tinjauan pustaka deskripsi beberapa jenis bambu ...eprints.umm.ac.id/55233/41/bab ii.pdf7 hitam agak...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Beberapa Jenis Bambu
2.1.1 Bambu Tali
Dikatakan oleh Widjaja bahwa” bambu Tali (Gigantochloa apus(J.A & J. H.
Schultes) Kurz memiliki nama daerah pring tali,pring apus (jawa), awi tali (Sunda).
Tumbuh di daerah tropis yanglembab dan juga di daerah yang kering. Rebung hijau
tertutup bulucoklat dan hitam. Buluh tingginya mencapai 22 m dan lurus. Pelepah
batang tidak mudah luruh, tertutup bulu hitam atau coklat. Salah satu kegunaannya
adalah untuk bahan bangunan”(Widjaja, 2001).
2.1.2 Bambu Mayan
Dijelaskan oleh Widjaja bahwa” bambu Mayan (G. robusta Kurz) memiliki
nama daerah bambu mayan (Indonesia), awi mayan (Sunda). Tumbuh baik di daerah
tropis yang lembab dan kering. Rebung hijaumuda tertutup bulu coklat hingga hitam.
Buluh tingginya mencapai 20 m dan lurus. Pelepah buluh tertutup bulu hitam, mudah
luruh padabuluh yang tua, pada buluh muda pelepah masih melekat terutama dibagian
pangkal buluh. Penduduk setempat menggunakan batangnya sebagai tempat air dan
juga alat musik tradisional tetapi industri bambu juga sudah memanfaatkan batangnya
untuk industri sumpit”(Widjaja, 2001).
2.1.3 Bambu Hitam
Dikemukakan oleh Widjaja dan Karsono bahwa” bambu Hitam (G.
atroviolaceae) memiliki nama daerah pring wulung (Jawa). Bambu ini disebut bambu
hitam karena warna batangnya hijau kehitam-hitaman atau ungu tua. Rumpun bambu
7
hitam agak panjang. Pertumbuhan bambu ini pun agak lambat. Batangnya tegak dengan
tinggi 20 m. Panjang ruas-ruasnya 40-50 cm,tebal dinding buluhnya 8 mm, dan garis
tengah buluhnya 6-8 cm. Pelepah batang bambu ini selalu miang yang melekat
berwarna cokelattua. Pelepah ini mudah gugur serta kuping pelepah berbentuk bulat
dan berukuran kecil”(Widjaja dan Karsono, 2004).
Pemanfaatan bambu hitam oleh masyarakat Indonesia termasuk tinggi karena
dianggap memiliki fungsi serbaguna, mudah diperoleh dan dengan harga yang
terjangkau. Komoditi bambu ini juga banyak dilirik oleh eksportir, terutama dalam
bentuk barang kerajinan, cenderamata, asesoris dan perangkat rumah dari bambu.
2.1.4 Bambu Andong
Widjaja bahwa” bambu Andong (G. pseudoarundinaceae) memiliki nama
daerah bambu gombong (Indonesia), pring gombong, pring andong, pring surat (Jawa),
awi andong, awi gombong (Sunda). Tumbuh di dataran rendah mencapai ketinggian
1500 m dpl dan tumbuh baik di daerah tropis yang lembab. Rebung hijau dengan garis-
garis kuning yang tertutup bulu coklat sampai hitam. Tinggi buluh mencapai 7-30 m
dan lurus. Pelepah batang tertutup bulu coklat, mudah luruh. Biasanya banyak
digunakan untuk bahan bangunan, pipa air dan alat musik tradisional. Perusahaan
bambu telah menggunakannya sebagai bahan baku sumpit. Bambu andong dapat
diproduksi setelah rumpun berumur lima tahun. Pada umur lima tahun terdapat 16
batang/rumpun dan setelah itu setiap tahun dapat dipanen 8-12batang/rumpun/tahun
dengan rotasi 2 tahun. Perbanyakan tanaman dapat menggunakan stek rimpang, stek
batang, stek cabang dan biji”(Widjaja, 2001).
8
2.1.5 Bambu Ater
Menurut Widjaja bahwa” bambu ater (G. atter (Hassk.) Kurz) memiliki nama
daerah pering (Manggarai), pring ater (Jawa), awi ater (Sunda), au toro (Tetun), oopa’i
(Bima). Tumbuh baik di daerah lembab tropis, tetapi masih dapat tumbuh dengan baik
di daerah kering dari dataran rendah sampai tinggi. Dicirikan oleh buluh hijau tua,
gundul atau dengan bulu coklat tersebar, bagian bawah bukunya sering bergaris putih
melingkar. Ruaspada bagian bawah buluh tidak terlalu pendek tetapi lebih pendek
daripada bagian tengahnya. Rebungnya hijau sampai gelap denganbulu hitam melekat.
