tinjauan pustaka a. tanah -...

14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah memegang peranan penting bagi masyarakat. Kehidupan tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia murni menata tubuh tanah menjadi bagian-bagian atau zona-zona tertentu. Bahan baku tanah adalah batuan yang belum melapuk. Batu yang sama sekali belum mengalami pelapukan belum berguna bagi tumbuhan karena mineral-mineral yang tersimpan di dalamnya belum dapat dimanfaatkan tumbuhan. Dengan adanya cuaca dan faktor-faktor biotik, batuan yang keras kompak mulai terurai dan menjadi cocok untuk kehidupan organisnme. Stadium muda terdapat pada waktu batuan sudah mengalami pelapukan. Dalam fase ini kesuburan belum cukup karena mineral yang terlepas dan tersedia belum cukup banyak, bila sudah banyak maka tanah berstadium dewasa dan apabila yang terurai sudah habis maka tanah berstadium tua. Di daerah tropik yang panas dan banyak hujan seperti Indonesia, sebagian tanahnya mengalami ketuaan. Susunan horison yang tampak pada irisan vertikal tanah disebut profil tanah. Tanah diberbagai tempat menunjukkan perbedaan warna, kasar halus partikelnya, kesuburan, dan sebagainya. Dan juga mengenai profilnya itu ditentukan oleh faktor : 1. Iklim seperti temperatur air, kelembapan, angin. 2. Faktor biotik seperti mikroba, tumbuhan, hewan, dan menusia. 5

Upload: dangnguyet

Post on 04-Mar-2018

223 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanah

Tanah memegang peranan penting bagi masyarakat. Kehidupan

tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia

murni menata tubuh tanah menjadi bagian-bagian atau zona-zona tertentu.

Bahan baku tanah adalah batuan yang belum melapuk. Batu yang sama

sekali belum mengalami pelapukan belum berguna bagi tumbuhan karena

mineral-mineral yang tersimpan di dalamnya belum dapat dimanfaatkan

tumbuhan. Dengan adanya cuaca dan faktor-faktor biotik, batuan yang keras

kompak mulai terurai dan menjadi cocok untuk kehidupan organisnme.

Stadium muda terdapat pada waktu batuan sudah mengalami pelapukan.

Dalam fase ini kesuburan belum cukup karena mineral yang terlepas dan

tersedia belum cukup banyak, bila sudah banyak maka tanah berstadium

dewasa dan apabila yang terurai sudah habis maka tanah berstadium tua. Di

daerah tropik yang panas dan banyak hujan seperti Indonesia, sebagian

tanahnya mengalami ketuaan.

Susunan horison yang tampak pada irisan vertikal tanah disebut profil

tanah. Tanah diberbagai tempat menunjukkan perbedaan warna, kasar halus

partikelnya, kesuburan, dan sebagainya. Dan juga mengenai profilnya itu

ditentukan oleh faktor :

1. Iklim seperti temperatur air, kelembapan, angin.

2. Faktor biotik seperti mikroba, tumbuhan, hewan, dan menusia.

5

6

3. Relief yaitu perbedaan tinggi rendah dan kemiringan permukaan tanah.

4. Bahan induk yaitu batuan yang membentuk tanah.

5. Waktu yang berlangsung untuk pembentukan tanah.

Di dalam segumpal tanah (1/2 kg) yang subur terdapat kira-kira satu

triliun bakteri, 200 juta fungi, 25 juta algae, 15 juta protozoa dan juga cacing,

insekta dan makhluk kecil lainnya (Mukayat,1987).

B. Ekologi Parasit di Luar Tubuh Inang

Kelangsungan hidup jenis parasit di luar tubuh inang itu tergantung

selain pada adanya makanan yang cukup juga tergantung pada kondisi faktor-

faktor meteorologi. Meteorologi (meteoros jauh tinggi di udara) adalah ilmu

tentang atmosfer dan segala fenomene-fenomenenya.

Faktor-faktor meteorologi yang berpengaruh besar pada kelangsungan

parasit itu adalah sebagai berikut :

1. Data beometeorologi yang bernilai potensial bagi kelangsungan hidup

parasit di luar tubuh inang adalah temperatur.

