tradisi_sedekah_bumi

39
NILAI HISTORIS DALAM ACARA SEDEKAH BUMI DI DESA PAYANG KECAMATAN PATI, KABUPATEN PATI Disusun Oleh : LUTHFA NUGRAHENI S200120061 PENGKAJIAN BAHASA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADYAH SURAKARTA

Upload: bagusa

Post on 08-Jul-2016

218 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sedekah bunu

TRANSCRIPT

Page 1: Tradisi_Sedekah_Bumi

NILAI HISTORIS DALAM ACARA SEDEKAH BUMI DI DESA PAYANG

KECAMATAN PATI, KABUPATEN PATI

Disusun Oleh :

LUTHFA NUGRAHENI

S200120061

PENGKAJIAN BAHASA INDONESIA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADYAH SURAKARTA

2013

Page 2: Tradisi_Sedekah_Bumi

ABSTRAK

NILAI HISTORIS DALAM ACARA SEDEKAH BUMI DI DESA

PAYANG KECAMATAN PATI, KABUPATEN PATI

Luthfa Nugraheni, S200120061 , Jurusan Pengkajian Bahasa Indonesia, Program

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta 2013

Tujuan penelitian  ini ada dua, yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umumnya adalah untuk menyampaikan kepada masyarakat lain, bahwa Sedekah Bumi merupakan budaya dari Desa Payang Kabupaten Pati yang harus dilestarikan. Tujuan khususnya adalah untuk menyampaiakan kepada masyarakat tentang nilai-nilai historis yang terkandung dalam acara Sedekah Bumi di Desa Payang Kecamatan Pati, Kabupaten Pati dan nendeskripsikan penanaman nilai seni dalam acara Sedekah Bumi di Desa Payang Kecamatan Pati, Kabupaten Pati.

Dari manfaat teoritis ini, diharapkan dapat menjadi dasar dan acuan dalam peneliti pada kajian kebudayaan yang lain. Selanjutnya manfaat praktis bagi pemerintah, agar lebih memperhatikan kebudayaan dari tiap-tiap desa untuk dilestarikan dan menjadi sebuah ciri kebudayaan dari suatu desa, bagi masyarakat, agar dapat dijadikan sumber informasi yang mengulas tentang nilai-nilai historis dalam acara Sedekah Bumi di Desa Payang Kecamatan Pati, Kabupaten Pati, bagi mahasiswa, agar dapat menambah wawasan ilmu dalam menelaah dan membuat penelitian tentang kebudayaan daerah. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yaitu pengumpulan data yang berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka dan disampaikan dalam bentuk verbal. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara dan dokumentasi. Serta menggunakan teknik reduksi, sajian dan penarikan.

Berdasarkan hasil data yang saya teliti semuanya mengandung bahasa sarkasme. Dari data yang sudah terkumpul kita bisa mengetahui maksud dari bahasa sarkasme dalam stiker. Selain itu kita juga bisa mengklasifikasikan data menurut kata benda, sifat dan kerja. Dari pengklasifikasian tersebut, data yang termasuk jenis kata kerja sebanyak 5 data, kata sifat sebanyak 3 data, dan kata benda sebanyak 12 data. Jenis kata terbanyak adalah jenis kata benda.

Kata kunci: gaya bahasa sarkasme, jenis kata, data stiker

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

1

Page 3: Tradisi_Sedekah_Bumi

Budaya merupakan sebuah sistem yang mempunyai koherensi. Bentuk-

bentuk simbolis yang berupa kata, benda, laku, mite, satra, lukisan, nyanyian,, musik,

dan kepercayaan mempunyai kaitan erat dengan konsep-konsep epistemologis dari

sistem pengetahuan di masyarakat.

Menurut Koentowijoyo (1999:24) menyebutkan ungkapan “desa mawa cara,

Negara mawa tata” menunjukkan adanya dua subsistem dalam masyarakat

tradisional. Keduanya merupakan unit yang terpisah, bahkan saling bertentangan dan

pantang menantang. Namun karena sarana produksi dikuasai oleh pusat kerajaan,

dominasi kebudayaan kraton memancarkan sinarnya ke kebudayaan desa.

Latar belakang etnis Jawa diambil karena secara jelas menggambarkan

kedudukan atau peran penting nenek moyang atau orang yang dianggap penting di

sebuah daerah tertentu. Banyak tradisi kebudayaan atau ritual yang dianggap penting

di suatu daerah yang turun temurun dilakukan oleh masyarakat. Kepercayaan itu

kerap dianut oleh masyarakat dengan alasan menghormati leluhur dan melestarikan

kebudayaan yang ada pada suatu daerah.

Banyak tradisi kebudayaan yang dianggap penting di suatu daerah dan

dilakukan secara turun temurun. Kepercayaan tersebut kerap dianut oleh masyarakat

dengan alasan untuk menghormati leluhur atau melestarikan kebudayaan yang ada

pada suatu daerah.

Di daerah Pati, tepatnya di desa Payang terdapat acara Sedekah Bumi. Acara

tersebut dilakukan setiap satu tahun sekali pada bulan Apit tepatnya Jumat Pahing.

Tradisi tersebut sejak dahulu dilaksanakan secara turun temurun dengan maksud

untuk menghormati leluhur atau mengormati Dayang Payang (pendiri desa Payang).

Acara Sedekah Bumi dilaksanakan dengan berbagai ritual atau dengan

diadakannya acara tanggap barongan, ketoprak, dan wayang kulit. Ketiga acara

tersebut selalu dilakukan oleh masyarakat desa Payang, karena itu semua merupakan

bentuk penghormatan terhadap dayang payang. Semoga dengan hadirnya kajian

kebudayaan ini, akan memberikan nilai budaya terhadap tradisi Sedekah Bumi dan

dapat dilestarikan oleh masyarakat Desa Payang Kecamatan Pati, Kabupaten Pati

kepada generasi baru.

2

Page 4: Tradisi_Sedekah_Bumi

Sesuai dengan latar belakang di atas, ada dua rumusan masalah yang perlu

dibahas dalam makalah ini

a. Apakah tradisi Sedekah Bumi?

b. Bagaimanakah nilai historis dalam acara Sedekah Bumi di Desa Payang

Kecamatan Pati, Kabupaten Pati?

