toleransi suhu pada crustacea dan mollusca di perairan...

14
Oseanologi di Indonesia 1993 No. 26 : 41 - 54 ISSN 0125-9830 TOLERANSI SUHU PADA CRUSTACEA DAN MOLLUSCA DI PERAIRAN PLTU MUARA KARANG, JAKARTA Oleh BURHANUDDIN 1) ABSTRAK Pengamatan lapangan dilakukan dari bulan Juni 1982 sampai Agustus 1983 untuk menghimpun data biologik – crustacea dan molluca – dan data hidrologik yaitu suhu di perairan sekitar PLTU Muara Karang. Hasil pengamatan dibandingkan dengan hasil-hasil pengamatan sebelum PLTU beroperasi dan pada saat beroperasi 300 MW dapat disimpulkkan bahwa perubahan telah terjadi pada struktur comunitas Crustacea dan Mollusca terutama pada musim peralihan. Kedua kelompok biota yang tertangkap lebih sedikit di perairan dekat pelimbahan daripada di perairan yang relatif jauh dari pelimbahan. Jadi hanya biota yang toleran terhadap suhu tinggi dapat hidup di perairan panas. Biota kelompok II tercatat 7 jenis untuk Crustacea dan 2 jenis untuk Mollusca Batas suhu tertinggi untuk biota tertangkap adalah 37,9 0 C untuk Crustacea dan 36 0 C untuk Mollusca. Suhu perairan Muara Karang yang dipengaruhi oleh limbah air panas cenderung naik sejalan dengan bertambahnya daya terpasang listrik di tempat ini. Isoterm 34 0 C pada musim peralihan berada jauh dari pelimbahan dibandingkan dengan isoterm bernilai sama pada musim lainnya. Sebaran limbah termal ini dapat mencapai jarak sekitar 1.700 m dari garis pantai. ABSTRACT TEMPERATURE TOLERANCE OF CRUSTACEA AND MOLLUSCA IN MUA- RA KARANG STEAM POWERED ELECTRICAL GENERATING PLANT (SPEGP). .A field study was carried out in Muara Karang waters from June 1982 to August 1983 to collect biological data on crustaceans and molluscs and simultaneous observation was performed on the oceanographic data for temperature. The results of the study compared with the result of the study made prior to establishrnent of the plant in the same area and during the operation of the plant with 3U0 MW capacity shows that the changes of the community structure of crustaceans and molluscs have occured since then, especially in the transitional period. The two groups of marine animals were found 1) Balai Penelitian Biologi Laut, Puslitbang Oseanologi – LIPI, Jakarta 41 Oseanologi di Indonesia No. 26, 1993 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Upload: lecong

Post on 26-Apr-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TOLERANSI SUHU PADA CRUSTACEA DAN MOLLUSCA DI PERAIRAN ...oseanografi.lipi.go.id/dokumen/odi_26_41-54.pdf · biota tertangkap adalah 37,90 C untuk Crustacea dan 360 C untuk Mollusca

Oseanologi di Indonesia 1993 No. 26 : 41 - 54 ISSN 0125-9830

TOLERANSI SUHU PADA CRUSTACEA DAN MOLLUSCA DI PERAIRAN PLTU MUARA KARANG, JAKARTA

Oleh

BURHANUDDIN 1)

A B S T R A K

Pengamatan lapangan dilakukan dari bulan Juni 1982 sampai Agustus 1983 untuk menghimpun data biologik – crustacea dan molluca – dan data hidrologik yaitu suhu di perairan sekitar PLTU Muara Karang. Hasil pengamatan dibandingkan dengan hasil-hasil pengamatan sebelum PLTU beroperasi dan pada saat beroperasi 300 MW dapat disimpulkkan bahwa perubahan telah terjadi pada struktur comunitas Crustacea dan Mollusca terutama pada musim peralihan. Kedua kelompok biota yang tertangkap lebih sedikit di perairan dekat pelimbahan daripada di perairan yang relatif jauh dari pelimbahan. Jadi hanya biota yang toleran terhadap suhu tinggi dapat hidup di perairan panas. Biota kelompok II tercatat 7 jenis untuk Crustacea dan 2 jenis untuk Mollusca Batas suhu tertinggi untuk biota tertangkap adalah 37,90 C untuk Crustacea dan 360 C untuk Mollusca. Suhu perairan Muara Karang yang dipengaruhi oleh limbah air panas cenderung naik sejalan dengan bertambahnya daya terpasang listrik di tempat ini. Isoterm 340 C pada musim peralihan berada jauh dari pelimbahan dibandingkan dengan isoterm bernilai sama pada musim lainnya. Sebaran limbah termal ini dapat mencapai jarak sekitar 1.700 m dari garis pantai.