2. Penguapan air adalah juga penting dalam hubungannya dengan

kelangsungan hidup parasit di luar tubuh inang. Penguapan air itu dapat

diketahui berdasarkan adanya uap air dalam udara, dan diukur sabagai

tekanan uap, dan dinyatakan sebagai lembab relatif.

3. Kandungan air dalam tanah adalah juga kondisi ekologis yang penting

bagi kelangsungan hidup parasit di luar tubuh inang. Kandungan air dalam

tanah itu sulit diukur, terutama kandungan air dalam tanah bagian teratas

7

yang berfariasi besar. Kandungan dalam tanah itu diperkirakan

berdasarkan data curah hujan dan transpirasi (Mukayat,1987).

C. Pengaruh Faktor Cuaca Terhadap Siklus Hidup Parasit

1. Air, curah hujan dan embun

Curah hujan minimum tersebut dapat berbeda tergantung pada sifat tanah,

miringnya tanah (topografi), dan frekuensi presipitasi. Tanah liat, tanah

pasir dan tanah berkapur berbeda-beda kapasitasnya penahan atau

kandungan airnya. Oleh sebab itu jumlah hujan tidak dapat dipakai tepat

untuk meramalkan epidemi penyakit oleh cacing.

2. Temperatur

Tiap jenis parasit itu ternyata menghendaki kisaran temperatur yang

berbeda-beda. Umumnya cacing nematoda menghendaki kisaran

temperatur antara 18 0C dan 38 0C berarti pada temperatur di bawah 18 0C

kelangsungan hidup parasit itu akan terhambat, sedang temperatur diatas 38

0C kelangsungan siklus hidupnya terancam.

3. Sinar Matahari

Bagian sinar matahari yang berpengaruh besar pada siklus hidup parasit itu

diduga hanyalah sinar ultrafiolet.

4. Faktor Waktu

Stadium infektif parasit itu lebih tahan terhadap faktor-faktor cuaca yang

merugikan daripada stadium lain misalkan : cacing Ascaris lumbricoides

tahan terhadap bahan kimia dan antiseptika. Tentu saja katahanan itu akan

berkurang dengan bertambahnya umur, dan selanjutnya habislah vitalitas

8

dan viabilitas infektif, dan akhirnya matilah parasit muda itu

(Mukayat,1987).

D. Cacing Usus yang siklus Hidupnya Melalui Tanah

Di Indonesia, Nematoda usus lebih sering disebut sebagai cacing perut.

Sebagian besar penularannya melalui tanah maka digolongkan ke dalam

kelompok cacing yang di tularkan melalui tanah atau Soil transmitted

helminths (Sudarto, 1991). Yang termasuk Soil transmitted helminths yaitu :

1. Ascaris lumbricoides

Di Indonesia cacing ini dikenal sebagai cacing gelang. Parasit ini terbesar

diseluruh dunia terutama di daerah tropik yang kelembabannya cukup

tinggi (Soedarto,1991).

a. Morfologi

Telur yang telah dibuahi ( fertilized ) berukuran panjang antara

60 mikron dan 75 mikron, sedangkan lebarnya berkisar antara 40 dan

50 mikron. Telur cacing ini mempunyai kulit telur yang tak berwarna

yang sangat kuat. Di luarnya, terdapat lapisan albumin yang

permukaannya berdungkul ( mamillation ) yang berwarna coklat oleh

karena menyerap zat warna empedu. Di dalam kulit telur cacing masih

terdapat suatu selubung vitellin tipis, tetapi lebih kuat dari pada kulit

telur. Selubung vitellin meningkatkan daya tahan telur cacing Ascaris

terhadap lingkungan sekitar, sehingga dapat bertahan hidup 1 tahun

lamanya. Telur yang telah dibuahi ini mengandung sel telur ( ovum )

yang tak bersegmen. Di tiap kutub telur yang berbentuk lonjong atau

9

bulat ini terdapat rongga udara yang tampak sebagai daerah yang terang

berbentuk bulan sabit.

Telur yang tak dibuahi (unfertilizer) dijumpai di dalam tinja,

bila di dalam tubuh hospes hanya terdapat cacing betina. Telur ini

bentuknya lebih lonjong dengan ukuran sekitar 80 × 55 mikron.

Dindingnya tipis, berwarna coklat dengan lapisan albumin yang tidak

teratur (Soedarto,1990).

