluminium klorida atau injeksi BTX, sangat
jarang pembedahan intrakranial dari nervus glossofaringeal atau neurektomi tympanik
diperlukan.
Berkeringat Lakrimal
Berkeringat yang profus dan terus menerus pada regio supraorbital medial berhubungan
dengan sindroma Raeder (sindroma Horner ditambah nyeri kepala temporal dan frontal
serta parestesia) yang dikenal sebagai lacrimal sweating. Serabut sudomotor pada bagian
medial dahi berjalan bersama arteri karotis interna diperkirakan mengalami kerusakan dan
serabut parasimpatis yang menuju ke kelenjar lakrimalis memberikan regenerasi yang
menyimpang hingga ke dekat kelenjar keringat yang terdenervasi.
Sindroma Harlequin
Sindroma Harlequin (flushing dan berkeringat pada wajah unilateral karena panas dan
aktivitas) dapat menimbulkan gangguan pasca trauma atau stroke atau sebagai
ganglionopati yang diperantarai imun. Sisi yang mengalami flushed dan berkeringat
mungkin menjadi perhatian, namun sisi kontralateral dengan anhidrosis dan hilangnya
flushing lah yang mengalami abnormalitas simpatis. Terkadang, pupil tonik dapat terjadi,
bertumpang tindih dengan sindroma Ross.
Hiperhidrosis Lokal Idiopatik
Hiperhidrosis sirkumsripta unilateral idiopatik
Area yang terlibat pada hiperhidrosis sirkumsripta unilateral biasanya berbatas jelas dan
tidak lebih luas dari 10x10 cm2. Biasanya timbul di wajah dan ekstremitas atas dari individu
yang sehat. Keringat yang profus, yang biasanya dipicu oleh panas, berlangsung selama 15
sampai 60 menit. Stimulasi mental atau gustatorik juga memicu berkeringat. Tidak
didapatkan adanya neuropati motorik atau sensorik, flushing pada wajah, nyeri kepala,
salivasi berlebih, lakrimasi, vasodilatasi atau piloereksi. Patogenesis dari hiperhidrosis
sirkumskripta belum diketahui secara pasti. Proses berkeringat mungkin sebagian diatur
oleh aplikasi lokal dari 20 persen aluminium klorida dalam etanol, agen antikolinergik
topikal, klonidin sistemik (yang menginhibisi outflow simpatis pusat) atau injeksi lokal
BTX.
Hiperhidrosis lokal paroksismal
Wanita tua, jauh lebih banyak dari pria, lebih sering bermasalah dengan gejala-gejala pada
siang hari, hiperhidrosis paroksismal utamanya mengenai kepala, leher dan badan bagian
atas. Hot flashes (flushing dan panas pada kepala dan leher) tidak umum dijumpai, namun
wanita yang terserang sering mengalami hot flashes yang tipikal satu atau dua dekade
sebelumnya. Berkeringat sebelum menopause adalah normal, berbeda dengan sindrom dari
hiperhidrosis esensial kraniofasial. Normalnya keringat yang bersifat thermoregulator pada
seluruh tubuh mengatur hiperhidrosis kompensatorik. Terapi penggantian hormon (HRT)
tidak sepenuhnya efektif. Perubahan pada jangkauan temperatur set point di hipotalamus
untuk berkeringat dicuragai terjadi pada banyak kasus. Terapi simptomatik dengan
klonidin, glikopirolat (topikal 0.5 hingga 2.0 persen) dan agen kombinasi (ergotamin,
belladona, phenobarbital) mungkin bisa efektif. Entah sindrom ini hanyalah sebuah versi
“penuaan” dari hot flashes yang tipikal atau hiperhidrosis fokal primer idiopatik dengan
onset lambat masih harus diliat kembali.
Hiperhidrosis lokal Dihubungkan dengan Gangguan-gangguan Kulit
Hiperhidrosis lokal dilaporkan terjadi pada kulit pada blue rubber bleb nevus, pada kulit
perilesional dari tumor glomus (kemungkinan karena peningkatan temperatur lokal dan atau
nyeria) dan pada sindroma POEMS (polyneuropathy, organomegaly, endocrinopathy, M
protein dan skin changes), penyakit Gopalan (sindroma burning feet), pakidermo-
periostosis dan miksedema pretibial yang sangat nyeri. Hiperhidrosis juga sering
dihubungkan dengan hamartoma angiomatosa ekrin, suatu kondisi proliferatif nevoid yang
menunjukkan peningkatan jumlah dari kelenjar ekrin dan saluran vaskuler yang terdilatasi
pada dermis bagian dalam dan jaringan subkutaneus pada evaluasi histologis dari jaringan
yang mengalami lesi. Hamartoma biasanya terlokalisir pada ekstremitas dan umumnya
muncuk secara soliter, kadang-kadang nyeri, ungu kebiruan, nodul yang tumbuh lambat
saat lahir atau masa kanak-kanak, namun harus diperhatikan pada dewasa.
PENYEBAB SEKUNDER DARI HIPERHIDROSIS GENERALISATA
Gangguan Sistem Saraf Otonom Pusat
Hipotermia episodik dengan hiperhidrosis
Hipotermia episodik (temperatur bagian dalam <35°C (95°F)) dengan hiperhidrosis
(sindroma Shapiro) pada awalnya dijelaskan memiliki hubungan dengan agenesis korpus
kalosum, namun baru-baru ini dilaporkan bahwa kelainan ini memiliki hubungan dengan
HIV. Namun, kelainan ini dapat terjadi tanpa lesi otak yang dapat diidentifikasi atau
penyakit sistemik, dan dapat mempengaruhi baik anak-anak dan dewasa. Hipotermia yang
terjadi mungkin karena disfungis periodik dari regio preoptik medial hipotalamus dengan
menurunkan temperatur “set point”, yang menimbulkan proses berkeringat yang profus
untuk menurunkan temperatur bagian dalam tubuh. Pengobatan dengan antikonvulsan,
oksibutirin, klonidin dan glikopirolat telah digunakan dengan berhasil.
