transfusi darah pasca bedah - unud
TRANSCRIPT
TRANSFUSI DARAH PASCA BEDAH
Oleh :
Oktaviarum Slamet Utama (1202006165)
dr. I Ketut Wibawa Nada, Sp.An, KAKV
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN/SMF ILMU ANESTESI DAN REANIMASI
FK UNUD/RSUP SANGLAH
2017
3
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ................................................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................................ ii
Daftar Isi. .......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 3
2.1 Sel Darah dan Plasma Darah .. .................................................................................. 3
2.2 Golongan darah OAB dan Rhesus............................................................................. 5
2.3 Definisi Transfusi Darah .......................................................................................... 7
2.4 Transfusi Darah Pasca Bedah ................................................................................... 7
2.5 Penggunaan Komponen Darah ................................................................................ 10
2.6 Alternatif Dalam Pemberian Transfusi Darah .......................................................... 13
2.7 Indikasi Khusus Transfusi Darah ............................................................................ 14
2.8 Komplikasi Paska Transfusi ................................................................................... 14
BAB III SIMPULAN. ................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB I
PENDAHULUAN
Darah merupakan komponen esensial dalam kehidupan makhluk hidup, membentuk
sekitar 8% dari berat tubuh total seorang individu dengan volume rerata 5 liter pada
wanita dan 5,5 liter pada pria. Dalam keadaan fisiologik tubuh, darah akan berada di
dalam pembuluh darah untuk menjalankan fungsinya sebagai pembawa oksigen atau
media transportasi, mekanisme hemostasis, dan mekanisme pertahanan tubuh
terhadap infeksi.1
Hingga saat ini, permintaan produk darah pada praktek klinis kian meningkat
sebagai salah satu terapi penunjang baik dalam bidang hematologi maupun non
hematologi seperti contohnya dalam bidang pembedahan. Pada kasus pembedahan,
tindakan transfusi dapat dilakukan pada periode pra bedah, saat pembedahan
berlangsung ataupun pasca bedah.2
Transfusi darah merupakan proses penyaluran darah atau komponen darah
dari satu individu ke sistem sirkulasi individu lainnya. Transfusi darah dapat bersifat
menyelamatkan jiwa setelah terjadi perdarahan masif setelah terjadi trauma atau
pembedahan dan dapat digunakan sebagai penatalaksanaan penyakit kronis seperti
anemia dan trombositopenia. Tindakan ini merupakan salah satu bagian penting
pelayanan kesehatan saat ini yang dilakukan untuk mengembalikan dan
mempertahankan volume darah seseorang yang hilang, mengganti kekurangan
komponen seluler atau kimia darah, memperbaiki daya angkut oksigen ke jaringan,
dan memperbaiki fungsi hemostasis seseorang.1,2,3
Kunci dari semua praktek pembedahan atau anestesi adalah mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas pasien. Kehilangan darah dan kondisi hipovolemia dapat
terjadi selama prosedur pembedahan.4 Ketersediaan darah sangat berperan dalam
berlangsungnya tindakan pembedahan seperti operasi jantung, pembuluh darah,
onkologi, dan penggantian sendi.5 Pengambilan keputusan untuk melakukan transfusi
5
kadang sangat sulit. Dalam beberapa tindakan pembedahan, kehilangan darah dapat
diprediksi dan kadang dapat terjadi kehilangan darah yang tidak diduga sebelumnya.
Secara umum, pertimbangan untuk dilakukan transfusi adalah berdasarkan kadar
hemoglobin (Hb) pasien.4
Sebagai tenaga medis penting dilakukan penilaian derajat hemodilusi pada
pasien yang dapat diprediksi mengalami kehilangan darah selama operasi
berlangsung. Sebagai hasilnya, kadar Hb paska operasi lebih rendah daripada kadar
Hb sebelum operasi. Keputusan untuk pemberian transfusi harus dibuat setelah
pemeriksaan secara menyeluruh terhadap kondisi umum seperti penyakit jantung,
tanda-tanda oksigenasi yang tidak adekuat ke jaringan, dan kehilangan darah yang
terus-menerus.4 Transfusi darah memang merupakan prosedur untuk menyelamatkan
jiwa, tetapi memiliki risiko seperti komplikasi infeksius maupun non-infeksius.5
Oleh karena itu, tindakan transfusi harus sesuai dengan indikasi yang jelas
agar mendapat manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan efek sampingnya. Pada
paper ini akan membahas mengenai fisiologi darah, transfusi darah, penggunaan
transfusi, serta komplikasinya.
