titrasi
TRANSCRIPT
TITRASI ASAM BASA
1. Pengertian Titrasi Asam Basa
Titrasi atau Volumetri, yaitu suatu cara untuk menentukan kadar zat dalam
larutan berdasarkan pengukuran volume.
Titrasi asam basa adalah penambahan suatu asam ke basa dengan penambahan
volume atau molaritas zat yang belum diketahui. Prinsip yang dipakai :
- Jika reaksinya diketahui,maka :
Mol asam sebanding dengan mol basa
- Jika tanpa reaksi ;
nA . VA . MA = nB . VB . MB
A= Asam , B= Basa
Pada saat mol asam sebanding dengan mol basa dikenal dengan nama
titik EKUIVALEN.
2. Metode Titrasi
Istilah titrasi merujuk pada proses pengukuran volume larutan uji (larutan
standar) yang diperlukan untuk mencapai titik kesetaraan. Reaksi kimia yang dapat
berperan sebagai dasar untuk penetapan titrasi dikelompokkan dalam 4 jenis, yaitu
titrasi asam-basa, redoks (reduksi oksidasi), pengendapan, dan pembentukan
kompleks.
Dalam analisis titrasi, system konsentrasi yang digunakan adalah molaritas
karena perhitungannya dalam analisis sangat sederhana dan paling sering
digunakan dalam prosedur laboratorium.
Dalam metode titrasi asam-basa, larutan uji (larutan standar) di tambahkan
sedikit demi sedikit (secara eksternal), biasanya dalam buret, dalam bentuk larutan
yang konsentrasinya diketahui. Penambahan larutan standar ini diteruskan sampai
telah di masukkan yang secara kimia setara dengan larutan yang diuji. Apabila telah
mencapai kesetaraan maka dikatakan telah mencapai titik kesetaraan dari titrasi itu.
Titrasi merupakan salah satu cara untuk mentukan konsentrasi larutan suatu zat dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui konsentrasinya.
Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah asam tepat di netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi perubahan pH. pH pada titik equivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisaasi asam basa. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah
yang memiliki rentang pH dimana titik equivalen berada. Pada umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati, yang mudah dimatai adalah titik akhir yaang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi tercapai, yang ditandai dengan perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik equivalen. Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil kesalahan titrasi.
Pada titrasi asam kuat dan basa kuat, asam lemah dan basa lemah dalam air akan terurau dengan sempurna. Oleh karena itu ion hidrogen dan ion hidroksida selama titrasi dapat langsung dihitung dari jumlah asam atau basa yang ditambahkan. Pada titik equivalen dari titrasi asam air, yaitu sama dengan 7.
I. JUDUL : TITRASI PENGENDAPAN SERTA APLIKASINYA
II. TUJUAN :
1. Membuat dan menentukan (standarisasi) larutan AgNO3
2. Menentukan kadar Cl- dalam air sumur
III. DASAR TEORI
Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dan
garam yang tidak mudah larut antara titran dan analit. Hal dasar yang diperlukan dalam titrasi
jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran
ditambahkan pada analit, tidak hanya interferensi yang mengganggu titrasi dan titik akhir
titrasi yang mudah diamati.
Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi
pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut
sebagai Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada umumnya)
dengan menggunakan larutan standar perak nitrat AgNO3.Titrasi Argentometri tidak hanya
dapat digunakan untuk menentukan ion halida, akan tetapi juga dapat dipakai untuk
mendapatkan atau menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa ion
divalent seperti ion phospat (PO4)3- dan ion arsenat AsO43-.
Dasar reaksi titrasi pengendapan ialah terjadinya endapan pada reaksi antara zat analit
dengan penitrasi, misalnya :
Ag+ + X- → AgX(s) dimana X = halogen
Ag+ + CrO4- → Ag2CrO4(s) (merah bata)
Ag+ + SCN- → AgSCN(s)
Fe3+ + SCN- →FeSCN2+ (merah)
Dasar titrasi Argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara
titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipaki adalah titrasi penentuan NaCl
dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang
tidak mudah larut AgCl.
AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi
dengan indikator. Indikatot yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO4-, dimana dengan
indikator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik
akhir titrasi dapat diamati. Indikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indikator
adsorbsi. Berdasarkan jenis indikator dan teknik titrasi yang dipakai, maka titrasi
Argentometri dapat dibedakan atas Argentometri dengan metode Mohr, Volhard, atau Fajans.
Selain menggunakan jenis indikator di atas, maka kita juga dapat menggunakan metode
potensiometri untuk menentukan titik ekivalen.
Indikator K2CrO4 digunakan pada titrasi antara ion halida dan ion perak, dimana kelebiha
ion Ag+ akan beraksi dengan CrO42- membentuk perakkromat yang berwarna merah bata (cara
Mohr) pada titik ekivalen :
Ekivalen Ag+ = ekivalen Cl-
Indikator ion Fe3+ dapat digunakan pada titrasi antara ion perak dan ion SCN -, dimana
kelebihan ion SCN- akan bereaksi dengan ion Fe3+ yang memberikan warna merah. Atau
dapat juga digunakan pada titrasi antara ion halida dengan ion perak berlebihan, dan
kelebihan ion perak dititrasi dengan ion tiosianat (cara Volhard).
Pada titik ekivalen :
Jumlah ekivalen Ag+ sisa = jumlah ekivalen SCN-
Atau
Jumlah ekivalen Ag+ total = jumlah ekivalen (Cl- + SCN-)
Ketajaman titik ekivalen tergantung dari kelarutan endapan yang etrbentuk dari reaksi
analit dan titran. Endapan dengan kelarutan yang kecil, akan menghasilkan kurva titrasi
Argentometri yang memeiliki kecuraman yang tinggi, sehingga titik ekivalen agak sulit
ditentukan. Hal ini analog dengan kurva titrasi antara asam kuat dan basa kuat dan antara
asam lemah dengan basa kuat.