Hiperhidrosis generalisata tanpa hipotermia
Hiperhidrosis generalisata tanpa hipotermia telah dilaporkan pada pasien dengan hipertensi
episodik, takikardia, flushing dan disfungsi hipotalamik-pituitari setelah cedera otak, infark
atau tumor pada regio hipotalamus. Kejadian “autonomic storms” atau “diencephalic
epileptic” bukanlah kejang yang sebenarnya tapi merefleksikan overaktivitas atau
disinhibisi dari area hipotalamik, yang mengontrol reaksi stres simpatoeksitatorik.
Hiperhidrosis juga telah dilaporkan dengan insomnia familial yang fatal (sebuah penyakit
prion autosomal dominan yang secara klinis ditandai dengan inatensi, kurang tidur,
disotonomia dan gejala motorik). Keterlibatan dari nukleus thalamik medial dan jalur
sistem limbik yang terhubung mungkin juga menjadi penyebabnya. Pada penyakit
Parkinson, hiperhidrosis adalah manifestasi yang sering terjadi saat tidak menggunakan (off
states) dopamin.
Infeksi Kronik dan Demam
Malaria, tuberkulosis, brucellosis dan endokarditis bakterial subakut dapat timbul bersama
demam dan hiperhidrosis generalisata karena pirogen bakterial eksogen yang menstimulasi
leukosit fagosit untuk memproduksi pirogen endogen, seperti IL-1 dan IL-6, tumor necrosis
factor (TNF) dan γ-interferon. Sitokin-sitokin tersebut bekerja tidak hanya sebagai hormon
sirkulasi, namun juga sebagai modulator intrinsik pada otak. Sinyal yang menstimulasi
produksi IL-1 pada otak termasuk faktor humoral, seperti IL-6 yang bersirkulasi dan
aktiviasi serabut C perifer dan aferen vagal. Efek-efek tersebut dapat meningkatkan
temperatur “set point” (menghasilkan demam), sambil mengaktivasi mekanisme antipiretik
secara simultan (yang nantinya memproduksi keringat yang lebat).
Masalah Medis Sistemik dan Metabolik
Peningkatan keringat dilaporkan ditemukan pada diabetes mellitus, hipoglikemia, gagal
jantung kongestif, tirotoksikosis, hiperpituitari, sindrom dumping, sindrom karsinoid dan
efek lepas obat dan alkkohol. Proses berkeringat meningkat (terutama pria) pada
akromegali (dimana ukuran acini kelenjar keringat dan densitas inervasi pada kelenjar
keringat lebih besar daripada kontrol) dan menurun pada defisiensi hormon pertumbuhan.
Hiperhidrosis dan Keganasan
Penyakit Hodgkin ditandai dengan trias demam, berkeringat dan penurunan berat badan;
berkeringat di malam hari mungkin hanya satu-satunya gejala dan 31 dari 100 pasien
dengan “B-cell symptoms” (demam, penurunan berat badan dan berkeringat). Produksi
berlebih dari IL-1 oleh makrofag yang teraktiviasi dianggap sebagai penyebab dari
instabilitas temperatur. IL-1 dikenal sebagai penginduksi peningkatan yang tiba-tiba dari
sintesis prostaglandin E2, pada regio preoptik anterior hipotalamik, yang menyebabkan
peningkatan dari temperatur “set point”. Produksi berlebih dari IL-6 oleh sel limfoma
Hodgkin juga dianggap sebagai penyebab dari demam dan berkeringat malam yang muncul
kemudian. Tumor padat yang besar juga dapat menyebabkan berkeringat melalui
mekanisme imunologi yang berkaitan dengan TNF-α dan pengaruh dari IL pada
termoregulasi sentral.
Trias simptom berkeringat paroksismal yang berlebih dan tidak sesuai, takikardia dan nyeri
kepala berdenyut (berhubungan dengan peningkatan tekanan darah) hampir pasti mengarah
pada diagnosis feokromositoma sebagai penyebab dari hiperhidrosis. Terpai anti-α da β-
adrenergik adalah yang utama pada kelainan ini, dengan angka nekrosis kelenjar keringat
yang jarang selama terapi pre-operatif.
Hiperhidrosis Generalisata Karena Medikasi/toksin
Hiperhidrosis sering dihubungkan dengan inhibitor reuptake serotonin (5-hidroksi-
triptamin), opioid dan terkadang dengan inhibitor prostaglandin (naproxen). Sindroma
serotonin dan sindroma neuroleptik maligna termasuk hipertermia, tekanan darah yang
labil, hiperhidrosis, rigiditas, agitasi dan kebingungan. Mekanismenya berkaitan dengan
dengan 5-hidroksitriptamin (2A) dan antagonis reseptor dopamin. Hiperhidrosis yang
umumnya terjadi selama pemberian akut dan kronik dari opioid terutama terjadi karena
stimulasi degranulasi sel mast, yang menyebabkan pelepasan histamin. Keringat yang
berlebih dapat timbul pada 45 persen pasien yang mengkonsumsi metadon. Hiperhidrosis
juga diketahui sebagai efek samping dati fentanil transdermal. Berkeringat yang
dikombinasi dengan hipertensi, nausea dan midriasis menjadi karakteristik pemakau opioid
akut dan efek putus obat dari alkohol. Selain efek antikolinergiknya yang telah banyak
diketahui, golongan trisiklik antidepresan terkadang juga menyebabkan hiperhidrosis
karena efek simptomimetiknya. Diduga mekanismenya adalah terinhibisinya reuptake dari
norepinefrin, yang menyebabkan stimulasi dari reseptor adrenergik perifer dan respon
diaforesis menyeluruh. Agonis kolinergik seperti pilokarpin dan betanekol dan inhibitor
kolinesterase reversibel seperti piridostigmin dapat meningkatkan keringat melalui kerja
dari reseptor kolinergik M3 pada kelenjar keringat.
