tinjuan pustaka

13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Dinding Dasar Pelvis Dasar pelvis (diafragma pelvis) merupakan bagian terbawah dari pangg yang menyangga organ abdomen dan organ dalam rongga pelvis. Otot diafragm pelvis terdiri dari m. levator ani dan m. coccygeus. Muskulus levator ani dari m. puborectalis, m. pubococcygeus dan m. iliococcygeus. Pada tekanan tiba pada dinding abdomen misalnya pada saat batuk, dasar pelvis menyangg organ dalam rongga pelvis pada tempatnya sehingga tidak mengalami prolaps Otot dasar pelvis akan terangkat keatas saat berkontraksi sehingga hiatus tertutup, mencegah baik uterus maupun vagina mengalami prolaps. !ika dind pelvis lemah, hiatus tidak sepenuhnya tertutup sehingga prolaps o dapat ter"adi .#,$ %ambar #. Diafragma pelvis Pertahanan kedua dari pendukung dasar pelvis adalah "aringan ikat an vagina, dinding pelvis dan m.levator ani. !aringan ikat penyokong merupak "aringan ikatyang saling berkaitan, merupakan lapisan yang bebas yang mendukung vagina dan organ & organ pelvis. Delancey membagi dinding dasar

Upload: siska

Post on 04-Nov-2015

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tinjauan pustaka prolaps uteri pada wanita post menopause. Mulai dari anatomi dinding dasar pelvis, prolaps uteri, faktor risiko, diagnosis prolaps uteri, menopause dan prolaps uteri pada wanita post menopause

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Anatomi Dinding Dasar PelvisDasar pelvis (diafragma pelvis) merupakan bagian terbawah dari panggul yang menyangga organ abdomen dan organ dalam rongga pelvis. Otot diafragma pelvis terdiri dari m. levator ani dan m. coccygeus. Muskulus levator ani terdiri dari m. puborectalis, m. pubococcygeus dan m. iliococcygeus. Pada tekanan tiba- tiba pada dinding abdomen misalnya pada saat batuk, dasar pelvis menyangga organ dalam rongga pelvis pada tempatnya sehingga tidak mengalami prolaps. Otot dasar pelvis akan terangkat keatas saat berkontraksi sehingga hiatus genetalia tertutup, mencegah baik uterus maupun vagina mengalami prolaps. Jika dinding pelvis lemah, hiatus tidak sepenuhnya tertutup sehingga prolaps organ pelvis dapat terjadi.1,2

Gambar 1. Diafragma pelvisPertahanan kedua dari pendukung dasar pelvis adalah jaringan ikat antara vagina, dinding pelvis dan m.levator ani. Jaringan ikat penyokong merupakan jaringan ikat yang saling berkaitan, merupakan lapisan yang bebas yang mendukung vagina dan organ organ pelvis. Delancey membagi dinding dasar pelvis menjadi tiga level. Level I meliputi ligamen uterosacral. Level II merupakan bagian tengah vagina yang terhubung bagian lateralnya dengan arcus tendineus fascia pelvis dan bagian atas m.levator ani. Level III meliputi sepertiga bawah vagina dimana berhubungan langsung dengan struktur sekitar, diafragma urogenital dan corpus perinei. Jaringan penggantung ini mencegah uterus dan vagina prolaps saat hiatus terbuka. Jika ketahanan jaringan ikat menurun karena umur atau proses menopause, ketahan ligamen berkurang dan prolaps organ pelvis dapat terjadi.1,2

