crustacea 1

64
DIMENSI UNIT PENANGKAPAN PUKAT UDANG DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA UDANG DI PERAIRAN LAUT ARAFURA Oleh : EVIE MAULINA ASTUTI C 54101056 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

Upload: riki-tristanto

Post on 07-Dec-2014

98 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Crustacea 1

DIMENSI UNIT PENANGKAPAN PUKAT UDANG DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA UDANG

DI PERAIRAN LAUT ARAFURA

Oleh :

EVIE MAULINA ASTUTI C 54101056

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

Page 2: Crustacea 1

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: DIMENSI UNIT PENANGKAPAN PUKAT UDANG DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA UDANG DI PERAIRAN LAUT ARAFURA Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, November 2005

Evie Maulina Astuti

Page 3: Crustacea 1

DIMENSI UNIT PENANGKAPAN PUKAT UDANG DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA UDANG

DI PERAIRAN LAUT ARAFURA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

Departeman Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Oleh :

EVIE MAULINA ASTUTI C 54101056

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

Page 4: Crustacea 1

SKRIPSI

Judul : Dimensi Unit Penangkapan Pukat Udang dan Tingkat Pemanfaatan

Sumberdaya Udang di Perairan Laut Arafura

Nama : Evie Maulina Astuti

NRP : C 54101056

Disetujui, Komisi Pembimbing

Ir. Ronny I Wahyu, M.Phil NIP 131.663.023

Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP 130.805.031

Tanggal Lulus : 21 Oktober 2005

Page 5: Crustacea 1

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 17 Desember 1983

merupakan anak pertama dari empat bersaudara keluarga Bapak

Hidayat Eko Saputro dan Ibu Rahayu Supriyati. Penulis mengawali

jenjan mengawali jenjang pendidikan di TK Cendrawasih tahun 1987-1989, kemudian

1989, kemudian melanjutkan studi di SD YASPORBI ( Yayasan Korpri Bank Indonesia)

tahun 1989-1995, SMPN 41 Jakarta pada tahun 1995-1998, kemudian dilanjutkan ke

SMUN 38 Jakarta pada tahun 1998-2001. Pada tahun 2001, penulis diterima di Institut

Pertanian Bogor sebagai mahasiswi Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan

Tinggi Negeri).

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif sebagai asisten praktikum

Biologi Laut selama 2 periode yaitu tahun 2003-2004 dan 2004-2005. Penulis dinyatakan

lulus dalam sidang ujian skripsi dengan judul “Dimensi Unit Penangkapan Pukat

Udang dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Udang di Perairan Laut Arafura”

yang diselenggarakan Departeman Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 21 Oktober 2005.

Page 6: Crustacea 1

ABSTRAK EVIE MAULINA ASTUTI. Dimensi Unit Penangkapan Pukat Udang dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Udang di perairan Laut Arafura. Dibimbing oleh Ronny I Wahyu. Perairan Laut Arafura mempunyai potensi sumberdaya udang yang melimpah, hal ini dikarenakan hutan mangrove yang terdapat di sepanjang pesisir pantai Propinsi Papua masih terawat baik dan terjaga kelestariannya. Namun demikian sumberdaya udang yang terdapat di perairan Laut Arafura tersebut harus dimanfaatkan seoptimal mungkin tanpa merusak kelangsungan hidupnya. Kapal pukat udang yang paling banyak beroperasi di perairan Laut Arafura mempunyai berat kotor antara 100-200 GT dengan kekuatan mesin 220-1200 HP. Sedangkan untuk dimensi alat tangkap, ukuran diameter BED yang paling dominan digunakan 1,2 meter; tali ris atas/head rope 23 meter; tali ris bawah/ground rope 23 meter; jarak antar jeruji BED 101 mm; meshsize codend 45 mm.

Berdasarkan analisis dengan metode FOX terhadap hasil tangkapan, upaya tangkapan dan hasil tangkapan per upaya tangkapan udang di perairan Luat Arafura diperoleh persamaan : CPUE = e(4,4982-0,0015E). Nilai tersebut menunjukkan kecenderungan adanya penurunan nilai CPUE sebesar 0,0015 ton/unit untuk setiap penambahan satu unit upaya tangkapan selama periode tahun 1994-2003.

Hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) udang di perairan Laut Arafura sebesar 22.335,07 ton per tahun dengan upaya tangkapan optimum sebesar 676 unit per tahunnya. Tingkat pengupayaan alat tangkap pukat udang di perairan Laut Arafura pada tahun 2003 adalah sebesar 114,64% dengan tingkat pemanfaatannya sebesar 94,22%. Pemanfaatan dan pengupayaan sumberdaya udang di perairan Laut Arafura cenderung mengalami over fishing.

Page 7: Crustacea 1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan petunjuk-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi yang berjudul “Dimensi Unit Penangkapan

Pukat Udang dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Udang di Perairan Laut

Arafura”, merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan April hingga Juli 2005.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada

Ir. Ronny I Wahyu, M.Phil selaku Komisi Pembimbing yang telah memberi bimbingan

dan arahan serta saran hingga akhir penyelesaian skripsi ini; seluruh staf dosen dan

pegawai Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan yang telah memberikan

bantuan secara langsung maupun tidak langsung; staf Departemen Kelautan dan

Perikanan yang telah membantu memberikan data dan berbagai informasi yang

dibutuhkan dalam penelitian; direktur dan pegawai PT. Nusantara Fisheries dan PT. Alfa

Kurnia; Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikan dorongan semangat dan do’a

dalam menyelesaikan penulisan skripsi, untuk adik-adikku tercinta serta keluarga besar

Imam Tabri di Semarang; teman-teman kost dan teman-teman PSP ‘38 yang telah

memberikan semangat. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang

membutuhkannya.

Bogor, November 2005

Evie Maulina Astuti

Page 8: Crustacea 1

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL....................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. vi

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. vii

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 1.2 Tujuan............................................................................................................... 3 1.3 Manfaat............................................................................................................. 3

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumberdaya Udang .......................................................................................... 4 2.1.1 Klasifikasi, Morfologi dan Biologi ...................................................... 6 2.1.2 Daur Hidup, Reproduksi dan Habitat ................................................... 7

2.2 Alat Tangkap Pukat Udang .............................................................................. 9 2.2.1 Metode Pengoperasian ......................................................................... 12

2.3 Kapal Pukat Udang........................................................................................... 13 2.4 Hasil Tangkapan Pukat Udang......................................................................... 14

2.4.1 Hasil Tangkapan Sasaran Utama (Target Catch)................................. 14 2.4.2 Hasil Tangkapan Sampingan (By-Catch)............................................. 14

2.5 Hasil Tangkapan per Upaya Tangkapan (Catch per Unit Effort) .................... 15 2.6 Hasil Tangkapan Maksimum Lestari/Maximum Sustainable Yield ................. 16 2.7 Tingkat Pemanfaatan dan Tingkat Pengupayaan ............................................. 16

3 METODOLOGI

3.1 Waktu danTempat Penelitian ........................................................................... 18 3.2 Metode Penelitian............................................................................................. 18 3.3 Metode Analisis Data ....................................................................................... 18

3.3.1 Hasil Tangkapan per Upaya Penangkapan (Catch per Unit Effort)......................................................................... 18

3.3.2 Pendugaan Potensi Lestari ................................................................... 19 3.3.3 Tingkat Pemanfaatan dan Tingkat Pengupayaan ................................. 20

3.4 Asumsi.............................................................................................................. 21

Page 9: Crustacea 1

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Kondisi Geografis ............................................................................................ 22 4.2 Daerah Penangkapan Udang ............................................................................ 24 4.3 Unit Penangkapan ............................................................................................ 25

4.3.1 Kapal .................................................................................................... 25 4.3.2 Alat Tangkap ........................................................................................ 26 4.3.3 Nelayan................................................................................................. 26

4.4 Produksi dan Pemasaran Udang....................................................................... 27 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Alat Tangkap Pukat Udang .............................................................................. 28 5.1.1 Kapal .................................................................................................... 28 5.1.1 Alat Tangkap........................................................................................ 29

5.2 Produksi Udang................................................................................................ 31 5.2.1 Produksi Udang per Jenis..................................................................... 32

5.3 Upaya Tangkapan (Effort)................................................................................ 33 5.4 Hasil Tangkapan per Upaya Tangkapan (Catch per Unit Effort) .................... 34 5.5 Hubungan Upaya Penangkapan dengan CPUE................................................ 37 5.6 Upaya Tangkapan Optimum (Eopt)................................................................... 38 5.7 Hasil Tangkapan Maksimum Lestari/Maximum Sustainable Yield ................. 38 5.8 CPUE optimum ................................................................................................ 39 5.9 Tingkat Pengupayaan dan Tingkat Pemanfaatan ............................................. 39

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan....................................................................................................... 41 6.2 Saran................................................................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 43 LAMPIRAN ................................................................................................................ 47

Page 10: Crustacea 1

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jumlah armada perikanan di perairan Laut Arafura...................................... 25

2. Jenis dan jumlah alat tangkap di perairan Laut Arafura................................ 26

3. Spesifikasi kapal pukat udang dan alat tangkap pukat udang yang

beroperasi di perairan Laut Arafura per 26 Juli 2005 ................................... 28

4. Jumlah pukat udang (unit), produksi udang (ton) dan produksi udang

total (ton) di perairan Laut Arafura tahun 1994-2003................................... 31

5. Hasil tangkapan per upaya tangkapan tahun 1994-2003............................... 34

6. Hasil tangkapan per upaya tangkapan

September 2004-September 2005 ................................................................. 36

Page 11: Crustacea 1

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Udang jerbung atau udang putih atau banana prawn

(Penaeus merguiensis) ..................................................................................... 4

2. Udang dogol atau endeavour shrimp

(Metapenaeus endeavouri)............................................................................... 5

3. Udang windu atau tiger shrimp (Penaeus monodon)....................................... 5

4. Kuruma prawn (Penaeus japonicus)................................................................ 5

5. Anatomi udang penaeid.................................................................................... 6

6. Daur hidup udang penaeid................................................................................ 8

7. Bagian-bagian jaring pukat udang................................................................. 12

8. Hasil tangkapan sampingan/by-catch pukat udang ....................................... 15

9. Peta perairan Laut Arafura ............................................................................ 23

10. Peta daerah penangkapan udang di perairan Laut Arafura ........................... 25

11. Kapal pukat udang jenis double shrimp trawl............................................... 26

12. By-Catch Excluder Device (BED) tipe Super Shooter ................................. 30

13. Perkembangan produksi udang total (ton)

di perairan Laut Arafura tahun 1994-2003.................................................... 31

14. Produksi udang per jenis di perairan Laut Arafura ....................................... 33

15. Perkembangan upaya tangkapan (unit) pukat udang

di perairan Laut Arafura tahun 1994-2003.................................................... 34

16. Perkembangan CPUE udang

di perairan Laut Arafura tahun 1994-2003.................................................... 35

17. Perkembangan CPUE udang PT. Alfa Kurnia periode September 2004-September 2005 ................................................................. 36

18. Grafik hubungan upaya penangkapan (unit) dengan CPUE udang

di perairan Laut Arafura tahun 1994-2003.................................................... 37

19. Grafik hasil estimasi MSY dengan metode FOX.......................................... 39

Page 12: Crustacea 1

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Contoh data keragaan alat tangkap pukat udang yang beroperasi

di perairan Laut Arafura per 26 Juli 2005 (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap-DKP, 2005) ............................... 44

2. Simulasi model produksi FOX................................................................... 46

3. Grafik hasil simulasi produksi FOX .......................................................... 49

4. Perhitungan menentukan nilai upaya tangkapan optimum, MSY,

CPUE optimum, tingkat pemanfaatan dan tingkat pengupayaan

sumberdaya udang di perairan Laut Arafura.............................................. 50

5. Gambar konstruksi Turtle Excluder Device (TED) ................................... 52

6. Gambar desain jaring pukat udang PT. Nusantara Fisheries ...................... 53

Page 13: Crustacea 1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Udang merupakan salah satu sumberdaya hayati laut yang bernilai ekonomis tinggi

dan mempunyai prospek pasar yang sangat cerah karena komoditas ini paling banyak

diminati konsumen diberbagai penjuru dunia. Sampai sekarang, udang tetap menjadi

komoditas unggulan hasil perikanan dengan nilai terbesar (21%) dari nilai perdagangan

dunia. Bagi Indonesia, udang dapat dikatakan sebagai komoditas ekspor andalan

penghasil devisa karena dari nilai total ekspor hasil perikanan 50% berasal dari penjualan

udang. Berbagai varietas udang bernilai ekonomis tinggi banyak diekspor ke Jepang,

Hongkong, Amerika Serikat (USA) dan negara-negara Uni Eropa (UE). Harga dan

permintaannya selalu meningkat di pasaran internasional sehingga menghasilkan devisa

negara yang besar. Jumlah produksi usaha penangkapan udang di laut Indonesia

mengalami peningkatan rata-rata sebesar 7,15 % per tahun (Manggabarani, 2003).