Gambar 1. Telur Ascaris lumbricoides

b. Daur Hidup

Telur yang infektif bila tertelan oleh manusia menetas menjadi

larva di usus halus. Larva menembus dinding usus halus menuju

pembuluh darah atau saluran limpa kemudian terbawa oleh darah

sampai ke ujung jantung menuju paru-paru. Larva di paru-paru

menembus dinding alveolus, masuk ke rongga alveolus dan naik ke

trakea. Dari trakea larva menuju ke faring dan menimbulkan iritasi.

Penderita akan batuk karena adanya rangsangan larva ini. Larva di

faring tertelan dan terbawa ke esophagus, terakhir sampai di usus halus

dan menjadi dewasa. Mulai dari telur matang yang tertelan sampai

10

menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan

(Jangkung Samidjo Onggomulyo, 2002).

Gambar 2.Siklus hidup Ascaris lumbricoides

c. Diagnosis

Cara menegakkan diagnosis penyakit ini adalah dengan

pemeriksaan tinja secara langsung (Srisasi Gandahusada, 2006).

d. Pengobatan

Obat lama yang pernah digunakan adalah piperasin, tiabendasol,

heksilresorkinol dan hestrasan. Sekarang banyak obat-obat baru yang

efek sampingnya rendah dan mudah cara pemakaiannya, misalnya :

pirantelpamoat, mebendasol, albendasol, levamisol (Jangkung Samidjo,

Onggowaluyo, 2002).

11

e. Pencegahan

Dengan perbaikan sanitasi, hygenis pribadi dan lingkungan akan

mencegah penyebaran Ascariasis (Soedarto,1990).

2. Trichuris trichiura

1) Morfologi

Bentuk telur Trichuris trichiura sangat khas, mirip tempayan

kayu atau mirip biji melon, berwarna coklat, mempunyai dua kutub

yang jernih menonjol dan berukuran sekitar 50 × 25 mikron.

Gambar 3. Telur Cacing Trichuris trichiura

2) Daur hidup

Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan

telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam

usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian

distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Masa

pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa

betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari (Srisasi Gandahusada,

1998).

12

Gambar 4. Siklus Hidup Trichuris trichiura

3) Diagnosis

Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam tinja.

4) Pengobatan

Sekarang dengan adanya mebendazol dengan dosis 2 × 100 mg

selama 3 hari atau dosis tunngal 500 mg, albendazol dosis tunggal 400

mg, dan oksantel pirantel pamoat dosis tunggal 10 - 15 mg/kgBB,

infeksi cacing Trichuris sudah dapat diobati dengan hasil yang cukup

baik (Srisasi Gandahusada, 2006).

5) Pencegahan

Untuk mengadakan pencegahan trikuriasis dilakukan

pengobatan terhadap penderita atau pengobatan masal, perbaikan

hygiene sanitasi perorangan, mengadakan pembuangan kotoran

manusia yang baik dengan mendirikan jamban ditiap keluarga serta

memasak dengan baik makanan dan minuman (Soedarto,1991).

13

3. Strongyloides stercoralis

1) Morfologi

Bentuk telur lonjong mirip telur cacing tambang, berukuran 55 ×

30 mikron, mempunyai dinding tipis yang tembus sinar. Telur

dikeluarkan di dalam membrana mukosa dan langsung menjadi larva,

sehingga di dalam tinja tidak didapatkan telur cacing.

Larva rabditiform yang berukuran antara 200 dan 250 mikron,

mempunyai mulut pendek dengan dua pembesaran usofagus yang khas.

Larva filariform ukurannya lebih panjang (sekitar 700 mikron),

langsing dan mempunyai mulut yang pendek. Usofagus larva ini

berbentuk silindrik (Soedarto,1991).

2) Daur hidup

Daur hidup cacing ini ada tiga macam cara, yaitu ;

a) Siklus langsung

Telur → larva rabditiform → larva filariform → menembus kulit

→ kapiler darah → jantung kanan → paru → alveolus →trakea →

laring → usus halus (Srisasi Gandahusada, 2003).

b) Siklus tidak langsung

Telur → larva rabditiform di tanah menjadi cacing dewasa di alam

bebas → cacing betina menghasilkan telur → menetas menjadi

larva rabditiform → larva filariform → hospes baru mfnglangi fase

hidup bebas.