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sel Darah dan Plasma Darah
Setiap manusia memproduksi darah dan komponennya untuk melangsungkan fungsi
kehidupan. Darah merupakan jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma
darah dan sel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu sel darah merah (eritrosit)
yang berfungsi sebagai transport atau pertukaran oksigen dan karbon dioksida, sel
darah putih (leukosit) yang berfungsi untuk system imunitas tubuh dan keping darah
(trombosit) yang berperan untuk hemostasis dan membantu proses pembekuan
darah.6
2.1.1 Sel Darah Putih
Leukosit atau sel darah putih merupakan sel darah yang mengandung
inti, sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit dan monosit, serta
sedikit limfosit) dan sebagian lagi dibentuk di jaringan limfe (limfosit dan sel-
sel plasma).
Keberadaan leukosit ada di dalam darah, limpa, liver, dan
kelenjar limfe. Fungsi leukosit di dalam tubuh adalah diangkut ke daerah yang
terinfeksi dan mengalami peradangan serius untuk menyediakan pertahanan
yang cepat dan kuat terhadap agen – agen infeksius. Sel-sel darah ini bertahan
hidup selama kurang lebih empat bulan di dalam darah. Rata-rata jumlah
leukosit normal dalam darah manusia adalah 5.000 sampai 9.000/mm3,
apabila jumlah leukosit lebih dari 10.000/mm3 disebut sebagai leukositosis,
dan apabila kurang dari 5.000/mm3 disebut dengan leukopenia. Leukosit
terdiri dari dua golongan utama, yaitu agranular dan granular. Leukosit
agranular ada 2 jenis yaitu: limfosit yang terdiri dari sel-sel kecil dengan
sitoplasma sedikit, dan monosit dengan sel-sel yang agak besar dan
mengandung sitoplasma lebih banyak. Leukosit granular ada 3 jenis yaitu
neutrofil, basofil, dan eosinofil seperti yang terlihat pada gambar di bawah
ini.7,8
7
Gambar 2.1 Jenis-Jenis Leukosit5
2.1.2 Sel Darah Merah
Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu komponen sel
yang terdapat dalam darah, fungsi utamanya adalah sebagai pengangkut
hemoglobin. Hemoglobin merupakan protein yang berperan dalam transport
oksigen dari paru-paru ke jaringan. Eritrosit sendiri merupakan suatu sel yang
kompleks, membrannya terdiri dari lipid dan protein yaitu hemoglobin,
sedangkan bagian dalam sel berfungsi sebagai mekanisme mempertahankan
sel selama 120 hari masa hidupnya serta menjaga fungsi hemoglobin selama
masa hidup sel tersebut.10
Eritrosit normalnya menempati 40-50% dari total
volume darah. Pada pria normal, jumlah rata – rata sel darah merah per
millimeter kubik adalah 5.200.000 (±300.000), sedangkan pada wanita normal
4.700.000 (±300.000).9
2.1.3 Platelet
Platelet disebut juga dengan trombosit atau keeping darah merupakan
sel tak berinti yang diproduksi oleh sumsum tulang berbentuk cakram kecil,
bulat, lonjong, bahkan berbentuk tidak beraturan dengan diameter 1-4 μm.
Jumlahnya dalam darah pada keadaan normal sekitar 150.000/ml sampai
dengan 300.000/ml darah dan mempunyai masa hidup sekitar 7 sampai 12
hari. Kadar trombosit < 150.000/ml disebut dengan trombositopenia. Saat
tubuh mengalami luka, maka trombosit akan berkumpul dan saling
melekatkan diri sehingga akan menutup luka tersebut, trombosit juga akan
mengeluarkan zat yang merangsang untuk terjadinya pengerutan luka
8
sehingga ukuran luka menyempit dan karena mempunyai zat pembeku darah
maka dapat menghentikan perdarahan.10
2.1.4 Plasma Darah
Plasma ialah bagian cair dari darah yang sebagian besar terdiri atas air,
elektrolit, dan protein darah. Di dalam plasma terdapat sel-sel darah dan
lempingan darah, albumin dan gamma globulin yang berguna untuk
mempertahankan tekanan osmotik koloid dan mempertahankan tubuh
terhadap mikroorganisme luar serta terdapat pula zat / faktor-faktor pembeku
darah, komplemen, haptoglobin, transferin, feritin, seruloplasmin, kinina,
enzym, polipeptida, glukosa, asam amino, lipid, berbagai mineral, metabolit,
hormon dan vitamin. 1, 6
2.2 Golongan Darah O-A-B dan Rhesus (Rh)
Di dalam sel darah manusia, terdapat kurang lebih 300 antigen yang dapat
menimbulkan reaksi antigen-antibodi. Setiap orang biasanya menghasilkan antibodi
(alloantibodies) yang bertanggung jawab untuk reaksi-reaksi dari transfusi. Terdapat
dua golongan antigen yang sering menimbulkan reaksi transfusi darah, dimana
golongan ini dinamakan sistem antigen O-A-B dan sistem Rh.11
2.2.1 Golongan Darah O-A-B
Dalam melakukan tindakan transfusi darah, akan diawali dengan
pengklasifikasian darah ke dalam empat tipe golongan darah yaitu golongan
darah O,A,B, atau AB.