Pada saat ini, alat tangkap udang yang dianggap paling efektif adalah pukat udang.

Bentuk dan konstruksinya hampir sama dengan trawl dasar perairan/bottom trawl. Cara

pengoperasian pukat udang adalah dengan cara menarik jaring disepanjang dasar perairan

sehingga udang, ikan-ikan demersal, larva/juvenil ikan dan biota lain ikut tertangkap dan

terkurung oleh jaring. Perbedaan trawl dengan pukat udang terletak pada bagian antara

kantong dan badan jaring yang pada pukat udang dipasang alat tangkap berupa saringan

yang disebut By-catch Excluder Device (BED). By-catch Excluder Device berfungsi

untuk menyaring dan memisahkan udang sebagai tangkapan utama/target catch dengan

biota lain yang termasuk hasil tangkapan sampingan/by-catch. Biota lain tersebut dapat

meloloskan diri melalui kisi-kisi yang terdapat pada saringan.

Perikanan pukat udang di perairan Laut Arafura telah berkembang sejak tahun

1969. Pengelolaan perikanan pukat udang di Indonesia telah banyak dilakukan antara

lain : Keppres no.39 tahun 1980 tentang pelarangan operasi perikanan pukat udang

kemudian melalui Keppres no.85 tahun 1982 yang mewajibkan penggunaan Turtle

Page 14: Crustacea 1

Exluder Device (TED) dan By-catch Exluder Device (BED). Penggunaan kedua alat

tersebut bertujuan untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan/by-catch. TED dan BED

wajib dipasang pada jaring ketika melakukan operasi penangkapan karena pukat udang

mempunyai tingkat selektivitas yang rendah.

Daerah operasi penangkapan pukat udang meliputi wilayah perairan Selat Sele,

Teluk Bintuni, Fak Fak, Kaimana, Dolak dan kepulauan Aru dengan koordinat 130oBT

ke timur kecuali di perairan pantai dari masing-masing kepulauan tersebut yang dibatasi

oleh isobath 10 meter (Pasal 1). Jumlah kapal/armada perikanan yang diberi izin

menggunakan pukat udang disesuaikan dengan daya dukung potensi udang perikanan

setempat (Pasal 3)(Purbayanto dkk, 2004).

Adanya izin untuk pengoperasian pukat udang sejak tahun 1982 di perairan Laut

Arafura, membuat tekanan eksploitasi sumberdaya alam di daerah ini semakin tinggi.

Apabila mengingat pukat udang termasuk alat tangkap yang kurang selektif sehingga

akan banyak hasil tangkapan sampingan yang tidak termanfaatkan. Penelitian

tentang perikanan pukat udang di perairan Laut Arafura sudah pernah dilakukan oleh

Zaenal (2004), Mahiswara (2002), Syahrir (2001), Siahanenia (2001), Nugroho (1987)

dan Bahar (1984). Namun demikian penelitian terbaru mengenai dimensi unit

penangkapan pukat udang dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang di perairan Laut

Arafura belum pernah dilakukan. Untuk itu informasi mengenai dimensi unit

penangkapan pukat udang dan tingkat pemanfataan sumberdaya udang sangat diperlukan

untuk mengetahui tingkat pemanfaatan sumberdaya sehingga kelestariannya dapat

berkelanjutan.

Page 15: Crustacea 1

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendapatkan informasi tentang keragaan unit penangkapan pukat udang di

perairan Laut Arafura.

2. Mendeskripsikan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang di perairan Laut

Arafura.

1.3 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang perkembangan

terbaru perikanan pukat udang yaitu dimensi alat tangkap pukat udang dan tingkat

pemanfaatan sumberdaya udang di perairan Laut Arafura. Sehingga penelitian ini

diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk melakukan strategi perencanaan dan

pengelolaan sumberdaya perikanan pukat udang di perairan Laut Arafura yang baik dan

tepat.

Page 16: Crustacea 1

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumberdaya Udang

Udang merupakan komoditas unggulan hasil perikanan untuk ekspor di Indonesia.

Menurut Naamin (1984) jenis udang yang termasuk dalam genera Penaeus dan

Metapenaeus merupakan jenis-jenis yang menunjang perikanan udang di Indonesia.

Di perairan Indonesia terdapat lebih dari 83 jenis udang penaeid yang diusahakan

dalam perikanan laut (Naamin et al, 1992). Jenis udang penaeid yang termasuk tujuan

utama penangkapan :

1. Kelompok udang jerbung atau udang putih atau banana shrimp, meliputi Penaeus

merguensis, Penaeus indicus dan Penaeus orientalis.

2. Kelompok udang windu atau tiger prawn, meliputi Penaeus monodon, Penaeus

semiculatus dan Penaeus esculentus.

3. Kelompok udang dogol atau endeavour shrimp, meliputi Metapenaeus ensis,

Metapenaeus semiculatus dan Metapenaeus elegans.

4. Kelompok udang lainnya: Penaeus latisulcatus (king prawn), Penaeus japonicus

(kuruma prawn), udang krosok yaitu Parapenaeopsis sculptilis (rainbow shrimp,

shima), Parapenaeopsis cornuta (coral shrimp).

Gambar 1 Udang jerbung atau udang putih atau banana prawn

(Penaeus merguiensis)

Page 17: Crustacea 1

Gambar 2 Udang dogol atau endeavour shrimp (Metapenaeus endeavouri)

Gambar 3 Udang windu atau tiger prawn (Penaeus monodon )

Gambar 4 Kuruma prawn (Penaeus japonicus)

2.1.1 Klasifikasi, Morfologi dan Biologi

Page 18: Crustacea 1

Klasifikasi udang penaeid menurut Dall (1975) and Hall (1962), sebagai berikut

Phylum : Arthropoda

Class : Crustacea

Sub class : Malacostraca

Series : Eumalacostraca

Super ordo : Eucarida

Ordo : Decapoda

Sub ordo : Natantia

Section : Penaeidea

Family : Penaeidae

Sub family : Penaeinae

Genus : 1. Penaeus

2. Metapenaeus

Gambar 5 Anatomi udang penaeid

(Nelly, 2005) Bentuk dan ciri udang yang mudah dikenali adalah melalui warna dan bentuk serta

jumlah gerigi pada rostrumnya. Ciri dan bentuk tersebut secara umum dikenal di

Indonesia dan dikelompokkan sebagai berikut (Naamin et al, 1992) :

Page 19: Crustacea 1

1. Kelompok udang jerbung (Penaeus sp) berwarna putih kekuningan, rostrum lurus

dan pendek, bagian pangkal agak besar berbentuk segitiga dengan rumus 7-8/4-6

dan permukaan tubuh halus.

2. Kelompok udang windu (Penaeus monodon) loreng hitam dan kuning secara

vertikal, rostrum bergerigi tipis dengan rumus 7-8/2-3 serta berkulit halus.

3. Kelompok udang dogol (Metapenaeus sp) berkulit kasar dengan warna kecoklatan

serta hijau kemerahan, rostrum berbentuk gerigi tipis dengan rumus 6-9/0.

2.1.2 Daur Hidup, Reproduksi dan Habitat

Udang penaeid umumnya hidup di dasar perairan dengan substrat lumpur, berpasir

dan lumpur berpasir. Hal ini erat hubungannya dengan makanan dan cara makan udang.

Makanan udang terdiri dari detritus dan binatang-binatang yang terdapat di dasar

perairan.

Menurut Naamin et al (1992) daur hidup udang penaeid umumnya terbagi menjadi

2 fase, yaitu fase laut dan fase muara sungai atau air payau. Setelah 24 jam memijah,

telur berubah dan hidup sebagai larva sekitar 1 bulan. Laju kematian larva sangat tinggi,

yaitu 70% per minggu. Umumnya larva bergerak secara planktonik ke arah pantai,

muara sungai dan teluk terutama di perairan yang ditumbuhi mangrove sebagai daerah

asuhan dan tempat mencari makan. Larva udang berkembang di daerah ini dan hidup

sebagai juwana 10-20% per minggu. Pada saat post larva, anakan udang hidup secara

merayap atau melekat pada benda-benda di dasar perairan. Udang muda kemudian

beruaya kembali ke laut untuk tumbuh menjadi dewasa dan kembali ke daerah payau

untuk memijah.

Menurut Naamin (1984) selain keadaan dasar laut dan aliran sungai, beberapa

parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan udang penaeid adalah suhu,

salinitas, oksigen, sedimentasi, curah hujan, arus, pasang surut air, fase bulan, keadaan

siang hari dan malam, unsur hara dan keadaan hutan mangrove. Menurut Gunarso (1985)

keadaan perairan mempengaruhi penyebaran udang menurut daur hidupnya. Makin

dewasa, udang makin menyukai perairan yang lebih dalam. Post larva dan yuwana

banyak tertangkap di perairan dangkal pada kedalaman antara 2-5 meter. Udang muda

hidup pada kedalaman 5-10 meter, sedangkan udang dewasa dan induk pada kedalaman

Page 20: Crustacea 1

10-40 meter (Naamin et al, 1992). Dasar perairan yang disukai udang adalah dasar

perairan yang bersubstrat lumpur atau lumpur berpasir. Suhu perairan yang sesuai

dengan kehidupan udang berkisar antara 21,5-31oC. Pada udang muda, penyesuaian

salinitas antara 0-3 ppt, sedangkan udang dewasa pada salinitas 7-10 ppt. Namun secara

umum udang dewasa hidup pada salinitas 27,5-35 ppt (Gracia and La Reste and Motoh,

1981 diacu dalam Naamin et al, 1992).

Gambar 6 Daur hidup udang penaeid

(Naamin, 1984) 2.2 Alat Tangkap Pukat Udang

Alat penangkap udang dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu alat tangkap aktif

dan alat tangkap pasif. Alat tangkap udang yang bersifat aktif adalah alat tangkap yang

dioperasikan dengan cara ditarik oleh kapal atau dilingkarkan di perairan yang

berstruktur dasar relatif datar. Jenis alat tangkap yang termasuk alat tangkap aktif adalah

Page 21: Crustacea 1

trawl dasar, pukat udang, trammel net, dogol dan lampara dasar. Jenis alat tangkap pasif

antara lain bubu dan jermal (Saleh, 1998).

Pukat udang merupakan alat tangkap yang terbuat dari jaring, berbentuk kerucut

dengan salah satu ujung terbuka seperti sayap membentuk mulut dan ujung satunya

mengecil membentuk kantong. Jaring ini ditarik disepanjang dasar perairan dengan

kecepatan dan jangka waktu tertentu (von Brandt, 1984). Mulut jaring dapat terbuka

lebar karena adanya otterboard yang diikatkan di kedua sisi mulut dan terbuka tegak oleh

pelampung pada tali pelampung di sisi atas mulut dan pemberat di sisi bawah mulut.