Dalam aplikasi titrasi pengendapan dapat dilihat pada proses desinfeksi air yang sering
menggunakan klor, karena harganya terjangkau dan mempunyai daya desinfektan selama
beberapa jam setelah pembubuhan (residu klor). Selam proses tersebut, klor direduksi salama
hingga menjadi klorida (Cl-) yang tidak mempunyai daya desinfektan, disampinh itu klor juga
bereaksi dengan ammonia. Klor aktif dalam larutan dapat tersedia dalam keadaan bebas (Cl2,
OCl-, HOCl) dan keadaan terikat (NH2Cl, NHCl2, NCl3). Klor terikat mempunyai daya
desinfektan yang tidak seefisien klor bebas.
I. JUDUL : TITRASI PENGOMPLEKAN
II. TUJUAN :
1. Membuat dan menentukan (standarisasi) larutan Na-EDTA
III. DASAR TEORI
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan
ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.
Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi.
Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal
sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Asam etilen diamin
tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina
polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan
suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan
multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per -molekul, misalnya asam
1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua
atom nitrogen penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul.
Dasar reaksi titrasi pengomplekandengan EDTA ialah terbentuknya senyawa kompleks
antara beberapa logam (misalnya: CA, Mg, Ni, Zn,Cu, dsb) dengan EDTA. Logam-logam
akan membentuk kompleks dengan EDTA pada pH yang berbeda-beda. Ca2+ dan
Mg2+ bereaksi baik pH 8-10. EDTA (Etilen Diamine Tetra Asetat) merupakan asam berbaa 4
(H4Y). Akan tetapi yang sering digunakan adalah garam natriumnya (Na2H2Y). Pembentukan
kompleks antara ion-ion logam dengan EDTA tergantung pada pH larutan. Indikator yang
digunakan antara lain EBT (Erichrome Black T) dan Kalmagit. Indikator tersebut merupakan
asam lemah berbasa 3 (H3In). Kesetimbangan disosiasi indikator tersebut akan membrikan
warna-warna tertentu dan membentuk kompleks 1:1 denga sujmlah ion logam, sehingga
dapat memberikan perubahan warna pada akhir titrasi.
Reaksi – reaksi :
Indikator : H2In- → Hin2- + H+
Merah Biru
Dengan ion logam Ca2+, Mg2+, Zn2+, Ni2+ :
Mg2+ + Hin2- → MgIn- + H+
Merah anggur
Dengan EDTA : MgIn- + H2Y2- → MgH2Y2- →MgH2Y + In3-
Merah anggur
In3- + H2O →HIn- + OH-
Biru
Pada titik ekivalaen :
Jumlah ekivalan Mg2+ = jumlah ekivalen EDTA
Dengan demikian perubahan warna yang terjadi selama titrasi adalah : larutan yang
mengandung ion logam seperti di atas setelah ditambah indikator EBT akan berwarna merah
anggur, kemudian setelah terjadi ekivalen antara ion logam dengan EDTA dapat dilihat dari
terbentuknya warna biru dari indikator dalam bentuk Hin2-.
I. JUDUL : TITRASI OKSIDIMETRI
II. TUJUAN :
1. Membuat dan menentukan (standarisasi) larutan KMnO4 (permanganometri)
2. Membuat dan menentukan (standarisasi) larutan Na2S2O3 (iodometri)
III. DASAR TEORI
Dasar reaksi titrasi oksidimetri ialah reaksi reduksi antara zat pernitrasi dan zat yang
dititrasi. Permanganometri termasuk titrasi oksidimetri yang melibatkan KMnO4dalam
suasana asam yang bertindak sebagai oksidator sehingga ion MnO4- berubah menjadi Mn2+.
Penetuan konsentrasi KMnO4 misalnya dapat dilakukan dengan larutan baku natrium oksalat.
Reaksi-reaksi :
5 e + 8 H+ + MnO4- → Mn2+ + 4 H2O
1 mol KMnO4 = 5 ekivalen (1 mol KMnO4 mengambil 5 e)
C2O42- → 2 CO2 + 2 e
1 mol Na2C2O4 = 2 ekivalen
Pada titik ekivalen
Jumlah ekivalen oksidator = jumlah ekivalen reduktor
Jumlah ekivalen KMnO4 = jumlah ekivalen Na2S2O4
Pada iodimetri, (digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang
dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya). Metode iodimetri ini jarang
dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan iodometri
(oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan
yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan
larutan natrium thiosilfat standar atau asam arsenit). Dengan kontrol pada titik akhir titrasi
jika kelebihan 1 tetes titran, perubahan warna yang terjadi pada larutan akan semakin jelas
dengan penambahan indikator amilum/kanji. Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya
ion iodida merupakan suatu pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium
digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi
reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk
dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit.
Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida,
dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan
kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian
dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat. Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri)
mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak
langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi
kimia. Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium
thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak
boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan
standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama sehingga
boraks atau natrium seringkali ditambahkan sebagai pengawet.
Reaksi-reaksi :
2 e + I2 →2 I-
Oksidator reduktor
1 mol I2 = 2 ekivalen (1 mol I2 mengikat 2 e)
2 S2O32- → S4O6
2-
1 mol Na2S2O3 = 1 ekivalen
(1 mol Na2S2O3 mengikat 1 e)
Pada titik ekivalen :
jumlah ekivalen I2 = jumlah ekivalen S2O32-