Tahap selanjutnya setelah rumusan masalah, adalah tujuan penelitian. Berikut

ini ada dua tujuan yang dapat dicapai dari penelitian ini.

a. Tujuan Umum

Menyampaikan kepada masyarakat lain, bahwa Sedekah Bumi merupakan budaya

dari Desa Payang Kabupaten Pati yang harus dilestarikan.

b. Tujuan Khusus

1) Menyampaiakan kepada masyarakat tentang nilai-nilai seni yang terkandung

dalam acara Sedekah Bumi di Desa Payang Kecamatan Pati, Kabupaten Pati.

2) Mendeskripsikan penanaman nilai seni dalam acara Sedekah Bumi di Desa

Payang Kecamatan Pati, Kabupaten Pati.

Pada hakikatnya penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan suatu manfaat.

Manfaat dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu: manfaat teoritis dan manfaat

praktis.

a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar dan acuan dalam peneliti pada kajian

kebudayaan yang lain.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi pemerintah, agar lebih memperhatikan kebudayaan dari tiap-tiap desa

untuk dilestarikan dan menjadi sebuah ciri kebudayaan dari suatu desa.

2) Bagi masyarakat, agar dapat dijadikan sumber informasi yang mengulas

tentang nilai-nilai historis dalam acara Sedekah Bumi di Desa Payang

Kecamatan Pati, Kabupaten Pati.

3) Bagi mahasiswa, agar dapat menambah wawasan ilmu dalam menelaah dan

membuat penelitian tentang kebudayaan daerah.

3

Page 5: Tradisi_Sedekah_Bumi

B. KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

1. Kajian Pustaka

Dalam melakukan sebuah penelitian, penulis diharapkan agar hasil

penelitiannya tersebut memeliki keaslian data dan tidak menjiplak dari karya orang

lain. Oleh sebab itu, penulis harus menyajikan tinjauan pustaka dalam penelitiannya

tersebut. Tinjauan pustaka juga dapat memberi pemaparan tentang penelitian yang

telah dilakukan para peneliti sebelum atau sesudahnya. Berikut salah satu penelitian

yang menyangkut tentang kajian budaya.

Penelitian Muhammaddian Akhiruddin Adha (UNS, 2011) dalam tesisnya

dengan judul “ Makna Simbol dalam Upacara Sedekah Laut di Desa Tasik Agung

Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa

bentuk simbol dalam upacara sedekah laut di desa Tasiki Rembang Kabupaten

Rembang terdiri dari: (1) simbol dalam bentuk tindakan yaitu pelepasan balon yang

bermakna bahwa prosesi perayaan upacara sedekah laut ini telah diresmikan dan

berharap dinaungi Allah Swt, pembakaran kemenyan untuk nundhung

(menyingkirkan) setan, larung sesaji untuk mengharap mendapatkan hasil tangkapan

ikan yang lebih melimpah, pagelaran Wayang kulit untuk mendekatkan diri kepada

Sang Pencipta, pementasan musik dangdut, campur sari dan pagelaran kethoprak

bertujuan untuk menghibur pengunjung. (2) simbol berupa benda yaitu kepala

kambing beserta kakinya digunakan sebagai tumbal yaitu persembahan untuk

penolak bala, buah pisang raja sepasang mempunyai makna sebagai penyangga bumi

dan langit beserta isinya. (3) simbol berupa tempat yaitu lokasi larung sesaji atau di

tengah laut dipercayai sebagai lokasiyang didiami oleh makluk-makluk ghaib. (4)

simbol berupa ungkapan yaitu berdoa sebagai wujud kepasrahan diri dan tunduk

kepasa Sang Pencipta yaitu Allah Swt.

Deni Purwanti (UNS, 2009) dalam tesisnya yang berjudul “Aspek Pendidikan

Tradisi Ruwah (Studi Kasus pada Masyarakat Desa Ngreden Kecamatan Wonosari

Kabupaten Klaten)”. Hasil penelitian ini meliputi: (1) Tradisi Ruwah adalah suatu

upacara bersih desa, yang disebut juga merti desa atau sedekah bumi. (2) Tradisi

Ruwah merupakan tradisi yang digunakan untuk mengingat dan menghormati Ki

Ageng Perwito atau Pangeran Karang Gayam sebagai pediri punden atau sesepuh

4

Page 6: Tradisi_Sedekah_Bumi

Desa Ngreden. (3) Tradisi Ruah dilaksanakan atas pesan dari Ki Ageng Perwito agar

masyarakat Desa Ngreden selalu mengingat Tuhan Yang Maha Esa.

I Gusti Putu Suratma, (Universitas Udayana, 2011) dalam tesisnya yang

berjudul “Ungkapan Larangan pada Masyarakat Petani Tabanan: Kajian Linguistik

Kebudayaan”. Hasil penelitian ini meliputi: ungkapan larangan diklasifikasikan atas

dasar (a) eksistensinya di masyarakat, (b) urutan unsur pembentuknya, (c) ruang

lingkup pemakaiannya, dan (d) topiknya. Berdasarkan klasifikasi tersebut didapatkan

pemarkah ungkapan larangan berupa modali tas frase ingkar sing dadi ’tidak boleh’

beserta variannya dan kata imperatif negatif da’jangan’. Bentuk ungkapan larangan

adalah berupa kalimat. Berdasarkan jumlah klausanya, ungkapanlarangan berbentuk

kalimat tunggal dan kalimat majemuk; berdasarkan bentuknya, ungkapan larangan

berbentuk kalimat deklaratif dan imperatif; dan berdasarkan susunan subjek dan

predikatnya, ungkapan larangan berbentuk kalimat dengan pola biasa, yaitu kalimat

yang susunannya S mendahului P(S + P). Secara umum ungkapan larangan berfungsi

sebagai alat kontrol bagi masyarakat petani Tabanan, sedangkan dari segi fungsi

komunikatif bahasa ditemukan ungkapanlarangan menyatakan fungsi informasional

dan direktif. Makna ungkapan larangan ditemukan yang tersurat dan yang tersirat.

