topik 1. prinsip umum terapi antidot
TRANSCRIPT
Secara sederhana, toksikologi didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek toksik
berbagai bahan terhadap mahluk hidup dan system biologic lainnya. Sedangkan toksik atau racun adalah
zat yang dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan hidup. Sedangkan menurut
Paracelsus (1493-1541) toksin atau racun adalah semua zat pada hakekatnya adalah racun, dosisnyalah
yang membedakan racun dari obat. serta yang dimaksud dengan keracunan atau intoksikasi adalah
keadaan tidak normal akibat efek racun.
A. Klasifikasi racun
Berbagai racun dapat diklasifikasikan berdasarkan atas berbagai hal seperti sumber, sifat kimiawi
dan fisikanya, bagaimana atau kapan terbentuknya, efek terhadap kesehatan, kerusakan organ, dan
hidup atau tidaknya racun tersebut. Klasifikasi racun dilakukan dan dipilih untuk mempermudah
penelitian. Hal ini dilakukan, Karena karakteristik setiap klasifikasi itu dapat sangat berbeda.
a. Klasifikasi berdasarkan sumber
Sumber alamiah
Sumber buatan
Klasifikasi ini bertujuan untuk membedakan racun asli yang berasalkan dari flora dan fauna
dan organism berbagai racun berasalkan lingkungan seperti bahan baku industry yang
beracun ataupun buanagn beracun dan bahan sintetik beracun.
b. Berdasarkan wujud
Padat
Cair
Gas. Gas dapat berdifusi, sehingga menyebar lebih cepat daripada cairan dan zat padat.
Efek terhadap masyarakat tentunya akan sangat berbeda. Gas dan padatan yang sangat
halus akan cepat menimbulkan efek, dan apabila konsentrasi masyarakat di tempat
tersebut padat, maka efeknya akan menjadi sangat drastic.
c. Klasifikasi berdasarkan sifat fisika-kimia
Klasifikasi ini sering digunakan untuk bahan beracun (B3), dan pengelompokan
xenobiotik tersebut sebagai B3 yang :
Korosif
Radioaktif
Evaporative1
Eksplosif
Reaktif
d. Klasifikasi berdasarkan terbentuknya pencemaran/xenobiotik
Pencemaran yang terbentuk dan keluar dari sumber disebut pencemaran primerr. Selanjutnya,
setelah transformasi pertama dilingkungan disebut dengan pencemaran sekunder, kemudian
dapat menjadi pencemaran tersier dan selanjutnya. Pencemaran sekunder dan seterusnya tentu
akan bersifat berbeda dari primer. Ada yang suudah bereaksi dengan uap air, dengan senyawa
lain ataupun sudah masuk ke dalam organism dan bereaksi dengan protein dan sebagainya.
Dengan demikian , pencemaran sekunder dan seterusnya dapat menjadi lebih toksik ataupun
kurang toksik.
e. Klasifikasi berdasarkan kerusakan/organ target
Racun dapat dikelompokan atas dasar organ yang diserangnya. Klasifikasi ini digunakan oleh
para ahli superspesialis organ target tersebut.
Hepatotoksik atau beracun bagi hepar
Nefrotoksik atau beracun bagi ginjal
Neurotoksik atau beracun bagi saraf
Hematotoksik atau beracun bagi darah
Pneumotoksik atau beracun bagi paru-paru
f. Klasifikasi berrdasarkan hidup matinya racun
Racun biotis atau biotoksin
Racun yang didapat pada biota disebut biotoksin. Racun yang ada pada biota dapat
berupa racun asli, yakni biota itu sendiri beracun atau akibat kontaminasi dengan bahan
beracun seperti pencemar yang ada di media dimana ia hidup. Racun biotis atau racun
yang berasal dari benda hidup dapat berupa mikroba, tanaman, dan hewan.
Racun abiotis
Racun abiotis atau yang bukan berasal dari mahluk hidup tergolong racun antropogenik.
Contohnya , logam-logam berat.