Gambar 2. Pembagian dinding dasar pelvis menurut Delancey2.2 Prolaps UteriProlaps uteri merupakan masalah kesehatan perempuan yang umum terjadi dan sangat mengganggu, mempengaruhi perempuan dewasa pada semua umur dan penanganannya seringkali memerlukan biaya yang sangat tinggi. Meskipun prolaps uteri umumnya tidak menyebabkan kematian, tetapi hal ini dapat memperburuk kualitas hidup penderita termasuk menimbulkan kelainan pada kandung kemih, sistem saluran cerna serta gangguan fungsi seksual. Seiring dengan meningkatnya umur harapan hidup dan meningkatnya populasi usia lanjut maka prevalensi prolaps organ panggul pun semakin meningkat.3Perkembangan prolaps uteri terjadi karena banyak faktor. Faktor yang berkontribusi dalam terjadinya prolaps uteri dapat dibagi menjadi faktor genetik dan faktor-faktor yang didapat. Genetika dan ras mempengaruhi sebuah populasi tertentu untuk terjadinyaprolaps uteri. Jika ibu menderita prolaps uteri maka resiko relatif anak mengalami prolaps uteri sebesar 3,2 kali. Umur, pekerjaan, berat badan (IMT), paritas, jenis persalinan, persalinan pervaginam menggunakan alat vakum atau forsep, berat badan anak yang terbesar yang dilahirkan, riwayat operasi, riwayat penyakit medis, status menopause dan pemakaian terapi sulih hormon merupakan faktor risiko yang sering dikaitkan dengan terjadinya prolaps uteri. Hal ini terjadi akibat perubahan protein matriks dan kerusakan struktur pendukung dasar pelvis. Dengan mengetahui penyebab dari kelainan dasar panggul akan membantu terapi perbaikan kondisi ini dan yang lebih penting lagi adalah menciptakan strategi pencegahan dengan cara membuat prioritas klinik yang sangat berhubungan.3,4,5,6 Faktor faktor yang mempengaruhi prolaps uteri sebagai berikut:1. Umur Umur merupakan faktor resiko terjadinya prolaps uteri dimana terdapat peningkatan resiko 10% setiap dekade kehidupan. Angka kejadian prolaps uteri pada usia 20-29 sebanyak 0,1% dan 11,1% pada kelompok usia 70-79 tahun. Berdasarkan penelitian Swift dkk (2003), prolaps uteri tingkat I atau II sebagian besar terjadi pada wanita usia muda. Sedangkan prolaps uteri tingkat III dan IV sebanyak 2,6% terjadi pada umur diatas 40 tahun dan prevalensinya meningkat menjadi 21% pada wanita berumur diatas 70 tahun.7,8,9 2. ParitasParitas merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam perkembangan prolaps uteri. Selama proses persalinan, terjadi kerusakan neuromuskuler. Proses persalinan tidak hanya menyebabkan cedera langsung pada m.levator ani yang mengakibatkan gangguan mekanik dari seluruh otot tetapi juga kerusakan serabut saraf ke otot yang dapat menyebabkan ketidakmampuan untuk berkontraksi, meskipun otot tetap utuh.Ketika otot-otot dasar panggul rileks atau rusak, hiatus genitalis terbuka dan organ panggul ditopang oleh ligamen suspensori agar terletak pada tempatnya. Meskipun ligamen dapat mempertahankan beban ini untuk jangka waktu yang singkat, jaringan ikat akan teregang dan akhirnya gagal jika otot dasar panggul tidak menutup sempurna dan terjadilah prolaps uteri. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dikemukakan oleh Chiaffarino dkk (1999) yang membandingkan nulipara dan perempuan dengan paritas tinggi, didapatkan bahwa perempuan dengan paritas tinggi mempunyai risiko lebih tinggi untuk terjadinya prolaps uteri (OR 2.6) dibandingkan dengan perempuan yang tidak pernah melahirkan, dimana OR 3.0 pada perempuan dengan satu kali persalinan pervaginam dan 4,5 untuk perempuan dengan 2 atau lebih persalinan pervaginam.4,10,11,12 3. Jenis persalinanLukacz dkk (2006) mendemonstrasikan efek protektif terhadap terjadinya prolaps uteri dengan jalan persalinan dengan operasi sesaria. Angka kejadian prolaps organ panggul pada nulipara, operasi sesaria dan perempuan paritas tinggi dengan persalinan pervaginam adalah 4%, 4% dan 8%.124. Berat badan bayi yang dilahirkanMenurut penelitian Chiaffarino dkk (1999) dimana risiko untuk prolaps organ panggul lebih besar pada perempuan yang melahirkan bayi dengan berat 3500 gram atau lebih dibandingkan dengan perempuan yang melahirkan bayi yang kecil ( 1cm di atas level himen