Makna tersuratnya adalah sesuai dengan makna kata yang membentuknya yang dapat

dilihat dalam kamus, sedangkan makna tersiratnya adalah menyatakan pendidikan

dan etika sopan santun, keharmonisan dalam keluarga, mistis, saling menyayangi

sesama makhluk hidup, pelestarian dan kebersihan lingkungan, leteh’kotor secara

spiritual’, ketertiban dan keteraturan, menolak rezeki, keseimbangan, dan makna

kebersamaan. Dinamika pemakaian wacana larangan pada masyarakat petani

Tabanan berdasarkan kelompok usia didapatkan bahwa ungkapan larangan yang

dianggap tidak logis dan efeknya tidak nyata dirasakan kalau dilanggar, saat ini

sudah sangati jarang dipakai. Sebaliknya, ungkapan larangan yang sanksinya nyata

seperti ungkapan larangan berupa peraturan dan yang diyakini memberikan efek

nyata apabila dilanggar,saat ini masih digunakan.

Iwan Budi Santoso, FKIP UMS (2007) dengan judul Skripsi "Ritual Ngalap

Berkah Apem Kukus Keong Mas dan Dampaknya bagi Masyarakat ( Studi Kasus di

Kawasan Pengging, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali)". Penelitian ini

5

Page 7: Tradisi_Sedekah_Bumi

mendeskripsikan resepsi masyarakat tentang Ritual Ngalap Berkah Apem Kukus

Keong Mas yang dibedakan menjadi dua yaitu aktif dan pasif. Tanggapan aktif,

kegiatan ini bagi masyarakat merupakan sarana untuk meningkatkan iman dan

ketaqwaan kepada Allah. Kemudian bagi pemuda kegiatan ini merupakan sarana

untuk melestarikan kebudayaan nenek moyang. Selain itu, bagi pemerintah, kegiatan

ini menambah pendapatan daerah dan mewujudkan persatuan dan kesatuan dalam

masyarakat. Sedangkan tanggapan pasif, masyarakat mempercayai jika tidak

melakukan Ritual Ngalap Berkah Apem Kukus Keong Mas akan terjadi wabah

penyakit yang dialami masyarakat setempat, gagal panen, dan juga bencana alam.

Hal itu dapat dikatakan sebagai perbuatan syirik karma percaya kepada hal lain selain

Allah.

Ismi Ariani Sahalina, FKIP UMS (2008) dengan skripsinya yang berjudul

"Legenda Kawah Sikidang dan Fungsinya bagi Masyarkat di Dataran tinggi Dieng

Kabupaten Wonosobo: Tinjauan Resepsi sastra". Penelitian ini dapat

mendeskripsikan tentang resepsi masyarakat tentang legenda Kawah Sikidang

menjadi empat yaitu tanggapan pasif, aktif, positif, dan negatif. Tanggapan pasif

yaitu masyarakat menganggap bahwa anak-anak yang berambut gembel di Dataran

Tinggi Dieng merupakan bukti bahwa legenda Kawah Sikidang benar adanya.

Kemudian tanggapan aktif, masyarakat menolak dan tidak mempercayai bahwa

legenda Kawah Sikidang adalah benar adanya. Mereka menganggap bahwa legenda

itu dikarang oleh orang-orang zaman dahulu dan tidak ada hubungan antara anak-

anak berambut gembel dengan Legenda Kawah Sikidang. Tanggapan positif, bahwa

Legenda Kawah Sikidang yang hidup ditengah-tengah masyarakat Dieng harus

dijaga dan dilestarikan agar tidak musnah karena dari legenda itu banyak pelajaran

baik yang bisa diambil dan diajarkan. Sedangkan tanggapan negatifnya adalah

masyarakat tidak menyukai jika orang-orang mengadakan ruwatan sebagai salah satu

persyaratan yang harus dilakukan untuk menghilangkan kesialan anak dan agar

rambut gembel anak tidak tumbuh lagi, karena itu adalah perbuatan syirik.

Herlan Kurniawan, FKIP IJMS (2008) dengan judul "Cerita Rakyat kahyangan

di Kelurahan Dlepih Kecamatan Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri dan Fungsinya bagi

6

Page 8: Tradisi_Sedekah_Bumi

Masyarakat : Tinjauan Resepsi". Dari penelitian ini terdeskripsi resepsi masyarakat

tentang cerita rakyat Kahyangan menjadi 2, yaitu tanggapan pasif dan aktif.

Tanggapan pasif, masyarkat menganggap lokasi "Kahyangad" yang merupakan

petilasan pertapaan Panembahan Senopati merupakan tempat untuk mengabulkan

doa. Kemudian tanggapan aktifnya, masyarakat menolak "Kahyangan" dijadikan

sebagai wahana untuk mengabulkan segala permintaan dan sebenarnya semua itu

Allah SWT yang menentukan segalanya.

Rini Kusuma Wardani (2008) FKIP UMS dengan judul "Nilai Budaya dalam

Cerita Rakyat Kyai Ageng Gribig di Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten dan

Fungsinya bagi Masyarakat :Pemiliknya". Dalam skripsi tersebut ada 4 fungsi dari

cerita rakyat Kyai Ageng Gribig, yaitu : (1) sebagai alat pencerminan angan-angan

kolektif, cerita rakyat Kyai Ageng Gribig mencerminkan harapan dan keinginan

masyarakat setempat untuk menjalani model kehidupan yang diidealkan dan

ditampilkan dalam cerita rakyat lewat tokoh; (2) sebagai alat pendidikan keagamaan,

yaitu : (a) pendidikan tentang aspek agama islam, (b) kelompok-kelompok

pendidikan keagamaan, yaitu ng dakwah islam; (3) sebagai pengawas agar norma-

norma masyarkat dipatuhi anggota kolektifnya. Dalam cerita Kyai Ageng Gribig

tersirat adanya larangan dan aturan tentang yang harus dijalani manusia dan adanya

anjuran kepada manusia agar hanya memohon kepada Allah SWT semata; (4)

sebagai alat pranata dan lembaga kebudayaan, yaitu dengan adanya tradisi saparan

dalam cerita Kyai Ageng Gribig masih ada dan dilestarikan masyarakat setempat.

Dari beberapa penelitian yang relevan di atas, terdapat kesamaan pada

penelitian ini, yakni sama-sama membahas tentang kebudayaan atau tradisi yang ada

di suatu daerah. Adapun perbedaan yang terdapat dalam penelitian ini dengan

penelitian yang relevan, yakni tempat penelitian yang berbeda.