9
Tabel 2.1 Golongan Darah dengan genotip dan unsur pokok aglutinogen serta
aglutininnya.11,12
Genotip Golongan Darah Aglutinogen/
Antigen
Aglutinin/
Antibodi
OO O Tidak ada Anti-A, Anti-B,
Anti-A,B
OA atau AA A A Anti-B
OB atau BB B B Anti-A
AB AB A dan B Tidak ada
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa apabila pada darah seseorang
tidak terdapat aglutinogen A ataupun aglutinogen B, maka golongan darahnya
adalah O. Bila hanya terdapat aglutinogen tipe B, maka golongan darahnya
adalah B. Bila hanya terdapat aglutinogen tipe A, maka golongan darahnya
adalah A, dan apabila terdapat aglutinogen tipe A dan B, maka golongan
darah AB.11,12
Tabel 2.2 Penggolongan darah yang memperlihatkan aglutinasi sel dari
berbagai golongan darah dengan Aglutinin anti-A dan anti-B dalam serum.12
Golongan Darah Antibodi dalam plasma
Anti-A Anti-B
O - -
A + -
B - +
AB + +
2.2.2 Golongan Darah Rh
Selain sistem golongan darah O-A-B, terdapat pula golongan darah
sistem Rh juga penting dalam melakukan tindakan transfusi darah. Terdapat
enam tipe antigen Rh yang umum, setiap tipe disebut faktor Rh. tipe – tipe ini
10
ditandai dengan C, D, E, c, d, dan e. Tipe antigen D dijumpai secara luas
dalam populasi. Seseorang yang memiliki antigen ini dikatakan Rh positif,
sedangkan orang yang tidak memiliki antigen D disebut Rh negatif. 1,11
Tabel 2.3 Penggolongan darah berdasarkan sistem rhesus.12
Penggolongan Darah Berdasarkan Sistem Rhesus
Anti Rho(D) Kontrol Rh Tipe Rh
Positif Negatif D+
Negatif Negatif D-
Positif Positif Harus diulang atau
diperiksa dengan
Rho(D) typing (saline
tube test)
2.3 Definisi Transfusi Darah
Transfusi darah adalah suatu tindakan medik berupa pemindahan darah atau
komponen darah donor ke dalam sistem pembuluh darah resipien. Berdasarkan
jenisnya, transfusi darah di kelompokan menjadi 2 jenis, yaitu autologous
transfussion merupakan suatu tindakan transfusi dimana resipien mendonorkan
darahnya untuk digunakan sendiri dan allogenic transfussion adalah suatu tindakan
transfusi dimana resipien menggunakan darah dari seorang donor atau orang lain.
Tindakan transfusi darah ini sering dilakukan dalam bidang pembedahan, baik saat
periode prabedah, selama pembedahan, maupun pasca bedah.11,13
2.4 Transfusi darah paska bedah
Ketika terjadi perdarahan, tujuan penatalaksanaan yang dilakukan adalah
untuk mengembalikan volume intravaskular, cardiac output, dan perfusi organ ke
dalam batas normal.14
Kehilangan <20% volume darah dapat ditoleransi oleh tubuh,
tetapi bila sudah mencapai 20-40% kehilangan volume darah akan menyebabkan
11
perubahan tanda vital. Kehilangan >40% volume darah akan menyebabkan kegagalan
sistem sirkulasi sampai henti jantung bila tidak ditangani.4 Tujuan dari terapi
transfusi, khususnya pada paska operasi adalah untuk mengatasi anemia dan
oksigenasi yang tidak adekuat, serta defek faal hemostatic dengan menggunakan
komponen darah.2,5
Indikasi terjadinya hipoksia pada pasien anemia dan selama
periode paska operasi dapat menunjukkan gejala takikardia, hipotensi, dan dyspnea.5