ABSTRACT

TEMPERATURE TOLERANCE OF CRUSTACEA AND MOLLUSCA IN MUA-RA KARANG STEAM POWERED ELECTRICAL GENERATING PLANT (SPEGP). .A field study was carried out in Muara Karang waters from June 1982 to August 1983 to collect biological data on crustaceans and molluscs and simultaneous observation was performed on the oceanographic data for temperature. The results of the study compared with the result of the study made prior to establishrnent of the plant in the same area and during the operation of the plant with 3U0 MW capacity shows that the changes of the community structure of crustaceans and molluscs have occured since then, especially in the transitional period. The two groups of marine animals were found

1) Balai Penelitian Biologi Laut, Puslitbang Oseanologi – LIPI, Jakarta

41

Oseanologi di Indonesia No. 26, 1993 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Page 2: TOLERANSI SUHU PADA CRUSTACEA DAN MOLLUSCA DI PERAIRAN ...oseanografi.lipi.go.id/dokumen/odi_26_41-54.pdf · biota tertangkap adalah 37,90 C untuk Crustacea dan 360 C untuk Mollusca

BURHANUDDIN

in lasser number in the area close to the discharge are than away from this one.Only those animals tolerant to high temperature can live in this warm water. The marine biota which are included in Group II consist of seven species of Crustacea and two species of Mollusca. The highest temperature tolerated by Crustacea was 37.9 0 C and by Mollusca 36.7 0 C.

The temperature of the Muara Karang waters influenced by thermal water discharge tends to increase with the increase of capacity of SPEGP at Muara Karang. In the transitional season the isotherm 34 0 C was found farther away from the thermal discharge than it was in the orther seasons.The distribution of the cooling water can reach an area of about 1,700 m from coastal line.

PENDAHULUAN

Listrik merupakan salah satu ciri utama dan ukuran kemajuan suatu masyarakat modern. Makin maju suatu masyarakat, makin banyak mereka menggantungkan kehidupan sehari-hari pada listrik. Semua orang yang hidup di zaman ini secara sadar atau tidak, langsung maupun tidak lang-sung bersinggungan dengan alat listrik, Dengan kata lain dewasa ini listrik termasuk kebutuhan hidup pokok sehari-hari yang terus meningkat. Dalam rangka memenuhi laju permintaan tenaga listrik dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat itulah maka pemerintah membangun pusat-pusat pembangkit tenaga listrik yang salah satunya adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

PLTU menggunakan tenaga uap sebagai penggerak utama turbin guna menghasilkan tenaga listrik. Ke luar dari turbin, uap dimasukkan ke mesin pengembun (kondensor) dengan pendingin berasal dari air sehingga uap mencair kembali, Tugas utama air pendingin hanyalah mengambil kalor di dalam kondensor sehingga air pendingin menggalami kenaikan suhu, Besarnya kebutuhan air pendingin ini tergantung kepada kapasitas maksi-mu dari PLTU yang bersangkutan. PLTU Muara Karang dengan kapasitas 700 MW membutuhkan air pendingin 113,4 — 188,6 juta I/jam bila ber-operasi dengan kapasitas maksimum. Air pendingin yang bersuhu relatif tinggi dan bervolume besar itu secara berkesinambungan di buang ke laut dan karenanya akan menaikkan suhu perairan penerima dan lambat laun mempengaruhi lingkungan akuatik di sekitar PLTU itu. Jadi pembangunan PLTU Muara Karang memasukkan faktor baru ke dalam lingkungan per-airan setempat dan mungkin menimbulkan kerusakan terhadap kehidupan biota bila telah melampaui ambang batas toleransi biota.