Batangnya bisa mencapai ketinggian 30 m, panjang ruas rumpun dewasa mencapai 40
cm, dengan diameter 5-8 cm dengan buku-buku keputih-putihan. Pada buku-buku
batang bagian bawah terdapat beberapa akar udara. Percabangan tumbuh 1,5 m
dipermukaan tanah, satu cabang lebih besar daripada cabang lainnya. Pelepah buluh
tertutup bulu hitam tersebar, kuping pelepah buluh membulat sampai agak melengkung
keluar dengan bulu kejur panjangnya mencapai 6 mm, ligula menggerigi tidak
beraturan dengantinggi 3-6 mm.”(Widjaja, 2001). Lebih lanjut dijelaskan oleh Eskak
bahwa” bambu ater (Gigantochloa atter), memiliki batang berwarna hijau sampai hijau
gelap dengan diameter 5-10 cm. Panjang ruasnya antara 40-50 cm dan tinggi tanaman
mencapai 22 m. Pelepah batangnya mudah gugur. Ruas-ruas bambu ini tampak rata
dengan garis putih melingkar pada bekas perlekatan peleph buluh. Pada batang yang
muda tampak pelepah batang melekat berwarna hijau kekuningan dengan bulu-bulu
halus berwarna hitam, kuping pelepah buluh kecil, panjang pelepah 21-36 cm dan
bentuknya hampir segitiga dengan ujung runcing. Daerah perakaran tidak jauh dari
permukaan tanah. Jenis bambu ater banyak tumbuh didataran rendah, tetapi dapat juga
9
tumbuh baik di dataran tinggi pada ketinggian 750 mdpl. Bambu ater biasanya
digunakan orang untuk dinding rumah, pagar, alat-alat rumah tangga dan kerajinan
tangan”(Eskak, 2015).
2.1.6 Bambu Betung
Menurut Sutiyono, Sukardi dan Durahim bahwa” bambu betung (D. asper
(Schult.f) Backer ex Heyne) memiliki nama daerah yaitu pring petung (Jawa) dan awi
bitung (Sunda). Jenis bambu ini tumbuh dengan baik di tanah alluvial di daerah tropika
yang lembab dan basah,tetapi bambu ini juga tumbuh di daerah yang kering di dataran
rendah maupun dataran tinggi. Bambu betung memiliki bentuk rumpun simpodial,
tegak dan padat. Rebung berwarna hitam keunguan,tertutup bulu berwarna coklat
hingga kehitaman. Tinggi batang mencapai 20 m, lurus dengan ujung melengkung.
Pelepah buluh mudah luruh tertutup buluh hitam hinggga coklat tua.”(Sutiyono,
Sukardi dan Durahim, 1989). Lebih lanjut dijelaskan oleh Berlian bahwa” bambu
betung (D. asper (Schult.f) Backer ex Heyne) memiliki sifat yang keras dan baik untuk
bahan bangunan. Perbanyakan bambu betung dilakukan dengan potongan batang atau
cabangnya jenis bambu ini dapat ditemukan di dataran rendah sampai ketinggian 2000
mdpl. Bambu iniakan tumbuh baik bila tanahnya cukup subur, terutama di daerah yang
beriklim tidak terlalu kering”(Berlian, 1995).
2.1.7 Bambu Lemang (Schizostachyum brachycladum Kurz)
Menurut Arianasa bahwa” tumbuh di daerah tropis yang lembap dan juga
terdapat di daerah kering baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Bentuk
rebung ramping, pelepah rebung berwarna kuning kecoklatan, kuping pelepah rebung
menggaris, posisi daun pelepah rebung tegak. Batang tegak dengan tingginya mencapai
10
16 m, diameter mencapai 7 cm, ruas panjangnya 30-40 cm dengan dinding yang tipis,
tebalnya mencapai 6 mm, pelepah mudah luruh, panjang pelepah 10-25 cm, dan
pelepah berwarna coklat muda, kuping pelepah bentuknya menggaris, ujung kuping
pelepah tegak, dan terdapat kejur pada kuping pelepah, pinggiran ligula rata, posisi
daun pelepah tegak, panjang daun pelepah 10 cm, dan pangakal pelepah melebar.
Percabangan lebih dari 20 cabang yang ukurannya sama, percabangan muncul pada 1-
2 m di atas permukaan tanah.”(Arianasa, 2005)
2.1.8 Bambu Suling (Schizostachyum blumei Nees)
Menurut Arianasa bahwa” tumbuh baik di tanah-tanah kering dan pinggir
sungai . Rebung mudah dengan garis cokelat ditutupi buluh hitam. Batang tegak dan
tinggi mencapai 8 m. Buluh muda diselimuti bulu hitam, masih hujan berwarna hijau,
setelah tua buluh warna hijau tidak mengkilat, panjang ruas 50-90 cm diameter batang
6-8 cm, tebal tebal dinding 4 mm, Pelepah buluh tidak mudah luruh, tertutup bulu
coklat, kuping pelepah buluh bercuping keluar, panjang pelepah buluh 25 cm, lebar 16.