Tabel 2.4. Klasifikasi perdarahan manurut American College of Surgeon.14
Klasifikasi perdarahan akut
Faktor Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4
Kehilangan
darah (ml) 750 750-1500 1500-2000 >2000
Persentase
kehilangan
darah
15 15-30 30-40 >40
Nadi
(denyut/menit) 100 100 120 ≥140
TD Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan nadi
(mmHg)
Normal atau
meningkat Menurun Menurun Menurun
Capillary
refill test Normal Positif Positif Positif
Laju napas
per menit 14-20 20-30 30-40 35
Produksi urin
(mL/jam) 30 20-30 5-10
Hampir tidak
ada
Status mental Sedikit
gerlisah
Gelisah
sedang
Gelisah dan
disorientasi
Disorientasi
dan letargi
Penggantian
cairan (1:3
rule)
Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan
darah
Kristaloid dan
darah
Idealnya, apabila terdapat kehilangan darah harus diganti dengan kristaloid
atau larutan koloid untuk mempertahankan volume intravaskular. Ketika bahaya
anemia melebihi risiko dari transfusi yang akan dilakukan, maka kehilangan darah
tersebut diganti dengan transfusi sel darah merah untuk mempertahankan konsentrasi
12
hemoglobin atau hematokrit, seperti contohnya pada bayi atau anak – anak dengan
kadar hemoglobin normal, kehilangan darah sebanyak 10% volume darah, maka tidak
perlu dilakukan transfusi darah dan cukup diberikan cairan kristaloid atau koloid
karena tidak memberatkan kompensasi tubuh. Sedangkan apabila kehilangan darah
lebih dari 10% volume darah perlu dilakukan tindakan transfusi darah karena terjadi
gangguan dalam pengangkutan oksigen. Sementara itu, pada orang dewasa dengan
kadar hemoglobin normal, pemberian cairan masih dapat diberikan pada kehilangan
darah hingga 20% volume darah. Apabila kehilangan darah lebih dari itu, diperlukan
tindakan transfusi darah karena sering terjadi gangguan faktor pembekuan.11
Dalam mengatasi kehilangan darah, apabila yang digunakan adalah cairan
kristaloid, volume yang dibutuhkan adalah tiga kali lipat dari volume kehilangan
darah (rasio 1:3), sementara apabila yang digunakan adalah cairan koloid (rasio 1:1),
maka dibutuhkan volume yang sama dengan perdarahan. Perkiraan volume darah
seseorang berbeda-beda, tergantung pada usia dan jenis kelamin seseorang seperti
yang tertera pada tabel di bawah.11
Tabel. 2.5 Volume Darah Sesuai Usia11
Usia Volume Darah
Prematur 95mL/KgBB
Cukup Bulan 85 mL/KgBB
Infant 80 mL/KgBB
Dewasa
Laki-laki 75 mL/KgBB
Perempuan 65 mL/KgBB
Pemberian transfusi dalam periode paska bedah disarankan diberikan ketika
pasien sudah sadar untuk mengetahui reaksi transfusi yang dapat timbul sedini
mungkin. Pada periode paska bedah, terutama pasien yang sudah atau sedang
memperoleh transfusi darah, segera lakukan evaluasi status hematologi dan
13
pemeriksaan faal hemostasis untuk mengetahui sedini mungkin setiap kelainan yang
terjadi.2
2.5 Penggunaan komponen darah
Banyak perdebatan yang diungkapkan di berbagai literatur mengenai
komponen darah yang dapat digunakan secara tepat. Beberapa percobaan klinis
menyarankan tindakan transfusi dilakukan dengan menunggu sampai pasien
mencapai kadar Hb terendah.