Penyakit dengan Abnormalitas Saraf Pusat dan Perifer
Familial dysautonomia (FD), dikenal juga sebagai sindom Riley-Day, adalah jenis
neuropati sensori-autonomik herediter yang paling sering dijumpai dan paling sering
dipelajari (ditetapkan sebagai HSAN tipe III).
Kelainan resesif otonom ini disebabkan karena mutasi gen IKAP, yang terletak pada
kromosom 9. FD ditandai dengan disregulasi otonom yang menonjol dengan hipotensi
ortostatik episodik, hipertensi arterial, berkeringat profus, bercak/bisul pada kulit, tangan
yang bengkak dan kebiasaan yang abnormal. FD bermanifestasi hanya pada anak-anak
keturunan Yahudi Ashkenazi. Temuan utama adalah berkurangnya refleks tendon dalam,
tidak adanya air mata yang meluap, tidak adanya papila fungiformis pada lidah dan respon
terbakar pada akson setelah injeksi histamin intradermal. Test thermal dan vibratori
menunjukkan gangguan yang menonjol dari persepsi suhu dan nyeri juga getar. Denervasi
parasimpatis dari pupil dapat juga terjadi.
Morvan fibrillary chorea ditandai dengan neuromyotonia, nyeri, hiperhidrosis, penurunan
berat, insomnia berat dan halusinasi. Antibodi pada channel kalium voltage-gated
ditemukan pada beberapa kasus dan dianggap bertanggung jawab terhadap manifestasi
sistem saraf pusat dan perifer. Area dari hiperhidrosis dan anhidrosis dapat ditunjukkan
melalui tes.
KELAINAN YANG MENGAKIBATKAN HIPOHIDROSIS DAN ANHIDROSIS
Anhidrosis adalah ketiadaan keringat sebagai respon dari stimulus yang sesuai dan dapat
timbul karena oklusi poir-pori, ketiadaan kelenjar keringat kongenital atau akuisita,
kerusakan pada fungsi kelenjar karena inflamasi kulit, atau disfungsi pada berbagai level
jalur persarafan termoregulatorik (lihat tabel 82-1). Hipohidrosis atau anhidrosis dapat
merupakan komponen dari beberapa bentuk displasia ektodermal (berhubungan dengan
abnormalitas perkembangan dari kelenjar keringat) dan gangguan dengan diferensiasi
epidermis yang abnormal (berhubungan dengan oklusi pori-pori).
Penyakit Autonom Primer dengan Anhidrosis Idiopatik Akuisita
Kehilangan sejumlah banyak keringat dapat disebabkan oleh kegagalan tersendiri dari
aktivitas sudomotor simpatis, dan dikenal dengan isilah anhidrosis idiopatik kronik (CIA)
atau general anhidrosis idiopatik akuisita. Gejala klinis utama termasuk gejala-gejala dari
intoleransi panas: rasa panas, kemerahan, dispneu, kepala terasa ringan, dan rasa lemah saat
temperatur tinggi atau ketika latihan. Pelaporan terbaru dari anhidrosis idiopatik akuisita,
bagaimanapun, menekankan gejala heterogen dan subtipe dari kondisi ini. Subtipe yang
dibahas disini termasuk segmental, gangguan sudomotor murni idiopatik (IPSF) dan CIA.
Anhidrosis Idiopatik Akuisita Tipe Segmental
Pasien dengan anhidrosis idiopatik akuisita tipe segmental timbul asimetris, kehilangan
keringat secara progresif lambat, sesuai dengan segmen dermatomal simpatis. Latihan dan
intolerasi panas juga secara progresif memburuk (see fig.82-4.4 in on-line edition).
Patofisiologi dan penyebab secara pasti belum diketahui, namun mungkin merupakan suatu
proses degenerasi saraf preganglionik.
Gangguan Sudomotor Murni Idiopatik (IPSF)
Kegagalan tersendiri pada proses berkeringat dapat dimediasi oleh respon autoimun
humoral dan atau seluler. Gejala klinik dari IPSF meliputi onset yang tiba-tiba, disertai rasa
sakit yang tajam, atau urtikaria kolinergik di seluruh tubuh, kurangnya disfungsi otonom
selain daripada general anhidrosis, peningkatan jumlah immunoglobulin E serum dan
terdapat respon terhadap kortikosteroid parenteral. Tes fungsi sudomotor memperlihatkan
tidak adanya termoregulator keringat dengan keringat emosional terpelihara baik.