Mulut yang terbuka lebar selama ditarik membuat jaring akan menyaring semua biota

yang dilewati sehingga alat tangkap ini termasuk alat tangkap yang tidak selektif,

khususnya terhadap ikan kecil, larva dan juvenil ikan (Sparre and Venema, 1992).

Efektivitas pukat udang tercapai bila ditarik pada kecepatan tertentu sehingga mulut

jaring dapat terbuka secara optimum. Kecepatan tarik pukat udang/towing speed berkisar

antara 3-5 knot (Anonim, 1989). Kecepatan penarikan sangat berpengaruh terhadap

bukaan mulut pukat udang. Jika kecepatan tinggi, maka area antar otterboard akan

menyempit dan mengakibatkan mengecilnya luasan area dasar perairan yang tersapu

(Friedman, 1986).

Berdasarkan posisi jaring di dalam air selama operasi penangkapan, trawl

dibedakan menjadi trawl permukaan (surface trawl), trawl pertengahan (mid water

trawl), dan trawl dasar (bottom trawl). Berdasarkan posisi penarikan oleh kapal, trawl

dibedakan menjadi side trawl, stern trawl, dan double rig trawl (Ayodhyoa, 1981).

Berdasarkan banyaknya dinding jaring yang digunakan dalam konstruksinya, dibedakan

menjadi two seam trawl net, four seam trawl net, dan six seam trawl net (Nomura, 1981).

Pukat udang termasuk jenis trawl dasar perairan/bottom trawl yang dimodifikasi

khusus untuk menangkap udang sebagai hasil tangkapan utama/target catch. Bentuknya

yang lebih kecil dan penggunaan tenaga mesin kapal yang lebih rendah merupakan salah

satu perbedaan pukat udang dengan trawl udang lainnya.

Selain itu pada bagian antara kantong dan badan jaring pada pukat udang diberi alat

tambahan berupa saringan yang disebut By-catch Excluder Device (BED). BED berfungsi

untuk menyaring dan memisahkan udang dengan biota lain yang tidak termasuk hasil

tangkapan utama/target catch.

Page 22: Crustacea 1

Pukat udang industri adalah pukat udang yang menggunakan kapal-kapal pukat

udang yang besar, dilengkapi dengan ruang pembekuan dan ruang penyimpanan hasil

tangkapan. Proses penyortiran, pengepakan, pembekuan dan penyimpanan berlangsung di

atas kapal. Kapal pukat udang industri beroperasi di perairan timur Indonesia, seperti di

perairan Laut Arafura, perairan Dolak dan perairan Kaimana.

Menurut Sainsbury (1996) secara umum alat tangkap pukat udang terdiri dari

jaring, ris atas (head rope), ris bawah (ground rope), pelampung, pemberat, otter board,

BED, rantai pengejut (tickler chain) dan warp.

(1) Jaring pukat udang terbagi menjadi badan jaring, sayap, kantong. Ukuran mata

jaring dari masing-masing bagian tersebut tidak sama.

a) Badan jaring, adalah bagian tengah daripada jaring, terdiri atas square, baiting

dan jelly. Square adalah bagian depan dari sisi atas badan pukat udang yang

membuat mulut di sebelah atas lebih menjorok ke depan. Belly dan baiting adalah

bagian tengah badan jaring dimana belly terletak di bawah sedangkan baiting di

atas.

b) Sayap (wing), terdiri dari dua bagian yaitu kanan dan kiri, masing-masing bagian

sayap tersebut terdiri dari dua bagian yaitu bagian atas dan bawah.

c) Kantong (codend), adalah bagian paling belakang jaring. Kantong merupakan

tempat terkumpulnya hasil tangkapan. Kantong memiliki ukuran mata jaring

yang paling kecil dimaksudkan agar hasil tangkapan tidak terlepas kembali dan

juga agar lebih kuat menahan tekanan yang besar.

(2) Tali ris atas (head rope) dan tali ris bawah (ground rope). Tali ris atas adalah tali yang

dipasang dari ujung sayap kiri atas sampai ujung sayap kanan atas, dan ditempatkan

pelampung (float). Tali ris bawah adalah tali yang dipasang dari ujung sayap kiri

bawah hingga sayap kanan bawah, dan ditempatkan pemberat (sinker). Tali ris bawah

lebih panjang dari tali ris atas.

(3) Pelampung dan pemberat, fungsinya adalah membantu terbukanya mulut jaring secara

vertikal. Pelampung menarik atau mengangkat tali ris atas sedangkan pemberat

menarik jaring agar turun ke dasar perairan sesuai yang diinginkan. Pelampung

terbuat dari plastik keras berbentuk bola atau silinder, sedangkan pemberat dibuat dari

rantai besi.

Page 23: Crustacea 1

(4) Otter board, fungsinya membuka mulut jaring secara horizontal.

(5) Alat Pemisah Ikan (API) atau By-catch Excluder Device (BED), BED diletakkan di

antara badan jaring dan kantong, berfungsi sebagai penyaring ikan-ikan yang sudah

masuk didalam badan jaring agar tidak masuk ke dalam kantong. Saat ini BED yang

direkomendasikan adalah tipe super shooter yang mempunyai konstruksi lebih

sederhana dan mempunyai performansi yang lebih baik untuk mengurangi hasil

tangkapan sampingan.

(6) Rantai pengejut (tickler chain), dipasang pada ujung bagian belakang masing-masing

otter board, berfungsi untuk mengejutkan udang yang terbenam di dasar perairan

yang berlumpur sehingga berloncatan dan masuk ke dalam pukat udang.

(7) Warp (tali penarik), tali yang digunakan menarik jaring, tali menghubungkan otter

board bagian depan dengan winch di kapal, terbuat dari baja.

Gambar 7 Bagian-bagian jaring pukat udang

(Nelly, 2005)

2.2.1 Metode Pengoperasian Pukat Udang

Metode pengoperasian alat tangkap pukat udang (Sjahrir, 2001) :

Page 24: Crustacea 1

1. Setting (penurunan jaring)

Sebelum setting dimulai, faktor utama yang harus diperhatikan adalah keadaan

cuaca terutama arah dan kekuatan arus, gelombang serta kedalaman perairan.

Jika arus terlalu kuat maka setting sebaiknya dilakukan mengikuti arus, hal ini

dimaksudkan jika melawan arus maka kapal akan susah bergerak maju sehingga

pada saat otter board diturunkan, otter board tersebut tidak akan terbuka secara

optimal karena kecepatan yang diperlukan pada saat setting berkisar antara 4-7

knot. Setelah itu jaring dirunkan secara perlahan-lahan. Panjang warp yang

diturunkan umumnya 4-5 kali kedalaman perairan tergantung tipe dasar perairan.

2. Towing (penarikan jaring)

Pada saat towing, hal yang harus selalu diamati adalah fish finder jenis

echosounder dan GPS. Melalui echosounder dapat diamati kedalaman perairan,

bentuk dasar perairan dan pendugaan udang yang berada di dasar perairan. Jika

perairan tidak rata maka alat tangkap harus segera diangkat untuk menghindari

terjadinya kerusakan pada alat tangkap begitu juga jika pada layar echosounder

menunjukkan pendugaan gerombolan udang terlalu banyak maka alat tangkap

harus segera ditangkap untuk menghindari yang terlalu berat dapat merusak alat

tangkap dan winch. Kecepatan kapal pada saat penarikan jaring berkisar antara

2,5-3,5 knot yang dapat diketahui melalui GPS. Lamanya waktu penarikan jaring

berkisar antara 2-2,5 jam tergantung hasil pemantauan dari gambar echosounder

dan banyak tidaknya hasil tangkapan udang dari try net.

3. Hauling (pengangkatan jaring)

Setelah hasil tangkapan diperkirakan cukup banyak maka jaring diangkat sampai

otter board berada di ujung rigger. Kemudian ditarik sampai posisi menggantung

diatas dek untuk menurunkan hasil tangkapan diatas dek. Setelah itu kantong

diikat kembali lalu dapat diturunkan untuk memulai setting berikutnya.

2.3 Kapal Pukat Udang

Page 25: Crustacea 1

Armada pukat udang yang melakukan penangkapan udang di perairan Laut Arafura

mempunyai ukuran 20-303 GT di antaranya 90% mempunyai ukuran GT di atas 50 ton.

(Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2000). Pada umumnya pukat udang yang

beroperasi di laut Arafura, ada dua jenis yaitu:

(1) Double rig shrimp trawl yang disebut sebagai pukat udang ganda, ukuran kapal

berkisar 60-303 GT. Kapal pukat udang berukuran 100 GT ke atas umumnya terbuat

dari bahan besi, sedangkan kapal berukuran di bawah 100 GT didominasi kapal kayu.

(2) Single trawl dengan jaring tunggal yang ditarik pada buritan, ukuran kapal berkisar

20-30 GT. Kapal pukat udang berukuran 30 GT ke bawah terbuat dari kayu.

2.4 Hasil Tangkapan Pukat Udang

Hasil tangkapan pukat udang terdiri dari bermacam-macam spesies sebagai hasil

tangkapan sasaran utama/target catch dan biota laut lain sebagai hasil tangkapan

sampingan/by-catch. Spesies hasil tangkapan sampingan/by-catch pukat udang umumnya

adalah biota laut demersal karena habitat/tempat hidup yang sama. Hasil tangkapan yang

dibuang ke laut karena pertimbangan ekonomi/tidak berharga/tidak menguntungkan

disebut hasil tangkapan buangan/discarded catch (Nasution, 1997).

2.4.1 Hasil Tangkapan Sasaran Utama

Pada perikanan pukat udang industri, udang yang mempunyai ukuran standar

ekspor dan layak jual/komersil yang dipilih, sedangkan udang yang mempunyai ukuran

dibawah standar akan dibuang ke laut. Hasil tangkapan utama pukat udang meliputi

udang dogol atau endeavour shrimp (Metapenaeus ensis), udang windu atau tiger prawn

(Penaeus monodon), udang jerbung atau udang putih atau banana shrimp (Penaeus

merguensis) (Sjahrir, 2001).

2.4.2 Hasil Tangkapan Sampingan

Hasil tangkapan sampingan (HTS)/by-catch merupakan bagian dari hasil tangkapan

total. Hampir semua alat tangkap menghasilkan HTS tetapi jumlah dan jenis biota-nya

berbeda-beda. Jumlah HTS sangat besar, FAO memperkirakan jumlah HTS yang

dibuang kembali ke laut oleh kapal pukat udang industri di seluruh dunia sebanyak 27

Page 26: Crustacea 1

juta ton per tahun. Hingga saat ini permasalahan tentang HTS banyak tertuju ke perikanan

pukat udang. Hal ini disebabkan karena alat tangkap pukat udang yang bersifat tidak

selektif sehingga menghasilkan tangkapan dalam jumlah yang besar dengan spesies yang

bermacam-macam. Hasil tangkapan sampingan meliputi kakap merah, kerapu, manyung,

kurisi, bawal putih dan pepetek (Eayrs et al, 1997).

Gambar 8 Hasil tangkapan sampingan/by-catch pukat udang

FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) merupakan aturan

internasional untuk perikanan yang bertanggungjawab menetapkan prinsip-prinsip dan

standar perilaku internasional dengan tujuan untuk konservasi, pengelolaan dan

pengembangan sumber daya perairan yang efektif dan efisien selaras dengan ekosistem

dan biodiversitas. Salah satu peraturannya, bahwa alat tangkap dan operasi penangkapan

yang selektif dan ramah lingkungan seharusnya dikembangkan dan diterapkan secara

berkelanjutan untuk menjamin keberlangsungan dan melindungi populasi ekosistem

perairan. Untuk itu, alat tangkap dan metode penangkapan sebaiknya diuji dan diambil

cara/langkah yang konsisten sesuai aturan CCRF supaya sumberdaya laut dapat dipanen

dan digunakan oleh generasi yang akan datang (FAO, 1995).

