tipus aklimatisasi

8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Aklimatisasi merupakan kegiatan akhir teknik kultur jaringan. Aklimatisasi adalah proses pemindahan planlet dari lingkungan yang terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan tidak terkendali, baik suhu, cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof, sehingga jika tanaman (planlet) tidak diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman (planlet) tersebut tidak akan dapat bertahan dikondisi lapang. Aklimatisasi dilakukan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum ditanam dan dijadikan tanaman induk untuk produksi dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik. Aklimatisasi adalah suatu proses dimana suatu tanaman beradaptasi sengan perubahan lingkungan (Torres, 1989). Aklimatisasi dapat diartikan sebagai penyesuaian suatu organisme untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Proses aklimatisasi sangat penting dilakukan karena akan menentukan tingkat keberhasilan tanaman yang ber-asal dari in vitro beradaptasi pada kondisi in vivo. Dalam aklimatisasi, lingkungantumbuh berangsur-angsur disesuaikan dengankondisi lapangan (Marzuki et al., 2008).

Upload: lusiana

Post on 06-Nov-2015

260 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

Aklimatisasi merupakan kegiatan akhir teknik kultur jaringan. Aklimatisasi adalah proses pemindahan planlet dari lingkungan yang terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan tidak terkendali, baik suhu, cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof, sehingga jika tanaman (planlet) tidak diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman (planlet) tersebut tidak akan dapat bertahan dikondisi lapang. Aklimatisasi dilakukan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum ditanam dan dijadikan tanaman induk untuk produksi dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik. Aklimatisasi adalah suatu proses dimana suatu tanaman beradaptasi sengan perubahan lingkungan (Torres, 1989). Aklimatisasi dapat diartikan sebagai penyesuaian suatu organisme untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Proses aklimatisasi sangat penting dilakukan karena akan menentukan tingkat keberhasilan tanaman yang ber-asal dari in vitro beradaptasi pada kondisi in vivo. Dalam aklimatisasi, lingkungantumbuh berangsur-angsur disesuaikan dengankondisi lapangan (Marzuki et al., 2008). Aklimatisasi merupakan proses pengadaptasian hasil kultur jaringan terhadap lingkungan luar yang lebih ekstrim. Perbedaan faktor-faktor lingkungan yang utama dari kondisi kultur jaringan dan greenhouse antara lain cahaya, suhu, kelembaban relatif, di samping hara dan media tanam. Komponen cahaya dan suhu dapat disesuaikan dengan pemberian naungan (Basri et al., 2013).Pada tahap ini (aklimatisasi) diperlukan ketelitian karena tahap ini merupakan tahap kritis dan seringkali menyebabkan kematian planlet. Kondisi mikro planlet ketika dalam botol kultur adalah dengan kelembaban 90-100 %. Beberapa sumber menuliskan penjelasan yang berkaitan dengan hal tersebut.Bibit yang ditumbuhkan secara in vitro mempunyai kutikula yang tipis dan jaringan pembuluh yang belum sempurna (Wetherell, 1982).Kutikula yang tipis menyebabkan tanaman lebih cepat kehilangan air dibanding dengan tanaman yang normal dan ini menyebabkan tanaman tersebut sangat lemah daya bertahannya. Walaupun potensialnya lebih tinggi, tanaman akantetap menjadi layu karena kehilangan air yang tidak terbatas. Kondisi tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat langsung ditanam dirumah kaca (Wetherelll, 1982).Mengacu pada penjelasan tersebut di atas maka planlet terlebih dahulu harus ditanam didalam lingkungan yang memadai untuk pertumbuhannya kemudian secara perlahan dilatih untuk terus dapat beradaptasi dengan lingkungan sebenarnya di lapang. Lingkungan yang tersebut secara umum dapat diperoleh dengan cara memindahkan planlet kedalam plastik atau boks kecil yang terang dengan terus menurunkan kelembaban udaranya. Planlet-planlet tersebut kemudian diaklimatisasi secara bertahap mengurangi kelembaban relatif lingkungannya, yaitu dengan cara membuka penutup wadah plastik atau boks secara bertahap pula (Torres, 1989). Keberhasilan aklimatisasi selain dipengaruhi faktor perakaran tanaman, juga kemampuan mengendalikan kondisi lingkungan, dan media tumbuh di rumah kaca. Selain itu, keberhasilan aklimatisasi planlet dipengaruhi oleh cara penanganan saat pengeluaran plantlet dari botol kultur, media tumbuh saat di rumah kaca (harus steril) dan lingkungan mikro plantlet (disungkup selama 2 minggu sampai muncul daun baru) (Kristina dan Syahid, 2012).Media tumbuh dan teknik penanaman merupakan faktor penting dalam proses aklimatisasi. Diperlukan media yang mempermudah pertumbuhan akar dan menyediakan hara yang cukup bagi plantlet. Teknik penanaman secara compot (community pot) yaitu dalam satu pot ditanami banyak tanaman dipercaya dapat mengurangi resiko kematian tanaman yang sedang diaklimatisasi. Tetapi, kemungkinan terjadi persaingan dalam mendapatkan unsur hara antara tanaman satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, untuk mengetahui teknik yang baik dalam aklimatisasi ini perlu dilakukan penelitian mengenai teknik a

