tipus konsal prak 3 - amal

Upload: amalia-shalihah

Post on 30-Oct-2015

30 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pekarangan Sebagai Lahan Penanaman Tanaman Obat KeluargaPekarangan merupakan sebidang tanah di sekitar rumah yang mudah di usahakan dengan tujuan untuk meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui perbaikan menu keluarga. Pekarangan sering juga disebut sebagai lumbung hidup, warung hidup atau apotik hidup. Pemanfaatan Pekarangan adalah pekarangan yang dikelola melalui pendekatan terpadu berbagai jenis tanaman, ternak dan ikan, sehingga akan menjamin ketersediaan bahan pangan yang beranekaragam secara terus menerus, guna pemenuhan gizi keluarga. Lahan pekarangan sudah lama dikenal dan memiliki fungsi multiguna. Fungsi pekarangan adalah untuk menghasilkan : (1) bahan makan sebagai tambahan hasil sawah dan tegalnya; (2) sayur dan buah-buahan;(3) unggas, ternak kecil dan ikan; (4) rempah, bumbu-bumbu dan wangi-wangian; (5) bahan kerajinan tangan; (7) uang tunai (Tato, 2009).Tanaman obat keluarga(disingkatTOGA) adalahtanamanhasil budidaya rumahan yang berkhasiat sebagaiobat. Taman obat keluarga pada hakekatnya adalah sebidang tanah, baik di halaman rumah, kebun ataupun ladang yang digunakan untuk membudidayakan tanaman yang berkhasiat sebagai obat dalam rangka memenuhi keperluan keluarga akan obat-obatan.Kebun tanaman obat atau bahan obat dan selanjutnya dapat disalurkan kepada masyarakat, khususnya obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.Budidaya tanaman obat untuk keluarga (TOGA) dapat memacu usaha kecil dan menengah di bidang obat-obatan herbal sekalipun dilakukan secara individual.Setiap keluarga dapat membudidayakan tanaman obat secara mandiri dan memanfaatkannya, sehingga akan terwujud prinsip kemandirian dalam pengobatan keluarga (Tukiman, 2010). Kecenderungan meningkatnya penggunaan obat tradisional didasari oleh beberapa faktor, yaitu (Salan, 2009) :1. Pada umumnya, harga obatobatan buatanpabrikyang sangat mahal, sehinggamasyarakatmencari alternatif pengobatan yang lebih murah.2. Efek samping yang ditimbulkan oleh obat tradisional sangat kecil dibandingkan dengan obat buatan pabrik. 3. Kandunganunsurkimiayang terkandung di dalam obat tradisional sebenarnya menjadi dasar pengobatankedokteranmodern. Artinya, pembuatan obatobatan pabrik menggunakan rumuskimiayang telah disentetis dari kandungan bahan alami ramuantradisional.Tanaman yang dipelihara di pekarangan rumah tidak memerlukan perawatan khusus, baik sebagai bumbu dapur atau bahan obat. Perlakuan khusus dalambudi dayatanaman obat dilakukan dalam skala usaha, dengan tujuan untuk memperoleh kualitas dan kuantitas hasil yang optimum.Kegiatan pemupukan dan pengandalian hama penyakit tanaman perlu dilakukan.Kegiatan ini sangat erat hubungannya dengan penggunaan bahan kimiawi yang terkandung dalam pupuk ataupestisida.Pemakaian bahan kimiawi dapat mencemari lingkungan, baiktanahmaupun air, dan yang paling berbahaya residu yang dihasilkan akan terakumulasi dalam produk tanaman yang dihasilkan.Untuk itu, perlu diperkenalkan sistem budi daya yang tidak tergantung pada bahan-bahan kimia.Sistem ini dikenal dengan istilahpertanian organik.Dalam budi daya tanaman obat dapat dimanfaatkanpupuk organikuntuk menambahunsur haramineral yang dibutuhkan tanaman.Pupuk organik yang digunakan di antaranya adalahpupuk kandang,bokhasi,kompos,humus,sampah dapur, danserasah daun.Selain itu, sebagai bahan pengendalihamapenyakit tanaman, dapat dimanfaatkan pestisida alami yang terdapat di sekitar rumah, seperti tanaman babadotan(Ageratum conyzoides),sirsak,lantana, dan dauntembakau (Santoso, 2008).

Gambar 2.1. Daftar Tanaman TOGA(Sumber: Anonim, 2013).