Pada prinsipnya, penggunaan komponen darah
disesuaikan dengan kebutuhan pasien akan komponen darah spesifik yang
diperlukan.15
2.5.1 Whole blood
Fresh whole blood didefinisikan sebagai darah yang disimpan pada
bank darah dalam waktu <24 jam pada suhu 1 to 6°C sebelum ditransfusikan ke
pasien. Semakin lama disimpan, kemampuan agregasi trombosit akan semakin
menurun. Whole blood mengandung komponen eritrosit, leukosit, trombosit,
dan plasma. Satu unit whole blood terdiri dari 250 mL darah dan 37 mL
antikoagulan dengan kadar hematokrit 40%, dapat meningkatkan kadar Hb
sebanyak 1g/dL dan hematokrit sebanyak 3-4%.13
Whole blood digunakan pada
pasien yang membutuhkan transfusi sel darah merah dan plasma secara
bersamaan serta kehilangan 15-20% volume darah pada orang dewasa.2,4
2.5.2 Packed red cell
Packed red blood cell (PRC) mengandung kadar Hb yang sama
dengan whole blood, dengan volume 250-300 mL dan kadar hematokrit 70%.14
Umumnya, unit PRC difiltrasi untuk mengurangi kadar leukosit sehingga dapat
mencegah terjadinya febrile nonhemolytic transfusion reactions (FNHTRs).15
Dalam periode perioperatif dan paska bedah, transfusi RBC diperlukan untuk
menggantikan darah yang hilang selama pembedahan berlangsung,
mempertahankan kadar Hb, dan meningkatkan kapasitas angkut oksigen ke
14
jaringan.14
Untuk menentukan jumlah darah yang dibutuhkan agar Hb darah
pasien meningkat dapat digunakan rumus:
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑅𝐶 =𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑥 𝐾𝑒𝑛𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝐻𝑏 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛
Kadar Hb PRC
Kadar Hb yang dimiliki PRC adalah 24%.2 Selama ditransfusikan,
PRC dihangatkan pada suhu 37°C untuk mencegah hipotermia.11
Pemberian
PRC dapat difasilitasi dengan larutan kristaloid 50-100 mL normal saline. 14
Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb masih >10 gr/dL. Transfusi
PRC dengan strategi restriktif diindikasikan bila kadar Hb <7 gr/dL atau
hematokrit <21% dan dipertahankan pada rentang 7 – 9 gr/dL. Keluaran klinis
pada strategi restriktif tidak bermakna secara signifikan dengan strategi liberal
yang mengindikasikan transfusi bila kadar Hb <10 gr/dL dan dipertahankan
pada rentang 10 – 12 gr/dL2
Gambar 2.2. Alur indikasi pemberian transfusi darah pada pasien trauma.
2
15
Pada pasien trauma bila kadar Hb >7 gr/dL, perlu dilakukan evaluasi
keadaan hipovolemia pada pasien. Bila terjadi hypovolemia berikan cairan
intravena untuk mengembalikan volume darah. Bila normovolemia lakukan
evaluasi lebih lanjut terkait gangguan hantaran oksigen dengan menilai SvO2.
Saat hantaran oksigen terganggu, pertimbangkan pemasangan kateter arteri
pulmonal serta ukur curah jantung pasien. Jika hantaran oksigen masih baik,
lakukan pemantauan kadar Hb.2
2.5.3 Konsentrat trombosit
Konsentrat trombosit bisa didapatkan dari konsentrasi penuh 4
kantong darah lengkap maupun dari teknik apheresis trombosit dari satu
pendonor saja.14
Satu unit trombosit yang diperoleh mengandung 50 – 70 mL
plasma, disimpan dalam suhu 20-24°C selama 5 hari.11
Transfusi konsentrat
trombosit dilakukan untuk mencegah perdarahan pada pasien dengan
trombositopenia atau disfungsi trombosit.15
Sebagai profilaksis, konsentra trombosit dapat diberikan bila kadar
trombosit pasien hanya 10.000-20.000/mm3 karena risiko terjadinya perdarahan
spontan.11
Pada pasien paska pembedahan harus dilakukan tindakan pemberian
transfusi konsentrat trombosit bila kadarnya masih dibawah 50.000/mm3 dan
disertai perdarahan, serta diperlukan pada pasien dengan teknik pembedahan
sangat invasif seperti paska bypass jantung. Pertimbangan lain untuk
memberikan transfusi trombosit pada tingkat kadar sedang antara 50.000-
100.000/mm3 adalah bila pasien menjalani pembedahan saraf maupun mata dan
mengalami disfungsi trombosit.5,16
Satu unit apheresis dapat meningkatkan
kadar trombosit mencapai 30.000-60.000/mm3. Trombosit harus segera
ditransfusikan begitu sampai ke pasien.11
2.5.4 Fresh frozen plasma
Fresh frozen plasma (FFP) merupakan plasma yang langsung
dibekukan pada suhu kurang atau sama dengan -25°C untuk memelihara faktor
16
pembekuan yang dikandungnya setelah diperoleh dari donor dan dapat
disimpan hingga 5 hari.16
FFP merupakan produk plasma yang paling sering
digunakan, mengandung protein plasma dan seluruh faktor pembekuan.14
Pemberian FFP dapat dilakukan pada pasien dengan perdarahan aktif,
inernational normalized ration (INR) >1.6, PT>15 detik, PTT>40 detik, dan
defisiensi faktor pembekuan darah.17,15,14
Transfusi plasma tidak tepat diberikan
saat terjadi peningkatan INR tanpa disertai perdarahan.15
Setiap unit FFP dapat
meningkatkan 2-3% masing-masing faktor pembekuan pada orang dewasa.