TRANSCRIPT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Aklimatisasi merupakan kegiatan akhir teknik kultur jaringan. Aklimatisasi adalah proses pemindahan planlet dari lingkungan yang terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan tidak terkendali, baik suhu, cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof, sehingga jika tanaman (planlet) tidak diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman (planlet) tersebut tidak akan dapat bertahan dikondisi lapang. Aklimatisasi dilakukan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum ditanam dan dijadikan tanaman induk untuk produksi dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik. Aklimatisasi adalah suatu proses dimana suatu tanaman beradaptasi sengan perubahan lingkungan (Torres, 1989). Aklimatisasi dapat diartikan sebagai penyesuaian suatu organisme untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Proses aklimatisasi sangat penting dilakukan karena akan menentukan tingkat keberhasilan tanaman yang ber-asal dari in vitro beradaptasi pada kondisi in vivo. Dalam aklimatisasi, lingkungantumbuh berangsur-angsur disesuaikan dengankondisi lapangan (Marzuki et al., 2008). Aklimatisasi merupakan proses pengadaptasian hasil kultur jaringan terhadap lingkungan luar yang lebih ekstrim. Perbedaan faktor-faktor lingkungan yang utama dari kondisi kultur jaringan dan greenhouse antara lain cahaya, suhu, kelembaban relatif, di samping hara dan media tanam. Komponen cahaya dan suhu dapat disesuaikan dengan pemberian naungan (Basri et al., 2013).Pada tahap ini (aklimatisasi) diperlukan ketelitian karena tahap ini merupakan tahap kritis dan seringkali menyebabkan kematian planlet. Kondisi mikro planlet ketika dalam botol kultur adalah dengan kelembaban 90-100 %. Beberapa sumber menuliskan penjelasan yang berkaitan dengan hal tersebut.Bibit yang ditumbuhkan secara in vitro mempunyai kutikula yang tipis dan jaringan pembuluh yang belum sempurna (Wetherell, 1982).Kutikula yang tipis menyebabkan tanaman lebih cepat kehilangan air dibanding dengan tanaman yang normal dan ini menyebabkan tanaman tersebut sangat lemah daya bertahannya. Walaupun potensialnya lebih tinggi, tanaman akantetap menjadi layu karena kehilangan air yang tidak terbatas. Kondisi tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat langsung ditanam dirumah kaca (Wetherelll, 1982).Mengacu pada penjelasan tersebut di atas maka planlet terlebih dahulu harus ditanam didalam lingkungan yang memadai untuk pertumbuhannya kemudian secara perlahan dilatih untuk terus dapat beradaptasi dengan lingkungan sebenarnya di lapang. Lingkungan yang tersebut secara umum dapat diperoleh dengan cara memindahkan planlet kedalam plastik atau boks kecil yang terang dengan terus menurunkan kelembaban udaranya. Planlet-planlet tersebut kemudian diaklimatisasi secara bertahap mengurangi kelembaban relatif lingkungannya, yaitu dengan cara membuka penutup wadah plastik atau boks secara bertahap pula (Torres, 1989). Keberhasilan aklimatisasi selain dipengaruhi faktor perakaran tanaman, juga kemampuan mengendalikan kondisi lingkungan, dan media tumbuh di rumah kaca. Selain itu, keberhasilan aklimatisasi planlet dipengaruhi oleh cara penanganan saat pengeluaran plantlet dari botol kultur, media tumbuh saat di rumah kaca (harus steril) dan lingkungan mikro plantlet (disungkup selama 2 minggu sampai muncul daun baru) (Kristina dan Syahid, 2012).Media tumbuh dan teknik penanaman merupakan faktor penting dalam proses aklimatisasi. Diperlukan media yang mempermudah pertumbuhan akar dan menyediakan hara yang cukup bagi plantlet. Teknik penanaman secara compot (community pot) yaitu dalam satu pot ditanami banyak tanaman dipercaya dapat mengurangi resiko kematian tanaman yang sedang diaklimatisasi. Tetapi, kemungkinan terjadi persaingan dalam mendapatkan unsur hara antara tanaman satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, untuk mengetahui teknik yang baik dalam aklimatisasi ini perlu dilakukan penelitian mengenai teknik aklimatisasi hasil perbanyakan in vitro (Adi et al., 2014).Selain itu, tanaman juga