Pilokarpin intradermal tidak menginduksi keringat, dan mikroneurografi menunjukan
lonjakan aktivitas saraf simpatis kulit. Biopsi kulit sering menunjukan tidak ada
abnormalitas pada kelenjar keringat, namun dapat memperlihatkan suatu atrofi atau
degenerasi kelenjar keringat dan infiltrasi limfosit dan sel mast di periekrin. Temuan klinis
menunjukan lesi di sisi post sinaps pada jembatan saraf-kelenjar keringat. Lesi pada IPSF
dapat melibatkan reseptor kolinergik muskarinik kelenjar keringat. Mekanisme alergi
kemungkinan memiliki pengaruh.
Anhidrosis Idiopatik Kronik (See Fig.82-1)
Biopsi kulit dari lesi kulit pada pasien dengan CIA dapat menunjukan infiltrasi periekrin
oleh limfosit kecil yang mungkin menyebabkan anhidrosis (biopsi kulit, menahan respon
berkeringat memperlihatkan kelenjar-kelenjar keringat berfungsi). Demonstrasi langsung
dari proses imunopatologi baik selular maupun humoral telah memberikan pandangan
baru terhadap patofisiologi dan pengobatan CIA. Target antigen dari limfosit CD3+ belum
jelas, tetapi mungkin reseptor M3 Ach. Kortikosteroid oral, methrotexate parenteral, dan
krim pimecrolimus topikal tidak menyebakan anhidrosis. Pemeriksaan biopsi kulit dengan
elektron dan laser scanning confocal fluorescence microscopy69 untuk melihat perubahan
kerusakan ultrastruktur dari unit neuroglandular dan menentukan penanda permukaan sel
pada infiltrasi limfosit merupakan metode antara sekarang dan yang diajukan untuk
memahami neurobiologi dari penyakit ini maupun lainnya, seperti penyakit Fabry dan
neuropati pada serabut kecil secara umum.
Sindrom Ross
Pasien dengan Sindrom Ross menunjukan intolerasi panas, anhidrosis, dan area segemental
yang menyolok dari penyimpanan keringat, yang terakhir seringkali merupakan keluhan
utama. Pada pemeriksaan, pupil tonik dan hilangnya reflex tendon dalam dari ekstremitas
bawah sering ditemukan. Denervasi simpatis pupil dan jantung dapat terjadi. Pengobatan
simpatetik dari hiperhidrosis (glikopirolat topical atau injeksi BTX) dan intoleransi
terhadap panas dapat diberikan.
Ganguan Autonom Murni (Sindrom Bradburry-Eggleston) dan Neuropati Autonomik
Autoimun
ANHIDROSIS SEKUNDER TERKAIT DENGAN PENYAKIT NEUROLOGIK
Penyakit Sistem Saraf Pusat
Stroke, tumor, infeks, infiltrasi, trauma pada level berapapun di jalur desenden
termoregulator keringat ipsilateral antara hipotalamus dan medulla spinalis dapat
menyebabkan hemihipohidrosis atau anhidrosis segmental asimetris yang mana
preganglionik berperan (see eFig.82-4.6 in on-line edition). Gabungan TST dan QSART
menunjukan perluasan anhidrosis terdapat di sentral atau basis preganglionik.
Penyakit Degeneratif
General anhidrosis merupakan manifestasi umum dari atrofi sistem multipel dan tes
keringat telah digunakan untuk membantu menyingkirkan MSA dari penyakit Parkinson.76
Lesi biasanya terdapat di preganglion termasuk kolum intermediolateral. Preganglionik
progresif dan kemudian gangguan berkeringat postganglionik muncul. Penyakit Lewy body
difus memiliki hubungan terhadap kerusakan autonom yang lebih dari penyakit Parkinson,
lebih kurang daripada MSA. Kerterlibatan secara luas neuron autonom dengan Lewy bodies
pada batang otak, medulla, dan ganglion simpatis telah dideskripsikan pada kasus-kasus
otopsi.
Penyakit Saraf Tepi Penyebab Anhidrosis
Neuropati Sensoris dan Autonom Herediter tipe I,II, dan IV
HSANs I,II,IV( juga dikenal dengan insensitifitas nyeri kongenital) dan V, berhubungan
dengan distal atau general anhidrosis lainnya dan mempunyai mutasi genetik yang berbeda
dan perbedaan fenotip dari HSAN III (FD, lihat Penyakit Saraf Pusat dan Abnormalitas
Saraf Perifer). Karakterisasi dari HSAN II ditujukan oleh adanya mutilasi akropati distal
dan anhidrosis, yang mana HSAN tipe IV mencirikan kongenital atau onset saat usia dini,
demam tinggi berulang dengan perluasan anhidrosis, dan perluasan insensitivitas terhadap
nyeri. Analisis imunohistokimia dari spesimen biopsi kulit memperlihatkan kurangnya
inervasi di epidermal dan kelenjar keringat.
Sindrom Gullain-Barre
Inflamasi akut polineuropati demyelinasi menghasilkan defisit keringat secara regional di
kaki pada 10-20% pasien. Hal tersebut dibayangi oleh keterlibatan sensoris dan motor.
Secara jarang, disautonomia akut tanpa keterlibatan saraf somatik dapat muncul.
Neuropati Diabetik
Neuropati diabetik secara umum meliputi neuropati sensorimotor distal, nyeri
monoradikulopati torakolumbal, dan polineuropati. Dari 51 pasien dengan neuropati
diabetik, 48 pasien dengan abnormalitas tegas dari termoregulator keringat. Defisit fokal
muncul dengan neuropati radikulopleksus lumbal dan torakal, kehilangan distal dengan
neuropati length-dependen, dan secara jarang, kehilangan keringat global pada yang
ditemukan dengan neuropati autonomic. Abnormalitas termoregulator keringat pada pasien
dengan diabetes mellitus ditunjukan pada eFig. 82-4.7 in on-line edition.