Dosis pemberian FFP yang direkomendasikan adalah 10-15 mL/kg berat badan
dengan tujuan mencapai 30% konsentrasi faktor pembekuan normal. FFP
dihangatkan pada suhu 37°C sebelum ditransfusikan.11
FFP dapat diberikan
sebagai profilaksis bila faal hemostasis PT 1,5 kali lebih besar dari nilai rujukan
tertinggi dan PTT 1,5 lebih besar dari nilai rujukan tertinggi.4
2.6 Alternatif dalam pemberian transfusi darah
Salah satu alternatif dalam pemberian transfusi adalah dengan transfusi
autologous dengan menggunakan darah pasien itu sendiri. Pada pasien yang
menjalani prosedur pembedahan elektif dengan kemungkinan mendapat transfusi
dapat menyumbangkan darahnya untuk digunakan kemudian. Pengambilan darah
biasanya dimulai pada 4-5 minggu sebelum pembedahan. Pasien dapat mendonorkan
darahnya selama kadar hematokritnya paling tidak 34% atau kadar Hb minimal 11
g/dL. Jarak antar donasi minimal selama 72 jam untuk mengembalikan volume
plasma ke dalam batas normal.11
Pada pasien dewasa sehat dapat mendonorkan
darahnya sampai tiga kali.16
Selama proses koleksi darah, pasien juga dibantu dengan
pemberian suplemen zat besi. Beberapa studi mengatakan bahwa transfusi darah
autologoud dapat menurunkan risiko infeksi dan reaksi transfusi ketika diberikan.11
Prosedur ini juga dapat dilakukan pada kasus tertentu seperti pada pasien tertentu
yang memiliki golongan darah langka yang sulit ditemukan atau pada pasien yang
menolak transfusi darah allogenik.16
17
2.7 Indikasi khusus transfusi darah
2.7.1 Transfusi darah gawat darurat
Dalam situasi gawat darurat yang tidak memungkinan untuk
melakukan tes pada sampel darah transfusi, PRC golongan O resus negatif
dapat diberikan pada pasien, dengan ketentuan tidak ada riwayat transfusi
sebelumnya.14,4
Alasannya adalah pada golongan darah O resus negative
memiliki volume plasma yang lebih sedikit dan hampir tidak mengandung
antibodi anti-A dan anti-B.14
Dalam kondisi tersebut, seorang dokter harus
membuat lembar pertanggungjawaban mengenai indikasi pemberian transfusi
darah tanpa dilakukan pemeriksaan sampel darah sebagai tindakan live saving.4
2.7.2 Transfusi darah masif
Transfusi masif didefinisikan sebagai prosedur pemberian transfusi
yang melebihi volume darah pasien atau sebanyak 10 unit darah dalam 24 jam.
Atau transfusi yang melebihi 50% volume sirkulasi dalam waktu kurang dari 3
jam atau transfusi dengan laju 150mL/menit.4 Tindakan ini dilakukan bila
terjadi perdarahan akut pada pasien bedah akibat defisiensi faktor pembekuan
multiple dan trombositopenia. Pada pasien dengan kondisi tersebut dapat
diberikan factor pembekuan V dan VIII untuk memperbaiki kondisi klinis.17
2.8 Komplikasi paska transfusi
Disamping manfaat yang didapat, transfusi darah bukan berarti bebas risiko.
Komplikasi terkait transfusi dapat dikategorikan menjadi komplikasi akut dan lanjut,
dapat dikategorikan lagi secara lebih terperinci yaitu komplikasi infeksius dan non-
infeksius. Komplikasi akut dapat terjadi dalam hitungan menit sampai 24 jam,
sedangkan komplikasi tertunda dapat terjadi dalam hitungan hari, bulanan, hinggan
beberapa tahun setelahnya. Komplikasi infeksi yang disebabkan karena transfusi
sudah jarang terjadi seiring perkembangan proses screening darah. Risko infeksi yang
ditimbulkan sudah berkurang 10.000 kali sejak tahun 1980. Komplikasi transfusi non-
infeksius 1000 kali lebih sering terjadi daripada komplikasi yang bersifat infeksius
18
karena tidak ada perkembangan dalam pencegahannya. Beberapa contoh komplikasi
transfusi yang terjadi antara lain:
2.8.1 Komplikasi non-infeksius
2.8.1.1 Reaksi transfusi akut
2.8.1.1.1 Reaksi hemolitik akut
Reaksi hemolitik akut sangat jarang terjadi yang timbul karena
transfusi yang tidak cocok. Prosesnya disebabkan oleh adanya proses