2.5 Hasil Tangkapan per Upaya Tangkapan (Catch per Unit Effort)

Page 27: Crustacea 1

Data CPUE digunakan untuk menduga perubahan yang terjadi dalam kelimpahan

stok. Beberapa ukuran kelimpahan dan perubahan dan perubahan dalam kelimpahan

cukup penting dalam banyak studi pendugaan stok. Untuk itu, mendapatkan data CPUE

yang dapat dipercaya merupakan satu cara dari langkah-langkah dasar yang terpenting

dalam studi pendugaan stok (Gulland, 1983). Pengkajian stok berguna untuk memberikan

saran tentang pemanfaatan yang optimum dalam sumber daya hayati perairan.

Pemanfaatan sumber daya udang oleh nelayan merupakan salah satu aktifitas yang

berpengaruh terhadap jumlah stok udang yang ada pada satu wilayah perairan. Pengaruh

usaha penangkapan dapat terjadi apabila laju penangkapan telah melebihi daya dukung,

maka ketersediaan udang pada musim berikutnya akan semakin menurun (Sparre and

Venema, 1999).

2.6 Hasil Tangkapan Maksimum Lestari/Maximum Sustainable Yield (MSY)

Maximum Sustainable Yield atau hasil tangkapan maksimum lestari adalah

besarnya jumlah stok sumberdaya udang tertinggi yang dapat ditangkap secara terus

menerus dari potensi yang ada tanpa mempengaruhi kelestarian stok sumberdaya udang

tersebut. Diketahuinya nilai MSY maka tingkat pemanfaatan suatu sumberdaya udang

diharapkan tidak melebihi nilai MSY-nya agar kelestarian sumberdaya udang dapat tetap

terjaga. Jumlah hasil tangkapan yang optimal perlu diketahui agar setiap usaha

penangkapan tidak merugikan kelangsungan hidup sumberdaya udang di perairan Laut

Arafura (Astarini, 2001).

2.7 Tingkat Pemanfaatan dan Tingkat Pengupayaan

Menurut Dwiponggo (1982) vide Parerung (1996), tingkat pemanfaatan atau

pengusahaan sumber daya perikanan dibagi menjadi empat macam, yaitu:

1) Pengusahaan yang rendah dimana hasil tangkapan hanya merupakan sebagian kecil

dari potensinya.

2) Pengusahaan yang modern (sedang), dimana hasil tangkapan sebagian yang nyata

dari potensi namun penambahan upaya penangkapan namun penambahan upaya

penangkapan masih memungkinkan.

Page 28: Crustacea 1

3) Pengusahaan yang tinggi, dimana hasil tangkapan sudah mencapai sebesar

potensinya, penambahan upaya pengangkapan tidak akan menambah hasil tangkapan.

4) Pengusahaan yang berlebih (over fishing), dimana terjadi pengurangan dari stok

karena penangkapan sehingga hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan akan

jauh berkurang.

Pengusahaan sumber daya perikanan agar dapat dimanfaatkan terus menerus secara

maksimal dalam kurun waktu yang tak terbatas, maka laju kematian karena penangkapan

(tingkat pemanfaatan) perlu dibatasi sampai pada suatu tingkat tertentu. Induk udang

dalam jumlah tertentu harus disisakan dan diberi kesempatan untuk berkembang biak,

sehingga mampu menghasilkan anakan dalam jumlah cukup untuk kelestarian. Suatu

tingkat pemanfaatan yang optimal adalah tingkat pemanfaatan dimana jumlah yang

ditangkap sebanding dengan tambahan jumlah kepadatan.

Page 29: Crustacea 1

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei-Juni 2005 di Departemen Kelautan

dan Perikanan (DKP) dan perusahaan pukat udang PT. Nusantara Fisheries yang

berkantor pusat di Jakarta. PT. Nusantara Fisheries merupakan perusahaan joint venture

antara TNI-AL Indonesia dengan Mitsui Corp. ltd-Jepang yang mempunyai 2 kantor

cabang di kota Kendari dan Ambon.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilaksanakan dengan cara menganalisis data sekunder dari tahun 1994

hingga tahun 2003 yang diperoleh dari Departemen Perikanan dan Kelautan. Data

sekunder yang dikumpulkan meliputi data jumlah alat tangkap pukat udang yang

beroperasi (unit), data produksi hasil tangkapan total (ton), data produksi udang per jenis

(ton). Adapun data keragaan alat tangkap pukat udang meliputi berat kotor (GT), muatan

bersih (NT), tenaga mesin (HP), diameter BED (meter), ground rope (meter), head rope

(meter), jarak antar jeruji BED (mm) dan meshsize codend (mm). Selain itu data juga

dilengkapi dan ditunjang dengan studi literatur.

3.3 Metode Analisis Data

3.3.1 Hasil Tangkapan per Upaya Tangkapan (Catch per Unit Effort)

Produktivitas suatu alat tangkap dapat diduga dengan melihat hubungan antara hasil

tangkapan (catch) dengan upaya penangkapan (effort) disebut dengan Catch Per Unit

Effort (CPUE). Dalam penelitian ini data catch adalah data hasil tangkapan udang yang

didaratkan dari sejumlah kapal pukat udang (unit) yang merupakan upaya penangkapan

(effort) (Gulland, 1991). Digambarkan melalui persamaan berikut :

CPUE = t

t

EC

.......................................................................... (1)

Keterangan :

CPUE : Catch per Unit Effort;

Page 30: Crustacea 1

Ct : Hasil tangkapan pada tahun ke-t;

Et : Upaya penangkapan pada tahun ke-t.

3.3.2 Pendugaan Potensi Lestari

Untuk mengetahui upaya tangkapan optimum (Eopt) dan hasil tangkapan optimum

(MSY) dari unit penangkapan pukat udang, dihitung menggunakan model FOX.

Beberapa persamaan yang diperlukan dalam model ini (Sparre and Venema, 1999) :

1) Hubungan antara CPUE dengan upaya tangkapan (E) :

Ln CPUE = a + bE .......................................................................... (2)

2) Hubungan antara hasil tangkapan (c) dengan upaya penangkapan (E) :

c = E *e(a-bE) .................................................................................... (3)

3) Upaya penangkapan optimum (Eopt atau EMSY) :

EMSY = -b1

....................................................................................... (4)

4) Maximum Sustainable Yield (MSY) atau hasil tangkapan optimum :

MSY = )1(*1 −

− ae

b....................................................................... (5)

5) CPUE optimum diperoleh dengan cara membagi nilai hasil tangkapan optimum

(persamaan 5) dengan nilai upaya penangkapan optimum (persamaan 4) :

CPUE opt = optE

MSY............................................................................ (6)

Nilai konstanta a dan b didapatkan dari analisis regresi dengan fungsi eksponensial.

Hubungan fungsi eksponensial tersebut (Steel and Torrie, 1983) :

Y = a*ebx .......................................................................... (7)

dimana : Y = peubah tak bebas (CPUE)(kg/unit)

x = peubah bebas (Effort)(unit)

e = eksponensial

a,b = parameter regresi penduga nilai a dan b

Page 31: Crustacea 1

3.3.3 Tingkat Pemanfaatan dan Tingkat Pengupayaan

Dari analisis data dapat ditentukan persentase tingkat pemanfaatan sumberdaya

udang di perairan Laut Arafura. Tingkat pemanfaatan bertujuan untuk mengetahui status

pemanfaatan sumberdaya atau mengetahui persentase sumberdaya yang sudah

dimanfaatkan. Tingkat pemanfaatan dihitung dengan mempersenkan jumlah hasil

tangkapan pada tahun tertentu terhadap nilai MSY (Paully, 1983).

TPc = %100xMSY

c............................................................. (8)

dimana : TPc = Tingkat Pemanfaatan (%)

c = Hasil tangkapan (ton)

MSY = Maximum Sustainable Yield (ton)

Adapun tingkat pengupayaan alat tangkap pukat udang didapatkan setelah

mengetahui tingkat upaya optimum. Tingkat pengupayaan dihitung dengan

mempersenkan jumlah upaya penangkapan pada tahun tertentu terhadap nilai upaya

penangkapan optimum.

TPE = %100xEE

opt

.............................................................. (9)

dimana : TPE = Tingkat Pengupayaan (%)

E = Upaya penangkapan (unit)

Eopt = Upaya penangkapan optimum (unit)

3.4 Asumsi-asumsi

Asumsi-asumsi dan batasan yang digunakan dalam penelitian ini :

1) Populasi udang menyebar secara merata di daerah penangkapan.

2) Pengaruh upaya penangkapan oleh alat tangkap lain selain pukat udang di

abaikan.

3) Teknologi penangkapan udang yang digunakan sama.

4) Udang total yang digunakan dalam perhitungan merupakan gabungan dari jenis

udang barong, udang windu, udang putih/jerbung dan udang dogol.

Page 32: Crustacea 1

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Kondisi Geografis

Perairan Laut Arafura merupakan bagian dari Paparan Sahul, termasuk Propinsi

Papua dan Maluku serta termasuk wilayah ZEE Indonesia yang langsung berhubungan

dengan Laut Timor dan Laut Banda. Daerah penangkapan udang di perairan Laut

Arafura secara geografis dan pemusatan daerah penangkapan dapat dibagi menjadi 3

daerah, yaitu : Kepala Burung (Sub Area I dan II), daerah Aru dan sekitarnya (Sub Area

III), daerah Dolak dan sekitarnya (Sub Area IV) (Departemen Kelautan dan Perikanan,

2000).

1) Daerah Kepala Burung (Sub area I dan II); meliputi perairan Selat Sele, Teluk

Bintuni, Fak fak, sekitar Pulau Adi dan Kaimana, ciri perairannya :

♣ Luasnya sekitar 15.000 km2.

♣ Penangkapan udang dilakukan pada kedalaman antara 5-35 m.

♣ Dasar perairan terdiri dari lumpur berpasir.

♣ Warna perairan mendekati abu-abu.

♣ Sepanjang pantai Sele, Teluk Bintuni dan Kaimana terdapat hutan

mangrove yang cukup luas dan muara sungai besar dan kecil.

2) Daerah Aru (Sub area III); meliputi perairan timur, selatan dan barat Kepulauan

Aru, ciri perairannya :

♣ Luasnya sekitar 13.000 km2.

♣ Penangkapan udang dilakukan pada kedalaman antara 5-50 m.

♣ Dasar perairannya agak keras, terdiri dari lumpur campur pasir atau pasir.

♣ Sepanjang pantai Kepulauan Aru umumnya terdapat hutan mangrove.

3) Daerah Dolak (Sub area IV); meliputi perairan Kokonao, Aika, Mimika, muara

Sungai Uta, Aiduna dan muara Sungai Digul, ciri perairannya :

♣ Luasnya sekitar 45.000 km2.

Page 33: Crustacea 1

♣ Penangkapan udang dilakukan pada kedalaman antara 5-50 m.

♣ Dasar perairan umumnya berlumpur, terdiri dari campuran lumpur dan

pasir.

♣ Warna air yang kecoklatan menunjukkan besarnya pengaruh aliran sungai.

♣ Dialiri sungai cukup banyak dibandingkan daerah lainnya dan di

sepanjang pantainya terdapat hutan mangrove yang cukup luas.

Gambar 9 Peta perairan Laut Arafura

(Badan Riset Kelautan dan Perikanan-DKP, 2005) (www.dkp.go.id)

4.2 Daerah Penangkapan Udang

Menurut Soemarto (1985) daerah penangkapan udang pada umumnya berada di

perairan pantai dekat muara sungai. Daerahnya ditandai dengan dasar yang berpasir,

berlumpur dan tidak berbatu. Perairan pantai berbatasan dengan daratan dan dengan

tumbuhan bakau atau pantai berawa-rawa. Kedalaman daerah daerah penangkapan

Page 34: Crustacea 1

untuk pukat udang relatif dangkal, yaitu sampai kedalaman 25 meter dengan dasar

perairan yang landai dan rata yang terdiri dari pasir, lumpur, tidak berbatu dan tidak

berkarang serta bebas dari bangkai kapal yang karam.