percabangan dimulai dari ruas ke empat, Daun: Lebar daun 6 cm, panjang 30 cm, ujung
meruncing, tepi daun rata, berwarna hijau.”(Arianasa, 2005)
2.1.9 Bambusa blumeana J.A. dan J.H. Schult
Dikemukakan oleh Ediningtyas dan Winarto bahwa” disebut juga dengan
bambu duri karena pada ranting dan batangnya tumbuh duri. Di Jawa bambu ini dikenal
dengan pring gasing dan haur cucuk untuk orang sunda. Bambu duri memiliki
penampilan luar berwarna hijau dimana panjang ruas berkisar 25-35 cm dan diameter
8-15 cm. Bentuk daunnya seperti tombak dengan panjang rata-rata 10-20 cm dan lebar
12-25 mm. Bambu jenis ini tumbuh di daerah tropis lembab dan kering seperti di tepi
11
sungai, lereng bukit dan di sepanjang sungai air tawar”(Ediningtyas dan
Winarto.2012). Lebih lanjut dijelaskan oleh Nadeak bahwa” tumbuh baik di daerah
lembap, daerah kering di kawasan tropis dan tanah yang asam. Jenis ini sangat cocok
tumbuh di daerah kering. Rebung masih muda hijau kekuningan, kadang hijau dengan
garis-garis kuning pada pelepahnya. Batangnya mempunyai tinggi mencapai 25 m,
diameter mencapai 15 cm, dinding tebalnya mencapai 3 cm, ruas panjangnya 25-60
cm, gundul, hijau dengan buku buku yang menonjol jelas. Buku-buku pada buluh
bagian pangkal tertutup akar udara dan pada cabang lateral keluar duri dari ketiak
cabang. Percabangan muncul di seluruh buku-bukunya, cabang umumnya tumbuh
secara horizontal dan ditumbuhi duri tegak atau melengkung, satu cabang lebih besar
daripada cabang lainnya. Pelepah mudah luruh. Daun pada bagian bawah memutih,
gundul, kuping pelepah daunnya kecil dengan panjang kejur antara 3-5 mm”(Nadeak,
2009).
2.2 Ekologi Bambu
Menurut Dransfield dan Widjaja bahwa” bambu termasuk ke dalam famili
Gramineae, sub famili Bambusoidae dan suku Bambuseae. Bambu biasanya
mempunyai batang yang berongga, akar yang kompleks, serta daun berbentuk pedang
dan pelepah yang menonjol”(Dransfield dan Widjaja, 1995).
Dikemukakan oleh Widjaja dan Karsonobahwa” Indonesia diperkirakan
memiliki 157 jenis bambu yang merupakan lebih dari10% jenis bambu di dunia. Jenis
bambu di dunia diperkirakan terdiri atas 1.250-1.350 jenis. Di antara jenis bambu yang
tumbuh di Indonesia, 50% di antaranya merupakan bambu endemik dan lebih dari 50%
merupakan jenis bambu yang telah dimanfaatkan oleh penduduk dan sangat berpotensi
12
untuk dikembangkan”(Widjaja dan Karsono, 2004). Lebih lanjut dikemukakan oleh
Winarto dan Ediningtyas bahwa” dalam kondisi normal, pertumbuhan bambu lurus ke
atas dan ujung batang melengkung karena menopang berat daun. Tinggi tanaman
bambu berkisar antara 0,3-30 m. Dengan diameter batang 0,25-25 cm dan ketebalan
dindingnya mencapai 25 mm. Batang bambu berbentuk silinder, terdiri dari banyak
ruas atau buku-buku dan berongga pada setiap ruasnya“(Winarto dan Ediningtyas,
2012).
Dikatakan oleh Krisdanto, Ginuk dan Agus bahwa” penghijauan dengan
memanfaatkan bambu lokal, bukan hanya penting demi kelestarian sumber mata air,
tetapi juga dapat berdampak positif terhadap peningkatan perekonomian masyarakat.
Mulai tumbuh pohon sudah memiliki nilai guna baik kepentingan masyarakat.
Pohonnya yang baru tumbuh (rebung) bisa dibuat sayur sebagai pelengkap makanan
sehari-hari. Nilai jualnya juga lumayan baguus serta bisa memberikan nilai tambah
bagi masyarakat”(Krisdianto,Ginuk dan Agus, 2006).
Widjaja bahwa klasifikasi Bambu dalam adalah sebagai berikut:”(Widjaja, 2001)
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Graminales
Famili : Gramineae
Subfamili : Bambusoideae
Genus : Schizostachyum, Dendrocalamus, Bambusa
Spesies : Schizostachyum brachycladum, Dendrocalamus asper,
Bambusa vulgaris.
2.3 Morfologi Tanaman Bambu
Di kemukakan oleh Berlian bahwa” di seluruh dunia terdapat 75 genus dan
1.500 spesies bambu. Di indonesia sendiri dikenal ada 10 genus yaitu, Arundinaria,
Bambusa, Dendrocalamus, Dinochloa, Gigantochloa, Melacanna, Nastus,
13
Phyllostachhys, Shizotachyum dan Thyrostachhys. Di Asia terutama didaerah
Indonesia-Burma dikenal kira-kira 300 spesies, di India kira-kira 136 spesies, di Burma
kira-kira 39 spesies, di Malaysia kira-kira 29 spesies, di Jepang 9 spesies, di Philipina
30 spesies. Selanjutnya dikatakan bahwa hanya 5 spesies saja (termasuk dalam 2 genus)
yang tumbuh asli di Indonesia, sedangkan lainnya merupakan jenis eksotik. Kelima
spesies ini termasuk dalam kualitas yang rendah. Adapun ciri-cirinya adalah berdinding
tipis, tumbuh asli di Indonesia, sedangkan spesies yang berdinding tebal dan beruas
panjang berasal dari Burma seta Negara Asia lainya”(Berlian, 1995). Lebih lanjut
dijelaskan oleh Yani bahwa” bambu tergolong keluarga Graminae (rumput-rumputan)
disebut juga Hiant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang
(buluh) yang tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung, batang muda dan sesudah
dewasa pada umur 3-4 tahun. Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-
ruas berongga, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata tunas atau
cabang”(Yani, 2004).