memerlukan akar untuk menyerap hara agar dapat tumbuh dengan baik sehingga dalam tahap aklimatisasi ini diperlukan suatu media yang dapat mempermudah pertumbuhan akar dan dapat menyediakan hara yang cukup bagi tanaman (planlet) yang diaklimatisasi tersebut. Media yang remah akan memudahkan pertumbuhan akar dan melancarkan aliran air, mudah mengikat air dan hara, tidak mengandung toksin atau racun, kandungan unsur haranya tinggi, tahan lapuk dalam waktu yang cukup lama. Media aklimatisasi bibit kultur jaringan krisan dan kentang di Indonesia saat ini adalah media arang sekam atau media campuran arang sekam dan pupuk kandang (Marzuki, 1999).Menurut Iswanto, (2002) media tanam yang baik harus memenuhi kreteria antara lain; tidak mudah lapuk, tidak mudah menjadi sumber penyakit, aerasi baik, mampu mengikat air dan unsur hara dengan baik, mudah didapat dan harga relative murah. Media tumbuh yang baik bagi anggrek (famili Orchidaceae) harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain tidak lekas melapuk dan terdekomposisi, tidak menjadi sumber penyakit, mempunyai aerasi dan draenase yang baik, mampu mengikat air dan zat-zat hara secara optimal, dapat mempertahankan kelembaban di sekitar akar, dibutuhkan ph media 5-6, ramah lingkungan serta mudah didapat dan relatif murah harganya. Media tumbuh tanaman anggrek yang umum digunakan adalah arang, pakis, moss, potongan kayu, potongan bata atau genting, serutan kayu, kulit pinus dan serabut kelapa. Pakis merupakan media tanam yang umum digunakan dalam budidaya anggrek, namun permintaan pakis yang semakin banyak akan meningkatkan harga jual dan penggadaan pakis menjadi terbatas. Salah satu usaha untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mencari alternative media tanam yang baik digunakan untuk pertumbuhan tanaman. Arang kayu memiliki beberapa kelebihan diantaranya mudah menyerap air, tidak mudah ditumbuhi cendawan, murah dan mudah didapat, dapat bertahan hingga dua tahun, tetapi miskin unsur hara. Arang sekam adalah limbah penggilingan padi merupakan jenis media tanam yang banyak tersedia, sehingga mudah didapat dan murah harganya, selain itu kelebihan arang sekan yang lain adalah steril karena sudah melalui proses pembakaran. Arang sekam merupakan salah satu media hidroponik yang baik karena memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut; mampu menahan air dalam waktu yang relatif lama, termasuk media organik sehingga ramah lingkungan, lebih steril dari bakteri dan jamur karena telah dibakar terlebih dahulu, dan hemat karena bisa digunakan hingga beberapa kali (Sinaga, 2001). Cocochip juga merupakan limbah kelapa berupa sabut kelapa yang dipotong kecil. Sabut kelapa juga cukup mudah didapat dan murah harganya, sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai alternatif media tanam anggrek. Kulit batang akasia dan batang kelapa juga merupakan limbah dari pengolahan kayu. Selama ini kulit kedua batang tersebut tidak digunakan, tetapi memiliki potensi untuk digunakan sebagai media tanam anggrek. Pupuk daun termasuk pupuk buatan yang cara pemberiannya melalui penyemprotan ke daun. Pupuk yang disemprotkan melalui daun akan masuk melalui stomata secara difusi dan selanjutnya akan masuk ke dalam sel-sel kloroplas baik yang di dalam sel penjaga, mesofil daun, maupun seludang pembuluh dan akan berperan dalam fotosintesis (Andalasari et al., 2014).Pupuk daun Gandasil memiliki kandungan unsur hara N (20 %), P (15 %), K (15 %) serta tambahan unsur mikro Mg, Mn, B, Cu, Co, dan Zn. Hyponek mengandung N (20 %), P (20 %), K (29 %) serta tambahan unsur mikro (Iswanto, 2002). Penyemprotan anggrek sianjurkan dilakukan pada sore hari karena anggrek termasuk dalam golongan CAM (metabolisme asam crasulace), sifat stomata membuka pada malam hari dan menutup pada siang hari. Mekanisme CAM dalam mengikat karbondioksida pada malam hari ketika stomata membuka, kesempatan ini pula digunakan agar air dan unsur hara dapat masuk ke dalam stomata. Dengan demikian tumbuhan CAM dapat berfotosintesis tanpa kehilangan sejumlah besar air karena transpirasi stomata (Andalasari et al., 2014).