Menurut Ayodhyoa (1981) cara penangkapan pukat udang adalah ditarik di

dasar laut oleh karena itu daerah penangkapannya harus memenuhi syarat sebagai

berikut :

1) Dasar perairan daerah penangkapan terdiri dari pasir, lumpur, atau campuran

dari pasir dan lumpur.

2) Kecepatan arus pada permukaan air tidak begitu besar (kurang dari 3 knot),

begitu juga dengan kecepatan arus pasang surut tidak begitu besar.

3) Kondisi cuaca laut (arus, gelombang dan badai) baik.

4) Sumberdaya yang berkelanjutan terjamin untuk dapat diusahakan secara terus

menerus.

5) Perairan mempunyai produktivitas yang besar serta sumberdaya yang

melimpah.

Gambar 10 Peta daerah penangkapan udang di perairan Laut Arafura

(DKP, 2005)

Page 35: Crustacea 1

4.3 Unit Penangkapan

4.3.1 Kapal

Armada perikanan di perairan Laut Arafura terdiri dari perahu tanpa motor, perahu

motor tempel dan kapal motor. Jumlah armada perikanan hingga tahun 2003 tercatat

sebanyak 60.530 unit. Apabila dibandingkan dengan tahun 2002 terdapat 59.861 unit

yang berarti terjadi peningkatan jumlah armada sebanyak 669 unit.

Tabel 1 Jumlah armada perikanan di perairan Laut Arafura

Kapal (unit) 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Tanpa motor 51276 52511 52102 47069 52536 55448 55397 49016 52350 53025 Motor tempel 3971 4164 4869 4343 5539 5767 5847 3691 4742 4569 Kapal motor 1763 1903 1984 2274 2573 3211 3211 1497 2769 2936

Gambar 11 Kapal pukat udang jenis double rig shrimp trawl

4.3.2 Alat Tangkap

Alat tangkap yang ada di perairan Laut Arafura terdiri dari 11 jenis. Alat tangkap

yang dominan dalam jumlah hingga tahun 2003 adalah jaring insang. Jenis-jenis alat

tangkap yang ada di perairan Laut Arafura dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan jumlah alat tangkap di perairan Laut Arafura

No Jenis Alat Tangkap Jumlah (unit) 1 Payang/Lampara 225 2 Pukat pantai 1256 3 Pukat cincin 256 4 Jaring insang 16502 5 Jaring lingkar 2965 6 Trammel net 11 7 Bagan 1543 8 Huhate 452

Page 36: Crustacea 1

9 Pancing tonda 10426 10 Bubu 2508 11 Alat pengumpul kerang 257

(Statistik Perikanan Tangkap-DKP, 2003)

4.3.3 Nelayan

Jumlah nelayan yang beroperasi di perairan Laut Arafura hingga tahun 2003

sebanyak 266.667 orang yang terdiri dari nelayan penuh dimana mata pencahariannya

betul-betul sebagai nelayan sebanyak 98.296 orang, nelayan sambilan utama sebanyak

98.622 orang dan nelayan sambilan tambahan sebanyak 69.749 orang (Statistik Perikanan

Tangkap-DKP, 2003).

4.4 Produksi dan Pemasaran

Perairan Laut Arafura banyak beroperasi kapal pukat udang milik perusahaan

perikanan udang yang berstatus BUMN, PMA, swasta maupun nasional dan perusahaan

perikanan rakyat setempat. Komoditas yang dihasilkan antara lain : udang, cakalang,

tuna, hiu, kerapu, lobster, tenggiri, teripang, cumi-cumi dan kakap merah (Astarini,

2002).

Komoditas perikanan yang dihasilkan tersebut dipasarkan dengan 3 jenis

pemasaran, yaitu :

1) Pemasaran Ekspor

Komoditi yang biasa dipasarkan antara lain : udang, cakalang, tuna, cumi-cumi,

mutiara, kerapu dan fillet ikan kakap merah. Negara tujuan ekspor yaitu: Jepang,

Hongkong, Amerika Serikat dan Negara-negara Uni Eropa.

2) Pemasaran Antar Pulau

Komoditi yang biasa dipasarkan antara lain : cakalang, lobster, teripang, cumi-

cumi, sirip hiu dan mutiara. Pemasaran antar pulau seperti ke Jakarta, Surabaya,

Ujung Pandang, Bali dan kota-kota besar lainnya.

3) Pemasaran Lokal

Pemasaran lokal yaitu pemasaran komoditi hanya untuk mencukupi kebutuhan

konsumsi pasar lokal tempat kapal nelayan berlabuh dan mendaratkan ikan.

Komoditi yang biasa dipasarkan antara lain : cakalang, tuna, tenggiri, teri, bawal,

kuwe dan kakap.

Page 37: Crustacea 1

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Alat Tangkap Pukat Udang

Sebuah unit penangkapan udang terdiri dari kapal, nelayan dan alat tangkap pukat

udang. Dalam kegiatan penangkapan udang, sebuah unit penangkapan sangat diperlukan

untuk memperlancar kegiatan penangkapan.

5.1.1 Kapal

Tabel 3 Spesifikasi kapal pukat udang dan alat tangkap pukat udang yang

beroperasi di perairan Laut Arafura per 26 Juli 2005

BERAT KOTOR

(GT)

KEKUATAN MESIN (HP)

HEAD ROPE

(m)

GROUND ROPE

(m)

DIAMETER BED (m)

JARAK ANTAR JERUJI

BED (mm)

MESHSIZE CODEND

(mm)

JUMLAH KAPAL (unit)

%

JUMLAH KAPAL

30-100 120-550 15.5-28 18-32 1.05-1.3 11-110 30-50 80 10,26

100-200 220-1200 17.84-23 21-36 0.715-1.3 30-140 37.5-90 565 72,44

200-300 650-1200 21-22 26-42 0.9625-1.5 100-120 30-57 105 13,46

300-400 700-1200 20-25.5 23-31.4 0.9625-1.3 100 30-57 10 1,28

400-500 800-1085 20-28 23-32 0.9625-1.3 100 30-80 15 1,92

>500 1300 25.5 31.4 1.05 100 45 5 0,64 Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap-DKP

Tabel 3 memperlihatkan bahwa ukuran berat kotor kapal pukat udang yang

dominan dipakai di perairan Laut Arafura antara 100-200 GT sebanyak 72,44%. Selain

itu ukuran antara 200-300 GT sebanyak 13,46% dan ukuran antara 30-100 GT sebanyak

10,26%. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan banyaknya kapal pukat udang

jenis double shrimp trawl berukuran sedang yang beroperasi di perairan Laut Arafura.

Sedangkan ukuran berat kotor kapal pukat udang yang jarang dipakai antara 300-400 GT

sebanyak 1,28%, 400-500 GT sebanyak 1,92% dan yang lebih dari 500 GT sebanyak

0,64%.

Kekuatan mesin yang paling sering dipakai pada kapal pukat udang ukuran 100-200

GT berkisar antara 220-1200 HP sebanyak 72,44%. Selain itu untuk ukuran kapal 200-

Page 38: Crustacea 1

300 GT memakai muatan bersih sebesar 650-1200 HP dan ukuran kapal 30-100 GT

memakai kekuatan mesin sebesar 120-550 HP. Kekuatan mesin yang jarang dipakai oleh

kapal pukat udang yang beroperasi di perairan Laut Arafura yaitu 700-1200 HP, 800-

1085 HP dan 1300 HP.

5.1.2 Alat Tangkap

Ukuran diameter BED yang digunakan pada kapal pukat udang yang beroperasi di

perairan Laut Arafura bervariasi. Diameter BED yang dominan dipakai yaitu ukuran

0,715-1,3 meter sebanyak 565 unit, lalu ukuran 0,9625-1,5 meter sebanyak 105 unit dan

ukuran 1,05-1,3 meter sebanyak 80 unit. Ukuran lain yang dipakai yaitu ukuran 0,9625-

1,03 meter sebanyak 25 unit dan ukuran 1,05 meter sebanyak 5 unit.

Head rope atau tali ris atas yang dipakai pada jaring kapal pukat udang yang

beroperasi di perairan Laut Arafura mempunyai ukuran yang hampir sama. Panjang head

rope yang sering dipakai yaitu 17,84-23 meter sebanyak 72,44% dan 21-22 meter

sebanyak 13,46%. Ukuran lain yang dipakai 20-28 meter sebanyak 30 unit.

Panjang ground rope atau tali ris bawah yang dominan dipakai pada jaring pukat

udang yaitu 23 meter sebanyak 35,90%, lalu panjang 28 meter sebanyak 23,72%, 32

meter sebanyak 19,87% dan 36 meter sebanyak 17,31%. Panjang ground rope atau tali ris

bawah yang jarang dipakai yaitu 18 meter sebanyak 3,21%.

Ukuran jarak antar jeruji BED mempengaruhi banyaknya hasil tangkapan

sampingan yang tertangkap ketika melakukan operasi penangkapan. Jarak antar jeruji

BED yang dominan dipasang pada jaring pukat udang berukuran 30-140 mm sebanyak

72,44%,lalu 100-120 mm sebanyak 13,46% dan 11-110 mm sebanyak 10,26%.

Sedangkan ukuran jarak antar jeruji BED lain yang dipakai yaitu 100 mm sebanyak

3,84%. Untuk itu diperlukan ukuran jarak antar jeruji BED yang optimum sehingga dapat

menghasilkan hasil tangkapan sasaran utama yang banyak dan hasil tangkapan

sampingan yang lebih sedikit. Tipe BED yang digunakan di perairan Laut Arafura adalah

super shooter yang dirancang untuk mengeluarkan ikan atau hewan air yang berukuran

besar. Pada kenyataannya di lapangan, BED tidak dipasang pada jaring karena dapat

mengurangi hasil tangkapan utamanya yaitu udang (Mahiswara, 2001).

Page 39: Crustacea 1

Gambar 12 By-Catch Excluder Device (BED) tipe Super Shooter

(Nelly, 2005)

Ukuran meshsize codend jaring pukat udang yang beroperasi di perairan Laut

Arafura didominasi oleh ukuran 45 mm yaitu sebanyak 67,31% lalu ukuran 30 mm

sebanyak 23,08%. Ukuran lain yang dipakai yaitu 55 mm sebanyak 8,97% dan 80 mm

sebanyak 0,64%. Ukuran meshsize codend mempengaruhi ukuran dan jumlah hasil

tangkapan. Makin kecil ukuran meshsize codend maka hasil tangkapan yang tertangkap

makin banyak dengan tingkat pelolosan yang rendah. Sebaliknya makin besar ukuran

meshsize codend maka hasil tangkapan yang tertangkap makin sedikit dengan tingkat

pelolosan yang tinggi. Untuk itu dibutuhkan ukuran meshsize codend standar sehingga

dapat diperoleh hasil tangkapan yang maksimal dengan tingkat pelolosan yang optimal

sehingga tidak menganggu kelestarian sumberdaya biota laut.

Hubungan antara berat kotor kapal dengan kekuatan mesin, tali ris atas, tali ris

bawah, diameter BED, jarak antar jeruji BED dan meshsize codend yaitu makin besar

ukuran berat kotor kapal maka makin besar juga ukuran kekuatan mesin, tali ris atas, tali

ris bawah, diameter BED, jarak antar jeruji BED dan meshsize codend.