2. Landasan Teori

a. Kebudayaan

7

Page 9: Tradisi_Sedekah_Bumi

Secara etimologis kebudayaan berasal dari kata buddhayah (Sansekerta)

yang berarti budi dan akal. Dalam bahasa Inggris disebut culture, dari akar kata

colere (mengolah, mengerjakan), cult (memuja). Istilah yang sangat dekat

hubungannya dengan kebudayaan adalah peradaban, yang secara etimologis

berasal dari kata adab (Arab). Sebagai bagian kebudayaan, peradaban dengan

demikian adalah puncak-puncak kebudayaan itu sendiri, seperti karya seni dan

karya-karya ilmu pengetahuan lainnya, khususnya yang digunakan untuk tujuan-

tujuan positif, Koentjaraningrat (dalam Ratna, 2010:153).

Kebudayaan sangat luas sehingga disebut sebagai memiliki nilai-nilai

universal. Sebagai semesta budaya, Koentjaraningrat (dalam Ratna, 2010:158)

membedakannya menjadi tujuh jenis, yakni: a) mata pencaharian (pertanian,

peternakan, sistem produksi), b) peralatan (pakaian, rumah, senjata, alat-alat

produksi), c) sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik), d)

bahasa (lisan dan tulisan), e) kesenian (seni lukis, seni suara, seni sastra), f) sistem

pengetahuan (kealaman, sosial, humaniora), dan g) religi (agama, kepercayaan,

mitos).

b. Ciri-ciri Kajian Budaya

Menurut Williams (dalam Ratna, 2010:161) kebudayaan dibagi menjadi tiga

jenis, berikut pemaparannya.

1) Kebudayaan sebagai proses umum, sebagai puncak perkembangan secara

filosofis, intelektual, spiritual, dan estetis.

2) Kebudayaan sebagai cara hidup berkelompok, masyarakat tertentu, pada

periode tertentu.

3) Kebudayaan sebagai praktik filosofis, intelektual, dan estetis itu sendiri tetapi

telah mengimplikasikan makna tertentu, seperti puisi, novel, film, lukisan,

monument, dan sebagainya.

c. Sedekah Bumi

8

Page 10: Tradisi_Sedekah_Bumi

Sedekah bumi merupakan simbol dari rasa syukur dari hasil bumi yang

melimpah, pelaksanaannya tiap tahun atau merupakan tradisi tahunan. Bagi

masyarakat jawa khususnya para kaum petani dan para nelayan tradisi ritual turun

temurun yang di adakan setahun sekali atau tahunan semacam sedekah bumi

bukan hanya merupakan sebagai rutinitas atau ritual yang sifatnya tahunan. Akan

tetapi, tradisi sedekah bumi mempunyai makna yang lebih dari itu, upacara

tradisional sedekah bumi itu sudah menjadi salah satu bagian yang sudah menyatu

dengan masyarakat yang tidak akan mampu untuk dipisahkan dari budaya jawa

yang menyiratkan simbol penjagaan terhadap kelestarian yang khas bagi

masyarakat agraris maupun masyarakat nelayan khususnya yang ada di pulau

Jawa (http://ruruls4y.wordpress.com/2012/03/04/849/).

d. Barongan dan Tipe-tipenya

Barongan merupakan seni pertunjukan rakyat yang berupa tiruan binatang

buas, terkadang barongan diwujudkan seperti singa yang digerak-gerakkan oleh

orang yang berada di dalamnya (www.artikata.com/arti-359135-barongan .html).

Dari wikipedia barongan diartikan sebagai raja dari roh-roh serta

melambangkan kebaikan. Banas Pati adalah roh yang melindungi seorang anak

dalam hidupnya sebagai roh pelindung. Barongan sering ditampilkan sebagai

seekor singa (www.id.wikipedia.org/wiki/Barong_mitologi).

Tipe barongan yang ada di Indonesia ini ada enam jenis, antara lain: barong

singa, barong landing, barong celeng, barong macan, barong naga, dan barong

pilangrejo (www.id.wikipedia.org/wiki/Barong_mitologi).

Dalam penelitian ini, barongan yang dipakai untuk acara Sedekah Bumi di

desa Payang adalah barongan Triwil. Barongan triwil merupakan barongan yang

bentuknya mirip seperti macan sumatera, dengan corak dan loreng yang indah.

e. Wayang Kulit

Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang

di Jawa. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator

dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan

9

Page 11: Tradisi_Sedekah_Bumi

sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang

memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih,

sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong),

sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan

wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang (lakon),

penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang

bayangannya tampil di layar (Dewojati, 2010:98).

Secara umum wayang mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan

Ramayana, tetapi tak dibatasi hanya dengan pakem (standard) tersebut, ki dalang

bisa juga memainkan lakon carangan (gubahan). Beberapa cerita diambil dari

cerita Panji.

f. Ketoprak

Pementasan teater tradisional ketoprak ini biasanya diiringi oleh gamelan

lesung, alu, gong, kenong, dan sebagainya. Ketoprak sangat diminati masyarakat

di pulau Jawa Tengah. Cerita yang ditampilkan oleh teater rakyat ini biasanya

diambil dari cerita klasik, legenda, dan fiksi, misalnya: lakon Panji Sumirang,

Joko Tarub, Piti Tumbo, dan lain-lain. Bahasa yang digunakan dalam dialog

ketoprak ini adalah bahasa Jawa (Dewojati, 2010:88).

g. Tayub

Tayub salah satu bentuk dari seni tari merupakan salah satu cabang dari

kesenian dan merupakan bagian dari kebudayaan. Menurut Edy Setiawan (1986:

3) tari adalah salah satu pernyataan budaya. Oleh karena itu maka sifat, gaya dan

fungsi tari selalu tidak bisa dilepaskan dari kebudayaan yang menghasilkan.

Sementara definisi tari klasik Jawa sebagai berikut. “Ingkang kawastanan jogged

inggih punika ebahing sadhaya sarandhuning badhan kasarengan ungeling

gangsa katata pikantuk wiramaning gending, jumbuhing pasemon kalayan

pikajenging jogged” (BPH Suryodiningrat (dalam Thoyibi, dkk. (ed.) 2003: 89)).

Jadi, kalau menyaksikan suatu karya tari tentunya tidak dilihat dari wujudnya saja

melainkan juga menangkap pesan atau makna apa yang ada di balik pertunjukan

10

Page 12: Tradisi_Sedekah_Bumi

tersebut. Hal ini sesuai dengan sifat tari yang pengekspresikannya diungkapkan

melaui gerak simbolis dan abstrak.