2.3.1 Akar Rimpang
Menurut Widjaja bahwa” akar rimpang terdapat di bawah tanah dan
membentuk sistem percabangan yang dapat dipakai untuk membedakan kelompok
bambu.Ada dua macam sistem percabangan akar rimpang yaitu pakimorf (dicirikan
oleh akar rimpangnya yang simpodial) dan leptomorf (dicirikan oleh akar rimpangnya
yang monopodial)”(Widjaja, 2001). Lebih lanjut dijelaskan oleh Widyana bahwa”
bagian dalam rimpang lebih sempit dari bagian ujungnya dan setiap ruas mempunyai
kuncup pada akar. Bagian kuncup pada akar tersebut akan membentuk rebung, yang
akan memanjang dan akhirnya akan membentuk bulu”(Widyana, 2001).
14
2.3.2 Rebung
Dikemukakan oleh Sutiyono, dkk bahwa” rebung merupakan bambu muda
yang muncul dari permukaan dasar rumpun dan rhizom. Pada awalnya berbentuk tunas
mata tidur yang pertumbuhannya lambat dan dengan perkembangannya membentuk
kerucut yang merupakan bentuk permulaan dari perkembangan batang. Rebung terdiri
dari batang-batang yang masif dan pendek sekali yang terbungkus berlapis-lapis bahan
makanan dan dilindungi oleh sejumlah pelepah rebung yang kaku.”(Sutiyono, dkk,
1996). Lebih lanjut dijelaskan oleh Arianasa bahwa” rebung ini dibedakan beberapa
jenis dari bambu yang menunjukan ciri khas warna pada ujung dan bulu yang terdapat
dipelepah. buluh pelepah rebung berwarna hitam, coklat atau putih terdapat pada
bambu cengkreh (Dinochloa scandens), dan buluh rebung yang tertutup oleh buluh
berwarna coklat adalah bambu betung (Dendrocalamus asper)”(Arianasa, 2005).
2.3.3 Batang
Menurut Berlian bahwa” pada batang bambu terdapat buku-buku batang, pada
buku-buku batang biasanya terdapat mata tunas, demikian juga pada cabang-cabang
dan rimpangnya. Pada bagian tanaman terdapat organ-organ daun yang menyelimuti
batang yang disebut pelepah batang. Biasanya pada batang yang sudah tua, pelepah
batangnya mudah gugur. Pada ujung pelepah batang terdapat perpanjangan tambahan
yang berbentuk segitiga dan disebut subang, yang biasanya gugur lebih dahulu. Bentuk
seperti pelepah ini terdapat juga pada cabang-cabang tetapi ukurannya agak besar dan
panjang serta selalu hijau dan dikenal sebagai daun bambu, serta pelepahnya disebut
pelepah daun. Daun bambu berbentuk pita dengan tulang daun yang sejajar. Pelepah
daun ditutupi oleh bulu-bulu halus berwarna coklat atau hitam yang disebut miang. Bila
15
bulu-bulu pada pelepah daun ini tersentuh, maka akan mengakibatkan rasa”(Berlian,
1995).
2.3.4 Percabangan
Menurut Widjaja bahwa” percabangan pada umumnya terdapat di atas buku-
buku. Cabang dapat digunakan sebagai ciri penting untuk membedakan marga bambu.
Pada marga Bambusa, Dendrocalamus dan Gigantochloa sistem percabangan
memiliki satu cabang yang lebih besar daripada cabang lainnya yang lebih kecil.
Cabang lateral bambu yang tumbuh pada batang utama, biasanya berkembang ketika
buluh mencapai tinggi maksimum. Pada beberapa marga, cabang muncul tepat di atas
tanah misalnya pada Bambusa dan menjadi rumpun pada sekitar dasar rumpun dengan
duri atau tanpa duri”(Widjaja, 2001)
2.3.5 Syarat Tumbuh Bambu
Berlian bahwa” pertumbuhan setiap tanaman tidak terlepas dari pengaruh
kondisi lingkungannya. Dengan demikian perlu diperhatikan faktor-faktor yang
berkaitan dengan syarat tumbuh tanaman bambu. Faktor lingkungan tersebut meliputi
jenis iklim dan jenis tanah. Lingkungan yang sesuai dengan tanaman bambu adalah
yang bersuhu sekitar 8,8°C-36°C. Bambu dapat tumbuh pada tanah yang bereaksi
masam dengan pH 3,5 dan umumnya menghendaki tanah yang pH nya 5,0sampai 6,5.
Pada tanah yang subur tanaman bambu akan tumbuh dengan baik karena kebutuhan
makanan bagi tanaman tersebut akan terpenuh”(Berlian, 1995).
a) Iklim
Menurut Frick dan Heinz bahwa” lingkungan yang sesuai untuk tanaman
bambu adalah yang bersuhu sekitar 8,8-36oC. Suhu lingkungan ini juga dipengaruhi
16
oleh ketinggian tempat. Semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah suhunya.