Neuropati Amiloid
Neuropati amiloid ( familial dan sistemik primer) sering mengenai saraf otonom,
menyebabkan defisit keringat distal dan atau segemental, yang terakhir umumnya mengenai
kepala dan leher. Neuropati sudomotor dapat berlanjut walaupun sudah transplantasi hati.
Lepra
Lepra merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, yang
mempunyai predileksi untuk kulit dan saraf tepi di regio tubuh yang lebih dingin
[organisme bekerja baik pada 32oC(95oF)]. Bentuk tuberkuloid berhubungan dengan
beberapa lesi kulit yaitu anestesi dan anhidrosis. Lepra lepromatosus berhubungan dengan
sebagian imunitas terhadap organisme yang meningkatkan akses ke ujung-ujung saraf kutan
atau intrakutan, menghancurkan elemen tersebut pada sebagian besar karakteristik pola
terhubung temperatur. Lepra intermediet ataupun borderline menunjukan gejala antara
keduanya secara ekstrim. TST merupakan salah satu cara terbaik untuk menggambarkan
perluasan dan distribusi dari keterlibatan saraf sudomotor. Fig 82-5 menunjukan hasil TST
pada pasien lepra lepromatosus. Terdapat perubahan halus kulit (inset kanan) dan hanya
hilang sensoris ringan pada ekstremitas bawah distal. TST (inset kiri) bagaimanapun,
menunjukan anhidrosis yang menyolok di regio yang lebih dingin pada ekstremitas. Area
kulit ini telah berkurang menjadi hilangnya reflek berkeringat axonal, menunjukan
keterlibatan postganglionic axonal. Biopsi kulit dari lengan kanan menunjukan sejumlah
basil tahan asam ( foto background) dengan pengecatan Fite, diagnostik pada lepra
lepromatosus.
Sindrom Myastenik Lambert-Eaton
Sindrom miastenik Labert-Eaton adalah suatu kumpulan gejala berupa : kelemahan otot-
otot proksimal tubuh, penurunan refleks tendo-tendo dalam, dan penurunan sistem autonom
(menimbulkan gejala mulut kering, konstipasi, disfungsi ereksi). Terkadang dapat disertai
gejala anhidrosis. Gejala-gejala ini dikarenakan penurunan jumlah asetilkolin (Ach) dari
ujung saraf motorik maupun saraf otonom, dikarenakan adanya antibodi pada kanal kalsium
gerbang voltase tipe P/Q. Sindrom miastenik Lambert-Eaton dihubungkan dengan
terjadinya keganasan pada 60 persen kasus.81
Neuropati Alkoholik
Neuropati alkoholik pada umumnya mengenai saraf sensoris yang kecil. Saraf autonom
yang tidak bermielin juga terkena dan dapat muncul gejala kurang berkeringat dan
perubahan kulit pada kaki. Pada mulanya, bisa dijumpai gejala pengeluaran keringat yang
berlebihan pada akral. Ulkus neupropatik, gangguan sensasi nyeri, dan respon neurogenik
vasodilatator, fissura, dan klit pecah-pecah diserta atrofi apada otot-otot kaki intrinsik
disertai dengan tanda claw toes. Perubahan kulit ini sering terjadi pada berbagai jenis
neuropati (sebagai contoh : neuropati diabetik)
Penyakit Fabry
Neuropati saraf kecil idiopatik
Beberapa kasus dengan gejala nyeri, neuropati distal, merupakan tanda dari neruropati tipe
“saraf kecil/halus”. Konduksi pada saraf dan elektromiografi seringnya menunjukkan hasil
yang normal , dan pemeriksasn pada pasien hanya didapatkan perubahan subjektif pada
gejala nyeri dan sensasi terhadap suhu. Tes kuantitatif untuk menentukan kepadatan serabut
saraf menunjukkan hasil adanya jumlah yan gtidak normal pada sebagian besar pasien.
Serabut sudomotor simpatis postganglionik menunjukkan degenerasi akson dan berakibat
pada kehilangan kemampuan berkeringan pada kaki tergantung pada panjangnya saraf yang
terkena (lihat gambar 82-5.1)83
Eritromialgia
Munculnya neuropati saraf halus yang dikaitkan dengan diagnosis primer berupa
eritromialgia menarik perhatian para ilmuwan.84 Penurunan kepadatan serabut saraf dicatat
pada biopsi kulit pada 13 dari 16 pasien. Penemuan ini mendukung observasi yang
dilakukan baru-baru ini mengenai defisiensi kemampuan thermoregulasi dan respon akson
menghasilkan keringat pada eritromialgia primer.
Pasca Simpatektomi
Sebagaimana dicatat pada bab Penatalaksanaan, simpatektomi telah digunakan sebgai
terpai pada hiperhidrosis palmaris. Derajat anhidrosis yang dihasilkan tergantung pada luas
dari reseksi rantai simpatis yang dilakukan dan bervariasi dari nilai 35 persen hingga 1 atau
2 persen pada pasien yang menjalani TST. Persentasi lebih rendah adalah hasil yang
diinginkan karena semakin tinggi derajatnya mungkin diasosiasikan dengan kompensasi
hiperhidrosis yang tidak diinginkan pada trunkus dibawah saraf yang dilakukan
simpatektomi.