Berdasarkan fungsinya tari menurut Supriyanti (dalam Thoyibi, dkk. (ed).

2003: 89) dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu untuk upacara atau ritual, hiburan,

serta hubungan social atau pergaulan. Tari ternyata mempunyai manfaat yang

sangat besar dalam kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan batin

manusia, yaitu tentang olah rasa dan keindahan. Dalam dunia tari diketemukan

nasihat-nasihat yang disampaikan lewat symbol-simbol. Tata rias dan busana

yang sama juga merupakan pendidikan bahwa antara penari yang satu dengan

yang lain adalah sama agar tidak punya rasa iri dan dengki pada orang lain.

Tayub merupakan karya seni harus mengandung unsure keindahan. Dari

keindahan akan menumbuhkan rasa senang. Seni tari merupakan ekspresi jiwa

manusia yang diungkapkan melaui gerak ritmis dan indah yang berarti diolah dan

distilisasi sehingga bukan merupakan gerak sehari-hari seperti jalan, duduk, dan

lain sebagainya, serta dengan ritme tertentu.

h. Foklor

Foklor diadopsi dari bahasa Jerman volkskunde pertama digunakan tahun

1846 oleh William Jhon Thoms. Secara etimologis folklore berasal dari bahasa

Inggris, yakni dari kata folk (rakyat, bangsa, kolektivitas tertentu) dan lore (adat

istiadat).

Menurut Brunvad (dalam Ratna, 2011:102), membedakan foklor menjadi

tiga macam, yakni foklor lisan, foklor setengah lisan, dan foklor bukan lisan.

Secara praktis ketiga hal tersebut dapat dikenal dengan bentuk masing-masing,

yaitu oral, sosial, dan material.

Ratna (2011:103) memberikan penjelasan mengenai jenis-jenis foklor.

Foklor lisan terdiri atas, ungkapan tradisional, nyanyian rakyat, bahasa rakyat,

teka-teki, dan cerita rakyat. Adapun foklor dalam bentuk lisan, misalnya drama

rakyat, seni tari, upacara, dan adat/kebiasaan.

i. Mitos

11

Page 13: Tradisi_Sedekah_Bumi

Mitos berasal dari bahasa Inggris myth yang berarti dongeng atau cerita

yang dibuat-buat. Dalam bahasa Yunani disebut dengan muthos yang berarti

cerita mengenai Tuhan dan Dewa-dewa. Mitos juga dipahami sebagai realitas

kultur yang sangat kompleks, Bascom (dalam Danandjaja, 1997:49).

Secara terminologis, mitos diartikan sebagai kiasan atau cerita sakral yang

berhubungan dengan even primordial, yaitu waktu permulaan yang mengacu pada

asal mula segala sesuatu dan dewa-dewa sebagai objeknya, cerita atau laporan

suci tentang kejadian-kejadian yang berpangkal pada asal mula segala sesuatu dan

permulaan terjadinya dunia.

Menurut Levi-Strauss (dalam Ratna, 2011:113) mengemukakan ciri

bagaimana kerja mitos. Berikut pemaparannya.

1) Mitos selalu berada dalam kaitannya dengan mitos lain, gejala lain

dalam masyarakat.

2) Mitos tetap mempertahankan identitasnya sebagai sebuah cerita gaib.

3) Sebagai sistem bahasa, baik kualitas individual maupun tradisional,

mitos juga mengatasi kualitas linguistik, yakni mitos sebagai wacana.

Dapat disimpulkan, bahwa mitos mencakup beberapa disiplin ilmu, antara

lain: antropologi, sastra, agama, dan ilmu-ilmu humaniora lainnya.

C. METODE PENELITIAN

1. Pendekatan dan Strategi

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang berarti data dan hasil

analisisnya berbentuk deskriptif kualitatif. Datanya tidak berupa angka-angka atau

koefisien tentang hubungan antar variabel. Sutopo (2002:111) menjelaskan bahwa

penelitian deskriptif bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi kualitatif

dengan mendeskripsikan apa yang diteliti dan penuh nuansa untuk menggambarkan

secara cermat sifat-sifat suatu hal, keadaan, fenomena dan tidak terbatas pada

pengumpulan data melainkan meliputi analisis dan interpretasi data tersebut. Metode

deskriptif kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini menggambarkan nila-nilai

seni yang terdapat dalam acara Sedekah Bumi di Desa Payang Kecamatan Pati,

Kabupaten Pati.

12

Page 14: Tradisi_Sedekah_Bumi

Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kebudayaan

(etnografi) tetapi bersifat deskriptif analitik. Hal tersebut dikarenakan dalam penelitin

ini menghasilkan data-data tertulis atau lisan tentang orang-orang dan perilaku yang

diamati. Etnografi menurut Moleong (dalam Santoso 2007: 25) adalah usaha unuk

menguraikan kebudayaan atau aspek-aspek kebudayaan. Etnografi juga merupakan

studi empiris dan naturalistik. Benuk penelitian ini memusatkan lokasi pada riset

tunggal dengan memusatkan diri pada pencatatan secra rinci aspek-aspek suatu

fenomena tunggal yang bisa berupa sekelompok manusia aaupun merupakan proses

gerakan sosial. Riset etnografi ini bersifat menekankan keutuhan karena penelitian

ini tidak hanya mengarah pada salah satu variabel saja yang menjadi perhatian

peneliti.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah penanaman nilai seni dalam acara Sedekah Bumi

di Desa Payang Kecamatan Pati, Kabupaten Pati.

3. Data dan Sumber Data

a. Data

Data dalam penelitian ini berupa penanaman nilai seni dalam acara

Sedekah Bumi di Desa Payang Kecamatan Pati, Kabupaten Pati. Data kualitatif

berupa kata-kata atau gambar, bukan berupa angka-angka, pendapat ini

dikemukakan oleh Aminudin (1995:16).

b. Sumber Data

Menurut Siswantoro (2010:71) sumber data adalah subjek penelitian dari

mana data diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini adalah informan

masyarakat Desa Payang, tepatnya kepala urusan pemerintahan yang bernama

pak Musliq.

Moleong (dalam Utomo 2008: 29) mengatakan bahwa “kata dan tindakan

oranng-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama.