Tanaman bambu bisa dijumpai mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi dengan
ketinggian 0 sampai 2.000 m dpl. Walaupun demikian tidak semua jenis bambu dapat
tumbuh deengan baik pada semua ketinggian tempat. Faktor yang mempengaruhi
adalah curah hujan, suhu udara, dan kelembapan udara. Adapun kondisi yang baik
adalah 3600C, kelembapan ; 80 %. Curah hujan yang dibutuhkan untuk tanaman bambu
minimum 1.020 mm per tahun”(Frick dan Heinz, 2004). Lebih lanjut dijelaskan oleh
Winarto dan Ediningtyas bahwa” tanaman bambu tumuh di berbagai tipe iklim, mulai
dari tipe curah hujan A, B, C, D sampai E dari iklim basah sampai kering. Semakin
basah tipe iklimnya makin banyak jenis bambu yang dapat tumbuh dengan baik, karena
untuk pertumbuhannya bambu membutuhkan banyak air”(Winarto dan Ediningtyas,
2012).
b) Tanah
Menurut Winarto dan Ediningtyas bahwa” bambu dapat tumbuh di berbagai
kondisi tanah, mulai dari tanah berat sampai tanah ringan, tanah kering sampai tanah
becek dandari tanah subur sampai tanah tandus. Beberapa jenis tanah yang terdapat di
pusat bambu di Indonesia adalah jenis tanah campuran antara latosol coklat dengan
regosol kelabu serta andosol coklat kekuningan. Perbedaan jenis tanah sangat
berpengaruh terhadap kemunculan rebung bambu.”(Winarto dan Ediningtyas, 2012).
Lebih lanjut dijelaskan oleh Arsyad bahwa” tanaman bambu dapat tumbuh pada tanah
yang bereaksi masam pada pH 3,5 dan umumnya menghendaki tanah yang pH-nya 5,0
sampai 6,5. Pada tanah yang subur tanaman bambu akan tumbuh baik karena kebutuhan
makanan bagi tanaman tersebut akan terpenuhi”(Arsyad,1989).
17
2.4 Manfaat Bambu
Bambu merupakan jenis tanaman yang kaya manfaat. Tanaman bambu dapat
dimanfaatkan mulai dari akar, batang, daun, hingga rebungnya. Manfaat bambu
tersebut antara lain :
2.4.1 Akar
Menurut Berlian bahwa” akar tanaman bambu dapar berfungsi sebagai penahan
erosi guna mencegah bahaya kebanjiran. Akar bambu juga dapat berperan dalam
menanganai limbah beracun akibat keracunan merkuri. Bagian tanaman ini menyaring
air yang terkena limbah tersebut melalui serabut-serabut akarny”(Berlian, 1995).
2.4.2 Batang
Menurut Winarto dan Ediningtyas bahwa” batang bambu merupakan bagian
yang paling banyak digunakan untuk dibuat berbagai macam keperluan mulai dari
sebagai bahan bangunan, bahan kerajinan dan bahan pembuatan perkakas rumah
tangga. Batang bambu baik masih muda maupun sudah tua dalam keadaan bulat atau
sudah dibelah-belah dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Batang bambu dapat
dimanfaatkan untuk komponen bangunan rumah, komponen konstruksi jembatan, pipa
saluran air dan lain-lain. Batang bambu yang sudah dibelah-belah banyak dimanfaatkan
untuk industri kerajinan dalam bentuk anyaman atau ukiran untuk keperluan hiasan,
perabot rumah tangga dan lain-lain”(Winarto dan Ediningtyas, 2012).
2.4.3 Daun
Menurut Berlian bahwa” daun bambu dapat digunakan sebagai alat
pembungkus, misalnya makanan kecil seperti uli dan wajik. Selain itu didalam
pengobatan tradisional daun bambu dapat dimanfaatkan untuk mengobati demam
18
panas pada anak-anak. Hal ini disebabkan karena daunbambu mengandung zat yang
bersifat mendinginkan.”(Berlian, 1995). Lebih lanjut dijelaskan oleh Gerbono dan
Djarijah bahwa” daun bambu yang tumbuh di ujung cabang dan biasanya akan
berbentuk runcing juga sering diguakan sebagai obat. Bahan yang satu ini memang
sangat ampuh bagi kebanyakan orang yang tidak tenang pikirannya ataupun yang
sedang mengalami insmonia. Namun dengan daun bambu, akan menyembuhkan
penderita tersebut”(Gerbono dan Djarijah. 2009).
2.4.4 Rebung
Menurut Winarto dan Ediningtyas bahwa” rebung bambu merupakan tunas
bambu muda yang muncul dari dalam tanah yang tumbuh dari rimpang atau rhizoma
bambu, umumnya rebung masih diselubungi oleh pelepah daun yang ditutupi bulu-bulu
halus berwarna kehitaman. Rebung ada yang berbentuk ramping sampai agak
membulat mencapai tinggi hingga 30 cm. Rebung bambu dapat dimanfaatkan sebagai
bahan sayuran segar yang dikemas dan diawetkan sebagai sayuran kaleng. Rebung
bambu dalam kaleng merupakan salah satu komoditas ekspor yang diminati
masyarakat di Jepang, Korea dan Cina. Rebung bambu yang enak dikonsumsi adalah
jenis bambu ater dan bambu betung”(Winarto dan Ediningtyas, 2012).