DAFTAR PUSTAKA

Adi N.K.A.P., Astarini I.A., dan Astiti N.P.A. 2014. Aklimatisasi Anggrek Hitam (Coelogyne Pandurata Lindl.) Hasil Perbanyakan In Vitro Pada Media Berbeda. Jurnal Simbiosis. Vol II (2): 203- 214.

Andalasari T.D., Yafisham, dan Nuraini. 2014. Respon Pertumbuhan Anggrek Dendrobium Terhadap Jenis Media Tanam Dan Pupuk Daun. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. Vol. 14 (1): 76-82.

Basri H., Basri Z., dan Syakur A. 2013. Aklimatisasi Bibit Tanaman Buah Naga (Hylocereus Undatus) Pada Tingkat Naungan Berbeda. Jurnal Agrotekbis.Vol 1 (4) : 339-345.

Iswanto Hadi. 2002. Petunjuk Perawatan Anggrek. Agromedia Pustaka. Jakarta. 65 hlm.

Kristina N.N. dan Syahid S.F. 2012. Induksi Perakaran Dan Aklimatisasi Tanaman Tabat Barito Setelah Konservasi In Vitro Jangka Panjang. Bul. Littro. Vol. 23 No. 1.

Marzuki, A. 1999. Pengaruh lama penyimpanan, konsentrasi sukrosa dan cahaya penyimpanan terhadap vigor planlet kentang (Solanum tuberosumL.).Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Marzuki, Suliansyah I., dan Mayerni R. 2008. Pengaruh Naa Terhadap Pertumbuhan Bibit Nenas (Ananas Comosus L. Merr) Pada Tahap Aklimatisasi. Jurnal Jerami. Volume I No. 3.

Sinaga, N. A. K. 2001. Pengaruh sukrosa dan lama simpan gelap terhadap vigor bibit krisan (Chysanthemum sp.).Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Torres, K. C. 1989. Tissue Culture Techniques for Horticultural Crops.Chapman and Hall. New York. London.

Wetherelll, D. F. 1982. introduction to in vitro Propagation. Avery Publishing Group Inc. Wayne, New Jersey.