13

Page 15: Tradisi_Sedekah_Bumi

Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis dan pengambilan foto”. Oleh

karena itu, data yang diperlukan penelitian ini dari beberpa sumber, yaitu:

1) Informan

Informan merupakan orang yang dipandang mengetahui permasalahan

yang dikaji dan bersedia memberikan informasi-informasi pada

penulis.Informan dijadikan narasumber yang akan memberikan informasi,

keterangan, dan data yang diperlukan, dalam penelitian ini yang dijadikan

sumber data adalah individu atau sekelompok orang. Informasi bisa

diperoleh dari orang paham terhadap tradisi Sedekah Bumi di Desa Payang

Kecamatan Pati, Kabupaten Pati.

2) Tempat dan Peristiwa

Tempat dan peristiwa merupakan informasi dan sumber data karena

dalam penelitian harus sesuai dengan konteksnya dan pada dasarnya setiap

situasi sosial melibatkan tempat, perilaku dan aktivitas. Tempat dan

peristiwa dalam penelitian ini adalah Desa Payang, Kecamatan Pati,

Kabupaten Pati.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

wawancara dan dokumentasi.

a. Wawancara

Wawancara adalah proses tanya jawab dalam peneliian yang berlangsung

secara lisan antara dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara

langsung informasi-informasi atau keterangan (Narbuko dan Akhmadi,

1997:83). Wawancara yang paling banyak digunakan dalam penelitian kualitatif

adalah wawancara mendalam (Sutopo, 2006:68).

Wawancara ini dilakukan oleh peneliti dengan cara menggali informasi

tentang penanaman nilai seni dalam acara Sedekah Bumi di Desa Payang

Kecamatan Pati, Kabupaten Pati dengan Kepala Urusan (Pak Musliq),beliau

14

Page 16: Tradisi_Sedekah_Bumi

adalah orang yang dianggap tahu mengenai tradisi Sedekah Bumi di Desa

Payang.

.

b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara mengumpulkan data dengan menggunakan

dokumen dan arsip. Tujuan dari dokumentasi adalah menyelengarakan kegiatan

dokumenter dalam memilih informasi yang dibawa untuk berbagai wahana dan

buti pengetahuan

Adapun wujud dari dokumentasi dalam penelitian ini adalah rekaman

terhadap wawancara dengan masyarakat dengan tape recorder dan foto

narasumber mengenai kegiatan Sedekah Bumi di Desa Puro, Kecamatan Pati,

Kabupaten Pati.

5. Teknik Analisis Data

Miles dan Huberman (dalam Sutopo, 2002: 94) menyatakan bahwa terdapat

dua model pokok dalam melaksanakan analisis di dalam penelitian kualitatif, yaitu

(1) model analisis jalinan atau mengalir, dan (2) analisis interaktif.

Peneliti menggunakan model yang kedua, yaitu model analisis interaktif.

Dalam model analisis interaktif terdiri dari empat kemampuan analisis, yaitu,

reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan, aktifasinya dilakukan dalam bentuk

interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus. Menurut Sutopo,

(1996:87 ) langkah-langkah di dalam penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut:

a. Pengumpulan data, teknik ini dilakukan dengan wawancara mendalam dan

mencatat dokumen menentukan strategi pengumpulan data yang dipandang

tepat dan menentukan fokus serta pendalaman data.

b. Reduksi data, yaitu sebagai proses seleksi, pemfokusan, pengabtrakan, dan

transformasi data kasar yang ada dalam lapangan langsung dan diteruskan pada

waktu pengumpulan data.

c. Sajian data, yaitu suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan

kesimpulan penelitian dilakukan.

15

Page 17: Tradisi_Sedekah_Bumi

d. Penarikan kesimpulan, sejak awal pengumpulan data peneliti harus mengamati

dan tanggap terhadap hal-hal yang ditemui dilapangan denngan menyusun

pola-pola asahan dan sebab akibat.

D. PEMBAHASAN

1. Hakikat Sedekah Bumi

Tradisi adalah suatu kebiasaan yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi

bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu wilayah,

negara, kebudayaan, golongan atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar  dari

tradisi yaitu adanya informasi yang di teruskan dari generasi ke generasi baik tertulis

maupun lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi akan punah.

 Masyarakat jawa memang terkenal dengan beragam jenis tradisi atau budaya

yang ada di dalamnya. Baik tradisi kultural yang semuanya ada dalam tradisi atau

budaya jawa tanpa terkecuali. Dari beragam macamnya tradisi yang ada di

masyarakat jawa, hingga sangat sulit untuk mendeteksi serta menjelaskan secara rinci

terkait dengan jumlah trasi kebudayaan yang ada dalam masyarakat jawa tersebut.

Salah satu tradisi masyarakat jawa yang hingga sampai sekarang masih tetap eksis

dilaksanakan dan sudah mendarah daging serta menjadi rutinitas bagi masyarakat

jawa pada setiap tahunnya adalah sedekah bumi atau biasa dikenal dengan tradisi

sedekah bumi ini. Tradisi sedekah bumi ini dilakukan oleh masyarakat jawa tepatnya

di Desa Payang yang mayoritas penduduknya sebagai petani, buruh tani, PNS, dan

wirausaha adalah bentuk rasa syukur kepada Allah Swt, atas kelimpahan rahmat atau

hasil bumi yang telah diberikan untuk kesejahteraan masyaraat Desa Payang.

Pelaksanaan tradisi Sedekah Bumi di Desa Payang sering kali dilaksanakan

pada bulan Apit tepatnya hari Jumat Pahing. Ritual tersebut dilaksanakan mulai pagi

16

Page 18: Tradisi_Sedekah_Bumi

hari sampai menjelang shalat jumat. Pagi hari masyarakat Desa Payang berbondong-

bondong membuat nasi ambengan yang berupa nasi kuning dan ayam ingkung, bagi

yang kurang mampu cukup membuat nasi ambengan yang ditaruh di besek. Dalam

besek tersebut hanya berisi rambakan yang berupa kacang panjang, mie, kering,

tempe, tahu, telur bulat yang sudah matang. Nasi ambengan tersebut dibawa ke

makam Nyai Jabang Bayi dan Mbah Dipokerti yang merupakan sesepuh di Desa

Payang.

2. Penanaman Nilai Seni dalam Acara Sedekah Bumi di Desa Payang Kecamatan

Pati, Kabupaten Pati

Acara Sedekah Bumi di Desa Payang yang diadakan setiap satu tahun sekali,

mempunyai nilai-nilai budaya terutama nilai seni. Dalam pelaksanaan acara Sedekah

Bumi tersebut terdapat tradisi tanggap barongan, wayang kulit, ketoprak, dan tayub.