Derajat IIBagian yang paling distal dari prolaps 1cm di bawah himen, namun kurang dari (TVL 2) cm

Derajat IVEversi komplit total panjang traktus genetalia bawah. Bagian distal prolaps uteri menurun sampai (TVL-2) cm

2.4 MenopauseMenopause yang merupakan bagian yang normal dari kehidupan wanita. Menopause didefinisikan sebagai 1 tahun tanpa menstruasi. Menopause merupakan fase berhentinya menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikel ovarium untuk menghasilkan estrogen dan progresteron. Kegagalan ini sering dimulai pada usia 30 tahunan, dan kebanyakan wanita akan mengalami kegagalan produksi estrogen pada pertengahan 50 tahun. Transisi dari fungsi ovarium yang normal menjadi kegagalan ovarium digambarkan sebagai fase transisi menopause atau perimenopause. Perimenopause merupakan masa sebelum menopause dimana mulai terjadi perubahan endokrin, biologis, dan gejala klinik sebagai awal permulaan dari menopause. Sebuah penanda awal yang umum adalah timbulnya ketidakteraturan menstruasi Meskipun beberapa dari perempuan tidak mengalami gejala menopause, defisiensi estrogen dikaitkan dengan hot flashes, berkeringat, insomnia, dan kekeringan vagina dan ketidaknyamanan hingga 85% dari wanita menopause. Sebagian wanita dengan gejala menopause akan mengalami penurunan gejala dalam waktu 5 tahun setelah onset, namun terdapat beberapa wanita yang terus mengalami gejala menopause walaupun telah melewat 5 tahun setelah onset.15Mekanisme biologi yang mendasari transisi ke menopause meliputi perubahan neuroendokrin pusat serta perubahan dalam ovarium, dimana terjadi perubahan paling mencolok yaitu penurunan jumlah folikel. Follicle-stimulating hormone (FSH) merupakanpenanda tidak langsung dari aktivitas folikel. Dalam studi kelompok perempuan, konsentrasi FSH, terutama pada fase folikuler awal dari siklus menstruasi, mulai meningkat beberapa tahun sebelum terdapat indikasi klinis mendekati menopause. Kenaikan FSH merupakan akibat dari penurunan tingkat inhibin B (INH-B), protein dimer yang mencerminkan penurunan angka folikel ovarium, dengan atau tanpa perubahan dalam kemampuan sel-sel lapisan granulosa untuk mengeluarkan INH-B. Kadar estradiol relatif tidak berubah atau cenderung meningkat sesuai dengan usia sampai timbulnya transisi dan biasanya terjaga sampai akhir perimenopause, mungkin sebagai respon tingginya kadar FSH. Selama masa perimenopause, kadar hormon sering sangat bervariasi. Oleh sebab itu, FSH dan estradiol merupakan penanda yang tidak dapat diandalkan untuk status menopause. Konsentrasi testosteron telah dilaporkan turun sekitar 50% selama reproduksi, antara usia 20 dan 40. Konsentrasi testosteron mengalami sedikit perubahan selama masa perimenopause dan setelah menopause mungkin akan mengalami peningkatan. Dehydroepiandrosterone (DHEA) dan DHEAS dan bentuk sulfat nya, di sisi lain akan mengalami penurunan seiiring bertambahnya usia. Gejala menopause dapat diartikan terutama sebagai akibat dari penurunan besar dalam estradiol, yang terjadi lebih dari 3 sampai 4 tahun setelah menstruasi terakhir.16