5.2 Produksi Udang

Page 40: Crustacea 1

Tabel 4 Jumlah pukat udang (unit), produksi udang (ton) dan produksi udang total

(ton) di perairan Laut Arafura tahun 1994-2003

Sumber : Statistik Perikanan Tangkap-DKP, 2003

Produksi udang selama kurun waktu 1994-2003 mengalami fluktuasi dengan

kecenderungan meningkat. Perkembangan produksi udang selama sepuluh tahun dapat

dilihat pada Gambar 13.

y = 621.87x - 1E+06

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004

Tahun

Pro

duks

i Uda

ng (t

on)

Gambar 13 Perkembangan produksi udang total (ton) di perairan Laut Arafura tahun 1994-2003

Produksi udang tertinggi selama periode sepuluh tahun terjadi pada tahun 1997

yaitu sebesar 25.418 ton. Pada tahun 1996 produksi udang mencapai 17.750 ton sehingga

dapat dilihat terjadi kenaikan produksi sebesar 7.668 ton. Pada tahun 1998 produksi

udang sebesar 21.625 ton, terjadi penurunan dari tahun 1997 sebanyak 3.793 ton.

Penurunan yang cukup tajam terjadi pada tahun 2002 sebanyak 4.639 ton dengan

produksi sebesar 20.193 ton. Hal ini terjadi karena upaya tangkap yang dilakukan pada

SPESIFIKASI 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Jumlah Pukat Udang (unit) 342 375 381 323 542 741 744 772 765 775

Produksi Udang(ton)

* Udang Barong 93 79 425 2018 484 276 286 594 602 684

* Udang Windu 3961 7740 5238 6585 5666 5422 9746 8740 7667 7870 * Udang Putih/Jerbung 4996 5071 5302 7377 8295 7865 7926 6940 2711 2887

* Udang Dogol 2721 2771 3675 4850 3548 3788 3829 5426 2623 2679

* Udang Lainnya 2863 2920 3110 4588 3632 3675 3236 3092 6590 6925

TOTAL 14634 18581 17750 25418 21625 21026 25023 24832 20193 21045 Produksi Total Pukat Udang (ton) 69670 87707 77711 85677 101388 88556 102469 29119 103793 133554

Page 41: Crustacea 1

tahun tersebut menurun, kemungkinan lain adalah mulai berkurangnya stok udang di

perairan (Tabel 4).

5.2.1 Produksi Udang per Jenis

Udang yang dihasilkan oleh unit penangkapan pukat udang yang ada di perairan

Laut Arafura terdiri dari beberapa jenis. Sebagian besar yang didapatkan berasal dari

genus Penaeus, Metapenaeus, Parapenaeosis dan Metapenaeosis. Hasil tangkapan

udang di perairan Laut Arafura dikelompokkan menjadi 5 kelompok besar, yaitu udang

barong, udang windu, udang putih/jerbung, udang dogol dan jenis udang lainnya.

Perkembangan produksi udang per jenis dapat dilihat pada Gambar 14. Hasil tangkapan

udang dari tiap jenis pada sepuluh tahun terakhir berfluktuatif dengan kecenderungan

menurun. Produksi udang windu dan udang putih/jerbung mengalami kecenderungan

penurunan tiap tahunnya. Produksi udang windu terbesar pernah terjadi pada tahun 2000

sebesar 9.746 ton lalu menurun menjadi 8.740 ton. Produksi udang barong sangat

sedikit, hasil tangkapan tertinggi pernah terjadi pada tahun 1997 sebanyak 2.018 ton lalu

mengalami penurunan yang drastis pada tahun berikutnya menjadi 484 ton.

Menurut peta daerah penangkapan udang di perairan Laut Arafura, udang

putih/jerbung banyak terdapat di daerah kepala burung (Sub area I dan II) yang meliputi

perairan Selat Sele, Teluk Bintuni, Fak Fak, sekitar Pulau Adi dan Kaimana. Selain itu

udang putih/jerbung juga banyak tertangkap di daerah Dolak dan sekitarnya (Sub area

IV) yang meliputi perairan Kokonao, Aika, Mimika, muara Sungai Uta, Aiduna dan

muara Sungai Digul. Sedangkan untuk Sub area III yang meliputi perairan timur, selatan

dan barat Kepulauan Aru, udang yang paling banyak tertangkap adalah jenis udang

windu/tiger prawn.

Page 42: Crustacea 1

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

Barong W indu Putih /Jerbung Dogo l Udang La inny a

Je nis Uda ng

Pro

duks

i (to

n)1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

Gambar 14 Produksi udang per jenis di perairan Laut Arafura

tahun 1994-2003

5.3 Upaya Tangkapan (Effort)

Jumlah upaya tangkapan (unit) pukat udang yang beroperasi di perairan Laut

Arafura mengalami peningkatan yang signifikan tiap tahunnya. Upaya tangkapan

terendah pernah terjadi pada tahun 1997 sebesar 323 unit lalu mengalami peningkatan

sebesar 219 unit sehingga upaya tangkapan pada tahun 1998 menjadi 542 unit dan

meningkat lagi sebesar 199 unit sehingga pada tahun 1999 upaya tangkapan menjadi 741

unit. Upaya tangkapan tertinggi yang pernah perjadi selama tahun 1994-2003 adalah

pada tahun 2003 sebesar 775 unit. Hal ini terjadi karena makin banyaknya perusahaan

perikanan pukat udang yang baru buka dan beroperasi di perairan Laut Arafura. Selain

itu juga kemudahan pengurusan dan dikeluarkannya surat ijin penangkapan ikan (SPI-OI)

oleh Departemen Perikanan dan Kelautan. Perkembangan upaya tangkapan (unit) dapat

dilihat pada Gambar 15.

Page 43: Crustacea 1

y = 60.873x - 121078

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004

Tahun

Upa

ya T

angk

apan

(Uni

t)

Gambar 15 Perkembangan upaya tangkapan (unit) pukat udang di

perairan Laut Arafura tahun 1994-2003 5.4 Hasil tangkapan per Upaya Tangkapan/Catch per Unit Effort (CPUE)

Alat tangkap pukat udang memberikan kontribusi yang besar untuk produksi udang

di perairan Laut Arafura. Jumlah hasil tangkapan per upaya tangkapan (CPUE) udang di

perairan Laut Arafura diperoleh dari data hasil tangkapan pukat udang (catch) dan data

upaya tangkapan (effort). Rata-rata hasil tangkapan per upaya tangkapan udang di

perairan Laut Arafura selama tahun 1994-2003 adalah sebesar 73,68 ton/unit setiap

tahunnya.

Tabel 5 Hasil tangkapan per upaya tangkapan tahun 1994-2003

Tahun Catch (ton)

Effort (unit)

CPUE (ton/unit)

1994 14634 342 42.79 1995 18581 375 49.55 1996 17750 381 46.59 1997 25418 323 78.69 1998 21625 542 39.90 1999 21026 741 28.38 2000 25023 744 33.63 2001 24832 772 32.17 2002 20193 765 26.40 2003 21045 775 27.15

Sumber : Statistik Perikanan Tangkap-DKP, 2003

Page 44: Crustacea 1

Nilai CPUE untuk unit penangkapan pukat udang berfluktuatif tiap tahunnya

dengan kecenderungan menurun. Dengan nilai CPUE tertinggi pada tahun 1997 sebesar

78,69 ton/unit dan terendah pada tahun 2002 sebesar 26,40 ton/unit. Hal ini diduga

karena mulai berkurangnya stok sumberdaya udang yang ada di perairan Laut Arafura

(Tabel 5 dan Gambar 16).

y = -3.1612x + 6358.2

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

90.00

1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004

Tahun

CP

UE

(ton

/uni

t)

Gambar 16 Perkembangan CPUE udang di perairan Laut Arafura

tahun 1994-2003

Dalam periode tahun 1998-2003 terjadi peningkatan baik hasil tangkapan maupun

upaya penangkapan. Namun demikian, nilai CPUE dalam periode ini cenderung

menurun. Hal ini disebabkan karena peningkatan hasil tangkapan tidak sebanyak

penambahan upaya tangkapan. Melihat kondisi itu dapat disimpulkan bahwa

produktivitas unit penangkapan dalam periode 1998-2003 mengalami penurunan.

Tabel 6 Hasil tangkapan per upaya tangkapan September 2004-September 2005

Bulan Effort (trip) Catch (ton) Total C/E

Page 45: Crustacea 1

Tiger Banana Ende Others Sep-04 300 52.707,50 3.466,00 14.650,00 69.800,00 140.623,50 468,75 Okt-04 314 59.815,00 5.566,50 14.405,00 50.995,50 130.782,00 416,50 Nop-04 268 41.081,50 627,50 11.896,00 34.164,50 87.769,50 327,50 Des-04 237 36.172,00 234,00 5.360,00 17.602,00 59.368,00 250,50 Jan-05 249 27.375,00 14.505,00 13.250,00 9.206,50 64.336,50 258,38 Feb-05 266 45.617,00 109,50 10.846,00 17.006,50 73.579,00 276,61 Mar-05 271 34.659,50 6.513,00 8.684,50 20.337,00 70.194,00 259,02 Apr-05 277 23.907,50 28.512,00 12.104,00 18.280,00 82.803,50 298,93 Mei-05 310 8.910,50 74.760,00 14.007,00 8.250,00 105.927,50 341,70 Jun-05 295 23.752,50 40.763,00 13.358,00 10.138,00 88.011,50 298,34 Jul-05 269 17.437,00 42.282,00 25.071,00 12.122,00 96.912,00 360,27

Agust-05 306 43.911,00 24.296,50 18.514,50 20.682,00 107.404,00 350,99 Sep-05 280 71.003,50 3.169,00 5.466,00 41.194,00 120.832,50 431,54

Sumber : Hasil survey PT. Alfa Kurnia, 2005

Kesimpulan bahwa produktivitas alat tangkap pukat udang yang beroperasi di

perairan Laut Arafura tahun 1994-2003 mulai menurun didukung oleh data hasil

tangkapan dan upaya tangkapan dari PT. Alfa Kurnia (Tabel 6). Pada gambar 17 grafik

perkembangan CPUE udang PT. Alfa Kurnia periode September 2004-September 2005

berfluktuatif dengan kecenderungan menurun.

y = -0.0157x + 935.3

0.0050.00

100.00150.00200.00250.00300.00350.00400.00450.00500.00

A ug-04 Nov-04 Feb-05 M ay -05 S ep-05 Dec -05

Bula n

CP

UE

(to

n/t

rip

)

Gambar 17 Perkembangan CPUE udang PT. Alfa Kurnia periode September 2004-September 2005

5.5 Hubungan Upaya Penangkapan dengan CPUE

Salah satu upaya untuk mengetahui tingkat pemanfaatan udang di perairan Laut

Arafura adalah dengan mencari persamaan hubungan antara upaya penangkapan dengan

Page 46: Crustacea 1

CPUE. Berdasarkan analisis data diperoleh nilai R2 untuk model FOX sebesar 0,7801.

Nilai R2 yang diperoleh dari analisis data dianggap sudah cukup baik untuk mewakili data

di lapangan. Namun demikian, hal itu juga menunjukkan bahwa masih ada faktor lain

yang mempengaruhi CPUE selain faktor upaya penangkapan (E). Karena pada penelitian

ini penulis hanya melihat pengaruh dari faktor upaya penangkapan terhadap nilai CPUE

maka dapat disarankan untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan variabel

lain sehingga hasil penelitiannya lebih bagus.