Dari beberapa tradisi yang sudah dijabarkan di atas, terdapat nilai seni yang sangat

kental di dalamnya, antara lain: seni drama berupa ketoprak dan wayang kulit, seni

gerak berupa barongan dan tayub.

Penanaman nilai seni drama dan gerak pada perkembangan zaman sekarang

sudah mulai meluntur. Untuk mengantisipasi kelunturan nilai seni tersebut,

masyarakat Desa Payang menghadirkan tradisi-tradisi tersebut agar tidak mengalami

kepunahan. Banyak sekali pesan-pesan yang terkandung dalam tradisi tanggap

barongan, wayang kulit, ketoprak dan tayub.

a) Seni Drama

Menurut Harymawan (dalam Dewojati, 2010:7) secara etomologis, kata

“drama” berasal dari kata Yunani draomai yang berarti “berbuat”, “berlaku”,

“bertindak”, “bereaksi”. Dapat disimpulkan bahwa drama adalah perbuatan atau

tindakan.

Ibrahim dalam Dewojati, 2010:8) mengungkapkan bahwa drama adalah

suatu pertunjukan lakon yang merupakan tempat pertemuan dari beberapa

17

Page 19: Tradisi_Sedekah_Bumi

cabang kesenian yang lain seperti seni sastra, seni peran, seni tari, seni

deklamasi, dan seni suara. Sesuai dengan pendapat di atas, dapat disimpulkan,

bahwa drama adalah suatu tindakan yang merupakan bentuk tontonan di depan

orang banyak dan di dalamnya mengandung cerita dan berupa dialog.

1) Ketoprak

Nilai seni drama yang berupa ketoprak adalah sejenis pementasan

teater tradisional yang biasanya diiringi oleh gamelan lesung, alu, gong,

kenong, dan sebagainya. Ketoprak sangat diminati masyarakat di pulau

Jawa Tengah. Ketoprak yang digunakan dalam acara Sedekah Bumi di Desa

Payang adalah ketoprak Siswo Budoyo. Pementasan Kethoprak Siswa

Budaya tak jauh berbeda dengan kethoprak lainnya.  Pemain-pemain terdiri

dari kalangan tua dan muda, mereka harus melalui proses welet/gladhen

terlebih dahulu sebelum melakukan pementasan. Maksudnya adalah berlatih

dengan yang lebih ahli baik secara langsung maupun tidak langsung. 

Pelatihan tersebut secara keseluruhan, mulai dari pelakonan, tata busana,

maupun tata rias. 

Cerita-cerita pementasan digarap oleh Dewan Sutradara.  Lakon cerita

dapat diambil dari cerita sejarah (misal: Babad Demak), legenda (misal:

Sejarah Pati, Sejarah Grobogan, Jaka Tarub), dan cerita carangan/karangan

(dari novel).  Keunikan Kethoprak Siswa Budaya adalah dalam pembuatan

gambar latar (back ground).  Orang-orang menganggap bahwa gambar latar

yang dilukis lebih hidup dan teliti dengan memperhatikan bayang-bayang

setiap benda yang dilukis.  Penggambar/pendekor adalah pak Wiji berumur

78 tahun dari pekalongan. Biaya tenaga/honor membuar lukisan satuannya

bisa mencapai tiga juta rupiah, sedangkan biaya bahan pembuat lukisan

sekitar dua juta rupiyah, sehingga apabila membuat dekorasi panggung bisa

mncapai lima juta rupiyah.

Waktu pementasan dalam acara sedekah bumi biasanya dilaksanakan

pada siang hari sesudah jumatan. Lakon yang dimainkan lebih pendek dan

biasanya kostum yang dipakai dalam pementasan adalah kostum yang lebih

18

Page 20: Tradisi_Sedekah_Bumi

tertutup. Tata rias yang digunakan lebih tajam tetapi sederhana. Dalam

sekali pementasan, biasanya secara lengkap (wayang taman, bala kepruk,

pengrawit, sinden, piñata panggung, piñata lampu dan sopir) berjumlah

sekitar 75 orang kebanyakan kawula muda.  Dari sekian anggota wanita

sebanyak tiga puluh orang. Dalam pementasan Kethoprak Siswo Budoyo

menyiapkan kelengkapannya sendiri (gamelan, kostum, panggung, lampu

dll.)

Bahasa yang digunakan dalam dialog ketoprak ini adalah bahasa Jawa.

Penanaman nilai seni ini dilestarikan karena banyak orang yang tidak

mengenal kesenian ini, orang-orang hanya mengetahui drama itu hanya

berupa teater. Akan tetapi drama sebetulnya banyak macamnya, salah

satunya adalah ketoprak. Ketoprak tergolong jenis teater tradisional yang

ada di Indonesia.

2) Wayang Kulit

Wayang kulit adalah pagelaran yang sangat diminati oleh orang

banyak tertama di Jawa Tengah. Bahasa yang digunakan adalah bahasa

Jawa Kuno yang ceritanya mengisahkan cerita-cerita Mahabarata,

Ramayana, dan lain-lain. Penanaman nilai seni ini adalah nilai sejarah

tentang cerita-cerita zaman dahulu agar dicontoh kebaikannya dan tidak

dilupakan serta harus dilestarikan dalam perkembangan zaman yang sangat

modern sekarang ini.

b) Seni Gerak

Seni yang mempergunakan tubuh sebagai media alat gerak. Gerakan dalam

tari untuk mencapai suatu kandungan yang terarah, harus dilandasi oleh

penghayatan yang mendalam, kreatif. Seni gerak merupakan karya seni harus

mengandung unsur keindahan. Dari keindahan akan menumbuhkan rasa senang.

19

Page 21: Tradisi_Sedekah_Bumi

Melaui gerak ritmis dan indah yang berarti diolah dan distilisasi sehingga bukan

merupakan gerak sehari-hari seperti jalan, duduk, dan lain sebagainya, serta

dengan ritme tertentu.

1) Barongan

Barongan merupakan seni pertunjukan rakyat yang berupa tiruan

binatang buas, terkadang barongan diwujudkan seperti singa yang digerak-

gerakkan oleh orang yang berada di dalamnya. Barongan yang dipakai

dalam acara Sedekah Bumi di Desa Payang adalah barongan Triwil.