Sindrom Harlequin
Pasien dengan sindrom harlequin sering mengalami gejala anhidrosis unilateral (pada
kepala dan leher) dan terjadinya denervasi pada pupil. Diperkirakan hal ini akan semakin
berlanjut dan mengakibatkan gejala kompensasi, yaitu berkeringat berlebihan pada sisi
yang lainnya dan vasodilatasi. Hal-hal tersebut merupakan karakteristik dari sindrom
harlequin.
ANHIDROSIS KARENA TOKSIN DAN OBAT-OBATAN
Toksin Botulinum
Botolinum Toksin tipe A dan tipe B kedunya memberikan efek pada supresi produksi
keringat yang derajatnya tergantung dari dosis toksin yang terdapat dari injeksi subkutan
maupun intrakutan. (lihat Bab 256). Gejala anhidrosis yang menyebar dapat muncul pada
pasien yang terkena toksin botulinum ini sebagaimana juga seperti pada keracuna
organofosfat seperti pada akibat bioterorisme.
Obat-obatan
Beberapa obat dapat mengakibatkan anhidrosis, terutama yang merupakan golingan
antikolinergik dan obat-obatan yang mempengaruhi ikatan pada Ach pada reseptor tipe
muskarinik M3 pada kelenjar keringat. Blokade pada level ganglion simpatis dapat
mengakibatkan inhibisi produksi keringat dan mengakibatkan hipotensi rtostatik. Baru-baru
ini, oligohidrosis pada anak-anak dilaporkan akibat dari konsumsi karbonik anhidrase
(CAII), yaitu suatu inhibitor zonisamid dan topiramat dan penelitian ini memperlihatkan
adanya penurunan pada pengeluaran keringat yang dimediasi oleh refleks akson serta juga
memberikan efek pada kelenjar keringat.
Aginonis Opioid tipe µ
Aginonis Opioid tipe µ
(misal : morfin) cenderung menginhibisi neuron-neuron yang bertanggung jawab terhadapa
sensasi panas di hipotalamus. Aksi ini meningkatkan temperatur set-point tubuh sehingga
temperatur basal menjadi meningkat. Hal ini mengakibatkan anhidrosis pada pasien
meskipun pasien berada pada tempat yang panas. Setelah kadar opioid menurun, maka set
point tubuh pun menurun hingga dibawah suhu basal sehingga mengakibatkan produksi
keringat terus menerus. Klonidin dan agonis adrenergik α2 dapat mensupresi produksi
keringat dan diperkirakan proses ini karena penurunan efek norepinefrin pada neuron-
neuron termoregulator pada hipotalamus. Obat-obat tersebut dapat efektif pada sindrom
Saphiro, hiperhidrosis esensial, dan produksi keringat berlebihan pasca menopause.
Hiperpireksia dan serangan Panas
Hiperpireksia dan serangan Panas merupakan status dari sebuah keadaan dimana terjadi
kegagalan dalam pengaturan suhu yang terjadi mendadak, dengan ciri-ciri anhidrosis
generalis, hiperpireksi (temperatur rektal lebih besar dari 40,5 derajat celcius) dan
gangguan pada sistem saraf pusat. Penyebab pasti pada kelainan ini masih belum dapat
diketahui secara pasti. Secara umum terjadi tekanan dari lingkungan yang berlebihan pada
sistem pengaturan suhu sehingga mengakibatkan collapse. Pada fase awal, pasien masih
dapat berkeringat dan rasional, namun temperatur rektal bisa mencapai 40,5 derajat celcius.
Dalam beberapa menit, terjadi anhidrosis, gangguan mental, koma, dan atau disertai kejang.
Diagnosis harus dapat diperkirakan dari gejala munculnya panas yang ekstrim dan
temperatur rektal lebih besar dari 40,5 derajat celcius, harus lebih bisa ditegakkan lagi
dengan munculnya anhidrosis, kulit kering dan panas, dan adanya manifestasi sistem saraf
pusat. Jika tidka segera diberikan terapi, gangguan ini pada umumnya berakibat fatal, pada
kasus yang diberikan terapi, angka mortalitasnya mendekati 35 persen.
Anhidrosis dikarenakan Kelainan Kulit dan Kelenjar Keringat
Anhidrosis karena Kerusakan agen Fisik
Anhidrosis lokal dapat muncul kapanpun dikarenakan kerusakan kelenjar keringat karena
tindakan pembedahan, terbentuknya jaringan parut, neoplasma kulit, terapi radiasi, infeksi,
inflamasi pada kulit, lesi granulomatosa, skleroderma, atau vaskulitis. Pengeluaran keringat
dari kelenjar keringat hingga mencapai permukaan kulit dapat terganggu oleh karena
berbagai penyakit dermatosis dan papulosquamus, diperkirakan karena terjadi oklusipada
porus. Pembentukan lepuhan kulit disertai dengan nekrosis kelenjar keringat telah
dilaporkan pada intoksikasi barbiturat, metadon, diazepam, karbonmonoksida, amitriptilin,
dan clorazepat. Perubahan serupa dapat muncul pada koma yang terinduksi oleh
hipoglikemia dan gangguan neurologis lainnya. Dermatitis yang terinduksi karena radiasi
dapat mengakibatkan berkurangnya fungsi ekrin. Radiasai (pada umumnya ada kisaran 25-
50 Gray) seing mengakibatkan fungsi kelenjar ekrin menjadi hilang dan seringnya hal ini
ditemukan secara tidak sengaja ketika sebelumnya dilakukan tes saraf autonom (lihat
gambar 82-5.2). Telah dapat dijelaskan perubahan keratin yang memblokade saluran ekrin
dengan atau tanpa proliferasi saluran kelenjar menyerupai syringoma. Perubahan serupa
juga terjadi pada radiasi kanker payudara. Displasia ektodermal kongenital (lihat bab
143), dermatitis akantolitik (penyakit Grover, lihat bab 49), urtikaria kolinergik (lihat bab
37) dan beberapa bentuk ektiosis (lihat bab47) diperkirakan berhubungan dengan gangguan
produksi keringat.