42

Oseanologi di Indonesia No. 26, 1993 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Page 3: TOLERANSI SUHU PADA CRUSTACEA DAN MOLLUSCA DI PERAIRAN ...oseanografi.lipi.go.id/dokumen/odi_26_41-54.pdf · biota tertangkap adalah 37,90 C untuk Crustacea dan 360 C untuk Mollusca

TOLERANSI SUHU CRUSTACEA DAN MOLLUSCA

Kerusakan atau perubahan komunitas bahari oleh limbah air panas dapat terjadi di sekitar muara saluran pelimbahan karena organisme tropik hidup di perairan dengan suhu beberapa derajat mendekati batas letak ter-tinggi (COLES 1977). Oleh karena Itu peningkatan suhu yang kecil di atas suhu alami dapat menimbulkan akibat yang fatal.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji hipothesa berikut : 1. Kenaikan suhu suatu pera iran ak ibat l imbah termal akan mengubah

komposisi biota di perairan yang bersangkutan. 2. Hanya biota yang toleran terhadap suhu tinggi akan bertahan di pelim-

bahan. 3. Kelimpahan biota di peraian PLTU berbanding terbalik dengan kenaikan

suhu air pendingin.

BAHAN DAN METODE

Daerah penelitian terletak di sebelah barat Teluk Jakarta. Pengambilan contoh biota dilakukan setiap bulan sekali mulai Juni 1982 sampai Agustus1983 dengan dengan jenis trawl di tujuh stasiun dan jarang pantai di tiga stasiun (Gambar 1). Jaring trawl ditarik dengan kecepatan 2 — 3 knot/jam selama 10 menit. Jaring pantai beroperasi di peraian dangkal dan ditarik dengan tenaga manusia.

Pengambilan contoh air dilakukan dengan botol Nansen pada kedalam-an yang sesuai dengan yang direncanakan di 15 stasiun oseanografi. Suhu diukur dengan menggunakan termometer balik. Termometer ini hanya di-gunakan pada perairan dengan suhu kurang dari 35 °C. Untuk perairan yang bersuhu lebih tinggi digunakan termometer yang berskala 50 °C.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data suhu permukaan air laut bulan Mei 1982 —Agustus 1983 berki-saran antara 29,6 °C - 32,4 °C di saluran sedot (Stasiun S1) dan 35,1 °C-42,2 °C di saluran pelimbahan (Stasiun S2). Suhu rata-rata permukaan maksimum terdapat di mulut saluran pelimbahan di Stasiun S2 sebesar 38,6 °C dan suhu rata-rata terendah ada di Stasiun S1 yaitu 30,9 °C.

43

Oseanologi di Indonesia No. 26, 1993 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Page 4: TOLERANSI SUHU PADA CRUSTACEA DAN MOLLUSCA DI PERAIRAN ...oseanografi.lipi.go.id/dokumen/odi_26_41-54.pdf · biota tertangkap adalah 37,90 C untuk Crustacea dan 360 C untuk Mollusca

Oseanologi di Indonesia No. 26, 1993 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Page 5: TOLERANSI SUHU PADA CRUSTACEA DAN MOLLUSCA DI PERAIRAN ...oseanografi.lipi.go.id/dokumen/odi_26_41-54.pdf · biota tertangkap adalah 37,90 C untuk Crustacea dan 360 C untuk Mollusca

TOLERANSI SUHU CRUTACEA DAN MOLLUSCA

Suhu permukaan maksimum tercatat sebesar 42,2 °C pada bulan Mei 1983. Kenaikan suhu air pendingin PLTU Muara Karang dapat disimak dengan membandingkan suhu air laut di Stasiun S1 dan Stasiun S2. Ke-naikan suhu air laut terbesar terjadi pada bulan Agustus 1983 yaitu sebesar 11.4 °C. Suhu air pendingin lebih besar dari 40 °C tercatat pada bulan Desember 1982, Februari , April, Mei dan Agustus 1983 (Gambar 2). Kenaikan suhu air pendingin di PLTU Muara Karang ini masih dalam batas kewajaran untuk suatu pembangkit listrik. Hal ini tampak jelas bila diban- dingkan dengan kenaikan suhu air pendingin di mancanegara. Kenaikan suhu air pendingin di pembangkit tenaga listrik Inggris biasanya berkisar antara 8 — 12 °C (LANG-FORD 1983), di PLTU Douglas Point, Canada dengan kapasitas terpasang 220 MW kisaran kenaikan suhunya antara 7,1 — 13,6 °C (MINN et al. 1978) dan kisaran kenaikan suhu di PLTN Amerika Serikat adalah antara 6 — 19 °C dengan rata-rata 10 °C (COUTANT 1970).