2.4.5 Tanaman Hias
Menurut Berlian bahwa” tanaman bambu banyak dimanfaatkan sebagai
tanaman hias, mulai dari jenis bambu kecil hingga jenis bambu besar yang banyak
ditanam sebagai tanaman pagar di pekarangan. Selain itu terdapat jenis-jenis bambu
hias lain yang dapat dimanfaatkan untuk halaman pekarangan yang luas, halaman
terbatas dan untuk pot.Saat ini bambu hias banyak dicari konsumen, alasannya adalah
19
penampilan tanaman bambu yang unik dan menawan sehingga bambu banyak ditanam
sebagai elemen taman yang bergaya Jepang”(Berlian, 1995).
2.5 Analisa Vegetasi
Dijelaskan oleh Ishemat dan Danandry bahwa” analisis vegetasi adalah cara
mempelajari keadaan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi dan masyarakat
tumbuh-tumbuhan. Dalam ekologi hutan umumnya yang diselidiki adalah suatu
tegakan, yang merupakan asosiasi konkrit. Analisis vegetasi agak berlainan dari
inventarisasi hutan yang titik beratnya terletak pada komposisi jenis pohon. Perbedaan
ini akan mempengaruhi cara sampling. Random sampling hanya mungkin digunakan
apabila lapangan dan vegetasinya homogen, misalnya padang rumput dan hutan
tanaman.”(Ishemat dan Danandry, 1992). Lebih lanjut dijelaskan oleh Syafei bahwa”
analisis vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
sebaran berbagai spesies dalam suatu area melalui pengamatan langsung. Analisis
vegetasi dilakukan dengan membuat plot dan mengamati morfologi serta identifikasi
vegetasi yang ada. Kehadiran vegetasi pada suatu landscape akan memberikan dampak
positif bagi keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas”(Syafei, 1990).
2.5.1 Petak Tunggal
Pada cara ini kita hanya mempelajari satu petak sampling yang mewakili suatu
tegakan hutan. Besarnya petak tidak boleh terlalu kecil hingga tidak menggambarkan
keadaan tegakan yang dipelajari. Ukuran minimum dari suatu petak tunggal tergantung
pada kerapatan tegakan dan banyaknya jenis-jenis pohon yang terdapat. Makin jarang
tegakannya, maka makin besar ukuran petak tunggal yang digunakan. Ukuran
minimum ini ditetapkan dengan menggunakan kurva spesies area. Caranya dengan
20
mendaftarkan jenis-jenis pohon yang terdapat dalam suatu petak kecil. Ukuran petak
ini lalu diperbesar dua kali dan jenis-jenis pohon yang terdapat didaftarkan pula.
2.5.2 Petak Ganda
Dikemukakan oleh ”Soerianegara dan Danandry bahwa”pada cara ini
pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan banyak petak contoh yang
letaknya tersebar merata, sebaiknya secara sistematik. Banyaknya petak contoh baik
untuk pohon-pohonan, maupun untuk semak dan tumbuhan bawah serta untuk
permudaan pohon, berbagai ahli berlainan pendapat.Ukuran petak contoh untuk pohon
10 m × 10 m, 4 m × 4 m untuk tumbuh-tumbuhan semak sampai tinggi 3 meter, 1 m ×
1 m untuk tumbuhan bawah dan semak-semak kecil. Mulai menggunakan petak-petak:
0,1 ha untuk pohon; 0,01 ha untuk semak dan sampling; 0,001 ha tumbuh-tumbuhan
bawah dan seedling. Di Indonesia lazim digunakan petak 0,1 ha untuk pohon dan petak
2 m × 2 m untuk seedling”(soerianegara dan Danandry, 1983).
2.5.3 Jalur atau Transek
Dikemukakan oleh Odum, bahwa” transek adalah penampang melintang atau
pandangan samping dari suatu wilayah. Transek merupakan salah satu teknik untuk
memberikan gambaran informasi kondisi biofisik suatu wilayah kajian. Pada awalnya,
transek dipergunakan oleh para ahli lingkungan untuk mengenali dan mengamati
wilayah-wilayah ekologi, yaitu pembagian wilayah lingkungan alam berdasarkan sifat
khusus keadaannya”(Odum, 1971). Lebih lanjut dijelaskan oleh Soerisnegara dan
Danandry bahwa” untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum
diketahui keadaan sebelumnya, paling baik digunakan cara jalur atau transek. Cara ini
paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah,
21
topografi dan elevasi. Suatu kelompok hutan minimal harus ada 5 jalur dengan jarak
antara 1-5 km yang disesuaikan dengan keadaan lapangan. Untuk memudahkan
perisalahan tegakan dan pengukuran pohon, jalur yang lebarnya 10 m dibagi menjadi
petak-petak kontinu berukuran 10 m × 10 m, sedangkan untuk jalur yang lebarnya 20
m dibagi menjadi petak-petak kontinu yang berukuran 20 m × 20 m.Di dalam jalur
untuk pohon yang lebarnya 20 m dapat dibuat jalur untuk pohon kecil, semak dan
sampling yang lebarnya 10 m, dibagi menjadi petak-petak kontinu yang berukuran 10
m × 10 m dan jalur untuk tumbuhan bawah dan seedling yang lebarnya 2 m dibagi
menjadi petak kontinu berukuran 5 m × 5 m atau 2 m × 2 m”(Soerisnegara dan
Danandry, 1983).