Barongan Triwil digambarkan semacam macan yang bentuknya dari

Sumatra, yang mempunyai corak loreng yang khas. Penanaman nilai gerak

ini menandakan untuk mengusir roh jahat yang menimpa Desa Payang.

Konon cerita dari Pak Musliq, Dayang (sesepuh) di Desa Payang dulu

mempunyai ingon-ingon atau jin yang berupa barongan. Oleh sebab itu

barongan harus diwajibkan dalam acara Sedekah Bumi, jika tidak diadakan

maka akan terjadi hujan angin yang sangat lebat atau ada orang meninggal

secara berturut-turut.

Biasanya barongan diarak dari rumah kepala Desa Payang menuju ke

Makam Mbah Dipokerti dilanjutkan ke Makam Nyai Jabang Bayi. Barongan

gerakkan oleh dua orang di dalamnya, yang satu berada di kepala dan yang

satunya lagi berada di ekor. Pengarakan barongan biasanya diiringi oleh

musik atau gamelan berupa kenong, kendang dan ditaburi beras kuning di

sepanjang jalan. Orang yang menggerakkan barongan bisanya mengalami

kesurupan, di daerah makam-makam Dayang Payang. Hal tersebut

menandakan jika barongan tersebut sedang berinteraksi dengan leluhur Desa

Payang.

2) Tayub

Seni gerak yang terakhir adalah tayub, tayub hampir sama dengan

taria-tarian. Yang membedakan tayub dengan tarian modern adalah iringan

lagu yang dinyanyikan secara langsung dan lirik lagu yang mengiringinya.

20

Page 22: Tradisi_Sedekah_Bumi

Banyak sekali pemuda-pemudi yang tidak suka akan seni gerak tradisional

seperti tayub. Yang paling banyak diminati tarian zaman sekarang adalah

tarian modern yang berupa dance yang iringan musiknya sangat keras.

Tayub identik dengan saweran. Saweran merupakan ungkapan rasa senang

atau kagum penonton dengan penari tayub, dengan cara memberikan uang

kepada sang penari. Dalam acara Sedekah Bumi di Desa Payang ini

menghadirkan seni gerak yang berupa tayub, adalah ingin melestarikan

kebudayaan jawa kepada generasi atau anak cucu kita agar tidak punah.

E. SIMPULAN

Dalam tradisi Sedekah Bumi yang dilaksanakan di Desa Payang Kecamatan Pati,

Kabupaten Pati memiliki nilai kebudayaan yang berupa nilai seni. Nilai seni adalah nilai-

nilai yang mengandung unsur kesenian yang berupa seni drama dan gerak.

Nilai seni drama yang ada dalam acara Sedekah Bumi ini berupa ketoprak dan

wayang kulit, sedangkan seni gerak berupa barongan dan tayub. Hal ini bertujuan agar

tradisi-tradisi yang langka seperti itu tidak ditinggalkan dan tetap diminati oleh

masyarakat Jawa terutama di Desa Payang Kecamatan Pati, Kabupaten Pati.

21

Page 23: Tradisi_Sedekah_Bumi

DAFTAR PUSTAKA

Adha, Muhammaddian Akhiruddin. 2011. “ Makna Simbol dalam Upacara Sedekah Laut di Desa Tasik Agung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang”. Tesis. Universitas Sebelas Maret

Aminudin. 1995. Stilistika: Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra. Semarang: IKIP Semarang Perss.

Arti kata. (www.artikata.com/arti-359135-barongan .html). Diunduh pada tanggal 20 Maret 2013 pukul 20.34 WIB

Danandjaja, James. 1997. Foklor Indonesia : Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lainlain. Jakarta : Gramedia.

Dewojati, Cahyaningrum. 2010. Drama Sejarah, Teori, dan Penerapannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Kontowijoyo. 1999. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana

Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu. 1991. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara.

Purwanti, Deni. 2009. “Aspek Pendidikan Tradisi Ruwah (Studi Kasus pada Masyarakat Desa Ngreden Kecamatan Wonosari Kabupaten Klaten)”. Tesis. Universitas Sebelas Maret

22

Page 24: Tradisi_Sedekah_Bumi

Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

_______ 2011. Antropologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Rurul. 2012. Tradisi Sedekah Bumi. http://ruruls4y.wordpress.com. Diunduh pada tanggal 19 Maret 2013 pukul 13.38 WIB

Sahalina, Ismi Ariani. 2008. "Legenda Kawah Sikidang dan Fungsinya bagi Masyarkat di Dataran tinggi Dieng Kabupaten Wonosobo : Tinjauan Resepsi sastra". Skripsi. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Setiawan, Edi. 1986. Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari dan Beberapa Masalah Tari. Jakarta: Direktorat Kesenian Proyek Pengembangan Kesenian Jakarta Dep. P dan K.

Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo

Santoso, Iwan Budi. 2007. "Ritual Ngalap Berkah Apem Kukus Keong Mas dan Dampaknya bagi Masyarakat ( Studi Kasus di Kawasan Pengging, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali)". Skripsi. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sutopo, HB. 2002. Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

_______ 2006. Metodologi penelitian Kualitatif, Dasar Teori dan terapannya dalam Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.

Suratma, I Gusti Putu. 2011. “Ungkapan Larangan pada Masyarakat Petani Tabanan: Kajian Linguistik Kebudayaan”. Tesis. Denpasar: Universitas Udayana

Thoyibi, dkk. (ed). 2003. Sinergi Agama dan Budaya: Dialektika Muhammadiyah dan Seni Lokal. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Utomo, Tri. 2008. “Aspek Pendidikan Nilai dalam Pelaksanaan Tradisi Bersih Desa (Ceprotan) tahun 2007 (Studi Kasus di Desa Sekar kecamatan Donorojo Kabupaten pacitan)”. Skripsi. Surakarta : Universitas Muhammadiyah surakarta.

Wardani, Rini Kusuma. 2008. "Nilai Budaya dalam Cerita Rakyat Kyai Ageng Gribig di Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten dan Fungsinya bagi Masyarakat :Pemiliknya". Skripsi. Surakarta . Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Wikipedia. (www.id.wikipedia.org/wiki/Barong_mitologi). Diunduh pada tanggal 20 Maret 2013 pukul 19.45 WIB

23

Page 26: Tradisi_Sedekah_Bumi

25

WAWANCARA