B. TERAPI ANTIDOT
Merupakan tata cara yang secara khusus ditujukan untuk membatasi intensitas (kekuatan)
efek toksik zat kimia atau menyembuhkan efek toksik yang ditimbulkannya, sehingga
bermanfaat dalam mencegah timbulnya bahaya lebih lanjut. Berarti, sasaran terapi antidot
adalah pengurangan intensitas efek toksik. (Donatus,1997). Seperti telah diungkapkan,
2
keberacunan (intensitas efek toksik) suatu bahan berbahaya diantaranya ditentukan oleh
keberadaan bahan berbahaya di tempat kerja yang melebihi harga KTM-nya lebih lanjut,
keadaan ini bergantung pada keefektifan absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi bahan
berbahaya terkait. Perlu dicatat, strategi terapi antidot mana yang akan diambil, sepenuhnya
bergantung pada pengetahuan atau informasi tentang rentang waktu antara saat pemejanan
bahan berbahaya, saat timbulnya gejala-gejala toksik, dan saat penderita siap menjalankan
terapi. Karena pengetahuan ini diperlukan untuuk memprakirakan dominasi tahapan nasib
bahan berbahaya di dalam tubuh. Misal bahan berbahaya diprakirakan sudah terabsorpsi
sempurna, maka tindakan penghambatan absorpsi sudah tidak diperlukan. Dalam hal ini,
mungkin yang diperlukan penghambatan distribusi atau peningkatan eliminasinya. Masalahnya
sekarang,bagaimana tata cara pelaksanaan masing-masing strategi tersebut (Donatus, 1997)
Ketiga strategi dasar terapi antidot tersebut dapat dikerjakan dengan metode yang tak khas atau
metode yang khas. Dimaksud dengan metode tak khas ialah metode umum yang dapat diterapkan terhadap
sebagian besar zat beracun. Metode khas ialah metode yang hanya digunakan bila zat
beracunnya telah tersidik jati dirinya serta zat antidotnya tersedia(Donatus, 1997)
MACAM-MACAM TERAPI ANTIDOT
1. Terapi Spesifik
Terapi antidot spesifik merupakan suatu terapi antidot yang hanya efektif untuk satu zat
tertentu. Terapi ini dapat diklasifikasikan menjadi :
A. Antidot yang bekerja secara kimiawi
Penggunaan antidotum jenis ini akan menyebabkan terjadinya reaksi antara antidotum
dengan zat toksik membentuk suatu produk yang kurang toksik dan mudah dieksresikan.
1. Zat-zat pembentuk senyawa kompleks khelat
Zat pembentuk kelat biasanya mengandung dua atau lebih gugus elektronegatifan yang
membentuk kovalen kompleks stabil dengan logam-logam atau kation. Semakin banyak ikatan
ligan terbentuk, makin stabil ikatan kompleks yang terjadi dan semakin efisien proses
kelatornya. Contoh zat-zat kelator adalah :
- Dimerkaprol : mencegah terjadinya ikatan logam yang bersifat racun dengan gugusan
sulfidril (-SH) dalam sistem enzim.
- Kalsium Dinatrium Edetat (CaNa2EDTA) : diberikan dalam bentuk ikatan khelat dengan
kalsium untuk mencegah pengeluaran kalsium yang cepat dari tubuh yang dapat
menimbulkan toksik.
3
- Penisilamin : digunakan terhadap keracunan tembaga atau mengurangi kadar tembaga pada
penderita penyakit Wilson. Penisilamin juga merupakan alternative pengganti EDTA
terhadap keracunan timbal dan efektif membentuk ikatan dengan merkuri dan seng.
- Deferoksamin : mempunyai kemampuan spesifik membentuk ikatan khelat dengan besi.
Senyawa ikatan khelat yang terjadi yaitu ferioksamin yang larut dalam air dan dikeluarkan
bersama-sama dengan urin.
2. Fab fragmen : suatu antibodi monoklonal yang dapat mengikat digoksin dan mempercepat
sekresinya melalui filtrat glomerulus
3. Dikobalt Edetat : merupakam antidot pilihan untuk menanggulangi keracunan sianida. Sianida
dan dikobalt edetat akan membentuk senyawa kompleks yang stabil dan inert, yaitu
kobaltosianida dan kobal tisianida.