penghancuran sel darah merah yang dihancurkan oleh sel imun resipien
dalam kurun waktu 24 jam setelah transfusi diberikan. Reaksi antibodi
terhadap antigen tersebut terbentuk oleh proses imunisasi dari transfusi
sebelumnya atau riwayat kehamilan. Hemolisis dapat terjadi pada
intravaskular maupun ekstravaskular. Kejadian pada ektravaskular paling
umum ditemukan, dimana eritrosit donor diselimuti oleh immunoglobulin
G (IgG) atau komplemen lain dalam hepar dan lien. Gejala yang dapat
timbul antara lain demam, mual muntah, kaku, hipotensi, dyspnea, anemia,
dan disseminaterd intravascular coagulation.15
Bila terjadi reaksi hemolitik
segera hentikan transfusi dan berikan oksigen yang dekuat.2
2.8.1.1.2 Reaksi alergi
Reaksi alergi umum terjadi dan gejalanya ringan. Kebanyakan
disebabkan oleh adanya protein asing pada darah donor dan dimediasi oleh
IgE. Gejala yang dapat timbul diantaranya pruritus, urtikaria, dengan atau
tanpa diserta demam. Bila reaksi alergi terjadi segera hentikan transfusi dan
berikan antihistamin atau steroid.2,18
19
2.8.1.1.3 Transfusion-related acute lung injury
Transfusion-related acute lung injury (TRALI) merupakan reaksi yang
disebabkan oleh interaksi antara antibodi darah donor dengan neutrophil,
monosit, atau sel endotel paru resipien.16
Tanda dan gejala yang timbul
seperti demam, dyspnea, hipoksia berat yang muncul pada 1-2 jam pertama
sampai 6 jam setelah transfusi.15,14
Keadaan tersebut terjadi Karena adanya
peran antibodi sitoplasmik antineutrofil (anti-HLA) mengaktivasi sistem
imun resipien, kemudian sitokin-sitokin inflamasi dilepaskan dan terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler di paru sehingga terjadi edema paru.
Neutrophil yang teraktivasi di paru-paru akan mensekresi enzim proteolitik
sehingga terjadi kerusakan jaringan paru. TRALI juga dapat didefinisikan
sebagai edema paru nonkardiogenik.15
Bila terjadi TRALI segera hentikan
pemberian transfusi dan berikan terapi suportif. Walaupun TRALI dapat
menyebabkan mortalitas, pasien akan pulih kembali dalam waktu 96 jam.14
2.8.1.1.4 Febrile nonhemolytic transfusion reactions
Febrile nonhemolytic transfusion reactions (FNHTR) didefinisikan
sebagai peningkatan suhu 1°C diatas 37°C dalam waktu 24 jam paska
transfusi, dapat disertai dengan kekakuan, kedinginan, dan perasaan tidak
nyaman pada pasien. Gejalanya muncul beberapa jam setelah transfusi.15
FNHTR sangat umum terjadi dan tidak mengancam nyawa.18
Leukoreduksi
atau filtrasi leukosit pada darah donor sebelum ditransfusikan ke pasien
dapat mengurangi kejadian FNHTR. Ada 2 mekanisme yang mendasari
terjadinya FNHTR, yaitu reaksi mediasi antibodi dan pelepasan sitokin
inflamasi seperti IL-1; IL-6; IL-8; dan TNF.15
2.8.1.2 Komplikasi lanjut
Transfusion-associated graft-versus-host disease merupakan peristiwa
dimana sel limfosit donor mengalami proliferasi di dalam tubuh resipien yang
kemudian merusak jaringan dan organ resipien. Kejadiannya cenderung
20
dialami oleh pasien dengan defisiensi imun. Gejala yang dialami dapat
meliputi kemerahan pada kulit, demam, diare, disfungsi hepar, dan
pansitopenia yang terjadi 1-6 jam setelah transfusi.15
2.8.2 Komplikasi infeksius
Komponen darah donor dapat terkontaminasi oleh bakteri maupun virus.
Kontaminasi bakteri cukup jarang terjadi, tetapi bila pasien terinfeksi bakteri melalui
produk darah akan menimbulkan sepsis dengan angka mortalitas yang tinggi. Hal ini
dapat terjadi ketika proses pungsi vena maupun disebabkan oleh bakterremia pada
donor tanpa menunjukkan gejala. Gejala infeksi bakterti yang terjadi segera atau
selama transfusi diantaranya demam, eritema, dan kolaps kardiovaskular.18
Insiden infeksi virus paska transfusi terdapat sekitar 1:200,000 untuk hepatitis
B, 1:1,900,000 untuk hepatitis C. kebanyakan kasus menunjukkan gejala anikterik.