Gambar 5. Perubahan hormon pada masa premenopause, perimenopause dan postmenopause2.5 Prolaps Uteri pada Wanita Post MenopauseAngka kejadian prolaps uteri pada wanita meningkat pada saat menopause. Prolaps uteri banyak terjadi pada populasi tua dan merupakan salah satu indikasi terbanyak pada operasi gynekologi pada wanita post menopause. Perubahan dalam protein matriks ektraseluler yang mendukung ligamen menyebabkan terjadinya prolaps uteri. Moali dkk menyebutkan penurunan rasio kolagen I, III, dan IV pada wanita menopause yang tidak memakai terapi hormonal, dibandingkan dengan wanita premenopause. Ewies dkk menemukan bahwa beberapa perubahan dalam kadar protein tidak terjadi pada wanita dengan prolaps uteri ketika menggunakan terapi hormon. Studi pada model tikus maupun manusia telah menunjukkan beberapa hubungan yang signifikan antara prolaps uteri dan berkurangnya baik reseptor estrogen, matriks metalloproteinase-1, enzim lysyl oksidase like-1 (LOXL-1) (yang mempertahankan homeostasis yang dari serat elastis), maupun kolagen (tipe I, II, III, IV, V, VI) yang membentuk matriks jaringan pendukung dasar panggul.17-19 Kekuatan struktur pendukung organ panggul tergantung pada integritas protein ektraseluler matriks yang terdiri dari berbagai jenis kolagen (tipe I-IV). Banyak penelitian biokimia fokus pada komponen kolagen, matriks metalloprotein, elastin, dan tenascin. Elastisitas dan ekstensibilitas dari struktur pendukung ditentukan oleh pembentukan fibril atau degradasi oleh kolagenase. Dalam fasia vagina dan endopelvis yang terdiri dari ligamen yang mendukung, kolagen I dan III merupakan komponen struktural utama yang menentukan kekuatan peregangan. Terdepat penelitian yang menyatakan hipotesis bahwa kualitas kekuatan ligamen dapat ditentukan dengan menggunakan rasio kolagen I : III, yang menunjukkan kekuatan peregangan yang lebih besar jika ada rasio yang tinggi dan sebaliknya. Pada wanita premenopause menunjukkan penurunan kolagen tipe I yang mungkin disebabkan penurunan estrogen dan dekompensasi jaringan akibat proses penuaan. Rasio kolagen I: III terbukti rendah pada wanita dengan postmenopause. Berdasarkan penelitian Moalli dkk menunjukkan penurunan rasio kolagen pada arcus tendineus m levator ani, yang merupakan jaringan mendukung panggul yang penting pada wanita. Pada wanita post menopause juga ditemukan peningkatan yang signifikan dari MMP1 yang dapat menjadi indikator penting dari peningkatan degradasi kolagen oleh kolagenase interstitial pada struktur pendukung. Selain itu, pada wanita postmenopause konsentrasi dari elastin mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya estrogen mampu merangsang aktivitas enzimatik yang dapat mempercepat pematangan kolagen tipe I dan elastin di matriks ekstraseluler. Meskipun elastin disintesis dalam respon terhadap peregangan siklik, cedera, radiasi UV, dan dalam kondisi patologis seperti emfisema, hal ini tidak memungkinkan untuk menginduksi pembentukan serat elastis pada jaringan dewasa. Hal ini mungkin akan menjelaskan penurunan elastin pada wanita pascamenopause, menunjukkan bahwa re-sintesis tidak terjadi dengan status defisit esterogen.20-26 Reseptor esterogen terdapat pada jaringan ikat dan sel otot polos dari m. levator ani dan ligamen uterosakral. Dua subtipe yang berbeda telah ditemukan dalam sel manusia: ER- adalah reseptor yang dominan pada organ uterus dewasa, sedangkan ER- diekspresikan pada level yang tinggi dalam target jaringan esterogen lainnya seperti prostat, testis, ovarium, otot polos, endothelium pembuluh darah dan sistem kekebalan tubuh. Reseptor ini berperan dalam sistem yang mendukung organ panggul dengan cara meningkatkan sintesis atau menurunkan pemecahan kolagen dan protein matriks ekstraseluler lainnya. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menilai reseptor esterogen pada pasien dengan prolaps uteri. Reseptor estrogen yang lebih rendah ditemukan pada pasien dengan prolaps uteri dengan konsentrasi esterogen di dalam serum yang lebih rendah.28,29 Beberapa penelitian melaporkan peningkatan ekspresi mRNA dari kolagen I dan III pada wanita yang menggunakan terapi pengganti hormon esterogen. Temuan ini menunjukkan bahwa estrogen meningkatkan penggantian jaringan ikat dasar panggul. Hal ini juga menunjukkan bahwa estrogen meningkatkan kolagen dan memperbaiki kerusakan kolagen.30,31