2.2. Pekarangan Sebagai Lahan Pembuatan Lubang Resapan Biopoti (LRB)2.2.1. Definisi Lubang Resapan Biopori (LRB)Biopori adalah lubang-lubang kecil pada tanah yang terbentuk akibat aktivitas organisme dalam tanah, seperti cacing atau pergerakan akar-akar dalam tanah. Lubang tersebut akan berisi udara dan menjadi jalur mengalirnya air. Jadi air hujan tidak langsung masuk ke saluran pembuangan air, tetapi meresap ke dalam tanah melalui lubang tersebut. Banyaknya biopori akan menambah daya resap air dan akan memperkecil peluang terjadinya banjir. Peningkatan biopori dapat dilakukan dengan membuat lubang vertikal kedalam tanah. Lubang-lubang ini diisi dengan bahan organik untuk asupan organisme pembuat biopori tadi (Anonim, 2011). Menurut Brata dan Nelistya (2008)biopori adalah ruang atau pori di dalam tanah yang dibentuk oleh makhluk hidup, seperti mikroorganisme tanah dan akar tanaman. Bentuk biopori menyerupai liang (terowongan kecil) di dalam tanah dan bercabangcabangdan sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke dalam tanah. Liang pori terbentuk oleh adanya pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman, serta aktivitas fauna tanah seperti cacing tanah, rayap, dan semut di dalam tanah.Pori-pori yang terbentuk dapat meningkatkan kemampuan tanah menahan air dengan cara menyirkulasikan air dan oksigen ke dalam tanah. Jadi semakin banyak biopori di dalam tanah, semakin sehat tanah tersebut (Hakim, 2011).Gambar 2.2. Sayatan Penampang Tanah Dalam yang Telah Berkembang dengan Liang yang Memanjang ke Berbagai Arah(Sumber: Ginting, 2010)Teknologi Biopori menggunakan lubang silindris vertikal dengan diameter relatif tidak terlalu besar namun efektif untuk meresapkan air tanah. Teknologi ini dianggap lebih efektif dan mudah untuk meresapkan air ke dalam tanah dibandingkan dengan sumur resapan. Sumur resapan memilikiukurancukup besar serta bahan pengisinya tidak dapat dimanfaatkan oleh biota tanah sebagai sumber energi dalam penciptaan biopori. Bahan-bahan halus yang terbawa air dan tersaring oleh bahan pengisi menyumbat rongga bahan pengisi sehingga menyebabkan laju serapan menjadi lebih lamban. Selain itu, diameter lubang yang besar menyebabkan beban resapan meningkat dan menurunkan laju serapan (Alimaksum, 2010)EfektifitasLRB mampumengembalikan keseimbangan flora dan fauna di dalam tanahdengan pembentukan pori alami danmenunjukkan kemampuan resapan air ke dalam tanah semakin besar sehingga dapat mengurangi genangan air yang terdapat di permukaan (Rahmawati, 2011).Teknologi LRB juga cukup efektif dalam mengurangi debit limpasan permukaan pada daerah aliran sungai sehingga dapat menjadi alternatif mengatasi masalah drainase yang ramah lingkungan (Prayitno, 2010).Herf (2008) menuliskan sepuluh manfaat dari biopori, diantaranya adalah:a. Memelihara cadangan air tanah.b. Mencegah terjadi keamblesan (subsidence) dan keretakan tanah.c. Menghambat intrusi air laut.d. Mengubah sampah organik menjadi kompos.e. Meningkatkan kesuburan tanah.f. Menjaga keanekaragaman hayati dalam tanah.g. Mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh adanya genangan air seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah.h. Mengurangi masalah pembuangan sampah yang mengakibatkan pencemaran udara dan perairan.i. Mengurang emisi gas rumah kaca (CO2dan metan).j. Serta mengurangi banjir, longsor, dan kekeringan.

2.2.2. Mekanisme Kerja Lubang Resapan BioporiPrinsip utama LRB adalah menghindari air hujan mengalir ke daerah yang lebih rendah dan membiarkannya terserap ke dalam tanah melalui lubang serapan tersebut (Brata dan Nelistya,2008). Untuk meminimalkan beban lingkungan oleh adanya pengumpulan air dan sampah organik di dalam lubang, maka dimensi lubang tidak boleh terlalu besar.Gambar 2.3. Penampakan Samping Lubang Resapan Biopori di Dalam Tanah(sumber: Hakim, 2011)

Dasar pertimbangan teknis pembuatan LBR adalah : (1) kemudahan pembuatan dan pemeliharaan lubang; (2) pengurangan beban resapan; (3) kemudahan penyebaran guna pengurangan beban lingkungan; dan (4) kecukupan ketersediaan oksigen bagi fauna tanah (Alimaksum, 2010). Diameter lubang yang disarankan adalah 10-30 cm dengan kedalaman 100 cm atau tidak melebihi kedalaman permukaan air bawah tanah (Hakim, 2011).Jumlah LRB yang diperlukan di satu kawasan bisa saja berbeda dengan kawasan lain. Untuk menentukan jumlah LRB dalam suatu kawasan dapat menggunakan rumus:

Intensitas Hujan (mm/jam) x Luas Bidang Kedap (m2)Jumlah LRB =-----------------------------------------------------------------------Laju Resapan Air per Lubang (liter/jam)

Berdasarkan rumus tersebut, dapat dilihat apabila peningkatan laju resapan air dapat meningkatkan efektifitas LRB, sebagai contoh untuk daerah dengan curah hujan tinggi setiap 100 m2luasan bidang kedap, infiltrasi air tanah dapat diganti dengan pembuatan 28 LRB. Peningkatan laju serap air memanfaatkan fauna tanah seperti cacing, rayap dan semut untuk membentuk pori alami. Fauna tanah tersebut mendapatkan sumber energi dari bahan organik yang dimasukkan ke dalam LRB. Penambahan bahan organik ke dalam LRB meningkatkan aktivitas biota tanah sehingga merangsang terbentuknya biopori. Biopori tersebut merupakan liang-liang kecil di sekitar LRB dan merupakan habitat fauna.Penelitian Alimaksum (2010)membuktikan bahwa lahan dengan LRB memiliki nilai hantaran lebih besar dibandingkan dengan lahan tanpa LRB. Penggunaan bahan organik pada LRB secara tidak langsung meningkatkan nilai hantaran hidrolik tanah melalui peningkatan pori makro, pori drainase yang sangat cepat, perbaikan struktur tanah dan kemantapan agregat.Selain memperbaiki struktur tanah melalui pergerakannya, fauna tanah juga melakukan dekomposisi bahan organik menjadi nutrisi yang diperlukan oleh tanah. Fauna tanah yang banyak berperan dalam proses tersebut adalah cacing tanah. Cacing tanah berperan mengubah nutrisi yang tidak terlarut menjadi bentuk terlarut dengan bantuan enzim yang terdapat di dalam alat pencernaannya. Bersama dengan organisme mikroskopik sepertifungi, bakteri, danactnomycetes, cacing tanah memelihara pengurangan C:Nrasio. Hasil pengolahan bahan organik oleh cacing tanah dapat berperan meningkatkan kemampuan menahan air, menyediakan nutrisi bagi tanaman, memperbaiki struktur tanah, dan menetralkan pH tanah. Selain itu dalam proses dekomposisi, bahan organik tidak menjadi panas atau mengeluarkan bau (Brata dan Nelistya,2008).

2.3. Daur Ulang Sampah Non-organik2.3.1. Definisi SampahSampah adalah sebagian dari benda-benda atau sisa-sisa barang yang dipandang tidak berguna, tidak dipakai dan harus dibuang sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kelangsungan hidup manusia. Secara kimiawi sampah dibedakan menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang mudah diuraikan karena memiliki rantai kimia yang pendek dan sampah, sedangkan sampah anorganik yakni sampah yang sulit diuraikan oleh mikroorganisme karena rantai kimianya panjang. Samaph organik berupa sayur-sayran, dedaunan, buah-buahan, sedangkan sampah anorganik misalnya plastik, kaleng, pecahan kaca, dan lain-lain (Daryanto, 1995).Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan limbah padat. Sampah merupakan sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuanperlakuan, baik karena telah diambil bagian utamanya, karena pengolahan, maupun karena sudah tidak memberikan manfaat dari segi sosial ekonomi serta dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan terhadap lingkungan hidup (Hadiwiyoto, 1983).Menurut Gelbert et al. (1996), sumber-sumber timbulan sampah terdiri dari:1. Sampah pemukiman, yaitu sampah rumah tangga berupa sisa pengolahan makanan, perlengkapan rumah tangga bekas, kertas, kardus, gelas, kain, sampah kebun atau halaman, dan lain-lain;2. Sampah pertanian dan perkebunan, terdiri dari sampah organik, sampah bahan kimia, dan sampah anorganik seperti plastik penutup tempat tumbuhtumbuhan;3. Sampah dari sisa bangunan dan konstruksi gedung, seperti kayu, triplek, semen, pasir, spesi, batu bata, ubin, besi, baja, kaca, dan kaleng;4. Sampah dari perdagangan dan perkantoran, berupa bahan organik, kardus, pembungkus, kertas, toner fotokopi, pita printer, baterai, pita mesin ketik, klise film, komputer rusak, dan lain-lain;5. Sampah industri, yaitu sampah yang berasal dari seluruh rangkaian proses produksi berupa bahan-bahan kimia serpihan atau potongan bahan, sertaperlakuan dan pengemasan produk berupa kertas, kayu, plastik, atau lap yang jenuh dengan pelarut untuk pembersihan.Sedangkan berdasarkan tingkat penguraian, sampah pada umumnya dibagi menjadi dua macam (Hadiwiyoto, 1983):1. Sampah organik, yaitu sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik, karena tersusun dari unsur-unsur seperti C, H, O, N, dan sebagainya. Sampah organik umumnya dapat terurai secara alami oleh mikroorganisme, contohnya sisa makanan, karton, kain, karet, kulit, sampah halaman.2. Sampah anorganik, yaitu sampah yang bahan kandungannya bersifat anorganik dan umumnya sulit terurai oleh mikroorganisme. Contohnya kaca, kaleng, alumunium, debu, dan logam lainnya.