4. Detoksifikasi enzimatik
Detoksifikasi enzim dapat dilakukan dengan dua jalur dengan memberikan konsubrat pada
reaksi yang terjadi dan memberikan enzim dari luar untuk mempercepat metabolisme zat racun.
- Etanol : digunakan terhadap keracunan methanol dan etilen glikol. Penaggulangan
keracunan methanol dapat dilakukan berdasarkan koreksi asidosis yang terjadi, pengeluaran
methanol dan metabolitnya dengan cara dialisa, dan mencegah metabolisme methanol
dengan menggunakan etanol.
- Atropine : memblokade efek senyawa antikolinesterase pada reseptor muskarinik.
- Pralidoksim : merupakan reaktivaktor kolinesterase.
- N-asetilsistein dan Metionin : digunakan sebagai antidot terhadap keracunan asetaminofen
atau parasetamol. Pemberian N-asetilsistein dan Metionin yang bertindak sebagai
precursor akan mencegah kerusakan hati, gagal ginjal, dan kematian yang diakibatkan oleh
kadar asetaminofen yang berlebihan.
B. Antidot yang bekerja secara farmakologi
Antidotum farmakologi adalah suatu antidotum yang bekerja mirip dengan zat toksik,
bekerja pada reseptor yang sama atau berbeda.
1. Nalokson Hidroklorida : sebagai antagonis terhadap efek morfin dan diamorfin, dan juga
mempunyai efek bertentangan dengan efek apomorfin, kodein, hidrokodein,
dekstropropoksifen, difenoksilat, dipipanon, metadon, pentazosin, petidin, dan fenazosin.
4
2. Oksigen : pemberian oksigen pada keracunan sianida,menghasilkan efek oksigen yang
melampaui efek sianida. Dengan demikian, jika oksigen diberikan bersama-sama dengan
pemberian natrium nitrit dan natrium tiosulfat akan menghasilkan efek sinergistik.
C. Antidot yang bekerja sebagai antagonis fungsional
Antidotum antagonis fungsional dapat digolongkan sebagai antidotum nonspesifik karena
berguna sebagai terapi simtomatik dan mengantagoniskan jenis zat toksik. Sebagai contoh
penggunaan diazepam untuk menghambat konvulasi dan fasciculais yang disebabkan zat sepeti
organofosfat, karbamat, dan stimulant.
Diazepam : mempunyai senyawa aktif yang disebut benzodiazepin. Dengan adanya interaksi
biodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja
GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka
sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya
jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel yang bersangkutan dan sebagai
akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang akan berkurang.
2. Terapi Non Spesifik
Terapi antidot non spesifik merupakan terapi yang bermanfaat pada semua kasus
keracunan. Cara yang biasa digunakan antara lain :
A. Mengurangi Absorbsi
1. Merangsang Muntah : untuk mengeluarkan racun dengan cara memuntahkan kembali,
dapat digunakan antidot perangsang muntah.
- Apomorfin : berbahaya jika digunakan secara sembarangan, karena dapat menyebabkan
depresi sistem saraf pusat dan system pernafasan.
- Cu-Sulfat dan Na-Klorida : potensial berbahaya dan sebaiknya tidak digunakan.
- Sirup Ipeca : merupakan perangsang muntah yang aman dan biasa digunakan. Digunakan
terutama kepada penderita keracunan yang disebabkan oleh senyawa atau bahan kimia
yang bersifat racun.
2. Menguras Lambung : efektif jika dilakukan dalam waktu 1 jam setelah keracunan dengan
menggunakan pipa nasogastrik. Mekanisme kerjanya adalah dengan memasukkan agen
penguras lambung (air hangat) sampai air yang keluar jernih.
- Air hangat 1-2 liter untuk penderita dewasa
5
- Larutan garam normal 5-10 ml/kg berat badan untuk anak-anak
- Menggunakan larutan elektrolit poli etilen glikol
3. Membersihkan Usus : menggunakan obat laksan dari golongan senyawa garam, yaitu Mg-
Sulfat dan Na-Sulfat. Mekanisme kerjanya dapat dilakukan melalui pipa nasogastrik.