ANHIDROSIS KARENA PENYAKIT KULIT KONGENITAL DAN AKUISITA
Penyakit penyimpanan (Storage Disease)
Inklusi-inklusi selular pada kelenjar keringat yang dapat diidentifikasikan pada biopsi kulit,
termasuk juga vakuola terikat membran pada sel-sel sekretorik pada mukopolisakarida,
lipid intrasitoplasmik pada penyakit Nieman-Pick dan Sandhoff, inklusi-inklusi pada
adrenoleukodistrofi, defisiensi malstase dan granul PAS (periodic acid-Schiff) yang positif
pada sisi luar sel duktus pada epilepsi mioklonik Lafora.
Hidradenitis Ekrin Neutrofilik
Nekrosis pada sel-sel ekrin sekretorik ekrin dan epitel yang terkait dengan kepadatan
infiltrat neutrofilik disekitarnya merupakan karakteristik dari penyakit Hidradenitis Ekrin
Neutrofilik (NET, Neutrophillic Eccrin Hidradenitis) (lihat gambar 82-5.3). Beberapa
temuan klinis yaitu dengan dilakukannya histopatologi pada biopsi kulit. Lesi-lesi yang
terjadi seringnya terasa nyeri, gatal, dapt berupa plak atau papul eritema yang terdapat pada
ekstremitas, badan, leher, wajah, dan telinga. Gejala klinis yang muncul sering dilaporkan
karena pemberian kemoterapi terkait dengan munculnya gejala NEH, biasanya muncul
pada 2 minggu setelah pemberian awal kemoterapi. Demam dan neutropenia dapat muncul
dan kelainan ini biasanya bersifat self limited selama beberapa minggu. Diperkirakan efek
toksik langsung terjadi dari obat pada kelenjar ekrin dan keluhan dapat muncul pada
pemberian kemoterappi ulang. Penatalaksanaan denga Colchisine dan Dapsone
memberikan manfaat.
Kategori NEH lainnya dibagi berdasarkan infeksi bakteria yang terjadi. Biopsi yang
dilakukan pada lesi memberikan hasil tumbuhnya beberapa baakteri yaitu : serratia,
Staphylococcus, Enterococcus, Pseudomonas, dan Nocardia. 91 Pernah dilaporkan terjadi
outbreak karena kontaminasi air kolam renang oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa.
Outbreak ini selesai dalam kurun waktu beberapa minggu, namun beberapa pasien
memerlukan terapi antibiotik. Belum diketahui apakah seseorang mengalami defisiensi
sekresi peptida antimikroba pada keringatnya (lihat pada baigan Gangguan pada Saluran
Kelenjar Keringat) atau jika terjadi perubahan pada protein-protein struktural saluran
kelenjar keringat yang mengakibatkan menurunnya barier proteksi terhadap infeksi.
Akhir-akhir ini, sering dilaporkan terjadinya NEH palmo-plantar pada anak-anak berusia 1
sampai 15 tahun. Olahraga yang berlebihan dengan keringat yang banyak dan basah,
pemakaian sepatu yang tertutup merupakan salah satu faktor resiko. Penyakit tersebut
beresolusi setelah 3 sampai 4 minggu namun gejala dapat berulang. Penetalaksanaannya
dengan kompres dingin dan sterois topikal dan juga istirahat. Hal ini dapat meringankan
gejala simptomatis. NEH juga dilaporkan terkait dengan penyakit Bechet dan infeksi HIV.
Terapi yang mungkin untuk kasus NEH-Bechet adalah obat anti TNF-α, seperti infliximab,
yang terbukti efektif untuk beberabagi macam manifestasi gejala yang muncul karena
penyakit Bechet.
Sindrom Sjorgen dan skleroderma
Berbagai derajat anhidrosis dapat muncul pada sindrom sjorgen (lihat bab 162). Gejala
klinis yang sering muncul adalah adanya area anhidrosis pada ekstremitas bagian proksimal
maupun distal disertai dengan neuropati sarf kecil. Laporan kasus dari gejala anhidrosis dan
intoleransi panas dikaitkan dengan mata kering, mulut kering, infiltrat limfosit pada
kelenjar ludah minor. Biopsi kulit memperlihatkan andanya infiltrat periekrin pada
beberapa pasien tapi tidak terjadi pada pasen lainnya. Kegagalan anhidrosis kulit pada TST
untuk merespon ACh atau pilokarpin iontophoresis pada satu laporan kasus
mengindikasikan bahwa autoantibodi reseptor muskarinik kolinergik tipe M3 terpengaruh
dengan fungsi kelenjar ekrein.98-101 Reseptor M3 kolinergik merupakan predominan pada
kelenjar saliva dan kelenjar keringat. Tahap respon imun mungkin ditentukan oleh apakah
infiltrat limfositik muncul atau tidak. Atrofi kelenjar keringat dan anhidrosis fokal terjadi
pada asien yang menderita skleroderma. Daerah yang sering terkena adalah bagian depan
kepala.