2.5.4 Garis Berpetak
Menurut Kusmana bahwa” metode ini dapat dianggap sebagai modifikasi cara
petak ganda atau cara jalur. Sebagai modifikasi cara jalur, cara garis berpetak ini terjadi
dengan jalan melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur. Jadi sepanjang rintis
terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama. Petak-petak pada cara garis
berpetak ini dapat berbentuk persegi panjang, bujur sangkar atau lingkaran. Besarnya
petak-petak itu 10 m × 10 m, 20 m × 20 m, atau 20 m × 50 m atau lingkaran beradius
17,8 m (0,1 ha) (Kusmana, 1997). Lebih lanjut dijelaskan oleh Indriyanto bahwa”
Sebagaimana pada petak ganda dan jalur pada cara garis berpetakpun didalam petak
untuk pohon dapat dibuat petak-petak yang lebih kecil untuk permudaan. Untuk
kepentingan deskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan minimal tiga macam
parameter kuantitatif antara lain densitas, frekuensi, dan dominasi. Beberapa parameter
22
kuantitatif dalam analisis komunitas tumbuhan adalah sebagai berikut”(Indriyanto,
2006).
1) Densitas/kerapatan
Densitas merupakan jumlah individu per unit luas atau volume. Dengan kata
lain densitas merupakan jumlah individu organisme peratuan ruang. Untuk
kepentingan analisis komunitas tumbuhan, istilah yang mempunyai arti sama dengan
densitas dan sering digunakan kerapatan yang diberi notasi K.
Nilai kerapatan menurut Nilai Buku Mutu Lingkungan (Republik Indonesia.
Kepmen, KLH.No 05/ 1990)yang membagi kerapatan menjadi 5 kategori yaitu :
kerapatan > 201 tergolong sangat tinggi, kerapatan 101-200 tergolong tinggi, kerapatan
51-100 tergolong sedang, kerapatan 21-50 tergolong rendah, dan kerapatan < 20
tergolong sangat rendah”(Republik Indonesia, 1990).
2) Frekuensi
Dijelaskan oleh Indriyanto bahwa” frekuensi spesies tumbuhan adalah jumlah
petak contoh ditemukannya suatu spesies dari jumlah petak contoh yang dibuat nilai
frekuensi tiap spesies dikelompokkan kedalam lima kelas sebagai berikut: kelas A yaitu
spesies spesies yang mempunyai frekuensi 1-20 % tergolong sangat rendah, kelas B
yaitu spesies-spesies yang mempunyai frekuensi 21-40 % tergolong rendah, kelas C
yaitu spesies-spesies yang mempunyai frekuensi 41-60 % tergolong sedang, kelas D
spesies-spesies yang mempunyai frekuensi 61-80 % tergolong tinggi, kelas E spesies-
spesies yang mempunyai frekuensi 81-100 % tergolong sanagat tinggi”(Indriyanto,
2006).
3) Indeks Nilai Penting
23
Menurut Rani bahwa” Indeks nilai penting (importance value index) adalah
parameter kualitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi (tingkat
penguasaan) spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan. Spesies-spesies yang
dominan dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang
tinggi,indeks nilai penting dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut”(Rani,
2011).
INP = KR + FR + DR
2.6 Potensi Air Dari Vegetasi Bambu
Tanaman bambu paling baik untuk penghijauan. Akar bambu mampu menahan
tanah dan tebing agar tidak terjadi longsor. Pohon bambu mampu menyerap dan
menahan air paling banyak hingga 90 persen dibandingkan jenis pohon lainnya. Dalam
satu rumpun bambu bisa menyimpan 5.000 liter air. Pohon bambu, bahkan mampu
menjernihkan air.
Tanaman bambu yang ditanam di sepanjang daerah aliran sungai ternyata
mampu menambah 240 persen air bawah tanah. Demikian pula di India, Uthan Centre
telah menyoba melakukan penanaman bambu seluas 106 hektare, dan dalam waktu 4
tahun permukaan air bawah tanah meningkat 6,3 meter.
Menurut Liese dalam Pathurahman bahwa” bambu termasuk zat higroskopis,
artinya bambu mempunyai afinitas terhadap air, baik dalam bentuk uap maupun cairan.
Kayu atau bambu mempunyai kemampuan mengabsorpsi atau desorpsi yang
tergantung dari suhu dan kelembaban. Kandungan air dalam batang bambu bervariasi
baik arah memanjang maupun arah melintang. Hal itu tergantung dari umur, waktu
penebangan dan jenis bambu. Pada umur satu tahun batang bambu mempunyai
24
kandungan air yang relatif tinggi, yaitu kurang lebih 120 hingga 130 %, baik pada
pangkal maupun ujungnya. Pada bagian ruas, kandungan air lebih rendah daripada
bagian nodia. Kadar air dinyatakan sebagai kandungan air yang berada dalam
bambu”(Pathurahman, 1998).