Suhu air di perairan Muara Karang berubah dengan beroperasinya PLTU Muara Karang. Sebelum PLTU Muara Karang beroperasi suhu mini-mum tercatat sebesar 27,5 °C pada musim barat dan suhu maksimum 30,8°C pada musim peralihan I (LON 1976). Hasil pengamatan KASTORO & BIRowo 1977 mencatat nilai suhu minimum pada musim barat yaitu 27.5 °C dan suhu maksimum 30,6 °C pada musim peralihan I, Suhu minimum pada pengamatan ini tercatat 28,7 °C pada bulan Agustus 1983 dan suhu maksimum sebesar 42,2 °C pada bulan Mei 1983. Jadi nilai suhu maksimum sebesar di perairan berubah dengan adanya PLTU ini,sedangkan nilai suhu minimum masih dalam batas normal, Jelas terlihat bahwa suhu air di tempat ini cenderung naik sejalan dengan pertambahan kapasitas terpasang PLTU Muara Karang. Suhu permukaan tercatat antara 28,3 °C —35,5 °C ketika beroperasi dengan kapasitas 300 MW (LON 1980) dan 40,01°C pada kapasitas 700 MW (ARINARDI 1984),

Penurunan suhu limbah air panas berlangsung cepat setelah mening-galkan Stasiun S2, kecuali pada musim peralihan 1 (Maret dan April 1983) dan musin peralihan II (September — November 1982), Sebaran limbah air panas pada kedua musim peralihan 1 tadi diduga mencapai 1.300 m — 1.700 m dari garis pantai, sedangkan pada musim lainnya berkisar antara 400 m-1.000 m.

45

Oseanologi di Indonesia No. 26, 1993 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Page 6: TOLERANSI SUHU PADA CRUSTACEA DAN MOLLUSCA DI PERAIRAN ...oseanografi.lipi.go.id/dokumen/odi_26_41-54.pdf · biota tertangkap adalah 37,90 C untuk Crustacea dan 360 C untuk Mollusca

Oseanologi di Indonesia No. 26, 1993 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Page 7: TOLERANSI SUHU PADA CRUSTACEA DAN MOLLUSCA DI PERAIRAN ...oseanografi.lipi.go.id/dokumen/odi_26_41-54.pdf · biota tertangkap adalah 37,90 C untuk Crustacea dan 360 C untuk Mollusca

TOLERANSI SUHU CRUSTACEA DAN MOLLUSCA

Sebanyak 22 jenis Crustacea dan 39 jenis Mollusca tertangkap dengan jaring trawl (Tabel 1 & 2). Jaring pantai menghimpun 36 jenis Crustacea dan 7 jenis Mollusca (Tabel 3 & 4). Sebagian dari Jenis Crustacea yang tertangkap oleh jaring pantai tertangkap juga oleh jaring trawl, sehingga dari 16 jenis Crustacea yang tertangkap dengan jaring pantai, 11 jenis tertangkap dengan kedua alat tadi. Sisanya sebanyak 5 jenis memperkaya fauna Crustacea di perairan ini. Jumlah jenis Mollusca selama telaah ini tercatat 39 jenis. Dari 7 jenis Mollusca yang berasal dari jaring pantai, hanya 4 jenis tidak tercatat di jaring trawl. Dengan demikian jumlah jenis Mollusca di perairan Muara Karang menjadi 43 jenis. Hasil tangkap Crus-tacea denqan jaring trawl dan jaring pantai di dominasi oleh Metapenaeus affinis, Partunus pelagicus. Penaeus merguiensis dan P. semisulcatu.

Oseanologi di Indonesia No. 26, 1993 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Page 8: TOLERANSI SUHU PADA CRUSTACEA DAN MOLLUSCA DI PERAIRAN ...oseanografi.lipi.go.id/dokumen/odi_26_41-54.pdf · biota tertangkap adalah 37,90 C untuk Crustacea dan 360 C untuk Mollusca

Oseanologi di Indonesia No. 26, 1993 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Page 9: TOLERANSI SUHU PADA CRUSTACEA DAN MOLLUSCA DI PERAIRAN ...oseanografi.lipi.go.id/dokumen/odi_26_41-54.pdf · biota tertangkap adalah 37,90 C untuk Crustacea dan 360 C untuk Mollusca

Oseanologi di Indonesia No. 26, 1993 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Page 10: TOLERANSI SUHU PADA CRUSTACEA DAN MOLLUSCA DI PERAIRAN ...oseanografi.lipi.go.id/dokumen/odi_26_41-54.pdf · biota tertangkap adalah 37,90 C untuk Crustacea dan 360 C untuk Mollusca

BURHANUDDlN

Biota yang tertangkap di perairan Muara Karang dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan suhu air lingkungannya (Tabel 5). Kelompok I terdapat di perairan yang bersuhu antara 28,0 0C — 35,0 °C dan kelompok II yang terdapat pada suhu 35.1 °C ke atas, Kelompok I digolongkan pada jenis yang bertoleransi kecil terhadap perubahan atau kenaikan suhu. Kelompok II mempunyai toleransi besar terhadap perubahan suhu di suatu perairan.