2.3.2. Sistem Pengelolaan SampahPengelolaan sampah adalah pengaturan yang berhubungan dengan pengendalian timbulan, penyimpanan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan sampah dengan cara yang merujuk pada dasar-dasar terbaik mengenai kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik, konservasi, estetika, dan pertimbangan lingkungan lainnya serta tanggap terhadap perilaku massa (Yones, 2007). Sistem pengelolaan sampah terdiri dari lima aspek yang saling mendukung dimana antara satu dengan yang lainnya saling berinteraksi untuk mencapai tujuan. Kelima aspek tersebut terdiri dari aspek teknis operasional,kelembagaan, hukum dan peraturan, pembiayaan, dan peran serta masyarakat. Dalam pengelolaan sampah, kelima aspek tersebut saling terkait, tidak dapat berdiri sendiri (Artiningsih, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Biopori. http://BIOPORI/pengertian-biopori-cara-membuat-lubang-resapan-biopori-air-lrb-pada-lingkungan-sekitar-kita.htm. Diakses pada tanggal 4 Mei 2013. Anonim, 2013. Tanaman Obat Keluarga. http://id.wikipedia.org/wiki/Tanaman_obat_kel uarga#Faktor_peningkatan_penggunaan_tanaman_obat. Diakses pada tanggal 4 Mei 2013.

Alimaksum, N. M. 2010.Evaluasi Hantaran Hidrolik Tanah Lubang Resapan Biopori pada Latosol Coklat Darmaga dan Latosol Merah Jakarta.Skripsi. Program Studi Ilmu Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian. Bogor: InstitutPertanianBogor.Brata, K. R.dan Nelistya. 2008Lubang Resapan Biopori. Jakarta: Penebar Swadaya.Daryanto, 1995. Pengaruh Sampah. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/pengaruhlkp.pdf. Diakses pada tanggal 4 Mei 2013.Ginting, R. B. 2010.Laju Resapan Air pada Berbagai Jenis Tanah dan Berat Jerami dengan Menerapkan Teknologi Biopori di Kecamatan Medan Amplas. Tesis.Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pasca Sarjana. Medan: USUHakim, Z. A. R. 2011. Biopori, Solusi Banjir di Perkotaan.http://zainalarif.wordpre ss.com/2010/05/21/biopori-solusi-banjir-di-perkotaan/. Diakses pada tanggal 4 Mei 2013.Herf, Jhon. 2008.Biopori sebagai Peresapan Air yang Mengatasi Banjir dan Sampah. (Online). http://jhonherf.wordpress.com. Diakses pada tanggal 4 Mei 2013.Prayitno, G.dkk. 2010.Studi Efektifitas Biopori sebagai Alternatif Teknologi Ekodrainase dalam Mengendalikan Banjir di Kota Malang (Studi Kasus: Sub DAS Metro). Laporan Penelitian. Fakultas Teknik. Malang: Universitas BrawijayaRahmawati, I dkk.2011.Penerapan Sumur Resapan dan Lubang Resapan Biopori di Daerah Padat Penduduk (Penelitian Sumur Resapan di Kompleks Simpay Asih dan LRB di Desa pasir Biru).Jurnal Kimia Lingkungan.Salan, Rudy. (2009). Penelitian faktor-faktor psiko-sosio-kultural dalam pengobatan tradisional pada tiga daerah, Palembang, Semarang, Bali. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Pusat Penelitian Kanker dan Pengembangan Radiologi, Departemen Kesehatan RI. Hal 40.Santoso, Hieronymus Budi. (2008). Ragam dan Khasiat Tanaman Obat. Jakarta Selatan. Agromedia Pustaka. Hal 50.Tato, Sabir. 2009. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan. http://bbppbatu.bppsdmp.deptan.go.id/in dex.php?option=com_content&view=article&id=279:optimalisasi-pemanfaatan-pekarangan&catid=73:artikel-umum. Diakses pada tanggal 4 Mei 2013.Tukiman. 2010. Pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga (Toga) untuk Kesehatan Keluarga. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-tukiman.pdf. Diakses pada tanggal 4 Mei 2013.