14

c) Autoinfektif

Telur → larva rabditiform → larva filariform → usus halus

perinatal → cacing dewasa (Jangkung Samidjo Onggomulyo,

2002).

Gambar 5. Siklus Strongyloides stercoralis

3) Diagnosis

Diagnosis klinis tidak pasti karena strongyloidiasis tidak

memberikan gejala klinis yang nyata. Diagnosis pasti ialah bila

menemukan larva rabditiform dalam tinja segar (Srisasi Gandahusada,

2003).

4) Pengobatan

Pengobatan dengan mebendazol, pirantel pamoat dan levamizol

dapat dicoba walaupun hasilnya kurang memuaskan. Saat ini, obat yang

banyak dipakai adalah tiabendazol (Jangkung Samidjo Onggomulyo,

2002).

15

5) Pencegahan

Pencegahan strongiloidiasis lebih sulit daripada pencegahan

cacing tambang sehubungan dengan adanya reservoir host pada siklus

hidup cacing ini. Terdapatnya kemungkinan autoinfeksi dan terjadinya

siklus hidup bebas mempersulit pencegahannya. Tindakan pencegahan

yang dapat dilakukan sesuai dengan pencegahan penularan infeksi

cacing tambang umumnya (Soedarto,1991).

4. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus

1) Morfologi

Morfologi telur kedua jenis cacing tambang ini sukar dibedakan

satu dengan lainnya. Telur berbentuk lonjong atau seperti elips dengan

ukuran sekitar 65 × 40 mikron. Telur yang tidak berwarna ini memiliki

dinding tipis yang tembus sinar dan mengandung embrio dengan 4

blastomer.

Terdapat 2 stadium larva cacing tambang, yaitu larva

rabditiform yang tidak infektif dan larva filariform yang infektif. Larva

rabditiform bentuknya agak gemuk dengan panjang sekitar 250 mikron,

sedang larva rabditiform bentuknya langsing panjangnya kira-kira 600

mikron (Soedarto,1991).

16

Gambar 6. Telur Cacing Tambang

2) Daur hidup

Telur di keluarkan dengan tinja dan setelah menembus dalam

waktu 2 hari keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu 3 hari larva

rabdiform tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat menembus kulit

kemudian masuk ke kapiler darah menuju jantung kanan kemudian paru

ke trakea melalui bronkus. Dari trakea larva ini menuju ke faring,

sehingga menimbulkan rangsangan pada faring kemudian batuk karena

rangsangan ini larva akan tertelan ke dalam esofagus kemudian menuju

ke usus halus dan tumbuh menjadi dewasa. Dalam waktu 4 minggu

cacing betina mulai bertelur (Soedarto,1991).

Gambar 7. Siklus Hidup Cacing Tambang

17

3) Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja

segar.

4) Pengobatan

Pirantel pamoat memberikan hasil cukup baik, digunakan 2 – 3

hari berturut-turut (Srisasi Gandahusada, 2003).

5) Pencegahan

Infeksi dapat dihindari dengan menggunakan alas kaki (sandal

atau sepatu) dan menghindari defekasi disenbarang tempat (Janggung

Samidjo Onggowaloyo, 2002).

E. Kakus

Kakus adalah suatu tempat yang digunakan untuk membuang dan

mengumpulkan kotoran sehingga kotoran itu tersimpan dalam satu tempat

tertentu dan tidak menjadi sarang penyakit. Jenis kakus ini yang tempat

penampungan tinjanya dibangun di bawah tempat injakan atau di bawah

bangunan. Fungsi dari lubang adalah mengisolasi tinja sedemikian rupa

sehingga tidak dimungkinkan penyebaran dari bakteri secara langsung

penjamu yang baru. Bentuk kakus yang digunakan seperti tong lubang

tanah yang tidak berair dan kedalamannya sekitar 1,5 sampai 3 meter.

18

Gambar 8. Kondisi Kakus

F. Kerangka Teori

Paparan telur

STH pada tanah

kakus

Infeksi padamasyarakat

Paparansinar

matahaharimatahari

Temperatur

KebiasaanBAB

Kelembabantanah

Jenis tanah