B. Meningkatkan Eliminasi
1. Diuresis Basa : mekanisme kerjanya adalah dengan membuat urin bereaksi basa. Dieresis
basa ini dapat meningkatkan eliminasi golongan salisilat, herbisida fenoksiasetat (asam 2,4
diklorofenoksiasetat, 2,4-D dan mecoprop), fenobarbital, dan barbital.
Biasanya menggunakan larutan Na-bikarbonat 8,4 % (lmMol bikarbonat dalam 1 ml) dan
diberikan sebagai infus untuk mendapatkan pH urin lebih dari 7,5 atau yang lebih baik lagi
mendekati 8,5.
2. Dieresis Asam : mekanismenya yaitu membuat urin bereaksi asam.
3. Dosis Multipel Karbon Aktif : dosis multiple karbon aktif dapat meningkatkan eliminasi obat-
obat yang mempunyai volume distribusi kecil ( < 1 liter/kg berat badan), pka rendah, afinitas
ikatan rendah, dan waktu paruh yang menjadi panjang karena overdosis.
4. Dialisis dan Hemoperfusi
Dialisis dan hemoperfusi dapat dilakukan untuk meningkatkan eliminasi racun pada
penderita dengan kadar racun dalam plasma yang tinggi dan kombinasi gejala klinik
keracunan yang parah.
Hemoperfusi : mengalirkan darah melalui absorbenyang akan mengikat obat atau racun
lain. Karbon merupakan absorben yang biasa digunakan.
C. PERTOLONGAN PERTAMA YANG HARUS SEGERA DILAKUKAN ADALAH:
1. Carilah pertolongan medis dengan segera. Beritahukan kepada petugas tentang temuan atau
dugaan keracunan. Hal ini akan memperecepat proses pertolongan pada penderita.
2. Bila sulit mendapatkan bantuan medis ataupun jauh dari rumah sakit, lakukanlah langkah-
langkah berikut:
- Kurangi kadar racun yang masih ada di dalam lambung dengan memberi korban minum air
putih atau susu sesegera mungkin. Jangan beri jus buah atau asam cuka untuk menetralkan
racun.
- Usahakan untuk mengeluarkan racun dengan merangsang korban untuk muntah.
6
- Usahakan korban untuk muntah dengan wajah menghadap ke bawah dengan kepala
menunduk lebih rendah dari badannya agar tak tersedak. (Ingat jangan langsung
bersentuhan dengan muntahan)
- Jangan memberi minuman atau berusaha memuntahkan isi perut korban bila ia dalam
keadaan pingsan.
- Jangan berusaha korban untuk muntah bila menelan bahan-bahan kimia mengandung zat
asam, karena itu akan menyebabkan kerusakan lebih parah pada lambung/esofagusnya jika
dimuntahkan.
TERAPI ABC (AIRWAY, BREATHING AND CIRCULATION)
1. Airway
Tujuan : membersihkan dan membuka jalan nafas
• Cara :
• Buka dan bersihkan mulut korban
• Tengadahkan dahi, angkat dagu korban ke arah atas-depan
• Tengadahkan dahi, topang dagu
2. Breathing
Tujuan: Memeriksa pernafasan korban dan Memberikan nafas buatan jika korban tidak
bernafas
Periksa Nafas:
- Lihat : Movement of chest and stomach
- Dengar : Breathing sound
- Rasakan : Breathing air against your cheek
3. Circulation
Tujuan :
Mengalirkan kembali darah ke otak dan otot jantung dengan melakukan Cardio
Pulmonary resuscitation (CPR) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP).
DAFTAR PUSTAKA
Sartono. 2001. Racun dan Keracunan. Jakarta : Widya Medika
Soemirat, Juli.2005. Toksikologo Lingkugan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
7
Informatorium Obat Nasional Indonesia, 128-131, 153, Depkes RI, Jakarta.Donatus, Imono
Argo,2005,Toksikologi Dasar
Klassen, curtis. 2008. Toxicology. Kansas : Medical Publishing Division
8