Hepatitis C merupakan infeksi serius yang lebih umum terjadi, bias berkembang
menjadi hepatitis kronis dengan sirosis hati pada 20% penderitanya. Infeksi HIV-1
dan HIV-2 juga merupakan salah satu komplikasi infeksius dari transfusi darah.
namun, dengan adanya tes asam nukleat virus yang diperankan oleh Food and Drugs
Administrasion dapat menurunkan risiko transmisi HIV mencapai 1:1,900,000
kejadian.11
21
BAB III
SIMPULAN
Transfusi darah merupakan proses penyaluran komponen darah dari satu individu ke
individu lainnya yang membutuhkan. Tindakan ini merupakan upaya penyelamatan
jiwa terhadap pasien dengan perdarahan paska bedah. Perdarahan yang terjadi pada
setiap prosedur pembedahan harus segera ditangani untuk mencegah terjadinya
anemia, meningkatkan perfusi jaringan, dan mengembalikan volume darah ke dalam
batas normal. Sebagai klinisi, diharapkan mampu untuk memperhitungkan kehilangan
darah yang terjadi selama operasi berlangsung, mengontrol kondisi pasien dan
menentukkan komponen darah yang tepat untuk transfusi sesuai kebutuhan pasien.
Pemberian komponen darah kepada pasien dilakukan berdasarkan kadar hemoglobin
serta kondisi klinis pasien selama periode paska pembedahan. Selain itu, jenis
komponen darah yang diberikan dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Pemberian transfusi tidak lepas dari komplikasi yang dapat dialami oleh
pasien. Komplikasi yang dapat timbul antara lain komplikasi yang bersifat non-
infeksius maupun infeksius. Evaluasi secara ketat perlu dilakukan untuk mengcegah
komplikasi yang tidak diingankan pada pasien seperti terinfeksi penyakit menular
maupun kecerobohan dalam memberikan transfusi.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Penerbit Buku Kedokteran EGC 2006,
Edition 2012, 616(15): 271-9.
2. Mangku Gde, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. PT
Indeks Permata Puri Media. Jakarta Barat. 2010, h 302-15.
3. Watering LMG. Alternatives to Blood Transfusion in Transfusion Medicine.
ResearchGate. 2008 Nov. doi: 10.1111/j.1778-428X.2008.00114.x
4. Kaur P, Basu S, Kaur G, dkk. Transfusion issues in surgery. Internet Journal
of Medical Update. 2013 January;8(1):46-50
5. Liumbruno, GM, Bennardello F, Lattanzio A, dkk. Recommendations for the
transfusion management of patients in the peri-operative period. III. The post-
operative period. Blood Transfus 2011;9:320-35
6. Mallo PY, Sompie SRUA, Narasiang BS, Bahrun. Rancang Bangun Alat
Ukur Kadar Hemoglobin dan Oksigen Dalam Darah dengan Sensor oximeter
Secara Non-Invasive. Teknik Elektro UNSRAT. 2012, h 1-6.
7. Krishnan S. Jumlah Leukosit Pada Pasien Apendisitis Akut Di RSUP Haji
Adam Malik, Medan Pada 2009. USU Digital Library. 2010, h 3-6.
8. Effendi Z. Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik Dalam Tubuh.
USU Digital Library. 2003, h 1-8.
9. Wirya EI. Hubungan Olahraga Rutin Dengan Kadar Hemoglobin Darah. USU
Digital Library. 2013, h 3-11.
10. Masihor JJG, Mantik MFJ, Memah M, Mongan AE. Hubungan Jumlah
Trombosit Dan Jumlah Leukosit Pada Pasien Anak Demam Berdarah Dengue.
Jurnal e-Biomedik (eBM). 2013, 1(1):391-5.
11. Morgan Jr GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology. Edisi 5.
New York. McGraw-Hill Companies. 2013, h 487-535, 1161-76.
12. Djoerban Z. Dasar-dasar Transfusi Darah. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta. 2009, h 1185-1204.
23
13. Gaol HL, Tanto C, Pryambodho. Transfusi Darah. Dalam : Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi 4. Media Aesculapius. Jakarta. 2014, h 565-7.
14. Miller RD. Miller’s Anesthesia. 8th
edition. Philadelphia: Elsevier Saunders;
2015.
15. Sharma S, Sharma P, Tyler LN. Transfusion of Blood and Blood Products:
Indications and Complications. Am Fam Physician. 2011;83(6):719-724.
16. Norfolk D. Handbook of Transfusion Medicine. 5th
edition. United Kingdom:
TSO; 2013.
17. McCullough J. Transfusion Medicine. 4th Edition. Oxford: John Wiley &
Sons; 2017.
18. Maxwell MJ, Wilson MJ. Complication of Blood Transfusion. British Journal
of Anaesthesia. 2006;6(6):225-229