Keempat jenis Crustacea yang mendominasi hasil tangkap termasuk kelompok II sehingga kenaikan suhu yang kecil kurang berpengaruh terha-dap keberadaan keempat jenis Crustacea di pelimbahan. Kemampuan ber-adaptasi terhadap perubahan suhu tinggi hampir sama pada keempat jenis tadi, Metapenaeus affinis dan Penaeus semisulcatus ditangkap pada per-airan hingga suhu 37,5 °C, untuk Portunus pelagicus dan suhu 37,9 °C untuk Penaeus merguiensis, Scylla serrata yang tergolong ekonomis penting hanya tertangkap di perairan dengan suhu sekirar 35,7 °C. Dua jenis lainnya yang masuk kelompok II yaitu Matuta banksiidan Neodorippe Neodorippe hystrio kendatipun hanya sanggup berada di perairan dengan suhu tak lebih dari 36,7 °C. Charybdis lucifera dan Ch anisodon masuk kelompok I, Kedua jenis ini kurang toleran terhadap kenaikan suhu. Hal yang sama terjadi pada Oratosquill nepa. Jenis Crustacea ini banyak tertangkap dengan trawl tetapi tidak tertangkap dengan jaring pantai yang beroperasi di sekitar pelimbahan. Selama pengamatan, ke empat jenis Crustacea yang dominan i t u tertangkap dalam jumlah banyak pada bulan Mai, Juni, Juli dan Agustus tahun 1982 dan 1983 di Stasiun B1 dan B2. Pada musim peralihan I (Maret dan April 1983) Crustacea tidak tertangkap dengan jaring pantai, tetapi masih tertangkap dengan trawl. Pada saat itu suhu air di kolam pelimbahan tercatat cukup tinggi, Garis isoterm 36 °C — 38 °C tercatat pada bulan Maret 1983 dan 38 0C-40 °C pada bulan April 1983. Lidah suhu yang tinggi itu mungkin menjadi penghalang bagi Crustacea untuk mendekati kolam pelimbahan. Keadaan yang sama terjadi pada musim peralihan II (September 1982 dan November 1983), Garis isoterm 34 °C - 37 °C pada bulan September 1982 dan 34 °C - 39 °C pada bulan November 1982 menyebar luas di kolam pelimbahan,

Jumlah jenis Crustacea yang tertangkap pada stasiun trawl relatif sedikit dan perbedaan jumlah jenis antar stasiun trawl tidak mencolok. Jenis Crustacea terbanyak ada di stasiun T1 sebanyak 16 jenis dan paling sedikit dijumpai di stasiun T6 (10 jenis). Stasiun trawl lainnya mencatat jumlah jenis di antara kedua stasiun trawl itu. Berkurangnya jumlah jenis di stasiun T6 itu mungkin berkaitan dengan tingginya suhu air di sana yang tercatat antara 30,2 °C - 37,5 °C. Suhu air di stasiun T1 relatif rendah dengan kisaran nilai 29,9 °C - 32,7 °C.

50

Oseanologi di Indonesia No. 26, 1993 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Page 11: TOLERANSI SUHU PADA CRUSTACEA DAN MOLLUSCA DI PERAIRAN ...oseanografi.lipi.go.id/dokumen/odi_26_41-54.pdf · biota tertangkap adalah 37,90 C untuk Crustacea dan 360 C untuk Mollusca

Oseanologi di Indonesia No. 26, 1993 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Page 12: TOLERANSI SUHU PADA CRUSTACEA DAN MOLLUSCA DI PERAIRAN ...oseanografi.lipi.go.id/dokumen/odi_26_41-54.pdf · biota tertangkap adalah 37,90 C untuk Crustacea dan 360 C untuk Mollusca