Setelah data dianalisis diperoleh persamaan hubungan antara upaya penangkapan

dengan CPUE yaitu : CPUE = e (4,4982-0,0015E). Dari persamaan tersebut diketahui bahwa

setiap kenaikan satu satuan upaya penangkapan maka akan menurunkan nilai CPUE

sebesar 0,0015 ton. Pada awalnya peningkatan upaya tangkap akan meningkatkan

jumlah hasil tangkapan hingga mencapai suatu titik maksimum lestari yang kemudian

akan terjadi penurunan hasil tangkapan seiring dengan terus bertambahnya upaya

penangkapan yang dilakukan.

y = -0.0015x + 4.4982

0.0000

0.5000

1.0000

1.5000

2.0000

2.5000

3.0000

3.5000

4.0000

4.5000

5.0000

0 200 400 600 800 1000

Gambar 18 Grafik hubungan upaya penangkapan (unit) dengan CPUE udang di

perairan Laut Arafura tahun 1994-2003

5.6 Upaya Tangkapan Optimum (Eopt)

Upaya tangkapan optimum atau effort optimum adalah upaya penangkapan yang

dapat dilakukan oleh suatu unit penangkapan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang

optimal tanpa merusak kelestarian sumberdaya udang. Manfaat dilakukannya pendugaan

tingkat upaya penangkapan yang optimum adalah agar kerugian waktu, tenaga dan biaya

Page 47: Crustacea 1

operasi penangkapan dapat diminimalkan dan usaha penangkapan yang dilakukan

diharapkan akan mencapai hasil yang optimal.

Berdasarkan persamaan hubungan antara upaya penangkapan dengan CPUE

didapatkan persamaan hubungan antara upaya penangkapan dengan hasil tangkapan

dengan cara mengalikan kedua sisi dengan upaya (effort) sehingga persamaan yang

diperoleh adalah : c = E*e(4,4982-0,0015E). Berdasarkan analisis data diperoleh nilai upaya

optimum, yaitu tingkat upaya optimum untuk menangkap udang di perairan Laut Arafura

sebesar 676 unit.

5.7 Hasil Tangkapan Maksimum Lestari/Maximum Sustainable Yield (MSY)

Hasil tangkapan maksimum lestari atau MSY adalah besarnya stok udang tertinggi

yang dapat ditangkap secara terus menerus dari suatu potensi yang ada tanpa

mempengaruhi kelestarian stok udang yang terdapat di perairan Laut Arafura.

Diketahuinya nilai MSY maka tingkat pemanfaatan suatu sumberdaya udang diharapkan

tidak melebihi nilai MSY-nya agar kelestarian sumberdaya tetap terjaga. Jumlah hasil

tangkapan yang optimal perlu diketahui agar setiap usaha penangkapan tidak merugikan

kelangsungan sumberdaya tersebut.

Berdasarkan analisa data didapatkan nilai hasil tangkapan yang optimal atau

Maximum Sustainable Yield (MSY) udang di perairan Laut Arafura sebesar 22.335,07 ton

per tahun. Hasil tangkapan antara tahun 1994-1996 masih berada dibawah nilai MSY

walaupun pada tahun 1997 hasil tangkapan sudah melewati nilai MSY. Dari tahun 1998-

2003 hasil tangkapan dan CPUE cenderung menurun padahal upaya penangkapan

meningkat. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa sumberdaya udang di perairan

Laut Arafura terindikasi telah mengalami overfishing atau kelebihan tangkap.

5.8 CPUE optimum

Setelah nilai upaya tangkapan optimum dan MSY telah diperoleh, maka nilai

CPUE optimum dapat diketahui yaitu sebesar 33,06 ton/unit. Apabila dibandingkan

dengan nilai-nilai CPUE pada tahun 1994-2003 (Tabel 5 dan Gambar 16), maka hampir

seluruh nilai CPUE pada periode 10 tahun tersebut sudah melebihi nilai CPUE

optimumnya. Akan tetapi sejak tahun 1999 nilai CPUE semakin menurun yang berarti

produktivitasnya semakin menurun. Nilai CPUE tertinggi terjadi pada tahun 1997

Page 48: Crustacea 1

sebesar 78,69 ton/unit dan nilai CPUE terendah terjadi pada tahun 2002 sebesar 26,40

ton/unit.

0

5000

10000

15000

20000

25000

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

Upaya tangkapan (unit)

Has

il ta

ngka

pan

(ton)

Gambar 19 Grafik hasil estimasi MSY dengan metode FOX

5.9 Tingkat Pengupayaan dan Tingkat Pemanfaatan

Diketahuinya nilai upaya penangkapan yang optimum serta nilai MSY udang di

perairan Laut Arafura maka tingkat pengupayaan dan tingkat pemanfaatan udang pada

tahun terakhir dapat diketahui. Jumlah upaya penangkapan pukat udang tahun terakhir

(2003) sebesar 775 unit. Upaya optimum sebesar 676 unit per tahun maka tingkat

pengupayaan udang di perairan Laut Arafura diperoleh sebesar 114,64%. Hal ini berarti

bahwa upaya penangkapan udang di perairan Laut Arafura telah berlebih sebesar 14,64 %

atau sebesar 100 unit dibandingkan dengan upaya optimumnya.

Adapun jumlah hasil tangkapan pada tahun terakhir (2003) adalah sebesar 21.045

ton. Dengan jumlah hasil tangkapan optimum (MSY) sebesar 22.335,07 ton maka tingkat

pemanfaatan udang di perairan Laut Arafura adalah sebesar 94,22%. Hal ini

menunjukkan bahwa peluang untuk memanfaatkan sumberdaya udang di perairan Laut

Arafura hanya tinggal 5,78% atau sekitar 1.290,07 ton dari potensi maksimum lestarinya.

Berdasarkan hasil analisis dari data diatas diketahui bahwa tingkat pengupayaan

alat tangkap pukat udang yang tinggi tidak diiringi dengan hasil tangkapan/produksi

udang yang tinggi pula. Dengan demikian diduga di perairan Laut Arafura terindikasi

MSY

Page 49: Crustacea 1

telah mengalami over fishing atau kelebihan tangkap. Penurunan produksi udang

disebabkan karena kurang terkendalinya penangkapan udang di perairan tersebut yang

ditunjukkan dengan tingginya tingkat pengupayaan. Hal ini menyebabkan sumberdaya

udang yang belum siap/layak tangkap juga ikut tertangkap.

Page 50: Crustacea 1

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kapal pukat udang yang beroperasi di perairan Laut Arafura didominasi oleh kapal

jenis double shrimp trawl ukuran sedang dengan berat kotor 100-200 GT dan

menggunakan mesin kapal antara 220-1200 HP. Ukuran panjang head rope yang

digunakan yaitu 23 m, 18 m, 28 m dan 32 m. Panjang ground rope 23 m, 28 m, 32 m, dan

36 m. Diameter Bycatch Excluder Device (BED) yang digunakan berukuran 1,2 m dan

1,05 m dengan jarak antar jeruji 101 cm dan 110 cm. Ukuran mata jaring kantong

(meshsize codend) yang digunakan berukuran 45 mm dan 30 mm.

Berdasarkan analisis dengan metode FOX terhadap hasil tangkapan, upaya

tangkapan dan hasil tangkapan per upaya tangkapan udang di perairan Luat Arafura

diperoleh persamaan : CPUE = e(4,4982-0,0015E). Nilai tersebut menunjukkan

kecenderungan adanya penurunan nilai CPUE sebesar 0,0015 ton/unit untuk setiap

penambahan satu unit upaya tangkapan selama periode tahun 1994-2003.

Hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) udang di perairan Laut Arafura sebesar

22.335,07 ton per tahun dengan upaya tangkapan optimum sebesar 676 unit per tahunnya.

Tingkat pengupayaan alat tangkap pukat udang di perairan Laut Arafura pada tahun

2003 adalah sebesar 114,64% dengan tingkat pemanfaatannya sebesar 94,22%.

Pemanfaatan dan pengupayaan sumberdaya udang di perairan Laut Arafura cenderung

mengalami over fishing.

Page 51: Crustacea 1

6.2 Saran

Setelah melakukan penelitian ini, saran yang dapat diberikan untuk perencanaan

dan pengelolaan sumberdaya udang di perairan Laut Arafura yang baik dan tepat antara

lain adalah :

1. Pembatasan jumlah armada pukat udang yang beroperasi pada saat musim tertentu

(musim pemijahan udang) agar tidak terjadi penangkapan yang tidak efektif dan

efisien.

2. Pengaturan zonasi daerah penangkapan untuk mencegah tingkat pemanfaatan

yang dapat mengganggu kelangsungan hidup sumberdaya udang.

3. Menjaga kelestarian ekosistem hutan mangrove sebagai tempat pemijahan, tempat

pembesaran/pemeliharaan larva dan tempat mencari makan udang.

4. Menyiapkan aturan atau undang-undang baru sebagai bentuk antisipasi

perencanaan dan pengelolaan hasil tangkapan sampingan yang baik dan tepat.

Page 52: Crustacea 1

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1989. Transcript of Lectures Trawling Gear Methods. OFCF, Tokyo.91 hal.

Astarini, J. 2001. Aplikasi Model Schaefer Untuk Menganalisis Tingkat Pemanfaatan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Sorong (Studi kasus di PT Usaha Mina, Sorong, Irian Jaya. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor. 84 hal.

Ayodhyoa, A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor : Dewi Sri. 97 hal. Dall, W., B,J. Hill, P.C. Rothlisberg and D.J. Staples, 1990. The Biology of The

Peneidae. In Blaxte, J.H.S and A.J. Southward (eds). Marine Biology, vol 27, Academic Press : London, San Diego, New York, Boston, Sydney, Tokyo, Toronto. 489 hal.

Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 1994.

Statistik Perikanan Indonesia, 1994. Jakarta : DKP- Dirjen Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 1994.

Statistik Perikanan Indonesia, 1995. Jakarta : DKP- Dirjen Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 1994.

Statistik Perikanan Indonesia, 1996. Jakarta : DKP- Dirjen Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 1994.

Statistik Perikanan Indonesia, 1997. Jakarta : DKP- Dirjen Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 1994.

Statistik Perikanan Indonesia, 1998. Jakarta : DKP- Dirjen Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 1994.

Statistik Perikanan Indonesia, 1999. Jakarta : DKP- Dirjen Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 1994.

Statistik Perikanan Indonesia, 2000. Jakarta : DKP- Dirjen Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 1994.

Statistik Perikanan Indonesia, 2001. Jakarta : DKP- Dirjen Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 1994.

Statistik Perikanan Indonesia, 2002. Jakarta : DKP- Dirjen Perikanan Tangkap.

Page 53: Crustacea 1

Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 1994. Statistik Perikanan Indonesia, 2003. Jakarta : DKP- Dirjen Perikanan Tangkap.

Eayrs, S., C. Buxton, B. McDonald, 1997. A Guide to By-catch Reduction Device in

Australian Prawn Trawl Fisheries. Australian Maritime Collage, Launceston, Tasmania, hal 1-5.

FAO, 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries, FAO : Rome. Friedman, A.I., 1986. Calculation For Fishing Gear Design. Translated from Russion by

PJG. Carothers. FAO : Rome. Hal 153-189. Gracia, S., L. Le Reste. 1981. Life cycles, dynamic, exploitation and management of

coastal penaeid shrimp stocks. FAO Fish. Tech. Pap. No 203 : Rome,Italy. 215 hal.

Gulland, J.A. 1983. Fish Stock Assessment : Annual of Basic Methods. Great Britain :

John Wiley and Sons. 233p. Gulland, J.A. 1991. Fish Stock Assessment. Rome : Food and Agriculture Organization

of United Nation (FAO). Manggabarani, H. 2003. Kebijakan Pembangunan Perikanan Tangkap dan Pengelolaan

Sumberdaya Udang serta Alat Tangkap Trawl. Bogor : Materi Diskusi Nasional Pengelolaan Trawl, Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 12 hal.

Nasution, Ch., 1997. Preliminary Fishing Experiment on the Use of Turtle Excluder

Device (TED) in Commercial Shrimp Trawling in the Arafura Sea, makalah disajikan dalam Workshop on Selective Shrimp Trawling with Selective Device : Darwin, Australia, 24-26 Juli 1997. 22 hal.

Naamin, N. 1984. Dinamika Populasi Udang Jerbung (Penaeus merguiensis de Man) di

Perairan Arafura dan Alternatif Pengelolaannya. Disertasi Doktor. Bogor : Fakultas Pasca Sarjana IPB. 281 hal.