Incontinensia Pigmenti
Hipohidrosis juga terjadi pada lapisan dan daerah paha, lengan, dan kulit kepala pada 10
wanita dengan incontinensia pigmenti. Biopsi kulit memperlihatkan berkurangnya jumlah
kelenjar ekrin dan folikel ramput pada tempat tempat yang terkena. Hipohidrosis juga
muncul pada pada vitiligo segmental namun tidak pada tipe vitiligo generalisata ataupun
tipe akre-fasial. Anhidrosis pada wajah dan leher juga dilaporkan pada anggota keluraga
dengan atroderma folikular, karsinoma sel basal, dan hipotrikosis, dimana ketiganya
merupakan sindrom yang jarang terjadi. Sindrom ini terkait kromosom X, dominan, dan
diwariskan. (sindrom Bazek-Dupre-Christol). Milia dan oklusi salurankelenjar keringat
bisa saja muncul sebgai gejala penyerta namun tidak selalu.
Kelainan pada Saluran Kelenjar Keringat
Miliaria
Miliaria diakibatkan karena gangguan integritas saluran kelenjar keringat sehingga keringat
yang dihasilkan terkumpul pada lapisan epidermis kulit. Paparan sinar ultraviolet, flora
normal kulit, dan episode pengeluaran kerigat merupakan faktor faktor yang
mempengaruhi. Anhidrosis fokal dapat muncul dan bertahan sampai beberapa mienggu
lebih lama dibandingkan miliaria yang mengenai lokasi kulit. Berdasarkan temuan klinis
dan histopatologis, miliaria dibagi menjadi empat kelompok :
1. Miliaria Kristalina
2. Miliaria rubra
3. Miliaria pustulosa
4. Miliaria profunda
Miliaria kristalina (sudamina) terdiri dari vesikel inflamatorik yang letaknya
superfisial/subcorneal yang mudah pecah ketiak digaruk oleh tangan. Jenis ini sering
muncul pada bayi pada ingkungan yang hangat, termasuk pada pasien di ICU ketika
diberikan terapi (diberikan obat kolinergik dan adrenergik) dan mungkin meningkatkan
stimulasi pengeluarankeringat dan masalah yang ditimbulkannya.112,113
Miliaria rubra merupakan akibat dari obstruksi keringat yang kemudian bermigrasi ke
epidermis, begitu pula dermis bagian atas, sehingga mengakibatkan papul inflamasi di
sekitar lubang muara saluran kelenjar keringat. Penyakit ini sering terjadi pada bayi, namun
juga bisa muncul pada anak-anak dan dewasa setelah terjadinya pengeluran keringat yang
berlebihan berkali-kali pada kondisi lingkungan yang panas dan lembab. Erupsi biasanya
terjadi setelah beberapa hari setelah pasien pendah ke tempat yan glebih sejuk. Anhidrosis
terkait miliaria memerlukan waktu 2 minggu (waktu yang diperlukan untuk memeprbaiki
saluran kelenjar keringat epidermis oleh mekanisme dermal turnover) untuk memperbaiki
secara sempurna. Beberapa erupsi miliaria rubra menjadi pustular, mengakibatkan
terjadinya miliaria pustulosa. Miliaria profunda terjadi ketika keringat yang dihasilkan
terbenam lebih dalam ke dermis. Selama pajanan panas yang intens atau setelah injeksi
lokal obat kolinergik, kulit yang terkena dapat mengalami penutupan yang tidak rata,
diskret, papul berwarna seperti daging yang menyerupai daging angsa. Blokade duktus
pada beberapa tingkatan merupakan penyebab langsung miliaria. Namun, peneliti tidak
setuju dengan alasan mengapa keringat terlepas dari saluran kelenjar dan tersebar pada
berbagai lapisan kulit (yang mengakibatkan beberapa kelompok miliaria) maupun apa yang
menjadi penyebab blok duktus dan atau kebocoran saluran kelenjar pada beberapa lapisan
kulit.
Kelainan lain pada saluran kelenjar keringat
Abnormalitas pada bagian epidermis dari saluran kelenjar keringat berbentuk spiral
(acrosyringium) dengan gangguan pengeluaran keringat ke lapisan terluar kulit muncul
pada beberapa gangguan imunohistologi pada inflamasi neurogenik kulit. Munculnya
reseptor vilinoid dan serabut neuropeptida yang mengandung substansi P dan gen kalsitonin
terkait proein pada acrosyringium mungkin menjelaskan munculnyua sel mast dan
mediator-mediator inflamasi lainnya disertai gangguan pdalam berkeringat.
Kelainan pada gangguan komposisi keringat
Dermatitis atopi
Dermcidin merupakan peptida yang bersifat antimikroba yang baru-baru ini ditemukan.
Peptida ini memiliki aktivitas yang luas (broad spectrum). Peptida ini dihasilkan dari
kelenjar keringat ekrin dan disekresikan ke dalam keringat. Beberapa bukti klinis
memperlihatkan bahwa defisiensi peptida antimikroba mungkin berperan pada gangguan
inflamasi kulit yang bercirikan adanya peningkatan kolonisasi bakteri pada kulit seperti
pada dermatitis atopi.
Fibrosis kistik
Konsentrasi Ion klorida pada keringat dapat menentukan integritas kanal CFTR Cl- dan
menyediakan informasi diagnostik untuk penyakit fibrosis kistik 12. Penilaian secara in
vivo ini dapat bermanfaat pada pengamatan efektivitas terapi gen CF. Penelitian in vitro
mengenai aktivitas CFTR CL- dari kelenjar keringat dari biopsi kulit sedang dalam proses
evaluasi sebagaimana pula dengan alat penanda efiseiensi pengiriman gen CF dan ekspresi
pada kelenjar keringat sel-sel epitel .