BURHANUDDIN

Pada pengamatan ini Crustacea yang tertangkap dengan jaring pantai sebanyak 16 jenis. Jumlah jenis Crustacea yang tertangkap i n i belum berubah dibandingkan dengan pengamatan sebelumnya. Jumlah jenis Crustacea diduga sebanyak 14 jenis pada waktu PLTU berkapasitas 300 MW (LON I980) dan 15 jenis disaat PLTU belum beroperasi (LON 1976). Komposisi jenis Crustacea di peraian ini terjadi perubahan. Metapenaeus lysianassa dan Trachypenaeus sp. hanya tertangkap pada saat PLTU belum beroperasi dan menghindari perairan ini setelah PLTU beroperasi. Charyb-dis yadorum, Thalamita danae, Harpiosquilla raphidae dan Dorippe (Doripoides) facchino, hanya muncul pada waktu kapasitas terpasang sebesar 300 MW. Metapenaeus brevirostris, M.brevicornis, Penaeus merguiensis, Charybdis lucifera, Ch anisodon dan Ch. feriatus tertangkap pada waktu PLTU Muara Karang beroperasi 300 MW dan 700 MW. Penaeus semisulcatus, P. canaliculatus, Neodorippe (Nobilum) hystrio, N.(Neodorippe) astuta, Clorida javanica, C microphthalma, Cloridopsis scorpio. Anchias quilla fasciata, Matuta banksii dan Camatopsis rubida hanya tertangkap pada waktu PLTU beroperasi sebesar 700 MW.

Jumlah jenis Mollusca yang tertangkap di stasiun trawl relatif besar pada stasiun yang agak jauh dan kolam pelimbahan atau pengaruh limbah termal di stasiun i tu relatif kecil. jenis Mollusca terbanyak ditemukan di stasiun T1 sebanyak 20 jenis dengan suhu perairan antara 29,9 °C — 32,7 °C. Jumlah jenis MolIusca terendah ada di stasiun T7 yaitu 12 jenis dengan suhu perairan 30,0 °C — 35,6 0C, disusul dengan stasiun T6 sebanyak 14 jenis dengan suhu perairan 30,2 °C — 37,5 °C. Stasiun trawl lainnya mencatat jumlah antara 16 — 19 jenis, Hasil tangkap Mollusca dengan jaring trawl didominasi oleh Volema sp. Turris sp. Babylonia canaliculata, Turricula neliae spurius, Loligo edulis dan Anadara indica. Dua jenia Mollusca yang terakhir ini tergolong ekonomis penting. Jenis Mollusca dominan tidak ada dari jaring pantai, Ketujuh jenis yang berasal dari jaring pantai hanya terjaring tidak lebih dari dua spesimen dan hanya sekali tertangkap ,selama pengamatan ini, Morula sp, Mercenaria sp dan Meretrix meretrix lusoria berturut-turut tertangkap pada bulan September 1982, Mei 1983 dan Juni 1983. Thais undulato dan Macoma sp. hanya tetangkap pada bulan Juli 1982 dan hanya bulan Juli 1983 untuk Cantharus sp. Pada umumnya fauna Mollusca kurang tahan terhadap kenaikan suhu perairan. Hal ini tercermin dengan hasil tangkap trawl. Dari 39 jenis Mollusca yang terjaring, hanya dua jenis tertangkap di Stasiun Bi dan B2. Thais undulata tertangkap di perairan dengan suhu hingga 34,9 oC sedangkan Mytilus viridis sampai suhu 35,2 °C.

52

Oseanologi di Indonesia No. 26, 1993 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Page 13: TOLERANSI SUHU PADA CRUSTACEA DAN MOLLUSCA DI PERAIRAN ...oseanografi.lipi.go.id/dokumen/odi_26_41-54.pdf · biota tertangkap adalah 37,90 C untuk Crustacea dan 360 C untuk Mollusca

TOLERANSI SUHU CRUSTACEA DAN MOLLUSCA

Lima jenis Mollusca yang ekonomis penting adalah Loligo edulis, L. duvaucelii, Sepiella inermis, Anadara indica dan A. inflata. Kelima jenis ini termasuk kelompok I dan L. duvaucelii tertangkap di perairan de-ngan suhu 30,8 °C. Jenis ini hanya tertangkap di stasiun T5 pada bulan September dan Oktober 1982. Loligo edulis dan Sepiella inermis dengan toleransi suhu 34,7 °C tertangkap di semua stasiun trawl. Hasil ini menunjukkan bahwa L.edulis dan S. inermis lebih toleran terhadap kenaikan suhu daripada L. duvaucelii. Anadara indica dengan toleransi suhu 34,5 °C dan A. inflata dengan toleransi suhu 34,7 °C tertangkap di semua stasiun trawl, Jenis Mollusca dalam kelompok II hanya tercatat Morula sp dengan toleransi suhu 36,2 °C dan Meretrix meretrix lusoria hingga suhu 36,7 °C.