Naamin, N, B. Sumiono, S. Ilyas. 1992. Pedoman Teknis Pemanfaatan dan Pengelolaan

Sumberdaya Udang Penaeid bagi Pembangunan Perikanan. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 89 hal.

Nelly, E., 2005. Rancang Bangun Sistem Informasi Perikanan Udang Penaeid di Perairan

Arafura yang Berbasis di Sorong dan Bintuni. Tesis. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 92 hal.

Page 54: Crustacea 1

Nomura, M. 1981. Fishing Techniques (2). Compilation of Transcript of Lectures Presented at The Kanagawa International Training Center. Tokyo : Japan International Cooperation Agency Tokyo. 183 p.

Pauly, 1983. Some Simple Methods for Technique Assesment of Tropical Fish Stoks.

FAO Fish. Tech .Pap.,(234): Issued also in Franch and Spanish. 52 pp. Purbayanto dkk, 2004. Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan dan Pemanfaatan Hasil

Tangkapan Sampingan Pukat Udang di Laut Arafura. PT.Sucofindo dan Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Papua. 68 hal.

Sainsburry,J.C. 1996. Commercial Fishing Methods an Introduction to Vessels and

Gears, third edition. Cambridge : Fishing New Books. 359 hal. Sjahrir, A. 2001. Komposisi Udang Penaeid yang Tertangkap di Laut Arafura (Perairan

Aru dan Dolak). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor : Institut Pertanian Bogor. 40 hal.

Soemarto, 1985. Penangkapan Ikan dengan Trawl. Jakarta : Akademi Usaha Perikanan. Sparre, P and S.C. Venema, 1992. Introduction to Tropical Fish Stock Assessement. FAO

Fisheries Technical Paper No. 306/1. Danida, FAO : Rome 1992. Hal 172-174; 307-317. Sparre, P and S.C. Venema, 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis.Buku 1.

Manual. (Diterjemahkan oleh J.Widodo, I.G.S. Merta, S. Nurhakim dan M. Badrudin). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Berdasarkan Kerjasama dengan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa) : Jakarta. 438 hal.

Steel, R.G.D., J.h. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia Pustaka

Utama : Jakarta. 748 hal Von Brant, A., 1984. Fish Catching Methods of The World, Third Edition. Fishing News

Book.Far-Surrey : England. Hal 246-261. www.atcd.gov.id ( 19 Agustus 2005) www.dkp.go.id (19 Agustus 2005)

Page 55: Crustacea 1

L A M P I R A N

Lampiran 1 Contoh data keragaan alat tangkap pukat udang yang beroperasi di

perairan Laut Arafura per 26 Juli 2005

Page 56: Crustacea 1

(Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap-DKP, 2005)

NAMA KAPAL GT NT PK KOMPONEN UKURAN SATUAN PU 1 172 52 565 DIAMETER BED 0.9625 Meter

GROUND ROPE 23 Meter HEAD ROPE 20 Meter JARAK ANTAR JERUJI BED 100 Millimeter MESH SIZE KANTONG 57 Milimeter

PU 2 172 52 565 DIAMETER BED 0.9625 Meter GROUND ROPE 23 Meter HEAD ROPE 20 Meter JARAK ANTAR JERUJI BED 100 Millimeter MESH SIZE KANTONG 57 Milimeter

PU 3 248 75 1200 DIAMETER BED 0.9625 Meter GROUND ROPE 32 Meter HEAD ROPE 28 Meter JARAK ANTAR JERUJI BED 100 Millimeter MESH SIZE KANTONG 57 Milimeter

PU 4 172 52 565 DIAMETER BED 0.9625 Meter GROUND ROPE 23 Meter HEAD ROPE 20 Meter JARAK ANTAR JERUJI BED 100 Millimeter MESH SIZE KANTONG 57 Milimeter

PU 5 303 91 1200 DIAMETER BED 0.9625 Meter GROUND ROPE 23 Meter HEAD ROPE 20 Meter JARAK ANTAR JERUJI BED 100 Millimeter MESH SIZE KANTONG 57 Milimeter

PU 6 205 76 800 DIAMETER BED 1.3 Meter GROUND ROPE 28 Meter HEAD ROPE 22 Meter JARAK ANTAR JERUJI BED 100 Millimeter MESH SIZE KANTONG 30 Milimeter

PU 7 183 55 690 DIAMETER BED 0.9625 Meter GROUND ROPE 23 Meter HEAD ROPE 20 Meter JARAK ANTAR JERUJI BED 100 Milimeter MESH SIZE KANTONG 57 Milimeter

PU 8 183 55 690 DIAMETER BED 0.9625 Meter GROUND ROPE 23 Meter HEAD ROPE 20 Meter JARAK ANTAR JERUJI BED 100 Millimeter MESH SIZE KANTONG 57 Milimeter

PU 9 183 55 675 DIAMETER BED 0.9625 Meter GROUND ROPE 23 Meter HEAD ROPE 20 Meter JARAK ANTAR JERUJI BED 100 Millimeter MESH SIZE KANTONG 57 Milimeter

PU 10 145 87 565 DIAMETER BED 0.9625 Meter

Page 57: Crustacea 1

GROUND ROPE 23 Meter HEAD ROPE 20 Meter JARAK ANTAR JERUJI BED 100 Millimeter MESH SIZE KANTONG 57 Milimeter

PU 11 145 87 565 DIAMETER BED 0.9625 Meter GROUND ROPE 23 Meter HEAD ROPE 20 Meter JARAK ANTAR JERUJI BED 100 Millimeter MESH SIZE KANTONG 57 Milimeter

PU 12 145 87 565 DIAMETER BED 0.9625 Meter GROUND ROPE 23 Meter HEAD ROPE 20 Meter JARAK ANTAR JERUJI BED 100 Millimeter MESH SIZE KANTONG 57 Milimeter

PU 13 181 65 450 DIAMETER BED 1.2 Meter GROUND ROPE 36 Meter HEAD ROPE 32 Meter JARAK ANTAR JERUJI BED 110 Millimeter MESH SIZE KANTONG 40 Milimeter

PU 14 181 65 450 DIAMETER BED 1.2 Meter GROUND ROPE 36 Meter HEAD ROPE 32 Meter JARAK ANTAR JERUJI BED 110 Millimeter MESH SIZE KANTONG 40 Milimeter

PU 15 181 65 450 DIAMETER BED 1.2 Meter GROUND ROPE 36 Meter HEAD ROPE 32 Meter JARAK ANTAR JERUJI BED 110 Millimeter MESH SIZE KANTONG 40 Milimeter

PU 16 181 65 450 DIAMETER BED 1.2 Meter GROUND ROPE 36 Meter HEAD ROPE 32 Meter JARAK ANTAR JERUJI BED 110 Millimeter MESH SIZE KANTONG 40 Milimeter

PU 17 181 65 450 DIAMETER BED 1.2 Meter GROUND ROPE 36 Meter HEAD ROPE 32 Meter JARAK ANTAR JERUJI BED 110 Millimeter MESH SIZE KANTONG 40 Milimeter

PU 18 181 65 450 DIAMETER BED 1.2 Meter GROUND ROPE 36 Meter HEAD ROPE 32 Meter JARAK ANTAR JERUJI BED 110 Millimeter

Lampiran 2 Simulasi model produksi FOX

Upaya tangkapan (unit) E*exp(a+(b*E)) 0 0 50 4172,301185 100 7749,396017

Page 58: Crustacea 1

150 10794,96709 200 13366,64049 250 15516,52584 300 17291,71 350 18734,70855 400 19883,87831 450 20773,79432 500 21435,59417 550 21897,2925 600 22184,06806 650 22318,52573 700 22320,93564 750 22209,45119 800 22000,3079 850 21708,00465 900 21345,46883 950 20924,20673 1000 20454,44054 1050 19945,23294 1100 19404,60055 1150 18839,61705 1200 18256,50686 1250 17660,73036 1300 17057,0612 1350 16449,65645 1400 15842,12033 1450 15237,56189 1500 14638,64732 1550 14047,64732 1600 13466,47992 1650 12896,74931 1700 12339,78075 1750 11796,6523 1800 11268,22328 1850 10755,16 1900 10257,95894 1950 9776,96758 2000 9312,403121

Lanjutan Lampiran 2

2050 8864,36931 2100 8432,871517 2150 8017,830244 2200 7619,093203 2250 7236,446104 2300 6869,622275

Page 59: Crustacea 1

2350 6518,311227 2400 6182,166259 2450 5860,811203 2500 5553,846395 2550 5260,853938 2600 4981,402336 2650 4715,050564 2700 4461,351616 2750 4219,855609 2800 3990,112465 2850 3771,674225 2900 3564,09704 2950 3366,942863 3000 3179,78088 3050 3002,188704 3100 2833,753368 3150 2674,07213 3200 2522,753112 3250 2379,415802 3300 2243,691428 3350 2115,223215 3400 1993,666551 3450 1878,689071 3500 1769,970657 3550 1667,203386 3600 1570,091418 3650 1478,350838 3700 1391,709461 3750 1309,906604 3800 1232,692827 3850 1159,829659 3900 1091,089298 3950 1026,254307 4000 965,117292

Lanjutan Lampiran 2

4050 907,4805742 4100 853,1558618 4150 801,9639151 4200 753,7342138 4250 708,3046246 4300 665,5210726 4350 625,2372165 4400 587,3141291

Page 60: Crustacea 1

4450 551,6199844 4500 518,0297514 4550 486,4248952 4600 456,6930867 4650 428,72792 4700 402,4286394 4750 377,6998743 4800 354,451384 4850 332,5978106 4900 312,0584419 4950 292,7569831 5000 274,6213367 5050 257,5833926 5100 241,5788253 5150 226,5469014 5200 212,4302936 5250 199,1749045 5300 186,7296968 5350 175,0465327 5400 164,0800195 5450 153,7873629 5500 144,1282274 5550 135,0646033 5600 126,56068 5650 118,5827257 5700 111,0989731 5750 104,0795108 5800 97,49617988 5850 91,3224765 5900 85,53345876 5950 80,10565882 6000 75,01699953

Lampiran 3 Grafik hasil simulasi produksi FOX

Page 61: Crustacea 1

0

5000

10000

15000

20000

25000

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

Upa ya ta ngka pa n (unit)

Hasi

l tan

gkap

an (t

on)

Lampiran 4 Perhitungan menentukan nilai upaya tangkapan optimum, MSY,

CPUE optimum, tingkat pemanfaatan dan tingkat pengupayaan

sumberdaya udang di perairan Laut Arafura

Nilai : a = 4,4982

b = -0,00148

Page 62: Crustacea 1

1) Upaya tangkapan optimum (Eopt)

Eopt =

b1

=

−−

00148,01

= 675,675 unit ~ 676 unit

2) Maximum Sustainable Yield (MSY)

MSY = ( )1exp*1 −

− a

b

= ( )14982,4exp*00148,01 −

−− = 22.335,07 ton

3) CPUE optimum (CPUEopt)

CPUEopt = optE

MSY

= 676

07,335.22 = 33,06 ton/unit

4) Tingkat pengupayaan udang pada tahun 2003

Upaya tangkapan pada tahun 2003 (E2003) = 775 unit

Tingkat pengupayaan tahun 2003 = %1002003 xEE

opt

= %100676775

x = 114,64%

Lanjutan Lampiran 4

5) Tingkat pemanfaatan udang pada tahun 2003

Hasil tangkapan pada tahun 2003 (C2003) = 21045 unit

Tingkat pemanfaatan tahun 2003 = %1002003 xCC

opt

Page 63: Crustacea 1

= %10007,335.22

045.21x = 94,22%

Lampiran 5 Gambar konstruksi Turtle Excluder Device (TED)

Page 64: Crustacea 1