2.7 Ketersediaan Air
Dalam memilih air yang bersih, maka harus diperhatikan persyaratan utama
yang meliputi kualitas, kuantitas, kontinuitas dan biaya yang murah dalam proses
pengambilan sampai pada proses pengolahannya. Beberapa sumber baku yang dapat
digunakan untuk menyediakan air bersih dikelompokkan sebagai berikut :
a) Air hujan
Air hujan disebut juga dengan air angkasa. Beberapa sifat kualitas dari air hujan
adalah sebagai berikut :
1) Pada saat uap air terkondensasi menjadi hujan, maka air hujan merupakan air murni
(H2O), Oleh karena itu air hujan yang jatuh ke bumi mengandung mineral relatif
rendah yang bersifat lunak.
2) Gas-gas yang ada di atmosfir umumnya larut dalam butir-butir air hujan
terkontaminasi dengan gas seperti CO2, menjadi agresif. Air hujan yang bereaksi
dengan gas SO2 dari daerah vulkanik atau rendah industri akan menghasilkan
senyawa asam (H2SO4), sehingga dikenal dengan “acid rain” yang bersifat asam
yang agresif.Kontaminan lainnya adalah partikel pada seperti:debu, asap, partikel
cair, mikroorganisme seperti virus dan bakteri.
b) Air permukaan
25
Air permukaan yang biasanya dimanfatatkan sebagai sumber penyediaan air bersih
adalah:
1) Air waduk (berasal dari air hujan dan sungai)
2) Air sungai (berasal dari air hujan dan mata air)
3) Air danau (berasal dari air hujan, air sungai atau mata air)
c) Mata Air
Mata air adalah air tanah yang mengalir ke permukaan tanah secara alami
karena adanya gaya gravitasi atau gaya tekanan tanah. Penggunaan mata air sebagai
sumber air bersih dapat dilakukan jika mata air tersebut dihasilkan dari aliran air di
bawah tekanan hidrostatik sebagai akibat dari gaya gravitasi.
2.7.1 Kualitas Air
Tingkat pencemaran air DAS dievaluasi dengan melihat parameter kualitas air
atau mutu air dari suatu badan air atau aliran air di sungai. Kondisi kualitas airmenurun
jika nilai unsur-unsur sifat fisika, kimia, dan biologi air telah melebihi nilai ambang
batas standarnya. Kondisi kualitas air tersebut dipengaruhi oleh jenis penutupan
vegetasi, limbah buangan domestik, industri, pengolahan lahan, pola tanam, dan lain-
lain.
Berdasarkan PP Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, kriteria mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas,
yaitu :
1) Kelas I :Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
26
2) Kelas II :Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana atau sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
3) Kelas III :Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4) Kelas IV :Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
2.7.2 Debit Aliran
Asdak bahwa” debit aliran adalah jumlah air yang mengalir dalam satuan
volume per waktu. Debit adalah satuan besaran air yang keluar dari Daerah Aliran
Sungai (DAS). Satuan debit yang digunakan adalah meter kubik per detik (m3/s). Debit
aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang
melintang sungai per satuan waktu”(Asdak, 2002).
Menurut Dumiary bahwa” debit adalah suatu koefesien yang menyatakan
banyaknya air yang mengalir dari suatu sumber persatuan waktu, biasanya diukur
dalam satuan liter per/detik, untuk memenuhi keutuhan air pengairan, debit air harus
lebih cukup untuk disalurkan ke saluran yang telah disiapkan”(Asdak, 2002).
Menurut Asdak bahwa” hidrograf aliran merupakan perubahan karakterisitik
yang berlangsung dalam suatu DAS oleh adanya kegiatan pengelolaan DAS dan
adanya perubahan iklim lokal”( Asdak, 2002). Lebih lanjut dijelaskan oleh Arsyad,
27
aliran sungai berasal dari hujan yang masuk kedalam alur sungai berupa aliran
permukaan dan aliran air dibawah permukaan,debit aliran sungai akan naik setelah
terjadi hujan yang cukup, kemudian yang turun kembali setelah hujan selesai. Grafik
yang menunjukan naik turunnya debit sungai menurut waktu disebut hidrograf, bentuk
hidrograf sungai tergantung dari sifat hujan dan sifat daerah aliran
sungai”(Arsyad,2012).
Debit air sungai adalah tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat ukur
pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap hari, atau dengan pengertian yang
lain debit atau aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang
melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan
SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt).
2.7.3 Konservasi Air
Dijelaskan oleh Kustamar bahwa” konservasi air adalah upaya memelihara
keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat dan fungsi sumber daya air agar
senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenui
kebutuhan mahluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan
datang”(Kustamar, 2013). Lebih lanjut dijelaskan oleh Arsyadbahwa” air merupakaan
kebutuhan utama semua makhluk hidup. Dengan pertambahan penduduk yang sangat
cepat, kebutuhan akan airpun meningkat. Namun air tidak bertambah bahkan
cenderung berkurang akibat pengelolaan yang salah. Kerusakan lingkungan dan
pecemaran air yang meningkat serta jaminan akan tersedianya air tawar yang bersih
telah berkembang menjadi isu global. Untuk itu diperlukan pengelolaan sumber daya
air yang lebih baik”(Arsyad, 2012).