Tujuh jenis Mollusca tertangkap dengan jaring pantai pada pengamatan ini. Jumlah jenis Mollusca pada saat 300 MW tercatat sebanyak dalapan jenis (LON 1980). Dan delapan jenis ini. hanya Modiolus sp tidak tertang-kap pada pengamatan ini. Survai sebelum PLTU Muara Karang beroperasi hanya mengidentifikasi empat jenis Mollusca yaitu Donax sp, Tellia sp, Pholas sp dan Placuna sp. Mollusca lainnya diidentifikasi hingga tingkat suku. Dari keempat jenis tadi, hanya Tellina &p dan Placuna sp tertangkap pada pengamatan sekarang ini. Donax sp dan Pholas sp menghilang pada kapasitas PLTU 300 MW dan 700 MW,

Secara umum hasil pengamatan mencatat nilai suhu berkisar antara 28,7 °C — 42,2 °C. Kenaikan mencolok nilai suhu ini disebabkan oleh limbah termal PLTU Muara Karang. Pada musim peralihan, sebaran limbah termal dapat tersebar luas hingga mencapai jarak 1,700 m dari pantai.

Kenaikan suhu suatu perairan mengakibatkan berkurangnya jenis biota yang hidup di sana. Komposisi biota ikut berubah. Ada biota yang bertahan di tempat semula, ada biota yang melarikan diri dan ada pula yang muncul sebagai pendatang baru.

Berdasarkan hasil rangkap Crustacea dan Mollusca di lapangan diper-oleh biota yang toleran terhadap suhu tinggi dan ada pula yang tidak to-leran. Dominasi Crustacea terjadi di hasil tangkap dengan trawl dan jaring pantai sedangkan Molusca hanya dijaring trawl.

DAFTAR REFERENS

ARlNARDI, O.H. 1984. Pengaruh pembangkit listrik tenaga uap Muara Karang, Jakarta terhadap kandungan plankton di perairan saluran pemasukan dan saluran pengeluaran air pendingin. M.S. tesis, Fakultas Pasca Sarjana IPB : 136 hal.

53

Oseanologi di Indonesia No. 26, 1993 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id

Page 14: TOLERANSI SUHU PADA CRUSTACEA DAN MOLLUSCA DI PERAIRAN ...oseanografi.lipi.go.id/dokumen/odi_26_41-54.pdf · biota tertangkap adalah 37,90 C untuk Crustacea dan 360 C untuk Mollusca

BURHANUDDIN

COLES. S.L. 1977. Marine management and siting of electrical generating stations on tropical shorelines area. Mar. Res. Indonesia 19 57 — 7 2.

COUTANT, CC. 1970. Biological aspects of thermal pollution : I Entrainment and discharge canal effects. Crit.Rev.Environ-Control 1 ( 3 ) : 341 pp .

KASTORO dan S. BlRQWO 1977.Temperature observations in the water of Muara Karang. Mar. Res. Indonesia 1 9 : 51 — 66.

LANGFORD. T.E 1983. Electricity generator and the ecology of natural waters. Liverpool Univ . Press : 342 pp.

LEMBAGA OSEANOLOGI NASIONAL 1976.final report on the second stage on the oceanological investigation and survey in connection with the Muara Karang Steam Power Station Project March 1975. LON -LIPI : 45 hal

LEMBAGA OSEANOLOGI NASIONAL 1985. Penelitian oseanologi tahap IV di perairan Muara Karang sehubungan dengan beroperasinya PLTU Muara Karang Unit 4 & 5 Laporan akhir : 221 hal.

MINN, C.K., J.RM. KELSO and W.Hyatt 1978. Spatial distribution on nearshore fish in the vicinity of thermal stations. Naticoke and Douglas Point on the Great Lake. J. Fish.Res.Board Can. 35(6) : 885 — 892.

54

Oseanologi di Indonesia No. 26, 1993 sumber:www.oseanografi.lipi.go.id